BAB III METODE PENELITIAN. yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN. yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi didalam suatu populasi tertentu (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi tentang pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh petugas apotek pada sepuluh kecamatan di kota Medan terhadap pasien penderita batuk. Penelitian ini menggunakan metode simulasi pasien dimana seseorang dilatih untuk mengunjungi apotek dan memerankan skenario yang telah dibuat (Watson, 2006). 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah apotek yang berada pada sepuluh kecamatan di kota Medan Sampel penelitian Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). 24

2 Apotek-apotek pada sepuluh kecamatan di kota Medan yang dijadikan sampel adalah Medan Johor, Medan Tuntungan, Medan Helvetia, Medan Sunggal, Medan Area, Medan Kota, Medan Barat, Medan Timur, Medan Baru, Medan Petisah. Pemilihan kecamatan tersebut yaitu berdasarkan jumlah apotek terbanyak. Berdasarkan data Menkes RI (2015), diketahui jumlah apotek pada sepuluh kecamatan di kota Medan adalah 334 apotek. Selanjutnya dilakukan perhitungan besar sampel dengan rumus Slovin (Umar, 2004) sebagai berikut: N n 1 N e 2 Keterangan : n N e = jumlah sampel = besarnya populasi = nilai kritis atau batas ketelitian yang diinginkan (persen kelonggaran 334 n ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel) 0, n , n 1 3,34 n 334 4,34 n 76,95 Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan jumlah sampel sebanyak 76,95 apotek atau dibulatkan menjadi 77 apotek. 25

3 3.2.3 Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di sepuluh kecamatan di kota Medan, sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di dalam lokasi klinik dan rumah sakit pada sepuluh kecamatan di kota Medan. 3.3 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan Februari 2017 di 77 apotek sampel yang berada pada sepuluh kecamatan di kota Medan. 3.4 Metode Pengambilan Sampel Teknik sampling Teknik sampling dalam penentuan sampel adalah kombinasi antara area sampling dan simple random sampling. Teknik area sampling yaitu teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengelompokkan wakil sampel dari setiap wilayah yang diteliti (Sugiyono, 2012). Pemilihan penggunaan teknik ini adalah karena perbedaan jumlah populasi pada 10 kecamatan di kota medan. Agar semua kecamatan dapat terwakili, maka distribusi pengambilan sampel dilakukan pada setiap kecamatan secara proporsional. Pengambilan sampel pada setiap kecamatan dilakukan dengan teknik simple random sampling. Teknik simple random sampling yaitu 26

4 pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan adanya strata (Notoatmodjo, 2010). (Tabel 3.1). Tabel 3.1 Distribusi apotek pada sepululuh kecamatan di Kota Medan No Nama Kecamatan Populasi Sampel 1 Medan Johor Medan Tuntungan Medan Helvetia Medan Sunggal Medan Area Medan Kota Medan Barat Medan Timur Medan Baru Medan Petisah 36 8 Jumlah Dasar memilih teknik ini karena sampel dianggap sama/homogen yaitu tidak ada kriteria-kriteria tertentu pada apotek yang digunakan sebagai sampel dan apotek-apotek yang dijadikan sebagai sampel dipilih tanpa mempertimbangkan apotek itu besar atau kecil, terkenal atau tidak, tempatnya di mana, dan yang memberi informasi apoteker atau tenaga teknis farmasi. Prosedur pengambilan sampel adalah dengan cara undian Variabel penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang maupun objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan peneltian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan 27

5 sebagainya (Notoadmojo, 2010). Variabel pengamatan pada penelitian meliputi patient assessment, rekomendasi, dan informasi obat serta informasi non farmakologi dapat di pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Variabel penelitian Objek Pengamatan Patient assessment Variabel Pengamatan Ada/ tidaknya diajukan pertanyaan: 1. Berapa usia yang batuk? 2. Siapa yang batuk? 3. Apa tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala batuk? 4. Apa obat-obat lain yang sedang digunakan? 5. Berapa lama pasien batuk mengalami sakit? 6. Apa faktor penyebab terjadinya batuk? 7. Apa gejala yang dialami pasien? Rekomendasi Informasi obat Informasi non farmakologi Ada/ tidaknya rekomendasi dan berupa apa: 8. Rujukan ke dokter? 9. Rekomendasi obat? Ada/ tidaknya informasi obat meliputi: 10. Indikasi 11. Kontraindikasi 12. Efek samping 13. Cara pemakaian 14. Dosis 15. Waktu pemakaian 16. Lama pemakaian 17. Perhatian 18. Terlupa minum obat 19. Cara penyimpanan 20. Cara perlakuan sisa obat 21. Identifikasi obat yang rusak Ada/ tidaknya Informasi non farmakologi: 22. Pola makan 23. Pola hidup 28

6 3.4.3 Instrumen penelitian Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Instrumen dalam penelitian ini adalah skenario, lembar checklist penelitian dan alat perekam suara Skenario Skenario yang digunakan berisi informasi mengenai pasien dan hal-hal yang harus dilakukan pada saat simulasi pasien untuk memperlancar jalannya pengamatan. Skenario disiapkan untuk menghindari kecurigaan dari petugas apotek terhadap simulasi pasien yang dijalankan sehingga pengamatan yang dilakukan dapat optimal. Skenario kasus batuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat batuk. 2. Jika petugas apotek melakukan patient assessment, maka skenario yang digunakan peneliti adalah : Pasien : Prasetyo Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 18 tahun Hubungan dengan peneliti : Adik Alamat : Jl. Bunga Cempaka Gejala yang dikeluhkan : Batuk, tenggorokan sakit, gatal, dan disertai pengeluaran dahak Lama gejala yang dialami sampai sekarang : 1 hari 29

7 Tindakan yang sudah dilakukan : tidak ada Obat lain yang sedang digunakan : tidak ada Checklist Checklist adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, pengumpulan data menggunakan observasi dalam bentuk checklist. Dalam observasi, bentuk checklist data yang digunakan yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dalam hal ini peneliti hanya akan memberikan tanda check ( ) jika kriteria yang dimaksud dalam format observasi ditunjukkan oleh petugas apotek. Lembar checklist yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari beberapa penelitian terdahulu (Khadijah, 2015). Isi lembar checklist adalah patient assessment, rekomendasi, dan informasi terkait obat maupun non farmakologi sebagai pelayanan yang diberikan apotek kepada pasien penderita batuk. Lembar checklist dilengkapi oleh peneliti di luar apotek setelah mengunjungi apotek sampel Alat perekam suara Pelaksanaan observasi agar dengan cermat memperoleh data, diperlukan beberapa alat bantu pendukung salah satunya adalah alat mekanik (electronic) contohnya alat perekam. Alat tersebut setiap saat dapat diputar kembali untuk memungkinkan mengadakan analisis secara teliti (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat perekam suara sebagai alat bantu dalam pengisian lembar checlist. 30

8 3.5 Definisi Operasional Pelayanan swamedikasi Pelayanan swamedikasi adalah pelayanan yang diberikan apoteker kepada masyarakat dalam upaya mengobati penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat - bebas dan terbatas yang dijual bebas di pasaran yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Widya, 2004). Dalam melakukan pelayanan swamedikasi terdapat beberapa profil pelayanan yang dilakukan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi. Penilaian variabel - variabel penelitian dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI (2008) tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, dimana penilaian terhadap pelayanan yang dilakukan di apotek memiliki nilai 2 jika dilakukan dan memiliki nilai 0 jika tidak dilakukan Patient assessment Patient assessment merupakan suatu penilaian terhadap keadaan pasien yang penting dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Kemungkinan pertanyaan yang bisa ditanyakan oleh apoteker diidentifikasi berdasarkan pada WWHAM (Who the patient?, What are the symptoms?, How long have the symptoms been presents?, Action taken?, Medication being taken?), ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medication, Time symptoms, History, Other accompanying symptoms, Danger symptoms). Dalam penelitian ini merujuk pada ASMETHOD (Blenkinsopp dan Paxton, 2005). 31

9 Pertanyaan no. 1 sampai no. 7 pada variabel patient assessment dinilai 2 jika petugas apotek melakukan tindakan patient assessment dan dinilai 0 jika petugas apotek tidak melakukan tindakan patient assessment (Depkes RI, 2008) Rekomendasi Pada variabel rekomendasi terdapat dua komponen yaitu berupa rujukan ke dokter dan rekomendasi obat. Rekomendasi yang tepat dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah ditanyakan oleh petugas apotek, sehingga patient assessment adalah komponen yang mendasari untuk memberikan rekomendasi selanjutnya. Penilaian pertanyaan no. 8 dalam variabel rekomendasi diberi nilai 0 jika petugas apotek memberikan rekomendasi rujukan ke dokter dan nilai 2 jika petugas apotek tidak memberikan rujukan ke dokter. Penilaian ini berdasarkan skenario penelitian yang dibuat, bahwa pasien sedang menderita batuk ringan yang belum memerlukan rujukan ke dokter. Pertanyaan no. 9 dalam variabel rekomendasi diberi nilai 2 jika petugas apotek memberikan rekomendasi obat dengan tepat yaitu memberi obat golongan bebas dan bebas terbatas (Depkes RI, 2008) Informasi obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016). Informasi yang perlu disampaikan oleh Apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain khasiat obat, 32

10 kontraindikasi, efek samping, cara pemakaian, dosis, waktu pemakaian, lama penggunaan obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat yang masih tersisa, dan cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Depkes RI, 2006). Pertanyaan no. 10 sampai no. 21 pada variabel informasi obat dinilai 2 jika petugas apotek memberikan pelayanan informasi obat dan dinilai 0 jika petugas apotek tidak memberikan pelayanan informasi obat (Depkes RI, 2008) Informasi non farmakologi Informasi non farmakologi dalam penelitian ini terdiri dari dua indikator yaitu pola makanan dan pola hidup. Informasi non farmakologi berfungsi sebagai penunjang akan keberhasilan terapi. Pertanyaan no. 22 dan no. 23 pada variabel informasi non farmakologi dinilai 2 jika petugas apotek memberikan pelayanan informasi non formakologi dan dinilai 0 jika petugas apotek tidak memberikan pelayanan informasi non farmakologi (Depkes RI, 2008) Penilaian tingkat pelayanan swamedikasi Tingkat pelayanan swamedikasi ditentukan berdasarkan hasil akumulasi nilai dari variabel patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non-obat yang terdapat pada masing-masing lembar checklist penelitian. Hasil nilai yang diperoleh akan diubah kedalam % skor dan di interprestasikan kedalam kategori yang dapat di pada Tabel

11 Tabel 3.3 Penilaian pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Depkes RI tahun 2008 % Skor Kategori Baik % Skor = Skor diperoleh x 100% Total skor Keterangan: Cukup <60 Kurang Skor diperoleh : jumlah skor yang diperoleh jika petugas apotek melakukan setiap profil pelayanan swamedikasi dan diberikan nilai 2. Total skor : jumlah skor total dari skor yang diperoleh dengan nilai maksimum 46. Contoh : % Skor (apotek 1) = 14 x 100% = 30,43 46 Kesimpulan : kategori kurang Batuk Batuk merupakan refleks yang terangsang oleh iritasi paru-paru atau saluran pernapasan. Bila terdapat benda asing selain udara yang masuk atau merangsang saluran pernapasan, otomatis akan batuk untuk mengeluarkan atau menghilangkan benda tersebut (Depkes RI, 2006) Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. (Menkes RI, 2016). 34

12 3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Uji validitas isi (content validity) digunakan untuk menilai validitas dari skenario dan lembar checklist. Kedua instrumen tersebut dapat dikatakan valid karena isi dari kedua instrumen tersebut mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu. Dalam penelitian ini digunakan validitas rupa yang didasarkan pada penilaian format tampilan dari alat ukur yang ada (Nisfiannoor, 2009). Validitas ini dianggap terpenuhi apabila penampilan alat ukur atau tes telah meyakinkan dan memberi kesan mampu mengungkapkan apa yang hendak diukur (Nisfiannoor, 2009). Metode simulasi pasien memiliki validitas rupa bila penyedia layanan kesehatan tidak mengetahui adanya simulasi pasien (Watson et al., 2004). Untuk dapat melakukan validitas rupa (face validity) dan validitas isi (content validity) terhadap peneliti yang berperan sebagai pasien atau keluarga pasien dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit), kunjungan ini dilakukan sebanyak lima kali. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Agar data yang diperoleh reliabel maka dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit). Dikatakan reliabel ketika peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit. Kemampuan tersebut dapat diketahui saat peneliti melakukan pilot visit ke apotek sebanyak lima kali. 35

13 Skenario dan lembar checklist telah memenuhi uji validitas isi (content validity) karena isi dari kedua instrumen tersebut telah mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu (Winarti, 2013). Metode simulasi pasien yang digunakan telah memenuhi uji validitas rupa karena setelah dilakukan pilot visit sebanyak lima kali menunjukkan bahwa petugas apotek tidak mengetahui adanya simulasi pasien. Data yang dikumpulkan dinyatakan reliabel karena peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit. 3.7 Teknik Analisis Data Pada penelitian ini digunakan statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum/generalisasi (Sugiyono, 2012). Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dengan penyajian data melalui tabel. 36

14 3.8 Alur Penelitian Studi Pustaka Penyusunan Instrumen Pengujian Instrumen Pengumpulan Data Pencatatan Data Pengolahan Data Laporan Hasil Penelitian Gambar 3.1 Alur penelitian 37

15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Swamedikasi merupakan salah satu bagian dari perawatan diri. Swamedikasi diartikan dengan memilih dan menggunakan obat-obatan oleh seorang individu untuk mengobati penyakit yang diderita atau mengurangi gejala tanpa pengawasan medis (Izzatin, 2015). Dalam penelitian ini petugas apotek adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi (Menkes RI, 2016). Beberapa profil pelayanan swamedikasi yang dijadikan variabel pengamatan yaitu patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada 77 apotek yang berada pada sepuluh kecamatan di kota Medan, dengan mengisi lembar checklist penelitian berdasarkan hasil simulasi selama petugas apotek melakukan pelayanan swamedikasi batuk yang ada di apotek-apotek yang menjadi sampel. 4.1 Profil Patient Assesment Patient assessment yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada metode ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medication, Time symptoms, History, Other accompanying symptoms, Danger symptoms) (Blenkinsopp dan Paxton, 2005). Komponen patient assessment tersebut sudah cukup memberikan petunjuk kepada petugas apotek terhadap swmedikasi penderita batuk dalam melakukan 38

16 tindakan selanjutnya, yaitu rekomendasi serta pemberian informasi obat dan non farmakologi. Data lengkap mengenai profil patient assessment yang ditanyakan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi data profil patient assessment yang dilakukan petugas apotek Variabel Ya (%) Tidak (%) Berapa usia yang batuk? 22 (28,57) 55 (71,43) Siapa yang batuk? 9 (11,69) 68 (88,31) Apa tindakan yang diperbuat selama mengalami 0 (0,00) 0 (0,00) gejala batuk? Apa obat-obat lain yang sedang digunakan? 0 (0,00) 0 (0,00) Berapa lama pasien batuk mengalami sakit? 6 (7,80) 71 (92,20) Apa faktor penyebab terjadinya batuk? 0 (0,00) 0 (0,00) Apa gejala yang dialami pasien? 75 (97,40) 2 (2,60) Berdasarkan hasil penelitian dari 77 apotek yang dikunjungi, diperoleh hasil patient assessment yang pernah ditanyakan oleh petugas apotek adalah berapa usia pasien sebanyak 22 (28,57%) apotek, siapa yang sakit sebanyak 9 (11,69%) apotek, sudah berapa lama menderita sakit sebanyak 6 (7,80%) apotek dan apa gejala yang dialami pasien sebanyak 75 (97,40%). Berdasarkan penelitian Hasanah (2013) yang dilakukan di Surabaya, patient assesment yang juga ditanyakan adalah berapa usia pasien sebanyak 36 (40%) apotek, siapa yang sakit sebanyak 35 (38,9%) apotek, sudah berapa lama menderita sakit sebanyak 5 (5,6%) apotek dan apa gejala yang dialami pasien sebanyak 12 (13,3%) apotek, hal ini menunjukan terdapat perbedaan dimana pada apotek di Surabaya lebih baik pada beberapa patient assesment, diantaranya berapa usia pasien dan siapa yang sakit. Informasi usia merupakan informasi awal yang penting didapatkan petugas apotek untuk mengenali apakah pasien adalah anak-anak, dewasa maupun lansia guna menyesuaikan dosis obat. Dalam kasus ini setelah petugas apotek 39

17 mengetahui bahwa pengobatan ditujukan kepada orang lain, sebagian besar petugas apotek menanyakan usia pasien. Siapa yang sakit merupakan informasi yang juga penting didapatkan petugas apotek untuk mengetahui apakah obat yang akan diberikan kepada pasien akan digunakan oleh pasien itu sendiri atau tidak. Informasi tentang gejala sakit dan lama sakit juga dibutuhkan oleh petugas apotek untuk mengenali jenis penyakit yang diderita oleh pasien sebagai pertimbangan tenaga kefarmasian di apotek dalam memberikan rekomendasi berupa obat yang sesuai atau rujukan ke dokter. Menurut WHO (1998), untuk memperoleh informasi yang benar tentang kondisi pasien, apoteker sebaiknya mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien misalnya mengenai keluhan atau pengobatan yang pernah dilakukan pasien. Oleh karena itu apoteker harus dapat memenuhi kebutuhan pasien, mendampingi dan membantu pasien untuk melakukan swamedikasi yang bertanggung jawab atau jika perlu memberikan rekomendasi kepada pasien untuk melakukan rujukan kepada dokter. Komponen kegiatan patient assessment yang sama sekali tidak pernah ditanyakan oleh petugas apotek adalah informasi tentang faktor penyebab sakit, tindakan yang sudah dilakukan dan obat-obat yang sedang dikonsumsi oleh pasien. Menurut prosedur tetap Depkes RI (2008), tentang swamedikasi di apotek adalah mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi dan menggali informasi dari pasien meliputi: tempat timbulnya gejala penyakit, seperti apa rasanya gejala penyakit, kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya, sudah berapa lama gejala dirasakan, ada tidaknya gejala penyerta, pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan. 40

18 Informasi mengenai apakah pasien sedang menggunakan obat lain penting untuk dikumpulkan sehingga petugas apotek dapat memastikan bahwa batuk yang dialami pasien bukan merupakan efek samping obat yang sedang dikonsumsi, hal ini karena ada beberapa obat yang dapat menyebabkan batuk. Selain itu, informasi obat yang sedang digunakan oleh pasien juga bermanfaat untuk pengaturan waktu penggunaan obat yang akan direkomendasikan (Hasanah, dkk., 2013). 4.2 Profil Rekomendasi Rekomendasi obat diperoleh setelah tenaga kefarmasian di apotek melakukan kegiatan patient assessment kepada pasien. Hasil dari kegiatan patient assessment dapat dijadikan pertimbangan oleh petugas apotek dalam memberikan rekomendasi. Rekomendasi yang tepat dan benar dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah dilakukan oleh petugas apotek. Profil rekomendasi pada penelitian ini memiliki dua variabel yaitu rekomendasi obat dan rekomendasi rujukan ke dokter. Hasil rekomendasi yang diperoleh dari 77 apotek yang di kunjungi menunjukkan sebanyak 77 (100%) petugas apotek memberikan rekomendasi obat. Data lengkap profil rekomendasi yang sedang dilakukan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Distribusi data profil rekomendasi yang diberikan oleh petugas apotek Variabel Ya, n (%) Tidak, n (%) Berupa rujukan ke dokter 0 (0,00) 77 (100) Berupa rekomendasi obat 77 (100) 0 (0,00) 41

19 Jika mengalami kondisi sebagai berikut, dianjurkan tidak melakukan pengobatan sendiri: 1. Batuk terjadi lebih dari 7 hari dan tidak membaik setelah pengobatan sendiri. 2. Batuk yang disertai panas tinggi (lebih dari 39.4 C). 3. Batuk yang disertai dengan kondisi: napas pendek, nyeri dada, berdarah, menggigil, keringat, berkeringat di malam hari, sesak napas, kaki bengkak, warna kulit menjadi kebiru-biruan, berat badan turun drastis, ruam, atau kepala sakit berkepanjangan. 4. Batuk menghasilkan sputum yang berwarna kuning kental, cokelat, hijau atau seperti nanah. 5. Batuk memburuk setelah demam dan flu berhenti. 6. Batuk yang terjadi karena efek samping obat 7. Memiliki riwayat penyakit kronis seperti asma, dan bronkitis kronis. 8. Batuk yang terjadi karena benda asing yang masuk dan tertinggal di paru-paru (Badan POM RI, 2014). Berdasarkan rekomendasi yang diperoleh, tidak ada satupun petugas apotek yang memberikan rujukan ke dokter, hasil ini dinilai sudah tepat karena berdasarkan skenario penelitian, pasien sedang mengalami batuk ringan yang dapat di atasi secara swamedikasi dan belum perlu melakukan kunjungan ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi, tenaga kefarmasian memiliki peran dan tanggung jawab untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi (Depkes RI, 2006). 42

20 4.2.1 Jenis obat yang direkomendasikan Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien (Depkes RI, 2006). Dari 77 apotek yang dikunjungi, data jenis obat yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Jenis obat yang direkomendasikan oleh petugas apotek Obat Tunggal Jenis obat Kandungan bahan aktif n (%) Mukolitik Ambroxol HCl 30 mg Bromhexine HCl 8 mg Erdostein 300 mg 27 (35,06) 34 (44,15) 1 (1,30) Sub total 62 (80,52) Obat Kombinasi Jenis obat Kandungan bahan aktif n (%) Ekspektoran + Antitusif + Konidin (Tablet) mengandung : 4 (5,19) Antihistamin Guaifenesin 100 mg Dextromethorphan HBr 5 mg Chlorpheniramine maleate 2 mg Promedex (Tablet) mengandung : Dextromethorphan 15 mg Guaifenesin 100 mg Chlorpheniramine maleate 1 mg 3 (3,90) Antipiretik + Dekongestan + Ekspektoran + Mukolitik Antitusif + Ekspektoran + Simpatomimetik + Antihistamin Lapisiv T (Tablet) mengandung : Guaifenesin 150 mg Dextromethorphan HBr 10 mg Dipenhidramin HCl 15 mg Bodrex (Tablet) mengandung : Paracetamol 500 mg Phenylephrine HCl 10 mg Glyceryl guaiacolate 50 mg Bromhexin HCl 8mg Dextral (Tablet) mengandung : Dextromethorphan HBr 10 mg Glyceryl guaiacolate 50 mg Phenylpropanolamine HCl 12,5 mg Chlorpheniramine maleate 1mg 1 (1,30) 1 (1,30) 1 (1,30) 43

21 Tabel 4.3 Jenis obat yang direkomendasikan oleh petugas apotek (lanjutan) Antipiretik + Antitusif + Brochifar (Tablet) mengandung : 1 (1,30) Simpatomimetik + Paracetamol 500 mg Antihistamin Dextromethorphan HBr 15 mg Phenylpropanolamine HCl 15 mg Mukolitik + Antibiotik + Kortikosteroid + Antihistamin Chlorpheniramine maleate 2 mg Epexol (Tablet) mengandung : Ambroxol HCl 30 mg Starquin 500 mengandung : Ciprofloxacin 500 mg Ocuson (Tablet) mengandung : Betamethasone 0,25 mg Dexchlorpheniramine maleate 2 mg 1 (1,30) Antipiretik + Ekspektoran + Simpatomimetik + Antihitamin Tera F (Tablet) mengandung : Paracetamol 650 mg Glyceryl guaiacolate 50 mg Phenylpropanolamine 15 mg Chlorpheniramine maleate 2 mg Mukolitik + Antibiotik Limoxin (Tablet) mengandung : Ambroxol HCl 30 mg 1 (1,30) 1 (1,30) Ramoxil (Tablet) mengandung : Amoxicillin 500 mg Ekspektoran + Mukolitik Mextril (Syrup) mengandung : 1 (1,30) Guaiafenesin 100 mg Bromhexine HCl 4 mg Sub total 15 (19,48) Total Keseluruhan 77 (100) Berdasarkan hasil penelitian, dari 77 apotek sebanyak 62 (80,52%) yang merekomendasikan jenis obat tunggal dimana yang paling banyak adalah jenis obat mukolitik yang bahan aktifnya adalah ambroxol HCl, bromhexine HCl dan erdostein. Selain dalam bentuk kombinasi dengan zat aktif lainnya, bromhexine juga umum dalam bentuk tunggal dalam satu obat batuk (Badan POM RI, 2014). Selain pemberian obat tunggal, pemberian obat kombinasi yang dilakukan oleh petugas apotek dari 77 apotek hanya 15 (19,48%). Diantaranya kombinasi ekpektoran, antitusif dan antihistamin yaitu sebanyak 8 (10,39%). Pemberian 44

22 rekomendasi oleh petugas apotek berupa antitusif dan antipiretik karena kurangnya patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek terhadap pasien yang mengalami batuk berdahak tanpa disertai demam. Antitusif tidak boleh diberikan pada batuk yang produktif (berdahak) karena supresi batuk akan menghambat pengeluaran dahak (Gitawati, 2014) Golongan obat keras dalam swamedikasi Golongan obat keras yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) dapat diberikan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). Epexol, ethiros, limoxin, ocuson, ramoxil dan starquin 500 tidak termasuk dalam DOWA sehingga harus diberikan dengan resep dokter. Penggunaan ambroxol memerlukan perhatian khusus kepada penggunanya yang mengalami insufisiensi ginjal, sedangkan penggunaan erdostein tidak boleh di berikan dengan dosis >300mg/hari pada gangguan hati ringan. Penggunaan antibiotik seperti amoxicillin dan ciprofloxacin kepada pengguna yang memiliki riwayat alergi antibiotika tersebut dapat menyebabkan syok anafilaksis sehingga diharuskan melakukan assessment mengenai riwayat alergi pada pengobatan pengguna tersebut sebelumya. Penggunaan ocuson dalam jangka lama dapat menyebabkan osteoporosis (Anonim, 2016) Harga obat yang direkomendasikan Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat yang terjamin khasiatnya, aman, efektif, bermutu, dan dengan harga terjangkau adalah sasaran yang harus dicapai (Menkes RI, 2012). Dari hasil penelitian yang dilakukan, data harga obat yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel

23 Tabel 4.4 Harga obat yang direkomendasikan oleh petugas apotek Harga Obat n (%) < Rp 2.000,00 0 (0) Rp 2.000,00 Rp ,00 55 (71,43) Rp ,00 Rp ,00 19 (24,67) > Rp ,00 3 (3,90) Total 77 (100) Pemberian rekomendasi obat dengan harga terjangkau merupakan salah satu aspek penting dalam pengobatan rasional. Menurut WHO, disebutkan bahwa penggunaan obat secara rasional oleh masyarakat didasarkan pada aspek klinik, kebutuhan individu dan kecukupan period of time serta harga yang terjangkau. Definisi tersebut fokus pada 4 aspek penting dalam pengobatan rasional yaitu ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan lama pengobatan dan ketepatan biaya (WHO, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, harga obat yang paling banyak direkomendasikan oleh petugas apotek adalah berkisar antara Rp.2000 Rp dengan 55 (71,43%) jumlah obat (Gambar 4.4). Hasil ini menunjukkan bahwa harga obat yang direkomendasikan untuk penderita batuk oleh petugas apotek masih dapat dijangkau oleh pasien ataupun masyarakat Golongan obat yang direkomendasikan Dari 77 apotek yang dikunjungi, data golongan obat yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel

24 Tabel 4.5 Golongan obat yang direkomendasikan oleh petugas apotek Golongan Obat n (%) Obat Bebas 0 (0,00) Obat Bebas Terbatas 47 (61,04) Obat Keras 30 (38,96) Obat Herbal 0 (0,00) Total 77 (100) Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat petugas apotek yang memberikan obat keras yang tidak termasuk dalam daftar obat wajib apotek seperti Epexol, ethiros, limoxin, ocuson, ramoxil dan starquin 500, sedangkan obat yang aman digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas (Depkes RI, 2006). 4.3 Profil Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal (Menkes RI, 2016). Informasi-informasi yang harus diberikan oleh tenaga kefarmasian yang ada di apotek meliputi khasiat obat, efek samping obat, cara pemakaian obat, dosis obat, waktu pemakaian obat, lama pemakaian obat, kontra indikasi obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat, hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat yang 47

25 masih tersisa dan cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak (Depkes RI, 2006). Berdasarkan hasil dari penelitian yang diperoleh terkait obat yang banyak diinformasikan oleh petugas apotek adalah dosis yaitu sebanyak 25 (32,47%) apotek. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Distribusi data profil informasi obat yang diberikan oleh petugas apotek Variabel Ya (% ) Tidak (%) Indikasi Obat Kontraindikasi Obat 0 (0,00) 0 (0,00) 77 (100) 77 (100) Efek Samping Obat 0 (0,00) 77 (100) Cara Pemakaian Obat 1 (1,30) 76 (98,70) Dosis Obat 25 (32,47) 52 (57,53) Waktu Pemakaian Obat 4 (5,19) 73 (94,81) Lama Pemakaian Obat 1 (1,30) 76 (98,70) Perhatian mengenai Obat 0 (0,00) 77 (100) Terlupa Minum Obat 0 (0,00) 77 (100) Cara Penyimpanan Obat 0 (0,00) 77 (100) Cara Perlakuan Sisa Obat 0 (0,00) 77 (100) Identifikasi Obat Rusak 0 (0,00) 77 (100) Informasi obat berupa dosis merupakan informasi yang sangat penting untuk diberikan. Dosis yang tepat perlu diinformasikan dengan tujuan keberhasilan terapi dan menghindari penggunaan obat yang salah. Informasi lain tentang pelayanan informasi obat yang pernah diberikan oleh petugas apotek adalah informasi cara pemakaian obat sebanyak 1 (1,30%) apotek, informasi waktu pemakaian sebanyak 4 (5,19%) apotek dan yang memberikan informasi lama pemakaian obat sebanyak 1 (1,30%). Hasil ini menunjukkan apotek belum mengoptimalkan standar pelayanan kefarmasian dalam hal pengobatan swamedikasi. Pemberian informasi adalah untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring pengggunaan 48

26 obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Tujuan pemberian informasi kepada masyarakat maupun pasien adalah bagian dari edukasi, supaya masyarakat atau pasien benarbenar memahami secara cermat dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar. Informasi lain tentang pelayanan informasi obat yang sama sekali tidak pernah disampaikan oleh petugas apotek saat melakukan pelayanan swamedikasi adalah pemberian informasi mengenai indikasi obat, kontraindakasi obat, efek samping obat, perhatian tentang obat, hal yang harus dilakukan jika terlupa mengkonsumsi obat, cara penyimpanan obat, cara perlakuan sisa obat dan cara identifikasi obat yang rusak. Kontraindikasi sebenarnya juga harus diinformasikan kepada pasien agar pasien dapat mengetahui apakah obat tersebut tidak berdampak buruk pada penyakit lainnya atau dapat mengganggu kehamilan pada wanita hamil, sedangkan pada informasi perhatian, cara penyimpanan, cara perlakuan sisa obat, dan identifikasi obat yang rusak juga tidak diinformasikan oleh petugas apotek. Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan penting sebagai pemberi informasi (drug informer) dalam pelayanaan swamedikasi (Depkes RI, 2006). 4.4 Profil Informasi Non Farmakologi Informasi non farmakologi dalam penelitian ini terdiri dari dua indikator yaitu makanan dan minuman, serta pola hidup. Informasi non farmakologi 49

27 merupakan informasi yang diberikan sebagai terapi tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu efek pengobatan farmakologis yang lebih baik. Dari 77 apotek yang dikunjungi, data lengkap profil informasi non farmakologi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Distribusi profil informasi non farmakologi yang diberikan oleh petugas apotek. Variabel Ya, n (%) Tidak, n (%) Pola Makanan dan Minuman 3 (3,90) 74 (96,10) Pola Hidup 2 (2,60) 75 (97,40) Pada Tabel 4.7, informasi non farmakologi terdapat dua variabel yaitu pola makan dan minuman, serta pola hidup. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, hanya 3 (3,90%) petugas apotek yang memberikan informasi non farmakologi mengenai pola makanan dan minuman, serta hanya 2 (2,60%) petugas apotek yang memberikan informasi non farmakologi mengenai pola hidup. Hasil ini menunjukkan bahwa petugas apotek kurang optimal dalam melakukan pelayanan kefarmasian khususnya swamedikasi. Pola makanan dan minuman, serta pola hidup seharusnya di informasikan oleh petugas apotek yaitu berupa anjuran untuk mengurangi makanan yang bersifat minyak dan minuman bersifat dingin serta mengurangi kebiasaan merokok. Menurut Depkes RI (2006), hal yang dapat dilakukan dalam menangani batuk adalah : 1. Minum banyak cairan (air atau sari buah) akan menolong membersihkan tenggorokan, jangan minum soda atau kopi. 50

28 2. Hentikan kebiasaan merokok. 3. Hindari makanan yang merangsang tenggorokan (makanan dingin atau berminyak) dan udara malam. 4. Madu dan tablet hisap pelega tenggorokan dapat menolong meringankan iritasi tenggorokan dan dapat membantu mencegah batuk kalau tenggorokan anda kering atau pedih. 5. Hirup uap air panas (dari semangkuk air panas) untuk mencairkan sekresi hidung yang kental supaya mudah dikeluarkan. Dapat juga ditambahkan sesendok teh balsam/minyak atsiri untuk membuka sumbatan saluran pernapasan. 6. Minum obat batuk yang sesuai. 7. Bila batuk lebih dari 3 hari belum sembuh segera ke dokter. 8. Pada bayi dan balita bila batuk disertai napas cepat atau sesak harus segera dibawa ke dokter atau pelayanan kesehatan. 4.5 Tingkat Pelayanan Swamedikasi Berdasarkan data yang di peroleh dari pelayanan swamedikasi kepada pasien penderita batuk di apotek pada sepuluh kecamatan di kota Medan, dilakukan perhitungan penilaian lembar checklist penelitian yang dapat dilihat pada Lampiran 3 Halaman 64 hingga Halaman 67. Dari hasil penelitian yang diperoleh, sebanyak 77 (100%) petugas apotek memberikan pelayanan swamedikasi dengan kategori kurang dan 49 (63,63%) petugas apotek yang belum sama sekali melakukan tindakan pelayanan informasi obat dan informasi 51

29 non farmakologi kepada pasien. Data lengkap tingkat pelayanan tentang swamedikasi dapat dilihat pada Tabel 4.8 Tabel 4.8 Distribusi tingkat pelayanan tentang swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek. Kategori Jumlah Persentase Baik 0 0% Cukup 0 0% Kurang % Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien penderita batuk di apotek pada sepuluh kecamatan di kota Medan masih belum menjalankan pelayanan kefarmasian dengan optimal khususnya pelayanan swamedikasi. Hal ini disebabkan petugas apotek kurang mengaplikasikan patient oriented, dan bisa saja petugas apoteknya bukan merupakan tenaga kefarmasian. Tenaga kefarmasian seharusnya memberikan informasi obat maupun informasi non farmakologi secara jelas dan terpercaya demi meningkatkan kualitas hidup pasien. Sesuai dengan Permenkes RI No. 73 tahun 2016, apoteker tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan. 52

30 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hal yang dapat disimpulkan pada penelitian ini adalah: a. Profil patient assessment yang paling banyak ditanyakan adalah mengenai apa gejala yang dialami pasien (n=75; 97,40%). Penggalian profil patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek tidak lengkap sehingga dapat mempengaruhi pada pemberian rekomendasi, informasi obat dan non farmakologi yang kurang lengkap pula. b. Semua apotek merekomendasikan pemberian obat (100%). Jenis obat yang paling banyak direkomendasikan adalah jenis mukolitik. c. Pemberian informasi obat yang paling banyak diberikan adalah dosis (n=25; 32,47%). Pemberian informasi non farmakologi berupa makanan dan minuman serta pola hidup masing-masing memiliki persentase yaitu 3,90% (n=3) dan 2,60% (n=2). d. Tingkat pelayanan swamedikasi kepada pasien penderita batuk di apotek pada sepuluh kecamatan di kota Medan belum memenuhi standar dengan 77 sampel apotek masih dalam kategori kurang dan 49 (63,63%) petugas apotek yang belum sama sekali melakukan tindakan pelayanan informasi obat dan informasi non farmakologi kepada pasien. 53

31 5.2 Saran a. Apotek harus mengadakan evaluasi mutu pelayanan secara berkala dengan mengadakan survei berupa angket agar mutu pelayanan di apotek dapat ditingkatkan. b. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dibandingkan pelayanan swamedikasi pada apotek yang dilayani langsung oleh apoteker dengan apotek yang tidak dilayani oleh apoteker. 54

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Faridlatul Hasanahdkk (2013), tentang profil penggalian informasi dan rekomendasi pelayanan swamedikasi oleh

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Swamedikasi Pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu merupakan peran penting dalam menjaga kesehatan anak. Tidak bisa dipungkiri anak anak mudah sakit.

Lebih terperinci

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3 INTISARI PROFIL PENGGALIAN INFORMASI PASIEN DAN REKOMENDASI OBAT TERHADAP KASUS BATUK BERDAHAK OLEH TENAGA KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA BANJARMASIN Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sakit merupakan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang, berbeda dengan penyakit yang menyerang langsung pada organ tubuh berdasarkan diagnosis yang

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010

GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 Roy Yani Dewi Hapsari, Sunyoto, Farida Rahmawati INTISARI Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih

Lebih terperinci

INTISARI. Yopi Yanur 1 ; Yugo Susanto 2 ; Riza Alfian 3

INTISARI. Yopi Yanur 1 ; Yugo Susanto 2 ; Riza Alfian 3 INTISARI PROFIL PENGGALIAN INFORMASI PASIEN DAN REKOMENDASI OBAT PADA PELAYANAN SWAMEDIKASI KASUS DIARE ANAK OLEH TENAGA KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA BANJARMASIN Yopi Yanur 1 ; Yugo Susanto 2 ; Riza

Lebih terperinci

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Butet Elita Thresia Dewi Susanti Fadly Azhar Fahma Sari Herbert Regianto Layani Fransisca Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Batuk adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi (Pengobatan Sendiri). Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat (Abelson, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaanya self medication dapat menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Apotek Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obatobatan yang dijual bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatannya sendiri. Swamedikasi adalah penggunaan setiap zat yang dikemas dan dijual

Lebih terperinci

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN Trias Apriliani, Anita Agustina, Rahmi Nurhaini INTISARI Swamedikasi adalah mengobati segala keluhan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002). Di Indonesia obat yang dapat digunakan

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

MEDICAL RECORD FOR GERIATRIC

MEDICAL RECORD FOR GERIATRIC NomerPMR : G.5221 Nama Pasien MEDICAL RECORD FOR GERIATRIC : Vicky Ztatuzizasi Usia 50 thn Jenis Kelamin laki-laki Tanggal : 25 Desember 2013 Alasan berkunjung Flu sudah berlangsung 2 hari KONDISI AWAL

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN Ernita ¹; Eka Kumalasari, S.Farm., Apt ²; Maria Sofyan Teguh, S.Farm., Apt ³ Berkembangnya penyakit sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan serta didukung dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi memunculkan tantangan dan harapan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang sangat penting bagi setiap orang. Tanpa adanya kesehatan yang baik, setiap orang akan mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK

CARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK Penyakit batuk merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, bahkan bayi yang baru lahir pun akan mudah terserang batuk jika disekelilingnya terdapat orang yang batuk. Penyakit batuk ini terdiri

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Mahasiswa Aktif Jenjang Strata 1 (S1) Angkatan 2015

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Mahasiswa Aktif Jenjang Strata 1 (S1) Angkatan 2015 LAMPIRAN Lampiran 1. Data Mahasiswa Aktif Jenjang Strata 1 (S1) Angkatan 2015 Tabel 20. Jumlah Mahasiswa Aktif S1 Fakultas Non Kesehatan Angkatan 2015 Fakultas Program Studi Jumlah Fakultas Teknik Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam

St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam MAKALAH FARMAKOLOGI OBAT-OBAT MUKOLITIK KELOMPOK IV St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam POLITEKNIK

Lebih terperinci

INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN

INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN 1 INTISARI PROFIL SWAMEDIKASI OBAT BATUK PILEK BEBAS PADA ANAK DI APOTEK AMANDIT FARMA BANJARMASIN Rianisa Hasty Agustiani 1, Ratih Pratiwi Sari 2, Maria Ulfah 3 Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan keadaan sakit sesak nafas karena terjadinya aktivitas berlebih terhadap rangsangan tertentu sehingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi Muh, Saud *), Taufiq **), Ishak Abdul Jalil ***) *) Poltekes Kemenkes Makassar **) Akademi Farmasi Yamasi Makassar ***)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat selama ± 2 minggu dari tanggal 12-25 Juni tahun 2013. Dengan jumlah sampel

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 Dewi Rashati 1, Avia Indriaweni 1 1. Akademi Farmasi Jember Korespondensi :

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 3/24/2015 Farmasi UNS

Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 3/24/2015 Farmasi UNS Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 1 Ilmu Etika Praktik Kefarmasian Hukum 2 PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI (MANAGERIAL) PELAYANAN FARMASI KLINIK PROMOSI DAN EDUKASI 3 Resep datang Skrining resep Resep diberi harga

Lebih terperinci

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel sebanyak 67 orang. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel sebanyak 67 orang. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Cara pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan cara teknik Purposive Sampling (non probability sampling) yaitu teknik penetapan sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IKLAN OBAT Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk melindungi masyarakat akibat dari promosi iklan yang bisa mempengaruhi tindakan pengobatan khususnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP TINDAKAN SWAMEDIKASI SELESMA PADA ANAK DI KELURAHAN GROBOGAN PURWODADI NASKAH PUBLIKASI Oleh : MELLA MAHESWARI K 080 079 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI

PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI Helni Bagian Farmasi, Program Studi Ilmu Kedokteran FKIK Universitas Jambi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk adalah refleks pertahanan tubuh ketika saluran nafas sedang dimasuki oleh benda asing yang mengiritasi atau bersentuhan dengan dinding saluran nafas. Refleks tersebut

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya

Lebih terperinci

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk mengupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS EKONOMI TERHADAP RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG DI APOTEK X KOTA PANGKALPINANG

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS EKONOMI TERHADAP RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG DI APOTEK X KOTA PANGKALPINANG ABSTRAK HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS EKONOMI TERHADAP RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG DI APOTEK X KOTA PANGKALPINANG Aditya Yanuardi, 1210224 Pembimbing I: Cindra Paskaria,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dalam Undang-Udang Nomor 36 tahun 2009 didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang mencapai keadaan sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat saat ini sudah tidak pasif lagi dalam menanggapi situasi sakit maupun gangguan ringan kesehatannya. Mereka sudah tidak lagi segan minum obat pilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Antibiotik merupakan obat yang penting digunakan dalam pengobatan infeksi akibat bakteri (NHS, 2012). Antibiotik dan obat-obat sejenisnya yang disebut agen antimikrobial,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim Flu adalah suatu infeksi saluran pernapasan atas. Orang dengan daya

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ANDI SULTHAN DAENG RADJA KABUPATEN BULUKUMBA

PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ANDI SULTHAN DAENG RADJA KABUPATEN BULUKUMBA PERANAN APOTEKER DALAM PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ANDI SULTHAN DAENG RADJA KABUPATEN BULUKUMBA Santi Sinala *) *) Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes RI Makassar

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI PENYAKIT LAMBUNGDI APOTEK PADA LIMA KECAMATAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: DWI EGA ASTRIA NIM

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI PENYAKIT LAMBUNGDI APOTEK PADA LIMA KECAMATAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: DWI EGA ASTRIA NIM PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI PENYAKIT LAMBUNGDI APOTEK PADA LIMA KECAMATAN DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: DWI EGA ASTRIA NIM 131524136 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu penelitian yang mencari ada tidaknya hubungan dua variabel penelitian. Pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 Program : Program Pelayanan Kefarmsian Puskesmas Megang Hasil (Outcome) : Terselengaranya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut : BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden Karakteristik responden dijabarkan berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan. Dari hasil penelitian yang

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1. LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN KELOMPOK (INFORMATION FOR CONSENT) Selamat pagi/siang Bapak/ Ibu/ Saudara/i. Nama saya dr. Dian Prastuty. PPDS Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya dari seseorang untuk mengobati dirinya sendiri dapat diartikan sebagai swamedikasi. Tindakan swamedikasi telah menjadi pilihan alternatif masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

RONTGEN Rontgen sinar X

RONTGEN Rontgen sinar X RONTGEN Penemuan sinar X berawal dari penemuan Rontgen. Sewaktu bekerja dengan tabung sinar katoda pada tahun 1895, W. Rontgen menemukan bahwa sinar dari tabung dapat menembus bahan yang tak tembus cahaya

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur kesehatan, apotek termasuk salah satu pilar penunjang yang sering menjadi korban ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan apotek yang menganggap

Lebih terperinci