PERBANDINGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA MODIS DAN DATA SUHU HASIL PENGUKURAN HOBO DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA MODIS DAN DATA SUHU HASIL PENGUKURAN HOBO DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA MODIS DAN DATA SUHU HASIL PENGUKURAN HOBO DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA DIFA KUSUMANINGTYAS DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Suhu Permukaan Laut dari Citra MODIS dan Data Suhu Hasil Pengukuran Hobo di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 Difa Kusumaningtyas NIM C

4 ABSTRAK DIFA KUSUMANINGTYAS. Perbandingan Suhu Permukaan Laut dari Citra MODIS dan Data Suhu Hasil Pengukuran Hobo di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh JONSON LUMBAN GAOL dan RISTI ENDRIANI ARHATIN. Suhu Permukaan Laut (SPL) merupakan salah satu parameter penting penggerak siklus musiman dan indikator bagi iklim global. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pari menggunakan data Citra Aqua dan Terra MODIS dan data suhu in situ dari Hobo. Tujuan dari penelitian ini untuk mengamati variasi temporal SPL harian dan pola suhu yang terbentuk serta membandingkan perbedaan SPL in situ dengan SPL hasil ekstraksi citra. Data suhu in situ diolah dengan Microsoft Excel, data citra diekstraksi menggunakan software SeaDAS, sedangkan untuk pembuatan peta sebaran suhu spasial digunakan software Surfer dengan metode griding moving average. Pengamatan variasi temporal SPL menunjukkan adanya variasi harian SPL dimana terjadi perbedaan suhu antara 0,9 0 C sampai 2,5 0 C. Variasi suhu terendah terjadi pada musim peralihan I dan variasi suhu tertinggi pada musim peralihan II. Pola kenaikan dan puncak suhu dipengaruhi oleh angin musim, perbedaan siang dan malam serta pengaruh gerak semu matahari. Variasi temporal SPL menunjukkan pola yang sama pada satu musim. Kata kunci: Hobo, MODIS, Musim Barat, Suhu, Variasi Temporal ABSTRACT DIFA KUSUMANINGTYAS. Comparison of Sea Surface Temperature using MODIS Imagery and Hobo in Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Supervised by JONSON LUMBAN GAOL and RISTI ENDRIANI ARHATIN. Sea Surface Temperature (SST) is one of the important parameters for the seasonal cycle and an indicator for global climate. The location of this study was Pulau Pari waters, SST data witch collected from Aqua MODIS satellite and in situ data measurement by Hobo. The objective of this study were to observe the temporal variation of daily and seasonal SST and comparing in situ temperature with temperature extracted from MODIS Aqua satellite. In situ data processed using Microsoft Excel, image data is extracted using software SeaDAS, for the spatial temperature distribution maps used moving average griding method from Surfer. Observations on the temporal variation of SST showed daily variation where there is a difference in temperature between 0,9 0 C to 2,5 0 C. Lowest temperature variation occurs in the transition first and highest temperature variations in transitional season II. Patterns of rise and peak temperature is affected by monsoons, the difference of day and night as well as the influence of the apparent motion of the sun. Temporal variation of SST showed a similar pattern in one season. Keywords: Hobo, MODIS, Temperature, Temporal Variation, West season

5 PERBANDINGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI CITRA MODIS DAN DATA HOBO DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA DIFA KUSUMANINGTYAS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dengan judul Perbandingan Suhu Permukaan Laut dari Citra MODIS dan Data Suhu Hasil Pengukuran Hobo di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si selaku pembimbing. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku penguji dan Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku dosen Gugus Kendali Mutu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Agustin yang telah memberikan data pengukuran Hobo untuk digunakan, situs NASA dan ECMWF yang telah menyediakan data tanpa dikenakan biaya apapun. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Di samping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada teman mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini kedepannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2015 Difa Kusumaningtyas

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Lokasi Penelitian 2 Alat 2 Bahan 3 Prosedur Pengolahan Data 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Pola Harian Suhu 5 Peta Spasial Sebaran Suhu 14 Perbandingan Suhu Citra dan Suhu Lapang 15 Perbandingan Citra Aqua dan Citra Terra 19 SIMPULAN DAN SARAN 21 Simpulan 21 Saran 21 DAFTAR PUSTAKA 22 LAMPIRAN 24 RIWAYAT HIDUP 27

10 DAFTAR TABEL 1. Waktu kenaikan dan puncak SPL perairan Pulau Pari 13 DAFTAR GAMBAR 1. Peta Lokasi Penelitian 3 2. Grafik pola suhu rata-rata Bulan September Grafik pola suhu rata-rata Bulan Oktober Grafik pola suhu rata-rata Bulan November Pola pergerakan angin pada musim peralihan II 6 6. Grafik pola suhu rata-rata Bulan Desember Grafik pola suhu rata-rata Bulan Januari Grafik pola suhu rata-rata Bulan Februari Pola pergerakan angin pada musim barat Grafik pola suhu rata-rata Bulan Maret Grafik pola suhu rata-rata Bulan April Grafik pola suhu rata-rata Bulan Mei Pola pergerakan angin pada musim peralihan I Grafik pola suhu rata-rata Bulan Juni Grafik pola suhu rata-rata Bulan Juli Grafik pola suhu rata-rata harian Bulan Agustus Pola pergerakan angin pada musim peralihan I Gambar peredaran gerak semu tahunan matahari Peta Sebaran Suhu Musim Timur (Juni 2012) Peta Sebaran Suhu Musim Barat (Januari 2012) Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim peralihan II Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim barat Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim peralihan I Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim timur Korelasi SPL Aqua MODIS dengan SPL hasil perekaman Hobo Grafik perbandingan SPL Terra dan Aqua 20 DAFTAR LAMPIRAN 1. Tabel Spesifikasi Spektral MODIS Grafik suhu 17 Agustus Juli

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia untuk mengeksplorasi sumberdaya alam guna meningkatkan pemanfaatannya. Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk memonitoring perubahan kondisi sumberdaya alam secara efisien, termasuk dalam memonitoring kondisi oseanografis suatu perairan. Suhu Permukaan Laut (SPL) merupakan parameter penting perairan, hasil variasi SPL dapat digunakan untuk melihat proses fisik seperti penaikan massa air dari lapisan dalam ke lapisan yang lebih atas (upwelling) dan pertemuan dua massa air yang berbeda suhunya (oceanic front) (Syafi i, 2006). Pengetahuan tentang upwelling dan oceanic front dapat memberi petunjuk mengenai tingkat kesuburan perairan. SPL menjadi salah satu faktor penggerak siklus musiman karena mempengaruhi kondisi atmosfer dan cuaca, serta mempengaruhi fenomena El Nino dan La Nina. SPL juga dapat digunakan dalam prediksi cuaca dan model simulasi atmosfer sehingga merupakan indikator penting bagi iklim global (Reynolds et. al., 2002). Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) merupakan sensor yang dimiliki oleh satelit Terra dan Aqua dari program Earth Observing System (EOS) milik National Aeronautics and Space Administration (NASA). Satelit Terra mengelilingi bumi dari arah utara ke selatan melintasi katulistiwa pada pukul waktu lokal. Satelit Aqua melintasi wilayah katulistiwa pukul pada waktu lokal dari arah selatan katulistiwa ke utara (ascending mode) (Tarigan, 2009). Sensor MODIS memiliki cakupan pengamatan seluas 2330 Km dengan resolusi spasial dari 250 sampai 1000 meter. MODIS memiliki 36 kanal yang dapat memberikan informasi mengenai dinamika global dan proses-proses yang terjadi di darat, laut dan atmosfer (Lampiran 1). Penginderaan SPL menggunakan inframerah thermal dengan panjang gelombang 10,780 µm sampai 12,270 µm pada kanal 31 dan 32. Pemilihan kanal tersebut berkaitan dengan radiasi inframerah thermal yang mampu melewati atmosfer tanpa diserap oleh gas dan molekul air yang berada di atmosfer. Serapan atmosfer pada panjang gelombang antara 8 14 μm cukup rendah sehingga panjang gelombang inframerah thermal banyak digunakan untuk mendeteksi emisi permukaan sesuai dengan suhunya (Emiyati et. al., 2014). Penggunaan data satelit sebagai acuan sebaran SPL perairan telah banyak digunakan. Data SPL satelit biasanya berupa SPL rataan harian, rata-rata 8 harian, atau rataan bulanan karena adanya tutupan awan dan lintasan satelit yang tidak merata melintasi suatu kawasan. Perata-rataan ini mengakibatkan hilangnya variasi harian. Penggunaan alat perekaman suhu (buoy) drifting/moored dalam pengambilan data SPL telah banyak digunakan sejak tahun 1980-an (Qu et. al., 2005). Penggunaan buoy memiliki akurasi bervariasi namun tingkat kesalahannya lebih kecil dibandingkan pengambilan data menggunakan kapal. Hobo merupakan alat pengukur suhu time series dengan akurasi sensor ± C dan mampu mengukur suhu perairan hingga 50 0 C. Data SPL hasil pengukuran Hobo selama satu tahun dibagi berdasarkan pembagian musim menurut Wyrtki (1961), yaitu bulan Desember-Februari mewakili kondisi musim barat, bulan Maret-Mei

12 2 mewakili musim peralihan I, bulan Juni-Agustus mewakili musim timur dan bulan September-November mewakili musim peralihan II (Hidayat, 2013). Pengamatan terhadap variasi temporal SPL menunjukkan bahwa terjadi kenaikan diurnal SPL yang besar pada wilayah perairan yang luas dengan pengaruh musin tertentu. Variasi temporal SPL harus dipertimbangkan dengan benar untuk melihat variasi suhu pada skala interseasonal dan model numerik (Kawai, 2007). Suhu permukaan laut pada perairan tropis umumnya hangat dengan variasi suhu spasial yang kecil, namun variasi suhu temporal harian yang tinggi merupakan hal yang umum (Wyrtki, 1961). Pengamatan variasi temporal SPL digunakan untuk melihat fluktuasi harian berdasarkan waktu kenaikan dan puncak suhu. Pengamatan terhadap pola suhu bulanan digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pola kenaikan dan puncak suhu. Perbandingan suhu citra dan suhu lapang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang waktu ketika suhu lapang dan suhu citra menunjukkan nilai yang sama sehingga dapat dijadikan acuan waktu pengambilan data lapang yang sesuai dengan waktu citra satelit memindai. Perbandingan Aqua dan Terra bertujuan untuk melihat penggunaan satelit mana yang lebih tepat dan sesuai untuk mengamati SPL di lokasi penelitian. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengamati variasi temporal SPL harian secara in situ dan membandingkan dengan SPL ekstraksi dari citra MODIS. METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data suhu menggunakan Hobo bertempat di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada koordinat 106 o 36 38,8 BT dan 5 o LS (Gambar 1). Data sekunder hasil perekaman Hobo temperature data logger adalah suhu tiap 1 atau 2 jam selama 1 tahun terhitung dari 17 Agustus 2011 sampai 13 Juli Tahap pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium komputer, Departemen ITK, FPIK, IPB. Pengolahan citra dilakukan menggunakan software SeaDAS 6.4, pembuatan peta sebaran suhu dan pengolahan data angin menggunakan Ocean Data View (ODV 4) dan Surfer 10. Alat Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini digunakan komputer yang dilengkapi dengan Microsofts Excel 2010, software ArcGIS 10, Surfer 10, ODV 4, dan SeaWiFS Data Analysis System (SeaDAS) 6.4.

13 3 Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Bahan Bahan yang digunakan dibagi menjadi dua berdasarkan metode pengukuran, yaitu data SPL rekaman satelit dan data SPL hasil dari pengukuran Hobo. Data SPL rekaman satelit diperoleh dari citra MODIS Level 3 yang merupakan komposit rataan harian periode 17 Agustus Juli 2012 yang diperoleh dari USGS NASA dengan alamat website oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data SPL hasil dari pengukuran Hobo temperature data logger yang digunakan memiliki periode perekaman tiap 1 atau 2 jam mulai tanggal 17 Agustus Juli Data angin selama satu tahun diperoleh dari Prosedur Pengolahan Data Data in situ diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 untuk menampilkan grafik pola suhu bulanan. Grafik tersebut digunakan untuk melihat pola kenaikan dan puncak suhu serta rata-rata suhu bulanan. Hasil suhu harian dibandingkan dengan suhu rataan cita MODIS. Pengolahan data SPL dari citra dilakukan dengan mengunduh data Aqua dan Terra MODIS dalam format Hierarchical Data Format (HDF). Citra MODIS yang diunduh merupakan citra level 3 yang telah terkoreksi secara geometrik dan radiometrik. Pengolahan data MODIS level 3 menggunakan software SeaDAS. Software SeaDAS yang digunakan berbasis sistem operasi LINUX, namun dapat digunakan pada sistem operasi Windows melalui software Virtual Machine. Software SeaDAS digunakan untuk melakukan pemotongan citra sesuai lokasi penelitian dan ekstraksi nilai suhu. Citra level 3 telah melalui proses pengaplikasian algoritma yang dikembangkan oleh NASA Ocean Biology Processing Group (NASA OBPG). Penggunaan algoritma SPL NASA OBPG adalah sabagai berikut : dbt <= 0,5 SST = a00 + a01*bt11 + a02*dbt*bsst + a03*dbt*(1.0/mu-1.0)

14 4 dbt >= 0,9 SST = a10 + a11*bt11 + a12*dbt*bsst + a13*dbt*(1.0/mu-1.0) 0,5 < dbt < 0,9 SST lo = a00 + a01*bt11 + a02*dbt*bsst + a03*dbt*(1.0/mu-1.0) SST hi = a10 + a11*bt11 + a12*dbt*bsst + a13*dbt*(1.0/mu-1.0) SST = SSTlo + (dbt - 0,5)/(0,9-0,5)*(SSThi - SSTlo) Keterangan : dbt = BT11-BT12 BT11 = brightness temperature pada 11 µm, dalam derajat Celcius BT12 = brightness temperature pada 12 µm, dalam derajat Celcius bsst = baseline SST mu = cosine of sensor zenith angle SST lo = suhu permukaan laut terendah SST hi = suhu permukaan laut tertinggi Hasil ekstraksi nilai suhu dari SeaDAS 6.4 disimpan dalam format ASCII untuk selanjutnya diolah pada Surfer 10. Data ekstraksi suhu di interpolasi menggunakan metode gridding moving average. Metode gridding moving average digunakan karena data yang sangat besar dan banyak. Metode moving average memberikan nilai ke node jaringan dengan rata-rata data di dalam elips pencarian node grid. Hasil pengolahan dari Surfer 10 digunakan untuk membuat peta sebaran SPL dilokasi penelitian. Data angin yang diperoleh dalam format *nc. diolah menggunakan ODV 4 sehingga berubah format menjadi *txt. dan dapat diolah pada Microsoft Excel, selanjutnya diplotkan menggunakan Surfer 10.

15 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Harian Suhu Data suhu harian SPL di perairan Pulau Pari selama satu tahun pada Lampiran 2 menunjukkan suhu 26 0 C sampai 34 0 C. Grafik SPL bulanan menunjukkan data suhu selama satu bulan dengan perekaman data mulai jam sampai Garis biru mewakili data SPL harian lapang dan garis merah menunjukkan nilai rata-rata SPL tiap jam selama satu bulan. SPL musim peralihan II pada bulan September, Oktober, dan November ditunjukkan dalam Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Grafik pola suhu harian bulan September 2011 memiliki pola SPL yang seragam. Gambar 2 menunjukan kenaikan SPL pada pukul dan mencapai puncak pukul dengan ratarata suhu antara 27,9 0 C hingga 30,2 0 C. Tanggal 19 nilai SPL yang terekam semula bernilai 33,8 0 C turun menjadi 29,4 0 C, penurunan suhu 4,4 0 C dalam kurun waktu satu jam dianggap sebagai kesalahan pada alat saat perekaman data. Grafik bulan Oktober 2011 menunjukkan pola kenaikan suhu yang sama dengan bulan September. SPL Oktober berkisar antara 28,8 0 C sampai 31,4 0 C, lebih tinggi dari pada rata-rata suhu pada bulan September. Grafik bulan November 2011 menunjukkan SPL mulai naik pada pukul dan puncak suhu pukul dengan rata-rata suhu 29,2 0 C sampai 31,8 0 C. Bulan-bulan pada musim peralihan II memiliki pola harian suhu yang sama. Kenaikan SPL dimulai pada pukul dan puncak suhu pada pukul 14.00, namun pada bulan November terjadi pergeseran puncak suhu menjadi pukul dan nilai rata-rata suhu menjadi lebih hangat. Selisih suhu harian tertinggi dan terendah setiap bulan menunjukkan nilai yang berbeda, musim peralihan II memiliki selisih suhu berkisar antara 2,3 0 C sampai 2,5 0 C. Pola pergerakan angin pada musim peralihan II terdapat pada Gambar 5. Pada musim peralihan II pola sirkulasi angin permukaan secara umum bergerak ke arah tenggara. Kecepatan rata-rata angin permukaan sebesar 2,6 m s -1. Gambar 2 Grafik pola suhu rata-rata Bulan September 2011

16 6 Gambar 3 Grafik pola suhu rata-rata Bulan Oktober 2011 Gambar 4 Grafik pola suhu rata-rata Bulan November 2011 Gambar 5 Pola pergerakan angin pada musim peralihan II

17 Grafik pola suhu harian bulan Desember, Januari, dan Februari 2011 pada Gambar 6, 7, dan 8 menunjukkan kenaikan suhu dimulai pukul dan puncak suhu pada pukul Data suhu bulan Desember, Januari dan Februari memiliki nilai rata-rata SPL yang sama berkisar antara 28,4 0 C sampai 30,5 0 C. Suhu tertinggi selama satu tahun sebesar 34,69 0 C diperoleh pada bulan Desember. Selisih suhu tertinggi dan terendah pada musim barat adalah C. Fluktuasi suhu pada musim barat lebih rendah dibandingkan pada musim peralihan II. Pada bulan Desember posisi matahari berada pada 23,5 0 ke arah selatan dari katulistiwa sehingga penyinaran di wilayah bumi bagian selatan lebih lama daripada bagian utara, menyebabkan temperatur bumi bagian selatan menjadi lebih tinggi dan tekanan udaranya rendah. Wilayah bumi bagian utara yang mendapatkan pemanasan lebih sedikit memiliki temperatur yang lebih rendah namun tekanan udaranya tinggi menyebabkan pergerakan angin dari utara ke selatan yang biasanya disebut angin muson barat (Wyrtki, 1961). Pola pergerakan angin musim barat pada Gambar 9 menunjukkan pola sirkulasi angin permukaan secara umum bergerak ke arah barat. Kecepatan rata-rata angin permukaan pada musim barat sebesar 3,8 m s -1. Kecepatan angin pada musim barat lebih kencang dibandingkan musim lain. SPL pada musim barat menunjukkan suhu maksimal dan suhu rata-rata yang lebih tinggi, seperti yang diutarakan oleh Sukresno 2008 bahwa musim mempengaruhi terjadinya perubahan SPL dan pada musim barat SPL lebih hangat dibandingkan musim timur. Pada musim barat angin dan arus mendorong massa air hangat Indonesia ke selatan yaitu ke kawasan Laut Arafura dan barat-laut Australia. Akibatnya SPL dari Laut Cina Selatan ke arah Laut Arafura meningkat (Ridha, 2013). 7 Gambar 6 Grafik pola suhu rata-rata Bulan Desember 2011

18 8 Gambar 7 Grafik pola suhu rata-rata Bulan Januari 2012 Gambar 8 Grafik pola suhu rata-rata Bulan Februari 2012 Gambar 9 Pola pergerakan angin pada musim barat

19 Grafik bulan Maret pada Gambar 10 menunjukkan kenaikan suhu pukul dan puncak suhu pada pukul SPL Bulan April berkisar antara 29 0 C sampai 31 0 C pada Gambar 11, namun beberapa data menunjukkan nilai suhu mendekati 32 0 C. Kenaikan suhu bulan April dimulai pada pukul dan puncak suhu pada pukul Grafik pola suhu harian bulan Mei pada Gambar 12 menunjukkan pola kenaikan yang sama dengan bulan Maret, namun memiliki sebaran suhu yang hampir sama dengan bulan April. SPL dari bulan Maret, April, dan Mei berkisar antara 28,7 0 C sampai 30,3 0 C, dengan nilai suhu maksimum pada 32 0 C. Selisih suhu tertinggi dan terendah pada musim peralihan I berkisar antar 0,9 0 C sampai 1,8 0 C. Fluktuasi suhu yang rendah terlihat dari grafik bulan April dimana bentuk pola suhu yang terlihat lebih seragam dan lebih lurus. Suhu pada musim peralihan I lebih rendah dibandingkan suhu pada musim barat, namun kisaran suhunya masih tinggi. Pola pergerakan angin musim peralihan I pada Gambar 13 menunjukkan pola sirkulasi angin permukaan secara umum bergerak ke arah barat namun terjadi sedikit pergerakan angin yang tidak beraturan disebelah timur perairan Pulau Pari. Kecepatan rata-rata angin permukaan pada musim peralihan I sebesar 1,2 m s Gambar 10 Grafik pola suhu rata-rata Bulan Maret 2012 Gambar 11 Grafik pola suhu rata-rata Bulan April 2012

20 10 Gambar 12 Grafik pola suhu rata-rata Bulan Mei 2012 Gambar 13 Pola pergerakan angin pada musim peralihan I Musim timur diwakili oleh bulan Juni, Juli, dan Agustus namun karena keterbatasan data in situ maka musim timur diwakili oleh data bulan Juni dan Juli dari tahun 2012 sedangkan data bulan Agustus dari tahun Suhu pada musim timur lebih rendah dibandingkan pada musim lainnya meskipun perbedaan suhu tidak terlalu jauh namun terjadi penurunan suhu ketika mulai memasuki musim timur. Menurut Susanto et. al. (2006) variasi musiman terjadi karena adanya sistem angin musoon Asia-Australia, dimana musim timur suhu lebih dingin di laut Banda, Arafura, Jawa dan Nusa Tenggara dibandingkan dengan musim barat. Grafik pola suhu harian bulan Juni 2012 pada Gambar 14 menunjukkan kenaikan suhu mulai pukul dan puncak suhu pukul Suhu rata-rata bulan Juni berkisar 29,3 0 C sampai 30,25 0 C. Grafik SPL bulan Juli pada Gambar 15 menyatakan data SPL dari tanggal 1 sampai 13 Juli 2012 dengan kenaikan suhu dimulai pada pukul dan mencapai puncak pada pukul dengan suhu rata-rata 28,8 0 C sampai 29,69 0 C. Gambar 16 menunjukkan bahwa suhu perairan mulai naik pada pukul dan mencapai puncak pada pukul SPL rata-rata bulan Agustus berkisar 27,9 0 C 29,7 0 C. Selisih suhu terendah dan tertinggi pada musim timur berkisar antara 2 0 C sampai 2,4 0 C. Data suhu pada

21 tanggal 17 pukul menunjukkan nilai 31,8 0 C kemudian pada pukul suhu turun menjadi 29,15 0 C, kemungkinan karena Hobo belum terkalibrasi dengan baik sehingga suhu yang terekam terlalu tinggi, terjadinya penurunan suhu 2 0 C dalam jangka waktu 2 jam dianggap terjadi karena kesalahan pada alat. Pola pergerakan angin musim timur pada Gambar 17 menunjukkan pola sirkulasi angin permukaan secara umum bergerak ke arah barat laut. Kecepatan rata-rata angin permukaan pada musim timur sebesar 2,8 m s -1. Bulan Juni memiliki suhu rata-rata yang lebih tinggi dari bulan lain dan waktu puncak suhu yang lebih awal. BMKG telah memprediksi adanya anomali ini semenjak bulan Juni SPL di perairan Indonesia mengalami anomali sama seperti yang terjadi sebelumnya pada Juni Hal ini dimulai dengan perkembangan El Nino pada bulan September dan mencapai puncak pada bulan Januari. Bulan Februari terjadi pergantian El Nino secara signifikan berganti menjadi La Nina, pada bulan Juni indeks La Nina mencapai minus, sehingga adanya ada penambahan massa uap air ke wilayah Indonesia. Sedangkan pada bulan Mei, dipole mode cenderung negatif yang menimbulkan penambahan massa uap air di bagian barat Indonesia. 11 Gambar 14 Grafik pola suhu rata-rata Bulan Juni 2012 Gambar 15 Grafik pola suhu rata-rata Bulan Juli 2012

22 12 Gambar 16 Grafik pola suhu rata-rata harian Bulan Agustus 2011 Gambar 17 Pola pergerakan angin pada musim peralihan I Berdasarkan grafik pola suhu bulanan terlihat bahwa masing-masing bulan memiliki pola kenaikan dan puncak suhu serta kisaran rata-rata suhu yang berbeda. Penelitian tentang SPL yang telah dilakukan Emiyati 2014 mengenai variasi temporal SPL di perairan Lombok dan Sukresno 2008 tentang analisis spasial suhu di perairan Laut Banda, dapat disimpulkan bahwa variasi temporal SPL bulanan dipengaruhi oleh angin musim. Berdasarkan musim mempengaruhi, dapat disimpulkan bahwa SPL perairan Pulau Pari tahun menunjukkan suhu maksimal mencapai 34,88 0 C pada bulan Desember. Variasi temporal suhu setiap harinya memiliki nilai yang berbeda dengan kenaikan dan puncak suhu memiliki pola yang dipengaruhi musim. Puncak suhu pada musim peralihan II berada pada pukul dan bergeser menjadi pukul pada musim barat. Musim peralihan II puncak suhu berganti menjadi pukul dan pada musim peralihan I puncak suhu terjadi pada pukul sama seperti musim peralihan II. Selisih rata rata suhu tertinggi dan terendah bulanan menunjukkan fluktuasi terbesar pada musim peralihan II. Suhu paling seragam terjadi pada musim peralihan I dengan nilai selisih berkisar 0,9 0 C sampai 1,8 0 C.

23 Perubahan waktu terjadinya puncak suhu pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan pergeseran waktu puncak suhu di perairan Pulau Pari dapat dikaitkan dengan terjadinya gerak semu tahunan matahari. Pada Gambar 18 terlihat gerak semu tahunan matahari yang menunjukkan bahwa pada bulan Maret dan September matahari berada di wilayah khatulistiwa, puncak suhu terjadi pada pukul dan Wilayah perairan Indonesia yang berada pada lintang ekuator memperoleh penyinaran maksimal pada kisaran bulan Maret dan September sehingga puncak suhu terjadi tepat ketika matahari berada di wilayah khatulistiwa. Ketika matahari berada pada wilayah bumi bagian utara pada bulan Juni, puncak suhu berada pada pukul dan pada saat matahari berada pada Bumi Bagian Selatan pada bulan Desmber, puncak suhu berada pada Pukul Informasi mengenai fluktuasi suhu dan variasi temporalnya dapat digunakan dalam pengembangan aplikasi kelautan seperti aplikasi perikanan, budidaya, pemantauan iklim dan perubahan lingkungan laut. Tingkat akurasi hasil pengukuran suhu oleh Hobo tidak dapat dipastikan karena tidak ada data pembanding untuk mengukur akurasi Hobo. Keterbatasan alat dan data menyebabkan akurasi Hobo tidak diketahui, sehingga informasi pasti yang dapat diambil adalah besarnya selisih suhu terendah dan tertinggi yang terjadi pada suhu harian. Selisih nilai suhu tidak akan terpengaruh dengan besar atau kecilnya nilai akurasi Hobo, karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat yang sama maka besarnya nilai fluktuasi perairan dianggap sebagai informasi yang benar. Tabel 1 Waktu kenaikan dan puncak SPL perairan Pulau Pari Bulan Waktu Waktu Suhu naik Puncak suhu Posisi matahari Maret Khatulistiwa (0 0 ) Juni BBU(23,5 0 LU) September Khatulistiwa (0 0 ) Desember BBS (23,5 0 LS) 13 Gambar 18 Gambar peredaran gerak semu tahunan matahari

24 14 Peta spasial sebaran suhu Peta sebaran spasial SPL menggambarkan sebaran suhu pada lokasi penelitian dan sekitarnya. SPL yang digunakan merupakan suhu rata-rata bulanan. Gambar 19 dan Gambar 20 menunjukkan peta sebaran spasial suhu dari musim barat dan musim timur. Musim timur diwakili oleh bulan Juni 2012, dan musim barat diwakili bulan Januari Berdasarkan grafik terlihat bulan Juni memiliki kisaran suhu yang tinggi antara 29,74 0 C sampai 29,78 0 C. Sebaran SPL pada selatan Pulau Pari ke arah Pulau Jawa memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan SPL di utara Pulau Pari. SPL pada bagian utara Pulau Pari yang lebih rendah disebabkan karena pada musim timur masa air bersuhu rendah memasuki Laut Jawa dari perairan Selat Makasar dan Laut Flores menuju Laut Cina Selatan. Angin dan arus di Laut Jawa bergerak dari timur ke barat yang membawa massa air yang lebih dingin yang berasal dari fenomena upwelling di daerah selatan Selat Makassar sehingga menyebabkan SPL musim timur lebih rendah. Musim barat menunjukkan hasil yang berbeda dengan musim timur. Bulan Januari menunjukkan suhu 25,28 0 C sampai 25,63 0 C. SPL pada Pulau Pari menunjukkan nilai 25,48 0 C. Sebaran suhu dibagian utara Pulau Pari memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu pada bagian selatan Pulau Pari. Perbandingan data lapang dan citra menunjukkan hasil berbeda, berdasarkan data lapang musim barat memiliki nilai SPL paling tinggi dan musim timur memiliki kisaran suhu paling rendah. Data citra memiliki hasil suhu musim timur yang lebih tinggi suhunya apabila dibandingkan dengan musim barat. SPL perairan Pulau Pari dengan musim barat lebih tinggi daripada musim timur juga sesuai dengan pendapat Putra 2012 dan Karif 2011 yang melakukan pengamatan SPL disekitar Laut Jawa. SPL di Laut Jawa pada sebesar 28,49 0 C 30,65 0 C pada musim barat sedangkan musim timur bersuhu 27,96 0 C 30,10 0 C (Putra, 2012). Karif (2011) menyatakan bahwa di Laut Jawa bagian barat pada tahun 2003 sampai 2009 SPL pada musim barat sebesar 31,37 C 31,73 C. Nilai SPL pada musim timur bekisar antara 27,11 27,51 C. Pada saat musim barat SPL lebih tinggi disebabkan banyaknya massa air terbawa oleh Arus Monsoon Indonesia (Armondo) dari barat (Laut Cina Selatan) ke arah timur (Laut bali, Laut Banda) dan selatan (Samudera Hindia). Penumpukan massa air menyebabkan terjadinya downwelling. Perbandingan Suhu Citra dan Suhu Lapang Data suhu hasil ekstraksi citra Aqua MODIS diwakili oleh garis warna merah yang merupakan data rataan harian. Suhu in situ ditunjukkan garis warna biru dengan waktu pengukuran dari pukul sampai Perbandingan SPL citra dan in situ pada musim peralihan II ditunjukkan Gambar 21. Grafik tanggal 18 September 2011 menunjukkan suhu yang sama pada pukul dan 19.00, tanggal 30 September data suhu yang sama pada pukul sampai pukul dan pukul sampai Grafik tanggal 1 dan 13 Oktober menunjukkan suhu yang sama pada pukul Suhu lapang Bulan November lebih tinggi dibandingkan suhu citra.

25 15 Gambar 19 Peta Sebaran Suhu Musim Timur (Juni 2012) Gambar 20 Peta Sebaran Suhu Musim Barat (Januari 2012) Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim barat terlihat pada Gambar 22. Bulan Desember, Januari, dan Februari menunjukkan SPL lapang yang lebih tinggi daripada SPL citra. Bulan Desember mempunyai data citra yang sedikit karena wilayah Indonesia sedang mengalami musim hujan sehingga banyak tutupan awan pada citra. Menurut Reynold et. Al. (2002) jika citra setelit yang diterima mengandung banyak tutupan awan dapat menyebabkan penyimpangan nilai suhu. Tutupan awan menyebabkan nilai suhu dari ekstraksi citra menjadi tidak sesuai dengan kondisi lapang. Penyimpangan nilai suhu bukan hanya dapat disebabkan oleh tutupan awan namun juga kesalahan pada alat seperti kesalahan kalibrasi. Data in situ sangat penting bukan hanya untuk validasi data citra namun juga sebagai koreksi bias untuk analisis suhu perairan. Selisih antara suhu lapang dengan suhu citra semakin kecil seiring berakhirnya pengaruh musim barat. Bulan Februari menjadi transisi dari musim barat yang intensitas hujannya tinggi ke musim peralihan I yang intensitas penyinaran matahari lebih tinggi.

26 16 Gambar 21 Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim peralihan II Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim peralihan I terlihat pada Gambar 23. Bulan Maret memiliki nilai suhu citra lebih tinggi dibandingkan data lapang. Hal ini disebabkan karena pada bulan Maret posisi matahari berada tepat di wilayah katulistiwa sehingga perairan menerima pemanasan lebih lama. Perbandingan suhu pada bulan April menunjukkan bahwa grafik tanggal 1 dan 27 April suhu lapang lebih tinggi dari suhu citra, namun pada tanggal 24 April suhu lapang lebih rendah, dan untuk tanggal 13 April menunjukkan suhu sama pada pukul dan Grafik tanggal 3 Mei dan 21 Mei memiliki nilai suhu lapang lebih tinggi daripada citra, untuk tanggal 11 Mei menunjukkan suhu yang sama pada pukul Grafik tanggal 22 Mei pada jam suhu lapang dan suhu citra menunjukkan suhu yang sama. Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim timur terlihat pada Gambar 24. Musim timur pada tanggal 13 Juni menunjukkan suhu lapang sama dengan suhu citra pada pukul 01.00, 06.00, dan sampai Grafik tanggal 14 Juni memiliki nilai suhu lapang lebih tinggi daripada suhu citra. Grafik 25 Juni memiliki nilai suhu yang sama pada pukul dan 14.00, sedangkan grafik 27 Juni suhu yang sama pada pukul dan Grafik dengan dengan nilai SPL citra lebih tinggi daripada SPL lapang terdapat pada tanggal 23 Maret, 24 Maret, dan 24 April.

27 17 Gambar 22 Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim barat Berdasarkan hasil lapang dan ekstraksi citra menunjukkan bahwa SPL Pulau Pari memiliki nilai yang berbeda tanpa membentuk suatu pola. Penentuan waktu pengambilan data suhu lapang yang bersamaan dengan pengukuran suhu oleh satelit tidak memiliki pola berdasarkan waktu ataupun musim. Nilai suhu lapang dan suhu ekstraksi citra tidak menunjukkan pola yang sama setiap harinya. Jika hasil pengukuran suhu in situ dianggap mewakili SPL sebenarnya, maka ketidaksesuaian tersebut kemungkinan disebabkan oleh penggunaan algoritma SST pada citra Aqua MODIS level 3 tidak sesuai untuk lokasi perairan Pulau Pari. Nababan 2009 menyatakan bahwa cakupan awan yang tinggi dan frekuensi curah hujan yang tinggi di daerah tropis membuat algoritma SST yang dikembangkan pada lintang pertengahan dan lintang tinggi menjadi kurang cocok diterapkan untuk perairan Indonesia. Korelasi suhu hasil perekaman Hobo dan suhu hasil ekstraksi citra Aqua MODIS pada Gambar 25 menghasilkan persamaan regresi y = 1,0769x 3,5666 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,32. Nilai korelasi kurang dari 0,5 menyebabkan hubungan antar koefisien yang dibandingkan tidak terlalu kuat, sehingga dikatakan bahwa SPL hasil ekstraksi Aqua MODIS tidak dapat menggambarkan suhu permukaan perairan yang sebenarnya. Korelasi tidak dilakukan pada data suhu dari citra Terra karena hanya terdapat 4 data sedangkan

28 18 menurut statistik dalam pengkorelasian suatu koefisien, data yang dibutuhkan minimal 30 data.

29 Gambar 23 Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim peralihan I 19 Gambar 24 Grafik perbandingan SPL lapang dan citra pada musim timur Gambar 25 Korelasi SPL Aqua MODIS dengan SPL hasil perekaman Hobo

30 20 Perbandingan Citra Aqua dan Citra Terra Perbandingan nilai SPL dari citra Aqua dan Terra ditunjukkan pada Gambar 26. SPL citra Aqua pada tanggal 26 November 2011 menunjukkan suhu 27,3 0 C, lebih tinggi 0,5 0 C dari SPL citra Terra. Tanggal 24 Maret SPL Aqua berkisar 31 0 C sedangkan SPL Terra 28,5 0 C. Nilai SPL Aqua juga lebih tinggi daripada Terra pada tanggal 11 Mei dan 25 Juni dengan selisih 3,6 0 C dan 1,7 0 C. Selisih nilai suhu antara Aqua dan Terra berkisar antara 0,5 3,6 0 C dengan SPL Aqua lebih tinggi dibandingkan Terra. SPL Aqua yang diukur pada pukul memiliki nilai suhu yang lebih tinggi dibandingkan SPL Terra yang diukur pada pukul karena perairan menerima pemanasan yang lebih lama dan intensif pada siang hari. (a) Terra (b) Aqua Gambar 26 Grafik perbandingan SPL Terra dan Aqua

31 21 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Variasi SPL perairan Pulau Pari dipengaruhi oleh perbedaan suhu siang dan malam hari serta pergerakan angin musim, terlihat dari kenaikan dan puncak suhu harian membentuk pola yang sama pada satu musim. SPL in situ menunjukkan suhu tertinggi pada bulan Desember. Perbandingan SPL in situ dan SPL citra satelit menunjukkan hasil yang berbeda, data in situ menunjukkan SPL musim barat lebih tinggi namun hasil citra menunjukkan SPL musim timur lebih tinggi. Perbandingan SPL Aqua dan Terra pada perairan Pulau Pari menunjukkan SPL Aqua lebih tinggi daripada nilai SPL Terra. Korelasi antara SPL in situ dan SPL citra memperlihatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,32 menunjukkan bahwa estimasi SPL dari citra tidak merepresentasikan SPL yang sebenarnya. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan penggunaan algoritma SPL yang dikembangkan oleh NASA tidak sesuai dengan perairan Pulau Pari yang berada pada wilayah ekuator. Saran Penelitian ini merupakan langkah awal untuk melihat fluktuasi SPL dari data in situ dan data citra, untuk penelitian lebih lanjut dapat digunakan citra level 1 dengan algoritma SPL yang sesuai dengan perairan tropis sehingga akan didapatkan waktu pengambilan data lapang yang sesuai dengan waktu pengambilan data suhu oleh citra. Informasi tentang variasi temporal dan spasial suhu dibutuhkan dengan tingkat ketelitian yang semakin tinggi untuk pengembangan aplikasi kelautan.

32 22 DAFTAR PUSTAKA Emiyati, Setiawan KT, Manopo AKS, Budhiman S, Hasyim B Ananlisis Multitemporal Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Lombok Menggunakan Data Penginderaan Jauh MODIS. Seminar Nasional Penginderaan Jauh. Hidayat S, Purba M, Waworuntu J Variabilitas Suhu di Perairan Senunu, Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(2): Ilahude AG, Nontji A Oseanografi Indonesia dan Perubahan Iklim Global (El Nino dan La Nina). Lokakarya Kita dan Perubahan Iklim Global: El Nino dan La Nina, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Karif IV Variabilitas Suhu Permukaan Laut di Laut Jawa dari Citra Satelit Aqua MODIS dan Terra MODIS [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Kawai Y, Wada A, Diurnal Sea Surface Temperature Variation and Its Impact on the Atmosphere and Ocean: A Review. Journal of Oceanography. 63: Nababan B, Hasyim B, Bada HIN Variability and Validation of Sea Surface Temperature Estimated by Pathfinder Algorithm of NOAA- AVHRR satellite in the North Papua Waters. International Journal of Remote Sensing and Earth Science. 8: Putra E, Gaol JL, Siregar VP Hubungan Konsentrasi Klorofi-A dan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Utama Di Perairan Laut Jawa dari Satelit MODIS. Jurnal Teknologi Perikana Dan Kelautan. 3(1):1-10. Qu TD, Du Y, Strachan J, Meyers GA, Slingo JM Sea surface temperature and its variability in the Indonesian region. Oceanography. 18(4): Reynolds RW, Rayner NA, Smith TM, Stokes DC, Wang W An improved in situ and satellite SST analysis for climate. Journal of climate.15(13): Ridha U, Muskananfola MR, Hartoko A Analisa sebaran tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) berdasarkan suhu permukaan laut dan klorofila di perairan selatan Bali. Diponegoro Journal of Maquares, Management of Aquatic Resources. 3(4): Sukresno B, Zahrudin A, Dedy. 2008, Validasi Algoritma MCSST Satelit NOAA AVHRR untuk Penentuan Suhu Permukaan Laut dengan Menggunakan Data Buoy TAO. Jurnal Kelautan Nasional. 3(1): Sukresno B, Kasa IW Dynamical Analysis of Banda Sea Concerning With El Nino, Indonesian Through Flow and Monsoon By Using Satellite Data and Numerical Model. Echotropic. 3(2):87-91.

33 Susanto D, Thomas SM, John M Ocean color variability in the Indonesian Seas during the SeaWiFs era. Electronic Journal of The Earth Sciences. 7(5):5-21.doi: /2005GC Syafi i M Sebaran Konsentrasi Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut menggunakan Citra Satelit Terra MODIS di Perairan Natuna [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Tarigan MS Aplikasi Satelit Aqua MODIS untuk Memprediksi Model Pemetaan Kecerahan Air Laut di Perairan Teluk Lada, Banten. Ilmu Kelautan: Indonesian Journal of Marine Sciences.14(3): Wyrtki K Physical oceanography of Southeast Asian waters. Naga Report 2. Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, CA, 195 pp. 23

34 24 LAMPIRAN

35 Lampiran 1 Tabel Spesifikasi Spektral MODIS 25

36 26 Lampiran 2 Grafik suhu 17 Agustus Juli 2012

37 27

38 28 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 2 Desember 1991 sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Moh Barokah dan Ibunda Sri Endah Afiatiningrum. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri I Weleri. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) mulai dari tahun dan sebagai anggota divisi Keilmuan. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum Dasardasar Penginderaan Jauh Kelautan 2014 dan Penginderaan Jauh Kelautan Penulis juga pernah melakukan praktek kerja lapang (PKL) di PT Perikanan Nusantara Benoa, Bali. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Perbandingan Suhu Permukaan Laut dari Citra MODIS dan Data Suhu Hasil Pengukuran Hobo di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si.

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan 20 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan laut yang diteliti adalah wilayah yang ditunjukkan pada Gambar 2 yang merupakan wilayah

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS Firman Ramansyah C64104010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang terdiri dari proses pembuatan proposal penelitian, pengambilan data citra satelit, pengambilan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 18 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011 dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01 o 00'00" 07 o 50'07"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT DI PERAIRAN INDONESIA UNTUK MENDUKUNG ONE MAP POLICY

PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT DI PERAIRAN INDONESIA UNTUK MENDUKUNG ONE MAP POLICY PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT DI PERAIRAN INDONESIA UNTUK MENDUKUNG ONE MAP POLICY Jonson Lumban Gaol *), Risti Endriyani Arhatin *), Marisa Mei Ling **) *) Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR Analysis of Upwelling Distribution and Area Enlargement in the Southern of Makassar Strait Dwi Fajriyati Inaku Diterima:

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 416-421 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Studi Variabilitas Suhu Permukaan Laut Berdasarkan Citra Satelit Aqua MODIS

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali Journal of Marine and Aquatic Sciences 3(1), 30-46 (2017) Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali I

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan luasan daratannya. Luas wilayah laut mencapai 2/3 dari luas wilayah daratan. Laut merupakan medium yang

Lebih terperinci

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT SELAT MALAKA. Universitas Riau.

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT SELAT MALAKA. Universitas Riau. ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT SELAT MALAKA Mubarak 1, Ahmad Nurhuda 2, Musrifin Ghalib 3 1 Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Riau 2 Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA Briliana Hendra P, Bangun Muljo Sukojo, Lalu Muhamad Jaelani Teknik Geomatika-ITS, Surabaya, 60111, Indonesia Email : gm0704@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi kajian untuk mendapatkan nilai konsentrasi klorofil-a dan SPL dari citra satelit terletak di perairan Laut Jawa (Gambar 4). Perairan ini

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi penelitian adalah Perairan Timur Laut Jawa, selatan Selat Makassar, dan Laut Flores, meliputi batas-batas area dengan koordinat 2-9 LS dan 110-126

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT Muslim 1), Usman 2), Alit Hindri Yani 2) E-mail: muslimfcb@gmail.com

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

Analisis Spasial dan Temporal Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Sumatera Barat

Analisis Spasial dan Temporal Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Sumatera Barat Dinamika Lingkungan Indonesia, Januari 2017, p 65-74 ISSN 2356-2226 Volume 4, Nomor 1 Dinamika Lingkungan Indonesia 1 Analisis Spasial dan Temporal Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Sumatera Barat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Februari-Mei 2013 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

VALIDASI ALGORITMA MCSST SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN MENGGUNAKAN DATA BUOY TAO

VALIDASI ALGORITMA MCSST SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN MENGGUNAKAN DATA BUOY TAO VALIDASI ALGORITMA MCSST SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN MENGGUNAKAN DATA BUOY TAO VALIDATION OF NOAA-AVHRR SATELLITE MCSST ALGORITHM TO DETERMINE SEA SURFACE TEMPERATURE

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

OLEH : SEPTIAN ANDI PRASETYO

OLEH : SEPTIAN ANDI PRASETYO PREDIKSI DAERAH TANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN CITRA NOAA AVHRR DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL DENGAN MENGGUNAKAN WEB (STUDI KASUS : PERAIRAN SELATAN JAWA TIMUR DAN BALI) OLEH : SEPTIAN ANDI PRASETYO 3506100015

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE

KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 5 No. 4 Desember 2010 : 130-143 KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE Bidawi Hasyim, Sayidah Sulma *), dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu Permukaan Laut Di Pantai Utara Semarang Menggunakan Citra Satelit Aqua Modis

Variabilitas Suhu Permukaan Laut Di Pantai Utara Semarang Menggunakan Citra Satelit Aqua Modis JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 166-170 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Variabilitas Suhu Permukaan Laut Di Pantai Utara Semarang Menggunakan Citra

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

PENGARUH MONSUN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELATAN BALI

PENGARUH MONSUN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN SELATAN BALI JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 79-87 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose PENGARUH MONSUN TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN

Lebih terperinci

ANALISA VARIASI HARMONIK PASANG SURUT DI PERAIRAN SURABAYA AKIBAT FENOMENA EL-NINO

ANALISA VARIASI HARMONIK PASANG SURUT DI PERAIRAN SURABAYA AKIBAT FENOMENA EL-NINO Bangun Muljo Sukojo 1, Iva Ayu Rinjani 1 1 Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail: 1 bangun_ms@geodesy.its.ac.id Abstrak Pengaruh fenomena El Nino

Lebih terperinci

Keywords : Upwelling, Sea Surface Temperature, Chlorophyll-a, WPP RI 573

Keywords : Upwelling, Sea Surface Temperature, Chlorophyll-a, WPP RI 573 APLIKASI PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL UNTUK MONITORING KEJADIAN UPWELLING DI PERAIRAN BAGIAN SELATAN PULAU JAWA - LAUT TIMOR Ismail Pratama ippratamaismail@gmail.com Nurul Khakhim nurulkhakhim@ugm.ac.id

Lebih terperinci

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS Martono Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPANInstitusi Penulis Email: mar_lapan@yahoo.com Abstract Indian

Lebih terperinci

DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA

DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA Dampak Kejadian Indian Ocean Dipole Terhadap Intensitas Upwelling di Perairan Selatan Jawa... (Martono) DAMPAK KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE TERHADAP INTENSITAS UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN JAWA (Impacts

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS Oleh : Dwi Ayu Retnaning Anggreyni 3507.100.017 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Bangun M S, DEA, DESS Lalu Muhammad Jaelani, ST, MSc

Lebih terperinci

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA 1 VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA Nina Miranda Amelia 1), T.Ersti Yulika Sari 2) and Usman 2) Email: nmirandaamelia@gmail.com ABSTRACT Remote sensing method

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal. 71-84, Desember 2011 KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIK DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TIMUR PADA SAAT FENOMENA INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) FASE POSITIF

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 661-669 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A KAITANNYA DENGAN EL NINO SOUTHERN

Lebih terperinci

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN : APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN : APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA Ashari Wicaksono 1, Firman Farid Muhsoni 2, Ahmad Fahrudin 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA Martono Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, Jl.dr.Djundjunan 133, Bandung, 40173 E-mail :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis dan kandungan sumber daya kelautan yang dimiliki Indonesia memberikan pengakuan bahwa Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS Feny Arafah, Bangun Muljo Sukojo, Lalu Muhamad Jaelani Program Studi Teknik Geomatika, FTSP-ITS, Surabaya,

Lebih terperinci

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT PENDUGAAN FRONT DAN UPWELLING MELALUI INTERPRETASI CITRA SUHU PERMUKAAN LAUT DAN CLOROFIL-A DI PERAIRAN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA Forcasting of front and upwelling by the sea surface temperature and chlorophyl-a

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISIS MULTITEMPORAL SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LOMBOK MENGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MODIS

ANALISIS MULTITEMPORAL SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LOMBOK MENGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MODIS ANALISIS MULTITEMPORAL SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LOMBOK MENGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MODIS Emiyati *), Kuncoro Teguh Setiawan *), Anneke KS. Manopo *), Syarif Budhiman *), Bidawi Hasyim

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan, 6 TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi lestari beberapa jenis ikan di Perairan Pantai Timur terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina

Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina Kajian Elevasi Muka Air Laut di Perairan Indonesia Pada Kondisi El Nino dan La Nina Niken Ayu Oktaviani 1), Muh. Ishak Jumarang 1), dan Andi Ihwan 1) 1)Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT UNTUK MEMANTAU DINAMIKA MASSA AIR PERMUKAAN DI SELAT MAKASSAR

PEMANFAATAN CITRA SATELIT UNTUK MEMANTAU DINAMIKA MASSA AIR PERMUKAAN DI SELAT MAKASSAR Pemanfaatan Citra Satelit untuk Memantau Dinamika Massa Air..........(Pasaribu, R.A.,dkk.) PEMANFAATAN CITRA SATELIT UNTUK MEMANTAU DINAMIKA MASSA AIR PERMUKAAN DI SELAT MAKASSAR (Usage of Satellite Images

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA OLEH : Dr. Kunarso FOKUSED GROUP DISCUSSION CILACAP JUNI 2016 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Dalam Purwanto

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan 22 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan menggunakan citra MODIS. Lokasi untuk objek penelitian adalah perairan Barat-

Lebih terperinci

Arah Dan Kecepatan Angin Musiman Serta Kaitannya Dengan Sebaran Suhu Permukaan Laut Di Selatan Pangandaran Jawa Barat

Arah Dan Kecepatan Angin Musiman Serta Kaitannya Dengan Sebaran Suhu Permukaan Laut Di Selatan Pangandaran Jawa Barat JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 429-437 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Arah Dan Kecepatan Angin Musiman Serta Kaitannya Dengan Sebaran Suhu Permukaan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA Astrolabe Sian Prasetya 1, Bangun Muljo Sukojo 2, dan Hepi Hapsari

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang proses interpretasi salah satu citra NOAA untuk mengetahui informasi

Lebih terperinci

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017 Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Muhammad

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN

ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN ANALISIS DISTRIBUSI ARUS PERMUKAAN LAUT DI TELUK BONE PADA TAHUN 2006-2010 Yosik Norman 1, Nasrul Ihsan 2, dan Muhammad Arsyad 2 1 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Makassar e-mail: yosikbrebes@gmail.com

Lebih terperinci

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION Tugas Akhir Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Oseanografi

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci