BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apoteker Menurut PMK No.35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. B. Apotek dan pelayanan kefarmasian Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Pemerintah RI, 2009). Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional (Depkes RI, 2006). Dalam melakukan profesinya, apoteker mengacu pada Pharmaceutical care. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Berdasarkan filosofi Pharmaceutical care, menurut PMK No.35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dalam melakukan pelayanan seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu: 1. Pemberi layanan, artinya apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasi pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan. 2. Pengambil keputusan, artinya apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sember daya yang ada secara efektif dan efisien. 3. Komunikator, artinya apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik. 4

2 4. Pemimpin, artinya apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelolah hasil keputusan. 5. Pengelola, artinya apoteker harus mampu mengelolah sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan hal-hal lain ynag berhubungan dengan obat. 6. Pembelajar seumur hidup, artinya apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional Development/CDP) 7. Peneliti, artinya apoteker harus selalumenerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari pengelolahan obat sebagai komonditi kepada pelayanan yang komperhensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelolaan obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencangkup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (MENKES, 2014). Kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat kepada pasien yang berazaskan kepada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker pengelola apotek dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melakukan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah 5

3 melaksanakan pelayanan resep, pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek dan perbekalan kesehatan lainnya juga pelayanan informasi obat dan monitoring penggunaan obat agar tujuan pengobatan sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (Medication Error) dalam proses pelayanan kefarmasian. Untuk itu apoteker harus berupaya mencegah dan meminimalkan masalah yang terkait obat (Drug Related Problems) dengan membuat keputusan profesional untuk tercapainya pengobatan yang rasional(kemenkes RI, 2004). C. Swamedikasi 1. Pelayanan Swamedikasi Pelayanan obat tanpa resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi (Purwanti, 2004). Swamedikasi adalah mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Indriyanti, 2009). Dengan kata lain, pasien datang dengan keluhan gejala atau meminta suatu produk tanpa resep dari dokter. Obat-obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi/tanpa resep meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT), dan obat bebas (OB) (Purwanti, 2004). Prosedur tetap swamedikasi menurut (SK NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004): a. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi b. Menggali informasi dari pasien meliputi: 1) Tempat timbulnya gejala 2) Seperti apa rasanya gejala penyakit 3) Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya 4) Sudah berapa lama gejala dirasakan 5) Ada tidaknya gejala penyerta 6) Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan 6

4 c. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib apotek d. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepas pasien meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3hari hubungi dokter. e. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan. 2. Tahapan Pelayanan Swamedikasi Tahapan pelayanan obat tanpa resep meliputi patient assessment, penentuan rekomendasi, dan pemberian informasi obat maupun non obat. a. Penggalian Informasi Penggalian informasi penting untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Kemungkinan pertanyaan yang bisa ditanyakan oleh apoteker diidentifikasi berdasarkan pada WWHAM (Who the patient, What are the symptos, How long have the symptoms been present, Action taken, Medication being taken), ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medication, Time symptoms, History, Other accompanying symptoms, Danger symptoms), SITDOWNSIR (Site/location, Intensity/severity, Tipe/nature, Duration, Onset, With other symptoms, Annoyed by, Spread/radiation, Incidence, Relieved by), ENCORE (Explore, No medication option, Care, Observe, Refer, Explain) (Blenkinsopp, 2002). Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan tindakan oleh apoteker selama konseling yang dijadikan referensi untuk rekomendasi adalah sejarah pengobatan, obat untuk siapa, umur 7

5 pasien, penyebab sakit, durasi sakit, lokasi sakit, gejala sakit, pengobatan lain yang sedang digunakan, obat sejenis lainnya yang digunakan, alergi obat, apakah pernah terjadi sakit seperti sebelumnya, gejala lain, dan apakah sudah ke dokter (Chua, 2006). b. Rekomendasi Apoteker Apoteker bisa merekomendasikan suatu obat untuk meringankan gejala sakitnya dengan mencoba menentukan penyebab sakitnya sehingga dapat mencegah terjadinya sakit kembali dan juga bisa menyarankan pada perubahan pola hidup/non farmakologi yang penting dalam mengatasi sakitnya. Apoteker menyarankan pasien pergi ke dokter jika pasien tersebut kondisinya berat atau parah (Chua, 2006). 1) Rujukan ke dokter Pada kasus diare, rujukan ke dokter diperlukan jika (Dipiro, 2008): a) Nyeri perut yang hebat dan kram b) Feses berdarah c) Dehidrasi (haus, mulut kering, lemas, urin berwarna pekat, jarang kencing, penurunan jumlah urin, kulit kering, nadi yang cepat, kram otot, otot lemah). d) Demam tinggi (lebih dari 38 C) e) Penurunan berat badan lebih dari 5% dari total berat badan f) Bila diare lebih dari 48jam. 2) Informasi obat Pemberian informasi adalah untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan/medication error (Pemerintah RI, 2009). Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain (Depkes RI, 2006) : 8

6 a) Khasiat obat: apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien. b) Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontraindikasi dimaksud. c) Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya. d) Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain. e) Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. f) Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur. g) Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan. 9

7 Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat. a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa. c) Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak. 3) Informasi Non Obat Informasi non obat yang perlu disampaikan apoteker kepada pasien diare antara lain (Depkes, 2006) : a) Minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari alkohol, kopi/teh, dan susu. b) Hindari makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa (bubur, roti, pisang) selama 1-2 hari. c) Minum cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam. d) Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan (diare karena infeksi bakteri/virus bisa menular). e) Tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat, kecoa, dan tikus. f) Simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang, simpanlah sisa makanan di dalam kulkas. g) Gunakan air bersih untuk memasak. h) Air minum harus direbus terlebih dahulu. i) Buang air besar pada jamban. j) Jaga kebersihan lingkungan. k) Bila diare berlanjut lebih dari dua hari, bila terjadi dehidrasi, kotoran berdarah, atau terus-menerus kejang perut periksakan ke dokter. 4) Prosedur pelayanan informasi obat (PIO) Menurut (SK Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004) kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. 10

8 a) Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis. b) Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan secara sistematis untuk memberikan informasi. c) Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis. d) Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien. e) Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat. D. Diare 1. Definisi Diare Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Dikatakan diare bila feses lebih berair dari biasanya. Diare dapat juga didefinisikan bila buang air besar 3 kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes RI, 2009). 2. Jenis Diare Diare dibedakan menjadi dua yaitu diare akut dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang terjadi selama 14 hari atau kurang. Gejala dan tanda-tanda diare akut adalah konsistensi encer dan berair yang menyerang secara mendadak, nyeri perut, keadaan mendesak ingin buang air besar, mual, perut kembung, dan demam. Pasien dengan infeksi diare akut bisa terjadi buang air besar berdarah dan nyeri perut. Sedangkan diare kronik adalah diare yang terjadi lebih dari 30 hari. Diare kronik mempunyai tanda-tanda dan gejala yaitu gejala bisa hebat atau ringan, penurunan berat badan dapat dilihat dan tubuh terasa lemas. Dehidrasi bisa diketahui dari 11

9 penurunan jumlah urin, urin pekat, membran mukus yang kering, cepat haus, dan takikardi (Dipiro, 2008). 3. Penyebab Diare a. Infeksi Infeksi disebabkan oleh bakteri (Shigella, Salmonella, E. Coli, golongan fibrio, Bacillus cereus, Clostiduim perfringens, Stafilakokus aureus, Campylobacter Aeromonas), virus ( Rotavirus, Norwalk/ Norwalk like agent), parasit (Protozoa, Entamoeb, Histolytica, Giardia lambelia, Balandilium coli, Cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Jamur, Candida). b. Malabsorpsi Diare disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat, antara lain: Disakarida (Laktosa, maltosa, sukrosa ). Malabsorpsi lemat terutama longchain triglyceride serta protein (asam amino, B lactoguabulin). c. Makanan Makanan penyebab diare antara lain makanan basi dan makanan yang belum waktunya diberikan. d. Keracunan Makanan beracun yang mengandung bakteri Clostridium botulinum, Stafilokokus dan makanan yang tercampur racun (bahan kimia). e. Konstitusi f. Alergi Alergi susu, alergi makanan, cow s milk protein sensitife enteropathy ( CMPSE ). g. Imunodefisiensi h. Sebab lain ( psikis ) 12

10 4. Penanganan Diare Pada Anak Obat yang dianjurkan untuk mengatasi diare adalah oralit untuk mencegah kekurangan cairan tubuh a. Oralit Oralit tidak menghentikan diare, tetapi mengganti cairan tubuh yang keluar bersama tinja. b. Adsorben dan Obat Pembentuk Massa Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Norit (karbo adsorben), kombinasi Kaolin-Pektin dan attapulgit. Kegunaan Obat: 1) Mengurangi frekuensi buang air besar 2) Memadatkan tinja 3) Menyerap racun pada penderita diare Hal yang harus diperhatikan 1) Obat bukan sebagai pengganti oralit 2) Penderita harus minum oralit 3) Tidak boleh diberikan pada anak di bawah 5 tahun 5. Terapi Non Farmakologi a. Minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari alkohol, kopi/teh, susu. b. Teruskan pemberian air susu ibu pada bayi, tetapi pada pemberian susu pengganti ASI encerkan sampai dua kali. c. Hindari makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa (bubur, roti, pisang) selama 1 2 hari. d. Minum cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam e. Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum f. menyiapkan makanan (diare karena infeksi bakteri/virus bisa menular). g. Tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat, kecoa dan tikus. h. Simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang, simpanlah sisa makanan di dalam kulkas. 13

11 i. Gunakan air bersih untuk memasak. j. Air minum harus direbus terlebih dahulu (Depkes, 2006). E. Metode Simulasi Pasien Penggunaan simulasi pasien untuk mempraktekkan secara umum atau untuk memperoleh hasil yang ingin diukur selama melakukan penelitian kefarmasian. Simulasi pasien adalah individu yang terlatih mengunjungi sebuah sarana farmasi untuk melakukan skenario untuk mengetahui kelakuan yang spesifik dari apoteker atau petugas apotek (Watson, 2006). Peneliti yang memilih penggunaan teknik ini sebaiknya menggunakan metode yang tepat untuk menjamin memperoleh data yang tepat, reliabel, dan valid. Penulisan checklist adalah metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan dalam simulasi pasien. Alat perekam digunakan untuk merekam komentar dan tanggapan sebagai pelengkap dari kunjungan ke apotek (Watson, 2006). Simulasi pasien harus dapat dipercaya. Penggunaan simulasi pasien dalam penelitian praktek kefarmasian adalah metode yang efektif yang sulit dicapai dengan metode yang lain. Penggunaan simulasi pasien dapat memperoleh hasil yang berkualitas tinggi, misalnya dengan menyajikan informasi tambahan ke dalam presentasi dan desain pebelajaran. Reliabilitas dari simulasi pasien meningkat jika jumlah yang dikunjungi juga meningkat (Watson, 2006). Kelebihan metode simulasi pasien adalah (Watson, 2006): 1. Metode ini dapat digunakan untuk menilai manajemen dari penyakit ringan dan berat, efek dari pengubahan perilaku petugas apotek, dan praktek kefarmasian jaman sekarang. 2. Walaupun penggunaan simulasi pasien perlu perhatian khusus dalam menjalankannya, simulasi pasien merupakan metode yang teliti dan tepat untuk pengukuran jika digunakan sewajarnya. 14

12 Kekurangan metode simulasi pasien adalah apoteker bisa mengubah perilakunya jika simulasi pasien yang dijalankan dicurigai/diketahui (Watson, 2006). 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Faridlatul Hasanahdkk (2013), tentang profil penggalian informasi dan rekomendasi pelayanan swamedikasi oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Depkes RI, 2014). Apotek merupakan tempat pengabdian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

Lebih terperinci

DIARE Oleh: Astrie Rezky Defri Yulianti Intan Farah Diba Angela Juliana Nur Aira Juwita Risna Sri Mayani Syarifa Andiana Tri wardhana Yuvi Zulfiatni

DIARE Oleh: Astrie Rezky Defri Yulianti Intan Farah Diba Angela Juliana Nur Aira Juwita Risna Sri Mayani Syarifa Andiana Tri wardhana Yuvi Zulfiatni DIARE Oleh: Astrie Rezky Defri Yulianti Intan Farah Diba Angela Juliana Nur Aira Juwita Risna Sri Mayani Syarifa Andiana Tri wardhana Yuvi Zulfiatni Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare adalah

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Swamedikasi Pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APOTEK Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pada umumnya, mulai memperhatikan kesehatannya dengan cara mengatur pola makan serta berolahraga secara teratur. Kesadaran mengenai pentingnya kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt Farmakoterapi I Diar dan konstipasi Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt DEFINISI Diare Peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi tinja dibandingkan dengan kondisi normal. BAB (defekasi) dengan jumlah tinja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obatobatan yang dijual bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker (PP 51, 2009 ; Permenkes RI, 2014). Apoteker sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan terapi, paradigma pelayanan kefarmasian di Indonesia telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliyar kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern, menyebabkan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kesehatan,

Lebih terperinci

Pola buang air besar pada anak

Pola buang air besar pada anak Diare masih merupakan masalah kesehatan nasional karena angka kejadian dan angka kematiannya yang masih tinggi. Balita di Indonesia ratarata akan mengalami diare 23 kali per tahun. Dengan diperkenalkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Kesehatan dan kesejahteraan merupakan keinginan mutlak bagi setiap manusia. Salah satu upaya pembangunan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit diare 1. Definisi Diare merupakan buang air besar dengan konsistensi cair atau lembek dan dapat berupa air saja dengan frekuensi buang air besar lebih dari normalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi komunitas merupakan salah satu bagian penting karena sebagian besar apoteker melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan : Perawatan Anak Dengan Diare Hari/Tanggal : Rabu/ 23 Januari 2008 Pukul : 11.00-11.45 Sasaran: Seluruh orang tua bayi/anak di RT 02 / RW 04 Kel. Andalas Timur Tempat

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE I. PENDAHULUAN Hingga saat ini penyakit Diare maerupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan

Lebih terperinci

MAKALAH FARMASI SOSIAL

MAKALAH FARMASI SOSIAL MAKALAH FARMASI SOSIAL KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN ASUHAN KEFARMASIAN DAN KESEHATAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 DIANSARI CITRA LINTONG ADE FAZLIANA MANTIKA JURUSAN FARMASI FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sumber daya manusia yang baik dan berkualitas diperoleh dari tubuh yang sehat. Kesehatan sendiri merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

PENANGANAN DIARE. B. Tujuan Mencegah dan mengobati dehidrasi, memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat

PENANGANAN DIARE. B. Tujuan Mencegah dan mengobati dehidrasi, memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat Yusi Meilia, S.ST, M.Kes Halaman : 1 / 5 NIP A. Pengertian Buang air besar yang frekuensi, lebih sering dari biasnya pada umumnya 3 kali atau lebih per hari dengan konsistensi cair berlangsung < 7 hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DRPs 2.1.1 Definisi DRPs DRPs adalah adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia dan menjadi suatu hal yang penting untuk dapat menjalankan segala bentuk aktifitas sehari-hari dengan baik. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Diare Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Diare a. Pengertian diare Penyakit diare merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak dibawah lima tahun (balita) dengan disertai muntah dan buang air besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Konsep diare a. Definisi Diare Diare pada dasarnya adalah buang air besar dengan konsistensi encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi yang masih perlu diwaspadai menyerang balita adalah diare atau gastroenteritis. Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Lampiran 1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011

Lampiran 1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 43 44 Lampiran 1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 KUESIONER PENELITIAN EVALUASI PEMBERIAN EDUKASI TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG OBAT ANTI DIARE PADA MASYARAKAT DESA KARANGPELEM KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesi Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu menegakkan diri dan diterima oleh masyarakat sebagai seorang yang memiliki ketrampilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terapi, serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, dimana kegiatan pelayanan semula hanya

Lebih terperinci

RENCANA TERAPI A PENANGANAN DIARE DI RUMAH (DIARE TANPA DEHIDRASI)

RENCANA TERAPI A PENANGANAN DIARE DI RUMAH (DIARE TANPA DEHIDRASI) RENCANA TERAPI A PENANGANAN DIARE DI RUMAH (DIARE TANPA DEHIDRASI) JELASKAN KEPADA IBU TENTANG 4 ATURAN PERAWATAN DI RUMAH: BERI CAIRAN TAMBAHAN a. Jelaskan kepada ibu: - Pada bayi muda, pemberian ASI

Lebih terperinci

Apa Penyebab Diare? Penyebab diare pada bayi/anak dan dewasa ada yang berbeda. Penulis akan menjelaskan penyebab bayi/anak dan dewasa tersebut.

Apa Penyebab Diare? Penyebab diare pada bayi/anak dan dewasa ada yang berbeda. Penulis akan menjelaskan penyebab bayi/anak dan dewasa tersebut. Apa Diare itu...? Alhamdulillaah, Buletin ketiga dari UGD RSI Aisyiyah Malang telah selesai dibuat. Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah memberikan kemudahan dalam menulis buletin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

MAKALAH DIARE DAN KONSTIPASI

MAKALAH DIARE DAN KONSTIPASI MAKALAH DIARE DAN KONSTIPASI Dosen Pengampu : Putu Dyana Christasani, M. Sc., Apt. Penyusun : Soya Hutagalung 158112018 Kezia Grace 158114019 Johannes Sianturi 158114020 Monika Gita 158114021 Ria Nonita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur kesehatan, apotek termasuk salah satu pilar penunjang yang sering menjadi korban ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan apotek yang menganggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana untuk memperoleh generasi yang baik perlu adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apoteker Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang paling penting dan utama dalam kehidupan. Dengan menjaga kesehatan, manusia dapat memenuhi pekerjaan atau aktivitas sehari-hari dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, pemerintah melakukan berbagai upaya diantaranya menyediakan sarana pelayanan kesehatan seperti farmasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diare adalah peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi debit tinja dibandingkan dengan pola usus normal individu, merupakan gejala dari suatu penyakit sistemik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan juga meningkat. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan bentuk dan konsistensi feses menjadi abnormal yang dihubungkan dengan peningkatan frekuensi defekasi menjadi 3 kali dalam sehari (Navaneethan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient

Lebih terperinci

INOVASI KEPERAWATAN DIARE PADA ANAK. Pencegahan penyakit adalah upaya mengarahkan sejumlah kegiatan untuk

INOVASI KEPERAWATAN DIARE PADA ANAK. Pencegahan penyakit adalah upaya mengarahkan sejumlah kegiatan untuk INOVASI KEPERAWATAN DIARE PADA ANAK I. Pengertian Pencegahan penyakit adalah upaya mengarahkan sejumlah kegiatan untuk melindungi klien dari ancaman kesehatan potensial. dengan kata lain, pencegahan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci