TUGAS AKHIR -MN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR -MN"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR -MN ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN TANGKAP (FISHING GEAR) DALAM MENUNJANG PROYEK PENGADAAN KAPAL IKAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Fakhriy Khairi Rizaldi NRP Dosen Pembimbing : Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT DEPARTEMEN TEKNIK PERKAPALAN Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

2 TUGAS AKHIR -MN ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN TANGKAP (FISHING GEAR) DALAM MENUNJANG PROYEK PENGADAAN KAPAL IKAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Fakhriy Khairi Rizaldi NRP Dosen Pembimbing : Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT DEPARTEMEN TEKNIK PERKAPALAN Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

3

4

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul Analisa Teknis dan Ekonomis Industri Komponen Peralatan Tangkap (Fishing Gear) dalam Menunjang Proyek Pengadaan Kapal Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, memotivasi dan membimbing penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT selaku Dosen Pembimbing atas segala bimbingan dan motivasi selama mengerjakan Tugas Akhir 2. Bapak Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.SC., Ph,D., selaku Ketua Departemen Teknik Perkapalan ITS 3. Bapak Dr. Ir. Heri Supomo, M.Sc., Bapak Ir. Triwilaswandio Wuruk Pribadi, M.Sc., Bapak Sufian Imam Wahidi, ST., M.Sc, Bapak M. Solikhan Arif, ST, MT, Bapak Imam Baihaqi, ST, MT selaku dosen program studi industri perkapalan sekaligus penguji sidang Tugas Akhir yang telah memberikan bimbingan dan ilmu dalam pengembangan akademik dan pengembangan diri di ITS 4. Ibu Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T. selaku dosen penguji pada sidang Tugas Akhir 5. Ibu Ir. Hesty Anita Kurniawati, M.Sc. selaku Dosen Wali atas segala bimbingan, motivasi dan pengembangan diri selama menempuh perkuliahan di ITS 6. Bapak Arif Sukma selaku owner CV. Citra Adi Sari dan Bapak Muhammad Arifin selaku pemilik bengkel permesinan tangkap di TPI Palang atas waktu dan ilmunya yang disediakan kepada penulis selama pengerjaan Tugas Akhir 7. Orang tua dan keluarga besar Mahjuddin yang telah membimbing, memotivasi, membiayai serta mendoakan selama menempuh perkuliahan di ITS 8. Agnesia Nely Sheila, Harisuddin Hawali, Pandu Heru Satrio atas kerjasama dan informasi yang diberikan selama pengerjaan Tugas Akhir 9. Keluarga Besar Pentol atas bantuan, motivasi dan kerjasama selama menempuh perkuliahan di ITS 10. Mahasiswa seluruh angkatan untuk keahlian bidang Industri di Departemen Teknik Perkapalan atas kerjasama, motivasi, bantuan yang diberikan selama pengerjaan Tugas Akhir dan menempuh perkuliahan di ITS 11. Seluruh angkatan di Departemen Teknik Perkapalan FTK ITS yang telah memberikan dukungan dan berbagi ilmu dalam menyelesaikan Tugas Akhir Demikian penulis menyusun Tugas Akhir ini, apabila terdapat kesalahan sumber atau pengetikan, penulis mohon maaf. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membaca. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih. Surabaya, Januari 2017 Penulis ii

6 ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN TANGKAP (FISHING GEAR) DALAM MENUNJANG PROYEK PENGADAAN KAPAL IKAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Nama Mahasiswa : Fakhriy Khairi Rizaldi NRP : Jurusan / Fakultas : Teknik Perkapalan / Teknologi Kelautan Dosen Pembimbing : Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT ABSTRAK Tujuan dari tugas akhir ini adalah mendapatkan informasi teknis dalam pembangunan industri komponen peralatan tangkap beserta kelayakan investasi dari pembangunan industri tersebut. Dalam hal ini diperlukan jumlah kebutuhan peralatan tangkap. Peralatan tangkap merupakan segala jenis peralatan yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri atas kapal, alat tangkap dan alat bantu tangkap. Tugas akhir ini difokuskan industri yang memproduksi jenis alat bantu tangkap berupa hauler yang terdiri dari 4 macam yakni net hauler, line hauler, combined net&line hauler, dan powerblock. Penelitian diawali dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi, pengumpulan data primer & data sekunder, pengolahan data berupa forecasting dengan metode time series, dan menganalisa secara teknis pembangunan industri serta menganalisa secara ekonomis untuk kelayakan investasi pembangunan industri komponen peralatan tangkap. Penelitian ini menghasilkan beberapa informasi yakni jumlah kebutuhan komponen peralatan tangkap untuk line hauler sebanyak 874 unit, net hauler sebanyak 874 unit, combined net&line hauler sebanyak 356 unit dan powerblock sebanyak 208 unit dimana disesuaikan dengan kebutuhan kapal ikan 6 GT 30 GT. Pembangunan industri komponen peralatan tangkap diperlukan luas tanah sebesar 4290 m2 dengan total luas bangunan tertutup sebesar 2689 m2 di Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan. Produk-produk komponen peralatan tangkap merupakan jenis produk completely knocked down (CKD) dimana komponen-komponen utama setengah jadi dibeli baik impor maupun lokal dan dirakit di industri ini. Rangkaian aktivitas industri ini antara lain desain, fabrikasi & perakitan, pengecatan, instalasi elektrik & mekanik, inspeksi produk hingga pengiriman dan instalasi pada kapal. Biaya investasi pembangunan industri ini sebesar Rp ,00 yang berupa biaya pembangunan, peralatan & permesinan, dan administrasi pendirian industri. Payback Period terjadi pada 5 tahun 5 bulan dengan ROI (return of investment) sebesar Rp ,00 dengan Internal Rate of Retun (IRR) sebesar 14,67% dimana nilai IRR lebih besar dari suku bunga pinjaman yang ditetapkan sebesar 12% sehingga investasi ini dapat dikatakan layak. Kata kunci: Peralatan tangkap, Industri penunjang, kelayakan investasi iii

7 TECHNICAL AND ECONOMICAL ANALYSIS FISHING GEAR COMPONENT INDUSTRY IN SUPPORTING THE FISHING VESSEL PRODUCTION PROJECT OF MARINE AND FISHERIES MINISTRY Author : Fakhriy Khairi Rizaldi ID No. : Dept. / Faculty : Naval Architecture & Shipbuilding Engineering / Marine Technology Supervisors : Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT ABSTRACT The purpose of this final project is to obtain technical information in building fishing gear components industry along with investment feasibility of the building the industry. In this case, it required the number of fishing gear needed. Fishing gear is all types of equipment used in fishing operations consisting of boats, fishing equipment and fishing tools. This final project is focused on industry that produce the type of fishing tools in the form of hauler that consists of four types namely net hauler, line hauler, combined net & line hauler, and powerblock. The study begins by identifying the problems that occur, the collection of primary data and secondary data, data processing i.e forecasting by the method of time series, and analyzing technically the construction industry as well as economically analyze for feasibility of fishing gear component industry investment. The results of research give some information that the required amount of fishing gear component on line hauler as many as 874 units, net hauler as many as 874 units, the combined net & line hauler as many as 356 units and powerblock as many as 208 units of which adapted to the needs of fishing vessels from 6 GT - 30 GT. Fishing gear component industry required land area of 4290 m 2 with a total building area of 2689 m 2 on Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Lamongan. The products of fishing gear component are type of completely knocked down (CKD) product in which some main components that half-finished purchased both local & import and assembled in this industry. The series of industrial activities include design, fabrication and assembly, painting, installation of electrical and mechanical, product inspection until delivery and installation on ships. The investment cost from building the industry in amount of Rp ,00 which consist of development costs, equipment and machinery cost, and administration cost of industrial establishments. Payback Period occurs in 5 years and 5 months along with ROI in amount of Rp ,00 and Internal Rate of Retun (IRR) at 14.67% which it higher than fixed loan interest rate at 12 % so that the investment is feasible Keywords: Fishing gear, Supporting industry, Investment feasibility iv

8 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN...i LEMBAR REVISI...i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Perumusan Masalah... 2 I.3 Batasan Masalah dan Asumsi-Asumsi... 2 I.4 Tujuan Penelitian... 3 I.5 Manfaat Penelitian... 3 I.5.1 Manfaat untuk Akademisi... 3 I.5.2 Manfaat untuk Praktisi... 3 I.6 Hipotesis... 4 I.7 Sistematika Penulisan Laporan... 4 BAB II STUDI LITERATUR... 5 II.1 Karakter Industri... 5 II.2 Klasifikasi Industri Penunjang Perkapalan... 7 II.3 Fishing Gear... 8 II.3.1 Klasifikasi Alat Tangkap... 8 II.3.2 Macam-macam peralatan bantu II.4 Konsep dan dasar Ekonomi Teknik II.5 Penjadwalan Produksi vi

9 II.6 Kapasitas Produksi II.7 Biaya Produksi II.8 Harga Pokok Produksi (HPP) II.9 Harga Penjualan Produk II.9.1 Penentu Harga Jual II.9.2 Tujuan Penentuan Harga Jual II.9.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Jual II.9.4 Cara Penghitungan Harga Jual II.9.5 Metode Penentu Harga Jual II.10 Forecasting II.11 Investasi II.11.1 Kriteria Investasi II.11.2 Metode Penilaian Investasi II.12 Kriteria penentuan Lokasi Industri II.12.1 Kondisi Lahan II.12.2 Ketersediaan Tenaga Kerja II.12.3 Ketersediaan Bahan Baku II.12.4 Pemasaran II.12.5 Rencana Tata Ruang Terkait Penetuan Lokasi II.12.6 Kecukupan Infrastruktur II.12.7 Modal II.13 Perencanaan Tata Letak Pabrik II.14 Penentuan Struktut Organisasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Jenis Metodologi Penelitian III.2 Jenis dan Sumber Data III.2.1 Jenis Data vii

10 III.2.2 Sumber Data III.3 Proses Pengerjaan III.3.1 Tahap Latar Belakang Masalah III.3.2 Tahap Perumusan Masalah III.3.3 Tahap Pengumpulan Data III.3.4 Tahap Pengolahan Data III.3.5 Tahap Analisis Teknis III.3.6 Tahap Analisis Ekonomis III.3.7 Tahap Kesimpulan dan Saran III.4 Bagan Alir BAB IV ANALISA PASAR INDUSTRI PERALATAN TANGKAP IV.1 Kondisi Existing Industri Peralatan Tangkap IV.1.1 Perlengkapan Tangkap yang Terpasang pada Kapal Ikan IV.1.2 Kondisi Industri Komponen Peralatan Tangkap IV.1.3 Produk Permesinan Tangkap Dalam Negeri IV.2 Potensi Pasar Industri Peralatan Tangkap IV.2.1 Peta Pelabuhan Perikanan Indonesia IV.2.2 Data Jumlah Penggunaan Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya IV.2.3 Jumlah Armada Kapal Ikan IV.2.4 Data Rencana Pembangunan Kapal Ikan IV.2.5 Proyeksi Jumlah Permintaan Pasar Industri Fishing Gear BAB V PERENCANAAN INDUSTRI PERALATAN TANGKAP V.1 Analisis Teknis V.1.1 Pemilihan Lokasi Industri Fishing Gear V.1.2 Perencanaan Produk V.1.3 Proses Pembuatan Produk V.1.4 Pemeriksaan Hasil Produk viii

11 V.1.5 Peralatan dan Mesin V.1.6 Kapasitas Produksi V.1.7 Penjadwalan Produksi V.1.8 Perencanaan Layout Industri V.1.9 Standar Keselamatan Kerja V.2 Analisa Ekonomis V.2.1 Analisa Investasi Pembangunan Industri Komponen Peralatan Tangkap V.2.2 Analisa Biaya Operasional Industri Komponen Peralatan Tangkap V.2.3 Analisa Penentuan Harga Pokok Produksi V.2.4 Analisa Penentuan Harga Penjualan Produk V.2.5 Analisa Target Produksi dan Pendapatan V.2.6 Analisa Kelayakan Investasi V.2.7 Analisa Pesaing Usaha BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan VI.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI LAMPIRAN PERHITUNGAN HPP DAN HARGA PENJUALAN PRODUK LAMPIRAN ANALISA KELAYAKAN INVESTASI LAMPIRAN HASIL FORECASTING DENGAN MINITAB 17 LAMPIRAN LAYOUT INDUSTRI ix

12 DAFTAR GAMBAR Gambar II.1 Alat Tangkap Purse Seine... 8 Gambar II.2 Alat tangkap beach seine... 9 Gambar II.3 Pukat hela dasar (Bottom Trawls) Gambar II.4 Boat Dredges Gambar II.5 Jaring angkat berperahu Gambar II.6 Cast Net Gambar II.7 Macam-macam gill net Gambar II.8 Alat penangkap ikan perangkap berupa bubu Gambar II.9 Alat tangkap ikan huhate Gambar II.10 Tombak dan mata tombak Gambar II.11 Net hauler Gambar II.12 Line Hauler Gambar II.13 Power Block Gambar II.14 Combine Net and Line Hauler Gambar II.15 Grafik demand Gambar II.16 Kegiatan ekonomi pandangan sistem produksi Gambar II.17 Siklus ekonomi berdasarkan sifat perputaran uang Gambar II.18 Skema pembagian metode peramalan Gambar II.19 Grafik komponen permintaan berdasarkan pola tren Gambar II.20 Grafik komponen permintaan berdasarkan pola musiman Gambar II.21 Grafik komponen permintaan berdasarkan pola siklik Gambar III.1 Alur Pengerjaaan Tugas Akhir Gambar IV.1 Perlengkapan Kapal Ikan Purse Seine Gambar IV.2 Perlengkapan Kapal Ikan Trawl Gambar IV.3 Perlengkapan Kapal Ikan Dredger Gambar IV.4 Perlengkapan Kapal Ikan Lift Net Gambar IV.5 Perlengkapan Kapal Ikan Falling Gear Gambar IV.6 Perlengkapan Kapal Ikan Gill Netter Gambar IV.7 Perlengkapan Kapal Ikan Pole & Line Gambar IV.8 Perlengkapan Kapal Ikan Tonda Gambar IV.9 Perlengkapan Kapal Ikan Longline Gambar IV.10 Bengkel permesinan tangkap di TPI Palang, Tuban Gambar IV.11 Bengkel permesinan tangkap di Pelabuhan Benoa Gambar IV.12 Permesinan tangkap (net hauler) yang umum dijumpai di perairan utara Laut Jawa x

13 Gambar IV.13 Permesinan tangkap (line hauler) di pelabuhan Benoa, Bali Gambar IV.14 Peta Pelabuhan Perikanan Indonesia Gambar IV.15 Grafik jumlah jenis alat tangkap di Jawa Timur Gambar IV.16 Grafik Jumlah Armada Kapal Ikan Gambar V.1 Lokasi lahan Jalan Raya Bakalan, Cangkringmalang, Beji Pasuruan Gambar V.2 Peta Lokasi Pertama Gambar V.3 Jumlah Pengangguran Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur Gambar V.4 Peta Rencana Tata Ruang Kabupaten Pasuruan tahun Gambar V.5 Data panjang jalan berdasarkan kondisi dan permukaan di wilayah Pasuruan tahun Gambar V.6 Lokasi lahan Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan Gambar V.7 Peta Lokasi Kedua Gambar V.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan tahun Gambar V.9 Pelanggan listrik wilayah Brondong/Paciran di Kabupaten Lamongan tahun Gambar V.10 Perkembangan Sarana Air Minum di Kabupaten Lamongan tahun Gambar V.11 Kondisi dan permukaan jalan wilayah Kabupaten Lamongan tahun Gambar V.12 Lokasi lahan Jalan Raya Deandles No.33, Wotan, Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Gambar V.13 Peta Lokasi Ketiga Gambar V.14 Kondisi angkatan kerja pada Kabupaten Gresik Tahun Gambar V.15 Kondisi dan permukaan jalan wilayah Kabupaten Gresik tahun Gambar V.16 Perencanaan produk electric line hauler Gambar V.17 Perencanaan produk Hydraulic Line Hauler Gambar V.18 Perencanaan produk Combined Line & Net Hauler Gambar V.19 Perencanaan produk Hydraulic Net Hauler Gambar V.20 Perencanaan produk Power Block Gambar V.21 Alur produksi komponen peralatan tangkap Gambar V.22 Contoh gambar spesikasi power block Gambar V.23 Hasil pemotongan pelat untuk main frame pada winch Gambar V.24 Proses fabrikasi dan assembly Gambar V.25 Persiapan komponen permesinan Gambar V.26 Flow Chart Aliran Material Gambar V.27 Personal Computer Gambar V.28 Tampilan Autodesk Fusion Gambar V.29 Tampilan AutoCAD Gambar V.30 Mesin Rol Gambar V.31 Mesin Potong Pelat xi

14 Gambar V.32 Hydraulic Bending Machine Gambar V.33 Abrassive Cutoff Machine Gambar V.34 Mesin Gerinda Tangan Gambar V.35 Mesin Bor Meja Gambar V.36 Electric Hand Drilling Machine Gambar V.37 Bench Vice Clamp Gambar V.38 Mesin Ampelas Gambar V.39 Mesin Las SMAW Gambar V.40 Mesin Las GTAW Gambar V.41 Kompresor Udara Gambar V.42 Spray Gun Gambar V.43 Forklift Kapasitas 5 ton Gambar V.44 Manual Stacker Gambar V.45 Overhead Crane Gambar V.46 Mobile Gantry Crane Gambar V.47 Struktur Organisasi Gambar V.48 Activity Relationship Diagram Gambar V.49 Space Relationship Diagram Gambar V.50 Denah Production Area/Hangar Gambar V.51 Layout Industri Industri Peralatan Tangkap Gambar V.52 Aliran Material pada Layout Pabrik Gambar V.53 Peralatan safety operator Gambar V.54 Masker untuk perlindungan painter Gambar V.55 Desain Net Hauler beserta dimensinya xii

15 DAFTAR TABEL Tabel II.1 Metode Penentuan Harga Jual Tabel IV.1 Jumlah Pelabuhan Perikanan tiap Kelasnya di Perairan Indonesia Tabel IV.2 Data jumlah unit penangkapan di laut menurut jenis alat tangkap di Jawa Timur Tabel IV.3 Jumlah Armada Kapal Ikan di Jawa Timur Tahun Tabel IV.4 Proyeksi Pembangunan Kapal Ikan sesuai dengan Proyek Pengadaan Kapal Ikan oleh KKP Tabel IV.5 Hasil forecast dengan Minitab beserta indikatornya Tabel IV.6 Hasil Peramalan Jumlah Armada Kapal Ikan Tahun Tabel IV.7 Estimasi Kebutuhan Komponen Peralatan Tangkap per tahun Tabel IV.8 Jumlah Produksi dengan Market Share Sebesar 20% Tabel V.1 Kriteria kesesuaian berdasarkan kemampuan lahan pada lokasi pertama Tabel V.2 Kriteria kesesuaian berdasarkan penggunaan lahan lokasi pertama pada lokasi pertama Tabel V.3 Status Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin di Kota Pasuruan Tahun (Persen) Tabel V.4 Daftar Perguruan tinggi di sekitar Pasuruan Tabel V.5 Kriteria ketersediaan tenaga kerja pada lokasi pertama Tabel V.6 Ketersediaan bahan baku pada lokasi pertama Tabel V.7 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kuantitas bahan baku pada lokasi pertama Tabel V.8 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kontinuitas bahan baku pada lokasi pertama Tabel V.9 Ketersediaan bahan baku berdasarkan jarak bahan baku pada lokasi pertama Tabel V.10 Pemilihan lokasi berdasarkan jarak lokasi klien pada lokasi pertama Tabel V.11 Pemilihan lokasi berdasarkan data tata ruang terkait pada lokasi pertama Tabel V.12 Data pengguna, pemakaian, dan nilai penjualan listrik di wilayah Pasuruan Tabel V.13 Kecukupan listrik dan telepon pada lokasi pertama Tabel V.14 Data pelanggan, jumlah penyaluran, nilai penjualan air di wilayah Pasuruan Tabel V.15 Kecukupan air bersih pada lokasi pertama Tabel V.16 Kecukupan jaringan jalan pada lokasi pertama Tabel V.17 Kriteria lokasi berdasarkan harga tanah pada lokasi pertama Tabel V.18 Kriteria kesesuaian berdasarkan kemampuan lahan pada lokasi kedua Tabel V.19 Kriteria kesesuaian berdasarkan penggunaan lahan lokasi pada lokasi kedua Tabel V.20 Penduduk Berumur >15 Tahun Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun Tabel V.21 Daftar Perguruan tinggi di wilayah Lamongan Tabel V.22 Kriteria ketersediaan tenaga kerja pada lokasi kedua xiii

16 Tabel V.23 Ketersediaan bahan baku pada lokasi kedua Tabel V.24 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kuantitas bahan baku pada lokasi kedua Tabel V.25 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kontinuitas bahan baku pada lokasi kedua Tabel V.26 Ketersediaan bahan baku berdasarkan jarak bahan baku pada lokasi kedua Tabel V.27 Pemilihan lokasi berdasarkan jarak lokasi klien pada lokasi kedua Tabel V.28 Pemilihan lokasi berdasarkan data tata ruang terkait pada lokasi kedua Tabel V.29 Kecukupan listrik dan telepon pada lokasi kedua Tabel V.30 Kecukupan air bersih pada lokasi kedua Tabel V.31 Kecukupan jaringan jalan pada lokasi kedua Tabel V.32 Kriteria lokasi berdasarkan harga tanah pada lokasi kedua Tabel V.33 Kriteria kesesuaian berdasarkan kemampuan lahan pada lokasi ketiga Tabel V.34 Kriteria kesesuaian berdasarkan penggunaan lahan lokasi pada lokasi ketiga Tabel V.35 Daftar Perguruan tinggi di wilayah Gresik Tabel V.36 Kriteria ketersediaan tenaga kerja pada lokasi ketiga Tabel V.37 Ketersediaan bahan baku pada lokasi ketiga Tabel V.38 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kuantitas bahan baku pada lokasi ketiga Tabel V.39 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kontinuitas bahan baku pada lokasi ketiga Tabel V.40 Ketersediaan bahan baku berdasarkan jarak bahan baku pada lokasi ketiga Tabel V.41 Pemilihan lokasi berdasarkan jarak lokasi klien pada lokasi ketiga Tabel V.42 Pemilihan lokasi berdasarkan data tata ruang terkait pada lokasi ketiga Tabel V.43 Informasi Kelistrikan Kabupaten Gresik Tahun Tabel V.44 Kecukupan listrik dan telepon pada lokasi ketiga Tabel V.45 Jumlah Pelanggan PDAM Menurut Jenis Konsumen di Kabupaten Gresik Tahun Tabel V.46 Kecukupan air bersih pada lokasi ketiga Tabel V.47 Kecukupan jaringan jalan pada lokasi ketiga Tabel V.48 Kriteria lokasi berdasarkan harga tanah pada lokasi ketiga Tabel V.49 Aspek Pertimbangan dan Pembobotan dalam Pemilihan Lokasi Tabel V.50 Penilaian Calon Lokasi Industri Komponen Fishing Gear Tabel V.51 Cheklist pemeriksaan produk Tabel V.52 Checklist pengujian produk Tabel V.53 Spesifikasi CPU Tabel V.54 Spesifikasi Monitor Tabel V.55 Spesifikasi Autodesk Fusion Tabel V.56 Spesifikasi Autodesk AutoCAD Tabel V.57 Spesifikasi Mesin Rol Tabel V.58 Spesifikasi Mesin Potong Tabel V.59 Spesifikasi Mesin Bending Hidrolik xiv

17 Tabel V.60 Spesifikasi Abrassive Cutoff Machine Tabel V.61 Spesifikasi Mesin Gerinda Tangan Tabel V.62 Spesifikasi Mesin Bor Meja Tabel V.63 Spesifikasi Electric Hand Drill Tabel V.64 Spesifikasi Vice Clamp Tabel V.65 Spesifikasi Mesin Ampelas Tabel V.66 Spesifikasi Mesin Las SMAW Tabel V.67 Spesifikasi Mesin Las GTAW Tabel V.68 Kompresor Udara Tabel V.69 Spesifikasi Spray Gun Tabel V.70 Spesifikasi Forklift Tabel V.71 Spesifikasi Manual Stacker Tabel V.72 Spesifikasi Overhead Crane Tabel V.73 Spesifikasi Mobile Gantry Crane Tabel V.74 Waktu untuk Proses Desain Satu Unit Peralatan Tangkap Tabel V.75 Jumlah permintaan peralatan tangkap per tahun Tabel V.76 Jumlah Kebutuhan Lembaran Pelat Tiap Produk Tabel V.77 Berat Konsumsi Pemakaian Pelat tiap produk Tabel V.78 Konsumsi material untuk setiap produk per tahun Tabel V.79 Perhitungan untuk Cutting Machine Tabel V.80 Perhitungan untuk Overhead Crane Tabel V.81 Perhitungan untuk Bending Machine Tabel V.82 Perhitungan untuk Rolling Machine Tabel V.83 Perhitungan untuk Welding Machine Tabel V.84 Perhitungan untuk Compressor Tabel V.85 Pehitungan untuk Tahap Electrical & Mechanical Tabel V.86 Rekapitulasi jumlah pekerja keseluruhan di Production Area Tabel V.87 Penjadwalan Produksi Electric Line Hauler Tabel V.88 Penjadwalan Produksi Hydraulic Line Hauler Tabel V.89 Penjadwalan Produksi Combined Line & Net Hauler Tabel V.90 Penjadwalan Produksi Hydraulic Net Hauler Tabel V.91 Penjadwalan Produksi Power Block Tabel V.92 Kode untuk Tiap Skala Prioritas Tabel V.93 Kode Aktivitas Produksi Tabel V.94 Activity Relationship Table Tabel V.95 Rekapitulasi Area dari Space Relationship Diagram Tabel V.96 Rincian Biaya Pembangunan Gedung Office xv

18 Tabel V.97 Biaya Pembelian Tanah di daerah Lamongan Tabel V.98 Biaya Instalasi Pendukung Industri Peralatan Tangkap Tabel V.99 Rincian Peralatan untuk Aktivitas Desain Produk Tabel V.100 Rincian Peralatan untuk Handling&Transporting Tabel V.101 Rincian Peralatan Manual Tabel V.102 Rincian Peralatan dan Mesin Mekanik Tabel V.103 Rincian Peralatan dan Mesin Painting Tabel V.104 Rician Biaya Peralatan Kantor Tabel V.105 Rincian Peralatan Keselamatan Tabel V.106 Rekapitulasi Total Biaya Administrasi dan Kelengkapan Lainnya Tabel V.107 Rekapotulasi Total Investasi Intangible Assets Tabel V.108 Rincian Gaji Karyawan yang Direncanakan Tabel V.109 Rincian Biaya Tagihan Listrik, PDAM, Telepon, dan Internet Tabel V.110 Rekapitulasi Luasan Dimensi dan Kebutuhan Bahan Baku Tabel V.111 Rincian Biaya Pengecatan Produk Tabel V.112 Rincian Komponen yang Terinstalasi Tabel V.113 Pembebanan Biaya Overhead berdasarkan Waktu Penggunaan Mesin Tabel V.114 Pembebanan Biaya Tenaga Kerja Langsung Tabel V.115 Target produksi per Tahun Tabel V.116 Target Produksi dalam 10 tahun Tabel V.117 Daftar Harga Produk Industri Komponen Peralatan Tangkap Tabel V.118 Jumlah Pendapatan Tahun Tabel V.119 Rekapitulasi Cash Flow Industri Komponen Fishing Gear Tabel V.120 Rekapitulasi Perhitungan Kelayakan Investasi Tabel V.121 Industri Skala Internasional untuk Komponen Peralatan Tangkap Tabel V.122 Perbandingan Harga Produk Electric Line Hauler Tabel V.123 Perbandingan Harga Produk Hydraulic Line Hauler Tabel V.124 Perbandingan Harga Produk Combine Net&Line Hauler Tabel V.125 Perbandingan Harga Produk Hydraulic Net Hauler Tabel V.126 Perbandingan Harga Produk Powerblock xvi

19 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Laut merupakan harta terpendam yang dimiliki Indonesia. Dengan keadaan geografis Indonesia yang didominasi oleh laut sebanyak 70% dari luas wilayah Negara, Indonesia menyimpan kekayaan laut yang berlimpah. Menurut Direktur Indonesia Maritime Institute (IMI), Dr. Yulius Paonganan, M.Sc, potensi laut Indonesia diperkiran mencapai Rp triliun per tahun, atau empat kali lipat dari dana APBN 2014 (Indonesia, 2014). Penjelasan tersebut memperlihatkan besarnya keuntungan yang seharusnya didapatkan Indonesia dari alamnya. Sayangnya, Indonesia masih belum dapat mengoptimalkan pendapatan dari sektor kelautan. Nelayan, salah satu mata pencaharian di Indonesia yang seharusnya makmur dengan keadaan kelautan yang ada, tidak mendapatkan hasil yang diharapkan. Menurut Dr. Ir. M. Ahsin Rifa I, hingga tahun 2012 sekitar 1,5 juta nelayan tangkap memutuskan meninggalkan laut (Rifa i, 2015). Hal ini diperburuk dengan kondisi kapal ikan yang dimiliki nelayan kalah saing dengan kapal-kapal dari perusahan swasta yang bergerak di Indonesia. Dari data KKP tahun 2010, hanya sekitar 2 % dari armada Kapal Indonesia yang tergolong modern dengan kapasitas diatas 30 GT (Kalituri, 2015). Fakta ini menunjukkan salah satu kemunduran Indonesia dalam mempertahankan kesejahteraan rakyatnya di sektor maritim. Untuk menanggulangi hal tersebut, sesuai dengan visi dari Presiden Republik Indonesia, Kementrian Perikanan dan Kelautan melakukan pengadaan sebanyak unit kapal ikan. Pengadaan ini juga dikhusukan kepada industri dalam negeri guna mendongkrak industri galangan di Indonesia. Dalam mendukung program pengadaan ini, semua sarana prasarana terkait produksi kapal tersebut harus disiapkan baik dari SDM, teknologi produksi, industri pendukung dan lain-lain agar proyek kapal ikan ini tetap berjalan untuk jangka panjang. Salah satu hal penting yang harus dikembangkan adalah industri pendukung. Umumnya sebagian besar permasalahan bengkaknya biaya produksi yang terjadi di Indonesia disebabkan komponen-komponen peralatan dan raw material yang dibutuhkan masih diimpor dari luar negeri. Ketersediaannya juga tidak menentu sehingga menambah lama waktu produksi. Oleh karena itu, kemandirian dalam pengadaan barang-barang tersebut harus segera dipersiapkan. 1

20 Salah satu komponen yang berpontesial memiliki tingkat kebutuhan yang tinggi adalah komponen peralatan tangkap (fishing gear). Alat tangkap membagi kapal menjadi 3 jenis yakni kapal yang menggunakan tombak, kapal yang menggunakan pancing dan kapal yang menggunakan jaring (net). Dengan tiga macam variasi jenis kapal ini, komponen peralatan tangkap yang dibutuhkan pun akan beragam menyesuaikan dengan jenis alat tangkap, ukuran kapal dan wilayah perairan yang dituju. Didukung dengan adanya proyek unit kapal dari KKP, permintaan komponen peralatan tangkap (fishing gear) akan meningkat baik untuk pemasangan baru, pergantian ataupun perbaikan. Dengan penelitian untuk pengembangan industri pendukung komponen peralatan tangkap (fishing gear) ini, diharapkan industri berkaitan yang telah ada di dalam negeri bisa disinkronkan menjadi industri yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang sama dan dapat mendukung Industri galangan kapal Nasional dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri terutama untuk masyarakat pesisir. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang akan diselesaikan adalah sebagai berikut : 1. Berapa jumlah permintaan komponen perlengkapan tangkap (fishing gear) untuk kebutuhan di Indonesia? 2. Bagaimana analisis teknis pembangunan industri komponen perlengkapan tangkap (fishing gear) di Indonesia? 3. Bagaimana analisis ekonomis pembangunan industri komponen perlengkapan tangkap (fishing gear) di Indonesia? I.3 Batasan Masalah dan Asumsi-Asumsi Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian tugas akhir ini antara lain : 1. Komponen fishing gear yang dipakai merupakan komponen-komponen yang umum dipakai oleh nelayan di luar kepentingan sport/olahraga 2. Komponen utama fishing gear seperti jaring, kail, dan benang serta komponen alat bantu elektronik untuk navigasi seperti fish finder, GPS dan lain-lain tidak termasuk 3. Harga material, alat dan bahan-bahan lain disesuaikan dengan harga pasar atau standar yang di Indonesia 2

21 4. Proses produksi yang dimaksud adalah proses assembly komponen Dalam pengerjaan tugas akhir ini ditentukan juga asumsi-asumsi agar hasil sesuai dengan yang diharapkan, sebagai berikut : 1. Kurs Dollar yang digunakan dalam penelitian ini sebesar Rp sesuai dengan nilai tukar rupiah Bank Indonesia pada tanggal 29 Desember Selama penelitian, faktor eksternal (kondisi perekonomian, politik, dan sosial) diasumsikan dalam keadaan stabil. I.4 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian tugas akhir ini adalah : 1. Mendapatkan peramalan jumlah kebutuhan komponen perlengkapan tangkap (fishing gear) di Indonesia 2. Mendapatkan analisis teknis untuk pembangunan industri komponen perlengkapan tangkap (fishing gear) di Indonesia 3. Mendapatkan analisis ekonomis pembangunan industri komponen perlengkapan tangkap (fishing gear) di Indonesia. I.5 Manfaat Penelitian I.5.1 Manfaat untuk Akademisi Manfaat penelitian dari tugas akhir ini bagi akademisi : 1. Memberikan informasi mengenai detail komponen perlengkapan tangkap (fishing gear). 2. Memberikan informasi mengenai proses pembuatan komponen perlengkapan tangkap (fishing gear) 3. Memberikan informasi mengenai proses pembangunan sebuah industri komponen perlengkapan tangkap di Indonesia I.5.2 Manfaat untuk Praktisi Manfaat penelitian dari tugas akhir ini bagi Praktisi : 1. Memberikan informasi terhadap investasi pembangunan industri komponen perlengkapan tangkap (fishing gear) di Indonesia. 2. Memberikan informasi potensi kebutuhan komponen alat tangkap di Indonesia. 3

22 I.6 Hipotesis Pembangunan industri komponen peralatan tangkap (fishing gear) layak direalisasikan dalam menunjang kebutuhan dalam negeri. I.7 Sistematika Penulisan Laporan Laporan Tugas Akhir ini disusun menjadi 6 bab dimana bab-bab tersebut dijabarkan sebagai berikut: BAB. 1 Pendahuluan Bab ini menjabarkan mengenai latar belakang Tugas Akhir, perumusan masalah, batasan masalah beserta asumsi, tujuan penelitan, manfaat penelitian, hipotesis dan sistematika penulisan laporan Tugas Akhir. BAB. 2 Studi Literatur Bab ini menjabarkan hasil review dari beberapa referensi terkait dengan judul penelitian Tugas Akhir meliputi karakter industri, klasifikasi industri penunjang, penjelasan fishing gear dan macamnya, konsep dan dasar ekonomi teknik, teori biaya produksi, teori harga penjualan produk, teori forecasting, teori investasi, teori penentuan lokasi dan perencanaan tata letak pabrik. BAB 3. Metodologi Penelitian Bab ini menjabarkan metode penelitian dari tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data, tahap analisis dari penelitian Tugas Akhir ini dilengkapi dengan bagan alir yang menggambarkan pengerjaan Tugas Akhir ini. BAB 4. Analisa Pasar Industri Peralatan Tangkap Bab ini menjabarkan kondisi existing beserta analisa pasar dari Industri Peralatan Tangkap yang menjadi sorotan dalanm penelitian ini. BAB 5. Perencanaan Industri Peralatan Tangkap Bab ini menjabarkan analisis teknis dan ekonomis dalam pembangunan Industri Peralatan Tangkap BAB 6. Kesimpulan dan Saran Bab ini menjabarkan kesimpulan dari hasil penelitian Tugas Akhir ini serta rekomendasi dan saran untuk penelitian selanjutnya. 4

23 BAB II STUDI LITERATUR II.1 Karakter Industri Industri merupakan suatu bentuk usaha yang diarahkan pada proses produksi barang/jasa dengan menghasilkan suatu nilai tambah atas produk barang/jasa yang dihasilkan. Industri tersebut pada umumnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen/masyarakat dengan mengantisipasi keinginan dan daya beli konsumen. Ditinjau dari segi proses produksinya, secara umum dikenal ada 2 (dua) jenis industri utama, yaitu: 1. Mass-Product Oriented Industri 2. Project Oriented Industri Kedua jenis industri tersebut mempunyai karakter yang berbeda, antara lain: 1. Mass-Product Oriented Industri Ditinjau dari segi produk, maka jenis industri ini menghasilkan suatu produk yang tetap secara massal dengan jumlah produksi tertentu. Produk ini juga merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat, dan mempunyai product life-cycle yang relatif singkat. Atau keluaran (output) dari industri ini sering merupakan suatu bahan baku (input) bagi pembuatan produk dari jenis industri yang lain. Ditinjau dari dari segi pemasaran, maka produk yang dihasilkan sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum, dan sangat peka terhadap gejolak keinginan dari masyarakat. Sehingga untuk meningkatkan usaha pemasaran dari produk ini, maka pembentukan selera masyarakat secara teratur sangat dipelukan, pemakaian jargon-jargon/ungkapan yang menarik juga akan sangat mempengaruhi masyarakat. Sehinga bentuk pemasaran melalui iklan di media massa akan merupakan pilihan yang sangat tepat serta secara langsung dapat meningkatkan omset penjualan. Ditinjau dari segi produksi, maka proses produksi yang dipilih umumnya sederhana dan bersifat rigid/kaku, sehingga produk yang dihasilkan tidak dapat diubah menjadi suatu bentuk produk yang lain. Proses produksi yang digunakan umumnya menggunakan proses otomatis dengan ban berjalan, sehingga tenaga kerja yang diperlukan untuk menunjang proses produksi tersebut masing-masing mempunyai keahlian yang sangat spesifik. Ditinjau dari segi manajemen dan organisasi, maka industri tersebut mempunyai titik berat organisasi pada departemen pemasaran, mengingat kapasitas produksi/jumlah 5

24 produk yang dihasilkan serta dengan harga jual yang se-minimum mungkin, sehingga departemen litbang juga akan merupakan departemen yang penting. Ditinjau dari segi permodelan, maka nilai investasi awal yang diperlukan sangat tinggi dan merupakan suatu paket pembiayaan yang lengkap. Nilai investasi tersebut harus dilaksanakan secara sekaligus dan merupakan peryaratan minimum yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk yang kapasitas tertentu. Biaya produksi yang diperlukan untuk selanjutnya akan bersifat relatif tetap dan yang perlu diperhatikan adalah biaya pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi yang rusak. Contoh: Industri pemrosesan bahan mentah (penyulingan minyak kelapa sawit, pabrik gula, pabrik tepung terigu, dll), industru makanan (mie, coklat, kue-kue, dll), industri kebutuhan rumah tangga (sabun, sampo, sikat gigi, dll), industri pakaian/garmen, industri sepatu, dll. 2. Project Oriented Industri Ditinjau dari segi produk, maka jenis industri ini mempunyai suatu keluaran produk yang mempunyai suatu spektrum yang luas/beragam dan akan sangat bergantung pada pesanan (Order Oriented). Produk yang dihasilkan sangat spesifik dan membutuhkan suatu rancang bangun yang khusus. Ditinjau dari segi pemasaran, maka jenis jenis industri ini memiliki pasar yang sangat spesifik. Jenis produk yang dihasilkan bukan untuk konsumsi masyarakat banyak dan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan kelompok/golongan tertentu saja. Sehingga strategi pemasaran yang diperlukan adalah bentuk pendekatan khusus seperti melalui forum seminar, pameran industri, ekshibisi, kunjungan kerja, kerja sama, dll. Ditinjau dari segi produksi, maka jenis industri ini mempunyai suatu proses produksi yang tidak tetap, tergantung pada jenis produk yang diinginkan oleh konsumen. Proses produksi bisa bersifat sengat fleksibel, sehingga tenaga kerja yang mendukung proses produksi harus mempunyai spectrum keahlian yang cukup luas (multi trade). Jenis peralatan yang digunakan-pun harus bersifat general, sehingga mampu digunakan untuk menghasilkan produk-produk yang berbeda. Disamping itu, jenis industri ini sangat mudah dikembangkan menjadi bentuk industri lain yang menghasilkan produk yang berbeda pula, sebagai contoh: industri perkapalan juga mampu dikembangkan menjadi industri general engineering/steel construction yang menghasilkan keluaran berupa peralatan-peralatan pabrik. 6

25 Ditinjau dari segi manajemen dan organisasi, maka titik berat organisasi perusahaan adalah pada departemen produksi dan rancang bangun, mengingat bentuk keluaran atau produk yang dihasilkan sangat beragam, pekerjaan perancangan menjadi cukup penting, serta sumber daya yang diperlukan untuk mendukung proses produksi semakin besar pula. Mengingat begitu banyaknya faktor yang dapat berpengaruh pada proses produksi, maka konsentrasi kegiatan bertumpu pada departemen produksi. Ditinjau dari segi permodalan, maka jenis industri ini membutuhkan suatu investasi awal yang sangat bervariasi, tergantung dari tersedianya dana yang mendukung. Bentuk investasi dapat dilaksanakan secara bertahap tanpa mengganggu proses produksi yang telah ditetapkan. Biaya terbesar yang dibutuhkan selanjutnya adalah biaya produksi dan pemeliharaan. Memperhatikan penjelasan tentang kedua jenis industri tersebut diatas, maka dapat diperhatikan bahwa masing-masing industri memiliki karakter tersendiri, yang terutama sangat diperngaruhi produk yang dihasilkan. Karakter tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pola kerja dan permodalan yang diperlukan. Contoh: Industri perkapalan (bangunan baru dan reparasi), industri pembuatan bangunan lepas pantai, industri kereta api, industri pesawat terbang, industri mobil mewah, industri konstruksi bangunan, dll. (Subroto, 2010) II.2 Klasifikasi Industri Penunjang Perkapalan Supplyer atau pemasok merupakan salah satu bagian penting dari proses pengadaan material atau komponen. Peranan industri penunjang perkapalan yang berperan sebagai supplyer dalam memasarkan produknya sangatlah penting bagi industri perkapalan. Dari industri penunjang tersebut galangan kapal dapat menentukan pilihan produk-produk komponen kapal yang akan digunakan untuk pembangunan kapal. Industri penunjang ini dapat dapat berupa industri manufaktur langsung maupun agen dari suatu industri yang memasarkan produknya. Untuk agen biasanya menawarkan produk impor beserta layanan perawatannya. Sedangkan industri manufaktur langsung adalah industri yang langsung memasarkan produknya. Untuk melihat besar kecilnya suatu industri penunjang dapat ditentukan dari penggolongan industri menurut Biro Pusat Statistik (BPS). Mereka menggunakan jumlah 7

26 pekerja sebagai kriteria untuk membedakan antara berbagai industri. Penggolongan industri menurut BPS adalah sebagai berikut (Statistik, 2015): 1. Industri Besar: Industri yang mempekerjakan 100 orang pekerja atau lebih 2. Industri Sedang: Industri yang mempekerjakan 20 sampai 99 orang pekerja 3. Industri Kecil: Industri yang mempekerjakan 5 hingga 19 orang pekerja 4. Industri Rumah Tangga: Industri yang mempekerjakan 1 hingga 4 orang pekerja II.3 Fishing Gear Fishing Gear merupakan segala macam jenis peralatan yang digunakan dalam proses penangkapan ikan termasuk kapal, alat tangkap dan alat bantu penangkapan. II.3.1 Klasifikasi Alat Tangkap Sesuai dengan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 6 tahun 2010, alat tangkap menurut jenisnya dibagi menjadi 10 kelompok yaitu : 1. Kelompok alat jaring lingkar (Surrounding Nets) Kelompok alat penangkapan ikan jaring lingkar adalah kelompok alat penangkapan ikan berupa jaring berbentuk empat persegi panjang yang terdiri dari sayap, badan, dilengkapi pelampung, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah dengan atau tanpa tali pengerut dan salah satu bagiannya berfungsi sebagai kantong yang pengoperasiannya melingkari gerombolan ikan pelagis. Contoh alat penangkap jenis kelompok ini antara lain jaring lingkar bertali kerut (purse seine) yang ditunjukkan pada Gambar II.1 beserta susunannya dan lampara. Gambar II.1 Alat Tangkap Purse Seine Sumber : (Authority, 2015) 8

27 2. Kelompok alat penangkapan ikan pukat tarik (Seine Nets) Kelompok alat penangkapan ikan pukat tarik adalah kelompok alat penangkapan ikan berkantong (cod-end) tanpa alat pembuka mulut jaring, pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan (schooling) ikan dan menariknya ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalu kedua bagian sayap dan tali selambar. Contoh alat penangkap jenis kelompok ini antara lain pukat tarik pantai (Beach seines) seperti yang ditunjukkan ada Gambar II.2, pukat tarik berkapal (boat or vessel seines), payang, cantrang, dan lampara dasar Gambar II.2 Alat tangkap beach seine Sumber: (FAO, 2015) 3. Kelompok alat penangkapan ikan pukat hela (Trawls) Kelompok alat penangkapan ikan pukat hela adalah kelompok alat penangkapan ikan terbuat dari jaring berkantong yang dilengkapi dengan atau tanpa alat pembuka mulut jaring dan pengoperasiannya dengan cara dihela di sisi atau di belakang kapal yang sedang melaju Contoh alat penangkap jenis kelompok ini antara lain pukat hela dasar (Bottom Trawls) yang ditunjukkan pada Gambar II.3, pukat hela pertengahan (Midwater trawls), pukal hela kembar berpapan, pukat dorong 9

28 Gambar II.3 Pukat hela dasar (Bottom Trawls) Sumber : (Wikipedia, 2016) 4. Kelompok alat penangkapan ikan penggaruk (dredges) Kelompok alat penangkapan ikan pukat hela adalah kelompok alat penangkapan ikan berbingkai kayu atau besi yang bergerigi atau bergancu di bagian bawahnya dilengkapi atau tanpa jaring/bahan lainnya, dioperasikan dengan cara menggaruk di dasar perairan dengan atau tanpa perahu. Contoh alat penangkap jenis kelompok ini yakni boat dredges dan hand dredges dapat dilihat pada Gambar II.4 dibawah ini : Gambar II.4 Boat Dredges Sumber : (FAO, 2015) 5. Kelompok alat penangkapan ikan jaring angkat (Lift nets) Kelompok alat penangkapan ikan pukat hela adalah kelompok alat penangkapan ikan berbingkai kayu atau besi yang bergerigi atau bergancu di bagian bawahnya dilengkapi atau tanpa jaring/bahan lainnya, dioperasikan dengan cara menggaruk di dasar perairan dengan atau tanpa perahu. Contoh alat penangkap jenis kelompok ini yakni anco dan jaring angkat berperahu yang dapat dilihat pada Gambar II.5. 10

29 Gambar II.5 Jaring angkat berperahu Sumber : (FAO, 2015) 6. Kelompok alat penangkapan yang dijatuhkan (falling gears) Kelompok alat penangkapan yang dijatuhkan adalah kelompok alat penangkapan ikan terbuat dari jaring, besi, kayu, dan/atau bambu yang cara pengoperasiannya dijatuhkan/ditebarkan untuk mengurung ikan pada sasaran yang terlihat maupun tidak terlihat Contoh alat penangkap jenis kelompok ini antara lain cast net dapat dilihat pada Gambar II.6. Gambar II.6 Cast Net Sumber : (FAO, 2015) 11

30 7. Kelompok alat penangkapan jaring insang (gill nets) Kelompok alat penangkapan yang dijatuhkan adalah kelompok jaring yang berbentuk empat persegi panjang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah untuk menghadang ikan sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat dan/atau terpuntal dioperasikan di permukaan, pertengahan dan dasar secara menetap, hanyut dan melingkar dengan tujaun menangkap ikan pelagis dan demersal Contoh alat penangkap jenis kelompok ini antara lain jaring insang hanyut, jaring insang tetap, encircling gill net yang dapat dilihat pada Gambar II.7. Gambar II.7 Macam-macam gill net Sumber : (FAO, 2015) 8. Kelompok alat penangkapan ikan perangkap (traps) Kelompok alat penangkapan ikan perangkap adalah kelompok alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring, dan/atau besi, kayu, bambu, berbentuk silinder, trapesium dan bentuk lainnya dioperasikan secara pasif pada dasar atau permukaan perairan, dilengkapi atau tanpa umpan Contoh alat penangkap jenis kelompok ini antara lain sero, stow nets, bubu, belat, dan lain-lain yang dapat dilihat pada Gambar II.8 12

31 Gambar II.8 Alat penangkap ikan perangkap berupa bubu Sumber : (FAO, 2015) 9. Kelompok alat penangkapan ikan pancing (hooks and lines) Kelompok alat penangkapan ikan pancing adalah kelompok alat penangkapan ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing dan atau sejenisnya Contoh alat penangkap jenis kelompok ini antara lain pancing ulur, pancing berjoran, huhate, squid-jigging, dan lain-lain dapat dilihat pada Gambar II.9. Gambar II.9 Alat tangkap ikan huhate Sumber : (FAO, 2015) 10. Kelompok alat penangkapan ikan penjepit dan melukai (grappling and wounding) Kelompok alat penangkapan ikan penjepit dan melukai adalah kelompok alat penangkapan ikan yang terbuat dari batang kayu, besi atau bahan lainnya yang mempunyai satu atau lebih bagian runcing/tajam, yang pengoperasiannya dengan 13

32 cara mencengkram, mengait/menjepit, melukai dan/atau membunuh sasaran tangkap. Contoh alat penangkap jenis kelompok ini antara lain tombak, ladung dan panah yang dapat dilihat pada Gambar II.10. II.3.2 Macam-macam peralatan bantu Gambar II.10 Tombak dan mata tombak Sumber : (FAO, 2015) Peralatan tangkap juga meliputi peralatan bantu dalam operasi penangkapan ikan untuk memaksimalkan hasil tangkap dan keamanan selama operasi. Peralatan tangkap dibagi beberapa kelompok sesuai fungsinya, yakni : 1. Peralatan navigasi Peralatan navigasi berfungsi sebagai penunjuk arah menuju suatu titik sasaran yang dengan tepat, hemat dan efisien juga sebagai keamanan selama operasi pelayaran. Macam-macam peralatan navigasi yang umum digunakan oleh nelayan antara lain : a. GPS GPS yaitu alat bantu navigasi yang bekerja berdasarkan penerimaan gelombang radio dari beberapa satelit yang mengorbit untuk mengetahui posisi, merekam arah haluan dan kecepatan kapal. b. RDF RDF (Radio Direction Finder) yaitu alat bantu navigasi yang bekerja berdasarkan penerimaan gelombang radio untuk mengetahui arah dan perkiraaan jarak pemancar. Suara yang dipancarkan akan mengalami penurunan energi maka sampai pada target (penerima suara) sudah tidak sekuat dari yang terdepan. c. SART SART yaitu suatu alat yang disyaratkan dalam GMDSS (Global Maritime Distress and Safety System) yang dapat diintrogasi oleh pancaran pulsa radar khusus (Radar 14

33 X-Brand atau Radar 3 cm) bila alat ini diaktifkan. Gunanya untuk pencarian kapal dalam marabahaya. d. Fish finder atau echosounder Fish finder yakni alat bantu navigasi yang bekerja berdasarkan pemancaran gelombang bunyi untuk mendeteksi kedalaman perairan, mendeteksi suatu obyek dalam perairan arah vertikal. Untuk tujuan perikanan sensitifitasnya ditingkatkan sehingga mampu mendeteksi adanya ikan dibawah permukaan air. e. Sonar Sonar yaitu alat bantu navigasi yang bekerja berdasarkan prinsip kerja energi akustik, pemancaran gelombang bunyi untuk mendeteksi suatu obyek dalam perairan arah horizontal dan vertical. Sonar dapat memberikan gambaran dan informasi tentang kedalaman, keadaan alami dasar serta konfigurasi bentuk dasar perairan kemudian pada kapal ikan digunakan untuk memperoleh informasi tentang ukuran, densitas, distribusi, kecepatan dan arah renang fish schools, serta mengetahui bentuk dan kedudukan jaring di dalam air, mengetahui ikan yang masuk ke dalam jaring 2. Permesinan tangkap Permesinan tangkap berfungsi sebagai penarik atau penebar baik jaring ataupun tali secara mekanis dalam operasi penangkapan ikan. Permesinan tangkap yang umumnya digunakan oleh nelayan antara lain : a. Net hauler/net drum Net hauler/net drum adalah alat bantu dalam penarikan jaring yang telah ditebar di laut sehingga jaring lebih ringan ditarik dan mudah disusun untuk dipakai kembali. Net hauler umumnya digunakan untuk kapal ikan yang menggunakan alat tangkap berbasis jaring seperti kelompok surrounding nets, seine nets, trawls, dan gill nets dimana digambar pada Gambar II

34 Gambar II.11 Net hauler Sumber: (Spencer Carter, 2016) b. Line hauler Line hauler adalah alat bantu penarik tali seperti pada Gambar II-12. Peralatan ini digunakan karena ketidakmungkinan menarik tali yang sudah ditebar di lautan secara manual karena bobot tali yang sangat berat juga memerlukan waktu yang panjang. Line hauler umumnya digunakan untuk kapal ikan yang menggunakan alat tangkap berbasis rangkaian tali seperti kelompok hook & line khususnya alat tangkap long line/rawai Gambar II.12 Line Hauler Sumber: (VIRHYDRO, 2016) c. Power block Power block merupakan mesin bantu yang digunakan untuk menarik jaring dari dalam air ke atas deck kapal yang dapat dilihat pada Gambar II.13. Umumnya digunakan untuk alat tangkap jaring dengan skala besar dan alat terinstalasi pada suatu untuk memudahkan pengambilan jaring. 16

35 Gambar II.13 Power Block Sumber: (Marco Global, 2016) d. Combined net and line hauler Combinet net and line hauler merupakan mesin bantu kombinasi dari net hauler dan line hauler yang terinstalasi menjadi satu bagian. Permesinan ini terbilang moderen, belum digunakan di perairan Indonesia. Salah satu pembuat permesinan ini adalah Hookline Fish Company, perusahaan dari Amerika, dengan produknya electric nets + pots hauler NLH200 dapat dilihat pada Gambar II.14. Gambar II.14 Combine Net and Line Hauler Sumber: (Hookline Fish Company, 2016) 17

36 II.4 Konsep dan dasar Ekonomi Teknik Subjek baik perseorangan atau berkelompok yang secara simultan melakukan kegiatan transaksi ekonomi disebut pelaku ekonomi (economic entity). Sementara itu, kegiatannya disebut transaksi ekonomi. Kegiatan atau transaksi ekonomi akan terjadi sekurang-kurangnya bila ada dua pihak yaitu pihak penyedia barang (produsen/industri pendukung) dan pihak pemakai (konsumen/galangan). Transaksi ekonomi adalah suatu konsep aktivitas yang berorientasi pada proses didapatkannya keuntungan ekonomis (profit) dengan adanya perbedaan waktu, tempat, fisik atau kepemilikan terhadap objek tersebut. Nilai ekonomi dari suatu objek sangat tergantung dari hokum kebutuhan dan ketersediaan (supply and demand). Dimana jika supply banyak demand kecil, maka harganya jadi turun dan sebaliknya jika supply sedikit perminyaan banyak, maka harga naik. Untuk lebih kelasnya lihat grafik demand. Setiap pelaku ekonomi perlu memahami dan mengetahui kondisi supply demand tersebut secara baik dan memanfaatkan situasi sebagai peluang dalam mendapatkan keuntungan ekonomisnya secara optimal Gambar II.15 Grafik demand Sumber: (Ramdani, 2015) Keterangan: Harga dari suatu produk (P), ditentukan oleh keseimbangan antara tingkat produksi pada harga tertentu (yaitu penawaran: S) dan tingkat keinginan dari orang-orang yang memiliki kekuatan membeli pada harga tertentu (yaitu permintaan: D). Grafik pada Gambar II.15 memperlihatkan adanya peningkatan permintaan, dari D1 ke D2, seiring dengan peningkatan harga dan kuantitas (Q) produk yang terjual. 18

37 Gambar II.16 Kegiatan ekonomi pandangan sistem produksi Sumber: (Pratama, 2014) Kegiatan ekonomi pada sebuah perusahaan adalah keuntungan usaha yang diperoleh pada siklus kegiatan dan transaksi usaha. Siklus kegiatan usaha dapat digambarkan seperti pada Gambar II.16: Gambar II.17 Siklus ekonomi berdasarkan sifat perputaran uang Sumber: (Pratama, 2014) Perusahaan (corporate) hanyalah sebuah simbol formal dari kegiatan usaha, modal (capital) diperlukan perusahaan untuk peneneman investasi pada setiap unit aktivitas usaha (fasilitas produksi). Pada Gambar II.17, Cash Out dihasilkan setelah melewati proses dan faktor produksi dengan hasil produk. Produk yang dijual akan menghasilkan Cash In pada unit produksi. Siklus itu dijalankan secara silmultan, dimana tiap awal kemungkinan cash in < cash out, namun dalam jangka panjang kondisinya akan berbalik sehingga dihasilkan selisih positif (profit). Profit inilah yang dikembalikan pada perusahaan secara periodic dalam bentuk ROI (Return of Investment). Pada tahap berikutnya ROI dipakai oleh perusahaan untuk mengembalikan modal dalam bentuk ROC (Return of Capital). Jika ROI > ROC, perusahaan akan memperoleh profit atau keuntungan. Namun, jika kejadian sebaliknya, perusahaan akan merugi. Oleh karena itu, kondisi finansial perushaan perlu dijaga dengan ROI yang besar disbanding dengan ROC. Macam-macam kondisi usaha yang dapat dilakukan pada perusahaan, antara lain: 19

38 1. Memperbaiki ROC-Financial Management 2. Memperbaiki ROI-Meningkatkan produktivitas fasilitas produksi dan penambahan investasi baru (revitalisasi, rekapitulasi, reinvestasi, konversi dan sebagainya) agar mendapat ROI gabungan yang bertambah baik 3. Investasi baru dapat dilakukan dalam rangka: intensifikasi, diversifikasi, membuka usaha baru, dan sebagainya 4. Menutup perusahaan (likuidasi) jika perbaikan usaha tidak memungkinkan lagi II.5 Penjadwalan Produksi Penjadwalan merupakan proses penentuan pekerjaan yang akan dilakukan. Penjadwalan produksi adalah suatu tahapan dari pengawasan produksi yang menetapkan pekerjaan dalam urutan-urutan yang sesuai dengan prioritasnya dan kemudian dilengkapi dengan pelaksanaan rencana tersebut pada waktu yang tepat dan urutan yang bener sehingga berhubungan dengan kapan suatu pekerjaan akan dilaksanakan pada suatu bagian produksi (Bethel, 1979). Menurut K. R. Baker, tujuan penjadwalan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas mesin, yaitu dengan mengurangi waktu mesin mengganggur 2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan jalan mengurangi jumlah rata-rata pekerjaan yang menunggu dalam antrian suatu mesin karena mesin tersebut sibuk 3. Mengurangi keterlambatan suatu pekerjaan. Setiap pekerjaan mempunyai batas waktu (due date) penyelesaian, jika pekerjaan tersebut diselesaikan melewati batas waktu yang ditentukan maka pekerjaan tersebut dinyatakan terlambat. Dengan metode penjadwalan, maka keterlambatan ini dapat dikurangi, baik waktu maupun frekuensi. Untuk ukuran keberhasilan penjadwalan sendiri dapat melihat beberapa faktor antara lain: 1. Berkurangnya rata-rata waktu alir (Mean Flow Time) 2. Berkurangnya makespan, yakni total waktu proses yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan 3. Berkurangnya rata-rata keterlambatan (Mean Tardiness) 4. Berkurangnya pekerjaan yang terlambat 5. Berkurangnya jumlah mesin yang mengganggur 6. Berkurangnya jumlah persediaan 20

39 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penjadwalan produksi adalah sebagai berikut: 1. Jumlah pekerjaan yang akan dijadwalkan 2. Jumlah mesin yang dapat digunakan 3. Ukuran dari keberhasilan pelaksanaan penjadwalan 4. Cara pekerjaan dating 5. Jenis aliran proses produksi II.6 Kapasitas Produksi Kapasitas adalah suatu tingkat keluaran, suatu kuantitas keluaran dalam periode tertentu, dan merupakan kuantitas tertinggi yang mungkin selama periode waktu itu. Untuk berbagai keperluan, kapasitas dapat disesuaikan dengan tingkat penjualan yang sedang berfluktuasi yang dicerminkan dalam jadwal produksi induk (master production schedule). Jadwal produksi yang realistik menjadi keberhasilan operasi suatu perusahaan yang mengakibatkan seluruh jenis sumberdaya terikat untuk memuaskan kebutuhan kuantitasnya dan komitmen hari pengiriman. Dalam hal ini, kapasitas juga berarti jumlah masukan sumberdayasumberdaya yang tersedia relatif untuk kebutuhan keluaran pada waktu tertentu. Tingkat kapasitas didapat melalui proses perancangan yang menghasilkan volume output yang tinggi dengan biaya rata-rata per unit minimum. Definisi-definisi lain tentang kapasitas produksi, dirinci sebagai berikut : a. Design capacity, yaitu perusahan merancang jumlah output yang dapat dihasilkan per satuan waktu. b. Rated capacity, yaitu jumlah output yang dapat dihasulkan oleh perusahaan per satuan waktu dengan didukung kemampuan fasilitas untuk memproduksi. (Biasanya lebih besar dari design capacity karena perbaikan periodik dilakukan pada mesin-mesin atau proses-proses) c. Standart capacity, yaitu tingkat output per satuan waktu yang telah ditetapkan sebagai sasaran operasi sebagai dasar dalam penyusunan anggaran. Kapasitas standar adalah sama dengan rated capacity dikurangi dengan cadangan keperluan pribadi standar, tingkat sisa (scrap) standar, berhenti untuk pemeliharaan standar, cadangan untuk pengawasan kualitas, dsb. d. Actual dan/atau operating capacity, yaitu tingkat output rata-rata per satuan waktu selama periode-periode waktu yang telah lewat. Ini adalah kapasitas standar ± cadangan-cadangan, penundaan, tingkat sisa nyata, dsb. 21

40 e. Peak capacity, yaitu jumlah output per satuan waktu (mungkin lebih rendah daripada rated, tetapi lebih besar daripada standart) yang dapat dicapai melalui maksimisasi keluaran, dan akan dilakukan dengan kerja lembur, menambah tenaga kerja, menghapuskan penundaan-penundaan, mengurangi-mengurangi jam istirahat, dan sebagainya. Kapasitas atau tingkat keluaran ini pada umumnya dinyatakan dalam satuan-satuan sebutan persamaan, seperti batang, ton, kilogram, meter, atau jam kerja yang tersedia. Sedangkan satuan-satuan waktu yang sangat penting bagi perencanaan kapasitas, dapat dinyatakan dalam satuan seperti jam, hari, minggu, atau bulan. Bila informasi ini tidak tersedia, rated capacity digunakan dan dapat diperkirakan dengan rumusan : Rated Capacity = jumlah mesin x jam kerja mesin x persentase penggunaan x efesiensi sistem.... (2.1) Sebagai contoh, suatu pusat kerja beroperasi 6 hari per minggu dengan basis dua shift (8 jam per shift) dan mempunyai 4 mesin dengan kemampuan sama. Bila mesin-mesin digunakan 75 % dari waktu pada tingkat efisiensi sebesar 90%, tingkat keluaran dalam jam kerja standar per minggu dapat dihitung sebagai berikut : Rated Capacity = (4) (8 x 6 x 2) (0,75) (0,90) = 259 jam kerja standar/minggu Kapasitas yang dinyatakan dalam rate tesebut (misal, jam standar per minggu) dipengaruhi oleh berbagai faktor ; baik faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable) seperti tanah, tenaga kerja, fasilitas alternatif urutan pengerjaan, pemeliharaan preventif, dan sebagainya, maupun faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) seperti kerusakan mesin, tingkat absensi, kekurangan bahan, pengerjaan kembali dan sisa produksi, prestasi tenaga kerja, dan masalah-masalah peraltan yang tidak biasa. (Handoko, 1999) II.7 Biaya Produksi Dalam suatu biaya sebenarnya diketahui ada 2 istilah atau terminology biaya yang perlu mendapat perhatian, yaitu: 1. Biaya (cost) yang dimaksud dengan pengertian biaya adalah semua pengorbanan yang dibutuhkan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang diukur dengan nilai uang 2. Pengeluaran (expence) yang dimaksud dengan expence ini biasanya berkaitan dengan sejumlah uang yang dikeluarkan atau dibayarkan dalam rangka mendapatkan suatu hasil yang diharapkan. (Yamit, 2003) 22

41 Dalam kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya (cost) memiliki pengertian yang jauh lebih lengkap dan mendalam dari pengeluaran Klarifikasi Biaya Konsep dan istilah berkembang selaras dengan kebutuhan disiplin keilmuan dan profesi (ekonom, insinyur, akuntan, dan desainer) sehingga dalam pengklarifikasian biaya banyak pendekatan yang dapat detemui. Oleh karena itu klasifikasi biaya dapat terbagi menjadi: 1. Biaya berdasarkan waktu Biaya berdasarkan waktu, meliputi: a. Biaya masa lalu (hystorical cost), yaitu biaya yang secara rill telah dikeluarkan dan dapat dibuktikan dengan catatan historis pengeluaran kegiatan b. Biaya perkiraan (predictive cost), yaitu perkiraan biaya yang akan dikeluarkan bila kegiatan itu dilaksanakan c. Biaya actual (actual cost), yaitu biaya yang dikeluarkan sebenarnya diwaktu sekarang 2. Biaya berdasarkan kelompok sifat penggunaannya Biaya berdasarkan kelompok sifat penggunaannya, meliputi: a. Biaya investasi (investment cost), yaitu biaya yang ditanamkan dalam rangka mempersiapkan kebutuhan usaha untuk siap beroperasi dengan baik. Biaya ini dikeluarkan pada awal-awal kegiatan usaha dengan jumlah relatif besar dan berdampak jangka panjang. Biaya investasi sering disebut juga sebagai modal usaha. b. Biaya operasional (operational cost), yaitu biaya yang dikeluarkan saat menjalankan aktivitas usaha. Biaya operasional bersifat periodik dan dikeluarkan secara rutin selama usaha itu masih berjalan c. Biaya perawatan (maintenance cost), yaitu biaya yang dikeluarkan untuk merawat, menjaga, menjamin performa kerja suatu fasilitas dan peralatan usaha agar selalu baik dan siap digunakan 23

42 3. Biaya berdasarkan produknya Biaya berdasarkan produknya, meliputi: a. Biaya Fabrikasi (factory cost), yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat proses produksi. Biaya fabrikasi terbagi menjadi 3 unsur, yaitu biaya langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead. b. Biaya komersial (commercial cost), yaitu akumulasi biaya yang dibutuhkan untuk membuat produk dapat dijual diluar biaya produksi dan dipergunakan untuk perhitungan harga jual produk. Biaya komersial terdiri dari biaya umum, biaya pemasaran, dan pajak usaha. 4. Biaya berdasarkan volume produk Biaya berdasarkan volume produk, meliputi: a. Biaya tetap (fixed cost), biaya yang dikeluarkan relatif sama walaupun volume produksinya berubah dalam batas tertentu b. Biaya variable (variable cost), biaya yang berubah besarnya secara proposional dengan jumlah produk yang dibuat c. Biaya semi variable (semi variable cost), biaya yang berubah tidak proposional dengan perubahan volume. II.8 Harga Pokok Produksi (HPP) Harga Pokok Produksi (HPP) adalah penjumlahan dari tiga unsur biaya produksi yaitu bahan baku, upah langsung dan overhead pabrik (Machfoedz, 1995). Dalam menentukan harga pokok produksi, informasi dari biaya yang dikeluarkan selama proses produksi sangat penting. Ada dua metode pendekatan dalam menentukan harga pokok produksi, yaitu: 1. Full Costing Metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap. 2. Variable Costing Variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel. (Mulyadi, 2005) 24

43 II.9 Harga Penjualan Produk Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa. Harga merupakan jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa tersebut (Kotler, 2001).Sederhananya, harga adalah sejumlah uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk atau jasa yang dibelinya guna memenuhi kebutuhan dan keinginan. Proses penetapan harga dilakukan sesuai dengan harga pasar. Karena itulah harga suatu barang merupakan struktur yang kompleks dari syaratsyarat penjualan yang saling berhubungan. Setiap perubahan dari struktur tersebut merupakan keputusan harga dan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh. II.9.1 Penentu Harga Jual Peranan perusahaan dalam proses penetapan harga jual barang sangat berbeda, tergantung dari bentuk pasar yang dihadapinya. Menurut Kusuma (2001), ada tiga bentuk penetapan harga jual: 1. Market Pricing Penetepan harga jual seperti ditentukan oleh pasar, jadi penjual tidak dapat mengendalikan harga yang dilempar ke pasaran. Harga suatu produk benar-benar ditetapkan oleh mekanisme penawaran dan permintaa. Keadaan ini memaksa penjual untuk tidak bisa menetapkan harga jual dengan pasti. 2. Government Controlled Pricing Penetapan harga jual dengan bentuk seperti ini dilakukan oleh pemerintah. Dalam beberapa hal, pemerintah berwenang untuk menetapkan harga barang atau jasa yang dijual di pasaran, terutama barang/jasa yang menyangkut kepentingan masyarakat. Perusahaan yang bergerak dalam bisnis barang/jasa yang sudah tertulis dalam penetapan oleh pemerinah tidak dapat menetapkan harga jual barang/jasanya sendiri. 3. Bussiness Controlled Pricing Penetapan harga dengan bentuk ini dilakukan oleh perusahaan yang berwenang. Penjual menetapkan harga jual barang dan pembeli bebas memilih untuk membeli produk tersebut atau tidak. Harga yang diputuskan oleh perusahaan telah melewati berbagai pertimbangan pasar dan faktor mekanisme internal perusahaan. Walaupun penawaran dan permintaan pasar serta peraturan-peraturan pemerintah tetap diperhatikan, namun harga akhir suatu produk tetap ditentukan oleh perusahaan. 25

44 II.9.2 Tujuan Penentuan Harga Jual Perusahaan memiliki dua tujuan dalam penentuan harga, pertama adalah tujuan primer seperti target penjualan tertentu dan laba yang diinginkan, dan kedua adalah tujuan sekunder sepeti perluasan pangsa pasar. Adapun tujuan utama dari penentuan harga jual adalah sebagai berikut: Memaksimalkan laba Menstabilkan keuntungan Mencapai target return of investment agar segera balik modal Mencapai target penjualan dalam waktu sesingkat-singkatnya Meningkatkan penjualan dan mempertahankan atau memperluas pangsa pasar II.9.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Selain ditentukan oleh pasar dan pemerintah, harga jual dapat ditentukan oleh perusahaan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga jual, juga pertimbangan yang dipakai perusahaan untuk menentukan harga jual adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2005): Harga bahan baku untuk produksi Kualitas dan upah karyawan Biaya penuh untuk memproduksi barang jadi Biaya penuh ini dijadikan harga minimal untuk penjualan suatu produk. Biaya penuh ini jangan melebihi harga jual ke konsumen untuk mencegah adanya kerugian. II.9.4 Cara Penghitungan Harga Jual Formula untuk menghitung harga jual per unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumusan berikut ini (Mulyadi, 2005): Harga Jual per Unit = Biaya (HPP) + % (persentase penambahan harga jual). (2.2) Persentase penambahan harga jual = ekspektasi laba + biaya lainnya... (2.3) Keterangan: Biaya (HPP) = Harga pokok produksi untuk unit yang dijual Ekspektasi laba = Keuntungan dan besaran balik modal yang diinginkan Biaya-biaya = Biaya-biaya lain diluar HPP 26

45 II.9.5 Metode Penentu Harga Jual Ada beberapa metode untuk menentukan harga jual suatu produk. Metode ini nantinya dapat dipakai oleh perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan sesuai target perusahaan. Perbedaan dari ketiganya dapat dilihat pada Tabel II.1 berikut ini: Tabel II.1 Metode Penentuan Harga Jual Pendekatan Unsur Biaya Unsur Mark-up Full Costing (Absorption Approach) Biaya Produksi (HPP) Ekspektasi laba + biaya lain non produksi Variable Costing (Contribution Approach) Biaya Produksi (HPP) + Biaya non produksi yang bersifat variabel Ekspektasi laba + biaya lain non produksi yang bersifat tetap Total Costing Biaya Produksi (HPP) + biaya non produksi Ekspektasi laba (Sumber: Prasetyo, 2016) II.10 Forecasting Peramalan dapat dilakukan secara kuantatif ataupun kualitatif. Pengukuran kuantitatif menggunakan metode statistic, sedangkan pengukuran kualitatif berdasarkan pendapat (judgement) dari yang melakukan peramalan. Berkaitan dengan itu dalam peramalan dikenal dengan istilah prakiraan dan prediksi. Prakiraan didefinisikan sebagai proses peramalan suatu kejadian (variable) di masa yang akan datang dengan berdasarkan data variabel yang berkaitan pada masa sebelumnya. Sedangkan prediksi adalah proses peramalan suatu variabel di masa yang akan datang dengan lebih mendasarkan pada pertimbangan subjektif/intuisi daripada data kejadian pada masa lampau. Pada umumnya terdapat dua metode dalam pengukuran kuantitatif, yaitu metode serial waktu (deret berkala, time series) dan metode kausal. Metode serial waktu adalah metode yang digunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan fungsi waktu, sedangkan metode kausal (causal explanatory model) mengasumsikan bahwa faktor yang diperkirakan menunjukan adanya hubungan sebab akibat dengan satu atau beberapa variabel bebas (independency), misalnya permintaan akan reparasi kapal berhubungan dengan jumlah kapal yang sedang beroperasi. 27

46 Dalam menentukan metode peramalan tertentu, tidak bisa dengan langsung memakai salah satu dari sekian banyak metode yang ada. Melainkan harus melalui pertimbanganpertimbangan yang sesuai untuk dapat menghasilkan prakiraan yang mendekati kebenaran. Berikut adalah klasifikasi metode yang dapat diterapkan (Sumayang, 2003), yaitu: 1. Metode kualitatif Metode ini digunakan bila hanya terdapat sedikit data historis. Pada umunya digunakan dalam meramal perkenalan produk dan jasa baru. Caranya adalah dengan menganalisis situasi pasar atau dengan pendekatan sistematik. 2. Metode kuantitatif- Time Series (Metode Extapolative) Metode ini dilakukan dengan cara membuat analisa yang selanjutnya akan diproyeksikan ke dalam peramalan permintaan atau demand untuk waktu yang akan datang. Rumus dasar metode ini adalah: Y(t) = (a+bt) [f(t)] + t... (2.4) Dimana: Y(t) = demand selama periode t a b = average level = trend f(t) = seasonal 3. Metode Kuantitatif Kausal atau Metode Explanatory Metode ini dapat digunakan bila terdapat data historis dan data yang berkaitan dengan faktor ekonomi dengan pola kecendrungan musiman dan fluktuasi. Sehingga dapat dibuat ramalan demand untuk masa mendatang. Faktor ekonomi yang dibutuhkan adalah: a. Pendapatan (disposable income) b. Persediaan (inventories) c. Biaya hidup (cost of living) d. Pembangunan fasilitas baru e. Rumah tangga baru (new married) Dari metode-metode tersebut diatas terbagi menjadi beberapa metode lagi. Untuk lebih jelasnya akan digambarkan pada Gambar II.18 sebagai berikut: 28

47 Gambar II.18 Skema pembagian metode peramalan Sumber: (Aji, 2010) Metode peramalan yang dipilih dalam tugas akhir ini adalah Exponential Smoothing Method. Exponesial Smooting Method adalah metode adalah metode peramalan Time Series yang didasarkan pada asumsi bahwa angka rata-rata baru diperoleh dari angka rata-rata lama dan data demand terbaru. Ada dua jenis Exponential, yaitu: Simple Exponential Smoothing Method Double Exponential Smoothing Method Secara umum metode Exponential Smoothing untuk meramalkan data yang telah terpola, dalam artian data telah konstan sedangkan untuk data yang memiliki tren tertentu dapat menggunakan metode kedua yaitu metode Double Exponential Smoothing Method. Karakteristik penyesuaian dikontrol dengan menggunakan faktor smoothing (0 µ 1). Secara praktis nilai µ menurut Brown, dipilih pada interval 0,1-0,9 (Elsayed A. Elsayed, Thomas O. Boucher, 1985). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Sumayang, 2003) At = µ Dt (1- µat-1...(2.5) Dimana: At-1 = angka rata-rata lama µ = faktor smoothing 29

48 Jumlah Jumlah Dt = demand terbaru Model seri waktu (time series) memprediksi besaran asumsi bahwa masa depan adalah fungsi dari masa lalu. Dengan kata lain, model ini melihat pada apa yang terjadi selama periode waktu dan menggunakan seri data masa lalu untuk membuat ramalan. Pada peramalan time series, terdapat beberapa komponen permintaan yang dapat diketahui yaitu tren (trend), rata-rata (average level), musiman (seasonality), fluktuasi (cycle), eratik (random), dan kesalahan/deviasi (error). Pola tren (trend) adalah suatu pola yang menunjukan adanya kenaikan atau bahkan penurunan atas data permintaan untuk jangka tertentu. Pola ini sesuai diterapkan dalam metode peramalan regresi linear dan exponential smoothing (Baroto, 2002). Grafik komponen permintaan berdasarkan pola tren dapat dilihat pada Gambar II.19. Gambar II.19 Grafik komponen permintaan berdasarkan pola tren Sumber: (Hendro, 2015) Sedangkan pola musiman adalah suatu pola yang menunjukan pergerakan permintaan yang dipengaruhi oleh musim. Sehingga biasanya interval perulangan terjadi dalam kurun waktu satu tahun. Pada pola ini, akan terlihat fluktuasi permintaan dalam satu interval waktu tertentu (periode) dapat dilihat pada Gambar II.20. Metode peramalan yang sesuai dengan pola ini adalah metode moving average dan weight moving average (Baroto, 2002) Gambar II.20 Grafik komponen permintaan berdasarkan pola musiman Sumber: (Priyana, 2015) 30

49 Jumlah Untuk pola siklikal (cycle), fluktuasi permintaan secara jangka panjang akan membentuk pola sinusoidal atau gelombang/siklus. Pola yang terbentuk hampir mirip dengan pola musiman, namun pada pola musiman bentuk dari kurva permintaan terhadap waktu adalah variatif dan waktunya secara umum berulang setiap tahunnya dapat dilihat pada Gambar II.21. Metode peramalan yang sesuai dengan pola ini adalah metode moving average dan exponential smoothing (Baroto, 2002) Gambar II.21 Grafik komponen permintaan berdasarkan pola siklik Sumber : (Dinten, 2015) Apabila dalam suatu perhitungan atau data tidak terdapat beban suatu permintaan (Dt = 0), maka dapat dilakukan pendekatan besar (demand) berdasarkan besar demand sebelumnya, (Spyros Makridakis, 1999). Rumus pendekatan yang dapat digunakan adalah: At+1 = At + ( Dt + F1 N N Dimana: At+1 = angka rata-rata untuk periode berikutnya )... (2.6) At Dt N = angka rata-rata terbaru = demand terbaru = Jumlah periode Dalam perhitungan nantinya akan diperlukan harga error, dimana besar kecilnya harga error ini tergantung dari besar kecilnya faktor smoothing yang dipilih. Selain itu juga akan terjadi absolute deviation (nilai error yang dijumlahkan dimana tanda negatif menjadi positif). Idealnya dalam melakukan peramalan dengan metode ini adalah mencari harga µ, sehingga didapatkan error dan absolute deviation sekecil mungkin. Harga error digunakan bertujuan untuk (Sumayang, 2003): Menyiapkan safety stock agar selama proses produksi tidak terjadi kekurangan persediaan 31

50 Mengetahui ada tidaknya data yang tidak sesuai dan harus diperhitungkan dalam peramalan, jika mungkin dihilangkan Mengetahui kapan peramalan tidak lagi mengikuti permintaan yang sesungguhnya, sehingga perlu diadakan pengaturan dan peramalan lagi Pemeriksaan error atau kesalahan dalam perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut: Mean Absolute Deviation Error ini dihitung dari nilai absolute error dari setiap periode dan merupakan nilai rata-rata dari jumlah periode. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: MAD = 1 n Et n t=1... (2.7) Dimana: Et = Error untuk periode waktu t = Dt-Ft Dt Ft n = Demand tahun ke t = ramalan pada periode ke t = jumlah periode yang digunakan Mean Square of Error Merupakan total rata-rata error pangkat 2, sehingga nilai error menjadi positif namun nilai error akan tidak berpengaruh. Formula yang dipakai adalah: MSE = 1 n n t=1 Et2... (2.8) Nilai akar dari MSE disebut dengan standar deviation (E = MSE) Cumulative Sum of Forecast Error Merupakan angka rata-rata dari error yang ada. Formula yang dipakai adalah: CFE = n t=1 Et... (2.9) Pada perhitungan peramalan dengan metode exponential smoothing, hal lain yang biasa dihitung adalah smoothing mean absolute deviation (MADt) dan Tracking Signal (TS). Smoothing Mean Absolte Deviation (MADt) adalah nilai rata-rata dari absolute deviation dari perhitungan ramalan dengan menggunakan metode exponential smoothing. Formula yang digunakan adalah: 32

51 MADt = α(dt Ft) + (1 α)madt 1... (2.10) Dimana: α = Faktor smoothing (0 α 1) Dt Ft = Demand tahun ke t = ramalan pada periode ke t MAD t-1 = nilai MAD t-1 periode sebelumnya Kegunaan dari MADt adalah (Sumayang, 2003): Untuk mengetahui adanya perilaku demand yang menyimpang dengan cara membandingkan antara standar deviasi dengan MADt (nilai demand dikatakan besar jika standard deviation > 3,75 MADt) Untuk memeriksa apakah hasil ramalan masih terletak pada jalur yang benar Tracking Signal (TS) adalah suatu metode untuk memeriksa error ramalan. Dimana pada umumnya bersifat data acak. Dengan kata lain untuk melihat apakah data masih pada jalur yang benar (Daniel Sipper, Robert L. Buffin, 1997). Formula dari tracking signal adalah (Sumayang, 2003): TS = CFE...(2.11) MADt Dimana: CFE = Cumulative sum of forecast error = n t=1 Et MADt = Smoothing Mean Absolute Deviation periode t II.11 Investasi Investasi memiliki beberapa pengertian diantaranya adalah sebagai berikut: Investasi menurut Kertonegoro (2000) Investasi merupakan wahana dimana dana ditempatkan dengan harapan akan dapat memelihara atau memperoleh nilai dan memberikan penghasilan yang meningkat atau return yang positif. Sedangkan menurut Handaru (1998) Investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal baik langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan tertentu sebagai hasil penanaman modal tersebut. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa keputusan investasi melibatkan tiga unsur pokok, yaitu: 33

52 1. Keuntungan yang akan diperoleh, Suatu proyek dimulai dari penanaman investasi yang dilanjutkan dengan pengembangan investasi tersebut dalam periode tertentu 2. Pengorbanan saat ini untuk memperoleh manfaat dimasa yang akan dating 3. Dalam jangka panjang (umur proyek) Kegiatan investasi telah direncanakan dan dilaksanakan dalam bentuk kesatuan dan jangka waktu tertentu Proses yang dimaksud diatas terdapat proses perencanaan, maka perencanaan yang dimaksudkan adalah perhitungan akan untung atau rugi, perhitungan akan jangka waktu pengembaliannya dan perhitungan kelayakan, dimana proses-proses tersebut dilakukan dengan cara mengadakan studi kelayakan proyek. Menurut Husnan dan Suwarsono (1994) Yang dimaksud dengan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Keberhasilan ini dapat ditafsirkan dalam arti terbatas yaitu keberhasilan dalam arti manfaat ekonomis (biasanya dipergunakan oleh pihak swasta) dan keberhasilan dalam artian yang lebih luas yaitu manfaatnya bagi masyarakat. Sedangkan karakteristik dasar dari suuatu proyek (investasi) adalah investasi (proyek) umumnya memerlukan pengeluaran saat ini untuk memperoleh manfaat di masa yang akan datang. Tujuan dari pada diadakannya suatu studi kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjuran peneneman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan studi kelayakan ini relatif kecil dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu investasi dalam jumlah yang besar. Aspek-aspek studi kelayakan bisnis, yaitu: aspek pasar, aspek teknis, aspek finansial, aspek manajemen. II.11.1 Kriteria Investasi Kriteria untuk suatu investasi sangat diperlukan untuk menentukan apakah suatu usulan investasi dapat diartikan Go Project atau Not Go Project. Apakah investasi tersebut feasible atau tidak. Dapat dikatakan bahwa semua kriteria menggunakan perbandinganperbandingan atau hubungan antara penerimaan dan seluruh pengeluaran. Usulan investasi yang feasible adalah usulan yang manfaatnya lebih besar atau paling tidak sama dengan pengeluarannya. 34

53 Menurut Sutrisno (2008) terdapat dua kriteria, yaitu: 1. Kriteria Internal Kriteria internal adalah kriteria yang terletak dalam proyek bersangkutan, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan investasi atau keadaan lain seperti inflasi, keadaan ekonomi, dan lain-lain. Dalam kriteria ini tidak diperlukan suatu reevaluasi apabila terjadi perubahanperubahan yang bersifat eksternal, reevaluasi diperlukan apabila terjadi perubahan yang bersifat internal. Contoh daripada kriteria internal adalah metode Pay Back Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. 2. Kriteria Eksternal Kriteria eksternal adalah kriteria yang dibandingkan dengan keadaan lain, terutama dibandingkan dengan usulan investasi lain. Kriteria ini juga dibandingkan dengan keadaan eksternal seperti tingkat inflasi dan perkembangan ekonomi, oleh karenanya jika terjadi perubahan-perubahan seperti perubahan tingkat inflasi, maka pada kriteria ini perlu mengadakan re-evaluasi. Contoh dari pada kriteria ini Benefit Cost of Ratio. Untuk usulan investasi berdasarkan kriteria diatas haruskah benar-benar diperhitungkan dengan kecermatan yang tinggi, haruslah diadakan forecasting (peramalan) dengan tingkat keakuratan yang dapat dipercaya. Menurut Handoko (1999) forecasting (peramalan) dan lingkungan ekstern makro sangatlan penting bagi operasi atau investasi perusahaan. Hal ini juga tergantung pada antisipasi dan adaptasinya terhadap perkembangan lingkungan ekstern makro. II.11.2 Metode Penilaian Investasi Seperti disebutkan sebelumnya bahwa kriteria investasi terbagi menjadi dua yaitu kriteria internal dan eksternal, dimana yang internal menggunakan pay back period, Net Present Value dan internal of return sedangkan yang eksternal menggunakan metode benefit cost ratio. Berikut ini adalah metode-metode yang sering digunakan untuk mengajukan usulan investasi: 1. Metode Pay Back Period (PBP) Menurut Husnan dan Suwarno (1994) metode Pay Back Period adalah Metode untuk mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali, karena itu satuan hasilnya bukan prosentase, tapi satuan waktu. Sedangkan menurut Riyanto (1998) metode Pay Back Period adalah satuan periode yang diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan proses atau aliran kas netto (Net Cash Flow), dengan 35

54 demikian metode ini menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang ditanam pada saat investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya. Dengan berdasarkan pada metode Pay Back Period usulan yang diterima adalah usulan yang menghasilkan Pay Back Period yang lebih pendek dari Pay Back maximum yang ditetapkan (umur ekonomis proyek). Keuntungan dari metode Pay Back Period adalah: a. Mudah dimengerti b. Lebih mengutamakan investasi yang menghasilkan aliran kas yang lebih cepat c. Beranggapan bahwa semakin lama waktu pengembalian, maka semakin tinggi resikonya d. Cukup akurat untuk mengukur nilai investasi yang dibandingkan untuk beberapa kasus dan bagi pembuat keputusan Kelemahan metode Pay Back Period adalah: a. Mengabaikan nilai waktu daripada uang (time value of money) b. Mengabaikan penerimaan-penerimaan investasi atau proses setelah pay back period tercapai 2. Metode Net Present Value (NPV) Menurut Husnan dan Swarsono (1994) metode Net Present Value adalah menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang. Pada metode ini menghitung selisih antara cash flow yang discounted pada tingkat bunga yang minimum (tingkat bunga yang relevan). Apabila jumlah Present Value dari keseluruhan proses yang diharapkan lebih besar dari Present Value investasinya, maka usulan dapat diterima. Dengan melihat Net Present Valuenya prositif yang berarti lebih besar dari nol, maka usulan diterima. Keuntungan dari metode Net Present Value adalah: a. Memperhatikan nilai waktu daripada uang (time value of money) b. Mengutamakan aliran kas yang lebih awal c. Tidak mengabaikan aliran kas selama periode proyek atau investasi 36

55 Kelemahan dari metode Net Present Value adalah: a. Memerlukan perhitungan Cost of Capital sebagai Discount Rate b. Lebih sulit penerapannya daripada Pay Back Period Untuk rumus perhitungan NPV adalah sebagai berikut: Dimana, C0 = investasi awal C = aliran kas (cash flow) R = suku bunga T = waktu 3. Metode Internal Rate of Return (IRR) Menurut Riyanto (1998) menyebutkan bahwa metode ini adalah metode yang memperhitungkan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proses yang diharapkan akan diterima sama dengan jumlah nilai sekarang pengeluaran modal, pada dasarnya metode ini harus dicari dengan cara trial dan error atau coba-coba Penilaian untuk metode Internal Rate of Return ini adalah Jika Internal Rate of Return yang diperoleh lebih kecil dari biaya bunga yang dipergunakan, maka proyek tersebut ditolak. Sebaliknya jika Internal Rate of Return yang diperoleh lebih besar, maka proyek tersebut diterima. Kelebihan metode Internal Rate of Return adalah: a. Tidak mengakibatkan aliran kas selama periode proyek b. Memperhitungkan nilai waktu daripada uang c. Mengutamakan aliran kas awal daripada aliran kas belakangan Kekurangan metode Internal Rate of Return adalah: a. Memerlukan perhitungan COC (Cost of Capital) sebagai batas minimal dari nilai yang akan dicapai b. Lebih sulit dalam melakukan perhitungan Untuk perhitungan rumus IRR adalah sebagai berikut: 37

56 Dimana, R1 = Suku bunga rendah R2 = Suku bunga lebih tinggi NPV1 = NPV yang didapat dari R1 NPV2 = NPV yang didapat dari R2 II.12 Kriteria penentuan Lokasi Industri Dalam kriteria penentuan lokasi industri dengan metode beban skor dilakukan beberapa pertimbangan, yaitu: kondisi lahan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan bahan baku, pemasaran, rencana tata ruang terkait penentuan lokasi, dan kecukupan infrastruktur (Djojodipuro, 1992). II.12.1 Kondisi Lahan Kondisi-kondisi lahan dalam penentuan lokasi industri terdiri atas kemampuan lahan dan penggunaan lahan. 1. Kemampuan Lahan Kemampuan lahan diperoleh berdasarkan data kemiringan yang ada. Berdasarkan data tersebut diperoleh klasifikasi menjadi tiga kelas yaitu kemampuan lahan rendah (kelas 1), yaitu kemiringan >15%, sedang (kelas 2) yaitu kemiringan 5%-15%, (kelas 3) tinggi yaitu kemiringan 0%-5%. 2. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan memberikan pengaruh yang sangat penting bagi penentuan lokasi industri. Adapun penggunaan lahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: kawasan perumahan, kawasan industri, dan kawasan pelabuhan II.12.2 Ketersediaan Tenaga Kerja Penentuan suatu lokasi industri mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja, seberapa banyak jumlah angkatan kerja yang secara resmi terdaftar sebagai pengangguran atau sedang mencari pekerjaan. Selain secara kuantitas, diperhatikan juga kualitas tenaga kerjanya, tingkat pendidikan, kemampuan, serta keterampilan yang menjadi kebutuhan industri tersebut. 38

57 Pada dasarnya tenaga kerja dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga manajerial. Selain dua faktor di atas, yang juga dipertimbangkan adalah tingkat upah tenaga kerja, sebagai contoh untuk industri besar skala Internasional banyak yang mendirikan cabang di Negara berkembang dikarenakan upah tenaga kerjanya lebih rendah dibandingkan dengan Negara asal. II.12.3 Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan lokasi industri. Adapun sub variabel yang terkait dengan ketersediaan bahan baku adalah kuantitas dan kualitas bahan baku, kontinuitas bahan baku, serta jarak dari bahan baku ke lokasi industri. Berikut adalah penjelasannya: Kuantitas Bahan Baku Kuantitas bahan baku sangat penting karena digunakan sebagai input kegiatan produksi. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan kuantitas bahan baku untuk industri peralatan tangkap kapal adalah sebagai berikut: o Kontinuitas Bahan Baku Ketersediaan bahan baku yang kontinu pada setiap tahun sangat mendukung industri peralatan tangkap kapal. Untuk itu kontinuitas sangat perlu untuk diperhatikan dalam penentuan lokasi industri peralatan tangkap kapal. Berdasarkan analisa sebelumnya, diketahui bahwa tingkat kontinuitas bahan baku adalah tidak kontinu, kontinu sedang, dan kontinu tinggi o Jarak Bahan Baku Jarak bahan baku disini merupakan jarak kecamatan dengan kecamatankecamatan yang dapat digunakan sebagai penghasil bahan baku. Semakin dekat dengan kecamatan tersebut, maka akan mudah memperoleh bahan baku. II.12.4 Pemasaran Permintaan pasar dalam hal ini merupakan besaran pasar bagi industri. Adapun besaran permintaan pasar sesuai dengan jarak dari klien lokasi. Dalam hal ini klien tersebut adalah galangan kapal ikan, nelayan dan distributor. Selain itu faktor yang berpengaruh adalah keberadaan pesaing industri komponen peralatan tangkap ikan pada daerah tersebut. 39

58 II.12.5 Rencana Tata Ruang Terkait Penetuan Lokasi Faktor yang tidak kalah penting guna mewujudkan pembangunan industri adalah menyesuaikan dengan rencana tata ruang yang ada (Dahuri, 2001). Rencana tata ruang sangat berpengaruh karena merupakan suatu instrumen untuk mengembangkan suatu wilayah. II.12.6 Kecukupan Infrastruktur Infrastruktur penunjang pada Tugas Akhir ini adalah listrik, air bersih, telepon, jaringan jalan, dan pelabuhan. Keberadaan infrastruktur dapat mendukung industri peralatan tangkap kapal Kecukupan Listrik dan telepon Untuk mengoperasionalkan industri dibutuhkan kecukupan listrik untuk operasionalkan peralatan dan mesin produksi, serta penerangan. Selain itu jaringan telepon sangat penting untuk komunikasi jarak jauh. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan listrik dan telepon. Kecukupan Air Bersih Untuk mengoperasionalkan industri dibutuhkan kecukupan air bersih. Air bersih ditinjau dari ketersediaan PDAM maupun air tanah pada daerah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan air bersih Kecukupan Jaringan Jalan Keberadaan jaringan jalan yang baik dapat mendukung proses produksi dalam pengiriman bahan baku serta penyaluran hasil produk yang telah diproduksi. II.12.7 Modal Salah satu faktor terpenting dalam membangun sebuah usaha adalah modal awal, dalam hal ini modal yang dimaksud adalah harga tanah per m yang diperuntukan untuk lokasi pengembangan industri peralatan tangkap kapal. 40

59 II.13 Perencanaan Tata Letak Pabrik Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri dan dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas fisik pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Dalam melakukan perancangan, apakah itu dalam upaya membangun sebuah pabrik yang baru ataupun melakukan perubahan, serta pengembangan dalam rangka meningkatkan produktivitas produksi. Diperlukan perencanaan dan konsep yang matang sebelum dilaksanakan. Karena ini sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha. Dimana dalam melaksanakan rancang bangun untuk menentukan suatu pabrik yang menghasilkan keuntungan dari segi ekonomi sering kali menghadapi bermacam-macam permasalahan yang kompleks. Untuk merancang suatu pabrik, berikut adalah proses tahapannya: 1. Dimulai dengan adanya ide awal atau gagasan 2. Melakukan analisa tentang aspek ekonomi dan pangsa pasar 3. Pencarian dan pengelolaan data untuk rancangan akhir (studi kelayakan) 4. Evaluasi ekonomi tahap akhir 5. Detail rancangan pabrik 6. Pengadaan peralatan pabrik 7. Proses pembangunan atau konstruksi 8. Perencanaan sumber daya manusia 9. Start up dan uji coba operasi 10. Produksi Tahap 1 disebut dengan inception atau pencetusan ide atau gagasan. Tahap 2 sampai dengan tahap 4 merupakan Basic Engineering Study (BES). Tahap 5 disebut dengan Detail Engineering Design and Construction (DEC). Tahap 6 dan 7 disebut dengan Engineering Procurement and Construction (EPC). Sedangkan tahap 8 sampai dengan tahap 10 adalah Start Up dan Operation. Tahapan suatu rancangan proyek selalu dimulai dengan adanya ide atau gagasan. Gagasan ini haruslah dimulai secara jelas dan juga konsisten. Sehingga memungkinkan untuk dibuat lingkup proyeknya. Spesifikasi umum, data laboratorium, dan yang terpenting adalah paling tidak data teknis haruslah sudah tercakup di dalam gagasan awal tersebut. 41

60 Tahapan proses desain pabrik biasanya diurutkan sebagai metode desain, studi kelayakan, pengembangan proses, desain serta kontruksi, dan operasi. Berikut adalah penjelasannya: 1. Metode Desain Metode desain yang dapat digunakan didalam membuat suatu desain proyek dapat mengacu pada metode desain sebagai berikut dan tergantung kepada detail serta ketelitian yang dibutuhkan. Antara lain: a. Preliminary atau Quick Estimate Design b. Detail Estimate Design c. Detail Design Preliminary atau quick estimate design atau disebut juga dengan desain pendahuluan. Pada tahap ini diletakkan dasar-dasar pokok desain engineering. Dalam arti segala sifat dari produk atau instalasi hasil proyek harus sudah dijabarkan. Biasanya dipergunakan sebagai basis untuk menentukan pekerjaan apa selanjutnya yang akan dilaksanakan pada proses proposal. Tugas penting dari desain pendahuluan ini adalah memberikan besaran kuantitatif dari berbagai parameter, sehingga dapat digunakan untuk menyusun atau menghitung kebutuhan biaya. Walaupun dengan akurasi yang belum begitu baik. Jika hasil preliminary design menunjukkan bahwa pekerjaan selanjutnya layak dan potensi keuntungan serta kebakuan proses, dapat ditentukan melalui analisa dan perhitungan. Namun bagaimanapun juga, spesifikasi yang tepat dari peralatan yang akan digunakan belum dapat diberkan disini. Bilamana detail estimate design menunjukkan adanya indikasi keberhasilan secara komersil, maka proses mendesain proyek dilanjutkan ke tahap berikutnya. Sebelum mencapai tahap rencana kontruksi untuk pabrik, persiapan untuk pelaksanaan proses desain harus sudah dipastikan. Spesifikasi lengkap untuk semua peralatan pabrik harus sudah ada. Kebutuhan biaya yang akurat sebagaimana yang diperlukan juga harus sudah didapatkan. Cetak biru atau blue print dari detail desain harus sudah memuat informasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan izin melaksanakan perencanaan akhir, yaitu melaksanakan kontruksi pabrik. 2. Studi Kelayakan Sebelum melakukan pekerjaan detail desain, faktor-faktor teknis dan ekonomis, serta lainnya harus diuji kelayakannya. Survey awal kelayakan haruslah memberikan indikasi ada kemungkinan berhasilnya pelaksanaan proyek tersebut. Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan didalam melakukan studi kelayakan, yaitu: 42

61 a. Raw Material/bahan baku (ketersediaan, kuantitas, kualitas, dan harga) b. Fasilitas dan peralatan yang tersedia saat ini c. Fasilitas dan peralatan yang harus disediakan/dibeli d. Estimasi biaya produksi dan total investasi e. Keuntungan (kemungkinan dan optimumnya produk per tahun, return of investment) f. Material konstruksi g. Safety h. Market/pasar (supply dan demand saat ini dan waktu yang akan datang, pengguna saat ini, kemungkinan pengguna baru, kemampuan membeli saat ini, kondisi harga produk sejenis, lokasi penjualan, kemungkinan jumlah pengguna/pembeli i. Persaingan (rata-rata statistic produksi, perbandingan dari bermacammacam proses manufaktur, persaingan spesifikasi produk) j. Penjualan dan pelayanan dalam penjualan (metode penjualan dan distribusi, iklan yang dibutuhkan, teknik pelayanan yang dibutuhkan) k. Syarat pengiriman dan kemasan pengangkut l. Paten dan persyaratan hokum Bilamana data detail atau proses dan spesifikasi produk yang ditetapkan telah tersedia, analisa lengkap tentang keadaan pasar, serta pertimbangan semua faktor penjualan telah dibuat. Maka analisa tersebut dapat menguraikan kebutuhan yang menyangkut keberadaan item h sampai l sebagaimana dicantumkan diatas. 3. Pengembangan Proses Dalam banyak hal survey kelayakan terindikasi adanya kebutuhan tambahan dana riset seperti laboratory atau pilot-plant. Sehingga program untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Karena hal itu perlu segera diadakan guna mendapatkan data yang akurat untuk desain 4. Desain Apabila informasi yang cukup telah tersedia, maka preliminary design dapat dilakukan dalam kerangka preliminary survey kelayakan (preliminary feasibility survey). Langkah pertama didalam persiapan preliminary design adalah pemantapan basis untuk desain. Langkah 43

62 berikutnya adalah menyiapkan proses diagram alir sederhana (simplified flow diagram), guna menggambarkan keadaan proses yang diinginkan. Disamping itu juga dibuat neraca massa (material balance) proses yang meliputi kecepatan alir produk, kondisi aliran produk dan spesifikasi bahan baku termasuk produknya. Langkah akhir adalah menyiapkan typical process design dalam bentuk tulisan atau laporan dari proses desain sebagai hasil kerja desain. Dari sinilah titik tolak akhir keputusan proyek ditentukan, yaitu dapat dilaksanakan atau harus dihentikan. Semuanya tergantung pada feasibility survey yang dilakukan, sebelum sejumlah dana dikeluarkan untuk membangun proyek tersebut. Sebab, sebelum final process design dimulai, pemilik perusahaan normalnya akan memastikan telah mendapatkan dana guna membangun proyek. Bilamana gambaran aspek ekonomi dari hasil kajian menunjukan hasil yang memuaskan, maka proyek pada dasarnya siap untuk dimulai. 5. Konstruksi dan Operasi Bilamana keputusan untuk melakukan kontruksi telah dibuat, maka target selanjutnya adalah bagaimana agar pabrik bisa segera beroperasi. Disini peranan waktu didalam fase konstruksi sangat penting karena keterlambatan akan mempengaruhi biaya investasi. Oleh karena itu didalam pemesanan peralatan utama harus benar-benar memperhatikan masalah waktu. Biasanya keterlambatan dapat disebabkan terlambatnya fabrikasi dari peralatan yang dipesan atau hambatan dalam transportasi. Tahap ini termasuk ke dalam tahapan yang kritis dan para ahli harus siap untuk bekerja sama dalam satu tim kerja dengan orang-orang yang terkait dengan pekerjaan konstruksi dan pembelian peralatan proyek. Selama berlangsungnya proses kontruksi para ahli harus hadir dilapangan untuk mengawasi dan mengevaluasi semua aktivitas yang berkaitan dengan desain. Karena kemungkinan perubahan dapat saja terjadi setiap saat sehingga jadwal pelaksanaan proyek dapat diperbarui atau direvisi guna menghindari keterlambatan waktu penyelesaian proyek. II.14 Penentuan Struktut Organisasi Struktur organisasi adalah sistem tugas, alur kerja, hubungan pelaporan dan saluran komunikasi yang dikaitkan secara bersama dalam pekerjaan individual maupun kelompok (Schermerhorn, 1996). Struktur organisasi menentukan strategi dan besarnya perusahaan yang dijalankan. Hal ini juga menyangkut ruang kerja yang dibutuhkan dalam menentukan layout industri dimana disesuaikan dengan jumlah kebutuhan orang yang tercantum pada struktur organiasasi 44

63 1. Formal Stucture, yaitu struktur organisasi yang disebutkan secara resmi (official state). Struktur organisasinya biasanya dalam bentuk diagram yang menggambarkan hubungan pelaporan dan pengaturan formal posisi kerja dalam sebuah organisasi. Keunggulan struktur/bagan organisasi seperti ini biasanya meliputi aspek-aspek berikut: Pembagian kerja Pengawas hubungan Saluran komunikasi Adanya beberapa sub-unit besar dalam organisasi tersebut, serta ada Tingkat manajemennya. Kelemahan dari struktur organisasi formal adalah segala sesuatunya harus diatur sesuai dengan formalitas yang ada, dan biasanya jika organisasi berkembang semakin besar akan ada banyak hambatan birokrasi didalamnya. 2. Informal Structure, adalah sebuah hubungan yang bersifat bayangan, tidak resmi, namun sering kritis dalam menanggapi suatu hal yang bersifat kolektif, dan terdapat hubungan kerja antara anggota organisasi tersebut yang bisa dilakukan secara langsung tanpa batas-batas formalitas. Adapun potensi keuntungan dari struktur informal ini diantaranya adalah: Membantu orang menyelesaikan pekerjaan mereka Mengatasi batas-batas struktur formal Mendapatkan akses ke jaringan interpersonal Dapat pelajaran informal Sedangkan kerugiannya bisa terjadi over-laping jika anggota dalam organisasi tersebut tidak bisa menempatkan tugas semestinya atau tanggungjawabnya, seperti: Kemungkinan bekerja melawan kepentingan terbaik dari seluruh organisasi. Kerentanan terhadap rumor/issue Adanya kemungkinan untuk membawa informasi yang kurang akurat Susah jika nantinya diajak untuk berubah Akan ada banyak pengalihan upaya kerja dari tujuan yang penting Merasa keterasingan jika ada orang luar yang masuk dalam organisasi tersebut. 45

64 3. Functional Structure, yaitu struktur organisasi yang terdiri dari orang-orang dengan keterampilan yang sama dan melakukan tugas-tugas serupa yang kemuadian dikelompokkan bersama menjadi beberapa unit kerja. Anggota-anggotanya bekerja di bidang fungsional sesuai dengan keahlian mereka. Jenis struktur organisasi seperti ini tidak terbatas pada bisnis saja. Jenis struktur seperti ini juga dapat bekerja dengan baik untuk organisasi kecil yang memproduksi beberapa produk atau jasa. Potensi keuntungan dari struktur organisasi fungsional: Dapat mencapai skala ekonomis pada masing-masing bagian Tugas sesuai dengan keahlian dan pelatihan tugas Berkualitas tinggi pemecahan masalah teknis Mendalam pelatihan dan pengembangan keterampilan Hapus jalur karir dalam fungsi Kekurangan struktur organisasi fungsional adalah: Adanya kesulitan dalam penunjukkan tanggung jawab secara tepat karena hanya mendahulukan rutinitas tugas Tempatnya cerobong asap masalah, dan tidak langsung ke akar permasalahan Kurang rasa kebersamaan dalam meraih tujuan bersama Menumbuhkan perspektif fungsional yang Terlalu banyak rujukan untuk membuat keputusan Kurang memperhatikan aspek strategis jangka panjang Menumbuhkan ketergantungan antar-fungsi dan kadang membuat koordinasi dan kesesuaian jadwal kerja menjadi sulit dilakukan 4. Divisional Structure, stuktur organisasi yang dikelompokkan berdasarkan pada produk yang sama, proses yang sama, kelompok orang yang melayani pelanggan yang sama, dan atau berlokasi di daerah yang sama di suatu wilayah geografis. Secara umum dalam struktur organisasi seperti ini biasanya bersifat kompleks, dan menghindari masalah yang terkait dengan struktur fungsional. Potensi keuntungan struktur divisi: Lebih banyak fleksibilitas dalam menanggapi perubahan lingkungan Peningkatan koordinasi 46

65 Poin tanggung jawabnya jelas Keahlian berfokus pada pelanggan tertentu, produk, dan wilayah Banyak kemudahan dalam restrukturisasi. Potensi kerugian struktur divisi: Duplikasi sumber daya dan upaya di seluruh divisi Persaingan dan koordinasi yang buruk bisa terjadi antar divisi Penekanannya hanya pada tujuan dan biaya devisi tersebut. 5. Matrix Structure, yaitu struktur organisasi yang menggabungkan antara struktur fungsional dengan struktur divisional untuk mendapatkan keuntungan dari kedua struktur tersebut dan meminimalkan kekurangan dari masing-masing struktur tersebut. Keuntungannya dari struktur matrik adalah: Lebih baik kerjasamanya antar lintas fungsi Peningkatan pengambilan keputusan Meningkatkan fleksibilitas dalam restrukturisasi Pelayanan pelanggan jadi lebih baik. Akuntabilitas kinerja lebih baik. Adanya peningkatan manajemen strategis karena mampu mencapai tingkat koordinasi yang diperlukan untuk menjawab tuntutan ganda lingkungan. Sangat sesuai untuk organisasi ukuran sedang. Kerugian dari struktur organisasi matrik adalah: Adanya sistem dua boss yang rentan terhadap perebutan kekuasaan Adanya sistem dua boss yang dapat membuat kebingungan tugas dan konflik dalam prioritas kerja. Rapat Team biasanya banyak memakan waktu. Adanya groupitis yang merugikan organisasi itu sendiri Peningkatan biaya karena menambah struktur tim 6. Horizontal Structure, biasanya fokus organisasi sekitar proses, dan bukan pada fungsi, menempatkan orang-orang yang bertanggung jawab atas proses inti dan dalam penurunan hirarki digunakan untuk meningkatkan penggunaan tim. Memberdayakan 47

66 orang untuk membuat keputusan kritis terhadap kinerja, dan biasanya sudah memanfaatkan teknologi informasi yang ditekankan pada multiskilling dan beberapa kompetensi. Dalam struktur organisasi ini orang-orang diajarkan bagaimana bekerja dalam kemitraan dengan orang lain, termasuk membangun budaya keterbukaan, kerjasama, dan komitmen kinerja. Keunggulan struktur organisasi horizontal adalah: Tingkatan managernya sedikit, sehingga biaya-biaya yang terkait dengan jabatan relatif kecil. Jalur perintah dan tanggung jawabnya pendek, sehingga lebih komunikasi lebih efektif, dan hambatan lebih mudah diatasi. Hambatan birokrasi dapat dihindari, dan penyelesaian pekerjaan dapat lebih cepat. Potensi kerugiannya adalah: Koordinasinya sulit dilakukan karena mengkoordinasi bawahan jadi banyak dan relatif lebih sulit. Pembinaan dan kontrol kurang efektif Spesialisasi tugas kurang mendalam 7. Team Structure, secara luas stuktur organisasi seperti ini menggunakan tim permanen atau sementara untuk memecahkan masalah, atau jika ada proyek khusus yang harus diselesaikan. Selain itu, dalam stuktur organisasi seperti ini sering menggunakan tim lintas fungsional. Potensi keuntungan struktur organisasi tim adalah: Menghilangkan kesulitan dengan komunikasi dan pengambilan keputusan Menghilangkan hambatan-hambatan antara departemen operasi Peningkatan moral Rasa keterlibatan dan identifikasi lebih besar Peningkatan antusiasme untuk bekerja Peningkatan mutu dan kecepatan pengambilan keputusan. Potensi kerugian struktur tim: Konflik loyalitas antara anggota 48

67 Waktu yang dihabiskan untuk meeting terlalu banyak. Efektifitas penggunaan waktu tergantung pada kualitas hubungan interpersonal, dinamika kelompok, dan manajemen tim. 8. Network Structure, yaitu struktur organisasi yang terdiri dari sebuah inti pusat yang dihubungkan melalui jaringan hubungan dengan kontraktor luar dan pemasok layanan penting lainnya. Potensi keuntungan dari struktur jaringan adalah: Perusahaan dapat beroperasi dengan sedikit karyawan tetap dan tidak perlu mengenal sistem internal yang kompleks Mengurangi biaya overhead dan meningkatkan efisiensi operasional Izin operasi dapat melintasi jarak yang jauh Potensi kerugian dari struktur jaringan: Kontrol dan koordinasi masalah mungkin timbul dari kompleksitas jaringan. Potensi kehilangan kontrol atas kegiatan outsourcing. Potensi kurangnya loyalitas di kalangan kontraktor yang jarang digunakan. Jika terlalu agresif dibidang outsourcing bisa berbahaya. 49

68 50 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

69 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Jenis Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang bersifat deskriptif dimana data yang didapat merupakan hasil wawancara, observasi, dan studi pustaka. Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif ini adalah memberikan deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. III.2 Jenis dan Sumber Data III.2.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data kualitatif Yaitu data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi langsung dengan pihak terkait. Bentuk lain dari data kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui internet dan studi pustaka 2. Data kuantitatif Yaitu data yang berbentuk angka atau bilangan sesuai dengan kebutuhan peneliti III.2.2 Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan adalah: 1. Data primer Yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya. Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer adalah: melakukan wawancara dan observasi dengan pihak terkait (industri manufaktur peralatan tangkap kapal dan galangan). 2. Data sekunder Yaitu data yang diperoleh dari studi pustaka dan internet yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas oleh peneliti. 51

70 III.3 Proses Pengerjaan III.3.1 Tahap Latar Belakang Masalah Tahap ini adalah bagian yang berisi latar belakang masalah yang berisikan kemampuan industri penunjang dan pendukung nasional yang masih rendah dalam mendukung sektor kelautan dan perikanan. Salah satu industri penunjang dan pendukung adalah industri komponen peralatan tangkap. Industri ini sangat potensial di Indonesia dikarenakan tingkat permintaan yang tinggi dan persaingan yang masih rendah. Dengan adanya pengembangan industri komponen peralatan tangkap di Indonesia, diharapkan dapat menyokong aktivitas penangkapan ikan serta meningkatkan pendapatan Negara dari sektor perikanan. III.3.2 Tahap Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah estimasi permintaan komponen peralatan tangkap ikan (fishing gear) untuk kebutuhan di Indonesia, analisa teknis dan ekonomis industri pendukung komponen peralatan tangkap ikan (fishing gear) di Indonesia. III.3.3 Tahap Pengumpulan Data Tahapan ini adalah pengumpulan data yang menunjang dalam penulisan Tugas Akhir ini terdiri atas: 1. Data pemakaian peralatan tangkap ikan pada tahun Data ini diperoleh dari Dinas Perikan dan Kelautan Jawa Timur. Yang berisikan jumlah peralatan tangkap yang beredar di Jawa Timur pada tahun Data jumlah armada kapal Ikan yang akan dibangun periode Data kapal ikan yang akan dibangun pada program pengadaan kapal ikan diperoleh dari website kementerian kelautan dan perikanan. 3. Data komponen peralatan tangkap Data komponen peralatan tangkap kapal merupakan detail komponen yang terdapat pada peralatan tangkap kapal. 4. Data existing kapal ikan regional Jawa Timur Data ini diperoleh dari Dinas Perikan dan Kelautan Jawa Timur. Yang berisikan jumlah kapal ikan yang beredar di Jawa Timur pada tahun

71 III.3.4 Tahap Pengolahan Data Pada tahap ini data yang sudah diperoleh kemudian diolah untuk digunakan tahap selanjutnya pada penyusunan tugas akhir ini, pengolahan data ini meliputi: 1. Estimasi jumlah armada kapal ikan tahun Estimasi permintaan komponen peralatan tangkap berdasarkan jumlah armada kapal ikan yang telah dilakukan forecast III.3.5 Tahap Analisis Teknis Pada tahap ini yang dilakukan adalah pemilihan lokasi, proses pembuatan produk, pemeriksaan hasil produksi, peralatan dan mesin yang digunakan untuk proses produksi, layout dari pabrik, dan standar keselamatan kerja. III.3.6 Tahap Analisis Ekonomis Setelah diketahui analisa teknis dan aspek lainnya, maka langkah selanjutnya adalah analisa secara ekonomis. Pada tahap ini yang dilakukan adalah penentuan biaya pengembangan industri komponen peralatan tangkap, biaya operasional, penentuan harga pokok produksi, penentuan penjualan produk, kelayakan investasi, analisa sensitivitas dan analisa pesaing usaha. III.3.7 Tahap Kesimpulan dan Saran Tahap ini adalah berupa kesimpulan dari analisa-analisa yang telah dilakukan sebelumnya, serta dikemukakan saran-saran yang diperlukan untuk pengembangan lebih lanjut dari Tugas Akhir ini. III.4 Bagan Alir Bagan alir pengerjaan ini menjelaskan tahap-tahap yang dilakukan dalam menyelesaikan penelitian Tugas Akhir. Proses yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar III.1: 53

72 54 Gambar III.1 Alur Pengerjaaan Tugas Akhir

73 BAB IV ANALISA PASAR INDUSTRI PERALATAN TANGKAP IV.1 Kondisi Existing Industri Peralatan Tangkap Analisa kondisi industri yang sudah ada perlu dilakukan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu dikembangkan dan diteliti lebih lanjut dalam rangka pengembangan industri yang lebih baik. Hal yang dapat dilihat antara lain teknologi produksi, fasilitas produksi, manajemen perusahaan, produk yang dihasilkan dan lain-lain. Berikut kondisi industri peralatan tangkap di Indonesia saat ini: IV.1.1 Perlengkapan Tangkap yang Terpasang pada Kapal Ikan Perlengkapan tangkap yang ada pada kapal ikan disesuaikan dengan kebutuhan pada operasi penangkapan dan peralatan tangkap yang digunakan. Maka dari itu ada berbagai macam perlengkapan tangkap yang digunakan di Indonesia yang umum digunakan oleh para nelayan. Berikut macam perlengkapan tangkap kapal ikan sesuai dengan jenis kapal ikannya: a. Kapal Ikan Purse Seine Kapal Ikan Purse Seine adalah kapal yang dibangun khusus untuk menangkap ikan dengan penggunaan alat tangkap purse seine atau sering disebut pukat cincin, sekaligus menampung, menyimpan, mendinginkan, dan mengangkut hasil tangkapannya. Kapal ini umumnya menangkap ikan jenis pelagis dalam bentuk schooling fish seperti ikan layang, ikan selar, ikan tongkol, dan cakalang. Perlengkapan tangkap kapal ikan purse seine yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar IV.1. Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan penyusun dari jaring purse seine yang terdiri dari jaring, tali ris atas & bawah, selvedge (tenunan), tali kerut, pelampung, pemberat dan tali ring. Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 4 yakni lure/attraction tools (umpan), alat navigasi, permesinan tangkap dan instalasi main deck. Untuk umpan, pada siang digunakan rumpon atau FAD (Fish Aggregating Device) yang dipersiapkan jauh-jauh hari dan pada malam hari menggunakan lampu-lampu yang berfungsi menarik ikan. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF. Untuk permesinan tangkap, dapat digunakan winch atau net hauler untuk penarikan jaring ke dalam kapal. Bisa juga menggunakan powerblock yang terinstalasi dengan tiang tambahan. Ada pula kombinasi penggunaan powerblok beserta net hauler untuk mengurangi jumlah tenaga manusia yang bekerja untuk menarik dan menggulung 55

74 jaring ikan. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan yang dibutuhkan yakni purse block, purse ring stowage, capstan, dan seine skiff. Gambar IV.1 Perlengkapan Kapal Ikan Purse Seine b. Kapal Ikan Trawl Kapal Pukat Hela (Trawl) adalah kapal yang didesain untuk menarik pukat hela di belakang kapal. Umumnya kapal-kapal pukat hela memiliki geladak kerja di buritan kecuali untuk kapal hasil modifikasi dari kapal lain (kapal-kapal niaga). Hasil tangkapan ada yang langsung ditangani di atas dek dan untuk kapal-kapal pukat hela yang berukuran besar dilakukan di bawah dek (working space). Perlengkapan tangkap kapal ikan trawl yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar IV.2: Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan penyusun dari jaring trawl yang terdiri dari jaring yang terbagi menjadi 3 bagian yakni body, mouth & wing, tali ris atas & bawah, cod-end (kantung penampung ikan), tali penarik, pelampung, dan pemberat. Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 3 yakni alat navigasi, permesinan tangkap dan instalasi main deck. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF. Untuk permesinan tangkap, 56

75 dapat digunakan winch atau net hauler untuk penarikan jaring ke dalam kapal yang diposisikan pada buritan kapal karena penarikan dilakukan selama kapal berjalan. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan seperti boom & rig, outrigger, towing block, snatch block, dan otter board Gambar IV.2 Perlengkapan Kapal Ikan Trawl c. Kapal Ikan Penggaruk (Dredger) Kapal ikan Dredger (Penggaruk) termasuk kategori kapal pukat hela dasar. Kapal ini dirancang untuk mengoperasikan pukat garuk sebagai pengumpul kerang-kerangan di dasar laut dengan cara menghelanya di belakang kapal. Perlengkapan kapal ikan penggaruk yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar IV.3. Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan penyusun dari alat penggaruk yang terdiri dari frame (rangka penggaruk), chain mesh dan tynes (gigi penggaruk) atau bisa menggunakan coarse mesh (rangkaian rantai yang kasar). Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 3 yakni alat navigasi, permesinan tangkap dan instalasi main deck. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF. Untuk permesinan tangkap, dapat 57

76 digunakan winch atau net hauler untuk penarikan alat penggaruk. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan yang dibutuhkan yakni boom & rig, towing block, dan snatch block. Gambar IV.3 Perlengkapan Kapal Ikan Dredger d. Kapal Ikan Lift Nets Kapal ikan lift nets (jaring angkat) adalah kapal yang didisain dan dilengkapi peralatan yang digunakan untuk mengoperasikan lift net berukuran besar. Peralatan ini ditata di geladak untuk menaik-turunkan lift net di lambung kanan dan lambung kiri secara bergantian. Kapal-kapal ini juga dilengkapi dengan lampu-lampu penarik perhatian ikan baik di permukaan maupun di bawah air. Perlengkapan kapal ikan lift net yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar IV.4. Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan penyusun dari jaring lift net yang terdiri dari jaring, tali ris atas & bawah, frame yang tersusun untuk pengangkatan jaring, tali penarik, pelampung, dan pemberat. Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 4 yakni lure/attraction tools (umpan), alat navigasi, permesinan tangkap dan instalasi main deck. Untuk umpan, pada pengoperasian awal digunakan search light untuk mencari dan menarik perhatian ikan selanjutnya digunakan lampu yang dapat bergerak (attracting light) untuk menggiring ikan ke atas jaring yang telah disiapakan dan terakhir penggunaan lampu untuk memposisikan ikan agar tetap di atas jaring. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk 58

77 pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF. Untuk permesinan tangkap, dapat digunakan winch penarikan frame beserta jaring pada sisi kapal. Tapi umumnya masih menggunakan tenaga manusia untuk menarik frame serta jaring. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan yang dibutuhkan yakni boom & rig, towing block dan snatch block. Gambar IV.4 Perlengkapan Kapal Ikan Lift Net e. Kapal Ikan Falling Gear Kapal ikan falling gear (alat yang dijatuhkan) adalah kapal yang didisain dan dilengkapi peralatan untuk pelemparan jaring dalam operasi penangkapan ikan. Alat tangkap yang umum digunakan adalah cast net. Target utama tangkapan adalah cumi-cumi, namun dapat digunakan juga untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil. Hasil tangkap dominan adalah ikan-ikan pelagis yang memiliki kemampuan rendah. Perlengkapan kapal ikan falling gear yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar IV.5. Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan penyusun dari cast net (jaring lempar) yang terdiri dari net panels, tali ris atas & bawah, braille line, loop, tali penarik, swivel dan pemberat. Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 4 yakni lure/attraction tools (umpan), alat navigasi, permesinan tangkap dan 59

78 instalasi main deck. Untuk umpan, pada siang digunakan rumpon atau FAD (Fish Aggregating Device) yang dipersiapkan jauh-jauh hari dan pada malam hari menggunakan lampu-lampu yang berfungsi menarik ikan. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF. Untuk permesinan tangkap, dapat digunakan winch atau net hauler untuk penarikan jaring ke dalam kapal. Umumnya dilakukan penarikan sendiri oleh kru kapal tanpa mesin untuk jaring cast net yang kecil. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan yang dibutuhkan bila menggunakan permesinan tangkap yakni boom, pulley dan outrigger. Gambar IV.5 Perlengkapan Kapal Ikan Falling Gear f. Kapal Ikan Gill Netter Kapal Ikan Gill Netter (jaring insang) adalah kapal yang didisain sangat sederhana, umumnya berukurak kecil dan memiliki geladak terbuka hingga yang berukuran besar yang beroperasi di lautan terbuka. Jenis kapal ini tidak banyak memerlukan perlengkapan penangkapan. Kapal gillnet kecil umumnya memiliki kamar kemudi di bagian belakang yang sekaligus berfungsi sebagai ruang akomodasi. Perlengkapan kapal ikan gill netter yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar IV.6. Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan penyusun dari 60

79 jaring insang (gill net) yang terdiri dari jaring utama, tali ris atas & bawah, tali selambar, mata jaring, pelampung, pemberat dan tali penarik. Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 4 yakni lure/attraction tools (umpan), alat navigasi, permesinan tangkap dan instalasi main deck. Untuk umpan, pada siang digunakan rumpon atau FAD (Fish Aggregating Device) yang dipersiapkan jauh-jauh hari dan pada malam hari menggunakan lampu-lampu yang berfungsi menarik ikan. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF. Untuk permesinan tangkap, dapat digunakan winch atau net hauler untuk penarikan jaring ke dalam kapal. Bisa juga menggunakan powerblock yang terinstalasi dengan tiang tambahan. Ada pula kombinasi penggunaan powerblok beserta net hauler untuk mengurangi jumlah tenaga manusia yang bekerja untuk menarik dan menggulung jaring ikan. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan yang dibutuhkan yakni roller, boom, capstan, dan outrigger. Gambar IV.6 Perlengkapan Kapal Ikan Gill Netter 61

80 g. Kapal Ikan Pole & Line Kapal ikan Pole & Line (joran/huhate) memiliki dua tipe, yaitu tipe Amerika dan tipe Jepang. Huhate yang dioperasikan di Indonesia umumnya menggunakan tipe Jepang karena pemancingan dilakukan di haluan. Pada kamar kemudi dan akomodasi ditempatkan di bagian buritan. Kapal ini dilengkapi dengan tangki umpan hidup dan water sprayer yang digunakan untuk menarik perhatian ikan. Perlengkapan kapal ikan pole & line yang umum dapat digunakan pada Gambar IV.7. Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan rangkaian dari alat pancing yang terdiri dari gandar/joran, mata pancing, dan tali mata pancing. Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 3 yakni lure/attraction tools (umpan), alat navigasi, dan instalasi main deck. Untuk umpan, dapat digunakan rumpon atau FAD (Fish Aggregating Device) namun umunya menggunakan sprayer yang berisi umpan ikan-ikan kecil. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF.. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan yang umumnya digunakan yakni pipa saluran umpan untuk sprayer dan tangka umpan hidup yang terhubungan dengan saluran pipa Gambar IV.7 Perlengkapan Kapal Ikan Pole & Line 62

81 h. Kapal Ikan Tonda Kapal ikan tonda adalah kapal penangkapan ikan dengan pancing yang ditarik sepanjang permukaan. Ukuran kapal tonda sangat variatif dari yang berukuran kecil dengan geladak terbuka hingga berukuran besar yang dilengkapi dengan sistem refrigerasi sepanjang meter. Umumnya kapal digerakkan dengan mesin tetapi juga dipasang layar untuk mempertahankan haluan saat sedang melakukan tarikan/towing. Perlengkapan kapal ikan tonda yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar IV.8. Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan penyusun dari rangkaian tali pancing yang tersebar yang terdiri dari tali utama, tali cabang, kili-kili/swivel, mata pancing bermata ganda, papan penenggelam, pemberat, cincin dan lazy line. Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 4 yakni lure/attraction tools (umpan), alat navigasi, permesinan tangkap dan instalasi main deck. Untuk umpan, digunakan rumpon atau FAD (Fish Aggregating Device) yang dipersiapkan jauh-jauh hari. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF. Untuk permesinan tangkap, dapat digunakan line hauler untuk penarikan tali ke arah kapal. Bisa juga menggunakan hand reel line yang digulung secara manual. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan yang dibutuhkan yakni boom dan pulley. Gambar IV.8 Perlengkapan Kapal Ikan Tonda 63

82 i. Kapal Ikan Longline Kapal ikan longline (rawai) adalah kapal yang dilengkapi dengan puluhan hingga ratusan kail pancing dengan tali pancing bercabang yang berjumlah sama dalam satu tali utama. Umumnya longline ditarik dari lambung kapal (bow side) dengan menggunakan line hauler sedangkan setting dan penataan komponen longline ditentukan oleh tipe longline yang digunakan. Perlengkapan kapal ikan longline yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar IV.9. Perlengkapan tangkap dibagi menjadi 2 bagian yakni kontruksi alat tangkap dan alat bantu tangkap. Kontruksi alat tangkap dibawah merupakan penyusun dari rangkaian tali pancing yang terbentang panjang yang terdiri dari tali utama, tali cabang, tali pelampung, mata pancing serta umpan, radio buoy, light buoy dan pelampung. Untuk alat bantu tangkap dibagi lagi menjadi 3 yakni lure/attraction tools (umpan), alat navigasi, permesinan tangkap dan instalasi main deck. Untuk navigasi, GPS dan radio komunikasi harus terpasang dan untuk pencarian ikan dapat menggunakan fish finder atau RDF. Untuk permesinan tangkap, dapat digunakan line hauler untuk penarikan tali ke arah kapal. Untuk instalasi main deck, ada beberapa instalasi tambahan yang dibutuhkan yakni line arranger, side roller, wadah pelampung, wadah radio buoy & light buoy, dan line thrower. Gambar IV.9 Perlengkapan Kapal Ikan Longline 64

83 IV.1.2 Kondisi Industri Komponen Peralatan Tangkap Industri komponen peralatan tangkap sebenarnya sudah umum di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan individu ataupun perusahaan bidang perikanan untuk meningkat efisiensi dalam penangkapan ikan. Saat ini, keadaan industri peralatan tangkap khususnya permesinan tangkap masih berbentuk bengkel mesin tampak pada Gambar IV.10 yang berada di daerah Palang Kabupaten Tuban dengan beberapa peralatan seperti mesin las litrik, mesin roll, gerinda tangan dan lain-lain. Umumnya di pesisir pantai utara, bengkel permersinan tangkap masih berupa industri kecil untuk menangani permintaan peralatan tangkap untuk kapal 10 GT hingga 30 GT di area pelabuhan perikanan, terkecuali untuk daerah Juwana, Kabupaten Pati dengan rata-rata kapal di atas 100 GT. Bengkel ini melayani jasa perakitan permesinan tangkap seperti net hauler dan line hauler hingga instalasi di kapal, juga melayani perbaikan dari permesinan tangkap tersebut. Gambar IV.10 Bengkel permesinan tangkap di TPI Palang, Tuban Untuk daerah Pelabuhan Benoa di Bali, umumnya peralatan tangkap diimpor dari luar negeri karena rata-rata kapal perikanan di pelabuhan tersebut milik perusahaan perikanan berskala besar seperti PT. Bandar Nelayan, PT. AKFI, PT Bali Tuna Segar dan lain-lain. Namun terdapat 65

84 juga bengkel permesinan tangkap di beberapa titik di sekitar pelabuhan yang menangani produk permesinan tangkap yang umumnya untuk penangkapan ikan tuna yakni line hauler. Dapat dilihat pada Gambar IV.11, salah satu bengkel line hauler yang berada di dalam komplek Pelabuhan Benoa. Gambar IV.11 Bengkel permesinan tangkap di Pelabuhan Benoa CV. Sumber Cahaya Diesel yang tampak pada gambar diatas melayani perakitan hydraulic line hauler beserta jasa instalasinya dan reparasi. Bengkel ini dilengkapi fasilitas seperti mesin bubut, mesin drill, blow torch, gerinda tangan, mesin las, dan lain-lain. Namun fasilitas produksi tersebut tidak hanya digunakan untuk permesinan tangkap namun juga perpipaan, fabrikasi part kapal dan permesinan pada kapal ikan. Dari dua sampel bengkel permesinan di atas di dua daerah yang berbeda dapat diasumsikan bahwasanya industri permesinan tangkap di Indonesia masih perlu dibenahi dan dikembangkan dari segi fasilitas produksi dan teknologi produksinya IV.1.3 Produk Permesinan Tangkap Dalam Negeri Dalam operasi penangkapan ikan di laut lepas, nelayan di Indonesia melengkapi perlengkapan tangkapnya untuk mendapatkan hasil yg maksimal. Contohnya dalam operasi 66

85 penangkapan ikan dengan purse seine untuk menarik jaring dengan diameter yang sangat besar dan bobot yang berat, nelayan menggunakan net hauler untuk membantu dalam menarik jaring sekaligus menggulung jaring agar dapat digunakan kembali atau dapat juga menggunakan powerblock yang digantung pada tiang kapal untuk mempermudah penarikan jaring dari laut ke atas kapal. Produk permesinan tangkap yang umum dapat dijumpai di perairan utara pulau dapat dilihat pada Gambar IV.12 dibawah ini. Untuk gambar sebelah kiri didapat di daerah Palang, Kabupaten Tuban. Untuk gambar sebelah kanan didapat di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo. Net hauler ini memanfaatkan mesin bekas dari truk-truk sebagai penggerak dan pemutar drum/penggulung. Untuk main shaft nya menggunakan poros yang didapat dari poros ban truk atau dapat dibuat sendiri dengan pipa galvanic steel selanjutnya dihubungkan ke mesin diesel pada kapal sebagai sumber tenaga dari permesinan tangkap tersebut. Permesinan tangkap ini digunakan untuk penangkapan dengan cantrang, purse seine, payang dan jenis penangkapan jaring lainnya. Gambar IV.12 Permesinan tangkap (net hauler) yang umum dijumpai di perairan utara Laut Jawa Untuk daerah pelabuhan Benoa karena umumnya penangkapan ikan menggunakan longline, maka permesinan tangkap yang digunakan adalah line hauler. Line hauler yang digunakan pada kapal-kapal perikanan di pelabuhan Benoa sudah cukup canggih dapat dilihat pada Gambar IV.13. Ada yang menggunakan tenaga hidraulik sebagai penggerak utama dan ada juga yang telah menggunakan mesin elektrik untuk penggerak utama permesinan tangkap. 67

86 Gambar IV.13 Permesinan tangkap (line hauler) di pelabuhan Benoa, Bali IV.2 Potensi Pasar Industri Peralatan Tangkap Potensi pasar dari industri peralatan tangkap dapat dilihat diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur berupa data penggunaan peralatan tangkap yang digunakan di perairan Jawa Timur, data perencanaan pembangunan kapal ikan yang digagaskan Kementerian Kelautan Perikanan dalam masa jabatan Presiden Joko Widodo periode , jumlah armada kapal ikan untuk tahun , dan peta pelabuhan perikanan Untuk mengukur besarnya jumlah permintaan komponen peralatan fishing gear kapal ikan, digunakan data jumlah kapal ikan yang sudah ada langsung diproyeksikan untuk 10 tahun ke depan. Jumlah kapal ini disesuaikan dengan macam-macam kapasitas kapal ikan dari 5 GT- 30 GT. Dari jumlah armada kapal tersebut selanjutnya ditentukan proyeksi permintaan produk peralatan fishing gear. 68

87 IV.2.1 Peta Pelabuhan Perikanan Indonesia Pelabuhan perikanan merupakan basis utama dalam aktivitas kegiatan industri perikanan tangkap terkait pusat pendaratan ikan hasil tangkapan, pemasaran ikan, kegiatan operasional kapal-kapal ikan dan lain-lain. Pelabuhan perikanan tersebar di seluruh wilayah pesisir Indonesia untuk mengakomodasi aktivitas perikanan tangkap. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penting dalam penentuan posisi lokasi industri komponen fishing gear dimana semakin dekat dengan wilayah pelabuhan semakin dekat juga dekat konsumen dalam hal ini pemilik kapal ikan. Berikut posisi wilayah pelabuhan perikanan di Indonesia: Gambar IV.14 Peta Pelabuhan Perikanan Indonesia Sumber : (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2016) Pada Gambar IV.14 dijelaskan lokasi pelabuhan perikanan yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia. Berikut penjelasan dari indikator warna yang ada pada gambar: 1. Warna biru tua untuk PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera) 2. Warna merah untuk PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) 3. Warna hijau untuk PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) 4. Warna biru muda untuk PPI PUD (Pangkalan Pendaratan Ikan Perairan Umum Daratan) 5. Warna kuning untuk CPPI (Calon Pangkalan Pendaratan Ikan) 6. Warna ungu untuk PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) 7. Warna merah muda untuk PPS (Pelabuhan Perikanan Swasta) 69

88 Untuk rekapitulasi jumlah pelabuhan perikanan tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.1 di bawah ini: Tabel IV.1 Jumlah Pelabuhan Perikanan tiap Kelasnya di Perairan Indonesia No WPP-RI Kelas Pelabuhan Perikanan PPS PPN PPP PPI 1 WPP-RI 571 (Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman) 2 WPP-RI 572 (Perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda) 3 WPP-RI 573 (Perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian barat 4 WPP-RI 711 (Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan) WPP-RI 712 (Perairan Laut Jawa) WPP-RI (Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali) 7 WPP-RI 714 (Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda) 8 WPP-RI 715 (Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau 9 WPP-RI 716 (Perairan Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera) 10 WPP-RI 717 (Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik) 11 WPP-RI 718 (Perairan Teluk Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian Timur) Sumber: (Industri, 2015) 70

89 IV.2.2 Data Jumlah Penggunaan Alat Tangkap Berdasarkan Jenisnya Dalam perencanaan pembuatan industri, pengetahuan tentang konsumen atau target pasar yang akan membeli produk harus diketahui dengan baik untuk mendapat keuntungan dan pengembalian modal. Untuk itu dibutuhkan data konsumen untuk mengetahui besarnya kesempatan dalam membangun industri. Data yang digunakan merupakan hasil pendataan jumlah dari alat tangkap ikan yang digunakan di daerah Jawa Timur oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur dapat dilihat Tabel IV.2 dan Gambar IV.15. Jenis alat tangkap dalam data ini disesuaikan dengan alat tangkap yang direncanakan akan disumbangkan ke nelayan di Indonesia Berikut adalah tabel jumlah alat-alat tangkap ikan yang digunakan di Jawa Timur dari tahun : Tabel IV.2 Data jumlah unit penangkapan di laut menurut jenis alat tangkap di Jawa Timur Jumlah Pemakaian Alat Tangkap per tahun No Jenis alat tangkap (Satuan : unit) Gill net/jaring insang Jaring Insang hanyut Jaring Insang lingkar Jaring Klitik Jaring Insang Tetap Jaring Tiga Lapis/Trammel Net Bubu Bottom Long Line/Rawai dasar Pancing Handline Pancing Tonda Pancing Pole and Line Sumber : (Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, 2016) 71

90 Jumlah Data Jenis Alat Tangkap di Jawa Timur Tahun Gill net Bubu Bottom Long Line Pancing Handline Pancing Tonda Pancing Pole and Line Gambar IV.15 Grafik jumlah jenis alat tangkap di Jawa Timur IV.2.3 Jumlah Armada Kapal Ikan Jumlah armada kapal ikan menentukan dalam jumlah peralatan tangkap yang digunakan. Hal ini dapat menjadi acuan dan informasi dalam potensi pasar dari industri peralatan tangkap. Data jumlah armada kapal ikan yang digunakan adalah data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur untuk kapal motor dari tahun dapat dilihat pada Tabel IV.3. Berikut adalah tabel jumlah armada kapal ikan berdasarkan jenis kapasitas muatan tahun : Tabel IV.3 Jumlah Armada Kapal Ikan di Jawa Timur Tahun Jenis Kapal Berdasarka Jumlah Armada Kapal Ikan per tahun (Satuan : Unit) n Kapasitas Muatan Kapal 6-10 GT Kapal GT Kapal GT Sumber : (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2016) 72

91 IV.2.4 Data Rencana Pembangunan Kapal Ikan Dalam perencanaan pembangunan Industri, diperlukan juga informasi-informasi tentang proyek atau permintaan terkait dengan industri yang dibangun. Dalam pembangunan industri komponen peralatan tangkap (fishing gear), informasi pekerjaan atau proyek yang akan datang terkait industri tersebut harus didapatkan. Dalam hal ini berkaitan dengan proyek pengadaan kapal ikan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan diasumsikan sebagai proyeksi pembangunan kapal baru untuk kapal ikan dalam kurun waktu hingga tahun Berikut adalah Tabel IV.4 tentang proyeksi pembangunan kapal ikan dengan jenis kapasitas yang bermacam-macam sesuai proyek pengadaan kapal ikan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tabel IV.4 Proyeksi Pembangunan Kapal Ikan sesuai dengan Proyek Pengadaan Kapal Ikan oleh KKP Kapal Ikan Berdasarkan Kapasitas Muatan (Satuan : Unit) Jenis Kapal < 5 GT 5 GT 10 GT 20 GT 30 GT Jumlah Sumber : (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2016) IV.2.5 Proyeksi Jumlah Permintaan Pasar Industri Fishing Gear Untuk mengetahui jumlah permintaan dari komponen peralatan tangkap dapat diketahui dengan metode peramalan permintaan melalui data proyeksi jumlah armada kapal ikan untuk tahun yang selanjutnya diproyeksi untuk permintaan jumlah peralatan tangkap berdasarkan jumlah armada kapal ikan yang ada. Berikut tahap pengerjaannya : a. Proyeksi Jumlah Armada Kapal Ikan untuk Tahun Untuk mendapat data proyeksi jumlah armada kapal ikan ini, digunakan data armada kapal ikan yang telah ada yang ditunjukkan pada Tabel IV.3 pada sub IV.2.3. Dalam tabel tersebut dijelaskan jumlah armada kapal ikan yang digunakan per tahunnya untuk periode Data kapal yang digunakan diasumsikan untuk wilayah Jawa Timur dan didapatkan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. Dari data tersebut dilakukan peramalan dengan menggunakan metode time series yang terdiri dari beberapa metode seperti moving average, exponential smoothing dan lain-lain pada aplikasi minitab versi 17. Dari beberapa metode tersebut, dicari nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MSD (Mean Square Deviation), MAD (Mean Absolute Deviation) terkecil 73

92 untuk dapat menentukan metode peramalan mana yang terbaik untuk mendapatkan hasil forecast yang baik. Hal ini juga bergantung dari pola input data yang digunakan. Berikut hasil pemroresan dengan menggunakan aplikasi minitab ditunjukkan pada Tabel IV.5 : Tabel IV.5 Hasil forecast dengan Minitab beserta indikatornya Hasil Forecast Kapal 6-10 GT Tahun Jumlah Kapal Indikator Hasil Forecast MAPE MAD MSD Lower Upper Hasil Forecast Kapal GT Tahun Jumlah Kapal Indikator Hasil Forecast MAPE MAD MSD Lower Upper

93 Hasil Forecast Kapal GT Tahun Jumlah Kapal Indikator Hasil Forecast MAPE MAD MSD Lower Upper Dari pengolahan dengan beberapa metode time series, pengolahan untuk kapal kapasitas 6-10 GT, GT, dan GT pada Tabel IV.5 menggunakan metode moving average karena memiliki indikator MAPE yang lebih kecil dibanding metode time series lainnya. Dari hasil peramalan di atas, data dirangkum yang ditunjukkan pada Tabel IV.6 sebagai berikut : Tabel IV.6 Hasil Peramalan Jumlah Armada Kapal Ikan Tahun Jenis Kapal Tahun Kapal 6-10 GT Kapal GT Kapal GT Dari Tabel IV.4 tersebut didapatkan hasil tahun untuk kapal 6-10 GT adalah 5773, 5758, 5721, 5750, 5743, 5738, 5744, 5742, 5741, 5742 unit. Untuk kapal GT adalah 3712, 3755, 3773, 3747, 3758, 3759, 3755, 3758, 3758, 3757 unit. Untuk kapal GT adalah 2083, 1976, 2045, 2034, 2018, 2032, 2028, 2027, 2029, 2028 unit. Untuk melihat perbandingan dari grafik jumlah armada kapal tahun 2006 hingga tahun 2015 dengan jumlah armada kapal tahun 2016 hingga tahun 2025 dapat dilihat pada Gambar IV.16 dibawah ini : 75

94 Jumlah Grafik Jumlah Armada Kapal Ikan Tahun Kapal 6-10 GT Kapal GT Kapal GT Tahun Gambar IV.16 Grafik Jumlah Armada Kapal Ikan b. Proyeksi Permintaan Komponen Peralatan Tangkap (Fishing Gear) Jumlah permintaan komponen peralatan tangkap kapal ikan di Indonesia pada tahun dapat dihitung setelah diketahui proyeksi jumlah armada kapal yang ada dengan peramalan yang dilakukan bagian sebelumnya. Kebutuhan akan fishing gear berbeda-beda untuk masing-masing jenis kapal. Dalam penentuan jumlah peralatan tangkap, untuk kapal ikan kapasitas 6-10 GT hanya menggunakan satu jenis peralatan tangkap dalam satu kapal bergantung dari alat tangkap yang digunakan, dalam hal ini bisa menggunakan net hauler, line hauler, atau combined net & line hauler. Untuk kapal ikan kapasitas GT hanya menggunakan satu jenis peralatan tangkap bergantung dari alat tangkap yang digunakan, dalam hal ini bisa menggunakan net hauler, line hauler, combined net & line hauler dan powerblock. Untuk kapal ikan kapasitas GT dapat menggunakan satu atau dua jenis peralatan tangkap bergantung dari alat tangkap yang digunakan, dalam hal ini bisa menggunakan net hauler, line hauler, power block atau kombinasi instalasi net hauler dengan powerblock. Selain melihat faktor jumlah peralatan tangkap tiap kapal pada umumnya, dalam penentuan estimasi kebutuhan produk hauler harus memperhatikan musim-musim penangkapan ikan yang ada di Indonesia. Hal ini mempengaruhi jenis hauler yang dipakai nelayan dalam operasi penangkapan ikan. Dalam hal ini memungkinkan terjadinya peralihan dari alat tangkap berbasis jaring menuju alat tangkap berbasis tali pancing dan sebaliknya. Untuk mengatasi hal tersebut diasumsikan bahwa rasio kebutuhan net hauler dan line hauler 76

95 dijadikan sama. Untuk powerblock dan combined net&hauler diberikan persentase lebih kecil dibanding line hauler dan net hauler karena merupakan alternatif dari penggunaan peralatan hauler. Dari asumsi jumlah kebutuhan peralatan tangkap kapal ikan dan jumlah peramalan jumlah armada kapal ikan sebelumnya maka dapat dihitung jumlah estimasi fishing gear. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel IV.8 sebagai berikut: Tabel IV.7 Estimasi Kebutuhan Komponen Peralatan Tangkap per tahun Kapal Ikan Kapasitas 6-10 GT No Jenis Alat Jumlah (Unit) 1 Net hauler Line hauler Combined Net & line Hauler 1149 Kapal Ikan Kapasitas GT No Jenis Alat Jumlah (Unit) 1 Net hauler Line hauler Combined Net & line Hauler Powerblock 626 Kapal Ikan Kapasitas GT No Jenis Alat Jumlah (Unit) 1 Net hauler Line hauler Powerblock 406 Dari Tabel IV.8 diketahui jumlah kebutuhan untuk kapal ikan 6-10 GT pertahun yakni untuk net hauler sebanyak 2298 unit, line hauler sebanyak 2298 unit, dan combined net & line hauler sebanyak 1149 unit. Jumlah kebutuhan untuk kapal ikan GT pertahun yakni untuk net hauler sebanyak 1251 unit, line hauler sebanyak 1251 unit, dan combined net & line hauler sebanyak 626 unit dan powerblock sebanyak 626 unit. Jumlah kebutuhan untuk kapal ikan GT pertahun yakni untuk net hauler sebanyak 812 unit, line hauler sebanyak 812 unit, dan power block sebanyak 406 unit. Karena jumlah industri permesinan tangkap sudah banyak tersebar di beberapa pelabuhan perikanan walaupun konvensional dan butuh waktu untuk moderenisasi perlengkapan nelayan, sehingga dari jumlah kebutuhan diatas diambil 20% sebagai market 77

96 share yang diambil untuk target jumlah produksi industri komponen peralatan tangkap ini. Berikut jumlah produksi yang akan ditargetkan ditunjukkan pada tabel di bawah ini: Tabel IV.8 Jumlah Produksi dengan Market Share Sebesar 20% Kapal Ikan Kapasitas 6-10 GT No Jenis Alat Jumlah (Unit) 1 Net hauler Line hauler Combined Net & line Hauler 230 Kapal Ikan Kapasitas GT No Jenis Alat Jumlah (Unit) 1 Net hauler Line hauler Combined Net & line Hauler Powerblock 126 Kapal Ikan Kapasitas GT No Jenis Alat Jumlah (Unit) 1 Net hauler Line hauler Powerblock 82 Pada Tabel IV.8 dijelaskan untuk produksi komponen peralatan tangkap kapal ikan 6-10 GT pertahun yakni untuk net hauler sebanyak 460 unit, line hauler sebanyak 460 unit, dan combined net & line hauler sebanyak 230 unit. Untuk kapal ikan GT pertahun yakni untuk net hauler sebanyak 251 unit, line hauler sebanyak 251 unit, combined net & line hauler sebanyak 126 unit dan power block sebanyak 126 unit. Untuk kapal ikan GT pertahun yakni untuk net hauler sebanyak 163 unit, line hauler sebanyak 163 unit, dan power block sebanyak 82 unit. 78

97 BAB V PERENCANAAN INDUSTRI PERALATAN TANGKAP V.1 Analisis Teknis Dalam analisa teknis dilakukan beberapa analisis pemilihan lokasi industri, perencanaan produk, proses pembuatan produk, peralatan dan mesin yang dibutuhkan, dan layout pabrik. Untuk pemilihan lokasi industri peralatan tangkap kapal meliputi: kondisi lahan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan bahan baku, pemasaran, rencana tata ruang, dan kecukupan infrastruktur. Untuk proses pembuatan produk dimulai dari tahap desain gambar, fabrikasi, assembly, function test, dan delivery. Kemudian dapat ditentukan peralatan dan mesin yang dibutuhkan dalam proses pembuatan. Layout pabrik dibuat jika diketahui proses pembuatan produk dan peralatan mesin yang digunakan, hal tersebut untuk menentukan tata letak dan bentuk dari layout pabrik. V.1.1 Pemilihan Lokasi Industri Fishing Gear 1. Lokasi Pertama Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada lokasi pertama yang terletak di Jalan Raya Bakalan, Cangkringmalang, Beji, Pasuruan maka didapatkan data-data sebagai berikut: a. Kondisi Lahan Kondisi-kondisi lahan dalam penentuan lokasi industri fishing gear terdiri atas kemampuan lahan dan penggunaan lahan Kemampuan Lahan Kemampuan lahan diperoleh berdasarkan data kemiringan yang ada. Berdasarkan data tersebut diperoleh klasifikasi menjadi tiga kelas yaitu kemampuan lahan rendah (kelas 1), yaitu kemiringan >15%, sedang (kelas 2) yaitu kemiringan 5%-15%, (kelas 3) tinggi yaitu kemiringan 0%-5%. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut: 79

98 Tabel V.1 Kriteria kesesuaian berdasarkan kemampuan lahan pada lokasi pertama Kelas Kemampuan Nilai Faktor Pertimbangan Lahan Rendah (kelas 1) 1 Rendahnya kemampuan lahan terutama disebabkan karena kondisi topografi yang curam (kelas 1) dan bahaya terhadap bencana Rendah (kelas 2) 2 Daya dukung lahan cukup baik, meskipun merupakan daerah rawa-rawa Tinggi (kelas 3) 3 Daya dukung lahan sangat baik, ditinjau dari topografi yang landai, jenis tanah dengan tekstur sedang, dan bukan merupakan daerah yang rawan terjadi bencana Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa kemampuan lahan untuk di Jalan Raya Bakalan, Cangkringmalang, Beji, Pasuruan masuk ke dalam klasifikasi tinggi (kelas 3). Hal tersebut dikarenakan daya dukung lahan yang sangat baik, ditinjau dari topografi yang landai, jenis tanah dengan tekstur sedang, dan bukan merupakan daerah yang rawan terjadi bencana. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan memberikan pengaruh yang sangat penting bagi penentuan lokasi industri fishing gear. Adapun penggunaan lahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: kawasan perumahan, kawasan industri, dan kawasan pelabuhan. Adapun klasifikasi penggunaan lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V.2 Kriteria kesesuaian berdasarkan penggunaan lahan lokasi pertama pada lokasi pertama Penggunaan Lahan Nilai Faktor Pertimbangan Kawasan Perumahan 1 Peruntukan yang kurang sesuai untuk industri fishing gear Kawasan Industri 2 Peruntukan yang cukup baik untuk industri fishing gear Kawasan Pelabuhan 3 Peruntukan yang sangat baik untuk industri fishing gear Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa penggunaan lahan untuk di Jalan Raya Bakalan, Cangkringmalang, Beji, Pasuruan masuk ke dalam klasifikasi Kawasan Industri yang memiliki peruntukan cukup baik untuk industri fishing gear. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 2. Berikut pada Gambar V.1 merupakan dokumentasi dari lokasi pertama: 80

99 Gambar V.1 Lokasi lahan Jalan Raya Bakalan, Cangkringmalang, Beji Pasuruan Untuk penampakan dari satelit, berikut pada Gambar 5-2 diperlihatkan lokasi tanah yang dipilih sebagai calon lokasi kedua ditandai dengan pointer berwana abu-abu : Gambar V.2 Peta Lokasi Pertama (Sumber : Google Map, 2016) 81

100 Jumah Penduduk b. Ketersediaan Tenaga Kerja Penentuan suatu lokasi industri harus mempertimbangkan ketersediaan jumlah tenaga kerja, seberapa besar jumlah angkatan kerja yang secara resmi masih terdaftar sebagai pengangguran. Selain secara kuantitas, diperhatikan juga kualitas tenaga kerjanya, tingkat pendidikan, kemampuan, serta keterampilan yang menjadi kebutuhan industri tersebut. Pada dasarnya tenaga kerja dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga manajerial. Berikut ini merupakan data-data mengenai keadaan tenaga kerja di wilayah Kota Pasuruan yang ditunjukkan pada Tabel V.3 dan Tabel V.4 beserta grafik pada Gambar V.3 : Tabel V.3 Status Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin di Kota Pasuruan Tahun (Persen) Laki-Laki + Perempuan Tahun Tidak/Belum Masih Sekolah Tidak Sekolah Pernah Sekolah SD SLTP SMU/SMK D.I s/d D.4 Lagi ,06 7,35 5,43 4,69 2,07 76, ,59 6,43 5,41 4,82 1,86 77, ,61 6,49 4,08 5,34 1,45 79, ,03 6,83 5,88 4,87 1,81 77, ,69 7,12 5,73 5,40 2,82 76, ,27 6,69 6,29 4,56 3,79 75, ,80 7,71 5,70 4,72 4,01 75,06 Sumber : (Badan Pusat Statistik, 2015) JUMLAH PENGANGGURAN MENURUT KABUPATEN/KOTA Kabupaten Pasuruan Kota Pasuruan 38542, , , , , Tahun Gambar V.3 Jumlah Pengangguran Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015) 82

101 Tabel V.4 Daftar Perguruan tinggi di sekitar Pasuruan No Nama Perguruan Tinggi Alamat 1 Akademi Kebidanan Ar-Rahma Jl. Bale Desa Carat, Carat, Gempol, Pasuruan 2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Gempol Jl. Raya Tim. Ps. No. 9, Gempol, Pasuruan 3 STIE YADIKA Bangil Jl. Salem No. 3, Kersikan, Bangil 4 Universitas Yudharta Pasuruan 5 STKIP & STIT PGRI 6 STAI Salahuddin Pasuruan Jl. Yudharta No. 7, Sengon Agung, Purwosari, Pasuruan Jl. Ki Hajar Dewantara No , Tembokrejo, Purworejo, Pasuruan Jl. Dokter Wahidin Sudiro Husodo No. 45, Panggungrejo, Pasuruan 7 Universitas Merdeka Pasuruan Jl. Ir. H. Juanda, Tapaan, Bugulkidul, Pasuruan 8 Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sarmidi Mangunsarkoro Jl. Balaikota No.9, Pasuruan Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2015) Adapun klasifikasi ketersediaan tenaga kerja adalah sebagai berikut: Tabel V.5 Kriteria ketersediaan tenaga kerja pada lokasi pertama Ketersediaan Tenaga Nilai Faktor Pertimbangan Kerja Ketersediaan tenaga kerja tidak ada Ketersediaan tenaga kerja terbatas Ketersediaan tenaga kerja berlimpah 1 Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja, maka akan semakin sesuai jumlah yang digunakan untuk industri 2 pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industri 3 Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ketersediaan tenaga kerja pada daerah tersebut berlimpah. Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja, maka akan semakin sesuai jumlah yang digunakan untuk industri pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industri. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3 83

102 c. Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan lokasi industri. Adapun sub variabel yang terkait dengan ketersediaan bahan baku adalah kuantitas dan kualitas bahan baku, kontinuitas bahan baku, serta jarak dari bahan baku ke lokasi industri. Berikut ini merupakan data mengenai perusahaan pengolah baja, alumunium, dan komponen lain yang ada di wilayah Kota Pasuruan yang dapat dilihat pada Tabel V.6 : Tabel V.6 Ketersediaan bahan baku pada lokasi pertama No Nama Perusahaan Alamat 1 PT. Bromo Steel Indonesia (PT. BOSTO) Jl. Laks. R.E. Martadinata 18-20, Pasuruan 2 PT. Alumindo Light Metal Industry Jl. Maspion Unit No.1, Pepelegi, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo 3 PT. Asli Roda Cipta Prima Cangkring Malang, Ds, Pasuruan, Jawa Timur 4 PT. TAMANACO JL. Raya Taman, No. 31-A, Taman, Sidoarjo 5 PT. H.P. Metals Indonesia Ngoro Industri Persada Blok L-2 Ngoro, Mojokerto 6 PT. Indonesia Smelthing Technology Rembang Industri Ii/2-a, Pasuruan 7 PT. Sidoarjo Universal Metal Work Jl. Raya Kletek No.1, Kletek, Taman, Sidoarjo 8 PT. Jatim Taman Steel Jl. Raya Taman, Sepanjang, Taman, Kabupaten Sidoarjo 9 PT. Varindo Inti Perkasa Jl. Raya Kletek No. 125, Sepanjang, Kabupaten Sidoarjo 10 PT. Ispat Indo Dusun Kedungturi, Taman Sepanjang, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo 11 PT. Indra Era Multi Logam Industri Jl. Randupitu-Gunung Gangsir, Gn Gangsir, Beji, Pasuruan 12 PT. Jawa Metalindo Prima Industri Manunggal Jati No.1 Ds.keboharan.jl, Sidoarjo, Jawa Timur 13 PT. Apie Indo Karunia Berbek Industri Ii/3 Jl, Sidoarjo, Jawa Timur 84

103 Kuantitas Bahan Baku Kuantitas bahan baku sangat penting karena digunakan sebagai input kegiatan produksi fishing gear. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan kuantitas bahan baku untuk industri fishing gear adalah sebagai berikut: Tabel V.7 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kuantitas bahan baku pada lokasi pertama Kuantitas Bahan Baku Nilai Faktor Pertimbangan Jumlah bahan baku tidak ada Jumlah bahan baku terbatas Jumlah bahan baku berlimpah Semakin banyak jumlah bahan baku, maka akan semakin sesuai digunakan untuk industri pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industry Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah bahan baku pada daerah tersebut berlimpah dikarenakan ada sepuluh perusahaan yang pengolah baja dan alumunium. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Kontinuitas Bahan Baku Ketersediaan bahan baku yang kontinu pada setiap tahun sangat mendukung industri fishing gear. Untuk itu kontinuitas sangat perlu untuk diperhatikan dalam penentuan lokasi industri peralatan tangkap kapal. Berdasarkan analisa sebelumnya, diketahui bahwa tingkat kontinuitas bahan baku adalah tidak kontinu, kontinu sedang, dan kontinu tinggi. Tabel V.8 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kontinuitas bahan baku pada lokasi pertama Tingkat Kontinuitas Nilai Faktor Pertimbangan Tidak Kontinu 1 Kontinuitas sedang 2 Kontinuitas tinggi 3 Ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu, tidak cocok untuk lokasi industri fishing gear Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas sedang, masih dapat mendukung proses produksi industri fishing gear Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas tinggi, sangat mendukung proses produksi industri fishing gear 85

104 Berdasarkan data diatas kontinuitas bahan baku tinggi dikarenakan ada sebelas perusahaan pengolah produk baja dan alumunium. Dapat disimpulkan bahwa ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas tinggi, sangat mendukung proses produksi industri fishing gear. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3 Jarak Bahan Baku Jarak bahan baku disini merupakan jarak kabupaten dengan kabupaten lain yang dapat digunakan sebagai penghasil bahan baku. Semakin dekat dengan kabupaten tersebut, maka akan mudah memperoleh bahan baku. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi industry fishing gear berdasarkan jarak bahan baku adalah sebagai berikut: Tabel V.9 Ketersediaan bahan baku berdasarkan jarak bahan baku pada lokasi pertama Jarak Bahan Baku Nilai Faktor Pertimbangan Kecamatan tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut merupakan kecamatan penghasil bahan baku Daerah tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya cukup jauh dengan bahan baku Daerah tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya cukup dekat dengan bahan baku Daerah tersebut merupakan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan bahan baku Berdasarkan data diatas kecamatan lokasi industry masih berbatasan dengan kabupaten penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan bahan baku. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 1 d. Pemasaran Permintaan Pasar Industri Fishing Gear Permintaan pasar dalam hal ini merupakan besaran pasar bagi industri fishing gear. Adapaun besaran permintaan pasar sesuai dengan jarak dari lokasi konsumen. Dalam hal ini klien tersebut adalah paguyuban nelayan setempat, koperasi nelayan, perusahaan perikanan tangkap dan unit usaha dagang lainnya. 86

105 Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan permintaan pasar adalah sebagai berikut: Tabel V.10 Pemilihan lokasi berdasarkan jarak lokasi klien pada lokasi pertama Jarak Lokasi Klien Nilai Faktor Pertimbangan Kecamatan tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada Kecamatan tersebut merupakan kecamatan klien berada Daerah tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada, maka dapat diartikan jaraknya cukup jauh dengan konsumen Daerah tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada, maka dapat diartikan jaraknya cukup dekat dengan konsumen Daerah tersebut merupakan lokasi klien berada, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan konsumen Berdasarkan hasil peninjauan lapangan di wilayah sekitar lokasi pertama, lokasi-lokasi target pasar umumnya berada di kabupaten yang berbatasan dengan wilayah tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan pasar untuk daerah ini bernilai 2. e. Rencana Tata Ruang Terkait Penentuan Lokasi Rencana Tata Ruang Terkait Faktor yang tidak kalah penting guna mewujudkan pembangunan industri peralatan tangkap kapal adalah menyesuaikan dengan rencana tata ruang yang ada (Dahuri, 2001). Rencana tata ruang sangat berpengaruh karena merupakan suatu instrumen untuk mengembangkan suatu wilayah. 87

106 Gambar V.4 Peta Rencana Tata Ruang Kabupaten Pasuruan tahun 2029 (Sumber : BAPPEDA Kabupaten Pasuruan, 2016) Dari Gambar V.4 dijelaskan, pada peta yang dilingkari warna biru merupakan lokasi pertama dari calon lokasi industri. Pada peta yg berwarna corak merah merupakan lokasi yang dipusatkan untuk kegiatan industri oleh pemerintah setempat. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Tata Ruang adalah sebagai berikut: Tabel V.11 Pemilihan lokasi berdasarkan data tata ruang terkait pada lokasi pertama Rencana Tata Ruang Terkait Nilai Faktor Pertimbangan SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 1 untuk kawasan pemukiman SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 2 untuk kawasan budidaya selain industri SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 3 untuk kawasan industri SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 4 untuk kawasan pelabuhan Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri fishing gear 88

107 Nilai indikator hanya 1 (tidak sesuai untuk industri fishing gear) dan 3 (sangat sesuai dengan industri peralatan tangkap fishing gear) karena pada masing-masing SSWP (Sub Satuan Wilayah Pengembangan) telah ditentukan secara pasti SSWP yang dapat digunakan untuk industri peralatan tangkap kapal, sehingga tidak ada nilai 2 (cukup sesuai untuk industri peralatan tangkap kapal) Berdasarkan data dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pasuruan didapatkan bahwa Kec. Cilegon termasuk kedalam SSWP 3, dikarenakan termasuk wilayah untuk pengembangan industri. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. f. Kecukupan Infrastruktur Infrastruktur penunjang pada Tugas Akhir ini adalah listrik, air bersih, telepon, jaringan jalan, dan pelabuhan. Keberadaan infrastruktur dapat mendukung industri peralatan tangkap kapal Kecukupan Listrik dan telepon Untuk mengoperasionalkan industri peralatan tangkap kapal dibutuhkan kecukupan listrik untuk operasionalkan peralatan dan mesin produksi, serta penerangan. Selain itu jaringan telepon sangat penting untuk komunikasi jarak jauh. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan listrik dan telepon. Berikut adalah data pengguna, pemakaian, dan nilai penjualan listrik di wilayah Pasuruan tahun 2015 yang dapat dilihat pada Tabel V.12: Tabel V.12 Data pengguna, pemakaian, dan nilai penjualan listrik di wilayah Pasuruan Golongan Tarif Listrik Jumlah Pemakaian Daya Nilai Penjualan No Industri Pengguna (VA) (Rp) 1 Golongan I Golongan I Golongan I Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2015) Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Kecukupan Listrik dan telepon adalah sebagai berikut: 89

108 Tabel V.13 Kecukupan listrik dan telepon pada lokasi pertama Kecukupan Listrik Nilai Faktor Pertimbangan dan Telepon Tidak Terlayani 1 Terlayani 3 Tidak terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan listrik dan telepon terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Kecukupan Air Bersih Untuk mengoperasionalkan industri peralatan tangkap kapal dibutuhkan kecukupan air bersih. Air bersih ditinjau dari ketersediaan PDAM maupun air tanah pada daerah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan air bersih. Berikut adalah data pelanggan, jumlah penyaluran, nilai penjualan air di wilayah Pasuruan tahun 2015 yang dapat dilihat pada Tabel V.14 : Tabel V.14 Data pelanggan, jumlah penyaluran, nilai penjualan air di wilayah Pasuruan Pelanggan Pelanggan Air Disalurkan (m3) Nilai (rupiah) 1 Sosial Rumah Tangga Instansi Pemerintah Niaga Industri Khusus Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2015) Jumlah Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan air bersih adalah sebagai berikut: Tabel V.15 Kecukupan air bersih pada lokasi pertama Kecukupan Air Bersih Nilai Faktor Pertimbangan Tidak Terlayani Terlayani 1 3 Tidak terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa air bersih terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama ini bernilai 3. 90

109 Kecukupan Jaringan Jalan Keberadaan jaringan jalan yang baik dapat mendukung proses produksi industri peralatan tangkap kapal. Keadaan jalan di menuju dan keluar pabrik mempengaruhi lalu lintas aktivitas industri fishing gear. Berikut adalah data panjang jalan berdasarkan permukaan dan kondisi jalan (Km) di wilayah Pasuruan tahun 2014 yang dapat dilihat pada Gambar V.5: Data Panjang Jalan Berdasarkan Kondisi dan Permukaan Jalan (Km) Baik Sedang Rusak ringan Gambar V.5 Data panjang jalan berdasarkan kondisi dan permukaan di wilayah Pasuruan tahun 2014 (Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016) Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Kecukupan jaringan jalan adalah sebagai berikut: Tabel V.16 Kecukupan jaringan jalan pada lokasi pertama Kecukupan Jaringan Jalan Nilai Faktor Pertimbangan Akses jalan tidak memadai 1 Akses jalan memadai 3 Tidak memadainya kecukupan jaringan jalan untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Memadainya kecukupan jaringan jalan untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan jaringan jalan memadai. Jadi dapat disimpulkan bahwa kecukupan jaringan jalan untuk daerah ini bernilai 3. 91

110 g. Modal Dalam hal ini modal yang dimaksud adalah harga tanah per meter persegi pada lokasi tersebut. Tabel V.17 Kriteria lokasi berdasarkan harga tanah pada lokasi pertama Harga Tanah Nilai Faktor Pertimbangan Harga > 4juta 1 Harga tanah pada lokasi tersebut lebih dari 4 juta Harga 2 juta - 4 juta 2 Harga tanah pada lokasi tersebut antara 2 juta 4 juta Harga < 2 juta 3 Harga tanah pada lokasi tersebut kurang dari 2 juta Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi dan, didapatkan bahwa harga tanah per m 2 Jalan Raya Bakalan, Cangkringmalang, Beji, Pasuruan adalah sekitar 1,5 juta/m 2. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesesuaian harga tanah untuk daerah ini bernilai Lokasi Kedua Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada lokasi pertama yang terletak di Lamongan maka didapatkan data-data sebagai berikut: a. Kondisi Lahan Kondisi-kondisi lahan dalam penentuan lokasi industri fishing gear terdiri atas kemampuan lahan dan penggunaan lahan Kemampuan Lahan Kemampuan lahan diperoleh berdasarkan data kemiringan yang ada. Berdasarkan data tersebut diperoleh klasifikasi menjadi tiga kelas yaitu kemampuan lahan rendah (kelas 1), yaitu kemiringan >15%, sedang (kelas 2) yaitu kemiringan 5%-15%, (kelas 3) tinggi yaitu kemiringan 0%-5%. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V.18 Kriteria kesesuaian berdasarkan kemampuan lahan pada lokasi kedua Kelas Kemampuan Lahan Nilai Faktor Pertimbangan Rendah (kelas 1) 1 Rendahnya kemampuan lahan terutama disebabkan karena kondisi topografi yang curam (kelas 1) dan bahaya terhadap bencana Rendah (kelas 2) 2 Daya dukung lahan cukup baik, meskipun merupakan daerah rawa-rawa Tinggi (kelas 3) 3 Daya dukung lahan sangat baik, topografi yang landai, jenis tanah dengan tekstur sedang, dan bukan merupakan daerah yang rawan terjadi bencana 92

111 Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa kemampuan lahan untuk di Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan masuk ke dalam klasifikasi tinggi (kelas 3). Hal tersebut dikarenakan daya dukung lahan yang sangat baik, ditinjau dari topografi yang landai, jenis tanah dengan tekstur sedang, dan bukan merupakan daerah yang rawan terjadi bencana. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan memberikan pengaruh yang sangat penting bagi penentuan lokasi industri fishing gear. Adapun penggunaan lahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: kawasan perumahan, kawasan industri, dan kawasan pelabuhan. Adapun klasifikasi penggunaan lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V.19 Kriteria kesesuaian berdasarkan penggunaan lahan lokasi pada lokasi kedua Penggunaan Lahan Nilai Faktor Pertimbangan Kawasan Perumahan 1 Peruntukan yang kurang sesuai untuk industri fishing gear Kawasan Industri 2 Peruntukan yang cukup baik untuk industri fishing gear Kawasan Pelabuhan 3 Peruntukan yang sangat baik untuk industri fishing gear Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa penggunaan lahan untuk di Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan masuk ke dalam klasifikasi Kawasan Pelabuhan Perikanan yang memiliki peruntukan cukup baik untuk industri fishing gear. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Berikut adalah dokumentasi dari lokasi pertama yang ditunjukkan pada Gambar V.6: 93

112 Gambar V.6 Lokasi lahan Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan Untuk penampakan dari satelit, berikut pada Gambar V.7 diperlihatkan lokasi tanah yang dipilih sebagai calon lokasi kedua ditandai dengan pointer berwana abu-abu : Gambar V.7 Peta Lokasi Kedua (Sumber : Google Map, 2016) 94

113 b. Ketersediaan Tenaga Kerja Penentuan suatu lokasi industri harus mempertimbangkan ketersediaan jumlah tenaga kerja, seberapa besar jumlah angkatan kerja yang secara resmi masih terdaftar sebagai pengangguran. Selain secara kuantitas, diperhatikan juga kualitas tenaga kerjanya, tingkat pendidikan, kemampuan, serta keterampilan yang menjadi kebutuhan industri tersebut. Pada dasarnya tenaga kerja dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga manajerial. Berikut ini merupakan data-data mengenai keadaan tenaga kerja di wilayah Kabupaten Lamongan yang ditunjukkan pada Tabel V.20 dan Tabel V.21: Tabel V.20 Penduduk Berumur >15 Tahun Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2013 Angkatan Kerja Jumlah Angkatan Golongan Umur Bekerja Penganggur Kerja Tidak/Belum Sekolah Tidak/Belum Sekolah Dasar Tamat Sekolah Dasar SLTP SMU SMK Diploma I/II Diploma III/Akademi Universitas Jumlah Sumber : (Badan Pusat Statistik, 2015) 95

114 Tabel V.21 Daftar Perguruan tinggi di wilayah Lamongan No Nama Perguruan Tinggi Alamat 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi KH Ahmad Dahlan Jl. KH Ahmad Dahlan 41, Sidoharjo, Lamongan 2 STIKES Muhammadiyah Jl. Raya Plalangan Plosowahyu, Lamongan 3 Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 03, Sukodadi, Lamongan 4 STKIP PGRI Lamongan Jl. Sunan Kalijogo, Tumenggungan, Lamongan 5 Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Drajat Jl. KH Mustofa, Paciran, Lamongan 6 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Jl. Raya Paciran 115, Paciran, Lamongan 7 STAI Raden Qosim Lamongan Jl. Banjarwati, Paciran, Lamongan 8 Universitas Islam Lamongan Jl. Lamongrejo 58, Lamongan Sumber: (Google, 2016) Adapun klasifikasi ketersediaan tenaga kerja adalah sebagai berikut: Tabel V.22 Kriteria ketersediaan tenaga kerja pada lokasi kedua Ketersediaan Tenaga Kerja Nilai Faktor Pertimbangan Ketersediaan tenaga kerja tidak ada Ketersediaan tenaga kerja terbatas Ketersediaan tenaga kerja berlimpah 1 Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja, maka akan semakin sesuai jumlah yang digunakan untuk industri 2 pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industri 3 Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ketersediaan tenaga kerja pada daerah tersebut berlimpah. Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja, maka akan semakin sesuai jumlah yang digunakan untuk industri pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industri. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. 96

115 c. Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan lokasi industri. Adapun sub variabel yang terkait dengan ketersediaan bahan baku adalah kuantitas dan kualitas bahan baku, kontinuitas bahan baku, serta jarak dari bahan baku ke lokasi industri. Berikut ini merupakan data mengenai perusahaan pengolah baja, alumunium, dan kayu yang ada di sekitar wilayah Kota Lamongan yang dapat dilihat pada Tabel V.23 : Tabel V.23 Ketersediaan bahan baku pada lokasi kedua No Nama Perusahaan Alamat 1 PT. Gramitrama Jaya Steel Mayjen Sungkono No. 28, Jl, Gresik, Jawa Timur 2 PT. Bangun Sarana Baja Mayjen Sungkono Gg Xii/8, Jl, Gresik, Jawa Timur 3 PT. Barata Indonesia Veteran 241 Km 14 Ds Segoromadu, Gresik, Jawa Timur 4 PT. Furukawa Indal Aluminium Kawasan Industri Maspion Blok L-3, Gresik, Jawa Timur 5 PT. Jindal Stainless Kawasan Industry Maspion,Maspion Unit-V, Desa Sukomylyo-Manyar, Gresik, Jawa Timur 6 PT. Sepanjang Baut Sejahtera Dumar Industri 10, Jl, Margomulyo, Surabaya, Jawa Timur 7 PT. Timur Megah Steel Ds Cangkir, Gresik, Jawa Timur 8 PT Intan Pertiwi Industri Jl. Raya Maspion Romo Kalisari II No. 31, Gresik, Jawa Timur 9 PT. Ispat Panca Putera JL Tridharma, No. 3 Kav D 1-9/14-22, Komplek Kawasan Industri Gresik, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Sumber: (Kementerian Perindustrian Indonesia,2016) Kuantitas Bahan Baku Kuantitas bahan baku sangat penting karena digunakan sebagai input kegiatan produksi fishing gear. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan kuantitas bahan baku untuk industri fishing gear adalah sebagai berikut: 97

116 Tabel V.24 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kuantitas bahan baku pada lokasi kedua Kuantitas Bahan Baku Nilai Faktor Pertimbangan Jumlah bahan baku tidak ada 1 Semakin banyak jumlah bahan baku, maka akan Jumlah bahan baku terbatas 2 Jumlah bahan baku berlimpah 3 semakin sesuai digunakan untuk industri pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industri Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah bahan baku pada daerah tersebut berlimpah dikarenakan ada sepuluh perusahaan yang pengolah baja dan alumunium. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Kontinuitas Bahan Baku Ketersediaan bahan baku yang kontinu pada setiap tahun sangat mendukung industri fishing gear. Untuk itu kontinuitas sangat perlu untuk diperhatikan dalam penentuan lokasi industri peralatan tangkap kapal. Berdasarkan analisa sebelumnya, diketahui bahwa tingkat kontinuitas bahan baku adalah tidak kontinu, kontinu sedang, dan kontinu tinggi. Tabel V.25 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kontinuitas bahan baku pada lokasi kedua Tingkat Kontinuitas Nilai Faktor Pertimbangan Tidak Kontinu Kontinuitas sedang Kontinuitas tinggi Ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu, tidak cocok untuk lokasi industri fishing gear Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas sedang, masih dapat mendukung proses produksi industri fishing gear Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas tinggi, sangat mendukung proses produksi industri fishing gear Berdasarkan data diatas kontinuitas bahan baku tinggi dikarenakan ada sepuluh perusahaan yang pengolah baja dan alumunium. Dapat disimpulkan bahwa ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas tinggi, sangat mendukung proses produksi industri fishing gear. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3 98

117 Jarak Bahan Baku Jarak bahan baku disini merupakan jarak kecamatan dengan kecamatan-kecamatan yang dapat digunakan sebagai penghasil bahan baku. Semakin dekat dengan kecamatan tersebut, maka akan mudah memperoleh bahan baku. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi industri peralatan tangkap kapal berdasarkan jarak bahan baku adalah sebagai berikut: Tabel V.26 Ketersediaan bahan baku berdasarkan jarak bahan baku pada lokasi kedua Jarak Bahan Baku Nilai Faktor Pertimbangan Kecamatan tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut merupakan kecamatan penghasil bahan baku Daerah tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya cukup jauh dengan bahan baku Daerah tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya cukup dekat dengan bahan baku Daerah tersebut merupakan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan bahan baku Berdasarkan data diatas kecamatan lokasi industry tidak berbatasan dengan kecamatan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan bahan baku. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 1 d. Pemasaran Permintaan Pasar Industri Fishing Gear Permintaan pasar dalam hal ini merupakan besaran pasar bagi industri fishing gear. Adapaun besaran permintaan pasar sesuai dengan jarak dari lokasi konsumen. Dalam hal ini klien tersebut adalah paguyuban nelayan setempat, koperasi nelayan, perusahaan perikanan tangkap dan unit usaha dagang lainnya. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan permintaan pasar adalah sebagai berikut: 99

118 Tabel V.27 Pemilihan lokasi berdasarkan jarak lokasi klien pada lokasi kedua Jarak Lokasi Klien Nilai Faktor Pertimbangan Kecamatan tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada 1 2 Daerah tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada, maka dapat diartikan jaraknya cukup jauh dengan konsumen Daerah tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada, maka dapat diartikan jaraknya cukup dekat dengan konsumen Kecamatan tersebut merupakan kecamatan klien berada 3 Daerah tersebut merupakan lokasi klien berada, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan konsumen Berdasarkan hasil peninjauan lapangan di wilayah sekitar lokasi pertama, lokasi-lokasi target pasar umumnya berada di kabupaten yang berbatasan dengan wilayah tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan pasar untuk daerah ini bernilai 3. e. Rencana Tata Ruang Terkait Penentuan Lokasi Rencana Tata Ruang Terkait Faktor yang tidak kalah penting guna mewujudkan pembangunan industri peralatan tangkap kapal adalah menyesuaikan dengan rencana tata ruang yang ada (Dahuri, 2001). Rencana tata ruang sangat berpengaruh karena merupakan suatu instrumen untuk mengembangkan suatu wilayah. 100

119 Gambar V.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan tahun (Sumber : Pemerintah Kabupaten Lamongan, 2012) Pada Gambar V.8 dijelaskan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lamongan dimana sistem perwilayahan di Kabupaten Lamongan sesuai rencana tersebut yakni: 1. WP I Kecamatan Lamongan Arahan: Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala kota 2. WP II Kecamatan Paciran dan Brondong Arahan: Pengembangan industri besar dan kegiatan pelabuhan perikanan 3. WP III Kecamatan Babat Arahan: Pengembangan perdagangan dan jasa skala kabupaten 4. WP IV Kecamatan Sukodadi Arahan: Kegiatan industri kerajinan rakyat dan pengolahan hasil ternak 5. WP V Kecamatan Ngimbang Arahan: Pengembangan kegiatan agribisnis dan kehutanan Dari pembagian lima wilayah perencanaan ini nantinya akan jadi fokusan pemerintah untuk mengembangkan daerah-daerah tersebut sesuai fungsinya. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Tata Ruang adalah sebagai berikut: 101

120 Tabel V.28 Pemilihan lokasi berdasarkan data tata ruang terkait pada lokasi kedua Rencana Tata Ruang Terkait Nilai Faktor Pertimbangan SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 1 untuk Lamongan SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 2 untuk Paciran dan Brondong SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 3 untuk Babat SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 4 untuk Sukodadi SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 5 untuk Ngimbang Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri fishing gear Nilai indikator hanya 1 (tidak sesuai untuk industri fishing gear) dan 3 (sangat sesuai dengan industri peralatan tangkap fishing gear) karena pada masing-masing SSWP (Sub Satuan Wilayah Pengembangan) telah ditentukan secara pasti SSWP yang dapat digunakan untuk industri peralatan tangkap kapal, sehingga tidak ada nilai 2 (cukup sesuai untuk industri peralatan tangkap kapal) Berdasarkan data dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan didapatkan bahwa Kec. Paciran termasuk kedalam SSWP 2,. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. f. Kecukupan Infrastruktur Infrastruktur penunjang pada Tugas Akhir ini adalah listrik, air bersih, telepon, jaringan jalan, dan pelabuhan. Keberadaan infrastruktur dapat mendukung industri fishing gear. Kecukupan Listrik dan telepon Untuk mengoperasionalkan industri peralatan tangkap kapal dibutuhkan kecukupan listrik untuk operasionalkan peralatan dan mesin produksi, serta penerangan. Selain itu jaringan telepon sangat penting untuk komunikasi jarak jauh. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan listrik dan telepon. 102

121 Berikut pada Gambar V.9 adalah data pengguna, pemakaian, dan nilai penjualan listrik di wilayah Lamongan tahun 2015 : Pelanggan Listrik untuk Golongan Industri Wilayah Brondong/Paciran di Kabupaten Lamongan 12% 0% industri Golongan 1 dengan daya terpasang 533,600 VA 36% industri Golongan 2 dengan daya terpasang 7,286,500 VA Industri Golongan 3 dengan daya terpasang 20,460,000 VA 52% Industri Golongan 4 Gambar V.9 Pelanggan listrik wilayah Brondong/Paciran di Kabupaten Lamongan tahun 2015 (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015) Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Kecukupan Listrik dan telepon adalah sebagai berikut: Tabel V.29 Kecukupan listrik dan telepon pada lokasi kedua Kecukupan Listrik Nilai Faktor Pertimbangan dan Telepon Tidak Terlayani 1 Terlayani 3 Tidak terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan listrik dan telepon terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Kecukupan Air Bersih Untuk mengoperasionalkan industri peralatan tangkap kapal dibutuhkan kecukupan air bersih. Air bersih ditinjau dari ketersediaan PDAM maupun air tanah pada daerah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan air bersih. Berikut adalah data pelanggan, jumlah penyaluran, nilai penjualan air di wilayah Pasuruan tahun 2015 yang dapat dilihat pada Gambar V.10 : 103

122 liter/detik Perkembangan Sarana Air Minum di Kabupaten Lamongan Jumlah Kapasitas Produksi Jumlah Kapasitas Distribusi Jumlah Kapasitas Kebutuhan Gambar V.10 Perkembangan Sarana Air Minum di Kabupaten Lamongan tahun (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015) Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan air bersih adalah sebagai berikut: Tabel V.30 Kecukupan air bersih pada lokasi kedua Kecukupan Air Bersih Nilai Faktor Pertimbangan Tidak Terlayani Terlayani 1 3 Tidak terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa air bersih terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama ini bernilai 3. Kecukupan Jaringan Jalan Keberadaan jaringan jalan yang baik dapat mendukung proses produksi industri peralatan tangkap kapal. Keadaan jalan di menuju dan keluar pabrik mempengaruhi lalu lintas aktivitas industri fishing gear. Berikut ditunjukkan pada Gambar V-11, data panjang jalan berdasarkan permukaan dan kondisi jalan (Km) di wilayah Kabupaten Lamongan tahun 2014: 104

123 Panjang Jalan menurut Kondisi Permukaan Jalan (Km) 33,93 8,10 140,21 315,97 Baik/Good Rusak/Light Damaged Sedang/Moderate Rusak Berat/Seriously Damaged Gambar V.11 Kondisi dan permukaan jalan wilayah Kabupaten Lamongan tahun 2014 (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015) Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Kecukupan jaringan jalan adalah sebagai berikut: Tabel V.31 Kecukupan jaringan jalan pada lokasi kedua Kecukupan Jaringan Jalan Nilai Faktor Pertimbangan Akses jalan tidak memadai Akses jalan memadai 1 3 Tidak memadainya kecukupan jaringan jalan untuk mendukung industri fishing gear Memadainya kecukupan jaringan jalan untuk mendukung industri fishing gear Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan jaringan jalan memadai. Jadi dapat disimpulkan bahwa kecukupan jaringan jalan untuk daerah ini bernilai 3. g. Modal Dalam hal ini modal yang dimaksud adalah harga tanah per meter pada lokasi tersebut. Tabel V.32 Kriteria lokasi berdasarkan harga tanah pada lokasi kedua Harga tanah Nilai Faktor Pertimbangan Harga > 4juta 1 Harga tanah pada lokasi tersebut lebih dari 4 juta Harga 2 juta - 4 juta 2 Harga tanah pada lokasi tersebut antara 2 juta 4 juta Harga < 2 juta 3 Harga tanah pada lokasi tersebut kurang dari 2 juta 105

124 Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa harga tanah per m 2 Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan adalah sekitar 1,5 juta/m 2. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesesuaian harga tanah untuk daerah ini bernilai Lokasi Ketiga Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada lokasi pertama yang terletak di Gresik maka didapatkan data-data sebagai berikut: a. Kondisi Lahan Kondisi-kondisi lahan dalam penentuan lokasi industri fishing gear terdiri atas kemampuan lahan dan penggunaan lahan Kemampuan Lahan Kemampuan lahan diperoleh berdasarkan data kemiringan yang ada. Berdasarkan data tersebut diperoleh klasifikasi menjadi tiga kelas yaitu kemampuan lahan rendah (kelas 1), yaitu kemiringan >15%, sedang (kelas 2) yaitu kemiringan 5%-15%, (kelas 3) tinggi yaitu kemiringan 0%-5%. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V.33 Kriteria kesesuaian berdasarkan kemampuan lahan pada lokasi ketiga Kelas Kemampuan Lahan Nilai Faktor Pertimbangan Rendah (kelas 1) Rendah (kelas 2) Tinggi (kelas 3) Rendahnya kemampuan lahan terutama disebabkan karena kondisi topografi yang curam (kelas 1) dan bahaya terhadap bencana Daya dukung lahan cukup baik, meskipun merupakan daerah rawa-rawa Daya dukung lahan sangat baik, ditinjau dari topografi yang landai, jenis tanah dengan tekstur sedang, dan bukan merupakan daerah yang rawan terjadi bencana Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa kemampuan lahan untuk di Jalan Raya Deandles No.33, Wotan, Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur masuk ke dalam klasifikasi tinggi (kelas 3). Hal tersebut dikarenakan daya dukung lahan yang sangat baik, ditinjau dari topografi yang landai, jenis tanah dengan tekstur sedang, dan bukan merupakan daerah yang rawan terjadi bencana. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai

125 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan memberikan pengaruh yang sangat penting bagi penentuan lokasi industri fishing gear. Adapun penggunaan lahan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: kawasan perumahan, kawasan industri, dan kawasan pelabuhan. Adapun klasifikasi penggunaan lahan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel V.34 Kriteria kesesuaian berdasarkan penggunaan lahan lokasi pada lokasi ketiga Penggunaan Lahan Nilai Faktor Pertimbangan Kawasan Perumahan 1 Peruntukan yang kurang sesuai untuk industri fishing gear Kawasan Industri 2 Peruntukan yang cukup baik untuk industri fishing gear Kawasan Pelabuhan 3 Peruntukan yang sangat baik untuk industri fishing gear Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa penggunaan lahan untuk di Jalan Raya Deandles No.33, Wotan, Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur masuk ke dalam klasifikasi Kawasan Industri yang memiliki peruntukan cukup baik untuk industri fishing gear. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 2. Berikut adalah dokumentasi dari lokasi pertama yang ditunjukkan pada Gambar V.12: Gambar V.12 Lokasi lahan Jalan Raya Deandles No.33, Wotan, Panceng, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 107

126 Jumlah Penduduk Untuk penampakan dari satelit, berikut pada Gambar V.13 diperlihatkan lokasi tanah yang dipilih sebagai calon lokasi kedua ditandai dengan pointer berwana merah : Gambar V.13 Peta Lokasi Ketiga (Sumber : Google Map, 2016) b. Ketersediaan Tenaga Kerja Penentuan suatu lokasi industri harus mempertimbangkan ketersediaan jumlah tenaga kerja, seberapa besar jumlah angkatan kerja yang secara resmi masih terdaftar sebagai pengangguran. Selain secara kuantitas, diperhatikan juga kualitas tenaga kerjanya, tingkat pendidikan, kemampuan dan lain-lain. Pada dasarnya tenaga kerja dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu tenaga kerja kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga manajerial. Berikut ini merupakan datadata mengenai keadaan tenaga kerja di wilayah Kabupaten Gresik yang dapat dilihat pada Gambar V.14 dan Tabel V.35 : Jumlah Penduduk Diatas 15 Tahun yang Termasuk Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Terakhir Tdk/blm pernah sekolah Tdk/blm tamat SD SD SLTP SMU SMK Gambar V.14 Kondisi angkatan kerja pada Kabupaten Gresik Tahun (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016) 108

127 Tabel V.35 Daftar Perguruan tinggi di wilayah Gresik No Nama Perguruan Tinggi Alamat 1 Universitas Gresik Jalan Arief Rahman Hakim No.2B, Gapurosukolilo, Gresik, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 2 Universitas Muhammadiyah Gresik 3 Universitas Internasional Semen Indonesia Jl. Sumatera No. 101, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Kompleks PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., Jl. Veteran, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 4 Universitas Tritunggal JL. RA Kartini, No. 294, KawisanyarKebomas, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 5 Sekolah Tinggi Teknik Qomaruddin 6 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nahdatul Ulama Gresik Jl. Raya Bungah No.1, Desa Bungah, kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Jl. Kh. Abdul Karim No.60, Kemuteran, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Adapun klasifikasi ketersediaan tenaga kerja adalah sebagai berikut: Tabel V.36 Kriteria ketersediaan tenaga kerja pada lokasi ketiga Ketersediaan Tenaga Kerja Nilai Faktor Pertimbangan Ketersediaan tenaga kerja tidak ada Ketersediaan tenaga kerja terbatas Ketersediaan tenaga kerja berlimpah Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja, maka akan semakin sesuai jumlah yang digunakan untuk industri pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industri Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ketersediaan tenaga kerja pada daerah tersebut berlimpah. Semakin banyak ketersediaan tenaga kerja, maka akan semakin sesuai jumlah yang digunakan untuk industri pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industri. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai

128 c. Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan lokasi industri. Adapun sub variabel yang terkait dengan ketersediaan bahan baku adalah kuantitas dan kualitas bahan baku, kontinuitas bahan baku, serta jarak dari bahan baku ke lokasi industri. Berikut ini merupakan data mengenai perusahaan pengolah baja, alumunium dan komponen lain yang ada di sekitar wilayah Kota Gresik yang dapat dilihat pada Tabel V.37 : Tabel V.37 Ketersediaan bahan baku pada lokasi ketiga No Nama Perusahaan Alamat 1 PT. Gramitrama Jaya Steel Mayjen Sungkono No. 28, Jl, Gresik, Jawa Timur 2 PT. Bangun Sarana Baja Mayjen Sungkono Gg Xii/8, Jl, Gresik, Jawa Timur 3 PT. Barata Indonesia Veteran 241 Km 14 Ds Segoromadu, Gresik, Jawa Timur 4 PT. Furukawa Indal Aluminium Kawasan Industri Maspion Blok L-3, Gresik, Jawa Timur 5 PT. Jindal Stainless Kawasan Industry Maspion,Maspion Unit-V, Desa Sukomylyo-Manyar, Gresik, Jawa Timur 6 PT. Sepanjang Baut Sejahtera Dumar Industri 10, Jl, Margomulyo, Surabaya, Jawa Timur 7 PT. Timur Megah Steel Ds Cangkir, Gresik, Jawa Timur 8 PT Intan Pertiwi Industri Jl. Raya Maspion Romo Kalisari II No. 31, Gresik, Jawa Timur 9 PT. Ispat Panca Putera JL Tridharma, No. 3 Kav D 1-9/14-22, Komplek Kawasan Industri Gresik, Kec. Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Sumber: (Kementerian Perindustrian Indonesia, 2016) Kuantitas Bahan Baku Kuantitas bahan baku sangat penting karena digunakan sebagai input kegiatan produksi fishing gear. Adapun klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan kuantitas bahan baku untuk industri fishing gear adalah sebagai berikut: 110

129 Tabel V.38 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kuantitas bahan baku pada lokasi ketiga Kuantitas Bahan Baku Nilai Faktor Pertimbangan Jumlah bahan baku tidak ada 1 Semakin banyak jumlah bahan baku, maka akan Jumlah bahan baku terbatas 2 Jumlah bahan baku berlimpah 3 semakin sesuai digunakan untuk industri pengolahan karena dapat memberi input proses produksi industri Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah bahan baku pada daerah tersebut berlimpah dikarenakan ada sepuluh perusahaan yang pengolah baja dan alumunium. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Kontinuitas Bahan Baku Ketersediaan bahan baku yang kontinu pada setiap tahun sangat mendukung industri fishing gear. Untuk itu kontinuitas sangat perlu untuk diperhatikan dalam penentuan lokasi industri peralatan tangkap kapal. Berdasarkan analisa sebelumnya, diketahui bahwa tingkat kontinuitas bahan baku adalah tidak kontinu, kontinu sedang, dan kontinu tinggi. Tabel V.39 Ketersediaan bahan baku berdasarkan kontinuitas bahan baku pada lokasi ketiga Tingkat Kontinuitas Nilai Faktor Pertimbangan Tidak Kontinu Kontinuitas sedang Kontinuitas tinggi Ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu, tidak cocok untuk lokasi industri fishing gear Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas sedang, masih dapat mendukung proses produksi industri fishing gear Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas tinggi, sangat mendukung proses produksi industri fishing gear Berdasarkan data diatas kontinuitas bahan baku tinggi dikarenakan ada sepuluh perusahaan yang pengolah baja dan alumunium. Dapat disimpulkan bahwa ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas tinggi, sangat mendukung proses produksi industri fishing gear. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3 Jarak Bahan Baku Jarak bahan baku disini merupakan jarak kecamatan dengan kecamatan-kecamatan yang dapat digunakan sebagai penghasil bahan baku. Semakin dekat dengan kecamatan tersebut, maka akan mudah memperoleh bahan baku. 111

130 Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi industri peralatan tangkap kapal berdasarkan jarak bahan baku adalah sebagai berikut: Tabel V.40 Ketersediaan bahan baku berdasarkan jarak bahan baku pada lokasi ketiga Jarak Bahan Baku Nilai Faktor Pertimbangan Kecamatan tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku Kecamatan tersebut merupakan kecamatan penghasil bahan baku Daerah tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya cukup jauh dengan bahan baku Daerah tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya cukup dekat dengan bahan baku Daerah tersebut merupakan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan bahan baku Berdasarkan data diatas kecamatan lokasi industry tidak berbatasan dengan kecamatan penghasil bahan baku, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan bahan baku. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 2 d. Pemasaran Permintaan Pasar Industri Fishing Gear Permintaan pasar dalam hal ini merupakan besaran pasar bagi industri fishing gear. Adapaun besaran permintaan pasar sesuai dengan jarak dari lokasi konsumen. Dalam hal ini klien tersebut adalah paguyuban nelayan setempat, koperasi nelayan, perusahaan perikanan tangkap dan unit usaha dagang lainnya. Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan permintaan pasar adalah sebagai berikut: 112

131 Tabel V.41 Pemilihan lokasi berdasarkan jarak lokasi klien pada lokasi ketiga Jarak Lokasi Klien Nilai Faktor Pertimbangan Kecamatan tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada Kecamatan tersebut merupakan kecamatan klien berada Daerah tersebut tidak berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada, maka dapat diartikan jaraknya cukup jauh dengan konsumen Daerah tersebut berbatasan langsung dengan kecamatan klien berada, maka dapat diartikan jaraknya cukup dekat dengan konsumen Daerah tersebut merupakan lokasi klien berada, maka dapat diartikan jaraknya dekat dengan konsumen Berdasarkan hasil peninjauan lapangan di wilayah sekitar lokasi pertama, lokasi-lokasi target pasar umumnya berada di kabupaten yang berbatasan dengan wilayah tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa permintaan pasar untuk daerah ini bernilai 2. e. Rencana Tata Ruang Terkait Penentuan Lokasi Rencana Tata Ruang Terkait Faktor yang tidak kalah penting guna mewujudkan pembangunan industri peralatan tangkap kapal adalah menyesuaikan dengan rencana tata ruang yang ada (Dahuri, 2001). Rencana tata ruang sangat berpengaruh karena merupakan suatu instrumen untuk mengembangkan suatu wilayah. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gresik tahun yang disetujui oleh pemerintah Jawa Timur, direncanakan bahwa Kabupaten Gresik akan dibagi menjadi empat wilayah pengembangan yakni : 1. WP I Gresik Utara (Kecamatan Bungah, Sidayu, Ujung Pangkah, dan Panceng) Arahan: Pengembangan untuk kawasan agropolitan, agroindustri dan minapolitan 2. WP II Gresik Selatan (Kecamatan Driyorejo, Wringinanom, Kedamean dan Menganti) Arahan: Pengembangan untuk kawasan pemukiman 3. WP III Gresik Pusat (Kecamatan Gresik, Kebomas, dan Manyar) Arahan: Pengembangan untuk kawasan pelabuhan, pergudangan dan industri 4. WP IV Kepulauan Gresik Arahan: Pengembangan untuk wilayah pariwisata Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Tata Ruang adalah sebagai berikut: 113

132 Tabel V.42 Pemilihan lokasi berdasarkan data tata ruang terkait pada lokasi ketiga Rencana Tata Ruang Terkait Nilai Faktor Pertimbangan SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 1 SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 2 SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) 3 SSWP (Sub Satuan Wilayah Pembangunan) Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan tidak sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri fishing gear Arahan pengembangan sangat sesuai untuk industri fishing gear Nilai indikator hanya 1 (tidak sesuai untuk industri fishing gear) dan 3 (sangat sesuai dengan industri peralatan tangkap fishing gear) karena pada masing-masing SSWP (Sub Satuan Wilayah Pengembangan) telah ditentukan secara pasti SSWP yang dapat digunakan untuk industri peralatan tangkap kapal, sehingga tidak ada nilai 2 (cukup sesuai untuk industri peralatan tangkap kapal) Berdasarkan data dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik didapatkan bahwa Kec. Panceng termasuk kedalam SSWP 1,. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. f. Kecukupan Infrastruktur Infrastruktur penunjang pada Tugas Akhir ini adalah listrik, air bersih, telepon, jaringan jalan, dan pelabuhan. Keberadaan infrastruktur dapat mendukung industri fishing gear. Kecukupan Listrik dan telepon Untuk mengoperasionalkan industri peralatan tangkap kapal dibutuhkan kecukupan listrik untuk operasionalkan peralatan dan mesin produksi, serta penerangan. Selain itu jaringan telepon sangat penting untuk komunikasi jarak jauh. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan listrik dan telepon. Berikut pada Gambar V.43 adalah data daya terpasang, produksi, dan nilai penjualan listrik di wilayah Gresik tahun 2015 : Tabel V.43 Informasi Kelistrikan Kabupaten Gresik Tahun 2015 No. Uraian Daya Terpasang (kw) Produksi Listrik (kwh) Listrik Terjual (kwh) ,837,048,667 1,806,781,849 (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015) 114

133 Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Kecukupan Listrik dan telepon adalah sebagai berikut: Tabel V.44 Kecukupan listrik dan telepon pada lokasi ketiga Kecukupan Listrik Nilai Faktor Pertimbangan dan Telepon Tidak Terlayani 1 Terlayani 3 Tidak terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Terlayaninya kecukupan listrik dan telepon untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan listrik dan telepon terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut bernilai 3. Kecukupan Air Bersih Untuk mengoperasionalkan industri peralatan tangkap kapal dibutuhkan kecukupan air bersih. Air bersih ditinjau dari ketersediaan PDAM maupun air tanah pada daerah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan analisa terkait kecukupan air bersih. Berikut adalah data pelanggan, jumlah penyaluran, nilai penjualan air di wilayah Pasuruan tahun 2015 yang dapat dilihat pada Gambar V.45 : Tabel V.45 Jumlah Pelanggan PDAM Menurut Jenis Konsumen di Kabupaten Gresik Tahun 2015 No. Jenis Konsumen Jumlah Pendapatan Pelanggan Pemakaian Air (m3) Pemakaian Air (Rp) 1 Sosial - Umum Sosial - Khusus Rumah Tangga Instansi Pemerintah Niaga Kecil Niaga Besar Industri Kecil Industri Besar Khusus Tangkian T O T A L (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016) Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan kecukupan air bersih adalah sebagai berikut: 115

134 Tabel V.46 Kecukupan air bersih pada lokasi ketiga Kecukupan Air Bersih Nilai Faktor Pertimbangan Tidak Terlayani 1 Tidak terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Terlayani 3 Terlayaninya kecukupan air bersih untuk mendukung industri peralatan tangkap kapal Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa air bersih terlayani dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi pertama ini bernilai 3. Kecukupan Jaringan Jalan Keberadaan jaringan jalan yang baik dapat mendukung proses produksi industri peralatan tangkap kapal. Keadaan jalan di menuju dan keluar pabrik mempengaruhi lalu lintas aktivitas industri fishing gear. Berikut ditunjukkan pada Gambar V.15, data berdasarkan permukaan dan kondisi jalan (Km) di wilayah Kabupaten Gresik tahun 2015: Kondisi Jalan Raya di Kabupaten Gresik Paving 29% Beton 3% Batu Pasir 0.4% Batu 2% Tanah 0.4% Aspal 66% Aspal Batu Beton Paving Tanah Batu Pasir Gambar V.15 Kondisi dan permukaan jalan wilayah Kabupaten Gresik tahun 2015 (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015) Adapun klasifikasi kesesuaian lokasi berdasarkan Kecukupan jaringan jalan adalah sebagai berikut: Tabel V.47 Kecukupan jaringan jalan pada lokasi ketiga Kecukupan Jaringan Jalan Nilai Faktor Pertimbangan Akses jalan tidak memadai 1 Tidak memadainya kecukupan jaringan jalan untuk mendukung Akses jalan memadai 3 Memadainya kecukupan jaringan jalan 116

135 Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kecukupan jaringan jalan memadai. Jadi dapat disimpulkan bahwa kecukupan jaringan jalan untuk daerah ini bernilai 3. g. Modal Dalam hal ini modal yang dimaksud adalah harga tanah per meter pada lokasi tersebut. Tabel V.48 Kriteria lokasi berdasarkan harga tanah pada lokasi ketiga Harga tanah Nilai Faktor Pertimbangan Harga > 4juta 1 Harga tanah pada lokasi tersebut lebih dari 4 juta Harga 2 juta - 4 juta 2 Harga tanah pada lokasi tersebut antara 2 juta 4 juta Harga < 2 juta 3 Harga tanah pada lokasi tersebut kurang dari 2 juta Berdasarkan hasil peninjauan langsung ke lokasi, didapatkan bahwa harga tanah per m 2 Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan adalah sekitar 1-1,5 juta/m 2. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesesuaian harga tanah untuk daerah ini bernilai Pembobotan Lokasi Pembobotan dilakukan untuk menentukan pilihan lokasi dari berbagai pertimbangan yang telah dilakukan. Lokasi yang terpilih kemudian akan menjadi tempat pengembangan industri komponen fishing gear kapal ikan di Indonesia. Pada Tabel V.49 dijelaskan aspek pertimbangan dan pembobotan dalam memilih lokasi industri. Pada sub-aspek pertimbangan pemilihan lokasi, berat pembobotan yang digunakan meninjau dari jurnal mengenai pemilihan lokasi sentra industri pengolahan hasil perikanan di wilayah bangkalan dan jurnal penentuan lokasi pabrik dalam rencana untuk perluasan perusahaan dengan studi kasus PT 3M. Untuk kondisi lahan, dibagi menjadi dua sub-aspek yakni kemampuan lahan dan penggunaan lahan dimana kemampuan lahan lebih diprioritaskan dibandingkan penggunaan lahan. Untuk ketersediaan bahan baku, dibagi menjadi tiga sub-aspek yakni kuantitas, kontuinuitas, dan jarak bahan baku dimana dibobotkan dengan urutan dari yang terpenting berturut-turut yakni kontinuitas bahan baku, kuantitas bahan baku dan jarak dari bahan baku. Untuk kecukupan infrastruktur dibagi menjadi tiga sub-aspek yakni kecukupan air bersih, kecukupan listrik & telepon, dan kecukupan akses jalan raya dimana dibobotkan dengan urutan dari yang terpenting berturut-turut yakni kecukupan akses jalan raya, kecukupan air bersih, dan kecukupan listrik & telepon. Untuk sub-aspek lainnya disesuaikan dengan besar bobot aspek pertimbangan utama. 117

136 Tabel V.49 Aspek Pertimbangan dan Pembobotan dalam Pemilihan Lokasi Aspek Pertimbangan Bobot Sub Aspek Pertimbangan Bobot Kondisi Lahan 0,123 Ketersediaan Bahan Baku 0,178 Ketersediaan Tenaga Kerja Kecukupan Infrastruktur 0,052 Rencana Tata Ruang Terkait Kemampuan Lahan 0,072 Penggunaan Lahan 0,051 Kuantitas Bahan Baku 0,059 Kontinuitas Bahan Baku 0,089 Jarak Bahan Baku 0,030 0,082 Ketersediaan Tenaga Kerja 0,082 Kecukupan Air Bersih 0,018 Kecukupan Listrik dan Telepon 0,013 Kecukupan Akses Jalan Raya 0,021 0,035 Rencana Tata Ruang Terkait 0,035 Pemasaran 0,332 Kedekatan dengan pasar 0,332 Modal 0,199 Harga Tanah per Meter 0,199 Data tersebut merupakan pertimbangan yang digunakan untuk menentukan lokasi dari industri komponen fishing gear kapal ikan. Masing-masing aspek pertimbangan diberikan bobot untuk menentukan skala prioritas dan seberapa besar pengaruhnya terhadap perhitungan investasi. Hasil penilaian dari masing-masing calon lokasi industri dapat dilihat dalam Tabel V.50 berikut ini: Tabel V.50 Penilaian Calon Lokasi Industri Komponen Fishing Gear Aspek Pertimbangan Sub Aspek Pertimbangan Pasuruan Lamongan Gresik Penilaian Lokasi Pertama Penilaian Lokasi Kedua Penilaian Lokasi Ketiga Kondisi Lahan Ketersediaan Bahan Baku Ketersediaan Tenaga Kerja Kecukupan Infrastruktur Kemampuan Lahan Penggunaan Lahan Kuantitas Bahan Baku Kontinuitas Bahan Baku Jarak Bahan Baku Ketersediaan Tenaga Kerja Kecukupan Air Bersih ,215 0,215 0, ,102 0,153 0, ,178 0,178 0, ,267 0,267 0, ,030 0,030 0, ,246 0,246 0, ,054 0,054 0,

137 Aspek Pertimbangan Sub Aspek Pertimbangan Pasuruan Lamongan Gresik Penilaian Lokasi Pertama Penilaian Lokasi Kedua Penilaian Lokasi Ketiga Rencana Tata Ruang Terkait Kecukupan Listrik dan Telepon Kecukupan Akses Jalan Raya Rencana Tata Ruang Terkait ,039 0,039 0, ,062 0,062 0, ,106 0,106 0,106 Pemasaran Kedekatan dengan pasar ,663 0,995 0,995 Modal Harga Tanah per Meter ,597 0,597 0,597 T O T A L ,558 2,941 2,919 Berdasarkan hasil penilaian dalam pembobotan calon lokasi yang telah dilakukan, didapatkan bahwa pemilihan lokasi untuk pengembangan industri komponen fishing gear kapal ikan ini adalah lokasi kedua dengan nilai 2,941 yang terletak di Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan. V.1.2 Perencanaan Produk Perencanaan produk dilakukan untuk mengetahui detail dari setiap produk yang akan menjadi output dari sebuah industri. Komponen peralatan tangkap yang akan diproduksi adalah komponen yang termasuk kategori permesinan tangkap yakni line hauler, net hauler, combined net&line hauler, dan power block. Keempat komponen tersebut akan diproduksi oleh industri yang direncanakan ini dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar lokasi yang telah ditentukan. Namun tidak semua bagian produk diproduksi di industri komponen peralatan tangkap ini, beberapa part dari komponen permesinan tangkap dibeli dari pabrik penyedia dan sisanya akan diproduksi sendiri. Untuk lebih jelasnya akan digambarkan pada BOM tree setiap produk dimana akan memperlihatkan material yang dibutuhkan baik dibeli ataupun diproduksi sendiri sesuai dengan tingkat breakdown produk. a. Electric Line Hauler Berikut contoh perencanaan produk electric line hauler yg dapat dilihat pada Gambar V.16 dibawah ini dimana dijelaskan pada BOM tree agar dapat diketahui komponen-komponen terkait yang terpasang didalamnya: 119

138 Gambar V.16 Perencanaan produk electric line hauler b. Hydraulic Line Hauler Berikut contoh perencanaan produk hydraulic line hauler yg dapat dilihat pada Gambar V.17 dibawah ini dimana dijelaskan pada BOM tree agar dapat diketahui komponen-komponen terkait yang terpasang didalamnya: 120

139 Gambar V.17 Perencanaan produk Hydraulic Line Hauler c. Combine Line & Net Hauler Berikut contoh perencanaan produk combined line & net hauler yg dapat dilihat pada Gambar V.18 dibawah ini dimana dijelaskan pada BOM tree agar dapat diketahui komponen-komponen terkait yang terpasang didalamnya: 121

140 Gambar V.18 Perencanaan produk Combined Line & Net Hauler d. Hydraulic Net Hauler Berikut contoh perencanaan produk hydraulic net hauler yg dapat dilihat pada Gambar V.19 dibawah ini dimana dijelaskan pada BOM tree agar dapat diketahui komponen-komponen terkait yang terpasang didalamnya: 122

141 Gambar V.19 Perencanaan produk Hydraulic Net Hauler e. Power Block Berikut contoh perencanaan produk power block yg dapat dilihat pada Gambar V.20 dibawah ini dimana dijelaskan pada BOM tree agar dapat diketahui komponen-komponen terkait yang terpasang didalamnya: 123

142 Gambar V.20 Perencanaan produk Power Block V.1.3 Proses Pembuatan Produk Proses pembuatan produk dibagi melalui beberapa tahap. Dimulai dari preparation ( desain produk, pembelian material, dan lain-lain), fabrication & assembly (marking, cutting, forming, fitting, dan lain-lan), painting (pembersihan dan pengecatan), electrical & mechanical (instalasi kabel, komponen pendukung mesin beserta pengamanannya), pengujian (function test, running test, dan pulling test), packaging dan delivery. Berikut ada alur dari pembuatan produk yang ditunjukkan pada Gambar V.21: 124

143 delivery : Gambar V.21 Alur produksi komponen peralatan tangkap Berikut adalah penjelasan dari setiap proses produksi mulai dari tahap kontrak sampai 1. Kontrak Adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujui kedua belah pihak. Dalam hal ini terjadi kesepakatan antara maker dengan pihak pemilik kapal. Intinya kontrak berisikan spesifikasi dari peralatan tangkap beserta harga. Di dalamnya juga terdapat penjadwalan, metode pembayaran, denda bila tidak mencapai kesepakatan awal dan lain-lain. 2. Preparation Pada tahap ini, terdapat beberapa persiapan yang dilakukan pihak pembuat produk sebelum melakukan kegiatan produksi. Hal ini dilakukan agar meminimalisir kekurangan dan kesalahan selama kegiatan produksi. Persiapan tersebut yakni : a. Desain Tahap desain dibagi menjadi dua tahap sebagai berikut : b) Perhitungan kapasitas produk Pihak owner memberikan spesifikasi beban yang akan ditarik, ukuran objek yang ditarik, kecepatan tarik yang diinginkan, daya yang dibutuhkan dan 125

144 sebagainya. Lalu dilakukan kalkulasi sehingga didapatkan ukuran-ukuran pada produk beserta daya mesin penggerak yang dibutuhkan c) Gambar produksi Dari data spesifikasi tersebut, kemudian dibuatkan data material yang dibutuhkan dan gambar kerja yang akan digunakan. Gambar V.22 Contoh gambar spesikasi power block (Sumber: Marco Global, 2016) Gambar V.22 diatas merupakan contoh desain dari power blok tampak depan dan samping. Desain tersebut digunakan sebagai gambar produksi dari power blok. b. Pengadaan dan pembelian material Dari desain dan gambar produksi yang telah ada, dibuat list dari material yang dibutuhkan dan dicek di gudang penyimpanan. Bila tidak memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan, dilakukan pembelian material sampai kebutuhan produksi dan safety stock terpenuhi. Safety stock harus dipersiapkan bila mana terjadi kelangkaan dari material yang dibutuhkan selama produksi berlangsung 3. Proses Produksi Gambar produksi yang telah didesain digunakan sebagai acuan proses produksi. Pada proses ini melalui beberapa tahap, yaitu: 126

145 a. Fabrikasi dan Assembly Pada tahap fabrikasi dan Assembly terdapat beberapa proses, diantaranya: Persiapan Pada proses ini membutuhkan beberapa peralatan, diantaranya: gambar kerja, steel marker, busur derajat, penggaris, dan meteran. Berikut adalah rincian dari proses persiapan: Mempersiapkan lembaran pelat yang sesuai dengan gambar kerja Ketebalan pelat harus disesuaikan dengan spesifikasi gambar kerja Membuat marking (penandaan) dengan teliti menggunakan steel marker, penggaris, meteran dan busur derajat. Pemotongan Pada proses ini membutuhkan beberapa peralatan, diantaranya: mesin potong, mesin jig saw, kikir, mesin gerinda, kaca mata, dan sarung tangan. Berikut adalah rincian dari proses pemotongan: Pemotongan material sesuai dengan marking yang telah dibuat menggunakan mesin potong dapat dilihat pada Gambar V.23 Untuk memotong bagian yang tidak terjangkau oleh mesin potong, gunakan mesin jig saw untuk mendapatkan hasil yang presisi Bekas potongan agar dikikir/digerinda agar tidak tajam Gambar V.23 Hasil pemotongan pelat untuk main frame pada winch (Sumber : Citra Adi Sari, 2016) 127

146 Bending (penekukan) Pada proses ini dilakukan penekukan pelat sesuai dengan gambar kerja. Berikut adalah rincian dari proses bending pelat: Setelah proses pemotongan, tahap selanjutnya adalah melakukan bending material sesuai dengan gambar kerja Pastikan ukuran & sudut bending sesuai dengan gambar kerja Rolling (penekukan) Pada proses ini dilakukan pembetukan pelat untuk diameter tertentu sesuai dengan gambar kerja. Berikut adalah rincian dari proses rolling pelat: Setelah proses pemotongan, tahap selanjutnya adalah melakukan rolling material sesuai dengan gambar kerja Pastikan ukuran & diameter rolling sesuai dengan gambar kerja Perakitan dan pengelasan Pada proses perakitan, dapat dilihat pada Gambar V.24, ini membutuhkan beberapa peralatan, diantaranya: overhead crane+belt, forklift, jangka sorong, mesin bor, kunci pas, kunci L, tang kombinasi, mesin las, mesin gerinda, meteran, sarung tangan, masker, kap las, kaca mata, obeng, palu, dan siku. Berikut adalah rincian dari proses perakitan: Sebelum dilakukan perakitan, dilakukan proses fitting untuk menyesuai sambungan antar material Lakukan perakitan sesuai dengan gambar kerja Perakitan dilakukan mulai dari main frame Perakitan dilakukan dengan tage weld yaitu proses penyambungan awal dari sudut ke sudut Mempersiapkan dan mengecek kesiapan dari mesin las Memlilih kawat sesuai dengan ketebalan dan jenis pelat Atur arus (ampere) mesin las sesuai dengan jenis kawat las yang digunakan Pembersihan pada bagian yang akan dilas Lakukan proses pengelasan Bersihkan hasil pengelasan dari spatter lalu digerinda 128

147 Pengecekan final hasil pengelasan Selanjutnya pemasangan penyusun permesinan pada main frame antara lain pemasangan gear, pemasangan main shaft, pemasangan komponen mesin, pemasangan gear cover dan lain-lain. Dibantu dengan kunci pas dan dikunci dengan bolt. Untuk beberapa bagian dilakukan pengelasan agar tersambung dengan main frame. Bersihkan hasil pengelasan dari spatter lalu di gerinda b. Painting Gambar V.24 Proses fabrikasi dan assembly Pada tahap painting terdapat beberapa proses, diantaranya: Persiapan Pada proses persiapan painting ini membutuhkan beberapa peralatan, diantaranya: masker, kaca mata, dan sarung tangan. Berikut adalah rincian dari proses persiapan painting: Menggunakan peralatan dengan benar Mempersiapkan permukaan produk yang akan dikerjakan Mempersiapkan peralatan pengecetan Pembersihan Pada proses pembersihan painting ini membutuhkan beberapa peralatan, diantaranya: sarung tangan karet/kulit, brushing, mesin gerinda, sikat baja, 129

148 palu, thinner/solvent cleaner, majun, dan amplas. Berikut adalah rincian dari proses pembersihan painting: Permukaan pelat dibersihkan dengan gerinda brushing atau sikat baja hingga rata. Untuk bagian-bagian tertentu yang sulit terjangkau gerinda, pembersihan dilakukan dengan menggunakan amplas Pembersihan dari minyak, air, dan kotoran lainnya dengan menggunakan thinner dan keringkan permukaannya dengan majun Untuk tingkat pembersihan yang sulit, seperti tingkat karat yang tinggi, sebaiknya menggunakan pembershan dengan bahan kimia, seperti: rust remover, grease cleaning, atau H2O Pengecatan Pada proses painting ini membutuhkan beberapa peralatan, diantaranya: kompresor, Spray Gun, amplas, cat, epoxy, thinner, dan dempul. Berikut adalah rincian dari proses painting: Primer Coat Cat yang dipakai dalam pengecatan ini adalah wash primer yang merupakan cat dasar untuk melindungi permukaan logam agar tidak mudah terkorosi Top Coat Setelah kering, permukaan pelat digosok lagi menggunakan amplas dan majun. Lakukan pengecatan top coating tahap I secara merata. Proses pengeringan dilakukan ± 24 jam untuk hasil yang lebih maksimal. Setelah kering, baru dilakukan pengecatan top coating tahap II. Pengecatan akhir ini difungsikan sebagai cat pelindung paling luar, pengecatannya pun dilakukan 2 kali untuk menghasilkan warna dan daya kilap yang bagus dengan ketebalan ± 2 mikron. 130

149 c. Electrical & Mechanical Pemasangan komponen dan proteksinya Pada proses ini dilakukan pemasangan komponen-komponen sistem kelistrikan dan komponen tambahan untuk permesinan dapat dilihat pada Gambar V.25. Contoh pemasangan komponen pada electric line hauler, yaitu: on/off switch, electric plugs, kabel listrik, dll. Berikut adalah rincian dari proses pemasangan komponen: Komponen yang menghasilkan panas yang lebih diletakkan pada bagian atas peralatan tangkap sehingga tidak menyebabkan panas pada komponen lainnya. Untuk kondisi tertentu penempatan komponen dapat dikonsultasikan dengan pemilik kapal Jarak antar komponen sesuai dengan rekomendasi dari pembuat komponen Penataan jalur kabel kelistrikan dan saluran cairan untuk permesinan hydrolik Komponen yang terbuka harus diberi pelindung dari sentuhan langsung Pemberian pelindung tidak boleh menghambat dalam proses operasi Pelindung konduktor/busbar menggunakan bahan non magnetik untuk menghindari panas dari efek arus eddy Koneksi sistem Pada proses ini dilakukan koneksi pada setiap komponen yang terpasang agar dapat terintegrasi dengan baik sesuai dengan perencanaan. Berikut adalah rincian dari koneksi sistem: Sebelum melakukan koneksi sistem pastikan komponen-komponen yang akan dikoneksikan terpasang sesuai dengan perencanaan Luas penampang kabel harus disesuaikan dengan arus yang dialiri Kabel tidak boleh menyentuk konduktor aktif untuk menghindari kenaikan temperature 131

150 Gambar V.25 Persiapan komponen permesinan 4. Pengujian produk Sebelum produk dikirim ke pihak owner, produk dioperasikan terlebih dahulu di pabrikan untuk memastikan koneksi sistem, mesin, penggulung dan lain-lain bekerja dengan baik. Pengujian dilakukan melalui 2 tahap yakni function & running test dan pulling test. Berikut penjelasan dari pengujian yang dilaksanakan : a. Functiont & Running Test Berikut adalah penjabaran dari function & running test: Jalankan mesin, pengecekan semua koneksi tiap komponen bekerja, tidak ada kebocoran, semua switch bekerja, brake untuk net drum dapat bekerja, dan lain-lain Pengecekan motor berputar dengan baik atau tidak tanpa ada hambatan Pengecekan dengan menggunakan tali kawat pada drum dan line spool, apakah drum atau line spool dapat menggulung dengan baik atau tidak Perlakuan intermittent function testing, dimana produk dinyalamatikan dengan jeda beberapa waktu secara berulang-ulang. 132

151 b. Pulling test Berikut adalah penjabaran dari pulling test : Pengetesan dapat dilakukan outdoor atau indoor, usahakan lokasi yang luas agar pengetesan dapat menyerupai kondisi asli Persiapan pembebanan untuk pengujian, dimana bobotnya diusahakan sama seperti saat operasi penangkapan dilakukan. Jalankan mesin dan perhatikan apakah produk dapat bekerja dan menarik dengan baik dengan beban yang ditentukan Untuk mengetahui kemampuan tarikan dari produk, dapat dilakukan dengan menggunakan pull tester, test rig atau semacamnya Mesin dijalankan dan biarkan menarik hingga maksimum. Di layar digital akan muncul kapasitas tarik yang dimiliki produk tersebut. 5. Packaging Produk yang telah dilakukan segala macam rangkaian pengujian dan sebagainya siap untuk dikirim ke pihak pembeli. Untuk menjaga agar kondisi tetap utuh selama pengiriman dilakukan, produk dikemas dengan pelindung baik dari kayu atau baja agar tidak lecet dan rusak. 6. Delivery & Instalation Delivery dilakukan setelah produk menjalani serangkaian pengujian yang dilakukan oleh maker, owner, dan badan klasifikasi. Serah terima produk dilakukan ditempat yang telah ditetapkan dalam kontrak. Serah terima dilaksanakan sesuai dalam jadwal pelaksanaan pekerjaan (time schedule) yang telah ditetapkan dalam kontrak. Apabila delivery tidak sesuai dengan kontrak, maka pihak maker berkewajiban membayar sanksi sesuai dengan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu pihak owner kapal dengan maker. Selanjutnya instalasi pada kapal yang dituju. Bila pada kontrak disetujui hingga proses instalasi, maka pihak produsen harus menyediakan pekerjanya dalam instalasi produk pada kapal dan pembiayaan instalasi sudah termasuk dalam biaya yang ditentukan sebelumnya. 133

152 Dari alur produksi yang dijelaskan pada gambar V.21 dan breakdown material tiap produk pada sub bab V.1.2 dibentuk aliran material mentah (raw material) pada flow chart aliran material untuk mengetahui proses lebih detail dan perlakuan material untuk membentuk produk yang diinginkan. Berikut flow chart aliran material yang ditunjukkan pada gambar V.26 Gambar V.26 Flow Chart Aliran Material Dari gambar V.26 dijelaskan untuk input material mentah berupa pelat diproses mulai dari material preparation, marking, cutting bending & rolling (disesuaikan dengan bentuk frame dari hauler), dan assembly sehingga terbentuk main frame dari tiap hauler. Selanjutnya penambahan input material beli berupa swivel pulley, pulley, dan lain-lain lalu diinstalasi dengan main frame dari hauler sehingga didapatkan produk berupa body part atau main frame akhir dari produk-produk hauler. Selanjutnya body part dikenakan proses pengecatan. Selanjutnya penambahan input permesinan hauler berupa electric motor, engine driven, gear, 134

153 shaft, dan lain-lain lalu diinstalasi dan dilakukan konfigurasi dari perlengkapan mesin yang terinstalsi agar semua sistem terintegrasi. Selanjutnya dilakukan pengetesan produk untuk mengetahui apakah produk dapat berjalan sesuai dengan spesifikasi. Produk akhir hasil pengetesan telah siap dikirim dan diinstalasi di lokasi yang ditentukan. V.1.4 Pemeriksaan Hasil Produk Untuk mendapat produk yang memiliki kualitas baik dan memenuhi persyaratan, maka diperlukan pengawasan yang sistematis. Berikut adalah mekanisme pengawasan produksi komponen peralatan tangkap pada Tabel V.51 dan Tabel V.52 : Tabel V.51 Cheklist pemeriksaan produk Design No. : Serial No. : Product Type : No. Quality Checklist Y/N Comments 1 Sambungan komponen 1.1 Kebersihan hasil pengelasan dari spatter 1.2 Kerapihan hasil pengelasan 1.3 Tidak ada gap pada hasil pengelasan 1.4 Kerapatan kuncian antar komponen pada penggunaan mur, baut dan sekrup 1.5 Penguatan komponen dengan main frame 2 Hasil bending tidak boleh ada yang retak 3 Hasil rolling tidak boleh ada yang retak 4 Hasil pemotongan tidak kasar 5 Hasil pemotongan tidak boleh tajam FABRICATION & ASSEMBLY Person on Duty Signature& Date 6 Kesesuain jumlah dan ukuran gear dengan gambar kerja 7 Kesesuaian main frame dengan gambar kerja 8 Mesin yang dipasang sesuai dengan spesifikasi 9 Persiapan permukaan kerja sebelum pengecatan 8.1 Kebersihan permukaan kerja (karat, kotoran dari fabrikasi,dll) 8.2 Permukaan rata/tidak bergelombang Painting 10 Primer coating 11 Intermediate coating 135

154 12 Top coating 13 Hasil pengecatan 14 Electrical system 14.1 Koneksi sambungan kabel 14.2 Kerapihan penataan sambungan kabel 14.3 Isolasi/pelindung pada kabel 14.4 Penandaan/label pada kabel 14.5 Kesesuain aksesoris (panel, on/off switch, dll) 14.6 Kerapatan kuncian tiap aksesoris 14.7 Plate Product 15 Hydraulic System 15.1 Kesesuaian aksesoris (wire, transmission gear, break, dll) 15.2 Koneksi penggerak dengan pompa hidrolik 15.3 Kerapatan kuncian/koneksi tiap aksesoris 15.4 Penandaan pada tiap aksesoris 15.5 Plate Product Electrical & Mechanical Tabel V.52 Checklist pengujian produk Design No. : Serial No. : Product Type : No Examination List Y/N Comment 1 Function & Running Test 1.1 Motor Running 1.2 Wire Rope Spooling 1.3 Intermittent Function 2 Pulling Test 2.1 Duty Pulling 2.2 Kemampuan Tarik Person on Duty Signature&Date V.1.5 Peralatan dan Mesin Peralatan dan mesin yang digunakan dalam industri manufaktur komponen peralatan tangkap bergantung pada proses yang terjadi dalam pembuatan produk manufakturnya. Peralatan dan mesin tersebut dibagi kedalam beberapa bengkel kerja sesuai dengan fungsinya. Selain mesin dan peralatan produksi juga dibutuhkan peralatan untuk handling untuk 136

155 memposisikan komponen diatas sebuah alat kerja serta peralatan transport untuk memindahkan produk antar bengkel dan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Jenis teknologi dan peralatan yang dipilih nantinya akan mempengaruhi tingkat investasi. Mesin dan peralatan yang lebih canggih tentunya akan memakan biaya investasi yang semakin besar pula. Setiap alat yang dibutuhkan untuk membuat masing-masing komponen adalah sama, namun berbeda dari segi produksi. Peralatan dan mesin yang akan ada dalam industri komponen pendingin akan dibagi ke dalam 3 jenis berdasarkan fungsinya, yaitu: Peralatan Desain Peralatan Produksi (Manual dan Semi Otomatis) Peralatan Angkut Berikut ini adalah peralatan dan mesin yang dibutuhkan untuk pengembangan industri komponen cold storage: 1. Peralatan Desain Tahap pertama dalam membuat komponen peralatan tangkap untuk kapal ikan adalah desain. Pada tahap ini, produk akan dirancang dalam bentuk digital sehingga calon pemilik dapat melihat dan memberi masukan beserta koreksi. Komponen yang akan dibuat juga dirancang pada tahap ini dengan menggunakan bantuan software untuk produk industri. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah komunikasi antara desainer dengan bagian produksi mengenai produk yang akan dibuat. Proses desain produk secara umum dibagi menjadi tiga langkah, yaitu: Penentuan desain produk, pembuatan desain produk, dan pembuatan gambar kerja. Langkah pertama untuk penentuan desain produk dimulai dari dimensi (panjang, lebar, dan tinggi). Penentuan dimensi ini bertujuan untuk memastikan produk yang akan dibuat sesuai spesifikasi dari pemilik kapal. Langkah berikutnya adalah membuat bentuk 3D dari komponen peralatan tangkap dengan menggunakan Solidworks 3D. Gambar 3D produk inilah yang kemudian menjadi acuan untuk pembuatan gambar kerja di tahap berikutnya. Gambar kerja akan digunakan pihak produksi untuk membuat komponen yang dibutuhkan untuk merangkai sistem pendingin di dalam ruang muat kapal ikan. Tahap desain ini memerlukan perlengkapan penunjang berupa: Personal Computer, Software Solidworks, dan Software AutoCAD. Berikut ini adalah alat penunjang yang dibutuhkan dalam proses desain komponen ruangan pendingin: 137

156 a. Personal Computer Gambar V.27 Personal Computer (Sumber: Salah satu alat bantu yang penting digunakan dalam proses desain dewasa ini adalah komputer.. Proses desain ini membutuhkan spesifikasi grafis yang memadai untuk menunjang pekerjaan. Terdapat dua jenis komputer yang dapat digunakan, yaitu PC dan notebook. Dalam industri ini, dibutuhkan komputer yang dapat bertahan saat dipakai untuk waktu yang lama. Juga spesifikasi yang tinggi dengan harga terjangkau mudah didapatkan untuk PC dibanding memilih notebook. Maka dipilihlah personal computer (PC) untuk menunjang hal tersebut. Spesifikasi PC untuk digunakan dalam industri komponen peralatan tangkap kapal ikan dapat dilihat pada Tabel V.53: Brand Tipe Tabel V.53 Spesifikasi CPU LENOVO ThinkCentreE73-DYiF Operating System Windows 8 Processor RAM Penyimpan Harga Intel Core i7 4770S 16GB 2TB HDD Rp /set (Sumber: 138

157 Berikut pada Tabel V.54 adalah spesifikasi dari monitor yang akan digunakan: Tabel V.54 Spesifikasi Monitor Brand LG Tipe Tipe Panel Ukuran Layar Resolusi Layar Tipe Monitor Harga LED 20MP47 IPS 19.5 inch 1600 x 900 px Light Emitting Diode Rp /unit (Sumber: b. Software Autodesk Fusion 360 Gambar V.28 Tampilan Autodesk Fusion 360 (Sumber : Perangkat lunak yang digunakan dalam proses desain adalah Autodesk Fusion 360. Perangkat lunak ini memungkinkan proses desain dengan tingkat akurasi yang tinggi. Model tiga dimensi yang ditampilkan dapat mempermudah pemilihan bentuk dan warna dari produk yang akan dibuat. Keluaran dari software ini juga dapat di-import ke dalam AutoCAD untuk pengembangan model menjadi gambar kerja. Perangkat lunak ini memberikan sistem manajemen data terpadu untuk menjamin keamanan data proyek dan melacak semua perubahan desain yang terjadi selama proses pengerjaan. Berikut pada Tabel V.55 adalah spesifikasi Autodesk Fusion 360 yang akan digunakan dalam indsutri: 139

158 Tabel V.55 Spesifikasi Autodesk Fusion 360 Publisher AUTODESK Software Fusion 360 Feature Freeform Modeling and Sculpting Solid Modeling Parametric Modeling Simulation and Engineering Testing Assembly and Modeling Harga $ 300/year Rp /tahun (Sumber: knowledge.autodesk.com) c. Software Autodesk AutoCAD Gambar V.29 Tampilan AutoCAD 2017 (Sumber: Perangkat lunak berukutnya yang digunakan untuk proses desain adalah AutoCAD. Software ini dipilih karena fungsinya yang banyak dan mudah untuk digunakan semua kalangan. Keluaran dari software ini pun dapat dijadikan berbagai format agar memudahkan dalam komunikasi antara desainer dan klien. AutoCAD dapat membuat model 2D maupun 3D dari suatu benda maupun rancangan sistem. Gambar kerja untuk produksi juga dapat digunakan dengan software ini dengan detail dan ukuran yang presisi dari setiap bagian dari produk. Berikut pada Tabel V.56 adalah spesifikasi dari AutoCAD yang akan digunakan dalam industri: 140

159 Tabel V.56 Spesifikasi Autodesk AutoCAD 2017 Publisher AUTODESK Software AutoCAD 2016 Feature 2D and 3D Engineering Design Smart Dimensioning High Compatiblity Software Surface Analysis Technical Drawing Harga $ 1.400/year Rp /tahun (Sumber: 2. Peralatan dan Mesin untuk Proses Produksi Tahap desain akan menghasilkan gambar kerja untuk dibuat bentuk nyata suatu produk industri. Gambar kerja tersebut dapat dikerjakan dengan bantuan perlatan dan mesin produksi. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pembuatan komponen peralatan tangkap kapal ikan dibagi ke dalam 2 jenis sesuai fungsi kerjanya, yaitu: Alat Manual dan Mesin Semi-Otomatis. Berikut ini adalah spesifikasi dari peralatan dan mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi komponen ruang pendingin kapal ikan: a. Alat Manual (hand tools) Proses produksi yang harus dilewati untuk menghasilkan suatu produk membutuhkan peralatan dasar yang digunakan untuk membantu karyawan dalam pekerjaannya. Kelengkapan peralatan yang akan digunakan dapat mendukung tingkat presisi untuk memenuhi prinsip ketepatan dan keakuratan pembuatan komponen peralatan tangkap. Peralatan yang dibutuhkan akan dibagi ke dalam 3 jenis berdasarkan fungsi utamanya, yaitu: Alat Ukur, Alat Penanda, dan Alat Pendukung. Berikut ini adalah daftar peralatan tersebut: 1. Alat Ukur (Measuring Tool) Alat ukur adalah peralatan kerja yang digunakan untuk mengukur panjang dan lebar dari suatu benda kerja sesuai arahan gambar kerja, diantaranya adalah mistar, penggaris siku, dan meteran. 141

160 2. Alat Penanda (Marking Tool) Alat penanda adalah peralatan kerja yang digunakan untuk menandai hasil pengukuran agar dapat dibedakan mana bagian yang akan dipotong, dilipat, maupun ditempeli komponen lain. Penanda yang digunakan haruslah yang tidak mudah hilang saat tersapu. Setiap permukaan material mempunyai alat penanda yang berbeda, hal ini dimaksudkan agar tanda yang ditorehkan terlihat jelas dan tidak mudah hilang selama proses pengerjaan untuk mencapai tujuan ketelitian. Alat penanda yang dibutuhkan diantaranya adalah spidol, pensil, pulpen, dan kapur tulis. 3. Alat Pendukung (Supporting Tool) Alat pendukung adalah alat yang membantu proses pembersihan hasil kerja, menyempurnakan sambungan, mengecek mutu bahan, mengecek kontur, dan memeriksa kecukupan dimensi. Alat pendukung yang dibutuhkan adalah sikat baja, palu las, palu biasa, gunting, kalkulator, kunci kombinasi, kunci L, kunci moment, tang kombinasi, obeng dan pisau cutter. b. Mesin dan Alat Semi-Otomatis Alat-alat berikut ini dibutuhkan untuk ditempatkan di dalam industri komponen peralatan tangkap kapal ikan. Beberapa alat kemudian akan ditempatkan di bengkel yang khusus mengerjakan pekerjaan tertentu. Alat lainnya akan difungsikan sesuai peruntukannya dalam proses produksi. 1) Mesin Rol Mesin Rol digunakan untuk menggulung pelat sehingga membentuk profil kurva lingkaran. Mesin ini dapat digunakan untuk membuat kaki pada line hauler dan combined net and line hauler. Juga dapat digunakan untuk pembuatan spool atau drum pada produk net drum. Gambar V.30 Mesin Rol (Sumber: 142

161 Berikut pada Tabel V.57 adalah spesifikasi mesin rol: Tabel V.57 Spesifikasi Mesin Rol Item Name SM-MCR2508 Merek Lebar Maksimal Ketebalan Maksimal Daya utama Harga SteelMaster 2550 mm 8 mm 5500 Watt/415 Volt $ (include shipping) Rp (Sumber: 2) Mesin Potong Gambar V.31 Mesin Potong Pelat (Sumber: Alat ini digunakan untuk memotong pelat-pelat baja yang sudah melewati mesin rol. Pelat yang digunakan dalam main frame dari produk peralatan tangkap dimana memiliki ketebalan 4 mm 8 mm. Berikut pada Tabel V.58 adalah spesifikasi alat pemotong pelat: 143

162 Tabel V.58 Spesifikasi Mesin Potong Item Name Hydraulic Shearing Machine Tipe Korpleg CPN 310 Lebar Maksimal Ketebalan Maksimal Ram Stroke Berat Unit Dimensi Harga 3200 mm 10 mm 7-35 n/min 8200 kg 3900 x 2100x 1850 mm 25,600/set Rp /set (Sumber: 3) Mesin Bending Hidrolik Gambar V.32 Hydraulic Bending Machine (Sumber: Alat penekuk digunakan untuk menekuk pelat logam sesuai kebutuhan poduksi. Sudut yang biasa dibentuk adalah 90 o untuk membuat siku pada produk industri. Mesin ini juga banyak digunakan dalam industri karoseri, pembuatan panel listrik, rumah lampu, dan kitchen set. Sumber tenaga untuk menekukkan pelat pada alat ini adalah hidrolik. Berikut pada Tabel V.59 adalah spesifikasi mesin bending hidrolik: 144

163 Tabel V.59 Spesifikasi Mesin Bending Hidrolik Brand HARSLE Tipe Lebar Maksimal Sumber power Daya Tekan Slider Travel Work Speed Rotate Speed Power Requirement Dimensi Harga WC67Y mm Hidrolik up to 1250 kn 120 mm 15 mm/sec 31.5 Mpa 380V; 50Hz 2200 x 1300 x 1900 mm $ /unit Rp /unit (Sumber: 4) Abrasive Cutoff Machine Gambar V.33 Abrassive Cutoff Machine (Sumber: Alat ini biasa disebut dengan cutting wheel. Fungsinya adalah memotong pelat, profil, dan pipa dengan menggunakan piringan pisau yang berkontur kasar seperti amplas, namun bedanya alat ini difungsikan untuk membelah material. Jadi benda kerja terpotong dikarenakan permukaan kasar dari piringan tersebut berputar dengan cepat sehingga membelah material.. Berikut pada Tabel V.60 adalah spesifikasi dari abrasive cutoff machine yang akan digunakan: 145

164 Tabel V.60 Spesifikasi Abrassive Cutoff Machine Brand BOSCH Tipe 3814 Diameter Pisau Daya Kedalaman Pemotongan Panjang Pemotongan Kecepatan Putaran Voltase Berat Spindle Thread 14 inch 15 A 6 inch inch rpm (no load) 120V 21 kg 5/8-11 UNC Dimensi x 5 Harga $ 145/unit (Sumber: Rp /unit 5) Mesin Gerinda Tangan Gambar V.34 Mesin Gerinda Tangan (Sumber: indonesian.alibaba.com) Mesin Gerinda adalah alat kerja yang umum digunakan dalam sebuah bengkel dan industri. Pengoperasiannya cukup mudah dan dilakukan oleh satu pekerja, namun harus menggunakan peralatan keselamatan untuk mencegah kecelakaan kerja. Alat ini dapat dipakai untuk menghaluskan hasil pemotongan, merapikan hasil las, membentuk lengkungan pada benda kerja yang bersudut, menyiapkan permukaan benda kerja untuk dilas, dan menghaluskan benda keras seperti aluminium dan stainless steel. Blade yang dapat diganti dari mata amplas menjadi pisau, membuat alat ini menjadi multifungsi sehingga dapat juga digunakan sebagai alat pemotong pipa-pipa kecil. Berikut pada Tabel V.61 adalah spesifikasi dari mesin gerinda tangan: 146

165 Tabel V.61 Spesifikasi Mesin Gerinda Tangan Brand MEIRI Tipe Kecepatan Daya Listrik Berat Unit Tebal Blade Sudut Chamfering Diameter Blade Panjang Unit Harga MR-R100B 8200 rpm 670 Watt; 220 V; 50Hz 3.5 kg up to 3 mm 45 o 100 mm 6 inch $ 36/unit Rp /unit (Sumber: indonesian.alibaba.com) 6) Mesin Bor Gambar V.35 Mesin Bor Meja (Sumber: Mesin bor digunakan untuk membuat lubang pada permukaan pelat logam maupun kayu sampai diameter 16 mm. Dudukan yang kokoh untuk melubangi berbagai permukaan material membuatnya semakin banyak digunakan pada banyak industri. Tuas yang tersedia dapat digunakan untuk mengatur tekanan mata bor ke permukaan yang akan dibuat lubang. Berikut pada Tabel V.62 adalah spesifikasi mesin bor yang akan digunakan: 147

166 Brand Tipe Tabel V.62 Spesifikasi Mesin Bor Meja HARSLE HS Diameter Bor Maksimal Tinggi Mata Bor ke Meja Spindle Speed Range Table Size Daya Listrik Berat Unit Dimensi Harga mm mm rpm 500 x 200 mm 750 Watt 260 kg 850 x 1780 x 1200 mm $ 124/unit Rp /unit (Sumber: 7) Hand Drill Gambar V.36 Electric Hand Drilling Machine (Sumber: indonesian.alibaba.com) Bor ini tidak digunakan diatas meja, melainkan dipegang oleh operator dan langsung diarahkan ke permukaan yang akan diberi lubang. Penggunaannya dalam industri komponen ruangan pendingin diantaranya adalah melubangi panel insulasi untuk pemasangan skrup, melubangi pelat baja untuk perakitan komponen, dan memasang skrup pada pipa-pipa evaporator yang ada di dalam ruangan muat kapal ikan. Berikut pada Tabel V.63 adalah spesifikasi dari electric hand drilling machine yang akan digunakan dalam industri komponen peralatan tangkap. 148

167 Tabel V.63 Spesifikasi Electric Hand Drill Brand BOSCH Tipe Kecepatan Rotasi Diameter Mata Bor GBM rpm up to 10 mm (steel) up to 20 mm (kayu) Input Power Voltase Berat Unit Dimensi (P x T) Harga 350W 240 V 1.2 kg 220 x 189 mm $ 35/unit Rp /unit (Sumber: indonesian.alibaba.com) 8) Bench Vice Clamp Gambar V.37 Bench Vice Clamp (Sumber: Alat ini merupakan salah satu jenis clamp yang biasa digunakan dalam industri. Kegunaannya adalah menjepit benda kerja agar mudah untuk digerinda maupun diamplas. Biasanya unit dipasang di pinggiran meja kerja agar dekat dengan sumber listrik untuk menyuplai listrik ke gerinda maupun mesin bor. Pipa evaporator yang akan dibengkokan juga dipegang oleh alat ini. Berikut pada Tabel V.64 adalah spesifikasinya: 149

168 Tabel V.64 Spesifikasi Vice Clamp Nama OLIMA Tipe 8910 Ukuran 10 Lebar Jaws Harga 300 mm $ 40/unit Rp /unit 9) Mesin Amplas (Sumber: Gambar V.38 Mesin Ampelas (Sumber: Mesin Amplas digunakan untuk membersihkan dan meratakan permukaan benda agar tidak ada bagian permukaan kasar yang akan mengganggu pekerjaan. Material yang dapat diproses oleh alat ini adalah kayu dan logam. Alat ini merupakan pengembangan dari amplas konvensional yang biasa dipakai manual, sehingga pekerjaan mengamplas dapat dilakukan dengan lebih cepat untuk menghemat waktu dan tenaga. Berikut pada Tabel V.65 adalah spesifikasi mesin amplas yang akan digunakan: 150

169 Tabel V.65 Spesifikasi Mesin Ampelas Brand rima Tipe Diameter Sand Pad Orbits per Minutes Input Power Voltase Frekuensi Panjang Kabel Berat Unit Harga CP mm 9000 rpm 180 Watt 220 V Hz 2 m 1.2 kg $ 49.80/piece Rp /buah (Sumber: 10) Mesin Las SMAW Gambar V.39 Mesin Las SMAW (Sumber: wholesaler.alibaba.com) Mesin las digunakan untuk menyambung material logam dengan cara melelehkan sebagian logam induk dengan sebagian logam pengisi untuk menghasilkan sambungan yang kontinu. Mesin las yang digunakan dalam industri komponen peralatan tangkap adalah mesin las SMAW untuk menyambung bagian-bagian logam pada komponen. Berikut Tabel V.66 adalah spesifikasi mesin las yang akan digunakan dalam industri ini: 151

170 Tabel V.66 Spesifikasi Mesin Las SMAW Brand TOPWELL Tipe Pilot Arc Current PROTIG-250Di A Duty Cycle 60% Pulse Frequency Open Circuit Voltage Power Hz 60 V kva Voltase 230 V + 15% Berat Unit Dimensi Harga 15 kg 410 x 190 x 305 mm $ 659/unit Rp /unit (Sumber: wholesaler.alibaba.com) 11) Mesin Las GTAW Gambar V.40 Mesin Las GTAW (Sumber: id.aliexpress.com) Mesin las digunakan untuk menyambung material logam dengan cara melelehkan sebagian logam induk dengan sebagian logam pengisi untuk menghasilkan sambungan yang kontinu. Mesin las yang digunakan untuk material aluminium adalah mesin las GTAW untuk 152

171 menyambung bagian-bagian logam pada komponen. Berikut pada Tabel V.67 adalah spesifikasi mesin las yang akan digunakan dalam industri ini: Tabel V.67 Spesifikasi Mesin Las GTAW Brand HWELD Tipe Pilot Arc Current 520CTM A Duty Cycle 60% Open Circuit Voltage Power Voltase Berat Unit Dimensi Harga 60 V 5.4 kva 220 V 15 kg 375 x 152 x 305 mm $ /unit Rp /unit 12) Kompresor Udara (Sumber: id.aliexpress.com) Gambar V.41 Kompresor Udara (Sumber: Kompresor berfungsi untuk menghasilkan tekanan udara yang baik dan bersih selama proses pengecatan. Lubang hisap udara dilengkapi dengan filter untuk mencegah masuknya debu dan kotoran dari luar. Berikut pada Tabel V.68 adalah spesifikasi dari kompresor udara yang akan digunakan: 153

172 Tabel V.68 Kompresor Udara Brand KRISBOW Tipe Bahan Power Voltase Frekuensi Volume Tangki Air Displacement Tekanan Kerja Berat Unit Dimensi Harga Steel 1 HP/0.75 kw 220 V 50 Hz 60 liter 80 liter/min 8 bar/115 psi 80 kg 970 x 450 x 820 mm Rp /unit (Sumber: 13) Spray Gun Gambar V.42 Spray Gun (Sumber: Proses pelapisan (coating) komponen dilakukan selain untuk mencegah korosi, juga untuk memberikan warna pada komponen yang telah selesai dibuat. Berikut pada Tabel V.69 adalah spesifikasi spray gun yang akan digunakan dalam industri komponen peralatan tangkap kapal ikan: 154

173 Tabel V.69 Spesifikasi Spray Gun Brand NAVITE Tipe Volume Ikuran Nozzle Tekanan Air Consumption Air Inlet Dimensi Harga NA2002F 600 ml 1.4 mm psi 7.5 litre/min 1/4 NPT 68 x 22 x 28 mm $ 15/piece Rp /buah (Sumber: 3. Peralatan Angkut Selama proses produksi, bahan baku dari gudang penyimpanan harus dipindahkan ke workshop dan bengkel sesuai jadwal pekerjaan. Beberapa bagian tidak selalu dapat diangkat menggunakan tenaga manusia, ada beberapa bagian besar yang perlu diangkat dengan bantuan mesin. Komponen yang telah setengah jadi juga harus diangkut dari satu tahap ke tahap berikutnya. Komponen dari bengkel yang telah selesai dibuat juga perlu diangkut untuk dirakit menjadi satu komponen utuh. Dibutuhkan alat angkut khusus untuk memindahkan barangbarang dan komponen setengah jadi tersebut. Alat angkut yang dibutuhkan adalah Forklift, Hydraulic Lifter, dan Overhead Crane. Ketiga alat ini memiliki fungsi yang sama yaitu untuk memindahkan barang, perbedaannya terletak pada fungsi daerah kerjanya. Berikut ini adalah alat angkut yang akan digunakan dalam industri komponen peralatan tangkap kapal perikanan: a. Forklift Gambar V.43 Forklift Kapasitas 5 ton (Sumber: 155

174 Forklift digunakan untuk mengangkut bahan baku dari gudang ke workshop dan ruangan produksi dimana alat ini dioperasikan oleh satu pekerja. Area kerja forklift ini adalah seluruh kawasan produksi dalam industri ini. Jadi operatornya memiliki akses untuk mengoperasikan alat ini diseluruh ruangan produksi untuk proses pemindahan barang. Berikut pada Tabel V.70 adalah spesifikasi dari forklift yang akan digunakan dalam industri ini: Brand Model Kapasitas Tabel V.70 Spesifikasi Forklift UN FORKLIFT FD30T-E 3000 kg Panjang Fork Lebar Fork Tinggi Maksimal Kecepatan Pengangkatan Sudut Kemiringan Power Source Dimensi Harga 1070 mm 125 mm 4070 mm 430 mm/s 6 o / 12 o Diesel 2773 x 1225 x 2235 mm $ /unit Rp /unit (Sumber: b. Stacker Manual Gambar V.44 Manual Stacker (Sumber: 156

175 Lain halnya dengan forklift, alat pengangkat ini dioperasikan tidak dengan cara dikendarai, melainkan didorong seperti biasa. Namun dengan kapasitas yang cukup besar, cukup membantu pekerjaan pemindahan material di dalam gudang. Area kerja alat ini adalah di dalam gudang, jadi ketika ada stok komponen yang baru datang dapat diangkut menggunakan alat ini dan langsung disusun dalam rak-rak yang ada di gudang. Berikut pada Tabel V.71 adalah spesifikasi manual stacker yang akan digunakan: Tabel V.71 Spesifikasi Manual Stacker Brand HWGK Model Kapasitas Panjang Fork SYG-I kg 900 mm Tinggi Maksimal mm Dimensi Harga 2080 x 1380 mm $ 550/set Rp /set (Sumber: c. Overhead Crane Gambar V.45 Overhead Crane (Sumber: Crane yang digunakan adalah tipe gantry overhead. Jadi crane dapat beroperasi di seluruh ruangan produksi karena terdapat tiang penyangga yang menopang serta dapat bergerak kearah manapun di dalam ruangan. Penggunaannya akan difokuskan pada penanganan material, 157

176 barang setengah jadi, barang jadi, dan pengemasan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pekerjaan dan mempersingkat waktu pemindahan barang dari satu bengkel ke bengkel berikutnya dan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Berikut pada Tabel V.72 adalah spesifikasi dari overhead crane yang akan digunakan: Tabel V.72 Spesifikasi Overhead Crane Brand DEMAG EPDE/EKDE Model Kapasitas Angkat Max long travel speed Max lifting speed Rentang Lifting Mechanism Harga Suspension Crane 8 ton 40 m/ min 12.5 m/min up to 30 m Electric hoist $ /set Rp /set d. Mobile Gantry Crane (Sumber: Gambar V.46 Mobile Gantry Crane (Sumber: Crane yang digunakan adalah tipe mobile gantry overhead. Jadi kontruksi crane dapat berpindah sesuai lokasi aktivitas produksi. Penggunaannya akan difokuskan pada proses assembly. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pekerjaan dan mempersingkat waktu 158

177 perakitan barang yang memiliki bobot besar. Berikut pada Tabel V.73 adalah spesifikasi dari mobile gantry crane yang akan digunakan: Tabel V.73 Spesifikasi Mobile Gantry Crane Brand KIWI CRANE Model number Kapasitas Angkat Rated Lifting Moment Tinggi Maksimal Lifting Mechanism Harga MH 3 ton 100 kn 6 m Electric hoist $ 1.200/set Rp /set (Sumber: V.1.6 Kapasitas Produksi Perencanaan kapasitas produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya kemampuan dari industri pendukung peralatan tangkap kapal ikan menghasilkan produk dengan kualitas dan jumlah tertentu. Faktor yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan kapasitas produksi adalah kapasitas dari permesinan dan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, serta besarnya jumlah permintaan peralatan tangkap kapal. Kapasitas adalah jumlah output maksimum yang dihasilkan oleh suatu fasilitas selama periode waktu tertentu biasanya dinyatakan dalam unit produk yang dihasilkan per satuan waktu. Berikut adalah penjelasan per prosesnya: 1. Desain Target produksi untuk industri peralatan tangkap didapatkan berdasarkan besarnya permintaan maksimum sebanyak 2056 unit dalam setahun sesuai dengan penjelasan pada sub bab Untuk proses desain membutuhkan waktu rata-rata 2 hari untuk menyelesaikan satu produk peralatan tangkap. Asumsi penyelesaian desain didapatkan dari pengamatan dan asumsi lainnya tidak terdapat permasalahan yang mengakibatkan revisi desain. 159

178 Desainer Tabel V.74 Waktu untuk Proses Desain Satu Unit Peralatan Tangkap Waktu Penyelesaian Desain satu Peralatan tangkap Jumlah Peralatan tangkap dalam satu Tahun (Unit) Catatan: Asumsi dalam satu tahun = 260 hari kerja Diketahui: 1 desainer dapat menyelesaikan 1 desain peralatan tangkap dalam waktu 2 hari dan asumsi dalam satu bulan 25 hari kerja. Contoh: untuk 2 desainer Jumlah peralatan tangkap dalam satu tahun = (jumlah hari kerja/waktu penyelesaian)*jumlah desainer. Sehingga didapatkan: (260/1) x 2 = 520, dilakukan pembulatan kebawah sehingga 2 desainer dapat menyelesaikan 520 desain peralatan tangkap dalam setahun. Jadi setidaknya dibutuhkan pekerja pada proses desain adalah 9 orang, untuk mendesain 2312 desain peralatan tangkap. 2. Tahap Fabrikasi dan Perakitan Untuk proses pada tahap fabrikasi dan assembly terdiri dari: perhitungan dimulai berdasarkan jumlah permintaan peralatan tangkap hasil dari forecasting, dilanjutkan dengan perhitungan konsumsi material yang digunakan, kemudian menentukan jumlah mesin yang digunakan dalam hal ini adalah cutting machine, bending machine, rolling machine dan welding machine. Berikut adalah penjabarannya: Tabel V.75 Jumlah permintaan peralatan tangkap per tahun No. Nama produk Jumlah Produksi per Tahun (unit) 1 Net Hauler Line Hauler Combined Net & Line Hauler Power Block 208 Total Jumlah Produk 2312 Berdasarkan Tabel V.75 diatas, permintaan unit terdiri dari net hauler sebanyak 874unit, line hauler sebanyak 874 unit, combined net & line hauler sebanyak 356 unit, dan power block 160

179 sebanyak 608 unit. Selanjutnya untuk mendapatkan jumlah lembaran pelat yang digunakan, dihitung perkiraan luasan dari produk yang didapat dari referensi-referensi produk permesinan tangkap dan dibandingkan dengan luasan dan ukuran pelat yang ada di pasaran. Berikut kebutuhan lembaran pelat tiap produk pada tabel V.76 : No Tabel V.76 Jumlah Kebutuhan Lembaran Pelat Tiap Produk Jenis Ukuran Total Luasan Pelat Pelat yang Kebutuhan Jenis Produk per Lembar dipakai per (cm Lembar 2 Luasan Pelat ) (cm 2 ) Jumlah Lembaran Pelat yang Dibutuhkan 1 Electric Line Hauler Pelat 4 mm 4'x8' 29724, Hydraulic Line Hauler Pelat 4 mm 4'x8' 29724, Combined Line & Net Hauler Pelat 4 mm 4'x8' 29724, Hydraulic Net Hauler 5 Powerblock Pelat 4 mm 4'x8' 29724, Pelat 6 mm 4'x8' 29724, Pelat 4 mm 4'x8' 29724, Pelat 6 mm 4'x8' 29724, Berdasarkan data yang tersebut selanjutnya dibutuhkan data berat konsumsi baja yang digunakan. Untuk data pemakaian baja tiap produk dijelaskan berikut ini : N o Tabel V.77 Berat Konsumsi Pemakaian Pelat tiap produk Material yang terpakai (lembar pelat) Berat Pelat yang Terpakai per Produk(kg) Berat Pelat yang Terpakai per Produk (ton) Nama Produk Pelat 4 Pelat 6 mm mm 1 Line hauler 1-93,32 0, Combined line & net hauler 1-93,32 0, Power Block ,32 0, Net Hauler ,64 0,46664 Total konsumsi ,6 0,8876 Material yang terpakai pada Tabel V.77 didapatkan berdasarkan perhitungan dari tabel sebelumnya. Untuk baja 4 mm dengan ukuran 4 x 8 memiliki berat kg/lembar dan baja 6 mm dengan ukuran 4 x 8 memiliki berat 140 kg/lembar. Contoh perhitungan: Line hauler, material yang terpakai adalah baja 4 mm sebanyak 1. Untuk baja 4 mm: 1 x kg = kg atau ton. 161

180 Tabel V.78 Konsumsi material untuk setiap produk per tahun Berat Pelat yang Lembar Pelat No. Nama produk Terpakai Per tahun Yang Terpakai (ton) 1 Line Hauler 81, Combined Net & Line Hauler 33, Power Block 48, Net Hauler 407, Total 571, Tabel V.78 diatas didapatkan dari hasil perkalian antara konsumsi material per produk dengan jumlah permintaan per tahun. Contoh: line hauler, jumlah permintaan 874 buah, konsumsi material baja 4 mm 1 lembar. Untuk berat baja pertahun: x 874 = 81,56168 ton. Untuk lembar pelat pertahun: 1 lembar baja 4 mm x 333 = 874 lembar pelat. Berdasarkan perhitungan tersebut maka langkah selanjutnya adalah penentuan jumlah mesin dan jumlah perkerja. Berikut perhitungan yang dilakukan. 1. Perhitungan di Area Fabrikasi dan Perakitan Kapasitas Mesin (T) : Berat Baja Total (Wtot) : Ukuran Pelat : : Total Kebutuhan Pelat : maka, dalam 1 hari dapat menghasilkan (P) : Berat baja : Waktu Pengerjaan : Jam Kerja Mesin (D) : Jam Orang : Koefisien Mesin (E) : Tabel V.79 Perhitungan untuk Cutting Machine CUTTING MACHINE 5 menit/lembar 571,37 ton 6 mm x 4' x 8' 0,14 ton/lembar 5142 lembar 20 lembar/hari 2, ton/hari 260 hari 6 jam/hari 8 jam/hari E=1- D D Keterangan : DT = down time dari sebuah mesin : Jumlah Mesin : 0,79 tiap harinya ST = set-up untuk setiap operasi N= D E = 0, mesin = 1 mesin diasumsikan pemakaian pelat terbesar yang akan dipakai Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator: Helper: 1 orang 1 orang Perhitungan untuk jumlah cutting machine adalah 1 unit yang membutuhkan 2 pekerja yakni satu operator dan satu helper. 162

181 Tabel V.80 Perhitungan untuk Overhead Crane OVERHEAD CRANE 5 TON Waktu Pengerjaan : 260 hari Waktu pekerja : 8 jam/hari Kecepatan Mesin (T): 10 menit/lembar : 0,17 jam/lembar ukuran pelat : 6 mm x 4' x 8' : 2,4384 m : 0,14 ton/lbr jumlah kebutuhan pelat : 5142 lembar Panjang Total Pelat : 12538,2528 m Beban kerja mesin (D) : 8 jam/hari maka, dalam 1 hari (P) : 48 m : 20 lembar diasumsikan pemakaian plat terbesar yang akan dipakai Koefisien Mesin ( E ): Keterangan : E=1- D D DT = down time dari sebuah mesin tiap harinya : 0,83 ST = set-up untuk setiap operasi Total Kebutuhan Mesin : N= D E : 0,494 mesin 1 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Rigger : 1 orang 1 orang Perhitungan untuk jumlah overhead crane adalah 1 unit yang membutuhkan 2 pekerja yakni satu operator dan satu rigger. Tabel V.81 Perhitungan untuk Bending Machine BENDING MACHINE Waktu Pengerjaan : 260 hari Waktu pekerja : 8 jam/hari Kecepatan Mesin (T): 8 menit/lembar : 0,14 jam/lembar Ukuran pelat : 6 mm x 4' x 8' : 2,4384 m : 0,14 ton/lbr Jumlah kebutuhan pelat : 5142 lembar Panjang Total Pelat : m Beban kerja mesin (D) : 6 jam/hari maka, dalam 1 hari (P) : 48 m : 20 lembar Koefisien Mesin ( E ): Keterangan : E=1- D D diasumsikan pemakaian pelat terbesar yang akan dipakai DT = down time dari sebuah mesin tiap harinya : 0,79 ST = set-up untuk setiap operasi Total Kebutuhan Mesin : N= D E : 0,58 mesin 1 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Helper : 1 orang 1 orang Perhitungan untuk jumlah bending machine adalah 1 unit yang membutuhkan 2 pekerja yakni satu operator dan satu helper. 163

182 Tabel V.82 Perhitungan untuk Rolling Machine ROLLING MACHINE Waktu Pengerjaan : 260 hari Waktu pekerja : 8 jam/hari Kecepatan Mesin (T): 8 menit/lembar : 0,14 jam/lembar Ukuran pelat : 6 mm x 4' x 8' : 2,4384 m : 0,14 ton/lbr Jumlah kebutuhan pelat : 5142 lembar Panjang Total Pelat : m Beban kerja mesin (D) : 6 jam/hari maka, dalam 1 hari (P) : 48 m : 20 lembar Koefisien Mesin ( E ): Keterangan : E=1- D D diasumsikan pemakaian pelat terbesar yang akan dipakai DT = down time dari sebuah mesin tiap harinya : 0,79 ST = set-up untuk setiap operasi Total Kebutuhan Mesin : N= D E : 0,58 mesin 1 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : Helper : 1 orang 1 orang Perhitungan untuk jumlah rolling machine adalah 1 unit yang membutuhkan 2 pekerja yakni satu operator dan satu helper. Tabel V.83 Perhitungan untuk Welding Machine WELDING MACHINE Produktivitas Bengkel : 50 kg/jo : 0,05 ton/jo 1 JO : 0,4 ton Total Berat Baja : berat baja perlembar : Waktu Pengerjaan : maka dalam sehari dihasilkan : 571,37 ton 0,1 ton/lbr 260 Hari 2 ton/hari 2197,6 kg/hari 8 jam/hari 60% 4,8 jam/hari 9,2 mesin jam orang : Duty Cycle : Jumlah Mesin : : 10 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : 10 orang Perhitungan untuk jumlah welding machine adalah 10 unit yang membutuhkan 10 welder. 164

183 2. Perhitungan di Painting Area Tabel V.84 Perhitungan untuk Compressor COMPRESSOR Waktu pengerjaan : 260 hari Waktu pekerja (t) : 8 jam/hari Kecepatan Mesin (v): 30 menit/lembar : 0,50 jam/lembar (Untuk 2 tahap) : 1,00 jam/lembar diasumsikan pemakaian Ukuran pelat : 6 mm x 4' x 8' pelat terbesar yang akan : 2,4384 m/lembar dipakai : 0,14 ton/lbr jumlah kebutuhan pelat : 5142 lembar Panjang Total Pelat : m Beban kerja mesin (T) : 8 jam/hari maka, dalam 1 hari : 48 m : 20 lembar Koefisien Mesin ( E ): Keterangan : E=1- D DT = down time dari sebuah mesin D tiap harinya : 0,84 ST = set-up untuk setiap operasi Total Kebutuhan Mesin : N= D E : 2,9 mesin 3 mesin Jumlah Pekerja yang dibutuhkan : Operator : 3 orang Perhitungan untuk jumlah compressor adalah 4 unit yang membutuhkan 4 painter. 3. Perhitungan di Outfitting Area Untuk pekerjaan instalasi kelistrikan dan permesinan, produktivitas diukur berdasarkan berapa lama satu produk tersebut diselesaikan oleh satu pekerja. Berdasarkan wawancara dengan salah satu bengkel permesinan bantu perikanan di Lamongan dan pabrik produsen winch di Sidoarjo, untuk satu tim pekerja dapat menyelesaikan seluruh rangkaian instalasi selama 4-5 hari. Maka dilakukan perhitungan sebagai berikut : Tabel V.85 Pehitungan untuk Tahap Electrical & Mechanical ELECTRICAL & MECHANICAL PERHITUNGAN JUMLAH PEKERJA Produktivitas per satu tim pekerja: 4 hari/unit (Asumsi 1 tim berjumlah 2 orang) Total jumlah produk : 2312 unit Waktu Pengerjaan : 260 hari Jam Orang : 8 jam/hari Jumlah pekerja yang dibutuhkan : (Asumsi 1 tim = 2 pekerja) : 36 tim 72 pekerja Perhitungan untuk jumlah pekerja di outfitting area yakni berjumlah 72 orang untuk 36 tim. 165

184 4. Perhitungan di Area Pengujian Untuk pekerjaan pengujian produk diasumsikan satu tim ahli untuk tiap jenis pengujian produk yang dilakukan sehingga untuk wilayah ini jumlah tim ahli adalah 2 orang. Dari serangkaian perhitungan di atas, berikut rekapitulasi jumlah pekerja yang berada di Production Area yang ditunjukkan pada Tabel V.86: Tabel V.86 Rekapitulasi jumlah pekerja keseluruhan di Production Area No Rekapitulasi Jumlah Pekerja Nama Proses Jumlah Pekerja Tiap Sektor 1 Design 8 2 Fabrication & Ass Painting 3 4 Outfitting 72 5 Function & Pulling Test 2 Total 101 Maka didapat kapasitas produksi dari industri peralatan tangkap ini yakni 2056 unit produk dan 37 orang pegawai bengkel dalam satu tahun. V.1.7 Penjadwalan Produksi Untuk memproduksi 2056 unit dalam waktu 1 tahun yang terdiri dari electric line hauler sejumlah 192 unit, hydraulic line hauler sejumlah 141 unit, hydraulic net hauler sejumlah 999 unit, combined line & net hauler sejumlah 550 unit dan power block sejumlah 174 unit direncanakan penjadwalan untuk mengetahui waktu dalam proses design, fabrikasi dan assembly, painting, electrical & mechanical installation, function test, delivey, dan commissioning. Berikut adalah tabel jadwal produksi untuk setiap produk: 166

185 No Jenis Kegiatan Tabel V.87 Penjadwalan Produksi Electric Line Hauler Durasi (hari) Tahap Persiapan 3 1 Design 1 2 Persiapan lainnya 3 Fabrikasi & Assembly 4 3 Persiapan dan pemotongan 1 4 Bending & Rolling 1 5 Perakitan dan pengelasan 2 Painting 3 6 Pembersihan dan Pengecetan 3 Electrical&Mechanical 3 Pemasangan Kabel, Penataan, 7 jalur kabel, dan proteksi kabel 1 Pemasangan dan Pengamanan 8 Komponen 3 9 Koneksi Sistem 1 10 Penandaan komponen yang terpasang Function Test 2 11 Function & Running Test 1 12 Pulling Test 1 13 Packaging 1 14 Delivery & Instalation 3 Electric Line Hauler Berdasarkan Tabel V.87 untuk produksi electric line hauler adalah 29 hari yang terdiri atas persiapan dalam 3 hari, fabrikasi & assembly dalam 4 hari, painting dalam 3 hari, electrical & mechanical dalam 3 hari, function test dalam 2 hari, packaging dalam 1 hari dan delivery&instalation dalam 3 hari. 167

186 Tabel V.88 Penjadwalan Produksi Hydraulic Line Hauler No Jenis Kegiatan Durasi (hari) Tahap Persiapan 3 1 Design 1 2 Persiapan lainnya 3 Fabrikasi & Assembly 5 3 Persiapan dan pemotongan 2 4 Bending & Rolling 1 5 Perakitan dan pengelasan 3 Painting 3 6 Pembersihan dan Pengecetan 3 Electrical&Mechanical 4 Pemasangan selang saluran 7 fluida dan Penataan selang 2 saluran Pemasangan dan Pengamanan 8 Komponen 4 9 Koneksi Sistem 2 Penandaan komponen yang 10 terpasang 4 Function Test 3 11 Function & Running Test 2 12 Pulling Test 2 13 Packaging 1 14 Delivery & Instalation 3 Berdasarkan Tabel V.88 untuk produksi hydraulic line hauler adalah 22 hari yang terdiri atas persiapan dalam 3 hari, fabrikasi & assembly dalam 5 hari, painting dalam 3 hari, electrical & mechanical dalam 4 hari, function test dalam 3 hari, packaging dalam 1 hari dan delivery dalam 3 hari. Hydraulic Line Hauler

187 Tabel V.89 Penjadwalan Produksi Combined Line & Net Hauler No Jenis Kegiatan Durasi (hari) Tahap Persiapan 3 1 Design 1 2 Persiapan lainnya 3 Fabrikasi & Assembly 4 3 Persiapan dan pemotongan 1 4 Bending & Rolling 1 5 Perakitan dan pengelasan 2 Painting 3 6 Pembersihan dan Pengecetan 3 Electrical&Mechanical 4 Pemasangan kabel listrik dan 7 Penataan kabel 1 Pemasangan dan Pengamanan 8 Komponen 4 9 Koneksi Sistem 2 Penandaan komponen yang 10 terpasang 4 Function Test 2 11 Function & Running Test 1 12 Pulling Test 1 13 Packaging 1 14 Delivery & Instalation 3 Berdasarkan Tabel V.89 untuk produksi combined net & line hauler adalah 20 hari yang terdiri atas persiapan dalam 3 hari, fabrikasi & assembly dalam 4 hari, painting dalam 3 hari, electrical & mechanical dalam 4 hari, function test dalam 2 hari, packaging dalam 1 hari dan delivery&instalation dalam 3 hari. Combined Line & Net Hauler

188 No Jenis Kegiatan Durasi (hari) Tahap Persiapan 3 1 Design 1 2 Persiapan lainnya 3 Fabrikasi & Assembly 7 3 Persiapan dan pemotongan 2 4 Bending & Rolling 2 5 Perakitan dan pengelasan 5 Painting 3 6 Pembersihan dan Pengecetan 3 Electrical/Mechanical 4 Pemasangan selang saluran 7 fluida dan Penataan selang 2 saluran Pemasangan dan Pengamanan 8 Komponen 4 9 Koneksi Sistem 2 Penandaan komponen yang 10 terpasang 4 Function Test 4 11 Function & Running Test 2 12 Pulling Test 2 13 Packaging 1 14 Delivery & Instalation 3 Tabel V.90 Penjadwalan Produksi Hydraulic Net Hauler Berdasarkan Tabel V.90 untuk produksi net hauler adalah 25 hari yang terdiri atas persiapan dalam 3 hari, fabrikasi & assembly dalam 7 hari, painting dalam 3 hari, electrical & mechanical dalam 4 hari, function test dalam 4 hari, packaging dalam 1 hari dan delivery&instalation dalam 3 hari. Hydraulic Net Hauler

189 No Jenis Kegiatan Durasi (hari) Tahap Persiapan 3 1 Design 1 2 Persiapan Lainnya 3 Fabrikasi & Assembly 5 3 Persiapan dan pemotongan 1 4 Bending & Rolling 2 5 Perakitan dan pengelasan 3 Painting 3 6 Pembersihan dan Pengecetan 3 Electrical/Mechanical 4 Pemasangan selang saluran 7 fluida dan Penataan selang 1 saluran 8 Pemasangan dan Pengamanan Komponen 4 9 Koneksi Sistem 2 10 Penandaan komponen yang terpasang 4 Function Test 3 11 Function & Running Test 2 12 Pulling Test 2 13 Packaging 1 14 Delivery & Instalation 3 Tabel V.91 Penjadwalan Produksi Power Block Power Block Berdasarkan Tabel V.91 untuk produksi powerblock adalah 22 hari yang terdiri atas persiapan dalam 3 hari, fabrikasi & assembly dalam 5 hari, painting dalam 3 hari, electrical & mechanical dalam 4 hari, function test dalam 3 hari, packaging dalam 1 hari dan delivery dalam 3 hari. 171

190 V.1.8 Perencanaan Layout Industri Pengaturan layout industri berguna untuk pemaksimalan luas area penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan material, penyimpanan material baik yang bersifat temporer maupun permanen, personel pekerja dan sebagainya (Wignjosoebroto, 2009). Metode pengaturan tata letak ada 4 macam, yaitu : 1. Tata letak fasilitas berdasarkan aliran produksi (product layout) 2. Tata letak fasilitas berdasarkan lokasi material tetap (fixed position layout) 3. Tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk 4. Tata letak fasilitas berdasarkan fungsi atau macam proses (process layout) Dalam perusahaan komponen peralatan tangkap ini, layout industri direncanakan berdasarkan aliran produksi. Berikut langkah perencanaan layout industri : 1. Penentuan Struktur Organisasi Untuk industri komponen peralatan tangkap ini, struktur organisasi yang direncanakan yakni ditunjukkan pada Gambar V.47: Gambar V.47 Struktur Organisasi Pada gambar di atas, struktur organisasi yang ditentukan adalah struktur organisasi berdasarkan fungsional. Susunan peran pada organisasi disusun berdasarkan keahlian yang dibutuhkan sesuai aktivitas manajemen industri dan operasi produksi terkait langkah-langkah produksi pada Gambar V.21 sehingga dikelompokkan menjadi beberapa unit kerja. Struktur ini juga 172

191 banyak digunakan untuk perusahaan atau industri kecil yang hanya memproduksi beberapa produk saja. Juga dikarenakan kelompok atau unit kerja dibentuk berdasarkan keahlian yang sama maka penyelesaian masalah teknis dan pengembangan keahlian pekerja dapat dimaksimalkan 2. Activity Relationship Diagram (ARD) Activity Relationship Diagram (ARD) adalah diagram hubungan antar aktivitas (departemen/mesin) berdasarkan tingkat prioritas kedekatan, sehingga diharapkan ongkos handling menjadi minimum. Dasar untuk pembuatan ARD adalah tabel skala prioritas, jadi yang menempati prioritas pertama harus didekatkan letaknya lalu diikuti prioritas berikutnya. Area ARD diasumsikan sama, baru pada revisi disesuaikan berdasarkan ARD ini dan areanya sesuai dengan luas masing-masing aktivitas yang diperkecil dengan skala tertentu (Apple, 1990). Untuk kode skala prioritas yang digunakan pada ARD dapat dilihat pada Tabel V.92 dibawah ini : Tabel V.92 Kode untuk Tiap Skala Prioritas Kode Skala Prioritas A E I O U X Mutlak Perlu didekatkan Sangat Penting untuk Didekatkan Penting Didekatkan Biasa/Cukup Tidak Penting Didekatkan Tidak Boleh Didekatkan Selanjutnya untuk kode aktivitas produksi yang dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel V.93 dibawah ini : Tabel V.93 Kode Aktivitas Produksi No Aktivitas Produksi No Aktivitas Produksi No Aktivitas Produksi 1 Design 7 Quality Check 13 Add. Equipment & Config. 2 Material Preparation 8 Painting Preparation 14 Function & Running Test 3 Marking 9 Primary Coat 15 Pulling Test 4 Cutting Bending Rolling 10 Top Coat 16 Packaging 5 Main Frame Assembly 11 Visual Check 17 Delivery & Instalation 173

192 No Aktivitas Produksi No Aktivitas Produksi No Aktivitas Produksi 6 Assembly 12 Electrical & Mechanical In. 18 Purchase Goods Dari kode skala prioritas dan kode aktivitas produksi, dilakukan pengaturan untuk dapat melihat hubungan dari tiap aktivitas produksi yang dapat dilihat pada Activity Relationship Table pada tabel V.94 dibawah ini: No Tabel V.94 Activity Relationship Table Degree of Adjajency Activity A E I O U X 1 Design 2 2 Material Prep. 1,3 3 Marking 2,4 4 Cutting Rolling Bending 3,5 5 Main Frame Ass. 4,6 6 Assembly 5, Quality Check 6,8 8 Painting Prep. 7,9 9 Primary Coat 8,10 10 Top Coat 9,11 11 Visual Check 10,12 12 Electrical & Mechanical Ins. 13 Additional Equipment&Config. 11, ,14 14 Function & Running Test 13,15 15 Pulling Test Packaging Delivery & Instalation Purchase Goods 6,12 174

193 Dari Tabel V.94 dapat diketahui aktivitas mana saja yang harus didekatkan dan mana yang tidak. Dengan penggabungan Tabel V.94 dan Gambar V.21 pada subbab dapat dibentuk Activity Relationship Diagram yang dapat dilihat pada gambar V.47 dibawah ini: Gambar V.48 Activity Relationship Diagram Pada Gambar V.48 dijelaskan aliran produksi dari industri peralatan tangkap dimana diketahui aktivitas produksi apa saja yang harus didekatkan untuk meminimalisir banyaknya waktu yang terbuang akibat material handling ke tiap posisi. 3. Space Relationship Diagram Space Relationship Diagram adalah pembuatan diagram relationship ruangan. Dalam proses pembuatan Space Relationship Diagram ini yang perlu diperhatikan adalah mengevaluasi luas ruang yang dibutuhkan untuk semua aktivitas produksi dan semua ruang yang tersedia. Diagram ini dibentuk berdasarkan activity relationship diagram yang telah dibentuk pada gambar V.47. Dari activity relationship diagram, aktivitas yang dapat dikerjakan pada satu area dikelompokkan sehingga didapatkan space relationship diagram yang dapat dilihat pada Gambar V.49 dibawah ini: 175

194 Gambar V.49 Space Relationship Diagram Dari Gambar V.49 dapat dijelaskan aktivitas-aktivitas yang dikelompokkan menjadi satu area sehingga dapat menjadi acuan dalam perencanaan layout produksi dari industri komponen peralatan tangkap. Berikut rekapitulasi area-area apa saja yang digunakan berdasarkan space relationship diagram yang dapat dilihat pada Tabel V.95: 176

195 Tabel V.95 Rekapitulasi Area dari Space Relationship Diagram No Activity Area No Activity Area 1 Design Front Office 2 Material Prep. 12 Electrical & Mechanical Ins. 13 Additional Equipment&Config. Electrical & Mechanical Area 3 Marking 14 Function & Running Test 4 Cutting Bending Rolling Fabrication & Assembly Area 15 Pulling Test 5 Main Frame Ass. 16 Packaging 6 Assembly 17 Purchase Goods Testing Area Warehouse 7 Quality Check 8 Painting Prep. 18 Delivery & Instalation Depend on Consumer 9 Primary Coat 10 Top Coat Painting Area 11 Visual Check 4. Desain Layout Industri Dari peta aliran produksi di bagian sebelumnya serta jumlah peralatan dan mesin yang dibutuhkan dari perhitungan kapasitas produksi pada sub bab 5.1.6, dapat direncanakan bentuk dari layout industri. Dari peta aliran produksi diketahui bahwa industri ini menggunakan tiga gedung yakni front office, hangar/production area, dan warehouse. Untuk tambahan lain yakni lokasi parkir, lokasi penerimaan dan pengiriman barang, dan lokasi pengujian produk (sarana pulling test). Berikut perencanaan dari layout industri ditunjukkan pada Gambar V.50, Gambar V.51, dan Gambar V.52: 177

196 Gambar V.50 Denah Production Area/Hangar Gambar V.51 Layout Industri Industri Peralatan Tangkap 178

197 5. Rencana Aliran dan Pemindahan Material Aliran material direncanakan untuk memudahkan karyawan memahami perpindahan material dari mulai masuk sampai keluar dari pabrik dalam bentuk produk jadi. Barikut adalah aliran material industri komponen peralatan tangkap yang dijelaskan pada gambar V.53: Gambar V.52 Aliran Material pada Layout Pabrik V.1.9 Standar Keselamatan Kerja Sesuai konsep pada sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk meminimalisir efek buruk dan bahaya yang terjadi pada saat bekerja. Peralatan keselamatan kerja yang disebut dengan Alat Pelindung Diri (APD) dan Personal Equipment (PPE). Peralatan standar kerja didalam suatu proyek di lapangan biasanya memakai safety helm, cattle pack, dan safety boots. Selain ketiga peralatan utama keselamatan ada beberapa peralatan tambahan khusus yang diperlukan dalam suatu pekerjaan di workshop. Peralatan keselamatan kerja khusus di dalam area workshop ini terbagi menjadi beberapa bagian: 1. Operator Operator adalah pekerja yang menjalankan semua peralatan, mesin dan kendaraan yang bergerak baik dengan manual, semi otomatis, ataupun otomatis. Operator rentan dengan bahaya kecelakaan kerja yang ada di workshop konsol kapal pada setiap proses produksi khususnya pada tahap Assembly dan electrical. Pekerjaan- 179

198 pekerjaan tersebut perlu dilengkapi dengan kaca mata (googles), helm, pelindung telinga, dan sarung tangan. Berikut adalah contoh Gambar V.53 dari peralatan operator Gambar V.53 Peralatan safety operator (Sumber: CV. Sentosa Indojaya, 2016) 2. Painter Painter adalah pekerja yang melakukan pekerjaan pengecatan. Pekerjaan Painter ini berada di area painting konsol kapal dan peralatan khusus uang diperlukan selain yang disebutkan pada bagian operator adalah masker keselamatan (cartridge mask). Keperluan masker pada pekerjaan ini dikarenakan pengecatan banyak menimbulkan polusi udara yang berupa bau dan aroma bahan kimia pada painting. Berikut adalah peralatan safety painter dapat dilihat pada Gambar V.54: Gambar V.54 Masker untuk perlindungan painter (Sumber: CV. Tekad Jaya, 2016) 180

199 V.2 Analisa Ekonomis Pada sub bab ini dilakukan analisa mengenai penentuan biaya pengembangan, biaya operasional penentuan harga pokok produksi, pesaing usaha, penentuan harga penjualan produk, target produksi dan pendapatan, kelayakan investasi, sensitivitas, dan strategi pemasaran produk. V.2.1 Analisa Investasi Pembangunan Industri Komponen Peralatan Tangkap Investasi atau modal usaha untuk pembangunan sebuah industri perlu dilakukan analisa agar investasi yang dikeluarkan sesuai dengan hasil yang didapatkan. Hal yang dilakukan adalah menentukan besarnya investasi pembangunan industri komponen peralatan tangkap kapal. Tentunya analisa tersebut dilakukan dengan efektif dan efisien untuk pengembangan usaha dari industri peralatan tangkap kapal. Besarnya investasi awal untuk pembangunan industri ini terbagi menjadi beberapa biaya, antara lain: 1. Biaya Pembangunan, Tanah, dan Instalasi Biaya pembangunan gedung, pembelian tanah serta instalasi tiap bangunan dijabarkan pada tabel dibawah ini : Tabel V.96 Rincian Biaya Pembangunan Gedung Office FRONT OFFICE No Jenis Ukuran (m) Satuan (m²) Unit Harga (Rp)/m² Total Harga (Rp) Lantai 1 1 Lobby 4 x 8 32 Rp 2,500, Rp 80,000, Ruang Rapat 3 x 8 24 Rp 2,500, Rp 60,000, Divisi Produksi 11 x 6 66 Rp 2,500, Rp 165,000, Canteen 7 x Rp 1,500, Rp 105,000, Toilet 2.5 x 2 15 Rp 1,500, Rp 22,500, Divisi Financial 5 x 5 25 Rp 2,500, Rp 62,500, Divisi R&D 5 x 5 25 Rp 2,500, Rp 62,500, Lantai 2 8 Ruang DIRUT 6 x 6 36 Rp 3,000, Rp 108,000, Ruang General Manager 5 x 6 30 Rp 2,500, Rp 75,000, Mushola 5 x 4 20 Rp 1,500, Rp 30,000, Divisi HRD 8.5 x Rp 2,500, Rp 63,750, Ruang Serbaguna 8 x 4 32 Rp 2,500, Rp 80,000, Toilet 2.5x2 10 Rp 1,500, Rp 15,000, Total Rp 929,250,

200 PRODUCTION AREA & WAREHOUSE No Jenis Ukuran (m) Satuan (m²) Unit Harga (Rp)/m² Total Harga (Rp) 12 Workshop Area 60 x Rp ,00 Rp ,00 13 Store 6.6 x ,72 Rp ,00 Rp ,00 14 Warehouse (( )/2) x ,9 Rp ,00 Rp ,00 Total Rp ,00 Dari Tabel V.96 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya bangunan dalam membangun industri komponen peralatan tangkap yaitu total biaya bangunan office ditambahkan dengan total biaya bangunan production area & warehouse yakni sejumlah Rp ,00 Tabel V.97 Biaya Pembelian Tanah di daerah Lamongan HARGA TANAH No Keterangan Ukuran (m) Satuan (m²) Unit Harga (Rp)/m² Total Harga (Rp) 15 Tanah di daerah Gresik/m2 (( )/2) x Rp 1,500, Rp 6,435,000, Dari Tabel V.97 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya pembelian tanah yakni sejumlah Rp ,00 Tabel V.98 Biaya Instalasi Pendukung Industri Peralatan Tangkap INSTALASI PENDUKUNG No Nama bahan bangunan Harga Jumlah Harga Total 16 Biaya instalasi air, listrik, dan telepon Rp 18,000, Rp 18,000, Total Rp 18,000, Dari Tabel V.98 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya instalasi pendukung industri yakni sejumlah Rp ,00. Sehingga total biaya yang dibutuhkan secara keseluruhan sebesar Rp , Biaya Peralatan dan Mesin Rincian biaya yang dibutuhkan untuk pembelian peralatan dan mesin industri komponen peralatan tangkap dijelaskan pada tabel dibawah ini : Tabel V.99 Rincian Peralatan untuk Aktivitas Desain Produk Harga peralatan dan software desain No Nama Software Harga Jumlah Harga Total 1 Autodesk Fusion 360 Rp 4,117, Rp 8,235, AutoCAD/tahun Rp 19,216, Rp 38,432, Personal Computer for design Rp 11,860, Rp 106,740, Total Rp 153,408,

201 No Dari Tabel V.99 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan proses desain sejumlah Rp ,00 Tabel V.100 Rincian Peralatan untuk Handling&Transporting Harga Peralatan untuk Handling&Transporting Nama peralatan handling dan Harga Jumlah Harga Total transporting 1 Forklift 3 ton Rp 164,712, Rp 164,712, Manual Stacker 2 ton Rp 7,549, Rp 15,098, Overhead Crane 10 ton Rp 274,520, Rp 274,520, Total Rp 454,330, Dari Tabel V.100 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan untuk handling & transporting sejumlah Rp ,00. Tabel V.101 Rincian Peralatan Manual Harga Peralatan Manual No Nama peralatan manual Harga Jumlah Harga Total 1 Peralatan ukur Rp 300, Rp 4,500, Peralatan marking Rp 200, Rp 3,000, Palu All Size Rp 50, Rp 500, Obeng 1 set Rp 30, Rp 450, Sikat baja Rp 150, Rp 750, Kombinasi kunci pas 1 set Rp 200, Rp 2,000, Bench clamp Rp 520, Rp 3,640, Tang 1 set Rp 50, Rp 750, Total Rp 15,590, Dari Tabel V.101 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan manual sejumlah Rp ,00. Tabel V.102 Rincian Peralatan dan Mesin Mekanik Harga peralatan dan mesin mekanik No Nama peralatan dan mesin assembly Harga Jumlah Harga Total 1 Mesin las TIG Rp 4,426, Rp 30,982, Mesin las GMAW Rp 8,567, Rp 59,969, Mesin potong Rp 344,000, Rp 344,000, Mesin Rol Rp 175,700, Rp 175,700, mesin bending Rp 143,000, Rp 143,000, mesin gerinda tangan Rp 468, Rp 5,616, Abrassive cutoff machine Rp 1,885, Rp 3,770, mesin bor Rp 455, Rp 3,185,

202 Harga peralatan dan mesin mekanik No Nama peralatan dan mesin assembly Harga Jumlah Harga Total 9 mesin bor duduk Rp 1,612, Rp 3,224, Mobile Gantry Crane Rp 16,216, Rp 16,216, Total Rp 785,662, Dari Tabel V.102 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan dan mesin mekanik sejumlah Rp ,00. Tabel V.103 Rincian Peralatan dan Mesin Painting Harga peralatan dan mesin painting No Nama peralatan, mesin, dan bahan baku painting Harga Jumlah Harga Total 1 mesin amplas Rp 673, Rp 2,692, kompresor Rp 5,846, Rp 23,384, spray gun Rp 195, Rp 780, primer coating/liter Rp 125, Rp 93,750, top coating/liter Rp 140, Rp 210,000, total Rp 330,606, Dari Tabel V.103 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan dan mesin painting sejumlah Rp ,00. Sehingga didapatkan total keseluruhan biaya pembelian dari peralatan dan mesin untuk aktivitas produksi sejumlah Rp , Biaya Peralatan dan Perlengkapan Lain Biaya-biaya pembelian peralatan selain peralatan produksi antara lain peralatan kantor dan peralatan keselamatan. Penjelasan dari biaya-biaya tersebut dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini : Tabel V.104 Rician Biaya Peralatan Kantor Harga Peralatan Kantor No Nama peralatan kantor Harga Jumlah Harga Total 1 Alat Tulis Lengkap Rp 100, Rp 2,400, Kabinet File/Unit Rp 320, Rp 4,160, Meja Kantor/Unit Rp 400, Rp 9,600, Kursi Kantor/Unit Rp 300, Rp 7,200, Kursi Sofa/Set Rp 8,000, Rp 32,000, Meja Panjang Rp 2,300, Rp 6,900, Meja Panjang Untuk Meeting Rp 2,500, Rp 5,000, Papan Tulis (White Board) 120x240 Rp 1,100, Rp 1,100,

203 Harga Peralatan Kantor No Nama peralatan kantor Harga Jumlah Harga Total 10 Personal Computer Untuk Kantor Rp 6,250, Rp 68,750, Printer Rp 1,650, Rp 19,800, Peralatan Solat Rp 2,000, Rp 2,000, Televisi 29'' Rp 3,500, Rp 10,500, Proyektor Rp 2,500, Rp 2,500, Peralatan Toilet Rp 2,500, Rp 12,500, Air Conditioner Rp 1,800, Rp 25,200, Total Rp 209,610, Dari Tabel V.104 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan dan mesin mekanik sejumlah Rp ,00. Tabel V.105 Rincian Peralatan Keselamatan Peralatan Keselamatan No Nama peralatan Harga Jumlah Harga Total keselamatan 1 Helm Safety/Unit Rp 60, Rp 3,000, Sarung Tangan/Unit Rp 50, Rp 2,500, Masker Cartridge/Unit Rp 55, Rp 2,750, Kaca Mata Keselamatan Rp 55, Rp 2,750, Pelindung Telinga Rp 50, Rp 2,500, Tabung Pemadam Kebakaran/Unit Rp 230, Rp 2,300, Fire Alarm System Rp 500, Rp 2,000, Peralatan P3K Rp 400, Rp 4,000, Sepatu Safety Rp 200, Rp 10,000, Total Rp 31,800, Dari Tabel V.105 didapatkan bahwa total biaya yg dibutuhkan untuk biaya pembelian peralatan keselamatan sejumlah Rp , Biaya Administrasi dan kelengkapan lainnya Untuk total biaya administrasi dan kelengkapan lainnya untuk pembangunan industri komponen peralatan tangkap, dapat dilihat rekapitulasinya pada Tabel V.106: Tabel V.106 Rekapitulasi Total Biaya Administrasi dan Kelengkapan Lainnya Biaya Administrasi No Nama Asset Indeks Total 1 Pembuatan Akta Usaha PT Rp ,00 2 Asuransi (10 tahun) 2% Rp ,00 3 Biaya perijinan 1,50% Rp ,00 185

204 Biaya Administrasi No Nama Asset Indeks Total 4 Merek Dagang Rp ,00 5 Hak Paten Rp ,00 6 SIUP Rp ,00 7 Engineering Design 2,5 x FS Rp ,20 8 Pre FS dan FS 1% Rp ,00 Biaya Administrasi Rp ,20 5. Rekapitulasi Total Biaya Investasi Untuk total biaya investasi untuk pembangunan industri komponen peralatan tangkap, dapat dilihat rekapitulasinya pada tabel dibawah ini: Tabel V.107 Rekapotulasi Total Investasi Industri Komponen Peralatan Tangkap Total Investasi Pembangunan & Fasilitas No Uraian Total 1 Bangunan dan tanah Rp ,00 2 Peralatan software desain Rp ,00 3 Peralatan untuk handling dan transporting Rp ,00 4 Peralatan manual Rp ,00 5 Peralatan dan mesin proses assembly Rp ,00 6 Peralatan dan mesin proses painting Rp ,00 7 Perlengkapan kantor Rp ,00 9 Perlengkapan keselamatan Rp ,00 Biaya Pembangunan & Fasilitas Rp ,00 Biaya Administrasi Rp ,20 Total Investasi Rp ,20 Berdasarkan Tabel V.107, total biaya tersebut merupakan rekapitulasi dari total biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan industri komponen peralatan tangkap. Didapatkan biaya investasi pembangunan industri sebesar Rp ,20. Untuk memudahkan pembacaan, biaya investasi tersebut dibulatkan menjadi Rp ,00 V.2.2 Analisa Biaya Operasional Industri Komponen Peralatan Tangkap Biaya-biaya yang dikeluarkan selama menjalankan industri komponen peralatan tangkap dalam sebulan seperti gaji karyawan, biaya tagihan listrik, biaya tagihan pdam dan lain-lain. Rincian biaya operasional yang dikeluarkan tersebut dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini: 186

205 Tabel V.108 Rincian Gaji Karyawan yang Direncanakan No Jabatan Pendidikan Minimum Jumlah Gaji pokok/bulan Total Gaji 1 Direktur utama S1 1 Rp ,00 Rp ,00 2 General Manager S1 1 Rp ,00 Rp ,00 3 Manager produksi S1 1 Rp ,00 Rp ,00 Staff D3 8 Rp ,00 Rp ,00 4 Manager R&D S1 1 Rp ,00 Rp ,00 Staff R&D D3 1 Rp ,00 Rp ,00 Staff Marketing D3 1 Rp ,00 Rp ,00 6 Manager HRD S1 1 Rp ,00 Rp ,00 Staff D3 1 Rp ,00 Rp ,00 7 Manager Finance S1 1 Rp ,00 Rp ,00 Staff Finance D3 1 Rp ,00 Rp ,00 Staff Purchasing D3 1 Rp ,00 Rp ,00 8 Kepala Bengkel Produksi D3 1 Rp ,00 Rp ,00 9 Pegawai ahli D3 Mechanical 1 Rp ,00 Rp ,00 Outfitting & Painting 1 Rp ,00 Rp ,00 Function Test 2 Rp ,00 Rp ,00 10 Organik SMK 31 Rp ,00 Rp ,00 11 Pekerja Non Organik SMK 60 Rp ,00 Rp ,00 Total Rp ,00 Dari Tabel V.108 didapatkan bahwa total biaya operasional untuk pembayaran gaji karyawan dalam sebulan sejumlah Rp ,00. Tabel V.109 Rincian Biaya Tagihan Listrik, PDAM, Telepon, dan Internet No Nama Kebutuhan Jumlah Harga Harga Total 1 Listrik VA/Kwh Rp 1, Rp 31,165, Tarif air/m3 300 Rp 11, Rp 3,375, Telepon 1 Rp 4,000, Rp 4,000, Internet 3 Rp 2,000, Rp 6,000, Total Rp 44,540, Dari Tabel V.109 didapatkan bahwa total biaya operasional untuk pembayaran tagihan instalasi listrik, PDAM, telepon, dan internet dalam sebulan sejumlah Rp ,00. Sehingga didapatkan total biaya operasional dalam sebulan sejumlah Rp ,00. V.2.3 Analisa Penentuan Harga Pokok Produksi Untuk penentuan harga pokok produksi digunakan metode Variable Costing sebagai metode yang digunakan untuk menentukan HPP yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya overhead pabrik, biaya tenaga kerja langsung. Dalam hal ini diambil salah satu contoh produk dari industri komponen peralatan tangkap yakni net hauler sebagai bahan penjelasan. Dalam metode ini, penentuan harga pokok produksi dibagi menjadi tiga yakni: 187

206 1. Estimasi Biaya Bahan Baku yang Dipakai Untuk estimasi biaya bahan baku yang dipakai, digunakan desain dari produk net hauler sebagai acuan untuk seberapa banyak lembaran material yang digunakan. Dari desain produk diperlukan dimensi, luasan atau volume yang dibutuhkan. Berikut desain dari net hauler yang terdapat pada Gambar V.54: Gambar V.55 Desain Net Hauler beserta dimensinya (Sumber : Spencer Carter,2016) Dari dimensi-dimensi yang ada pada Gambar V.55, dilakukan perhitungan luasan per tiap bagian dan hasil luasan direkapitulasi. Selanjutnya dari total luasan tiap bagian produk dibandingkan dengan luas lembar pelat yang ada di pasaran sehingga didapatkan berapa lembar pelat yang dibutukan untuk menyusun main frame produk net hauler. Hasil perhitungan ditunjukkan pada tabel di bawah ini: No 1 2 Tabel V.110 Rekapitulasi Luasan Dimensi dan Kebutuhan Bahan Baku Nama material Dimensi Dimensi Harga per asli/lembar Terpakai lembar (cm2) (cm2) Jumlah Harga Total Pelat 4 mm 4'x8'/lembar ,096 Rp , Rp ,00 Pelat 6 mm 4'x8'/lembar ,096 Rp , Rp ,00 Total Rp ,00 Dari Tabel V.110, total harga material yang dibutuhkan untuk menyusun kerangka utama (main frame) dari produk net hauler sejumlah Rp ,00 dengan rincian dibutuhkan 2 lembar pelat 4 mm untuk kontruksi samping dan 2 lembar pelat 6 mm untuk kontruksi alas dari kontruksi utama produk net hauler. 2. Estimasi biaya pengecatan produk 188

207 Untuk pengecatan produk, dilakukan dua tahap pengecatan yakni primer coat dan top coat. Dalam menentukan biaya pengecatan produk, digunakan luasan dimensi sebelumnya pada Tabel V.109 sebagai luasan lingkup pengecatan produk yang dilakukan. Berikut adalah perhitungan dari estimasi biaya painting: Luasan permukaan kerja keseluruhan dari produk net hauler adalah 6,76 m² Standar pemakaian cat adalah m²/liter Jadi tiap lapis dibutuhkan: 6,76 m²: 10 m²/liter = 0,676 liter Berikut adalah rincian dari perhitungan harga painting net hauler: Tabel V.111 Rincian Biaya Pengecatan Produk No Material Harga (per liter) Pemakaian (liter) Harga Total 1 Primer coating/liter Rp ,00 0,676 Rp ,00 2 Top coating/liter Rp ,00 0,676 Rp ,00 Total Rp ,00 Dari Tabel V. 111, didapatkan biaya total pengecatan produk sebesar Rp 179, dengan rincian untuk tahap primer coating menghabiskan liter dan untuk tahap top coat menghabis liter. 3. Estimasi Biaya Komponen-Komponen yang Terinstalasi Untuk menentukan biaya komponen yang terinstalasi, dilakukan perincian data komponenkomponen yang dipasang dari jumlah tiap komponen yang dipakai dan biaya tiap komponen yang digunakan pada net hauler. Berikut adalah perhitungan dari estimasi biaya komponen yang terinstalasi. Tabel V.112 Rincian Komponen yang Terinstalasi Biaya Bahan Baku Electrical&Mechanical No Nama Komponen Harga Jumlah Harga Total 1 Baut M8x45mm Rp 2.000,00 30 Rp ,00 2 Mur M8x45mm Rp 2.000,00 30 Rp ,00 3 Hydraulic hose Rp ,00 15 Rp , HP Oil Driven hydraulic unit Rp ,00 1 Rp ,00 5 Hydraulic control valve Rp ,00 1 Rp ,00 6 Hydraulic motor Rp ,00 1 Rp ,00 7 Hydraulic hose fitting Rp ,00 5 Rp ,00 8 Net drum Rp ,00 1 Rp ,00 9 Failsafe Brake Rp ,00 1 Rp ,00 10 Return line filter Rp ,00 1 Rp ,00 Total Rp ,00 189

208 Berdasarkan Tabel V. 112, dari rincian data komponen terpasang didapat estimasi biaya komponen yang terinstalasi sebesar Rp ,00. Sehingga didapat total biaya bahan baku untuk pembuatan produk net hauler sejumlah Rp , Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik yang digunakan berdasarkan waktu penggunaan mesin. Dari sejumlah mesin yang digunakan dalam aktivitas produksi, dihitung pembebanan biaya listrik selama mesin bekerja. Berikut pada tabel di bawah ini merupakan pembebanan biaya overhead dari produksi komponen peralatan tangkap: Tabel V.113 Pembebanan Biaya Overhead berdasarkan Waktu Penggunaan Mesin No Nama Mesin Jumlah Berdasarkan Tabel V. 113, dari rincian penggunaan mesin dengan biaya listrik yang dikeluarkan didapatkan biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada tiap produk sebesar Rp ,50 5. Biaya Tenaga Kerja Langsung Waktu Produksi (min/batch) Daya Mesin (watt) Besar Energi (Kwh) 1 Mesin las TIG , ,00 2 Mesin las GMAW , ,00 3 Mesin potong , ,00 4 Mesin Rol , ,00 5 Mesin bending , ,00 6 Mesin gerinda tangan , ,00 7 Abrassive cutoff machine , ,00 8 Mesin bor , ,00 9 Mesin bor duduk , ,00 10 Overhead Crane , ,00 11 Compressor , ,00 12 Mesin Amplas , ,00 Total Biaya tenaga kerja langsung digunakan untuk pembiayaan upah kerja kepada tenaga kerja yang terlibat langsung dengan aktivitas produksi. Perhitungan biaya tenaga kerja langsung ini diambil dari jumlah orang tiap departemen (fabrication&assembly, painting, dan outfitting) dengan upah standar yang diberikan perusahaan dapat dilihat pada Tabel V.108 dibagi dengan target produksi pabrik (asumsi dalam kurun waktu 1 tahun) sehingga didapatkan pembebanan biaya tenaga kerja langsung tiap produk. Berikut tabel yang menjelaskan pembebanan biaya tenaga kerja langsung tiap produk: Tarif Listik/Kwh Total Biaya Rp Rp ,67 Rp Rp ,32 Rp Rp 6.775,00 Rp Rp 3.974,67 Rp Rp 8.672,00 Rp Rp ,72 Rp Rp 4.336,00 Rp Rp 1.327,90 Rp Rp 609,75 Rp Rp 3.387,50 Rp Rp 8.130,00 Rp Rp 373,98 Rp ,50 190

209 Tabel V.114 Pembebanan Biaya Tenaga Kerja Langsung No Jenis Pekerjaan Jumlah Pekerja Gaji perbulan/orang Gaji Pertahun/orang Total Gaji pertahun 1 Fabrication & Assembly 16 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 2 Painting 3 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 3 Outfitting (Organik) 12 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Outfitting (Non-Organik) 60 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Total Rp ,00 Beban Biaya Tenaga Kerja per Produk Rp ,54 Berdasarkan Tabel V. 114, didapatkan biaya tenaga kerja langsung yang dibebankan kepada tiap produk sebesar Rp ,54 Dari perhitungan-perhitungan di atas dihitunglah HPP dari produk net hauler. HPP (Harga Pokok Produksi) didapatkan dari total biaya bahan baku (biaya material mentah, biaya pengecetan produk dan biaya komponen instalasi) ditambahkan dengan pembebanan biaya overhead pabrik dan pembebanan biaya tenaga kerja langsung Sehingga estimasi HPP dari produk net hauler sebesar Rp 33,139, V.2.4 Analisa Penentuan Harga Penjualan Produk Metode penentuan harga penjualan produk per unit menggunakan metode variable cost. Langkah-langkah perhitungannya dengan data investasi dan HPP produk yang sudah dijelaskan sebelumnya pada sub bab dapat diaplikasikan sebagai berikut: Harga Penjualan Produk Net Hauler Total Investasi Industri Biaya Operasional per bulan Harga Pokok Produksi Ekspektasi laba (10% besar investasi) = Rp ,20 = Rp ,00 = Rp ,04 = Rp ,38 Persentase penambahan harga jual = (Biaya operasional + Ekspektasi Laba) x 100 Total Investasi Industri = 15,27% Jadi, harga penjualan minimum untuk produk Net Hauler adalah : Harga Jual Minimum = HPP + 15, % HPP = Rp ,14 Sehingga dari persentase penambahan harga jual yang ditambahkan pada harga pokok produksi didapatkan harga jual minimum produk net hauler sebesar Rp ,14 191

210 V.2.5 Analisa Target Produksi dan Pendapatan Target produksi kapal dalam setiap produknya telah dijelaskan pada sub bab Dari lima macam produk yang akan dibuat terdiri dari line hauler, net hauler, combined net&line hauler, dan powerblock dipecah kembali sesuai dengan jenis penggerak dari peralatan tangkap tersebut. Untuk jenis penggerak dengan motor listrik terdapat 2 macam yakni electric line hauler dan electric combined net&line hauler. Untuk jenis penggerak dengan mesin dimana terintegrasi dengan sistem permesinan hidrolik terdapat 3 macam yakni hydraulic net hauler, hydraulic line hauler, dan powerblock. Sehingga didapatkan 5 macam produk yang akan dibuat. Dari penjelasan diatas didapatkan rekapitulasi target produksi per tahun sebagai berikut : Tabel V.115 Target produksi per Tahun No Jenis Alat Target Produksi 1 Electric Line Hauler Hydraulic Line Hauler Hydraulic Net Hauler Combined Net & Line Hauler Powerblock 208 Jumlah unit 2312 Pada Tabel V.115 dijelaskan bahwa total target produksi dalam satu tahun masing-masing produk per tahun adalah 2312 unit yang terdiri dari 230 unit electric line hauler, 644 unit hydraulic line hauler, 874 unit hydraulic net hauler, 356 unit combined net&line hauler dan 208 unit powerblock. Untuk target produksi yang direncanakan dalam 10 tahun dijelaskan pada tabel V.116 dengan kenaikan market share tiap tahun sebesar 1% dari market share awal sebesar 20% atas pertimbangan adanya peningkatan keahlian tenaga kerja dan peningkatan teknologi produksi adalah sebagai berikut: Tabel V.116 Target Produksi dalam 10 tahun No Jenis Alat Target Produksi per Tahun Electric Line Hauler Hydraulic Line Hauler Hydraulic Net Hauler Combined Net & Line 4 Hauler Powerblock Jumlah unit

211 No Jenis Alat Target Produksi per Tahun Electric Line Hauler Hydraulic Line Hauler Hydraulic Net Hauler Combined Net & Line 4 Hauler Powerblock Jumlah unit Setelah mengetahui target produksi, selanjutnya adalah mengetahui estimasi pendapatan dari penjualan produk komponen peralatan tangkap per tahun sesuai dengan jumlah target produksi. Besarnya pendapatan dapat diketahui dari banyaknya produk yang terjual dikalikan dengan harga produk. Untuk rekapitulasi harga produk sesuai dengan langkah yang dilakukan pada sub bab dan sub bab dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel V.117 Daftar Harga Produk Industri Komponen Peralatan Tangkap No. Jenis Produk Harga Produk 1 Electric Line Hauler Rp ,28 2 Hydraulic Line Hauler Rp ,30 3 Hydraulic Net Hauler Rp ,14 4 Combine Net & Line Hauler Rp ,11 5 Hydraulic Powerblock Rp ,55 Dari Tabel V.117 diketahui harga penjualan dari produk industri komponen peralatan tangkap. Untuk memudahkan perhitungan pendapatan dari penjualan produk, harga di atas dibulatkan ke atas sehingga untuk electric line hauler menjadi Rp , untuk hydraulic line hauler menjadi Rp ,00, untuk hydraulic net hauler menjadi Rp ,00, untuk combined net & line hauler menjadi Rp ,00 dan untuk hydraulic power block menjadi Rp ,00. Dari data-data ini didapatkan jumlah pendapatan untuk 10 tahun ke depan sebagai berikut: 193

212 Tabel V.118 Jumlah Pendapatan Tahun No Jenis Produk Pendapatan per Tahun Electric Line Hauler Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 2 Hydraulic Line Hauler Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 3 Hydraulic Net Hauler Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 4 Combine Net & Line Hauler Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 5 Hydraulic Powerblock Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Total Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 No Jenis Produk Pendapatan per Tahun Electric Line Hauler Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 2 Hydraulic Line Hauler Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 3 Hydraulic Net Hauler Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 4 Combine Net & Line Hauler Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 5 Hydraulic Powerblock Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Total Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Dari Tabel V. 118 didapatkan data pendapatan dari tahun dimana merupakan hasil perkalian dari harga penjualan produk dengan target produksi tiap tahun. V.2.6 Analisa Kelayakan Investasi Untuk menganalisa kelayakan pembangunan suatu perusahaan diperlukan analisis secara ekonomis, dalam hal ini yang digunakan adalah Break Event Point, Net Present Value, dan Internal Rate of Return. Berikut adalah penjelasannya: Perhitungan kelayakan investasi dilakukan berdasarkan biaya investasi, biaya produksi, biaya operasional, tax, dan pendapatan. Dengan biaya investasi awal dari pembangunan industri sebesar Rp ,20 yang dibebankan 30% dari modal pribadi sebesar Rp ,39 dan 70% merupakan pinjaman dari bank sebesar Rp ,64 dengan pendapatan per tahun dilihat pada tabel V.118. Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung aliran kas (cash flow) dari industri komponen peralatan tangkap. Berikut adalah rekapitulasi dari perolehan aliran kas: 194

213 Tabel V.119 Rekapitulasi Cash Flow Industri Komponen Fishing Gear Tahun Cash Flow (Rp) 1 Rp ,73 2 Rp ,42 3 Rp ,79 4 Rp ,04 5 Rp ,79 6 Rp ,26 7 Rp ,72 8 Rp ,14 9 Rp ,02 10 Rp ,43 Berdasarkan Tabel V.119, didapatkan aliran kas (cash flow) dari pembangunan industri ini. Aliran kas didapatkan dari pendapatan/penjualan dikurangi biaya yang dikeluarkan seperti biaya produksi, biaya operasional, biaya investasi ulang dan lain-lain beserta pajak yang dikenakan pada industri Dari data tersebut dilakukan perhitungan untuk mengetahui Pay Back Periode, Return on Investment, dan Internal Rate of Return dari pembangunan industri komponen peralatan tangkap kapal. Berikut adalah rekap hasil perhitungannya : Tabel V.120 Rekapitulasi Perhitungan Kelayakan Investasi No Parameter Nilai 1 Biaya Investasi Rp ,20 2 Return of Investment Rp ,83 3 Payback Periode 5 tahun 5 bulan 4 Internal Rate of Return 14.67% Dari Tabel V.120 dijelaskan bahwa dalam pembangunan Industri dengan investasi sebesar Rp ,20 akan terjadi Payback Periode dari investasi yang dikeluarkan setelah 5 tahun lebih 5 bulan dengan Return of Investment sebesar Rp ,83. Nilai NPV (Net Present Value) yang didapatkan sebesar Rp ,40 dengan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 14,67% Nilai IRR akan dibandingkan dengan MARR (minimum attractive rate of return) dimana apabila IRR>MARR, maka ide usaha/bisnis tersebut layak secara finansial (Maria, 2011). Untuk menghitung MARR, dilakukan perhitungan terlebih dahulu untuk cost of capital (biaya modal). Menurut Pujawan (2009), perhitungan cost of capital diformulasikan dengan rumus sebagai berikut: 195

214 Dimana, rd 1-rd id = rasio antara hutang dengan modal keseluruhan = rasio antara modal sendiri dengan modal keseluruhan = tingkat pengembalian (rate of return) yang dibutuhkan pada modal berasal dari pinjaman ie = tingkat pengembalian yang dibutuhkan pada modal sendiri sehingga dari rumus tersebut didapatkan perhitungan ongkos modal sebagai berikut : ic = 70% x 10,25% + (1-70%) x 15% =11,68% berdasarkan pada perhitungan tersebut, maka dapat ditentukan MARR. Menurut Pujawan (2009), salah satu cara penentuan nilai MARR dengan menambahkan suatu persentase tetap pada cost of capital dari perusahaan. Maka dari itu ditetapkan MARR sebesar 12 % dari penambahan perserntase terhadap cost of capital. Mengacu nilai MARR, dengan membandingkan nilai IRR dengan MARR didapatkan bahwa IRR>MARR maka investasi industri komponen peralatan tangkap dikatakan layak secara finansial. V.2.7 Analisa Pesaing Usaha Berdasarkan hasil pengamatan terkait pemenuhan kebutuhan peralatan tangkap di Indonesia, pesaing usaha dibagi menjadi dua, yakni: 1. Industri Lokal Industri lokal adalah suatu unit bisnis yang tingkat operasional berada dalam suatu wilayah negara tersebut, dalam kasus ini adalah wilayah Indonesia. Industri lokal umumnya memiliki pangsa pasar terbatas di dalam wilayah negara tersebut. Industri peralatan tangkap lokal yang menangani jenis hauler di Indonesia umumnya merupakan bengkel-bengkel mesin yang berada dekat dengan pelabuhan-pelabuhan perikanan yang telah dijelaskan pada bab IV Industri Internasional Industri internasional adalah suatu unit bisnis yang tingkat operasional secara luas di berbagai negara dengan memiliki pangsa pasar baik di dalam maupun di luar negeri. Industri peralatan tangkap skala internasional yang menangani jenis hauler di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 196

215 Tabel V.121 Industri Skala Internasional untuk Komponen Peralatan Tangkap No Nama Perusahaan Produk 1 Hookline Co. Ltd Combined line&net hauler, net hauler, line hauler, manual fishing reel, etc 2 VIRHYDRO-The Fishing Machine TM Net hauler and line hauler 3 TRAC Outdoor Line hauler/pot Puller 4 PETEC PTY Ltd Net hauler, net stacker, fish pump, etc. 5 Spencer Carter Ltd Trawl winches, net hauler, net drum, blocks, 6 Marco Global Powerblock, line hauler, net hauler, etc. hydraulic pump drives, pot fishing equipment, etc. 7 RAPP MARINE Net reels, capstans, net hauler, main drive systems, etc 8 HYDEMA SYD AS Fish farming block triple, powerblock, net etc hauler, capstan, etc Berdasarkan Tabel V.121, terdapat beberapa industri yang merupaka produsen dari komponen peralatan tangkap. Perusahaan tersebut tersebar di berbagai belahan dunia seperti Amerika, Italia, dan negara-negara lainnya. Berdasarkan data-data industri tersebut, dilakukan analisa seberapa besar pasar yang dapat dikuasai untuk industri komponen peralatan tangkap ini. Hal ini akan mempengaruhi market share yang diambil industri ini serta target produksi yang ditentukan Selain diketahui jumlah pesaing usaha, harus dibandingkan juga harga pasar dari produk yang dihasilkan yakni electric line hauler, hydraulic line hauler, powerblock, combine line&net hauler, dan hydraulic net hauler. Berikut adalah perbandingan harga produk lokal dan produk internasional terhadap harga penjualan industri komponen peralatan tangkap. 197

216 Tabel V.122 Perbandingan Harga Produk Electric Line Hauler No Produsen Harga tiap Produk 1 Produk Lokal - 2 Produk Internasional* Rp ,00-Rp ,00 3 Produk Industri Rp ,00 *Sumber: (Marine, 2017) Tabel V.122 menjelaskan perbandingan harga untuk produk electric line hauler dengan produk lokal dan produk internasional. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa harga produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk internasional yang beredar. Untuk harga produk lokal tidak ditemukan, dapat diasumsikan belum ada yang memproduksi electric line hauler di dalam negeri. Tabel V.123 Perbandingan Harga Produk Hydraulic Line Hauler No Produsen Harga tiap Produk 1 Produk Lokal Rp ,00- Rp ,00 2 Produk Internasional* Rp ,00-Rp ,00 3 Produk Industri Rp ,00 *Sumber: (River, 2017) Tabel V.123 menjelaskan perbandingan harga untuk produk hydraulic line hauler dengan produk lokal dan produk internasional. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa harga produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk internasional yang beredar. Untuk harga produk lokal didapatkan dari wawancara di bengkel long line hauler di Pelabuhan Benoa, Bali. Tabel V.124 Perbandingan Harga Produk Combine Net&Line Hauler No Produsen Harga tiap Produk 1 Produk Lokal - 2 Produk Internasional* Rp Rp Produk Industri Rp ,00 *Sumber: (Nets, 2017) 198

217 Tabel V.124 menjelaskan perbandingan harga untuk produk combined line&net hauler dengan produk lokal dan produk internasional. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa harga produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk internasional yang beredar. Untuk harga produk lokal tidak ditemukan, dapat diasumsikan belum ada yang memproduksi combined line&net hauler di dalam negeri. Tabel V.125 Perbandingan Harga Produk Hydraulic Net Hauler No Produsen Harga tiap Produk 1 Produk Lokal Rp Rp Produk Internasional* Rp Rp Produk Industri Rp ,00 *Sumber: (Findafishingboat, 2017) Tabel V.125 menjelaskan perbandingan harga untuk produk hydraulic net hauler dengan produk lokal dan produk internasional. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa harga produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk internasional yang beredar. Untuk harga produk lokal didapatkan dari wawancara di bengkel permesinan di TPI Palang, Kabupaten Tuban. Tabel V.126 Perbandingan Harga Produk Powerblock No Produsen Harga tiap Produk 1 Produk Lokal - 2 Produk Internasional* Rp Rp Produk Industri Rp ,00 *Sumber: (Kolstrand, 2017) Tabel V.126 menjelaskan perbandingan harga untuk produk powerblock dengan produk lokal dan produk internasional. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa harga produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk internasional yang beredar. Untuk harga produk lokal tidak ditemukan, dapat diasumsikan belum ada yang memproduksi powerblock di dalam negeri. 199

218 200 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

219 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian maka kesimpulan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan komponen peralatan tangkap untuk line hauler sebanyak 874 unit, net hauler sebanyak 874 unit, combined net&line hauler sebanyak 356 unit dan powerblock sebanyak 208 unit. Jumlah kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan untuk kapal ikan 6 GT 30 GT pada tahun di wilayah Indonesia. 2. Dalam pembangunan industri komponen peralatan tangkap diperlukan luas tanah sebesar 4290 m 2 dengan total luas bangunan tertutup sebesar 2689 m 2 di Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan. Produk-produk komponen peralatan tangkap merupakan jenis produk completely knocked down (CKD) dimana komponen-komponen utama setengah jadi dibeli baik impor maupun lokal dan dirakit di industri ini. Rangkaian aktivitas industri ini antara lain desain,fabrikasi & perakitan, pengecatan, instalasi elektrik & mekanik, inspeksi produk hingga pengiriman dan instalasi pada kapal. Produk industri ini diindikasikan dapat membantu dalam modernisasi peralatan tangkap nelayan di Indonesia. 3. Biaya investasi yang diperlukan dalam pembangunan industri komponen peralatan tangkap sebesar Rp ,00. PayBack Periode terjadi pada 5 tahun lebih 5 bulan dengan Return of Investment (ROI) sebesar Rp ,00. Dida patkan nilai IRR didapatkan sebesar 14.67%. Karena IRR lebih besar dari suku bunga pinjaman investasi yang ditetapkan sebesar 12% dapat dikatakan investasi industri ini layak VI.2 Saran Dari hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran sebagai berikut : 1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan industri komponen peralatan tangkap agar dapat memproduksi komponen-komponen permesinannya sendiri dimana pada penelitian ini, industri yang dikembangkan masih sebatas industri perakitan saja 2. Diperlukan analisa lebih lanjut untuk pengembangan produk dengan teknologi yang lebih baik. 201

220 DAFTAR PUSTAKA Accounting-Simplified. (2017, January 21). Retrieved from Accounting-Simplified: Aji, A. B. (2010). Analisa Kebutuhan Industri Komponen Kelistrikan Kapal Secara Nasional. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Apple, M. J. (1990). Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Bandung: ITB. Authority, A. F. (2015, Desember). Purse Seine. Retrieved from AFMA Web site: Baker, K. R. (1974). Introduction to Sequencing and Schedulling. New York: Jhon Wilsey and Sons Inc. Baroto, T. (2002). Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Bethel, L. L. (1979). Industrial Organization and Management. Pennsylvania: Mcgraw-Hill College. Daniel Sipper, Robert L. Buffin. (1997). Production: Planning, Control, and Integration. Amerika: McGraw-Hill. Dinten, N. W. (2015, 9 11). Grafik Permintaan berdasarkan pola siklik. Retrieved from Djojodipuro, M. (1992). Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. Elsayed A. Elsayed, Thomas O. Boucher. (1985). Analysis and control of production systems. United States: Prentice Hall. FAO. (2015). Fishery. Retrieved from FAO Web site: Findafishingboat. (2017, January 21). Retrieved from FAFB: H.S., B. S. (2008). Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Handaru, S. (1998). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Internasional. Yogyakarta: Andi Publisher. Handoko, T. H. (1999). Dasar-Dasar Manajemen Operasi dan Produksi. Yogyakarta: BPFE. 202

221 Hendro, T. (2015, 9 15). Grafik demand pola trend. Retrieved from Indonesia, P. (2014, November 29). Potensi Laut Indonesia senilai Rp Triliun. Retrieved from Pusaka Indonesia: Industri, T. (2015). Model Rantai Pasokan Ikan Tangkap di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia. Kalituri, R. (2015, Juni 25). Sumber Daya Perikanan sebagai Tulang Punggung Perekonomian Indonesia. Retrieved from Kompasiana Web site: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. (2015). Industri Bahan Baku. Jakarta: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. Kertonegoro, S. (2000). Analisa dan Manajemen Investasi. Jakarta: PT. Widya Press. Kolstrand. (2017, January 21). Powerblock and Net hauler. Retrieved from Kolstrand: Kotler, P. (2001). Marketing Management. United States: Pearson Education. Kusuma, H. (2001). Manajemen Produksi :Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Andi Publisher. Machfoedz, M. (1995). Akutansi Biaya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Maria, A. (2011). Analisa Kelayakan Usaha Dilengkapi Kajian Manajemen. Surabaya: Guna Widya. Marine, G. F. (2017, January 21). Retrieved from Gael Force: aspx Mulyadi. (2005). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: STIE YKPN. Nasution, A. H. (1999). Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Nets, C. (2017, January 21). Retrieved from Coastal Nets: 203

222 Pratama, A. H. (2014). Analisa Teknis dan Ekonomis Pengembangan Industri Pendukung Furnitur Kapal. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Priyana, E. D. (2015, 9 12). Grafik Permintaan berdasarkan pola musiman. Retrieved from Ramdani, D. Y. (2015, Oktober 8). Grafik demand. Retrieved from Rifa i, D. I. (2015, September 20). Nelayan dan Belenggu Kemiskinan. Retrieved from Universitas Lambung Mangkurat Web site: River, C. (2017, January 21). Retrieved from Copper River Boats & Permits: Riyanto, B. (1998). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPPE. Statistik, B. P. (2015, Desember 25). Badan Pusat Statistik. Retrieved from Suad Husnan, Muhammad Suwarsono. (1994). Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Subroto, B. (2010). PEMASARAN INDUSTRI (BUSINESS TO BUSINESS MARKETING). Surabaya: Andi Publisher. Sumayang, L. (2003). Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Salemba Empat. Wikipedia. (2016). Bottom Trawling. Retrieved from Wikipedia: Yamit, Z. (2003). Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UI. 204

223 LAMPIRAN PEMILIHAN LOKASI INDUSTRI

224 Pembobotan Lokasi Industri Komponen Peralatan Tangkap Metode pembobotan AHP (Analytical Hierarchy Process) Reference : Operations Research an Introduction - 8th ed. (2007), Hamdy A. Taha pp. 490 Goal : Mendapatkan lokasi industri komponen peralatan tangkap Kriteria : 1. Kondisi lahan 2. Ketersediaan tenaga kerja 3. Ketersediaan bahan baku 4. Pemasaran 5. Rencana tata ruang 6. Modal 7. Kecukupan infrastruktur Alternatif : Lokasi 1 Jalan Raya Bakalan, Cangkringmalang, Beji, Pasuruan Lokasi 2 Jalan Tuban-Gresik, Kemantren, Paciran, Kabupaten Lamongan Lokasi 3 Jalan Raya Deandles No.33, Wotan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur Hierarki : Skala Penilaian 1 jika kedua kriteria sama penting 3 jika kriteria pada baris sedikit lebih penting dibandingkan kriteria pada kolom 5 jika kriteria pada baris lebih penting dibandingkan kriteria pada kolom 7 jika kriteria pada baris sangat lebih penting dibandingkan kriteria pada kolom 9 jika kriteria pada baris pasti lebih penting dibandingkan kriteria pada kolom 2 nilai tengah antara 2 penilaian 1 dan 3 4 nilai tengah antara 2 penilaian 3 dan 5 6 nilai tengah antara 2 penilaian 5 dan 7 8 nilai tengah antara 2 penilaian 7dan 9 1/3 jika kriteria pada kolom sedikit lebih penting dibandingkan kriteria pada baris dan seterusnya.

225 Tabel perhitungan matriks pairwise comparison Kriteria Kondisi lahan Tenaga kerja Bahan baku Pemasaran Tata ruang Modal Infrastruktur Kondisi lahan 1,00 3,00 0,33 0,25 4,00 0,33 4,00 Tenaga kerja 0,33 1,00 0,33 0,25 3,00 0,33 3,00 Bahan baku 3,00 3,00 1,00 0,50 5,00 0,50 3,00 Pemasaran 4,00 4,00 2,00 1,00 6,00 3,00 5,00 Tata ruang 0,25 0,33 0,20 0,17 1,00 0,25 0,50 Modal 3,00 3,00 2,00 0,33 4,00 1,00 3,00 Infrastruktur 0,25 0,33 0,33 0,20 2,00 0,33 1,00 Jumlah 11,83 14,67 6,20 2,70 25,00 5,75 19,50 Tabel Perhitungan Normalisasi Kriteria Kondisi lahan Tenaga kerja Bahan baku Pemasaran Tata ruang Modal Infrastruktur Kondisi lahan 0,08 0,20 0,05 0,09 0,16 0,06 0,21 Tenaga kerja 0,03 0,07 0,05 0,09 0,12 0,06 0,15 Bahan baku 0,25 0,20 0,16 0,19 0,20 0,09 0,15 Pemasaran 0,34 0,27 0,32 0,37 0,24 0,52 0,26 Tata ruang 0,02 0,02 0,03 0,06 0,04 0,04 0,03 Modal 0,25 0,20 0,32 0,12 0,16 0,17 0,15 Infrastruktur 0,02 0,02 0,05 0,07 0,08 0,06 0,05 Jumlah 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Kriteria Jumlah Normalisasi Priority vector [1] Hasil kali [2] [2] / [1] Kondisi lahan 0,86 0,123 0,92 7,54 Tenaga kerja 0,57 0,082 0,59 7,21 Bahan baku 1,25 0,178 1,39 7,80 Pemasaran 2,32 0,332 2,57 7,76 Tata ruang 0,25 0,035 0,26 7,36 Modal 1,39 0,199 1,58 7,92 Infrastruktur 0,36 0,052 0,37 7,22 Jumlah 7,00 1,00

226 lambda 7,54 dimana, lambda = nilai rata-rata dari hasil kali / priority vector CI 0,0907 CI = Consistency Index RI 1,4143 RI = Random Consistency CR 0,0641 CR = Consistency Ratio ; CR 0,1 inkonsisten diterima CI = λ n n 1 n = jumlah kriteria RI = 1,98(n 2) n CR = CI RI

227 LAMPIRAN PERHITUNGAN HPP DAN HARGA PENJUALAN PRODUK

228 Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) 1. Electric Line Hauler Biaya bahan baku electrical&mechanical No Nama Komponen Harga Jumlah Harga Total 1 Baut M8x45mm Rp 2, Rp 60, Mur M8x45mm Rp 2, Rp 60, Electric Wire 8 Gauge Rp 63, Rp 189, Gear motor 12 V/900 W/1.2 HP Rp 3,557, Rp 3,557, Swivel Pulley rope max ɸ 10 mm Rp 68, Rp 68, Waterproof Toogle Switch box Rp 45, Rp 45, Waterproof electric wire cover Rp 13, Rp 52, Arm locking pin Rp 21, Rp 21, Arm hinge Rp 33, Rp 33, Waterproof plug & socket 12 V Rp 108, Rp 108, Sheave 10"/rope max ɸ 10 mm Rp 800, Rp 800, rotating axle Rp 20, Rp 20, Pulley rope max ɸ 10 mm Rp 108, Rp 108, Total Rp 5,122, No Nama material Dimensi asli (cm2) Harga per lembardimensi Terpakai (cm2 Jumlah Harga Total 1 pelat 4 mm 4'x8'/lembar Rp 821, Rp 821, pelat 6 mm 4'x8'/lembar Rp 1,246, Rp - Total Rp 821, No Material Harga (per liter) Pemakaian (liter) Harga Total 1 primer coating/liter Rp ,00 0,242 Rp ,00 2 top coating/liter Rp ,00 0,242 Rp ,00 total Rp ,00 Biaya Bahan Biaya Overhead Pabrik Biaya Tenaga Kerja Langsung Harga Pokok Produksi = biaya bahan + biaya overhead pabrik + biaya tenaga kerja langsung Rp Rp Rp Rp , , , ,04 2. Hydraulic Line Hauler biaya bahan baku electrical&mechanical No Nama Komponen Harga Jumlah Harga Total 1 Baut M8x45mm Rp 2, Rp 60, Mur M8x45mm Rp 2, Rp 60, Hydraulic hose Rp 14, Rp 146, HP Oil driven hydraulic unit Rp 18,216, Rp 18,216, Hydraulic control valve Rp 2,757, Rp 2,757, Hydraulic motor Rp 2,000, Rp 2,000, Hydraulic hose fitting Rp 43, Rp 216, Return line filter Rp 1,350, Rp 1,350, Sheave 5"/rope max ɸ 10 mm Rp 800, Rp 2,400, Pulley rope max ɸ 10 mm Rp 108, Rp 325, Total Rp 27,531,

229 No Nama material Dimensi asli (cm2) Harga per lembardimensi Terpakai (cm2 Jumlah Harga Total 1 pelat 4 mm 4'x8'/lembar Rp 821, Rp 821, pelat 6 mm 4'x8'/lembar Rp 1,246, Rp - Total Rp 821, No Material Harga (per liter) Pemakaian (liter) Harga Total 1 primer coating/liter Rp ,00 0,2568 Rp ,00 2 top coating/liter Rp ,00 0,2568 Rp ,00 total Rp ,00 Biaya Bahan Biaya Overhead Pabrik Biaya Tenaga Kerja Langsung Harga Pokok Produksi = biaya bahan + biaya overhead pabrik + biaya tenaga kerja langsung 3. Combined Line & Net Hauler Rp Rp Rp Rp , , , ,04 biaya bahan baku electrical&mechanical No Nama Komponen Harga Jumlah Harga Total 1 Baut M8x45mm Rp 2, Rp 60, Mur M8x45mm Rp 2, Rp 60, Electric Wire 8 Gauge Rp 63, Rp 189, Gear motor 12 V/900 W/1.2 HP Rp 3,557, Rp 3,557, Swivel Pulley rope max ɸ 10 mm Rp 68, Rp 68, Waterproof Toogle Switch box Rp 45, Rp 45, Waterproof electric wire cover Rp 13, Rp 52, Arm locking pin Rp 21, Rp 21, Arm hinge Rp 33, Rp 33, Waterproof plug & socket 12 V Rp 108, Rp 108, Sheave 10"/rope max ɸ 10 mm Rp 800, Rp 800, Rotating axle Rp 20, Rp 20, Aluminium spool Rp 750, Rp 750, Pulley rope max ɸ 10 mm Rp 108, Rp 108, Total Rp 5,872, No Nama material Dimensi asli (cm2) Harga per lembardimensi Terpakai (cm2 Jumlah Harga Total 1 pelat 4 mm 4'x8'/lembar Rp 821, Rp 821, pelat 6 mm 4'x8'/lembar Rp 1,246, Rp - Total Rp 821, No Material Harga (per liter) Pemakaian (liter) Harga Total 1 primer coating/liter Rp ,00 0,282 Rp ,00 2 top coating/liter Rp ,00 0,282 Rp ,00 total Rp ,00 Biaya Bahan Biaya Overhead Pabrik Biaya Tenaga Kerja Langsung Harga Pokok Produksi = biaya bahan + biaya overhead pabrik + biaya tenaga kerja langsung Rp Rp Rp Rp , , , ,04

230 4. Hydraulic Net Hauler biaya bahan baku electrical&mechanical No Nama Komponen Harga Jumlah Harga Total 1 Baut M8x45mm Rp 2, Rp 60, Mur M8x45mm Rp 2, Rp 60, Hydraulic hose Rp 14, Rp 219, HP Oil Driven hydraulic unit Rp 18,216, Rp 18,216, Hydraulic control valve Rp 2,757, Rp 2,757, Hydraulic motor Rp 2,000, Rp 2,000, Hydraulic hose fitting Rp 43, Rp 216, Net drum Rp 1,500, Rp 1,500, Failsafe Brake Rp 1,000, Rp 1,000, Return line filter Rp 1,350, Rp 1,350, Total Rp 27,378, No Nama material Dimensi asli (cm2) Harga per lembardimensi Terpakai (cm2 Jumlah Harga Total 1 pelat 4 mm 4'x8'/lembar Rp 821, Rp 1,643, pelat 6 mm 4'x8'/lembar Rp 1,246, Rp 2,492, Total Rp 4,135, No Material Harga (per liter) Pemakaian (liter) Harga Total 1 primer coating/liter Rp ,00 0,676 Rp ,00 2 top coating/liter Rp ,00 0,676 Rp ,00 total Rp ,00 Biaya Bahan Biaya Overhead Pabrik Biaya Tenaga Kerja Langsung Harga Pokok Produksi = biaya bahan + biaya overhead pabrik + biaya tenaga kerja langsung Rp Rp Rp Rp , , , ,04

231 5. Power Block biaya bahan baku electrical&mechanical No Nama Komponen Harga Jumlah Harga Total 1 Baut M8x45mm Rp 2, Rp 60, Mur M8x45mm Rp 2, Rp 60, Hydraulic hose Rp 14, Rp 219, HP Oil driven hydraulic unit Rp 18,216, Rp 18,216, Hydraulic control valve Rp 2,757, Rp 2,757, Hydraulic motor Rp 2,000, Rp 2,000, Hydraulic hose fitting Rp 43, Rp 216, kontruksi powerblock Rp 5,500, Rp 5,500, Return line filter Rp 1,350, Rp 1,350, Total Rp 30,378, No Nama material Dimensi asli (cm2) Harga per lembardimensi Terpakai (cm2 Jumlah Harga Total 1 pelat 4 mm 4'x8'/lembar Rp 821, Rp 1,643, pelat 6 mm 4'x8'/lembar Rp 1,246, Rp 2,492, Total Rp 4,135, No Material Harga (per liter) Pemakaian (liter) Harga Total 1 primer coating/liter Rp ,00 0,676 Rp ,00 2 top coating/liter Rp ,00 0,676 Rp ,00 total Rp ,00 Biaya Bahan Biaya Overhead Pabrik Biaya Tenaga Kerja Langsung Harga Pokok Produksi = biaya bahan + biaya overhead pabrik + biaya tenaga kerja langsung 6. Rekapitulasi HPP Produk No. Jenis Produk Harga Produk 1 Electric Line Hauler Rp ,04 2 Hydraulic Line Hauler Rp ,04 3 Hydraulic Net Hauler Rp ,04 4 Combine Net & Line Hauler Rp ,04 5 Hydraulic Powerblock Rp ,04 Total Rp ,22 Rp Rp Rp Rp , , , ,04

232 7. Perhitungan Harga Penjualan Produk Harga Penjualan Produk Net Hauler Total Investasi Industri Biaya Operasional per bulan Harga Pokok Produksi Ekspektasi laba (10% besar investasi) = Rp ,20 = Rp ,00 = Rp ,04 = Rp ,38 Persentase penambahan harga jual = (Biaya operasional + Ekspektasi Laba) x 100 Total Investasi Industri = 15,27% Jadi, harga penjualan minimum untuk produk Net Hauler adalah : Harga Jual Minimum = HPP + 15, % HPP = Rp ,14 Harga Penjualan Produk Powerblock Total Investasi Industri Biaya Operasional per bulan = Rp ,20 = Rp ,00 Harga Pokok Produksi Ekspektasi laba (10% besar investasi) = Rp ,04 = Rp ,38 Persentase penambahan harga jual = (Biaya operasional + Ekspektasi Laba) x 100 Total Investasi Industri = 15,27% Jadi, harga penjualan minimum untuk produk Net Hauler adalah : Harga Jual Minimum = HPP + 15, % HPP = Rp ,55 Harga Penjualan Produk Combined Line & Net Hauler Total Investasi Industri = Rp ,20 Biaya Operasional per bulan Harga Pokok Produksi Ekspektasi laba (10% besar investasi) = Rp ,00 = Rp ,04 = Rp ,38 Persentase penambahan harga jual = (Biaya operasional + Ekspektasi Laba) x 100 Total Investasi Industri = 15,27% Jadi, harga penjualan minimum untuk produk Net Hauler adalah : Harga Jual Minimum = HPP + 15, % HPP = Rp ,11

233 Harga Penjualan Produk Hydraulic Line Hauler Total Investasi Industri = Rp ,20 Biaya Operasional per bulan Harga Pokok Produksi Ekspektasi laba (10% besar investasi) = Rp ,00 = Rp ,04 = Rp ,38 Persentase penambahan harga jual = (Biaya operasional + Ekspektasi Laba) x 100 Total Investasi Industri = 15,27% Jadi, harga penjualan minimum untuk produk Net Hauler adalah : Harga Jual Minimum = HPP + 15, % HPP = Rp ,30 Harga Penjualan Produk Electric Line Hauler Total Investasi Industri = Rp ,20 Biaya Operasional per bulan Harga Pokok Produksi Ekspektasi laba (10% besar investasi) = Rp ,00 = Rp ,04 = Rp ,38 Persentase penambahan harga jual = (Biaya operasional + Ekspektasi Laba) x 100 Total Investasi Industri = 15,27% Jadi, harga penjualan minimum untuk produk Net Hauler adalah : Harga Jual Minimum = HPP + 15, % HPP = Rp ,28 8. Rekapitulasi Harga Penjualan Produk No. Jenis Produk Harga Produk 1 Electric Line Hauler Rp ,71 2 Hydraulic Line Hauler Rp ,17 3 Hydraulic Net Hauler Rp ,97 4 Combine Net & Line Hauler Rp ,54 5 Hydraulic Powerblock Rp ,39 Total Rp ,79

234 9. Biaya Produksi tiap Tahun ( ) No Jenis Produk Biaya Produksi per Tahun Electric Line Hauler Rp ,92 Rp ,18 Rp ,44 Rp ,70 Rp ,95 2 Hydraulic Line Hauler Rp ,77 Rp ,46 Rp ,15 Rp ,84 Rp ,53 3 Hydraulic Net Hauler Rp ,69 Rp ,64 Rp ,59 Rp ,54 Rp ,49 4 Combine Net & Line Hauler Rp ,35 Rp ,74 Rp ,13 Rp ,52 Rp ,91 5 Hydraulic Powerblock Rp ,97 Rp ,19 Rp ,40 Rp ,62 Rp ,83 Total Rp ,71 Rp ,21 Rp ,71 Rp ,21 Rp ,71 No Jenis Produk Biaya Produksi per Tahun Electric Line Hauler Rp ,21 Rp ,47 Rp ,73 Rp ,99 Rp ,25 2 Hydraulic Line Hauler Rp ,22 Rp ,91 Rp ,60 Rp ,29 Rp ,98 3 Hydraulic Net Hauler Rp ,44 Rp ,38 Rp ,33 Rp ,28 Rp ,23 4 Combine Net & Line Hauler Rp ,29 Rp ,68 Rp ,07 Rp ,46 Rp ,85 5 Hydraulic Powerblock Rp ,05 Rp ,26 Rp ,48 Rp ,70 Rp ,91 Total Rp ,21 Rp ,71 Rp ,22 Rp ,72 Rp ,22

235 LAMPIRAN ANALISA KELAYAKAN INVESTASI

236 Perhitungan Analisa Kelayakan Investasi 1. Rekapitulasi Investasi Industri Biaya Administrasi No Nama Asset Indeks Total 1 Pembuatan Akta Usaha PT Rp ,00 2 Asuransi (10 tahun) 2% Rp ,00 3 Biaya perijinan 1,50% Rp ,00 4 Merek Dagang Rp ,00 5 Hak Paten Rp ,00 6 SIUP Rp ,00 7 Engineering Design 2,5 x FS Rp ,20 8 Pre FS dan FS 1% Rp ,00 Biaya Administrasi Rp ,20 Total Investasi Pembangunan & Fasilitas No Uraian Total 1 Bangunan dan tanah Rp ,00 2 Peralatan software desain Rp ,00 3 Peralatan untuk handling dan transporting Rp ,00 4 Peralatan manual Rp , Peralatan dan mesin proses assembly Peralatan dan mesin proses painting Rp ,00 Rp ,00 7 Perlengkapan kantor Rp ,00 9 Perlengkapan keselamatan Rp ,00 Biaya Pembangunan & Fasilitas Rp ,00 Biaya Administrasi Rp ,20 Total Investasi Rp ,20

237 Biaya Investasi Rp ,20 Modal Sendiri (30%) Rp ,56 Pinjaman Rp ,64 Bunga Pinjaman 10,25% BNI Masa Pinjaman 10 tahun Grace Period 0 tahun Pembayaran per tahun Rp ,46 per tahun Asumsi Umur Ekonomis Pabrik 30 tahun Nilai Akhir Pabrik Rp ,52 Depresiasi Per tahun Rp ,86 2. Pengembalian Pinjaman Modal PENGEMBALIAN PINJAMAN MODAL BUNGA BANK : 10,25% Tahun Tahun ke- Bunga Pinjaman Angsuran Pembayaran Sisa Pinjaman , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,46 0, ,00 Jumlah

238 3. Cash Flow untuk 10 Tahun PERHITUNGAN CASH FLOW Bunga Bank = 10,25% Suku Bunga BNI Pajak = 12,50% - Indonesia Investments Desember Nilai Inflasi = 3,02% - Bank Indonesia Inflasi Desember TAHUN 0 TAHUN 1 TAHUN 2 TAHUN 3 TAHUN 4 TAHUN 5 TAHUN 6 TAHUN 7 TAHUN 8 TAHUN 9 TAHUN 10 Dana Awal Dana Awal Pinjaman Investasi Awal Investasi Bangunan ( ) Investasi Peralatan & Permesinan ( ) Biaya Administrasi Pendirian Perusahaan ( ) Investasi Total ( ) Uang Masuk a Penjualan produk b Pendapatan (a) Uang Keluar c Biaya Operasional d Biaya Produksi Berdasarkan Aktivitas Investasi e Investasi Ulang Berdasarkan Aktivitas Keuangan f Pembayaran Angsuran Pinjaman , g Pembayaran Bunga Pinjaman , , , , , , , , , ,02 Total Uang Keluar (c+d+e+f+g) , , , , , , , , , ,79 h Pendapatan Sebelum Pajak Pajak (12,5%), h<50 M i Pendapatan Sesudah Pajak ( ) j Accumulative Revenue k Discount Factor 1,00 0,91 0,82 0,75 0,68 0,61 0,56 0,51 0,46 0,42 0,38 l Present Value (I x k) m Return on Investment (ROI) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) IRR : 14,67% 5,40 Tahun Payback Period : 5 Tahun 5 Bulan ROI : ,83 IDR BEP : Uniit

239 4. Perhitungan Jumlah Unit untuk mencapai BEP (Break Event Point) Perhitungan Jumlah Unit dalam Mencapai BEP (Break Event Point) Diketahui dari data yang didapatkan, sebagai berikut: 1. Sisa Investasi pada tahun sebelum Payback Period = Rp ,44 2. Pendapatan sesudah pajak pada tahun Payback Period = Rp ,26 3. Target produksi pada tahun Payback Period = 2602 unit 4. Jumlah unit yang terjual sebelum Payback Period = unit maka dilakukan perhitungan sebagai berikut : Jumlah unit yang dibutuhkan = ( ) = ,36 unit = unit 5. Lifetime Machine No Nama peralatan Nilai Investasi Lifetime (Tahun)PenyusutanHarga Penyusutan Depresiasi 1 Bangunan dan tanah Rp 12,902,850, % Rp 1,290,285, Rp 580,628, Fork Car Transportation 3 ton Rp 164,712, % Rp 16,471, Rp 9,882, Overhead Crane 3 ton Rp 274,520, % Rp 27,452, Rp 16,471, Manual Stacker Rp 7,549, % Rp 754, Rp 1,358, Mesin las GMAW Rp 29,984, % Rp 2,998, Rp 5,397, Mesin las TIG Rp 15,491, % Rp 1,549, Rp 2,788, Mesin potong Rp 344,000, % Rp 34,400, Rp 20,640, mesin bending Rp 143,000, % Rp 14,300, Rp 8,580, mesin rol Rp 175,700, % Rp 17,570, Rp 10,542, mesin gerinda tangan Rp 468, % Rp 46, Rp 140, abrassive cutoff machine Rp 1,885, % Rp 188, Rp 339, mesin bor Rp 455, % Rp 45, Rp 136, mesin bor duduk Rp 1,612, % Rp 161, Rp 290, Mobile Gantry Crane Rp 16,216, mesin amplas Rp 673, % Rp 67, Rp 201, kompresor Rp 5,846, % Rp 584, Rp 526, spray gun Rp 195, % Rp 19, Rp 175, Total Rp 1,406,894, Rp 658,098,534.00

240 6. Depresiasi Keterangan Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Harga Perolehan Tanah dan bangunan 12,902,850,000 12,902,850,000 12,902,850,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 164,712, ,712, ,712,000 Overhead Crane 3 ton 274,520, ,520, ,520,000 Manual Stacker 7,549,300 7,549,300 7,549,300 Mesin las GMAW 29,984,500 29,984,500 29,984,500 Mesin las TIG 15,491,000 15,491,000 15,491,000 Mesin potong 344,000, ,000, ,000,000 mesin bending 143,000, ,000, ,000,000 mesin roll 175,700, ,700, ,700,000 mesin gerinda tangan 468, , ,000 mesin gerinda duduk 1,885,000 1,885,000 1,885,000 mesin bor 455, , ,000 mesin bor duduk 1,612,000 1,612,000 1,612,000 Mesin Gantry Crane 16,216,000 16,216,000 16,216,000 mesin amplas 673, , ,000 kompresor 5,846,000 5,846,000 5,846,000 spray gun 195, , ,000 Total 14,085,156,800 12,902,850,000 12,902,850,000 Penyusutan Tanah dan bangunan 10% 1,290,285,000 1,290,285,000 1,290,285,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 10% 16,471,200 16,471,200 16,471,200 Overhead Crane 3 ton 10% 27,452,000 27,452,000 27,452,000 Manual Stacker 10% 754, , ,930 Mesin las GMAW 10% 2,998,450 2,998,450 2,998,450 Mesin las TIG 10% 1,549,100 1,549,100 1,549,100 Mesin potong 10% 34,400,000 34,400,000 34,400,000 mesin bending 10% 14,300,000 14,300,000 14,300,000 mesin roll 10% 17,570,000 17,570,000 17,570,000 mesin gerinda tangan 10% 46,800 46,800 46,800 mesin gerinda duduk 10% 188, , ,500 mesin bor 10% 45,500 45,500 45,500 mesin bor duduk 10% 161, , ,200 Mesin Gantry Crane 10% 1,621,600 1,621,600 1,621,600 mesin amplas 10% 67,300 67,300 67,300 kompresor 10% 584, , ,600 spray gun 10% 19,500 19,500 19,500 Total 1,408,515,680 1,408,515,680 1,408,515,680

241 Akumulasi Penyusutan Tanah dan bangunan 1,290,285,000 2,580,570,000 3,870,855,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 16,471,200 32,942,400 49,413,600 Overhead Crane 3 ton 27,452,000 54,904,000 82,356,000 Manual Stacker 754,930 1,509,860 2,264,790 Mesin las GMAW 2,998,450 5,996,900 8,995,350 Mesin las TIG 1,549,100 3,098,200 4,647,300 Mesin potong 34,400,000 68,800, ,200,000 mesin bending 14,300,000 28,600,000 42,900,000 mesin roll 17,570,000 35,140,000 52,710,000 mesin gerinda tangan 46,800 93, ,400 mesin gerinda duduk 188, , ,500 mesin bor 45,500 91, ,500 mesin bor duduk 161, , ,600 Mesin Gantry Crane 1,621,600 3,243,200 4,864,800 mesin amplas 67, , ,900 kompresor 584,600 1,169,200 1,753,800 spray gun 19,500 39,000 58,500 Total 1,408,515,680 2,817,031,360 4,225,547,040 Nilai Buku Tanah dan bangunan 11,612,565,000 10,322,280,000 9,031,995,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 148,240, ,769, ,298,400 Overhead Crane 3 ton 247,068, ,616, ,164,000 Manual Stacker 6,794,370 6,039,440 5,284,510 Mesin las GMAW 26,986,050 23,987,600 20,989,150 Mesin las TIG 13,941,900 12,392,800 10,843,700 Mesin potong 309,600, ,200, ,800,000 mesin bending 128,700, ,400, ,100,000 mesin roll 158,130, ,560, ,990,000 mesin gerinda tangan 421, , ,600 mesin gerinda duduk 1,696,500 1,508,000 1,319,500 mesin bor 409, , ,500 mesin bor duduk 1,450,800 1,289,600 1,128,400 Mesin Gantry Crane 14,594,400 12,972,800 11,351,200 mesin amplas 605, , ,100 kompresor 5,261,400 4,676,800 4,092,200 spray gun 175, , ,500 Total 12,676,641,120 11,268,125,440 9,859,609,760

242 Keterangan Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Harga Perolehan Tanah dan bangunan 12,902,850,000 12,902,850,000 12,902,850,000 12,902,850,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 164,712, ,712, ,712, ,712,000 Overhead Crane 3 ton 274,520, ,520, ,520, ,520,000 Manual Stacker 7,549,300 7,549,300 7,549,300 7,549,300 Mesin las GMAW 29,984,500 29,984,500 29,984,500 29,984,500 Mesin las TIG 15,491,000 15,491,000 15,491,000 15,491,000 Mesin potong 344,000, ,000, ,000, ,000,000 mesin bending 143,000, ,000, ,000, ,000,000 mesin roll 175,700, ,700, ,700, ,700,000 mesin gerinda tangan 468, , , ,000 mesin gerinda duduk 1,885,000 1,885,000 1,885,000 1,885,000 mesin bor 455, , , ,000 mesin bor duduk 1,612,000 1,612,000 1,612,000 1,612,000 Mesin Gantry Crane 16,216,000 16,216,000 16,216,000 16,216,000 mesin amplas 673, , , ,000 kompresor 5,846,000 5,846,000 5,846,000 5,846,000 spray gun 195, , , ,000 Total 12,902,850,000 12,902,850,000 12,902,850,000 12,902,850,000 Penyusutan Tanah dan bangunan 10% 1,290,285,000 1,290,285,000 1,290,285,000 1,290,285,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 10% 16,471,200 16,471,200 16,471,200 16,471,200 Overhead Crane 3 ton 10% 27,452,000 27,452,000 27,452,000 27,452,000 Manual Stacker 10% 754, , , ,930 Mesin las GMAW 10% 2,998,450 2,998,450 2,998,450 2,998,450 Mesin las TIG 10% 1,549,100 1,549,100 1,549,100 1,549,100 Mesin potong 10% 34,400,000 34,400,000 34,400,000 34,400,000 mesin bending 10% 14,300,000 14,300,000 14,300,000 14,300,000 mesin roll 10% 17,570,000 17,570,000 17,570,000 17,570,000 mesin gerinda tangan 10% 46,800 46,800 46,800 46,800 mesin gerinda duduk 10% 188, , , ,500 mesin bor 10% 45,500 45,500 45,500 45,500 mesin bor duduk 10% 161, , , ,200 Mesin Gantry Crane 10% 1,621,600 1,621,600 1,621,600 1,621,600 mesin amplas 10% 67,300 67,300 67,300 67,300 kompresor 10% 584, , , ,600 spray gun 10% 19,500 19,500 19,500 19,500 Total 1,408,515,680 1,408,515,680 1,408,515,680 1,408,515,680

243 Akumulasi Penyusutan Tanah dan bangunan 5,161,140,000 6,451,425,000 7,741,710,000 9,031,995,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 65,884,800 82,356,000 98,827, ,298,400 Overhead Crane 3 ton 109,808, ,260, ,712, ,164,000 Manual Stacker 3,019,720 3,774,650 4,529,580 5,284,510 Mesin las GMAW 11,993,800 14,992,250 17,990,700 20,989,150 Mesin las TIG 6,196,400 7,745,500 9,294,600 10,843,700 Mesin potong 137,600, ,000, ,400, ,800,000 mesin bending 57,200,000 71,500,000 85,800, ,100,000 mesin roll 70,280,000 87,850, ,420, ,990,000 mesin gerinda tangan 187, , , ,600 mesin gerinda duduk 754, ,500 1,131,000 1,319,500 mesin bor 182, , , ,500 mesin bor duduk 644, , ,200 1,128,400 Mesin Gantry Crane 6,486,400 8,108,000 9,729,600 11,351,200 mesin amplas 269, , , ,100 kompresor 2,338,400 2,923,000 3,507,600 4,092,200 spray gun 78,000 97, , ,500 Total 5,634,062,720 7,042,578,400 8,451,094,080 9,859,609,760 Nilai Buku Tanah dan bangunan 7,741,710,000 6,451,425,000 5,161,140,000 3,870,855,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 98,827,200 82,356,000 65,884,800 49,413,600 Overhead Crane 3 ton 164,712, ,260, ,808,000 82,356,000 Manual Stacker 4,529,580 3,774,650 3,019,720 2,264,790 Mesin las GMAW 17,990,700 14,992,250 11,993,800 8,995,350 Mesin las TIG 9,294,600 7,745,500 6,196,400 4,647,300 Mesin potong 206,400, ,000, ,600, ,200,000 mesin bending 85,800,000 71,500,000 57,200,000 42,900,000 mesin roll 105,420,000 87,850,000 70,280,000 52,710,000 mesin gerinda tangan 280, , , ,400 mesin gerinda duduk 1,131, , , ,500 mesin bor 273, , , ,500 mesin bor duduk 967, , , ,600 Mesin Gantry Crane 9,729,600 8,108,000 6,486,400 4,864,800 mesin amplas 403, , , ,900 kompresor 3,507,600 2,923,000 2,338,400 1,753,800 spray gun 117,000 97,500 78,000 58,500 Total 8,451,094,080 7,042,578,400 5,634,062,720 4,225,547,040

244 Keterangan Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Harga Perolehan Tanah dan bangunan 12,902,850,000 12,902,850,000 12,902,850,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 164,712, ,712, ,712,000 Overhead Crane 3 ton 274,520, ,520, ,520,000 Manual Stacker 7,549,300 7,549,300 7,549,300 Mesin las GMAW 29,984,500 29,984,500 29,984,500 Mesin las TIG 15,491,000 15,491,000 15,491,000 Mesin potong 344,000, ,000, ,000,000 mesin bending 143,000, ,000, ,000,000 mesin roll 175,700, ,700, ,700,000 mesin gerinda tangan 468, , ,000 mesin gerinda duduk 1,885,000 1,885,000 1,885,000 mesin bor 455, , ,000 mesin bor duduk 1,612,000 1,612,000 1,612,000 Mesin Gantry Crane 16,216,000 16,216,000 16,216,000 mesin amplas 673, , ,000 kompresor 5,846,000 5,846,000 5,846,000 spray gun 195, , ,000 Total 12,902,850,000 12,902,850,000 12,902,850,000 Penyusutan Tanah dan bangunan 10% 1,290,285,000 1,290,285,000 1,290,285,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 10% 16,471,200 16,471,200 16,471,200 Overhead Crane 3 ton 10% 27,452,000 27,452,000 27,452,000 Manual Stacker 10% 754, , ,930 Mesin las GMAW 10% 2,998,450 2,998,450 2,998,450 Mesin las TIG 10% 1,549,100 1,549,100 1,549,100 Mesin potong 10% 34,400,000 34,400,000 34,400,000 mesin bending 10% 14,300,000 14,300,000 14,300,000 mesin roll 10% 17,570,000 17,570,000 17,570,000 mesin gerinda tangan 10% 46,800 46,800 46,800 mesin gerinda duduk 10% 188, , ,500 mesin bor 10% 45,500 45,500 45,500 mesin bor duduk 10% 161, , ,200 Mesin Gantry Crane 10% 1,621,600 1,621,600 1,621,600 mesin amplas 10% 67,300 67,300 67,300 kompresor 10% 584, , ,600 spray gun 10% 19,500 19,500 19,500 Total 1,408,515,680 1,408,515,680 1,408,515,680

245 Akumulasi Penyusutan Tanah dan bangunan 9,031,995,000 10,322,280,000 11,612,565,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 115,298, ,769, ,240,800 Overhead Crane 3 ton 192,164, ,616, ,068,000 Manual Stacker 5,284,510 6,039,440 6,794,370 Mesin las GMAW 35,981,400 41,121,600 46,261,800 Mesin las TIG 18,589,200 21,244,800 23,900,400 Mesin potong 52,081,960 59,522,240 66,962,520 mesin bending 100,100, ,400, ,700,000 mesin roll 38,150,000 43,600,000 49,050,000 mesin gerinda tangan 327, , ,200 mesin gerinda duduk 1,319,500 1,508,000 1,696,500 mesin bor 318, , ,500 mesin bor duduk 1,128,400 1,289,600 1,450,800 Mesin Gantry Crane 11,351,200 12,972,800 14,594,400 mesin amplas 471, , ,700 kompresor 4,092,200 4,676,800 5,261,400 spray gun 136, , ,500 Total 9,608,789,470 10,981,473,680 12,354,157,890 Nilai Buku Tanah dan bangunan 3,870,855,000 2,580,570,000 1,290,285,000 Mesin dan Peralatan Fork Car Transportation 3 ton 49,413,600 32,942,400 16,471,200 Overhead Crane 3 ton 82,356,000 54,904,000 27,452,000 Manual Stacker 2,264,790 1,509, ,930 Mesin las GMAW 15,420,600 10,280,400 5,140,200 Mesin las TIG 7,966,800 5,311,200 2,655,600 Mesin potong 22,320,840 14,880,560 7,440,280 mesin bending 42,900,000 28,600,000 14,300,000 mesin roll 16,350,000 10,900,000 5,450,000 mesin gerinda tangan 140,400 93,600 46,800 mesin gerinda duduk 565, , ,500 mesin bor 136,500 91,000 45,500 mesin bor duduk 483, , ,200 Mesin Gantry Crane 4,864,800 3,243,200 1,621,600 mesin amplas 201, ,600 67,300 kompresor 1,753,800 1,169, ,600 spray gun 58,500 39,000 19,500 Total 4,118,052,630 2,745,368,420 1,372,684,210

246 LAMPIRAN HASIL FORECASTING DENGAN MINITAB 17

247 1. Jumlah Armada Kapal Ikan Per Tahun Jenis Kapal Ikan Jumlah Armada Kapal Ikan per tahun berdasarkan Kapasitas Muatan Kapal 0-5 GT Kapal 6-10 GT Kapal GT Kapal GT Jumlah Armada Kapal Kapal 6-10 GT Kapal GT Kapal GT 2. Estimasi Jumlah Armada Kapal Ikan Tahun Untuk Kapal Ikan 6-10 GT Hasil Forecast Kapal 6-10 GT Tahun Jumlah Kapal Indikator Hasil Forecast MAPE MAD MSD Lower Upper

248 Untuk Kapal Ikan GT Hasil Forecast Kapal GT Tahun Jumlah Kapal Indikator Hasil Forecast MAPE MAD MSD Lower Upper

249 Untuk Kapal Ikan GT Hasil Forecast Kapal GT Tahun Jumlah Kapal Indikator Hasil Forecast MAPE MAD MSD Lower Upper

250

251 LAMPIRAN LAYOUT INDUSTRI

252 LAYOUT FRONT OFFICE LAYOUT INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN TANGKAP 3D

253 BIODATA PENULIS Dilahirkan di Bogor 23 Desember 1994, Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari TK Insan Taqwa, SDN Polisi 4 Bogor, SMP Negeri 4 Bogor, SMA Negeri 3 Bogor dan masuk perguruan tinggi Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Fakultas Teknologi Kelautan Departemen Teknik Perkapalan Program S-1 pada tahun 2012 melalui Program Jalur Mandiri ITS. Dalam perkuliahan di Departemen Teknik Perkapalan, penulis mengambil Bidang Keahlian Industri Perkapalan. Selain aktif melaksanakan pendidikan formal di kampus ITS, penulis aktif mengikuti organisasi dalam kampus yakni menjadi staff Departemen PSDM HIMATEKPAL ITS periode 2013/2014, anggota divisi Tender pada event Sampan 7, tim dana pusat pada event Sampan 8, Ketua Departemen PSDM HIMATEKPAL ITS periode 2014/2015. Penulis tergabung juga dalam perkumpulan mahasiswa Bogor Se-Surabaya yang bernama SAFARY (Surabaya Family of Rain City). Diluar kegiatan kampus, penulis aktif berkegiatan olahraga futsal, travelling, dan kegiatan pendakian sesuai hobi penulis. Penulis telah menyelesaikan Kerja Praktek selama 2 periode di Palindo Marine berloksasi di Batam untuk pengalaman bekerja di galangan dan BKI Samarinda untuk pengalaman bekerja di Badan Klasifikasi. Untuk menyelesaikan perkuliahan di Departemen Teknik Perkapalan ITS, Penulis mengambil Tugas Akhir dengan judul Analisa Teknis dan Ekonomis Industri Komponen Peralatan Tangkap dalam Menunjang Proyek Pengadaan Kapal Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan fakhriy.khairi@yahoo.com / fakhriy.rizaldi@gmail.com

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG ALAT PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : Ir. Sukandar, MP Fuad, S.Pi., MT Ir.Darmawan O, MS Ir. Martinus, MP Dr. Ir. Gatut Bintoro, M.Sc Bambang Setiono A, S.Pi, MT Ledyane Ika H, S.Pi, M.Sc

Lebih terperinci

Buku Panduan Praktikum Metode Penangkapan Ikan 2015 PENDAHULUAN. 1.1 Pengertian Metode Penangkapan Ikan

Buku Panduan Praktikum Metode Penangkapan Ikan 2015 PENDAHULUAN. 1.1 Pengertian Metode Penangkapan Ikan PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Metode Penangkapan Ikan Indonesia merupakan Negara dengan luas perairan laut mencapai 3,1 juta Km 2, dengan panjang garis pantai 81.000 Km. hal ini memberikan sebab Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG JALUR PENANGKAPAN IKAN DAN PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA : NIM : KELOMPOK : KELAS : ASISTEN : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 KARTU KENDALI ASISTENSI

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA : NIM : KELOMPOK : KELAS : ASISTEN : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 KARTU KENDALI ASISTENSI

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA NIM : (Diketik) : (Diketik) KELOMPOK : (Diketik) KELAS ASISTEN : (Diketik) : (Diketik) FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA : NIM : KELOMPOK : KELAS : ASISTEN : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 KARTU KENDALI ASISTENSI

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN

BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN BUKU PEDOMAN DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM METODE PENANGKAPAN IKAN Oleh : NAMA : NIM : KELOMPOK : KELAS : ASISTEN : FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KARTU KENDALI ASISTENSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.06/MEN/2010 TENTANG ALAT PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 23373539 (23019271 Print) 1 Analisa Teknis Dan Ekonomis Pembangunan Fasilitas Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Kapal Di Galangan Tepian Mahakam

Lebih terperinci

Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana: sarana apung

Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana: sarana apung Riza Rahman Hakim, S.Pi Fisheries Department - UMM Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana: sarana apung atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT By: Rini Halila Nasution, ST, MT Alat, bahan dan pekerja harus diatur posisinya sedemikian rupa dalam suatu pabrik, sehingga hasilnya paling efektif dan ekonomis.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buku Saku Alat Tangkap Bagi Pengolah Data

KATA PENGANTAR. Buku Saku Alat Tangkap Bagi Pengolah Data KATA PENGANTAR Buku Saku Alat Tangkap Bagi Pengolah Data disusun untuk mempermudah kerja Pengolah Data untuk mendukung program Satu Data. Kami menyadari penerbitan buku saku ini jauh dari sempurna, untuk

Lebih terperinci

Perikanan: Armada & Alat Tangkap

Perikanan: Armada & Alat Tangkap Perikanan: Armada & Alat Tangkap Mengenal armada dan alat tangkap sesuai dengan Laporan Statistik Perikanan Kul 03 Tim Pengajar PDP FPIK-UB. pdpfpik@gmail.com 1 Oktober 2013 Andreas, Raja Ampat Perikanan

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 74/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 JUMLAH BIAYA PER HEKTAR USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT, BANDENG, DAN NILA DI ATAS Rp. 5 JUTA JUMLAH BIAYA PER TRIP USAHA PENANGKAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG IKAN DAN PENEMPATAN DAN ALAT BANTU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan tujuan rancang fasilitas Wignjosoebroto (2009; p. 67) menjelaskan, Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Perancangan tata letak pabrik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PRODUKSI KAPAL PENAMPUNG IKAN DI DAERAH SULAWESI UTARA Oleh: M. MARTHEN OKTOUFAN N. N.R.P. 4106 100 074 Dosen Pembimbing: Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR..... DAFTAR LAMPIRAN.. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.......... 1.2. Perumusan Masalah.... 1.3. Tujuan Penelitian...... 1.4. Manfaat

Lebih terperinci

PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN PADA JALUR PENANGKAPAN IKAN

PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN PADA JALUR PENANGKAPAN IKAN LAMPIRAN : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah

Lebih terperinci

ANALISA TEKNO EKONOMI PENERAPAN SISTEM BUSBAR TRUNKING (CANALIS) PADA SISTEM KELISTRIKAN KAPAL NIAGA (MT. AVILA)

ANALISA TEKNO EKONOMI PENERAPAN SISTEM BUSBAR TRUNKING (CANALIS) PADA SISTEM KELISTRIKAN KAPAL NIAGA (MT. AVILA) TUGAS AKHIR LS 1336 ANALISA TEKNO EKONOMI PENERAPAN SISTEM BUSBAR TRUNKING (CANALIS) PADA SISTEM KELISTRIKAN KAPAL NIAGA (MT. AVILA) DIAN ARIF WICAKSONO NRP 4207 100 522 Dosen Pembimbing Ir. Sardono Sarwito,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG JALUR PENANGKAPAN IKAN DAN PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT ( COLD STORAGE ) KAPAL IKAN DI INDONESIA

ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT ( COLD STORAGE ) KAPAL IKAN DI INDONESIA TUGAS AKHIR - MN141581 ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KOMPONEN PERALATAN PENDINGIN RUANG MUAT ( COLD STORAGE ) KAPAL IKAN DI INDONESIA HARISUDDIN HAWALI NRP. 4112 100 115 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-332

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-332 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-332 Studi Peningkatan Kemampuan Galangan Kapal di Jawa Timur untuk Mendukung Program Pengadaan Kapal Penangkap Ikan Nasional

Lebih terperinci

Analisa Kebutuhan Tenaga Kerja Terampil untuk Mendukung Peningkatan Produksi Pembangunan Kapal Baru di Galangan- Galangan Kapal di Surabaya

Analisa Kebutuhan Tenaga Kerja Terampil untuk Mendukung Peningkatan Produksi Pembangunan Kapal Baru di Galangan- Galangan Kapal di Surabaya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-331 Analisa Kebutuhan Tenaga Kerja Terampil untuk Mendukung Peningkatan Produksi Pembangunan Kapal Baru di Galangan- Galangan Kapal di Surabaya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Genap tahun 2007 / 2008 ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI KONVEYOR DI STRIPPING AREA PT ASTRA HONDA MOTOR ALFI NIM : 1000835152 Abstrak

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEKNOLOGI OLEH: MEGA INAYATI RIF AH, ST., M.SC.

PERENCANAAN TEKNOLOGI OLEH: MEGA INAYATI RIF AH, ST., M.SC. I N S T I T U T S A I N S & T E K N O L O G I A K P R I N D Y O G Y A K A R T A Jl. Kalisahak No. 28, Komplek Balapan, Kota Yogyakarta PERENCANAAN TEKNOLOGI OLEH: MEGA INAYATI RIF AH, ST., M.SC. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

4 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP DI SULAWESI SELATAN

4 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP DI SULAWESI SELATAN 4 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP DI SULAWESI SELATAN 4.1 Kondisi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan secara geografis terletak pada posisi 0 0 12 o LS dan 116

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 No. 74/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 JUMLAH BIAYA PER HEKTAR USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT, BANDENG, DAN UDANG

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN STRECHING PADA PROSES PENGELASAN

RANCANG BANGUN MESIN STRECHING PADA PROSES PENGELASAN RANCANG BANGUN MESIN STRECHING PADA PROSES PENGELASAN Disusun oleh : TERANG FAJAR SUTARNO PUTRA I 8611032 PROGRAM STUDI DIII TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

STUDI MODERNISASI INDUSTRI KAPAL RAKYAT DI JAWA TIMUR

STUDI MODERNISASI INDUSTRI KAPAL RAKYAT DI JAWA TIMUR STUDI MODERNISASI INDUSTRI KAPAL RAKYAT DI JAWA TIMUR Disusun Oleh: Sa adatul Munawaroh NRP: 4109100701 Dosen pembimbing: Sri Rejeki Wahyu Pribadi,ST.MT Ir. Soejitno Jurusan teknik perkapalan Fakultas

Lebih terperinci

Analisa Teknis dan Ekonomis Pengembangan Industri Pendukung Konsol Kapal (Ship Console) di Indonesia

Analisa Teknis dan Ekonomis Pengembangan Industri Pendukung Konsol Kapal (Ship Console) di Indonesia G98 Analisa Teknis dan Ekonomis Pengembangan Industri Pendukung Konsol Kapal (Ship Console) di Indonesia Anisa Prasetyo dan Triwilaswandio Wuruk Pribadi Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

METODE PENANGKAPAN IKAN

METODE PENANGKAPAN IKAN METODE PENANGKAPAN IKAN ASEP HAMZAH FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA TEXT BOOKS Today s Outline Class objectives Hook and line (handline, longlines, trolline, pole

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Antagonishop Apparel adalah salah satu perusahaan di kota Bandung yang menekuni usaha di bidang percetakan sablon kaos oblong digital. Perusahaan ingin melakukan ekspansi usaha dengan membeli

Lebih terperinci

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (SLP) PERTEMUAN #3 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS

SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (SLP) PERTEMUAN #3 TKT TAUFIQUR RACHMAN PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING (SLP) PERTEMUAN #3 TKT306 PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

Lebih terperinci

PENENTUAN UMUR EKONOMIS ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE (EDM) UNTUK KEBIJAKAN REPLACEMENT PADA PT. SARANA BERSAMA SEJAHTERA

PENENTUAN UMUR EKONOMIS ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE (EDM) UNTUK KEBIJAKAN REPLACEMENT PADA PT. SARANA BERSAMA SEJAHTERA PENENTUAN UMUR EKONOMIS ELECTRICAL DISCHARGE MACHINE (EDM) UNTUK KEBIJAKAN REPLACEMENT PADA PT. SARANA BERSAMA SEJAHTERA TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, yang biasanya memiliki salah satu ciri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, yang biasanya memiliki salah satu ciri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang, yang biasanya memiliki salah satu ciri dengan menjamurnya perusahaan industri. Setiap industri yang ada dituntut untuk

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENEPAT UNTUK PENGELASAN PADA PAGAR RANJANG RUMAH SAKIT EKONOMIS DENGAN METODE MEJA PUTAR (BIAYA PRODUKSI) LAPORAN AKHIR

RANCANG BANGUN ALAT PENEPAT UNTUK PENGELASAN PADA PAGAR RANJANG RUMAH SAKIT EKONOMIS DENGAN METODE MEJA PUTAR (BIAYA PRODUKSI) LAPORAN AKHIR RANCANG BANGUN ALAT PENEPAT UNTUK PENGELASAN PADA PAGAR RANJANG RUMAH SAKIT EKONOMIS DENGAN METODE MEJA PUTAR (BIAYA PRODUKSI) LAPORAN AKHIR Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Meyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Akhir ini sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini

KATA PENGANTAR. Akhir ini sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini ABSTRAK PT Wellgan Gemilang adalah sebuah perusahaan yang bekerja di bidang metal work yang terletak di kota Surabaya, tepatnya di Kompleks Pergudangan Gunung Anyar Tambak Kav. 31-32 Surabaya. Produk-produk

Lebih terperinci

ELECTRIC TROLLEY CRANE DENGAN DAYA ANGKAT MANUAL (RANGKA) PROYEK AKHIR

ELECTRIC TROLLEY CRANE DENGAN DAYA ANGKAT MANUAL (RANGKA) PROYEK AKHIR ELECTRIC TROLLEY CRANE DENGAN DAYA ANGKAT MANUAL (RANGKA) PROYEK AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi D III Teknik Mesin Disusun oleh : SUKIYANTO

Lebih terperinci

Systematic Layout Planning

Systematic Layout Planning Materi #3 TIN314 Perancangan Tata Letak Fasilitas Systematic Layout Planning 2 (2) Aliran material (1) Data masukan dan aktivitas (3) Hubungan aktivitas (5a) Kebutuhan ruang (7a) Modifikasi (4) Diagram

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI Modul ke: 05 KEWIRAUSAHAAN III Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III Fakultas SISTIM INFORMASI Endang Duparman Program Studi INFORMATIKA www.mercubuana.a.cid EVALUASI RENCANA PRODUKSI

Lebih terperinci

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI Oleh : Patric Erico Rakandika Nugroho 26010112140040 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap Gambar 4.11 Alat tangkap Pukat Harimau atau Trawl (kiri atas); alat Mini-Trawl yang masih beroperasi di Kalimantan Timur (kanan atas); hasil tangkap Mini-Trawl (kiri bawah) dan posisi kapal ketika menarik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN METODE PENANGKAPAN IKAN TIM

PENDAHULUAN METODE PENANGKAPAN IKAN TIM PENDAHULUAN METODE PENANGKAPAN IKAN TIM DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN IPB BOGOR TIM PENGAJAR PJMK : PROF. DR. IR. MULYONO S.BASKORO, M.Sc. ANGGOTA : 1.

Lebih terperinci

MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS. e. Spesfifikasi Bahan Baku dan Hasil c. Tenaga Kerja

MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS. e. Spesfifikasi Bahan Baku dan Hasil c. Tenaga Kerja MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS 1. Perencanaan Kapasitas Produksi Aspek-aspek yang berpengaruh dalam perencanaan kapasitas produksi yaitu : 1. Perencanaan & Pemilihan Proses Tidak berarti pemilihan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Karya Tama Bakti Mulia merupakan salah satu perusahaan dengan kompetensi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang sedang melakukan pengembangan bisnis dengan perencanaan pembangunan pabrik kelapa

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK BENGKEL JAT AKIBAT PERLUASAN BENGKEL SKRIPSI

PERANCANGAN TATA LETAK BENGKEL JAT AKIBAT PERLUASAN BENGKEL SKRIPSI PERANCANGAN TATA LETAK BENGKEL JAT AKIBAT PERLUASAN BENGKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri Disusun Oleh Andria Kurniawan 11 16 06751 PROGRAM

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMIPIL JAGUNG DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 7KG/MENIT UNTUK USAHA KECIL MENENGAH BAGIAN PROSES PRODUKSI

RANCANG BANGUN MESIN PEMIPIL JAGUNG DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 7KG/MENIT UNTUK USAHA KECIL MENENGAH BAGIAN PROSES PRODUKSI RANCANG BANGUN MESIN PEMIPIL JAGUNG DENGAN KAPASITAS PRODUKSI 7KG/MENIT UNTUK USAHA KECIL MENENGAH BAGIAN PROSES PRODUKSI PROYEK AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

USULAN MODEL SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN PIPA SNI DI PT XYZ TUGAS AKHIR

USULAN MODEL SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN PIPA SNI DI PT XYZ TUGAS AKHIR USULAN MODEL SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN PIPA SNI DI PT XYZ TUGAS AKHIR SUKARNO 1142903001 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BAKRIE JAKARTA 2017 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2007/2008 STUDI KELAYAKAN PROYEK RELAYOUT LINE 1 AREA WELDING 1A PADA PT. AHM Gerald Daniel Erianto NIM: 1000890743

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PURWARUPA ALAT PERAGA DRILLING DAN REAMING

PROSES PEMBUATAN PURWARUPA ALAT PERAGA DRILLING DAN REAMING PROSES PEMBUATAN PURWARUPA ALAT PERAGA DRILLING DAN REAMING PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Disusun oleh : SULISTYO PRAWOTO NIM. I 8110039 PROGRAM DIPLOMA

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD

STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD EKO RENDI SETIAWAN NRP 4205 100 060 STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD TUGAS AKHIR LS 1336 STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN TOWER 5 KARAWACI, TANGERANG SKRIPSI

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN TOWER 5 KARAWACI, TANGERANG SKRIPSI STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN TOWER 5 KARAWACI, TANGERANG Feasibility Study Investement of Tower 5 Construction Project at Karawaci, Tangerang SKRIPSI Disusun sebagai Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PERENCANAAN FASILITAS

PERENCANAAN FASILITAS PERENCANAAN FASILITAS Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi PERENCANAAN FASILITAS Tujuan dan klasifikasi perencanaan fasilitas Siklus fasilitas

Lebih terperinci

1. Kurangnya support dari INDUSTRI PENDUKUNG KAPAL khususnya Perabotan atau furnitur kapal

1. Kurangnya support dari INDUSTRI PENDUKUNG KAPAL khususnya Perabotan atau furnitur kapal 1. Kurangnya support dari INDUSTRI PENDUKUNG KAPAL khususnya Perabotan atau furnitur kapal 2. BELUM ADA SPESIFIKASI tentang FURNITUR KHUSUS KAPAL 3. PROSPEK dan PELUANG USAHA yang CERAH untuk PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Kotamadya Medan merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan penghasil ikan yang produktif di daerah ini ialah Kecamatan Medan Belawan. Kecamatan

Lebih terperinci

PUSAT PELAYANAN RESTORASI DAN REPARASI DI YOGYAKARTA

PUSAT PELAYANAN RESTORASI DAN REPARASI DI YOGYAKARTA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT PELAYANAN RESTORASI DAN REPARASI DI YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari penurunan nilai pertumbuhan industry pada setiap tahunnya. Pada 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. dari penurunan nilai pertumbuhan industry pada setiap tahunnya. Pada 2004 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri di Indonesia sekarang ini menurun. Hal ini dapat dilihat dari penurunan nilai pertumbuhan industry pada setiap tahunnya. Pada 2004 pertumbuhan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisis Teknis dan Ekonomis Pemakaian Material Baja Karbon dengan Coating dan Material Duplex Tanpa Coating untuk Pembangunan

Lebih terperinci

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1

Lift Net & Traps. Ledhyane Ika Harlyan. Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1 Lift Net & Traps Ledhyane Ika Harlyan Dept. of Fisheries Resources Utilization and Marine Science Fisheries Faculty, Brawijaya University 1 Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa yg mengikuti materi ini

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Analisa Kebutuhan Tenaga Kerja Terampil untuk Mendukung Peningkatan Produksi Pembangunan Kapal Baru di Galangan-galangan Kapal di Surabaya Dicky Hari Traymansah,

Lebih terperinci

ABSTRACT. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT The aim of this research is to explore the feasibility of potato plantation project. From the finance point of view, Capital Budgeting Method will be suitable to be used as a measurement for the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

TRAWL : Fishing Methods. By. Ledhyane Ika H.

TRAWL : Fishing Methods. By. Ledhyane Ika H. TRAWL : Fishing Methods By. Ledhyane Ika H. MPI : in general Prinsip metode penangkapan ikan: - menyaring air - memikat dan mengecoh mangsa - mengejar mangsa Alat tangkap alat yang digunakan untuk menangkap

Lebih terperinci

Menimbang. Mengingat. sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-

Menimbang. Mengingat. sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 59 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. tahun 2006 untuk semua tipe produk dan beberapa produk model baru yang

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. tahun 2006 untuk semua tipe produk dan beberapa produk model baru yang BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1. Penjelasan Peningkatan produksi unit sepeda motor oleh PT. Astra Honda Motor di tahun 2006 untuk semua tipe produk dan beberapa produk model baru yang mampu mendominasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN FASILITAS SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU

PERENCANAAN FASILITAS SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU PERENCANAAN FASILITAS SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU DAGANGANE ISIH MAS?? Aktifitas Perencanaan Produk Perencanaan Lokasi Usaha Perencanaan Tata Letak Perencanaan Sistem Material Handling Tujuan Perencanaan

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan

Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan Analisa Rantai Pasok Material Pada Kawasan Industri Maritim Terhadap Produktivitas Industri Perkapalan Materials Supply Chain Analysis In The Maritime Industrial Estate On The Productivity Of Shipbuilding

Lebih terperinci

PEMBUATAN APLIKASI OTOMASI PENJADWALAN UNTUK MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN INDUSTRI

PEMBUATAN APLIKASI OTOMASI PENJADWALAN UNTUK MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN INDUSTRI Anita Hidayati, Pembuatan Aplikasi Penjadwalan, Hal 171-180 PEMBUATAN APLIKASI OTOMASI PENJADWALAN UNTUK MANAJEMEN PEMELIHARAAN MESIN INDUSTRI Anita Hidayati 15 Abstrak Ketersediaan dan kesiapan mesin

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEMALA KEMPA DAYA

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEMALA KEMPA DAYA LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEMALA KEMPA DAYA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Tugas Akhir Pada Program Strata Satu (S-1) Jurusan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PD. Sumur Sari adalah perusahaan yang memproduksi garam (garam meja/halus, garam dapur/briket, garam krosok), kerupuk (kerupuk sumur sari, kerupuk sumur sari super, kerupuk sumur sari bawang, kerupuk

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri yang semakin pesat membuat persaingan antara industri satu dengan yang lainnya semakin ketat, hal ini juga didukung dengan kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Pengertian Perencanaan Fasilitas Perencanaan tata letak fasilitas termasuk kedalam bagian dari perancangan tata letak pabrik. Perencanaan

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini perusahaan dituntut untuk mampu menghadapi persaingan baik dari perusahaan lokal maupun perusahaan luar negeri. Ditambah lagi dengan adanya

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN VALVE SPRING REMOVAL SPECIAL TOOL

RANCANG BANGUN VALVE SPRING REMOVAL SPECIAL TOOL RANCANG BANGUN VALVE SPRING REMOVAL SPECIAL TOOL LAPORAN AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Pada Jurusan Teknik Mesin Program Studi Alat Berat Politeknik Negeri Sriwijaya

Lebih terperinci