BAB I PENDAHULUAN. A. Visi dan Misi. Laporan Kinerja Direktorat PPBB 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Visi dan Misi. Laporan Kinerja Direktorat PPBB 2015"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Visi dan Misi Sesuai Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan dalam rencana strategis pun mengemban visi dan misi yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Bermandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong. Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin diwujudkan pada Kabinet Kerja yakni: Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara; Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan; Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi system dan penegak hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya; Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; Meningkatkan Produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional; Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; Melakukan revolusi karakter bangsa; Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Pembangunan Kesehatan pada periode adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Dukungan Direktorat PPBB terhadap Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan pencapaian tujuan Direktorat PPBB yaitu terselenggaranya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya melalui Pengendalian Malaria; Pengendalian Arbovirosis; Pengendalian Zoonosis; Pengendalian Filariasis dan Kecacingan; dan Pengendalian Vektor. 1

2 B. Tugas Pokok dan Fungsi Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian penyakit bersumber binatang. C. Struktur Organisasi Direktorat Pengendalian Penyakit bersumber Binatang terdiri atas: 1. Subdirektorat Pengendalian Malaria; 2. Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis; 3. Subdirektorat Pengendalian Filariasis dan Kecacingan; 4. Subdirektorat Pengendalian Vektor; 5. Subbagian Tata Usaha; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional. Berikut adalah bagan Struktur organisasi Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang sesuai Permenkes 1144 Tahun 2010: Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Sub Bagian Tata Usaha Subdirektorat Pengendalian Malaria Subdirektorat Pengendalian Zoonosis Subdirektorat Pengendalian Filariasis dan Kecacingan Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis Subdirektorat Pengendalian Vektor Seksi Standarisasi Seksi Standarisasi Seksi Standarisasi Seksi Standarisasi Seksi Standarisasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Seksi Bimbingan dan Evaluasi Kelompok Jabatan Fungsional (JFT) Gambar 1 Struktur organisasi Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang 2

3 D. Sumber Daya Manusia Tahun 2015, Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang berjumlah 96 orang. Berikut adalah proporsi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat PPBB Tahun 2015 berdasarkan tingkat pendidikan, dimana jumlah terbanyak adalah PNS dengan pendidikan Strata 2 yaitu sebanyak 42 orang diikuti PNS dengan pendidikan Strata 1 sebanyak 31 orang. Grafik proporsi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat PPBB berdasarkan tingkat pendidikan tahun

4 BAB II PERENCANAAN KINERJA Indikator pencapaian sasaran selama tahun di Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang sesuai Rencana Strategis adalah sebagai berikut: 1. Presentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu sebesar 80% 2. Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1/1.000 penduduk sebanyak 400 Kabupaten/Kota 3. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikro filarial menjadi, 1% sebanyak 75 Kabupaten/Kota 4. Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD, 49 per penduduk sebesar 68% 5. Persentase Kabupaten/Kota yang eliminasi rabies sebesar 85% Berikut ditampilkan Indikator Kinerja tahun sesuai penjabaran di atas: No. Indikator Target Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu 2 Jumlah Kabupaten/Kota dengan API <1 per penduduk 3 Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% 4 Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per penduduk 5 Persentase Kabupaten/Kota yang eliminasi Rabies 40% 50% 60% 70% 80% % 62% 64% 66% 68% 25% 40% 55% 70% 85% Tabel 1 - Indikator Kinerja Tahun Dengan penyusunan Rencana Strategis maka dibuatlah Perjanjian Kinerja Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan untuk Tahun 2015 sebagai berikut: 4

5 Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Satuan Kerja Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit bersumber binatang Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per penduduk Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per penduduk Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi Rabies 25 Jumlah Anggaran: Rp ,- Tabel 2 - Perjanjian Kinerja Bulan Maret 2015 Pada akhir Tahun 2015, dengan terbitnya Rencana Aksi Program Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan maka Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang melakukan Revisi terhadap Rencana Aksi Kegiatan sebagai turunan dari RAP Ditjen PP dan PL. Sesuai dengan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Revisi I, Isi Perjanjian Kinerja Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: 5

6 Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Satuan Kerja Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit bersumber binatang Jumlah Anggaran: Rp , Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per penduduk Jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) Filariasis Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per penduduk Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi Rabies Persentase Rekomendasi kajian pengendalian penyakit bersumber binatang meningkat 50% dari jumlah rekomendasi tahun 2014 persentase teknologi tepat guna pengendalian penyakit bersumber binatang meningkat 50% dari jumlah rekomendasi tahun 2014 persentase pelabuhan/bandara/plbd yang melakukan pengendalian vektor terpadu sebesar 100% Tabel 3 - Perjanjian Kinerja Bulan Desember

7 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang dengan 5 indikator kinerja di tahu 2015 telah mampu mencapai target. Berikut adalah indikator serta capaiannya: NO INDIKATOR KINERJA 1 Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu 2 Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per penduduk 3 Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% 4 Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per penduduk 5 Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi Rabies REALISASI TARGET ABSOLUT % 40 41, , , ,93 111, ,13 104,52 Tabel 4 - indikator kinerja dengan target dan capaian di tahun 2015 Dibawah ini dijabarkan analisa terhadap pencapaian indikator kinerja di Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang: 1. Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu a. Definisi Operasional Indikator Kabupaten / Kota yang melakukan pengendalian vektor dengan dua atau lebih metode Pengendalian b. Rumus perhitungan pencapaian indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang melaksanakan pengendalian vektor x 100 % Jumlah Kabupaten/Kota endemis penyakit tular vektor dan penyakit zoonotik lainnya 7

8 c. Capaian: Target tahun 2015 terhadap indikator Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu adalah sebesar 40% dan diperoleh capaian sebesar 41,2% atau persentase 103%. Grafik perbandingan target dengan realisasi tahun 2015 d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan: Intervensi vektor belum berdasarkan bukti/data vektor (evident based) Dalam pengendalian vektor secara kimiawi dengan penggunaan insektisida baik oleh masyarakat maupun penentu kebijakan masih menjadi prioritas utama Masih kurangnya tenaga entomologi baik di tingkat pusat, UPT, Provinsi dan atau Kabupaten/Kota Adanya resistensi vektor terhadap insektisida Penggunaan metode pengendalian vektor secara terpadu belum berjalan secara optimal e. Alternative solusi yang telah dilakukan: - Melakukan kegiatan pengumpulan data vektor/ surveilans vektor untuk melengkapi data tentang vektor yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan - Melakukan sosialisasi dan advokasi untuk melakukan pengendalian vektor secara terpadu dan penggunaan insektisida / kimiawi merupakan pilihan terakhir 8

9 - Melakukan kegiatan pelatihan tenaga entomologi - Melakukan supervise dan memperkuat jejaring kemitraan dengan organisasi profesi, asosiasi dan kalangan universitas - Melakukan monitoring resistensi vektor terhadap insektisida yang digunakan - Pemetaan spesies, bionomic dan resistensi vektor terhadap insektisida dengan menggunakan IT f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya Peningkatan Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor secara terpadu g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan pencapaian target Dilaksanakan mapping vektor di Indonesia berbasis IT/web Diberdayakan UPT, dalam hal ini BBTKL untuk melakukan konfirmasi vektor secara genotype Bertambahnya tenaga entomolog baik di UPT maupun di Provinsi, Kabupaten/Kota melalui pelatihan teknis jabatan fungsional Ditingkatkan perlengkapan untuk kegiatan surveilans vektor dan pengendalian vektor baik di UPT maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota Peningkatan jejaring kerja maupun sumber daya baik dengan organisasi profesi, assosiasi, unuversitas maupun pihak swasta Peningkatan dukungan peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelaksanaan pengendalian vektor baik beruda Perda, Pergub, Permenkes, PP dan lain-lain Terlaksananya dan makin ditingkatkannya monitoring resistensi vektor terhadap insektisida 2. Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < penduduk a. Definisi Operasional Indikator Jumlah kabupaten/kota dengan jumlah kasus postitif malaria < 1 per 1000 penduduk dalam kurung waktu satu tahun. 9

10 b. Rumus perhitungan pencapaian indikator 1) Rumus perhitungan API : Laporan Kinerja Direktorat PPBB 2015 Jumlah kasus positif malaria x 1000 penduduk Jumlah Penduduk 2) Rumus Perhitungan Indikator : Jumlah seluruh kabupaten/kota yang mencapai API < 1 c. Capaian Target jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1 per 1000 penduduk pada tahun 2015 yaitu 340 dengan capaian sebesar 379 kabupaten/kota atau persentase sebesar 111,47 % Grafik perbandingan antara target dan realisasi terhadap indikator jumlah Kabupaten/kota yang mencapai API< 1/1.000 penduduk tahun 2015 d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan Capaian tersebut dipengaruhi oleh berbagai capaian antara lain, seperti: 1) Persentase Pemeriksaan Sediaan Darah Adalah persentase suspek malaria yang dilakukan konfirmasi laboratorium baik menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostik Test (RDT) dari semua suspek yang ditemukan. Target yang diharapkan adalah di atas 95%. Pada tahun 2015 jumlah suspek sebanyak dan dilakukan konfirmasi pemeriksaan darah

11 2) Persentase Pasien Malaria positif yang Diobati sesuai Standar Adalah proporsi pasien positif yang diobati dengan sesuai pedoman dibandingkan dengan jumlah pasien positif. Angka ini digunakan untuk melihat kualitas pengobatan kasus malaria apakah sesuai dengan standar nasional atau tidak. Artemisinin based Combination Therapy (ACT) saat ini merupakan obat yang paling efektif untuk membunuh parasit malaria. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada tahun 2015 jumlah pasien yang diobati sesuai standar sebanyak dan jumlah pasien yang positif malaria adalah ) Meningkatkan Cakupan Penggunaan Kelambu Pemakaian kelambu berinsektisida merupakan salah satu strategi untuk mengurangi faktor resiko penularan malaria. Kelambu dibagikan kepada penduduk yang tinggal di daerah endemis tinggi malaria (API > 5 per 1000), dengan target minimal 80% penduduk di daerah tersebut mendapatkan perlindungan kelambu berinsektisida. kelambu dibagikan hanya kepada kelompok risiko tinggi yang tinggal didaerah fokus yaitu ibu hamil dan bayi. e. Alternative solusi yang telah dilakukan 1) Peningkatan akses layanan malaria yang bermutu Desentralisasi pelaksanaan program oleh Kab/kota Integrasi kedalam layanan kesehatan primer Penemuan dini dengan konfirmasi dan pengobatan yang tepat sesuai dengan standar dan pemantauan kepatuhan minum obat. Penerapan sistem jejaring public-privite mix layanan malaria. 2) Pencegahan dan Pengendalian vektor terpadu 3) Intervensi kombinasi (LLIN, IRS, Larvasida, pengelolaan lingkungan, personal protection, profilaksis), Berbasis bukti Pendekatan kolaboratif 4) Pemantauan efektifitas dan resistensi OAM. 5) Penguatan Surveilans termasuk surveilans migrasi, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) dan penanggulangan KLB. 6) Penguatan kemandirian masyarakat melalui Posmaldes dan UKBM lainnya. 11

12 7) Penguatan kemitraan melalui Forum Gerakan Berantas kembali Malaria (GebrakMalaria). 8) Penguatan manajemen fungsional program, advokasi dan promosi program dan berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan. 9) Penguatan komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam kesinambungan pemenuhan kebutuhan program. 10) Penguatan sistem informasi strategis dan penelitian operasional untuk menunjang basis bukti program. f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya Pada tahun 2015 Anggaran untuk Sub Direktorat Malaria dalam rangka mencapai indikator kinerja sebesar Rp ,- terealisasi sebesar Rp ,- (90,20%). Dengan capaian penyerapan sebesar 90,20%, program malaria dapat mencapai target kinerja jumlah Kabupaten/Kota yang mencapai API <1. Pada tahun 2015 jumlah kabupaten/kota yang mencapai API < 1 yaitu sebesar 379 Kabupaten/Kota dari target pada tahun 2015 adalah sebesar 340 Kabupaten/Kota. g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian target Beberapa kegiatan untuk mencapai target kinerja telah dilaksanakan pada tahun Kegiatan tersebut bersumber dana APBN maupun Hibah/donor, berikut kegiatan program malaria pada tahun 2015: 1) Pertemuan Pengembangan panduan Kegiatan Surveilans Migrasi di KKP 2) Workshop Advokasi Penganggaran berbasis pendekatan Gugus Pulau, Halmahera 3) Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Program Malaria Tingkat Nasional 4) Pelatihan Peningkatan Kapasitas Manajemen Logistik dan Administrasi 5) Pertemuan Koordinasi dalam Eliminasi Malaria 6) Monitoring dan Evaluasi dalam Rangka Pemantapan QA Dan Jejaring Laboratorium di Aceh 7) Persiapan Pelaksanaan Program Pengendalian Malaria Dengan Kesehatan Ibu, Anak Dan Imunisasi 8) Persiapan Pelatihan Manajemen Quality Assurance Mikroskopis Malaria 9) Penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Menuju Eliminasi Malaria 10) Evaluasi Kelambu Massal Di Wilayah Kawasan Timur Indonesia 12

13 11) Pertemuan Pembahasan Hasil Assesment Eliminasi Malaria 12) Penyerahan Sertifikat Eliminasi Malaria Kepada Kota Payakumbuh 13) Peringatan Hari Malaria Sedunia di Kabupaten Fak-Fak Provinsi Papua Barat 14) Jambore Fasilitator PLA Kader Malaria Desa ke-2 tingkat Provinsi Maluku Utara 15) Pelaksanaan Terpadu Program Pengendalian Malaria Dengan Program Kesehatan Ibu, Anak, Dan Imunisasi Di Daerah Kawasan Timur 3. Jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) Filariasis a. Definisi Operasional Indikator: merupakan angka absolut yang menunjukkan jumlah kabupaten/kota endemis yang melakukan POPM Filariasis baik yang tahun pertama/kedua/ketiga/keempat/kelima. b. Rumus perhitungan pencapaian indikator Kabupaten/Kota endemis filariasis di Indonesia sebanyak 241 kabupaten/kota. Pada tahun 2015 diharapkan/ditargetkan yang melaksanakan POMP Filariasis adalah 140 Kabupaten/Kota. Jadi rumus perhitungan pencapainan Indikator adalah akumulasi jumlah kabupaten/kota melakukan POPM Filariasis pada tahun c. Capaian: Tahun 2015, capaian terhadap jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) Filariasis sebesar 144 Kabupaten/Kota atau persentase sebesar 102,86% Grafik perbandingan target dan realisasi terhadap jumlah Kabupaten/Kota endemis yang melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) Filariasis tahun

14 d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan: Koordinasi lintas Kementerian untuk mendukung pelaksanaan POMP Filariasis dengan duikeluarkanya surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. tentang pelaksanaan Bulan Eliminasi Kaki Gajah/BELKAGA dan No..tentang Meningkatkan Advokasi/Sosialisasi POMP Filariasis di kabupaten/kota Komitmen Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Pemberian Obat Massal Pencegahan/POMP Filariasis. e. Alternative solusi yang telah dilakukan Pelaksanaan Bulan pemberian Obat Filariasis melalui pelaksanaan Bulan Eliminasi Kaki Gajah/BELKAGA. f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya Dukungan semua aspek pembiayaan operasional melalui dan Dekonsentrasi, APBD maupun donasi. 4. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% a. Definisi Operasional: Menurunkan angka absolut yang menunjukkan jumlah kab/kota yang telah selesai melakukan Pemberian Obat Pengobatan Massal (POPM) Filariasis selama 5 tahun berturut, kemudian 6 bulan setelahnya pada pemeriksaan darah jari berhasil menurunkan angka mikrofilaria (mf rate) atau menjadi < 1%. b. Rumus perhitungan pencapaian indikator: Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang telah selesai melakukan Pemberian Obat Pengobatan Massal (POPM) Filariasis selama 5 tahun berturut-turut dan 6 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan darah jari memberikan hasil angka mikrofilaria (mf rate) < 1%. c. Capaian: Target tahun 2015 sebanyak 35 Kabupaten/Kota endemis Filariasis berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% dengan realisasi Jumlah 14

15 Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi < 1% tahun 2015 sebanyak 33 Kabupaten/Kota (94.3%). PROVINSI NO KAB/KOTA Kepulauan Bangka Belitung 1 Bangka Barat 2 Belitung Kepulauan Riau 3 Kota Dumai Sumatera Barat 4 Lima Puluh Koto 5 Kota Bukit Tinggi 6 Agam 7 Pesisir Selatan Kalimantan Tengah 8 Kota Waringin Barat Gorontalo 9 Kota Gorontalo 10 Gorontalo 11 Gorontalo Utara 12 Pahuwoto 13 Parigi Mountong Sulawesi Tenggara 14 Bombana 15 Kolaka Utara Sulawesi Selatan 16 Enrekang 17 Luwu Timur Sulawesi Barat 18 Polewali Mandar Nusa Tenggara Timur 19 Alor 20 Rote Ndao Riau 21 Pelalawan 22 Kauntan Singingi Sumatera Utara 23 Labuhan Batu Banten 24 Kota Serang 25 Tangerang 26 Tangerang Selatan 15

16 Jawa Barat 27 Kota Bogor 28 Bandung 29 Bekasi 30 Kota Depok Papua 31 Merauke 32 Jayapura Maluku Utara 33 Tidore Kepulauan Tabel Kabupaten/Kota Endemis Filaria yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi <1% di tahun 2015 d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan: - Kurangnya partisipasi masyarakat dalam minum obat sehingga cakupan POPM Filariasis masih dibawah target (< 65%). - Keterlambatan distribusi obat ke kabupaten/kota sehingga pelaksanaan POPM mundur dari waktu yang telah ditentukan. - Keterlambatan distribusi bahan promosi (KIE) Filariasis ke kabupaten/kota sehingga sosialisasi Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis di masyarakat kurang optimal. e. Alternative solusi yang telah dilakukan: (ditambahkan jika masih ada lagi??) - Peningkatan promosi POPM Filariasis melalui media yang efektif dengan menggunakan pendekatan kearifan lokal. - Mempersiapkan SDM baik di tingkat pusat maupun daerah, konsolidasi, koordinasi serta upaya penguatan kapasitas lainnya. - Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di tingkat provinsi, kabupaten, dan puskesmas. f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya : Kerjasama lintas sektor/program dan lintas kementerian/lembaga dalam menggalang dukungan, antara lain : - Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 13 Agustus 2015 Nomor. 443/4499/SJ tentang Program Percepatan Penanggulangan Penyakit Menular Tropik Terabaikan, 16

17 - Buku Saku Kader Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis, - Stiker Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis, - Dialog Interaktif di televisi dan radio, - Penayangan Iklan Layanan Masyarakat. g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan pencapaian target: (mohon menampilkan semua kegiatan yang dilaksanakan baik menggunakan Dana APBN maupun Bantuan Luar Negeri) - Bulan Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga), - Sosialisasi Filariasis secara Intensif, - Penyediaan Dana Operasional POPM Filariasis lewat Dana Dekon - Survei Penilaian Endemisitas Filariasis - Survei Evaluasi Mid Term Filariasis - Survei di Sentinel dan Spot Check Site Pasca POPM Filariasis - Survei Penilaian Transmisi (Transmission Assesment Survey = TAS) - Pengamatan Pengendalian Filariasis - Koordinasi NTF/Pokja Filariasis - Koordinasi Komite Ahli Pengobatan Filariasis (KAPFI) - Asistensi Teknis Pengembangan Program Filariasis - Advokasi/Sosialisasi dalam Rangka Pengembangan/Peningkatan Program Eliminasi Filariasis - Pertemuan Koordinasi Seluruh Pemangku Kebijakan Dalam Rangka Bulan Eliminasi Kaki Gajah Oktober Pertemuan Koordinasi Tingkat Provinsi. - Monitoring dan Evaluasi dalam rangka Bulan Eliminasi Kaki Gajah - Investigasi Kasus Kejadian Ikutan POMP Filariasis - Pengamatan dan Pengendalian F. Buski - Pengamatan dan Pengendalian Program Cacingan - Koordinasi LS/LP Program P2 Filariasis dan Kecacingan - Pertemuan Koordinasi LS/LP Program P2 Filariasis dan Kecacingan - Pelatihan Tenaga Mikroskopis Schistosomiasis - Pengamatan dan Pengendalian Schistosomiasis - Pertemuan Koordinasi Pengendalian Schistosomiasis 17

18 5. Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per penduduk a. Definisi Operasional Indikator: Persentase kab/kota dengan angka yang menunjukan kasus/kejadian penyakit dalam suatu populasi pada waktu tertentu < 49/ b. Rumus perhitungan pencapaian indikator Jumlah kabupaten/kota dengan Indeks Rate Demam Berdarah Dengue kurang dari 49/ penduduk dibagi jumlah total kabupaten/kota endemis Demam Berdarah Dengue pada tahun yang sama c. Capaian: Jumlah kabupaten/kota yang mencapai target IR < 49/ penduduk sebanyak 344 Kabupaten/Kota atau 66,93 %. Target ini sudah mencapai 111,5 % dari target capaian 60 % kabupaten/kota yang mencapai IR < 49/ penduduk pada tahun Target di tahun 2015 sebanyak 60% atau 308 Kabupaten/Kota dengan total jumlah Kabupaten/Kota se-indonesia adalah 514 Kabupaten/Kota. Grafik perbandingan target dan realisasi terhadap jumlah Kabupaten/Kota yang mencapai target IR< 49/ penduduk tahun 2015 d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan: Pada tahun 2015 promosi PSN 3M Plus dilakukan melalui media TV dan radio Mempromosikan Gerakan 1 rumah 1 Jumantik pada saat Peringatan Asean Dengue Day tahun 2015 dan pada pertemuan Nasional bagi seluruh pengelola DBD tingkat provinsi, BBTKL PP dan KKP seluruh Indonesia. 18

19 e. Alternative solusi yang telah dilakukan Telah dimulai sosialisasi Pokjanal di beberapa provinsi Melibatkan Anak Sekolah dan Pramuka sebagai kader jumantik f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya Seluruh rumah tangga ikut dalam melakukan kegiatan PSN 3M Plus melalui Gerakan 1 rumah 1 Jumantik g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan pencapaian target Surveilans Sistem Sentinel Dengue dilakukan di 6 Provinsi, yang bertujuan untuk mengetahui sero tipe dengue yang beredar di wilayah tersebut. Dengan tujuan sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya KLB DBD. Pengadaan RDT DBD sebagai alat test diagnostik untuk mengetahui adanya virus dengue dengan cepat sehingga upaya pemutusan mata rantai penularan dan tatalaksana penyakit DBD dapat segera dilakukan. Penyediaan logistik (Larvasida dan Insektisida) untuk pemenuhan kebutuhan pengendalian vektor. Melakukan bimbingan teknis baik melalui supervisi maupun pertemuan kepada pengeloa DBD baik di tingkat provinsi maupun akb/kota agar dapat melaksanakan sesua SOP. 6. Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi Rabies a. Definisi Operasional Indikator Eliminasi rabies adalah menghilangkan kasus rabies (Lyssa) di suatu daerah (kabupaten/kota), dimana kasus lyssa kurang dari satu selama 2 tahun berturutturut. b. Rumus perhitungan pencapaian indikator: Jumlah kab./kota yang kasus lyssanya kurang dari 1 selama 2 tahun berturut-turut x 100% Jumlah total kab./kota yang mempunyai kasus lyssa pada tahun yang sama 19

20 c. Capaian Tahun 2015, Jumlah Kabupaten/kota yang kasus lyssanya kurang dari 1 selama 2 tahun berturut-turut (tahun ) sebanyak 69 Kabupaten/Kota. Dengan total kabupaten/kota yang mempunyai kasus lyssa pada tahun 2015 sebanyak 264 Kabupaten/Kota se-indonesia. Target tahun 2015 sebanyak 25% Kabupaten/Kota Capaian 2015 adalah: 69/264 x 100% = 26,13% d. Analisis penyebab keberhasilan/kegagalan: Penyebab keberhasilan: - Minimal cakupan Vaksinasi hewan penular rabies (HPR) sebesar 70% - Sosialisasi kepada masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat tentang bahaya rabies dan bagaimana pengendalian di masyarakat - Meningkatnya kemampuan petugas kesehatan dalam penanganan kasus gigitan hewan penular rabies - Ketersediaan vaksin anti rabies baik untuk HPR maupun untuk tatalaksana post exposure serta pre exposure pada kelompok risiko tinggi - Koordinasi antara dinas kesehatan dan peternakan dalam sosialisasi, penyelidikan epidemiologi - Bimbingan teknis secara intesif untuk daerah yang kasus gigitan hewan penular rabiesnya tinggi Penyebab kegagalan: - Komitmen pemerintah daerah dalam penanggulangan rabies - Ketidak pedulian masyarakat terhadap pengendalian rabies - Kepercayaan masyarakat pada dukun dalam mengobati kasus gigitan hewan penular rabies - Masih sulit menjangkau puskesmas terdekat - Rabies center yang belum optimal e. Alternative solusi yang telah dilakukan - Melakukan TOT pada petugas kesehatan dan peternakan secara terpadu dalam pengendalian rabies - Melakukan sosialisasi dan advokasi pada pemangku kepentingan 20

21 - Melakukan sosialisasi tentang pengendalian rabies pada guru-guru (sektor pendidikan) - Melakukan sosialisasi tentang pengendalian rabies pada sektor pariwisata - Penyedian vaksin anti rabies dan serum anti rabies f. Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya - Masyarakat yang dapat membantu petugas dari sektor hewan dalam hal mendata kepemilikan HPR di wilayahnya masing-masing - Dalam hal tatalaksana kasus gigitan HPR, sumber daya manusia (masyarakat) dapat ditingkatkan dalam melakukan cuci luka gigitan HPR - Untuk masyarakat yang memiliki hewan peliharaan dapat melakukan vaksinasi secara berkala dengan biaya/dana sendiri - Disosialisasikan bahwa masyarakat dapat membawa hewan peliharaannya ke dinas peternakan setempat untuk mendapatkan vaksinasi (efisiensi biaya operasional petugas yang harus ke rumah-rumah penduduk untuk melakukan vaksinasi) g. Analisis kegiatan yang menunjang keberhasilan/kegagalan pencapaian target - Penyediaan Vaksin anti rabies dan serum anti rabies, tidak bisa hanya disiapkan oleh pusat, namun perlu dukungan dari daerah masing-masing - Perlu dilakukan sosialisasi tentang pengendalian dan tatalaksana rabies di daerah terancam dan bebas, agar daerah tersebut tetap bebas dari rabies - Sosialisasi pengendalian rabies pada tenaga guru - Pembuatan media KIE untuk pelajar - Sosialisasi pengendalian rabies untuk pelajar, yang dilakukan oleh tenaga pengajar yang telah mengikuti sosialisasi pengendalian rabies 21

22 B. REALISASI ANGGARAN Pada awal tahun 2015, Pagu DIPA Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang sebesar Rp ,- NO SUBDIREKTORAT PAGU % 1 Pengendalian Malaria ,38 2 Pengendalian Arbovirosis ,33 3 Pengendalian Zoonosis ,52 4 Pengendalian Filariasis dan Kecacingan ,31 5 Pengendalian Vektor ,46 TOTAL ,00 Tabel Pagu awal tahun 2015 berdasarkan Subdirektorat Kemudian ada beberapa kali dilakukan revisi Pagu DIPA, hingga di akhir tahun 2015 menjadi sebesar Rp NO SUB DIREKTORAT APBN SUMBER DANA PHLN JUMLAH 1 Pengendalian Malaria Pengendalian Arbovirosis Pengendalian Zoonosis Pengendalian Filariasis dan Kecacingan Pengendalian Vektor TOTAL Tabel Pagu Akhir tahun 2015 berdasarkan Sub Direktorat 22

23 Berdasarkan pagu akhir tahun 2015, berikut adalah tabel realisasi anggaran Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang: SUMBER DANA PAGU RUPIAH REALISASI % APBN ,77 PHLN ,21 TOTAL ,56 Tabel Pagu dan Realisasi Akhir Tahun 2015 Berikut ditampilkan matriks sandingan indikator kinerja terhadap penggunaan anggaran pada Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang pada tahun 2015: REALISASI NO INDIKATOR KINERJA TARGET ABSOLUT % PAGU ANGGARAN REALISASI % 1 Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu 40 41, ,66 2 Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per penduduk , ,18 3 Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria , ,02 menjadi < 1% 4 Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per penduduk 60 66,93 111, ,94 5 Persentase Kabupaten/Kota yang Eliminasi Rabies 25 26,13 104, ,61 TOTAL ,56 23

24 BAB IV PENUTUPAN Direktorat Pengendalian Penyakit bersumber Binatang dengan struktur organisasi terdiri atas 5 Subdirektorat yaitu Subdirektorat Pengendalian Malaria, Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis, Subdirektorat Pengendalian Filariasis dan Kecacingan, Subdirektorat Zoonosis, Subdirektorat Pengendalian Vektor dan Subbagian Tata Usaha. Di tahun 2015 memiliki 5 indikator kinerja sesuai pada Rencana Aksi Kegiatan yang mengacu pada Rencana Aksi Program dan Rencana Strategis dengan capaian akhir tahun yang semuanya berhasil atau tercapai sesuai target. Hal ini tidak terlepas dari sumber daya manusia serta anggaran yang menunjang guna mencapai 5 indikator kinerja Direktorat. Dengan dana yang dikelola sebesar Rp ,- realisasi sebesar Rp ,- atau persentase sebesar 86,56%. Harapan untuk tahun yang akan datang yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia serta komitmen bersama untuk dapat mencapai sesuai target yang ditentukan. 24

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/543/2016 TENTANG PANITIA PENYELENGGARA BULAN PEMBERIAN OBAT PENCEGAHAN MASSAL DALAM RANGKA ELIMINASI FILARIASIS TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TAHUN 2017 Kementerian Kesehatan RI Ditjen Pencegahan dan KKP Kelas I Soekarno-Hatta Area Perkantoran Bandara Soekarno-Hatta Email: kkp.soekarnohatta@yahoo.co.id ; www.kkpsoetta.com

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN LOMBOK UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE I. Kondisi Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

Oleh : drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid Direktur. Disampaikan pada Pertemuan Evaluasi dan Perencanaan Ditjen P2P Tahun 2016 Tangerang, 11 Mei 2016

Oleh : drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid Direktur. Disampaikan pada Pertemuan Evaluasi dan Perencanaan Ditjen P2P Tahun 2016 Tangerang, 11 Mei 2016 Oleh : drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid Direktur Disampaikan pada Pertemuan Evaluasi dan Perencanaan Ditjen P2P Tahun 2016 Tangerang, 11 Mei 2016 3 DIMENSI PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN MANUSIA, SEKTOR UNGGULAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah satu penyakit parasitik tertua di dunia. Penyakit menular ini bersifat menahun yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan sumber daya tersebut, pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM P2PTVZ

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM P2PTVZ GERMAS EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM P2PTVZ Disampaikan pada Pertemuan Koordinasi Teknis P2P Jakarta, 19-22 Maret 2018 PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK 1. Penyakit berpotensi wabah : Malaria, DBD, Rabies,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Konsep kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG. ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG. ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA .' /9(. PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 154 TAHUN 2010 TENTANG ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTAJAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus. BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis banyak menghadapi masalah kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu penyakit

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEGIATAN PUSAT DATA DAN INFORMASI TAHUN

RENCANA AKSI KEGIATAN PUSAT DATA DAN INFORMASI TAHUN RENCANA AKSI KEGIATAN PUSAT DATA DAN INFORMASI TAHUN 2015 2019 KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Berdasarkan visi dan misi pembangunan jangka menengah, maka ditetapkan tujuan dan sasaran pembangunan pada masing-masing

Lebih terperinci

a. 10 (dua belas) indikator memperoleh capaian > 100 %, b. 4(empat) indikator capaiannya < 100 %, yaitu 1).Cakupan Imunisasi dasar

a. 10 (dua belas) indikator memperoleh capaian > 100 %, b. 4(empat) indikator capaiannya < 100 %, yaitu 1).Cakupan Imunisasi dasar IKHTISAR EKSEKUTIF Sebagai perwujudan dan pertanggungjawaban atas keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan visi, misi, tujuan dan sasaran SKPD yang telah ditetapkan di dalam Rencana Kinerja Tahun 2016 dan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I I TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN Rencana Kinerja (Renja) BPPTPM Prov.Kep.Babel TA.2016 BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1. Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional dan Provinsi Visi BKPM dalam periode 2015-2019 adalah sebagai

Lebih terperinci

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017 Gambar 1. Kelengkapan dan Ketepatan laporan SKDR Minggu ke 05 tahun 2017 (Pertanggal 9 Februari 2017) Minggu ke-5 2017, terdapat 13 provinsi yang memiliki ketepatan dan kelengkapan laporan SKDR >= 80%.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.3-/216 DS71-99-46-4 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2010-2014 difokuskan pada delapan fokus prioritas, salah satunya adalah pengendalian

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakit menular yang jumlah kasusnya dilaporkan cenderung meningkat dan semakin

Lebih terperinci

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di negara berkembang maupun di negara yang sudah maju di

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

Penanggulangan Penyakit Menular

Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 157 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dengan metode COMBI di laksanakan untuk pertama kalinya di Kota Pekanbaru dengan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Daerah Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2016-2021 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi Gubernur

Lebih terperinci

Revisi ke 03 Tanggal : 06 Oktober 2016

Revisi ke 03 Tanggal : 06 Oktober 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Eliminasi Malaria di Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BADUNG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) BIRO KEPEGAWAIAN SETJEN KEMENKES TAHUN

RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) BIRO KEPEGAWAIAN SETJEN KEMENKES TAHUN RENCANA AKSI KEGIATAN (RAK) BIRO KEPEGAWAIAN SETJEN KEMENKES TAHUN 2015-2019 BIRO KEPEGAWAIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENKES Kesehatan Gedung Prof Dr. Sujudi Lantai 8 9 Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav.

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT Tahun 2016 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. VISI

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT Tahun 2016 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. VISI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.5-/216 DS7838-314-681-8296 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN. Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016

INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN. Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016 INTEGRASI PROGRAM PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN Usman Sumantri Kepala Badan PPSDM Kesehatan Surabaya, 23 November 2016 Tantangan Pembangunan Kesehatan Derajat kesehatan rakyat yg setinggitingginya

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--0/AG/2014 DS 0221-0435-5800-5575 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD UPT KESMAS TAMPAKSIRING 1. Pendahuluan Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT, SURVEILANS EPIDEMIOLOGI, IMUNISASI & KESEHATAN MATRA

PENGENDALIAN PENYAKIT, SURVEILANS EPIDEMIOLOGI, IMUNISASI & KESEHATAN MATRA Katalog Buku Pedoman pada Seksi P2P PENGENDALIAN PENYAKIT, SURVEILANS EPIDEMIOLOGI, IMUNISASI & KESEHATAN MATRA Seksi P2P DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMEDANG BIDANG PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT SEKSI

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 48 menyatakan bahwa salah satu dari 17 upaya kesehatan komprehensif adalah Pelayanan Kesehatan Tradisional.

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL Malaria : penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang hidup & berkembang biak dalam sel darah manusia Ditularkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/498/2017 TENTANG TIM PENANGGULANGAN MALARIA TERPADU BUKIT MENOREH DI KABUPATEN PURWOREJO DAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan dengan amanat Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Strategis

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 24 Mei 2017

Revisi ke 01 Tanggal : 24 Mei 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BUKU LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat

BUKU LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat BUKU LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2016 Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat IKHTISAR EKSEKUTIF Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 Tentang Rencana

Lebih terperinci

RANCANGAN INDIKATOR RENCANA AKSI KEGIATAN UPT BTKLPP

RANCANGAN INDIKATOR RENCANA AKSI KEGIATAN UPT BTKLPP RANCANGAN INDIKATOR RENCANA AKSI KEGIATAN UPT BTKLPP SISTEMATIKA PENYAJIAN RENCANA AKSI PROGRAM (RAP) RANCANGAN INDIKATOR RAK BTKLPP SISTEMATIKA RAK PERJANJIAN KINERJA MONITORING CAPAIAN RAK RENCANA TINDAK

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya tata Instansi Pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance dan Clean Governance) merupakan syarat bagi setiap pemerintahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan awal dari implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/423/2017 TENTANG TIM TEKNIS ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BIDANG KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/423/2017 TENTANG TIM TEKNIS ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BIDANG KESEHATAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/423/2017 TENTANG TIM TEKNIS ADAPTASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS Minggu Epidemiologi Ke-52 Tahun 2016 (Data Sampai Dengan 6 Januari 2017) Website: skdr.surveilans.org Dikeluarkan oleh: Subdit Surveilans, Direktorat SKK, Ditjen

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berikut adalah beberapa kesimpulan yang dapat diuraikan berdasarkan analisa yang dilakukan peneliti terhadap pelaksanaan program penanggulangan malaria di Puskesmas Sioban.

Lebih terperinci

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan Prioritas Nasional 2. Isu-isu Penting dalam Prioritas Nasional (PN)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Outline Paparan 1. Kinerja Pelaksanaan Rencana Kerja Kemenkes 2014-2015 - Capaian Indikator

Lebih terperinci

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA N I KETUT DIARMITA DIREKTUR KESEHATAN HEWAN BOGOR,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat,

Lebih terperinci

Terlampir. Terlampir

Terlampir. Terlampir KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL PERTEMUAN NASIONAL EVALUASI DAN PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT 2016 (PERNAS P2P 2016)

RANGKUMAN HASIL PERTEMUAN NASIONAL EVALUASI DAN PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT 2016 (PERNAS P2P 2016) RANGKUMAN HASIL PERTEMUAN NASIONAL EVALUASI DAN PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT 2016 (PERNAS P2P 2016) Pertemuan Nasional Evaluasi dan Perencanaan Program Pencegahan dan Pengendalian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) PUSAT PELATIHAN SDM KESEHATAN TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pusat Pelatihan SDM Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang maju, adil, dan makmur. Visi tersebut direalisasikan pada empat misi pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana disebutkan dalam Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN OLEH: DR.DR.H.RACHMAT LATIEF, SPPD-KPTI., M.KES., FINASIM KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN WORSHOP LS DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis serta dapat mematikan. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita malaria dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI. Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI)

KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI. Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI) KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERNAL DI KEMRISTEKDIKTI Oleh : Prof. Jamal Wiwoho, SH, Mhum. (INSPEKTORAT JENDERAL KEMRISTEKDIKTI) Disampaikan Dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Peningkatan Kapasitas Pengendalian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat dunia yang dapat

Lebih terperinci

ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN REALISASI JUMLAH PENDAPATAN , ,00 ( ,00) 93,85

ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN REALISASI JUMLAH PENDAPATAN , ,00 ( ,00) 93,85 1.02 Dinas Hal 9 1.02 00 00 PENDAPATAN DAERAH 8.550.000,00 8.025.000,00 ( 525.000,00) 93,85 1.02 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 8.550.000,00 8.025.000,00 ( 525.000,00) 93,85 1.02 00 00 1 2 Hasil Retribusi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT MATERI PAPARAN DIREKTUR BINA INVESTASI INFRASTRUKTUR FASILITASI PENGUSAHAAN JALAN DAERAH KENDARI, 10 11 MEI 2016 VISI DAN 9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang World Malaria Report (2011) menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERJANJIAN KINERJA BAB II PERJANJIAN KINERJA Untuk mencapai visi dan misi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, yang salah satu misinya adalah Mengajak masyarakat Katolik untuk berperan serta secara aktif dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah dan di beberapa daerah menyebutnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 Laporan Akuntabilitas

Lebih terperinci

Revisi ke 03 Tanggal : 06 Oktober 2016

Revisi ke 03 Tanggal : 06 Oktober 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 14 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI BIDANG TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.-/216 DS634-9258-3394-618 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN JANUARI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN JANUARI TAHUN 2015 Nomor 01 Bulan Januari 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT LINGKUP KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI SULAWESI BARAT BULAN JANUARI TAHUN 2015 Alokasi anggaran pusat yang dikelola oleh Kanwil

Lebih terperinci

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

2017, No dalam rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan No.1161, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan Perpusnas. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda, penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktivitas penderitanya

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI GORONTALO BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Undang Undang Kesehatan Nomor 36 memberikan batasan; Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1775, 2015 KEMENKES. Penyakit Tidak Menular. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT TIDAK

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci