CONSTITUTIONAL COMPLAINT : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. H. Muhamad Rakhmat. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CONSTITUTIONAL COMPLAINT : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. H. Muhamad Rakhmat. Abstract"

Transkripsi

1 CONSTITUTIONAL COMPLAINT : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA H. Muhamad Rakhmat Abstract The only judicial institution that has a function to maintain the constitution, the Constitutional Court shall have the authority to determine the Constitutional Complaint (filing of case to the Court for violations of constitutional rights that there is no legal instrument to memperkarakannya or no longer available at the point of completion of the legal / judicial) filed individual (individual) citizens who feel their constitutional rights (constitutional rights or fundamental rights) aggrieved by the decision of state institutions, whether legislative, executive, and judiciary. It is intended that the basic rights or the rights possessed by every citizen can not be reduced or completely disrupted, whether by individuals, groups, even by the state. Implementation of the constitutional complaint through the institution of the Constitutional Court is a reflection of renewal, protection and enforcement of constitutional rights of every citizen. Keyword : constitutional complaint, protection and enforcement of constitutional, constitutional rights of every citizen A. Pendahuluan The Rule of Law adalah adanya peran peradilan yang bebas dan tidak memihak untuk memberikan putusan terhadap segala kasus hukum yang terjadi dalam suatu negara 1. Pada prinsipnya Indonesia harus menyelesaikan segala persoalan hukum melalui proses hukum, 1 F. J. Stahl dan A.V. Dicey ditinjau dari International Comission of Jurist, Mengutip The Dynamic Aspects of The Rule of Law in The Modern Age, International Comission of Jurist, 1965, hlm Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

2 termasuk penegakan hak konstitusional warga negara yang dilindungi oleh UUD Menurut Satjipto Rahardjo dalam Anis Ibrahim, komunitas hukum Indonesia yang diharapkan mampu memposisikan diri sebagai pencerah justru masih lamban dalam menangkap dan menyelesaikan segala persoalan hukum yang begitu komplek, hal tersebut berimplikasi terhadap lambannya penegakkan hukum. 2 Para penegak hukum tidak bisa secara penuh dipersalahkan dalam keterpurukan hukum yang di alami bangsa Indonesia, karena keterpurukan hukum saat ini sebagai akibat dari tidak optimalnya berbagai komponen dalam sistem hukum (legal structure, legal substance, legal culture) 3 serta yang terpenting adalah masih rendahnya kesadaran hukum dalam setiap sendi kehidupan masyarakat. 4 Sebagai satu-satunya lembaga peradilan yang memiliki fungsi untuk mengawal konstitusi, MK selayaknya berwenang untuk memutus Constitutional Complaint (pengajuan perkara ke MK atas pelanggaran hak konstitusional yang tidak ada instrumen hukum atasnya untuk memperkarakannya atau tidak tersedia lagi atasnya jalur penyelesaian hukum/peradilan) yang diajukan perorangan (individu) warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya (constitutional rights atau basic rights) dirugikan oleh keputusan suatu institusi negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. 2 Anis Ibrahim, Merekonstruksi Keilmuan Ilmu Hukum & Hukum Milenium Ketiga, (Malang : In-TRANS, 2007), hlm legal structure berarti kerangka, bentuk permanen, lembaga institusionalnya. Struktur hukum berarti lembaga peradilan, hakim, termasuk orang-orang yang terkait dengan berbagai jenis pengadilan. legal substance adalah peraturan-peraturan yang tersusun dan ketentuan yang mengatur bagaimana peran dan perilaku institusi. legal culture berarti elemen sikap dan nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat. 4 Lawrence M.Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, (Bandung : Penerbit Nusa Media, 2009), hlm Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

3 Hal ini dimaksudkan bahwa hak dasar atau hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga negara tidak bisa dikurangi atau diganggu sedikitpun, baik oleh individu, kelompok, bahkan oleh negara. Kewenangan MK untuk memutus constitutional complaint saat ini masih terkendala karena kewenangan tersebut masih belum termuat secara ekplisit di dalam UUD Tetapi dengan mengingat pentingnya perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara, maka fungsi MK sebagai lembaga pengawal konstitusi dipandang perlu memiliki kewenangan constitutional complaint. Selama ini salah satu kewenangan MK adalah menguji Undang- Undang terhadap UUD 1945 ( Judicial review), yang berarti hanya sebatas pelanggaran hak konstitusional warga negara dalam bentuk undang-undang. Ketentuan yang mengatur mekanisme constitutional complaint di Indonesia belum termuat secara eksplisit di konstitusi, artinya tidak tertulis dalam UUD Namun secara tersirat terkandung adanya hak-hak konstitusional warga yang dilindungi oleh negara. Sehingga bagi setiap warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya dilanggar oleh tindakan penguasa dapat mengajukan perkara kepada lembaga peradilan yang berwenang, dalam hal ini adalah MK (sesuai fungsinya sebaga i pengawal konstitusi). Hal tersebut terkait erat dengan teori pembangunan hukum responsif, yakni teori yang menyatakan bahwa bingkai hukum pada prinsipnya harus partisipatif, serta berisi nilai-nilai yang tepat berdasarkan asas-asas hukum yang berkembang dalam masyarakat. 5 Kasus pelanggaran konstitusi yang paling menyita perhatian publik adalah kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Putusan 5 Anis Ibrahim, Op.Cit, hlm. 77 Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

4 Peninjauan Kembali (PK) dengan terpidana Pollycarpus diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah MA memutus bebas dalam memori kasasi. Padahal secara teoritis dalam ketentuan hukum acara pidana, PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau oleh kuasa hukumnya, jadi putusan PK yang Menghukum Pollycarpus dinilai keliru karena diajukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Contoh Pelanggaran konstitusi lain adalah sengketa Pilkada Lampung yang melibatkan Alzier Dianis Thabrani (Kader Partai Golkar) dengan Sjachroedin Z.P (Kader PDIP). Dalam kasus tersebut, MA memutuskan untuk memenangkan Alzier sehingga berhak ditetapkan sebagai Gubernur Lampung. Tetapi hingga berakhirnya masa jabatan Presiden Megawati Soekarnoputri, Alzier tidak dapat dilantik karena Presiden sudah terlanjur melantik Sjachroedin sebagai Gubernur Lampung. B. Konsep Constitutional Complaint Setiap negara yang memiliki lembaga peradilan bernama Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki fungsi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution), penegak demokrasi, penjaga hak asasi manusia, bahkan penafsir tunggal (sole interpreter) konstitusi. Contohnya di Korea Selatan, lambang dan kredonya adalah the protector atau sang pelindung Konstitusi. 6 Fungsi pengawalan konstitusi adalah untuk menjaga kesakralan dari sebuah konstitusi. Sehingga fungsi tersebut hanya dimiliki oleh satu lembaga negara yang berwenang dan independen, dalam hal ini adalah MK. Karena MK merupakan lembaga yang 6 Abdul Mukhti Fadjar, Konstitusionalisme Demokrasi, (Malang : In- TRANS Publishing, 2010), hlm. 1 Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

5 berfungsi untuk menafsirkan dan menjaga konstitusi. Secara prinsip kewenangan MK tidak hanya terbatas pada hal-hal yang termuat dalam Pasal 24C UUD 1945 maupun UU MK. Tetapi, secara tersirat kewenangan MK meliputi pengawalan terhadap konstitusi termasuk menyelesaikan perkara yang diajukan perorangan (individu) warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya ( constitutional rights atau basic rights) dirugikan oleh keputusan suatu institusi negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal 2 UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, bahwa kedudukan MK adalah 7 : a. Merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman; b. Merupakan kekusaan kehakiman yang merdeka; dan c. Sebagai penegak hukum dan keadilan. Sedangkan tugas dan fungsi MK berdasarkan Penjelasan Umum UU MK adalah menangani setiap perkara ketatanegaraan atau perkara konstitusi tertentu dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Keberadaan MK sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan yang stabil, dan juga merupakan koreksi pengalaman ketatanegaraan dimasa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Dalam pasal 28 UUD 1945 dinyatakan bahwa Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan undang-undang. 7 Abdul Mukhti Fadjar, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta, Sekreteriat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005), hlm Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

6 Berdasarkan pasal tersebut diatas secara jelas sudah tersirat bahwa kebebasan dan hak-hak konstitusi warga negara dilindungi oleh UUD 1945, hal ini berarti bahwa negara melalui perangkatnya tidak bisa melanggar hak-hak warga tersebut. Karena hak-hak konstitusi warga negara merupakan hak dasar yang wajib untuk dillindungi oleh negara. Kewenangan dalam menyelesaikan perkara terkait pelanggaran konstitusional warga negara pada umumnya disebut kewenangan constitutional complaint. Menurut Moh. Mahfud MD, 8 pengertian constitutional complaint adalah pengajuan perkara ke MK atas pelanggaran hak konstitusional yang tidak ada instrumen hukum atasnya untuk memperkarakannya atau tidak tersedia lagi atasnya jalur penyelesaian hukum/peradilan. Dalam pandangan Ahmad Syahrizal, constitutional complaint adalah mekanisme pengaduan konstitusional bagi setiap warga negara atau masyarakat yang ingin mempertanyakan dugaan pelanggaran hak konstitusional kepada peradilan konstitusi. 9 Sebagai contoh negara yang sudah menerapkan constitutional complaint dalam sistem peradilannya adalah Jerman dan Korea, di Jerman constitutional complaint dikenal dengan nama verfassungsbechwerde. Setiap warga negara yang merasa hak-hak fundamentalnya dilanggar oleh pejabat publik dapat mengajukan constitutional complaint ke MK. Tetapi pengaduan ini baru bisa dilakukan apabila sudah melewati sarana pengadilan lain. Pengajuan constitutional complaint tidak dikenai biaya serta dalam proses beracara pun tidak wajib untuk didampingi pengacara. 8 Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada, 2010), hlm Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2006), hlm.102 Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

7 Berdasarkan pendapat tersebut, pemahaman tentang constitutional complaint hampir sama dan mengandung makna yang tidak jauh berbeda. Apabila dikaitkan dengan paradigma hukum yang berkembang saat ini, dimana masih banyak kasus pelanggaran konstitusional terhadap warga negara, sementara aturan hukum yang tersedia belum mampu melindungi hak-hak konstitusional mereka. Karena itu, langkah yang tepat dilakukan adalah melalui mekanisme constitutional complaint. C. Constitutional Complaint : Cermin Perlindungan dan Penegakan Hukum Terhadap Hak-Hak Konstitusional Warga Negara Aturan hukum yang ada di Indonesia merupakan produk politik, yakni dibuat oleh legislatif yang di dalam lembaga tersebut terdiri dari unsur-unsur perwakilan dari partai politik. Karena itu, setiap aturan hukum yang ada dalam sistem hukum Indonesia kemungkinan bisa bertentangan dengan konstitusi. Sehingga produk undang-undang yang dihasilkan bisa dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang mungkin memiliki kecenderungan yang tidak sesuai dengan konstitusi. Karena itu, diperlukan sebuah mekanisme pengujian konstitusionalitas terhadap aturan hukum, misalnya pengujian terhadap undang-undang. Melalui mekanisme tersebut, norma yang dianggap melanggar hak konstitusional warga negara diuji dalam lembaga peradilan sesuai dengan kompetensi perkaranya. Mekanisme pengujian undang-undang terhadap undangundang dasar sudah diatur dalam UU MK, karena itu setiap produk hukum yang dibuat atas konfigurasi politik yang berkembang di legislatif harus diuji konstitusionalitasnya sehingga tidak Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

8 bertentangan dengan konstitusi. Undang-undang yang dibuat dan diberlakukan kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia tidak bertentangan dengan nilai dan norma dasar yang terkandung di dalam konstitusi. Salah satu prinsip dari negara hukum adalah pemerintahan berdasarkan undang-undang. Artinya, setiap penyelenggaraan negara harus memiliki dasar hukum yang jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan penafsiran suatu produk undang-undang. Dengan adanya mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada konstitusi, maka dapat mencegah tindakan atau keputusan penyelenggara negara yang melanggar hak konstitusional warga negara. Meskipun demikian, hal tersebut masih memungkinkan adanya tindakan atau keputusan penyelenggara negara yang melanggar hak konstitusional warga negara. Hal itu dapat terjadi paling tidak karena beberapa hal, yaitu; Pertama, pejabat penyelenggara negara sebagai pemegang kekuasaan tertentu memiliki kesempatan melakukan penyalahgunaan kekuasaan, baik secara sengaja maupun karena kelalaian. Kedua, banyak ketentuan hukum yang dalam pelaksanaannya membutuhkan penafsiran dan penyesuaian dengan kondisi nyata dari aparat pelaksana. Penafsiran yang dilakukan aparat dapat saja keliru dan mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara. Ketiga, salah satu ciri negara modern adalah negara kesejahteraan yang memberikan kebebasan bertindak kepada pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Biasanya tindakan itu dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang tidak jarang berdampak pada terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara. Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

9 Pelanggaran hak konstitusional warga negara dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dapat diselesaikan melalui mekanisme judicial review. Untuk tindakan atau keputusan penyelenggara negara yang melanggar hak konstitusional digunakan mekanisme peradilan biasa, terutama terhadap pelanggaran yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang dan penafsiran yang keliru, misalnya melalui peradilan pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Prosedur penyelesaian pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara pada umumnya dikenal dengan mekanisme constitutional complaint. Sebelum menentukan apakah suatu mekanisme constitutional complaint dapat diterapkan di Indonesia, maka terlebih dahulu harus ditentukan tindakan pemerintah yang dianggap pantas untuk dimasukkan ke dalam ranah constitutional complaint. Aturan hukum tertulis pada umumnya disebut norma, dalam sistem hukum Indonesia dikenal dua jenis norma, yaitu norma hukum yang berlaku umum dan norma hukum yang berlaku khusus. Jadi dapat diketahui kebijakan mana yang termasuk kategori pelanggaran konstitusional sehingga dapat digunakan mekanisme constitutional complaint. Apabila constitutional complaint sudah termuat secara eksplisit dalam sebuah peraturan perundang-undangan, maka lembaga yang berwenang menyelesaikan perkara yang dianggap inkonstitusional akan lebih mudah dalam menentukan perkara yang layak diselesaikan melalui mekanisme constitutional complaint. Seperti telah diketahui bahwa norma hukum terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu norma hukum yang berlaku umum dan norma hukum yang berlaku khusus. Norma hukum umum berupa peraturan Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

10 perundang-undangan, peraturan daerah, dan sebagainya. Sebaliknya norma hukum yang berlaku khusus berupa keputusan (beschikking) yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Karena itu, letak perbedaan antara kedua jenis norma hukum itu jelas terlihat dari produk yang dihasilkan, serta pengujian yang dilakukan. Apabila norma hukum yang berlaku umum, maka pengujiannya terletak pada 2 (dua) kekuasaan kehakiman, apabila menguji peraturan dibawah undang-undang terhadap undang-undang maka diuji ke MA, sedangkan pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar dapat diuji ke MK, sesuai hierarki peraturan perundang-undangan. Adapun norma hukum yang dapat diajukan melalui mekanisme constitutional complaint adalah norma hukum yang berlaku khusus, karena norma hukum yang berlaku khusus ditujukan untuk individu maupun kelompok tertentu. Menurut Paulus E. Lotulung dalam Ni matul Huda, 10 suatu keputusan dari pejabat yang berwenang dapat dibatalkan dengan beberapa alasan. Pertama, illegal ekstern yakni: (1) tidak berwenang dan (2) kekeliruan bentuk dan prosedur, alasan kedua yaitu illegal intern yang meliputi: (1) bertentangan dengan undang-undang atau peraturan hukum lainnya, dan (2) adanya penyalahgunaan kekuasaan. Berdasarkan alasan-alasan pembatalan keputusan diatas, kedua alasan tersebut tidak memuat suatu alasan pembatalan sebuah keputusan karena dianggap melanggar hak-hak konstitusional warga negara, karena dasar terbitnya sebuah keputusan adalah peraturan yang ada diatasnya, bukan berdasar pada UUD Karena itu, suatu keputusan yang dianggap melanggar hak konstitusional warga 10 Ni matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi dan Jucial Review, (Yogyakarta : UII Press, 2005), hlm Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

11 negara dapat diajukan melalui mekanisme constitutional complaint, jika substansi dari keputusan tersebut bertentangan dengan hak asasi maupun hak konstitusional warga negara. Sebagaimana tersirat dalam UUD 1945 tentang jaminan hak konstitusionalitas warga negara. Mekanisme constitutional complaint dapat pula diberlakukan terhadap putusan-putusan MA. Seperti diketahui MA hanya berwenang menguji produk dibawah undang-undang terhadap undang-undang, jadi yang dijadikan alat uji bukan UUD 1945, karena itulah bisa keluar putusan-putusan yang melanggar hak konstitusional warga negara. Tetapi sebelum dilakukan mekanisme constitutional complaint, setiap putusan yang dikeluarkan oleh MA terlebih dahulu dilakukan upaya hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Setelah semua proses hukum dilalui, baru dapat dilakukan mekanisme constitutional complaint terhadap substansi putusan yang dianggap melanggar hak konstitusionalitas warga negara. Meskipun semua proses tersebut sudah dilalui, seorang hakim bisa saja keliru dalam setiap putusan yang dijatuhkan, pada umumnya kekeliruan tersebut berupa salah tafsir suatu produk hukum. Terkait hal itu, setiap warga negara yang merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya atas suatu putusan dapat mengajukan perkara konstitusional ke MK, karena MK sebagai lembaga pengawal konstitusi dianggap pantas dan mampu untuk menyelesaikan perkara yang termasuk constitutional complaint. Dalam ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, secara jelas mengatur mengenai kewenangan dan kewajiban MK, yakni: 1) Menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar (Judicial review); Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

12 2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar (disputes regarding state institution s authority); 3) Memutus pembubaran partai politik (political party s dissolution); 4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (disputes regarding General Election s result); serta 5) Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut undang-undang dasar (pemakzulan atau impeachment). 11 Setiap produk hukum yang dibuat oleh legislatif, eksekutif maupun yudikatif pada prinsipnya dapat dilakukan upaya uji konstitusionalitas. Hal ini dimaksudkan agar produk hukum yang sudah dihasilkan oleh ketiga lembaga negara tersebut tidak disimpangi, bahkan mampu melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Sebelum adanya mekanisme constitutional complaint praktis hanya produk undang-undang yang dibuat oleh legislatif yang dapat diuji konstitusionalitasnya. Kewenangan menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar mengandung makna melakukan pengujian atas setiap produk hukum yang dihasilkan berdasarkan proses politik di legislatif terhadap konstitusi, terkait uji konstitusionalitas undang-undang dengan undang-undang dasar. Terkait mekanisme pengajuan permohonan agar suatu kasus dapat diselesaikan di MK melalui constitutional complaint, pada prinsipnya hampir sama dengan pengajuan perkara-perkara lain yang diajukan ke MK. Adapun yang membedakan pengajuan constitutional 11 Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Makamah Konstitusi. Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

13 complaint dengan pengajuan perkara lain adalah apabila perkara yang diajukan dianggap constitutional complaint, maka dalam pengajuannya tidak diwajibkan didampingi kuasa hukum atau pengacara. Dengan demikian, bagi warga negara yang akan mengajukan perkara constitutional complaint dapat langsung ke MK untuk membela hak-hak konstitusionalnya yang merasa dirugikan. Langkah hukum yang dilakukan oleh warga negara tersebut pada akhirnya akan menumbuhkan pemahaman dan kesadaran dalam berkonstitusi. Setiap warga negara yang mengajukan sendiri permohonannya ke MK tidak akan kesulitan meskipun tidak didampingi oleh kuasa hukum maupun pengacara, karena pada dasarnya konstitusi yang dianut adalah suara rakyat dan selalu bejalan sesuai dengan kehendak dari rakyat. Jadi, setiap perkara yang diajukan ke MK dan diteliti terkait perkara yang masuk, maka dianggap sudah memenuhi syarat formil. Karena itu, dalam menentukan perkara-perkara yang sudah diajukan dan dianggap sudah masuk ranah constitutional complaint, maka perkara tersebut bisa dilanjutkan. Menurut Harjono dalam Abdur Rasyid Thalib, terdapat suatu garis besar kewenangan dari MK yang secara umum dapat dibagi menjadi kewenangan utama dan kewenangan tambahan. Kewenangan utama meliputi (1) uji materiil konstitusionalitas undang -undang terhadap undang-undang dasar; (2) memutus pengaduan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pelanggaran hak-hak konstitusi mereka atau biasa disebut constitutional complaint; (3) memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara. Sedangkan kewenangan Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

14 di luar itu bersifat asesoris atau tambahan yang dapat bervariasi antara negara yang satu dengan yang lainnya. 12 Dalam penegakan supremasi hukum, posisi kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri sangat berperan besar. Karena itu, diperlukan suatu lembaga peradilan yang tepat dan mampu menjalankan tugas, fungsi dan wewenang yang telah diamanahkan oleh UUD 1945 untuk mengawal konstitusi. Peradilan yang bebas dan mandiri diharapkan mampu menjalankan fungsi melindungi hakhak konstitusional warga negara, agar setiap individu bisa mendapatkan perlindungan hukum dan perlindungan hak asasi serta mendapat jaminan hak konstitusionalnya. Karena itu, peran MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sangat penting, karena MK dianggap lembaga yang tepat untuk menyelesaikan perkara-perkara inkonstitusional dalam kapasitasnya sebagai pengawal konstitusi. Sebelum berdirinya MK, setiap penyelesaian perkara terkait pelanggaran konstitusi hanya dilakukan oleh lembaga peradilan biasa. Hal ini berarti, setiap warga negara dapat mengajukan gugatan dan/atau permohonan kepada pengadilan, terkait pelanggaran hakhak konstitusional yang dialami akibat tindakan dari penguasa atau pejabat publik. Perkara-perkara yang masuk ke pengadilan tidak terbatas pada hal-hal yang secara umum diselesaikan di tataran peradilan biasa, tetapi juga termasuk perkara-perkara pelanggaran atas hak konstitusional warga negara. Akibatnya berimplikasi pada rendahnya kualitas putusan sehingga belum mampu memberikan rasa keadilan bagi warga negara. 12 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.187 Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

15 Dengan demikian, pengakuan sekaligus penerapan terhadap mekanisme constitutional complaint melalui lembaga MK, pada akhirnya diharapkan dapat berjalan dengan baik. Hal ini tentu merupakan bagian dari cerminan pengakuan sekaligus perlindungan dari nilai-nilai keadilan dan pada hakikatnya merupakan kehendak sebagian besar anggota masyarakat sebagaimana tercermin dalam UUD 1945 yang menegaskan bahwa cita negara hukum Indonesia didalamnya mengandung substansi pengakuan, perlindungan sekaligus penegakan terhadap hak-hak konstitusional masyarakat. Untuk itu, penerapan terhadap constitutional complaint bersinergi dengan azas hukum yaitu nilai-nilai keadilan, yang pada dasarnya bersumber dari kebutuhan masyarakat akan rasa aman tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan dan penghidupan. Masyarakat harus mendapat pelayanan, dan perlindungan dari segala macam tindak-tanduk yang mengganggu ketenteraman mereka untuk berbuat, memiliki, berusaha, dan semua kegiatan dan kepemilikan yang sah dan benar. Karena itu setiap tindakan hukum atas setiap pelanggaran yang bersinggungan dengan kepemilikan dan ketenteraman masyarakt, harus mencerminkan azas keadilan itu. Konstitusi selain menjamin hak-hak individu, juga menentukan pula cara atau prosedur untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin tersebut. Namun yang perlu dijadikan catatan di sini, budaya kesadaran berkonstitusi bangsa ini juga harus mulai ditumbuhkembangkan, seiring dengan kesiapan dari MK dalam menerima, mengadili, dan memutus setiap permohonan constitutional complaint yang masuk kepadanya. Seyogyanya jika instrumen ini telah nyata menjadi salah satu kewenangan MK, maka dapat diperkirakan MK akan kebanjiran permohonan mengenai Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

16 constitutional complaint, sebab hingga saat ini disinyalir begitu banyak hasil warisan kebijakan publik yang dianggap telah melangkahi basic rights warga negara Indonesia. Selain membutuhkan kesiapan yang cukup matang, dibutuhkan juga dukungan dari berbagai stakeholder bangsa ini. Oleh karena itu sebagai batasannya, menurut penulis sebaiknya permohonan constitutional complaint baru dapat diperiksa apabila upaya-upaya hukum yang tersedia telah habis (exhausted). Di lain sisi, dengan adanya instrumen constitutional complaint ini, maka lambat laun akan tercipta kesadaran di tengahtengah masyarakat untuk membela diri di hadapan hukum ketika hakhak dasar mereka dilanggar. Selain itu, berbagai kebijakan yang menyentuh ranah publik dan warga negara biasa, dengan sendirinya akan mempunyai kepekaan terhadap perlindungan dan pemenuhan basic rights atau fundamental rights bagi setiap masyarakat. Perlindungan terhadap warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya ( constitutional rights atau basic rights) dirugikan oleh keputusan suatu institusi negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif harus dijalankan dan ditegakan oleh seluruh komponen institusi negara, terutama yang memiliki kewenangan dalam mengawal konstitusi, yakni MK. Pengawalan dan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara tidak bisa dilakukan oleh beberapa pihak dalam negara, melainkan harus dilakukan secara menyeluruh dan komitmen tinggi dari seluruh komponen negara. Karena itu, perlu dilakukan suatu langkah hukum yang progresif, konsep yang tepat dan memiliki landasan hukum dalam membuat suatu ketentuan hukum sebagai landasan normatif yang memuat mekanisme constitutional complaint. Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

17 Perlu diketahui bahwa syarat-syarat dari ketentuan hukum yang akan di normakan kedalam sebuah aturan hukum, tidak boleh merusak tatanan sistem hukum yang sudah kokoh, sehingga kepastian hukum tetap terjaga. Hal ini merupakan sebuah harapan agar ketentuan mengenai constitutional complaint dapat dimasukan ke dalam suatu aturan hukum, sebagai acuan bagi warga negara dalam melakukan gugatan atau permohonan atas pelanggaran konstitusional yang dialami. Karena itu, MK sebagai lembaga yang berfungsi sebagai pengawal konstitusi layak untuk diberikan satu kewenangan (perluasan) lagi yakni memiliki kewenangan untuk memutus constitutional complaint, sehingga mampu menyelesaikan setiap permasalahan warga negara yang dianggap inkonstitusional melalui mekanisme constitutional complaint. D. Penutup Mahkamah Konstitusi (MK) selaku lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 dan UU MK secara prinsip diposisikan sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution), penafsir akhir konstitusi (the final interpreter of constitution), pengawal demokrasi (the guardian of democracy), pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of citizen s constitutional rights), dan pelindung hak-hak asasi manusia (the protector of human rights). Sehingga, sebagai lembaga yang berfungsi untuk mengawal konstitusi, maka MK dalam konteks perlindungan sekaligus penegakan hukum harus memiliki kewenangan untuk menyelesaikan constitutional complaint, dengan tujuan untuk melindungi hak-hak warga negara yang telah dirugikan hak konstitusionalnya. Kewenangan terkait dengan constitutional complaint ini adalah Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

18 merupakan bagian dari perluasan kewenangan MK yang tentu akan berimplikasi terhadap perubahan UU MK. Disamping itu, kewenangan constitutional complaint MK adalah merupakan cerminan perlindungan sekaligus penegakan hukum terhadap pelanggaran hak-hak konstitusional warga Nega yang dirugikan oleh keputusan suatu institusi negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

19 DAFTAR PUSTAKA Fadjar A. Mukhti, 2005, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekreteriat jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi., 2010, Konstitusionalisme Demokrasi, Jakarta : In-TRANS Publishing. Friedman Lawrence M., 2009, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Bandung : Penerbit Nusa Media. Huda Ni matul, Negara Hukum,2005, Demokrasi dan Jucial Review, Yogyakarta: UII Press,. Ibrahim Anis, 2007, Merekonstruksi Keilmuan Ilmu Hukum & Hukum Milenium Ketiga, Malang : In-TRANS. Mahfud MD, Moh, 2010, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada.,dkk, 2010, Constitutional Question, Alternati Baru Pencarian Keadilan Konstitusionail, Malang : UB Press. Strong C.F., 2004, Konstitusi-konstitusi Politik Modern : Kajian tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia,Bandung : Nuansa dan Nusamedia. Stahl F.J., A.V. Dicey, 1965, ditinjau dari International Comission of Jurist, Mengutip The Dynamic Aspects of The Rule of Law in The Modern Age, International Comission of Jurist. Sutiyoso Bambang, Sri mastuti Puspitasari, 2005, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta : UII Press. Syahrizal Ahmad, 2006, Peradilan Konstitusi Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Thaib Dahlan, Jazim hamidi, Ni matul Huda, 2004, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

20 Thalib Abdul Rasyid, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Indonesia, Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Al-Akhbar : Vol.6 No.2 April

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut termaktub dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "negara Indonesia

Lebih terperinci

I. UMUM

I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review MAHKAMAH KONSTITUSI DAN HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH ABSTRACT: Oleh : Putu Tantry Octaviani I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Pendahuluan Ada dua sejarah besar dalam judicial review di dunia. Pertama adalah sejarah judicial

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint I. PEMOHON Sri Royani II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Puspaningrum *) Abstract : The Constitutional Court

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT)

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT) ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT) PADA MAHKAMAH KOSTITUSI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PERLINDUNGAN HAK-HAK WARGA NEGARA RIFANDY RITONGA Dosen Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUUXIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka I. PEMOHON 1. Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) (Pemohon I)

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

PENUTUP. 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI. yakni Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-

PENUTUP. 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI. yakni Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang- PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka kemudian penulis merumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI Tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.

Lebih terperinci

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Wednesday, December 19, 2012 http://www.esaunggul.ac.id/article/prospek-mahkamah-konstitusi-sebagai-pengawal-dan-penafsir-konstit

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI A. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersamasama dengan Mahkamah

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

Oleh: FAISAL MUHAMMAD SAFI I C

Oleh: FAISAL MUHAMMAD SAFI I C PENGUATAN FUNGSI MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PELINDUNG HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PERADILAN PEMILU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PERADILAN PEMILU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PERADILAN PEMILU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Anna Triningsih 1 Email: mkri_annatriningsih@yahoo.com Abstrak Politik hukum adalah legal policy atau garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pengujian Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pokok Bahasan Dasar Hukum Pengujian Peraturan Memahami pengujian peraturan di Mahkamah

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------- Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara Continuing Legal Education, Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Penjaga Konstitusi

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho Tafsir adalah penjelasan atau keterangan, dengan demikian pembicaraan kita yang bertajuk "f afsir Konstitusi T erhadap Sistem

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 7/Sep/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 7/Sep/2015 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945 1 Oleh : Magdalena E. J. Sarkol 2 ABSTRAK Keberadaan lembaga Mahkamah Konstitusi dalam kehidupan negara-negara

Lebih terperinci

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016 REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016 Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi bermula dari kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007. 112 DAFTAR REFERENSI BUKU Arifin, Firmansyah dkk. Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara. Cet. 1. Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHAN), 2005. Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana ) RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana ) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra. II. POKOK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.

Lebih terperinci

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 Oleh : Indah Permatasari 1 ABSTRACT The local government is given authority by the constitution to establish local regulations.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang biasa disingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung, tertuang dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan, 49 BAB III WEWENANG MAHKAMAH KOSTITUSI (MK) DAN PROSES UJIMATERI SERTA DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMPERBOLEHKAN PENINJAUAN KEMBALI DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI. A. Kronologi pengajuan uji materi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS I. PEMOHON 1. Kahar Winardi sebagai Pemohon I; 2. Wandy Gunawan Abdilah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas I. PEMOHON Ir. Samady Singarimbun RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, SH., M., dkk. II.

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA Oleh : DJOKO PURWANTO Abstrak Wewenang Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur

Lebih terperinci

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 Mahkamah Konstitusi (yang selanjunya disebut MK) sebagai lembaga peradilan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dorongan dalam penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. dorongan dalam penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi tidak lain merupakan dorongan dalam penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan yang lebih baik. Paling tidak ada empat

Lebih terperinci

Menggagas Constitutional Question Di Indonesia Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Menggagas Constitutional Question Di Indonesia Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Menggagas Constitutional Question Di Indonesia Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengertian Constitutional Question Constitutional Question adalah mekanisme review

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 33/PUU-X/2012 Tentang Pembatasan Kekuasaan dan Kewenangan Kepolisian Republik Indonesia I. PEMOHON Erik.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon. II. POKOK

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni : I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menggariskan beberapa prinsip dasar. Salah satu prinsip dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. telah menggariskan beberapa prinsip dasar. Salah satu prinsip dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945, sebagai konstitusi tertulis di Indonesia dan juga merupakan refleksi dari cita-cata hukum bangsa Indonesia, secara eksplisit telah menggariskan

Lebih terperinci

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 Oleh: A. Mukthie Fadjar 2 I. Pendahuluan Salah satu kewenangan konstitusional yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (disingkat

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan. Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

Daftar Pustaka. Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan. Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Daftar Pustaka Buku Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI MENOLAK PERMOHONAN YANG DIAJUKAN OLEH PEMOHON. A. Penyelenggaraan Kewenangan Mahkamah Konstitusi

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI MENOLAK PERMOHONAN YANG DIAJUKAN OLEH PEMOHON. A. Penyelenggaraan Kewenangan Mahkamah Konstitusi BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI MENOLAK PERMOHONAN YANG DIAJUKAN OLEH PEMOHON A. Penyelenggaraan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Secara etimologis antara kata konstitusi, konstitusional, dan konstitusionalisme

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS I. PEMOHON 1. Kahar Winardi sebagai Pemohon I; 2. Wandy Gunawan

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON 1. Drs. T. Budiman Soelaim 2. Zainal Abidin, S.H.I.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Afriady Putra S.,SH., S.Sos. Kuasa Hukum: Virza

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Pengujian Peraturan Perundang-undangan Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Materi Dasar Hukum Pengujian PUU Pengujian UU di Mahkamah Konstitusi Pengujian PUU di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci