Urgensi Kewenangan Mengadili Perkara Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint) pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Urgensi Kewenangan Mengadili Perkara Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint) pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia"

Transkripsi

1 Urgensi Kewenangan Mengadili Perkara Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint) pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nadya Demadevina, Fitra Arsil Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Abstrak Skripsi ini membahas dua permasalahan: alasan mengapa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional; dan bagaimana seharusnya mengatur penambahan kewenangan tersebut. Hasil penelitian ini adalah: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu mendapatkan kewenangan ini demi menjalankan prinsip negara hukum yang dianut Republik Indonesia, melindungi Hak Asasi Manusia, menegakkan supremasi konstitusi, menjalankan checks and balances, memenuhi esensi pendirian mahkamah konstitusi di dunia, menjalankan fungsi pengujian konstitusional secara utuh, dan secara empiris banyak kasus yang bersubstansi pengaduan konstitusional sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia; dan penambahan kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan dengan amandemen undang-undang dasar. The Urgency of Giving The Jurisdiction Over Constitutional Complaint to The Constitutional Court of Republic of Indonesia Abstract This thesis mainly discusses two problems: the urgency of giving the jurisdiction for constitutional court of Republic of Indonesia over constitutional complaint; and how the jurisdiction is supposedly given. This thesis concludes that: constitutional court should have jurisdiction over constitutional complaint in order to implement the principles of rule of law, protect human rights, uphold the supremacy of constitution, maintain checks and balances function, fulfill the essence of establishing constitutional court, and completely implement the function of constitutional review, and empirically there has been many cases in constitutional court of Republic of Indonesia that contain constitutional complaint substance; and the only way to give the jurisdiction to constitutional court of Republic of Indonesia is to amend the constitution. 1

2 2

3 Pendahuluan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, walaupun banyak yang menganggap kewenangannya sudah sangat kuat, namun masih tidak memiliki salah satu kewenangan utama yang dimiliki Mahkamah Konstitusi di dunia, yaitu mengadili perkara pengaduan konstitusional atau constitutional complaint. Menurut Mahfud MD, MK di dunia umumnya memiliki tiga kewenangan. Selain sebagai forum previligiatum dan judicial review, MK juga memiliki kewenangan untuk menerima pengajuan perkara constitutional complaint yang diajukan seseorang kepada MK karena merasa hak konstitusionalnya dilanggar. Bukan karena berlakunya sebuah undang-undang, tetapi disebabkan putusan pengadilan yang mendasarkan para peraturan perundang-undangan yang keliru. Saat mendirikan MK, urainya, pembuat undang-undang merasa cukup untuk mengadopsi dengan sedikit perubahan atas dua kewenangan yang pertama tanpa mengikutkan kewenangan constitutional complaint. 1 Sejak 2003, Mahkamah Konstitusi (MK), lembaga yang terbentuk sebagai hasil dari perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kerap menjadi perhatian masyarakat. 2 Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang didirikan atau dibentuk untuk menyandang peran sebagai Pengawal (the Guardian) dan Pelindung (the Protector) konstitusi sebagai hukum tertinggi dalam negara yang menganut paham demokrasi konstitusional. 3 Tugas Mahkamah Konstitusi bukan hanya melindungi hak-hak dasar dan fundamental, tetapi juga menjaga prinsip demokrasi dan otoritas hukum, prinsip pemisahan kekuasaan, pluralisme, perlindungan terhadap kelompok minoritas dan integrasi keutuhan nasional ke dalam kerangka undang-undang dan lembaga-lembaga internasional. 4 Menurut Hans Kelsen, 1 Uji Materiil: MK Perlu Kewenangan Menyelesaikan Constitutional Complaint, diakses pada 10 September 2014 pukul WIB). 2 MK Harusnya Berwenang Selesaikan Constitutional Complaint, (diakses pada 10 September 2014 pukul WIB). 3 Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, cet. 3, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hal Dieter C. Umbach, Kisah Keberhasilan Eropa Mahkamah-Mahkamah Konstitusi: Beberapa Aspek Teoritis, Tugas dan Tantangan Mahkamah Konstitusi di Negara-Negara Transformasi Dengan Contoh Indonesia, ed. Norbert Eschborn, (Jakarta: Konrad-Adenauer-Stiftung e.v., 2005), hal. 4. 3

4 Mahkamah Konstitusi diharapkan berperan sebagai a negative legislator yang diberi kewenangan mengesampingkan dan bahkan membatalkan undang-undang yang nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi. 5 Untuk itu, dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, pada Pasal 24C dicantumkan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yaitu: 1. Pasal 24C ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang- Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Pasal 24C ayat (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas penapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Jika dilihat dari kelembagaannya, maka Mahkamah Konstitusi di Indonesia mengikuti model Austria. Ciri-ciri umum model Austria: 6 1. Constitutional review diterapkan dalam keadaan yang beragam tergantung sistem tiap negara. 2. Badan-badan pelaksana pengujian atau constitutional review bersifat independen, didirikan di luar cabang kekuasaan kehakiman yang biasa berpuncak di Mahkamah Agung. 3. Dalam perkara-perkara yang menyangkut constitutional complaint, penyelesaian permasalahannya dilakukan dengan cara mengadakan pemisahan antara mekanisme constitutional review, dari mekanisme yang berlaku di pengadilan-pengadilan biasa. 4. Kedudukan konstitusional dengan jaminan kemandirian di bidang administratif dan finansial dianggap sebagai prasyarat utama bagi independensi lembaga peradilan konstitusi. 5 Jimly Asshiddiqie, op.cit., hal Ibid., hal

5 5. Satu institusi pelaksana. 6. Adanya kekuasaan hakim untuk membatalkan undang-undang yang disahkan oleh parlemen. 7. Para hakim Mahkamah Konstitusi biasanya dipilih oleh lembaga-lembaga politik. 8. Sifat khusus dari proses peradilan yang diselenggarakan, yaitu bahwa putusannya di samping bersifat juridis juga bersifat politis, meskipun lembaga-lembaga mahkamah tersebut dapat pula memiliki fungsi yang murni bersifat konsultatif (a purely consultative function). 9. Mekanime yang berlaku dalam rangka pengujian konstitusionalitas atas undangundang menurut Model Austria ini, pada umumnya, bersifat represif, meskipun untuk sebagian kecil tetap ada juga coraknya yang bersifat preventif yang diterapkan dalam praktek. Dan jika melihat dari kewenangan yang diberikan kepada Constitutional Court of Austria oleh konstitusi Austria, terdapat sembilan kewenangan, yaitu: 1. Pengujian Konstitusionalitas Undang-Undang Pengujian Legalitas Peraturan di Bawah Undang-Undang Pengujian Perjanjian Internasional Perselisihan Pemilihan Umum Peradilan Impeachment Kewenangan sebagai Pengadilan Administrasi Khusus yang terkait dengan constitutional complaint individu warga negara. 12 Dalam keadaan tertentu, Mahkamah juga dapat berfungsi sebagai pengadilan administrasi negara yang bersifat khusus, yaitu untuk mengadili legalitas keputusan konkrit pejabat-pejabat pemerintah (administrative authorities) dalam article 144 konstitusi Austria. Gugatan dari individu warga negara yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh keputusan konkrit itu, 7 Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal

6 hanya dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi apabila upaya hukum melalui proses peradilan administrasi negara telah ditempuh dan tidak tersedia lagi upaya hukum lain, kecuali ke Mahkamah Konstitusi. Jika terbukti, bahwa hak yang dilanggar memang merupakan hak yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar, maka Constitutional Court of Austria dapat mengadilinya. 7. Sengketa kewenangan dan pendapatan keuangan antar negara bagian dan antara negara bagian dengan Federal Sengketa kewenangan antar lembaga negara Kewenangan memberikan penafsiran UUD. 15 Jika dibandingkan dengan kewenangan Constitutional Court of Austria gagasan Hans Kelsen sebagai role model-nya, maka salah satu kewenangan yang tidak dimiliki Mahkamah Konstitusi di Indonesia adalah kewenangan menangani constitutional complaint. Selain fakta teoritik dan filosofis mengenai urgensi kewenangan mengadili perkara constitutional complaint pada Mahkamah Konstitusi, terdapat pula kebutuhan empirik mengenai constitutional complaint pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Hingga bulan Desember 2010, menurut data di Kepaniteraan MK RI, terdapat 30 permohonan yang mengandung substansi pengaduan konstitusional. Mayoritas diajukan sebagai permohonan pengujian undang-undang, sedangkan sisanya diajukan sebagai permohonan sengketa kewenangan lembaga negara. Permohonan yang bersubstansi constitutional complaint pertama pada MK RI adalah permohonan oleh Main bin Rinan yang secara terang-terangan mengajukan permohonan dengan petitum yang meminta MK RI membatalkan Putusan Peninjauan Kembali MA Nomor 179/PK/PDT/ Pembahasan Berdasarkan pemaparan tentang prinsip negara hukum yang dipaparkan dalam Bab 2, maka dapat ditarik hubungan prinsip-prinsip tersebut dengan urgensi kewenangan pengaduan konstitusional. Secara umum dapat dijelaskan dalam tabel berikut: 13 Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint) Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusionl Warga Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal

7 Prinsip Negara Hukum dan Pengaduan Konstitusional (CC) No Teori Prinsip Relevansi 1 9 Pokok Penyelenggaraa an Negara oleh Prof. Jimly A. Cita negara hukum Indonesia harus menerapkan prinsip-prinsip negara hukum Pemisahan kekuasaan dan checks and balances 2 12 Pilar Utama Pembatasan Penyangga kekuasaan Negara Hukum oleh Prof. Jimly A. Peradilan Tata Usaha Negara Perlindungan Hak Asasi Manusia Transparansi dan kontrol sosial 3 Carl Schmitt Kewenangan organ negara ditentukan batas- Dengan adanya mekanisme pengaduan konstitusional, Mahkamah Konstitusi bisa mengawasi tindakan tiga cabang kekuasaan, yaitu: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan adanya pengaduan konstitusional, tidak ada cabang kekuasaan yang berkuasa secara absolut, kekuasaan mereka dibatasi oleh hak konstitusional warga negara. Esensi berdirinya Mahkamah Konstitusi adalah untuk melindungi konstitusi, sehingga dengan adanya kewenangan pengaduan konstitusional, Mahkamah Konstitusi baru dapat dikatakan sesuai dengan tujuan berdirinya lembaga tersebut. Hak konstitusional adalah pengejawantahan dari hak asasi manusia, oleh karena itu pengaduan konstitusional merupakan upaya perlindungan bagi hak asasi manusia Adanya mekanisme pengaduan konstitusional merupakan alat kontrol bagi masyarakat, sebab dapat diajukan oleh perorangan yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan Pembatasan terhadap kekuasaan organ negara adalah hak konstitusi warga negara, sehingga harus ada mekanisme yang menjamin bahwa 7

8 batasnya 4 Dicey Konstitusi berdasarkan hak asasi manusia 5 Hager Konstitusionalis me Law governs the government Hukum yang bisa diakses semua orang Perlindungan hak individu kewenangan tersebut tidak melanggar hak konstitusional warga negara Bentuknya adalah dengan menjadikan konsepkonsep hak asasi manusia menjadi hak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi agar tidak dilanggar oleh otoritas publik Pembatasan kekuasaan tiap cabang kekuasaan negara dijamin dengan adanya pengawasan oleh MK terhadap perbuatan ketiga cabang kekuasaan Konstitusi sebagai peraturan perundangundangan tertinggi harus dipatuhi oleh semua perbuatan otoritas publik Pengaduan konstitusional memungkinkan pengajuan oleh siapa saja warga negara yang merasa hak konstitusionalnya terlanggar Hak individu diejawantahkan dalam hak konstitusional, mekanisme perlindungannya adalah melalui pengaduan konstitusional Selain itu, secara praktek, terdapat beberapa negara yang secara eksplisit mendeklarasikan bahwa negara tersebut adalah negara hukum, dan memiliki kewenangan mengadili perkara pengaduan konstitusional. Dalam Bab 2 telah dijelaskan bahwa hak konstitusional merupakan pengejawantahan dari Hak Asasi Manusia. Pengaduan konstitusional menjamin warga negara dari perbuatan sewenang-wenang penyelenggara negara yang berkemungkinan melanggar hak konstitusionalnya. Dari segi konsepsinya, apa yang terkandung dalam perkataan constitutional review itu jelas berkaitan erat dengan prinsip supremasi konstitusi. Dalam sistem pengujian konstitusionalitas, terkandung pengertian bahwa yang supreme itu adalah konstitusi, bukan 8

9 parlemen. 17 Berkaitan pula dengan horizontal separation of power dan vertical separation of power. 18 Model Austria, yang juga dianut oleh pengujian konstitusionalitas di Indonesia, menyangkut hubungan yang saling berkaitan antara supremasi konstitusi dengan supremasi parlemen. Dalam model ini, apabila prinsip kedaulatan rakyat yang tercemin dalam doktrin supremasi parlemen bertentangan dengan prinsip supremasi konstitusi, maka sesuai dengan cita-cita negara hukum, prinsip supremasi konstitusi harus diutamakan. 19 Bukti lain dari eratnya prinsip supremasi konstitusi dan pengujian konstitusionalitas adalah fakta bahwa di Inggris dan Belanda tidak ada constitutional review oleh lembaga peradilan. 20 Kalaupun ide judicial review diterapkan, maka pengujian semacam itu hanya terbatas dalam kerangka pengujian dalam hukum administrasi negara, yaitu pengujian atas administrative actions, seperti halnya proses peradilan tata usaha negara di Indonesia. Pengujian semacam ini pada umumnya diterima sejak awal abad ke Di Inggris berlaku doktrin the Queen or the King in Parliament yaitu bagian dari House of Lords sehingga terdapat supremasi parlemen. 22 Sehingga, apabila Indonesia menerapkan prinsip supremasi konstitusi, sudah seharusnya terdapat mekanisme pengujian konstitusional, yang dalam Bab 3 telah dijelaskan mencakup juga mekanisme pengaduan konstitusional. Dalam Bab 1 telah dijelaskan bahwa checks and balances antar lembaga dapat mencakup: 1. Pemberian kewenangan terhadap suatu tindakan kepada lebih dari satu cabang pemerintahan. 2. Pemberian kewenangan pengangkatan pejabat tertentu kepada lebih dari satu cabang pemerintahan. 17 Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, cet. 3, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hal Ibid. 19 Ibid., hal Ibid., hal Ibid. 22 Ibid., hal

10 3. Upaya hukum impeachment dari cabang pemerintahan satu terhadap cabang pemerintahan lainnya. 4. Pengawasan langsung dari satu cabang pemerintahan yang satu terhadap yang lainnya. 5. Pemberian wewenang kepada pengadilan sebagai pemutus kata akhir (the last word) jika ada pertikaian antara badan eksekutif dan legislatif. Dalam hal ini, yang bisa dilakukan Mahkamah Konstitusi kepada lembaga dari tiga cabang kekuasaan tersebut adalah pengawasan perbuatan yaitu yang disebutkan dalam poin keempat, yang sampai saat ini belum seutuhnya dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi RI karena: 1. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia hanya memiliki kewenangan pengawasan terhadap produk lembaga legislatif yaitu dengan mekanisme judicial review yang sudah dijelaskan dalam Bab Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tidak memiliki kewenangan mengawasi produk hukum Keputusan Tata Usaha Negara atau tindak administratif pemerintah seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tidak memiliki kewenangan mengawasi putusan hakim dari Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, selama tidak memiliki kewenangan mengadili perkara pengaduan konstitusional, dapat dikatakan belum berfungsi secara utuh untuk menjalankan peran checks and balances, sebab Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan tidak terlibat secara keseluruhan dalam ketiga elemen lainnya seperti teori yang ditulis oleh Munir F. seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab 1, selain pemutus sengketa kewenangan antar lembaga negara. Jika melihat sejarah MK di Austria dan perbandingan kewenangan MK di beberapa negara, dapat dikatakan bahwa tujuan dan tugas utama berdirinya MK adalah untuk melakukan pengujian konstitusional atau constitutional review. Ciri khas atau karakteristik Mahkamah Konstitusi adalah sebagai organ atau lembaga yang diberi fungsi untuk melaksanakan 10

11 pengujian konstitusional. Hal ini terkait dengan berbagai predikat yang disandang oleh Mahkamah Konstitusi di seluruh dunia yaitu: Mahakamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi (the Guardian of Constitution) 2. Mahkamah Konstitusi sebagai pengendali keputusan berdasarkan sistem demokrasi (Control of Democracy) 3. Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir konstitusi (the Sole or the Highest Interpreter of he Constitution) 4. Mahkamah Kontitusi sebagai pelindung hak konstitusional warga negara (the Protector of the Citizens Constitutional Rights) 5. Mahkamah Konstitusi sebagai pelindung hak asasi manusia (the Protector of Human Rights). Dalam Bab 2 sudah dijelaskan bahwa pengaduan konstitusional adalah bagian dari pengujian konstitusional atau constitutional review, yang terdiri dari: 1. Pengujian konstitusionalitas undang-undang. 2. Pengujian konstitusionalitas perbuatan. Sehingga penambahan kewenangan MK RI untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional adalah pelaksanaan dari tujuan awal dibentuknya Mahkamah Konstitusi, yaitu menjalankan tugas pengujian konstitusional atau constitutional review, dalam pengertiannya yang lebih utuh. Dari banyaknya kasus yang bersubstansi pengaduan konstitusional, maka dapat dikatakan bahwa pengaduan konstitusional merupakan kebutuhan empiris dari masyarakat Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3, terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang telah ada mekanisme judicial review ke Mahkamah Agung. Namun, mekanisme ini belum cukup mengakomodir perlindungan hak-hak konstitusional warga negara karena masih terdapat celah hukum, yaitu: 23 Ibid., hal

12 1. Apabila pejabat pembentuk peraturan tersebut menggunakan kewenangan melekatnya sebagai penyelenggara negara, sehingga peraturan tersebut keluar tidak atas delegasi undang-undang manapun, sehingga Mahkamah Agung tidak memiliki batu uji terhadap peraturan tersebut, walaupun peraturan yang dikeluarkan melanggar hak konstitusional warga negara. 2. Apabila jenis peraturan tersebut tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundangundangan di Indonesia namun secara sifat bersifat mengikat umum. Terhadap celah hukum tersebut, diperlukan mekanisme pengaduan konstitusional sebagai perlindungan dari hak konstitusional yang mungkin dilanggar oleh perbuatan eksekutif yang berupa pembuatan norma umum dan abstrak. Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 3, terdapat Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjamin SK-TUN tidak melanggar hak konstitusional warga negara, namun tidak dengan yang tidak berbentuk tertulis. Oleh karena itu diperlukan mekanisme pengaduan konstitusional untuk mengakomodir gugatan terhadap segala tindakan pejabat administrasi. Upaya hukum terakhir terhadap putusan hakim adalah peninjauan kembali, namun dalam peninjauan kembali sulit untuk menguji konstitusionalitas putusan dari hakim Mahkamah Agung. Karena, seperti yang telah dijelaskan dalam Bab 3, syarat pengajuan peninjauan kembali diantaranya: 1. Terdapat novum baru. 2. Terdapat kekhilafan yang nyata. Klaim bahwa suatu putusan Mahkamah Agung adalah inkonstitusional tidak bisa dijadikan dasar untuk melakukan peninjauan kembali. Karena: 1. Inkonstitusionalitas bukanlah novum baru, sehingga sulit untuk mengajukan Peninjauan Kembali terhadap putusan hakim dengan alasan inkonstitusionalitas putusan hakim. 2. Klaim bahwa suatu putusan inkonstitusional bukan merupakan fakta yang terang atau nyata, namun perlu pembuktian di persidangan, sehingga klaim bahwa suatu putusan inkonstitusional tidak bisa masuk dalam kategori kekhilafan yang nyata. 12

13 Kesimpulan Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 belum memberikan celah untuk menambahkan kewenangan mengadili perkara pengaduan konstitusional pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia karena pengaturan mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam UUD NRI Tahun 1945 diatur secara limitatif. 2. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu diberikan kewenangan mengadili perkara pengaduan konstitusional karena: a. Demi menjalankan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia secara utuh. b. Demi menegakkan hak konstitusional yang merupakan pengejawantahan hak asasi manusia. c. Demi menegakkan supremasi konstiusi. d. Demi menjalankan checks and balances antar lembaga peradilan. e. Secara esensil Mahkamah Konstitusi dibentuk dalam rangka menjalankan tugas pengujian konstitusionalitas. f. Pengaduan konstitusional merupakan bagian dari pengujian konstitusionalitas. g. Kebutuhan empirik di Indonesia mengingat banyaknya perkara di MK RI yang bersubstansi pengaduan konstitusional. Saran Karena pengaturan mengenai kewenangan MK RI diatur secara limitatif, maka untuk menambahkan kewenangan itu diperlukan amandemen undang-undang dasar. Sedangkan usulan rumusan perubahan undang-undang dasar tersebut, setidak-tidaknya memuat substansi tentang: 1. Perlunya kewenangan Mahkamah Konstitusi mengadili perkara pengaduan konstitusional. 2. Pengaduan Konstitusional diajukan oleh setiap orang yang merasa hak konstitusionalnya terlanggar. 13

14 Daftar Referensi BUKU Arinanto, Satya. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia. Depok: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Asshiddiqie, Jimly dan Ali Safa at. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Konstitusi Press, Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-Undang. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Asshiddiqie, Jimly. Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara. Jakarta: Konstitusi Press, Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta: Konstitusi Press, Atmosudirjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia, Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama, Eschborn, Norbert, ed. Tugas dan Tantangan Mahkamah Konstitusi di Negara-Negara Transformasi Dengan Contoh Indonesia. Jakarta: Konrad-Adenauer Stiftung e.v., Fachruddin, Irfan. Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah. Bandung: Penerbit Alumni, Fatmawati. Hak Menguji (Toetsingsrecht) Yang Dimiliki Hakim Dalam Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Gaffar, Janedjri M. Demokrasi dan Pemilu di Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, Gaffar, Janedjri M. Demokrasi Konstitusional Praktik Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD Jakarta: Konstitusi Press,

15 Harahap, Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, Harahap, Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, Harahap, Yahya. Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, Indrati, Maria Farida. Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius, Mahfud MD, Moh. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama Media, Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty, Muladi, ed. Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: Refika Aditama, Nugraha, Safri et.al. Hukum Administrasi Negara. Depok: Center For Law and Good Governance Studies (CLGS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Palguna, I Dewa Gede. Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint) Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusionl Warga Negara. Jakarta: Sinar Grafika, Purbacaraka, Purnadi dan Chidir Ali. Disiplin Hukum. Bandung: Penerbit Alumni, Rodee, Carlton Clymer, et.al. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

16 Soekanto, Soerjono dan Purnadi Purbacaraka. Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, Soekanto, Soerjono dan Purnadi Purbacaraka. Perihal Kaedah Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju, Thaib, Dahlan. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: RajaGrafindo Persada, Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tjokroamidjojo, Bintoro dan Mustopadidjaya. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, Van Aperldoorn, L.J. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. UU No. 24 Tahun LN No, 98 Tahun TLN No Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. UU No. 48 Tahun LN No, 157 Tahun TLN No

17 . Undang-Undang Pemerintahan Daerah. UU No. 32 Tahun LN No, 125 Tahun TLN No INTERNET Uji Materiil: MK Perlu Kewenangan Menyelesaikan Constitutional Complaint, tpsszji. Diakses pada 10 September 2014 pukul WIB. MK Harusnya Berwenang Selesaikan Constitutional Complaint, Diakses pada 10 September 2014 pukul WIB. The Structure of the Government Must Furnish the Proper Checks and Balances Between the Different Departments, Diakses pada 10 Desember 2014 pukul WIB. 17

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Pendahuluan Ada dua sejarah besar dalam judicial review di dunia. Pertama adalah sejarah judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review MAHKAMAH KONSTITUSI DAN HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Sebuah lembaga dengan kewenangan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Wednesday, December 19, 2012 http://www.esaunggul.ac.id/article/prospek-mahkamah-konstitusi-sebagai-pengawal-dan-penafsir-konstit

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007. 112 DAFTAR REFERENSI BUKU Arifin, Firmansyah dkk. Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara. Cet. 1. Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHAN), 2005. Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------- Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara Continuing Legal Education, Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Penjaga Konstitusi

Lebih terperinci

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 Mahkamah Konstitusi (yang selanjunya disebut MK) sebagai lembaga peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT)

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT) ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT) PADA MAHKAMAH KOSTITUSI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PERLINDUNGAN HAK-HAK WARGA NEGARA RIFANDY RITONGA Dosen Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Puspaningrum *) Abstract : The Constitutional Court

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut termaktub dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "negara Indonesia

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal

Lebih terperinci

Oleh: FAISAL MUHAMMAD SAFI I C

Oleh: FAISAL MUHAMMAD SAFI I C PENGUATAN FUNGSI MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PELINDUNG HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUUXIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka I. PEMOHON 1. Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) (Pemohon I)

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 Oleh : Indah Permatasari 1 ABSTRACT The local government is given authority by the constitution to establish local regulations.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU: Asshiddiqe, Jimly, Bagir Manan (2006). Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA Oleh : DJOKO PURWANTO Abstrak Wewenang Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur

Lebih terperinci

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG Achmad Edi Subiyanto Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta Pusat subimk71@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho Tafsir adalah penjelasan atau keterangan, dengan demikian pembicaraan kita yang bertajuk "f afsir Konstitusi T erhadap Sistem

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly, 1998, Teori dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, InHilco, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly, 1998, Teori dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, InHilco, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Buku: Asosiasi Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Asshiddiqie, Jimly, 1998, Teori

Lebih terperinci

PENUTUP. 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI. yakni Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-

PENUTUP. 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI. yakni Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang- PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka kemudian penulis merumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI Tahun

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Rabu, 10 April :55

KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Rabu, 10 April :55 Â KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ABSTRACT DELFINA GUSMAN, SH,MH [1] Â Indonesia as state of law which guarantees constitutional right of its civic adopted

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 7/Sep/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 7/Sep/2015 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945 1 Oleh : Magdalena E. J. Sarkol 2 ABSTRAK Keberadaan lembaga Mahkamah Konstitusi dalam kehidupan negara-negara

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB II KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA BAB II KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Ketatanegaraan Indonesia 1. Pengertian Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang dimaksud

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ps. 86. Dalam Praktek, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 17 Maret Legal standing..., Nur Syamsiati D., FHUI.

BAB 1 PENDAHULUAN. ps. 86. Dalam Praktek, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 17 Maret Legal standing..., Nur Syamsiati D., FHUI. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kurang lebih empat tahun setelah terbentuknya Mahkamah Konstitsi (MK), dimana dalam perkembangan perkaranya, masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

Lebih terperinci

judicial review. 1 Walaupun terdapat ahli yang mencoba menarik sejarah judicial review hingga masa yunani kuno dan pemikiran sebelum abad ke-19, 2

judicial review. 1 Walaupun terdapat ahli yang mencoba menarik sejarah judicial review hingga masa yunani kuno dan pemikiran sebelum abad ke-19, 2 BAB I PENDAHULUAN A. Mahkamah Konstitusi dan Sistem Kekuasaan Kehakiman di Indonesia 1. Gagasan Judicial Review dan Kelembagaan Mahkamah Konstitusi Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PENGHAPUSAN KEWENANGAN PEMERINTAH UNTUK MEMBATALKAN PERDA; MOMENTUM MENGEFEKTIFKAN PENGAWASAN PREVENTIF DAN PELAKSANAAN HAK UJI MATERIIL MA Oleh: M. Nur Sholikin * Naskah diterima: 24 pril 2017; disetujui:

Lebih terperinci

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016 REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016 Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi bermula dari kasus

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI A. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersamasama dengan Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung, tertuang dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. DAFTAR PUSTAKA Buku: Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. Armen Yasir, 2007. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: Pusat Studi Universitas Lampung. Bagir

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM HUKUM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN DAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM HUKUM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN DAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM HUKUM KETATANEGARAAN INDONESIA Nanang Sri Darmadi Dosen Fakultas Hukum UNISSULA nanangsridarmadi@unissula.co.id Abstract Constitutional changes have

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh : Arfa i, S.H., M.H. [ ABSTRAK Undang-undang yang dibuat oleh Lembaga

Lebih terperinci

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI 07940077 PROGRAM KEKHUSUSAN: HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

Macam-macam konstitusi

Macam-macam konstitusi Macam-macam konstitusi C.F Strong, K.C. Wheare juga membuat penggolongan terhadap konstitusi. Menurutnya konstitusi digolongkan ke dalam lima macam, yaitu sebagai berikut: 1. 1. 1. konstitusi tertulis

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA 1 PERKEMBANGAN GAGASAN CONSTITUTIONAL REVIEW William Marbury mengajukan permohonan kepada MA agar memerintahkan James Madison selaku Secretary of State untuk mengeluarkan

Lebih terperinci

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Oleh: Verdinandus Kiki Afandi, Nengah Suantra, Made Nurmawati (Bagian

Lebih terperinci

Kedudukan, Fungsi Dan Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia

Kedudukan, Fungsi Dan Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Kedudukan, Fungsi Dan Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Janedjri M. Gaffar Surakarta, 17 Oktober 2009 ii MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara hukum, segala aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain selain Mahkamah Agung (MA), yaitu Mahkmah Konstitusi (MK). Pengaturan tentang MK termaktub

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA Pembahasan mengenai analisis data mengacu pada data-data sebelumnya,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint I. PEMOHON Sri Royani II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

UNIVERSITAS NEGERI PADANG TUGAS MAKALAH TEORI HUKUM DAN KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH INZUMIRAD 13256/2009 Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2011 Kata Pengantar

Lebih terperinci

Perlindungan Hak Konstitusional Melalui Pengaduan Konstitusional

Perlindungan Hak Konstitusional Melalui Pengaduan Konstitusional Perlindungan Hak Konstitusional Melalui Pengaduan Konstitusional Achmad Edi Subiyanto Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat e-mail: edisubi@mahkamahkonstitusi.go.id

Lebih terperinci

CONSTITUTIONAL COMPLAINT : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. H. Muhamad Rakhmat. Abstract

CONSTITUTIONAL COMPLAINT : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. H. Muhamad Rakhmat. Abstract CONSTITUTIONAL COMPLAINT : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA H. Muhamad Rakhmat Abstract The only judicial institution that has a function to maintain the constitution, the Constitutional

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Pengujian Peraturan Perundang-undangan Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Materi Dasar Hukum Pengujian PUU Pengujian UU di Mahkamah Konstitusi Pengujian PUU di

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH ABSTRACT: Oleh : Putu Tantry Octaviani I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017 KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 1 Oleh: Tri Rama Kantohe 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan:

Peraturan Perundang-undangan: DAFTAR PUSTAKA Adams. Wahiduddin, 2012, Proses Penyusunan Peraturan Daerah, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, AR. Suharyono, 2012, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan Peraturann Perundangundangan,

Lebih terperinci

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi Tubagus Haryo Karbyanto, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejatien

Lebih terperinci

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI Oleh : I Gusti Made Agus Mega Putra Ni Made Yuliartini Griadhi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan. 1 Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni : I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian

Lebih terperinci

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partai politik merupakan salah satu bentuk perwujudan kebebasan berserikat sebagai salah satu persyaratan berjalannya demokrasi. Kebebasan berserikat lahir dari kecenderungan

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Mengenal Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia

Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Mengenal Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia MODUL 1 Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Mengenal Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H., dkk. M PENDAHULUAN odul ini berjudul Mengenal Keberadaan

Lebih terperinci