BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah ekstubasi merupakan 7% dari semua masalah respirasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah ekstubasi merupakan 7% dari semua masalah respirasi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ekstubasi merupakan 7% dari semua masalah respirasi perioperatif menurut database American Society of Anesthesiologists (ASA) Closed Claim Project antara tahun 1990 sampai Faktor anestesi yang dapat dicegah mencakup hanya 0,19% dari semua pasien teranestesi dan yang memerlukan reintubasi darurat. Di Inggris tercatat komplikasi yang terjadi sesaat sesudah ekstubasi trakea mencapai hampir 3 kali lipat dibandingkan masalah respirasi saat induksi anestesi (12,6% vs 4,6%). Batuk, desaturasi dan obstruksi jalan napas relatif sering terjadi saat ekstubasi dan lebih tinggi pada pasien perokok (Gray, 2005). Komplikasi ekstubasi trakea pada anestesi umum menurut literatur lain meliputi hipoventilasi (karena efek residual obat anestesi dan pelumpuh otot), obstruksi jalan napas atas, spasme laring, bronkhus, batuk, terganggunya fungsi laring, aspirasi paru, hipertensi, takikardia, disritmia dan iskemia miokard (Gal, 2005). Batuk adalah respon tubuh yang esensial, protektif dan defensif untuk menjamin pengeluaran mukus, substansi noksius dan infeksi dari laring, trakea dan bronki. Batuk adalah mekanisme tubuh yang efisien untuk membersihkan jalan napas atas dan dianggap sebagai mekanisme pertahanan bawaan (innate) (Chung, 2003). Definisi batuk lainnya adalah mekanisme fisiologi kompleks 1

2 2 untuk melindungi jalan nafas dan paru dengan cara mengeluarkan mukus dan benda asing dari laring, trakea dan bronkhus melalui kontrol volunter atau involunter (refleks) (Arain et al., 2005). Sedang istilah bucking adalah refleks batuk yang dihubungkan dengan mengejan dan menahan napas pada fase kompresi otot-otot pernapasan yang lebih kuat secara involunter dan secara fisiologik mirip dengan manuver Valsalva (Miller, Harkin dan Bailey, 1995 dan Priebe, 2011). Batuk dan bucking selama pemulihan anestesi umum adalah respon fisiologik terhadap ekstubasi trakea. Pipa endotrakea sebagai benda asing menimbulkan rangsangan iritasi dan taktil pada mukosa saluran nafas sehingga menimbulkan refleks jalan napas (Estebe et al., 2001). Kejadian batuk saat ekstubasi sadar pada penelitian Minogue et al. (2004) adalah 19 dari 27 pasien kelompok kontrol (70,4 %) dan 6 dari 23 pasien kelompok lidokain intracuff (26%) dengan menilai ada atau tidak adanya batuk. Batuk menimbulkan potensi bahaya akibat pergerakan pasien, hipertensi, takikardia atau aritmia lainnya, iskemia miokard, perdarahan, spasme bronkus, dan peningkatan tekanan intrakranial dan intraokuler (Leech et al., 1974; Bidwai et al., 1979). Efek fisiologik batuk tidak dapat ditoleransi oleh pasien dengan penyakit tertentu seperti penyakit jantung koroner atau kongenital, gagal jantung kongestif, dan patologi intrakranial dengan kompensasi yang rendah (terbatas) (Gal, 2005). Burney dan Winn (1975) menyimpulkan bahwa laringoskopi dan intubasi meningkatkan tekanan intrakranial (TIK), peningkatan lebih nyata pada pasien yang sudah menurun daya adaptasi intrakranialnya. Efek ekstubasi trakea

3 3 juga menyebabkan peningkatan TIK sesaat yang didapat dari hasil ekstrapolasi penelitian lain. Bedford dan Donegan tahun 1980 melaporkan bahwa TIK meningkat sebesar 12+5 mm Hg saat suction pipa endotrakea pada pasien koma. Sementara Lindauer et al. (1982) juga menemukan peningkatan TIK dari 15+1 menjadi 22+3 mm Hg dan menetap selama rata-rata 3 menit sesudah suction pipa endotrakea pada pasien koma di ICU. Kedua penelitian itu menyimpulkan bahwa iritasi jalan napas yang berhubungan dengan suction menyebabkan kenaikan TIK melalui mekanisme peningkatan tekanan intratoraks, tekanan vena serebral dan volume darah serebral seperti mekanisme batuk. Maka ekstubasi trakea terutama bila dihubungkan dengan suction disertai batuk atau bucking juga meningkatkan TIK. Ekstubasi trakea menyebabkan kenaikan tekanan darah arterial yang sering dikaitkan dengan peningkatan TIK atau perdarahan intrakranial pada pasien dengan patologi intrakranial (Miller, Harkin dan Bailey, 1997). Beberapa cara dan teknik ekstubasi dapat mencegah atau menekan refleks batuk mencakup ekstubasi dalam, pemberian obat anestetik lokal (lidokain), vasodilator dan opioid aksi singkat (Gal, 2005; Priebe, 2011). Ekstubasi dalam secara umum dapat menghindari bucking, hipertensi arterial dan desaturasi sehingga bermanfaat untuk pembedahan neurologi, oftalmologi tertentu, pasien dengan penyakit jalan napas reaktif atau kardiovaskuler. Risiko ekstubasi dalam adalah meningkatnya kejadian obstruksi jalan napas dan mikro-aspirasi. Penelitian berskala besar di Inggris membuktikan bahwa 30% pasien yang diekstubasi dalam mengalami komplikasi respirasi 2 kali lipat dibandingkan ekstubasi sadar. Kontra indikasi primer ekstubasi dalam di Amerika Serikat adalah jalan napas sulit,

4 4 obesitas dan risiko aspirasi (Gray, 2005). Teknik total intravenous anaesthesia (TIVA) mampu mengurangi kejadian batuk dan stimulasi hemodinamik selama ekstubasi (Hohlrieder et al., 2007; Nho et al., 2009 dan Cho et al., 2012). Penggunaan lidokain intravena untuk menekan refleks kardiovaskuler dan batuk saat intubasi dan ekstubasi sudah banyak diteliti dan sudah menjadi sebuah standar. Cara pemberian secara instilasi intracuff dan topikal semprot (Jee et al., 2003; Minogue et al., 2004) juga sudah banyak diteliti. Khezril et al. (2011) membandingkan pemberian lidokain intravena dengan intratrakea untuk mengurangi kejadian batuk saat ekstubasi dan pemulihan anestesi. Modifikasi larutan lidokain terhadap konsentrasi dan ph larutan menarik perhatian peneliti (Huang et al., 1999; Estebe et al., 2002; Jaichandran et al., 2008). Pemberian opioid sintetik aksi singkat untuk menekan batuk saat ekstubasi juga banyak diteliti. Rute pemberian yang selama ini sudah diteliti adalah intravena. Perbandingan efek fentanil intravena kontinyu dan epidural terhadap respon hemodinamik saat ekstubasi diteliti oleh Inagaki et al. (1997). Perbandingan efek pemberian opioid dengan lidokain dan dexmedetomidine dalam menekan refleks hemodinamik dan batuk sudah dipelajari. Kongener fentanil (remifentanil dan alfentanil) lebih unggul untuk menekan batuk saat ekstubasi dibandingkan dengan lidokain (Sadegi et al., 2008; Lee et al., 2011). Penelitian Yoo et al. tahun 2011 membandingkan kejadian batuk dan kenaikan tekanan darah saat dan sesudah ekstubasi dengan fentanil yang berbeda dosisnya. Enam puluh pasien dialokasi acak menjadi 4 kelompok yaitu F0, F1, F1,5 dan F2 masing-masing menerima 0 µg/kg, 1 µg/kg, 1,5 µg/kg dan 2 µg/kg

5 5 fentanil intravena sesaat sesudah sevofluran dihentikan. Didapatkan hasil bahwa penekanan respon batuk oleh fentanil mengikuti pola pertambahan dosis. Makin besar dosis maka makin sedikit kejadian batuk. Kejadian batuk pada kelompok penelitian didapatkan F0 (76,33%), F1 (41,23%), F1,5 (25,15%) dan F2 (15,82%) dengan P<0,001. Pada kelompok F2 ditemukan frekuensi napas 9±2 kali semenit dan waktu ekstubasi waktu ekstubasi 11,9±1,8 menit sedangkan kelompok F0 yaitu 13±3 kali semenit dan 10,±1,1 menit. Dalam kesimpulannya Yoo et al. menyebutkan bahwa fentanil menekan batuk dalam pola peningkatan dosis selama pemulihan anestesi umum dengan sevofluran dan 2 µg/kg dianggap dosis yang cukup untuk menghilangkan batuk saat ekstubasi. Penelitian Aksu et al. (2009) membandingkan efek pemberian fentanil 1 µg/kg IV dengan dexmedetomidine 0,5 µg/kg i.v lima menit sebelum ekstubasi untuk mencegah batuk pada 40 pasien laki-laki dan perempuan yang menjalani pembedahan rhinoplasti. Jumlah pasien yang diekstubasi tanpa batuk (skor 0) pada kelompok dexmedetomidine dibandingkan kelompok fentanil yaitu 85% vs 30%; P=0,001, skor 1 atau ekstubasi nyaman dengan batuk 1 sampai 2 kali yaitu 10% vs 25% pasien, skor 2 atau ekstubasi dengan batuk 4-5 kali 5% vs 20%, dan skor 4 atau ekstubasi dengan batuk berulang-ulang 5-10 kali 0 vs 20%. Spasme laring dialami 1 pasien (5%) kelompok fentanyl tetapi tidak bermakna secara klinis. Tidak ada penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang bermakna pada kedua kelompok. Denyut jantung kelompok fentanil meningkat bermakna pada menit ke 1, 5, dan 10 sesudah ekstubasi dibandingkan sebelum ekstubasi (P= 0,007), sedang kelompok dexmedetomidine tidak. Peningkatan tekanan darah sistolik bermakna terhadap nilai pra-ekstubasi pada kelompok dexmedetomidine

6 6 terjadi pada menit pertama dan kelima sesudah ekstubasi (P = 0,033). Skor sedasi pasca pembedahan, waktu ekstubasi, waktu pulih sadar dan orientasi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Aksu et al. menyimpulkan bahwa pemberian dexmedetomidine intravena 5 menit sebelum ekstubasi efektif menekan batuk dan mempertahankan stabilitas hemodinamik saat tindakan ekstubasi. Lidokain secara ekonomis murah harganya dan menjadi obat standar anti aritmia dan anestetik lokal yang dapat dipakai untuk mengurangi kejadian batuk dan respon hemodinamik saat ekstubasi. Fentanil memang 20 kali lebih mahal, tetapi bila efektifitasnya lebih baik dibandingkan dengan lidokain, maka keselamatan pasien jauh lebih berharga. Fentanil merupakan obat analgesik opioid intravena selain petidin dan tramadol dengan spektrum klinis luas yang tercantum dalam Formularium Obat Esensial di RSUP Dr. Sardjito. Berdasarkan penelitian terdahulu, sepengetahuan penulis bahwa penelitian yang membandingkan antara fentanil 1 µg/kg dengan lidokain 1,5 mg/kg untuk mengurangi kejadian batuk saat ekstubasi sadar pada anestesi umum dengan pipa endotrakea di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah diteliti. Oleh sebab itu penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian ini. B. Rumusan Masalah Batuk saat ekstubasi merupakan respon fisiologik yang mengindikasi pulihnya refleks jalan napas. Namun batuk yang berlebihan berbahaya karena menyebabkan stimulasi saraf simpatis yang membebani kerja jantung pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler berat dan peningkatan tekanan intrakranial pada

7 7 pasien dengan lesi desak ruang intrakranial. Batuk yang berlebihan juga menyebabkan perdarahan karena terlepasnya jahitan. Kejadian batuk saat ekstubasi pada penelitian Minogue et al. (2004) adalah 19 dari 27 pasien (70%), dengan menilai ada atau tidak adanya batuk. Cara penilaian batuk dengan skor berikut: batuk ringan (1 kali batuk); batuk sedang (lebih dari 1 episode lamanya > 5 detik) dan batuk berat (berkepanjangan lamanya > 5 detik). Mikawa et al. (1997) menemukan kejadian batuk saat ekstubasi sebanyak 100% pada 25 pasien denan menggunakan skala batuk 5 tingkatan (1 = tidak ada batuk, 2 = nyaman, batuk minimal, 3 = batuk sedang, 4 = batuk disertai bucking, dan 5 = batuk berkepanjangan, tidak nyaman). Pemberian lidokain intravena 1,5 mg/kg menurunkan kejadian batuk menjadi 54% (Mikawa et al., 1997). Penilaian batuk saat ekstubasi pada kedua penelitian diatas adalah ada dan tidak ada batuk. Refleks batuk saat ekstubasi secara teoritis juga dapat dikurangi dengan pemberian agonis opioid sintetik aksi singkat. Fentanil sebagai salah satu pilihan karena keterjangkauannya di rumah sakit pada umumnya. Efek fentanil untuk mengurangi batuk saat ekstubasi bersifat dose dependent (Yoo et al., 2011). Fentanil 1 µg/kg i.v menghasilkan batuk saat ekstubasi sebanyak 41,23% sedang fentanil 2 µg/kg adalah 15,82%. Waktu ekstubasi dan frekuensi napas sesudah ekstubasi pada kelompok fentanil 1µg/kg dan fentanil 0 µg/kg tidak menunjukkan perbedaan bermakna, sedangkan pada kelompok fentanil 2 µg/kg dibandingkan fentanil 0 µg/kg ditemukan frekuensi napas sesudah ekstubasi 9+2 vs 10,4+1,1 kali semenit.

8 8 Penelitian Aksu et al., 2009 membandingkan efek dexmedetomidine 0,5 µg/kg dan fentanil 1 µg/kg terhadap kejadian batuk saat ekstubasi menghasilkan ekstubasi tanpa batuk (skor 0) 85% vs 30 % dan batuk ringan (skor 1) 10% vs 25%. Bila dianggap kondisi ekstubasi yang nyaman adalah skor batuk 0 dan 1 maka kelompok fentanil menunjukkan kondisi ekstubasi yang nyaman sebanyak 55 %. Berdasarkan paparan fakta diatas, maka penulis berminat untuk mengetahui perbandingan antara pemberian fentanil 1 µg/kg intravena dengan lidokain 1,5 mg/kg intravena untuk menurunkan kejadian batuk saat ekstubasi sadar pada anestesi umum dengan pipa endotrakeal. Pada penelitian ini faktor anestesi dikontrol dan variabel yang dibandingkan adalah ada atau tidak dan derajat batuk. C. Pertanyaan Penelitian Apakah pemberian fentanil 1 µg/kg intravena dapat menurunkan kejadian batuk saat ekstubasi sadar lebih banyak dibandingkan dengan pemberian lidokain 1,5 mg/kg intravena? D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efek fentanil 1 µg/kg intravena dibandingkan lidokain 1,5 mg/kg intravena dalam menurunkan kejadian batuk saat ekstubasi sadar.

9 9 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk pasien Penurunan morbiditas dan komplikasi yang berhubungan dengan ekstubasi trakea, terutama pasien dengan penyakit kardiovaskuler dan kesulitan pengelolaan jalan napas (difficult ventilation and intubation). Bagian dari upaya preventif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien sesudah pembedahan dan anestesi. 2. Manfaat untuk peneliti Sebagai sarana untuk melatih cara berpikir ilmiah dan membuat penelitian berdasarkan metode penelitian yang baik dan benar serta memberikan manfaat klinis yang besar. Sebagai sarana menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan. 3. Manfaat untuk institusi Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi bagi institusi mengenai upaya mencegah komplikasi batuk dengan cara pemberian fentanil intravena saat ekstubasi trakea sebelum ekstubasi trakeal. F. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, penelitian tentang uji banding antara pemberian fentanil 1 µg/kg intravena dan lidokain 1,5 mg/kg intravena untuk menumpulkan refleks batuk saat ekstubasi sadar pada anestesi umum dengan pipa endotrakea di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum ditemukan, dan juga belum ditemukan dari literatur penelitian seperti tabel 1 berikut.

10 Tabel 1. Tinjauan sistematik keaslian penelitian Judul penelitian Peneliti Obat yang diteliti Jumlah sampel Comparison of the Effects of Dexmedetomidine Versus Fentanil on Airway Reflexes and Hemodynamic Respones to Tracheal Extubation During Rhinoplasty: A Double-Blind, Randomized, Controlled Study Curr Ther Res Vol. 70 (3): Attenuation of Cardiovascular Respones to Tracheal Extubation: Comparison of Verapamil, Lidocaine, and Verapamil-Lidocaine Combination Anesth Analg. (85): Dose-dependent attenuation by fentanyl on cough during emergence from general anesthesia Acta Anaest Scand (55)10: Aksu, R., Akin, A., Biçer, C., Esmaoglu, A., Tosun, Z., and Boyaci, A. Mikawa K, Nishina K, Takao Y, Shiga M, Maekawa N, Obara H. Yoo Y C., Na S., Jeong J J., Choi E M., Moon B E., Lee J R., Dexmedetomidine 0.5 µg/kg (dalam 100 ml NaCl 0,9%) dan fentanil 1 µg/kg (dalam 100 ml NaCl 0,9%) secara intravena diberikan 5 menit sebelum ekstubasi. Lidokain 1,5 mg/kg, verapamil 0,1 mg/kg dan kombinasi verapamil 0,1 mg/kg - lidokain 1,5 mg/kg secara intravena diberikan 2 menit sebelum ekstubasi. Ada kelompok kontrol. F0 (fentanil 0 µg/kg), F1 (fentanil 1 µg/kg), F1,5 (fentanil 1,5 µg/kg), F2 (fentanil 2 µg/kg) 40 pasien 100 pasien 60 pasien Desain penelitian RCT RCT Hasil Dexmedetomidine 0.5 µg/kg IV yang diberikan sebelum ekstubasi lebih efektif untuk menumpulkan respon refleks jalan napas saat ekstubasi dan bermanfaat untuk menjaga stabilitas hemodinamik tanpa memperlambat waktu pulih sadar diban-dingkan dengan fentanil 1 µg/kg IV pada pasien yang menjalani rhinoplasty. Prevalensi ekstubasi tanpa batuk dexmedetomidine dibanding fentanil : 85% [17/20] vs 30% [6/20], P = 0,001). Hasil sekunder : kejadian batuk. Kelompok kontrol (saline) : 25 (100%) Kelompok verapamil : 25 (100%). Kelompok lidokain : 14 (56%) P = 0,0001 Kelompok kombinasi verapamil-lidokain : 16 (64%) P = 0,0001. Kualitas ekstubasi kelompok L dan V-L : skor 2 Kualitas ekstubasi kelompok V dan K : skor 2-5 (median 3) RCT Kejadian batuk F0/F1/F1,5/F2 adalah 76,33%, 41,23%, F1.5 25,15% dan F2 15,82% (p<0,001). Efek hemodinamik (MAP dan HR) kelompok F2 menunjukkan tidak ada perbedaan dengan sebelum ekstubasi (p<0,03 dan p<0,05). Skala batuk dibagi menjadi 4 yaitu 0; tidak ada batuk; 1, batuk 1 kali; 2; lebih dari 1 kali dan tidak spasmodik; 3, batuk spasmodik disertai terangkatnya kepala. Skor batuk 2 dan 3 dianggap batuk (+). 10

11 Judul penelitian Peneliti Obat yang diteliti Jumlah sampel Efficacy of intravenous lidocaine in prevention of post extubation laryngospasm in patients undergoing cleft palate surgery Ind J Anaest (54)2: Sanikop C S., Bhat S. Kontrol : NaCl 0,9% Lidokain: 1,5 mg/kg 74 pasien Desain penelitian RCT Hasil Kejadian batuk: Kontrol vs lidokain : 40,54% vs 10,8% (p=0,0017) Kejadian spasme laring : Kontrol vs lidokain : 24,32% : 5,4% (p=0,011) Comparison of the clinical efficacies of fentanyl, esmolol and lidocaine in preventing the hemodynamic responses to endotracheal intubation and extubation J Curr Surg 2(1): Bostana H., Eroglu A. Kontrol: NaCl 0.9% 10 ml Fentanil: 1µg/kg Esmolol: 1 mg/kg Lidokain: 1 mg/kg 120 pasien RCT Keluaran primer: Frekuensi denyut jantung. tekanan darah sistolik dan diastolik pada menit pertama, ketiga dan kelima sesudah ekstubasi lebih rendah secara bermakna pada kelompok esmolol dibandingkan dengan kelompok fentanil dan lidokain (P < 0.05). Keluaran sekunder: Data kejadian batuk tidak cukup. Kejadian batuk pada kelompok kontrol dan esmolol lebih tinggi dibanding fentanil dan lidokain. Kejadian batuk antara kelompok lidokain dan fentanil tidak dijelaskan. 11

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado PERBANDINGAN LAJU NADI PADA AKHIR INTUBASI YANG MENGGUNAKAN PREMEDIKASI FENTANIL ANTARA 1µg/kgBB DENGAN 2µg/kgBB PADA ANESTESIA UMUM 1 Kasman Ibrahim 2 Iddo Posangi 2 Harold F Tambajong 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

PENGARUH LIDOCAIN 1,5 mg/kg BB INTRAVENA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA TINDAKAN INTUBASI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD Dr.ISKAK TULUNGAGUNG ABSTRACT

PENGARUH LIDOCAIN 1,5 mg/kg BB INTRAVENA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA TINDAKAN INTUBASI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD Dr.ISKAK TULUNGAGUNG ABSTRACT PENGARUH LIDOCAIN 1,5 mg/kg BB INTRAVENA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA TINDAKAN INTUBASI DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD Dr.ISKAK TULUNGAGUNG ABSTRACT By : Nanang Sugiarto; Yenny Puspitasari; Sugiyanto Nursing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pasien-pasien mata umumnya memiliki risiko khusus terhadap tindakan anestesi. Pasien biasanya datang dengan umur yang ekstrim, sangat muda atau justru sangat tua. Oleh

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

ARTIKEL PENELITIAN. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2017;5(2): 104 12] Perbandingan Pemberian Lidokain 2% 1,5 mg/kgbb Intravena dengan Propofol 0,3 mg/kgbb Intravena Setelah Anestesi Umum Dihentikan terhadap Kejadian Batuk

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Yovita Koswara, Erwin Pradian, Ike Sri Redjeki

ARTIKEL PENELITIAN. Yovita Koswara, Erwin Pradian, Ike Sri Redjeki Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2014;2(2): 153 61] Perbandingan Pemberian Metoprolol Tartrat dengan Lidokain secara Intravena terhadap Perubahan Tekanan Darah dan Laju Nadi Akibat Tindakan Laringoskopi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Lidokain bikarbonat, lidokain intravena, batuk, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, MAP, laju nadi

HASIL PENELITIAN. Kata kunci: Lidokain bikarbonat, lidokain intravena, batuk, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, MAP, laju nadi Perbandingan Efek Inflasi Cuff Lidokain HCl 2% 6 ml + Natrium Bikarbonat 7,5% 0,6 ml dengan Lidokain HCl 1,5 mg/kgbb intravena terhadap Kejadian Batuk dan Hemodinamik Sebelum dan Sesudah Ekstubasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prevalensi hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA, LMSSA, FFARCSI pada tahun 1981. LMA pertama kali digunakan pada pasien tahun 1981. Pada tahun 1988,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum AFIFAH G2A006005

ARTIKEL ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum AFIFAH G2A006005 PERBANDINGAN KEJADIAN SPASME LARING PADA TEKNIK EKSTUBASI SADAR TANPA SENTUH DAN TEKNIK EKSTUBASI SADAR DENGAN LIDOKAIN INTRAVENA PADA OPERASI TONSILEKTOMI DENGAN ATAU TANPA ADENOIDEKTOMI COMPARISON OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif memiliki komplikasi dan risiko pasca operasi yang dapat dinilai secara objektif. Nyeri post

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan gold standard untuk penanganan jalan nafas. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1. LIDOKAIN Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melakukan pembedahan diperlukan tindakan anestesi yang dapat berupa anestesi umum atau regional. Masing masing teknik anestesi ini mempunyai keuntungan dan kerugian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan perioperative. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera

BAB 1 PENDAHULUAN. PONV juga menjadi faktor yang menghambat pasien untuk dapat segera A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Mual dan muntah pascaoperasi (Postoperative Nausea and Vomiting / PONV) masih merupakan komplikasi yang sering dijumpai setelah pembedahan. PONV juga menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Yehezkiel, Made Wiryana, Ida Bagus Gde Sujana, I Gusti Putu Sukrana Sidemen

ARTIKEL PENELITIAN. Yehezkiel, Made Wiryana, Ida Bagus Gde Sujana, I Gusti Putu Sukrana Sidemen Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 015;3(): 87 9] Efektivitas Magnesium Sulfat 30 mg/kgbb Intravena Dibanding dengan Fentanil mcg/kgbb Intravena dalam Menekan Respons Kardiovaskular pada Tindakan Laringoskopi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anestesi intravena total adalah suatu tehnik anestesi yang dilakukan hanya dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat anestesi inhalasi.

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuretase merupakan salah satu prosedur obstetrik dan ginekologi yang sering dilakukan. Baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat abortus. Ataupun

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FENTANIL SETELAH 3 MENIT PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER

PENGARUH PEMBERIAN FENTANIL SETELAH 3 MENIT PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER PENGARUH PEMBERIAN FENTANIL SETELAH 3 MENIT PADA LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TERHADAP RESPON KARDIOVASKULER ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan dalam menempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat & Win de

Lebih terperinci

Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat Intubasi

Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat Intubasi ARTIKEL PENELITIAN Perbandingan Efek Pemberian Isosorbid Dinitrat dan Deksmedetomidin Terhadap Perubahan Segmen ST dan Respons Hemodinamik saat Intubasi Wiji Asmoro, Purwoko, Harsono Salimo ABSTRACT Background:

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM

PERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM PERBANDINGAN TEKANAN DARAH DAN FREKUENSI JANTUNG PADA PENDERITA YANG MENDAPAT MEPERIDIN DAN KETAMIN PADA AKHIR ANESTESI UMUM ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bronkoskopi merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk melakukan visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai prosedur diagnostik

Lebih terperinci

Jurnal Anestesiologi Indonesia

Jurnal Anestesiologi Indonesia PENELITIAN Perbedaan Tekanan Darah, Laju Jantung dan Rate Pressure Product (RPP) Pada Pemberian Lidokain 1,5 Mg/Kgbb Intravena Sebelum Intubasi Dibandingkan Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) The Difference

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post

BAB I. A. Latar Belakang. Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mual dan muntah pasca operasi atau yang biasa disingkat PONV (Post Operative Nausea and Vomiting) merupakan dua efek tidak menyenangkan yang menyertai anestesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, pasien yang mendapatkan tindakan operasi bedah semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan yang paling penting yang harus dimiliki ahli anestesi. Ketidakmampuan menjaga jalan napas dapat menimbulkan kondisi

Lebih terperinci

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH i PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI TESIS

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI TESIS PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROPOFOL 0,5 Mg/KG/BB DENGAN LIDOCAIN 2 Mg/KG/BB DALAM MENCEGAH KEJADIAN SPASME LARING PASCA EKSTUBASI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA

PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA PERBANDINGAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL DAN KLONIDIN PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI ENDOTRAKEA LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEK HEMODINAMIK ANTARA PROPOFOL DAN ETOMIDATE PADA INDUKSI ANESTESI UMUM ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN EFEK HEMODINAMIK ANTARA PROPOFOL DAN ETOMIDATE PADA INDUKSI ANESTESI UMUM ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN EFEK HEMODINAMIK ANTARA PROPOFOL DAN ETOMIDATE PADA INDUKSI ANESTESI UMUM COMPARISON OF HEMODYNAMIC EFFECTS BETWEEN PROPOFOL AND ETOMIDATE FOR GENERAL ANESTHESIA INDUCTION ARTIKEL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penemuan kurare oleh Harold Griffith dan Enid Johnson pada tahun 1942 merupakan tonggak bersejarah dalam perkembangan ilmu anestesi. Kurare telah memfasilitasi intubasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kejadian mengancam nyawa sering disebabkan oleh perdarahan. 1,2,3 Menurut data di Inggris (2010) sebanyak 80% kematian diakibatkan perdarahan yang menyebabkan syok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anjing merupakan hewan peliharaan yang paling populer hampir di seluruh dunia, baik anjing ras maupun anjing lokal. Selain lucu, anjing juga memiliki jiwa pengabdian

Lebih terperinci

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum RIZKY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan yang pesat di bidang pembedahan dan anestesi menuntut penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat perioperatif mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk, dan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

ARTIKEL PENELITIAN. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2015;3(2): 117 22] Perbandingan Penggunaan Triamsinolon Asetonid Topikal dengan Deksametason Intravena dalam Mengurangi Insidens Nyeri Tenggorok Pascabedah Abstrak Andi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi dan reanimasi pada hakekatnya harus dapat memberikan tindakan medik yang aman, efektif, manusiawi yang berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan luar biasa terhadap mekanisme hemostasis tubuh karena jaringan di dalam mulut memiliki vaskularisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka bagian tubuh untuk perbaikan.pembedahan biasanya diberikan anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke seluruh jaringan tubuh serta menarik darah kembali ke jantung. Ketidakmampuan jantung melakukan fungsinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri pasien operasi selalu menjadi tantangan karena sifatnya yang subyektif, terutama pada pasien pasca operasi orthopedi yang merasakan nyeri sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK Perbandingan Efektivitas Penggunaan Bonfils Intubation Fiberscope

ABSTRAK Perbandingan Efektivitas Penggunaan Bonfils Intubation Fiberscope ABSTRAK Perbandingan Efektivitas Penggunaan Bonfils Intubation Fiberscope dengan Laringoskop Video Macintosh dalam stabilitas hemodinamik dan menurunkan insiden nyeri tenggorokan dan suara serak pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan

Lebih terperinci

PERBEDAAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL 2µg/kg DAN KLONIDIN 3µg/kg PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI

PERBEDAAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL 2µg/kg DAN KLONIDIN 3µg/kg PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI PERBEDAAN RESPON KARDIOVASKULER ANTARA FENTANIL 2µg/kg DAN KLONIDIN 3µg/kg PADA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI THE DIFFERENCES OF CARDIOVASCULER RESPONSE BETWEEN FENTANYL 2µg/kg AND CLONIDINE 3µg/kg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP

PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehingga aliran darah balik vena paru akan menuju ke atrium kanan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehingga aliran darah balik vena paru akan menuju ke atrium kanan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Defek septum atrium (atrial septal defect) adalah defek bawaan dimana terdapat lubang pada sekat interatrial yang menghubungkan atrium kanan dan kiri sehingga aliran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB 1 1. PENDAHULUAN BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009). A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat merusak organ tubuh. Jumlah penderita penyakit hipertensi di dunia hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa.

Lebih terperinci

OLEH CHRISMAS GIDEON BANGUN NIM:

OLEH CHRISMAS GIDEON BANGUN NIM: PERBANDINGAN EFEK INFLASI CUFF DENGAN LIDOKAIN HCl 2% 6 CC + NATRIUM BIKARBONAT 7,5% 0,6 CC DENGAN LIDOKAIN HCl 1,5 MG/KG BB INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN BATUK DAN HEMODINAMIK SEBELUM DAN SESUDAH EKSTUBASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki mekanisme untuk merespon bagian yang mengalami luka. Respon terhadap luka ini terdiri dari proses homeostasis, fase inflamasi, fase proliferatif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sederhana dan paling efektif. Anestesi spinal dilakukan dengan memasukkan obat anestesi lokal ke dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

MULA KERJA ATRAKURIUM.

MULA KERJA ATRAKURIUM. MULA KERJA ATRAKURIUM 1 Mukian M 2 Tambajong H 3 Lalenoh D 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi 2 Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif djio_mednet@rocketmail.com Background:

Lebih terperinci

Imtihanah Amri, 1 Syafri K Arif, 2. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Imtihanah Amri, 1 Syafri K Arif, 2. Universitas Hasanuddin, Makassar. PERBANDINGAN EFEK DEKSMEDETOMIDIN 0,75 µg/kgbb DENGAN FENTANIL 2 µg/kgbb INTRAVENA TERHADAP KEBUTUHAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN RESPON HEMODINAMIK SELAMA TINDAKAN LARINGOSKOPI DAN INTUBASI TRAKHEA Imtihanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses persalinan yang disertai dengan anestesi mempunyai angka kematian maternal yang rendah (sekitar

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN Standar PAB.1. Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya yaitu bedah kardiovaskuler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio cesarea didefinisikan sebagai tindakan pembedahan melalui dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio cesarea semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemulihan pascaoperasi mastektomi dengan anestesi umum adalah waktu yang penuh dengan stres fisiologi bagi banyak pasien. Dalam fase ini dapat terjadi kegawatan sehingga

Lebih terperinci