BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan nafas, kehilangan reflek proteksi, menjaga paru-paru dari sekret agar tidak terjadi aspirasi dan pada segala jenis gagal nafas (Marino, 1998; Nicholson and O'Brien, 2007). Intubasi endotrakeal dapat dilakukan melalui hidung ataupun mulut. Masingmasing cara memberikan keuntungan tersendiri sebagai contoh bahwa melalui nasal lebih baik dilakukan pada pasien yang masih sadar dan kooperatif, sedangkan melalui oral dilakukan pada pasien yang mengalami koma, tidak kooperatif dan ketika kegawatan intubasi dibutuhkan pada pasien yang mengalami cardic arrest (Marino, 1998; Nicholson and O'Brien, 2007). Tindakan intubasi endotrakheal selama anestesi umum berfungsi sebagai sarana untuk menyediakan oksigen (O 2 ) ke paru-paru dan sebagai saluran untuk obat-obat anestesi yang mudah menguap (Manissery et al., 2007). Tindakan ini seringkali menyebabkan trauma terhadap mukosa saluran nafas atas, yang bermanifestasi sebagai gejala-gejala yang muncul pasca operasi. Beberapa gejala yang dikeluhkan pasien antara lain adalah nyeri tenggorok (sore throat), batuk (cough), dan suara serak (hoarseness). Dilaporkan oleh Christensen et al., (1994) dan Loeser et al., (1980) gejala yang dikeluhkan pasien ini memiliki insidens sebesar 21-65%. Meskipun tidak sampai menyebabkan kecacatan, namun komplikasi ini dapat dirasakan sangat tidak nyaman dan bahkan bisa menimbulkan keluhan dari pasien terutama pasien yang one day care. Gejala-gejala tersebut, terjadi akibat iritasi lokal dan proses inflamasi pada mukosa saluran nafas atas (Sulistyono, 2010). 1

2 Dari beberapa gejala yang dikeluhkan pasien akibat dari tindakan intubasi endotrakeal di atas, nyeri tenggorok merupakan keluhan pascaoperasi terbanyak walaupun nyeri sudah dikontrol dengan baik (Thomas and Beevi, 2007). Insidensi nyeri tenggorok yang dilaporkan oleh Lev and Rosen (1994) mempunyai insiden sebesar 90%. Penyebab utama nyeri tenggorok adalah trauma pada mukosa faringolaringeal karena tindakan laringoskopi, sedangkan penyebab yang lain adalah pemasangan NGT dan penyedotan lendir dalam mulut (Monroe et al., 1990). Dilaporkan dalam penelitian Stout et al., (1987) yang dikutip Sulistyono, 2010 bahwa terdapat hubungan antara pemasangan pipa dengan munculnya gejala-gejala pada tenggorok, demikian pula penelitian Jensen et al., (1982) yang dikutip Sulisyono, 2010 menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara pengaruh cuff terhadap gejala nyeri tenggorok tersebut. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh pemasangan pipa endotrakea, ternyata gejala-gejala lebih banyak ditunjukkan kepada lesi yang diakibatkan oleh tekanan cuff terhadap dinding lateral trakhea (Bernhard et al., 2003). Beberapa contoh trauma yang terjadi karena pemasangan pipa itu antara lain: hematom, laserasi pada mukosa, laserasi pada plika vokalis, bahkan subluksasi kartilago aritenoid (Kambic and Radsel, 1998), obstruksi pipa, stenosis subglotis, penggeseran atau displacement tube, stridor pasca ekstubasi, ulserasi nasal, suara serak, dan obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi (Sulistyono, 2010). Dalam kenyataan di dalam praktek sehari-hari, pada saat pemasangan endotracheal tube, tekanan cuff biasanya diberikan secara titrasi klinis. Cara ini dilakukan dengan menggunakan spuit ukuran 20 cc, diberikan tekanan udara secara perlahan-lahan ke dalam cuff sambil memperhatikan suara yang muncul di tenggorok pasien akibat pernafasan buatan ventilasi tekanan positif yang diberikan oleh ahli anestesi (minimal occlusive volume technique). Suara yang muncul ini adalah akibat 2

3 kebocoran udara akhir inspirasi dari paru yang melewati ruangan disela-sela dinding trakhea dan dinding luar pipa endotrakea. Tekanan cuff dianggap sudah mencapai optimal ketika tidak lagi terdengar suara nafas (Steward et al., 2003). Menurut beberapa penelitian, metode ini bisa memberikan tekanan cuff dengan kondisi underinflation atau justru overinflation. Tekanan cuff yang kurang dapat memberikan risiko aspirasi dan sebaliknya tekanan yang berlebihan rentan menimbulkan trauma pada trakhea (Sulistyono, 2010). Metwalli, et al., 2011 pada penelitiannya membandingkan uji kebocoran dengan mengisi cuff menggunakan titrasi sampai tidak terdengar suara, di bandingkan dengan menggunakan alat di mana cuff diisi dengan tekanan 25 cmh2o, dan dengan palpasi untuk menilai nyeri tenggorok pasca ekstubasi. Didapatkan hasil dimana uji kebocoran dibanding dengan kontrol tidak ada perbedaan bermakna (P > 0,05, P = 0,09 ), sementara dengan menggunakan palpasi di dapatkan hasil dimana nyeri tenggorok sangat tinggi (P< 0,05, P = 0,008 ), sementara Liu, et al., 2010 melakukan penelitian membandingkan antara pengisian cuff menggunakan palpasi dan menggunakan alat dimana dilakukan penilain menggunakan fiberoptik pada mukosa trakea dan penilaian nyeri tenggorok di mana di dapatkan hasil menggunakan palpasi tampak injury pada mukosa trakea dan nyeri tenggorok juga sangat tinggi di banding dengan menggunakan alat ini menunjukan terdapat perbedaan bermakna ( P<0,05, P = 0.03 ) tekanan intra cuff menggunakan palpasi rata-rata 43±23,3 mmhg, sedangkan menggunakan alat 20± 3,1 mmhg. Perkembangan teknologi saat ini sebenarnya telah jauh memberikan keuntungan kepada para praktisi dan klinisi bidang anestesiologi dan reanimasi untuk melakukan tindakan intubasi endotrakea secara lebih aman dan nyaman untuk pasien. Pipa endotrakhea dengan cuff yang memiliki daya regang (compliance) tinggi, yang ditujukan untuk mencegah kebocoran gas anestesi dan kemungkinan terjadi aspirasi, 3

4 diciptakan khusus dengan ruang volume besar namun tekanan rendah (high-volume lowpressure cuff) sehingga tekanan terhadap dinding mukosa trakea dapat diminimalkan. Namun dikarenakan karakteristik mukosa trakea yang terbentuk dari epitel pseudostratified berbulu silia, menyebabkan dinding tersebut sangat sensitif terhadap pergeseran dengan dinding luar pipa endotrakea (Christense et al., 1994; Kambic and Radsel, 1998). Oleh sebab itu, perlu upaya untuk menghindari tindakan atau kondisi yang dapat menimbulkan bias terhadap munculnya nyeri tenggorok yang disebabkan oleh cara pengembangan cuff. Penyulit pada saluran nafas atau infeksi, radang kronis yang diakibatkan oleh riwayat merokok lama, pemasangan pipa nasogastrik yang diduga juga dapat menyebabkan tambahan iritasi. Prosedur tindakan intubasi yang kasar serta dilakukan berulang kali dan lamanya intubasi, penyedotan lendir (suctioning) yang berlebihan, gerakan leher saat tindakan operasi, dan lamanya operasi sangat berpengaruh. (Sulistyono, 2010). Besarnya tekanan atau jumlah volume udara yang diisikan ke dalam cuff pipa endotrakea dapat menggunakan alat khusus pengukur tekanan cuff. Tekanan udara yang direkomendasikan yaitu sesuai dengan rentang tertentu antara cmh 2 O. Dengan adanya rentang tersebut, besar tekanan udara yang telah diberikan ke dalam cuff tidaklah terlalu bervariasi, yaitu selama masih berada di dalam rentang aman. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyono (2010) melaporkan bahwa rata-rata tekanan udara yang diisikan menggunakan alat ke dalam cuff adalah 29,20 ± 1,15 cmh 2 O, dimana pemberian tekanan terendah adalah 26 cmh 2 O dan tertinggi 30 cmh 2 O. Dengan mengacu penelitian yang pernah dilakukan, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan membandingkan pengukuran tekanan cuff menggunakan manometer dan palpasi terhadap kejadian nyeri tenggorok pasca ekstubasi. 4

5 B. Rumusan Masalah Tindakan intubasi endotrakeal untuk kepentingan anestesi umum saat dilakukan pembedahan memiliki resiko komplikasi berupa trauma terhadap mukosa saluran nafas, antara lain nyeri tenggorok, batuk, dan suara serak pasca ekstubasi. Komplikasi tersebut terutama disebabkan oleh tekanan cuff pipa endotrakeal pada dinding lateral trakea. Tekanan cuff tersebut dapat di ukur dengan manometer. Masalah penelitian dalam penelitian ini dapat dirumuskan apakah pengukuran tekanan cuff tersebut dapat menurunkan kejadian nyeri tenggorok. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: apakah pengukuran tekanan cuff menggunakan manometer menyebabkan lebih sedikit kejadian nyeri tenggorok pasca ekstubasi dibandingkan pengukuran tekanan cuff menggunakan palpasi? D. Tujuan Penelitian Membandingkan kejadian nyeri tenggorok pasca ekstubasi pada pengukuran tekanan cuff menggunakan manometer dan dengan palpasi. E. Manfaat Penelitian Apabila pengukuran tekanan cuff menggunakan manometer lebih baik untuk mengurangi kejadian nyeri tenggorok pasca ekstubasi dibandingkan pengukuran tekanan cuff menggunakan palpasi maka teknik manometer dapat dijadikan standar pengukuran tekanan cuff pada intubasi endotrakhea. F. Keaslian Penelitian Penulis tidak menemukan penelitian yang sama tentang perbandingan pengukuran tekanan cuff menggunakan manometer dan dengan palpasi terhadap 5

6 kejadian nyeri tenggorok pasca ekstubasi di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta dan belum pernah ditemukan dalam laporan jurnal di Indonesia. Penulis menemukan penelitian yang serupa yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sulistyono (2010), yang akan penulis gunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Tabel 1. Penelitian kejadian nyeri tenggoro pada intubasi endotrakhea Peneliti (tahun) Tehnik anestesi umum yang dibandingkan Desain penelitian Populasi Jumlah sampel Hasil Dibyosubroto (2002) dengan sungkup laring, pipa trakea dan face mask dengan guedel - Bandung 36 Insiden nyeri tenggorokan dengan sungkup laring sebesar 8,3%, pipa trakea 25% dan face mask dengan guedel 8,3%. Ahmed et al., (2007) dengan sungkup laring dan pipa trakea - Pakistan - Jenis pembedahan: gynecologic 312 Insiden nyeri tenggorokan dengan sungkup laring sebesar 3,5% sedangkan dengan pipa trakea 28% Radu et al., (2009) dengan sungkup laring dan pipa trakea - Inggris - Jenis pembedaha: breast surgery 53 Insiden nyeri tenggorokan dengan sungkup laring sebesar 27% sedangkan dengan pipa trakea 74% Sulistyono (2010) dengan intubasi endotrakeal - Surabaya - Jenis pembedahan elektif 50 Insiden nyeri tenggorokan dalam penelitian ini sebesar 20%, dengan volume rata-rata tekanan kaf cmh 2 O. Metwalli et al (2011) dengan intubasi endotrakea -india -Jenis pembedahan elektif 75 Insiden nyeri tenggorok 44% dengan palpasi (P =0,09) Liu et al (2010) dengan intubasi endotrakeal -cina -Jenis pembedahan elektif 509 Insiden nyeri tenggorok dengan palpasi dgn waktu >180 mt 44% 6

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008). 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Airway Management Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melakukan pembedahan diperlukan tindakan anestesi yang dapat berupa anestesi umum atau regional. Masing masing teknik anestesi ini mempunyai keuntungan dan kerugian.

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA, LMSSA, FFARCSI pada tahun 1981. LMA pertama kali digunakan pada pasien tahun 1981. Pada tahun 1988,

Lebih terperinci

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten Pendahuluan Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ventilasi mekanik

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian singgle blind randomised

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian singgle blind randomised BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Disain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian singgle blind randomised controled clinical trial. dimana peserta yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Gawat Darurat Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kegawatan

Lebih terperinci

ABSTRAK Perbandingan Efektivitas Penggunaan Bonfils Intubation Fiberscope

ABSTRAK Perbandingan Efektivitas Penggunaan Bonfils Intubation Fiberscope ABSTRAK Perbandingan Efektivitas Penggunaan Bonfils Intubation Fiberscope dengan Laringoskop Video Macintosh dalam stabilitas hemodinamik dan menurunkan insiden nyeri tenggorokan dan suara serak pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan yang paling penting yang harus dimiliki ahli anestesi. Ketidakmampuan menjaga jalan napas dapat menimbulkan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensif bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara

Lebih terperinci

PEMASANGAN DAN PERAWATAN PASIEN DENGAN OROPHARYNGEAL TUBE. A. Pengertian Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara

PEMASANGAN DAN PERAWATAN PASIEN DENGAN OROPHARYNGEAL TUBE. A. Pengertian Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara PEMASANGAN DAN PERAWATAN PASIEN DENGAN OROPHARYNGEAL TUBE A. Pengertian Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara mulut dan pharynx pada orang yang tidak sadar yang berfungsi

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

Perawatan Ventilator

Perawatan Ventilator Perawatan Ventilator PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR Pengertian Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan. Tujuan

Lebih terperinci

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1 TERAPI OKSIGEN Oleh : Tim ICU-RSWS juliana/icu course/2009 1 Definisi Memberikan oksigen (aliran gas) lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan pengobatan, memberikan pelayanan gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap (Kemenkes,2008).

Lebih terperinci

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian Pengertian Suction adalah : Tindakan menghisap lendir melalui hidung dan atau mulut. Kebijakan : Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluarkan lendir, melonggarkan jalan nafas.

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER A. Pengertian Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2015;3(3): 155 64] Perbandingan Ketepatan Pengukuran Tekanan Balon Pipa Endotrakeal setelah Intubasi antara Metode Palpasi pada Pilot Balon dan Teknik Melepas Spuit secara

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF: PERAWATAN CUFF ENDOTRACHEAL TUBE PADA PASIEN TERINTUBASI DI RUANG RAWAT INTENSIF. Abstrak

STUDI DESKRIPTIF: PERAWATAN CUFF ENDOTRACHEAL TUBE PADA PASIEN TERINTUBASI DI RUANG RAWAT INTENSIF. Abstrak STUDI DESKRIPTIF: PERAWATAN CUFF ENDOTRACHEAL TUBE PADA PASIEN TERINTUBASI DI RUANG RAWAT INTENSIF Hikayati Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya E-mail: hikayati2002@gmail.com

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SPRAY MOMETASONE DENGAN DEKSAMETHASON INTRAVENA DALAM MENGURANGI NYERI TENGGOROKAN SETELAH OPERASI PADA INTUBASI ENDOTRAKEAL

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SPRAY MOMETASONE DENGAN DEKSAMETHASON INTRAVENA DALAM MENGURANGI NYERI TENGGOROKAN SETELAH OPERASI PADA INTUBASI ENDOTRAKEAL PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SPRAY MOMETASONE DENGAN DEKSAMETHASON INTRAVENA DALAM MENGURANGI NYERI TENGGOROKAN SETELAH OPERASI PADA INTUBASI ENDOTRAKEAL COMPARISON OF EFFECTIVITY MOMETASONE SPRAY WITH INTRAVENOUS

Lebih terperinci

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI 70 Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, PELATIHAN, KOMPETENSI DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RS. GRHA KEDOYA JAKARTA ==========================================================

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Malacia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak diketahui. Malacia

Lebih terperinci

Journal Reading. Pembimbing : dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An Disusun Oleh : Nio Angelado ( )

Journal Reading. Pembimbing : dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An Disusun Oleh : Nio Angelado ( ) Journal Reading Comparison of performance and safety of i-gel with laryngeal mask airway (classic) for general anaesthesia with controlled ventilation Pembimbing : dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernafasan merupakan fungsi yang berjalan secara otomatis tanpa dikendalikan oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons bagian atas

Lebih terperinci

Gambaran Kejadian Nyeri Tenggorok dan Serak pada Pasien yang Menjalani Anestesi Umum Endotrakeal di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Gambaran Kejadian Nyeri Tenggorok dan Serak pada Pasien yang Menjalani Anestesi Umum Endotrakeal di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Gambaran Kejadian Nyeri Tenggorok dan Serak pada Pasien yang Menjalani Anestesi Umum Endotrakeal di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Fitri Fahriyani 1, Dino Irawan 2, Eka Bebasari 3* ABSTRACT Sore throat and

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mangku (2010) general anestesi merupakan tindakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mangku (2010) general anestesi merupakan tindakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anestesi Umum (General Anestesi) Menurut Mangku (2010) general anestesi merupakan tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA A. Definisi Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,

Lebih terperinci

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3 ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3 Pendahulan Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

ARTIKEL PENELITIAN. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2015;3(2): 117 22] Perbandingan Penggunaan Triamsinolon Asetonid Topikal dengan Deksametason Intravena dalam Mengurangi Insidens Nyeri Tenggorok Pascabedah Abstrak Andi

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE TUJUAN: Setelah menyelesaikan topik ini, mahasiswa mampu melakukan pemasangan pipa lambung/ngt. Tujuan pemasangan pipa lambung adalah Dekompresi lambung Mengambil sekret lambung

Lebih terperinci

KELOMPOK III. Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia Intan tiara D Arsini Widya Setianingsih

KELOMPOK III. Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia Intan tiara D Arsini Widya Setianingsih PERTUSIS KELOMPOK III Amalia Putri Azizah Ayu Nila Sari Asri Nurul Falah Euis Oktaviani P Fitrah Rahmah Mariyatul Qibtiyah Rizqa A. M Selly M.P Susan Eka Putri Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ventilator associated pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien yang dilakukan ventilasi mekanik setelah pemasangan pipa endotrakea selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE)

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE) SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE) OLEH : KELOMPOK 1 TINGKAT III REGULER 2 1. ADERIA DAMAYANTI (13200041) 2. AHMAD SONI SAPUTRA (13200042) 3. AMZEIN MEGIAN (13200043)

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

Oksigenasi dan Proses Keperawatan. Fatwa Imelda, S.Kep, Ns Departemen Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara 2009

Oksigenasi dan Proses Keperawatan. Fatwa Imelda, S.Kep, Ns Departemen Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara 2009 Oksigenasi dan Proses Keperawatan Fatwa Imelda, S.Kep, Ns Departemen Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara 2009 Defenisi Oksigen Oksigen (O 2 ) adalah salah satu komponen gas dan unsur

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

MACAM-MACAM SUARA NAFAS

MACAM-MACAM SUARA NAFAS MACAM-MACAM SUARA NAFAS Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA Diposkan oleh Rizki Kurniadi, Amd.Kep SUARA NAFAS NORMAL Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

PENGENCERAN prinsipnya bahwa kecepatan = dosis / pengenceran misalnya,

PENGENCERAN prinsipnya bahwa kecepatan = dosis / pengenceran misalnya, PENGENCERAN prinsipnya bahwa kecepatan = dosis / pengenceran misalnya, Dobutamin dosisnya kan 5-10 mcg/kgbb/menit kita mau pake spuit 50 cc syring pump kita hitung dosisnya, misal kita mau pake yang 5

Lebih terperinci

Perbandingan Efektivitas Saline Normal Dengan Udara Dalam Pengembangan Cuff Pipa Endotrakeal Untuk Mengurangi Risiko Sakit Tenggorokan Pascaintubasi

Perbandingan Efektivitas Saline Normal Dengan Udara Dalam Pengembangan Cuff Pipa Endotrakeal Untuk Mengurangi Risiko Sakit Tenggorokan Pascaintubasi Perbandingan Efektivitas Normal Dengan Udara Dalam Pengembangan Cuff Pipa Endotrakeal Untuk Mengurangi Risiko Sakit Tenggorokan Pascaintubasi Dessy Adhriyani, Kusuma Harimin, Zulkifli, Irsan Saleh Bagian

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN Pelayanan yang beresiko tinggi merupakan pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko bahaya pengobatan, potensi

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur Asfiksia Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur 1 Tujuan Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin Menjelaskan persiapan resusitasi bayi baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon

Lebih terperinci

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Teuku Andrian Firza, Nazaruddin Umar, Muhammad Ihsan

ARTIKEL PENELITIAN. Teuku Andrian Firza, Nazaruddin Umar, Muhammad Ihsan Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2017;5(1): 57 66] Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg dan Ketamin 40 mg dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

Lebih terperinci

Lab Ketrampilan Medik/PPD-UNSOED

Lab Ketrampilan Medik/PPD-UNSOED PEMASANGAN ENDOTRACHEAL TUBE Oleh dr. Catharina W. LEARNING OUTCOME 1. Mahasiswa mengetahui indikasi intubasi pipa endotrakeal (Endo tracheal Tube = ETT). 2. Mahasiswa trampil melakukan intubasi Endotrakeal

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA Pernapasan manusia meliputi proses inspirasi dan ekspirasi Inspirasi : pemasukan udara luar ke dalam tubuh melalui alat pernapasan Ekspirasi :pengeluaran udara pernapasan

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Bagian Anestesiologi Rumah Sakit Umum Betha Medika Sukabumi

ARTIKEL PENELITIAN. Bagian Anestesiologi Rumah Sakit Umum Betha Medika Sukabumi Jurnal Anestesi Perioperatif [JAP. 2015;3(2): 123 30] Perbandingan Penggunaan Topikal Spray Benzidamin HCl 0,15% dan Gel Lidokain 2% pada Pipa Endotrakeal terhadap Kejadian Nyeri Tenggorok Pascaintubasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Bronkitis adalah suatu penyakit yand ditandai oleh adanya inflamasi bronkus (Ngastiyah, 2003). Bronkitis adalah suatu infeksi akut saluran besar paru (yaitu trachea dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada tonsil atau yang biasanya dikenal masyarakat amandel merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak- anak usia 5 sampai 11 tahun. Data rekam medis RSUD

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Suctioning 1. Definisi Suction ETT yaitu membersihkan sekret dari saluran endotracheal disamping membersihkan sekret, suction juga merangsang reflek batuk. Prosedur ini memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1. ISPA a. Definisi ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran

BAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran pencernaan. Dua tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Intubasi Trakea Insuflasi trakea pada binatang pertama sekali dilakukan oleh Vesalius pada tahun 1555 dan Robert Hooke pada tahun 1667. Kite pada tahun1788 melakukan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul akibat pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). Kelainan saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA - - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian dlp4nafas Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dikenal dengan benda asing endogen (Yunizaf, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dikenal dengan benda asing endogen (Yunizaf, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benda asing dalam suatu organ merupakan benda yang berasal dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang berasal dari

Lebih terperinci