TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan aktivitas pembangunan yang berorientasi pada kerakyatan. Corten (1990) menyatakan bahwa syarat pembangunan kerakyatan adalah tersentuhnya aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam dan adanya partisipasi masyarakat. Dalam konteks seperti itu maka pembangunan merupakan gerakan masyarakat, seluruh masyarakat, bukan proyek pemerintah yang dipersembahkan kepada rakyat. Untuk dapat berpartisipasi, maka perlu adanya pemberdayaan terhadap masyarakat. Karena pemberdayaan dan partisipasi di tingkat komunitas merupakan dua konsep yang sangat erat kaitannya seperti yang dinyatakan Craig dan Mayo (1995), bahwa Empowerment is road to participation. Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah ( Ife, 2002 ). Selanjutnya Ife menjelaskan bahwa kekuasaan di sini diartikan bukan kekuasaan politik, melainkan kekuasaan atau penguasaan atas pilihan-pilihan personal dan kesempatan hidup, pendefinisian kebutuhan, ide atau gagasan, lembaga-lembaga, sumber-sumber, aktifitas ekonomi dan reproduksi. Menurut Adi (2003) mengartikan pengembangan masyarakat (community Development) sebagai suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas. Sementara itu, proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi (Oakley & Marsden, 1984 dalam Adimihardja dan Hikmat, 2004). Kecenderungan atau proses yang pertama tadi dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan (Adimihardja dan

2 8 Hikmat, 2004). Kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Antar kedua proses tersebut saling terkait. Menurut Pranarka & Vidhyandika seperti dikutip oleh Adimihardja dan Hikmat (2004) agar kecenderungan primer dapat terwujud seringkali harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Jamasy (2004) menyatakan bahwa pendekatan pemberdayaan ditekankan pada upaya menumbuhkembangkan kerjasama dan keterpaduan antara unsur stakeholders, menumbuhkan fungsi partisipasi dengan melibatkan seluruh komponen dan lapisan masyarakat terutama yang akan dijadikan kelompok sasaran dengan tidak membatasi dalam bentuk uang saja melainkan bentuk swadaya lain sesuai yang masyarakat miliki, misalnya tenaga atau bentuk lain yang lebih mendidik, mengembangkan metodologi pembinaan yang mempunyai dampak positif kepada: peningkatan kesadaran, inisiatif dan motivasi, peningkatan sumberdaya manusia (intelektual), peningkatan keterampilan, dan program yang berkesinambungan untuk melakukan pergeseran sikap dan mental ke arah yang lebih positif dan rasional. Dikatakan selanjutnya, adalah sebuah konsekuensi dan sebagai tanggung jawab utama program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan yaitu masyarakat berdaya (mempunyai kekuatan). Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, aspek ekonomi dan pendapatan, aspek kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk wadah/kelompok), kekuatan kerjasama, kekuatan intelektual (meningkatnya sumber daya manusia), dan kekuatan komitment bersama untuk mematuhi dan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Hulme dan Turner (1990) berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tdak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif. Dalam konteks yang lebih luas, Pearse dan Stiefel (1979) menyatakan, bahwa menghormati kebhinekaan, kekhasan lokal,

3 9 deonsentrasi kekuatan, dan peningkatan kemandirian merupakan bentuk-bentuk pemberdayaan partisipatif. Pembahasan pemberdayaan sebagai kemampuan dan kapasitas aktual seseorang untuk menggunakan atau melaksanakan kekuasaan, beberapa pakar menyatakan bahwa melalui partisipasi dapat terjadi pada berbagai level yang berbeda yaitu level individu, kelompok atau institusi sosial. Longres dan McLeod (1980) menyatakan bahwa pemberdayaan individu dapat memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan kelompok melalui proses partisipasi. Hal ini dapat dipahami karena dalam proses partisipasi memungkinkan individu-individu mengalami proses nyata penggunaan inherennya, dan pada waktu yang sama pengembangan, penajaman, dan pencapaian berbagai tipe keterampilan dan peningkatan kompetensi dan percaya dirinya atau bahkan kepuasan sebagai bagian dari pemberdayaan psikologis (Zimmerman, 1990). Dalam hal ini, Payne (1997) seperti dalam Adi (2003), mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment), pada intinya, ditujukan guna : to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self-confidence to use power and by transferring power from the environment to clients (membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya). Berdasarkan uraian di atas, maka pemberdayaan masyarakat merupakan proses mengalihkan kekuasaan dan kekuatan kepada masyarakat agar individu maupun kelompok dapat mengembangkan dan menggunakan kemampuannya untuk bertindak dalam merespon berbagai masalah bersama dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan dalam upaya untuk membawa perubahan terhadap kehidupan komunitasnya dengan cara memperkuat dan memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan kompetensi, menumbuh-

4 10 kembangkan kerjasama dan keterpaduan antar stakeholders untuk mendukung pembangunan ke arah kemandirian masyarakat. Remaja Putus Sekolah Terlantar dan Alumni Istilah remaja putus sekolah terlantar (RPST) hingga saat ini belum memiliki batasan secara utuh. Istilah tersebut merupakan perpaduan antara istilah remaja putus sekolah dan kata terlantar. Dinas Sosial propinsi Jawa Timur melalui PSBR juga belum memberikan batasan terhadap secara utuh terhadap remaja putus sekolah terlantar. Bahkan data tentang RPST hingga saat ini belum ada baik di setiap Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) maupun di tingkat Propinsi. Kata terlantar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) berasal dari kata telantar yang mempunyai makna 1. Terletak tidak terpelihara; 2. Serba tidak kecukupan (tt kehidupan); 3. tidak terpelihara, tidak terawat, tidak terurus. Sedangkan PSBR Mardi Utomo Blitar menetapkan bahwa Remaja Putus Sekolah Terlantar adalah mereka yang berusia 16 tahun sampai 22 tahun, berasal dari keluarga tidak mampu, yatim, piatu, yatim piatu dan ada surat keterangan secara resmi dari kantor desa/kelurahan. Namun pada kenyataannya, dalam setiap penerimaan, di PSBR Mardi Utomo Blitar masih terdapat siswa yang menyalahi persyaratan yang ditentukan. Remaja yang masih berusia di bawah 16 tahun dan melebihi usia 22 tahun masih bisa mendapatkan pelayanan sosial di PSBR. Bahkan masih ada yang berasal dari keluarga cukup mampu menjadi siswa di PSBR. Melihat pengertian di atas, maka Remaja Putus Sekolah Terlantar dapat diartikan sebagai Orang yang berusia 16 s.d 22 tahun yang karena sebab-sebab tertentu menjadikannya tidak terurus dan terawat dengan baik sehingga menyebabkan tidak dapat melanjutkan sekolahnya (putus ditengah jalan/tidak sampai menamatkan sekolah) pada tingkatan tertentu. Sedangkan batasan atau pengertian tentang alumni secara jelas juga belum ada. Panti Sosial Bina Remaja Mardi Utomo Blitar memberikan istilah Eks Klien. Pengertian tersebut memiliki makna RPST yang telah mengikuti pelayanan sosial dan telah dikembalikan kepada orang tua dan masyarakat. Istilah alumni yang digunakan

5 11 peneliti dalam kajian ini bertujuan untuk lebih menghaluskan istilah Eks klien. Kemandirian Sosial-Ekonomi Menurut Bathia (1977), independency (kemandirian) merupakan perilaku yang aktifitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tanpa meminta bantuan orang lain. Rifaid (2000) mengemukakan bahwa ciri-ciri kemandirian adalah sebaga berikut : 1. Mempunyai rasa tanggung jawab. Dimaksudkan adalah adanya rasa dan kemauan, serta kemampuan dari individu untuk melakukan kewajiban dan memanfaatkan hak hidupnya secara sah dan wajar. Karena itu tanggung jawab tersebut berkaitan dengan aturan-aturan atau norma-norma hidup yang berlaku dan dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat. 2. Tidak tergantung pada orang lain Dapat dikatakan bahwa individu yang mandiri tidak akan merepotkan orang lain, baik dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi maupun dalam bidang pemenuhan kebutuhan hidup lainnya. Karena itu individu yang mandiri menganggap bahwa bantuan orang lain tidak akan dijadikan sandaran tetapi hanya sekedar pelengkap dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. 3. Memiliki etos kerja yang tinggi Individu dapat dikatakan mandiri bila memiliki kemauan kerja yang baik dan tinggi. Hal ini ditandai oleh adanya keuletan dalam bekerja, memiliki semangat kerja yang tinggi, memiliki prinsip keseimbangan kerja antara pemenuhan kebutuhan jasmani maupun rohaninya. 4. Disiplin dan berani mengambil resiko. Individu yang bersikap dan berperilaku mandiri adalah memiliki sikap yang konsisten dengan komitment tentang pekerjaan, asalkan pekerjaan tersebut dapat memberikan nilai manfaat baik bagi diri pribadinya maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Karena individu yang mandiri selalu melaksanakan sesuatu berdasarkan keyakinan dirinya dan bukan

6 12 karena dorongan orang lain, serta yang lebih penting adalah orang yang mandiri tidak memiliki rasa takut akan kegagalan dari usahanya. Karena rasa takut yang bercokol dalam diri individu akan sangat mempengaruhi terhadap kebebasan berpikir, sehingga akan berpengaruh pula terhadap sikap dan perilakunya. Verhagen (1987) mengemukakan bahwa tujuan dari upaya pembangunan bukanlah ketergantungan melainkan kemandirian. Kemandirian adalah kemampuan memilih berbagai alternatif yang tersedia agar dapat digunakan untuk melangsungkan kehidupan yang serasi dan berkelanjutan. Kemampuan tersebut didukung oleh kemampuan-kemampuan lain, yaitu kemampuan mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri, serta kemampuan untuk memperhitungkan kesempatan dan ancaman yang ada di lingkungan sekitarnya. Mandiri individual bagi masyarakat kecil dan miskin sulit dilaksanakan bila dibandingkan dengan secara bersama dalam kelompok. Oleh karena itu, prinsip kemandirian tersebut dalam pembinaan orang miskin perlu dilaksanakan dalam wadah kelompokkelompok masyarakat. Badan Pengembangan Swadaya Masyarakat (Bina Swadaya, 1999), mengemukakan bahwa, kemandirian adalah sikap yang bersumber pada kepercayaan diri. Tetapi kemandirian adalah juga kemampuan (mental dan fisik) untuk : 1. memahami kelemahan dan kekuatan diri sendiri ; 2. kemampuan memperhitungkan kesempatan dan ancaman lingkungan ; 3. kemampuan memilih berbagai alternatif yang tersedia untuk mrngatasi persoalan dan mengembangkan kehidupan secara serasi dan berkesinambungan. Prinsip kemandirian dan keswadayaan bukan hanya berorientasi pada proses untuk mencapai hasil, tetapi juga hasil itu sendiri, karena tidak ada pembangunan yang bertujuan mencapai posisi ketergantungan, tetapi sebaliknya kemandirian. Untuk menerapkan prinsipprinsip kemandirian diperlukan sikap mempercayai masyarakat miskin serta menghargai kemampuan mereka. Kepercayaan dan penghargaan yang bersumber pada kenyataan bahwa orang miskin itu bukan the have not, mereka adalah the have little. Kalau yang kecil-kecil itu dihimpun secara tepat akan merupakan kekuatan-kekuatan yang dapat dipakai untuk mengatasi permasalahan mereka sendiri.

7 13 Rasyid dan Adjid (1992) lebih menekankan kemandirian pada kepercayaan diri dalam pengambilan keputusan secara bebas dan bijaksana. Sedangkan Cartwright dan Zander (1968) berpendapat bahwa untuk menumbuhkan dan membina kemandiriannya, kelompok sasaran perlu diarahkan agar dengan kekuatan dan kemampuannya berupaya untuk bekerja sama mencapai segala yang dibutuhkan dan diinginkan. Kemandirian tidak berarti anti terhadap kerjasama atau menolak saling keterkaitan dan saling ketergantungan. Kemandirian justeru menekankan perlunya kerjasama yang disertai dengan tumbuh dan berkembangnya mengenai ; 1. kemampuan memecahkan masalah. 2. aspirasi. 3. kreativitas. 4. keberanian menghadapi resiko. 5. keuletan. 6. sikap dan kemampuan berwiusaha, dan. 7. prakarsa seseorang bertindak atas dasar kekuatan sendiri dalam kebersamaan (collective self-reliance). Mengacu pada beberapa konsep kemandirian di atas, maka pengertian kemandirian setidaknya meliputi unsur-unsur : 1. kemampuan pemecahan masalah, 2. prakarsa, 3. kreatifitas berusaha, 4. keuletan 5. keberanian mengambil resiko, 6. kewirausahaan dan 7. Kemampuan Bekerja sama. Kejelasan masingmasing unsur kemandirian tersebut, adalah sebagai berikut : 1. Pemecahan Masalah ; mengandung upaya memanfaatkan potensi diri sendiri seoptimal mungkin dan memanfaatkan kemampuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil daripadanya adalah terpenuhinya atau tidak terpenuhinya kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya (Soesarsono, 1996). 2. Prakarsa ; berarti adanya inisiatif untuk memulai kegiatan untuk mencapai tujuannya. Daya inisiatif seseorang akan berkurang atau bahkan hilang karena kepercayaan diri rendah, atau bahkan tergolong orang yang pasif atau malas dan cenderung apatis (tak mau berusaha). Orang yang apatis atau tidak tanggap terhadap perubahan yang ada, akan tertinggal, mundur da kalah dalam berusaha/berbisnis (Karsidi, 1999). Orang yang prakarsanya tinggi selalu berusaha mencari informasi terakhir yang diperlukan, jika perkembangan yang terjadi dianggapnya sangat penting dan kritis, maka perlu pemikiran dan pertimbangan yang cepat agar dapat

8 14 segera diputuskan tindakan apa yang harus diambil. Keterlambatan bertindak dapat berarti sebagai suatu kerugian (Soesarsono, 1996). 3. Kreativitas usaha ; merupakan abstraksi yang tinggi, berarti berpikir tingkat tinggi, atau menciptakan sesuatu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Rogers dalam Shouksmith (1970) menyebutkan karakteristik orang kreatif, yaitu : a. Keterbukaan pada pengalaman baru, b. Evaluasi diri, dan c. Kemampuan dalam mengembangkan konsep. Soesarsono (1996) berpendapat bahwa orang yang kreatif membuktikan dirinya sebagai orang yang menghasilkan karya yang relatif baru, baik dalam gagasan maupun ide. Sesatu yang baru sama sekali memang tidak ada, sehingga wujud daripadanya meliputi kemampuan mencoba gagasan baru. Dalam berusaha, hanya orang yang kreatiflah yang akan survive sedangkan orang yang statis akan terlempar dari dunia usaha/bisnis. 4. Keuletan ; merupakan bagian dari menuju kesuksesan dalam berusaha. Keuletan terjadi karena kepercayaan diri akan sukses dan berhasil, sebaliknya keuletan yang dapat meneguhkan kepercayaan diri. Orang yang ulet dalam berusaha akan menjadikan kegagalan sebagai guru yang baik baik dirinya dan tidak berputus asa dalam berusaha (Soesarsono, 1996). Sedangkan menurut Rahardjo (1992), ulet berarti tabah dan tak mudah putus asa. Keuletan berhubungan dengan usaha kerja keras, yaitu setia menggunakan waktu dan tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 5. Keberanian mengambil resiko ; Cartwright dan Zander (1968) mengemukakan bahwa melalui interaksi di dalam kelompok, anggota/individu akan mengenal kemungkinan resiko, sehingga menjadi berani menghadapi/menerima resiko. Dikemukakan lebih lanjut, kelompok usaha bersama atau usaha individu yang rasional ditandai dengan inovatif yakni selalu mencari peluang untuk meningkatkan kehidupannya dan memiliki kemampuan mengantisipasi masa depannya serta berani menerima resiko. 6. Kemampuan wirausaha (entrepreneurs) ; lebih sering digunakan dengan istilah wiraswasta. Wira berarti utama, luhur, gagah berani dan penuh keteladanan. Swasta berarti sendiri atau mandiri. Pengertian

9 15 kewiraswastaan menekankan segi kemampuan untuk diri sendiri dalam berusaha. Berdiri sendiri bukan berarti harus hanya sendiri, tetapi justeru dengan kondisi sosial ekonomi dan iklim berusaha menuntut adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara individu dengan kelompok, individu dengan individu dan kelompok dengan kelompok. Istilah swasta juga lebih memberikan asosiasi pengertian tentang kemampuan untuk mendapatkan kekayaan/keuntungan sebanyak-banyaknya. Pengertian diri sendiri juga harus diartikan dengan pengertian kepercayaan diri yang memang sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan hidup berusaha. Penggabungan pengertian wira dan swasta akan menjadikan seseorang tidak sekedar hanya untuk mencari untung yang sebanyakbanyaknya dengan menghalalkan segala cara, tetapi penuh dengan kewiraan atau tindakan terpuji dan keteladanan (Soesarsono, 1996). Cahyono (1983) mengatakan bahwa sikap dan kemampuan wirausaha (entrepreneurship) bukanlah dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk dan dipelajari sepanjang perkembangan orang itu. Sikap wiraswasta mengandung perasaan dan motivasi untuk meningkatkan prestasi usaha. Seseorang yang memiliki mentalitas wirausaha; menilai tinggi orientasi masa depan, menilai tinggi hasrat inovasi, berorientasi ke arah hasil karya, menghargai kemampuan, berdisiplin, bertanggung jawab, dan menghargai diri sendiri sebagai pribadi yang tak bisa diabaikan atau menghargai diri sendiri yang tinggi dan tidak mau tergantung pada orang lain. 7. Kemampuan bekerja sama Kemandirian bukan berarti tidak membutuhkan bantuan dan kerjasama dengan orang lain. Justeru kemampuan bekerja sama merupakan jalan untuk membangun jaringan dan relasi dengan orang lain sebagai upaya mewujudkan kemandiriannya. Bertitik tolak pada beberapa penjelasan di atas, maka kemandirian sosial ekonomi pada hakekatnya adalah terpenuhinya kebutuhan materiil dan immateriil seseorang dalam menghadapi permasalahan hidupnya dengan berupaya sendiri maupun bekerjasama dengan orang lain serta berani dalam mengambil resiko dari keputusan yang telah diambil. Orang yang mandiri secara sosial ekonomi adalah

10 16 orang yang mampu memecahkan masalah dengan segala daya upaya yang dimiliki serta mampu berwirausaha atas prakarsa sendiri dengan tetap bekerjasama dalam rangka membangun jaringan usaha serta membangun kemitraan dengan orang lain. Pengertian dan Pentingnya Kelompok dalam Pemberdayaan Masyarakat Pengertian dan Pentingnya Kelompok. Suatu kelompok pada hakekatnya merupakan pluralitas individu yang saling berhubungan secara berkesinambungan, saling memperhatikan, dan yang sadar akan adanya suatu kemanfaatan bersama. Suatu ciri yang esensial kelompok adalah, bahwa anggotaanggotanya mempunyai sesuatu yang dianggap sebagai milik bersama. Anggota kelompok menyadari bahwa apa yang dimiliki bersama mengakibatkan adanya perbedaan dengan kelompok lain.kepentingan, kepercayaan, wilayah, dan sebagainya mungkin merupakan sumber-sumber ikatan kelompok yang dianggap penting (Olmsted, 1962). Johnson dan Jonson (1987) merumuskan definisi kelompok sebagai berikut : Sebuah kelompok adalah dua atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Definisi di atas mengisyaratkan bahwa komponen penting suatu kelompok adalah kesadaran anggota bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok dan menyadari bahwa masing-masing anggota saling membutuhkan dan saling ketergantungan yang positif untuk mencapai tujuan bersama. Soekanto (2005) menyatakan, bahwa persyaratan eksistensi suatu kelompok sosial adalah : 1. Ada kesadaran dari setiap anggota sebagai bagian dari kelompok. 2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain. 3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antar mereka bertambah erat (nasib, kepentingan, tujuan, ideoloogi). 4. Kelompok sosial memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku. 5. Kelompok sosial tersebut bersistem dan berproses.

11 17 Melihat pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa alumni dapat membentuk suatu komunitas atau kelompok karena mereka memiliki perasaan yang sama sebagai alumni PSBR dan secara geografis bertempat tinggal dalam satu desa. Di samping itu mereka juga memiliki kepentingan untuk mempunyai kegiatan atau kerja produktif dalam rangka mendapatkan penghasilan/pendapatan. Kondisi yang diharapkan alumni maupun stakeholder adalah terwujudnya kemandirian sosial dan ekonomi yang optimal, maka keberadaan kelompok usaha sangat diperlukan dalam rangka pemberdayaan alumni. Pentingnya kelompok yang berkaitan dengan aspek sosial seperti yang diungkapkan Supriyanto (1997),bahwa pembinaan usaha kecil bisa melalui kelompok untuk hal-hal yang bersifat umum (moral, etika, tata nilai dan sebagainya). Diharapkan dengan terbentuknya kelompok usaha ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian sosial ekonomi yang optimal. Keberadaan kelompok akan sangat memberi manfaat yang jauh lebih besar bagi anggotanya sejauh (Supriyanto, 1997) : 1. Dipakai untuk pembinaan dalam rangka meningkatkan kemampuan berusaha secara umum bagi para anggotanya. 2. Dipakai untuk meningkatkan pengetahuan dan praktek suatu value system yang lebih cocok bagi kehidupan pengusaha. 3. Tidak terpakai untuk berlindung dari suatu tanggung jawab yang seharusnya menjadi bebannya. 4. Dipakai untuk menyuburkan moralitas usaha yang baik; dan 5. Dipakai untuk meningkatkan kualitas dari aspek kehidupan yang lebih luas (usaha, rumah tangga, masyarakat, dan sebagainya). Pertanyaan yang timbul dari beberapa pengertian dan pentingnya kelompok usaha dalam rangka pemberdayaan alumni adalah bagaimana membangun kelompok agar masing-masing anggota (alumni) mempunyai kesadaran untuk bergabung dengan kelompok dan rasa kebersamaan antar anggota. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan dan pemahaman kepada anggota tentang tujuan dan pentingnya membentuk kelompok, manfaat yang akan dirasakan anggota, menjelaskan dan menggugah perasaan senasib dan sepenanggungn sebagai sesama alumni PSBR, dan memberikan pemahaman tentang prospek positif dengan adanya kelompok.

12 18 Kelompok Sebagai Media Strategis Pemberdayaan Masyarakat. Salah satu pola dan proses pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media kelompok. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok, dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar-menukar informasi, pengetahuan, dan sikap. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan (Jamasy, 2004). Hal senada juga diungkapkan oleh Friedmann (1993) yaitu ; kemampuan individu senasib untuk mengorganisir diri dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif di tingkat komunitas (collective selfempowerment). Melalui kelompok akan terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan mereka bersama. Vitayala (1986) menyatakan bahwa pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu apa yang dikemukakan Gaetano Mosca dalam Olson (1975), bahwa manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu senasib saling berkumpul dalam suatu kelompok. Sedangkan Sumodiningrat (1997) menyatakan bahwa pendekatan yang paling tepat dalam pengembangan ekonomi rakyat yang masih tertinggal adalah melalui pendekatan kelompok dalam bentuk usaha bersama. Apabila usaha dimaksud dikaitkan dengan pengumpulan modal usaha melalui kredit, maka keberadaan kelompok sangat diperlukan. Chotim dan Thamrin (1997) menyimpulkan dalam sebuah diskusi ahli bahwa, kredit kelompok cocok untuk usaha kecil yang relatif baru atau belum pernah berhubungan dengan pihak perbankan. Dengan demikian kelompok lebih memiliki bargaining position yang lebih tinggi bagi alumni bila dibandingkan dengan usaha perorangan/individu.

13 19 Pelayanan Sosial Pelayanan sosial merupakan salah satu bentuk kebijakan atau strategi yang dilakukan oleh negara dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial. Suharto (2005) menyebutkan bahwa pembangunan kesejahteraan sosial memfokuskan kegiatannya pada tiga bidang, yaitu : pelayanan sosial (social services/provisions), perlindungan sosial (social protection), dan pemberdayaan masyarakat (community/social empowerment). Menurut Dubois dan Miley (1992) pelayanan sosial diartikan sebagai suatu dukungan untuk meningkatkan keberfungsisosialan atau untuk memenuhi kebutuhan individu, antar individu maupun lembaga. Siporin (1975) menyebutkan bahwa pada dasarnya pelayanan sosial dilakukan untuk merefleksikan kebutuhan-kebutuhan dalam kehidupan masyarakat. Kahn (1973) melihat pelayanan sosial pelayanan sosial sebagai pelayanan umum yang berisikan program-program yang ditujukan untuk membantu melindungi dan memulihkan kehidupan keluarga, membantu perorangan untuk mengatasi masalah yang diakibatkan proses perkembangan serta mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia. Apabila membahas tentang pelayanan sosial, maka tidak lepas dari adanya tiga pendekatan atau konsep sistem kesejahteraan sosial dimana pelayanan sosial diaplikasikan. Tiga pendekatan tersebut dijelaskan oleh Suharto (2005) adalah ; pertama, pendekatan residual yang memandang bahwa pelayanan sosial baru perlu diberikan hanya apabila kebutuhan individu tidak dapat dipenuhi dengan baik oleh lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, seperti institusi keluarga dan ekonomi pasar. Bantuan finansial dan sosial sebaiknya diberikan dalam jangka pendek, masa kedaruratan, dan harus dihentikan manakala individu atau lembagalembaga kemasyarakatan tadi dapat berfungsi kembali. Kedua, pendekatan institusional yang melihat sistem dan usaha kesejahteraan sosial sebagai fungsi yang tepat dan sah dalam masyarakat modern. Pelayanan sosial dipandang sebagai hak warga negara. Masyarakat dan ekonomi pasar memerlukan pengaturan guna menjamin kompetisi yang adil dan setara diantara berbagai kepentingan. Karena negara dipandang merefleksikan kepentingan-kepentingan warganya melalui perwakilan-perwakilan kelompok, maka pemerintah dibenarkan untuk mengatur

14 20 dan memberikan pelayanan sosial. Program-program pemerintah, termasuk program kesejahteraan sosial dipandang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan secara luas dan berkelanjutan. Ketiga, pendekatan pengembangan ini muncul sebagai pendekatan alternatif dimana setelah terjadi perdebatan seru antara penganut ideologi liberal/institusional dengan pengunut ideologi konservatif/residual. Pendekatan ini mendukung pengembangan program-program kesejahteraan sosial, peran aktif pemerintah, serta pelibatan tenaga-tenaga profesional dalam perencanaan sosial. Bertitik tolak dari penjelasan-penjelasan tersebut, maka pelayanan sosial yang diberikan oleh PSBR dengan sasaran pelayanan RPST adalah salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mengentaskan dan menangani permasalahan RPST (institusional). Penanganan dan pelayanan sosial serta pembinaan terhadap Remaja khususnya, telah lama dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Meskipun tidak secara spesifik ditujukan kepada RPST, namun apabila dilihat dari sasaran yang ditangani dapat dikatakan sasaran tersebut merupakan sebab maupun akibat dari RPST. Departemen Sosial melalui program pembinaan Karang Taruna (KT) mengupayakan agar para remaja mempunyai wadah untuk mengembangkan diri serta dapat membantu pemerintah untuk ikut mencegah dan menanggulangi masalah sosial anak dan remaja. Di samping itu, pemerintah juga mengadakan pembinaan dan pelayanan sosial melalui panti misalnya : Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) yang ditujukan kepada anak nakal dimana usia mereka berada dalam kategori remaja, Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) yang ditujukan kepada remaja putus sekolah terlantar. Pada awalnya, PSBR ini hanya memberikan pelayanan sosial kepada remaja putus sekolah, Panti yang ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba (Panti Sosial Pamardi Putra), Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) yang memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar yang masih berusia sekolah (SD, SLTP, SLTA). Sedangkan pelayanan yang dilaksanakan di luar panti misalnya pembinaan terhadap anak terlantar dengan memberikan pelatihan keterampilan dimana anak/remaja tersebut berada (dalam masyarakat). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga telah banyak mengadakan pelayanan sosial terhadap anak/remaja. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

15 21 LSM mendirikan Rumah Singgah bagi anak jalanan dimana umumnya mereka dari golongan remaja. Selain itu, panti asuhan yang didirikan oleh LSM ditujukan kepada anak/remaja baik yatim, piatu, yatim piatu maupun terlantar. Penanganan terhadap RPST oleh pemerintah baru dilakukan pada tahun 2000 melalui PSBR. Sebelumnya terjadi polemik mengenai sasaran pelayanan. Apakah sasaran tersebut Remaja Putus Sekolah atau Remaja Putus Sekolah Terlantar. Di Jawa Timur, dengan terbitnya SK Gubernur Nomor 51 Tahun 2003 maka PSBR mempunyai tugas pokok melaksanakan pelayanan sosial terhadap RPST (Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 51 tahun 2003). Hingga tahun 2006 ini, populasi RPST di Jawa Timur belum diketahui secara pasti karena belum ada data secara resmi tentang RPST. Data yang tersedia hanya data tentang Anak Terlantar yang jumlahnya orang (Tahun 2004). Panti Sosial Bina Remaja Mardi Utomo Blitar dalam pelaksanaannya memberikan pelayanan sosial kepada remaja putus sekolah terlantar sebanyak 60 orang dalam satu semester. Sehingga dalam satu tahun ada 120 orang yang diberi pelayanan. Selama 6 bulan tersebut, RPST diasramakan dalam panti dan diberikan makan tiga kali sehari, diberikan peralatan kesehatan sebulan sekali, diberikan alat tulis, diberikan bahan keterampilan dan setelah keluar panti diberikan bantuan peralatan kerja sesuai keterampilan yang diikuti. Jenis keterampilan yang ada di PSBR Mardi Utomo Blitar adalah Menjahit, Bordir, Meubeler, Montir Otomotof Roda dua dan roda empat. Kerangka Pemikiran Dalam rangka pemberdayaan terhadap Alumni PSBR Mardi Utomo, diperlukan pendekatan dan paradigma yang berorientasi kepada kebutuhan dan permasalahan mereka. Karena alumni sudah kembali ke masyarakat dan membentuk komunitas tersendiri yang memiliki identitas, permasalahan dan kebutuhan yang berbeda. Hal ini membutuhkan perhatian tersendiri tentang upaya apa yang sesuai dengan situasi dan kondisi mereka. Pemerintah lokal dan masyarakat serta lembaga kemasyarakatan belum berupaya untuk ikut membantu memecahkan permasalahan para alumni. Sementara itu pihak PSBR masih

16 22 terkendala dengan dana dalam mengoptimalkan peranannya terhadap pemberdayaan alumni. Tiga faktor yang menjadi permasalahan yang dihadapi alumni saat ini yang berpengaruh terhadap kemandirian sosial dan ekonomi alumni. Tiga faktor tersebut yaitu ; pertama, faktor internal yang terdiri atas motivasi, modal dan kapasitas keterampilan yang dimiliki oleh alumni. Faktor kedua adalah kondisi kemandirian sosial ekonomi alumni saat ini sedangkan faktor ketiga adalah faktor eksternal yaitu situasi dan kondisi pasar. Untuk memahami ketiga faktor tersebut dilakukan identifikasi. Pihak PSBR Mardi Utomo masih menilai bahwa apa yang dibutuhkan mereka hanyalah peralatan kerja sebagai upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian alumni. Namun pada kenyataannya, kasus seperti di Desa Bacem, bantuan tersebut belum berhasil merubah situasi dan kondisi alumni. Hal ini terjadi karena pihak PSBR tidak melakukan upaya pendampingan yang berkesinambungan terhadap alumni sebagai upaya tindak lanjut dan tidak pernah melibatkan stakeholders dalam upaya pemberdayaan almnit. Untuk itu perlu ada upaya pemberdayaan alumni yang berakar dari kebutuhan dan permasalahan mereka yang melibatkan berbagai stakeholder untuk mendukung upaya alumni menuju kemandirian mereka. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengidentifikasi permasalahan alumni. Identifikasi dimaksud berkaitan dengan motivasi, kapasitas keterampilan, modal yang dimiliki serta bagaimana penerimaan pelanggan dan pasar atas hasil usaha mereka. Media kelompok merupakan salah satu alternatif yang selama ini dipandang mampu untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh komunitas di dalam suatu masyarakat dan sebagai upaya untuk membangkitkan inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal. Pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu senasib saling berkumpul dalam suatu kelompok. Maka pendekatan kelompok adalah pendekatan yang paling sesuai untuk memberdayakan alumni.

17 23 Di samping pendekatan kelompok, upaya lain yang perlu dilakukan adalah melalui peningkatan keterampilan, peningkatan pengetahuan manajemen kewirausahaan, pemberian modal usaha serta membantu alumni untuk dapat mengakses informasi usaha dan pasar. Untuk dapat mendukung upaya atau strategi pemberdayaan tersebut maka diperlukan upaya pengidentifikasian stakeholder yang akan dilibatkan dalam program pemberdayaan alaumni. Para alumni PSBR Mardi Utomo Blitar ini merupakan salah satu potensi dan aset yang dimiliki oleh masyarakat desa Bacem karena alumni memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun dalam rangka pengembangan ekonomi lokal. Untuk itu pelibatan masyarakat, keluarga dan para stakeholder dalam pemberdayaan alumni menjadi begitu penting agar kesenjangan antara kondisi kemandirian sosial dan ekonomi alumni saat ini dengan kondisi yang diharapkan alumni dan stakeholder dapat diatasi dan pada gilirannya kondisi tersebut dapat terwujud secara optimal dan berkelanjutan. Kerangka pemikiran di atas dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini:

18 Identifikasi Permasalaha n Alumni 24 Strategi Pemberdayaan 1. Pembentukan & Pembinaan Kelompok Usaha Produktif. 2. Peningkatan keterampilan 3. Identifikasi dan keterlibatan Stakeholder 4. Peningkatan Pengetahuan manajemen Kewirausahaan 5. Pemberian Modal usaha 6. Pengembangan jaringan 7. Akses pada informasi & pasar Faktor Internal 1. Motivasi 2. Modal 3. Kapasitas keterampilan Kondisi Kemandirian sosek alumni saat ini Kemandirian Sosial dan Ekonomi Alumni 1. Kemampuan memecahkan masalah 2. Kemampuan berprakarsa 3. Kreatifitas berusaha 4. Keuletan 5. Keberanian mengambil resiko 6. Bermental wirausaha 7. Kemampuan bekerja sama. Faktor Eksternal Situasi dan Kondisi Pasar Identifikasi Indikator Kemandirian Sosial dan Ekonomi (Dilakukan Lewat FGD) Gambar 1 : Alur Kerangka Pemikiran Kajian Pemberdayaan Alumni PSBR Mardi Utomo Blitar Melalui Pembentukan Kelompok Usaha Produktif Untuk Mencapai Kemandirian Sosial dan Ekonomi.

(Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur) BAJURI EDY CAHYONO

(Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Propinsi Jawa Timur) BAJURI EDY CAHYONO PEMBERDAYAAN ALUMNI PANTI SOSIAL BINA REMAJA MARDI UTOMO BLITAR MELALUI PEMBENTUKAN KELOMPOK USAHA PRODUKTIF UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN SOSIAL DAN EKONOMI (Suatu Alternatif Pengembangan Masyarakat di Desa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS 53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemberdayaan masyarakat lokal yang diisyaratkan oleh Undangundang. Nomor 32/2004 telah menuntut pihak praktisi pengembang masyarakat, baik itu aparat pemerintah,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

Aksi Masyarakat dan Pemberdayaan dalam Pembangunan Sosial Strategi Pembangunan Sosial Melalui Masyarakat part 2

Aksi Masyarakat dan Pemberdayaan dalam Pembangunan Sosial Strategi Pembangunan Sosial Melalui Masyarakat part 2 Aksi Masyarakat dan Pemberdayaan dalam Pembangunan Sosial Strategi Pembangunan Sosial Melalui Masyarakat part 2 Dasar-Dasar Pembangunan Sosial Getar Hati, M.Kesos Refleksi Strategi Pengembangan Masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain (Wijaya 2001; Sigito 2001; Tawardi 1999; Karsidi 1999).

BAB I PENDAHULUAN. lain (Wijaya 2001; Sigito 2001; Tawardi 1999; Karsidi 1999). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri kecil memiliki potensi yang sangat besar untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun masih banyak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos

TINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Strategi Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos yang mengambil dari kata strator yang berarti militer dan ag yang berati memimpin.

Lebih terperinci

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan BAB II PARADIGMA WIRAUSAHA PELAJAR SMK Pengetahuan tentang wirausaha di kalangan pelajar SMK saat ini sangat minim, hal ini disebabkan karena SMK dibuat untuk mencetak lulusan-lulusan yang siap bekerja.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, 333333333333 SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu disiapkan Sumber Daya

Lebih terperinci

Entrepreneurship and Inovation Management

Entrepreneurship and Inovation Management Modul ke: Entrepreneurship and Inovation Management KEWIRAUSAHAAN DAN KARAKTER WIRAUSAHA (ENTREPRENEUR) Fakultas Ekonomi Dr Dendi Anggi Gumilang,SE,MM Program Studi Pasca Sarjana www.mercubuana.ac.id 1.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini dikarenakan angka kelahiran lebih besar daripada angka kematian. Berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan mempunyai dua dimensi. Pertama, suatu proses mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seringkali disebut fasilitator masyarakat (community facilitator/cf) karena

BAB II KAJIAN TEORI. seringkali disebut fasilitator masyarakat (community facilitator/cf) karena BAB II KAJIAN TEORI A. Pendampingan Pendampingan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh fasilitator atau pendamping masyarakat dalam berbagai kegiatan program. Fasilitator juga seringkali disebut fasilitator

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI 54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI Oleh: Dhio Adenansi, Moch. Zainuddin, & Binahayati Rusyidi Email: dhioadenansi@gmail.com; mochzainuddin@yahoo.com; titi.rusyidi06@yahoo.com

Lebih terperinci

Motivasi penting dikarenakan :

Motivasi penting dikarenakan : Motivasi Bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan Pemberian daya penggerak yg menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR, Menimbang : a. bahwa program kepemudaan

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN. Ahsin Zaedi, S.Kom Direktur GMP Nusantara Berkarya Owner Griya Sehat Sejahtera Owner Sekolah Panahan

KEWIRAUSAHAAN. Ahsin Zaedi, S.Kom Direktur GMP Nusantara Berkarya Owner Griya Sehat Sejahtera Owner Sekolah Panahan MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN Ahsin Zaedi, S.Kom Direktur GMP Nusantara Berkarya Owner Griya Sehat Sejahtera Owner Sekolah Panahan 1 PENDAHULUAN Jika dahulu kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

PENGANTAR PERKOPERASIAN

PENGANTAR PERKOPERASIAN PENGANTAR PERKOPERASIAN BAB V : NILAI-NILAI DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI OLEH ; LILIS SOLEHATI Y PENTINGNYA IDEOLOGI Ideologi adalah keyakinan atas kebenaran dan kemanfaatan sesuatu, jika sesuatu

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L No. 1449, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. Sentra Pemberdayaan Pemuda. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SENTRA PEMBERDAYAAN PEMUDA DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 lalu, membawa dampak yang sangat besar terhadap hampir semua lapisan masyarakat. Angka kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP LOYALITAS KARYAWAN Oleh : RETNO DJOHAR JULIANI DOSEN ADMINISTRASI NIAGA UNIVERSITAS PANDANARAN SEMARANG

PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP LOYALITAS KARYAWAN Oleh : RETNO DJOHAR JULIANI DOSEN ADMINISTRASI NIAGA UNIVERSITAS PANDANARAN SEMARANG PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP LOYALITAS KARYAWAN Oleh : RETNO DJOHAR JULIANI DOSEN ADMINISTRASI NIAGA UNIVERSITAS PANDANARAN SEMARANG ABSTRAK Kompensasi yang rendah menyebabkan berbagai permasalahan dalam

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN 1 PENDAHULUAN Jika dahulu kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak lahir dan diasah melalui pengalaman langsung di lapangan, maka sekarang ini paradigma tersebut telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pedesaan adalah bagian integral dari pembangunan daerah dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Idealnya, program-program

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya.

Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN. Makna Pemberdayaan 5/24/2017. Penyebab Ketidakberdayaan. Pemberdayaan (empowerment) Power/daya. Pengertian Pemberdayaan PEMBERDAYAAN Minggu ke 12 Pemberdayaan (empowerment) Power/daya Mampu Mempunyai kuasa membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan pemilik kekuasaan Makna Pemberdayaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

Pandangan tentang kemiskinan sangat beragam, berubah dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada awalnya pendekatan yang terpusat

Pandangan tentang kemiskinan sangat beragam, berubah dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada awalnya pendekatan yang terpusat TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan Pandangan tentang kemiskinan sangat beragam, berubah dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain. Pada awalnya pendekatan yang terpusat pada kondisi atau keadaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN TASIKMALAYA

BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN TASIKMALAYA Oleh : EDDY NURMANA, Drs. M.Si Kepala BPMKB Kab. Tasikmalaya BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN TASIKMALAYA 1 BIODATA Nama : EDDY NURMANA, Drs. M.Si NIP : 19610228 198204 1

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Landasan berpikir penelitian ini dimulai dari pemikiran bahwa setiap insan manusia termasuk petani memiliki kemampuan dalam melaksanakan suatu tindakan/perilaku

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Terdapat hubungan positif yang signifikan antara motivasi

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Terdapat hubungan positif yang signifikan antara motivasi 107 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan kajian dan hasil analisa data pada penelitian yang berjudul Pengaruh Motivasi Berprestasi Dan Prestasi Belajar Terhadap Kesiapan Berwirausaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreatifitas dan meningkatkan keterampilannya agar menjadi sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. kreatifitas dan meningkatkan keterampilannya agar menjadi sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan suatu harapan baru bagi keberlangsungan generasi suatu bangsa. Melalui proses pendidikan, anak diberi pelatihan untuk mengembangkan kreatifitas dan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

DocuCom PDF Trial. Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DocuCom PDF Trial.   Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Generasi muda adalah bagian dari penduduk dunia yang sangat potensial dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Namun permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen pegawai merupakan kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan prosedur kerja yang telah ditentukan serta budaya kerja yang dianut

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, membawa visi ke dalam kehidupan.

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, membawa visi ke dalam kehidupan. EKO HANDOYO MEMBANGUN KADER PEMIMPIN BERJIWA ENTREPRENEURSHIP DAN BERWAWASAN KEBANGSAAN 12-12 2012 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang

Lebih terperinci

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Ngalim Purwanto,

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN KEPEMUDAAN BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN KEPEMUDAAN BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN KEPEMUDAAN BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LANGSA,

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME SKRIPSI

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME SKRIPSI UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME ( PTK di Kelas VIII Semester 2 SMP Ne geri 1 Nogosari) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL - 1

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERTAURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang :

Lebih terperinci

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Friedmann dalam Wrihatnolo, dan Riant (2007:59) menyatakan bahwa konsep

II. TINJAUAN PUSTAKA. Friedmann dalam Wrihatnolo, dan Riant (2007:59) menyatakan bahwa konsep 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pemberdayaan Masyarakat Friedmann dalam Wrihatnolo, dan Riant (2007:59) menyatakan bahwa konsep pemberdayaan muncul sebagai konsep alternatif pembangunan yang pada intinya

Lebih terperinci

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pola asuh pada dasarnya merupakan suatu cara yang digunakan oleh orang dewasa kepada seorang anak dalam upaya mendidik anak tumbuh dan dapat beradaptasi

Lebih terperinci

mereka bekerja di proyek pertambangan migas tersebut.

mereka bekerja di proyek pertambangan migas tersebut. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Perusahaan Exxon Mobil melaksanakan program CSR berfokus pada tiga pilar, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi. Salah satu program pilar pengembangan ekonomi

Lebih terperinci