Reposisi Sikap Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa tentang Otonomi Pendidikan Tinggi: Konteks Universitas Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Reposisi Sikap Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa tentang Otonomi Pendidikan Tinggi: Konteks Universitas Indonesia"

Transkripsi

1 Reposisi Sikap Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa tentang Otonomi Pendidikan Tinggi: Konteks Universitas Indonesia oleh Arya Adiansyah, Rifqi Alfian dan Daya Cipta S Tulisan ini merupakan reposisi sikap Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa (MWA UI UM) mengenai otonomi pendidikan tinggi, khususnya yang sedang berjalan di Universitas Indonesia (UI). Kedepannya, reposisi sikap ini yang akan menjadi landasan MWA UI UM dalam mengambil suatu keputusan kebijakan tata kelola kampus. Kami menjelaskannya dengan menguraikan hakikat pendidikan dan otonominya, pergantian status hukum Universitas Indonesia pada masa otonomi tata kelola, dan evaluasi tiga belas tahun otonomi yang berjalan di Universitas Indonesia. Apa yang dipikirkan dan apa yang terjadi adalah landasan perjuangan kami. Selamat membaca, mari mengawal pelaksanaan otonomi pendidikan tinggi di kampus kita. Demi aksesbilitas yang seadil-adilnya. Sejak awal kelahirannya, manusia dianugerahi akal sehingga memungkinkannya memiliki kebebasan bertindak dalam rangka menciptakan kemaslahatan bagi kehidupannya. Kebebasan menjadi hak dasar setiap manusia. Menurut H.A.R. Tilaar, realisasi kemanusiaan adalah proses pembebasan manusia. 1 Proses pembebasan manusia ini memerlukan alat yang bernama pendidikan. Sejalan dengan kebebasan yang merupakan hak dasar manusia, maka pendidikan sebagai alat pembebasan juga menjadi hak dasar manusia. Merujuk Locke, manusia telah sepakat membentuk perjanjian sosial dalam sebuah negara. Negara menjadi usaha bersama dalam menjaga kebebasan. 2 Pada masa kini, kesepakatan yang telah dibangun mencakup juga bagaimana negara menyelenggarakan pendidikan. Hal ini tak lepas dari sebuah kesadaran bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap manusia dan negara sebagai lingkungan hidup manusia berkewajiban menyelenggarakan pendidikan pada warganya. 1 H.A.R Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Postmodern dan Studi Kulturalisme, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas) 2005, hlm Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama) 2004, hlm.190.

2 Indonesia sebagai hasil kesepakatan masyarakatnya merumuskan pendidikan dalam UUD Undang Undang Dasar 1945 memasukkan pendidikan sebagai elemen penting yang harus diselenggarakan oleh negara untuk mewujudkan salah satu cita-cita Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya, pasal 31 UUD 1945 menggariskan bahwa pendidikan adalah hak dari setiap warga negara. Artinya, setiap warga negara tanpa terkecuali berhak mengakses pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Negara mendirikan universitas sebagai implementasi penyelenggaraan pendidikan tinggi. Masyarakat berhak mengakses universitas sebagai hak dasar atas pendidikan. Mengacu pada pendapat H.A.R Tilaar tentang pendidikan tinggi, pada hakikatnya universitas adalah tempat untuk mencetak manusia-manusia bebas yang dengan kebebasannya mampu menciptakan kemaslahatan bagi kehidupan bernegara. Universitas adalah tempat untuk mencetak manusia yang berpegang teguh pada kebenaran yang membebaskan manusia dari segala pandangan yang mengekang dan menghalangi manusia mencapai kemaslahatannya. 3 Pada konteks pendidikan tinggi di Indonesia sekarang, kita mengenal dengan apa yang disebut otonomi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Kita harus mengetahui ruang lingkup otonomi secara jelas ketika membicarakannya. Secara umum, otonomi dapat kita bagi menjadi dua, yaitu otonomi keilmuan dan otonomi tata kelola. Selama 13 tahun ini, otonomi yang banyak diwacanakan di pendidikan tinggi termasuk UI adalah otonomi tata kelola universitas. Artinya, universitas memiliki wewenang sendiri dalam mengelola sumber dayanya tanpa campur tangan pemerintah. 3 H.A.R Tilaar, loc cit.

3 Otonomi pendidikan tinggi, pada hakikatnya dapat diturunkan menjadi tiga hal yakni desentralisasi, privatisasi, dan komersialisasi. Tiga hal tersebut berakar dari fenomena global dalam bentuk liberalisasi. 4 Liberalisasi dalam konteks pendidikan tinggi, berarti pendidikan tinggi sebagai sektor jasa dimasukkan ke arus pasar bebas. Sofian Effendy melihat ini dalam logika ekonomi, dimana pendidikan sebagai sektor jasa dimasukkan dalam sektor tersier, karena pendidikan mengubah orang tidak terampil menjadi punya keterampilan. 5 Pengetahuan pada masyarakat (neo) liberal dianggap sebagai alat untuk mencapai kemaslahatan ekonomi, dengan kata lain masyarakat yang telah menempuh pendidikan diharapkan dapat mengisi berbagai sektor industri tersebut. Tren tersebut sering diistilahkan dengan knowledge based economy, pada prakteknya pendidikan lebih difokuskan kepada pendidikan yang teknis, dalam lingkup pendidikan tinggi terejawantahkan dalam pendidikan vokasional dan politeknik. Seiring dengan komodifikasi tujuan pendidikan, diperlukan desentralisasi sebagai mekanisme perumusan dan penetapan kebijakan pendidikan. Menurut Vedi R Hadiz, desentralisasi adalah salah satu wacana inti dari pendekatan neo-institusionalisme, neo-institusionalisme disini berarti aliran pemikiran tentang pembangunan yang bermaksud menjelaskan sejarah, keberadaan, dan fungsi dari berbagai macam institusi. 6 Pada konteks pendidikan tinggi dapat diartikan bahwa institusi-institusi atau organ-organ pada universitas tersebut yang menjadi fokus utama pengelolaannya. Mekanisme pengelolaannya berupa pendelegasian wewenang pemerintah terhadap universitas, yang di universitas itu sendiri otoritas tertinggi terletak pada trustee board atau Majelis Wali Amanat. Dari sini dapat ditarik logika, intervensi pemerintah terhadap universitas menjadi lebih sedikit. 4 Galih Ramadian Nugroho Putra, Politik Pendidikan: Liberalisasi Pendidikan Tinggi Periode (Studi Komparasi Indonesia dan India, (Depok: Universitas Indonesia), 2012, hlm Paparan singkat Sofian Effendi Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi, Jakarta, 2 Mei Vedi R Hadiz, Decentralization and Democracy in Indonesia: A Critique of Neo-Institutional Perspectives dalam jurnal Southeast Asia Research Center vol. 47, Mei 2007.

4 Sedangkan privatisasi pendidikan tinggi, menurut Levin dalam penelitiannya untuk UNESCO adalah pendidikan tinggi yang pengelolaannya terlepas dari kontrol pemerintah, baik tujuannya untuk mencari profit ataupun tidak. Privatisasilah yang kemudian menjadi refleksi dalam merumuskan dan menetapkan berbagai kebijakan pendidikan. Ketika suatu universitas diberi otonomi untuk mengelola sumber dayanya dan intervensi pemerintah makin minim, akan berimplikasi kepada universitas harus mendanai pengelolaannya sendiri. Di Indonesia, yang terjadi adalah paling tidak ketergantungan universitas pada anggaran pemerintah porsinya menjadi lebih sedikit. Pendidikan tinggi sebagai sebuah komoditas adalah sebuah keniscayaan, dalam artian universitas perlu menghidupi dirinya sendiri melalui pemaksimalan potensi ventura ataupun pembukaan program studi yang sedang populer (baca: dibutuhkan dalam industri) sehingga dapat mendatangkan banyak profit untuk pengelolaan universitas. Inilah yang kemudian dinamakan sebagai komersialisasi pendidikan tinggi. Di titik otonomi yang paling ekstrem, pendidikan tinggi dijadikan sebagai suatu perusahaan yang murni ditujukan untuk mencari keuntungan. Otonomi Tata Kelola UI, Dari BHMN hingga PTN-BH Pada periode sebelum tahun 2000, UI berstatus Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Pada saat itu UI merupakan satuan kerja dari Kementerian Pendidikan. Undang-undang yang mendasari kebijakan pendidikan saat itu adalah Undang-Undang (UU) No. 2 tahun 1989 yang selanjutnya diturunkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 30 tahun 1990 terkait penyelenggaraan perguruan tinggi. Pada saat berbentuk PTN, sumber utama pendapatan UI adalah pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. UI, sepenuhnya berada dalam kepengawasan pemerintah. 7 Pada periode 1990an, kebijakan pendidikan di Indonesia mulai mendapatkan pengaruh global. Tepatnya pada tahun 1994, Indonesia tergabung dalam World Trade Organization (WTO). Ketergabungan Indonesia dalam WTO selanjutnya diikuti dengan penandatanganan General Agreement on Trade in Service (GATS) yang mengamanatkan Indonesia untuk meliberalisasi 12 sektor jasa, termasuk di dalamnya pendidikan. 8 7 Lebih lanjut lihat pasal 33 dan 52 UU No 2 Tahun Paparan singkat Sofian Effendi Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi, Jakarta, 2 Mei 2005.

5 Krisis yang terjadi pada tahun 1997 memperkuat pengaruh lembaga keuangan internasional dalam kebijakan di Indonesia, termasuk pendidikan. Singkatnya, Indonesia perlu melakukan deregulasi terhadap pendidikan yang notabene adalah sektor publik. 6 Pada perkembangannya pemerintah mengeluarkan PP No 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi diikuti dengan PP No 61 tahun 1999 tentang Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Pada dasarnya status BHMN memberikan otonomi pengelolaan lebih kepada universitas dalam bidang keuangan, ketenagaan, dan sarana prasarana. PTN diberikan kesempatan untuk mengubah bentuk menjadi BHMN. Penetapan PTN menjadi BHMN tentunya memiliki syarat tertentu. Perguruan Tinggi Negeri yang dinilai telah siap oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan mendapatkan status BHMN. Universitas Indonesia bersama 6 PTN lain di Indonesia ditetapkan sebagai BHMN. UI ditetapkan sebagai BHMN melalui PP Nomor 152 Tahun Berdasarkan PP Nomor 152 Tahun 2000, keuangan UI dipisahkan dari keuangan negara. Sumber utama pendapatan UI saat berbentuk BHMN adalah dana masyarakat. Majelis Wali Amanat (MWA) dibentuk sebagai badan pengawas check and balances tata kelola universitas. Kontrol pemerintah dilakukan oleh Menteri Pendidikan yang telah mendelegasikan wewenangnya kepada MWA. Pada tahun 2003, pemerintah menerbitkan UU No 23 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Undang-undang ini dibuat sebagai pengganti UU No 2 Tahun 1989 yang dianggap tidak memadai. Undang-Undang No 23 Tahun 2003, tepatnya Pasal 53 menyatakan dengan jelas bahwa penyelenggara pendidikan formal yang didirikan pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum. Untuk menjalankan ketentuan Pasal 53 UU No 23 Tahun 2003, pemerintah pada tahun 2009 kembali mengeluarkan UU No 9 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU BHP) tentang Badan Hukum Pendidikan. Badan Hukum Pendidikan inilah yang menurut pemerintah menjadi bentuk terbaik agar perguruan tinggi dapat menjalankan otonominya. Sejak saat itu UI berstatus Badan Hukum Pendidikan. Pada masa ini pula PP No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan diterbitkan dan mencabut PP No 61 Tahun 1999.

6 UU BHP mendapatkan penolakan dari sebagian masyrakat karena diindikasikan sebagai bentuk pelepasan tanggungjawab negara terhadap pendidikan tinggi. Beberapa kelompok masyarakat mengajukan judicial review pada Mahkamah Konstitusi. Tepat pada bulan Maret 2010 Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor /PUU-VII/2009 mengabulkan judicial review UU BHP. UU BHP dinyatakan batal secara keseluruhan. Hal ini berimplikasi pada kosongnya status hukum tujuh universitas badan hukum termasuk diantaranya UI. Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 juga tidak membahas status hukum tujuh universitas tersebut. Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, pemerintah menerbitkan PP No 66 Tahun 2010 tentang perubahan atas PP No 17 Tahun PP No 66 Tahun 2010 mengamanatkan UI mengambil bentuk pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Pada bentuk BLU, sumber utama pendanaan universitas adalah pemerintah melalui APBN, kekayaan universitas tidak dipisahkan dari negara, dan kepengawasan keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan. Transisi UI menuju BLU tidak berjalan mulus. Perdebatan yang terjadi berkutat pada bentuk badan hukum apa yang seharusnya diambil oleh UI pasca dibatalkannya UU BHP. Di tengah perjalanannya, Pemerintah mengeluarkan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Berdasarkan undang-undang ini, UI ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Konsep PTN BH tidak jauh berbeda dengan PT BHMN yang memberikan memberikan otonomi kepada perguruan tinggi yang mencakup organisasi, kemahasiswaan, keuangan, ketenaga kerjaan dan sarana prasarana. Mekanisme pendanaan PTN BH lebih lanjut diatur dalam PP No 58 Tahun Berdasarkan UU No 12 Tahun 2012 ini, Universitas berstatus PTN BH diamanatkan untuk membuat statuta sebagai dasar pengelolaan Universitas. UI telah rampung membuat statuta dan telah disahkan sebagai PP No 68 tahun 2013 pada tanggal 14 Oktober 2013 oleh Presiden.

7 Evaluasi 13 Tahun Otonomi UI Sudah 13 tahun UI menjalani otonomi perguruan tinggi, dalam waktu yang tidak singkat tersebut terdapat banyak perubahan di dalam tubuh UI. Perubahan tersebut, baik yang mendapat banyak perhatian dari publik atau tidak, harus diakui memberikan dampak yang besar bagi seluruh sivitas akademika UI. Perubahan pertama adalah kepegawaian di UI, dalam hal ini menyentuh semua pegawai di UI mulai dari tenaga kependidikan hingga dosen. Sebelum otonomi, sistem kepegawaian di UI seluruhnya adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan honorer seperti instansi pemerintahan. Hal ini membuat adanya kejelasan jenjang karier bagi pegawai serta terjaminnya kesejahteraan pegawai. Sekalipun bagi mereka yang honorer, sudah ada kejelasan hukum bagi mereka untuk menjadi PNS melalui PP No. 56 Tahun 2012 PP No. 43 Tahun Tentu saja seperti layaknya PNS dasar hukum yang dipakai untuk kepegawaian UI pada saat itu adalah UU No. 8 Tahun 1974 yang telah direvisi dalam UU No. 43 Tahun Namun, ketika UI memasuki masa otonomi dengan mengacu kepada PP No.152 Tahun 2000, terjadi perubahan pada status kepegawaian UI. PP No. 152 Tahun 2000 Pasal 42 menyebutkan bahwa selama-lamanya dalam jangka waktu sepuluh tahun (tahun 2010) semua pegawai di UI beralih statusnya menjadi pegawai UI, artinya baik yang PNS maupun yang belum punya status beralih status menjadi pegawai UI. Pada kenyataannya, UI tidak membuat aturan turunan yang terejawantahkan dalam Perjanjian Kerja Bersama di tingkat universitas sehingga kemudian terjadi ketidakjelasan kepegawaian di UI. Perjanjian Kerja Bersama sendiri berisi hak dan kewajiban pemberi kerja, serikat pekerja/pegawai, dan pekerja/pegawai yang dibuat dengan musyawarah antara pegawai (yang diwakili serikat pekerja/pegawai) dengan pemberi kerja. Pejanjian Kerja Bersama menjadi dasar dalam membuat Perjanjian Kerja kepada pegawai secara individu. Jika Perjanjian Kerja Bersama tidak ada maka pegawai tidak memiliki jaminan mendapatkan gaji yang layak, perlindungan kerja, dan kejelasan masa depan. Maka bagi mereka yang telah menjadi PNS tentu tidak bersedia berganti status menjadi pegawai UI. 9 Paparan singkat Paguyuban Pekerja UI (PPUI) pada Evaluasi 13 Tahun Otonomi UI, Depok, 5 Desember 2013.

8 Akhirnya terjadilah dualisme status kepegawaian di UI, dimana ada pegawai yang masih berstatus PNS dan non-pns. Ketidakjelasan dan dualisme status kepegawaian ini berdampak pada berbagai hal, yang pertama adalah jenjang karier. Untuk PNS jenjang kariernya telah memiliki dasar hukum yang jelas, sedangkan untuk non-pns di tingkat UI tidak memilikinya. Kedua adanya diskriminasi antara pegawai PNS dan non-pns, seperti perbedaan fasilitas asuransi dan jaminan pensiun. Ketiga, belum jelasnya sistem kepegawaian di UI, dapat membuat daya tawar pegawai non-pns menjadi lemah, sehingga kemungkinan dipecat kapan saja sangat besar, apapun kontribusinya untuk UI. Keempat sampai 2013 tercatat pegawai di UI tidak memiliki status dan banyak dari pegawai yang gajinya dibawah UMR. 10 Saat ini, menjelang 14 tahun otonomi, telah disahkan PP No. 68 tahun 2013 tentang Statuta UI yang merupakan dasar hukum bagi UI setelah berstatus PTN Berbadan Hukum. Dalam status kepegawaian yang diterapkan di UI sekarang (yang mengacu statuta) ada tiga, yaitu PNS, pegawai tetap, dan pegawai tidak tetap. Harapannya sekalipun tidak menganut status tunggal, hal yang paling penting adalah adanya kejelasan di tiap status tersebut. Perubahan juga terjadi di sumber pendapatan UI. Di era etonomi dimana keuangan UI terpisah dari keuangan negara, UI diharuskan mandiri secara keuangan. Sekalipun ada dana dari pemerintah, tetapi tidak akan menjadi pemasukan signifikan. Maka, di era otonomi ini yang bisa dilakukan UI adalah memaksimalkan pemasukan dari biaya pendidikan, ventura, dan hibah. Tetapi kenyataannya untuk pemasukan, UI sangat mengandalkan pemasukan dari biaya pendidikan. Pada tahun 2008, kontribusi biaya pendidikan atau mahasiswa pada pendapatan UI adalah 48% dan menurun tiap tahunnya walaupun secara nominal terus meningkat. Namun pada tahun 2012 kontribusi biaya pendidikan terhadap pendapatan UI melejit menjadi 57,17%. 11 Bahkan menurut World Bank kontribusi biaya pendidikan terhadap pendapat UI sebesar 59%, terbesar diantara PTN Berbadan Hukum lainnya. 10 Ibid. 11 Hal ini dikemukakan pada LAKIP UI sebagaimana dikutip dalam Alldo Fellix Januardy, Pengaruh Neoliberalisme Terhadap Korporatisasi dan Komersialisasi Universitas Publik: Studi Kasus Universitas Indonesia (2014), hal

9 Kenaikan ini wajar adanya karena terlihat pula kenaikan biaya operasional pendidikan yang dikenakan mahasiswa. Tahun 2008 merupakan penerapan awal BOP-B (Biaya Operasional Pendidikan-Berkeadilan) yang sekarang dirasakan oleh mahasiswa UI dimana mahasiswa reguler dapat dikenakan biaya hingga 7,5 juta rupiah untuk rumpun sains, teknologi dan kesehatan, sedangkan untuk rumpun sosial humaniora dikenakan biaya hingga 5,1 juta rupiah. Penerapan BOP-B yang memiliki rentang biaya ini diharapkan dapat menjangkau mereka yang berpendapatan menengah kebawah dan kurang mampu tanpa mengorbankan potensi pemasukan dari mereka yang mampu. Namun, dilihat dari penerapannya ternyata ada tren BOP-B yang dikenakan mahasiswa terus meningkat. Pada tahun 2009, rata-rata BOP yang dikenakan kepada mahasiswa reguler sebesar Rp ,00; tetapi pada tahun 2010 meningkat 50,9% menjadi Rp , Kenyataan ini diperkuat dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) UI 2008 yang merupakan tahun pertama dilaksanaknnya BOP-B. LAKIP UI 2007 mencatat penerimaan dari biaya pendidikan sebesar 870 miliar, pada LAKIP UI 2008 melonjak tajam menjadi 1,173 triliun. Tidak hanya itu, di tahun 2010 diterapkan pertama kalinya program non-reguler, yaitu paralel dan kelas khusus internasional di UI. Keberadaan kedua program baru ini mengakibatkan kenaikan pendapatan signifikan dari 621 milyar rupiah pada tahun anggaran 2010 menjadi 933 milyar rupiah pada tahun anggaran Namun, disisi lain ada beberapa pencapaian positif UI pada era otonomi. Selama UI dalam status otonomi, UI mengalami peningkatan rangking internasional. Tahun 2007 QS Higher Education menobatkan UI di rangking 395 dunia. Di tahun berikutnya UI naik peringkat ke posisi 287 dan di tahun 2009 peringkat UI mencapai puncaknya di peringkat 201. Setelah 2009, peringkat UI melorot hingga menduduki peringkat 309 di tahun 2009, karena pada proses transisi dari PP 152/2000 ke PP 66/2010 tidak berjalan dengan baik, yang mengakibatkan konflik dan penurunan kinerja akademik Hal ini dikemukakan oleh BK MWA UI UM 2013 sebagaimana dikutip dalam Alldo Fellix Januardy, Pengaruh Neoliberalisme Terhadap Korporatisasi dan Komersialisasi Universitas Publik: Studi Kasus Universitas Indonesia (2014), hal Januardy. loc.cit. 14 Paparan Wiku Adisasmito pada Evaluasi 13 Tahun Otonomi UI, Depok, 5 Desember 2013.

10 Selain itu, pembangunan UI baik fisik maupun non-fisik menjadi lebih cepat karena UI tidak perlu lagi menunggu birokrasi pemerintah yang berbelit dan lama. Contoh nyata adalah pada tahun 2013 terjadi pemblokiran anggaran Kemendikbud yang menyebabkan pospos anggaran termasuk anggaran untuk perguruan tinggi tidak bisa turun tepat waktu. Namun, dengan otonominya UI tetap bisa melaksanakan pembangunannya karena memang keuangannya yang mandiri dan terpisah dari keuangan negara. Terlihat dengan begitu masifnya pembangunan di UI 13 tahun terakhir. Mulai dari perpustakaan pusat hingga gedung rumpun ilmu kesehatan. Epilog: Mensiasati Otonomi Pendidikan Tinggi Perdebatan tetang otonomi pendidikan tinggi sepertinya belum habis, bahkan setelah Statuta UI, yang menjadi landasan hukum otonomi tata kelola UI disahkan. Sampai tulisan ini dibuat, masih terdapat berbagai wacana yang mengkritik otonomi tata kelola pendidikan tinggi. Salah satunya, sebut saja yang datang dari Paguyuban Pekerja UI yang masih memperjuangkan judicial review untuk Statuta UI, agar kejelasan status dan kesejahteraan pekerja UI lebih terjamin. Jauh sebelum itu, dari pihak mahasiswa mengajukan judicial review untuk UUPT, terakhir diajukan oleh Universitas Andalas. Alldo Fellix Januardy, MWA UI UM 2013 menjadi saksi ahli di sidang tersebut. Tetapi, gugatan tersebut ditolak dan tidak lama Statuta UI pun disahkan. Telah diuraikan sebelumnya hakikat otonomi pendidikan tinggi dan bagaimana Universitas Indonesia mengkontekstualisasikannya, sehingga kini yang menjadi pertanyaan bagaimana kita mensiasati otonomi pendidikan tinggi tersebut. Kata mensiasati disini berarti adalah bagaimana kita sebagai mahasiswa yang diwakili oleh Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa sadar akan kerugian dan keuntungan yang datang dari sebuah produk kebijakan pendidikan. Tetapi sebelumnya kita terlebih dahulu perlu memahami posisi Majelis Wali Amanat (MWA) secara umum dan Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (MWA UM) secara khusus. Menurut Statuta UI pasal 1, yang dimaksudkan dengan Majelis Wali Amanat adalah organ UI yang menyusun dan menetapkan kebijakan umum di UI. MWA bukanlah organ yang baru ada setelah Statuta UI disahkan, MWA hadir sejak tiga belas tahun lalu dimana UI pertama kalinya ditetapkan sebagai PT BHMN melalui PP.152 tahun 2000.

11 Keberadaan MWA sebagai organ tertinggi universitas adalah bentuk pengejawantahan prinsip desentralisasi dalam otonomi pendidikan tinggi. Desentralisasi disini berarti ada pendelegasian wewenang dari pemerintah ke MWA. MWA mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan rektor. Karena rektor mendapatkan legitimasi dari MWA, rektor bertanggungjawab kepada MWA untuk menyusun laporan akhir. Dapat kita tarik dua gagasan mengenai eksistensi MWA sebagai organ tertinggi di universitas. Pertama, MWA hadir sebagai produk otonomi, MWA ada untuk mengawasi check and balances di tubuh universitas. Kedua, fungsi MWA sebagai penyusun dan penetap kebijakan di universitas. Kebijakan yang berlaku di universitas adalah ranah otonomi universitas tersebut, meskipun ada kebijakan pendidikan yang mengatur dalam lingkup nasional. Kebijakan pendidikan di masing-masing universitas dibuat berdasarkan kebutuhan dan karakter universitas masing-masing. UI, yang dipercaya dapat sepenuhnya otonom tentu memuat beragam kebijakan yang mendukung otonomi universitas tersebut. Konstituen mahasiswa diwakili oleh MWA UM, yakni M. Amar Khoerul Umam pada periode 2014 ini. Amar, duduk di rapat MWA dalam rangka merepresentasikan kepentingan mahasiswa. Tentu saja, penting bagi Amar untuk memberikan perspektif mahasiswa dalam berbagai kebijakan yang dirumuskan dan ditetapkan. Amar juga dapat menyampaikan kesadaran mahasiswa akan keuntungan dan kerugian akan sebuah produk kebijakan pada masa otonomi pendidikan tinggi sekarang ini. Meskipun otonomi pendidikan tinggi di Universitas Indonesia yang berlangsung selama 13 tahun telah membawa rentetan permasalahan, tidaklah perlu tergesa-gesa untuk melawan gagasan tentang otonomi pendidikan tinggi itu sendiri. Melawan gagasan otonomi tidak dapat diterapkan dalam posisi Amar sebagai MWA UM, karena MWA UM sendiri adalah produk otonomi yang mempunyai fungsi merumuskan dan menetapkan kebijakan umum yang berlaku di UI. Sehingga, dapat disimpulkan, Amar mempunyai posisi strategis untuk membawa kebijakan yang memuat kepentingan mahasiswa, berdasarkan masalahmasalah yang timbul akibat otonomi pendidikan tinggi yang belum berjalan cukup baik di Universitas Indonesia.

12 Daftar Pustaka Buku: Januardy, A. F. Pengaruh Neoliberalisme Terhadap Korporatisasi dan Komersialisasi Universitas Publik: Studi Kasus Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia, Prasetyo, Eko. Orang Miskin Dilarang Sekolah. Yogyakarta: Resist Book, R. Nugroho Putra, Galih.. Politik Pendidikan: Liberalisasi Pendidikan Tinggi Periode Studi Komparasi Indonesia dan India. Depok: Universitas Indonesia, Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Tilaar, H. A.R., Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif Postmodern dan Studi Kulturalisme. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Jurnal dan Dokumen: Adisasmito, Wiku. "Refleksi Kinerja UI Pada Masa Otonomi." Depok: Evaluasi 13 Tahun Otonomi UI, Effendi, Sofian, Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Tinggi di Era Pasar Bebas: Tantangan, Peluang, dan harapan diselenggarakan oleh UIN Syarif Hidayatullah dan unika Atma Jaya, Jakarta: 2 Mei Paguyuban Pekerja UI. "Paparan Singkat Evaluasi 13 Tahun Otonomi Universitas Indonesia Bidang Ketenagakerjaan." Depok: Evaluasi 13 Tahun Otonomi UI, R. Hadiz, Vedi. Decentralization and Democracy in Indonesia: A Critique of Neo- Institutional Perspectives dalam jurnal Southeast Asia Research Center vol. 47, Mei Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah UI Tahun Undang-Undang No.12 Tahun Peraturan Pemerintah No. 152 Tahun Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2013.

Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Ketenagakerjaan. Oleh: Arinta Dea Dini Singgi dan Daya Cipta S 1

Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Ketenagakerjaan. Oleh: Arinta Dea Dini Singgi dan Daya Cipta S 1 Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Ketenagakerjaan Oleh: Arinta Dea Dini Singgi dan Daya Cipta S 1 1 SuperStaf Divisi Kajian Kebijakan BK MWA UI UM 2013 Pada tanggal 14 Oktober 2013 telah disahkan

Lebih terperinci

Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Organisasi. Oleh: Muhammad Ridha Intifadha 1

Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Organisasi. Oleh: Muhammad Ridha Intifadha 1 Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Organisasi Oleh: Muhammad Ridha Intifadha 1 1 Deputi Divisi Kajian Kebijakan BK MWA UI UM 2013 Prolog Universitas Indonesia, layaknya institusi lainnya, membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri

BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

JAWA POS, 24/7/03 PT-BHMN KELUAR DARI CUL-DE-SAC

JAWA POS, 24/7/03 PT-BHMN KELUAR DARI CUL-DE-SAC JAWA POS, 24/7/03 PT-BHMN KELUAR DARI CUL-DE-SAC Sofian Effendi Pemerataan Akses Untuk mencapai pemerataan pendidikan tinggi, Pemerintah Indonesia telah menempuh kebijakan klasik menyediakan subsidi biaya

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan BOPTN dan UKT : Implikasinya Terhadap Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Negeri Lainnya

Implementasi Kebijakan BOPTN dan UKT : Implikasinya Terhadap Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Negeri Lainnya Implementasi Kebijakan BOPTN dan UKT : Implikasinya Terhadap Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Negeri Lainnya Oleh : 1 Alldo Fellix Januardy 1 Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa

Lebih terperinci

Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Tri Dharma Pendidikan Tinggi. Oleh: Ida Fauziah 1

Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Tri Dharma Pendidikan Tinggi. Oleh: Ida Fauziah 1 Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Tri Dharma Pendidikan Tinggi Oleh: Ida Fauziah 1 1 Kepala Divisi Kajian Kebijakan BK MWA UI UM 2013 Pada tanggal 14 Oktober 2013, Universitas Indonesia (UI) memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Badan Hukum Pendidikan yang selanjutnya disebut UU BHP, disahkan oleh Dewan Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2008

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa proses globalisasi telah menimbulkan persaingan yang semakin tajam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa proses globalisasi telah menimbulkan

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Pambagio, M.Eng.Mgt., CPN

Oleh: Ir. Agus Pambagio, M.Eng.Mgt., CPN KAJIAN SAKSI AHLI KEBIJAKAN PUBLIK ATAS PENGUJIAN UU NO. 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI TERHADAP UUD REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TERKAIT DENGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DALAM PERKARA NOMOR 33/PUU-XI/2013

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bangsa agar salah satu tujuan Negara Indonesia tercapai. Berdasarkan visi dalam

PENDAHULUAN. bangsa agar salah satu tujuan Negara Indonesia tercapai. Berdasarkan visi dalam PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa proses globalisasi telah menimbulkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN I. UMUM Semangat reformasi di bidang pendidikan yang terkandung dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI

Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI Oleh: Ilma Sulistyani dan Muhammad Arizal Staf Bidang Kajian BK MWA UI UM 2016 A. PENGANTAR SINGKAT: VENTURA Penyelenggaraan sebuah institusi perguruan tinggi, khususnya

Lebih terperinci

Biaya Kuliah Tunggal. oleh Ali Zainal Abidin (Staf Kajian BK MWA UI UM 2016)

Biaya Kuliah Tunggal. oleh Ali Zainal Abidin (Staf Kajian BK MWA UI UM 2016) Biaya Kuliah Tunggal oleh Ali Zainal Abidin (Staf Kajian BK MWA UI UM 2016) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Bunyi Pasal 31 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Banyak Akademisi Indonesia Dimanfaatkan Malaysia

Banyak Akademisi Indonesia Dimanfaatkan Malaysia Banyak Akademisi Indonesia Dimanfaatkan Malaysia - 25 Juli 2012 TEMPO.CO, Yogyakarta-Undang-Undang Pendidikan tinggi disahkan oleh DPR pada Jumat, 13 Juli 2012 lalu. Undang-undang ini lahir akibat Mahkamah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

Catatan Pengabdian MWA UI UM

Catatan Pengabdian MWA UI UM Catatan Pengabdian MWA UI UM Fadel Muhammad Anggota Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa Bulan Juli ini tepat enam bulan saya menjabat di Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI), sebagai MWA

Lebih terperinci

Kenaikan Biaya Pendidikan Universitas Indonesia Tahun 2016

Kenaikan Biaya Pendidikan Universitas Indonesia Tahun 2016 Kenaikan Biaya Pendidikan Universitas Indonesia Tahun 2016 Oleh Sandi Aria Mulyana / FISIP UI 2012 Pada masa pemilihan Calon Rektor Universitas Indonesia pada tahun 2014 lalu, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis

Lebih terperinci

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS UU &DIKTI Keuangan DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS Keuangan Di dalam Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 perumusan tentang keuangan adalah: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesuksesan sebuah penyelenggaraan tugas pemerintahan, terutama pada penyelenggaraan pelayanan public kepada masyarakat sangat tergantung pada kualitas SDM Aparatur.

Lebih terperinci

Kajian Posisi Dasar-Dasar Pengevaluasian Kebijakan Rektor Universitas Indonesia Tahun 2015

Kajian Posisi Dasar-Dasar Pengevaluasian Kebijakan Rektor Universitas Indonesia Tahun 2015 Kajian Posisi Dasar-Dasar Pengevaluasian Kebijakan Rektor Universitas Indonesia Tahun 2015 Oleh Fadel Muhammad (Kepala Bidang Kajian ) Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia

Lebih terperinci

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. 1 A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. Oleh karena itu dengan cara apapun dan jalan bagaimanapun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Edo Yuliandra ( ) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia - Akuntansi ABSTRAK

PENDAHULUAN. Edo Yuliandra ( ) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia - Akuntansi ABSTRAK ANALISIS TATA KELOLA INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI DALAM PERUBAHAN PERATURAN TERKAIT PERGURUAN TINGGI (PP 152/2000, PP 66/2010, DAN UU 12/2012), STUDI KASUS : UNIVERSITAS INDONESIA Edo Yuliandra (0906558786)

Lebih terperinci

Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum.

Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI (SUBSTANSI KEBAHARUAN DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA) Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. (Pembantu Rektor II UNS) Disampaikan dalam rangka Diskusi Terbatas Pro-Kontra

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

Bandung, 13 Juli 2017

Bandung, 13 Juli 2017 Bandung, 13 Juli 2017 Organ IPB Majelis Wali Amanat Senat Akademik Dewan Guru Besar Rektor (PP 66 Tahun 2013 Tentang Statuta IPB) Visi Institut Pertanian Bogor Menjadi terdepan dalam memperkokoh martabat

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA 1. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi tantangan dan peluang tersebut. Kapasitas institusi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi tantangan dan peluang tersebut. Kapasitas institusi tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ketika tantangan yang dihadapi datang bersamaan dengan kesempatan untuk meningkatkan daya saing dan pencapaian di tengah persaingan global, perguruan tinggi

Lebih terperinci

2 pendidikan tinggi harus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan pera

2 pendidikan tinggi harus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan pera TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Universitas Diponegoro. Statuta. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 170). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA

UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA UU YAYASAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENYELENGGARAAN PTS DEDI MULYASANA Dasar Hukum Yayasan Setelah 6 Agustus 2001 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UUY) yang diundangkan 06 Agusts 2001 dan berlaku efektif

Lebih terperinci

MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional*

MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional* MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional* O. Nurhilal, M.Si Jurusan Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran Alamat email : o.nurhilal@unpad.ac.id Abstrak Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG I. UMUM Institut Teknologi Bandung, pertama kali dideklarasikan oleh pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

Labor and Industrial Relations

Labor and Industrial Relations Labor and Industrial Relations Modul ke: 13 Mahasiswa memahani mengenai : 1. Hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha 2. Membandingkan hubungan tenagakerja di Indonesia dan USA Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana terdapat dalam Alinea Keempat Undang-Undang Dasar

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana terdapat dalam Alinea Keempat Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana terdapat dalam Alinea Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) 1 yang sangat otentik menyebutkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Per 17 Desember 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PIDATO KUNCI REKTOR PADA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN

PIDATO KUNCI REKTOR PADA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN PIDATO KUNCI REKTOR PADA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN 12 Juli 2005 Hotel Santika, Yogyakarta Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi tercatat mengalami sejarah panjang di Indonesia. Semenjak tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Desentralisatie wet yang menjadi

Lebih terperinci

Gonjang-Ganjing ART UI (Bukan UI Art War)

Gonjang-Ganjing ART UI (Bukan UI Art War) Gonjang-Ganjing ART UI (Bukan UI Art War) oleh Bidang Kajian Rindangnya pohon-pohon UI tak bisa menghalau teriknya matahari Depok yang membuat siapapun jadi malas bergerak. Termasuk Cibel, yang memilih

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menjadi suatu kenyataan yang dihadapi setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh memengaruhi, bahkan pergesekan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masih terus menjadi dambaan, ketika sosok yang sesungguhnya belum lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. masih terus menjadi dambaan, ketika sosok yang sesungguhnya belum lagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia seutuhnya yang diidealisasikan menjadi titik puncak pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagai proses kemanusiaan dan pemanusiaan sejati masih terus

Lebih terperinci

Perkembangan Usulan Tunjangan Kinerja bagi PNS Tenaga Kependidikan pada PTN BH

Perkembangan Usulan Tunjangan Kinerja bagi PNS Tenaga Kependidikan pada PTN BH Perkembangan Usulan Tunjangan Kinerja bagi PNS Tenaga Kependidikan pada PTN BH (18 Juni sd 11 September 2014) Herry Suhardiyanto Rektor IPB Auditorium Thoyyib Hadiwijaya Kamis, 11 September 2014 Kronologi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan daya

Lebih terperinci

Pidato Ketua Senat Akademik ITB Pada Peringatan Dies Natalis ke-49 ITB

Pidato Ketua Senat Akademik ITB Pada Peringatan Dies Natalis ke-49 ITB Pidato Ketua Senat Akademik ITB Pada Peringatan Dies Natalis ke-49 ITB Transformasi Tata Kelola ITB dan Peran Sains, Teknologi, Seni Dalam Menghadapi Permasalahan Bangsa Aula Barat ITB, 2 Maret 2008 Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS HASANUDDIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS HASANUDDIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS HASANUDDIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM UMUM Memasuki abad ke 21 dunia semakin terasa kecil dan sempit

Lebih terperinci

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 152 TAHUN 2000 (152/2000) TENTANG PENETAPAN UNIVERSITAS INDONESIA SEBAGAI BADAN HUKUM MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 152 TAHUN 2000 (152/2000) TENTANG PENETAPAN UNIVERSITAS INDONESIA SEBAGAI BADAN HUKUM MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 152 TAHUN 2000 (152/2000) TENTANG PENETAPAN UNIVERSITAS INDONESIA SEBAGAI BADAN HUKUM MILIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.16, 2014 PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Perguruan Tinggi. Pengelolaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG PENGELOLAAN KEUANGAN MODEL BADAN LAYANAN UMUM* Oleh: Sutrisna Wibawa (PRII UNY)

SELAYANG PANDANG PENGELOLAAN KEUANGAN MODEL BADAN LAYANAN UMUM* Oleh: Sutrisna Wibawa (PRII UNY) SELAYANG PANDANG PENGELOLAAN KEUANGAN MODEL BADAN LAYANAN UMUM* Oleh: Sutrisna Wibawa (PRII UNY) Hekinus Manao (Mantan Direktur Akuntansi & Pelaporan Keuangan, Ditjen Perbendaharaan: Ketua Tim Penyusun

Lebih terperinci

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Pengantar Pembiayaan adalah persoalan yang sangat dinamis. Di samping secara langsung bersentuhan dengan masyarakat, masalah ini juga terkait

Lebih terperinci

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS HASANUDDIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS HASANUDDIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS HASANUDDIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi keberadaannya dan mutlak terpenuhi.

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ari Purbayanto. Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB

Prof. Dr. Ari Purbayanto. Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB Prof. Dr. Ari Purbayanto Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB Jumat, 03 Februari 2012 IPB sebagai PT BHMN PP 154/2000 menetapkan Institut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, disahkan pada tanggal 15 Januari 2014 dan secara resmi mulai di implementasikan di tahun 2015. Undang-undang ini menghadirkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009

KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009 KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009 Tema: Perumahan dan Permukiman Indonesia: Masa Lalu, Kini dan Ke Depan I. LATAR BELAKANG Sarasehan ini merupakan

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik di butuhkan upaya-upaya dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik di butuhkan upaya-upaya dari berbagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai mana telah tertulis di dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945, maka

Lebih terperinci

PARADIGMA SALAH TENTANG PT-BHMN

PARADIGMA SALAH TENTANG PT-BHMN PARADIGMA SALAH TENTANG PT-BHMN Sofian Effendi 1 Artikel berjudul Stop Privatisasi PTN oleh Darminingtyas, Anggota Dewan Penasihat The Center for the Betterment of Education (CBE) di Kompas terbitan 14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan bangsa berpendapatan menengah dan memiliki tingkat pendidikan semakin tinggi, mempunyai kehidupan politik yang semakin demokratis, serta rakyat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konteks pemerintahan yang demokratis kekuasaan tidak berada dan dijalankan oleh satu badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga. Tujuan dari dibagi-baginya

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STATUTA UNIVERSITAS HASANUDDIN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini ya

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STATUTA UNIVERSITAS HASANUDDIN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini ya LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.171, 2015 PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Universitas Hasanuddin. Statuta. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5722) PERATURAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIII/2015 Perincian Nominal dalam Undang-Undang APBN 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIII/2015 Perincian Nominal dalam Undang-Undang APBN 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUUXIII/2015 Perincian Nominal dalam UndangUndang APBN 2015 I. PEMOHON Dr. Aji Sofyan Effendi, S.E., M.Si. Hasanuddin Rahman Daeng Naja, S.H., M.Hum., M.Kn. II. OBJEK

Lebih terperinci

IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA KETETAPAN DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 03/TAP/DPM UI/I/2015

IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA KETETAPAN DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 03/TAP/DPM UI/I/2015 IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA KETETAPAN DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 03/TAP/DPM UI/I/2015 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA UNIVERSITAS PADJADJARAN

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA UNIVERSITAS PADJADJARAN PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM penjelasan pasal demi pasal PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1999 TENTANG PENETAPAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SEBAGAI BADAN HUKUM Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa proses

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Institut Seni Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Institut Seni Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota yang identik dengan sebutan kota pelajar. Terdapat empat Perguruan Tinggi Negeri di daerah ini, yaitu: Universitas Gadjah Mada, Universitas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi tiga prioritas pembangunan pendidikan nasional, meliputi 1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2. peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,

Lebih terperinci

BIRO ADMINISTRASI UMUM DAN KEUANGAN (BAUK) UNIVERSITAS DIPONEGORO Oleh : Purwati

BIRO ADMINISTRASI UMUM DAN KEUANGAN (BAUK) UNIVERSITAS DIPONEGORO Oleh : Purwati BIRO ADMINISTRASI UMUM DAN KEUANGAN (BAUK) UNIVERSITAS DIPONEGORO Oleh : Purwati Biro Administrasi Umum dan Keuangan Undip merupakan unsur pelaksana di bidang administrasi Umum dan Keuangan yang bertanggungjawab

Lebih terperinci

PERATURAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR: 25919/UN4.0/OT.05/2016 TENTANG TATA KERJA ANTARORGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR: 25919/UN4.0/OT.05/2016 TENTANG TATA KERJA ANTARORGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR: 25919/UN4.0/OT.05/2016 TENTANG TATA KERJA ANTARORGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS HASANUDDIN Menimbang :

Lebih terperinci

2 pengaruhnya. Pola baru ini melahirkan penyelenggaraan perguruan tinggi yang mengandalkan pengambilan keputusan berbasis kebijakan strategis, standar

2 pengaruhnya. Pola baru ini melahirkan penyelenggaraan perguruan tinggi yang mengandalkan pengambilan keputusan berbasis kebijakan strategis, standar TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Institut Teknologi Sepuluh November. Statuta. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 172). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Perundangan Berkaitan Pendanaan PTN Badan Hukum

Sosialisasi Peraturan Perundangan Berkaitan Pendanaan PTN Badan Hukum 1 Sosialisasi Peraturan Perundangan Berkaitan Pendanaan PTN Badan Hukum Armansyah Ginting Rapat Koordinasi dan Pengawasan Internal Universitas Sumatera Utara Medan, 21 Juni 2014 2 Peraturan Perundangan:

Lebih terperinci

Bandung, 26 Mei 2016

Bandung, 26 Mei 2016 Bandung, 26 Mei 2016 PP No. 66 Tahun 2013 tentang Statuta IPB Statuta IPB adalah peraturan dasar pengelolaan IPB yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di IPB. Pola

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci