OPTIMASI SIMPANG JL. NGUMBAN SURBAKTI TANJUNG SARI DAN ALTERNATIF APLIKASI TEORI FUZZY DALAM PERHITUNGAN KINERJA PERSIMPANGAN.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI SIMPANG JL. NGUMBAN SURBAKTI TANJUNG SARI DAN ALTERNATIF APLIKASI TEORI FUZZY DALAM PERHITUNGAN KINERJA PERSIMPANGAN."

Transkripsi

1 OPTIMASI SIMPANG JL. NGUMBAN SURBAKTI TANJUNG SARI DAN ALTERNATIF APLIKASI TEORI FUZZY DALAM PERHITUNGAN KINERJA PERSIMPANGAN Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil FUZI SYAHPUTRA BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

2 ABSTRAK Kota Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia dengan tingkat kegiatan yang tinggi, tapi prasarana transportasi yang mendukung dan sikap berlalu lintas pengguna jalan masih kurang, salah satu masalah yang dihadapi adalah kemacetan terutama di persimpangan. Untuk mengantisipasi hal itu, dibutuhkan pengaturan sinyal yang optimal dan lebih efektif, salah satunya dengan memanfaatkan sistem Logika Fuzzy. Pemanfaatan sistem Logika Fuzzy yang didasarkan pada himpunan tidak tegas dapat digunakan untuk memperoleh nilai waktu traffic light dengan pengaturan fully actuated signal dan memberikan hasil kinerja simpang yang lebih baik dibandingkan dengan metode MKJI 1997, hal ini dapat dilihat dari parameter simpang yakni nilai tundaan yang lebih kecil. Dari hasil tersebut, tundaan lebih kecil pada simpang yang dihasilkan waktu sinyal metode Fuzzy akan berdampak baik pada lalulintas di kota-kota besar. Sehingga ini dapat dijadikan salah satu solusi yang harus dipertimbangkan untuk mengatasi kemacetan di kota-kota besar seperti Medan. Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

3 KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya hingga terselesaikan tugas akhir ini dengan judul Penggunaan Logika Fuzzy untuk Menentukan Efektifitas Waktu Traffis Light, dengan mengambil lokasi penelitian di dua simpang yakni Simpang I (Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) dan Simpang II (Jl. Brigjen Katamso Jl. Ir. H. Juanda). Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang studi Transportasi pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Medan. Dengan kerendahan hati, saya juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Medis S. Surbakti, ST. MT, selaku dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Ir.Zulkarnain A. Muis, M.Eng, Sc, sebagai Koordinator Bidang Studi Transportasi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

4 5. Bapak dan Ibu Dosen / Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 6. Khususnya untuk Kedua Orang tua saya, Fauzi Antartika dan Nurdiana Nasution yang tercinta yang telah mendidik, membimbing, membesarkan, dan memberikan dukungan dan doa kepada saya. 7. Buat Kakak, Abang saya Kelana dan Eva, Fazar dan Irna, Fifi Heriani dan Paniruan Nasution serta adik saya Mala yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada saya. 8. Terima kasih buat Fatma dan keluarga yang selalu menyayangi dan memberikan motivasi yang sangat besar serta doanya kepada saya. 9. Terima kasih buat sahabat saya Mhd. Ramadhan, Syauri, Hendra, Idan, Rida, Husna, Ahmad, Ika, Reno, Yuna, Wahyudin, Faisal, Donni dan bang Romi yang sudah memberikan dorongan, bantuan serta waktu untuk membantu kelengkapan Tugas Akhir saya ini. 10. Terima kasih juga buat Bapak / Ibu staf pegawai, tenaga ahli, dan teman-teman satu pekerjaan di PT. Emesi Consultant yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan doanya untuk kelancaran tugas akhir ini. 11. Terima kasih juga buat teman-teman saya anak-anak Sophie, anak-anak Kost, anak-anak Lab Beton dan teman-teman angkatan 2003 lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu atas bantuan dan dukungannya. 12. Terima kasih buat abang-abang dan adik-adik stambuk atas bantuan dan dukungannya. Saya menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman serta Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

5 referensi yang saya miliki. Untuk penyempurnaan di masa yang akan datang, saran dan kritik dari Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa yang bersifat membangun sangat saya harapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi kita semua dan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang transportasi. Medan, Fuzi Syahputra Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

6 DAFTAR ISI Halaman Abstrak... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... i ii v ix xiii Bab I Pendahuluan Umum Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sasaran Penelitian Batasan Penelitian Metodologi... 7 Bab II Tinjauan Pustaka Umum Kondisi dan Karakteristik Lalu Lintas Gerakan Lalu Lintas pada Persimpangan Simpang Bersinyal Pengaturan Lalu Lintas pada Persimpangan Simpang Tanpa Prioritas (Non Priority Junction) Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

7 2.5.2 Simpang dengan Prioritas (Priority Junction) Simpang dengan Lampu Lalulintas (Signalized Junction) Karakteristik Traffic Light Pengaturan Fase Kapasitas Tingkat Pelayanan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Himpunan dan Logika Kabur Teori Himpunan Fuzzy Inferensi Fuzzy Prosedur Inferensi Fuzzy GMP Halaman (Generallized Modus Ponens) Inferensi Fuzzy berdasarkan ilmu pengetahuan Sistem Inferensi Fuzzy Matlab Toolbox untuk Perhitungan Logika Fuzzy Studi Pendahuluan (Pilot Study) Keaslian Penelitian Bab III Metodologi Tahapan Persiapan Tahapan Kerja Penelitian Metode Survei Pengumpulan Data Penentuan Lokasi Periode Survei Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

8 3.4 Perancangan dan Analisis Simpang dengan Logika Fuzzy Deskripsi Logika Fuzzy untuk Perancangan Penentuan Waktu Fully Actuated Signal pada Traffic Light Prosedur Kegiatan Penentuan Waktu Sinyal Tidak Tetap Pengelolaan Kendali Fuzzy Menggunakan Software Matlab v7.0 (simulink) Analisa Persimpangan dengan MKJI Perancangan Survei Lalu Lintas Survei untuk Prosedur Perhitungan MKJI Waktu Pelaksanaan Prosedur Pelaksanaan Tenaga dan Peralatan Penempatan Surveyor Survei untuk Prosedur Perhitungan Fuzzy Waktu Pelaksanaan Prosedur Pelaksanaan Penempatan Surveyor/Sensor untuk Perolehan Halaman Data Fuzzy Peralatan Parameter Kinerja Kesimpulan dan Saran Bab IV Analisa Data dan Perhitungan Data Geometrik Simpang Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

9 Halaman 4.2 Tata Guna Lahan Data Lalu Lintas Perhitungan Panjang Antrian dengan Metode MKJI Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light dengan Logika Fuzzy Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light dengan Logika Fuzzy untuk Simpang I Waktu Sinyal Metode Fuzzy Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light dengan Logika Fuzzy untuk Simpang II Waktu Sinyal Metode Fuzzy Perhitungan Kinerja Lengan Simpang Berdasarkan Nilai Waktu Hijau yang Diperoleh dari Perhitungan Fuzzy Analisis Simpang dengan Menggunakan MKJI Perbandingan Kinerja Simpang berdasarkan Perbedaan Perolehan Waktu Traffic Light antara Metode Fuzzy dan MKJI Bab V Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Saran Daftar Pustaka... xix Lampiran Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau Tabel 2.2 Kriteria Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan Bersinyal 34 Tabel 2.3 Tipe Kendaraan Tabel 2.4 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang. 38 Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian ukuran kota Fcs Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor ( F sf ) Tabel 2.7 Waktu Siklus yang Layak Untuk Simpang Tabel 3.1 Pembagian Tugas Surveyor Untuk Pengamatan Simpang dengan Metode MKJI Tabel 3.2 Pembagian Tugas Surveyor Untuk Pengamatan Simpang dengan Metode MKJI Untuk Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brigjen Katamso) Tabel 4.1 Kondisi Geometrik Simpang I (Setiabudi Ngumban Surbakti) Tabel 4.2 Kondisi Geometrik Simpang II (Ir. H. Juanda Brig. Katamso) Tabel 4.3 Perhitungan Volume Lalulintas Per Jam Simpang I Tabel 4.4 Perhitungan Volume Lalulintas Per Jam Simpang II Tabel 4.5 Faktor Arus Lalu Lintas Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

11 Halaman Tabel 4.6 Volume dan PHF Maksimum Simpang I Tabel 4.7 Arus Lalu Lintas Simpang I pada Kondisi PHF Tertinggi (kend/jam) Tabel 4.8 Arus Lalu Lintas Simpang I pada Kondisi PHF Tertinggi (smp/jam) Tabel 4.9 Volume dan PHF Maksimum Simpang II Tabel 4.10 Arus Lalu Lintas Simpang II pada Kondisi PHF Tertinggi (kend/jam) Tabel 4.11 Arus Lalu Lintas Simpang II pada Kondisi PHF Tertinggi (smp/jam) Tabel 4.12 Data Traffic Light Simpang I Tabel 4.13 Data Traffic Light Simpang II Tabel 4.14 Penentuan Panjang Antrian Masing-Masing Lengan Pada Simpang I Tabel 4.15 Penentuan Panjang Antrian Masing-Masing Lengan Pada Simpang II Tabel 4.16 Perhitungan Kapasitas Simpang I Tabel 4.16a Perhitungan Kapasitas untuk Pemodelan Fuzzy Simpang I 141 Tabel 4.17 Fuzzy Associative Memory (FAM) Tabel 4.18 Ouput Fuzzy Simpang I Tabel 4.19 Nilai Input dan Output Simpang I dengan Metode Fuzzy (Manual dan Pemodelan) Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

12 Halaman Tabel 4.20 Perhitungan Kapasitas Dasar Simpang II Tabel 4.20a Perhitungan Kapasitas Dasar untuk Pemodela Fuzzy Simpang II Tabel 4.21 Fuzzy Associative Memory (FAM) Simpang II Tabel 4.22 Output Fuzzy Tabel 4.23 Nilai Input dan Output Simpang II dengan Metode Fuzzy (Manual dan Pemodelan) Tabel 4.24 Perhitungan Waktu Hijau Simpang I dengan Metode Fuzzy 166 Tabel 4.25 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Simpang I 166 Tabel 4.26 Perhitungan Jumlah Antrian Simpang I Tabel 4.27 Perhitungan Panjang Antrian Simpang I Tabel 4.28 Perhitungan Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti pada Simpang I Tabel 4.29 Perhitungan Tundaan pada Simpang I Tabel 4.30 Perhitungan Waktu Hijau Simpang II dengan Metode Fuzzy 168 Tabel 4.31 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Simpang II 168 Tabel 4.32 Perhitungan Jumlah Antrian Simpang II Tabel 4.33 Perhitungan Panjang Antrian Simpang II Tabel 4.34 Perhitungan Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti pada Simpang II Tabel 4.35 Perhitungan Tundaan pada Simpang II Tabel 4.36 SIG I Simpang I Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

13 Halaman Tabel 4.37 Formulir SIG IV Simpang I Tabel 4.38 Formulir SIG V untuk Simpang I pada PHF tertinggi Tabel 4.39 SIG I Simpang II Tabel 4.40 Formulir SIG IV Simpang II Tabel 4.41 Formulir SIG V Simpang II Tabel 4.42 Perbandingan Kinerja Simpang I (Metode Fuzzy dan MKJI) 178 Tabel 4.43 Perbandingan Kinerja Simpang II (Metode Fuzzy dan MKJI) 179 Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian... 8 Gambar 2.1 Tipe Dasar Gerakan Diverging Gambar 2.2 Tipe Dasar Gerakan Merging Gambar 2.3 Tipe Dasar Gerakan Weaving Gambar 2.4 Tipe Dasar Gerakan Crossing Gambar 2.5 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang tak bersinyal Gambar 2.6 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang bersinyal 18 Gambar 2.7 Persimpangan tanpa Prioritas Gambar 2.8 Persimpangan dengan Prioritas Gambar 2.9 Rambu Lalu Lintas untuk Simpang dengan Prioritas 22 Gambar 2.10 Persimpangan dengan Traffic Light Gambar 2.11a Pengaturan Simpang dengan Dua Fase Gambar 2.11b Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Late Cut-Off. 31 Gambar 2.11c Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Early-Start.. 32 Gambar 2.11d Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan Gambar 2.11e Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Pemisahan Belok Kanan Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

15 Halaman Gambar 2.11f Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Arus Berangkat dari Satu per satu Pendekat pada Saatnya Masing-masing 33 Gambar 2.12 Lebar efektif ruas jalan (We) Gambar 2.13 Faktor koreksi untuk kemiringan jalan (Fg) Gambar 2.14 Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir (Fp) Gambar 2.15 Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kanan (F rt ) 43 Gambar 2.16 Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kiri (F lt ). 43 Gambar 2.17 Peluang Untuk Pembebanan Lebih (P OL ) Gambar 2.18 Bagan Prosedur Perhitungan dengan MKJI Gambar 2.19 Himpunan Fuzzy Gambar 2.20 Fungsi Keanggotaan S Gambar 2.21 Fungsi Keanggotaan Bel Gambar 2.22 Fungsi Keanggotaan Segitiga Gambar 2.23 Beberapa Metode Memperoleh Nilai Tegas pada Komposisi Aturan Mamdani Gambar 2.24 Beberapa Metode Memperoleh Nilai Tegas Gambar 2.25 Lay out Simpang Jl. Ngumban Surbakti (Ring road) dan Jl. Setiabudi Gambar 2.26 Lay out Simpang Jl. Ir. H. Juanda dan Jl. Brigjen Katamso 67 Gambar 2.27 Urutan Fase Simpang Setiabudi Ngumban Surbakti 69 Gambar 2.28 Urutan Fase Simpang Jl. Brig. Katamso Jl. Ir. H. Juanda 69 Gambar 3.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

16 Halaman Gambar 3.2 Peta Lokasi Survei Simpang I (Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) Gambar 3.3 Peta Lokasi Survei Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brigjen Katamso) Gambar 3.4 Diagram Alir Lengkap Proses Pengaturan dengan Logika Fuzzy Gambar 3.5 Diagram Alir untuk Tahap Mekanisme Penalaran Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Penentuan Waktu Sinyal Tidak Tetap 86 Gambar 3.7 Tampilan Jendela FIS Editor Gambar 3.8 Tampilan Jendela Membership Function Editor Gambar 3.9 Tampilan Jendela Rule Editor Gambar 3.10 Tampilan Jendela Rule Viewer (belum ada input) Gambar 3.11 Tampilan Jendela Surface Viewer (belum ada data). 93 Gambar 3.12 Formulir MKJI untuk perhitungan persimpangan Gambar 3.13 Geometrik Simpang I, Arah Pergerakan Lalu Lintas Dan Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI 102 Gambar 3.14 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase I) Simpang I Gambar 3.15 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase II) Simpang I Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

17 Halaman Gambar 3.16 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase III) Simpang I Gambar 3.17 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase IV) Simpang I Gambar 3.18 Geometrik Simpang II, Arah Pergerakan Lalu Lintas Dan Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI 106 Gambar 3.19 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase I) Simpang II Gambar 3.20 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase II) Simpang II Gambar 3.21 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase III) Simpang II Gambar 3.22 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase IV) Simpang II Gambar 3.24 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data Fuzzy Simpang I Gambar 3.25 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data Fuzzy Simpang II Gambar 4.1 Kondisi Geomaetrik Simpang I (Simpang Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

18 Halaman Gambar 4.2 Kondisi Geomaetrik Simpang II (Simpang Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brig. Katamso) Gambar 4.3 Siklus traffic light Simpang I Gambar 4.4 Siklus traffic light Simpang II Gambar 4.5 Sistem Inferensi Fuzzy (FIS) Editor Gambar 4.6 Fungsi Segitiga untuk Hubungan Siklus dan Derajat Keanggotaan Gambar 4.7 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan simpang I 143 Gambar 4.8 Fungsi Keanggotaan Masukan Empat Lengan simpang I 144 Gambar 4.9 Rule Editor pada Program FIS Editor Gambar Arus Jenuh (smp/hijau) simpang I Gambar 4.11 Fungsi Keanggotaan Keluaran Hijau Simpang I Gambar 4.12 Rule Viewer Untuk Simpang I Gambar 4.13 Waktu Sinyal Metode Fuzzy Simpang I Gambar 4.14 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan Simpang I 150 Gambar 4.15 Fungsi Keangotaan Masukan Empat Lengan Simpang I 151 Gambar 4.16 Fungsi Keanggotaan Keluaran Simpang I Gambar 4.17 Fungsi Segitiga Hubungan Siklus dan Derajat Keanggotaan Simpang II Gambar 4.18 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan Simpang II 157 Gambar 4.19 Fungsi Keanggotaan Masukan Empat Lengan Simpang II 158 Gambar 4.20 Rule Editor pada Program FIS Editor Simpang II Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

19 Halaman Gambar 4.21 Arus Jenuh (smp/hijau) Simpang II Gambar 4.22 Fungsi Keanggotaan Keluaran Hijau Simpang II Gambar 4.23 Rule Viewer Untuk Simpang II Gambar 4.24 Waktu Sinyal Metode Fuzzy Simpang II Gambar 4.25 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan simpang II 162 Gambar 4.26 Fungsi Keanggotaan Masukan Empat Lengan simpang II 163 Gambar 4.27 Fungsi Keanggotaan Keluaran Simpang II Fuzi Syahputra : Optimasi Simpang JL. Ngumban Surbakti Tanjung Sari Dan Alternatif Aplikasi Teori Fuzzy Dalam Perhitungan Kinerja Persimpangan, 2010.

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam menunjang kehidupan manusia, khususnya dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari hampir seluruh manusia akan melakukan kegiatan transportasi, baik berjalan kaki maupun menggunakan sarana transportasi, sebab kebutuhan yang akan dipenuhi tidak terdapat hanya pada satu tempat saja. Transportasi dapat didefinisikan sebagai perpindahan manusia/ barang dari satu tempat (origin) ke tempat lain (destination) untuk memenuhi tujuan tertentu. Transportasi telah memberikan sumbangan yang besar dalam membentuk peradaban manusia yang semakin berkembang dan menfasilitasi adanya hubungan antar manusia. Bertambahnya kebutuhan manusia tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan akan perpindahan, dengan kondisi ini sarana transportasi (demand) akan meningkat pula. Selanjutnya, permasalahan yang akan timbul adalah ketika pertambahan demand ini tidak diikuti supply prasarana yang mendukung transportasi. Kondisi seperti ini pada umumnya terjadi di daerah perkotaan menjadikannya permasalahan utama saat ini. Kota Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia yang menjadi Pusat Kegiatan Nasional (Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997), menjadikannya kota dengan tingkat kegiatan yang tinggi, tapi prasarana 1

21 transportasi yang mendukung dan sikap berlalu lintas pengguna jalan masih kurang. Permasalahan kemacetan seperti di kota lain masih menjadi masalah di Kota Medan. Lokasi kemacetan di Kota Medan lebih kurang sebanyak 60 ruas jalan dengan 30 titik persimpangan berdasarkan asumsi dua ruas jalan yang macet per simpang, masing-masing ruas jalan mempunyai volume lalu lintas rata-rata 2500 smp/ jam pada waktu sibuk (Dr. Ir. Richard Napitupulu, MT dan Ir. Filiyanti T.A. Bangun, Grad. Dipl. P. M. M., Eng., 2004). Keterbatasan sumber daya seperti disebutkan sebelumnya diangkat menjadi kendala utama penyediaan prasarana transportasi. Berdasarkan pada keterbatasan sumber daya tersebut, selain meningkatkan ketersediaan (supply) prasarana, dibutuhkan upaya optimalisasi dan peningkatan kinerja prasarana dan fasilitas yang sudah ada. Sistem dari prasarana yang sudah ada harus dioptimalkan dan bila memungkinkan sistem yang sudah ada dapat ditingkatkan dengan pengembangan sistem untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik. 1.2 Latar Belakang Simpang bersinyal merupakan suatu elemen yang cukup penting dalam sistem transportasi di kota besar. Pengaturan sinyal harus dilakukan seoptimal mungkin agar dapat membantu kelancaran laju kendaraan yang melalui persimpangan. Namun, faktanya menjadi penyebab kemacetan dengan kinerja yang belum optimal. Sumbangannya pada kemacetan Kota Medan cukup besar, karena masih mempunyai tundaan yang lama dan antrian yang panjang. Hal ini berdampak pada kinerja jaringan jalan secara keseluruhan. 2

22 Hal yang perlu ditinjau adalah besar arus kendaraan yang masuk ke simpang memiliki fluktuasi yang cukup tinggi, membuat pengaturan simpang bersinyal dengan traffic light yang memiliki kontroler tetap dirasa kurang optimal untuk kinerja persimpangan karena masih belum dapat menyesuaikan dengan fluktuasi arus yang tidak menentu, karena hanya berdasarkan pada arus puncak setiap lengan. Kendali simpang berdasarkan fluktuasi arus (fully actuated signals) yang masuk simpang dari semua lengan, atau dari simpang lain yang berpengaruh perlu dikembangkan. Diharapkan pengembangan ini dapat mengurangi waktu tundaan serta antrian, sehingga dapat meningkatkan kinerja persimpangan. Pengembangan kendali simpang berdasarkan fluktuasi arus (fully actuated signals) dapat dilakukan dengan memanfaatkan teori Logika Fuzzy. Logika Fuzzy adalah pengembangan dari teori himpunan fuzzy yang diprakarsai oleh Prof. Lofti Zadeh dari University of California tahun Logika Fuzzy hampir mirip dengan sistem penalaran manusia dengan menggunakan konsep sifat kesamaran nilai atau data, berbeda dengan logika biasa yang memiliki keluaran tegas atau hanya memiliki dua keadaan semisal 0 atau 1, sedangkan Logika Fuzzy mampu memberikan nilai secara kontinu antara 0 sampai 1. Pengaruh manfaat dari penggunaan Logika Fuzzy turut dirasakan oleh para pakar ilmuwan untuk menciptakan suatu sistem pengendali dalam konsep logaritma-logaritma yang dapat dinyatakan. Seperti pada aplikasi pengendali sistem transportasi seperti pengendalian lampu lalu lintas, pengelolaan perparkiran, dan di bidang lain seperti sistem kerja alat-alat elektronik, pengendali kerja robot, bahkan untuk pengembangan kinerja alat-alat kedokteran dalam mendiagnosa suatu jenis penyakit, dan masih banyak lagi yang lainnya. Logika ini 3

23 sangat tepat diperuntukkan bagi sistem-sistem yang sulit dipahami atau diwakilkan dengan suatu metode matematik yang teliti. Lampu lalulintas (traffic light) memegang peranan penting dalam pengaturan kelancaran lalulintas. Sistem pengendalian lampu lalulintas yang baik akan secara otomatis menyesuaikan diri dengan kepadatan arus lalulintas pada jalur yang diatur. Dengan penerapan Logika Fuzzy hal ini sangat memungkinkan untuk dilakukan. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang dan studi pendahuluan di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah yaitu bagaimana menentukan waktu traffic light yang dipengaruhi oleh fluktuasi arus yang tidak menentu (fully actuated signal). 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan waktu optimal traffic light pada setiap lengan simpang bersinyal dengan fluktuasi arus yang berbeda dengan menggunakan Logika Fuzzy. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat di bidang teoritis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai khasanah pengembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik lalu lintas, terutama terkait dengan 4

24 masalah pengaturan simpang bersinyal bagi peneliti pada khususnya dan pihak-pihak terkait pada umumnya. 2. Manfaat di bidang praktik. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan kepada pihakpihak pengelola mengenai pengembangan teknik pengaturan simpang bersinyal dan dapat diterapkan di lapangan sehingga diperoleh sistem pengaturan waktu traffic light yang lebih efektif. 1.6 Sasaran Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian di atas maka perlu ditetapkan sasaran penelitian sebagai berikut : 1. Pemetaan keadaan persimpangan bersinyal. 2. Mengidentifikasi waktu traffic light di setiap lengan persimpangan bersinyal. 3. Menentukan waktu traffic light optimal dengan memanfaatkan metode Logika Fuzzy. 4. Memanfaatkan penggunaan Matlab Toolbox (simulink) untuk pengolahan waktu traffic light dengan Logika Fuzzy untuk diajukan sebagai bahan pertimbangan guna perbaikan kinerja persimpangan bersinyal di masa yang akan datang. 5

25 1.7 Batasan Penelitian Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian ini dapat tercapai secara efektif sehingga dapat mencapai tujuan dari penelitian. Adapun batasan-batasan yang digunakan antara lain: 1. Lokasi yang ditinjau merupakan persimpangan bersinyal (signalized intersection) dengan menggunakan waktu yang tetap (fixed time signal). 2. Penelitian hanya dilakukan pada persimpangan bersinyal pada pertemuan Jalan Ngumban Surbakti dan Jalan Setia Budi (simpang I) dan pada persimpangan pertemuan Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Brigjen Katamso (simpang II), berupa simpang empat lengan sederhana dengan tiga lajur. 3. Parameter-parameter dalam penentuan waktu sinyal didasarkan parameter yang ada di lapangan antara lain kondisi geometrik simpang, arus lalu lintas yang dibutuhkan untuk menganalisa kapasitas, tundaan serta faktorfaktor koreksi untuk kondisi ruas jalan tersebut. 4. Hambatan samping yang diakibatkan oleh pedagang kaki lima, penyeberang jalan, dan parkir kendaraan di badan jalan tidak termasuk dalam penelitian ini. 5. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Logika Fuzzy dan dibandingkan dengan metode konvensional (perhitungan MKJI) untuk meninjau kinerja simpang. 6. Penelitian ini tidak mencakup implementasi hasil di lapangan. 6

26 1.8 Metodologi Untuk parameter yang diukur secara langsung di lapangan adalah keadaan lalu lintas seperti arus jenuh dan volume lalu lintas. Sebelum melakukan survey lalu lintas pada persimpangan yang telah ditentukan maka pertama sekali dilakukan adalah survey kondisi persimpangan yang meliputi geometrik persimpangan, waktu hijau, panjang siklus sinyal serta data pendukung lainnya. Dalam melaksanakan penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan meliputi: 1. Tahapan Persiapan Di dalam tahap persiapan dilakukan beberapa kegiatan meliputi studi pustaka untuk menelaah sejumlah teori yang terkait dengan penelitian, pemantapan metodologi yakni dengan merencanakan secara lebih detail tahap-tahap yang akan dilaksanakan sehingga tujuan dapat dicapai dengan tepat, dan penentuan data simpang baik data artificial dan data sekunder. 2. Tahap Perhitungan dan Analisis Pada tahap ini hal yang akan dilakukan adalah perhitungan dan analisis simpang dengan menggunakan Logika Fuzzy memanfaatkan program Matlab Toolbox (simulink) dan analisis simpang dengan menggunakan MKJI. 3. Penilaian Kinerja Persimpangan dengan Parameter Kinerja Tahap ini dilakukan untuk menilai kinerja persimpangan yang dilihat berdasarkan parameter-parameter yang ada seperti derajat kejenuhan, antrian, number of stop dan tundaan. 7

27 Studi Pendahuluan Melakukan Pengamatan Langsung di Lapangan Identifikasi Masalah Penetapan Tujuan Penelitian Rujukan studi terdahulu Studi Literatur Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Logika Fuzzy, MKJI, literatur terkait - Pembatasan Masalah - Identifikasi Kebutuhan Data - Teknik Pengumpulan Data Survey Karakteristik Lalu Lintas 1. Geometri Simpang 2. Arus Lalu Lintas 3. Panjang antrian kendaraan 4. Waktu siklus traffic light Pengolahan Data - Penilaian Kinerja Persimpangan dengan MKJI - Perancangan prosedur penentuan waktu siklus traffic light dengan Logika Fuzzy Parameter Kinerja - Derajat Kejenuhan - Antrian - Number of Stop - Tundaan Analisa dan Evaluasi Penentuan waktu siklus traffic light dan analisis kinerja dengan Logika Fuzzy dan MKJI Kesimpulan dan Rekomendasi Gambar 1.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian 8

28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Persimpangan jalan dapat diartikan sebagai dua jalur atau lebih ruas jalan yang berpotongan, dan termasuk didalamnya fasilitas jalur jalan dan tepi jalan. Sedangkan setiap jalan yang memencar dan merupakan bagian dari persimpangan tersebut dikatakan dengan lengan persimpangan. Persimpangan jalan merupakan suatu hal yang penting untuk dianalisa karena sangat berpengaruh terhadap aliran dan keselamatan berlalu lintas. Persimpangan dapat dikatakan sebagai bagian yang penting dari jalan perkotaan sebab sebagian besar dari efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan, biaya operasi, waktu perjalanan, kenyamanan dan keamanan akan tergantung pada perencanaan suatu persimpangan. Untuk peningkatan hal-hal diatas maka perencanaan suatu persimpangan dan pengaturan lalu lintas pada suatu persimpangan merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan, karena persimpangan tidak hanya digunakan oleh kendaraan bermotor akan tetapi juga oleh para pejalan kaki. Kompleksitas arus kendaraan pada persimpangan akan menimbulkan konflik. Pada persimpangan dengan arus lalu lintas yang besar perlu diadakan perencanaan, perancangan dan pengaturan lalu lintas diantaranya dalam bentuk penggunaan traffic light. Untuk melintasi suatu persimpangan, masing-masing aliran kendaraan harus saling bergantian sehingga terjadi tundaan, perhentian dan 9

29 antrian. Waktu tundaan, jumlah antrian dan panjang antrian akan bertambah besar. Pengaturan dengan traffic light ini diharapkan dapat mengurangi antrian yang dialami oleh kendaraan, dan juga kemungkinan terjadinya kecelakaan di persimpangan akan dapat dikurangi dibandingkan jika tidak menggunakan traffic light. Beberapa hasil studi dan identifikasi menunjukkan bahwa lokasi kemacetan secara umum terjadi pada persimpangan atau titik-titik tertentu yang terletak di sepanjang ruas jalan. Sebab-sebab terjadinya kemacetan di persimpangan antara lain adanya permasalahan dari konflik akibat pergerakanpergerakan kendaraan yang membelok dan adanya masalah pada pengendaliannya. Sedangkan permasalahan yang timbul pada ruas jalan karena adanya gangguan terhadap kelancaran arus lalu lintas yang ditimbulkan dari berbagai akses jalan yang berkumpul pada suatu ruas jalan, bercampurnya segala jenis kendaraan atau dari tingkah laku para pengemudi kendaraan itu sendiri. Karena ruas jalan pada suatu persimpangan digunakan secara bersama-sama maka kondisi suatu persimpangan harus dapat direncanakan sebaik mungkin. 2.2 Kondisi dan Karakteristik Lalu Lintas 1. Ekivalen mobil penumpang adalah variabel berbagai tipe kendaraan sehubungan dengan keperluan waktu hijau untuk keluar masuk antrian apabila dibandingkan dengan sebuah kendaraan ringan (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan yang sasisnya sama, emp = 1,0). 10

30 2. Satuan mobil penumpang adalah satuan arus lalu lintas dari berbagai tipe kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan variabel emp. 3. Arus berangkat terlawan adalah keberangkatan dengan konflik antara gerak belok kanan dengan gerak lurus/belok kiri dari bagian pendekat dengan lampu hijau pada fase yang sama. 4. Arus berangkat terlindung adalah keberangkatan tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dan lurus. 5. Belok kiri adalah indeks untuk lalu lintas belok kiri. 6. Belok kiri langsung adalah indeks untuk lalu lintas belok kiri yang diijinkan lewat pada saat sinyal merah. 7. Lurus adalah indeks untuk lalu lintas lurus. 8. Belok kanan adalah indeks untuk lalu lintas yang belok ke kanan. 9. Rasio belok kanan adalah rasio untuk lalu lintas yang belok kanan dengan keseluruhan total. 10. Arus lalu lintas adalah jumlah 11ariab lalu lintas yang melalui titik yang tak terganggu di hulu. 11. Arus melawan adalah arus lalu lintas dalam pendekat yang berlawanan, yang berangkat dari fase hijau yang sama. 12. Arus belok kanan yang terlawan adalah arus lalu lintas belok kanan dari pendekat yang berlawanan. 13. Arus jenuh adalah besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu pendekat selama kondisi yang ditentukan. 11

31 14. Arus jenuh dasar besarnya keberangkatan antrian di dalam pendekat selama kondisi yang ideal. 15. Derajat kejenuhan adalah rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat. 16. Rasio arus adalah rasio arus terhadap arus jenuh (Q/S) dari suatu pendekat. 17. Rasio arus simpang adalah jumlah dari rasio arus kritis (=tertinggi) untuk semua fase sinyal yang berurutan dalam suatu siklus. 18. Rasio fase adalah rasio arus kritis dibagi dengan rasio arus simpang. 19. Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan. 20. Faktor penyesuaian adalah variabel koreksi untuk penyesuaian dari nilai ideal ke nilai sebenarnya dari suatu variabel. 21. Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. 22. Tundaan lalu lintas adalah waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan. 23. Tundaan geometri adalah disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di simpangan atau yang terhenti oleh lampu merah. 24. Panjang antrian adalah panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat. 25. Antrian adalah jumlah kemdaraan yang antri dalam suatu pendekat. 26. Angka henti adalah jumlah rata-rata berhenti per kendaraan (termasuk berhenti berulang-ulang dalam antrian). 12

32 27. Rasio kendaraan terhenti adalah rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian sinyal. 2.3 Gerakan Lalu Lintas pada Persimpangan Terdapat empat bentuk tipe dasar pergerakan lalu lintas pada persimpangan yang dilihat dari sifat dan tujuan gerakan, yaitu: a. Diverging (gerakan memisah) Peristiwa berpencarnya kendaraan yang melewati suatu ruas jalan ketika kendaraan tersebut sampai pada titik persimpangan. Konflik ini dapat terjadi pada saat kendaraan melakukan gerakan membelok atau berganti jalur. Gambar 2.1 Tipe Dasar Gerakan Diverging (Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1999) b. Merging (gerakan bergabung) Peristiwa bergabungnya kendaraan yang bergerak dari beberapa ruas jalan ketika bergabung pada suatu titik persimpangan, dan juga pada saat kendaraan melakukan pergerakan membelok dan bergabung. 13

33 Gambar 2.2 Tipe Dasar Gerakan Merging (Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1999) c. Weaving (bersilangan) Peristiwa terjadinya perpindahan jalur atau jalinan arus kendaraan menuju pendekat lain. Gerakan ini merupakan perpaduan dari gerakan diverging dan merging. Gambar 2.3 Tipe Dasar Gerakan Weaving (Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1999) 14

34 d. Crossing (berpotongan) Peristiwa perpotongan antara arus kendaraan dari satu jalur ke jalur lain pada persimpangan, biasanya keadaan demikian akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan. Tipe dasar gerakan crossing dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut. Gambar 2.4 Tipe Dasar Gerakan Crossing (Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1999) Keberadaan persimpangan pada suatu jaringan jalan ditujukan agar kendaraan bermotor, para pejalan kaki, dan kendaraan tidak bermotor dapat bergerak dalam arah yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Dengan demikian pada persimpangan akan terjadi suatu keadaan yang menjadi karakteristik yang unik dari persimpangan yaitu munculnya konflik yang berulang sebagai akibat dari dasar pergerakan tersebut. Berdasakan sifatnya konflik terbagi dua, yaitu : 1. Konflik primer (primary conflict) adalah konflik antara arus lalu lintas yang bergerak lurus dari ruas jalan yang saling berpotongan dan termasuk konflik dengan pejalan kaki, sedangkan; 15

35 2. Konflik sekunder (secondary conflict) adalah konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan dengan arus lalu lintas arah lainnya (opposing straight-throught traffic) dan atau lalu lintas belok kiri dengan para pejalan kaki (crossing pedestrians). Konflik dapat dibedakan atas dua jenis berdasarkan ada tidaknya alat pengatur simpang yaitu konflik yang terjadi pada persimpangan sebidang tidak bersinyal dan konflik yang terjadi pada simpang sebidang bersinyal. Pada persimpangan sebidang tidak bersinyal terdapat lebih banyak konflik dibandingkan pada persimpangan bersinyal. Konflik lalu lintas pada persimpangan sebidang empat lengan tidak bersinyal memiliki 16 titik crossing conflicts, 8 diverging conflicts, dan 8 merging conflicts dapat dilihat pada Gambar 2.5, sedangkan untuk persimpangan bersinyal akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. ` 16 crossing conflicts 8 merging conflicts 8 diverging conflicts Gambar 2.5 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang tak bersinyal (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997) 16

36 2.4 Simpang Bersinyal Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa lengan dan dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light). Berdasarkan MKJI 1997, adapun tujuan penggunaan sinyal lampu lalu lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: a. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas kendaraan dari masing-masing lengan. b. Memberi kesempatan kepada kendaraan/dan pejalan kaki yang berasal dari jalan kecil untuk memotong ke jalan utama. c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan. Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan. Salah satu parameter ini adalah waktu tundaan per mobil yang dialami oleh arus yang melalui simpang. Tundaan terdiri atas tundaan geometri (geometric delay) dan tundaan lalu lintas (traffic delay). Parameter persimpangan yang lain adalah angka henti dan rasio kendaraan terhenti pada suatu sinyal. Nilai angka henti merupakan jumlah berhenti kendaraan rata-rata akibat adanya hambatan simpang, juga termasuk kendaraan berhenti berulang-ulang dalam suatu antrian. Sedangkan rasio kendaraan yang terhenti menggambarkan rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa terhenti sebelum mencapai garis henti. Kendaraan yang berhenti ini akibat adanya pengendalian sinyal. Hal lain yang perlu juga mendapat perhatian adalah besarnya panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat. Parameter-parameter ini yang mampu menggambarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada suatu persimpangan. 17

37 Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna pada traffic light (merah, kuning, hijau) dilakukan untuk dapat memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu yang terjadi bersamaan. Konflik-konflik gerakan lalu lintas di persimpangan bersinyal dapat dibagi menjadi dua, yaitu konflik-konflik utama dan konflik-konflik kedua, yang dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut ini. Gambar 2.6 Konflik Lalu lintas pada persimpangan sebidang bersinyal (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997) Pada dasarnya jumlah potensial terjadinya titik-titik konflik di persimpangan tergantung pada beberapa faktor, seperti jumlah kaki persimpangan yang ada, jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan, jumlah pergerakan yang ada dan sistem pengaturan yang ada. 18

38 2.5 Pengaturan Lalu Lintas pada Persimpangan Masalah-masalah yang ada di persimpangan dapat diatasi dengan cara meningkatkan kapasitas simpang dan mengurangi volume lalu lintas. Untuk meningkatkan kapasitas dapat dilakukan dengan cara melakukan perubahan rancang simpang, serta pelebaran cabang simpang, pengalihan arus lalu lintas ke rute-rute lain. Akan tetapi kedua cara tersebut kurang efektif, karena akan mengarah pada peningkatan jarak tempuh suatu perjalanan. Pemecahan masalah terbatasnya kapasitas simpang maupun masalah ruas jalan dapat diantisipasi dengan cara dilakukan pelebaran jalan akan tetapi hal tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit serta tidak selamanya mampu memecahkan permasalahan yang terjadi. Pemecahan manajemen lalu lintas semacam itu sering kali menyebabkan permasalahan lalu lintas semakin buruk. Alternatif pemecahan lain adalah dengan metode sistem pengendalian simpang yang bergantung kepada besarnya volume lalu lintas. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu sistem pengendalian simpang yang akan digunakan yaitu volume lalu lintas dan jumlah kendaraan yang belok, tipe kendaraan yang tersedia, kecepatan kendaraan, akses kendaraan pada ruas jalan, pertumbuhan lalu lintas dan distribusinya, strategi manajemen lalu lintas, biaya pemasangan dan pemeliharaan. Dari kriteria diatas dapat ditentukan jenis-jenis sistem pengendalian simpang yang digunakan antara lain: 19

39 2.5.1 Simpang Tanpa Prioritas (Non Priority Junction) Simpang tanpa prioritas ini umumnya digunakan pada daerah volume lalu lintas yang kecil pada masing-masing cabang simpang. Apabila pada simpang itu terjadi konflik lalu lintas maka salah satu pihak memperoleh hak utama untuk berjalan berdasarkan pada kebiasaan (peraturan pemerintah yang berlaku) sementara pihak lain akan memperlambat gerakannya atau berhenti. Meningkatnya volume lalu lintas pada salah satu cabang simpang mempertinggi tingkat konflik antara cabang simpang dengan arus yang rendah dengan arus yang tinggi pada simpang tersebut. Untuk mengatasi konflik lalu lintas ini maka diberikan hak utama tertentu pada suatu simpang yang biasa dengan prioritas. Contoh simpang tanpa prioritas dapat dilihat pada Gambar 2.7 dibawah. Gambar 2.7 Persimpangan tanpa Prioritas (Sumber : Highway Traffic Analysis and Design, R.J Salter) 20

40 2.5.2 Simpang dengan Prioritas (Priority Junction) Simpang pengendalian semacam ini cocok untuk simpang dimana lalu lintas pada jalan yang lebih kecil (minor road) tidak terlalu besar. Dengan meningkatnya arus pada jalan yang lebih kecil maka semakin banyak kendaraan yang memotong arus jalan yang lebih besar (major road). Arus kendaraan di jalan yang lebih kecil dikendalikan oleh rambu lalu lintas, misalnya tanda stop atau tanda untuk mengalah (giveway sign). Fungsi rambu atau marka ini adalah untuk memberikan hak utama untuk bergerak pada jalan yang fungsinya lebih tinggi. Pada simpang dengan prioritas, diasumsikan tidak ada tundaan yang terjadi pada arus lalu lintas utama. Aspek yang paling penting adalah tingkat pengaruh dari arus lalu lintas pada jalan yang lebih kecil. Kendaraan dari jalan yang lebih kecil akan datang menuju rambu sebelum memasuki simpang dengan prioritas, kemudian menunggu suatu jarak kendaraan yang member waktu aman pada ruas jalan yang lebih besar. Tundaan kendaraan pada jalan yang lebih kecil tergantung dari ukuran waktu antara kendaraan pada jalan yang lebih besar. Ukuran waktu antara kendaraan yang terjadi tergantung pada volume lalu lintas pada jalan utama. Jika volume lalu lintas pada jalan utama bertambah maka lama tundaan kendaraan pada jalan yang lebih kecil akan semakin besar. Dengan terus meningkatnya arus lalu lintas maka simpang prioritas akan mengalami banyak kesulitan. 21

41 Gambar 2.8 Persimpangan dengan Prioritas (Sumber : Highway Traffic Analysis and Design, R.J Salter) Rambu lalu lintas berupa STOP Prioritas Bagi Lalu Lintas dari Muka Rambu Berhenti Gambar 2.9 Rambu Lalu Lintas untuk Simpang dengan Prioritas (Sumber : PP. No. 43 Tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas) Simpang dengan Lampu Lalu Lintas (Signalized Junction) Sistem pengendalian simpang yang berikutnya adalah dengan pemasangan lampu lalu lintas (traffic light). Pengendalian persimpangan seperti ini memberikan hak berjalan pertama kepada fase tertentu kemudian 22

42 kepada fase lainnya. Masing-masing pergerakan mendapatkan kesempatan melintasi persimpangan dalam suatu jangka waktu tertentu dan pada saat yang berbeda-beda, serta dipengaruhi oleh susunan fisik persimpangan, jenis pengontrolan, volume lalu lintas, pola dan arah lalu lintas. Lampu lalu lintas (traffic light) adalah suatu alat kendali dengan menggunakan lampu yang terpasang pada persimpangan dengan tujuan untuk mengatur arus lalu lintas. Pengaturan arus lalu lintas pada persimpangan pada dasarnya dimaksudkan untuk bagaimana pergerakan kendaran pada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan (vehicle group movements) dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar arus yang ada. Ada berbagai jenis kendali dengan menggunakan lampu lalu lintas dimana pertimbangan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi persimpangan yang ada seperti volume, geometrik simpang dan sebagainya. Sketsa persimpangan ini dapat dilihat pada Gambar 2.10 dibawah. Gambar 2.10 Persimpangan dengan Traffic Light (Sumber : Highway Traffic Analysis and Design, R.J Salter) 23

43 Berdasarkan cakupannya, jenis kendali dengan lampu lalu lintas (traffic light) pada persimpangan dibedakan antara lain: a. Lampu lalu lintas terpisah (isolated traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana dalam perancangannya hanya didasarkan pertimbangan pada satu tempat persimpangan saja tanpa mempertimbangkan simpang lain yang terdekat. b. Lampu lalu lintas terkoordinasi (coordinated traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana perancangannya mempertimbangkan, mencakup beberapa simpang yang terdapat pada suatu jalur/ arah tertentu; c. Lampu lalu lintas jaringan (networking traffic signal): yaitu pengoperasian lampu lalu lintas dimana dalam perancangannya memperimbangkan mencakup beberapa simpang yang terdapat dalam suatu jaringan jalan dalam suatu kawasan. Berdasarkan pengoperasiannya, jenis kendali traffic light pada persimpangan dibagi atas tiga bagian, yaitu: a. Fixed time traffic signals: yaitu pengoperasian traffic light dimana pengaturan waktunya (setting time) tidak mengalami perubahan (tetap). Pada tipe ini panjang siklus fase, waktu hijau, waktu kuning, waktu merah dan perubahan interval telah diatur menurut selang waktu tertentu. Tipe ini merupakan bentuk pengendalian traffic light yang paling umum digunakan di Indonesia. Dalam situasi-situasi tertentu tipe ini memiliki efisiensi yang lebih kecil daripada sistem 24

44 lainnya karena tidak memiliki respon terhadap perubahan arus kendaraan yang terjadi. Beberapa keuntungan traffic light dengan bentuk waktu sinyal tetap ini antara lain: waktu start dan lama interval tetap sehingga memudahkan koordinasi dengan traffic light yang berdekatan, tidak dipengaruhi oleh kondisi pergerakan pada suatu waktu tertentu misalnya ada kendaraan yang berhenti, adanya pembangunan disekitar ruas jalan dan sebagainya, dengan sistem ini lebih sesuai bagi daerah yang volume pejalan kaki tetap dan besar, pengemudi dapat memperkirakan lamanya fase. b. Semi actuated traffic signals: pada tipe ini digunakan peralatan deteksi yang diletakkan hanya pada jalan minor. Traffic light telah diatur sedemikian rupa, sehingga jalan mayor selalu mendapat indikasi warna hijau selama tidak diterima isyarat dari jalan minor. Apabila diterima adanya suatu isyarat dari jalan minor maka waktu hijau diterima untuk jalan minor adalah waktu yang paling lama sebesar waktu maksimum yang telah ditentukan. Ketika nyala indikasi warna hijau diterima kembali dan jalan minor oleh jalan mayor maka nyala hijau akan tetap pada jalan mayor sampai diterima kembali isyarat hijau dari jalan minor. Pada umumnya tipe traffic light ini dipakai pada persimpangan-persimpangan dimana jalan minor memiliki arus yang kecil. c. Fully Actuated traffic signals: yaitu pengoperasian traffic light dimana pengaturan waktunya (setting time) mengalami perubahan dari waktu 25

45 ke waktu sesuai dengan kedatangan kendaraan (demand) dari berbagai pendekat/ kaki simpang (approaches). Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, penggunaan traffic light bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Untuk menghindari hambatan (blockage) akibat adanya konflik arus lalu lintas dari berbagai arah pergerakan kendaraan. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan kapasitas simpang terutama pada jam puncak. 2. Untuk memfasilitasi persilangan antara jalan utama dengan untuk kendaraan dan pejalan kaki dengan jalan sekunder sehingga kelancaran pada jalan utama dapat lebih terjamin. 3. Untuk mengurangi tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh tubrukan (collisions) antara kendaraan pada arah yang terdapat konflik Karakteristik Traffic Light Kondisi geometrik dan lalu lintas (demand) akan berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja lalu lintas pada persimpangan. Oleh karena itu, perencana harus dapat merancang sedemikian rupa sehingga mampu mendistribusikan waktu kepada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan secara proporsional sehingga memberikan kinerja yang sebaikbaiknya. Menurut Webster dan Cobbe (1956) optimasi lampu berdasarkan tundaan yang minimum. 26

46 berikut: Sistem perlampuan lalu lintas menggunakan jenis lampu sebagai a. Lampu hijau (green): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus bergerak maju. b. Lampu kuning (amber): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus melakukan antisipasi, apabila memungkinkan harus mengambil keputusan untuk berlakunya lampu yang berikutnya (apakah hijau atau merah). c. Lampu merah (red): kendaraan yang mendapatkan isyarat harus berhenti pada sebelum garis henti (stop line). Perlu diketahui dengan adanya peraturan lalu lintas yang baru (PP 42 dan PP 43 Tahun 1993) untuk kendaraan yang belok kiri selama tidak diatur secara khusus maka kendaraan boleh belok kiri jalan terus. Perlampuan dengan berbagai nyala lampu tersebut diterapkan untuk memisahkan pergerakan lalu lintas berdasarkan waktu. Pemisahan ini diperlukan dengan khususnya untuk jenis konflik primer, namun dalam hal tertentu dapat juga diterapkan pada kondisi konflik primer. yaitu: Dalam pengaturan sinyal traffic light, terdapat beberapa parameter, 1. Fase adalah bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau disediakan bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu-lintas (i = indeks untuk nomor fase). 27

47 2. Waktu siklus adalah waktu untuk urutan lengkap dengan indikasi sinyal. 3. Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat. 4. Rasio hijau adalah perbandingan antara waktu hijau dan waktu siklus dalam suatu pendekat. 5. Waktu merah semua (all red) adalah waktu dengan merah menyala bersamaan dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan. 6. Waktu kuning adalah waktu dengan lampu kuning dinyalakan setelah hijau dalam suatu pendekat. 7. Antar hijau adalah periode kuning+merah semua antar dua fase sinyal yang berurutan. 8. Waktu hilang adalah jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap. Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan. 9. Sinyal diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam satu dimensi waktu Pengaturan Fase Pemisahan berdasarkan waktu untuk menghindari/ mengurangi adanya konflik baik primer maupun sekunder dikenal dengan istilah pengaturan fase. Pengaturan fase harus dilakukan analisis terhadap kelompok pergerakan kendaraan dari seluruh yang ada sehingga terwujud: 28

48 pengurangan konflik baik primer maupun sekunder; urutan yang optimum dalam pergantina fase; mempertimbangkan waktu pengosongan (clearance time) pada daerah persimpangan. Jika hanya untuk memisahkan konflik primer yang terjadi maka pengaturan fase dapat dilakukan dengan dua fase. Hal ini dilakukan dengan masing-masing fase untuk masing-masing jalur jalan yang saling bersilangan, yaitu kaki simpang yang saling lurus menjadi dalam satu fase. Pengaturan dua fase ini juga dapat diterapkan untuk kondisi yang ada larangan belok kanan. Pengaturan antar fase diatur dengan jarak waktu penyela/waktu jeda supaya terjadi kelancaran ketika pergantian antar fase. Istilah ini disebut dengan waktu antar hijau (intergreen) yang berfungsi sebagai waktu pengosongan (clearance time). Waktu antar hijau terdiri dari waktu kuning dan waktu merah semua (all red). Waktu antar hijau bertujuan untuk: a. Waktu kuning: peringatan bahwa kendaraan akan berangkat maupun berhenti. Besaran waktu kuning ditetapkan berdasarkan kemampuan seorang pengemudi untuk dapat melihat secara jelas namun singkat sehingga dapat sebagai informasi untuk ditindaklanjuti dalam pergerakannya. Penentuan ini biasanya ditetapkan sebesar tiga detik dengan anggapan bahwa waktu 29

49 tersebut sudah dapat mengakomodasi ketika terjadi kedipan mata. b. Waktu semua merah: untuk memberikan waktu pengosongan (clearance time) sehingga resiko kecelakaan dapat dikurangi. Hal ini dimaksudkan supaya akhir rombongan kendaraan pada fase sebelumnya tidak berbenturan dengan awal rombongan kendaraan fase berikutnya. Besaran waktu semua merah sangat tergantung pada kondisi geometrik simpang sehingga benarbenar cukup untuk sebagai clearance time. Pertimbangan yang harus diperhitungkan adalah waktu percepatan dan jarak pada daerah clearance time pada simpang. Tabel 2.1 Nilai Normal Waktu Antar Hijau Ukuran Simpang Lebar jalan rata-rata Nilai Lost Time (LT) (m) (detik/fase) Kecil Sedang Besar >15 >6 (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997) Jika diinginkan tingkat keselamatan yang tinggi pada gerakan belok kanan maka pengaturan fase dapat ditambah jumlahnya lebih dari dua fase. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada penurunan kapasitas dan perpanjangan waktu siklus. Dengan demikian apabila tidak ada pergerakan kendaraan lain yang menghalangi dengan melakukan gerakan yang 30

50 berlawanan dengan menyilang (crossing) maka disebut dengan istilah Protected (P) dan sebaliknya disebut dengan istilah Opposite (O). Berdasarkan buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, berbagai contoh kasus pengaturan fase adalah sebagai berikut: a. pengaturan dua fase: pengaturan ini hanya diperlukan untuk konflik primer yang terpisah Fase A Fase B Gambar 2.11a Pengaturan Simpang dengan Dua Fase (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-4) b. pengaturan tiga fase: pengaturan ini digunakan untuk kondisi penyisaan akhir (late cut-off) untuk meningkatkan kapasitas arus belok kanan Fase A Fase B Fase C Gambar 2.11b Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Late Cut-Off (Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5) 31

51 c. pengaturan tiga fase: dilakukan dengan cara memulai lebih awal (early start) untuk meningkatkan kapasitas belok kanan. Gambar 2.11c Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Early-Start (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5) d. pengaturan tiga fase: dengan memisahkan belok kanan dalam satu jalan. Gambar 2.11d Pengaturan Simpang Tiga Fase dengan Pemisahan Belok Kanan (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5) e. pengaturan empat fase; dengan belok kanan terpisah pada kedua jalan Gambar 2.11e Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Pemisahan Belok Kanan (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5) 32

52 f. Pengaturan empat fase; dengan arus berangkat dari satu persatu pendekat pada saatnya masing-masing. Gambar 2.11f Pengaturan Simpang Empat Fase dengan Arus Berangkat dari Satu per satu Pendekat pada Saatnya Masing-masing (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, hal. 2-5) Perhitungan untuk menentukan waktu hijau, kapasitas, derajat kejenuhan, dan tundaan pada simpang bersinyal digunakan acuan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) yang dituangkan dalam formulir-formulir isian SIG. 2.6 Kapasitas Tingkat Pelayanan Secara umum dalam penganalisaan kapasitas ada suatu prinsip dasar yang objektif yaitu perhitungan jumlah maksimum lalu lintas yang dapat ditampung oleh fasilitas yang ada serta bagaimana kualitas operasional fasilitas tersebut di dalam pemeliharaan serta peningkatan peningkatan fasilitas itu sendiri yang tentunya sangat berguna dikemudian hari. Dalam merencanakan suatu fasilitas jalan kita jumpai suatu perencanaan agar fasilitas itu dapat mendekati kapasitasnya. Pada umumnya operasi atau pemakaian terhadap fasilitas yang tersedia jarang sekali dimanfaatkan pada tingkat kapasitas penuh. Kapasitas dari suatu fasilitas akan menurun fungsinya jika dipergunakan saat atau mendekati 33

53 kapasitasnya. Oleh karena itu analisa kapasitas lebih merupakan sebuah penilaian terhadap jumlah maksimum lalu-lintas yang dapat disalurkan pada tingkat atau kualitas operasional yang telah ditentukan dan selama masih dapat dipertahankan. Kriteria dan operasional dan suatu fasilitas diwujudkan dengan istilah tingkat pelayanan (level of service). Setiap tipe fasilitas telah ditentukan suatu interval dan kondisi operasional, yang dihubungkan dengan jumlah lalu-lintas yang mampu ditampung disetiap tingkat. Tabel 2.2 Kriteria Tingkat Pelayanan Pada Persimpangan Bersinyal Tundaan Henti Tiap Tingkat Pelayanan Kendaraan (detik) A 5,0 B 5,1 15,0 C 15,1 25,0 D 25,1 40,0 E 40,1 60,0 F 60,0 (Sumber : Highway Capacity Manual 1985) Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pelayanan pada persimpangan bersinyal terbagi atas enam tingakatan yaitu : A, B, C, D, E dan F. Pada kondisi operasional yang paling baik dan suatu fasilitas dinyatakan dengan tingkat pelayanan A, sedangkan untuk kondisi yang paling jelek dinyatakan dengan tingkat pelayanan F. 34

54 Kapasitas yang didefinisikan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 adalah jumlah maksimum arus lalu lintas yang dapat dipertahankan tetap yang melewati suatu titik atau bahagian jalan dalam kondisi tertentu. Kondisi arus lalu lintas maksimum yaitu kondisi lalu lintas yang meliputi volume setiap kendaraan, distribusi kendaraan berdasarkan pergerakannya (belok kiri, terus dan belok kanan), lokasi dan pemakaian bus stop di dalam wilayah persimpangan, arus penyeberang jalan dan pergerakan parkir di dalam wilayah persimpangan. Selain itu juga meliputi keadaan geometrik persimpangan yang meliputi jumlah lajur, kemiringan jalan dan alokasi tata guna lahan. Dalam penganalisaan digunakan periode waktu 15 menit dengan mempertimbangkan waktu tersebut sebagai interval terpendek selama arus yang ada stabil pada perhitungan kapasitas harus ditetapkan bahwa kondisi yang ada seperti kondisi jalan, kondisi lalu lintas dan pengendalian tetap. Hal-hal yang terjadi yang membuat suatu perubahan dan kondisi yang ada mengakibatkan terjadinya perubahan kapasitas pada fasilitas tersebut. Sangat dianjurkan dalam penentuan kapasitas dilakukan pada cuaca yang baik (cerah). Dalam penentuan kapasitas ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan antara lain: 1. Kondisi Jalan (road condition) Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik geometrik suatu ruas jalan antara lain: tipe fasilitas, lingkungan sekitar jalan, bahu jalan, lebar lajur, kebebasan lateral, kecepatan rencana, alinyemen horizontal dan vertikal. 35

55 Perancangan geometrik dengan karakteristik geometrik persimpangan yang merupakan titik pertemuan antara dua atau lebih jalan, dalam artian perancangan fasilitas jalan dan suatu kaki persimpangan tidak dapat terlepas dari perancangan fasilitas jalan pada lengan persimpangan lainnya. Konflik yang timbul akibat pertemuan jalan-jalan yang berpotongan baik antara kendaraan dengan kendaraan ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki harus dikendalikan melalui perancangan yang baik sehingga dapat dihindari kemungkinan konflik yang berakibat timbulnya kecelakaan. Perencanaan geometrik yang baik secara keseluruhan akan menghasilkan kondisi medan persimpangan yang dapat dikenal dengan baik oleh pengguna jalan, sehingga para pengguna jalan tersebut dapat bergerak melakukan manuver-manuver dengan baik. 2. Kondisi lalu-lintas (traffic condition) Kondisi lalu-lintas bergantung pada karakteristik lalu-lintas yang menggunakan fasilitas lalu-lintas tersebut yaitu: pendistribusian tipe kendaraan, jumlah kendaraan dan pembagian jalur yang ada serta srah distribusi lalu-lintas. 3. Pengendalian (control condition) Kondisi ini tergantung pada tipe dan rencana khusus dan alat pengendalian yang terpenting yaitu peraturan yang ada (peraturan lokal yang ada). Hal yang sangat mempengaruhi ini adalah lokasi, jenis dan waktu sinyal lalu-lintas disamping tanda-tanda stop dan yield dari lajur yang digunakan. 36

56 2.7 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah suatu metode yang dirancang untuk memudahkan dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan kapasitas jalan di Indonesia, termasuk untuk masalah persimpangan bersinyal. Sistem perhitungan persimpangan yang disediakan berupa formulir isian SIG I sampai dengan SIG V. Adapun isi dari tiap-tiap SIG tersebut adalah sebagai berikut : 1. SIG I, menetapkan jenis fase dan penentuan geometrik jalan dengan nilai W masuk dan W keluar. 2. SIG II, menghitung data arus lalu lintas. 3. SIG III, untuk mendapatkan waktu merah dan waktu hilang tiap fase. 4. SIG IV, dari hasil data-data pada SIG sebelumnya, kita dapat memperoleh nilai Kapasitas (C), Waktu Hijau (g), dan Derajat Kejenuhan (DS). 5. SIG V, mengetahui besarnya antrian, number of stop, dan tundaan. Teori simpang bersinyal didasarkan pada prinsip-prinsip utama sebagai berikut : 1. Geometri Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika arus belok kanan dan belok kiri 37

57 mendapat sinyal waktu hijau yang berbeda fase dengan arus lurus, atau jika dipisahkan secara fisik oleh pulau-pulau lalu lintas dalam pendekat. 2. Arus Lalu Lintas Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Tabel 2.3 Tipe Kendaraan No. Tipe Kendaraan Definisi 1 Kendaraan bermotor (UM) Sepeda, becak 2 Sepeda bermotor (MC) Sepeda motor, sekuter 3 Kendaraan ringan (LV) Colt, Pick up, Taksi 4 Kendaraan berat (HV) Bus kecil, Bus besar, Truk Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Tabel 2.4 Nilai Konversi Satuan Mobil Penumpang pada Simpang Jenis Kendaraan Nilai emp untuk tiap pendekat Terlindung (P) Terlawan (O) HV 1,0 1,0 LV 1,3 1,3 MC 0,2 0,4 Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia

58 Arus jenuh yang terjadi di persimpangan merupakan suatu hal yang harus menjadi perhatian karena dipengaruhi oleh lebar jalur, kemiringan permukaan, dan sebagainya. Tingkat kepadatan lalu lintas (Saturation Flow) atau tingkat arus jenuh adalah arus kendaraan per jam yang dapat diakomodasi oleh kelompok lajur tersebut dengan anggapan bahwa fase hijau selalu tersedia untuk jalan, yakni perbandingan g/c adalah 1,00. Perhitungan dimulai dengan memilih suatu tingkat arus jenuh yang ideal biasanya 1800 mobil penumpang per jam dan waktu hijau tiap lajur, dan penyesuaian nilai ini untuk berbagai kondisi yang ada bukan merupakan kondisi yang ideal. Arus jenuh (saturation flow) pada suatu persimpangan dapat dihitung dengan rumus: S = S o.f cs.f sf.f g.f p.f rt.f lt (2.1) dimana : S = Arus jenuh, besarnya keberangkatan antrian di dalam suatu pendekatan selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau). S o = Arus jenuh dasar, besarnya keberangkatan antrian di dalam pendekat selama kondisi ideal (smp/jam). F cs = Faktor koreksi untuk ukuran kota (jumlah penduduk kota) dapat dilihat pada tabel 2.5 F sf = Faktor koreksi untuk hambatan samping dan lingkungan jalan dan kendaraan bermotor, ditunjukkan dalam tabel

59 F g = Faktor koreksi untuk kemiringan jalan, diberikan dalam gambar 2.13 F p = Faktor koreksi untuk parkir kendaraan disepanjang jalan pada areal persimpangan, dalam gambar 2.14 F rt = Faktor koreksi untuk kendaraan belok kanan, diberikan dalam gambar 2.15 F lt = Faktor koreksi untuk kendaraan belok kiri dalam kelompok lajur, diberikan dalam gambar 2.16 Akan tetapi untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dan lebar efektif pendekat (W e ): S o = 600.W e.( 2.2 ) Untuk perhitungan arus jenuh (S) maka diperlukan beberapa tabel yang berisikan faktor-faktor koreksi yaitu Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian ukuran kota Fcs Penduduk Kota (Juta jiwa) >3,0 1,0 3,0 0,5 1,0 0,1 0,5 <0,1 Faktor Penyesuaian Ukuran kota ( Fcs ) 1,05 1,00 0,94 0,83 0,82 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal

60 Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor ( F sf ) Lingkungan Hambatan Tipe Rasio Kendaraan Tak Bermotor Jalan Samping fase Tinggi Terlawan Terlindung Komersial (Com) Sedang Terlawan Terlindung Rendah Terlawan Terlindung Tinggi Terlawan Terlindung Pemukiman (Res) Sedang Terlawan Terlindung Rendah Terlawan Terlindung Akses Terbatas (RA) Tinggi/ Sedang/ Rendah Terlawan Terlindung Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal Gambar 2.12 Lebar efektif ruas jalan ( We ) (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal. 2-49) 41

61 Gambar 2.13 Faktor koreksi untuk kemiringan jalan ( Fg ) (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal. 2-54) Gambar 2.14 Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir ( Fp ) (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal. 2-54) 42

62 Gambar 2.15 Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kanan ( F rt ) (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal. 2-55) Gambar 2.16 Faktor penyesuaian untuk kendaraan belok kiri ( F lt ) (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal

63 3. Model Dasar Tujuan yang penting dari analisis kapasitas yaitu penilaian jumlah maksimum lalu-lintas yang dapat disalurkan oleh fasilitas yang tersedia. Pada umumnya operasi atau pemakaian terhadap fasilitas yang tersedia jarang sekali dimanfaatkan pada tingkat kapasitas penuh. Oleh karena itu penilaian terhadap jumlah maksimum lalu lintas yang dapat disalurkan pada tingkat yang telah ditentukan dan selama masih dapat dipertahankan desain dan kriteria operasional yang dinyatakan dalam tingkat pelayanan. Defenisi kapasitas (C) yaitu jumlah arus lalu lintas yang maksimum yang dapat melalui suatu lengan persimpangan dalam kondisi yang tersedia yang dapat dipertahankan. Kondisi lalu lintas yang dimaksud yaitu volume setiap kedatangan kendaraan, distribusi kendaraan berdasarkan pergerakannya (belok kiri, terus, dan belok kanan), pergerakan parkir di sekitar lengan yang ditinjau. Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut: C =. (2.3) dimana : C = kapasitas (smp/jam) S = arus jenuh (smp/jam hijau) g = waktu hijau (det) c = waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap. Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu lintas lainnya. 44

64 Tabel 2.7 Waktu Siklus yang Layak Untuk Simpang Tipe Pengaturan Waktu Siklus (detik) 2 fase fase fase Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia Penentuan Waktu Sinyal Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metode Webster (1996) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. c optimum =.. (2.4) dimana : c optimum = waktu siklus optimum (detik) LTI FR = Jumlah waktu hilang per siklus (detik) = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S) FR crit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal. FR crit = Jumlah FR crit dari semua fase pada siklus tersebut (rasio arus simpan). Jika siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada persimpangan tersebut. 45

65 rumus: Waktu hijau (green time) untuk masing-masing fase menggunakan g i = (c ua LTI) x PR i. (2.5) gi = waktu hijau dalam fase-i (detik) LTI = total waktu hilang per siklus (detik) c ua = waktu siklus pra penyesuaian sinyal (detik) PRi = perbandingan fase FRcrit/ (FRcrit) Waktu hijau yang telah disesuaikan (c) berdasarkan waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan dan waktu hilang (LTI) dihitung dengan rumus: c = g + LTI (2.6) c = waktu hijau (detik) LTI = total waktu hilang per siklus (detik) g = total waktu hijau (detik) 5. Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masing-masing pendekat. Derajat kejenuhan diperoleh sebagai : DS = (2.7) 46

66 6. Perilaku Lalu Lintas a. Panjang antrian Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ 1 ) ditambah jumlah smp yang datang pada waktu merah (NQ 2 ). NQ = NQ 1 + NQ 2. (2.8) Dengan : NQ 1 = 0,25 x C x Jika DS>0.5;selain itu NQ 1 = 0 NQ 2 = c x dimana : NQ 1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya NQ 2 = jumlah smp yang datang selama fase merah DS = derajat kejenuhan GR = rasio hijau c = waktu siklus C = kapasitas (smp/jam) Q = arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/jam) berikut: Panjang antrian (QL) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai QL = NQ max x 20/W masuk. (2.9) 47

67 Keterangan: QL NQ max = panjang antrian = jumlah antrian Wmasuk = lebar masuk Nilai NQ max diperoleh dari Gambar E-2:2 MKJI hal 2-66 yang terlihat pada Gambar 2.17 dibawah dengan anggapan peluang untuk pembebanan (P OL ) sebesar 5% untuk kegiatan perancangan. Gambar 2.17 Peluang Untuk Pembebanan Lebih (P OL ) (Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, hal b. Angka Henti Angka henti (Number of Stop), yaitu jumlah rata-rata berhenti per kendaraan (termasuk terhenti berulang dalam antrian sebelum melewati persimpangan). 48

68 NS = 0.9 x.. (2.7) dimana c adalah waktu siklus (detik) dan Q arus lalu lintas (smp/jam) dari pendekat yang ditinjau. c. Tundaan Suatu ukuran daya guna yang kritis pada fasilitas arus terganggu adalah tundaan (delay). Tundaan adalah suatu ukuran yang umum yang dapat diiterpretasikan dengan jumlah rata-rata. Waktu tunda henti ratarata (average stopped time delay) adalah ukuran keefektifan yang prinsipil yang digunakan dalam mengevaluasi tingkat pelayanan pada persimpangan bersinyal (signalized intersection). Waktu tundaan henti (stopped time delay) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebuah kendaraan untuk berhenti dalam suatu antrian saat menunggu untuk memasuki suatu persimpangan. Rata-rata waktu tunda henti (average stopped time delay) adalah total waktu tunda henti yang dialami semua kendaraan pada suatu jalan atau kelompok lajur selama suatu periode waktu yang ditentukan, dibagi dengan volume total kendaraan yang memasuki persimpangan pada jalan atau kelompok lajur selama periode waktu yang sama, dinyatakan dalam detik per kendaraan. Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 49

69 DT = c x.. (2.8) dimana : DTj = Tundaan lalu-lintas pada pendekat j (det/smp) GR = Rasio hijau (g/c) DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam) NQ 1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya Berikut digambarkan bagan prosedur perhitungan simpang bersinyal dengan menggunakan MKJI : DATA MASUKAN Geometrik, penyaluran lalu lintas dan kondisi lingkungan, kondisi arus lalu lintas PENGGUNAAN SIGNAL Fase awal Waktu antar hijau dan waktu hilang PENANGANAN Ubah Penentuan fase sinyal, lebar pendekat, aturan membelok dsb PENENTUAN WAKTU SIGNAL Tipe pendekat Lebar pendekat efektif Arus Jenuh Dasar Factor-faktor penyesuaian Rasio arus jenuh Waktu siklus dan waktu hijau KAPASITAS Kapasitas Keperluan untuk perubahan PERILAKU LALU LINTAS Persiapan Panjang antrian Kendaraan terhenti Tundaan Gambar 2.18 Bagan Prosedur Perhitungan dengan MKJI 50

70 2.8 Himpunan dan Logika Kabur Konsep matematika tradisional dibentuk berdasarkan logika dwinilai yang hanya mengenal nilai benar atau salah saja. Tetapi dalam kenyataannya terdapat banyak hal dalam kehidupan kita dan dunia real yang tidak dapat dinilai hanya dengan benar atau salah saja. Misalnya, kepandaian seseorang atau kepadatan penduduk atau kecepatan sebuah kendaraan. Konsep-konsep tersebut secara linguistik-semantik bernuansa kabur dan oleh karenanya berada di luar jangkauan matematika dwinilai yang tidak memiliki perangkat untuk menyusun model bagi konsep-konsep tersebut. Sudah sejak lama orang berusaha mencari terobosan guna menemukan cara untuk menangani konsep-konsep kabur semacam itu. Penggunaan teknik Logika Fuzzy telah cukup meluas pada berbagai aplikasi mulai dari consumer electronic, sistem robot, dan pengendalian kegiatan industri, dan lain-lain. Teknik Logika Fuzzy sangat cocok digunakan untuk sistem yang dalam pemprosesannya banyak melibatkan aturan (ruled based). Sistem Logika Fuzzy biasanya memiliki sifat toleransi seperti layaknya pikiran manusia dan mampu mengakomodasi ketidakpresisian dalam proses akuisis data. Implementasi kendali Fuzzy biasanya dilakukan multi-porpuse mikroporsesor dan membutuhkan alat atau software yang membantu untuk mengembangkan aplikasi Fuzzy mulai dari tahap perancangan, evaluasi, implementasi, dan penalaan. Teori himpunan Fuzzy diprakarsai oleh Prof. Lofti Zadeh dari University of California, pada tahun Logika Fuzzy meniru cara berpikir manusia dengan menggunakan konsep sifat kesamaran suatu nilai. Logika Fuzzy dapat memberikan suatu nilai dari nol secara kontinu sampai nilai satu. 51

71 Ada beberapa alasan mengapa orang menggunakan Logika Fuzzy (Kusumadewi, Sri, 2002), yaitu: 1. Konsep Logika Fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran Fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti; 2. Logika Fuzzy sangat fleksibel; 3. Logika Fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat ; 4. Logika Fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non linear yang sangat kompleks; 5. Logika Fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalamanpengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan ; 6. Logika Fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional; 7. Logika Fuzzy didasarkan pada bahasa alami Teori Himpunan Fuzzy Himpunan Fuzzy atau biasa disebut himpunan kabur merupakan suatu teori himpunan yang digunakan untuk menyatakan derajat kemenduaan (ambiguity/fuzzy) dari arti kata atau konsep. Teori himpunan Fuzzy didasarkan pada Logika Fuzzy yang mempunyai tingkat logika antara 0 sampai 1 yang menyatakan kemenduaan. Tiap kelompok Fuzzy merupakan himpunan bagian dari suatu himpunan semesta Fuzzy. Hubungan tiap himpunan bagian terhadap himpunan semesta dinyatakan dengan suatu fungsi keanggotaan yang 52

72 menyatakan derajat keanggotaan himpunan bagian tersebut dan merupakan bilangan nyata yang berada dalam selang (0,1). Misalkan U merupakan kumpulan objek yang dinotasikan dengan {u}. U disebut semesta dan u menyatakan elemen generik dari U. Suatu himpunan Fuzzy F di dalam semesta wacana U dikarakteristikkan dengan fungsi keanggotaan µf yang bernilai dalam interval [0,1]. Himpunan Fuzzy Semesta Wacana Gambar 2.19 Himpunan Fuzzy (Sumber : Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan, 2004) Dengan teori himpunan Fuzzy suatu peubah bahasa dapat diwakili dengan sebuah daerah yang mempunyai jangkauan tertentu yang menunjukkan derajat keanggotaannya. Derajat keanggotaan tersebut mempunyai nilai yang bergradasi sehingga dapat mengurangi lonjakan pada sistem. Ada dua cara mendefinisikan keanggotaan suatu himpunan Fuzzy, yaitu sebagai berikut: 53

73 1. Secara numerik Menyatakan derajat fungsi keanggotaan suatu himpunan Fuzzy sebagai vektor bilangan yang dimensinya tergantung pada level diskretisasi (cacah elemen diskret di dalam semesta). 2. Secara fungsional Menyatakan fungsi keanggotaan suatu himpunan Fuzzy dalam ekspresi analitis yang memungkinkan derajat keanggotaan setiap elemen dapat dihitung di dalam semesta wacana yang didefinisikan. Fungsi keanggotaan yang sering digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut: 1. Fungsi S. Fungsi ini berbentuk huruf S (Gambar 2.20) dan ditentukan oleh parameter a, b, dan c. Fungsi S didefinisikan sebagai berikut : untuk u < a S (u; a,b,c) untuk a u b untuk b u c untuk u > c Titik persilangan 0,5 terjadi pada b = (a + c) / 2 µ 1 0,5 a a b b c c ų Gambar 2.20 Fungsi Keanggotaan S 54

74 2. Fungsi π Fungsi ini berbentuk bel dan memiliki dua variabel yaitu b dan c (Gambar 2.21). Parameter c menentukan titik tengah dan parameter b menentukan lebar pada titik persilangan. Titik persilangan terdapat pada u = c ± b/2. Definisi fungsi tersebut adalah sebagai berikut : π (u;b,c) untuk u c untuk u c µ 1 0,5 h c - h c h/2 c c + h/2 c + h ų Gambar 2.21 Fungsi Keanggotaan Bel (Sumber : Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan, 2004) 3. Fungsi Segitiga (Triangular) Fungsi ini berbentuk segitiga (Gambar 2.22) dengan parameter a, b, dan c. Fungsi segitiga didefinisikan sebagai berikut : T (u; a,b,c) untuk u < a untuk a u b untuk b u c untuk u > c 55

75 µ 1 0,5 a b c ų Gambar 2.22 Fungsi Keanggotaan Segitiga (Sumber : Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan, 2004) Inferensi Fuzzy Inferensi yang terdapat pada Logika Fuzzy hampir mirip dengan sistem penalaran manusia, yakni terdiri dari : 1. Ilmu Pengetahuan (knowledge) Melibatkan penalaran Fuzzy yang dinyatakan sebagai aturan berikut : IF (jika) x is A, THEN (maka) y is B, Dengan x dan y adalah variabel Fuzzy, dan A, B adalah nilai Fuzzy. Pernyataan pada bagian premis (konsekuensi) dari aturan dapat melibatkan penghubung (connective) logika seperti AND or NO. IF x is A AND y is B THEN z is C 2. Fakta. Merupakan masukan Fuzzy yang harus dicari inferensi (konklusinya) dengan menggunakan aturan Fuzzy, masukan fakta tidak harus sama dengan basis pengetahuan. 56

76 3. Konklusi. Inferensi yang sepadan (matched) parsial diperoleh berdasarkan fakta dan basis pengetahuan Fuzzy Prosedur Inferensi Fuzzy GMP (Generallized Modus Ponens) Inferensi Fuzzy GMP cocok digunakan untuk pengaturan system kendali. Dengan himpunan Fuzzy A, A, B, B, dan variabel linguistik x dan y, maka GMP dapat dinyatakan sebagai berikut : GMP adalah inferensi maju berdasarkan data masukan yang disebut juga dengan penalaran langsung, contohnya sebagai berikut : Premis 1 (Pengetahuan) : Jika x adalah A maka y adalah B Premis 2 (Fakta) : x adalah A Konsekuensi (Konklusi) : y adalah B Konsekuensi B dapat diperoleh dengan : B = A or = A o (A B) Dengan R adalah relasi Fuzzy dari implikasi Fuzzy o : operator komposisi A B : fungsi implikasi Fuzzy jika A maka B A : himpunan Fuzzy masukan fakta (sangat A, kurang A, lebih A, dll) Inferensi Fuzzy berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam pembahasan ini dibatasi hanya untuk fungsi implikasi Fuzzy Mamdani dan prosedur GMP. 57

77 1. Satu Aturan dengan Satu Anteseden. Aturan Fuzzy tunggal dengan satu anteseden (yang mendahului) ditulis sebagai berikut : IF x is A THEN y is B 2. Satu Aturan dengan Dua Anteseden Aturan Fuzzy tunggal dengan dua anteseden ditulis dalam bentuk : IF x is A AND y is B THEN z is C 3. Banyak Aturan dengan Banyak Anteseden. Dua aturan Fuzzy dengan dua anteseden ditulis dalam bentuk : Aturan 1 (R1) Aturan 2 (R2) : IF x is A1, AND y is B1, THEN z is C1 : IF x is A2, AND y is B2, THEN z is C Sistem Inferensi Fuzzy Berikut adalah sistem dasar dalam inferensi Fuzzy : 1. Basis aturan yang berisi sejumlah aturan Fuzzy yang memetakan nilai masukan Fuzzy ke nilai keluaran Fuzzy. Aturan ini dering dinyatakan dengan format IF THEN 2. Basis data yang berisi fungsi keanggotaan dari himpunan Fuzzy yang digunakan sebagai nilai bagi setiap variabel sistem 3. Mekanisme penalaran Fuzzy yang melakukan prosedur inferensi Fuzzy. Salah satu metode inferensi Fuzzy yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan lalu lintas adalah Metode Mamdani. Metode ini sering dikenal sebagai Metode Max-Min, 58

78 diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun Proses untuk mendapatkan output dilakukan dalam 4 tahap, yaitu : 1. Pembentukan himpunan fuzzy Pada metode Mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy. 2. Aplikasi fungsi implikasi (aturan) Pada metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min. 3. Komposisi aturan Apabila sistem terdiri dari beberapa aturan, maka inferensi diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan. Terdapat tiga jenis metode yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu: max, additive dan probabilistik OR (probor). 4. Penegasan (defuzzy) Input dari proses ini adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp tertentu sebagai output. Ada beberapa metode defuzzifikasi yang bisa dipakai pada komposisi aturan MAMDANI, metode tersebut adalah sebagai berikut: 59

79 1. Centroid of Area (Composite Moment) Z COA = (2.9) Dengan µ A (z) adalah fungsi keanggotaan gabungan (aggregated) Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan mengambil titik pusat (Z COA ) daerah fuzzy. Strategi defuzzifikasi ini banyak diadopsi karena mirip dengan perhitungan nilai terharap dari distribusi probabilitas. 2. Bisector of Area Z BOA : Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai pada domain fuzzy yang memiliki nilai keanggotaan setengah dari jumlah total nilai keanggotaan pada daerah fuzzy. Z BOA memenuhi : (2.10) Dengan: Maka garis z = Z BOA : membagi daerah antara z = α dan z = β menjadi dua daerah dengan luasan yang sama. 60

80 3. Rerata Maksimum (Mean of Maximum=MOM) Pada metode ini, solusi crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai rata-rata domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum. Z MOM adalah rerata dari z dalam memaksimumkan model Fuzzy mencapai µ*. (2.11) Dengan {ziµ A (Z = µ}. Khusunya bila m A (z) mempunyai maksimum tunggal di z = z*, maka Z MOM = z*. Lagipula m A (z) mencapai maksimum pada saat : (2.12) 4. Maksimum Terkecil (Smallest of Maximum=SOM) Pada metode ini, solusi nilai crisp diperoleh dengan cara mengambil nilai terkecil dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum. Z SOM adalah minimum dari z dalam memaksimumkan model Fuzzy. 5. Maksimum Terbesar. Z LOM adalah maksimum z dalam memaksimumkan model Fuzzy. Karena Z SOM dan Z LOM menunjukkan bisa, maka tidak banyak digunakan. 61

81 A Max terbesar, Z LOM Max terkecil, Z MOM Centroid of Area, Z COA Bisector of Area, Z BOA Rerata Max, Z MOM Gambar 2.23 Beberapa Metode Memperoleh Nilai Tegas pada Komposisi Aturan Mamdani (Sumber: Aplikasi Logika Fuzzy Pendukung Keputusan, Sri Kusumadewi, Heri Purnomo, 2004) 2.9 Matlab Toolbox untuk Perhitungan Logika Fuzzy Fuzzy Logic Toolbox memberikan fasilitas Graphical User Interface (GUI) untuk mempermudah dalam membangun suatu sistem Fuzzy. Ada 5 GUI tools yang dapat digunakan untuk membangun, mengedit, dan mengobservasi sistem penalaran Fuzzy dapat dilihat pada gambar 2.23, yaitu: 1. Fuzzy Inference System (FIS) Editor; 2. Membership Function Editor; 3. Rule Editor; 4. Rule Viewer; 5. Surface Viewer. 62

82 Pada (1-3) kita dapat membaca dan memodifikasi.fis data, sedangkan pada (4-5) kita hanya bisa membaca saja tanpa dapat memodifikasinya. FIS Editor Rule Editor Fuzzy Inference System Membership Functions Editor Rule Viewer Surface Viewer Gambar 2.24 Beberapa Metode Memperoleh Nilai Tegas (Sumber: Analisa Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Toolbox Matlab, Sri Kusumadewi, 2002) 1. Fuzzy Inference System (FIS) Editor FIS Editor digunakan sebagai langkah awal untuk membuat suatu penalaran Fuzzy yang baru. Untuk memulainya kita cukup menuliskan Fuzzy pada command line. 2. Membership Function Editor Editor ini berfungsi untuk mengedit fungsi keanggotaan himpunan Fuzzy untuk tiap-tiap variabel input dan output. Editor ini dapat dipanggil dengan cara memilih menu View Edit membership functions. 63

83 3. Rule Editor Rule Editor merupakan bagian yang digunakan baik untuk mengedit maupun menampilkan aturan yang akan atau telah dibuat. Editor ini dapat dipanggil dengan cara memilih menu view edit rules. atau menekan tombol ctrl+3 atau menekan 2 kali ikon diagram sistem. 4. Rule Viewer Viewer ini digunakan untuk melihat alur penalaran Fuzzy pada system meliputi pemetaan input yang diberikan ke tiap-tiap variabel input, aplikasi operator dan fungsi implikasi, komposisi (agregasi) aturan, sampai pada penentuan output tegas pada metode defuzzifikasi. 5. Surface Viewer Viewer ini berguna untuk melihat gambar pemetaan antara variabelvariabel input dan variabel-variabel output. Viewer ini dapat dipanggil dengan cara memilih menu view view surface.atau dengan menekan tombol ctrl Studi Pendahuluan (Pilot Study) Studi pendahuluan (pilot study) dilakukan untuk melihat gambaran kondisi eksisting simpang bersinyal yang diamati, dalam tugas akhir ini diambil dua jenis persimpangan. 1. Simpang I. Untuk simpang I merupakan simpang yang menurut pengamatan awal dianggap sebagai simpang tidak jenuh ditetapkan Simpang Jl. Ngumban Surbakti dan Jl. Setia Budi (ring road). Survei pendahuluan 64

84 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 23 Maret 2009 pada pukul wib dengan kondisi cuaca cerah. Dari survei ini diperoleh: a. Lay out simpang I yang diamati. Jl. Ngumban Surbakti Jl. Gagak Hitam Jl. Setia Budi Gambar 2.25 Lay out Simpang Jl. Ngumban Surbakti (Ring road) dan Jl. Setiabudi (Sumber: Hasil Pengamatan Peneliti di Lapangan) Simpang Jl. Ngumban Surbakti (ring road) Jl. Setiabudi merupakan simpang bersinyal dengan empat lengan, masing-masing lengan melayani tiga lajur belok kanan, belok kiri, dan lurus. Pada masingmasing pendekat di tiap lengan terdapat pulau jalan untuk memisahkan lajur belok kiri. 65

85 b. Lama waktu traffic light utama pada saat pengamatan. - Traffic light jalur Jl. Setia Budi menuju arah Simpang Pemda Merah Hijau : 102 detik : 20 detik - Traffic light jalur Jl. Ngumban Surbakti menuju Jl. Gagak Hitam. Merah Hijau : 94 detik : 25 detik - Traffic light jalur Jl. Setia Budi dari arah Simpang Pemda Merah : 97 detik Hijau : 29 detik - Traffic light jalur Jl. Gagak Hitam menuju Jl. Ngumban Surbakti. Merah Hijau : 96 detik : 28 detik Pada masing-masing daerah pendekat di tiap lengan terdapat rambu belok kiri jalan terus. 2. Simpang II. Simpang II merupakan simpang yang menurut pengamatan awal dianggap sebagai simpang jenuh ditetapkan simpang Jl. Ir. H. Juanda dan Jl.Brig. Katamso. Survei pendahuluan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 21 Maret pukul wib dengan kondisi cuaca cerah. Dari survei ini diperoleh: 66

86 a. Lay out simpang II yang diamati. Gambar 2.26 Lay out Simpang Jl. Ir. H. Juanda dan Jl. Brigjen Katamso (Sumber: Hasil Pengamatan Peneliti di Lapangan) Simpang Jl.Ir. H. Juanda Jl. Brigjen Katamso merupakan simpang bersinyal dengan empat lengan, masing-masing lengan melayani tiga lajur belok kanan, belok kiri, dan lurus. Pada masing-masing pendekat di tiap lengan terdapat pulau jalan untuk memisahkan lajur belok kiri. b. Lama waktu traffic light utama pada saat pengamatan. - Traffic light jalur Jl. Ir. H. Juanda menuju Jl. SM. Raja Merah Hijau : 162 detik : 91 detik 67

87 - Traffic light jalur Jl.Ir. H. Juanda dari arah Jl. SM. Raja Merah : 128 detik Hijau : 40 detik - Traffic light jalur Jl.Brigjen Katamso dari arah Kampung Baru Merah : 128 detik Hijau : 40 detik - Traffic light jalur Jl. Brigjen Katamso dari arah Kelurahan Aur Merah : 109 detik Hijau : 59 detik Pada masing-masing daerah pendekat di tiap lengan terdapat rambu belok kiri jalan terus. 3. Urutan Fase Simpang. Fase didefinisikan sebagai bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau disediakan bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu lintas, biasa dilambangkan dengan i yang menunjukkan nomor indeks fase. Berikut diberikan gambaran urutan fase yang terjadi pada kedua simpang yang diamati. U U Jl. Gagak Hitam Jl. Gagak Hitam Jl. Setiabudi Jl. Setiabudi FASE I FASE II 68

88 U U Jl. Gagak Hitam Jl. Gagak Hitam Jl. Setiabudi Jl. Setiabudi FASE III FASE IV Gambar 2.27 Urutan Fase Simpang Setiabudi Ngumban Surbakti (Ring Road) (Sumber : Hasil Pengamatan Peneliti di Lapangan) U U Jl. Brig. Katamso Jl. Brig. Katamso Jl. Ir. H. Juanda Jl. Ir. H. Juanda FASE I U FASE II U Jl. Brig. Katamso Jl. Brig. Katamso Jl. Ir. H. Juanda Jl. Ir. H. Juanda FASE III FASE IV Gambar 2.28 Urutan Fase Simpang Jl. Brig. Katamso Jl. Ir. H. Juanda (Sumber: Hasil Pengamatan Peneliti di Lapangan) 69

89 2.11 Keaslian Penelitian. Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Analisa Antrian Lalu Lintas Pada Persimpangan (Studi Kasus : Jl. Pattimura Jl. Mongonsidi Medan). Ridho Indah Purnama. Teknik Sipil USU (2005). Hasil yang diperoleh menggunakan Metode MKJI 1997 menunjukkan kinerja simpang jelek (tingkat F) dengan waktu siklus yang lama. Solusi yang diberikan adalah analisa perkembangan lalu lintas, perubahan waktu siklus dan waktu sinyal traffic light. 2. Analisa Persimpangan dengan Menggunakan Logika Fuzzy. Achmad Affandi dan Alex Permana Stendel. Teknik Sipil ITB (2008). Hasil yang diperoleh adalah kinerja yang dihasilkan waktu sinyal metode fuzzy lebih baik dibandingkan dengan MKJI. Saran yang diberikan adalah hendaknya kajian yang menghasilkan keluaran yang lebih baik dilakukan secara continue, sehingga nantinya dapat diterapkan di lapangan. 3. Sistem Pengaturan Lampu Lalu Lintas Dengan Menggunakan Teori Himpunan Fuzzy. J.W. Lea. Laporan TA FT-UKSW. September Dari hasil perancangan dan uji coba terbukti logika fuzzy dapat digunakan untuk memenuhi tujuan pengaturan LL secara optimal. Sistem yang dihasilkan relatif sederhana dan mempunyai fleksibilitas yang tinggi. Sistem ini dapat diterapkan di kondisi jalan yang berbeda. 70

90 BAB III METODOLOGI Dalam melakukan suatu Tugas Akhir dibutuhkan metodologi yang akan digunakan agar kegiatan yang dilaksanakan tetap berada pada koridor yang telah direncanakan sejak awal. Secara umum penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan kerja seperti terlihat dalam bagan alir di bawah ini. Identifikasi Masalah Rujukan studi terdahulu Penetapan Tujuan Penelitian Studi Literatur - Pembatasan Masalah - Identifikasi Kebutuhan Data - Teknik Pengumpulan Data Survei Karakteristik Lalu Lintas 5. Geometri Simpang 6. Arus Lalu Lintas 7. Waktu siklus traffic light TAHAPAN PERSIAPAN Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Logika Fuzzy, MKJI TAHAP PERHITUNGAN DAN ANALISA Pengolahan Data - Penentuan karakteristik lalu lintas, termasuk panjang antrian dan waktu traffic light - Perancangan prosedur penentuan waktu sinyal traffic light dengan logika fuzzy Parameter Kinerja - Derajat Kejenuhan - Antrian - Number of Stop - Tundaan Analisa dan Evaluasi Penentuan waktu siklus traffic light dan analisis kinerja dengan logika fuzzy dan MKJI Kesimpulan dan Rekomendasi KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Gambar 3.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian 71

91 3.1 Tahapan Persiapan. Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam tahap ini dilakukan penyusunan rencana agar diperoleh waktu yang efektif dan efisien dalam mengerjakan penelitian ini. Pada tahap ini juga dilakukan pengamatan pendahuluan agar didapat gambaran umum dalam mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang ada di lapangan. Lingkup pekerjaan yang dilakukan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut: 1. Studi pustaka terhadap materi terkait dengan penelitian yang dilakukan. 2. Menentukan kebutuhan data. 3. Mendata instansi/institusi yang dapat dijadikan sumber data. 3.2 Tahapan Kerja Penelitian. Untuk mendapatkan data yang diinginkan serta memperoleh hasil yang diharapkan dalam penelitian ini, berikut diberikan tahapan-tahapan pekerjaan penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Tugas Akhir ini dibagi atas tiga tahapan penelitian, yaitu tahap persiapan, perancangan dan analisis, serta kesimpulan dan rekomendasi. 2. Penelitian ini dimulai dengan proses identifikasi masalah kemudian dirumuskan menjadi tujuan penelitian, seperti yang telah dijelaskan pada Bab I. 3. Setelah dirumuskannya tujuan penelitian, tahapan selanjutnya adalah studi/survei pendahuluan (pilot study) untuk menentukan ruang lingkup pembahasan dan pembatasan masalah yang akan dibahas, identifikasi data yang dibutuhkan, teknik/cara pengumpulan data, termasuk waktu 72

92 pelaksanaan survei. Survei pendahuluan ini juga ditunjang dengan studi literatur dari berbagai sumber terkait dengan perencanaan lalu lintas, Logika Fuzzy, perhitungan MKJI 1997 untuk simpang bersinyal dan rujukan beberapa studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. 4. Tahapan pelaksanaan survei adalah proses pengumpulan data yang akan diolah sehingga dapat digunakan sebagai input dalam proses analisis selanjutnya. Pengumpulan data dan analisis dalam penelitian ini secara garis besar dapat dikelompokan empat point terkait dengan karakteristik lalu lintas (perilaku lalu lintas) yang ada di persimpangan yakni kondisi geometrik simpang yang diamati, arus lalu lintas, panjang antrian, waktu siklus traffic light. 5. Survei perilaku lalu lintas dilakukan pada dua jenis persimpangan. untuk simpang I ditetapkan pada simpang pertemuan Jl. Ngumban Surbakti dan Jl. Setiabudi (ring road), survei dilakukan juga difokuskan pada jam puncak (peak hour) dimana kondisi lalu lintas padat. Untuk simpang II ditetapkan simpang pertemuan Jl. Brigjen Katamso dengan Jl. Ir. H. Juanda, survei difokuskan dengan mempertimbangkan faktor jam puncak (peak hour factor) dimana kondisi lalu lintas padat. 6. Setelah dilakukan survei karakteristik lalu lintas di persimpangan yang diamati, tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Analisis untuk mengetahui kinerja persimpangan dengan MKJI menggunakan formulir isian SIG berdasarkan data yang diperoleh. Sedangkan perancangan prosedur penentuan waktu siklus traffic light dengan Logika Fuzzy adalah untuk penentuan waktu sinyal tidak tetap. Pemecahan problem dengan Logika Fuzzy terdiri dalam tiga tahapan yaitu fuzzifikasi, mekanisme penalaran, dan defuzzifikasi. 7. Setelah dilakukan pengolahan data, tahap berikutnya adalah analisa dan 73

93 evaluasi. Pada tahap ini ditentukan waktu siklus traffic light dan analisis kinerja dengan Logika Fuzzy dan MKJI 1997 dengan memperhatikan parameter kinerja yakni derajat kejenuhan, antrian, number of stop, dan tundaan. 8. Setelah tahap-tahap diatas dilakukan, maka akan diperoleh beberapa kesimpulan terutama perbandingan efektivitas waktu traffic light pada persimpangan jenuh dan tidak jenuh baik menggunakan perhitungan MKJI maupun dengan menggunakan Logika Fuzzy, sehingga dapat dihasilkan rekomendasi untuk pihak-pihak terkait dengan penelitian ini. 3.3 Metode Survei Metode survei yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung kondisi eksisting di lapangan. Hal ini mutlak dilakukan agar dapat diketahui kondisi aktual pada saat ini, sehingga diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan dan penarikan kesimpulan atas permasalahan yang ingin diselesaikan. Data yang diperoleh dalam kegiatan survei ini adalah data primer Pengumpulan Data Penentuan Lokasi Sesuai dengan tujuan tugas akhir ini yaitu untuk menentukan efektifitas waktu traffic light pada persimpangan maka untuk pemilihan lokasi persimpangan yang dipilih adalah dua persimpangan yang masing-masing mewakili kondisi lalu lintas yang berbeda. Pemilihan persimpangan didasarkan pada kendala kemacetan, antrian yang cukup panjang pada masing-masing 74

94 lengan terutama yang terjadi pada jam-jam sibuk (peak hour). Jamjam sibuk yang dimaksud jam pada periode mana arus lalu lintas menjadi tersendat (congestion). Hal tersebut memungkinkan terjadinya kondisi arus lalu lintas menjadi jenuh pada persimpangan sehingga apabila kendaraan yang melewati persimpangan tersebut harus mengalami lampu merah dua kali. Pengamatan lalu lintas tidak hanya menghitung volume lalu lintas aktual, akan tetapi juga perhitungan mengenai arus lalu lintas pada saat kondisi jenuh dengan tujuan untuk melihat gambaran jumlah kendaraan tiap jam tiap lajur pada masing-masing lengan jika waktu hijau efektif yang tersedia selama satu jam penuh dan diusahakan agar arus kendaraan tidak pernah berhenti. Pada saat lampu merah menyala arus lalu lintas pada satu kelompok lajur akan berhenti lalu diperlukan suatu waktu keamanan bagi setiap lengan persimpangan yang disebut jarak kehilangan (clearance lost time). Saat ini tidak satupun arus lalu lintas yang dapat melintasi persimpangan dan kemudian barulah arus lalu lintas dari arah yang lain dapat melintasi persimpangan tersebut. Di lapangan sinyal lalu lintas menyediakan interval perubahan yang berupa indikasi kuning dan atau semuanya merah bagi jarak kehilangan waktu ini. Waktu hijau efektif berarti dapat dihasilkan dengan waktu hijau yang tersedia ditambah dengan interval perubahan dikurangi dengan waktu awal dan jarak kehilangan waktu. Dengan demikian lokasi pengamatan diusahakan pada persimpangan yang memiliki pembagian lajur dan rambu yang melarang 75

95 kendaraan parkir pada lengan persimpangan selain instalasi persinyalan traffic light yang ada. Kondisi ini dapat dianggap mewakili kondisi persimpangan yang tertib. Sesuai dengan kriteria-kriteria di atas maka dalam pemilihan lokasi persimpangan yang sesuai adalah Simpang Jalan Setiabudi Ir. Ngumban Surbakti (ring road) serta Simpang Jalan Brigjen Katamso dan Ir. H. Juanda untuk dianalisis efektifitas waktu traffic light yang selanjutnya dibandingkan dengan unjuk kerja persimpangan tersebut. diamati: Berikut disajikan peta lokasi Simpang I dan simpang II yang 76

96 Gambar 3.2 Peta Lokasi Survei Simpang I (Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) (Sumber : 77

97 Gambar 3.3 Peta Lokasi Survei Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brigjen (Sumber : 78

98 Periode Survei a. Perhitungan Arus Lalu Lintas Aktual Pengamatan arus lalu lintas didasarkan pada pengamatan arus rata-rata pada satu periode jam puncak. Berdasarkan pengamatan pendahuluan yang dilakukan secara visual pada kedua simpang yang diamati didapat bahwa perkiraan terjadinya jam puncak adalah selama satu periode pagi antara pukul wib s.d wib, antara pukul wib s.d wib dan sore hari pukul wib s.d wib. Survei untuk memperoleh volume lalu lintas dilakukan selama satu hari sejak pagi pukul wib sampai dengan sore pukul wib. Arus lalu lintas yang melewati persimpangan dilakukan pengelompokkan berdasarkan jenis kendaraan dan distribusi pergerakan yakni membelok ke kiri, ke kanan dan lurus. b. Kondisi Sinyal dan Geometrik Jalan Survei keadaan persimpangan meliputi kondisi sinyal traffic light yakni lama waktu siklus pada persimpangan tersebut. Pencatatan waktu siklus dilaksanakan satu hari meliputi jam sibuk dan diluar jam sibuk, untuk mendapatkan keadaan sinyal yang beroperasi. Geometrik simpang yang dibutuhkan sebagai data masukan yakni lebar jalan, lebar efektif jalan dan lebar per jalur. Pelaksanaan pengukuran dilakukan saat lalu lintas sepi yakni pada waktu dini hari, untuk menghindari terganggunya arus lalu lintas. 79

99 3.4 Perancangan dan Analisis Simpang dengan Logika Fuzzy. Perancangan prosedur penentuan waktu sinyal tidak tetap (fully actuated signal) akan dilakukan pada persimpangan yang telah ditetapkan Deskripsi Logika Fuzzy Untuk Perancangan Penentuan Waktu Fully Actuated Signal Pada Traffic Light. Prinsip Logika Fuzzy akan digunakan pada perancangan penentuan waktu fully actuated signal pada traffic light. Inferensi Logika Fuzzy mempunyai kemiripan dengan sistem penalaran manusia. Pemecahan problem dengan Logika Fuzzy membutuhkan tiga tahapan yakni fuzzifikasi, mekanisme penalaran, dan defuzzifikasi. Fuzzifikasi Masukan Fuzzy Mekanisme penalaran Mekanisme penalaran Keluaran Fuzzy Defuzzifikasi Masukan crisp Fuzzifikasi Defuzzifikasi Keluaran crisp Fungsi Keanggotaan masukan Basis aturan Fungsi Keanggotaan keluaran Gambar 3.4 Diagram Alir Lengkap Proses Pengaturan dengan Logika Fuzzy Fuzzifikasi adalah proses mengubah masukan eksak dalam hal ini berupa jumlah kendaraan menjadi masukan Fuzzy berupa derajat keanggotaan, u(x), berdasarkan grafik fungsi keanggotaannya. Berdasarkan Gambar 3.4, tahap pemecahan problem simpang bersinyal dengan Logika Fuzzy dimulai dengan 80

100 proses fuzzifikasi. Fuzzifikasi adalah suatu proses untuk mengubah masukan tegas (crisp) menjadi masukan fuzzy. Proses fuzzifikasi meliputi 2 hal, yakni : 1. Pemetaan nilai tegas variabel masukan ke semesta wacana yang sesuai digunakan dalam himpunan fuzzy. 2. Data yang telah dipetakan, kemudian dikonversikan ke istilah yang sesuai dengan himpunan fuzzy yang telah didefinisikan untuk variabel tersebut. Istilah ini dinamakan istilah linguistik. Berdasarkan penjelasan diatas, proses ini dimulai dengan memberikan masukan tegas, kemudian dibandingkan dengan fungsi keanggotaan yang telah didefinisikan untuk memperoleh harga masukan fuzzy. Setelah menyelesaikan tahap fuzzifkasi, tahap selanjutnya adalah melakukan mekanisme penalaran. Dalam melaksanakan tahapan ini harus ditetapkan terlebih dahulu aturan-aturan (rule) yang harus diikuti. Aturan-aturan tersebut ditulis secara subyektif dalam Fuzzy Associative Memory (FAM) yakni tabel yang memuat hubungan antara kedua masukan yang menghasilkan keluaran tertentu. Setelah didapatkan keluaran fuzzy, kemudian dilanjutkan dengan tahapan defuzzifikasi yaitu tahap untuk memperoleh nilai tegas dari keluaran fuzzy. Diagram alir pengerjaan untuk tahap mekanisme penalaran diberikan pada Gambar 3.5 dibawah ini. 81

101 Penentuan aturan-aturan (rule) Penentuan Kadar Kebenaran Tiap Anteseden Mencari Kekuatan Tiap anteseden Penentuan Keluaran Fuzzy untuk setiap label konsekuen Gambar 3.5 Diagram Alir untuk Tahap Mekanisme Penalaran Prosedur Kegiatan Penentuan Waktu Sinyal Tidak Tetap. Dua persimpangan yang diatur masing-masing merupakan simpang empat lengan sederhana dengan tiga lajur pada masing-masing lengan. Tiap lajur melayani arah pergerakan masing-masing yaitu belok kanan, lurus, dan belok kiri. Dalam upaya memperlancar arus kendaraan, masingmasing pendekat dilakukan pemisahan. Simpang I (Simpang Jl. Ngumban Surbakti Jl. Setiabudi) menggunakan pengaturan 4 fase. Untuk simpang II (Simpang Jl. Brigjen Katamso Jl. Ir. H. Juanda) juga menggunakan pengaturan 4 fase. Langkah kegiatan untuk menentukan waktu sinyal tidak tetap dan efektivitas waktu traffic light yang sudah ada diawali dengan melakukan survei arus kendaraan di persimpangan yang diamati. Data masukan arus lalu lintas pada tiap lengan dijadikan data awal untuk menentukan waktu 82

102 sinyal tidak tetap. Untuk pengamatan manual, digunakan beberapa orang surveyor yang ditempatkan pada masing-masing lengan untuk mengamati pergerakan kendaraan dan nantinya akan dicatat masukan arus pada waktu yang bersamaan berdasarkan hasil rekaman tersebut. Para surveyor ditempatkan pada pendekat dengan arah pergerakan kendaraan lurus dan belok kanan, karena arus ini saja yang mempengaruhi lama waktu hijau, hal ini dilakukan dengan asumsi pengendara berada pada jalur yang tepat. Untuk jarak penempatan surveyor akan ditentukan dengan melihat panjang antrian maksimal pada tiap lengan dari hasil analisis simpang dengan kapasitas dasar, yakni berada di daerah sebelum panjang antrian maksimal. Dari masukan arus berdasarkan hasil pengamatan surveyor, pada setiap siklus diperoleh jumlah kendaraan pada masing-masing lengan dalam waktu bersamaan. Satu siklus dianggap selesai apabila semua lengan telah mendapat pelayanan.. Data jumlah kendaraan yang diperoleh selanjutnya dimasukkan ke dalam program pengendali fuzzy dengan tujuan untuk memperoleh waktu hijau masing-masing lengan. Selanjutnya, akan diperoleh perbedaan waktu hijau eksisting di lapangan dengan waktu hijau berdasarkan perhitungan fuzzy. Untuk perancangan traffic light dengan waktu tidak tetap (fully actuated signal) secara kontinu, biasanya digunakan sensor untuk menggantikan fungsi surveyor. Hasil data jumlah kendaraan pada masingmasing lengan dalam waktu bersamaan yang diperoleh dari sensor akan langsung dicuplik untuk setiap siklusnya, selanjutnya dimasukkan dalam program pengendali fuzzy yang tujuannya sama dengan menggunakan 83

103 surveyor yakni untuk memperoleh waktu hijau masing-masing lengan. Hasil pengolahan tersebut akan langsung dikirim ke traffic light. Kemudian prosesnya berjalan kontinu untuk siklus-siklus selanjutnya. Program pengendali fuzzy yang akan dirancang merupakan sistem fuzzy yang terdiri atas dua masukan, yaitu data banyak kendaraan pada lengan yang akan dilewatkan dan semua lengan, sedangkan keluarannya adalah lama waktu hijau pada lengan yang sedang diatur tersebut dan waktu siklus ke depan. Dua masukan digunakan dengan maksud supaya sistem memperhitungkan arus di lengan lain yang sedang menunggu, karena hal ini sangat mempengaruhi. Untuk perancangan Logika Fuzzy pada sistem pengaturan traffic light, pertama yang harus dilakukan adalah menentukan fungsi keanggotan untuk data masukan dan keluaran. Fungsi keanggotaan masukan pada sistem ini ditetapkan dalam lima himpunan fuzzy yang masing-masing mewakili satu peubah linguistik. Lima himpunan fuzzy tersebut adalah: tidak jenuh, kurang jenuh, cukup jenuh, jenuh, dan sangat jenuh. Fungsifungsi ini ditentukan dengan melihat kapasitas simpang yang akan dianalisa. Pada fungsi keanggotaan pertama, merupakan himpunan banyaknya kendaraan pada lengan yang dilewatkan. Fungsi keanggotaan masukan yang kedua mempunyai satuan yang sama dengan fungsi pertama. Selain itu bentuk himpunan dan peubah linguistik yang digunakan juga sama dengan fungsi yang pertama, tetapi masukan kedua menunjukkan himpunan banyak kendaraan pada semua lengan simpang. 84

104 Fungsi keanggotaan keluaran juga terdiri atas lima himpunan fuzzy yang masing-masing merupakan perwakilan dari sebuah peubah linguistik untuk menyatakan waktu hijau pada lengan yang sedang diamati. Himpunan fuzzy untuk keluaran ini mempunyai dimensi waktu dengan satuan detik. Fungsi keanggotaan keluaran tersebut meliputi: cepat, agak cepat, sedang, agak lama, dan lama. Untuk keluaran waktu siklus ke depan merupakan total dari empat keluaran waktu hijau semua lengan. Berdasarkan fungsi keanggotaan masukan dan keluaran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka akan didefinisikan aturan-aturan (rule) dalam sebuah mekanisme penalaran. Sistem ini menggunakan aturan fuzzy tunggal dengan dua anteseden. Anteseden 1 adalah arus pada lengan yang akan diatur dan anteseden 2 adalah arus pada semua lengan. Tiap anteseden memiliki lima himpunan fuzzy. Begitu juga untuk fungsi keluaran (konsekuen), juga memiliki lima himpunan fuzzy. Seluruh aturanaturan (rule) pada sistem penalaran ditulis dalam sebuah tabel FAM (Fuzzy Associative Memory). Setelah diperoleh tabel tersebut, maka ditentukan harga kebenaran untuk tiap anteseden, berikut kekuatan aturannya. Bentuk aturan fuzzy-nya adalah sebagai berikut: IF (anteseden 1) AND (anteseden 2) THEN (konsekuen). Dari kedua derajat keanggotaan pada tiap-tiap anteseden diambil harga minimumnya yang disebut kekuatan aturan (minimum rule strength), dan apabila ada dua buah kekuatan aturan yang mengacu pada konsekuen yang sama maka akan diambil harga maksimum dari kedua kekuatan 85

105 tersebut (maximum rule strength). Keluaran dari mekanisme penalaran adalah sebuah fungsi keanggotaan keluaran lengkap dengan derajat keanggotaan fuzzy-nya. Setelah melalui proses penalaran dan diperoleh keluaran fuzzy, maka tahap berikutnya adalah defuzzifikasi, yakni untuk mendapatkan nilai tegas dari keluaran fuzzy, yaitu waktu hijau. Metode yang akan digunakan adalah metode Centroid of Area. Metode ini digunakan untuk mencari titik pusat dari daerah luasan pada himpunan fungsi keanggotaan keluaran, dimana daerah luasan ini diperoleh dari kelauaran fuzzy. Titik seimbang inilah merupakan keluaran nilai tegas dari sistem ini. Berikut akan ditampilkan flowchart prosedur penentuan waktu sinyal tidak tetap. Sebagai alat bantu untuk pengelolaan kendali fuzzy digunakan software MATLAB versi 7.0. Matlab versi ini menyediakan tools tersendiri untuk mengelola perhitungan fuzzy dengan nama Fuzzy Logic Toolbox. 86

106 Mulai Penentuan jumlah simpang dan berapa jumlah fase serta urutannya Time slice sesuai dengan waktu siklus Initial Value Pengamatan Arus Jumlah Kendaraan Kendali Fuzzy Fuzzifikasi Mekanisme Penalaran Defuzzifikasi Waktu Hijau dan Waktu Siklus Kinerja Simpang Selesai Gambar 3.6 Flowchart Prosedur Penentuan Waktu Sinyal Tidak Tetap 87

107 3.4.3 Pengelolaan Kendali Fuzzy Menggunakan software MATLAB v.7.0 (Simulink) Pengelolaan kendali fuzzy dengan memanfaatkan software Matlab v.7.0 simulink dilakukan pada jendela Fuzzy Logic Toolbox yang memberikan fasilitas Graphical User Interface (GUI) untuk mempermudah dalam membangun suatu sistem fuzzy. Ada lima GUI tools yang dapat digunakan untuk membangun, mengedit dan mengobservasi sistem penalaran fuzzy, yaitu: 1. Fuzzy Inference System (FIS) Editor Gambar 3.7 Tampilan Jendela FIS Editor (Sumber : Matlab v.7.0 Simulink, Fuzzy Logic Toolbox) 88

108 Pada jendela FIS Editor kita dapat melakukan beberapa hal, yaitu: a. Mengedit fungsi keanggotaan tiap-tiap variabel input pada ikon variabel input. b. Mengedit aturan yang akan ditetapkan (menuju ke rule editor). c. Mengedit fungsi keanggotaan tiap-tiap variabel output pada ikon variabel output. d. Pop-up menu yang digunakan untuk mengatur fungsi-fungsi penalaran fuzzy, seperti : AND, OR, fungsi implikasi, fungsi komposisi aturan (agregasi), atau metode fuzzifikasi. 2. Membership Function Editor Gambar 3.8 Tampilan Jendela Membership Function Editor (Sumber : Matlab v.7.0 Simulink, Fuzzy Logic Toolbox) 89

109 Editor ini berfungsi untuk mengedit fungsi keanggotaan himpunan fuzzy untuk tiap-tiap variabel input dan output. Untuk istilah-istilah linguistik berupa variabel input dan output yang telah ditetapkan sebelumnya akan diinterpretasikan dan dibuat ke dalam membership function editor. Nilai batas dari himpunan fuzzy setiap istilah linguistik ini sangat menentukan hasil dari program komputer yang dirancang. Hal tersebut didasarkan pada pentingnya penggunaan operator yang mampu mengendalikan Logika Fuzzy dengan baik, serta dapat memberikan aturanaturan pengendalian secara kualitatif dalam bentuk kalimat-kalimat fuzzy. Penentuan nilai batas himpunan fuzzy dilakukan dengan mengacu dari hasil perhitungan kapasitas simpang yang telah ditentukan sebelumnya. Dilakukan dengan model dasar penentuan kapasitas pendekat simpang bersinyal. Pada jendela ini kita dapat melihat dan melakukan beberapa hal, yaitu: a. Daerah variabel yakni untuk mengedit fungsi keanggotaan salah satu variabel. b. Gambar yang akan menampilkan semua fungsi keanggotaan himpunan fuzzy pada suatu variabel. c. Mengedit atribut suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy (nama, tipe, parameter). d. Daerah untuk mengedit range variabel. e. Menunjukkan nama dan tipe variabel yang ditunjuk. 90

110 f. Pop-up menu untuk memilih tipe atau jenis fungsi keanggotaan himpunan fuzzy yang ditunjuk. g. Daerah untuk mengedit parameter-parameter himpunan fuzzy yang ditunjuk. 3. Rule Editor Gambar 3.9 Tampilan Jendela Rule Editor (Sumber : Matlab v.7.0 Simulink, Fuzzy Logic Toolbox) Editor ini digunakan dalam proses mekanisme penalaran, namun sebelumnya terlebih dahulu didefiniskan aturan-aturan yang akan diikuti dan ditulis secara subjektif dalam Fuzzy Associative Memory (FAM) yang 91

111 memuat hubungan antara kedua masukan yang menghasilkan keluaran tertentu. Setelah aturan-aturan terbentuk, selanjutnya ditentukan harga kebenaran untuk setiap anteseden. Aturan fuzzy yang digunakan adalah aturan fuzzy tunggal dengan dua anteseden, yaitu : IF (anteseden 1) AND (anteseden 2) THEN (konsekuen) Dari kedua derajat anteseden tersebut diambil harga minimumnya (minimum rule strength). Sedangkan untuk dua buah kekuatan aturan yang mengacu pada konsekuen yang sama maka akan diambil harga maksimum dari kedua kekuatan aturan tersebut (maximum rule strength). Hal ini dapat dilihat pada jendela FIS Editor (Gambar 3.5), untuk and method adalah minimum dan or method adalah maksimum. Keluaran yang dihasilkan dari mekanisme penalaran ini adalah sebuah fungsi keanggotaan keluaran lengkap dengan derajat keanggotaan fuzzy-nya. Pada jendela editor ini kita dapat melihat dan melakukan beberapa hal, yaitu: a. Daerah yang berisi aturan-aturan fuzzy. b. Listbox yang berisi himpunan-himpunan fuzzy untuk input 1. c. Listbox yang berisi himpunan-himpunan fuzzy untuk output 1. d. Pilihan operator yang digunakan. e. Bobot untuk aturan yang ditunjuk. f. Tombol untuk menghapus aturan yang ditunjuk. g. Tombol untuk menambahkan aturan. h. Tombol untuk mengubah aturan yang ditunjuk. 92

112 4. Rule Viewer. Gambar 3.10 Tampilan Jendela Rule Viewer (belum ada input) (Sumber : Matlab v.7.0 Simulink, Fuzzy Logic Toolbox) Viewer ini digunakan untuk melihat alur penalaran fuzzy pada sistem, meliputi pemetaan input yang diberikan ke tiap-tiap variabel input. aplikasi operator dan fungsi implikasi, komposisi (agregasi) aturan sampai pada penentuan output tegas pada metode defuzzifikasi. Pada jendela viewer ini kita dapat melihat dan melakukan beberapa hal, yaitu: a. Kolom yang menunjukkan variabel input yang digunakan dalam aturan. 93

113 b. Kolom yang menunjukkan variabel output yang digunakan dalam aturan. c. Baris-baris yang menunjukkan satu aturan (pada Gambar 3.8 tidak terlihat). d. Menunjukkan kombinasi output dari tiap-tiap aturan yang terbentuk dari fungsi komposisi (aggregasi) yang digunakan, kemudian dilanjutkan dengan proses defuzzifikasi. e. Tempat untuk mengedit input yang diberikan. 5. Surface Viewer. Gambar 3.11 Tampilan Jendela Surface Viewer (belum ada data) (Sumber : Matlab v.7.0 Simulink, Fuzzy Logic Toolbox) 94

114 Viewer ini digunakan untuk melihat gambar pemetaan antara variabel-variabel input dan variabel-variabel output. Pada jendela viewer ini kita dapat melihat dan melakukan beberapa hal, yaitu : a. Gambar yang menunjukkan permukaan input vs. output. b. Pop-up menu untuk menampilkan variabel input. c. Pop-up menu untuk menampilkan variabel output. d. Kolom untuk mengedit grid input. e. Kolom untuk mengedit input yang tidak dispesifikasikan. 3.5 Analisa Persimpangan dengan MKJI Analisa dilakukan untuk menilai kinerja kedua simpang dengan controller tetap menggunakan MKJI. SIG I SIG II SIG III SIG IV SIG I Gambar 3.12 Formulir MKJI untuk perhitungan persimpangan 6. SIG I, menetapkan jenis fase dan penentuan geometrik jalan dengan nilai W masuk dan W keluar. 7. SIG II, menghitung data arus lalu lintas. 8. SIG III, untuk mendapatkan waktu merah dan waktu hilang tiap fase. 95

115 9. SIG IV, dari hasil data-data pada SIG sebelumnya, kita dapat memperoleh nilai Kapasitas (C), Waktu Hijau (g), dan Derajat Kejenuhan (DS). 10. SIG V, mengetahui besarnya antrian, number of stop, dan tundaan. Dari pengerjaan formulir SIG kita dapat mengetahui kapasitas yang dapat dipenuhi oleh simpang yang diamati dan kinerja simpang yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan ataupun tidak Perancangan Survei Lalu Lintas Survei untuk Prosedur Perhitungan MKJI Waktu Pelaksanaan Sesuai dengan pertimbangan untuk memperoleh gambaran kondisi lalu lintas yang sibuk maka survei lalu lintas untuk digunakan dalam perhitungan MKJI 1997 dilakukan pada hari kerja selama satu hari penuh dimulai pada pukul wib sampai dengan pukul wib. Hal ini dilakukan agar dapat diperoleh data yang lebih akurat sehingga hasilnya dapat digunakan untuk perencanaan dan perbaikan dimasa akan datang. 96

116 Prosedur Pelaksanaan a. Perhitungan Arus Lalu Lintas Aktual Menentukan komposisi jenis kendaraan yang diamati menurut pengelompokkan yang dibuat oleh MKJI 1997, angka ekivalen tersebut dibagi atas 4 jenis. Adapun ke 4 jenis kendaraan tersebut antara lain kendaraan ringan (Light Vehicle=LV), kendaraan berat (Heavy Vehicle=HV), jenis sepeda motor (Motor Cycle=MC), dan kendaraan tak bermotor (Un-Motorcycle=UM). Perhitungan arus kendaraan didasarkan pada time slice traffic light. Formulir data yang dibuat akan berisikan hal sebagai berikut: Arah pergerakan kendaraan berdasarkan asal tujuan yang meliputi pergerakan membelok ke kiri, lurus dan berdasarkan jenis kendaraan. Perhitungan jenis kendaraan berdasarkan jumlah tiap jenis kendaraan selama periode pengamatan dalam interval 15 menit serta volume tersebar dihitung 4x15 menit selama periode pagi, siang, dan sore seperti terlihat dibawah ini: 1. Pagi : Pukul wib wib wib wib wib wib wib wib wib Jam I Jam II Jam III Jam IV Jam V 97

117 2. Siang : Pukul wib wib wib wib wib wib wib wib wib Jam I Jam II Jam III Jam IV Jam V 3. Sore : Pukul wib wib wib wib wib wib wib wib wib Jam I Jam II Jam III Jam IV Jam V b. Keadaan Sinyal dan Geometrik Simpang Keadaan persimpangan yang perlu diamati selanjutnya adalah keadaan sinyal traffic light yang meliputi satu siklus yakni periode merah, kuning (amber), dan hijau untuk setiap fase. Demikian juga dengan jumlah fase yang beroperasi pada persimpangan tersebut. Pelaksanaan pengukuran waktu sinyal diperoleh dengan cara sebagai berikut: 98

118 Membuat formulir pencatatan, dengan mempergunakan stop watch lama sinyal dicatat dengan pertama kali melakukan pencatatan waktu merah, hijau, dan kuning. Kemudian mencatat waktu siklus untuk mencocokkan pencatatan waktu sinyal (merah, kuning, hijau). Pencatatan dilakukan sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda secara berturut-turut. Dalam hal ini pencatatan dilakukan pada waktu pagi dan siang hari. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada perubahan lama waktu sinyal pada waktu tertentu Tenaga dan Peralatan 1. Tenaga (Surveyor) Survei yang dilakukan untuk mengambil data-data volume lalu lintas baik yang digunakan untuk perhitungan MKJI, masing-masing tim ditujukan untuk melakukan pengamatan pada kedua simpang yang berbeda. Jumlah anggota dalam satu tim tergantung situasi simpang yang akan dihitung volume lalu lintasnya. Hal pertama yang harus dilakukan adalah survei pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui mengenai data-data awal mengenai pola arus lalu lintas, lokasi survei yang akan dipilih dan jam-jam sibuk/puncak (peak hour) dan juga kondisi lingkungan disekitar simpang. Adapun hal-hal yang berfungsi diadakan survei ini yaitu: 99

119 1. Penempatan tempat/titik lokasi survei yang memudahkan pengamat. 2. Penentuan arah lalu lintas dan jenis kendarran yang disurvei. 3. Membiasakan para penyurvei dalam menggunakan alat yang akan digunakan. 4. Memahami kesulitan yang memugkinkan muncul pada saat pelaksanan surveidan melakukan revisi sesuai dengan keadaan lapangan serta kondisi yang mungkin dihadapi. Untuk memudahkan mendapatkan hasil survei yang baik, harus diadakan penjelasan kepada seluruh surveyor yang bersangkutan dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing terdiri dari : a. Cara dan pengisian formulir penelitian terkait dengan arus lalu lintas yang dibagi dalam periode tertentu yaitu: 15 menit tiap periode selama 1 jam untuk setiap pengamat b. Pembagian tugas, yang menyangkut pembagian arah dan jenis kendaraan bagi tiap penyurvei sesuai dengan formulir yang dipegang c. Mencatat waktu traffic light dan perubahan siklus yang terjadi selama 1 hari pengamatan. 100

120 2. Peralatan Untuk memperoleh data yang akurat, perlu didukung peralatan yang lengkap dan baik. Peralatan yang dibutuhkan antara lain sebagai berikut: Formulir penelitian jumlah kendaraan yang keluar dari simpang, untuk prosedur survei MKJI Clip board Stopwatch atau jam tangan Kamera digital, Handycam Meteran Gulung, untuk mendapatkan data geometrik jalan Ballpoint atau pensil Komputer sebagai alat penghitung Penempatan Surveyor Masalah penempatan surveyor pada persimpangan yang diteliti sangat penting untuk diperhatikan, hal ini terkait dengan keakuratan data lalu lintas yang ingin diperoleh, seperti jumlah kendaraan yang dilewatkan oleh masing-masing lengan dan data waktu sinyal traffic light. Penempatan surveyor dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: a. Pertimbangan jenis data yang ingin diperoleh, seperti jumlah kendaraan yang bergerak lurus atau belok kanan, dan lain sebagainya 101

121 b. Pertimbangan visual surveyor, seminimal mungkin posisi yang dipilih terhindar dari halangan untuk mengamati kondisi arus lalu lintas c. Pertimbangan kelancaran lalu lintas. Posisi penempatan surveyor jangan sampai mengganggu kondisi lalu lintas yang ada. Teknik penempatan surveyor untuk survei berdasarkan prosedur perhitungan MKJI 1997 akan dijelaskan sebagai berikut: Jumlah surveyor yang direncanakan untuk masingmasing simpang berjumlah 8 orang. Penempatan surveyor adalah di daerah pendekat masing-masing lengan simpang. Mengenai pembagian tugas pencatatan arus pergerakan kendaraan per fase serta tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawab surveyor akan dipaparkan berikutnya. Survei arus lalu lintas dilaksanakan pada time slice traffic light 102

122 Simpang I (Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) WA Wexit Wentry WLTOR Jl. Gagak Hitam WLTOR WA Wentry Jl. Setiabudi Wexit Wexit Wentry WA Jl. Ngumban Surbakti WLTOR WLTOR Wentry WA Wexit Gambar 3.13 Geometrik Simpang I, Arah Pergerakan Lalu Lintas dan Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI Pembagian tugas masing-masing surveyor untuk pelayanan tiap-tiap fase akan diperlihatkan pada gambar dibawah ini. 103

123 a. Untuk Fase I U Jl. Gagak Hitam B Jl. Setiabudi T Jl. Ngumban Surbakti S Keterangan: Pemberian warna surveyor disesuaikan dengan pergerakan dan jenis kendaraan yang diamati Gambar 3.14 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase I) Simpang I b. Untuk Fase II U Jl. Gagak Hitam B Jl. Setiabudi T Jl. Ngumban Surbakti Keterangan: S Pemberian warna surveyor disesuaikan dengan pergerakan dan jenis kendaraan yang diamati Gambar 3.15 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase II) Simpang I 104

124 c. Untuk Fase III U Jl. Gagak Hitam Jl. Setiabudi B T Jl. Ngumban Surbakti Keterangan: S Pemberian warna surveyor disesuaikan dengan pergerakan dan jenis kendaraan yang diamati Gambar 3.16 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase III) Simpang I d. Untuk Fase IV U Jl. Gagak Hitam B Jl. Setiabudi T Jl. Ngumban Surbakti S Keterangan: Pemberian warna surveyor disesuaikan dengan pergerakan dan jenis kendaraan yang diamati Gambar 3.17 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase IV) Simpang I 105

125 Penjelasan: 1. Jumlah surveyor untuk masing-masing simpang adalah 8 orang. Sketsa posisi surveyor untuk pengamatan pergerakan kendaraan tiap fase diperlihatkan pada Gambar 3.13 Gambar 3.17 diatas. 2. Jenis kendaraan yang diamati oleh masing-masing surveyor adalah: HV (kend. berat), LV (kend. ringan), MC (sepeda motor), dan UM (kend. tak bermotor). 3. Pemberian simbol warna untuk masing-masing surveyor dengan penyesuaian warna untuk tiap gerakan kendaraan dari masing masing lengan adalah dengan tujuan memudahkan surveyor untuk memahami tugasnya. Berikut akan dirincikan pembagian tugas masing-masing surveyor. Tabel 3.1 Pembagian Tugas Surveyor Untuk Pengamatan Simpang dengan Metode MKJI Surveyor Simbol Tugas I II III IV V Menghitung jumlah arus kendaraan dari pendekat barat yang berbelok ke kiri pendekat utara. Hal ini dilakukan untuk semua fase. Pada fase II menghitung jumlah arus kendaraan lurus dari pendekat selatan menuju pendekat utara. Pada fase IV menghitung jumlah arus kendaraan belok kanan dari pendekat timur ke pendekat utara. Pada fase II menghitung jumlah arus kendaraan belok kanan dari pendekat selatan menuju pendekat timur. Pada fase III menghitung jumlah arus kendaraan lurus dari pendekat barat menuju pendekat timur. Menghitung jumlah arus kendaraan dari pendekat utara yang berbelok kiri ke pendekat timur. Hal ini dilakukan untuk keseluruhan fase. Menghitung jumlah arus kendaraan dari pendekat timur yang berbelok kiri ke pendekat selatan. Hal ini dilakukan untuk keseluruhan fase. 106

126 Tabel 3.1 Lanjutan Surveyor Simbol Tugas VI VII VIII Pada fase I menghitung jumlah arus kendaraan lurus dari pendekat utara menuju pendekat selatan. Pada fase IV menghitung jumlah kendaraan belok kanan dari pendekat barat menuju pendekat selatan. Pada fase I menghitung jumlah arus kendaraan belok kanan dari pendekat utara menuju pendekat barat. Pada fase III menghitung jumlah kendaraan lurus dari pendekat timur menuju pendekat barat. Menghitung jumlah arus kendaraan belok kiri dari pendekat selatan menuju pendekat barat. Hal ini dilakukan untuk keseluruhan fase. Pada beberapa fase terdapat surveyor yang tidak melakukan perhitungan arus kendaraan. Waktu ini bias dimanfaatkan untuk kegiatan pengamatan lain. Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brigjen Katamso) Wexit WLTOR Jl. Brigjen Katamso WLTOR WA Wentry Wexit Wexit Jl. Ir. H. Juanda Wentry WA WLTOR WLTOR Wentry Wexit WA Gambar 3.18 Geometrik Simpang II, Arah Pergerakan Lalu Lintas dan Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI 107

127 a. Untuk Fase I U Jl. Brigjen Katamso B T Jl. Ir. H. Juanda Keterangan: S Pemberian warna surveyor disesuaikan dengan pergerakan dan jenis kendaraan yang diamati Gambar 3.19 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase I) Simpang II b. Untuk Fase II U Jl. Brigjen Katamso B T Jl. Ir. H. Juanda Keterangan: S Pemberian warna surveyor disesuaikan dengan pergerakan dan jenis kendaraan yang diamati Gambar 3.20 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase II) Simpang II 108

128 c. Untuk Fase III U Jl. Brigjen Katamso B T Jl. Ir. H. Juanda Keterangan: S Pemberian warna surveyor disesuaikan dengan pergerakan dan jenis kendaraan yang diamati Gambar 3.21 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase III) Simpang II d. Untuk Fase IV U Jl. Brigjen Katamso B T Jl. Ir. H. Juanda Keterangan: S Pemberian warna surveyor disesuaikan dengan pergerakan dan jenis kendaraan yang diamati Gambar 3.22 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data MKJI (Fase IV) Simpang II 109

129 Tabel 3.2 Pembagian Tugas Surveyor Untuk Pengamatan Simpang dengan Metode MKJI Untuk Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brigjen Katamso) Surveyor Simbol Tugas I II III IV V VI VII VIII Menghitung jumlah arus kendaraan dari pendekat barat yang berbelok ke kiri pendekat utara. Hal ini dilakukan untuk semua fase. Pada fase II menghitung jumlah arus kendaraan lurus dari pendekat selatan ke pendekat utara. Pada fase IV menghitung jumlah arus kendaraan belok kanan dari pendekat timur menuju pendekat utara. Pada fase I menghitung jumlah arus kendaraan lurus dari pendekat barat menuju pendekat timur. Menghitung jumlah arus kendaraan dari pendekat utara yang berbelok kiri ke pendekat timur. Hal ini dilakukan untuk keseluruhan fase. Menghitung jumlah arus kendaraan dari pendekat timur yang berbelok kiri ke pendekat selatan. Hal ini dilakukan untuk keseluruhan fase. Pada fase I menghitung jumlah arus kendaraan lurus dari pendekat utara menuju pendekat selatan. Pada fase II menghitung jumlah arus kendaraan dari pendekat utara menuju pendekat selatan. Pada fase III menghitung jumlah kendaraan belok kanan dari pendekat barat menuju pendekat selatan. Pada fase I menghitung jumlah arus kendaraan belok kanan dari pendekat utara menuju pendekat barat. Pada fase IV menghitung jumlah kendaraan lurus dari pendekat timur menuju pendekat barat. Menghitung jumlah arus kendaraan belok kiri dari pendekat selatan menuju pendekat barat. Hal ini dilakukan untuk keseluruhan fase. Pada beberapa fase terdapat surveyor yang tidak melakukan perhitungan arus kendaraan. Waktu ini bias dimanfaatkan untuk kegiatan pengamatan lain. Berdasarkan pembagian tugas surveyor dari tabel diatas, maka telah dipersiapkan formulir menyangkut pembagian arah dan jenis kendaraan bagi tiap surveyor sesuai dengan formulir yang dipegang. 110

130 Formulir yang telah disediakan dan harus diisi oleh penyurvei adalah: 1. Formulir data geometrik simpang dan kondisi lingkungan, biasanya perolehan data sudah didapat dari survei pendahuluan. 2. Formulir data lalu lintas, yang berisi waktu pelaksanaan survei, kode pendekat masing-masing lengan, arah dan jenis kendaraan dan bentuk formulir disesuaikan dengan posisi surveyor dan arah kendaraan yang telah dikelompokkan sebelumnya. 3. Formulir data traffic light untuk mengetahui waktu nyala lampu dan waktu siklus serta perubahannya dalam satu hari. Dengan perencanaan yang tepat, diharapkan kinerja surveyor dapat lebih baik sehingga data yang diperoleh cukup akurat, jadi pada tahap pengolahan data nantinya tidak ditemukan kesalahan dan kekurangan yang mengakibatkan survei harus diulang kembali. Setelah melakukan survei untuk data perhitungan MKJI, tahap berikutnya adalah melakukan survei lanjutan untuk melengkapi data lain yang diperuntukkan bagi perhitungan dengan menggunakan sistem Logika Fuzzy Survei untuk Prosedur Perhitungan Fuzzy Waktu Pelaksanaan Survei lalu lintas yang akan digunakan dalam perhitungan Fuzzy dilakukan pada hari kerja dan ditetapkan pada jam-jam 111

131 puncak (peak hour) berdasarkan perhitungan nilai PHF dari survei MKJI. Periode waktu yang memuat nilai PHF tertinggi dibagi atas periode pagi antara pukul wib, siang antara pukul wib, dan sore antara pukul wib. Jadi besar arus kendaraan masing-masing lengan simpang dihitung selama 2 jam untuk tiap-tiap periode Prosedur Pelaksanaan Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jenis data utama yang ingin didapat terkait dengan perhitungan fuzzy adalah jumlah kendaraan yang dilewatkan pada lengan yang dilayani dan lengan lainnya dalam waktu yang bersamaan. Jadi, perhitungan arus kendaraan tiap lengan tidak didasarkan pada time slice traffic light, dengan kata lain, jumlah kendaraan yang melewati tiap lengan simpang tetap dihitung baik lengan tersebut terlayani atau tidak. Data jumlah kendaraan yang diambil adalah berdasarkan pergerakan lurus dan belok kanan, sebab hanya arus ini saja yang mempengaruhi lama waktu hijau untuk kedua simpang. Survei untuk perolehan data fuzzy dilakukan setelah survei untuk data MKJI selesai dilakukan, hal ini dikarenakan penentuan letak surveyor bergantung pada panjang antrian maksimal yang diperoleh dari pengolahan data MKJI. 112

132 Penempatan Surveyor/Sensor untuk perolehan data Fuzzy Perbedaan mendasar antara survei data MKJI dengan survei data fuzzy adalah pengamatan arus kendaraan setiap lengan. Untuk survei MKJI, pengamatan didasarkan pada time slice traffic light dimana surveyor hanya mengamati arus kendaraan dari lengan yang dilayani, sedangkan untuk survei fuzzy, surveyor harus melakukan pengamatan penuh sebab hubungan antara arus kendaraan pada lengan yang dilayani dengan lengan lainnya merupakan faktor utama yang ingin ditinjau. Posisi penempatan surveyor untuk perolehan data fuzzy yaitu berada di daerah sebelum panjang antrian maksimal. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, panjang antrian maksimal diperoleh melalui perhitungan dengan metode MKJI 1997, selain itu peneliti juga melakukan pembuktian langsung di lapangan dengan melakukan pengukuran panjang antrian maksimal kendaraan dengan teknik manual, tujuannya adalah sebagai pembuktian kebenaran perhitungan dengan MKJI Teknik penempatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.24 dan 3.25 dibawah ini. 113

133 I U Wexit WLTOR Garis batas panjang antrian maksimal Garis batas panjang antrian maksimal WLTOR Jl. Gagak Hitam II WA Wentry B Wexit Jl. Setiabudi Wexit T Wentry WA IV Jl. Ngumban Surbakti Garis batas panjang antrian maksimal Wentry WLTOR WA S Wexit WLTOR Garis batas panjang antrian maksimal III Gambar 3.24 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data Fuzzy Simpang I I Wexit U WLTOR Garis batas panjang antrian maksimal Garis batas panjang antrian maksimal WLTOR Jl. Brigjen Katamso II WA Wentry B Wexit Jl. Ir. H. Juanda Wexit T Wentry WA IV WLTOR Garis batas panjang antrian maksimal Garis batas panjang antrian maksimal III WLTOR Wentry WA S Wexit Gambar 3.25 Penempatan Surveyor untuk Perolehan Data Fuzzy Simpang II 114

134 Penjelasan gambar: 1. Jumlah surveyor yang dibutuhkan untuk masing-masing simpang adalah 8 orang, masing-masing dua orang untuk setiap lengan simpang. 2. Surveyor I ditempatkan pada pendekat utara, surveyor II pendekat timur, surveyor III pada pendekat selatan, dan surveyor IV pada pendekat barat. 3. Dua orang surveyor untuk setiap lengan masing-masing mengamati pergerakan kendaraan lurus dan belok kanan pada saat lengan dilayani dan mencatat jumlah kendaraan pada saat lengan tidak dilayani. 4. Tiap surveyor mencuplik jumlah kendaraan di tiap-tiap lengan simpang dengan menggunakan kamera video Peralatan Untuk memperoleh data yang akurat, perlu didukung peralatan yang lengkap dan baik. Peralatan yang dibutuhkan antara lai sebagai berikut: Formulir penelitian jumlah kendaraan yang keluar dari simpang, baik untuk survei MKJI maupun untuk survei fuzzy. Clip board Stopwatch atau jam tangan Kamera digital dan Alat Perekam Video 115

135 Meteran Gulung, untuk mendapatkan data geometrik jalan Ballpoint atau pensil Komputer sebagai alat penghitung Parameter Kinerja. Parameter kinerja digunakan untuk menilai kinerja persimpangan yang diamati. Untuk jenis persimpangan ada empat parameter yang digunakan untuk menilai kinerjanya, yaitu: 1. Derajat Kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan akan menunjukkan apakah suatu simpang masih bisa melayani demand yang ada atau tidak. 2. Antrian. Panjang antrian pada tiap lengan akan menjadi indicator pelayanan dari masing-masing pendekat. 3. Number of Stop. Number of Stop adalah jumlah berapa kali kendaraan berhenti di persimpangan, dan hal ini dapat dijadikan indikator pelayanan untuk kendaraan yang lewat. 4. Tundaan Tundaan merupakan indikator utama kinerja simpang secara keseluruhan. 116

136 3.7. Kesimpulan dan Saran. Tahap ini merupakan tahap akhir dari studi yang dilaksanakan. Setelah dilakukan perhitungan waktu traffic light dengan menggunakan Logika Fuzzy dengan menggunakan alat bantu software MATLAB v.7.0, maka hasilnya akan dibandingkan dengan perhitungan MKJI Dari perbandingan tersebut akan disimpulkan apakah pengaturan waktu traffic light pada persimpangan yang diamati selama ini efektif atau tidak. Diharapkan studi tugas akhir ini memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan sistem pengelolaan persimpangan menjadi jauh lebih efektif. 117

137 BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN Sesuai dengan tujuan Tugas Akhir ini yaitu untuk menentukan efektifitas waktu traffic light, maka setelah menyelesaikan tahap-tahap pekerjaan pada bab sebelumnya, kegiatan selanjutnya adalah analisis data simpang kemudian dilanjutkan dengan perhitungan waktu traffic light menggunakan dua metode yakni Logika fuzzy dan MKJI Hasil perhitungan kedua metode tersebut akan dibandingkan. Tahap analisa data dan perhitungan akan dilakukan terhadap simpang yang telah ditentukan dari data lalu lintas yang diperoleh (data artificial dan data sekunder). Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut: 4.1 Data Geometrik Simpang Data geometrik simpang merupakan data yang memuat kondisi geometrik jalan pada simpang yang diamati. Data ini dapat diperoleh langsung di lapangan berupa data primer kondisi eksisting melalui survei, maupun data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan atau dari Dinas Lalu Lintas Angkutan dan Jalan (DLLAJ) Kota Medan. Pada penelitian ini, data geometrik simpang diperoleh dari data primer dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan. Survei dilakukan pada saat kondisi jalan masih sepi dari kendaraan untuk menghindari gangguan arus lalu lintas. Adapun data geometrik simpang I dan II dapat dilihat pada tabel 4.1 dan 4.2 berikut. 118

138 Tabel 4.1 Kondisi Geomaetrik Simpang I (Simpang Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) PENDEKAT UTARA TIMUR SELATAN BARAT Tipe lingkungan jalan RES COM RES COM Hambatan samping Rendah Rendah Rendah Rendah Median Ada Ada Ada Ada Lebar Median (m) 2,85 1,55 2,85 1,55 Belok kiri jalan terus Ada Ada Ada Ada Lebar Pendekat (m) 16,50 12,95 16,80 12,55 Lebar Pendekat masuk (m) 10,50 9,70 10,80 9,75 Lebar pendekat LTOR 3,25 6,00 2,80 6,00 Lebat pendekat keluar (m) 9,75 6,50 11,60 6,85 Keterangan: Tipe Lingkungan Jalan Komersial (COM) Permukiman (RES) Akses terbatas (RA) Hambatan samping Tinggi/Sedang/Rendah Tinggi/Sedang/Rendah Tinggi/Sedang/Rendah Sumber: Data Survey Lapangan 15 Juni 2009 Pukul wib U Wexit Wentry WLTOR Jl. Gagak Hitam WLTO W Wentry Wexi B Wexit Jl. Setiabudi Wentry WA T WLTOR Jl. Ngumban Surbakti WLTOR Wentry Wexit WA S Gambar 4.1 Kondisi Geomaetrik Simpang I (Simpang Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) 119

139 Tabel 4.2 Kondisi Geomaetrik Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brig. Katamso) PENDEKAT UTARA TIMUR SELATAN BARAT Tipe lingkungan jalan COM COM COM COM Hambatan samping Sedang Sedang Sedang Sedang Median Ada Ada Ada Ada Lebar Median (m) 1,95 1,55 2,50 0,95 Belok kiri jalan terus Ada Ada Ada Ada Lebar Pendekat (m) 9,8 10,85 10,50 10,15 Lebar Pendekat masuk (m) 6,90 7,30 6,85 6,40 Lebar pendekat LTOR 3,90 3,55 3,65 3,75 Lebar pendekat keluar (m) 7,35 6,50 7,25 6,00 Keterangan : Tipe Lingkungan Jalan Komersial (COM) Permukiman (RES) Akses terbatas (RA) Hambatan samping Tinggi/Sedang/Rendah Tinggi/Sedang/Rendah Tinggi/Sedang/Rendah Sumber: Data Survey Lapangan 15 Juni 2009 Pukul wib Wexit U Wentry WLTOR Jl. Brigjen Katamso WLTOR B W Wentry Wexit T Wexit Jl. Ir. H. Juanda Wentry WA WLTOR WLTOR Wentry Wexit WA Gambar 4.2 Kondisi Geomaetrik Simpang II (Simpang Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brig. Katamso) S 120

140 Adapun setiap kaki persimpangan diberi kode pendekat U, S, T dan B dengan keterangan sebagai berikut: a. Untuk Simpang I - U (Utara) adalah kaki persimpangan disebelah utara yakni Jalan Gagak Hitam. - S (Selatan) adalah kaki persimpangan disebelah selatan yakni Jalan Ngumban Surbakti. - T (Timur) adalah kaki persimpangan disebelah timur yakni Jalan Setiabudi. - B (Barat) adalah kaki persimpangan disebelah barat yakni Jalan Setiabudi. b. Untuk Simpang II - U (Utara) adalah kaki persimpangan disebelah utara yakni Jalan Brigjen Katamso arah Kelurahan Aur. - S (Selatan) adalah kaki persimpangan disebelah selatan yakni Jalan Brigjen Katamso arah Kampung Baru. - T (Timur) adalah kaki persimpangan disebelah timur yakni Jalan Ir. H. Juanda arah SM. Raja. - B (Barat) adalah kaki persimpangan disebelah barat yakni Jalan Ir. H. Juanda arah Mongonsidi. 4.2 Tata Guna Lahan Penggunaan tanah di daerah sekitar simpang I sebagian besar dimanfaatkan untuk tempat tinggal dan ruko. Jalan ini difungsikan sebagai jalan 121

141 lingkar (ring road) Kota Medan. Hambatan samping untuk jalan ini relatif rendah. Sedangkan tanah disekitar simpang II termasuk daerah perkotaan dan difungsikan sebagai perkantoran, pertokoan, dan tempat pendidikan. Persimpangan ini juga merupakan titik pertemuan untuk jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan tersebut. 4.3 Data Lalu Lintas Kegiatan pengumpulan data lalu lintas dilaksanakan hari Rabu dan Kamis tanggal 24 dan 25 Juni Sedangkan untuk jam puncak arus lalu lintas diperkirakan dipengaruhi oleh aktivitas, seperti pusat kota, pusat kegiatan perbelanjaan, daerah perkantoran, sekolah, kegiatan kampus, dan lain-lain. Masa pelaksanaan survei untuk Tugas Akhir ini bertepatan dengan masa liburan sekolah, sehingga terdapat kemungkinan terjadi pengurangan volume lalu lintas. Untuk jam puncak pagi diperkirakan antara jam s/d wib, untuk jam puncak siang antara jam s/d wib, dan jam puncak sore antara jam s/d wib. Parameter-parameter persimpangan yang dihitung secara manual adalah total arus lalu lintas (Q), ekivalen mobil penumpang (smp/jam), arus jenuh (S), Kapasitas (C), derajat kejenuhan (DS), dan parameter-parameter yang didapat langsung dari survei dilapangan seperti: waktu siklus (detik), kondisi geometrik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, serta faktor-faktor penyesuaian kondisi persimpangan. 122

142 Tabel 4. 3 PERHITUNGAN VOLUME LALU LINTAS PER JAM Hari : Kamis Tanggal : 25 Juli 2009 Lokasi : Simpang I (Jl. Setiabudi - Jl. Ngumban Surbakti) Cuaca : Cerah JAM UTARA SELATAN TIMUR BARAT ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF

143 JAM UTARA SELATAN TIMUR BARAT ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF

144 Tabel 4.4 PERHITUNGAN VOLUME LALU LINTAS PER JAM Hari : Rabu Tanggal : 24 Juli 2009 Lokasi : Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda - Jl. Brig. Katamso) Cuaca : Cerah JAM UTARA SELATAN TIMUR BARAT ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF

145 JAM UTARA SELATAN TIMUR BARAT ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF ST RT LTOR TOTAL VOL/JAM PHF

146 Keseluruhan perhitungan dilakukan berdasarkan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997). Selain itu perhitungan yang perlu didapat adalah perhitungan perilaku lalu lintas berupa nilai panjang antrian (QL) yang selanjutnya digunakan untuk menentukan letak sensor/ surveyor guna perolehan data lalu lintas untuk diolah dengan menggunakan sistem Logika Fuzzy dan pada akhirnya akan dapat dinilai kinerja simpang dengan melihat efektif atau tidaknya pengaturan traffic light yang ada saat ini di kedua simpang. a. Data Arus Lalu Lintas Simpang I (Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) Arus lalu lintas yang diperoleh dari hasil survei dalam satuan kendaraan per jam dikonversi menjadi dalam satuan mobil penumpang per-jam sesuai dengan rencana pendekatan. Faktor konversi untuk masing-masing kendaraan seperti tercantum dalam tabel 4.5 Tabel 4.5 Faktor Arus Lalu Lintas Jenis Kendaraan/ Tipe Kendaraan Empiris untuk tipe pendekat Terlindung Terlawan Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC) Sumber : MKJI 1997 Analisa data yang dilakukan adalah untuk mendapatkan nilai kapasitas serta panjang antrian dan tingkat pelayanan persimpangan yang akan disajikan dalam lembar kerja berikut. 127

147 Tabel 4.6 Volume dan PHF Maksimum Simpang I Lengan Hari/ Tanggal Waktu Volume Lalulintas PHF Persimpangan (Jam) (Kend/jam) UTARA Kamis, 25 Juli ,98 SELATAN Kamis, 25 Juli ,97 TIMUR Kamis, 25 Juli ,95 BARAT Kamis, 25 Juli ,97 Sumber: Hasil Perhitungan Peneliti Data-data pada tabel diatas akan menjadi data acuan selanjutnya untuk menganalisa kapasitas dan menentukan panjang antrian maksimal di persimpangan. Data diatas diambil karena merupakan data maksimum dimana terjadi arus lalu lintas yang padat, sehingga dapat mewakili data lainnya. Data utama yang dipakai adalah data volume lalu lintas kendaraan per jam. Berikut akan diperlihatkan data arus lalu lintas pada tiap lengan persimpangan (berdasarkan nilai PHF tertinggi). Tabel 4.7 Arus Lalu Lintas Simpang I pada Kondisi PHF Tertinggi (kend/jam) Tipe Kendaraan Jumlah Arus Lalu Lintas Lengan Utara Lengan Selatan Lengan Timur Lengan Barat ST RT LTOR ST RT LTOR ST RT LTOR ST RT LTOR LV HV MC UM Sumber: Hasil Survey Simpang I, 25 Juli 2009 Total arus lalu lintas pada sore hari tanggal 25 Juli 2009 pada pendekat utara untuk gerakan lurus pada Simpang I adalah sebagai berikut. 128

148 Lurus : LV = 234 kend/jam HV = 37 kend/jam MC = 367 kend/jam + Total = 638 kend/jam Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya = 638 kend/jam Selanjutnya perlu diketahui jumlah kendaraan dalam satuan smp/jam dengan mengekivalenkan ke mobil penumpang, yaitu: Lurus : LV = 234 x 1,0 = 234 smp/jam HV = 37 x 1,3 = 48,1 smp/jam MC = 367 x 0,2 = 73,4 smp/jam + Total = 356 smp/jam Berdasarkan konversi di atas, maka disajikan tabel nilai smp untuk seluruh jenis pendekat dan gerakan lalu lintas, yaitu sebagai berikut. Tabel 4.8 Arus Lalu Lintas Simpang I pada Kondisi PHF Tertinggi (smp/jam) Tipe Kendaraan Jumlah Arus Lalu Lintas Lengan Utara Lengan Selatan Lengan Timur Lengan Barat ST RT LTOR ST RT LTOR ST RT LTOR ST RT LTOR LV HV MC UM Sumber: Hasil Perhitungan Peneliti 129

149 b. Data Arus Lalu Lintas Simpang II (Jl. Ir. H. Juanda Jl. Brigjen Katamso) Survei volume dan arus lalu lintas untuk Simpang II sama dengan survei yang dilakukan untuk Simpang I. Terkait dengan pelayanan masing-masing lengan simpang, untuk Simpang II terdapat larangan belok kanan pada pendekat selatan. Volume dan nilai PHF maksimum Simpang II dapat dilihat pada Tabel 4.9 dibawah ini. Tabel 4.9 Volume dan PHF Maksimum Simpang II Lengan Hari/ Tanggal Waktu Volume Lalulintas PHF Persimpangan (Jam) (Kend/jam) UTARA Rabu, 24 Juli ,00 SELATAN Rabu, 24 Juli ,97 TIMUR Rabu, 24 Juli ,97 BARAT Rabu, 24 Juli ,99 Sumber: Hasil Perhitungan Peneliti Selanjutnya diperlihatkan data arus lalu lintas pada tiap lengan persimpangan (berdasarkan nilai PHF tertinggi). Tabel 4.10 Arus Lalu Lintas Simpang II pada Kondisi PHF Tertinggi (kend/jam) Tipe Jumlah Arus Lalu Lintas Kendaraan Lengan Utara Lengan Selatan Lengan Timur Lengan Barat ST RT LTOR ST RT LTOR ST RT LTOR ST RT LTOR LV HV MC UM Sumber: Hasil Survey Simpang II, 24 Juli

150 Total arus lalu lintas pada siang hari tanggal 24 Juli 2009 pada pendekat utara untuk gerakan lurus pada Simpang II (diambil nilai PHF=1) adalah sebagai berikut. Lurus : LV = 134 kend/jam HV = 5 kend/jam MC = 350 kend/jam + Total = 489 kend/jam Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya = 489 kend/jam Selanjutnya perlu diketahui jumlah kendaraan dalam satuan smp/jam dengan mengekivalenkan ke mobil penumpang, yaitu: Lurus : LV = 134 x 1,0 = 134 smp/jam HV = 5 x 1,3 = 6,5 smp/jam MC = 350 x 0,2 = 70 smp/jam + Total = 210 smp/jam Berdasarkan konversi di atas, maka disajikan tabel nilai smp untuk seluruh jenis pendekat dan gerakan lalu lintas, yaitu sebagai berikut. Tabel 4.11 Arus Lalu Lintas Simpang II pada Kondisi PHF Tertinggi (smp/jam) Tipe Jumlah Arus Lalu Lintas Kendaraan Lengan Utara Lengan Selatan Lengan Timur Lengan Barat ST RT LTOR ST RT LTOR ST RT LTOR ST RT LTOR LV HV MC Sumber: Hasil Perhitungan Peneliti 131

151 c. Data Traffic Light Tiap Simpang - Simpang I (Simpang Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti) Tabel 4.12 Data Traffic Light Simpang I Pendekat Waktu nyala (detik) Waktu Siklus Berada Hijau Kuning Merah All Red (detik) Pada Fase - UTARA I TIMUR III BARAT IV SELATAN II Sumber: hasil perhitungan peneliti I II III IV Gambar 4.3 Siklus traffic light Simpang I - Simpang II (Simpang Jl. Brigjen Katamso Jl. Ir. H. Juanda) Tabel 4.13 Data Traffic Light Simpang II Pendekat Waktu nyala (detik) Waktu Siklus Berada Hijau Kuning Merah All Red (detik) Pada Fase - UTARA I TIMUR IV BARAT III SELATAN II Sumber: hasil perhitungan peneliti I II III IV Gambar 4.4 Siklus traffic light Simpang II 132

152 4.4 Perhitungan Panjang Antrian dengan Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Setelah diperoleh data arus lalu lintas dalam satuan smp/jam, selanjutnya adalah menentukan panjang antrian dengan menggunakan metode MKJI Hasil dari perhitungan panjang antrian ini nantinya juga digunakan sebagai dasar penempatan sensor/surveyor untuk memperoleh data jumlah kendaraan yang digunakan pada perhitungan dengan metode fuzzy untuk menentukan lama waktu traffic light. 1. Perhitungan Panjang Antrian Tiap Pendekat Simpang I. a. Pendekat Timur Kendaraan tidak bermotor (UM) memiliki rasio = 0 Lebar efektif (W e ) Berdasarkan hasil survei langsung di lapangan diperoleh, W e = 9,70 m. Arus Jenuh ( S ) Arus jenuh dapat dinyatakan dengan rumus: S = S o.f cs.f sf.f g.f p.f rt.f lt dimana: S o adalah arus jenuh dasar. Untuk suatu ruas jalan (pendekat) terlindung yaitu tidak terjadi konflik antara kendaraan yang berbelok dengan lalu lintas yang berlawanan maka penentuan arus jenuh dasar (S o ) ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif (W e ) yaitu: S o = 600.W e = 600.9,70 = 5820 smp/jam 133

153 Dimana arus jenuh (S) diasumsikan tetap selama waktu hijau. F cs = Faktor penyesuaian ukuran kota, berdasarkan jumlah penduduk Kota Medan yakni sebesar jiwa (berada pada range 1 3 juta jiwa), maka nilai F cs = 1,00 F sf = Faktor penyesuaian hambatan samping, berdasarkan kelas hambatan samping dari lingkungan jalan tersebut, maka dinyatakan lingkungan jalan adalah termasuk kawasan perumahan, perdagangan dan jasa. Jalan yang ditinjau merupakan jalan dua arah dipisahkan oleh median dengan tipe fase terlindung F sf = 0,98 (dengan rasio kendaraan tak bermotor = 0). F g = Faktor penyesuaian terhadap kelandaian (G), berdasarkan naik (+) atau turun (-) permukaan jalan F g = 1,00 (mendatar) F p = Faktor penyesuaian parkir (P), berdasarkan jarak henti kendaraan parkir F p = 1,0 F rt = Faktor penyesuaian belok kanan, ditentukan sebagai fungsi rasio belok kanan P rt. Untuk jalan yang dilengkapi dengan median, nilai F rt tidak diperhitungkan. F lt = Faktor penyesuaian belok kiri, ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri P lt. Untuk jalan yang dilengkapi dengan lajur belok kiri jalan terus (LTOR) maka nilai F lt tidak diperhitungkan. Maka: S = S o.f cs.f sf.f g.f p.f rt.f lt 134

154 = ,0.0,98.1,0.1,0 = 5704 smp/jam Dimana arus jenuh (S) diasumsikan tetap selama waktu hijau. Waktu siklus (c) Penentuan waktu siklus berdasarkan dari pengamatan langsung di lapangan yaitu : waktu siklus (c) = 98 detik, waktu hijau = 20 detik Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS) Kapasitas pendekat (C) diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) yaitu: C = = = 1164 Derajat kejenuhan diperoleh dengan rumus: DS = = = 0,54 Antrian Jumlah rata-rata antrian (smp) pada awal sinyal hijau yaitu NQ dihitung sebagai jumlah kendaraan (smp) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ 1 ) ditambah jumlah kendaraan (smp) yang akan datang selama fase merah (NQ 2 ). 135

155 NQ = NQ 1 + NQ 2 dimana: NQ 1 = 0,25 x C x Jika DS>0.5 ; selain itu NQ 1 = 0 NQ 2 = dimana: = 0,2 NQ 1 = 0,25. C. = 0, = 9,704 NQ 2 = NQ 2 = = 183,317 NQ = NQ 1 + NQ 2 = 9, ,317 = 193,021 Panjang antrian = QL = NQ. =193,021. = 397,98m 398m Diperoleh panjang antrian kendaraan untuk pendekat utara pada simpang I untuk arah lurus adalah 398m, ini dijadikan landasan penempatan surveyor untuk perolehan data fuzzy. Sedangkan untuk pendekat lain simpang I dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut. 136

156 Tabel 4.14 Penentuan Panjang Antrian Masing-Masing Lengan Pada Simpang I Lengan Utara Selatan Timur Barat Rasio Kendaraan tidak bermotor (UM) (kend/jam) 0,000 0,000 0,000 0,000 Lebar efektif (W e ) (m) 10,50 10,80 9,70 9,75 Arus jenuh dasar (So) Arus jenuh (S) (smp/jam) Waktu siklus (c) (detik) Waktu hijau (detik) Kapasitas pendekat (C) Derajat Kejenuhan (DS) 0,61 0,41 0,54 0,34 NQ1 6,859 12,542 9,704 12,056 NQ2 179, , , ,034 NQ 186, , , ,091 Panjang antrian (QL) (m) Sumber: hasil perhitungan peneliti Perhitungan yang sama juga digunakan untuk menghitung panjang antrian pada masing-masing lengan. 2. Perhitungan Panjang Antrian Tiap Pendekat Simpang II. a. Pendekat Utara Kendaraan tidak bermotor (UM) memiliki rasio = = 0,004 Lebar efektif (W e ) Berdasarkan survei langsung dilapangan diperoleh,w e = 6,9 m. Arus Jenuh ( S ) S = S o.f cs.f sf.f g.f p.f rt.f lt Arus jenuh dasar, S o = 600.W e S o = 600.6,90 = 4140 smp/jam. 137

157 Faktor penyesuaian ukuran kota, F cs = 1,00 (jumlah penduduk kota Medan yakni sebesar jiwa). Faktor penyesuaian hambatan samping, F sf = 0,94 (Lingkungan jalan adalah termasuk kawasan komersial dengan hambatan samping sedang, merupakan jalan dua arah dipisahkan oleh median dengan tipe fase terlindung, nilai rasio kendaraan tak bermotor = 0,004). Faktor penyesuaian terhadap kelandaian (G), F g = 1,00 (mendatar) Maka, S = S o.f cs.f sf.f g.f p.f rt.f lt = ,0.0,94.1,0.1,0 = 3892 smp/jam Dimana arus jenuh (S) diasumsikan tetap selama waktu hijau. Waktu siklus (c) Penentuan waktu siklus berdasarkan dari pengamatan langsung di lapangan yaitu: waktu siklus (c) = 174 detik, waktu hijau = 56 detik Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan ( DS ) C = = = 1252 Derajat kejenuhan diperoleh dengan rumus: DS = = = 0,22 138

158 Antrian NQ = NQ 1 + NQ 2 NQ 1 = 0, NQ 1 = 10,604 NQ 2 = = 69,997 NQ = NQ 1 + NQ 2 = 10, ,997 = 80,601 Panjang antrian = QL = NQ. = 80,601. = m 234 m Diperoleh panjang antrian kendaraan untuk pendekat utara pada simpang II arah lurus adalah 234 m. Untuk pendekat lain simpang II dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15 Penentuan Panjang Antrian Masing-Masing Lengan Pada Simpang II Lengan Utara Selatan Timur Barat Rasio kend. tidak bermotor (UM) (kend/jam) 0,004 0,005 0,006 0,005 Lebar efektif (W e ) (m) 6,9 6,85 7,3 6,4 Arus jenuh dasar (So) Arus jenuh (S) (smp/jam) Waktu siklus (c) (detik) Waktu hijau (detik) Kapasitas pendekat (C) Derajat Kejenuhan (DS) 0,22 0,42 0,32 0,28 NQ 1 10,604 5,157 7,969 12,852 NQ 2 69,997 61,398 69,052 99,288 NQ 80,601 66,555 76, ,140 Panjang antrian (QL) (m) Sumber: hasil perhitungan peneliti 139

159 4.5 Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light Dengan Logika Fuzzy Perhitungan waktu sinyal traffic light menggunakan logika fuzzy yakni dengan memanfaatkan software Matlab v7.0 (simulink). Sistem Inferensi Fuzzy (FIS) akan digunakan dalam program komputer ini dengan dua input dan satu output. Gambar 4.5 Sistem Inferensi Fuzzy (FIS) Editor 140

160 4.5.1 Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light Dengan Logika Fuzzy untuk Simpang I. Tahapan-tahapan perhitungan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Fuzzifikasi Fuzzifikasi adalah tahap yang digunakan untuk mengubah input tegas menjadi input fuzzy. Istilah-istilah linguistik yang telah ditentukan pada bab sebelumnya diinterpretasikan ke dalam himpunan fuzzy, yakni dengan menempatkannya pada tabel membership function editor. Nilai batas atas sangat menentukan hasil dari simulator yang dirancang. Hal ini dilakukan mengingat pemanfaatan pengendali dengan sistem Logika Fuzzy membutuhkan operator yang mampu mengendalikan sistem ini dengan baik, serta dapat menentukan aturan-aturan pengendalian yang berkualitas dalam bentuk-bentuk kalimat fuzzy. Nilai batas himpunan fuzzy ditentukan dengan mengacu pada hasil perhitungan kapasitas simpang yang telah dilakukan sebelumnya melalui survei langsung di lapangan. Bentuk perhitungan kapasitas ini menggunakan model dasar kapasitas pendekat pada persimpangan seperti pada Tabel 4.16 dibawah ini. 141

161 Tabel 4.16 Perhitungan Kapasitas Simpang I Lebar Arus Arus Rasio Rasio Waktu Kapasitas Derajat efektif jenuh lalu- Arus fase hijau smp/jam Kejenuhan (m) S lintas FR PR = det. S x g/c Hijau (smp/jam) (smp/jam) Frcrit/IFR Kode dalam Tipe pendekat fase no. Pendekat We S Q Q/S PR g C Q/C U I P 10, ,10 0, ,61 S II P 10, ,08 0, ,41 T III P 9, ,11 0, ,54 B IV P 9, ,07 0, ,34 Waktu hilang total L IFR 0,36 LTI (detik) 98 Sumber: Perhitungan peneliti Dari Tabel 4.16 diatas, dibuat sebuah tabel perhitungan kapasitas dasar untuk pemodelan waktu sinyal metode fuzzy (Tabel 4.16a) didasarkan pada nilai derajat kejenuhan paling tinggi yakni 0,61 dengan jumlah kendaraan sebesar 1071 (smp/jam). Hal ini dijadikan patokan untuk menentukan batas atas himpunan fuzzy untuk istilah linguistik sangat jenuh. Nilai kapasitas tersebut sama dengan 29 (smp/siklus). Tabel 4.16a Perhitungan Kapasitas untuk Pemodelan Fuzzy Simpang I Lebar Arus Arus Rasio Rasio Waktu Kapasitas Derajat efektif jenuh lalu- Arus fase hijau smp/jam Kejenuhan (m) S lintas FR PR = det. S x g/c Hijau (smp/jam) (smp/jam) Frcrit/IFR Kode dalam Tipe pendekat fase no. Pendekat We S Q Q/S PR g C Q/C U I P 10, ,10 0, ,61 S II P 10, ,10 0, ,61 T III P 10, ,10 0, ,61 B IV P 10, ,10 0, ,61 Waktu hilang total L IFR 0,40 LTI (detik) 98 Sumber: Perhitungan Peneliti 142

162 Setelah itu, nilai batas atas himpunan fuzzy untuk masing-masing linguistik lain disesuaikan dengan derajat kejenuhan, yaitu: Jenuh : DS = 0,54 (26 smp/siklus) Cukup Jenuh : DS = Kurang Jenuh : DS = 0,48 (23 smp/siklus) 0,41 (19 smp/siklus) Tidak Jenuh : DS = 0,34 (16 smp/siklus) Hasil yang diperoleh merupakan fungsi keanggotaan yang pertama, pada lengan yang akan dilewatkan. Sedangkan untuk masukan yang kedua, banyak mobil di empat lengan adalah empat kali dari banyak kendaraan pada satu lengan karena dianggap sama. Gambar 4.6 Fungsi Segitiga untuk Hubungan Siklus dan Derajat Keanggotaan 143

163 Hubungan derajat keangotaan dengan siklus kendaraan dapat dilihat pada Gambar 4.6 diatas. Nilai x merupakan siklus kendaraan (smp/jam) dan nilai y merupakan derajat keanggotaannya. Tiap garis plot mewakili kondisi dari tidak jenuh hingga kondisi sangat jenuh. Fungsi segitiga menggunakan fungsi trimf dengan pemisalan 3 parameter a, b, dan c. Sebagai contoh, untuk kondisi tidak jenuh ditetapkan nilai x-nya [-1e+004, 5, 16]. Nilai x=[-1e+004] dianggap sebagai representasi kurva bentuk bahu yang menunjukkan bahwa kondisi tidak jenuh tidak akan berubah lagi. Nilai tengah x=[5] diambil sebagai nilai yang memiliki derajat keanggotaan terdekat dengan nilai 1 untuk fungsi ini. Diantara masing-masing kurva terdapat daerah overlapping yang menunjukkan proses perubahan kondisi. Gambar 4.7 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan simpang I 144

164 Gambar 4.8 Fungsi Keanggotaan Masukan Empat Lengan simpang I Berdasarkan fungsi keanggotaan yang telah dibuat seperti gambar diatas, proses fuzzifikasi dapat dilakukan. Setiap masukan tegas akan diartikan ke dalam istilah-istilah linguistik sesuai dengan batasan yang telah ditentukan sebelumnya. 2. Mekanisme Penalaran dengan FAM Mekanisme penalaran diawali dengan mendefinisikan aturan-aturan yang akan diikuti dan ditulis secara subjektif dalam tabel Fuzzy Associative Memory (FAM) yang merupakan hubungan antara kedua masukan yang akan menghasilkan keluaran tertentu. Berikut akan disajikan tabel FAM: 145

165 Tabel 4.17 Fuzzy Associative Memory (FAM) 1 lengan 4 LENGAN lengan TJ 1 LENGAN KJ J CJ SJ Sumber: Estimasi peneliti TJ KJ J CJ SJ C AC S AL L C AC S AL L C AC S AL AL C AC S S AL C AC AC S S Aturan-aturan yang telah ditentukan akan dimasukkan ke dalam rule editor pada program komputer penentuan waktu tidak tetap yang dibuat. Gambar 4.9 Rule Editor pada Program FIS Editor 146

166 Setelah dibentuk aturan-aturan, selanjutnya dibuat harga kebenaran untuk setiap anteseden. Aturan fuzzy yang digunakan adalah aturan fuzzy tunggal dengan dua anteseden, yakni: IF (anteseden 1) AND (anteseden 2) THEN (konsekuen) Dari kedua derajat keanggotaan pada tiap-tiap anteseden diambil harga minimumnya (minimum rule strength). Sedangkan untuk dua buah kekuatan aturan yang mengacu pada konsekuen yang sama maka akan diambil harga maksimum dari kedua kekuatan aturan tersebut (maximum rule strength). Dapat dilihat dari Gambar 4.5 pada tampilan FIS Editor and method merupakan minimum dan or method merupakan maksimum. Keluaran dari mekanisme penalaran adalah sebuah fungsi keanggotaan keluaran lengkap dengan derajat keangotaan fuzzy-nya. 3. Proses Defuzzifikasi. Setelah didapatkan hasil keluaran fuzzy, selanjutnya dilakukan proses defuzzifikasi untuk mendapatkan nilai tegas. Untuk proses ini metode yang digunakan adalah Centroid of Area (Gambar 4.10). Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari titik pusat daerah luasan pada himpunan fungsi keanggotaan keluaran, dimana daerah luasan ini diperoleh dari keluaran fuzzy. Titik seimbang ini merupakan keluaran tegas. Untuk fungsi keanggotaan keluaran, nilai batas himpunan fuzzy untuk tiap istilah linguistik ditentukan dengan mengacu pada arus jenuh simpang yang ditentukan, yaitu 6300 smp/jam. Selain itu dengan memperhatikan fungsi 147

167 keanggotaan masukan yang ditentukan sebelumnya dengan batasan derajat kejenuhan 0,34. Gambar Arus Jenuh (smp/hijau) simpang I Gambar 4.11 Fungsi Keanggotaan Keluaran Hijau Simpang I 148

168 Range untuk daerah dengan nama linguistik cepat ditentukan dengan nilai parameter fungsi segitiga [-1e ] berdasarkan nilai derajat keanggotaan = 1, dengan kata lain hal ini menunjukkan range dengan nilai keanggotaan tertinggi. Dari model pada Gambar 4.13, akan dijelaskan secara berurutan apa yang dilakukan waktu sinyal metode fuzzy Waktu Sinyal Metode Fuzzy Setelah selesai merancang waktu sinyal metode fuzzy, maka akan dilakukan uji coba. Gambar dibawah merupakan Rule Wiewer Simpang I yang menyatakan nilai input 1, input 2 dan output (waktu keluaran lama waktu hijau). Gambar 4.12 Rule Viewer Untuk Simpang I 149

169 Berikut akan ditampilkan contoh hasil waktu sinyal metode fuzzy yang dirancang Gambar 4.13 Waktu Sinyal Metode Fuzzy Simpang I Penjelasan skematis waktu sinyal dengan metode fuzzy di atas akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Input 1. Berisi banyaknya kendaraan di lengan yang akan diatur. Selanjutnya masukan crisp itu akan didefinisikan ke fungsi keanggotaan pada waktu sinyal metode fuzzy. Input 1 sebanyak 15 kendaraan yang merupakan keanggotaan tidak jenuh dengan derajat keanggotaan 0,1 dan kurang jenuh dengan derajat keanggotaan 0,9 (series 6). 150

170 Gambar 4.14 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan Simpang I 2. Input 2. Berisi banyaknya kendaraan di empat lengan. Kemudian crisp itu akan didefinisikan ke fungsi keanggotaan pada waktu sinyal metode fuzzy. Input sebanyak 29 kendaraan yang merupakan keanggotaan tidak jenuh dengan derajat keanggotaan 0,8 dan kurang jenuh dengan derajat keanggotaan 0,2 (series 6). 151

171 Gambar 4.15 Fungsi Keangotaan Masukan Empat Lengan Simpang I 3. Output. Output berupa waktu hijau akan dihasilkan dengan mekanisme penalaran yang telah ditentukan, hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 4.18 Ouput Fuzzy Simpang I Input1 Input2 Output Output TJ 0,1 TJ 0,8 C 0,1 TJ 0,1 KJ 0,2 C 0,1 C 0,1 KJ 0,9 TJ 0,8 AC 0,8 KJ 0,9 KJ 0,2 AC 0,2 AC 0,8 Sumber: Perhitungan peneliti 4. Output Tegas. Setelah didapat output dalam bahasa fuzzy, tahap berikutnya adalah memperoleh bahasa tegas dari output tersebut yakni melakukan proses defuzzifikasi dengan metode Centroid of Area. Jadi daerah dengan fungsi 152

172 keanggotaan keluaran cepat (0,1) dan agak cepat (0,8) dicari titik pusatnya untuk mendapatkan keluaran tegas. Derajat kejenuhan Waktu hijau (detik) Gambar 4.16 Fungsi Keanggotaan Keluaran Simpang I Setelah didapat daerah seperti Gambar 4.16 selanjutnya akan dicari titik pusatnya dengan menggunakan rumus-rumus umum sebagai berikut: Z COA = Dimana µ A (z) merupakan derajat keanggotaan Z yang bersangkutan (Z adalah masukan tegas). Jika dilihat dari segi teoritis seharusnya dihitung titik pusatnya melalui titik-titik yang kontinu pada domain keluaran. Pada penerapan praktisnya, dapat dihasilkan pendekatan yang cukup baik dengan menghitung titik pusat melalui titik-titik sampel pada domain keluaran, sehingga rumus dasar diatas dapat didekati dengan: 153

173 Z COA = Sehingga dari area diatas diambil empat titik sampel yang masing-masing mempunyai jangkauan 4,5 detik. Sehingga dapat diperoleh titik pusatnya: Z COA = = 12,60 Jadi keluaran waktu hijau untuk lengan dengan derajat kejenuhan tertinggi pada simpang I (lengan utara) adalah 12,60 detik, kemudian ditambah waktu hilang 5 detik menjadi 17,60 detik. Terdapat selisih waktu sebesar 0,5 detik dengan hasil waktu sinyal metode fuzzy karena tingkat ketelitiannya berbeda. Titik-titik sampel tersebut harus dipilih dengan jangkauan yang kecil untuk mendapatkan akurasi dari hasil yang diharapkan. Untuk itu pada waktu sinyal metode fuzzy diambil titik sampel dengan jangkauan 1 detik agar dicapai hasil yang lebih teliti. Berikut tabel perbandingan perolehan waktu hijau untuk lengan lain dengan menggunakan cara perhitungan metode fuzzy secara manual dan cara pemodelan. 154

174 Tabel 4.19 Nilai Input dan Output Simpang I dengan Metode Fuzzy (Manual dan Pemodelan) Input Nilai Keluaran Hijau Tipe Kendaraan Nilai Derajat Keanggotaan (det) Pendekat I II Manual Pemodelan U Input1 Input2 Output Output TJ 0,1 TJ 0,8 C 0,1 C 0,1 TJ 0,1 KJ 0,2 C 0,1 12,60 13,10 KJ 0,9 TJ 0,8 AC 0,8 KJ 0,9 KJ 0,2 AC 0,2 AC 0,8 S Input1 Input2 Output Output TJ 0,1 TJ 0,7 C 0,1 C 0,1 TJ 0,1 KJ 0,3 C 0,1 14,60 15,10 KJ 0,9 TJ 0,7 AC 0,7 KJ 0,9 KJ 0,3 AC 0,3 AC 0,7 T Input1 Input2 Output Output TJ 0.08 TJ 0.8 C 0.08 C 0.08 TJ 0.08 KJ 0.2 C ,20 18,80 KJ 0.93 TJ 0.8 AC 0.80 KJ 0.93 KJ 0.2 AC 0.20 AC 0.80 B Input1 Input2 Output Output TJ 0.1 TJ 0.6 C 0.1 C 0.1 TJ 0.1 KJ 0.4 C ,50 14,10 KJ 0.88 TJ 0.6 AC 0.6 KJ 0.88 KJ 0.4 AC 0.4 AC 0.6 Sumber: Perhitungan peneliti (lampiran) 155

175 4.5.2 Perhitungan Waktu Sinyal Traffic Light Dengan Logika Fuzzy untuk Simpang II. Tahapan-tahapan perhitungan yang akan dilakukan pada simpang II sama dengan yang dilakukan pada simpang I. 1. Fuzzifikasi Fuzzifikasi adalah tahap yang digunakan untuk mengubah input tegas menjadi input fuzzy. Tabel 4.20 Perhitungan Kapasitas Dasar Simpang II Lebar Arus Arus Rasio Rasio Waktu Kapasitas Derajat efektif jenuh lalu- Arus fase hijau smp/jam Kejenuhan (m) S lintas FR PR = det. S x g/c Hijau (smp/jam) (smp/jam) Frcrit/IFR Kode dalam Tipe pendekat fase no. Pendekat We S Q Q/S PR g C Q/C U I P 6, ,07 0, ,22 S II P 6, ,08 0, ,42 T III P 7, ,08 0, ,32 B IV P 6, ,10 0, ,28 Waktu hilang total L IFR 0,33 LTI (detik) 174 Sumber: Perhitungan peneliti Dari Tabel 4.20 diatas, dibuat sebuah tabel perhitungan kapasitas dasar untuk pemodelan waktu sinyal metode fuzzy (Tabel 4.20a) sebagai berikut. 156

176 Tabel 4.20a Perhitungan Kapasitas Dasar untuk Pemodela Fuzzy Simpang II Lebar Arus Arus Rasio Rasio Waktu Kapasitas Derajat efektif jenuh lalu- Arus fase hijau smp/jam Kejenuhan (m) S lintas FR PR = det. S x g/c Hijau (smp/jam) (smp/jam) Frcrit/IFR Kode dalam Tipe pendekat fase no. Pendekat We S Q Q/S PR g C Q/C U I P 6, ,08 0, ,42 S II P 6, ,08 0, ,42 T III P 6, ,08 0, ,42 B IV P 6, ,08 0, ,42 Waktu hilang total L IFR 0,32 LTI (detik) 174 Sumber: Perhitungan peneliti Tabel diatas didasarkan pada nilai derajat kejenuhan tertinggi yakni 0,42 dengan jumlah kendaraan 777 smp/jam dan merupakan nilai patokan untuk batas atas himpunan fuzzy yaitu istilah linguistik sangat jenuh. Nilai kapasitas tersebut sama dengan 38 (smp/siklus). Nilai batas atas untuk bahasa linguistik yang lain dapat ditetapkan sebagai berikut: Jenuh : DS = 0,37 (33 smp/siklus) Cukup Jenuh : DS = 0,32 (29 smp/siklus) Kurang Jenuh : DS = 0,27 (24 smp/siklus) Tidak Jenuh : DS = 0,22 (20 smp/siklus) Masukan pertama adalah jumlah kendaraan yang dilewatkan pada 1 lengan yakni 38 kendaraan, sedangkan masukan kedua adalah jumlah kendaraan yang dilewatkan oleh keempat lengan, pada bentuk pemodelan masing-masing lengan dianggap identik sehingga jumlah kendaraan adalah empat kali dari jumlah kendaraan pada 1 lengan. 157

177 Gambar 4.17 Fungsi Segitiga Hubungan Siklus dan Derajat Keanggotaan Simpang II Gambar 4.18 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan Simpang II 158

178 Gambar 4.19 Fungsi Keanggotaan Masukan Empat Lengan Simpang II 2. Mekanisme Penalaran. Tabel Fuzzy Associative Memory (FAM) untuk simpang II : Tabel 4.21 Fuzzy Associative Memory (FAM) Simpang II 1 lengan 4 LENGAN lengan TJ 1 LENGAN KJ J CJ SJ Sumber: Estimasi peneliti TJ KJ J CJ SJ C AC S AL L C AC S AL L C AC S AL AL C AC S S AL C AC AC S S 159

179 Setelah itu, aturan-aturan tersebut dimasukkan ke dalam rule editor pada program komputer. Gambar 4.20 Rule Editor pada Program FIS Editor Simpang II Keluaran dari mekanisme penalaran adalah sebuah fungsi keanggotaan keluaran lengkap dengan derajat keangotaan fuzzy-nya. 3. Proses Defuzzifikasi. Untuk fungsi keanggotaan keluaran, nilai batas himpunan fuzzy untuk tiap istilah linguistik ditentukan dengan mengacu pada arus jenuh simpang yang ditentukan, yaitu 777 smp/jam. Selain itu dengan memperhatikan fungsi keanggotaan masukan yang ditentukan sebelumnya dengan batasan derajat kejenuhan 0,

180 Gambar 4.21 Arus Jenuh (smp/hijau) Simpang II Gambar 4.22 Fungsi Keanggotaan Keluaran Hijau Simpang II 161

181 Waktu Sinyal Metode Fuzzy Sama seperti yang dilakukan pada simpang I, setelah selesai merancang waktu sinyal metode fuzzy, maka akan dilakukan uji coba untuk simpang II. Gambar 4.23 Rule Viewer Untuk Simpang II Berikut akan ditampilkan contoh hasil waktu sinyal metode fuzzy yang dirancang. 22, ,10 38 Gambar 4.24 Waktu Sinyal Metode Fuzzy Simpang II 162

182 Penjelasan skematis waktu sinyal dengan metode fuzzy di atas akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Input 1. Input 1 sebanyak 19 kendaraan yang merupakan keanggotaan tidak jenuh dengan derajat keanggotaan 0,1 dan kurang jenuh dengan derajat keanggotaan 0,9 (series 6). Gambar 4.25 Fungsi Keanggotaan Masukan Satu Lengan simpang II 2. Input 2. Input 2 sebanyak 38 kendaraan yang merupakan keanggotaan tidak jenuh dengan derajat keanggotaan 0,7 dan kurang jenuh dengan derajat keanggotaan 0,3 (series 6). 163

183 Gambar 4.26 Fungsi Keanggotaan Masukan Empat Lengan simpang II 3. Output. Output berupa waktu hijau akan dihasilkan dengan mekanisme penalaran yang telah ditentukan, hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 4.22 Ouput Fuzzy Input1 Input2 Output Output TJ 0,1 TJ 0,7 C 0,1 TJ 0,1 KJ 0,3 C 0,1 C 0,1 KJ 0,9 TJ 0,7 AC 0,9 KJ 0,9 KJ 0,3 AC 0,3 AC 0,9 Sumber: Perhitungan peneliti 4. Output Tegas. Setelah didapat output dalam bahasa fuzzy, tahap berikutnya adalah memperoleh bahasa tegas dari output tersebut yakni melakukan proses 164

184 defuzzifikasi dengan metode Centroid of Area. Jadi daerah dengan fungsi keanggotaan keluaran cepat (0,1) dan agak cepat (0,9) dicari titik pusatnya untuk mendapatkan keluaran tegas. Gambar 4.27 Fungsi Keanggotaan Keluaran Simpang II Setelah didapat daerah seperti Gambar 4.27 selanjutnya akan dicari titik pusatnya. Dari area diatas diambil empat titik sampel yang masing-masing mempunyai jangkauan 4 detik. Sehingga dapat diperoleh titik pusatnya: Z COA = (0,1x6)+(0,5x13)+(0,9x18)+(0,15x23) = 16,70 0,1 + 0,5 + 0,9 + 0,15 Jadi keluaran waktu hijau untuk lengan dengan derajat kejenuhan tertinggi pada simpang II (lengan selatan) adalah 16,70 detik, kemudian ditambah waktu hilang 5 detik menjadi 21,70 detik. Terdapat perbedaan waktu sebesar 0,4 detik dengan hasil waktu sinyal metode fuzzy, karena tingkat 165

185 ketelitiannya berbeda. Titik-titik sampel tersebut harus dipilih dengan jangkauan yang kecil untuk mendapatkan akurasi dari hasil yang diharapkan. Untuk itu pada waktu sinyal metode fuzzy diambil titik sampel dengan jangkauan 1 detik agar dicapai hasil yang lebih teliti. Berikut tabel perbandingan perolehan waktu hijau untuk lengan lain dengan menggunakan cara perhitungan metode fuzzy secara manual dan cara pemodelan untuk simpang II. Tabel 4.23 Nilai Input dan Output Simpang II dengan Metode Fuzzy (Manual dan Pemodelan) Input Nilai Keluaran Hijau Tipe Kendaraan Nilai Derajat Keanggotaan (det) Pendekat I II Manual Pemodelan U Input1 Input2 Output Output TJ 0,1 KJ 0,9 C 0,1 C 0,1 TJ 0,1 CJ 0,1 C 0,1 14,65 16,20 KJ 0,9 KJ 0,9 AC 0,9 AC 0,9 KJ 0,9 CJ 0,1 AC 0,1 S Input1 Input2 Output Output TJ 0,1 TJ 0,7 C 0,1 C 0,1 TJ 0,1 KJ 0,3 C 0,1 16,70 17,10 KJ 0,9 TJ 0,7 AC 0,7 AC 0,7 KJ 0,9 KJ 0,3 AC 0,3 T Input1 Input2 Output Output TJ 0.08 TJ 0.8 C 0.08 C 0.08 TJ 0.08 KJ 0.2 C ,13 20,50 KJ 0.93 TJ 0.8 AC 0.80 AC 0.80 KJ 0.93 KJ 0.2 AC 0.20 B Input1 Input2 Output Output TJ 0.1 TJ 0.6 C 0.1 C 0.1 TJ 0.1 KJ 0.4 C ,20 19,80 KJ 0.88 TJ 0.6 AC 0.6 AC 0.6 KJ 0.88 KJ 0.4 AC 0.4 Sumber: Hasil Perhitungan Peneliti (lampiran) 166

186 4.5.3 Perhitungan Kinerja Lengan Simpang Berdasarkan Nilai Waktu Hijau yang Diperoleh dari Perhitungan Fuzzy. Setelah diperoleh nilai waktu hijau dari lengan simpang I dan simpang II dengan menggunakan metode fuzzy, maka tahap selanjutnya adalah menentukan kinerja lengan simpang berdasarkan perolehan waktu hijau tersebut. Perhitungan masing-masing lengan pada kedua simpang adalah sebagai berikut: 1. Simpang I (Jl.Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti). a. Hasil perhitungan waktu hijau Tabel 4.24 Perhitungan Waktu Hijau Simpang I dengan Metode Fuzzy Pendekat Waktu hijau, g i (det) Utara 13 Selatan 15 Timur 19 Barat 14 Total Waktu Hijau 71 Sumber: Hasil perhitungan peneliti b. Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan. Tabel 4.25 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Simpang I Pendekat Arus Jenuh (S) Arus Lalu Lintas (Q) Kapasitas (C) Derajat Kejenuhan (DS) Utara 6300 smp/jam 653 smp/jam 862 smp/jam 0,75 Selatan 6480 smp/jam 532 smp/jam 1023 smp/jam 0,52 Timur 5820 smp/jam 628 smp/jam 1164 smp/jam 0,54 Barat 5850 smp/jam 397 smp/jam 862 smp/jam 0,46 Sumber: Hasil perhitungan peneliti 167

187 c. Perhitungan Jumlah Antrian. Tabel 4.26 Perhitungan Jumlah Antrian Simpang I Pendekat NQ 1 NQ 2 NQ Utara 2,39 150,32 152,71 Selatan 7,99 138,69 146,68 Timur 9,63 182,10 191,73 Barat 6,34 86,97 93,31 Sumber: Hasil perhitungan peneliti d. Perhitungan Panjang Antrian. Tabel 4.27 Perhitungan Panjang Antrian Simpang I Pendekat NQ max W masuk QL Utara 232,56 10, m Selatan 223,44 10, m Timur 291,84 9, m Barat 141,36 9, m Sumber: Hasil perhitungan peneliti e. Kendaraan terhenti. Tabel 4.28 Perhitungan Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti pada Simpang I Pendekat Q NS N SV = Q X NS Utara 653 smp/jam 0,879 stop/smp 574 smp/jam Selatan 532 smp/jam 0,873 stop/smp 464 smp/jam Timur 628 smp/jam 0,849 stop/smp 533 smp/jam Barat 397 smp/jam 0,883 stop/smp 350 smp/jam Q 2210 smp/jam Nsv total 1921 smp/jam Sumber: Hasil perhitungan peneliti NS total = NS total = = 0,87 stop/smp 168

188 f. Tundaan (delay). Tabel 4.29 Perhitungan Tundaan pada Simpang I Pendekat Q DT DG DT+DG D tot = DxQ Utara 653 smp/jam 128,2 det/smp 0,064 det/smp 128,26 det/smp smp.det Selatan 532 smp/jam 138,1 det/smp 0,064 det/smp 138,16 det/smp smp.det Timur 628 smp/jam 132,0 det/smp 0,007 det/smp 132,01 det/smp smp.det Barat 397 smp/jam 137,6 det/smp 0,034 det/smp 137,63 det/smp smp.det Q 2210 smp/jam D tot smp.det Maka, tundaan simpang rata-rata adalah: D = (DxQ) / Q D = 121,09 det/smp. 2. Simpang II (Jl. Brigjen Katamso Jl. Ir. H. Juanda) a. Hasil perhitungan waktu hijau Tabel 4.30 Perhitungan Waktu Hijau Simpang II dengan Metode Fuzzy Pendekat Waktu hijau, g i (det) Utara 16 Selatan 17 Timur 20 Barat 21 Total Waktu Hijau 74 Sumber: Hasil perhitungan peneliti b. Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan. Tabel 4.31 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Simpang II Pendekat Arus Jenuh (S) Arus Lalu Lintas (Q) Kapasitas (C) Derajat Kejenuhan (DS) Utara 3892 smp/jam 276 smp/jam 635 smp/jam 0,43 Selatan 3863 smp/jam 327 smp/jam 670 smp/jam 0,49 Timur 4117 smp/jam 310 smp/jam 840 smp/jam 0,37 Barat 3610 smp/jam 377 smp/jam 774 smp/jam 0,49 Sumber: Hasil perhitungan peneliti 169

189 c. Perhitungan Jumlah Antrian. Tabel 4.32 Perhitungan Jumlah Antrian Simpang II Pendekat NQ 1 NQ 2 NQ Utara 3,55 43,81 47,36 Selatan 3,57 54,97 58,54 Timur 6,17 62,27 68,44 Barat 4,63 34,66 39,29 Sumber: Hasil perhitungan peneliti d. Perhitungan Panjang Antrian. Tabel 4.33 Perhitungan Panjang Antrian Simpang II Pendekat NQ maks W masuk QL Utara 71,98 6, m Selatan 88,98 6, m Timur 103,36 7, m Barat 59,72 6, m Sumber: Hasil perhitungan peneliti e. Kendaraan terhenti. Tabel 4.34 Perhitungan Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti pada Simpang II Pendekat Q NS N SV = Q X NS Utara 276 smp/jam 0,88 stop/smp 243 smp/jam Selatan 327 smp/jam 0,86 stop/smp 281 smp/jam Timur 310 smp/jam 0,85 stop/smp 264 smp/jam Barat 377 smp/jam 0,44 stop/smp 166 smp/jam Q 1290 smp/jam Nsv total 954 smp/jam Sumber: Hasil perhitungan peneliti NS total = NS total = = 0,74 stop/smp 170

190 f. Tundaan (delay). Tabel 4.35 Perhitungan Tundaan pada Simpang II Pendekat Q DT DG DT+DG D tot = DxQ Utara 276 smp/jam 130,8 det/smp 0,018 det/smp 130,82 det/smp smp.det Selatan 327 smp/jam 128,9 det/smp 0,000 det/smp 128,90 det/smp smp.det Timur 310 smp/jam 127,2 det/smp 0,035 det/smp 127,24 det/smp smp.det Barat 377 smp/jam 122,9 det/smp 0,446 det/smp 123,35 det/smp smp.det Q 1290 smp/jam D tot smp.det Maka, tundaan simpang rata-rata adalah: D = (DxQ) / Q D = /1290 D = 127,29 det/smp. 171

191 4.6 Analisis Simpang dengan Menggunakan MKJI 1997 Analisis akan dilakukan terhadap kinerja simpang yang ditentukan dengan menggunakan MKJI Data yang akan dipakai adalah simpang pada kota besar dan identik dengan yang digunakan dalam perencanaan program komputer, karena kinerja yang dihasilkan akan dibandingkan. Dari tahapan ini kita dapat mengetahui kapasitas yang dapat dipenuhi simpang yang ditentukan dengan kinerja yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan. Berikut data simpang yang akan dianalisis dan hasil analisisnya. Tabel 4.36 SIG I simpang I SIMPANG BERSINYAL Tanggal : 15 Juni 2009 FORMULIR SIG-I : Kota : Medan Ditangani oleh : Fuzi Syahputra - GEOMETRI Simpang : Setia budi - Ngumban Surbakti (Ring road) - PENGATURAN LALULINTAS Ukuran Kota/jumlah penduduk (isi dalam jutaan) : LINGKUNGAN Perihal : 4 fase Periode : jam puncak pagi-sore Tipe Hambatan Belok kiri Jarak ke Lebar Pendekat ( m ) Belok kiri Kode lingkungan Samping Median kelandaian langsung kendaraan Pendekat Masuk lgs. Keluar Pendekat jalan +/- % parkir (m) W A W ENTRY W LTOR W EXIT (com/res/ra) (Tinggi/Rendah) Ya/Tidak Ya/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) U com R Y 0 Y >80m S com R Y 0 Y >80m T res R Y 0 Y >80m B res R Y 0 Y >80m Sumber: Perhitungan Peneliti Simpang I merupakan simpang dengan pengaturan traffic light 4 fase. Formulir SIG I memuat data terkait dengan letak simpang di Kota Medan dengan jumlah penduduk ± 2,08 juta jiwa dan mengenai informasi geometrik telah dijelaskan sebelumnya. 172

192 Tabel 4.37 Formulir SIG IV simpang I SIMPANG BERSINYAL Tanggal : 25 Juli 2009 Ditangani oleh: Fuzi Syahputra Formulir SIG-IV : PENENTUAN WAKTU SINYAL Kota : Medan Perihal : 4 fase KAPASITAS Simpang : Jl. Setiabudi - Jl. Ngumban Surbakti Periode : jam puncak pagi-sore Distribusi arus lalu lintas(smp/jam) U Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4 T B S Kode Hijau Tipe Rasio Arus RT smp/j Lebar Arus jenuh smp/jam Hijau Arus Rasio Rasio Waktu Kapa- Derajat Pen- dalam Pen- kendaraan Arah Arah efektif Nilai Faktor Penyesuaian Nilai lalu Arus fase hijau sitas jenuh dekat fase dekat berbelok dari lawan (m) dasar Semua tipe pendekat Hanya tipe P disesu- lintas FR = PR = det smp/j no. (P / O) smp/j Ukuran Hambatan kelan- Parkir Belok Belok aikan smp/j C = DS= hijau kota Samping daian Kanan Kiri smp/jam P LTOR P LT P RT Q RT Q RTO W E So F CS F SF F G F P F RT F LT hijau FR CRIT S Q Q/S IFR g Sxg/c Q / C (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) U I P S II P T III P B III P Waktu hilang total Waktu siklus pra penyesuaian c ua (det) IFR = Total g = 77 LTI ( det ) 21 Waktu siklus disesuaian c (det) 98 FR CRIT

193 Tabel 4.38 Formulir SIG V untuk Simpang I pada PHF tertinggi SIMPANG BERSINYAL Tanggal : 25 Juli 2009 Ditangani oleh : Fuzi Syahputra Formulir SIG-V : PANJANG ANTRIAN Kota : Medan Kondisi Eksiting JUMLAH KENDARAAN TERHENTI Simpang : Jl. Setiabudi Jl. Ngumban Surbakti Periode : jam puncak pagi-sore TUNDAAN Waktu siklus : 98 Kode Arus Kapasitas Derajat Rasio Jumlah kendaraan antri (smp) Panjang Angka Jumlah Tundaan Pendekat Lalu smp / jam Kejenuhan Hijau Antrian Henti Kendaraan Tundaan lalu Tundaan geo- Tundaan Tundaan lintas rataratrata metric rata- Lintas DS= GR= NQ 1 NQ 2 Total NQ MAX Terhenti rata-rata total smp/jam Q/C g/c NQ= ( m ) stop/smp smp/jam det/smp det/smp det/smp smp.det Q C NQ 1 +NQ 2 lht gb e22 QL NS N SV DT DG D = DT+DG D x Q (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) U S T B LTOR(semua) 305 Arus total. Q tot Total : 1863 Total : Arus kor. Q kor. Kendaraan terhenti rata-rata stop/smp : 0.84 Tundaan simpang rata-rata(det/smp) :

194 Dari hasil perhitungan pada Tabel SIG IV dan SIG V untuk simpang I dapat diketahui, kinerja yang dihasilkan adalah: Derajat kejenuhan sebesar 0,60 Panjang Antrian 541 m Kendaraan terhenti rata-rata 0,84 stop/smp Tundaan simpang rata-rata 121,01 detik Tabel 4.39 SIG I simpang II SIMPANG BERSINYAL Tanggal : 24 Juli 2009 FORMULIR SIG-I : Kota : Medan - GEOMETRI Simpang : Jl. Brig. Katamso - Jl. Ir. H. Juanda Ditangani oleh : Fuzi Syahputra - PENGATURAN LALULINTAS Ukuran Kota/jumlah penduduk (isi dalam jutaan) : LINGKUNGAN Perihal : 4 fase Periode : jam puncak pagi-sore Tipe Hambatan Belok kiri Jarak ke Lebar Pendekat ( m ) Kode lingkungan Samping Median kelandaian langsung kendaraan Pendekat Masuk Belok kiri lgs. Keluar Pendekat jalan +/- % parkir (m) W A W ENTRY W LTOR W EXIT (com/res/ra) (Tinggi/Sedang /Rendah) Ya/Tidak Ya/Tidak (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) U COM S Y 0 Y >80m 9,80 6,90 3,90 7,35 S COM S Y 0 Y >80m 10,50 6,85 3,65 7,25 T COM S Y 0 Y >80m 10,85 7,30 3,55 6,50 B COM S Y 0 Y >80m 10,15 6,40 3,75 6,00 Simpang II (Jl. Brigjen Katamso Jl. Ir. H. Juanda) memiliki pengaturan 4 fase, memiliki tipe pendekat terlindung (P), letaknya berdekatan dengan pusat Kota Medan sehingga kondisi arus lalu lintas termasuk cukup tinggi. Mengenai data geometrik simpang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut akan ditampilkan contoh analisis simpang bersinyal II dengan menggunakan metode MKJI 1997 dan hasil resumenya. 175

195 Tabel 4.40 Formulir SIG IV simpang II SIMPANG BERSINYAL II Tanggal : 24 Juli 2009 Ditangani oleh: Fuzi Syahputra Formulir SIG-IV : PENENTUAN WAKTU SINYAL Kota : Medan Perihal : 4 fase KAPASITAS Simpang : Jl. Brig. Katamso - Jl. Ir. H. Juanda Periode : jam puncak pagi-sore Kode Hijau Tipe Rasio Arus RT smp/j Lebar Arus jenuh smp/jam Hijau Arus Rasio Rasio Waktu Kapa- Derajat Pen- dalam Pen- kendaraan Arah Arah efektif Nilai Faktor Penyesuaian Nilai lalu Arus fase hijau sitas jenuh dekat fase dekat berbelok dari lawan (m) dasar Semua tipe pendekat Hanya tipe P disesu- lintas FR = PR = det smp/j no. (P / O) smp/j Ukuran Hambatan kelan- Parkir Belok Belok aikan smp/j C = DS= hijau kota Samping daian Kanan Kiri smp/jam P LTOR P LT P RT Q RT Q RTO W E So F CS F SF F G F P F RT F LT hijau FR CRIT S Q Q/S IFR g Sxg/c Q / C (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) U I P , S II P , T IV P , B III P , Waktu hilang total Waktu siklus pra penyesuaian c ua (det) LTI ( det ) 21 Waktu siklus disesuaian c (det) 218 IFR = FR CRIT Total g =

196 Tabel 4.41 Formulir SIG V Simpang II SIMPANG BERSINYAL II Tanggal : 24 Juli 2009 Ditangani oleh : Fuzi Syahputra Formulir SIG-V : PANJANG ANTRIAN Kota : Medan Kondisi Eksiting JUMLAH KENDARAAN TERHENTI Simpang : Jl. Brig. Katamso Jl. Ir. H. Juanda Periode : jam puncak pagi-sore TUNDAAN Waktu siklus : 218 Kode Arus Kapasitas Derajat Rasio Jumlah kendaraan antri (smp) Panjang Angka Jumlah Tundaan Tundaan Pendekat Lalu smp / jam Kejenuhan Hijau Antrian Henti Kendaraan Tundaan lalu geo- Tundaan Tundaan metrik ratarata Lintas DS= GR= NQ 1 NQ 2 Total NQ MAX Terhenti lintas rata-rata rata-rata total smp/jam Q/C g/c NQ= ( m ) stop/smp smp/jam det/smp det/smp det/smp smp.det D = Q C NQ 1 +NQ 2 liat gb e22 QL NS N SV DT DG DT+DG D x Q (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) U S T B LTOR(semua) 275 Arus total. Q tot Arus kor. Q kor Total : Kendaraan terhenti rata-rata stop/smp : Total : Tundaan simpang rata-rata(det/smp) :

197 Dari hasil perhitungan pada Tabel SIG IV dan SIG V untuk simpang II dapat diketahui, kinerja yang dihasilkan adalah: Derajat kejenuhan sebesar 0,42 Panjang Antrian 306 m Kendaraan terhenti rata-rata 0,77 stop/smp Tundaan simpang rata-rata 241,68 detik 4.7 Perbandingan Kinerja Simpang Berdasarkan Perbedaan Perolehan Waktu Traffic Light antara Metode Fuzzy dan MKJI Kinerja suatu persimpangan dapat ditinjau dari beberapa parameter antara lain perilaku lalu-lintas meliputi jumlah antrian, kendaraan terhenti, dan besarnya tundaan (delay). Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, berikut akan dibandingkan kinerja simpang dengan metode fuzzy dan MKJI berdasarkan perbedaan waktu traffic light yang diperoleh. Perbandingan dibuat dengan kesamaan kondisi geometrik simpang dan arus lalu lintas yang ada. Perbandingan kedua metode ini dapat dilihat pada Tabel 4.42 dibawah ini. 178

198 Tabel 4.42 Perbandingan Kinerja Simpang I (Metode Fuzzy dan MKJI) Metode Fuzzy Metode MKJI No Perbandingan Lengan Simpang Lengan Simpang Utara Selatan Timur Barat Utara Selatan Timur Barat 1 Lebar pendekat efektif, We (m) Arus lalulintas, Q (smp/jam) Waktu hijau, g (detik) Kapasitas simpang, C (smp/jam) Derajat kejenuhan, DS Panjang antrian, QL (m) Kend. terhenti rata-rata, NS (stop/smp) Tundaan simpang rata-rata, D (det/smp) Sumber: Perhitungan peneliti 179

199 Tabel 4.43 Perbandingan Kinerja Simpang II (Metode Fuzzy dan MKJI) Metode Fuzzy Metode MKJI No Perbandingan Lengan Simpang Lengan Simpang Utara Selatan Timur Barat Utara Selatan Timur Barat 1 Lebar pendekat efektif, We (m) 6,90 6,85 7,30 6,40 6,90 6,85 7,30 6,40 2 Arus lalulintas, Q (smp/jam) Waktu hijau, g (detik) Kapasitas simpang, C (smp/jam) Derajat kejenuhan, DS Panjang antrian, QL (m) Kend. terhenti rata-rata, NS (stop/smp) Tundaan simpang rata-rata, D (det/smp) Sumber: Perhitungan peneliti 180

200 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari tahap-tahap yang telah dilakukan berupa analisis simpang dengan waktu sinyal metode fuzzy, maka dapat diketahui kinerja simpang yang dihasilkan. Hasil tersebut selanjutnya dibandingkan dengan metode MKJI untuk mengetahui kinerja yang lebih baik KESIMPULAN Setelah dilakukan tahapan-tahapan studi, didapatkan kesimpulan: 1. Teori Logika Fuzzy dapat digunakan untuk prosedur penentuan waktu sinyal tidak tetap (fully actuated signal). 2. Perhitungan untuk memperoleh waktu sinyal traffic light dapat dilakukan dengan memanfaatkan Fuzzy Logic Toolbox yang terdapat pada program komputer Matlab (simulink), termasuk perancangan pemodelannya. 3. Kinerja yang dihasilkan waktu sinyal metode fuzzy lebih baik dibandingkan dengan metode MKJI. Ini dapat dilihat dari parameter kinerja yang dihasilkan yakni tundaan yang lebih kecil (dilihat pada Tabel 4.42 dan Tabel 4.43). Tundaan simpang I dengan MKJI adalah 133,39 detik, sedangkan dengan fuzzy adalah 121,09 detik. Tundaan simpang II dengan MKJI adalah 241,68 detik, sedangkan dengan fuzzy adalah 127,29 detik. 4. Kinerja yang dihasilkan waktu sinyal metode fuzzy lebih baik dibandingkan dengan MKJI untuk diterapkan pada simpang dengan 181

201 volume tinggi dan arus yang variatif, karena akan memberikan dampak yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan kinerja dua simpang yang diamati. Dari hasil tersebut, tundaan lebih kecil pada simpang yang dihasilkan waktu sinyal metode fuzzy akan berdampak baik pada lalulintas di kota-kota besar. Sehingga ini dapat dijadikan salah satu solusi yang harus dipertimbangkan untuk mengatasi kemacetan di kota-kota besar seperti Medan SARAN Pengaturan waktu traffic light dengan menggunakan Logika Fuzzy dapat menghasilkan kinerja simpang yang lebih baik, yakni menghasilkan tundaan yang lebih kecil sehingga mengurangi panjang antrian untuk tiap lengan simpang. Kajian dan penelitian terkait metode ini seharusnya terus dilakukan, sehingga pemecahan masalah lalulintas dan transportasi dapat diterapkan di lapangan. Beberapa kajian yang sebaiknya dilakukan adalah mengenai : 1. Anteseden yang digunakan sebagai input waktu sinyal metode fuzzy. 2. Fungsi keanggotaan, sehingga dapat diketahui fungsi keanggotaan yang jauh lebih baik untuk digunakan dalam waktu sinyal metode fuzzy. 3. Batasan-batasan yang berkaitan dengan pengaturan simpang sebagai masukan fungsi keanggotaan dalam waktu sinyal metode fuzzy. Tiga hal diatas sangat penting dikaji secara kontinu karena dalam pengaplikasiannya teori Logika Fuzzy membutuhkan operator yang dapat menetapkan aturan-aturan yang kualitatif dalam bentuk kalimat-kalimat fuzzy. 182

202 DAFTAR PUSTAKA Kusumadewi, Sri dan Purnomo, Heri. (2004), Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan, Graha Ilmu, Jogjakarta. Kusumadewi, Sri. (2002), Analisa & Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Toolbox Matlab, Graha Ilmu, Jogjakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Jakarta. Hellman, Martin. (2001), Fuzzy Logic Introduction. Hobbs, F.D. (1995). Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Gajah Mada University Press, Jogjakarta. Morlok, Edward. K. (1995), Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sinaga, Minggous. Fuzzy: Pendekatan Matematik Untuk Pengenalan Pola, Davinh Photocopy. Affandi, Ahmad dan Stendel, Alex Permana. (2008), Analisa Simpang Bersinyal Menggunakan Logika Fuzzy, Tugas Akhir S1 ITB, Bandung. Hariwijaya dan Triton. (2008), Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, Percetakan Horiza, Jogjakarta. xix

203 Googleearth.com.(2009),Image 2009DigitalGlobe-TeleAtlas NgumbanSurbaktiroad; NorthSumatera-Indonesia. Googleearth.com.(2009),Image 2009DigitalGlobe-TeleAtlas JenderalKatamsoroad; NorthSumatera-Indonesia xx

204 LAMPIRAN xxi

205 FOTO SURVEI LALU LINTAS xxii

206 xxiii

207 xxiv

TUGAS AKHIR RICKY ZEFRI

TUGAS AKHIR RICKY ZEFRI TUGAS AKHIR PENGARUH PEMBANGUNAN FLY OVER TERHADAP KINERJA PERSIMPANGAN AMPLAS Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil DISUSUN OLEH: RICKY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Persimpangan Jalan Persimpangan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) adalah dua buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI 3.1. PENDAHULUAN Dalam melakukan studi Tugas Akhir diperlukan metodologi yang akan digunakan agar studi ini dapat berjalan sesuai dengan koridor yang telah direncanakan di awal. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Pengertian Transportasi Trasnportasi adalah untuk menggerakkan atau memindahkan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sistem

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S. ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN JL. M.T.HARYONO JL.AIP II K.S.TUBUN) TUGAS AKHIR Diajukan utuk melengkapi tugas tugas dan Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Sistem jaringan jalan terdiri dari 2 (dua) komponen utama yaitu ruas (link) dan persimpangan (node). Persimpangan merupakan komponen terpenting dalam sistem jaringan

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

ANALISIS SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

ANALISIS SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY ANALISIS SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL oleh ACHMAD AFANDI 150 03 006 ALEX

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (http://id.wikipedia.org/wiki/evaluasi).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (http://id.wikipedia.org/wiki/evaluasi). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif, atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI ANALISA KINERJA SIMPANG LENGAN EMPAT BERSINYAL DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KAJI DAN SIDRA (STUDI KASUS: SIMPANG PONDOK KELAPA, MEDAN) TUGAS AKHIR Disusun oleh : Juniarti Basaria Siahaan 09 0424 065 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana lebih dari satu jalan bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Persimpangan merupakan tempat rawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persimpangan Jalan Persimpangan jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut bertemu dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN Winoto Surya NRP : 9921095 Pembimbing : Prof. Ir. Bambang Ismanto S. MSc. Ph.D. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, di mana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

Analisa Panjang Antrian Dengan Tundaan pada persimpangan Bersignal Jl. Raden saleh dengan Jl.Balai kota Medan (STUDI KASUS) SURYO UTOMO

Analisa Panjang Antrian Dengan Tundaan pada persimpangan Bersignal Jl. Raden saleh dengan Jl.Balai kota Medan (STUDI KASUS) SURYO UTOMO Analisa Panjang Antrian Dengan Tundaan pada persimpangan Bersignal Jl. Raden saleh dengan Jl.Balai kota Medan (STUDI KASUS) Disusun Oleh: SURYO UTOMO 04 0404 027 BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGANTAR TRANSPORTASI PENGANTAR TRANSPORTASI MANAJEMEN LALU LINTAS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Penyebab permasalahan transportasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Simpang Bersinyal Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa lengan dan dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Simpang adalah suatu area yang kritis pada suatu jalan raya yang merupakan tempat titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro,

Lebih terperinci

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG Oleh : Hendy NRP : 0021109 Pembimbing : Budi Hartanto S, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKHIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

PENENTUAN EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG PADA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL ATAS DASAR KINERJA ARUS LALU LINTAS

PENENTUAN EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG PADA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL ATAS DASAR KINERJA ARUS LALU LINTAS PENENTUAN EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG PADA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL ATAS DASAR KINERJA ARUS LALU LINTAS (STUDI KASUS : SIMPANG JALAN JAMIN GINTING MENUJU JALAN BUNGA LAU) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG Marsan NRP : 9921019 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Bambang I.S., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa BAB I PENDAHULUAN I.1. Uraian Permasalahan transportasi berupa kemacetan, tundaan, serta polusi suara dan udara yang sering kita jumpai setiap hari di beberapa kota besar di Indonesia ada yang sudah berada

Lebih terperinci

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM SIMPANG BER-APILL 1 Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM PENDAHULUAN Lampu lalu lintas merupakan alat pengatur lalu lintas yang mempunyai fungsi utama sebagai pengatur

Lebih terperinci

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal. ABSTRAK Volume lalu lintas Kabupaten Badung mengalami peningkatan setiap tahunnya yang diakibatkan bertambahnya jumlah kepemilikan kendaraan. Kemacetan pada persimpangan Jalan Raya Denpasar Singaraja (KM-19)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persimpangan Jalan Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu

Lebih terperinci

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK Dian Idyanata 1) Abstrak Kemacetan merupakan suatu konflik pada ruas jalan yang menyebabkan antrian pada ruas jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM DAN LATAR BELAKANG Jalan raya merupakan bagian dari sarana transportasi darat yang memiliki peranan penting untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lain. Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Penelitian Berdasarkan survei yang dilakukan pada Simpang Gintung, maka diperoleh data geometrik simpang dan besar volume lalu lintas yang terjadi pada simpang tersebut.

Lebih terperinci

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE Wesli 1), Said Jalalul Akbar 2) 1), 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: 1) ir_wesli@yahoo.co.id;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG Pembimbing Nama : Yuda NRP : 0621017 : Dr. Budi Hartanto Susilo Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL RINGROAD UTARA AFFANDI ANGGA JAYA SLEMAN, YOGYAKARTA

EVALUASI KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL RINGROAD UTARA AFFANDI ANGGA JAYA SLEMAN, YOGYAKARTA EVALUASI KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL RINGROAD UTARA AFFANDI ANGGA JAYA SLEMAN, YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada persimpangan jalan.

2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada persimpangan jalan. BAB II TINJAUAN PIJSTAKA 2.1 Simpang Jalan Menurut F. D. Hobbs (1995) simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari bebarapa pendekat/lengan, dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERSETUJUAN iii HALAMAN PERSEMBAHAN iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR ISTILAH

Lebih terperinci

ANALISIS ARUS LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT JALAN LETJEND SOEPRAPTO KOTA BALIKPAPAN Syamsi I 1*), Rahmat 2), Penulis III 3) *) Email: rhtrusli@gmail.com PENDAHULUAN Simpang empat Jl. Lejtend Soeprapto

Lebih terperinci

KINERJA LALU LINTAS PERSIMPANGAN LENGAN EMPAT BERSIGNAL (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN JALAN WALANDA MARAMIS MANADO)

KINERJA LALU LINTAS PERSIMPANGAN LENGAN EMPAT BERSIGNAL (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN JALAN WALANDA MARAMIS MANADO) KINERJA LALU LINTAS PERSIMPANGAN LENGAN EMPAT BERSIGNAL (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN JALAN WALANDA MARAMIS MANADO) Gland Y.B. Lumintang L.I.R. Lefrandt, J.A. Timboeleng, M.R.E. Manoppo Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN ALTERNATIF PENGATURAN SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jalan Sunset Road-Jalan Nakula-Jalan Dewi Sri di Kabupaten Badung)

ANALISIS KINERJA DAN ALTERNATIF PENGATURAN SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jalan Sunset Road-Jalan Nakula-Jalan Dewi Sri di Kabupaten Badung) ANALISIS KINERJA DAN ALTERNATIF PENGATURAN SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jalan Sunset Road-Jalan Nakula-Jalan Dewi Sri di Kabupaten Badung) (TUGAS AKHIR) Oleh : KADEK NINDYA KARUNIA PUTRI NIM: 1204105028

Lebih terperinci

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS DAFTAR ISTILAH KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS Emp smp Type 0 Type P EKIVALEN MOBIL PENUMPANG SATUAN MOBIL PENUMPANG ARUS BERANGKAT TERLAWAN ARUS BERANGKAT TERLINDUNG Faktor dari berbagai tipe kendaraan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rambu yield

Gambar 2.1 Rambu yield BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Simpang Tak Bersinyal Secara lebih rinci, pengaturan simpang tak bersinyal dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Aturan Prioritas Ketentuan dari aturan lalu lintas

Lebih terperinci

EVALUASI PENGENDALIAN LALU LINTAS DENGAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL

EVALUASI PENGENDALIAN LALU LINTAS DENGAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL Evaluasi Pengendalian Lalu Lintas dengan Lampu Pengatur Lalu (Irawati dkk.) EVALUASI PENGENDALIAN LALU LINTAS DENGAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL Iin Irawati *, Trias Widorini, Ari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Jalan merupakan salah satu instrument prasarana penghubung dari daerah yang satu menuju daerah lainnya. Dalam ketentuan yang diberlakukan dalam UU 22 tahun 2009 Jalan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: ABRAHAM MARPAUNG Dosen Pembimbing : DR. MEDIS S. SURBAKTI ST, MT

TUGAS AKHIR. Oleh: ABRAHAM MARPAUNG Dosen Pembimbing : DR. MEDIS S. SURBAKTI ST, MT TUGAS AKHIR ANALISIS LALU LINTAS TERHADAP KEBUTUHAN PEMBANGUNAN JALAN LAYANG PADA PERSIMPANGAN (Studi Kasus: Simpang Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim) Oleh: ABRAHAM MARPAUNG 09 0404 075

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, evaluasi adalah penilaian. Layaknya sebuah penilaian (yang dipahami umum), penilaian itu diberikan dari orang yang lebih tinggi

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK

EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ABSTRAK EVALUASI KINERJA SIMPANG RE.MARTADINATA- JALAN CITARUM TERHADAP LARANGAN BELOK KIRI LANGSUNG ARDILES GERDEN NRP : 0621025 Pembimbing : TAN LIE ING, S.T., M.T. ABSTRAK Volume lalulintas Kota Bandung mengalami

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DEFINISI DAN ISTILAH... xii ABSTRAKSI... xvi

Lebih terperinci

M.Nurhadi,MM,MT PERSIMPANGAN

M.Nurhadi,MM,MT PERSIMPANGAN PERSIMPANGAN Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah perkotaan biasanya memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II Bab II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hirarki jalan Jalan merupakan sarana yang paling penting dalam sebuah kota, karena dengan dilihat dari penataan jalan, sebuah kota dapat dikatakan sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Lalu Lintas Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006, Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA ANALISIS SIMPANG LIMA BERSINYAL POJOK BETENG KULON YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : NENENG PRATIWI SETIAWATI NPM : 06 02 12647 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persimpangan Persimpangan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut bertemu dan memancar meninggalkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA ANALISIS SIMPANG EMPAT BERSINYAL JALAN YOS SUDARSO JALAN PAHLAWAN KABUPATEN MANOKWARI PAPUA BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : JAMES MIKA No. Mahasiswa : 11560 / TS NPM : 03 02 11560 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Simpang Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vii DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i ii iii iv v vi vii xii xiv

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997

Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997 Kajian Kinerja Persimpangan Jalan Harapan Jalan Sam Ratulangi Menurut MKJI 1997 Monita Sailany Watuseke M. J. Paransa, Mecky R. E. Manoppo Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGUKURAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN PROGRAM aasidra 2.0 dan MKJI 1997 (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN PAAL 2 MANADO)

PERBANDINGAN PENGUKURAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN PROGRAM aasidra 2.0 dan MKJI 1997 (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN PAAL 2 MANADO) PERBANDINGAN PENGUKURAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN PROGRAM aasidra 2.0 dan MKJI 1997 (UDI KASUS: PERSIMPANGAN PAAL 2 MANADO) Arnetha Sari Raintung Dosen akultas Teknik Universitas Sari Putra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Persimpangan. Persimpangan adalah simpul jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Persimpangan. Persimpangan adalah simpul jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persimpangan Persimpangan adalah simpul jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan berpotongan (Abubakar, 1990). Lalu-lintas pada masing- masing kaki persimpangan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL GONDANG KOTA SURAKARTA

EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL GONDANG KOTA SURAKARTA EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL GONDANG KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) pada Program Studi DIII Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

ANALISIS PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN METODA MKJI (STUDI KASUS SIMPANG BBERSINYAL UIN KALIJAGA YOGYAKARTA)

ANALISIS PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN METODA MKJI (STUDI KASUS SIMPANG BBERSINYAL UIN KALIJAGA YOGYAKARTA) ANALISIS PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS DENGAN METODA MKJI (STUDI KASUS SIMPANG BBERSINYAL UIN KALIJAGA YOGYAKARTA) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penulisan tugas akhir ini berdasarkan referensi beberapa buku dan skripsi sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan skripsi sebelumnya. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas (

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas ( BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum dan Latar Belakang Jalan raya merupakan bagian dari sarana transportasi darat yang memiliki peranan penting untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain. Sejalan dengan pesatnya

Lebih terperinci

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG Angga Hendarsyah Astadipura NRP : 0221055 Pembimbing : Ir. V. Hartanto, M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Traffic light merupakan sebuah teknologi yang mana kegunaannya adalah untuk mengatasi antrian dan dapat mempelancar arus lalu lintas

PENDAHULUAN. Traffic light merupakan sebuah teknologi yang mana kegunaannya adalah untuk mengatasi antrian dan dapat mempelancar arus lalu lintas PENDAHULUAN Lalu lintas yang terjadi disuatu wilayah, memberikan pengaruh terhadap kelancaran perkembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan kegiatan lainnya baik di daerah itu sendiri maupun daerah

Lebih terperinci

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan... DAFTAR ISI Halaman Judul... i Pengesahan... ii Persetujuan... iii Motto dan Persembahan... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvii

Lebih terperinci

simpang. Pada sistem transportasi jalan dikenal tiga macam simpang yaitu pertemuan sebidang, pertemuan jalan tak sebidang, dan kombinasi keduanya.

simpang. Pada sistem transportasi jalan dikenal tiga macam simpang yaitu pertemuan sebidang, pertemuan jalan tak sebidang, dan kombinasi keduanya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Jalan Menurut F. D. Hobbs (1995), simpang jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari bebarapa pendekat / lengan, dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat

Lebih terperinci

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA.

JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA. JURNAL EVALUASI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL PADA SIMPANG TIGA JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO JALAN PELITA KOTA SAMARINDA Disusun Oleh : MASRUKHIN NPM : 08.111.001.7311.130 UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KOMPONEN SIKLUS SINYAL Siklus. Satu siklus sinyal adalah satu putaran penuh

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 E-mail: risnars@polban.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Pengaturan lalu lintas pada persimpangan merupakan hal yang paling kritis dalam pergerakan lalu lintas. Pada persimpangan dengan arus lalulintas yang besar, sangat diperlukan

Lebih terperinci

OPTIMASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL BERHIMPIT (STUDI KASUS SIMPANG DR. RAJIMAN LAWEYAN, SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

OPTIMASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL BERHIMPIT (STUDI KASUS SIMPANG DR. RAJIMAN LAWEYAN, SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI OPTIMASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL BERHIMPIT (STUDI KASUS SIMPANG DR. RAJIMAN LAWEYAN, SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai derajat S-1 Teknik Sipil Disusun Oleh : WAHYU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan pengaturan menggunakan lampu lalulintas. Pengaturan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Pengaturan lalulintas pada persimpangan merupakan hal yang paling kritis dalam pergerakan lalulintas. Pada simpang dengan arus lalulintas yang besar, sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Secara umum, inti dari dibuatnya metode penelitian adalah untuk menguraikan tata cara penelitian ini dilakukan. Tujuan dari adanya metodologi ini adalah untuk mempermudah

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 SIMPANG

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 SIMPANG BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 SIMPANG Simpang merupakan bagian yang penting dari jalan karena pada persimpangan terdapat efisiensi, kenyamanan, dan keamanan lalu lintas. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat

Lebih terperinci

ANALISIS SIMPANG BERSINYAL JL. RADEN MOHAMMAD MANGUNDIPI - JL. LINGKAR TIMUR SIDOARJO TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU

ANALISIS SIMPANG BERSINYAL JL. RADEN MOHAMMAD MANGUNDIPI - JL. LINGKAR TIMUR SIDOARJO TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU ANALISIS SIMPANG BERSINYAL JL. RADEN MOHAMMAD MANGUNDIPI - JL. LINGKAR TIMUR SIDOARJO TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : YURI EDWARD MORWARIN NPM. : 01 02 10588 KATA HANTAR Puji syukur kehadirat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat di mana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut

Lebih terperinci

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO

TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO TUNDAAN DAN TINGKAT PELAYANAN PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN KAROMBASAN MANADO Johanis Lolong ABSTRAK Persimpangan adalah salah satu bagian jalan yang rawan terjadi konflik lalu lintas karena

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SECARA TEORITIS DAN PRAKTIS

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SECARA TEORITIS DAN PRAKTIS ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL SEARA TEORITIS DAN PRAKTIS Risna Rismiana Sari Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir Ds.iwaruga Bandung 40012. Email: risna_28@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Raya Jalan raya adalah jalan yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Biasanya jalan besar ini mempunyai ciri sebagai berikut: 1. Digunakan untuk kendaraan

Lebih terperinci

KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG

KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN KOPO-SOEKARNO HATTA BANDUNG Wida Widiyati NRP: 0721005 Pembimbing: Dr. Budi Hartanto Susilo, Ir., M.Sc. ABSTRAK Salah satu simpang di Kota Bandung yang mengalami kemacetan

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Menghindari kemacetan akibat adanya konflik arus lalulintas Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUANG HENTI KHUSUS (RHK) SEPEDA MOTOR PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL DI MEDAN (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN

PERENCANAAN RUANG HENTI KHUSUS (RHK) SEPEDA MOTOR PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL DI MEDAN (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN PERENCANAAN RUANG HENTI KHUSUS (RHK) SEPEDA MOTOR PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL DI MEDAN (STUDI KASUS: PERSIMPANGAN Jl. Ir. H. JUANDA Jl. BRIGJEND KATAMSO) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas - Tugas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. penyusunan tugas akhir ini dengan judul Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal

KATA PENGANTAR. penyusunan tugas akhir ini dengan judul Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini dengan judul Evaluasi Kinerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jaringan Jalan. B. Simpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jaringan Jalan. B. Simpang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jaringan Jalan Sistem jaringan jalan terdiri dari dua komponen yaitu simpang (node) dan ruas (link). Sistem jaringan jalan merupakan abstraksi dari fasilitas transportasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER

KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER KAJIAN KINERJA LALU LINTAS SIMPANG CILEUNYI TANPA DAN DENGAN FLYOVER TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL oleh DUTO NUSWANTOKO

Lebih terperinci

ANALISIS LALU LINTAS SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL (STUDI KASUS PADA PERTIGAAN JALAN AHMAD YANI, KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR) Laporan Tugas Akhir

ANALISIS LALU LINTAS SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL (STUDI KASUS PADA PERTIGAAN JALAN AHMAD YANI, KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR) Laporan Tugas Akhir ANALISIS LALU LINTAS SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL (STUDI KASUS PADA PERTIGAAN JALAN AHMAD YANI, KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR) Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI Resha Gunadhi NRP : 9921038 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST.,MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR KATA PENGANTAR DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR KATA PENGANTAR i iv v vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan 2 1.3. Batasan Masalah 2 1.4.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Judul. Lembar Pengesahan. Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vii DAFTAR ISI Judul Lembar Pengesahan Lembar Persetujuan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv v vi vii

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Penggunaan dan Perlengkapan Jalan Berdasarkan Undang Undang Nomor Tahun 009 Tentang lalulintas dan Angkutan jalan, setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simpang Bersinyal Simpang bersinyal adalah titik bertemunya arus kendaraan yang diatur dengan lampu lalu lintas. Umumnya penggunaan simpang bersinyal yaitu : 1. Untuk menghindari

Lebih terperinci

( Studi Kasus : Jalan Bugisan Jalan Sugeng Jeroni Jalan Madumurti)

( Studi Kasus : Jalan Bugisan Jalan Sugeng Jeroni Jalan Madumurti) EVALUASI KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL BUGISAN YOGYAKARTA ( Studi Kasus : Jalan Bugisan Jalan Sugeng Jeroni Jalan Madumurti) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii ABSTRAK Tingginya volume lalu lintas berpengaruh terhadap angka kecelakaan dan yang paling rentan menjadi korban kecelakaan adalah anak-anak sekolah. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Badung memberi perhatian

Lebih terperinci

ANALISIS OPTIMASI TRAFFIC LIGHT DENGAN TEORI FUZZY LOGIC MENGGUNAKAN ALTERNATIF APLIKASI MATLAB (STUDI KASUS SIMPANG EMPAT LHOKSEUMAWE)

ANALISIS OPTIMASI TRAFFIC LIGHT DENGAN TEORI FUZZY LOGIC MENGGUNAKAN ALTERNATIF APLIKASI MATLAB (STUDI KASUS SIMPANG EMPAT LHOKSEUMAWE) ANALISIS OPTIMASI TRAFFIC LIGHT DENGAN TEORI FUZZY LOGIC MENGGUNAKAN ALTERNATIF APLIKASI MATLAB (STUDI KASUS SIMPANG EMPAT LHOKSEUMAWE) Muhammad, Syukriah dan Dahniar Jurusan Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA

ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA ANALISIS KINERJA JALINAN JALAN IMAM BONJOL-YOS SOEDARSO PADA BUNDARAN BESAR DI KOTA PALANGKA RAYA NIRWANA PUSPASARI Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK Persimpangan adalah titik pertemuan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 UMUM Analisa kinerja lalu lintas dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan, dan dimaksudkan untuk melihat apakah suatu jalan masih mampu memberikan pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar meninggalkan simpang. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. volume lalu lintas tinggi. Lalu lintas lancar dan teratur dapat menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. volume lalu lintas tinggi. Lalu lintas lancar dan teratur dapat menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lalu lintas dapat menjadi barometer kemajuan dari suatu daerah atau kota yang volume lalu lintas tinggi. Lalu lintas lancar dan teratur dapat menunjukkan bahwa disiplin

Lebih terperinci