TEKNIK HOMOGENISASI DAN PRA PENINGKATAN SKALA PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT ALFIA NURUL ILMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNIK HOMOGENISASI DAN PRA PENINGKATAN SKALA PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT ALFIA NURUL ILMA"

Transkripsi

1 TEKNIK HOMOGENISASI DAN PRA PENINGKATAN SKALA PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT ALFIA NURUL ILMA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Homogenisasi dan Pra Peningkatan Skala Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Alfia Nurul Ilma NIM. F

4

5 ABSTRAK ALFIA NURUL ILMA. Teknik Homogenisasi dan Pra Peningkatan Skala Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit. Dibimbing oleh TIEN R. MUCHTADI, DASE HUNAEFI dan SRI YULIANI. Minyak sawit adalah salah satu komoditas hasil perkebunan Indonesia yang sangat potensial, meskipun demikian pemanfaatannya sebagai produk hilir masih sangat terbatas. Minyak sawit memiliki keunikan karena mengandung pigmen karotenoid sebesar ppm yang sangat sensitif terhadap beberapa kondisi pengolahan seperti panas dan oksidasi. Proses mikroenkapsulasi dapat diterapkan untuk melindungi karotenoid pada minyak sawit. Teknologi ini dapat menghasilkan produk dalam bentuk serbuk maupun granula yang memiliki kandungan karotenoid dengan stabilitas yang lebih tinggi selama penyimpanan dibandingkan dengan minyak sawit dalam bentuk mentah. Salah satu proses pembuatan mikroenkapsulat dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan semprot. Pada pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit, proses homogenisasi merupakan proses utama dalam pembentukan emulsi. Proses ini dipengaruhi oleh kecepatan homogenizer, lamanya waktu homogenisasi dan volume emulsi yang dihomogenisasikan. Formula mikroenkapsulat dengan bahan penyalut maltodekstrin, gum arab dan gelatin dapat digunakan pada produksi mikroenkapsulat dalam skala lebih besar pada penelitian ini. Kondisi homogenisasi mempengaruhi kualitas dan karakteristik dari emulsi dan mikroenkapsulat minyak sawit. Karakteristik emulsi meliputi stabilitas dan kadar total karotenoid dipengaruhi oleh peningkatan volume emulsi dan lamanya waktu homogenisasi. Peningkatan volume emulsi dan lamanya waktu homogenisasi tidak mempengaruhi karakteristik kadar air, a w dan kelarutan dari mikroenkapsulat minyak sawit secara signifikan, akan tetapi mempengaruhi kandungan minyak tidak tersalut dan efisiensi proses mikroenkapsulasi. Kata kunci : homogenisasi, karotenoid, mikroenkapsulasi, minyak sawit, pengering semprot, peningkatan skala

6 ABSTRACT ALFIA NURUL ILMA. Homogenization Technique and Prelimenary Study of Scaling Up Microencapsulation of Palm Oil. Supervised by TIEN R. MUCHTADI, DASE HUNAEFI and SRI YULIANI. Palm oil is one of the very important commodities in Indonesia, however the utilization of palm oil as downstream products is remain limited. Palm oil has unique characteristics because of it's carotenoids amounting of ppm. On the other hand, carotenoids are very sensitive to heat and oxidation. Microencapsulation by spray drying is one of the methods to protect those active components. Homogenization is the main process in the formation of an emulsion of palm oil before drying process. This process is influenced by speed, time and volume of homogenization. Results showed that the process of homogenization affect the quality and characteristics of emulsion and microencapsulate of palm oil. An increase in the scale of material volume and lenght of time does not affect significant the characteristics of microencapsulate palm oil such as water content, solubility and a w, but its will affect the emulsion stability, surface oil, carotene and efficiency of microencapsulation and also affecting the quality of microencapsulate. Keyword: carotene, homogenization, microencapsulation, palm oil, scale up, spray dryer

7 TEKNIK HOMOGENISASI DAN PRA PENINGKATAN SKALA PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT ALFIA NURUL ILMA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9

10 PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang dilaksanakan sejak Maret hingga September Terima kasih penulis sampaikan pada Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik utama atas bimbingan, ajaran, serta perhatian yang telah diberikan selama menjalani masa perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ing. Dase Hunaefi, STP, M.Food ST dan Dr. Sri Yuliani, MT selaku dosen pembimbing skripsi atas masukan dan perhatian yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir. Mama, Papa, Mba Annis, Mba Ita, A Keni, A Rory, Albian dan Anqyara atas doa, dukungan, kasih sayang, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini. Terima kasih juga kepada keluarga besar penulis atas doa dan dukungannya. Seluruh teknisi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membantu dan memberi masukan serta ilmu kepada penulis selama melaksanakan tugas akhir. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (DIKTI), atas bantuan pembiayaan penelitian melalui Hibah Kompetensi Nomor 035/SP2H/PL/DIT.LIT ABMAS/V/2013. Pihak PT. Salim Ivomas Pratama yang telah menyediakan minyak sawit sebagai bahan baku utama dalam penelitian ini. Teman seperjuangan satu bimbingan, Striwicesa Hangganararas, Ayu Pramesti dan Heri Supriadi yang selalu menemani, memberikan semangat dan masukan selama melaksanakan tugas akhir. Teman-teman seperjuangan tugas akhir Minyak Sawit, Raditya Prabowo, Stephanie Angka, Ganistie Furry Qisthina, Rahmalia Susanti, Arintiara Ramadhiastasari, Harridil Haq, Aby Hapsari, Maria Afrida dan Rizki Ardhiwan Cahya atas masukan, dukungan dan kerja sama selama melaksanakan tugas akhir. Terima kasih kepada Dewi Ratna Sari, Anggun Suriwijayanti Putri dan Desi Aristawati atas persahabatan, semangat dan dukungan kepada penulis. Terima kasih kepada Dandy Gamulya Putra, Fairuz Fajriah, Blasius Aditya Permana, Afifah Zahra Agista, Dyah Ratna Widyaswari, Tiarannisa Ikhsani, Mazaya Ghaisani, Qabul Dinanta Utama, M. As ad dan teman-teman ITP 47 atas dukungan, kerja sama, semangat serta segala masukan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian. Dan yang terakhir adalah terima kasih kepada segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna dan memerlukan saran serta masukan. Penulis berharap tugas akhir ini memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memberikan dampat terhadap perkembangan ilmu dan teknologi khususnya dalam bidang Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor, Oktober 2014 Alfia Nurul Ilma NIM. F

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Bahan 2 Alat 2 Tahapan Penelitian 2 Prosedur Analisis 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Karakteristik Minyak Sawit Sebelum dan Setelah Pemurnian 10 Reformulasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit 12 Proses Homogenisasi 16 Karakteristik Emulsi Minyak Sawit 18 Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit 20 Kandungan dan Retensi Total Karotenoid Mikroenkapsulat Minyak Sawit 23 Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit 24 Kajian Awal Peningkatan Skala 27 SIMPULAN DAN SARAN 30 Simpulan 30 Saran 30 DAFTAR PUSTAKA 31 LAMPIRAN 35

12 DAFTAR TABEL 1. Reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Rancangan percobaan hubungan volume dan formula bahan Rancangan percobaan hubungan volume emulsi dan waktu homogenisasi Dimensi alat dan wadah yang digunakan pada kajian awal peningkatan skala Karakteristik minyak sawit sebelum dan setelah proses pemurnian Karakteristik reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Kestabilan emulsi minyak sawit (%) Kadar air dan a w mikroenkapsulat minyak sawit Kelarutan mikroenkapsulat minyak sawit Kadar karotenoid dan total karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit (Modifikasi Fasikhatun 2010) Diagram alir proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dengan parameter lamanya waktu homogenisasi a) CPO b) Olein a) Sistem kerja homogenizer rotor-stator b) Rotor-stator homogenizer (Weiss 2008) Grafik hubungan waktu homogenisasi, volume emulsi dan suhu akhir homogenisasi Kestabilan emulsi terhadap panas dan sentrifugasi Kadar karotenoid emulsi minyak sawit Kadar total karotenoid pada mikroenkapsulat minyak sawit Kadar minyak tidak tersalut mikroenkapsulat minyak sawit DAFTAR LAMPIRAN 1. Diagram alir pemurnian CPO Hasil uji ANOVA penelitian pendahuluan reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji lanjut Duncan warna (L*) reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji lanjut Duncan warna (a) reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji lanjut Duncan warna (b) reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji lanjut Duncan kadar air (%bb) reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji lanjut Duncan minyak tidak tersalut reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit... 39

13 8. Hasil uji ANOVA kadar air mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji ANOVA a w mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji ANOVA kelarutan mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji ANOVA total karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji ANOVA retensi karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan minyak tidak tersalut mikroenkapsulat minyak sawit Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan efisiensi mikroenkapsulasi minyak sawit Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan kestabilan emulsi minyak sawit Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar karoten emulsi minyak sawit Hasil uji linear stabilitas penentuan prediksi persamaan Hasil uji linear karoten penentuan prediksi persamaan Gambar mikroenkapsulat hasil reformulasi Gambar mikroenkapsulat minyak sawit dengan perlakuan faktor... 49

14

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak sawit adalah salah satu komoditas hasil perkebunan Indonesia yang sangat potensial. Secara global, posisi produksi minyak sawit Indonesia menempati urutan pertama dan memasok hampir 50% kebutuhan minyak sawit dunia (Ermawati 2013). Pada tahun 2013 berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Indonesia telah memproduksi 31 juta ton CPO, lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2012 yaitu sebesar 23 juta ton. Meskipun demikian, pemanfaatan minyak sawit di Indonesia sebagai produk hilir masih sangat terbatas. Kebanyakan minyak sawit di ekspor ke luar negeri dalam bentuk mentah yang berpengaruh nyata pada perekonomian negara. Minyak sawit memiliki keunikan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Minyak sawit mengandung pigmen karotenoid yang sangat tinggi, yaitu sekitar ppm (setara dengan IU aktivitas vitamin A per 100 g) (Wiley dan Sons 2013). Hal ini dapat dilihat dari warna pada minyak sawit yang merah kekuningan sebelum mengalami proses pemurnian terutama pada tahap bleaching. Dewasa ini permintaan produk pangan yang bernutrisi semakin meningkat dan berkembang (Zeba et al. 2006) dan salah satu nutrisi yang dibutuhkan adalah vitamin A yang bisa didapatkan dari minyak sawit. Pemanfaatan vitamin A perlu dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut sekaligus menanggulangi defisiensi vitamin A di Indonesia secara umum (Herman 2007). Minyak sawit kaya akan komponen karotenoid sebagai pembentuk vitamin A, akan tetapi sangat sensitif terhadap beberapa kondisi pengolahan seperti panas dan oksidasi. Proses enkapsulasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk melindungi komponen aktif ini. Teknologi mikroenkapsulasi minyak sawit merupakan salah satu alternatif proses hilir yang diharapkan dapat menunjang suplai vitamin A dalam bentuk produk pharmaceutical. Teknologi ini akan menghasilkan produk dalam bentuk bubuk yang memiliki kandungan karotenoid dengan stabilitas yang tinggi selama penyimpanan dibandingkan dengan minyak sawit dalam bentuk mentah. Mikroenkapsulasi merupakan proses penyalutan lapisan baik terhadap partikel padatan yang kecil atau droplet dari suatu cairan atau larutan. Dengan adanya proses penyalutan ini, lapisan yang terbentuk dapat berperan menjadi impermeable physical barrier, sehingga cairan yang ada didalamnya dapat terlindungi dan memudahkan dalam proses penanganannya (Levin 2006). Salah satu proses pembuatan mikroenkapsulat dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan semprot. Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari dalam bahan secara termal untuk menghasilkan produk bubuk yang kering. Pada pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit, proses homogenisasi merupakan proses utama dalam pembentukan emulsi minyak sawit dengan bahan penyalut yang digunakan. Proses ini dipengaruhi oleh kecepatan homogenizer, lamanya waktu homogenisasi dan volume emulsi yang dihomogenisasikan. Proses homogenisasi pada skala laboratorium tentunya akan berbeda dengan skala pilot plan dan skala industri. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh lamanya waktu

16 2 homogenisasi pada volume emulsi tertentu terhadap karakteristik emulsi dan mikroenkapsulat minyak sawit. Kajian awal peningkatan skala diharapkan dapat menjembatani proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dari skala laboratorium ke tingkat skala yang lebih tinggi dengan memprediksi karakteristik emulsi hasil proses mikroenkapsulasi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi proses homogenisasi dan peningkatan skala terhadap karakteristik emulsi dan mikroenkapsulat minyak sawit. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai karakteristik emulsi dan mikroenkapsulat minyak sawit serta memberikan gambaran mengenai prospek peningkatan skala proses mikroenkapsulasi minyak sawit. METODE Bahan Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) yang diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama Jakarta. Bahan pendukung yang digunakan maltodekstrin DE (dextrose equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan jumlah gula pereduksi dalam satuan persen), gum arab, gelatin yang diperoleh dari toko bahan kimia Setia Guna Bogor, Tween 80 dan aquades. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah heksana (pro analysis), methanol (p.a), chloroform (p.a), kertas saring, kertas saring Whatman No. 42 dan gas nitrogen teknis. Alat Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit meliputi peralatan fraksinasi (alat degumming, deasidifikasi, spinner, fraksinasi dan filter press), jerigen, ember, homogenizer ultra turax (model Silverson L4R armfield), pengering semprot (BUCHI 190 Mini Spray Drier) dan neraca analitik. Peralatan yang digunakan untuk analisis meliputi cawan alumunium, refrigerator, oven kadar air (Memmert 1983), chromameter, rotavapor, alat titrasi, alat Soxhlet dan alat-alat gelas yang dibutuhkan. Tahapan Penelitian Penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri atas proses pemurnian CPO dan reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit. Proses pemurnian CPO dilakukan tiga tahap, yaitu proses degumming, deasidifikasi dan fraksinasi. Analisis yang

17 dilakukan pada tahap ini baik sebelum dan setelah proses pemurnian CPO adalah analisis asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan Iod, kadar air serta kandungan karotenoid. Proses pemurnian CPO menghasilkan fraksi olein dan stearin dari minyak sawit. Pada penelitian pendahuluan berikutnya, dilakukan reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit dengan berbagai jenis penyalut pada perbandingan tertentu. Analisis yang dilakukan pada tahap ini meliputi analisis kadar minyak tidak tersalut, kadar air, kelarutan dan warna. Analisis ini diolah secara statistik dengan menggunakan uji One Way ANOVA pada taraf signifikansi 5%. Pada penelitian utama dilakukan proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit hasil formula terpilih dengan dua kali ulangan. Formula tersebut kemudian dibuat mengikuti rancangan percobaan terkait dua faktor kondisi homogenisasi, yaitu peningkatan volume emulsi dan lamanya waktu homogenisasi. Rancangan percobaan disusun secara duplo pada setiap analisis. Penelitian utama dilanjutkan dengan analisis karakteristik emulsi minyak sawit, analisis karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit, analsis kandungan dan retensi total karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit, analisis proses mikroenkapsulasi dan analisis pra peningkatan skala proses mikroenkapsulasi minyak sawit. Analisis karakteristik emulsi minyak sawit meliputi analisis kestabilan emulsi dan total karotenoid pada emulsi. Analisis karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit meliputi analisis kimia dan fisik. Analisis kimia yang dilakukan adalah analisis kadar air, activity of water (a w ), total minyak dan total karotenoid. Analisis fisik yang dilakukan adalah analisis kelarutan. Analisis proses mikroenkapsulasi meliputi analisis minyak tidak tersalut, efisiensi proses mikroenkapsulasi dan analisis rendemen. Analisis tahap ini dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA untuk melihat adanya perbedaan yang signifikan atau tidak selama proses homogenisasi dilakukan dan jika diperlukan maka dilanjutkan dengan analisis Duncan. Analisis kajian awal peningkatan skala meliputi prediksi karakteristik emulsi dan prospek peningkatan skala proses mikroenkapsulasi minyak sawit. Tahap ini memberikan gambaran umum apabila produk mikroenkapsulat minyak sawit akan dibuat pada skala yang lebih besar (pra-pilot plant, pilot plan dan skala industri). Diagram alir tahapan penelitian ini secara umum dapat dilihat pada Lampiran 1. Proses Pemurnian Crude Palm Oil Prosedur Analisis Degumming (Mas ud 2007 dan Widarta 2008) Proses degumming dilakukan terlebih dahulu dengan memanaskan CPO hingga suhu 80 O C, kemudian ditambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari berat CPO dan diaduk perlahan dengan kecepatan 56 rpm selama 15 menit. Deasidifikasi (Widarta 2008) Proses deasidifikasi dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH. Larutan NaOH yang telah ditentukan jumlahnya ditambahkan dengan cepat sambil diaduk. Pada tahap ini, dilakukan excess NaOH sebesar 17.5% yang akan 3

18 4 digunakan untuk dapat mereduksi asam lemak bebas hingga kadarnya tidak lebih dari 0.15%. Setelah melalui proses deasidifikasi, sabun dipisahkan dengan menggunakan spinner. Kemudian dilakukan pencucian dengan air panas (5-8 O C) lebih hangat dari suhu minyak) dengan perbandingan 1 : 7 = air : minyak dengan tujuan menghilangan gum, selanjutnya disentrifugasi kembali menggunakan spinner. Fraksinasi (Widarta 2008) Proses fraksinasi dilakukan dengan meningkatkan suhu minyak yang telah melalui proses deasidifikasi sebelumnya hingga mencapai suhu 70 O C pada tangki fraksinasi, kemudian suhu minyak sawit diturunkan secara bertahap hingga suhu 20 O C. Proses penurunan suhu ini disebut juga sebagai proses kristalisasi yang menghasilkan kristal atau padatan secara perlahan dan akan menumpuk pada bagian bawah tangki. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 10 jam. Setelah itu minyak dilewatkan ke membran filter press dan akan terpisah antara fraksi olein dan stearin CPO. Fraksi olein minyak sawit akan keluar melalui pipa dan fraksi stearin akan tertahan pada membran filter press. Rangkaian proses pemurnian CPO dapat dilihat pada Lampiran 2. Reformulasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Penelitian pendahuluan reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit dilakukan berdasarkan perbedaan dan perbandingan bahan penyalut yang digunakan. Formula yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1Reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Formula % Total A 1 B 2 C 3 Minyak Sawit (g) Air (g) Maltodekstrin (g) Gum Arab (g) 9.92/ Gelatin (g) Larutan Kitosan 0.5 % (g) Tween 80 (g) Total Padatan g/g (%)* Rasio O/W (g/g) - 1 : 5 1 : 5 1 : 5 Rasio Penyalut/Minyak Sawit (g/g) - 2 : 1 2 : 1 2 : 1 Keterangan : * = Termasuk minyak sawit 1 = Modifikasi Wijaya = Modifikasi Simatupang = Modifikasi Wijaya 2013, Estevinho 2013, Wawensyah 2006, Marpaung 2014 Proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dilakukan dua tahap. Tahap yang pertama adalah proses pembuatan emulsi dan tahap yang kedua adalah proses pengeringan emulsi dengan menggunakan pengering semprot. Pada

19 penelitian Marpaung (2014) bahan pengkapsul disuspensikan ke dalam air hangat suhu ±80 O C dan diaduk dengan menggunakan mixer tangan pada kecepatan 1000 rpm untuk membantu proses kelarutan bahan penyalut di dalam air. Suspensi bahan penyalut ini kemudian ditambahkan Tween 80 sebagai penstabil dan dilakukan homogenisasi pada kecepatan 8000 rpm selama 3 menit. Olein minyak sawit hasil proses pemurnian ditambahkan secara perlahan ke dalam suspensi penyalut dan dihomogenisasi pada kecepatan yang sama selama 10 menit. Pada penelitian Fasikhatun (2010), emulsi minyak sawit yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering semprot pada suhu inlet O C, suhu outlet O C, dan laju alir bahan 8.3 ml/menit. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dapat dilihat pada Gambar 1. 5 Tween 80 Bahan Penyalut* Air 80 O C Mixing Homogenisasi t = 3 menit, 8000 rpm Homogenisasi t = 10 menit, 8000 rpm Olein CPO Pengering Semprot T inlet = O C, T outlet= O C, laju alir bahan = 8.3 ml/menit Mikroenkapsulat minyak sawit * = sesuai dengan formula pada Tabel 1 Gambar 1 Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit (Modifikasi Fasikhatun 2010)

20 6 Pembuatan Mikroenkapsulat Minyak Sawit dengan Pengkondisian Proses Homogenisasi dan Peningkatan Skala Pengkondisian proses homogenisasi yang dilakukan didasarkan pada dua faktor, yaitu lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi. Proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit yang dilakukan sama seperti pada sub bab sebelumnya. Perbedaannya terletak pada lamanya waktu homogenisasi setelah minyak sawit dituang ke dalam suspensi penyalut dan volume emulsi yang digunakan (termasuk perbedaan dimensi wadah). Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 2. Volume emulsi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2, rancangan percobaan dengan faktor lamanya waktu homogenisasi dan volume yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3 dan dimensi wadah yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tween 80* Bahan Penyalut* Air 80 O C* Mixing Homogenisasi t = 3 menit, 8000 rpm Homogenisasi t = 5, 10, 15 menit, 8000 rpm Olein CPO* Pengering Semprot T inlet = O C, T outlet= O C, laju alir bahan = 8.3 ml/menit Mikroenkapsulat minyak sawit * = sesuai dengan formula pada Tabel 2 Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dengan faktor lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi

21 7 Tabel 2 Rancangan percobaan hubungan volume (ml) dan formula bahan Formula %Total Minyak Sawit (g) Air (g) Maltodekstrin (g) Gum Arab (g) Gelatin (g) Tween 80 (g) Total Padatan g/g (%)* Rasio O/W (g/g) - 1 : 5 1 : 5 1 : 5 1 : 5 Rasio Penyalut/Minyak Sawit (g/g) - 2 : 1 2 : 1 2 : 1 2 : 1 Keterangan : * = Termasuk minyak sawit Tabel 3 Rancangan percobaan hubungan volume emulsi dan waktu homogenisasi Faktor Volume (ml) Waktu 5 P 1 P 4 P 7 P 10 Homogenisasi 10 P 2 P 5 P 8 P 11 (menit) 15 P 3 P 6 P 9 P 12 Tabel 4 Dimensi alat dan wadah yang digunakan pada kajian awal peningkatan skala Basis skala Skala 1 Skala 2 Skala 3 Skala 4 Volume emulsi (ml) Diameter wadah (cm) Tinggi bahan (cm) Diameter rotor (cm) Diameter stator (cm) Metode Analisis Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 2012) Cawan alumunium kosong dikeringkan pada oven suhu 105 O C selama 15 menit dan didinginkan di dalam desikator. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dan diletakkan pada cawan. Sampel yang sudah berada dalam cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 105 O C selama 6 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit hingga diperoleh bobot tetap, dan timbang dengan menggunakan neraca analitik. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (1) Keterangan :

22 8 W W1 W2 = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) = bobot contoh + cawan kering kosong (g) = bobot cawan kosong (g) Analisis Aktifitas Air (a w ) (Apriyantono et al. 1989) Sebanyak 2 gram sampel diletakkan ke dalam wadah alumunium dan dimasukkan ke dalam alat a w -meter. Nilai a w dapat langsung diketahui dan ditampilkan dalam bentuk digital pada layar alat. Analisis Karotenoid, Metode spektrofotometri (PORIM 2005) Sebanyak 0.1 gram sampel dilarutkan dengan heksana dalam labu takar 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 446 nm. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari Total Karotenoid dapat dihitung dengan cara : Sampel minyak yang digunakan pada analisis ini didapatkan dari hasil ekstraksi mikroenkapsulat minyak sawit dengan menggunakan metode Folch et al (1957). Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 20. Perhitungan proses ekstraksi digunakan sebagai pengukuran total minyak. Analisis Asam Lemak Bebas, Metode Titrasi (AOAC 2012) Kadar bilangan asam lemak ditentukan berdasarkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel. Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram dalam gelas erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan etanol 95% dan dipanaskan dalam penangas air sambil diaduk. Tambahkan indikator fenolftalein 1% sebanyak 2 tetes. Lakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N atau 0.25 N hingga terbentuk warna merah muda yang tidak berubah selama 30 detik. Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat dengan rumus sebagai berikut : Analisis Bilangan Peroksida, Metode Titrasi (AOAC 2012) Sampel ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan sebanyak 30 ml pelarut, dikocok sampai semua sampel larut. KI jenuh ditambahkan sebanyak 0.5 ml, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang gelap. Kemudian ditambahkan 30 ml air destilata dan indikator pati 1% sebanyak 2 tetes. Kelebihan iod dititer dengan larutan tiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ) 0.1 N, dengan cara yang sama dibuat penetapan untuk blanko. Bilangan peroksida dihitung berdasarkan rumus: (2) (3) (4)

23 Analisis Bilangan Iod, Metode Titrasi (AOAC 2012) Sampel minyak ditimbang sebanyak 0.5 gram dalam gelas erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml pereaksi Hanus. Kemudian larutan didiamkan di ruang gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, larutan ditambahkan kalium iodida (KI) 15% lalu dikocok. Titrasi dengan Na 2 S 2 O N hingga warna hampir ilang. Selanjutnya ditambahkan indikator pati 1% sebanyak 2 tetes. Titrasi kembali sampai warna biru yang terbentuk hilang. Bilangan iod dihitung berdasarkan rumus : Analisis Kelarutan, Metode Gravimetri (Fardiaz et al. 1992) Sebanyak 1 gram bahan ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 ml aquades dan disaring dengan menggunakan penyaring vakum. Kertas saring yang digunakan adalah kertas saring Whatman 42 yang sebelum digunakan sudah dikeringkan dalam oven 105 O C selama 30 menit kemudian ditimbang. Setelah proses penyaringan, kertas saring beserta residu bahan dikeringkan kembali dalam oven pada 105 O C selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit hingga bobotnya tetap kemudian ditimbang. Kelarutan dihitung berdasarkan rumus : 9 (5) (6) Keterangan : a = berat contoh yang digunakan (g) b = berat kertas saring (g) c = berat kertas saring + residu (g) ka = kadar air contoh (%bb) Analisis Kadar Minyak Tidak Tersalut, Metode Ekstraksi (Shahidi dan Wanasundara 1997) Sebanyak 1 gram sampel dibungkus dengan kertas saring biasa dan dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah diketahui beratnya. Sampel kemudian dicuci dengan menggunakan 20 ml heksana selama 1 menit, dan pencucian diulang sebanyak 3 kali. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 O C sampai mencapai berat tetap, kemudian ditimbang. Kadar mminyak yang tidak tersalut diperoleh berdasarkan rumus berikut : Keterangan : Wa = berat labu lemak kering (g) Wg = berat labu lemak dan sampel (g) Ws = berat sampel (g) (7)

24 10 Analisis Stabilitas Emulsi (Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972) Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini didasarkan pada kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi. Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80 O C selama 30 menit, kemudian didinginkan dan di sentrifuse pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan berikut : Analisis Warna, Metode Hunter (Hutching 1999) Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters. Prinsip kerja dari alat ini bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, dan b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang mempunyai nilai dari (hitam-putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan waktu kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a dari untuk warna merah dan nilai a dari untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0-70 untuk kuning dan nilai b dari untuk warna biru. Penetapan Rendemen (Zilberboim et al ; Ahn et al. 2007) Rendemen mikroenkapsulat merupakan rasio antara bahan setelah diproses dengan bahan kering sebelum di proses dikalikan 100%. Keterangan : * Bahan pembuat mikroenkapsulat meliputi minyak sawit, penyalut dan stabilizer Penetapan Efisiensi Mikroenkapsulasi (Komari 1997) Efisiensi proses mikroenkapsulasi dapat ditentukan dengan menggunakan perbandingan antara minyak yang terkapsul dengan total minyak keseluruhan. Minyak yang terkapsul didapatkan dari selisih antara kadar minyak total dan minyak tidak tersalut. (8) (9) (10) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Minyak Sawit Sebelum dan Setelah Pemurnian Pada penelitian pendahuluan dilakukan proses permunian CPO menjadi minyak sawit merah. Bahan baku CPO yang digunakan berasal dari PT. Salim

25 Ivomas Pratama dan dapat dilihat pada Gambar 3a. Proses pemurnian konvensional meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi, bleaching, dan fraksinasi (Kusnandar 2010). Pada proses pemurnian minyak sawit tidak keseluruhan rangkaian proses dilakukan, tergantung pada tujuan dari minyak yang diharapkan. Pemurnian pada penelitian ini meliputi proses degumming, deasidifikasi dan fraksinasi. Pada penelitian ini proses bleaching tidak dilakukan karena merusak dan dapat menghilangkan kandungan karotenoid pada minyak sawit. Pada penelitian Helena (2003), sebanyak 80% kadar karotenoid dalam minyak hilang selama proses bleaching. Proses degumming merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari senyawa fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin (Lin et al. 1998). Proses degumming dapat dilakukan dengan metode dry degumming atau wet degumming. Pada penelitian ini digunakan metode dry degumming karena rendemen yang dihasilkan sangat tinggi, yaitu sebesar 99.00%, mengacu pada penelitian Simatupang (2013). Setelah dilakukannya proses degumming, maka dilanjutkan dengan proses deasidifikasi atau netralisasi yang bertujuan untuk memisahkan asam lemak bebas akibat aktivitas enzim, mikroba, uap air dan oksigen setelah buah kelapa sawit dipanen dan pada saat proses degumming. Proses deasidifikasi kemudian dilanjutkan dengan proses fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan fraksi olein (70-80%) dan stearin (20-30%). Fraksi olein digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dan dapat dilihat pada Gambar 3b. 11 a Gambar 3 a) CPO b) Olein b Tabel 5 Karakteristik minyak sawit sebelum dan setelah proses pemurnian Parameter Sebelum Setelah (CPO) (Olein CPO) Kadar air (%) Kadar asam lemak bebas (%) Bilangan peroksida (mg/g ekivalen O 2 ) Bilangan Iod (%) Kandungan total karotenoid (ppm) Hasil analisis CPO sebelum dan setelah proses pemurnian dapat dilihat pada Tabel 5. Keberadaan asam lemak bebas dapat dijadikan sebagai indikator awal terjadinya kerusakan minyak akibat proses hidrolisis. Hal ini beriringan dengan naiknya kadar air setelah proses pemurnian dari 0.19% menjadi 0.25%. Kadar

26 12 asam lemak bebas CPO awal sebelum pemurnian sebesar 4.70%, dan setelah melalui proses pemurnian menurun menjadi 0.24% pada fraksi olein CPO. Penurunan kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh proses pemurnian pada tahap degumming dan deasidifikasi. Proses degumming menghilangkan adanya gum dan pengotor. Ketika proses ini berlangsung, kadar asam lemak naik menjadi 6.70% karena adanya penambahan asam fosfat sebagai bahan tambahan pembantu. Naiknya kadar asam lemak bebas membuat CPO tidak masuk dalam persyaratan yang ditentukan oleh SNI Minyak Sawit Tahap pemurnian selanjutnya adalah proses deasidifikasi yang bertujuan untuk menghilangkan kelebihan asam pada minyak sawit dengan menambahkan NaOH berlebih. Dengan begitu, kadar asam lemak bebas menurun dan berada dalam batas maksimal yang ditetapkan oleh SNI Minyak Sawit 2006 maksimal 0.5%, sebesar 0.24%. Bilangan peroksida minyak yang digunakan sebagai bahan baku memiliki kandungan bilangan peroksida yang rendah dan memungkinkan dihambatnya kerusakan senyawa karotenoid selama penyimpanan. Bilangan peroksida minyak yang digunakan pada penelitian ini sebesar 1.5 mg/g ekivalen O 2, jauh lebih rendah dibandingkan dengan bilangan peroksida pada bahan baku minyak sawit pada penelitian Simatupang 2013 sebesar mg/g ekivalen O 2. Disamping itu, bilangan Iod menurun selama proses pemurnian minyak sawit dilakukan. Bilangan Iod sebelum dan setelah proses pemurnian secara berurutan adalah 52.8% dan 51.71%. Kandungan bilangan Iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang menyusun minyak atau lemak (Faridah et al. 2012). Besarnya bilangan Iod ini masih berada dalam batas standar SNI Minyak Sawit 2006 sebesar 50-55%. Dari hasil uji asam lemak bebas, bilangan peroksida dan bilangan Iod, minyak sawit hasil proses pemurnian masuk di bawah standar SNI Minyak Sawit 2006 sehingga layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi olein dari minyak sawit, hal ini disebabkan karena kandungan karotenoid pada olein ( ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi stearin ( ppm) (Lai et al. 2012). Kandungan karotenoid pada minyak sawit fraksi olein hasil pemurnian penelitian pendahuluan lebih rendah dibandingkan dengan literatur yaitu sebesar ppm. Nilai ini dipengaruhi oleh perbedaan jenis spesies kelapa sawit atau proses pendahuluan yang dilakukan. Nilai kandungan ini dijadikan sebagai kadar karotenoid awal untuk melihat retensi penurunan karotenoid pada mikroenkapsulat minyak sawit selama proses. Reformulasi Mikroenkapsulat Minyak Sawit Reformulasi pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula terbaik dalam menurunkan kadar minyak tidak tersalut dan karakteristik mikroenkapsulat yang baik melalui analisis kimia dan fisik. Kadar minyak tidak tersalut merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan kualitas dari mikroenkapsulat minyak sawit. Pada penelitian Fasikhatun (2010) laju penurunan karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit ikut dipengaruhi oleh keberadaan minyak tidak tersalut. Kadar minyak tidak tersalut yang tinggi mengindikasikan bahwa sebagian besar minyak hanya menempel pada bagian luar dinding

27 mikroenkapsulat dan zak aktif tidak tersalut sempurna oleh bahan penyalut. Hal ini akan menyebabkan karotenoid sebagai zat aktif yang ada dalam minyak sawit tidak terlindungi dan mudah mengalami kerusakan yang berakibat menurunnya kadar karotenoid didalamnya. Pada penelitian Fasikhatun (2010) dengan metode pengeringan semprot menghasilkan mikroenkapsulat minyak sawit dengan kadar minyak tidak tersalut %. Kadar minyak tidak tersalut pada suatu produk ditentukan oleh jumlah minyak yang ditambahkan dan kemampuan bahan penyalut untuk menyalut minyak. Bahan penyalut yang digunakan pada penelitian Fasikhatun (2010) adalah maltodekstrin dan gum arab. Akan tetapi kekurangannya adalah menghasilkan kadar minyak tidak tersalut yang sangat tinggi. Dengan begitu, perlu ditambahkan bahan penyalut lain yang dapat menurunkan kadar minyak tidak tersalut. Maltodekstrin tidak memiliki sifat lipofilik, dengan metode pengeringan semprot menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, tetapi minyak yang terenkapsulasi akan memiliki daya tahan terhadap oksidasi. Gelatin adalah produk hasil hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari protein pada kulit, tulang atau jaringan binatang, seperti ikan dan binatang ternak. Sifat gelatin sebagai pembentuk film sering dimanfaatkan dalam industri pangan dan farmasi, termasuk mikroenkapsulasi. Pada proses mikroenkapsulasi gelatin dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan bahan penyalut lain seperti gum arab seperti pada penelitian Yudha (2008) pada pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit. Selain gelatin, kitosan juga dapat digunakan sebagai bahan penyalut. Kitosan digunakan dalam industri pangan dalam pembentukan film yang bersifat biodegradable dan dalam pembuatan mikrokapsul. Kitosan memiliki sifat membentuk cross-linking yang kuat sehingga dapat memerangkap suatu komponen bahan aktif didalamnya (Estevinho 2013). Tabel 6 Karakteristik reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Parameter A B C Minyak tidak tersalut (%) ± 0.22 b ± 0.40 a ± 0.67 c Kadar air (%bb) 3.50 ± 0.36 b 1.37 ± 0.01 a 1.44 ± 0.10 a Kelarutan (%) ± 0.20 a ± 0.52 a ± 0.66 a Warna L* ± 0.15 c ± 0.01 b ± 0.03 a a 2.79 ± 0.01 a 3.15 ± 0.08 b 3.96 ± 0.01 c b ±0.23 b ± 0.09 a ± 0.02 c C Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05) Analisis karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit terdiri atas analisis minyak tidak tersalut, kadar air, kelarutan dan warna. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis penyalut terhadap karakteristik akhir mikroenkapsulat minyak sawit. Dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa kadar minyak tidak tersalut pada formula B memiliki kadar terendah sebesar ± 0.40%, sementara kadar tertinggi diperoleh formula C sebesar ± 0.67%. Pengujian statistik menggunakan uji One Way ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa perbedaan bahan penyalut yang digunakan menghasilkan 13

28 14 mikroenkapsulat dengan kadar minyak tidak tersalut yang berbeda. Hasil uji One Way ANOVA analisis kadar minyak tidak tersalut dapat dilihat pada Lampiran 3 diikuti dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 8). Bahan penyalut yang digunakan pada formula B adalah maltodekstrin, gum arab dan gelatin. Berdasarkan penelitian Simanjuntak (2007) dan Simatupang (2013), gelatin berperan dalam menurunkan kadar minyak tidak tersalut mikroenkapsulat minyak sawit dengan menggunakan metode pengeringan lapis tipis. Kadar minyak tidak tersalut pada metode ini berkisar %. Gelatin termasuk dalam bahan penyalut basis protein yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat berinteraksi baik dengan emulsi oil in water. Kemampuan gelatin memerangkap minyak disebabkan karena gelatin memiliki energi adsorpsi yang tinggi dan dapat membentuk dinding mikrokapsul dengan integritas yang kuat (Estiasih 2005). Berbeda dengan formula B, formula C mengganti bahan penyalut gelatin menjadi penyalut dalam bentuk larutan kitosan 0.5%. Pada penelitian Marpaung (2014) kitosan dilarutkan dalam asam asetat glasial kemudian dicampurkan dalam suspensi penyalut (b/b). Tingginya kadar minyak tidak tersalut pada formula C dapat disebabkan karena kitosan termasuk dalam golongan makromolekul polisakarida. Kitosan diharapkan dapat menjadi penyalut kedua, setelah proses penyalutan pertama, sehingga jumlah minyak yang akan tersalut akan lebih tinggi dan proteksi terhadap komponen aktif lebih besar. Akan tetapi, karena partikel penyalutnya terlalu besar, maka terjadi pemisahan emulsi yang membuat minyak yang sudah tersalut keluar dari matriks penyalut dan meningkatkan jumlah minyak yang tidak tersalut. Tingkat kestabilan emulsi dari masing-masing formula tidak diukur secara langsung, melainkan melalui respon kadar minyak tidak tersalut pada mikroenkapsulat. Tingkat kestabilan emulsi yang rendah berpengaruh pada kadar minyak tidak tersalut yang semakin tinggi dan retensi komponen aktif yang semakin rendah (Jafari et al. 2010). Pada Tabel 6 diketahui bahwa formula B memiliki kadar air (%bb) yang paling rendah, yaitu sebesar 1.37 ± 0.01 % dan formula A memiliki kadar air yang paling tinggi sebesar 3.50 ± 0.36 %. Kadar air dipengaruhi oleh jenis penyalut yang digunakan. Mikroenkapsulat minyak sawit diharapkan memiliki kadar air yang rendah untuk mencegah terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk. Kadar air mikroenkapsulat minyak sawit ini dibandingkan dengan standar susu bubuk dalam SNI Susu Bubuk 1999 maksimal 5 %. Bahan pangan yang kadar airnya mencapai 5% atau lebih akan menyebabkan terjadinya penggumpalan setelah disimpan. Kadar air mikroenkapsulat minyak sawit dari ketiga formula masih sesuai dengan standar yang digunakan. Pengujian statistik menggunakan uji One Way ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa bahan penyalut yang digunakan menghasilkan mikroenkapsulat dengan kadar air yang berbeda antara formula B dan C dengan A. Hasil uji One Way ANOVA analisis kadar air dapat dilihat pada Lampiran 3. Formula B memiliki kadar air yang rendah karena adanya gelatin sebagai penyalut. Gelatin akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air sekitarnya, jika air dihilangkan akan terjadi pengkristalan, karna gugus hidroksil akan membentuk ikatan hidrogen dengan ikatan gugus hidroksil yang lain sesama monomer, dengan adanya gelatin maka akan semakin cepat pengkristalan dan penguapan air sehingga kadar air akan semakin rendah (Gustavo dan Canovas

29 1999). Penyerapan air atau pembentukan gel terjadi karena pengembangan molekul gelatin pada waktu pemanasan. Panas akan membuka ikatan gelatin dan cairan yang berada di sekitarnya akan masuk ke dalam struktur gelatin sehingga larutan menjadi lebih kental. Air yang ikut terperangkap dalam matriks akan sulit terlepas dengen pengeringan suhu rendah. Formula A memiliki kadar air yang paling tinggi dipengaruhi oleh sifat dari penyalut (maltodekstrin) yang memiliki sifat higroskosipitas yang sangat tinggi (Srihadi 2010). Maltodekstrin yang digunakan memiliki dextrose equivalent (DE) Nilai DE akan mempengaruhi jumlah komponen aktif atau zat inti yang bisa tersalut, semakin tinggi nilai DE maka nilai higrokosipitasnya akan semakin tinggi dan makin mudah menyerap air. Rendahnya presentase kelarutan dari suatu bubuk mikroenkapsulat dapat diduga karena adanya pengaruh bahan penyalut yang digunakan memiliki sifat kelarutan yang berbeda-beda (Syamsiah 1996). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa urutan tingkat kelarutan dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah formula A, B dan C, sebesar ± 0.20%, ± 0.52% dan ± 0.66%. Pengujian statistik menggunakan uji One Way ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa kelarutan tidak signifikan dipengaruhi oleh bahan penyalut. Hasil uji One Way ANOVA analisis kelarutan dapat dilihat pada Lampiran 3. Kecilnya pengaruh jenis penyalut disebabkan karena perbandingan penggunaan maltodekstrin dan gum arab yang lebih dominan pada semua formula, sehingga tingkat kelarutan antar formula cenderung seragam. Untuk menentukan mutu suatu bahan pangan dapat dilihat dari beberapa faktor, seperti citarasa, warna, tekstur, dan kandungan nilai gizinya. Warna suatu bahan pangan merupakan sifat fisik yang sangat penting, karena secara langsung mudah diamati oleh indera penglihatan. Pengujian warna dapat dilihat secara subyektif oleh indera penglihatan manusia maupun secara objektif dengan alat chromameter. Chromameter adalah suatu alat untuk analisis warna secara trimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan (Faridah et al. 2012). Alat ini menunjukkan nilai L*, a dan b yang merupakan sistem notasi Hunter. Warna pada mikroenkapsulat minyak sawit diperoleh dari pigmen karotenoid yang terkandung di dalam minyak sawit yang memiliki warna merah kekuningan. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa formula B memiliki tingkat kecerahan yang paling tinggi, diikuti oleh formula A dan C. Tingkat kecerahan yang paling tinggi mengindikasikan bahwa warna mikroenkapsulat semakin pucat atau mendekati putih. Hal ini dapat menunjukkan bahwa terjadi degradasi komponen karotenoid yang terdapat dalam produk yang disebabkan oleh kemampuan penyalut dalam melindungi karotenoid minyak sawit. Formula B dan A memiliki tingkat kecerahan yang tidak jauh berbeda (Tabel 6). Tingkat warna kuning yang tinggi dapat menunjukkan seberapa besar interaksi antara minyak sawit dengan bahan penyalut. Selain itu nilai C (chromatic) menunjukkan intensitas warna. Nilai a dan b yang positif pada semua formula menunjukkan bahwa mikroenkapsulat berwana kuning kemerahan. Jika dilihat dari nilai a dan b, formula C memiliki warna kuning kemerahan yang paling pekat (dibuktikan dengan nilai C yang paling tinggi). Hal ini diduga karena kadar minyak tidak tersalut pada formula C paling tinggi. Jumlah minyak yang banyak pada permukaan dapat meningkatkan nilai a dan b. Gambar hasil reformulasi 15

30 16 mikroenkapsulat dapat dilihat pada Lampiran 22. Tujuan dari reformulasi pada penelitian ini adalah menurunkan kadar minyak tidak tersalut. Formula yang digunakan untuk perlakuan pengkondisian proses homogenisasi adalah formula B dengan kadar minyak tidak tersalut paling rendah sebesar ± 0.40%, diikuti dengan kadar air 1.37 ± 0.01% dan kelarutan ± 0.52%. Formula B sebagai formula terpilih kemudian diuji kadar karotenoid total dan retensi karotenoid dibandingkan dengan olein yang digunakan. Kadar karotenoid pada formula B adalah ± 1.48 ppm dan retensi karotenoid sebesar 66.15%. Proses Homogenisasi Homogenisasi adalah proses pengecilan ukuran partikel dari fase terdispersi dan sekaligus mendistribusikan secara seragam ke dalam fase kontinyu. Homogenizer yang digunakan pada penelitian ini adalah homogenizer ultra turax tipe model Silverson L4R armfield dengan sistem kerja rotor-stator. Banyaknya industri pangan yang menggunakan homogenizer tipe ini untuk mencampurkan minyak dan air secara langsung (McClements 1999). Sistem kerja dari homogenizer ini adalah suspensi bahan dialirkan ke bagian radial opening dari sistem rotor dan dicampurkan dengan cairan pada gap diantara rotor dan stator dan berlangsung secara kontinyu sehingga terjadi proses emulsifikasi. Sistem kerja homogenizer dapat dilihat pada Gambar 4a. a b Gambar 4 a) Sistem kerja homogenizer rotor-stator b) Rotor-stator homogenizer (Weiss 2008) Karakteristik dari suatu formula dan kondisi homogenisasi memiliki efek yang sangat besar terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan (Weiss 2008). Parameter yang mempengaruhi proses homogenisasi adalah formula bahan, lamanya waktu homogenisasi, kecepatan putar homogenizer dan volume emulsi yang dihomogenisasi (McClements 1999). Keberhasilan operasi suatu proses pengolahan bergantung pada keefektifan pencampuran zat cair, dalam hal ini proses homogenisasi. Tujuannya untuk menyebarkan zat cair yang tidak dapat bercampur dengan zat cair lain, sehinga membentuk emulsi atau suspensi butiranbutiran halus. Pada penelitian ini fungsinya untuk menyebarkan minyak ke seluruh bagian pra emulsi untuk berinteraksi dengan penyalut sehingga terjadi proses enkapsulasi.

31 17 90 Suhu akhir homogenisasi ( o C) ,5 71,5 75,5 61,5 55,5 49,5 49,5 44, ml 450 ml 900 ml 1800 ml Waktu homogenisasi (menit) Gambar 5 Grafik hubungan waktu homogenisasi, volume emulsi dan suhu akhir homogenisasi Pada Gambar 5 dapat dilihat hubungan volume emulsi dan lamanya waktu homogenisasi dengan suhu akhir emulsi. Dari grafik didapatkan bahwa semakin besar volume emulsi, maka suhu akhir emulsi akan lebih rendah pada waktu homogenisasi yang sama. Panas yang dihasilkan dari kerja rotor-stator menyebar keseluruh bagian bahan dalam wadah secara konduksi dan konveksi. Dengan volume emulsi yang lebih besar perpindahan panas akan berjalan lebih lambat dan suhu tidak akan meningkat dengan cepat. Hal ini dapat dilihat pada volume emulsi 1800 ml, dimana kenaikan suhu tidak meningkat secara signifikan, beriringan dengan lamanya waktu homogenisasi yang dilakukan. Berbeda halnya ketika volume emulsi yang digunakan lebih kecil, suhu akan meningkat dengan signifikan ketika waktu homogenisasi yang dilakukan lebih lama. Pada volume emulsi 900 ml, semakin lama waktu homogenisasi suhu akhir emulsi meningkat dari O C. Suhu akhir homogenisasi diduga dapat mempengaruhi karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit yaitu kandungan total karotenoid. Kandungan total karotenoid akan dibahas pada sub bab selanjutnya. Dimensi wadah yang digunakan ikut mempengaruhi keefektifan dari proses mikroenkapsulasi. Wadah yang digunakan adalah bejana volume 500 ml, 1000 ml dan 2000 ml. Wadah 500 ml digunakan pada volume emulsi 250 ml dan 450 ml, wadah 1000 ml digunakan pada volume emulsi 900 ml dan wadah 2000 ml digunakan pada volume emulsi 1800 ml. Perubahan dimensi wadah merupakan faktor yang cukup penting dalam peningkatan skala. Intensitas dan durasi proses homogenisasi berpengaruh langsung terhadap ukuran partikel yang dihasilkan. Pada homogenizer ultra turax, masuknya bahan ke dalam radial opening akan memecah partikel menjadi ukuran yang lebih kecil, sehingga ketika waktu homogenisasi yang dilakukan lebih lama, partikel yang sudah terpecah akan kembali mengikuti siklus tersebut hingga stabil pada ukuran tertentu. Ukuran partikel yang dihasilkan dari homogenizer ultra turax adalah 2 µm (Coupland dan Tangsuphoom 2005). Intensitas siklus ini akan membuat suhu saat proses homogenisasi meningkat. Apabila dibandingkan dengan high pressure homogenizer, lamanya waktu homogenisasi dengan menggunakan ultra turax

32 18 homogenizer sama dengan perlakuan pengumpanan yang dilakukan pada high pressure homogenizer (McClements 1999). Emulsi minyak sawit yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengering semprot. Pengeringan semprot merupakan salah satu metode yang cukup aplikatif untuk diterapkan dalam skala industri dengan prinsip kerja dengan merubah bentuk suatu bahan cair (seperti larutan dan emulsi) menjadi bentuk partikel-partikel padatan akibat adanya kontak dengan udara panas pada suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat. Emulsi minyak sawit termasuk dalam larutan dengan persentase air yang tinggi. Sistem oil in water akan lebih mudah dikeringkan dengan metode ini. Pengering semprot merupakan operasi proses yang berkelanjutan (continous) yang terdiri dari beberapa tahap pengeringan, mulai dari preparasi, homogenisasi, atomisasi dan dehidrasi partikel hasil atomisasi (Estevinho 2013). Setelah dilakukan proses pembuatan emulsi minyak sawit dengan 12 perlakuan sesuai dengan rancangan percobaan yang dibuat, dilakukan analisis karakteristik emulsi dan mikroenkapsulat minyak sawit, analisis proses mikroenkapsulasi dan analisis kajian awal peningkatan skala pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit. Karakteristik Emulsi Minyak Sawit Proses homogenisasi dengan menggunakan homogenizer ultra turax telah digunakan secara luas untuk membuat emulsi dengan viskositas yang rendah maupun tinggi. Preparasi dan homogenisasi merupakan salah satu tahap menuju proses pengeringan dengan pengering semprot. Kestabilan emulsi merupakan salah satu faktor yang penting selama proses enkapsulasi. Emulsi yang diharapkan tidak hanya terkait dengan ukuran droplet akan tetapi tingkat kestabilannya cukup tanpa terjadinya koalesen atau flokulasi, sehingga komponen aktif yang berada dalam penyalut terlindungi secara maksimal (Jafari et al. 2010). Emulsi yang telah dibuat pada volume tertentu dengan waktu homogenisasi yang berbeda-beda tidak mengalami pemisahan emulsi hingga 6 jam pada suhu ruang. Pemisahan emulsi ditandai dengan adanya pemisahan emulsi dan air. Kestabilan emulsi dapat dilihat pada Tabel 7. Waktu pengamatan tingkat kestabilan emulsi diasumsikan sebagai waktu tunggu (holding) emulsi sebelum memasuki tahap pengeringan dan selama proses pengeringan berlangsung dengan tidak ada pemberian perlakuan apapun. Kestabilan juga ikut dipengaruh oleh interaksi sterik pada emulsi. Pada sistem emulsi oil in water seperti pada penelitian ini, droplet minyak akan dilapisi oleh bahan penyalut dan emulsifier yang memiliki gugus muatan yang sama. Ketika dua droplet emulsi berdekatan, maka akan terjadi gerak penolakan dari satu droplet ke droplet lain sehingga jarak antar droplet akan dipertahankan tetap dan penggabungan membentuk droplet yang lebih besar dapat dicegah (McClements 2004). Bahan penyalut yang digunakan ada yang berperan ganda, seperti gum arab yang berfungsi sebagai penyalut dan emulsifier. Selain itu, gelatin juga dapat meningkatkan viskositas yang membantu mempertahankan stabilitas emulsi. Pengering semprot yang digunakan memiliki laju alir bahan 8.3 ml/menit, sehingga untuk mengeringkan 500 ml emulsi dibutuhkan waktu 60 menit proses

33 pengeringan. Volume terbesar yang digunakan adalah 1800 ml dan membutuhkan waktu proses pengeringan selama 3.5 jam atau 216 menit. Emulsi hasil proses homogenisasi harus stabil sebelum dan selama proses pengeringan berlangsung. Tingkat kestabilan emulsi minyak sawit mencukupi selama holding dan proses pengeringan berlangsung. Tabel 7 Kestabilan emulsi minyak sawit (%) 19 Volume (ml) Waktu Waktu Pengamatan (jam) Homogenisasi (menit) Kestabilan emulsi (%) ,72 62,8 63,64 63,64 59,89 59,09 59,98 56,59 54,77 52,28 50, Volume bahan (ml) 5' 10' 15' Gambar 6 Kestabilan emulsi terhadap panas dan sentrifugasi Lamanya waktu homogenisasi pada kecepatan putar yang sama berpengaruh pada tingkat kestabilan emulsi (Kailaku et al 2012). Tingkat kestabilan juga diukur dengan menggunakan pengaruh panas dan sentrifugasi. Tingkat kestabilan emulsi dapat dilihat pada Gambar 6 yang menunjukkan bahwa semakin lama waktu homogenisasi maka akan semakin meningkat kestabilan emulsi pada volume yang semakin meningkat. Kondisi ini terkait dengan distribusi penyalut dan emulsifier yang digunakan semakin merata dengan semakin lamanya waktu homogenisasi sehingga akan meningkatkan kemampuan pengikatan air oleh penyalut dan emulsifier dan menghasilkan emulsi yang stabil. Tingkat kestabilan emulsi yang rendah berpengaruh pada kadar minyak tidak tersalut yang semakin tinggi dan retensi komponen aktif yang semakin rendah (Jafari et al. 2010).

34 20 Pengujian statistik menggunakan uji ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi berpengaruh signifikan terhadap kestabilan emulsi minyak sawit. Hasil uji ANOVA analisis kestabilan emulsi minyak sawit dapat dilihat pada Lampiran 16. Pada penelitian ini dilakukan uji karotenoid pada emulsi sebelum dilakukan tahap pengeringan. Pada Gambar 7 teramati bahwa semakin lama waktu homogenisasi pada setiap volume emulsi, terjadi penurunan kadar karotenoid. Hal ini disebabkan karena adanya efek panas yang timbul akibat gesekan emulsi dengan rotor-stator pada homogenizer ultra turax. Komponen karotenoid dapat terdegradasi akibat adanya panas, cahaya dan oksigen (Tan dan Nakajima 2005). Pengujian statistik menggunakan uji ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi berpengaruh signifikan terhadap kadar karoten emulsi minyak sawit. Hasil uji ANOVA analisis kadar karoten emulsi minyak sawit dapat dilihat pada Lampiran 17. Kadar karotenoid emulsi (ppm) ,72 98,74 96,93 92,82 94,72 94,73 94,37 89,82 83,46 77,16 78,99 65, Volume (ml) Gambar 7 Kadar karotenoid emulsi minyak sawit 5' 10' 15' Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit Kadar air dan a w Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah maupun berat kering. Pengujian statistik menggunakan uji ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar air mikroenkapsulat minyak sawit. Hasil uji ANOVA analisis kadar air dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa data kadar air mikroenkapsulat yang dihasilkan fluktuatif pada rentang %. Kadar air mikroenkapsulat minyak sawit ini akan dibandingkan dengan standar susu bubuk dalam SNI sebesar maksimal 5 %. Kadar air mikroenkapsulat minyak sawit dengan pengkondisian proses homogenisasi masih sesuai dengan standar yang digunakan. Nilai kadar air ini didukung oleh penelitian Fasikhatun (2010) pada produk mikroenkapsulat minyak sawit berkisar (%bk). Menurut Reniccius (2004) dalam Yuliani et al. (2007) kadar air yang dihasilkan dengan pengering semprot berkisar pada 2-6%.

35 Kadar air lebih dipengaruhi oleh interaksi antar bahan dalam formula, kondisi proses pengeringan dan kondisi penyimpanan. Kadar air berperan dalam perubahan matriks penyalut dari mikroenkapsulat minyak sawit. Hal ini akan mempengaruhi distribusi minyak didalamnya sehingga akan terbentuk jalan bagi oksigen untuk bertemu dengan minyak yang dapat menyebabkan oksidasi lemak (Valesco 2003). Data kadar air yang fluktuatif dipengaruhi oleh kondisi suhu inlet dan outlet pada pengering semprot yang tidak dapat dikontrol pada satu suhu tertentu melainkan berada dalam range yang naik dan turun selama proses pengeringan berlangsung. Suhu inlet pengering semprot berkisar O C dan suhu outlet pengering semprot O C. Pada penelitian Frascareli (2012), jika suhu inlet dari pengering semprot kurang dari 175 O C maka kadar air dari produk yang dihasilkan memiliki kadar air yang rendah, sedangkan jika berada pada suhu di atas 175 O C akan menghasilkan kadar air yang tinggi. Pada saat suhu inlet 175 O C, akan terjadi perbedaan suhu antara produk yang dialirkan dengan udara panas yang berada dalam chamber. Pada saat kontak ini berlangsung, terjadi perpindahan panas dan massa yang lebih besar, hal ini membuat proses evaporasi air akan berlangsung lebih besar. Berbeda hal yang terjadi apabila suhu inlet berada di atas 175 O C. Suhu ini dapat meningkatkan kadar air yang disebabkan pembentukan dinding yang terlalu cepat, sehingga menyulitkan difusi air di dalam partikel bubuk mikroenkapsulat minyak sawit. Pada penelitian Yuliani et al. (2007) dan Mardaningsih (2012), suhu inlet pengering semprot mempengaruhi kadar air dari produk, semakin tinggi suhu inlet pengering semprot, maka akan semakin rendah kadar airnya. Tabel 8 Kadar air dan a w mikroenkapsulat minyak sawit Volume (ml) Waktu (menit) Kadar Air (%bb) a w ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.03 Activity of water (a w ) menunjukkan jumlah air bebas yang ada di dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan. Nilai a w pangan dapat dihitung dengan membagi tekanan uap air dengan tekanan uap air murni. Pada produk pangan a w sangat mempengaruhi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan kerusakan produk. Pada a w sekitar 0.2 dan 0.3 kemungkinan terjadinya oksidasi lemak sangat kecil (Velasco 2003). Kualitas produk bubuk dapat dipengaruhi oleh perubahan a w selama proses produksi dan penyimpanan. 21

36 22 Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa a w dari bubuk mikroenkapsulat yang dihasilkan berada di sekitar Pada produk tepung, a w dibawah 0.7 masih dapat diterima sebagai produk yang baik (Kusnandar 2010). Pada rentang nilai a w ini, bahan penyalut diduga memiliki sifat glassy, yaitu memiliki laju pelepasan komponen aktif dari dalam mikroenkapsulat rendah (Yuliani et al. 2007). Pengujian statistik menggunakan uji ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai a w akhir mikroenkapsulat minyak sawit. Hasil uji ANOVA analisis kadar a w dapat dilihat pada Lampiran 10. Kelarutan Kelarutan merupakan salah satu karakteristik yang baik untuk menentukan kualitas dari suatu produk bubuk. Pada umumnya, air digunakan sebagai media pelarut pada produk mikroenkapsulat minyak sawit. Mikroenkapsulat minyak sawit dapat berbentuk bubuk maupun granula dapat dikonsumsi sebagai campuran atau premix. Pada dunia pharmaceutical, mikroenkapsulat yang masuk ke dalam tubuh akan lebih mudah larut dengan air karena sebagain besar komponen dalam tubuh adalah air. Kelarutan sangat dipengaruhi oleh kadar air dari suatu bahan. Pada penelitian Novia (2009), penurunan kelarutan seiring dengan peningkatan kadar air mikroenkapsulat minyak sawit selama penyimpanan. Mikroenkapsulat minyak sawit diharapkan memiliki tingkat kelarutan yang tinggi. Tabel 9 Kelarutan mikroenkapsulat minyak sawit Volume (ml) Waktu (menit) ± 1.53 a ± 0.51 a ± 0.99 a ± 0.48 a ± 0.98 a ± 0.39 a ± 0.62 a ± 0.81 a ± 0.21 a ± 0.27 a ± 0.45 a ± 0.69 a Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05) Nilai rata-rata hasil kelarutan mikroenkaspulat dapat dilihat pada Tabel 9. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kelarutan yang dihasilkan berkisar %. Berdasarkan data ini dapat dikategorikan bahwa mikroenkapsulat memiliki tingkat kelarutan yang tinggi karena berada diatas 94-95% sesuai dengan penelitian Mardaningsih (2012) pada kelarutan produk bubuk klorofil Alfalfa dengan penyalut maltodekstin dan penelitian Yuliani et al. (2007) pada produk mikrokapsul oleoresin jahe dengan bahan penyalut maltodekstrin dan natrium kaseinat. Pengujian statistik menggunakan uji ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kelarutan mikroenkapsulat minyak sawit. Hasil uji ANOVA analisis kelarutan dapat dilihat pada Lampiran 11. Intensitas waktu homogenisasi mempengaruhi ukuran partikel dari emulsi (McClements 1999). Semakin lama waktu homogenisasi maka ukuran partikel

37 dari emulsi dan mikroenkapsulat akan menurun yang menyebabkan tingkat kelarutan akan semakin tinggi (Iswari 2007). Ukuran partikel yang semakin kecil akan meningkatkan luas permukaan pada mikroenkapsulat sehingga kontak dengan medium pelarut akan semakin besar dan memudahkan kelarutan bahan. Lamanya waktu homogenisasi diduga mempengaruhi tingkat kelarutan mikroenkapsulat pada suhu ruang. Akan tetapi proses homogenisasi dengan kecepatan 8000 rpm pada waktu homogenisasi yang semakin lama belum merubah ukuran partikel. Hal ini didukung dengan penelitian Kailaku et al. (2007) yang menyatakan lamanya waktu homogenisasi dengan menggunakan homogenizer ultra turax dengan intensitas rpm memiliki ukuran partikel yang tidak berbeda signifikan. Kandungan dan Retensi Total Karotenoid Mikroenkapsulat Minyak Sawit Karotenoid dari minyak sawit dapat diabsorbsi lebih baik dibandingkan dengan sumber nabati lain karena karotenoid berada dalam medium minyak. Komponen karotenoid yang mudah mengalami kerusakan akibat panas dan oksidasi perlu dilindungi, salah satunya dengan metode mikroenkapsulasi. Kadar total karotenoid diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri. 23 Kadar total karoten (ppm) ,52 331,78 272,37 371,71 356,2 336,41 339,62 383,29 363,99 316,29 300,66 256, Volume (ml) 5' 10' 15' Gambar 8 Kadar total karotenoid pada mikroenkapsulat minyak sawit Lamanya waktu homogenisasi yang dilakukan pada volume emulsi tertentu mempengaruhi kadar karotenoid pada mikroenkapsulat minyak sawit. Berdasarkan hasil analisis, terjadi penurunan kandungan total karotenoid pada mikroenkapsulat jika dibandingkan dengan total karotenoid awal olein minyak sawit, yaitu sebesar ± 4.45 ppm. Mikroenkapsulat memiliki kandungan total karotenoid sebesar ppm. Dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa pada skala volume 250 ml, semakin lama waktu homogenisasi yang dilakukan maka kadar karotenoid pada mikroenkapsulat akan semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin lama waktu homogenisasi, suhu dari emulsi akan semakin meningkat dan karotenoid mudah rusak karena panas. Akan tetapi, pada skala volume 450 ml, kadar karotenoid ikut dipengaruhi oleh jumlahnya minyak tidak tersalut. Semakin lama waktu homogenisasi, jumlah kadar minyak tidak

38 24 tersalut akan semakin menurun, sehingga jumlah minyak yang tersalut akan semakin banyak. Jumlah minyak yang semakin banyak pada produk akan meningkatkan kadar total karotenoid (Yanuwar 2007). Tabel 10 Kadar karotenoid dan total karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit Volume (ml) Waktu (menit) Karotenoid minyak mikroenkapsulat (ppm) Retensi karotenoid (%) Karotenoid bubuk mikroenkapsulat (ppm) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.05 Nilai retensi karotenoid adalah perbandingan antara kadar karotenoid yang tedapat pada minyak sawit awal (dalam hal ini fraksi olein yang digunakan sebagai bahan baku) dengan kandungan karotenoid pada produk akhir mikroenkapsulat dikali dengan seratus persen. Retensi karotenoid lebih dipengaruhi oleh lamanya waktu homogenisasi yang berakibat naiknya suhu emulsi. Kadar total dan retensi karotenoid dapat dilihat pada Tabel 10. Retensi karotenoid berada berada pada range %. Retensi kandungan karotenoid diduga dipengaruhi oleh keberadaan kandungan minyak tidak tersalut yang berada pada produk. Semakin banyak minyak yang dapat disalut, maka perlindungan kandungan karotenoidnya akan semakin meningkat karena semakin banyaknya sumber komponen aktif yang dilindung oleh matriks penyalut. Pengujian statistik menggunakan uji ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kadar karotenoid dan retensi total karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit. Hasil uji ANOVA analisis kadar dan retensi total karotenoid dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit Mikroenkapsulasi adalah suatu metode penyalutan suatu komponen aktif yang berbentuk cair, padat atau gas dengan material bahan penyalut seperti karbohidrat, protein maupun lemak (Arshady 1993 ; Agnihotri 2012). Proses mikroenkapsulasi pada pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit tidak hanya terjadi ketika proses homogenisasi berlangsung tetapi ikut dipengaruhi oleh proses pengeringan dengan pengering semprot.

39 Minyak tidak tersalut adalah minyak yang tidak terlindungi secara sempurna oleh matriks penyalut atau hanya menempel pada dinding bagian luar penyalut. Tingginya minyak tidak tersalut akan mengakibatkan mikroenkapsulat minyak sawit yang dihasilkan tampak berminyak. Apabila pada dinding bagian luar mikroenkapsulat masih terdapat banyak minyak yang tidak tersalut, ada kemungkinan jika mikroenkapsulat mendapatkan tekanan, minyak yang berada di dalam mikroenkapsulat akan keluar. Selain itu, dengan keberadaan minyak tidak tersalut, bahan inti sangat mudah terpapar oleh udara, sehingga dapat mempercepat kerusakan produk (Supriyadi 2013). Minyak tidak tersalut dapat memediasi terjadinya reaksi oksidasi yang dapat menurunkan kandungan karotenoid. Minyak tidak tersalut erat kaitannya dengan efisiensi proses penyalutan. 25 Kadar minyak tidak tersalut (%) ,16 12,13 11,99 11,14 10,95 11,38 9,77 10,1 9,22 9,04 9, Volume (ml) 11,68 5' 10' 15' Gambar 9 Kadar minyak tidak tersalut mikroenkapsulat minyak sawit Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu homogenisasi, maka kadar minyak tidak tersalut akan cenderung menurun. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hal tesebut. Pada volume 250 sampai 900 ml, penurunan kadar minyak tidak tersalut beriringan dengan lamanya waktu homogenisasi. Pada saat proses enkapsulasi atau penyalutan minyak dengan suspensi penyalut, homogenizer membantu untuk mengecilkan ukuran droplet minyak kemudian suspensi penyalut akan mengelilingi droplet minyak. Lamanya waktu homogenisasi akan membuat waktu kontak antara suspensi penyalut dengan minyak akan semakin intens sehingga proses penyalutan akan berlangsung lebih baik. Ketika volume dinaikkan hingga 900 ml, waktu homogenisasi selama 15 menit akan berpengaruh nyata pada kadar minyak tidak tersalut. Akan tetapi ketika volume kembali dinaikkan hingga 1800 ml, kadar minyak tidak tersalut antara waktu homogenisasi 5, 10 dan 15 menit tidak berbeda nyata, yaitu sebesar ± 11%. Mikroenkapsulat diharapkan memiliki kandungan minyak tidak tersalut serendah mungkin. Untuk mendapatkan kadar minyak tidak tersalut yang lebih rendah, dibutuhkan waktu yang lebih lama pada volume yang lebih besar. Efisiensi dipengaruhi oleh total padatan, total minyak dan suhu inlet dari pengering semprot. Kadar minyak tidak tersalut akan mempengaruhi efisiensi proses mikroekapulasi terhadap kadar minyak total yang ada dalam mikroenkapsulat. Semakin rendah kadar minyak tidak tersalut membuktikan

40 26 bahwa proses enkapsulasi (proses homogenisasi) berlangsung dengan baik. Mikroenkapsulat diharapkan memiliki efisiensi penyalutan yang baik, dimana zat aktif seharusnya tersalut secara sempurna oleh bahan penyalut. Apabila minyak tidak tersalut lebih banyak dibandingkan minyak yang tersalut berarti bahwa minyak sawit hanya menempel pada bagian dinding luar mikroenkapsulat. Hal ini akan menyebabkan kerusakan dan hilangnya karotenoid dalam mikroenkapsulat dan tujuan perlindungan komponen aktif menjadi tidak efisien. Pada Tabel 11 ditunjukkan hasil analisis kadar minyak tidak tersalut, kadar minyak total dan efisiensi proses penyalutan. Dapat diketahui bahwa semakin lama waktu homogenisasi, kadar minyak tidak tersalut akan semakin menurun dan efisiensi proses akan meningkat. Efisiensi dapat dilihat dari seberapa banyak minyak yang berhasil disalut secara sempurna. Tabel 11 Kadar minyak tidak tersalut dan efisiensi proses mikroenkapsulasi Volume (ml) Waktu Kadar minyak Kadar minyak (menit) total (%) tidak tersalut (%) Efisiensi (%) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± Proses pengeringan semprot ikut mempengaruhi kadar minyak tidak tersalut mikroenkapsulat. Suhu inlet dan kecepatan alir bahan dari pengering semprot dapat mempengaruhi kadar minyak tidak tersalut. Menurut Dobry et al. (2009), diketahui bahwa semakin tinggi suhu inlet dan kecepatan alir bahan, dapat menyebabkan perbedaan tekanan di bagian dalam dan luar mikroenkapsulat yang mempengaruhi morfologi partikel yang dihasilkan. Pada pengering semprot juga dapat terjadi persitiwa ballooning yang merupakan proses penggelembungan partikel akibat pembentukan uap air atau udara yang berada dalam mikroenkapsulat. Peristiwa ini juga terjadi jika ada ketidaksesuain antara karakteristik bahan pengkapsul dan kondisi pengering semprot (Yuliani et al. 2007). Apabila bahan pengkapsul tidak dapat menahan tekanan dari dalam partikel, dinding akan retak bahkan pecah dan partikel akan mengempis (kisut). Peristiwa ini dapat menyebabkan minyak yang berada didalamya keluar dan menempel pada partikel yang sudah kering dan tersalut sempurna. Kondisi homogenisasi yang optimal dapat membantu meminimalisir terbentuknya retak pada pembentukan dinding kapsul akibat kondisi dari pengering semprot.

41 Pengeringan dengan menggunakan pengering semprot mempengaruhi efisiensi enkapsulasi. Pengeringan yang cepat dapat meningkatkan efisiensi akan tetapi dapat juga mempengaruhi kandungan karotenoid yang berada dalam mikroenkapsulat. Untuk pengeringan semprot, hal yang perlu lebih diperhatikan terkait efisiensi proses adalah rendemen. Pengeringan semprot menghasilkan produk bubuk dengan kualitas yang baik. Pada penelitian ini digunakan pengering semprot Buchi 190 Mini Spray Dryer yang menghasilkan rendemen %. Rendemen dipengaruhi oleh proporsi minyak dan total padatan pada bahan. Perbandingan jumlah minyak dan jumlah total padatan pada semua perlakuan adalah sama, hanya ditingkatkan saja volume emulsinya. Rendemen juga terkait dengan karakteristik dari penyalutnya (Yanuwar 2007). Pada penelitian ini digunakan penyalut maltodekstrin, gum arab dan gelatin. Gelatin akan membantu membentuk ikatan yang lebih kuat terhadap air sehingga proses pengeringan dapat terhambat. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan mikrokapsul tidak dapat dipisahkan sehingga tertinggal pada tabung pengering (Yanuwar 2007). Pengujian statistik menggunakan uji ANOVA pada taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa lamanya waktu homogenisasi berpengaruh signifikan terhadap kadar minyak tidak tersalut dan efisiensi proses penyalutan, sedangkan tidak pada peningkatan volume emulsi. Hasil uji ANOVA analisis minyak tidak tersalut dan efisiensi proses penyalutan dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Kajian Awal Peningkatan Skala Peningkatan skala memiliki makna memperluas, replikasi, adaptasi dan mempertahankan formula meskipun tidak identik (Scoot et al. 2013). Perangkat pertama yang berguna dalam suatu peningkatan skala adalah pengembangan diagram alir proses yang menunjukkan laju produksi yang diinginkan dan materi yang dibutuhkan pada setiap proses. Langkah selanjutnya dilakukan uji coba terhadap peralatan yang menjadi titik kritis dalam suatu rangkaian proses. Proses homogenisasi dalam pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit merupakan proses yang paling kritis disamping proses pengeringan semprot. Hal ini disebabkan terjadi proses pengecilan ukuran partikel dan distribusi partikel ke seluruh bagian emulsi hingga membentuk emulsi yang stabil. Selain itu proses penyalutan minyak sawit dengan penyalutnya juga terjadi pada tahap ini. Penggunaan alat ikut mempengaruhi keefektifan dari proses. Pada penelitian ini digunakan homogenizer ultra turax dengan sistem batch. Pada kajian awal peningkatan skala proses mikroenkapsulasi akan dilihat respon perubahan volume emulsi (diikuti dengan perubahan geometrik wadah) disertai dengan peningkatan waktu homogenisasi terhadap karakteristik emulsi minyak sawit, dalam hal ini kestabilan dan kadar karoten emulsi. Model persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kestabilan dan kadar karotenoid emulsi apabila dilakukan perubahan volume emulsi serta waktu homogenisasi pada skala yang lebih besar dalam penelitian ini. Pengujian statistik menggunakan uji regresi linearitas ANOVA pada taraf signifikansi 5% didapatkan prediksi persamaan kestabilan emulsi dan kadar karoten emulsi yang ditunjukkan pada persamaan 11 dan

42 28 Hasil uji statistik dengan menggunakan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 18 dan 19. Model persamaan kestabilan emulsi minyak sawit : Kestabilan emulsi (%) = V t x10-5 V 2 (11) Model persamaan kadar karoten emulsi minyak sawit : Kadar karoten (ppm) = V t x10-5 V 2 (12) Keterangan : V = volume emulsi (ml) t = waktu homogenisasi (menit) Model persamaan 11 dan 12 dapat digunakan untuk mengetahui prediksi kestabilan emulsi dan kadar karotenoid emulsi. Tingkat kestabilan emulsi memiliki hubungan negatif terhadap kadar karotenoid, apabila tingkat kestabilan emulsi meningkat (tinggi), maka kadar karotenoid cenderung menurun, begitupula sebaliknya. Pada model persamaan diatas, peningkatan volume emulsi dapat menurunkan tingkat kestabilan akan tetapi dapat meningkatkan kadar karotenoid emulsi, sedangkan peningkatan lamanya waktu homogenisasi dapat meningkatkan kestabilan dan juga menurunkan kadar karotenoid emulsi. Pada persamaan 11 dapat diketahui bahwa kestabilan emulsi akan semakin meningkat pada volume emulsi yang lebih kecil dan waktu homogenisasi yang ditingkatkan, akan tetapi karena persamaan ini digunakan sebagai kajian awal peningkatan skala, maka ketika volume ditingkatkan, maka kecenderungan kestabilan emulsi akan menurun, sehingga diperlukan waktu homogenisasi yang lebih lama untuk tetap mempertahankan atau meningkatkan kestabilan emulsi. Waktu homogenisasi yang lebih lama akan meningkatkan intensitas distribusi penyalut dan emulsifier yang digunakan akan semakin merata sehingga meningkatkan kemampuan pengikatan air oleh penyalut dan emulsifier sehingga menghasilkan emulsi yang lebih stabil (Kailaku et al 2012). Kestabilan emulsi akan meningkat seiring meningkatnya waktu homogenisasi akan tetapi mempengaruhi kadar karotenoid pada emulsi. Persamaan 12 menunjukkan bahwa seiring meningkatnya volume emulsi, maka kadar karotenoid emulsi akan ikut meningkat diiringi penurunan lamanya waktu homogenisasi. Lamanya waktu homogenisasi akan meningkatkan suhu dan menimbulkan panas yang dapat mendegradasi senyawa karotenoid yang sensitif terhadapnya, akan tetapi dengan meningkatnya volume emulsi yang lebih besar, perpindahan panas berjalan lebih lambat sehingga suhu emulsi tidak akan meningkat secara signifikan dan tidak cukup mempengaruhi penurunan kadar karotenoid. Waktu homogenisasi memegang peranan penting untuk mendapatkan emulsi dengan tingkat kestabilan emulsi yang tinggi diiringi dengan kadar karotenoid emulsi yang juga tinggi. Proses homogenisasi dengan menggunakan sistem batch memungkinkan untuk digunakan pada skala pilot plan maupun skala industri. Hal ini disebabkan

43 karena ukuran bejana dapat dibuat dengan menggunakan perbandingan secara geometrik terhadap ukuran bejana pada skala laboratorium. Menurut Valentas (1991), perbesaran skala dengan perbandingan geometrik dapat diterapkan pada proses mixing dan homogenisasi dengan mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya adalah faktor yang harus tetap dalam keadaan konstan, ukuran dari rotor-stator, kecepatan rotor dan waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Prinsip persamaan geometri ini adalah landasan peningkatan skala yang paling banyak digunakan. Pada penelitian ini digunakan bejana plastik dengan ukuran volume 500 ml, 1000 ml dan 2000 ml. Wadah yang digunakan memiliki kelipatan terhadap volume. Ukuran dan perbandingan rotor-stator pada homogenizer dibuat tetap. Ukuran rotor-stator yang digunakan sebenarnya ikut dipengaruhi oleh peningkatan skala ini. Pada penelitian Mubarok (2010) digunakan perbandingan geometrik ukuran rotor terhadap stator dan diameter wadah dengan rotor yang dibuat tetap terhadap proses emulsifikasi emulsi minyak sawit. Proses emulsifikasi yang tepat akan menghasilkan emulsi dengan karakteristik yang baik (kandungan karotenoid tinggi) dan stabil, sehingga proses pengeringan semprot yang dilakukan sebagai tahap selanjutnya akan berjalan lebih efektif dan menghasilkan mikroenkapsulat dengan kualitas yang baik. Emulsi yang diharapkan tidak hanya terkait dengan ukuran droplet akan tetapi tingkat kestabilannya cukup tanpa terjadinya koalesen atau flokulasi selama waktu tunggu atau proses selanjut yang akan dilakukan (dalam penelitian ini adalah proses pengeringan dengan pengering semprot), sehingga memaksimalkan komponen aktif yang berada dalam penyalut selama proses pengeringan berlangsung (Jafari et al. 2010). Emulsi yang dihasilkan stabil pada waktu 6 jam saat penyimpanan. Waktu ini dianggap sebagai waktu tunggu sebelum dan selama proses pengeringan berlangsung. Tingkat kestabilan emulsi yang rendah berpengaruh pada kadar minyak tidak tersalut yang semakin tinggi dan retensi komponen aktif yang semakin rendah (Jafari et al. 2010). Respon hasil mikroenkapsulat hasil pengering semprot yang berpengaruh terhadap faktor peningkatan volume dan lamanya waktu homogenisasi adalah minyak tidak tersalut, efisiensi mikroenkapsulasi dan kadar karotenoid pada mikroenkapsulat. Pada proses pengeringan semprot, bahan penyalut yang memiliki karakteristik viskoelastis yang rendah dapat menyebabkan terbentuknya cracks pada dinding penyalut (Jafari et al. 2010). Kondisi suhu inlet pengering semprot akan mempengaruhi penguapan udara atau uap air yang berada di dalam droplet emulsi, pada suhu yang tinggi air akan keluar dan membentuk ruang kosong, apabila dinding dari bahan penyalut elastis, maka akan terjadi perubahan struktur morfologi dari partikel yang dihasilkan dan berpengaruh terhadap karakteristik mikroenkapsulat. Jafari et al. (2010) menyatakan bahwa komposisi emulsi, kondisi pengering semprot dan ukuran droplet emulsi yang sama akan menghasilkan efisiensi enkapsulasi yang sama. Pengering semprot merupakan operasi proses yang berkelanjutan (continous) yang terdiri dari beberapa tahap pengeringan, mulai dari preparasi, homogenisasi, atomisasi dan dehidrasi partikel hasil atomisasi. Pengering semprot yang digunakan dikategorikan sebagai pengering semprot skala laboratorium. Dalam waktu satu jam, pengering semprot ini dapat mengeringkan emulsi sebanyak 500 ml, dengan demikian kecepatan laju alir pengering semprot sebesar 29

44 ml/menit. Kecepatan laju alir pada pengering semprot sangat menentukan keefisienan dan keefekifan dari proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit. Dengan mengkombinasikan peningkatan skala volume emulsi pada saat proses homogenisasi dengan laju alir bahan saat proses pengeringan akan meningkatkan keefektifan dan keefisienan dari rangkaian proses pembuatan mikroenkapsulat. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Formula mikroenkapsulat dengan bahan penyalut maltodekstrin, gum arab dan gelatin dapat digunakan pada produksi mikroenkapsulat dalam skala lebih besar pada penelitian ini. Kondisi homogenisasi mempengaruhi kualitas dan karakteristik dari emulsi dan mikroenkapsulat minyak sawit. Karakteristik emulsi meliputi stabilitas dan kadar total karotenoid dipengaruhi oleh lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi. Lamanya waktu homogenisasi dan peningkatan volume emulsi tidak mempengaruhi karakteristik kadar air, a w dan kelarutan dari mikroenkapsulat minyak sawit secara signifikan, akan tetapi mempengaruhi kandungan minyak tidak tersalut dan efisiensi proses mikroenkapsulasi. Saran Penelitian ini tidak terlepas dari beberapa kendala dan masih memerlukan masukan dan perbaikan. Saran yang diberikan untuk penelitian ini adalah perlunya dilakukannya optimasi lamanya waktu homogenisasi terhadap peningkatan volume emulsi dan analisis lanjut peningkatan skala mikroenkapsulat minyak sawit dengan menggunakan pengering semprot untuk diaplikasikan pada skala industri.

45 31 DAFTAR PUSTAKA Arshady R Micocapsules for food. J. Microencapsulaion 1993 vol 10 No Agnihotri N, R Mishra, C Goda, M Arora Microencapsulation A Novel Approach in Drug Delivery : A Review. Indo Global Journal of Pharmaceutical 2012 : 2(1) : 1-20 [AOAC] Association of Official Analytical Chemist Official Methods of Analysis of AOAC International. Washington DC : AOAC International [BSN] Badan Standardisasi Nasional Susu Bubuk Jakarta : Badan Standardisasi Nasional Badan Standardisasi Nasional Minyak kelapa sawit mentah (Crude palm oil) SNI Jakata : Badan Standardisasi Nasional Coupland JN, Tangsuphoom N Effect of heating and homogenization on the stability of coconut milk emulsion. J Food Sci. 70 (8) : Dorby DE, DM Settell, JM Baumann, RJ Jay, LJ Graham, RA Beyerinck. A model-base methodology for spray-drying process development J Pharm Innov DOI /s Ermawati T, Y Septia Kinerja Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdangan Vol. 7 No. 2. Estevinho BN et al Microencapsulation with chitosan by spray drying for industry applications. Trends in Food Science & Techonology J 31 : Estiasih T, M. Adnan, Tranggono, Suparno Pengaruh komposisi lapisan pada permukaan globula minyak emulsi sebelum pengeringan semprot terhadap sifat-sifat mikrokapsul trigliserida kaya asam lemak ω-3. Jurnal Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XVI No. 1 Tahun Fardiaz D et al Petunjuk Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB Faridah DN et al. Penuntun Praktikum : Analisis Pangan. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Fasikhatun T Pengaruh konsentrasi maltodekstrin dan gum arab terhadap karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit merah dengan metode spray drying [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Frascareli EC, VM Silva, RV Tonon, MD Hubinger Effect of process conditions on the microencapsulation of coffee oil by spray drying. J Food and Bioproducts Processing 90 (2012) Gusnidar T, M Singgih, S Priatni, SAE, T Suciati Enkapsulasi dan stabilitas pigmen karotenoid Neurospora intermedia N-1. J Manusia dan lingkungan Vol. 18 No. 3 Nov : Gustavo V dan B Canovas Food Powders : Physical Properties, Processing and Functionality. Texas (US) : Springer Publisher Helena BR Pengawasan Mutu Dalam Proses Pemurnian Minyak Sawit Kasar di PT. Sinar Meadow International Indonesia Jakarta[laporan magang]. Bogor : Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

46 32 Herman S Masalah Kurang Vitamin A (KVA) Dan Prospek Penanggulangannya. Media Litbang Kesehatan Vol. XVII (4) Hutching, JB Food Color and Appearance. Di dalam : Simanjuntak M Optimasi Formula Mikroenkapsulat Minyak Sawit Merah Menggunakan Maltodekstrin, Gelatin, dan Carboxymethyl Cellulose Dengan Proses Thin Layer Drying [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor Iswari K Kajian Pengolahan Bubuk Instant Wortel Dengan Metode Foam Mat Drying. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol Jafari SM, Y He, B Bhandari Encapsulation of Nanoparticles of d- Limonene by Spray Drying : Role of Emulsifier and Emulsfying Techniques. J Drying Technology Vol. 25 Issue 6 Kailaku SI, T Hidayat, DA Setiabudy Pengaruh Kondisi Homogenisasi Terhadap Karakteristik Fisik dan Mutu Santan Selama Penyimpanan. Jurnal Litri 18(1) Maret 2012 Hlmn Komari Efisiensi enkapsulasi dan model rilis vitamin C yang dienkapsulasi dengan teknik polymer deposition. Prosiding Seminar Tek. Pangan 1997 Kusnandar F Kimia Pangan. Jakarta : Dian Rakyat. Lai O, Tan C, Akoh CC Palm Oil : Production, Processing, Characterization, and Uses [editorial]. New York (US) : AOCS Press. Levin M Pharmacetical Process Scale-Up Second Edition. USA : Taylor & Fracis Grup, LLC Lin L, KC Rhee, SS Koseoglu Recent Progress in Membrane Degumming of Crude Vegetable Oil on a Pilot-Plant Scale. Texas (US): Food Protein R&D Center, Texas A&M University. Mardaningsih, F, MAM Andriani, Kawiji Pengaruh Konsentrasi Etanol dan Suhu Spray Dryer Terhadap Karakteristik Bubuk Klorofil Daun Alfalfa Dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin. Jurnal Teknosains Pangan Vol. 1 No. 1 Oktober Marpaung YG Teknologi pembuatan minuman nanoemulsi kaya β- karotenoid dari minyak sawit dengan high-pressure homogenizer [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Mas ud F, TR Muchtadi,P Hariyadi, T Haryati Optimasi proses deasidifikasi untuk meminimalkan kerusakan Karotenoid dalam permunian minyak sawit (Elaeis guineensis, Jacq) Forum Pasca Sarjana Vol. 31 No. 1 Januari 2008: McClements DJ Food Emulsiom Principles, Practices, and Techniques. New York (US) : CRC Press Food Emulsiom Principles, Practices, and Techniques 2 nd ed. New York (US) : CRC Press. Novia S Stabilitas mikroenkapsulat minyak sawit merah hasil pengeringan lapis tipis selama penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. PORIM PORIM Test Method. Kuala Lumpur : Palm Oil Research Institute of Malaysia Scoot, DD, TJ Boser, McGlynn WG Scaling Up Your Food Process. Food Technology Fact Sheet [internet]. [diunduh 2014 Agustus 20]. Tersedia pada :

47 Shahidi F, Wanasundara PKJPD Extraction and analysis of lipids. Di dalam: Akoh CC dan Min DB (eds.). Food Lipids, Chemistry Nutrition and Biotechnology 2nd Edition. New York (US): Marcel Dekker Inc. Simanjuntak M Optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan maltodekstrin, gelatin dan carboxymethyl cellulose dengan proses thin layer drying [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simatupang RIM Reformulasi mikroenkapsulasi minyak sawit dengan teknik koaservasi, pengeringan lapis tipis, dan penyerapan SiO 2 [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Srihadi E et al Pengaruh penambahan maltodekstrin pada pembuatan santan kelapa bubuk. Seminar Rekayasa Kiia dan Proses ; 4-5 Agustus ; Semarang, Indonesia. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro : ISSN Supriyadi, AS Rujita Karakteristik Mikrokapsul Minyak Atsiri Lengkuas Dengan Maltodekstrin Sebagai Enkapsulan. J Teknol. dan Industri Pangan Vol. 24 No. 2 Syahputra MR, FF Kawur,L Limantara Analisis Komposisi dan Kandungan Karotenoid Total dan Vitamin A Fraksi Cair dan Padat Minyak Sawit Kasar (CPO) Menggunakan KCKCT Detektor PDA. Jurnal Natur Indonesia 10 (2), April ) Syamsiah M Karakterisasi β-karotenoid dalam Teknik Mikroenkapsulasi Minyak Sawit Merah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tan CP, M Nakajima B-carotene nanodispersions : preparation, characterization and stability evaluation. Food chemistry 92: Valentas KJ, L Levine, JP Clark Food Processing Operations and Scale Up. New York : Marcel Dekker Inc. Velasco PJ, C Dobarganes, G Marquez-Ruiz Variables affecting lipid oxidation in dried microencapsulated oils. Grasas y Aceites. Vol. 54. Fasc. 3 (2003), Wardayanie NIMA Mikroenkapsulasi minyak sawit kaya beta karotenoid dengan teknik penyerapan SiO 2 dan orifice process [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wawensyah JA Mikroenkapsulasi minyak atsiri jahe merah dengan penyalut kitosan [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Weiss J Emulsion Processing : Homogenization. Emulsion Workshop. Germany : Department of Food Science and Biotechnology, Universitt of Hohenheim. Willey J dan Sons Edible oil processing second edition. UK : Wiley- Blackwell Widarta I, N Andarwulan, T Haryati Kendali Proses Deadifikasi Dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. Prosiding PATPI Wijaya MW Microencapsulation strategies for long term protection of ascorbic acid. [tesis]. RMIT University Yanuwar W, SB Widjanarko, T Wahono Karakteristik dan stabilitas antioksidan mikroenkapsulat minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam) dengan bahan penyalut berbasis protein. J Teknol Pertani 8(2):

48 34 Yudha KB Optimasi formula mikroenkapsulat minyak sawit merah menggunakan pektin, gelatin, dan maltodekstrin melalui proses thin layer drying. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Yuliani S, Desmawarni, N Harimurti, SS Yuliani Pengaruh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying pada karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe. J Pascapanen 4:18-26 Zeba AN et al The positive impact of red palm oil in school meals on vitamin A status: study in Burkina Faso. Nutr J 5(17):1-10 Zilberboim R, IJ Kopelman, Y Talmon Microencapsulation by a dehydrating liquid: retention of paprika oleoresin and aromatic esters. Di dalam: Ahn JH, Kim YP, Seo EM, Choi YK, dan Kim HS Antioxidant effect of natural plant extracts on the microencapsulated high oleic sunflower oil. J of Food Engine 84:

49 35 LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir penelitian Crude Palm Oil (CPO) Proses pemurnian minyak sawit Olein CPO 1. Kadar air, Metode oven (AOAC 2012) 2. Analisis karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005) 3. Analisis asam lemak bebas, Metode titrasi (AOAC 2012) 4. Analisis bilangan peroksida, Metode titrasi (AOAC 2012) 5. Analisis bilangan Iod, Metode titrasi (AOAC 2012) Formula A Reformulasi Formula B Formula terpilih Formula C 1. Analisis kadar air, metode oven (AOAC 2012) 2. Analisis kadar Minyak tidak tersalut, Metode ekstraksi (Shahidi Wanasundara 1997) 3. Analisis kadar kelarutan, Metode Gravimetri (Fardiaz et al. 1992) 4. Analisis warna, Metode Hunter (Hutching 1999) Pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit formula terpilih dengan rancangan percobaan kondisi homogenisasi 1. Analisis kestabilan emulsi (Modifikasi Yasumatsu et al. 1972) 2. Analisis kaotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005) Emulsi minyak sawit Mikroenkapsulat minyak sawit 1. Analisis kadar air, metode oven (AOAC 2012) 2. Analisis a w (Apriyantono et al. 1989) 3. Analisis kelarutan (Fardiaz et al. 1992) 4. Analisis kadar Minyak Tidak Tersalut (Shahidi Wanasundara 1997) 5. Analisis rendemen (Zilberboim et al ; Ahn et al. 2007) 6. Analisis efisiensi mikroenkapsulasi (Komari 1997)

50 36 Lampiran 2 Diagram alir pemurnian CPO Crude Palm Oil (CPO) Asam fosfat 85% Degumming Excess NaOH 17.5% Deasidifikasi Sentrifuse dengan spinner I Gum dan sabun Air hangat Sentrifuse dengan spinner II Gum dan sabun Fraksinasi Stearin CPO Olein CPO

51 37 Lampiran 3 Hasil uji ANOVA penelitian pendahuluan reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit ANOVA Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Warna (L) Between Groups E3.000 Within Groups Total Warna (a) Between Groups E3.000 Within Groups Total Warna (b) Between Groups Within Groups Total Kadar Air Between (%bb) Groups Within Groups Total Kelarutan Between Groups Within Groups Total Minyak tidak tersalut Between Groups Within Groups Total

52 38 Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan warna (L*) reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Warna (L) Duncan Formula N Subset for alpha = C A B Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan warna (a) reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Duncan Warna (a) Formula N Subset for alpha = A B C Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan warna (b) reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Warna (b) Duncan Formula N Subset for alpha = B A C Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

53 Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan kadar air (%bb) reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Kadar Air (%bb) Duncan Formula N Subset for alpha = B C A Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. 39 Lampiran 8 Hasil uji lanjut Duncan minyak tidak tersalut reformulasi mikroenkapsulat minyak sawit Duncan Form ula N Minyak tidak tersalut Subset for alpha = B A C Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Lampiran 9 Hasil uji ANOVA kadar air mikroenkapsulat minyak sawit Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kadar Air Source Type III Sum of Squares df Mean Square Corrected Model a Intercept volume_bahan Waktu Error Total Corrected Total F Sig.

54 40 Lampiran 10 Hasil uji ANOVA a w mikroenkapsulat minyak sawit Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable : a w Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model.015 a Intercept E3.000 volume_bahan Waktu Error Total Corrected Total Lampiran 11 Hasil uji ANOVA kelarutan mikroenkapsulat minyak sawit Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable : Kelarutan Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E5.000 volume_bahan Waktu Error Total Corrected Total Lampiran 12 Hasil uji ANOVA total karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable : Total Karotenoid Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept volume_bahan Waktu Error Total Corrected Total

55 Lampiran 13 Hasil uji ANOVA retensi karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable : Retensi Karotenoid Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept volume_bahan Waktu Error Total Corrected Total Lampiran 14 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan minyak tidak tersalut mikroenkapsulat minyak sawit Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable : Minyak tidak tersalut Type III Sum Source Df Mean Square F Sig. of Squares Corrected Model a Intercept E3.000 volume_bahan Waktu Error Total Corrected Total Minyak tidak tersalut Duncan Waktu N Subset Menit Menit Menit Sig

56 42 Lampiran 15 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan efisiensi mikroenkapsulasi minyak sawit Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable : Efisiensi Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 volume_bahan Waktu Error Total Corrected Total Duncan Waktu N Efisiensi 5 Menit Subset Menit Menit Sig Lampiran 16 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan kestabilan emulsi minyak sawit Dependent Variable : Stabilitas Source Tests of Between-Subjects Effects Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 Volume Waktu Error Total Corrected Total

57 43 Duncan Waktu N Stabilitas Subset Sig Duncan Volume N Stabilitas Subset Sig Lampiran 17 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan kadar karoten emulsi minyak sawit Dependent Variable : Karoten Source Type III Sum of Squares Tests of Between-Subjects Effects df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 volume Waktu Error Total Corrected Total

58 44 Karoten Duncan Waktu N Subset Sig Karoten Duncan Volume N Subset Sig Lampiran 18 Hasil uji linear stabilitas penentuan prediksi persamaan Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a a. Predictors: (Constant), vw, ww, vv, volume, waktu Model ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression a Residual Total a. Predictors: (Constant), vw, ww, vv, volume, waktu

59 Model ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression a Residual Total b. Dependent Variable: stabilitas 45 Model Unstandardized Coefficients Coefficients a B Std. Error Beta Standardized Coefficients t Sig. 1 (Constant) volume waktu Vv 1.031E Ww Vw E a. Dependent Variable: stabilitas Lampiran 19 Hasil uji linear karoten penentuan prediksi persamaan Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a a. Predictors: (Constant), vw, ww, vv, volume, waktu Model ANOVA b Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression a Residual Total a. Predictors: (Constant), vw, ww, vv, volume, waktu b. Dependent Variable: karoten

60 46 Model Unstandardized Coefficients Coefficients a B Std. Error Beta Standardized Coefficients t Sig. 1 (Constant) Volume Waktu Vv E Ww Vw a. Dependent Variable: karoten

61 47 Lampiran 20 Metode Folch 1957 Ekstraksi Minyak Mikroenkapsulat Mikroenkapsulat minyak sawit Methanol : chloroform (2:1) Stirer 60 Saring dengan menggunakan penyaring vakum (Whatman 42) Filtrat NaCl 0.88% Supernatan Ambil lapisan bawah (berwarna kuning keoranyean) Lewatkan pada Na 2 S 2 O 4 anhydorus Rotavapor Ekstrak minyak

62 48 Lampiran 21 Penentuan takaran saji mikroenkapsulat minyak sawit Kandungan karotenoid mikroenkapsulat minyak sawit adalah ppm. Kadar β-karoten adalah 56% terhadap karotenoid Kandungan β-karoten = 56% x ppm = ppm Kandungan β-karoten dalam produk = ppm / 6 = RE Untuk dapat di klaim produk menganduk karotenoid tinggi, takaran saji produk ini harus dapat memenuhi 20% AKG vitamin A. Pria dewasa = (20% x 600 RE x 1 gr) / RE = gram Wanita dewasa = (20% x 500 RE x 1 gr) / RE = 9.58gram Lampiran 22 Gambar mikroenkapsulat hasil reformulasi Mikroenkapsulat minyak sawit hasil reformulasi bahan penyalut Formula C Formula B Formula A

63 49 Lampiran 23 Gambar mikroenkapsulat minyak sawit dengan perlakuan faktor ml ml ml ml ml ml ml ml ml ml ml ml

64 50 RIWAYAT HIDUP Penulis dengan nama lengkap Alfia Nurul Ilma, dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Februari 1992 sebagai putri ketiga pasangan Bapak Suyono dan Ibu Imas Nursyamsiah. Penulis melalui jenjang pendidikan mulai dari TK Negeri Mexindo ( ), SD Negeri Bantar Kemang 2 Bogor ( ), SMP Negeri 2 Bogor ( ) dan pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor, yang kemudian lulus seleksi untuk masuk IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif menjadi bagian dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Tenologi Pangan (HIMITEPA).

PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI RENA CHRISTDIANTI

PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI RENA CHRISTDIANTI PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT DAN ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI RENA CHRISTDIANTI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Lebih terperinci

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE BAB III METODE 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas, neraca analitik, blender, saringan, botol, heater, rotary evaporator, freeze dryer,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

KONDISI HOMOGENISASI DAN PRAPENINGKATAN SKALA PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT

KONDISI HOMOGENISASI DAN PRAPENINGKATAN SKALA PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT Kondisi Jurnal Teknologi Homogenisasi Industri dan Pertanian Pra Peningkatan 25 (3):248-259 (2015) KONDISI HOMOGENISASI DAN PRAPENINGKATAN SKALA PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT HOMOGENIZATION TECHNIQUE

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. ALAT DAN BAHAN C. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT B. ALAT DAN BAHAN C. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga Oktober 2010. Penelitian dilaksanakan di PT Indolakto (Jl. Raya Siliwangi Cicurug-Sukabumi, Jawa Barat)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) yang diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Indonesia, Jakarta.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Internasional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, bumbu, air, whey, metilselulosa (MC), hidroksipropil metilselulosa (HPMC), minyak goreng baru, petroleum eter, asam asetat glasial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unila, dan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilakukan di divisi Research and Development PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 5, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pirolisis tempurung kelapa yang komponen penyusunnya berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang dimurnikan dengan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958) LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI 01-3546-2004 yang dimodifikasi*) Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental dilakukan dengan menggunakan Hand-Refraktometer Brix 0-32%*.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun,

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian pembuatan es krim dengan penambahan ekstrak kulit buah naga super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, resistensi pelelehan, total

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Sementara analisis dengan menggunakan instrumen dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

LAMPIRAN A ANALISA MINYAK

LAMPIRAN A ANALISA MINYAK LAMPIRAN A ANALISA MINYAK A.1. Warna [32] Grade warna minyak akan analisa menggunakan lovibond tintometer, hasil analisa akan diperoleh warna merah dan kuning. Persentase pengurangan warna pada minyak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci