HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: ARIFA INSANI ANGGAI F FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

2 HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat dan Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : ARIFA INSANI ANGGAI F FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 ii

3

4

5 ABSTRAKSI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA Arifa Insani Anggai* Setia Asyanti Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa siswi SMA Negeri 1 Ngawi kelas XI dan XII, terdiri dari 4 kelas dengan jumlah 120 responden. Penulis menggunakan teknik random sampling dengan metode cluster sampling dalam menentukan sample. Metode pengumpulan data menggunakan skala Youth Risk Behavior Surveillance System (YRBSS) dan skala efikasi diri, sedangkan analisis data menggunakan korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh koefisien korelasi ( r ) sebesar - 0,302 dengan p = 0,000 ( p < 0,01 ), yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Rerata empirik (RE) variabel efikasi diri > rerata hipotetik ( RH), yang artinya pada umumnya siswa mempunyai efikasi diri yang tinggi. Selanjutnya, rerata empirik (RE) variabel perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja < rerata hipotetik ( RH ), yang berarti pada umumnya perilaku berisiko terhadap kesehatan pada subjek tergolong sangat rendah. Mengacu pada hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah perilaku berisiko terhadap kesehatan, sebaliknya semakin rendah efikasi diri maka semakin tinggi perilaku berisiko terhadap kesehatan. Peranan efikasi diri atas perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja (SE) sebesar 9,1%. Hasil penelitian merupakan bukti ilmiah bahwa salah satu cara untuk mencegah munculnya perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja adalah dengan meningkatkan efikasi diri. Kata kunci : perilaku berisiko terhadap kesehatan, efikasi diri, remaja. Keterangan : *arifaanggai@gmail.com v

6 PENDAHULUAN Pada masa remaja terjadi tahap perkembangan yang sangat penting, baik itu perkembangan biologis maupun fisiologis yang menentukan kualitas seseorang untuk menjadi individu dewasa. Rousseau dalam Sarwono (2013) juga mengatakan bahwa usia tahun dinamakan masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) dan merupakan puncak perkembangan emosi. Oleh karena itu setiap bangsa membutuhkan remaja yang produktif, kreatif, serta kritis demi kemajuan bangsa itu sendiri, dan remaja dapat memaksimalkan produktivitas, kreativitas, serta mempunyai pemikiran yang kritis dapat dicapai bila mereka sehat. Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Sudibyo Alimoeso, mengatakan bahwa hasil sensus penduduk tahun 2010 menginformasikan jumlah anak umur remaja sekitar 43,6 juta atau sekitar 9 persen dari 237,6 juta total penduduk Indonesia (Anp, 2013). Jumlah tersebut tentu akan muncul berbagai masalah pada perkembangan remaja yang kompleks dan sulit dipecahkan. Salah satu masalah krusial yang mulai terlihat saat ini adalah banyaknya remaja yang melakukan perilaku berisiko, terutama berisiko terhadap kesehatan. Perilaku berisiko didefinisikan sebagai suatu tindakan yang meningkatkan kemungkinan dampak yang buruk terhadap kesehatan (Ragin, 2011). Departemen Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikan remaja berisiko sebagai remaja yang pernah melakukan perilaku yang berisiko bagi kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestary dan Sugiharti pada tahun 2007, sebanyak 55,2% remaja pernah melakukan perilaku berisiko (Lestary dan Sugiharti, 2011). Telah dicatat dan didokumentasikan dengan baik bahwa banyak perilaku berisiko terhadap kesehatan sering dimulai saat usia remaja dan permulaan perilaku berisiko secara bertahap terjadi pada usia muda. Sebuah penelitian dalam jumlah besar menunjukkan bahwa tingkat merokok, minum alkohol dan penggunaan narkoba selama masa remaja mengalami peningkatan sejak thun 1980-an, dan banyak remaja mengalami perilaku berisiko terhadap 1

7 kesehatan di usia-usia awal (Kim, 2001, Youngblade, 2006, dalam Kim, 2011). Perilaku yang berisiko adalah perilaku yang menyebabkan kematian atau menimbulkan penyakit pada remaja, yaitu penggunaan rokok, perilaku yang menyebabkan cedera dan kekerasan, alkohol dan obat terlarang, diet yang dapat menyebabkan kematian, gaya hidup bebas, serta perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan dan kematian (Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013). Penelitian mengenai perilaku kesehatan negatif sebelumnya dilakukan oleh Kim pada tahun 2011 pada remaja Korea Selatan. Perilaku kesehatan negatif yang diteliti antara lain, aktivitas fisik yang kurang, merokok, mengkonsumsi alkohol, masalah kesehatan mental, penggunaan obat terlarang, masalah perilaku makan, dan menonton pornografi. Perilaku kesehatan yang negatif pada remaja mungkin disebabkan karena atribut psikologis yang negatif pula, seperti harga diri dan efikasi diri yang rendah, serta hilangnya kemampuan untuk mengontrol kesehatan (Kim, 2011). Menurut Bandura, keyakinan yang kuat terhadap kemampuan untuk melakukan suatu perilaku akan m- eningkatkan kemungkinan terwujudnya perilaku tersebut (Ragin, 2011). Menurut Sherer (dalam Imam 2007), efikasi diri adalah sekumpulan keseluruhan harapan-harap yang dibawa oleh individu kedalam situasi yang baru. Efikasi diri juga mempengaruhi seberapa banyak usaha seseorang saat akan mencoba sesuatu hal yang baru dan ketekunan seseorang dalam mengatasi hambatan yang muncul (Karren dkk, 2002). Jadi keyakinan remaja bahwa dia mampu untuk menghindari perilaku berisiko yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan adalah efikasi diri terhadap perilaku berisiko. Menurut Bandura dkk (dalam Ridhoni, 2013), banyak penelitian menunjukkan bahwa individu dengan efikasi diri yang tinggi cenderung menetapkan tujuan yang lebih tinggi, memiliki aspirasi tinggi dan karena itu lebih berkomitmen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Walter dkk (1992,1993,1994 2

8 dalam Karren dkk, 2002) menunjukkan bahwa efikasi diri sangat penting bagi remaja dalam upaya untuk meningkatkan perilaku kesehatan. Peneliti juga telah melakukan wawancara singkat kepada guru salah satu SMA negeri di Ngawi dan diketahui bahwa banyak siswa yang ketahuan sedang merokok di dalam lingkungan sekolah, menyimpan video porno dalam handphone, selain itu terdapat beberapa kasus siswi SMA tersebut yang hamil di luar status pernikahan. Data perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja SMA tersebut pada tahun ajaran 2013/2014 dari total 864 siswa adalah 6,6% siswa ketahuan merokok di sekolah, 4,2% terbukti menyimpan video porno, 2,8% siswa pernah terlibat perkelahian, serta 0,2% mengalami kehamilan di luar status pernikahan. Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa remaja berpeluang sangat besar untuk melakukan perilaku berisiko terhadap kesehatan, dan salah satu penyebab perilaku kesehatan yang negatif tersebut dikarenakan atribut psikologis yang dimiliki oleh remaja juga negatif. Salah satu atribut psikologis yang mempengaruhi munculnya perilaku berisiko adalah efikasi diri. Remaja yang memiliki efikasi diri tinggi akan cenderung memiliki usaha yang lebih besar untuk menghindari perilaku berisiko jika dibandingkan dengan remaja yang memiliki efikasi diri rendah. Oleh karena itu, penulis merumuskan suatu permasalahan berdasarkan uraian latar belakang di atas, yaitu : Apakah ada hubungan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja?. Sehingga dari permasalahan tersebut penulis ingin memahami lebih lanjut melalui penelitian mengenai Hubungan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. LANDASAN TEORI Perilaku Berisiko terhadap Kesehatan Ragin (2011) mendefinisikan perilaku berisiko sebagai suatu tinda- 3

9 kan yang meningkatkan kemungkinan dampak yang buruk terhadap kesehatan, sedangkan menurut Resnick (dalam Carr-Gregg dkk, 2003) perilaku berisiko adalah kebiasaan yang meningkatkan kemungkinan terjadinya konsekuensi fisik, sosial, atau psikologis yang merugikan individu. Berdasarkan skala YRBSS (Youth Risk Behavior Surveillance System) yang dibuat oleh CDC (2013), perilaku berisiko terhadap kesehatan adalah perilaku yang saling berhubungan dan dapat untuk dicegah, yang memberi sumbangan sebagai penyebab utama individu menderita sakit dan kematian yang terjadi pada remaja dan dewasa. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan perilaku berisiko terhadap kesehatan dan dikhususkan pada remaja, antara lain Green dan Kreuter (2005 dalam Lestary dan Sugiharti, 2011), menyebutkan ada tiga faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja, yaitu : a. Faktor predisposing atau faktor yang melekat atau memotivasi. b. Faktor enabling atau faktor yang mungkin memungkinkan. c. Faktor reinforcing atau faktor penguat yaitu faktor yang dapat memperkuat perilaku. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention (CDC)) menyampaikan bahwa aspekaspek dari perilaku berisiko dikelompokkan ke dalam enam kategori (CDC, 2013): a. Perilaku yang menyebabkan cedera yang tidak disengaja dan juga kekerasan. b. Perilaku seksual yang menyebabkan infeksi HIV, penyakit menular seksual lainnya, dan kehamilan yang tidak diharapkan. c. Penggunaan tembakau, yaitu merokok. d. Mengkonsumsi alkohol dan penggunaan narkoba. e. Perilaku makan tidak sehat. f. Aktivitas fisik yang kurang. Efikasi Diri Menurut Sherer (dalam Imam, 2007), efikasi diri adalah sekumpulan keseluruhan harapan-harapan yang dibawa oleh individu kedalam situasi yang baru. Bandura (dalam Howard dan Schustack, 2008) mengatakan 4

10 bahwa efikasi diri berpengaruh besar terhadap perilaku. Menurut Bandura (dalam Ragin 2011), keyakinan yang kuat terhadap kemampuan untuk melakukan suatu perilaku akan meningkatkan kemungkinan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. Efikasi juga terkait dengan potensi individu untuk berperilaku sehat, yaitu orang yang tidak yakin bahwa mereka dapat melakukan suatu perilaku yang dapat menunjang kesehatan akan cenderung tidak ingin mencobanya (Bandura 1998, dalam Howard dan Schustack, 2008). Faktor yang mempengaruhi efikasi diri menurut Rahardjo (2005) adalah : a. Performance accomplishment b. Vicarious experiences c. Verbal persuasion d. Emotional arousal e. Physical or affective status Aspek-aspek efikasi diri menurut Sherer dalam penyusunan skala pengukuran efikasi diri, yaitu General Self Efficacy Scale (dalam Imam, 2007). yang digunakan dalam penyusunan skala ini adalah : a. Inisiatif, yaitu kemauan individu untuk memulai perilaku. b. Usaha, yaitu jumlah upaya yang akan dihabiskan atau disalurkan individu untuk melaksanakan perilaku tertentu. c. Keteguhan, yaitu ketekunan dan lamanya waktu individu untuk bertahan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan dalam melaksanakan suatu perilaku. METODE Sampel dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Ngawi sebanyak 120 responden. Metode pengumpulan data menggunakan angket dengan alat ukur skala yaitu skala Youth Risk Behavior Surveillance System (YRBSS) dan skala efikasi diri. Penulis menggunakan teknik random sampling dengan metode cluster sampling dalam menentukan sample. Metode analisis data menggunakan teknik analisis product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja, dibuktikan dengan 5

11 nilai korelasi ( r ) sebesar 0,302; p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi efikasi diri remaja maka semakin rendah perilaku berisiko terhadap kesehatan yang dilakukan, begitu juga sebaliknya, semakin rendah efikasi diri remaja maka semakin tinggi perilaku berisiko terhadap kesehatan yang dilakukan. Terdapat beberapa penelitian yang hasilnya juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Kim pada tahun 2011 pada remaja Korea Selatan tentang interaksi yang luas antara perilaku kesehatan yang negatif dan atribut psikologis pada remaja, menunjukkan bahwa ketiga variabel psikologis yang salah satunya adalah efikasi diri secara signifikan berhubungan dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan. Perilaku kesehatan yang negatif pada remaja mungkin disebabkan karena atribut psikologis yang negatif pula, seperti harga diri dan efikasi diri yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut psikologis berpengaruh sebesar 42% pada aktivitas fisik yang kurang, 33% terhadap pornografi, 31% terhadap merokok, 28% pada masalah kesehatan mental, 26% pada konsumsi narkoba, 19% terhadap konsumsi minuman keras, dan 15% terhadap masalah gangguan makan (Kim, 2011). Di Indonesia, penelitian serupa dilakukan oleh Rahmadian pada tahun 2011 dan didapatkan hasil bahwa efikasi diri secara positif dan signifikan mempengaruhi perilaku sehat pada mahasiswa. Semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi perilaku sehat, sebaliknya semakin rendah efikasi diri maka semakin rendah perilaku sehat, jika perilaku sehat subjek rendah artinya subjek melakukan perilaku berisiko terhadap kesehatan (Rahmadian, 2011). Penelitian-penelitian tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Bandura (1993, dalam Grembowski, 2003) bahwa individu yang mempunyai efikasi diri tinggi dalam melakukan perilaku kesehatan lebih mungkin untuk melakukan perawatan dalam rangka mencegah penyakit, lebih banyak melakukan olahraga, berhenti merokok, dan menilai kesehatan sebagai sesuatu yang berharga jika dibandingkan dengan individu yang mempunyai efikasi diri rendah. 6

12 Individu dengan efikasi diri yang tinggi merasa yakin untuk melakukan perilaku sehat dan menghindari perilaku berisiko yang dapat berakibat negatif terhadap kesehatan. Individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan berinisiatif untuk memulai suatu perilaku, usaha yang dikerahkan dalam melakukannya juga akan lebih besar jika dibandingkan dengan individu yang memiliki efikasi diri rendah. Efikasi diri yang tinggi akan mebuat individu teguh dan tidak mudah putus asa atau menyerah dalam mempertahankan perilaku. Berkaitan dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan, individu juga yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung mempunyai inisiatif untuk memulai perilakuperilaku yang dapat berpengaruh positif dalam menjaga kesehatan, serta menunjukkan usaha yang lebih besar untuk meneruskan perilaku tersebut agar berdampak positif terhadap diri individu tersebut. Perilaku yang ditunjukkan oleh individu dengan efikasi diri tinggi juga akan bertahan dalam menghadapi rintangan dan tidak mudah dipengaruhi untuk melakukan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan karena individu tersebut teguh dan tidak mudah menyerah dalam mempertahankan perilaku-perilaku yang tidak merugikan kesehatan. Remaja dengan efikasi diri tinggi memiliki peluang yang lebih tinggi untuk terhindar dari perilaku aktivitas fisik yang kurang, merokok, mengkonsumsi alkohol, masalah kesehatan mental, penggunaan obat terlarang, masalah perilaku makan, dan menonton pornografi. Jika efikasi diri subjek tinggi maka akan memperkecil kemungkinan munculnya perilaku berisiko terhadap kesehatan, seperti perilaku yang menyebabkan cedera yang tidak disengaja dan juga kekerasan, perilaku seksual yang menyebabkan infeksi HIV, penyakit menular seksual lainnya dan kehamilan yang tidak diharapkan, penggunaan tembakau atau merokok, alkohol dan penggunaan narkoba, perilaku makan tidak sehat, serta aktivitas fisik yang kurang. Sebaliknya, jika efikasi diri subjek rendah maka akan memperbesar kemungkinan munculnya perilaku yang menyebabkan cedera yang tidak disengaja dan juga kekerasan, perilaku seksual yang menyebabkan infeksi HIV, penyakit menular seksual lainnya dan kehamilan yang tidak di- 7

13 harapkan, penggunaan tembakau atau merokok, alkohol dan penggunaan narkoba, perilaku makan tidak sehat, serta aktivitas fisik yang kurang. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bandura (1998, dalam Howard dan Schustack, 2008) bahwa efikasi diri berpengaruh besar terhadap perilaku. Tanpa efikasi diri, orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu perilaku. Efikasi juga terkait dengan potensi individu untuk berperilaku sehat, yaitu orang yang tidak yakin bahwa mereka dapat melakukan suatu perilaku yang dapat menunjang kesehatan akan cenderung tidak ingin mencobanya. Efikasi diri adalah keyakinan a- tau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimiliki bahwa individu dapat membentuk perilaku yang menunjang kesehatan dan gaya hidup sehat. Keyakinan dan kepercayaan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Green dan Kreuter (2005 dalam Lestary dan Sugiharti, 2011) bahwa terdapat 3 faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja, salah satunya yaitu faktor predisposing atau faktor yang melekat atau memotivasi. Faktor ini berasal dari dalam diri seorang remaja yang menjadi alasan atau motivasi untuk melakukan suatu perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah keyakinan dan juga kepercayaan. Hasil dari penelitian sebelumnya tentang tema serupa dan teori yang ada dapat dicocokan dengan hasil penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Ngawi, yaitu diketahui variabel efikasi diri mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 40,89 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 32,5 yang berarti efikasi diri yang dimiliki subjek pada kenyataannya lebih tinggi daripada efikasi diri subjek yang diasumsikan peneliti. Jika diletakkan pada kurva normal, efikasi diri pada subjek penelitian tergolong tinggi. Berdasarkan kurva normal efikasi diri diketahui bahwa terdapat 24% (29 orang) tergolong sangat tinggi, 58% (70 orang) tergolong tinggi, 13% (16 orang) tergolong sedang, 4% (5 orang) tergolong rendah dan 0% tergolong sangat rendah. Jumlah dan 8

14 persentase terbanyak menunjukkan kategori tinggi efikasi dirinya. Dapat Dilihat Pada Grafik Dibawah ini 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 Grafik diatas menunjukkan bahwa subjek penelitian mempunyai efikasi diri yang tinggi, ini berarti subjek inisiatif untuk memulai perilakuperilaku yang dapat berpengaruh positif dalam menjaga kesehatan, menunjukkan usaha yang lebih besar untuk meneruskan perilaku tersebut, dan juga memiliki peluang untuk bertahan dalam menghadapi rintangan serta tidak mudah dipengaruhi untuk melakukan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan. 0,00 0,04 0,13 0,58 0,24 Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Rendah Tinggi Variabel perilaku berisiko terhadap kesehatan memiliki rerata empirik (RE) sebesar 23,56 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 63 yang berarti perilaku berisiko terhadap kesehatan yang dilakukan subjek pada kenyataannya lebih rendah jika dibandingkan dengan yang diasumsikan peneliti. Jika diletakkan pada kurva normal, perilaku berisiko terhadap kesehatan pada subjek penelitian tergolong sangat rendah. Menurut kurva normal kategorisasi perilaku berisiko terhadap kesehatan diketahui bahwa terdapat 0% tergolong sangat tinggi, 0% tergolong tinggi, 0% tergolong sedang, 36,67% (44 orang) tergolong rendah dan 63,33% (76 orang) tergolong sangat rendah. Jumlah dan persentase terbanyak menunjukkan kategori sangat rendah dalam perilaku berisiko terhadap kesehatan. Dapat Dilihat Pada Grafik Dibawah Ini 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 63,33 36,67 0,00 0,00 0,00 Sangat Rendah Sedang Tinggi Rendah Sangat Tinggi Grafik diatas dapat diartikan bahwa perilaku berisiko terhadap kesehatan pada subjek sangat rendah, yaitu hanya sebagian kecil subjek yang pernah melakukan perilaku yang menyebabkan cedera yang tidak disengaja dan juga kekerasan, perilaku seksual yang menyebabkan infeksi 9

15 HIV, penyakit menular seksual lainnya dan kehamilan yang tidak diharapkan, penggunaan tembakau atau merokok, alkohol dan penggunaan narkoba, perilaku makan tidak sehat, serta aktivitas fisik yang kurang. Hasil yang didapatkan dari penelitian juga berkaitan dengan data deskriptif subjek. Perilaku berisiko terhadap kesehatan dari hasil penelitian tergolong rendah kemungkinan disebabkan karena sebagian besar, yaitu 59,2 % subjek berjenis kelamin perempuan, sedangkan perilaku berisiko terhadap kesehatan seperti berkelahi, mengkonsumsi narkoba, minum minuman keras, serta merokok lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perilaku merokok, minum alkohol, menggunakan obat-obatan, intimidasi siswa lain dan perilaku seksual berisiko secara signifikan lebih banyak dilakukan oleh siswa laki-laki daripada siswa perempuan (Wild, Flisher, Bhana, & Lombard, 2004). Selain itu, menurut uji t yang telah dilakukan oleh peneliti, terbukti bahwa ada perbedaan rerata perilaku berisiko terhadap kesehatan yang dilakukan antara subjek laki-laki dan perempuan, yaitu lebih besar rerata perilaku berisiko terhadap kesehatan yang dilakukan subjek laki-laki dibanding perempuan. Berdasarkan indeks massa tubuh, sebagian besar subjek, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai berat tubuh yang ideal dengan tinggi badan dengan jumlah masing-masing lakilaki 37 siswa (75,5 %), sedangkan perempuan 43 siswa (60,6 %). Hal ini berarti bahwa subjek yang mempunyai berat tubuh ideal berarti menjaga pola makan dan juga melakukan olahraga yang lebih banyak jika dibandingkan dengan subjek yang mempunyai berat tubuh dengan kategori kurus ataupun gemuk. Jessor (1991) menyatakan bahwa ketidaksetaraan etnis merupakan salah satu faktor yang mendukung munculnya perilaku berisiko terhadap kesehatan. Dalam penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar subjek berasal dari suku jawa (94,2%), yang mana suku ini merupakan suku dengan populasi terbesar di Indonesia sehingga sebagian besar subjek tidak memiliki permasalahan tentang ketidaksetaraan etnis. Hal tersebut juga merupakan salah satu faktor yang mendukung rendahnya perilaku berisiko terhadap ke- 10

16 sehatan pada subjek penelitian. Perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja yang muncul di tempat penelitian termasuk sangat rendah juga berkaitan dengan sanksi yang diberlakukan sekolah kepada siswa siswi yang melanggar peraturan sekolah. Siswa di tempat penelitian lebih tertib dan tidak melakukan pelanggaran karena sekolah akan memanggil orang tua siswa jika ada siswa yang melanggar peraturan sekolah. Pihak sekolah juga beberapa kali mengadakan seminar dalam upaya pencegahan perilaku berisiko terhadap kesehatan, seperti seminar merokok, penggunaan NAPZA, tertib lalu lintas, PKRR, serta AIDS. Sedangkan hasil efikasi diri pada subjek tergolong tinggi disebabkan karena pihak sekolah melalui guru bimbingan konseling mengadakan program dalam membantu siswa untuk mengetahui bakat dan minat siswa, serta menyediakan wadah penyaluran dan juga pengembangannya yaitu ekstrakulikuler. Hal ini memungkinkan siswa mengasah bakat yang dimiliki sehingga siswa lebih yakin akan kemampuan yang dimiliki. Konseling kelompok yang diselenggarakan oleh guru bimbingan konseling dengan mengelompokkan siswa yang kurang berprestasi dengan siswa yang berprestasi membuat siswa mempunyai contoh keberhasilan sehingga dapat meningkatkan efikasi diri siswa. Sesuai dengan teori bahwa salah satu faktor dari efikasi diri menurut Rahardjo (2005) adalah vicarious experiences atau sumber pengharapan ketika individu melihat orang lain berhasil menyelesaikan tugas dengan baik. Sumbangan efektif efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan 9,1% di tunjukan oleh koefisien determinan ( r² ) = 0,091. Berarti masih terdapat 90,9% variabel lain yang mempengaruhi perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi dengan segala aspek yang terkandung didalamnya memang memberikan pengaruh terhadap perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Sesuai dengan hasil penelitian, efikasi diri berhubungan negatif dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja, yaitu semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah perilaku berisiko terhadap kese- 11

17 hatan yang dilakukan, begitu juga sebaliknnya, semakin rendah efikasi diri maka semakin tinggi perilaku berisiko terhadap kesehatan yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan peneliti ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain penelitian hanya dilakukan pada satu sekolah sehingga hasil dari penelitian ini belum tentu dapat digeneralisasikan pada sekolahsekolah lain. Selain itu, jumlah antara subjek laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini tidak seimbang, yaitu sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan. Subjek dalam penelitian ini juga mayoritas adalah suku Jawa dan semua subjek berusia antara 15 sampai 18 tahun, yaitu termasuk remaja akhir sehingga belum tentu penelitian ini dapat diterapkan pada remaja awal dan remaja pertengahan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. 2. Tingkat efikasi diri pada subjek tergolong tinggi. 3. Tingkat perilaku berisiko terhadap kesehatan pada subjek tergolong sangat rendah. 4. Efikasi diri memberikan sumbangan sebesar 9,1% sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Hal ini berarti bahwa masih terdapat 90,9% variabel lain yang mempengaruhi perilaku berisiko terhadap kesehatan pada remaja. Saran Bagi ilmuwan psikologi yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sejenis atau yang berkaitan dengan tema perilaku berisiko terhadap kesehatan diharapkan dapat mengungkap lebih dalam lagi mengenai munculnya tema perilaku berisiko terhadap kesehatan. Mengacu pada kekurangan penelitian ini, penulis menyarankan untuk mengukur perilaku berisiko terhadap kesehatan tidak hanya pada satu sekolah saja, serta menyeimbangkan jumlah subjek antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, sebaiknya meneliti subjek dari berbagai suku dan juga tidak hanya meng- 12

18 gunakan subjek yang termasuk remaja akhir saja. DAFTAR PUSTAKA Anp. (2013, November 7). News. Dipetik Juli 13, 2014, dari Carr-Gregg, M. R., Enderby, K. C., & Grover, S. R. (2003). Risk- Taking Behaviour of Young Women in Australia : Screening for Health-Risk Behaviours. The Medical Journal of Australia (MJA), Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Methodology of the Youth Risk Behavior Surveillance System Morbidity and Mortality Weekly Report, 62, Friedman, H. S., & Schustack, M. W. (2008). Kepribadian (Teori Klasik san Riset Modern). Jakarta: Erlangga. Grembowski, D. (2003). Self- Efficacy and Health Behavior Among Older Adults. Journal of Health and Social Behavior, 34, 89. Imam, S. S. (2007). Sherer Et Al. General Self-Efficacy Scale : Dimensionality, Internal Consistency, and Temporal Stability. Proceedings of the Redesigning Pedagogy : Culture, Knowledge and Understanding Conference, Singapore, May 2007, Jessor, R. (1991). Risk Behavior in Adolescence : A Psychosocial Framework to Understanding and Action. Journal of Adolescent Health, Karren, K. J., Hafen, B. Q., Smith, N. L., & Frandsen, K. J. (2002). Mind/Body Health: The Effect of Attitudes Emotions and Relationships. San Francisco: Benjamin Cummings. Kim, Y. (2011). Adolescent's Health Behaviours and Its Associations with Psychological Variables. Journal of Public Health, 19, Lestary, H., & Sugiharti. (2011). Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun Jurnal Kesehatan Reproduksi, Ragin, D. F. (2011). Health Psychology An Interdisciplinary Approach To Health. Boston: Pearson. Rahardjo, W. (2005). Kontribusi Hardiness dan Self-Efficacy 13

19 terhadap Stres Kerja (Studi pada Perawat RSUP. Dr. Soeradji Tritonegoro Klaten) Ridhoni, F. (2013). Metode Tukar Pengalaman untuk Meningkatkan Efikasi Diri pada Pecandu Narkoba. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, Wild, L. G., Flisher, A. J., Bhana, A., & Lombard, C. (2004). Associations among adolescent risk behaviours. Journal of Child Psychology and Psychiatry and Self- Esteem in Six Domains, 45, Sarwono, S. W. (2013). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 14

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik bagi masa depan negara. Oleh karena itu banyak pihak yang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik bagi masa depan negara. Oleh karena itu banyak pihak yang menaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan yang selalu menarik untuk dikaji. Remaja dianggap sebagai generasi penerus bangsa dan merupakan aset terbesar yang dimiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: DYOTISADDHA REQYRIZENDRI F.100104011 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 Perilaku seksual pranikah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perilaku seksual pranikah ini akan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: ARRIJAL RIAN WICAKSONO F 100 090 117 Kepada : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta Untuk memenuhi Sebagaian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula di kaitkan pubertas atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU BERISIKO TERHADAP KESEHATAN PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013). Tingkah laku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) 2012, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tunas, generasi penerus, dan penentu masa depan yang merupakan modal dasar pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan kelompok remaja tidak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI KELAS XI DI SMK TUNAS BANGSA SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA Febry Heldayasari Prabandari *, Tri Budi Rahayu Program Studi D3 Kebidanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN KONFORMITAS PADA ANGGOTA KLUB MOTOR NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Oleh : RIZKY OKTARIA F 100 080 149 FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN GAYA HIDUP KONSUMTIF SMA BHINNEKA KARYA 2 BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN GAYA HIDUP KONSUMTIF SMA BHINNEKA KARYA 2 BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN GAYA HIDUP KONSUMTIF SMA BHINNEKA KARYA 2 BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI

KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI KENAKALAN REMAJA DITINJAU DARI KONSEP DIRI DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : SEPTIANI BAROROH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset dan generasi penerus bangsa yang harus sehat secara jasmani, mental dan spiritual. Usia remaja merupakan fase umur penduduk yang sangat menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajad Sarjana S-1 Diajukan oleh: Eni Suparni

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam mencapai Drajat Sarjana S1 Psikologi. Disusun Oleh : ANA ARIFA SARI F

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam mencapai Drajat Sarjana S1 Psikologi. Disusun Oleh : ANA ARIFA SARI F HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN JEJARING SOSIAL TWITTER DENGAN PENGENDALIAN DIRI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI ANGKATAN 2013-2014 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : AFIFAH MIFTACHUL JANNAH F100110087 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA Sugianto 1, Dinarsari Eka Dewi 2 1 Alumni Program Studi Psikologi,Univ Muhammadiyah Purwokerto 2 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA SISWA SMK KASATRIAN SOLO SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI. Oleh : NIKI FEBRIANI F

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA SISWA SMK KASATRIAN SOLO SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI. Oleh : NIKI FEBRIANI F HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA SISWA SMK KASATRIAN SOLO SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Oleh : NIKI FEBRIANI F 100 090 100 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan mengakses segala informasi dan pengetahuan, penggunaan sarana atau suatu alat yang selanjutnya berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mendefinisikan arti kesehatan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan terjadi perubahan fisik yang cepat menyamai orang dewasa, tetapi emosinya belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia, jumlah remaja dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: Sagantoro Sambu F 100 050 232

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukanoleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN.

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN. HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA ANGGOTA LANUD ADI SOEMARMO YANG MENJELANG PENSIUN Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S-1

Lebih terperinci

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F

Diajukan Oleh: AYU ANGGARWATI F HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab empat serta saran baik teoretis maupun saran praktis.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah bagian penting dalam masyarakat. Data dari sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa 18,3% (89.467.806 jiwa) dari total penduduk Indonesia berusia 10

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun. Sementara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA KARYAWAN PT. KRAKATAU STEEL CILEGON

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA KARYAWAN PT. KRAKATAU STEEL CILEGON HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA KARYAWAN PT. KRAKATAU STEEL CILEGON NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh : ALLIFIA DIANNIAR F 100 080

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan sebelum uji hipotesis. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Alberty (Syamsudin, 2004:130) mengemukakan masa remaja merupakan suatu periode dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein &

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein & BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Merokok merupakan salah satu kebiasaan negatif manusia yang sudah lama dilakukan. Kebiasaan ini sering kali sulit dihentikan karena adanya efek ketergantungan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA SISWA SMP NEGERI 4 CEPU S K R I P S I. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA SISWA SMP NEGERI 4 CEPU S K R I P S I. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA SISWA SMP NEGERI 4 CEPU S K R I P S I Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pancaroba yang pesat, baik secara fisik, psikis, dan sosial. Modernisasi dan globalisasi zaman, menyebabkan remaja rentan terhadap pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai persyaratan memperoleh Derajat Sarjana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN NARSISME PADA REMAJA PENGGUNA FACEBOOK NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN NARSISME PADA REMAJA PENGGUNA FACEBOOK NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN NARSISME PADA REMAJA PENGGUNA FACEBOOK NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai persyaratan memperoleh Derajat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK Naskah Publikasi Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: PANGESTU PINARINGAN PUTRI F100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai salah satu bagian dari kesehatan reproduksi maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu untuk mencapai dewasa. Selama masa remaja ini individu mengalami proses dalam kematangan mental, emosional,

Lebih terperinci

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA

REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA 70 Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 83 Jakarta Utara REGULASI DIRI DALAM BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 83 JAKARTA UTARA Nurhasanah 1 Moch. Dimyati, M.Pd 2 Dra. Meithy

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal tersebut menjadi perhatian khusus internasional mengingat risiko yang timbul akibat pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI BARU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI BARU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI BARU NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA 30-50 TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan

A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan sekitar 6 juta kematian pertahun. Lebih

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh :

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

//HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP. Naskah Publikasi

//HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP. Naskah Publikasi //HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM SEKOLAH DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMP Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Novi Dewi Saputri 201410104171 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (STUDI PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 TELAGA)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (STUDI PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 TELAGA) GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS BEBAS (STUDI PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 TELAGA) Febriyanto Suaib NIM. 841 410 035 Program Studi Ilmu Keperawatan,Fakultas Ilmu Ilmu Keshetaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi yang ditetapkan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development/ICPD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pengawasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan besar, baik perubahan fisik, kognitif, sosial, dan emosional.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S1 ) Psikologi Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health Organization), batasan usia remaja adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012 SITI WAHYUNI 1 1 Tenaga Pengajar Pada STiKes Ubudiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa Remaja adalah fase kehidupan manusia yang spesifik. Pada saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa ini berdampak pada fisik dan jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet yang dengan mudah

Lebih terperinci

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN PENDAHULUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS Eny Pemilu Kusparlina (Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun) ABSTRAK Pendahuluan: Angka aborsi di

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian. jalan yang banyak dikunjungi oleh customer dan menjadi produk

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian. jalan yang banyak dikunjungi oleh customer dan menjadi produk BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit 1 adalah salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan seksual tidak hanya terbatas secara genito-genital saja,

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Siswa SMA Negeri 1 Bandung terhadap Penularan dan Pencegahan HIV/AIDS Tahun 2016 Relationship Between Knowledge

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap hari orang terlibat di dalam tindakan membuat keputusan atau decision making, bahkan mungkin harus dilakukan beberapa kali. Mulai dari masalah-masalah yang sederhana

Lebih terperinci