PENGELOLAAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN WISATA PANTAI TANJUNG KARANG PUSENTASI DONGGALA ABDULBASIR LANGUHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN WISATA PANTAI TANJUNG KARANG PUSENTASI DONGGALA ABDULBASIR LANGUHA"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN WISATA PANTAI TANJUNG KARANG PUSENTASI DONGGALA ABDULBASIR LANGUHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi Donggala adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2011 Abdulbasir Languha NIM P

3 ABSTRACT ABDULBASIR LANGUHA. Community Based Tourism Management in the Beach Tourism Area of Tanjung Karang Pusentasi Donggala. Under Supervision of ANI MARDIASTUTI and E. K. S. HARINI MUNTASIB. Beach tourism area in Tanjung Karang Pusentasi is one of tourism area in the Donggala District, which has diversity and interesting tourism objects. Because of this diversity, the Government of Donggala District has defined the area to become the important area for tourism development. This tourism area is located at the end of the Palu Bay and is directly toward the Makassar Strait, in Tovale, Limboro, Boneoge, and Labuan Bajo villages. To develop this important tourism area, a lot of researches need to be conducted. The objective of this research is to study and develop community based tourism concept, based on: (1) community perception on tourism activity and their expectation of involvement in developing this sector; (2) traditional/local wisdom particularly on natural resources management that can be used as a basis for a community based tourism management; and (3) government concept and other stakeholder views related with community based tourism management. This research indicated that local community has a positive view/perception on the tourism activity. This is indicated by most of community (61.43%) stated that tourism sector has provided benefits to them. Local community has indicated that they are interested to fully involved in the planning, managing and evaluating tourism activity in their area. Local community has their local wisdom in the natural resources management for agriculture and fishery uses, such as site selection for agriculture (nompepoyu), and having break period in the natural resources management (ombo). Additionally, there are some traditional/cultural activities/products that potentially can be used as tourism attractions. Government policy supports in the implementation of community based tourism management will be the main factor to develop this initiative and to integrate tourism as part of community activities. The development of this sector should be based on community interests and approaches. Private sectors stated that their involvement in this sector is by recruiting local community in their business, as well as encouraging local community to protect their natural resources. Meanwhile, community group and non-government organization views that there is a need on cooperative-management between stakeholders in this tourism area. This research has recommended that there is a need to increase local community capacity and their organization, as well as preparation of regulation and clear mechanism in the community involvement and other stakeholders in the tourism management in Tanjung Karang Pusentasi. Keywords: tourism, beach area, community based natural resource management

4 RINGKASAN ABDULBASIR LANGUHA. Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata pantai Tanjung Karang Pusentasi Donggala. Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan E. K. S. HARINI MUNTASIB. Kawasan wisata pantai Tanjung Karang Pusentasi merupakan salahsatu kawasan wisata yang terdapat di Kabupaten Donggala dan memiliki keragaman obyek dan daya tarik wisata. Karena keragaman potensi tersebut, pemerintah daerah menjadikan kawasan wisata ini sebagai salahsatu kawasan unggulan. Kawasan wisata ini terletak di ujung Teluk Palu dan berhadapan langsung dengan Selat Makassar yang meliputi wilayah desa Tovale, desa Limboro, kelurahan Boneoge, dan kelurahan Labuan Bajo. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengembangkan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat berdasarkan : (1) pandangan/persepsi masyarakat terhadap kegiatan pariwisata dan harapan-harapan keterlibatannya dalam kegiatan tersebut, (2) kearifan masyarakat lokal terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam yang dapat dijadikan landasan bagi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, dan (3) konsep pemerintah serta pandangan pihak lainnya diluar masyarakat lokal dalam kaitannya dengan pengembangan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat lokal memiliki pandangan yang positif tentang kegiatan pariwisata. Hal ini diindikasikan oleh sebagian besar masyarakat lokal (61,43 %), yang menyatakan bahwa kegiatan pariwisata dapat memberikan manfaat bagi mereka. Masyarakat lokal berkeinginan untuk terlibat secara penuh dalam kegiatan pariwisata yang mencakup aspek perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi kegiatan pariwisata yang berlangsung di wilayah ini. Masyarakat memiliki kearifan dalam pemanfaatan sumberdaya alam baik untuk kepentingan pertanian maupun perikanan, diantaranya dalam pemilihan lokasi yang tepat untuk usaha tani (nompepoyu) dan pemberian waktu jeda terhadap pemanfaatan sumber daya alam (ombo). Disamping itu, mereka juga memiliki kegiatan dan produk budaya yang dapat dijadikan sebagai atraksi wisata. Faktor yang mendukung penerapan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat adalah dukungan kebijakan pemerintah yang menjadikan pariwisata sebagai bagian dari aktifitas masyarakat dan mengembangkannya dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Pihak pengusaha wisata berpandangan bahwa selama ini mereka telah melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja, dan mendorong masyarakat untuk melindungi potensi alam dan budaya sebagai daya tarik wisata. Sementara itu, kelompok dan lembaga swadaya masyarakat berpandangan bahwa diperlukan suatu bentuk pengelolaan bersama antar semua pihak yang berkepentingan di kawasan wisata ini.

5 Penelitian ini merekomendasikan bahwa diperlukan upaya untuk membangun kapasitas masyarakat lokal dan organisasi yang dimilikinya, disamping mempersiapkan aturan dan mekanisme yang jelas tentang keterlibatan masyarakat dan pihak lainnya dalam pengelolaan pariwisata di Tanjung Karang Pusentasi Kata kunci : pariwisata, kawasan wisata pantai, pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat.

6 PENGELOLAAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN WISATA PANTAI TANJUNG KARANG PUSENTASI DONGGALA ABDULBASIR LANGUHA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

7 Judul Tesis : Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi Donggala. Nama : ABDULBASIR LANGUHA NIM : P Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Ketua Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, M.S Anggota Diketahui Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Drh. Hasim, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 1 Agustus 2008 Tanggal Lulus :

8 Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

9 Penguji Luar Komisi Ujian Tesis : Dr. Ir. Etty Riani, MS

10 PRAKATA Segala puji dan syuku penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2007 ini adalah pengelolaan pariwisata dengan judul Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi Donggala. Selesainya penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari peran kedua pembimbing, masing-masing Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti selaku ketua komisi pembimbing beserta Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan saran selama proses penyelesaian studi. Penulis menyadari bahwa mungkin saja masih terdapat banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Berkaitan dengan itu, maka segala hal yang berkaitan dengan kekurangan-kekurangan tersebut merupakan kekeliruan penulis dan sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis. Peran masyarakat, tokoh masyarakat, pengurus organisasi masyarakat, dan aparat desa/kelurahan di kawasan wisata pantai Tanjung Karang Pusentasi dalam mensukseskan kegiatan penelitian yang penulis lakukan sangatlah besar. Demikian pula dengan aparat pemerintah Kecamatan Banawa dan Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala, pengusaha pariwisata dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah mendukung penulis dalam memberikan dukugan berupa data dan informasi yang disampaikan ketika wawancara dilakukan. Penulis berharap upaya yang telah mereka lakukan bersama penulis dalam mendiskusikan masalah pariwisata di wilayah ini dapat memberikan dorongan dan nilai tambah bagi upaya pembangunan pariwisata di Kabupaten Donggala. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun demi perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien Bogor, Agustus 2008 Abdulbasir Languha

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Donggala pada tanggal 18 Oktober 1958 sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara dari Ayah D. Languha dan Ibu Hanisa (Almarhumah). Menamatkan pendidikan masing-masing, Sekolah Dasar pada tahun 1970 di SDN No. 1 Donggala, Sekolah Menengah Pertama pada tahun 1973 di SMP Negeri 1 Donggala dan Sekolah Menengah Atas pada tahun 1976 di SMA Negeri Donggala. Jenjang pendidikan Strata 1 diselesaikan pada Tahun 1987 pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Sejak tahun 1990, penulis bekerja sebagai tenaga pengajar pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Penulis memiliki seorang isteri bernama Nuraeni dan tiga orang putra-putri masing-masing Zainulmuttaqin Languha, Afifah Irbah Khairunnisa, dan Atikah Nur Khairunnisa. Pada bulan Agustus 2002, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

12 UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala ni mat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut pertanian Bogor. Upaya yang penulis lakukan hingga saat ini, tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bimbingan dan do a dari orang tua penulis masing-masing Ayahanda D. Languha dan Ibunda Hanisa (almarhumah). Semoga jerih payah dan kasih sayang yang diberikannya kepada penulis dapat menempatkan mereka pada posisi yang terhormat disisi Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan selesainya penulisan penulisan tesis ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sangat tinggi kepada kedua pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran selama proses penyelesaian ini. Kedua pembimbing tersebut masing-masing: 1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc., selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan 2. Ibu Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing. Disamping itu, ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS yang telah berkenan menjadi Penguji Luar Komisi pada ujian tesis penulis yang dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus Tiada sesuatu yang dapat penulis berikan kepada mereka bertiga kecuali do a yang penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa semoga amal baik mereka mendapatkan ridha dari Allah SWT dan diberikan kelapangan dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya. Selanjutnya kepada isteri tercinta, Nuraeni, serta anak-anakku Zainulmuttaqin Languha, Afifah Irbah Khairunnisa, dan Atikah Nur Khairunnisa, terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis berikan atas pengorbanan yang mereka berikan selama penulis menempuh pendidikan. Demikian pula ucapan terima kasih yang tinggi kepada adik-adikku Zohrah, Abdulhakim Languha, Abdurrasyid Languha, dan Zalichah atas segala perhatian dan bantuan yang

13 selama ini diberikan kepada penulis. Semoga Allah meridhai dan memberikan limpahan rahmatnya. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materil maupun moril penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmatnya kepada mereka. Amien.

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Donggala merupakan salahsatu wilayah yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah km² yang terdiri atas 16 wilayah kecamatan. Daerah ini memiliki potensi pariwisata yang sudah dikenal hingga mancanegara seperti Taman Nasional Lore Lindu, Taman Wisata Laut Pulau Pasoso, dan Pantai Tanjung Karang. Disamping lokasi-lokasi tersebut, daerah ini juga memiliki potensi lokasi wisata lainnya yang secara tradisional sudah dimanfaatkan oleh masyarakat seperti Air Terjun Loli, Air Terjun Vera, Air Panas Mantikole, Pantai Parimpi, Pantai Pusentasi, Danau Talaga, dan Danau Rano. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah Kabupaten Donggala menetapkan pariwisata sebagai salahsatu sektor unggulan disamping pertanian, perkebunan, dan perikanan (Pemda Kabupaten Donggala, 2005). Rencana tata ruang Kabupaten Donggala tahun menetapkan lokasi-lokasi tersebut sebagai kawasan pengembangan pariwisata. Penetapan tersebut didasarkan pada minat masyarakat untuk berkunjung juga disebabkan lokasi-lokasi tersebut memiliki pemandangan alam yang indah, potensi budaya yang dimiliki oleh masyarakat sekitarnya, dan potensi flora dan fauna yang dimilikinya (Bappeda Kabupaten Donggala, 1999). Salahsatu lokasi tujuan wisata di Kabupaten Donggala yang saat ini sedang berkembang adalah Kawasan Wisata Pantai Tanjungkarang dan Pusentasi yang terletak di wilayah Kecamatan Banawa. Kegiatan pariwisata di kawasaan pantai ini telah berlangsung sejak lama, dan secara tradisional merupakan lokasi wisata masyarakat Donggala dan sekitarnya, termasuk yang berasal dari Kota Palu. Karena potensi alam yang dimiliki, maka saat ini lokasi tersebut telah dikelola oleh pemerintah dan swasta serta dijadikan sebagai salah satu lokasi kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang cukup dikenal terutama yang berasal dari Eropa. Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala dalam rencana strategis pembangunan pariwisata telah menetapkan salahsatu arahan kebijakan

15 2 pembangunan pariwisata, yaitu meningkatkan peran aktif masyarakat di dalam mengelola dan mengembangkan kegiatan pariwisata (Disparsenibud Donggala, 2002). Kebijakan ini memang sangat beralasan karena pada dasarnya kawasan yang dikembangkan menjadi obyek wisata tersebut merupakan wilayah usaha masyarakat setempat yang dilakukan dengan berbagai aktifitas seperti perikanan, pertanian dan peternakan. Disamping itu pada kawasan ini juga terdapat kegiatan industri rumah tangga penduduk setempat berupa pembuatan sarung tenun Donggala, yang merupakan ciri khas sarung tenunan lokal Sulawesi Tengah serta potensi sosial budaya masyarakat yang dapat dikembangkan menjadi produkproduk wisata. Meskipun demikian, berdasarkan studi yang telah dilakukan pada lokasi wisata Tanjungkarang dan sekitarnya menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat belum terlibat langsung pada kegiatan pengelolaan pariwisata (Agusniatih, 2002). Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, penelitian ini berusaha untuk menggali dan mempelajari aspek-aspek yang berkaitan dengan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, terutama yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat, konsep dan kebijakan pemerintah serta keterlibatan pihak lain diluar masyarakat dan pemerintah seperti pihak swasta yang bergerak di bidang pariwisata dan lembaga swadaya masyarakat. Studi ini beranjak dari asumsi bahwa berbagai persoalan yang timbul dari suatu pengelolaan sumberdaya alam, termasuk pariwisata, disebabkan tidak dilibatkannya masyarakat berdasarkan kepentingan dan potensi sosial budaya yang dimilikinya. Padahal, menurut Huguinen (2000) masyarakat memiliki pengalaman empirik dan pengetahuan yang berkaitan dengan kondisi sumber daya alam yang terdapat disekitar lingkungan kehidupannya. Pengetahuan tersebut kemudian, menurut Flyman (2002) membentuk sistim pengelolaan oleh masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupannya. Salah satu sifat dari kegiatan pariwisata adalah konsumsi dilakukan di tempat dan pada saat yang sama dengan produksi, sehingga wisatawan yang datang akan mempengaruhi tempat tujuan wisata secara ekonomi, sosial dan budaya (Cooper et al., 1999). Hal ini menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial untuk dikembangkan pada saat krisis karena disamping untuk

16 3 meningkatkan devisa dari pertukaran dengan nilai mata uang asing dan mendorong investasi, pariwisata juga merangsang diversifikasi kegiatan ekonomi dan lapangan kerja bagi masyarakat (Sashidaran et al., 2002). Akibat positif dari pembangunan pariwisata tersebut ternyata juga menghasilkan berbagai akibat negatif yang berkaitan dengan aspek sosio-kultural dan lingkungan pada banyak lokasi tujuan wisata, terutama di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Akibat-akibat negatif yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata dapat berupa peningkatan harga lahan, degradasi budaya dan akulturasi, masuknya spesies asing ke dalam flora dan fauna lokal, kerusakan lokasi warisan budaya, kerusakan terumbu karang, sampai pada pencemaran akibat pembuangan sampah dan kotoran pada lokasi tujuan wisata yang terkenal dan padat pengunjung (Sashidaran et al., 2002). Keadaan tersebut hanya merupakan beberapa akibat negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Akibat lainnya yang sangat penting terutama bagi kelestarian potensi sumber daya alam yang menjadi salahsatu daya tarik wisata adalah perebutan atau konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya alam oleh berbagai pihak seperti masyarakat lokal, pihak swasta yang berasal dari luar dan pemerintah. Salah satu upaya untuk mengatasi berbagai dampak negatif dan konflik tersebut adalah dengan mengembangkan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Karena kegiatan pariwisata merupakan kegiatan usaha yang menitik beratkan aspek sumberdaya alam dan budaya sebagai bahan baku produknya maka pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis masyarakat dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi untuk mengkaji dan mengembangkan konsep tersebut. Menurut Adhikari (2001) pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat, termasuk didalamnya pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, merupakan suatu konsep pengelolaan yang dilakukan oleh, untuk, dan dengan masyarakat lokal dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup, jaminan dan penguatan masyarakat lokal serta untuk meningkatkan upaya perlindungan terhadap sumberdaya alam tersebut. Sehingga pariwisata berbasis masyarakat dapat dipandang sebagai suatu alat untuk konservasi sumberdaya alam dan budaya serta untuk pembangunan masyarakat (Harris dan Vogel, 2004).

17 Rumusan Masalah Penerapan konsep pengelolaan berbasis masyarakat sebagai suatu alternatif untuk mengatasi akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata akan sangat ditentukan oleh seberapa jauh konsep tersebut mendapat dukungan dari kondisi sosio-kultural masyarakat setempat, kebijakan pemerintah dan keterlibatan pihak lain seperti swasta dan LSM yang berkepentingan terhadap kegiatan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pertanyaan pokok yang diangkat didalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk pengelolaan pariwisata berdasarkan persepsi masyarakat yang dapat dikembangkan, yang dibagi menjadi beberapa pertanyaan dan diharapkan dapat mendukung ditemukannya jawaban bagi pertanyaan pokok tersebut, sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan pariwisata dan harapan-harapan keterlibatannya dalam kegiatan tersebut. 2. Sejauhmana masyarakat masih memiliki kelembagaan (pranata) sosial, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaaan sumber dayaalam yang dapat dijadikan landasan bagi pengelolaan pariwisata berdasarkan persepsi masyarakat. 3. Bagaimana pemerintah dan pihak lainnya diluar masyarakat lokal memandang pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan pariwisata Kerangka Pemikiran Kegiatan pariwisata sebagai salahsatu bentuk pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang tersedia saat ini telah semakin berkembang. Perkembangan ini melibatkan semua komponen yang terdapat didalam suatu masyarakat, baik masyarakat lokal maupun individu ataupun kelompok usahawan/swasta yang berasal dari luar suatu wilayah tertentu, termasuk pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan pembangunan. Kemajuan dari kegiatan pariwisata telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat dan pemerintah. Manfaat tersebut disamping untuk meningkatkan devisa dari pertukaran dengan nilai mata uang asing dan mendorong investasi, pariwisata juga merangsang diversifikasi kegiatan ekonomi

18 5 dan lapangan kerja bagi masyarakat. Pada kenyataannya disamping memberikan manfaat, kegiatan pariwisata juga memberikan akibat yang negatif terutama bagi masyarakat yang terdapat di sekitar wilayah/lokasi kegiatan pariwisata. Dengan kata lain, bahwa perkembangan kegiatan pariwisata di suatu wilayah/lokasi belum tentu dapat dirasakan oleh semua pihak, terutama masyarakat lokal, yang disebabkan oleh konsep atau sistim pengelolaan yang belum memberikan peluang bagi semua pihak untuk mengambil peran dan mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, suatu konsep yang memberikan kesempatan kepada semua pihak terutama masyarakat lokal, telah ditawarkan dan dikembangkan pada berbagai tempat didunia, yang disebut dengan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Menurut Harris dan Vogel (2004) konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat pada dasarnya adalah sebuah pendekatan pengelolaan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat sebagai pemeran utama dalam pengambilan keputusan-keputusan pengelolaan. Konsep tersebut dikembangkan berdasarkan pada persepsi masyarakat terhadap usaha yang akan dikembangkan. Peran masyarakat tersebut tidak terlepas dari interaksinya dengan pemerintah dan pihak lain yang berasal dari luar. Disamping itu potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi dan budaya menjadi modal bagi pengembangan konsep tersebut. Konsep pariwisata berbasis masyarakat menunjuk pada adanya dua pilar sosial sebagai subyek pelaku, yaitu pengusaha wisata dan masyarakat lokal. Kegiatan pariwisata berbasis masyarakat adalah proses interaksi sinergis kekuatan-kekuatan sosial ekonomi dari kedua pilar tersebut serta keberadaan pemerintah sebagai sebagai pemegang kendali kebijakan. Secara skematis, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

19 6 Potensi sumberdaya alam dan sosial budaya masyarakat Pemerintah Masyarakat lokal Pengusaha wisata Konsep dan kebijakan pemerintah Persepsi, harapan, dan potensi masyarakat Persepsi/pandangan pengusaha dan LSM Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengembangkan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat berdasarkan : 1. Pandangan/persepsi masyarakat terhadap kegiatan pariwisata dan harapan-harapan keterlibatannya dalam kegiatan tersebut. 2. Kearifan masyarakat lokal terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam yang dapat dijadikan landasan bagi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. 3. Konsep pemerintah dan pihak lainnya diluar masyarakat lokal dalam kaitannya dengan pengembangan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat.

20 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi : 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan perencana lainnya dalam melakukan perencanaan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. 2. Sebagai sumber informasi bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perencanaan pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis masyarakat.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan sementara seseorang ke tempat lain dari tempat tinggal dan tempat kerjanya serta melakukan berbagai kegiatan selama berada ditempat tujuan dan memperoleh kemudahan dalam penyediaan berbagai kebutuhan yang diperlukan (Mathieson dan Wall, 1992). Burkart dan Medik (1981) dalam Ross (1998) menggambarkan bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh para wisatawan dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Kegiatan tersebut dilakukan dengan mengadakan perjalanan ke dan tinggal diberbagai tempat tujuan. 2. Tempat yang dituju dalam kegiatan tersebut berbeda dari tempat tinggal dan tempat kerjanya sehari-hari. Oleh karena itu kegiatan yang dilakukan tidak sama dengan kegiatan penduduk yang berdiam dan bekerja ditempat tujuan wisatawan. 3. Orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut (wisatawan) bermaksud pulang kembali dalam beberapa hari atau bulan. Karena itu perjalanannya bersifat sementara dan berjangka pendek. 4. Perjalanan dilakukan bukan untuk mencari tempat tinggal untuk menetap ditempat tujuan atau bekerja untuk mencari nafkah. Spillane (1987) memberikan gambaran bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan dari satu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Disamping itu, menurut Cooper et al., (1999) kegiatan pariwisata memiliki suatu kelebihan dimana konsumsi dilakukan di tempat dan pada saat yang sama dengan produksi, sehingga dengan demikian wisatawan yang datang akan mempengaruhi tempat tujuan wisata secara ekonomi, sosial dan budaya. Dari gambaran-gambaran yang dikemukakan tersebut dapat dikatakan bahwa pariwisata merupakan suatu kegiatan yang tidak hanya sekedar dilakukan untuk melakukan perjalanan dan menikmati suasana di tempat tujuan tetapi juga

22 10 memberi makna yang luas. Oleh karenanya kegiatan pariwisata juga memiliki dimensi sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan dan berbagai interaksi antara berbagai aspek kehidupan manusia. Berkaitan hal ini, Pendit (2003) mengemukakan bahwa kegiatan pariwisata merupakan sebuah industri yang didalamnya terdapat setidaknya sepuluh unsur pokok yaitu politik/kebijakan pemerintah, perasaan ingin tahu yang melahirkan keinginan untuk berwisata, sifat ramah tamah, aksesibilitas, akomodasi, transportasi, harga, publisitas dan promosi, dan kesempatan berbelanja bagi wisatawan. Secara garis besar, pariwisata dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu pariwisata alam dan pariwisata budaya. Pariwisata alam atau nature tourism atau nature-based tourism adalah seluruh bentuk pariwisata yang secara langsung tergantung pada sumber daya alam yang belum berkembang/dikembangkan, termasuk pemandangan, topografi, perairan, tumbuhan dan hewan liar (World Conservation Union, 1996 dalam Tribuwani, 2002). Selanjutnya Raharjo (2000) dalam Winarso (2004) mengemukakan bahwa kegiatan wisata alam memiliki prinsip-prinsip yaitu kontak dengan alam, pengalaman yang bermanfaat secara pribadi maupun sosial, bukan merupakan mass tourism, mencari tantangan fisik dan mental, interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat, adaptif terhadap kondisi akomodasi pedesaan, toleran terhadap ketidaknyamanan, partisipasi aktif, dan lebih mengutamakan pengalaman dibanding kenyamanan. Berdasarkan hal tersebut, maka secara prinsip pariwisata alam tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan pariwisata budaya. Meskipun demikian, wisata budaya dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan perjalanan yang semata-mata hanya untuk pemahaman mendalam terhadap obyek atau peristiwa budaya disuatu tempat tertentu (McKercher, 2002 dalam Suranti, 2005) Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat Pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat merupakan suatu proses keterlibatan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya alam dimana mereka menggantungkan hidupnya (International Institute of Rural Reconstruction, 1998). Adhikari (2001) mengemukakan bahwa pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat merupakan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh, untuk dan dengan masyarakat lokal yang

23 11 bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan penguatan masyarakat lokal serta dalam rangka perlindungan terhadap sumberdaya alam. Keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat tergantung pada partisipasi masyarakat lokal dan hal tersebut dapat berlangsung bila ada manfaat yang nyata diperoleh dari keterlibatan tersebut, akses yang tidak terhambat serta status akan hak kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut (Adhikari, 2001). Hal ini berarti bahwa masyarakat harus memiliki tanggungjawab yang penuh dan otonomi terhadap perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam (Uphoff, 2002) Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan tidak hanya ditentukan oleh penggunaan teknologi yang tepat, tetapi juga sangat ditentukan oleh sejauhmana keterlibatan institusi lokal (Rasmussen dan Meinzen- Dick, 1995 ; Selman, 2001). Keterlibatan masyarakat dan institusi lokal diharapkan dapat menghasilkan perencanaan pembangunan dan terbentuknya konsensus yang berkaitan dengan keadaan lingkungan saat itu (Innes, 1996; Selman, 2001). Selanjutnya, keberhasilan pendekatan partisipasi lokal akan sangat ditentukan oleh adanya modal sosial (social capital) yang terdiri dari organisasi-organisasi masyarakat, struktur masyarakat dan hubungan antar individu yang terbangun didalam masyarakat tersebut (Selman, 2001). Konsep pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat seringkali diasosiasikan dengan berbagai istilah yang berkaitan seperti pengelolaan sumberdaya masyarakat (community resource management), pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat (community-based coastal resource management), kehutanan masyarakat (community forestry), co-management (Carr et al., 1998), collaborative management (Allmendinger, 2002). Konsep-konsep tersebut pada dasarnya ditujukan agar dapat mengakomodasi peranserta masyarakat yang bermukim disekitar wilayah pengelolaan. Perencanaan pengelolaan lingkungan dan upaya meningkatkan pembangunan berkelanjutan pada tingkat lokal akan sangat ditentukan oleh partisipasi aktif masyarakat sekitar yang akan dipengaruhi oleh upaya pengelolaan tersebut (Selman, 2001).

24 Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Pariwisata berbasis masyarakat adalah pariwisata yang secara de facto direncanakan dan dikelola oleh suatu kelompok individu/rumahtangga yang terdiri dari masyarakat sebagai suatu kelompok usaha komunal. Kegiatan tersebut dapat pula dikelola oleh suatu perusahaan swasta dimana agenda kegiatannya disusun oleh masyarakat (Sharma, 1998b dalam Godde, 1998). Selanjutnya, Ngece (2002) mengemukakan bahwa kegiatan pariwisata sebagai kegiatan yang berbasis masyarakat bila masyarakat lokal memiliki kontrol yang kuat dan terlibat didalam kegiatan pariwisata dimana sebagian besar, jika tidak keseluruhan, manfaatnya dapat tinggal dan diperoleh masyarakat. Beberapa alasan yang mendasari betapa pentingnya posisi dan peran masyarakat dalam pengelolaan pariwisata, seperti yang dikemukakan oleh Godde (1998) sebagai berikut : Pertama ; adanya peningkatan demand akan wisata terhdap sumbersumber alam yang terdapat dilingkungan pada umumnya menunjukan adanya tekanan yang besar terhadap peran pengelolaan oleh masyarakat, Kedua ; kegiatan pariwisata berbasis masyarakat diharapkan akan meningkatkan kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat, Ketiga ; pariwisata berbasis masyarakat dapat memenuhi keinginan kita akan adanya suatu identitas budaya masyarakat yang diharapkan dapat menghambat akibat negatif dari pariwisata. Keempat ; pariwisata berbasis masyarakat juga dapat menciptakan suatu struktur perencanaan, implementasi dan monitoring kegiatan pariwisata yang efektif serta untuk memudahkan dalam menentukan skala aktifitas ekonomi yang tepat. Harris dan Vogel (2004) mengemukakan bahwa kegiatan pariwisata yang berbasis masyarakat dapat memberikan kontribusi dan insentif bagi perlindungan alam dan budaya disamping memberikan kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Oleh karena itu, konsep pariwisata berbasis masyarakat dapat dikatakan ada apabila keputusan mengenai aktifitas wisata dan pengembangannya dikendalikan oleh masyarakat setempat. Menurut Godde (1998) masyarakat

25 13 berperan sebagai pemimpin dalam perencanaan, pengelolaan dan pemilik dari kegiatan wisata tersebut. Beberapa ciri-ciri pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Harris dan Vogel (2004) adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan pariwisata dijalankan dan berdasarkan persetujuan masyarakat lokal. Berkaitan hal ini, masyarakat lokal harus berpatisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan wisata. 2. Diutamakan pelibatan masyarakat daripada pelibatan individu. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pelibatan secara individu akan lebih memungkinkan terjadinya gangguan sosial. 3. Adanya pembagian keuntungan yang adil bagi masyarakat lokal. Idealnya hal ini juga berkaitan dengan kepentingan-kepentingan sosial masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan. 4. Menghormati budaya tradisional dan struktur sosial setempat serta dilakukan dengan ramah lingkungan Pengembangan Masyarakat Masyarakat adalah suatu kata yang memiliki berbagai macam makna dan penggunaan. Pada umumnya, masyarakat dipandang sebagai kumpulan orangorang yang bermukim di suatu tempat tertentu, atau suatu populasi yang memiliki suatu karakter yang sama (Nisbet, 1969 dalam Doe dan Khan, 2004). Namun demikian, Reid (1999) dalam USDA (2005) mengemukakan bahwa masyarakat dapat pula didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya bersama, bahasa, dan kepercayaan ataupun kepentingan bersama (yang sering disebut sebagai communities of interest). Selanjutnya Agrawal dan Gibson (1999) mengemukakan bahwa masyarakat terbentuk dari suatu unit spasial yang kecil, memiliki struktur sosial yang homogen, dan memiliki kepentingan bersama serta norma yang sama. Kata pengembangan dalam istilah pengembangan masyarakat memiliki pengertian yang sama dengan pembangunan (development). Dengan demikian, maka pengembangan masyarakat (community development) merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk membangun kemampuan masyarakat dalam berbagai aspek. Frank dan Smith (1999) mengemukakan bahwa pengembangan masyarakat merupakan suatu proses perubahan yang terencana menyangkut hajat

26 14 hidup masyarakat dalam segala aspek (ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya). Upaya pengembangan masyarakat tersebut menurut Robert D. Putnam (Frank dan Smith, 2005) dibangun berdasarkan atas empat sumberdaya yang penting yaitu modal sosial, sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan finansial. Pengembangan masyarakat diyakini sebagai suatu proses pembangunan yang lebih bersifat partisipatif dan pemecahan masalah dilakukan secara bersamasama (cooperative) oleh semua pihak yang berkepentingan (Fuller dan Reid, 1998 dalam Pinel, 1999). Dengan demikian berarti bahwa aktifitas pengembangan masyarakat merupakan upaya yang sangat tepat dalam rangka pemberdayaan (empowerment) masyarakat, terutama masyarakat lokal yang masih memiliki berbagai keterbatasan Persepsi dan Partisipasi Persepsi pada umumnya menjadi dasar bagi sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat. Adiputro (1999) mengemukakan bahwa persepsi merupakan pendapat, sikap dan prilaku yang bersifat pribadi dan subyektif yang mempunyai arti penting dan kedudukan yang kuat dalam diri manusia. Menurut Sarwono (2002) persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sedangkan alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Bagaimana persepsi sesorang tentang sesuatu sangat tergantung pada komunikasi atau seberapa jauh terdapat hubungan-hubungan antara keduanya. Perbedaan persepsi antara satu orang dengan orang lainnya menurut Sarwono (2002) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1) Perhatian ; rangsangan yang ada di sekitar kita tidak kita tangkap sekaligus, tapi kita hanya menfokuskan pada satu atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan yang lainnya akan menyebabkan perbedaan persepsi, 2) Set ; adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul, misalnya seorang pelari yang siap digaris start terhadap set bahwa akan terdengar letusan pistol disaat ia harus berlari, 3) Kebutuhan ; kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap akan mempengaruhi persepsi orang tersebut, 4) Sistem nilai seperti adat istiadat dan kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap

27 15 persepsi, dan 5) Ciri kepribadian misalnya watak, karakter, kebiasaan akan mempengaruhi pula persepsi sesorang. Partisipasi secara sederhana memiliki arti peran serta seseorang atau sekelompok orang ataupun sesuatu pihak dalam suatu kegiatan atau upaya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan oleh pihak yang berperan tersebut (Sumardjo, 2003). Sedangkan Sastroepoetro, (1988) dalam Illahi, (1998)menyatakan partisipasi sebagai keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggungjawab terhadap kepentingan untuk mencapai tujuan. Partisipasi masyarakat akan memiliki nilai bagi pembangunan bila masyarakat memahami arti dan tujuan partisipasi mereka. Oleh karena itu pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan mengandung unsur edukasi. Partisipasi merupakan kegiatan yang bersifat sukarela yaitu adanya kebebasan dan keinginan yang dilandasi oleh kesadaran individu atau masyarakat untuk terlibat dan ikut serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat memiliki tingkatan yang beragam mulai dari sekedar memperoleh informasi hingga terbangunnya inisiatif yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Pada Tabel 1 dikemukakan tingkat/level partisipasi yang dikemukakan oleh Pretty (1994). Tabel 1. Tingkatan/level partisipasi masyarakat Tipologi Partisipasi pasif Partisipasi dalam memberikan informasi Partisipasi dengan konsultasi Komponen dari masing-masing tipe Masyarakat berpartisipasi karena diberitahu apa yang akan dan telah terjadi. Pengarahan dilakukan oleh penguasa ataupun pejabat proyek, respon masyarakat tidak menjadi pertimbangan. Informasi yang diberikan adalah milik para profesional dari luar masyarakat setempat. Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dari luar maupun manager proyek dengan menggunakan kuesioner, survei, ataupun pendekatan sejenis. Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi proses, karena hasil penelitian ataupun desain proyek tidak diberitahukan atau dicek kebenarannya. Masyarakat berpartisipasi dengan cara diminta pendapatnya, dan agen dari luar mendengarkan pandangan masyarakat tersebut. Agen dari luar mendefinisikan masalah dan cara penyelesaiannya, serta dapat mengubahnya setelah mengetahui respon masyarakat. Proses konsultasi tersebut tidak melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, dan para profesional tidak wajib mengikuti pandangan.

28 16 Partisipasi untuk insentif material Partisipasi fungsional Partisipasi interaktif Masyarakat berpartisipasi dengan cara memberikan sarana, tenaga kerja dengan imbalan seperti makanan, uang, atau insentif material lainnya. Masyarakat setempat terlibat dalam kegiatan itu tetapi tidak terlibat didalam proses belajar. Partisipasi tersebut biasanya akan berhenti dengan selesainya proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yang berhubungan dengan proyek. Inisiatif proyek dapat berasal dari luar masyarakat. Keterlibatan mereka biasanya tidak sejak awal atau tahap perencanaan, namun baru mulai setelah keputusan utama diambil. Pada partisipasi jenis ini, kelompok yang terbentuk cenderung tergantung pada inisiatif eksternal dan fasilitator, tetapi juga bisa menjadi mandiri. Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama, yang kemudian diikuti dengan rencana aksi dan pembentukan kelompok lokal atau memperkuat yang telah ada. Cara ini cenderung dilaksanakan melibatkan banyak pihak dengan metode interdisipliner, yang mencari berbagai perspektif dan menggunakan proses belajar terstruktur ataupun sistematis. Kelompok ini mengontrol pengambilan keputusan lokal, dan juga orang (lokal) memiliki kepedulian dalam pengelolaan program. Mobilisasi diri Masyarakat berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif sendiri/mandiri yang bebas dari institusi eksternal untuk membuat perubahan. Mobilisasi mandiri dan kegiatan bersama dilakukan untuk mengubah keadaan dan pembaharuan dalam distribusi kekayaan dan kekuasaan. Sumber : Pretty (1994) dalam Pleumaron (1997).

29 III. GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Letak Geografis Kawasan Wisata Tanjungkarang-Pusentasi merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. Kecamatan Banawa adalah salahsatu dari 19 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Donggala. Wilayah ini membentang di sepanjang pesisir pantai mulai dari bagian barat Teluk Palu hingga Selat Makassar yang membentang dari arah utara ke selatan dengan panjang pantai ± 35 kilometer. Kecamatan Banawa, yang saat ini merupakan ibukota Kabupaten Donggala, terletak antara LS dan BT dengan batas fisik wilayah yaitu : - Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Palu, - Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Banawa Selatan, - Sebelah timur berbatasan dengan Kota Palu, dan - Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar. Kecamatan Banawa memiliki luas 213,39 km², yang terdiri dari 17 desa dan kelurahan. Semua desa dan kelurahan dapat dilalui dengan kendaraan roda empat, sehingga mempermudah hubungan antara satu desa/kelurahan ke ibukota kecamatan dan dengan desa/kelurahan lainnya. Secara khusus, Kawasan Wisata Tanjung Karang-Pusentasi mencakup dua wilayah Kelurahan dan dua Desa yaitu Kelurahan Labuan Bajo, Kelurahan Boneoge, Desa Limboro, dan Desa Tovale. Meskipun demikian, fokus kegiatan pariwisata hanya terdapat pada lokasi Tanjung Karang yang merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Labuan Bajo, Kelurahan Boneoge, dan Dusun Kaluku yang merupakan bagian dari wilayah Desa Limboro, serta salah satu lokasi yang dikenal dengan nama Pusentasi terletak diujung Desa Tovale dan tidak dihuni oleh masyarakat. Kawasan ini berada pada ujung barat Teluk Palu, yang memanjang dari utara ke selatan sepanjang ± 10 kilometer dan sebagian besar terletak di Selat Makassar.

30 18 Pusentasi Gambar 2. Peta lokasi penelitian 3.2. Iklim dan Curah hujan Sebagaimana dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, Kabupaten Donggala memiliki dua musim yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara bulan April sampai September, sedangkan musim hujan pada bulan Oktober sampai Maret. Hasil pencatatan suhu udara pada Stasiun Udara Mutiara Palu pada tahun 2005 bahwa suhu udara maksimum tertinggi terjadi pada bulan Juli (34,0 C) dan suhu udara maksimum terendah terjadi pada bulan Nopember (31,6 C). Sementara suhu rata-rata minimum tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 23,8 C, sedangkan suhu udara minimum terendah terjadi pada bulan Juni yang mencapai 22,1 C (Badan Meteorologi dan Geofisika Palu, 2006). Kelembaban udara yang tercatat pada stasiun yang sama berkisar antara persen. Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Pebruari yang mencapai 82 persen, sedangkan kelembaban udara rata-rata terendah terjadi

31 19 pada bulan Juli dan Agustus yaitu 73 persen. Curah hujan pada tahun 2005 yaitu antara mm perbulan atau rata-rata 148,08 mm perbulan, sementara jumlah hari hujan berkisar anatara 4-13 hari perbulan atau rata-rata 8,25 hari perbulan. Penyinaran matahari rata-rata 69%, dan penguapan rata-rata 6,14 mm/hari. Tabel 2. Keadaan curah hujan di Kecamatan Banawa tahun 2006 Lokasi pengukuran Bulan Hari hujan Curah hujan (mm) Banawa Januari Pebruari Maret April Mei Juni 5 81 Juli Agustus 4 27 September 6 35 Oktober 4 29 Nopember Desember Sumber : Kecamatan Banawa dalam Angka, Kondisi hidrologi Secara umum, keadaan hidrologi di Kecamatan Banawa sama dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Donggala. Di Kecamatan Banawa terdapat beberapa buah sungai yang keadaan airnya sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya curah hujan. Sungai-sungai tersebut masing-masing terdapat di Desa Loli Oge, Loli Tasiburi, Kabonga Besar, Limboro dan Tovale, serta satu buah sungai yang membelah kota Donggala. Khusus untuk ketiga lokasi yang masuk kedalam kawasan wisata yaitu Tanjung Karang, Boneoge dan Dusun Kaluku tidak terdapat sungai. Selain Tanjung Karang, kedua lokasi tersebut memiliki sumber air tanah yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluannya sehari-hari dengan menggali sumur di sekitar pemukiman mereka. Sementara, Tanjung Karang merupakan wilayah daratan yang menjorok ke laut, dengan wilayah dataran yang relatif sempit dan tidak memiliki sumber air tawar berupa air tanah seperti yang dimiliki oleh kedua lokasi lainnya. Karenanya untuk kebutuhan air bagi warga dan wisatawan sangat tergantung pada suplai air dari Perusahaan Daerah Air Mimum (PDAM) di Donggala.

32 Geologi dan Topografi Kawasan Kecamatan Banawa merupakan bagian dari wilayah Dataran Bambamua-Tanah Mea, yang secara geologi terdiri dari endapan-endapan pantai dan alluvial baru yang berasal dari sedimen yang lebih tua. Tanahnya bertekstur sedang dengan drainase dari lambat sampai agak baik. Topografi dari datar sampai bergelombang. Dataran-dataran yang lebih sempit/kecil terdapat di wilayah pesisir pantai. Kawasan pesisir kecamatan Banawa merupakan dataran yang berbatasan dengan laut, dengan ketinggian antara meter dari permukaaan laut. Topografi relatif sedang dengan kemiringan tanah 2 15 %. Disepanjang pantai membentang pasir putih dan rataan terumbu karang (reef flat), yang merupakan habitat beberapa jenis ikan karang (Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah, 2003). Keadaan topografi wilayah di kawsan wisata Tanjung Karang Pusentasi tersebut dikemukakan pada Tabel berikut. Tabel 3. Luas wilayah dan keadaan topografi di wilayah penelitian Desa/Kelurahan Bentuk permukaan tanah (%) Ketinggian Luas dari (km²) Dataran Perbukitan Pegunungan permukaan laut (meter) Boneoge 5, Labuan Bajo 5, Limboro 23, Sumber: Kecamatan Banawa dalam Angka, Tipologi dan Ekosistem Pantai Kawasan pantai Tanjung Karang - Pusentasi sebagian didominasi oleh jenis batuan lepas (rawan longsor) dan karang pantai seperti yang terdapat pada bagian ujung selatan Boneoge sampai Dusun Kaluku, Limboro, sedangkan pantai yang landai dan berpasir sebagian besar terdapat pada bagian tengah hingga utara Desa Boneoge dan Tanjung Karang. Di bagian utara kawasan ini terdapat terumbu pantai yang relatif sempit, dan rataan tengah yang relatif lebar. Disamping itu terdapat pula suatu patch reef (gosong) dengan lebar sekitar 100 meter dan kedalaman antara 1 2 meter pada saat air surut. Gosong tersebut memanjang dari Tanjung Karang ke Wilayah

33 21 Boneoge. Di kawasan ini, khususnya di Boneoge dan Dusun Kaluku (Limboro) sebagian ditumbuhi oleh lamun dari jenis Enhallus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Syringgoinium sp. Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Tengah (2003) pada beberapa tempat telah terjadi kerusakan karang yang disebabkan oleh aktifitas manusia berupa pengambilan batu karang untuk bahan bangunan dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan potasium. Disamping itu kerusakan yang terjadi juga disebabkan oleh organisme pemangsanya yaitu bintang laut bermahkota duri atau Acanthaster plancii. Pantai di kawasan ini umumnya ditumbuhi oleh vegetasi hutan pantai seperti jenis Ketapang (Terminalia catappa), Beringin (Ficus benyamina), dan Bayam (Intsia bijuga). Pada bagian lain sebagian besar ditumbuhi oleh pohon kelapa milik masyarakat. Disamping itu juga terdapat beberapa jenis burung seperti burung Gosong (Megapodius bernsteinee), Dara Laut (Sterna hirundo), Elang Perut Putih (Haliaeetus leucogaster), dan Nuri atau Betet kelapa punggung biru (Tanygnathus sumatranus). Sedangkan jenis fauna yang lainnya adalah Biawak (Varanus sp.), Musang Sulawesi (Macrogalidea Musschenbroeki), dan Penyu (Celonia sp.) (Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Tengah, 2003) Sosial Ekonomi dan Budaya Penduduk Secara keseluruhan penduduk yang mendiami kelurahan dan desa di kawasan wisata ini berjumlah 1424 KK atau 6799 jiwa. Jumlah penduduk pada masing-masing kelurahan/desa diwilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan rata-rata per rumah tangga Desa/Kelurahan Luas wilayah (km²) Rumah tangga Penduduk Rata-rata per Rumah Tangga Rata-rata per km² Limboro 5, Labuan Bajo 5, Boneoge 23, Jumlah Sumber : Kecamatan Banawa Dalam Angka, 2006

34 22 Jika dilihat jumlah penduduk sebanyak jiwa dan dibandingkan dengan luas wilayah (37,94 km²), secara geografis kepadatan penduduk pada kawasan ini adalah 179,20 jiwa per km². Penduduk yang bermukim di wilayah ini memiliki mata pencaharian yang beragam, tetapi sebagaian besar diantara mereka bekerja sebagai nelayan. Gambaran tentang keragaman mata pencaharian penduduk disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Mata pencaharian penduduk di Kawasan Tanjung Karang Pusentasi Desa/Kelurahan Mata pencaharian Petani Peternak Nelayan Dagang Buruh dan lainnya Limboro Labuan Bajo Boneoge Jumlah Sumber : Kecamatan Banawa Dalam Angka, 2006 Bila dilihat pada tabel tersebut, sebagian besar masyarakat di kawasan ini menggantungkan hidupnya sebagai buruh dan lainnya yang terdiri dari kegiatankegiatan sebagai buruh baik di pelabuhan Donggala maupun sebagai buruh bangunan, pegawai negeri, sopir, serta beberapa kegiatan jasa baik sebagai sopir angkutan maupun sebagai ojek. Namun jika dicermati maka pekerjaan sebagai nelayan menempati posisi yang tertinggi disusul oleh pekerjaan sebagai petani, dan peternak. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat di wilayah penelitian, sebagian penduduk memiliki pekerjaan ganda seperti nelayan dan peternak, nelayan dan petani, ataupun nelayan dan sesekali bekerja sebagai buruh pelabuhan atau bangunan dan beberapa pekerjaan lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal tersebut terutama dilakukan pada saat musim tertentu yaitu musim barat ketika mereka tidak dapat melaut karena cuaca yang tidak memungkinkan. Keadaan tersebut dapat berlangsung selama kurang lebih tiga bulan yaitu pada bulan Desember, Januari, dan Pebruari.

35 Pendidikan dan Kesehatan Pendidikan dan kesehatan merupakan prasyarat bagi terciptanya masyarakat yang sejahtera, disamping aspek-aspek yang lainnya. Di wilayah ini, fasilitas pendidikan dan kesehatan terdapat pada semua desa dan kelurahan meskipun tingkatnya disesuaikan dengan kondisi dan status wilayahnya. Keadaan sarana pendidikan dan kesehatan di wilayah penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Sarana pendidikan dan kesehatan di Kawasan Tanjung Karang Pusentasi Desa/Kelurahan Tingkat pendidikan TK SD SLTP SMA Sarana kesehatan Pustu/ Polindes Pos KB Limboro Labuan Bajo Boneoge Sumber : Kecamatan Banawa dalam Angka, 2006 Bila dilihat dari sarana pendidikan yang ada maka peluang masyarakat untuk mendapatkan pendidikan sampai pada tingkat menengah cukup besar. Dengan demikian, sebagian penduduk di wilayah ini setidaknya memiliki tingkat pendidikan yang setara dengan sekolah lanjutan pertama dan selanjutan tingkat atas. Keadaan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan rinci karena saat ini tidak tersedia data yang menerangkan tentang tingkat pendidikan penduduk secara keseluruhan baik pada ketiga desa/kelurahan di kawasan wisata ini maupu Kecamatan Banawa secara keseluruhan. Sedangkan yang berkaitan dengan sarana kesehatan, yang tersedia baru berupa Puskesmas Pembantu (Pustu) masing-masing di desa Limboro, kelurahan Labuan Bajo dan Boneoge. Hal ini dikarenakan jarak yang tidak terlalu jauh (hanya sekitar 3 9 km) dari Kota Donggala yang memiliki sarana kesehatan yang lebih lengkap, sehingga masih memungkinkan bagi masyarakat untuk menjangkau dalam waktu yang tidak terlalu lama. Meskipun demikian, jika dilihat dari kepentingan wilayah ini sebagai suatu kawasan wisata yang banyak dikunjung orang dan memiliki peluang untuk menghadapi resiko didalam aktifitasnya maka sarana kesehatan yang lebih baik tentu sangat dibutuhkan.

36 Kelompok Etnis Masyarakat yang bermukim di wilayah Kecamatan Banawa terdiri dari berbagai etnis, meskipun didominasi oleh Suku Kaili sebagai kelompok etnis asli. Kelompok etnik lainnya yang terdapat di wilayah ini adalah Bugis, Jawa, Minahasa, dan kelompok etnik lainnya meskipun dalam jumlah yang kecil. Kehidupan antara etnis berlangsung rukun dan damai, dan terjalin interaksi yang baik antar mereka. Bahasa Indonesia dipergunakan sebagai bahasa pengantar sehari-hari dalam pemerintahan, komunikasi antar etnis, pendidikan, dan bahasa pergaulan sehari-hari. Bahasa daerah biasanya hanya digunakan untuk berkomunikasi secara internal pada masing-masing kelompok etnis Kegiatan Pariwisata di Kecamatan Banawa Kegiatan kepariwisataan di wilayah ini sebenarnya telah berlangsung sejak lama sebelum pemerintah menetapkannya sebagai salahsatu sektor prioritas. Hal ini dimungkinkan karena Kecamatan Banawa memiliki beberapa lokasi wisata yang dikenal dan merupakan tempat yang banyak dikunjungi oleh masyarakat baik yang bermukim di Kabupaten Donggala maupun Kota Palu dan sekitarnya. Lokasi wisata tersebut diantaranya Pemandian Loli yang terletak di Desa Loli Oge, Air terjun Loto yang terletak di Desa Loli Tasiburi, pantai pasir putih Tanjung Karang yang terletak di Kelurahan Labuan Bajo, Pantai Pasir Putih Boneoge di Kelurahan Boneoge, Pantai Pasir Putih Kaluku yang terletak di Dusun Kaluku Desa Limboro, dan Pantai Pusentasi di Desa Tovale. Pada dekade 1990an Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala, mulai memberikan perhatian kepada wilayah ini karena memiliki potensi yang cukup besar bagi pembangunan daerah. Disamping kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan pariwisata sebagai salahsatu sektor yang terus didorong perkembangannya, juga karena kunjungan wisatawan lokal yang tetap stabil pada lokasi-lokasi tersebut serta mengalirnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Tanjung Karang merupakan dorongan bagi pemerintah daerah untuk lebih serius dalam memberikan perhatiannya. Bukti keseriusan pemerintah daerah tersebut adalah dengan menjadikan sektor pariwisata sebagai salahsatu unggulan dan kemudian berdasarkan PERDA Nomor 6 Tahun 1995 dibentuk Dinas Pariwisata

37 25 di Kabupaten Donggala, yang selanjutnya berdasarkan PERDA Nomor 6 Tahun 2001 berubah menjadi Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya (Disparsenibud Donggala, 2002). Pada Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasi terdapat beberapa lokasi yang sering dikunjungi oleh wisatawan yaitu Tanjung Karang, Boneoge, Kaluku, dan Pusentasi. Tanjung Karang merupakan lokasi yang merupakan sebuah tanjung diujung Teluk Palu dimana salahsatu sisi pantainya menghadap ke teluk sementara sisi yang lainnya menghadap ke Selat Makassar. Lokasi ini memiliki pantai pasir putih yang indah serta memiliki gugusan terumbu karang yang dekat dari pantai. Hal ini menyebabkan Tanjung Karang menjadi lokasi yang paling dikenal dan disukai oleh wisatawan dibanding lokasi lainnya di kawasan ini. Berdasarkan informasi yang dikemukakan oleh pengelola pintu masuk, lokasi ini dikunjungi oleh sekitar orang wisatawan lokal setiap minggu (dihitung berdasarkan jumlah karcis pintu masuk yang terjual). Disamping wisatawan lokal yang biasanya berkunjung pada setiap hari Minggu, terutama minggu pertama dan kedua, lokasi ini juga banyak dikunjunhg oleh wisatawan mancanegara. Gambar 3. Lokasi wisata Tanjung Karang dilihat dari salahsatu sisi Lokasi Wisata Boneoge yang terletak sekitar 1 kilometer sebelah barat Tanjung Karang merupakan sebuah kelurahan yang memanjang dari arah timur ke barat dan memiliki pantai pasir putih membentang hampir disepanjang wilayahnya. Namun demikian, kondisi pantainya nampak tidak terurus karena sebagian besar dipenuhi oleh sampah yang sebagian besar terbawa oleh air laut

38 26 pada saat pasang, kecuali pada ujung bagian barat dimana terdapat pondok peristrahatan/penginapan yang dimiliki oleh Pemda Kabupaten Donggala. Dibandingkan dengan Tanjung Karang, lokasi ini agak jarang dikunjungi oleh wisatawan. Meskipun demikian, wisatawan lokal yang berkunjung ke Tanjung Karang sering melanjutkan perjalanan ke Boneoge untuk membeli ikan segar yang dijual oleh nelayan yang baru tiba melaut. Gambar 4. Sebagian Pantai Boneoge yang belum terurus (kiri), dan sumur laut yang terdapat di Lokasi Pusentasi (kanan). Lokasi Wisata Pantai Kaluku yang terletak di Desa Limboro merupakan lokasi yang memiliki pantai yang landai dengan pasir putih yang indah serta memiliki gugusan terumbu karang yang merupakan salahsatu sumber mata pencaharian nelayan. Pada bagian lain dari lokasi ini terdapat sebuah batu karang berukuran besar terletak agak menjorok kelaut yang oleh masyarakat disebut dengan vatu nolanto (batu mengapung) yang sering digunakan untuk melakukan pesta adat untuk mendapatkan keselamatan dalam melakukan aktifitas melaut. Pada lokasi ini terdapat 5 buah pondok penginapan yang dimiliki oleh pengusaha

39 27 dari Palu, namun karena pengelolaan yang kurang baik lokasi ini sangat jarang dikunjungi. Lokasi yang terakhir adalah Pusentasi yang berjarang sekitar 500 meter dari Kaluku. Di lokasi ini terdapat sebuah sumur air laut yang terletak ± 75 meter dari bibir pantai yang oleh masyarakat disebut dengan pusentasi atau pusat laut. Pusentasi merupakan lokasi yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Donggala dan sering dijadikan sebagai lokasi festival budaya yang dilakukan oleh pemerintah. Di lokasi ini terdapat beberapa bangunan sebagai tempat peristrahatan bagi pengunjung dan sering pula digunakan sebagai ruang pameran dan berbagai aktifitas lainnya. Setiap minggu lokasi ini ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal baik yang berasal dari Kota Palu maupun Donggala, tetapi tidak diperoleh catatan tentang jumlah pengunjung yang mendatangi lokasi ini. Berkaitan dengan potensi pariwisata baik alam maupun budaya yang tersedia, pemerintah daerah Kabupaten Donggala menjadikan lokasi-lokasi yang terdapat di kawasan ini sebagai bagian dari prioritas pengembangan pariwisata (Bappeda Kabupaten Donggala, 1999). Berdasarkan rencana strategi pengembangan kepariwisataan Kabupaten Donggala, aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian adalah dalam hal pengembangan produk yang khas dan memiliki daya tarik, promosi, peningkatan keterampilan pengelola, dan pengembangan kelembagaan (Disparsenibud Donggala, 2002) Tipologi wisatawan Wisatawan yang berkunjung di Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasiterdiri dari wisatawan mancanegara, wisatawan nusantara, dan wisatawan lokal. Wisatawan mancanegara berasal dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, negara-negara Eropa, dan Asia. Berdasarkan catatan kunjungan wisatawan mancanegara yang dimiliki oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Donggala terlihat bahwa pada tahun 2005 berjumlah 254 wisatawan. Sebagaian besar diantaranya berasal dari Jerman sejumlah 100 orang, selebihnya berasal dari Perancis 53 orang, Belanda 39 orang, Australia 13 orang, Austria 11 orang, Amerika Serikat 15 orang, Inggris 9 orang, Swiss 6 orang,

40 28 Selandia Baru 3 orang, Ukraina 2 orang, serta Belgia, Italia, dan Thailand masing-masing 1 orang, dengan waktu tinggal selama 5 21 hari. Sebagian besar wisatawan mancanegara yang berkunjung merupakan wisatawan yang melakukan perjalanan dengan inisiatif sendiri karena telah mengetahui informasi tentang lokasi ini melalui informasi perorangan. Berdasarkan wawancara dengan pemilik dan pengelola salahsatu cottage, seorang yang berkebangsaan Jerman, bahwa informasi tentang lokasi wisata Tanjung Karang beredar melalui kawan-kawan dan keluarga beliau yang pernah berkunjung ke lokasi ini. Sementara itu, wisatawan yang berkunjung sebagian besar merupakan wisatawan yang berasal dari kelas menengah. Meskipun demikian, tidak diperoleh data yang lengkap tentang tipologi wisatawan secara rinci baik pada lokasi wisata maupun pada instansi pemerintah di daerah ini. Wisatawan lokal yang berkunjung terutama berasal dari kota Palu yang terdiri atas pelajar, mahasiswa, dan pegawai negeri dan swasta yang berkunjung secara perorangan maupun berkelompok. Mereka memanfaatkan hari-hari libur untuk berkunjung ke beberapa lokasi wisata di Kawasan Tanjung Karang Pusentasi. Diantaranya ada pula yang menggunakan sarana penginapan/cottage baik yang disediakan oleh pemerintah, pengusaha wisata, maupun masyarakat lokal untuk bermalam di lokasi wisata. Sementara itu, wisatawan nusantara yang berkunjung sebagian besar adalah warga masyarakat dari luar daerah baik dari bwebagai wilayah di Sulawesi maupun dari daerah lainnya yang kebetulan memiliki kegiatan baik di Palu maupun Donggala.

41 IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang bersifat eksploratif untuk mempelajari kemungkinan dikembangkannya pariwisata yang berbasis masyarakat di wilakayah Kecamatan Banawa, khususnya di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan informasi yang lengkap berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka digunakan pendekatan triangulasi (Decrop, 1999 ; Oppermann, 2000), sebagai sebuah pendekatan untuk memahami atau menjawab suatu masalah dengan menggunakan lebih dari satu sumber dan cara pengumpulan data Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Wisata Pantai Tanjungkarang-Pusentasi Donggala yang terletak di wilayah Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala dan mencakup 3 (tiga) desa/kelurahan yaitu Kelurahan Labuanbajo, Desa Boneoge, dan Limboro. Penelitian di lapangan selama 3 (tiga) bulan, dimulai pada bulan Juni sampai Agustus Metode Penelitian Penentuan Sampel Penentuan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) (Soeratno dan Arsyad, 1993). Responden yang diwawancarai untuk mengetahui berbagai hal tentang kegiatan pariwisata di wilayah penelitian, persepsi masyarakat dan para pihak lainnya, ekspektasi masyarakat terhadap kegiatan pariwisata, dan konsep pengelolaan pariwisata adalah sejumlah 82 responden yang terdiri dari 70 orang masyarakat lokal, 6 orang aparat pemerintah, 4 orang pengusaha pariwisata, dan 2 orang dari lembaga/kelompok swadaya masyarakat. Sampel yang dimaksudkan disini bukan keterwakilan populasi tetapi merupakan keterwakilan dari permasalahan atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat, pelaku, dan aktifitas (Sugiyono, 2005). Penyebaran responden pada masyarakat lokal, pemerintah, pengusaha wisata dan LSM dikemukakan pada Tabel 7.

42 30 Tabel 7. Penyebaran responden pada berbagai kelompok Kelompok responden Aktifitas/Bidang Kegiatan Jumlah informan Masyarakat lokal Nelayan 27 Peteni/peternak 15 Dagang 8 Sopir/ojek 6 Guru/PNS 6 Buruh/pertukangan 5 Jasa 3 Pengusaha Pemilik Penginapan/Cottage 3 Biro perjalanan 1 Pemerintah Pemda/Bupati 1 Dinas Pariwisata 1 Camat 1 Lurah dan Kepala Desa 3 LSM/KSM LSM yang berasal dari Donggala, dan LSM lokal (POKDARWIS) 2 Penggalian data secara partisipatif dengan menggunakan teknik PRA melibatkan tokoh masyarakat, kelompok-kelompok sosial, kelompok-kelompok usaha ekonomi produktif, kelembagaan adat serta kelompok wanita dan pemuda serta kelompok sadar wisata yang terdapat di lokasi penelitian Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder (Tabel 8). Pengumpulan data primer dilakukan dengan beberapa cara yaitu observasi, wawancara, penggalian data secara partisipatif (participatory rural appraisal) (Campbell, 2002 ; Rietbergen-McCracken dan Narayan,1998), dan diskusi kelompok terfokus (Danim, 2002; Mikkelsen, 2001 ; Trigg dan Roy, 2007). Observasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi atraksi wisata yang berpeluang untuk dikembangkan. Potensi tersebut dapat berupa potensi alam maupun potensi sosial budaya masyarakat setempat. Sedangkan wawancara dilakukan untuk untuk mengetahui persepsi dan keinginan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat. Penggalian data secara partisipatif (participatory rural appraisal) dilakukan terhadap sekumpulan anggota masyarakat yang merupakan representasi dari keseluruhan masyarakat di wilayah penelitian. Untuk memudahkan penggalian data maka akan digunakan beberapa alat-alat kaji yang terdapat dalam PRA diantaranya :

43 31 1. Diagram Venn, yang merupakan diagram yang terdiri dari beberapa lingkaran dengan berbagai ukuran yang berbeda, yang satu dengan lainnya saling berhubungan secara simbolis. Diagram ini ditujukan untuk melihat peran berbagai institusi dalam pengelolaan pariwisata di lokasi penelitian. 2. Matriks analisis stakeholder, yang digunakan untuk memetakan pihakpihak yang berperan dan memiliki kepentingan terhadap kegiatan pariwisata di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. 3. Pemetaan yang terdiri atas pemetaan aktifitas masyarakat dan pembuatan sketsa lokasi yang menggambarkan tentang penggunaan ruang pada lokasi wisata oleh berbagai stakeholder yang ada. Diskusi kelompok terfokus, dilakukan dengan membentuk kelompok yang terdiri atas orang dengan panduan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dengan menghimpun informasi dari Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Kantor Statistik, serta dokumen-dokumen yang terdapat pada tingkat kecamatan dan kelurahan/desa. Tabel 8. Jenis data yang akan dikumpulkan Jenis data Aspek Sumber data Metode Data Primer Data Sekunder Persepsi, partisipasi dan harapan masyarakat. Masyarakat lokal Wawancara, FGD Potensi Masyarakat : Kegiatan ekonomi dan potensi sosial budaya Masyarakat lokal Organisasi masyarakat Wawancara, FGD, PRA. masyarakat. lokal Konsep Pejabat Pemerintah Wawancara. Persepsi pengusaha wisata Pengusaha wisata, Wawancara Persepsi LSM LSM lokal dan KSM Pokdarwis Wawancara FGD Kebijakan Pemerintah : Rencana Dinas dan Instansi Strategik, tata Ruang dan terkait. Keputusan-keputusan pemerintah. Potensi wilayah dan masyarakat yang berkaitan dengan aspekaspek sosial,ekonomi, dan budaya. Kantor Statistik, Desa/Kelurahan dan Kecamatan.

44 Analisis Data Data yang terkumpul selanjutnya diklasifikasi menurut jenisnya dengan menggunakan peralatan berupa matriks, tabulasi, dan format (Miles dan Huberman, 1992). Untuk mendukung proses analisis maka data-data tersebut diklasifikasi dan dikelompokan kedalam suatu satuan (unit) tertentu (Denscombe, 1998) terutama untuk mengorganisasikan data-data tentang pengertian, pandangan/persepsi, sikap dan tindakan ; serta dengan melakukan perbandingan dan membangun hubungan-hubungan antar data tersebut. Penelaahan dengan cara ini dimaksudkan untuk mencari kaitan yang lebih luas dari fakta yang ditemukan di lokasi penelitian. Persepsi masyarakat tentang kegiatan pariwisata yang berlangsung saat ini dan konsep pariwisata berbasis masyarakat akan diketahui melalui pendapat dan pandangan mereka terhadap kedua aspek tersebut. Selanjutnya untuk menentukan strategi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah analisa kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk menformulasikan strategi suatu kegiatan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenght) dan peluang (opportunity) dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknes) dan ancaman (threat) (Rangkuti, 2003). Analisis dilakukan dengan memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulang data yang dilakukan dan dilakukan pengintegrasian antara S-O, S-T, W-O, dan W-T untuk merumuskan strategi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Model analisisnya disusun dengan menggunakan matrik SWOT yang menggabungkan aspek atau faktor internal dan eksternal dari komponen atau bidang. Bentuk dari tahapan ini yang merupakan pengintegrasian dari S-O, S-T, W-O, dan W-T dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat disajikan pada Gambar 5.

45 33 Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Strategi S-O Menciptakan strategi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-O Menciptakan strategi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Ancaman (T) Strategi S-T Menciptakan strategi l pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi W-T Menciptakan strategi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Gambar 5. Matrik Strategi Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Wilayah Penelitian.

46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Masyarakat di Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasi Karakteristik Masyarakat Kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi mencakup empat wilayah yang terdiri atas Kelurahan Labuan Bajo, Kelurahan Boneoge, Desa Limboro dan Desa Tovale. Meskipun demikian, hanya penduduk yang terdapat di kelurahan Boneoge yang seluruhnya bermukim di lokasi wisata. Pada wilayah lain seperti kelurahan Labuan Bajo dan desa Limboro penduduk yang bermukim di lokasi wisata masing-masing hanya terdapat pada satu wilayah RT dan Dusun. Untuk kelurahan Labuan Bajo, lokasi dan kegiatan wisata terdapat di Tanjung Karang yang merupakan salahsatu RT di kelurahan tersebut, sedangkan di desa Limboro kegiatan dan lokasi wisata terdapat di dusun Kaluku. Sementara itu, lokasi wisata yang terdapat di desa Tovale yaitu Pusentasi yang berdampingan dengan dusun Kaluku tidak dihuni oleh penduduk. Oleh karena itu, penduduk yang berinteraksi langsung dengan aktifitas pariwisata di kawasan ini hanya terdapat pada tiga wilayah dengan jumlah penduduk sebanyak 761 KK atau jiwa. Rincian jumlah penduduk pada masing-masing lokasi wisata dikemukakan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah penduduk yang bermukim di kawasan wisata. Lokasi Pariwisata KK Jumlah jiwa Laki-laki Perempuan Boneoge Tanjung Karang Kaluku Jumlah Sumber : Data statistik masing-masing desa dan kelurahan, Penduduk yang bermukim di wilayah ini pada umumnya adalah masyarakat nelayan dan petani dengan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Tingkat pendidikan masyarakat dikemukakan pada Tabel 10.

47 36 Tabel 10. Pekerjaan dan tingkat pendidikan responden masyarakat lokal. Pekerjaan Tingkat pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah (orang) Nelayan Petani/peternak Dagang Sopir/Ojek Guru/PNS Buruh/Pertukangan Jasa Jumlah Berdasarkan informasi yang dikemukakan pada Tabel 10 diatas terlihat bahwa sebagian besar responden yaitu 61,4 % memiliki tingkat pedidikan sekolah dasar, selebihnya 22,9 % berpendidikan sekolah lanjutan pertama, 11,4 % sekolah lanjutan tingkat atas, dan sisanya 4,3 % berpendidikan tinggi. Bila mengamati kondisi masyarakat yang terdapat di kawasan ini, yang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dapat dikemukakan bahwa potensi sumberdaya manusia yang terdapat dikawasan wisata ini masih tergolong rendah. Sebagaimana halnya dengan masyarakat yang mendiami desa-desa pesisir lainnya, sebagian besar masyarakat di wilayah penelitian ini memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Seperti yang dikemukakan pada Tabel 10, sebagian besar responden masyarakat lokal memiliki pekerjaan atau mata pencaharian pokok sebagai nelayan. Dari 70 responden masyarakat lokal yang diwawancarai, terdapat 27 orang atau sebesar 38,6 % memiliki mata pencaharian pokok sebagai nelayan, dan sejumlah 15 orang atau sebesar 21,4 % memiliki mata pencaharian pokok sebagai petani. Sisanya memiliki mata pencaharian pokok sebagai pedagang, sopir/penarik ojek, pegawai negeri, buruh/pertukangan, dan jasa. Disamping pekerjaan pokok tersebut, mereka juga memiliki pekerjaan atau mata pencaharian sampingan. Hal ini dilakukan disamping untuk kepentingan menambah penghasilan keluarga, juga disebabkan karena rata-rata mereka memiliki lahan, yang dapat ditanami tanaman-tanaman tertentu seperti jagung, ubi kayu, pisang, dan tanaman sayuran.

48 37 Bagi masyarakat yang bekerja sebagai nelayan, kegiatan sampingan dilakukan pada saat tidak melaut, terutama pada saat terjadinya musim barat dimana mereka tidak dapat melakukan pekerjaan sebagai nelayan. Informasi yang diperoleh pada saat wawancara dan diskusi kelompok, kegiatan sampingan masyarakat nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disamping bertani adalah bekerja sebagai buruh pelabuhan dan bangunan di kota Donggala, dan sebagian diantaranya memanfaatkan peluang dari aktifitas pariwisata yang berlangsung di wilayah ini (Tabel 11). Tabel 11. Pekerjaan dan kelompok usia responden masyarakat lokal. Pekerjaan Usia responden (tahun) Jumlah Nelayan Petani/peternak Dagang Sopir/Ojek Guru/PNS Buruh/Pertukangan Jasa Jumlah Usia responden masyarakat lokal bervariasi mulai dari usia 20 tahun hinga 70 tahun. Pada Tabel terlihat bahwa informan yang berusia tahun sebesar 18,6 %, usia tahun sebesar 34,3 %, usia tahun sebesar 28,6 %, usia tahun sebesar 15,7 %, dan usia tahun sebesar 2,9 %. Berdasarkan komposisi umur tersebut terlihat bahwa responden yang memiliki usia antara tahun, sebagai kelompok usia produktif, jumlahnya mencapai 97,1 %, sedangkan yang memiliki usia antara tahun hanya sebesar 2,9 %. Pekerjaan utama dari kelompok usia produkstif adalah nelayan, pertanian/peternakan, dagang, sopit/penarik ojek, guru, dan buruh. Sedangkan penduduk yang telah memiliki usia yang tua/kurang produktif memilih pekerjaan sebagai peternak dan dagang yang relatif kurang membutuhkan tenaga yang besar.

49 Perekonomian Masyarakat Masyarakat yang mendiami kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi, seperti halnya masyarakat di wilayah lainnya, mengembangkan sistem perekonomian berdasarkan karakter wilayah dan potensi sumberdaya yang tersedia. Perekonomian masyarakat di kawasan ini bertumpu pada dua kegiatan yaitu pertanian/peternakan dan perikanan. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya berladang dan membuka perkebunan rakyat, serta sebagian kecil diantaranya menjalankan usahatani padi sawah dengan sistim irigasi desa dan padi ladang. Kegiatan pertanian dan perkebunan yang dilakukan oleh masyarakat dikemukakan pada Tabel 12. Tabel 12. Kegiatan pertanian dan perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat (Ha). Desa/Kelurahan Jenis tanaman pertanian Jenis tanaman perkebunan Padi Jagung Kelapa Cacao Boneoge Labuan Bajo Limboro Sumber : Kecamatan Banawa Dalam Angka, 2006 Kegiatan perkebunan nampaknya lebih mendominasi kegiatan penduduk di wilayah ini, karena memang sejak dahulu daerah (Sulawesi Tengah) ini dikenal sebagai penghasil tanaman perkebunan, terutama kelapa. Tanaman kelapa bagi masyarakat di wilayah ini merupakan kegiatan utama untuk pemenuhan kesejahteraannya, sementara tanaman lainnya yang dilakukan dengan kegiatan berladang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari (subsisten) sambil menunggu panen buah kelapa yang biasanya berlangsung setiap 3-4 bulan. Keadaan tersebut juga merupakan gambaran dari aktifitas pertanian masyarakat yang bermukim di lokasi kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi (Tanjung Karang, Boneoge, dan Dusun Kaluku). Kegiatan pertanian dan jenis tanaman yang diusahakan oleh masyarakat di kawasan wisata ini dikemukakan pada Tabel 13.

50 39 Tabel 13. Kepemilikian lahan dan jenis tanaman yang diusahakan oleh masyarakat. Kelurahan/ Desa Lokasi Kepemilikan Lahan (ha) Boneoge Boneoge 0,25 2 Labuan Bajo Tanjung Karang 0,25 2 Limboro Dusun Kaluku 0,25 3 Jenis tanaman yang diusahakan Tanaman tahunan : kelapa dan coklat. Tanaman semusim : padi ladang, jagung, ubi kayu, pisang, serta tanaman-tanaman hortikultura seperti cabe, tomat dan sayuran. Disamping mengelola lahan untuk kegiatan bercocok tanam, masyarakat juga memelihara ternak sebagai usaha sampingan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Jenis ternak yang dipelihara oleh masyarakat disajikan pada Tabel 14. Meskipun hanya sebagai usaha sampingan, namun usaha peternakan ini sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging di wilayah ini dan sebagai tabungan masyarakat yang sewaktu-waktu dapat dijual bila mereka membutuhkan dana untuk berbagai keperluan yang mendesak. Tabel 14. Jenis ternak yang dipelihara oleh masyarakat di wilayah penelitian. Desa/Kelurahan Jenis ternak Sapi Kambing Ayam Buras Boneoge Labuan Bajo Limboro Sumber : Kecamatan Banawa Dalam Angka, 2006 Dibidang perikanan, desa-desa yang terdapat diwilayah penelitian ini merupakan penghasil ikan laut yang cukup besar bagi kecamatan Banawa. Sementara Kecamatan Banawa sendiri merupakan penghasil ikan terbesar untuk wilayah Kabupaten Donggala. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Donggala (2002), dari 8 kecamatan yang memiliki wilayah perairan laut di Kabupaten Donggala, Kecamatan Banawa merupakan penyumbang terbesar hasil tangkapan ikan di kabupaten ini. Pada tahun 2002 kontribusi penangkapan ikan laut di wilayah perairan Kecamatan Banawa terhadap total produksi di Kabupaten Donggala adalah sebesar 20,33%. Jenis peralatan penangkapan ikan yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah ini adalah jala rumpon, pukat pantai dan gill net. Adapun sarana

51 40 transportasi perikanan yang dimiliki adalah perahu/kapal motor bermesin dan sejumlah perahu tanpa mesin (Tabel 15). Tabel 15. Peralatan penangkap ikan dan sarana transportasinya di wilayah penelitian. Desa/ Kelurahan Jala rumpon Peralatan penangkap ikan Pukat pantai Gill Net Sarana transportasi perikanan Kapal/ Perahu Perahu Tak motor Bermotor Boneoge Labuan Bajo Limboro Sumber : Kecamatan Banawa Dalam Angka, 2006 Meskipun terdapat berbagai peralatan nelayan berupa perahu motor dan peralatan lainnya, namun kegiatan perikanan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat merupakan kegiatan perikanan skala kecil dengan menggunakan peralatan sederhana berupa pukat, pancing, dan panah. Penggunaan pukat pantai dan panah biasanya dilakukan oleh masyarakat untuk menangkap ikan-ikan karang yang terdapat disekitar kawasan wisata atau tempat-tempat lainnya dimana terdapat banyak gugusan karang. Kemampuan nelayan di kawasan ini untuk menangkap ikan dengan menggunakan panah dan harus menyelam tanpa menggunakan alat cukup terkenal disekitar kawasan ini, terutama di Teluk Palu dan perairan Kabupaten Donggala bagian barat. Hal ini dikarenakan mereka, terutama nelayan yang berasal dari Kelurahan Boneoge, mampu melakukan penyelaman dalam waktu yang cukup lama, jauh melebihi kemampuan rata-rata nelayan yang terdapat di sekitarnya. Hasil yang diperoleh dalam menangkap ikan-ikan karang biasanya sekitar ekor sekali melaut dengan harga jual sekitar Rp ,- sampai Rp ,- per ikat. Sedangkan untuk penggunaan pancing biasanya ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar dan permukaan yang biasanya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan perahu tanpa motor. Penangkapan ikan oleh nelayan dengan menggunakan pancing, diantaranya adalah kegiatan yang disebut dengan panambe. Kegiatan panambe

52 41 ini merupakan kegiatan nelayan memancing ikan Julung-julung yang dalam bahasa daerah disebut dengan bau (ikan) tampai. Ikan ini merupakan ikan permukaan yang biasanya terdapat disekitar gugusan karang antara bulan April hingga September, di kawasan ini terutama terdapat di perairan sekitar dusun Kaluku dan sebagian kecil wilayah Boneoge. Kegiatan panambe yang dilakukan oleh nelayan dalam menangkap ikan ini biasanya dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota sekitar 3 sampai 5 orang. Hasil tangkapan yang mereka dapatkan kemudian dimasak dengan cara pengasapan, yang sebelumnya dijepit dengan menggunakan bambu, dimana setiap jepitannya berjumlah 20 ekor. Setiap minggu masing-masing keluarga nelayan dapat menghasilkan sekitar jepitan ikan ini dengan harga jual antara Rp. 5000,- sampai Rp ,- setiap jepitannya Kegiatan ekonomi lainnya yang dilakukan oleh masyarakat, meskipun tidak menjadi kegiatan utama, adalah menenun kain sarung dari benang sutera dengan menggunakan alat tenun tradisional. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh kaum perempuan yang dilakukan disela-sela aktifitas mengurus rumahtangga dan kegiatan pertanian. Setiap sarung diselesaikan dalam waktu sekitar 1 2 bulan dengan harga jual per sarung sekitar Rp ,- sampai Rp ,-. Hingga saat ini masyarakat hanya menghasilkan tenunan dalam bentuk sarung meskipun terbuka peluang untuk menghasilkan produk yang lain dalam bentuk cindera mata karena mereka berada pada lokasi kegiatan pariwisata. Hal ini, menurut masyarakat, karena keterbatasan keterampilan yang dimiliki untuk menghasilkan produk tersebut. Disamping aktifitas yang dikemukakan tersebut, masyarakat juga menangkap peluang usaha yang dihasilkan oleh berkembangnya aktifitas pariwisata di kawasan ini. Diversifikasi usaha ekonomi yang mereka lakukan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu ketika mereka tidak melakukan aktifitas utamanya baik sebagai nelayan maupun bertani. Gambaran tentang pemanfaatan waktu mereka dalam melakukan aktifitas ekonomi dikemukakan pada Tabel 16.

53 42 Tabel 16. Kalender aktifitas masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi Waktu (bulan ke) Bulan Bulan 11-3 Bulan 4-10 Bulan 4 5 Hari libur dan hari-hari besar Lokasi dan aktifitas masyarakat Dusun Kaluku Boneoge Tanjung Karang Musim tanam (notuja) - Melakukan padi ladang. penangkapan ikan karang. - Mengelola kebun - Melakukan penangkapan ikan karang. - Mengelola ladang dan kebun - Menenun kain - Melakukan kegiatan Panambe - Mengelola ladang dan kebun - Menenun kain Musim panen padi ladang (noisi/nokato) Membuka warung, menjual hasil tankapan ikan, dan penyewaan/ojek perahu di Pusentasi - Melakukan kegiatan menangkap ikan dengan pancing dan pukat serta kegiatan Panambe - Mengelola kebun Membuka warung, dan menjual hasil tangkapan ikan kepada wisatawan lokal. - Melakukan penangkapan ikan karang. - Melakukan kegiatan usaha di lokasi wisata. - Mengelola kebun. - Kegiatan menangkap ikan dengan pancing dan pukat. - Melakukan kegiatan usaha di lokasi wisata. - Mengelola kebun. Berdasarkan hasil pemetaan aktifitas tersebut terlihat bahwa meskipun sebagian besar masyarakat di kawasan ini memiliki pekerjaan pokok sebagai nelayan dan petani, tetapi terdapat beberapa perbedaan aktifitas ekonomi pada masing-masing lokasi. Hal ini disebabkan karena disamping terdapat perbedaan potensi sumberdaya pada masing-masing lokasi juga disebabkan karena intensitas kegiatan pariwisata yang berbeda pada masing-masing lokasi tersebut. Masyarakat yang bermukim di dusun Kaluku melakukan aktifitas yang lebih beragam dibanding lainnya. Sepanjang tahun, selain melakukan kegiatan sebagai nelayan, mereka juga melakukan kegiatan pertanian ladang dengan menanam padi lokal. Hal ini dilakukan karena di wilayah ini masih terdapat lahan yang memungkinkan untuk ditanami padi ladang karena kondisi tanah dan topografi lahannya yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan menanam padi ladang ini dilakukan oleh masyarakat hanya diperuntukan bagi kebutuhan lokal masyarakat setempat.

54 43 Sedangkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata hanya mereka lakukan pada hari-hari libur dengan membuka warung dilokasi Pusentasi. Berbeda halnya dengan masyarakat yang bermukim di Boneoge dan Tanjung Karang, dimana kegiatan pertanian yang dapat mereka lakukan hanyalah perkebunan kelapa dan kebun untuk tanaman buah-buahan dan sayuran. Kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan pariwisata secara intensif hanya dilakukan oleh mereka yang bermukim di Tanjung Karang, sedangkan di Boneoge hanya dilakukan ketika hari libur Persepsi, Partisipasi, dan Keinginan Masyarakat Terhadap Pariwisata Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Persepsi masyarakat lokal terhadap kegiatan pariwisata di kawasan wisata pantai Tanjung Karang Pusentasi, terutama yang berkaitan dengan ada tidaknya manfaat yang diberikan oleh pariwisata terhadap kehidupan masyarakat dikemukakan pada Tabel 17. Tabel 17. Persepsi responden terhadap keberadaan kegiatan pariwisata saat ini Pekerjaan Bermanfaat Persepsi Tidak bermanfaat Tidak tahu Jumlah Nelayan Petani/peternak Dagang Sopir/Ojek Guru/PNS Buruh/Pertukangan Jasa Jumlah Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 70 orang responden masyarakat lokal di lokasi penelitian, seperti terlihat pada tabel tersebut, menunjukan bahwa sebagian besar (61,43 %) responden masyarakat lokal menyatakan bahwa kegiatan pariwisata memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun demikian, masih terdapat sekitar 32,86 % responden yang menyatakan pariwisata tidak memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah ini, sedangkan sebagian kecil lainnya (5,71 %) menyatakan tidak tahu. Responden yang

55 44 menyatakan bahwa pariwisata memberikan manfaat, pada umumnya adalah mereka yang memiliki aktifitas usaha yang berhubungan langsung dengan kegiatan pariwisata, disamping pekerjaan pokoknya sebagai petani dan nelayan. Aktifitas usaha yang dilakukan adalah berupa pekerja/penyedia sarana penginapan, warung, transportasi wisata (perahu), pemandu wisata dan penyedia/penyewaan sarana rekreasi lainnya seperti tikar, ban, dan kacamata renang. Pandangan masyarakat dan beberapa stakeholder lainnya yang berkaitan dengan manfaat dan kerugian yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Persepsi stakeholder tentang manfaat dan kerugian dari kegiatan pariwisata Masyarakat lokal Aparat Pemerintah Pengusaha Pariwisata Persepsi LSM Jumlah jawaban Manfaat kegiatan pariwisata Membuka peluang pekerjaan Menambah pendapatan Mendorong kemajuan desa Memperkenalkan budaya lokal Lingkungan menjadi baik/bersih Dapat menjual hasil usaha Desa menjadi terkenal Kerugian kegiatan pariwisata Merusak moral Mengganggu kegiatan nelayan Mengancam kepemilikan lahan Kerusakan lingkungan Berdasarkan informasi yang disajikan pada Tabel 18 tersebut terlihat bahwa kegiatan pariwisata diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan memperlihatkan bahwa manfaat yang paling banyak dinyatakan (51,43 %) oleh masyarakat lokal adalah terciptanya peluang pekerjaan/usaha serta meningkatkan pendapatan. Terdapat tiga hal yang secara spontan dikemukakan oleh masyarakat berkaitan dengan kepentingan ekonomi mereka yaitu terbukanya lapangan pekerjaan, menambah pendapatan, dan pemasaran dari hasil usaha perikanan mereka dapat

56 45 lebih terbuka. Sejalan dengan pandangan masyarakat, stakeholder lainnya juga menyatakan bahwa kegiatan pariwisata dapat memeberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Seluruh informan yang berasal dari aparat pemerintah, pengusaha pariwisata, dan LSM menyatakan kegiatan tersebut dapat membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat, diversifikasi usaha masyarakat, dan pada akhirnya akan memberikan tambahan pendapatan. Pada saat tertentu, yaitu sekitar bulan Nopember hingga Januari masyarakat yang bekerja sebagai nelayan hampir tidak dapat turun melaut karena cuaca yang tidak memungkinkan. Oleh karena itu pada saat-saat seperti ini mereka melakukan pekerjaan diluar perikanan seperti buruh pelabuhan dan bangunan. Bagi mereka yang memiliki kesempatan untuk menjalankan usaha yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata setidaknya dapat memperoleh tambahan pendapatan meskipun tidak dapat melaut. Sebanyak 42,86 % responden masyarakat lokal menyatakan bahwa kegiatan pariwisata dapat memberikan tambahan pendapatan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, baik pada saat wawancara maupun pada diskusi kelompok terungkap bahwa disaat cuaca tidak memungkinkan untuk melaut, mereka masih bisa mendapatkan hasil perikanan dari sekitar gugusan karang yang terdapat didepan obyek wisata Tanjungkarang. Namun, saat ini kegiatan tersebut tidak dapat lagi dilakukan oleh masyarakat karena gugusan karang ini telah menjadi lokasi penyelaman yang dilakukan oleh para wisatawan. Beberapa manfaat yang dikemukakan diatas merupakan sesuatu yang seharusnya diperoleh masyarakat disekitar lokasi kawasan wisata karena pengembangan kegiatan kepariwisataan di suatu lokasi diharapkan dapat memberikan efek positif bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal, dalam bentuk pendapatan dan kesempatan kerja (Pitana dan Gayatri, 2005; Liu dan Wall, 2006; Ross dan Wall, 1999; UNEP, 2002a). Bahkan bila pengelolaan pariwisata yang dilakukan berjalan dengan sistim pengelolaan yang baik, dan dengan melibatkan semua unsur masyarakat maka akan menjadikan sumber pendapatan yang dapat berlangsung terus menerus (Scheyvens, 1999). Disamping manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat lokal, kegiatan pariwisata juga dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dalam

57 46 bentuk devisa dan peningkatan pendapatan pemerintah (Pitana dan Gayatri, 2005). Pendapatan pemerintah inilah yang diharapkan akan memberikan sumbangan bagi kemajuan pembangunan daerah dan tentu saja akan berakibat positif bagi kemajuan desa/kelurahan yang menjadi lokasi kegiatan kepariwisataan. Hal ini jelas terungkap didalam wawancara yang dilakukan dengan masyarakat serta dalam pelaksanaan diskusi kelompok terfokus yang dilakukan di lokasi penelitian. Seperti yang tertera pada Tabel dimuka bahwa salahsatu manfaat yang diharapkan oleh masyarakat (32,86 %) adalah kemajuan bagi desa tempat tinggal mereka. Meskipun demikian, menurut sebagian tokoh masyarakat dan aparat pemerintah pada tingkat desa, kegiatan pariwisata yang telah berlangsung di wilayah ini belum banyak memberikan sumbangan bagi kemajuan desa. Hal ini disebabkan karena redistribusi pendapatan yang diperoleh pemerintah tidak sepenuhnya ditujukan kepada pengembangan desa dan masyarakat di lokasi wisata tersebut. Berkembangnya kegiatan pariwisata diharapkan juga dapat meningkatkan pengenalan dan pemahaman orang-orang luar (wisatawan) terhadap budaya masyarakat di suatu lokasi yang dikunjungi. Menurut masyarakat lokal dan stakeholder lainnya pada kawasan wisata Tanjungkarang-Pusentasi bahwa kegiatan pariwisata yang berlangsung dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya lokal. Dikembangkannya atraksi budaya sebagai produk wisata yang ditawarkan kepada para wisatawan diharapkan dapat menjadi wahana memperkenalkan, memelihara, dan mendorong masyarakat untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan lokal. Berkaitan dengan pengembangan atraksi budaya tersebut, Spillane (1987) menyatakan bahwa kegiatan pariwisata dapat menggairahkan perkembangan kebudayaan asli, bahkan dapat juga menghidupkan kembali unsur kebudayaan yang sudah hampir dilupakan. Selanjutnya, Damanik dan Weber (2006) mengemukakan bahwa aspek sosial budaya juga merupakan sesuatu yang penting bagi suatu daerah tujuan wisata, karena pengalaman budaya di daerah tujuan menjadi salahsatu daya tarik yang diperhitungkan oleh wisatawan. Selanjutnya dikemukakan bahwa sekitar 42 persen wisatawan Inggris mengatakan informasi

58 47 kondisi sosial, ekonomi, dan politik lokal merupakan basis pertimbangan untuk memilih destinasi dan 37 persen mengatakan pentingnya menjalin interaksi dengan masyarakat setempat. Manfaat lainnya yang juga dikemukakan oleh masyarakat adalah yang berkaitan dengan kondisi lingkungan (30 %). Kondisi lingkungan yang dimaksudkan adalah menyangkut kebersihan dan keindahan lingkungan pemukiman, serta kebersihan dan keindahan pantai. Dikemukakan bahwa kondisi lingkungan pemukiman dan pantai saat ini sangat jauh berbeda dengan keadaannya ketika kegiatan pariwisata belum intensif seperti saat ini, terutama di Tanjungkarang. Pada beberapa tempat tertentu, khususnya di desa Boneoge, kebersihan dan keindahan pantai masih kurang tertata dengan baik. Hal ini disebabkan karena hanya sebagian kecil wilayah desa ini yang dimanfaatkan sebagai lokasi wisata, walaupun hampir sepanjang desa memiliki potensi wisata yang cukup baik karena memiliki pantai yang berpasir putih. Salahsatu kendala dalam penataan lokasi ini adalah karena padatnya rumah sebagai tempat pemukiman nelayan, utamanya di desa Boneoge. Melalui diskusi kelompok dan wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat di desa ini juga terungkap keinginan mereka untuk menata kondisi ini, meskipun masih ada kekhawatiran bila suatu saat mereka akan kehilangan lahannya ketika lokasi ini juga sudah berkembang. Disamping pemahaman tentang lingkungan yang terbatas pada aspek penataan pemukiman, sebagian masyarakat dan stakeholder lainnya juga mengemukakan tentang manfaat kegiatan pariwisata terhadap lingkungan alam. Dikemukakan bahwa keadaan ini tidak berdiri sendiri sebagai sesuatu yang dipengaruhi langsung oleh kegiatan pariwisata tetapi merupakan suatu rantai proses sebab-akibat antar berbagai manfaat tersebut. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari kegiatan pariwisata akan mendorong masyarakat untuk tetap melestarikan budaya lokal dan menjaga kondisi lingkungan alam, karena keduanya merupakan sumberdaya ekonomi yang dimiliki oleh suatu lokasi pariwisata. Bila penanganan terhadap kedua aspek tersebut berlangsung dengan baik maka manfaat ekonomipun akan diperoleh. Selanjutnya juga dikemukakan bahwa terpeliharanya budaya lokal akan sangat

59 48 bermanfaat bagi terpeliharanya kondisi lingkungan alam, karena masyarakat memiliki akar budaya yang kuat dalam bentuk tata aturan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang baik. Manfaat langsung yang juga dikemukakan oleh masyarakat adalah pemasaran langsung hasil usaha berupa hasil pertanian, perikanan, kerajian, dan masakan yang diproduksi oleh masyarakat lokal. Mereka dapat langsung memasarkan hasil pertanian mereka, terutama buah-buahan, dan hasil olahan makanan yang biasanya dikonsumsi oleh wisatawan lokal pada hari-hari libur. Sebagian besar olahan makanan merupakan hasil pertanian dan perikanan yang dihasilkan oleh masyarakat lokal. Keadaan ini merupakan manfaat ganda (Spillane, 1987) yang didapatkan oleh masyarakat dari adanya kegiatan pariwisata. Selain memberikan manfaat, juga terdapat beberapa kerugian atau akibatakibat negatif dari berkembangnya kegiatan pariwisata di wilayah ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat lokal, seperti yang tertera pada Tabel 18, akibat-akibat negatif yang terjadi dan sudah menjadi kekhawatiran masyarakat adalah berkaitan dengan moral, status kepemilikan lahan, konflik pemanfaatan sumberdaya, dan gangguan terhadap lingkungan. Masalah moral merupakan hal yang sangat mendapat perhatian masyarakat (58,57 %). Berdasakan penjelasan masyarakat, baik pada saat wawancara maupun ketika dilakukan diskusi kelompok, terungkap bahwa persoalan moral yang dimaksud adalah berkaitan dengan etika, tatakrama, adat istiadat dan juga hubungan-hubungan sosial antar sesama masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Agusniatih (2002) di wilayah ini juga mendapatkan bahwa dampak negatif dari kegiatan pariwisata menurut masyarakat adalah kerusakan moral pada generasi muda, yang terutama disebabkan oleh adanya wisatawan mancanegara. Kebiasaan wisatawan mancanegara yang suka berjemur dan berenang dengan menggunakan pakaian minim, menurut masyarakat akan mempengaruhi moral masyarakat, terutama kaum mudanya. Hal inilah yang oleh Yoeti (1987) dinyatakan sebagai kebiasaan jelek para wisatawan yang sering mengakibatkan kegoncangan didalam masyarakat dan membuat masyarakat setempat menderita.

60 49 Selanjutnya, Cohen (1984) dalam Pitana dan Gayatri (2005) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pengaruh pariwisata terhadap sosial budaya masyarakat lokal, diantaranya dampak terhadap organisasi/kelembagaan sosial masyarakat, ritme kehidupan sosial masyarakat, hubungan antar personal, adat istiadat yang kemudian menyebabkan terjadinya penyimpanganpenyimpangan sosial. Demikian pula halnya dengan masyarakat di wilayah penelitian, keadaan seperti itu mungkin saja terjadi ketika perkembangan kegiatan pariwisata dilihat sebagai sebuah peluang ekonomi yang terlepas dari kepentingan dan kontrol masyarakat lokal yang memiliki budaya gotongroyong, termasuk dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan kepentingan ekonominya. Akibatnya terjadi perubahan hubungan-hubungan sosial didalam masyarakat. Dalam hal ini, menurut Mathieson dan Wall (1982) dalam Pitana dan Gayatri (2005) pariwisata telah mengubah struktur internal masyarakat yang mengakibatkan terjadinya pembedaan antara mereka yang memiliki hubungan dengan pariwisata dan mereka yang tidak. Pengalaman masyarakat dalam beberapa kegiatan yang merupakan hasil rancangan pihak luar baik pemerintah maupun swasta sering menciptakan konflik kecil diantara masyarakat ketika pihak diluar memanfaatkan salahsatu atau beberapa anggota masyarakat untuk membawa kepentingan pihak luar. Dalam kaitan dengan dengan keadaan tersebut, seperti tergambar dalam diskusi kelompok, mereka mengharapkan bahwa diperlukan komunikasi yang lebih baik dan terbuka antara berbagai pihak dalam merencanakan dan mengembangkan program yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, termasuk juga pengembangan pariwisata. Akibat negatif lainnya yang dapat terjadi adalah terganggunya kepemilikan lahan masyarakat (38,57 %). Hasil wawancara dan diskusi kelompok dengan masyarakat terungkap bahwa bergesernya status kepemilikan lahan yang diakibatkan oleh kuatnya tuntutan untuk lebih mengembangkan kegiatan pariwisata. Pada satu sisi perkembangan kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat, tetapi disisi lain memarginalkan masyarakat dari aktifitas tersebut, terutama bagi mereka yang tidak memiliki modal yang cukup. Penelitian yang dilakukan oleh Agusniatih (2002) di lokasi ini

61 50 juga mengungkapakan bahwa sebagian masyarakat di wilayah ini enggan untuk terlibat didalam kegiatan pariwisata karena memberikan dampak yang negatif bagi mereka. Kegiatan pariwisata menurut mereka suatu saat akan menggusur lahan pertanian dan pemukiman yang mereka miliki saat ini. Kehadiran pariwisata telah menimbulkan kekhawatiran (32,86 %) akan hilangnya akses mereka terhadap sumberdaya yang terdapat disekitar wilayah pemukiman masyarakat. Kasus pelarangan terhadap masyarakat untuk mengambil ikan yang terdapat di gugusan karang didepan lokasi wisata Tanjungkarang telah menjadi pengalaman buruk bagi masyarakat tentang pengembangan pariwisata. Karenanya, dalam wawancara dan diskusi kelompok dengan masyarakat selalu terungkap harapan mereka agar kondisi tersebut tidak terjadi pada lokasi yang lain seperti di Boneoge dan Dusun Kaluku. Berkembangnya kegiatan pariwisata, dapat memberikan keuntungan bagi lingkungan bila dikelola dengan pendekatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelestarian sumberdaya alam. Potensi alam yang merupakan salahsatu daya tarik bagi wisatawan semestinya tetap dijaga keasliannya. Bila mengamati keadaan pariwisata di daerah ini, jelas terlihat bahwa atraksi utama yang diharapkan oleh wisatawan adalah kondisi lingkungan yang masih alami. Hal ini terutama berlaku bagi wisatawan mancanegara yang memanfaatkan suasana lingkungan tropis untuk mengisi masa liburannya. Pada disisi lain, seperti juga terjadi pada beberapa kawasan wisata lainnya di Indonesia, keadaan lingkungan yang bersifat alami kadang tergeser oleh kepentingan pembangunan sarana pariwisata (Marpaung, 2002). Padahal degradasi lingkungan yang terjadi di kawasan pariwisata, disaat meningkatnya jumlah wisatawan yang menyukai keindahan alam dan kesadaran akan lingkungan, dapat menurunkan jumlah wisatawan yang berkunjung pada suatu kawasan wisata tertentu (Lawrence, 1994). Masyarakat lokal di kawasan wisata ini (27,14 %) juga melihat bahwa kegiatan pariwisata telah menberikan akibat yang negatif bagi lingkungan. Partisipasi masyarakat lokal merupakan suatu bagian yang penting dalam menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan, termasuk juga kegiatan

62 51 pariwisata (Garrot, 2003). Keadaan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata di Tanjung Karang Pusentasi dikemukakan pada Tabel 19. Tabel 19. Matriks partisipasi masyarakat dan stakeholder lainnya di Kawasan Wisata Tanjungkarang Pusentasi Jenis / Bentuk kegiatan Stakeholder Masyarakat lokal Pengusaha pariwisata Dinas pariwisata Pemerintah desa/kelurahan LSM /KSM Kelompok tani/nelayan Karang Taruna PKK/Dasa Wisma Kelompok arisan Kelompok pengajian Lembaga adat Pengelolaan kawasan wisata Perencanaan lokasi Wisata Pengembangan produk Pemasaran wisata Pengelolaan pintu masuk lokasi Pengelolaan usaha Akomodasi Pondok peristrahatan Transportasi wisata - Penyediaan suvenir Jasa penyediaan konsumsi Pemandu wisata Penyediaan sarana rekreasi Berdagang makanan Monitoring dan evaluasi kepariwisataan Keterangan : Tanda menandakan adanya keterlibatan/partisipasi. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata setidaknya berkaitan dengan dua hal yaitu peran masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan pembagian manfaat dari kegiatan pariwisata (McIntosh dan Goeldner, 1986 dalam Ying dan Zhou, 2007). Bagi masyarakat lokal yang berada di kawasan wisata Tanjungkarang Pusentasi, kedua hal tersebut nampaknya belum sepenuhnya dapat diperoleh. Pada Tabel 23 terlihat bahwa partisipasi masyarakat lokal masih terbatas pada kegiatan usaha tertentu yang mampu mereka lakukan

63 52 berdasarkan sumberdaya yang dimiliki. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal sebagai usaha untuk menambah pendapatan keluarga adalah penyediaan sarana rekreasi (ban untuk pemampung renang, kacamata renang, dan tikar), berdagang makanan yang dilakukan pada hari-hari libur ketika lokasi wisata ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal, pondok peristirahatan, dan berdagang makanan. Kegiatan usaha seperti penyediaan akomodasi (penginapan), penyediaan suvenir, jasa penyediaan konsumsi belum dapat dilakukan oleh masyarakat lokal. Keadaan ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan masyarakat baik dari aspek permodalan maupun keterampilan untuk mengembangkan usaha-usaha tersebut. Beberapa informan masyarakat lokal yang melakukan usaha penyewaan sarana rekreasi dan berdagang makanan bagi kepentingan wisatawan lokal, menyatakan bahwa yang mereka lakukan saat ini hanyalah sebuah usaha yang dilakukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena dibangun dengan modal yang sangat terbatas dan mereka tidak memiliki keterampilan untuk mengembangkan usaha lainnya. Dari gambaran yang dikemukakan tersebut terlihat bahwa peran masyarakat dalam menjalankan usaha pariwisata di kawasan wisata ini pada umumnya masih sangat rendah, meskipun juga diakui bahwa pada lokasi Tanjungkarang peran masyarakat dalam menjalankan usaha sudah terbangun. Namun, beberapa peran lainnya seperti perencanaan pengembangan lokasi wisata, pengembangan produk dan pemasaran masih sepenuhnya ditangani oleh pemerintah dan pihak swasta. Keadaan ini menyebabkan potensi produk yang mungkin dimiliki oleh masyarakat lokal tidak dapat tergali dengan baik. Sebuah hasil studi yang pernah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2003, yang dikemukakan oleh Suranti (2005), diperoleh kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan daerah tujuan wisata di Indonesia masih rendah. Hal ini disebabkan karena belum adanya ketentuan yang jelas dan rinci mengenai keterlibatan masyarakat dalam pengembangan daerah tujuan wisata, yang ada hanyalah berupa himbauan agar masyarakat diikutsertakan dalam upaya pengembangan tersebut. Seperti halnya yang terjadi di wilayah penelitian, konsep partisipasi masyarakat masih berupa

64 53 arahan kebijakan (Disparsenibud Donggala, 2002), tanpa adanya penjelasan persyaratan, tata cara dan tahapan pelaksanaannya (Suranti, 2005). Gambar 6. Salahsatu kegiatan usaha masyarakat di Tanjung Karang. Bila kita mencermati keadaan yang berkembang pada kawasan wisata ini, seperti yang telah diuraikan diatas, terlihat bahwa terdapat dua tingkatan partisipasi yang telah terjadi ditengah masyarakat. Disatu sisi, berkaitan dengan konsep dan rencana pengembangan kawasan wisata posisi masyarakat beserta organisasi lokal yang dimilikinya masih berada pada tingkatan partisipasi yang terendah dimana masyarakat hanya mendapatkan pemberitahuan (informing), yang oleh Pretty (1994) dalam Pleumaron (1997) dinyatakan sebagai partisipasi pasif. Pada posisi ini masyarakat masih ditempatkan sebagai penerima informasi dari pihak luar. Adapun proses yang dilakukan hanya bersifat formalitas sebagai suatu syarat yang mungkin harus dilakukan dan komunikasi yang terjadi bersifat satu arah. Namun pada sisi lain, masyarakat telah mengambil inisiatif untuk ikut didalam proses untuk mendapatkan manfaat dari berkembangnya kegiatan pariwisata tersebut. Keadaan yang terakhir tersebut, bila dikaitkan dengan konsep tingkatan partisipasi yang dikemukakan oleh Pretty (1994) dalam Pleumaron (1997) berada pada tingkatan dimana masyarakat sudah mulai masuk pada partisipasi untuk mendapatkan insentif material. Tingkatan ini masih sangat riskan karena didalamnya, biasanya, tidak terjadi proses belajar yang dapat membangun kekuatan masyarakat, dan akibatnya bila aktifitas yang menjadi tempat bergantung masyarakat terhenti maka akan sangat mempengaruhi kehidupan

65 54 mereka. Oleh karena itu maka proses yang harus dilakukan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat kepada tingkatan yang lebih bersifat fungsional dimana mereka dapat membangun kekuatan bersama melalui pengembangan kelompok atau organisasi lokal yang dapat membangun inisiatif, ataupun merespon inisiatif dari luar dengan posisi tawar yang cukup kuat. Sehubungan dengan keadaan yang dikemukakan tersebut, diperlukan suatu upaya untuk membangun kapasitas organisasi lokal yang dimiliki oleh masyarakat dengan melibatkan mereka didalam proses kegiatan kepariwisataan di kawasan ini. Pengembangan kapasitas ini penting untuk meningkatkan kekuatan organisasi lokal dalam proses pengambilan keputusan pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya untuk kepentingan pariwisata, dimana efektifitas pengelolaan sumberdaya tergantung kepada kekuatan organisasi tersebut dan hanya dapat dilakukan bila didukung oleh semua pihak terutama pemerintah (Pomeroy, 1995) Keinginan Masyarakat Dalam Pengelolaan Pariwisata Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok yang dilakukan pada masyarakat lokal di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi terlihat bahwa mereka memiliki keinginan untuk dapat berperan aktif dalam pengelolaan pariwisata. Harapan masyarakat yang berkaitan dengan peran mereka dalam pengelolaan pariwisata tersebut dikemukakan pada Tabel 20. Unsur Tabel 20. Keinginan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata Atraksi alam dan budaya Peran masyarakat - Perancangan produk/atraksi wisata - Pengelolaan produk/atraksi wisata Usaha jasa - Penyediaan homestay - Penyediaan konsumsi wisatawan - Penyediaan souvenir - Penyediaan jasa transportasi - Penyediaan jasa pemanduan Informasi wisata - Penyediaan informasi produk wisata - Pembuatan pedoman wisata bagi wisatawan Promosi Bersama pemerintah dan swasta melaksanakan pameran/expo untuk kepentingan pariwisata Organisasi dan kelembagaan Pelibatan organisasi dan kelompok masyarakat yang telah ada dalam pengelolaan pariwisata, yang mencakup aspek perencanaan, pengawasan, dan evaluasi.

66 55 Berdasarkan informasi yang dikemukakan pada Tabel diatas terlihat bahwa masyarakat lokal memiliki keinginan untuk dapat berpartisipasi didalam pengelolaan kegiatan pariwisata di kawasan ini. Peran yang diharapkan tidak sekedar ikutserta didalam aktifitas berjualan makanan dan penyediaan sarana rekreasi bagi wisatawan lokal seperti yang ada saat ini, tetapi juga peran-peran strategis dalam kaitannya dengan proses pengembangan dan pengelolaan pariwisata. Peran-peran strategis yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan perencanaan dan pengelolaan produk-produk wisata berupa atraksi wisata yang didasarkan pada potensi alam dan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat, pengelolaan informasi yang berkaitan dengan potensi wisata dan pedoman bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata, dan keterlibatan didalam pengelolaan pameran dan pesta budaya. Keinginan masyarakat tersebut didasarkan pada potensi pariwisata yang terdapat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. Hasil diskusi kelompok dan pemetaan/inventarisasi potensi yang dilakukan secara partisipatif memperlihatkan bahwa masyarakat memiliki pandangan yang cukup luas tentang potensi atraksi wisata yang dapat dikembangkan. Pandangan masyarakat berkaitan dengan potensi pariwisata di kawasan ini dikemukakan pada Tabel 21. Tabel 21. Potensi atraksi wisata yang terdapat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. Lokasi Tanjung Karang Boneoge Alam - Pemandangan alam - Pantai pasir putih - Terumbu karang - Tracking - Pemandangan alam - Pantai pasir putih - Sunset - Tracking Potensi Budaya Pembuatan barang kerajinan dari kayu dan tempurung kelapa. - Kegiatan panambe yang dilakukan oleh nelayan. - Produk masakan hasil laut. - Pembuatan barang kerajian dari kayu dan tempurung kelapa. Aksesibilitas Berjarak ± 3 km dari kota Donggala dan ± 37 km dari kota Palu. Mudah dijangkau oleh semua jenis kendaraan. Berjarak ± 5 km dari kota Donggala. Beberapa lokasi tertentu di desa ini hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki dan menggunakan perahu.

67 56 Kaluku dan Pusentasi - Pemandangan alam - Sumur Air Laut - Pantai pasir putih - Terumbu karang - Sunset - Tracking - Kegiatan panambe yang dilakukan oleh nelayan. - Kegiatan nontanu. - Kegiatan nompaura. - Kegiatan pertanian beserta prosesi adatnya. - Pembuatan barang kerajian dari kayu, bambu, dan tempurung kelapa. Berjarak ± 10 km dari kota Donggala. Lokasi wisata yang terdapat di dusun Kaluku hanya dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua. Saat ini sedang dilakukan proses pembangunan jalan. Pengelolaan pariwisata di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi yang berlangsung saat ini masih menitikberatkan pada pemanfaatan potensi alam sebagai daya tariknya, sementara potensi budaya masyarakat belum mendapatkan perhatian yang serius. Melalui diskusi kelompok yang dilakukan, terungkap beberapa pertanyaan dan sekaligus merupakan keinginan masyarakat yang berkaitan dengan peluang aktifitas pertanian, perikanan, dan beberapa kegiatan budaya yang mereka lakukan sebagai bagian dari aktifitas pariwisata. Dikemukakan bahwa hingga saat ini belum ada aktifitas yang dilakukan oleh wisatawan untuk melakukan perjalanan (tracking) melewati atau bahkan mengunjungi lokasi-lokasi pemukiman, kebun, dan ladang yang mereka miliki. Hal ini sebenarnya dapat membuka peluang masyarakat sebagai pemilik segala potensi lokal untuk mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan pariwisata (Damanik dan Weber, 2006). Kondisi alam yang terdapat di kawasan ini, sangat memungkinkan untuk dilakukannya pengembangan kegiatan wisata lintas alam. Jarak antara Tanjung Karang dengan Pusentasi sekitar 5-7 kilometer dengan melewati wilayah Kelurahan Boneoge dan dusun Kaluku dimana terdapat kebun dan ladang milik penduduk dengan pemandangan alam yang cukup baik dapat dikembangkan untuk kegiatan tersebut. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dan diskusi dengan masyarakat, terdapat beberapa pilihan-pilihan jalur yang dapat dikembangkan baik melalui wilayah perbukitan, menyusuri bibir pantai yang melewati berbagai aktifitas nelayan ataupun kombinasi antara keduanya dapat dikembangkan di kawasan ini.

68 57 Dikembangkannya berbagai jalur seperti yang dikemukakan dimuka menyebabkan aktifitas wisatawan, terutama wisatawan lokal, tidak hanya datang untuk sekedar melihat tetapi terbangun sebuah proses pendidikan yang dapat memberi pemahaman kepada wisatawan tentang pentingnya alam dan potensinya bagi masyarakat. Apabila kegiatan seperti ini dapat dikembangkan sebagai salahsatu atraksi maka masyarakat akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk ikut terlibat didalamnya. Disamping bermanfaat untuk membangun komunikasi dan interaksi antara wisatawan dengan masyarakat berdasarkan sentuhan lokal, kegiatan ini juga dapat memberi pengenalan dan pemahaman wisatawan terhadap alam dan budaya setempat. Pembahasan tentang potensi budaya ini akan dikemukakan pada bagian berikut dari tulisan ini. Pengembangan peran masyarakat seperti yang dikemukakan dimuka, merupakan bentuk dari keterlibatan masyarakat secara penuh didalam pengelolaan pariwisata di kawasan ini. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk membangun mekanisme yang memungkinkan bagi masyarakat untuk dapat berperan didalamnya (Tabel 22). Tabel 22. Pandangan masyarakat tentang mekanisme peran mereka dalam pengelolaan pariwisata Unsur Atraksi alam dan budaya Mekanisme - Masyarakat menggali dan merumuskan beberapa potensi alam dan budaya yang dapat dikembangkan menjadi produk wisata. - Masyarakat secara berkelompok memproduksi atraksi wisata berdasarkan potensi alam dan budaya tersebut dengan bimbingan pemerintah, swasta, LSM, dan pihak lainnya yang berkepentingan. Usaha jasa Informasi wisata - Masyarakat menata pemukiman dan rumah mereka agar bagi yang berkeinginan dapat dikembangkan menjadi rumah penginapan wisatawan. - Masyarakat mengembangkan resep makan dengan bahan lokal bagi wisatawan. - Menggali dan memproduksi kembali barang kerajinan yang pernah dibuat oleh masyarakat sebagai souvenir dan peralatan makan wisatawan. - Menfungsikan perahu nelayan sebagai sarana transportasi wisata. - Pemanfaatan warga masyarakat lokal sebagai pemandu wisata. - Masyarakat bersama pihak terkait lainnya melakukan inventarisasi, dokumentasi, penyebarluasan informasi potensi wisata alam dan budaya. - Masyarakat bersama pihak lainnya menyusun pedoman bagi

69 58 Promosi Organisasi dan kelembagaan wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. - Masyarakat berperan dalam merancang dan melaksanakan pesta budaya baik yang dilakukan atas inisiatif masyarakat maupun kegiatan yang sudah dijadualkan oleh pemerintah. - Masyarakat berperan dalam upaya memasarkan produk wisata. - Penguatan terhadap organisasi dan kelompok masyarakat yang sudah ada. - Membangun mekanisme kerjasama antar kelompok-kelompok masyarakat yang terdapat pada masing-masing desa dengan pemerintah, swasta, LSM, dan pihak lainnya yang berkepentingan. Mekanisme yang diharapkan oleh masyarakat lokal seperti yang dikemukakan pada Tabel diatas dimaksudkan agar mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata serta memiliki kontrol terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya yang dimilikinya. Mekanisme proses yang dikembangkan pada masing-masing unsur diatas menjadikan masyarakat akan terlatih untuk melakukan penggalian (assessment) terhadap potensi dan peluang pasar wisata serta proses perencanaan pengembangan usaha dibidang pariwisata. Disamping itu, upaya penguatan organisasi lokal serta membangun komunikasi dan kerjasama antara organisasi dan kelompok masyarakat dengan pihak lainnya akan memperkuat partisipasi masyarakat lokal, karena keikutsertaan masyarakat secara institusi atau organisasi akan lebih efektif dan berlanjut daripada keikutsertaan individu (Upphoff, 1987 dalam Brandon, 1993). Pengembangan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi, seperti yang dikemukakan oleh masyarakat diatas, masih mengalami beberapa kendala dalam implementasinya. Meskipun demikian, dari hasil diskusi kelompok terfokus dikemukakan beberapa permasalahan yang merupakan kendala dalam pengembangan peran tersebut. Permasalahan tersebut seperti yang dikemukakan pada Tabel 23 berikut.

70 59 Tabel 23. Permasalahan yang dihadapi masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata Unsur dan peran masyarakat Atraksi alam dan budaya - Perancangan produk/atraksi wisata - Pengelolaan produk/atraksi wisata Usaha jasa - Penyediaan homestay - Penyediaan konsumsi wisatawan - Penyediaan souvenir - Penyediaan jasa transportasi - Penyediaan jasa pemanduan Informasi wisata - Penyediaan informasi produk wisata - Pembuatan pedoman wisata bagi wisatawan Promosi Bersama pemerintah dan swasta melaksanakan pameran/expo untuk kepentingan pariwisata Organisasi dan kelembagaan Pelibatan organisasi dan kelompok masyarakat yang telah ada dalam pengelolaan pariwisata, mencakup aspek perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Permasalahan - Benturan kepentingan antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan ekonomi masyarakat lokal dan mengancam akses masyarakat terhadap sumberdaya. - Keterampilan rendah. - Tidak ada dorongan dari pemerintah. - Pembangunan pariwisata yang lebih menekankan pada aspek fisik. - Keterampilan rendah - Kekurangan modal - Tidak ada dukungan pemerintah - Keterampilan rendah - Tidak ada dukungan pemerintah - Akses masyarakat terhadap informasi pengembangan pariwisata masih rendah. Tidak ada dukungan pemerintah - Tidak ada mekanisme yang jelas dari pemerintah tentang keterlibatan organisasi dan kelompok masyarakat. - Sikap pemerintah yang lebih berpihak kepada pengusaha. Hasil diskusi kelompok seperti yang dikemukakan pada Tabel 23 memperlihatkan bahwa meskipun terdapat keinginan kuat masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan pariwisata namun keinginan tersebut belum dapat sepenuhnya terpenuhi karena masih terdapat berbagai permasalahan. Permasalahan yang utama adalah dukungan kebijakan pemerintah, permodalan, dan keterampilan masyarakat. Beberapa responden masyarakat lokal mengemukakan bahwa mereka mengembangkan usaha yang dapat dilakukan dengan modal dan keterampilan seadanya seperti membuka warung kopi, rumah

71 60 makan, dan penyewaan tikar wisatawan lokal. dan ban untuk keperluan wisatawan, terutama Salah seorang responden mengemukakan bahwa usaha warung kopi dan pisang goreng yang dimilikinya sudah berlangsung sekitar 2 tahun dengan penghasilan antara Rp ,- sampai Rp ,- per hari. Sementara itu, pemilik usaha warung makan yang terdapat di Tanjungkarang (satu-satunya warung makan yang terdapat di Kawasan Tanjungkarang Pusentasi) mengemukakan bahwa kegiatannya mengelola warung makan di lokasi wisata ini dapat memberikan pendapatan rata-rata Rp ,- sampai Rp ,- per minggu, yang dapat digunakan secukupnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak-anaknya. Untuk usaha penyawaan tikar, ban, dan kacamata renang, mereka dapat memperoleh pendapatan antara Rp ,- sampai Rp ,- per minggu dari usaha tersebut. Berdasarkan pengakuan responden bahwa usaha ini yang sementara dapat mereka lakukan untuk menambah penghasilan yang terbatas dari kegiatan keluarga sebagai nelayan dan dengan keterampilan yang masih terbatas Kearifan Sosial Budaya Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Penduduk yang bermukim di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi sebagian besar merupakan masyarakat lokal etnik Kaili dengan dialek Unde. Oleh karena itu maka tatanan sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat di wilayah ini adalah tatanan sosial budaya masyarakat Kaili yang sangat menghargai hubungan antar sesama manusia dan hubungan antara manusia dan alam sekitarnya. Hubungan antara manusia dan alam sekitarnya, dalam pandangan masyarakat, tidak hanya sekedar hubungan fungsional semata, dimana alam berfungsi memberikan kehidupan bagi manusia, tetapi memiliki hubungan yang sangat luas mencakup aspek sosial budaya dan religiusitas (Nugraha dan Murtijo, 2005). Hubungan-hubungan yang diyakini oleh masyarakat dengan alam sekitarnya biasanya diimplementasikan kedalam sikap keseharian mereka dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Dalam hal ini, sebagian masyarakat di Kawasan Tanjung Karang Pusentasi (sebagaimana masyarakat

72 61 Kaili pada umumnya) menerapkan hal tersebut kedalam pola pemanfaatan lahan dengan berbagai kepentingannya. Pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat dikemukakan pada Tabel berikut. Tabel 24. Pola pemanfaatan lahan pada masyarakat Kaili di Tanjung Karang Pusentasi Pola pemanfaatan dan kepemilikan Ngapa (Perorangan dan komunal) Pampa (Perorangan) Talua (Perorangan) Ova (Perorangan dan komunal) Pangale (Komunal) Olo (Adat) Deskripsi Vegetasi Pemanfaatan Wilayah yang diperuntukan bagi pemukiman. Lahan kebun atau ladang yang ditanami tanaman berumur pendek. Lahan kebun yang ditanami tanaman yang berumur panjang. Lahan hutan bekas kebun yang telah mengalami masa bera. Hutan yang pernah dimanfaatkan atau dikelola tetapi telah pulih kembali. Wilayah hutan yang sama sekali tidak dapat dikelola Tanaman buah, sayuran, dan tanaman obat. Umbi-umbian, jagung, tanaman sayuran, dan tanaman obat. Kelapa, cokelat, kopi, tanaman jangka panjang lainnya, dan padi ladang (umur pada ladang ± 6-7 bulan). Tanaman keras terutama buahbuahan, tanaman kayu, dan belukar. Tanaman kayu, rotan, dan berbagai jenis lainnya Tanaman kayu dan berbagai vegetasi lainnya Perumahan dan prasarana masyarakat. Subsisten, sebagai penyanggah kehidupan sebelum talua berproduksi. Kebutuhan jangka panjang, termasuk kebutuhan pangan tahunan. Cadangan lahan dan produksi buahbuahan lokal. Produksi rotan, tanaman obat, dan perburuan satwa Sumber mata air dan perlindungan alam. Pola pemanfaatan lahan masyarakat di kawasan ini, merupakan pola pemanfaatan tradisional yang yang sudah digunakan oleh masyarakat sejak lama. Meskipun aturan tentang pemilikan lahan telah diatur oleh pemerintah melalui kebijakannya, namun dalam beberapa hal seperti yang dikemukakan pada tabel diatas pola pemanfaatannya masih diatur oleh kesepakatan masyarakat, terutamam yang berkaitan dengan lahan yang dikelola secara komunal dan adat. Melalui diskusi kelompok dikemukakan bahwa sebagai besar lahan yang dimiliki secara perorangan oleh masyarakat lokal saat ini adalah lahan yang diwariskan

73 62 secara adat kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan pemukiman dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Lahan komunal merupakan lahan yang dimiliki secara kelompok dan dimanfaatkan serta diatur penggunaannya oleh kelompok. Pengelolaan secara kelompok ini dikenal dengan sebutan nosialampale. Sementara itu, kepemilikan lahan secara adat dilakukan untuk mengatur penggunaan lahan agar kepentingan masyarakat dan kepentingan pelestarian alam dapat berjalan seimbang. Kegiatan pelestarian alam dilakukan oleh masyarakat selain untuk kepentingan cadangan untuk kebutuhan masa depan juga ditujukan untuk melindungi tata air bagi suatu lokasi tertentu. Pada beberapa desa di Kecamatan Banawa, termasuk di kawasan ini, terdapat lokasi yang dilindungi oleh masyarakat melalui mekanisme adat. Suatu lokasi tertentu yang dilindungi selain dikeramatkan juga dikuti oleh aturan-aturan tertentu yang mengikat dan harus ditaati oleh masyarakat. Resiko yang akan ditanggung bila melanggar, disamping sanksi adat yang diberikan juga diyakini akan menyebabkan bencana berupa gangguan hama tanaman, banjir, hilangnya sumber air, dan dapat pula menyebabkan timbulnya wabah penyakit yang menimpa masyarakat. Keseimbangan dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam ini, selain di aktualisasikan dalam pola pemanfaatan lahan, juga dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan lahan pertanian. Kegiatan pertanian dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan mekanisme yang sama dengan umumnya berlaku pada masyarakat lainnya. Meskipun demikian, bagi masyarakat Kaili di kawasan ini, proses pengelolaan lahan pertanian dilakukan dengan menggabungkan teknik pertanian dan prosesi adat yang dianut dan diyakini manfaatnya oleh masyarakat. Mekanisme pengelolaan usahatani yang dilakukan oleh masyarakat dikemukakan pada Tabel 25.

74 63 Tabel 25. Tatacara masyarakat dalam pengelolaan usahatani. Tahap pengelolaan Kegiatan Deskripsi Penyiapan lahan Nompepoyu Penentuan lokasi usahatani yang tepat agar selaras dengan kepentingan alam. Kegiatan dimulai dengan upacara adat. Nontalu Pemarasan lokasi dilakukan dengan mengikuti aturan yang telah disepakati secara adat oleh masyarakat. Hal ini berkaitan dengan jenis dan ukuran tanaman tertentu yang tidak boleh ditebang. Penanaman Notuja Kegiatan penanaman benih tanaman yang akan diusahakan. Pemeliharaan tanaman Panen dan paska panen Nomperava Nokato /nompui Pembersihan gulma yang terdapat pada lahan usahatani. Kegiatan pemanenan hasil usaha tani. Istilah nokato diperuntukan bagi panen padi, sedangkan nompui untuk tanaman jagung dan buah-buahan. Novunja Kegiatan adat/spiritual sebagai tanda kesyukuran atas berhasilnya kegiatan usahatani. Kelembagaan Nosialampale Sistim usaha bersama yang dilakukan dalam mengelola lahan usahatani. Nosialampale berarti bergandengan tangan. Sobo - Pemangku adat (totua nu ada) yang diangkat sebagai pemimpin petani melalui musyawarah adat. - Sangat memahami kondisi alam dan memiliki pengetahuan bertani yang baik. Berperan sebagai pengambil keputusan terhadap semua proses dalam kegiatan usahatani. Kegiatan nompepoyu merupakan tahapan yang paling menentukan dalam proses pengelolaan usahatani yang dilakukan oleh masyarakat karena pada tahapan ini mereka menentukan lokasi lahan usahatani yang dapat diusahakan. Kegiatan ini dipimpin oleh seorang sobo yang akan melakukan dialog (nogane) dengan alam agar dapat diberi petunjuk lokasi usahatani yang tepat sehingga tidak berakibat bagi rusaknya alam. Proses tersebut akan menghasilkan keputusan diizinkan atau tidaknya lokasi yang direncanakan dikelola sebagai lahan usahatani. Bila keputusan akhir menyatakan bahwa lokasi tersebut tidak

75 64 dapat dikelola maka masyarakat yang akan membuka lahan harus mencari lokasi lain yang tepat. Pertimbangan yang diambil dalam penentuan lokasi oleh sobo merupakan perpaduan antara pertimbangan-pertimbangan topografi, ekologi, dan metafisik. Demikian pula dengan tahapan-tahapan selanjutnya seperti pengolahan lahan, penanaman, panen dan kegiatan paska panen. Penentuan waktu dimulainya pengolahan lahan dan penanaman ditentukan berdasarkan tandatanda alam. Keseluruhan rangkaian kegiatan tersebut, terutama nompepoyu, notuja, dan nokato/nompui selalu didahului dengan kegiatan ritual yang dipimpin oleh sobo dengan disertai semacam dialog dengan alam yang oleh masyarakat disebut dengan nogane. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong yang disebut nosialampale. Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang terdapat di laut, masyarakat di kawasan ini juga memiliki pengetahuan dan kearifan tertentu agar potensi tersebut dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan secara turun temurun. Masyarakat masih memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Pengetahuan-pengetahuan tersebut diantaranya adalah waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan berdasarkan tanda-tanda alam seperti perbintangan, kondisi permukaan air laut, dan kondisi pasang surutnya air laut, serta pengetahuan tentang habitat yang menjadi tempat hidup dan berkembangnya jenis-jenis ikan tertentu. Masyarakat yang terdapat di kawasan ini menyebut lokasi yang menjadi habitat dari ikan-ikan tersebut berdasarkan jenis ikan yang dominan di lokasi tersebut. Sebagai contoh misalnya, pasi pogo yang merupakan habitat tempat berkembangnya sejenis ikan karang yang mereka sebut dengan bau pogo. Dalam bahasa Kaili, pasi berarti gugusan terumbu karang, sedangkan bau berarti ikan. Pengetahuan mereka tentang keadaan ini juga termasuk kapan waktu yang tepat untuk dilakukan penangkapan agar supaya potensi yang terdapat pada lokasi tersebut punah. Oleh karena itu dalam menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya tersebut maka masyarakat Kaili memiliki kearifan tertentu yang disebut ombo.

76 65 Tabel 26. Kearifan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya laut. Aspek Kegiatan Deskripsi Sistim pengelolaan sumberdaya Pemanfaatan sumberdaya perikanan Ombo Panambe Maninti Aturan yang berlaku dalam masyarakat untuk tidak memanfaatkan hasil alam tertentu dalam batas waktu yang ditentukan bersama oleh masyarakat. Untuk daerah tangkapan ikan seperti pada suatu gugusan karang, waktu jeda tersebut bermanfaat untuk memulihkan populasi ikan dan perbaikan terumbu karang. Kegiatan yang dilakukan untuk memancing ikan dengan menggunakan perahu dan melemparkan umpan yang terdapat di pancing kemudian menariknya secara perlahan untuk mengundang perhatian ikan dan menangkap umpan yang terkait di pancing tersebut. Kegiatan ini biasanya dilakukan secara berkelompok dengan jumlah 3 5 orang. Kegiatan memanfaatkan sumberdaya laut yang terdapat pada tepi pantai hingga gugusan karang saat air laut berada pada surut terendah dengan menggunakan tombak bermata kecil, parang, dan jaring tangkap yang mirip jaring kupu-kupu. Adat/spiritual Nompaura Posesi adat yang dilakukan sekali setahun yang dilakukan sebagai tanda syukur serta memberi peringatan kepada masyarakat agar memanfaatkan potensi alam dengan sebaik-baiknya tanpa melakukan perusakan. Kearifan lokal yang dihasilkan dari pengetahuan mereka tentang sumberdaya laut tersebut merupakan potensi yang dapat dikelola untuk kepentingan pengelolaan pariwisata. Ombo sebagai sebuah sistim pengelolaan terumbu karang untuk menjaga kelestariannya tidak hanya bermanfaat bagi kepentingan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat tetapi juga sangat bermanfaat untuk pariwisata sebagai salahsatu daya tarik yang dimiliki oleh kawasan ini. Disamping itu, kegiatan perikanan yang dilakukan oleh nelayan seharusnya juga dapat memperoleh manfaat dari dikembangkannya pariwisata di kawasan ini. Manfaat yang didapatkan tidak hanya bersumber dari penjualan hasil tangkapan ikan nelayan kepada wisatawan yang berkunjung tetapi juga melalui keikutsertaan wisatawan pada aktifitas yang dilakukan oleh nelayan. Salahsatu peluang untuk hal tersebut adalah menjadikan kegiatan panambe sebagai atraksi wisata.

77 66 Menurut informasi yang dikemukakan oleh masyarakat pernah terjadi secara spontan wisatawan meminta untuk diikutsertakan dalam kegiatan tersebut, dan ini menurut mereka merupakan sebuah kebanggaan dimana orang luar memberikan apresiasi terhadap aktifitas yang mereka lakukan. Dengan demikian maka aktifitas masyarakat ini dapat dikembangkan menjadi salahsatu daya tarik wisata yang juga bermanfaat untuk menambah pendapatan masyarakat serta mendorong mereka melindungi sumberdaya yang menjadi tempat dilakukannya aktifitas tersebut. Disamping pengetahuan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam seperti yang dikemukakan dimuka, masyarakat juga memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menghasilkan produk-produk budaya baik yang berbentuk benda budaya maupun seni musik dan tari. Berbagai bentuk produk budaya masyarakat di kawasan wisata ini disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Produk budaya masyarakat Kaili dalam bidang kerajinan. Kegiatan Menenun (Nontanu) Pembuatan alat-alat rumahtangga Jenis produk (Nama lokal) Buya Sabe Sindu Deskripsi Suatu bentuk ekspresi seni budaya masyarakat Kaili yang dituangkan kedalam bentuk pembuatan kain sarung dari benang sutera dengan berbagai motif. Sendok sayur yang terbuat dari tempurung kelapa dengan menggunakan kayu sebagai tangkainya. Bobo Alat penyimpan air yang terbuat dari tempurung kelapa bulat yang telah dikeluarkan dagingnya. Pemanjo Belahan tempurung kelapa yang berbentuk mangkok sebagai tempat cuci tangan. Bentuk yang seperti ini kadang juga digunakan oleh masyarakat sebagai tempat hidangan sayur. Suge Sendok nasi yang terbuat dari bahan kayu yang terdapat disekitar desa. Salahsatu produk budaya masyarakat di wilayah ini yang saat ini telah memiliki nilai ekonomi adalah pembuatan sarung Donggala yang diproduksi dengan menggunakan alat tenun tangan. Pembuatan sarung ini merupakan keterampilan yang telah dimiliki secara turun temurun oleh masyarakat di wilayah ini serta pada masyarakat Kaili di beberapa wilayah lainnya. Pada

78 67 masyarakat Kaili, kegiatan ini biasa disebut dengan kegiatan nontanu yang dalam bahasa Indonesia berarti menenun. Nontanu adalah kegiatan membuat kain sarung yang juga merupakan salahsatu bentuk ekspresi seni budaya masyarakat lokal Kaili yang yang dituangkan kedalam kain sarung yang ditenun secara manual dengan menggunakan alat tenun tangan. Kegiatan masyarakat ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu, meskipun tidak diperoleh informasi yang menyatakan sejak kapan kegiatan ini dilakukan, dan merupakan keterampilan dan aktifitas yang dilakukan oleh seorang gadis disamping aktifitas-aktifitas lainnya yang dilakukan di rumah. Meskipun dahulu produksi sarung ini bukan untuk kepentingan ekonomi tetapi hanya merupakan aktifitas yang berorientasi sosial dan budaya, namun saat ini telah menjadi sebuah kegiatan yang memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat. Gambar 7. Kegiatan nontanu yang dilakukan oleh seorang gadis di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. (Foto : Yayasan BEST) Masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi juga memiliki keterampilan untuk menghasilkan barang-barang kerajinan yang berasal dari kayu, tempurung, dan bambu yang terdapat di kawasan ini, yang biasanya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Produk kerajian tersebut biasanya berupa barang-barang rumahtangga seperti sendok masak, serta alat makan dan minum. Namun demikian barang-barang tersebut sudah jarang dibuat karena

79 68 tergeser oleh produk-produk industri. Peluang yang dapat dilakukan adalah menjadikan barang-barang tersebut sebagai cinderamata yang dapat dibeli oleh wisatawan serta dapat dijadikan sebagai perlengkapan makan bagi wisatawan. Selain produk budaya yang berupa barang kerajian tersebut, di wilayah ini juga masih terdapat berbagai produk kesenian seperti seni tari dan musik. Kegiatan seni tari yang masih dimiliki oleh masyarakat dan merupakan tarian yang sering dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai kegiatan adalah tari Pontanu, Peulucinde dan Pomonte. dikemukakan pada Tabel 28. Kegiatan Produk-produk kesenian tersebut Tabel 28. Produk budaya masyarakat Kaili dalam bidang kesenian. Jenis (Nama lokal) Deskripsi Tari Pomonte Tarian yang menggambarkan proses pemanenan padi yang dilakukan oleh beberapa orang baik pria maupun wanita, yang dipimpin oleh seorang tadulako. Pontanu Tarian yang menggambarkan proses pembuatan sarung. Peulucinde Tarian penyambutan tamu yang dilakukan oleh tiga orang wanita. Meaju Suatu prosesi penyambutan tamu-tamu penting, biasanya dilakukan pada saat tamu masih berada di batas desa atau arena suatu kegiatan. Musik Kakula Seni musik yang menggunakan kulintang dan gong yang terbuat dari kuningan, dan gendang, dan biasanya dimainkan pada acara-acara tertentu. Dadendate Dadendate berarti nyanyian panjang, diiringi oleh alat musik berupa suling. Dilakukan menjelang kepergian seseorang ke perantauan yang berisi pesan-pesan moral. Saat ini dadendate telah digunakan pula sebagai media penyampaian pesan-pesan lingkungan. Tari Pomonte merupakan tarian yang menggambarkan tentang proses pemanenan padi yang ditarikan oleh beberapa orang baik wanita maupun pria, yang didalamnya menggambarkan tentang peran seorang pemimpin atau Tadulako didalam melakukan sebuah kerja kelompok. Tari Pontanu merupakan tarian yang dilakukan oleh beberapa gadis yang menggambarkan tentang proses pembuatan sarung Donggala. Sedangkan tari Peulucinde adalah tarian yang dilakukan untuk menyambut kedatangan tamu dan ditarikan pula oleh beberapa orang gadis.

80 69 Kegiatan budaya lainnya yang masih dijumpai adalah Meaju yang merupakan sebuat prosesi penerimaan tamu secara resmi. Kegiatan dilakukan oleh sekelompok pria dengan menggunakan pakaian tertentu dan menggunakan tombak yang melakukan arak-arakan dari tempat diterimanya tamu hingga ke tempat dilakukannya suatu acara tertentu. Meaju ini biasa dilakukan pada saat menjemput kedatangan tamu-tamu penting yang datang ke daerah ini. Seni musik tradisional yang masih terdapat pada masyarakat Kaili yang bermukim di wilayah ini adalah Kakula dan Dadendate. Kakula merupakan seni musik yang dapat dimainkan tanpa atau mengiringi seorang penyanyi. Kegiatan seni ini biasa dilakukan pada saat beberapa hari sebelum hingga menjelang pesta pernikahan (tanpa penyanyi), serta pada acara-acara tertentu lainnya dengan menggunakan penyanyi. Sedangkan dadendate (nyanyian panjang) merupakan sebuah jenis kesenian yang biasanya dilakukan menjelang kepergiaan seseorang ke perantauan dan berisi pesan-pesan moral tertentu, dinyanyikan oleh seseoang dengan diiringi oleh oleh beberapa alat musik tertentu. Selain digunakan untuk mengantar kepergian seseorang saat ini dadendate telah digunakan pula untuk menyampaikan pesan-pesan lingkungan kepada masyarakat Konsep Pemerintah dan Pihak Lainnya Dalam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat membutuhkan dukungan berbagai pihak yang terkait seperti pemerintah, swasta, dan lembaga swadaya masyarakat. Pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan memiliki peran yang sangat penting untuk mengatur keseimbangan berbagai kepentingan yang terdapat dalam kegiatan pariwisata. Berkaitan hal tersebut, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Donggala mengembangkan konsep pembangunan pariwisata seperti yang dikemukakan pada Tabel 29.

81 70 Tabel 29. Konsep pembangunan pariwisata di Kabupaten Donggala. Tujuan Strategi Program Pembangunan kepariwisataan daerah yang dapat : 1. Mengenal dan mencintai alam dan seni budaya daerah, 2. Memelihara keseimbangan lingkungan hidup, 3. Memperluas kesempatan kerja, dan 4. Meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. 1. Mendorong masyarakat untuk melindungi potensi alam dan budaya. 2. Mendorong pengembangan kreasi seni untuk memperkaya kebudayaan daerah. 3. Meningkatkan peran aktif masyarakat serta pengusaha kecil dan menengah. 4. Meningkatkan pengenalan masyarakat luas terhadap potensi wisata daerah. 5. Mengembangkan obyek wisata lokal dengan ciri khas daerah sebagai bagian dari aktifitas masyarakat. Sumber : Disparsenibud Donggala (2002, 2003). 1. Pengembangan kelembagaan 2. Mengembangkan produk kerajian masyarakat. 3. Peningkatan promosi dan pembinaan masyarakat pariwisata. 4. Pengembangan pendidikan dan pelatihan pariwisata. Strategi pengembangan pariwisata di Kabupaten Donggala, seperti yang dikemukakan pada tabel diatas, memperlihatkan bahwa sebenarnya masyarakat memiliki kesempatan yang sangat besar untuk berpartisipasi didalam pengelolaan pariwisata di kawasan Tanjung Karang Pusentasi. Meskipun demikian, sejalan dengan kondisi yang diungkapakan oleh masyarakat lokal pada saat wawancara dan diskusi kelompok terfokus bahwa konsep pemerintah tentang pengembangan peran masyarakat dalam pengelolaan pariwisata belum didukung oleh pengaturan mekanisme yang jelas tentang peran tersebut. Hingga saat ini Dinas Pariwisata juga belum memiliki satupun dokumen yang dapat memberi panduan bagi semua pihak untuk mengembangkan peran bersama dalam pengelolaan pariwisata di kawasan ini. Sementara itu, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap aparat pemerintah, swasta, dan lembaga swadaya masyarakat yang berkaitan dengan pandangan mereka terhadap peran masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata di Tanjung karang Pusentasi dikemukakan pada Tabel 30.

82 71 Tabel 30. Pandangan aparat pemerintah, swasta, dan LSM tentang peran dan posisi masyarakat. Pihak Aparat Pemerintah Swasta LSM/KSM Posisi dan peran masyarakat - Melibatkan semua komponen masyarakat, dimana pemerintah berperan sebagai fasilitator. - Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengembangan pariwisata. - Pengembangan obyek wisata sebagai bagian dari aktifitas masyarakat. - Pengembangan pariwisata dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal. - Melibatkan masyarakat lokal dalam mengelola pariwisata sebagai tenaga kerja. - Perlindungan potensi alam sebagai daya tarik wisata. - Pengembangan dan perlindungan budaya lokal sebagai salahsatu daya tarik wisata. - Masyarakat lokal dilibatkan secara penuh dalam perencanaan pengembangan kawasan wisata. - Keikutsertaan masyarakat dalam usaha pariwisata melalui kelompok usaha bersama yang dibentuk oleh masyarakat lokal. - Pengembangan usaha dengan sistim kerjasama (kepemilikan bersama) antara swasta dan masyarakat lokal. Wawancara yang dilakukan terhadap aparat pemerintah pada berbagai tingkatan memperlihatkan bahwa posisi dan peran masyarakat menjadi perhatian dalam pengembangan pariwisata di kawasan ini. Seperti dikemukakan pada tabel diatas, terlihat bahwa masyarakat sebagai pemeran utama dalam pengelolaan pariwisata dengan menjadikan kegiatan pariwisata sebagai bagian dari aktifitas masyarakat dan pengembangan pariwisata dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Meskipun demikian, beberapa responden aparat pemerintah yang berasal dari tingkatan terendah yaitu Lurah dan Kepala Desa mengemukakan bahwa keadaan tersebut masih sulit untuk diwujudkan karena hingga saat ini belum pedoman yang jelas tentang pengembangan peran masyarakat. Hal ini penting, terutama bagi aparat pemerintahan pada tingkatan ini, agar dapat dijadikan dasar yang kuat bagi mereka untuk melakukan pengambilan keputusan pada level pemerintahan yang dipimpimnya. Dikemukakan bahwa tanpa aturan dan pedoman yang jelas sulit bagi mereka untuk memperjuangkan peran masyarakat disaat berbagai kepentingan, termasuk

83 72 kepentingan pemerintahan pada level diatasnya, bertarung untuk mendapatkan manfaat dari berkembangnya kegiatan pariwisata Analisis Strategi Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi Berkaitan dengan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi, beberapa hal yang merupakan faktorfaktor pendukung maupun kendala didalam mengembangkan kegiatan tersebut telah diidentifikasi melalui serangkaian proses wawancara dan diskusi baik kepada masyarakat lokal maupun stakehoder lainnya seperti pemerintah, pengusaha wisata, dan LSM. Beberapa faktor pendukung yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata berbasis mastarakat tersebut adalah : 1. Potensi alam berupa pemandangan alam laut, pantai pasir putih, terumbu karang, potensi alam daratan untuk melakukan tracking (lintas alam). 2. Budaya dan kearifan masyarakat lokal dalam melakukan kegiatan yang selaras alam, kearifan masyarakat dalam melindungi terumbu karang melalui ombo, kegiatan panambe. 3. Keinginan yang kuat dari masyarakat untuk terlibat dalam mengembangkan potensi sumberdaya pariwisata. 4. Keterampilan masyarakat dalam menghasilkan produk kerajinan dan olahan makanan lokal yang berasal dari hasil laut. 5. Kelembagaan sosial masyarakat yang masih terpelihara (kelompok nelayan, institusi adat, kelompok dasawisma/pkk, kelompok pemuda, dan kelompok keagamaan). 6. Dukungan pemerintah kepada masyarakat untuk melindungi potensi sumberdaya alam dan budaya (Renstra Pariwisata Donggala). 7. Pengembangan obyek wisata lokal dengan ciri khas daerah sebagai bagian dari aktifitas masyarakat (Renstra pariwisata Donggala). 8. Dukungan pemerintah untuk meningkatkan peran aktif masyarakat (Renstra Pariwisata Dongaala). 9. Keinginan pihak swasta/pengusaha untuk melibatkan masyarakat lokal. 10. Dukungan/perhatian lembaga swadaya masyarakat untuk mendorong peranserta masyarakat dalam pengembangan pariwisata.

84 73 Sedangkan faktor-faktor yang merupakan kendala atau permasalah dalam mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan ini adalah : 1. Akses masyarakat yang lemah terhadap informasi pengembangan pariwisata. 2. Rendahnya kemampuan permodalan masyarakat dalam mengembangkan usaha yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata. 3. Masih rendahnya kemampuan masyarakat dalam merancang produk dalam bentuk atraksi wisata. 4. Keterampilan masyarakat dalam pengelolaan lokasi pariwisata yang masih rendah. 5. Kerjasama antar lembaga masyarakat yang terdapat di kawasan wisata yang masih rendah. 6. Tidak adanya aturan dan mekanisme yang jelas, dari pemerintah, yang dapat menjamin keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pariwisata. 7. Kegiatan pariwisata yang berbenturan dengan kegiatan ekonomi masyarakat lokal (kasus area penyelaman di Tanjung Karang) dan mengamcam akses masyarakat terhadap sumberdaya. 8. Kegiatan pembangunan pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah yang lebih menekankan pada aspek fisik. 9. Pembangunan prasarana penunjang pariwisata yang megakibatkan kerusakan lingkungan. 10. Sikap pemerintah yang lebih berpihak kepada pengusaha/swasta. Informasi-informasi yang berkaitan dengan faktor pendukung dan kendala yang terdapat dalam upaya mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat ini kemudian dirumuskan kedalam faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dianalisis untuk mendapatkan strategi yang dapat mendukung dikembangkannya konsep pengelolaan tersebut Analisis Faktor Internal dan Eksternal Analisis SWOT dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal yang terdapat pada kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi untuk memberi arahan bagi pengembangan strategi pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan ini. Faktor internal adalah faktor dari dalam masyarakat

85 74 lokal yang mencerminkan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya (Tabel 31 dan 32). Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor diluar masyarakat lokal yang kondisinya tidak diatur atau dikendalikan oleh masyarakat, yang digambarkan melalui faktor peluang dan ancaman (Tabel 31). Tabel 31. Analisis faktor internal yang merupakan kekuatan dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. No Kekuatan : Faktor Internal Potensi alam berupa pemandangan alam laut, pantai pasir putih, terumbu karang, dan potensi alam daratan untuk melakukan tracking (lintas alam). Budaya dan kearifan masyarakat dalam melakukan kegiatan yang selaras alam serta kearifan masyarakat dalam melindungi terumbu karang melalui ombo, kegiatan panambe, kegiatan nontanu, dan produk kesenian lokal. Keinginan yang kuat dari masyarakat untuk mengembangkan potensi sumberdaya pariwisata. Keterampilan masyarakat dalam menghasilkan produk kerajinan dan olahan makanan lokal yang berasal dari hasil laut. Kelembagaan sosial masyarakat yang masih terpelihara (kelompok nelayan, institusi adat, kelompok dasawisma/pkk, kelompok pemuda, dan kelompok keagamaan). Jumlah 14,25 Keterangan : Pembobotan didasarkan pada tingkat pengaruh faktor tersebut terhadap konsep pariwisata berbasis masyarakat. Kriteria digunakan (1,00 =sangat berpengaruh ; 0,75 =berpengaruh ; 0,50 =cukup berpengaruh ; 0,25 =kurang berpengaruh ; 0,00 = tidak berpengaruh). Rating yaitu tingkat kepercayaan atau keyakinan akan pentingnya aspek tersebut, menggunakan skala Likers dengan nilai 1-4 dengan kategori : 1 =kurang penting, 2 =cukup penting, 3 =penting, 4 =sangat penting. Nilai merupakan hasil perkalian antara bobot dengan rating. Bobot 1,00 1,00 0,50 0,75 0,75 Rating Nilai 4,00 4,00 1,00 3,00 2,25 Faktor strategis kekuatan (internal) dalam pengelolaan pariwisata di Tanjung Karang Pusentasi memiliki nilai total sebesar 13,50 (Tabel 31). Bila diamati melalui berbagai faktor didalamnya, ternyata faktor keragaman potensi alam, dan faktor budaya dan kearifan masyarakat mempunyai nilai yang paling tinggi (4,00) dibanding faktor-faktor lainnya. Keadaan ini sangat beralasan bila Prioritas I I IV II III

86 75 dikaitkan dengan hasil pemetaan masyarakat tentang potensi atraksi wisata alam dan budaya yang dikemukakan pada pembahasan sebelumnya. Meskipun demikian, faktor-faktor lain seperti keterampilan masyarakat dalam memproduksi barang kerajinan lokal (3,00), kelembagaan sosial masyarakat (2,25), dan motivasi masyarakat lokal (1,00) tetap memegang peranan penting dalam upaya pengembangan kegiatan pariwisata berbasis masyarakat. Tabel 32. Analisis faktor internal yang merupakan kelemahan dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. No. Faktor Internal Bobot Rating Nilai Prioritas Kelemahan : Akses masyarakat yang lemah terhadap informasi pengembangan pariwisata. Rendahnya kemampuan permodalam nasyarakat dalam mengembangkan usaha yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata. Masih rendahnya kemampuan masyarakat dalam merancang produk dalam bentuk atraksi wisata. Keterampilan masyarakat dalam pengelolaan lokasi wisata yang masih rendah. Belum ada kerjasama antar lembaga masyarakat yang terdapat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. 1,00 0,75 0,75 0,75 0, ,00 3,00 3,00 3,00 1,50 I II II II IV Jumlah 14,50 Faktor internal yang merupakan kelemahan memiliki nilai total sebesar 14,50 (Tabel 32), dengan faktor kelemahan yang paling menonjol adalah akses masyarakat yang lemah terhadap informasi pengembangan pariwisata. Sementara itu faktor-faktor kelemahan lainnya yang juga menonjol adalah rendahnya kemampuan permodalan masyarakat, merancang produk wisata, dan pengelolaan lokasi wisata.

87 76 Tabel 33. Analisis faktor eksternal yang merupakan peluang dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. No. Faktor Eksternal Peluang 1. Dukungan pemerintah kepada masyarakat untuk 1,00 3 3,00 II melindungi potensi sumberdaya alam dan budaya (Renstra Pariwisata Donggala). 2. Pengembangan obyek wisata lokal dengan ciri khas 0,75 3 2,25 III daerah sebagai bagian dari aktifitas masyarakat (Renstra Pariwisata Donggala) 3. Dukungan pemerintah untuk meningkatkan peran aktif 1,00 4 4,00 I masyarakat (Renstra Pariwisata Donggala). 4. Adanya keinginan pihak swasta/pengusaha untuk 0,50 2 1,00 IV melibatkan masyarakat lokal. 5. Dukungan/perhatian lembaga swadaya masyarakat 0,75 4 3,00 II untuk mendorong peranserta masyarakat dalam pengembangan pariwisata. Jumlah 13,25 Faktor-faktor strategis eksternal yang merupakan peluang bagi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi memiliki nilai sebesar 13,25 (Tabel 33). Faktor yang dapat diandalkan untuk mengembangkan sistim pengelolaan berbasis masyarakat adalah dukungan pemerintah untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam kegiatan pariwisata seperti yang tertuang dalam rencana strategi pariwisata Donggala tahun Sementara itu faktor-faktor lain yang juga dapat mendukung adalah dukungan pemerintah terhadap perlindungan potensi alam dan budaya, dukungan lembaga swadaya masyarakat, dan konsep pemerintah yang akan mengembangkan obyek wisata dengan ciri khas lokal serta menjadikannya sebagai bagian dari aktifitas masyarakat. Dukungan pihak swasta dalam hal ini tidak terlalu berpengaruh yang disebabkan karena orientasi profit yang dianut oleh pengusaha pada umumnya. Bobot Rating Nilai Prioritas

88 77 Tabel 34. Analisis faktor eksternal yang merupakan ancaman dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. No. Faktor Eksternal Bobot Rating Nilai Prioritas Ancaman : Tidak adanya aturan dan mekanisme yang jelas, dari pemerintah, yang dapat menjamin keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pariwisata. Kegiatan pariwisata yang berbenturan dengan kegiatan ekonomi masyarakat lokal dan mengamcam akses masyarakat terhadap sumberdaya. Kegiatan pembangunan pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah yang lebih menekankan pada aspek fisik. Pembangunan prasarana penunjang pariwisata yang megakibatkan kerusakan lingkungan. Sikap pemerintah yang lebih berpihak kepada pengusaha/swasta. 1,00 1,00 0,75 0,50 0, ,00 3,00 1,50 1,50 3,00 I II IV IV III Jumlah 13,00 Faktor-faktor eksternal yang merupakan ancaman bagi penerapan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat seperti yang dikemukakan pada Tabel 34 diatas memiliki nilai total sebesar 12,15. Faktor yang paling menonjol adalah berkaitan dengan tidak adanya aturan dan mekanisme yang dapat menjamin keterlibatan masyarakat secara penuh didalam kegiatan pariwisata. Ancaman lainnya yang menonjol adalah perbenturan kepentingan antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan ekonomi masyarakat. Variasi dari ancaman ini dapat berupa hilangnya hak masyarakat terhadap lahan yang dimilikinya, dan hilangnya akses mereka terhadap sumberdaya seperti yang terjadi pada konflik pemanfaatan terumbu karang untuk lokasi penyelaman dengan kepentingan nelayan di Tanjung Karang. Disamping itu, komitmen yang rendah terhadap pembangunan yang bersifat non-fisik dan berorientasi lingkungan, rendahnya keberpihakan pada masyarakat lokal merupakan ancaman dalam mengembangkan sistim pengelolaan yang berbasis masyarakat. Pengembangan strategi pengelolaan pariwisata yang berbasis masyarakat dikawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi dilakukan dengan mensinergikan

89 78 faktor-faktor internal dan eksternal pada Tabel 31, 32, 33, dan 34 kedalam 4 pilihan strategi sebagaimana dikemukakan pada Tabel 35 berikut. Tabel 35 Matriks SWOT dalam pengelolaan pariwisata di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi Faktor eksternal Peluang (O) : Dukungan pemerintah untuk meningkatkan peran aktif masyarakat (4,00) Dukungan pemerintah kepada masyarakat untuk melindungi potensi alam dan budaya (3,00) Dukungan lembaga swadaya masyarakat bagi peranserta masyarakat (3,00) Kebijakanpemerintah untuk mengembangkan pariwisata dengan ciri khas lokal oleh masyarakat (2,25) Keinginan pihak swasta melibatkan masyarakat (1,00) Kekuatan (S) : Potensi alam yang tersedia (4,00) Potensi budaya dan kearifan masyarakat (4,00) Keterampilan masyarakat dalam menghasilkan kerajinan dan makanan hasil laut (3,00) Kelembagaan sosial masyarakat yang masih terpelihara (2,25) Keinginan kuat masyarakat (1,00) Strategi S-O : Pengelolaan potensi yang beragam tersebut dilakukan secara bersama oleh semua pihak dimana masyarakat lokal mengambil peran dalam pengambilan keputusan. Mengintegrasikan modal sosial masyarakat (budaya dan kearifan lokal) dengan program pemerintah. Pengembangan kemampuan masyarakat dalam melakukan assessment terhadap potensi lokal yang dimilikinya. Faktor internal Kelemahan (W) : Akses masyarakat rendah terhadap informasi pengembangan pariwisata (4,00) Rendahnya kemampuan permodalan masyarakat (3,00) Rendahnya kemampuan masyarakat merancang produk/atraksi wisata (3,00) Keterampilan pengelolaan pariwisata yang rendah (3,00) Belum ada kerjasama antar lembaga masyarakat (1,50) Strategi W-O : Pengembangan kapasitas masyarakat lokal dan organisasi sosial yang dimilikinya. Membangun mekanisme penyediaan modal usaha bagi masyarakat lokal yang mengikutsertakan semua pihak. Mengembangkan jaringan kerjasama yang setara antara kelompokkelompok atau organisasi masyarakat lokal dengan pemerintah, swasta, dam lembaga swadaya masyarakat.

90 79 Tabel 35. Lanjutan Ancaman (T) : Tidak ada peraturan dan mekanisme yang jelas bagi keterlibatan masyarakat (4,00) Benturan kegiatan pariwisata dengan kegiatan ekonomi masyarakat yang mengancam akses terhadap sumberdaya (3,00) Sikap pemerintah lebih lebih berpihak kepada pengusaha (3,00) Pembangunan pariwisata yang lebih menekankan pada aspek fisik (1,50) Pembangunan prasarana pariwisata mengakibatkan kerusakan lingkungan (1,50) Strategi S-T : Mensinkronisasikan modal sosial yang dimiliki masyarakat dengan kemampuan kapital yang dimiliki oleh stakeholder lainnya. Membangun sistim perencanaan pengembangan pariwisata yang memungkinkan terpeliharanya hak dan akses masyarakat terhadap sumberdaya. Mengembangkan prinsip pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan. Strategi W-T : Menyiapkan peraturan dan mekanisme keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata. Penguatan organisasi dan kelembagaan yang terdapat pada masyarakat lokal. Membangun sistim pengelolaan yang memungkinkan masyarakat sebagai pemilik saham Analisis Strategi Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Untuk menentukan alternatif prioritas strategi yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi, dilakukan penghitungan nilai dari masing-masing strategi dengan menjumlahkan nilai masing-masing faktor yang saling berinteraksi. Urutan prioritas strategi ditentukan oleh besarnya nilai hasil penjumlahan antar faktor yang berintegrasi dan disusun berdasarkan besarnya nilai masing-masing strategi tersebut. Nilai interaksi antar faktor tersebut dikemukakan pada matriks berikut. Faktor eksternal Faktor internal Kekuatan (S) (13,50) Kelemahan (W) (14,50) Peluang (O) (13,25) Ancaman (T) (13,00) Strategi S-O (26,75) Strategi S-T (26,50) Strategi W-O (27,75) Strategi W-T (27,50) Gambar 8. Matriks nilai strategi SWOT dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi.

91 80 Berdasarkan hasil perhitungan nilai interaksi antar faktor yang dikemukakan pada diatas diperoleh urutan prioritas strategi yaitu strategi W-O (27,75), strategi W-T (27,50), strategi S-O (26,75), dan strategi S-T (26,50). Mengacu pada nilai masing-masing strategi tersebut, maka dapat disusun strategistrategi pengelolaan sebagai berikut : 1. Strategi W-O meliputi : a. Pengembangan kapasitas masyarakat lokal dan organisasi sosial yang dimilikinya. b. Membangun mekanisme penyediaan modal usaha bagi masyarakat lokal yang mengikutsertakan semua pihak. c. Mengembangkan jaringan kerjasama yang setara antara kelompokkelompok atau organisasi masyarakat lokal dengan pemerintah, swasta, dam lembaga swadaya masyarakat. 2. Strategi W-T meliputi : a. Menyiapkan peraturan dan mekanisme keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata. b. Penguatan organisasi dan kelembagaan yang terdapat pada masyarakat lokal. c. Membangun sistim pengelolaan yang memungkinkan masyarakat sebagai pemilik saham dari usaha pariwisata yang dikembangkan. 3. Strategi S-O meliputi : a. Pengelolaan potensi pariwisata yang beragam di kawasan wisata ini dilakukan secara bersama oleh semua pihak dimana masyarakat lokal mengambil peran dalam pengambilan keputusan. b. Mengintegrasikan modal sosial masyarakat (budaya dan kearifan lokal) dengan program pemerintah. c. Pengembangan kemampuan masyarakat dalam melakukan assessment terhadap potensi lokal yang dimilikinya.

92 81 4. Strategi S-T meliputi : a. Mensinkronisasikan modal sosial yang dimiliki masyarakat dengan kemampuan modal yang dimiliki oleh stakeholder lainnya. b. Membangun sistim perencanaan pengembangan pariwisata yang memungkinkan terpeliharanya hak dan akses masyarakat terhadap sumberdaya. c. Mengembangkan prinsip pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan. Bila ditelaah secara lebih seksama faktor-faktor strategis tersebut, secara garis besar mencakup beberapa isu penting yang perlu mendapatkan perhatian yaitu : Pertama, pengembangan kapasitas masyarakat dan stakeholder lainnya dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Pengembangan kapasitas masyarakat akan mencakup pengetahuan dan keterampilan, permodalan, dan pengembangan jaringan. Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat membutuhkan sebuah proses yang memungkinkan masyarakat dapat berperan lebih baik didalamnya. Pengembangan kapasitas merupakan serangkaian aktifitas dimana individu, kelompok, dan organisasi didalam masyarakat meningkatkan kemampuan mereka dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Kapasitas dalam hal ini menyangkut kepedulian, keterampilan, pengetahuan, motivasi, komitmen, dan kepercayaan diri masyarakat (Raik, 2002). Hal ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki kemampuan untuk mengukur potensi, nilai, dan prioritas mereka serta dapat mengorganisir diri (William, 1995 dalam Syahyuti, 2005) untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan potensi sumberdaya yang terdapat di lingkungannya. Pengembangan kapasitas stakeholder lainnya dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam memahami kepentingankepentingan masyarakat lokal dan mengakomodasikannya kedalam aktifitas usaha pengembangan pariwisata yang dilakukan. Pengembangan kapasitas seperti yang dikemukakan tersebut, tidak ditujukan untuk menafikan peran pihak lain diluar masyarakat lokal seperti pemerintah, swasta, dan berbagai kelompok lainnya, yang notabene memiliki kemampuan jaringan dan permodalan yang lebih baik, tetapi sebagai upaya untuk membangun kemampuan masyarakat

93 82 lokal dan stakeholdre lainnya dalam melakukan kerjasama serta mampu melakukan proses pengambilan keputusan bersama yang setara dan saling menguntungkan. Dengan demikian, proses tersebut juga akan memberikan kemampuan bagi masyarakat dalam mengembangkan jaringan kerjasamanya dengan berbagai pihak. Pendekatan seperti ini telah dikembangkan dalam kegiatan pariwisata berbasis masyarakat yang dilakukan di beberapa Taman Nasional di Indonesia. Salahsatunya adalah yang dilakukan di Taman Nasional Rinjani, dimana masyarakat lokal dengan stakeholder lainnya melakukan perencanaan dan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat secara bersama-sama (APEIS- RISPO, 2003a). Selain di Taman Nasional Rinjani, kegiatan tersebut telah pula dilakukan oleh berbagai lembaga dan masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan pariwisata berbasis masyarakat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (APEIS-RISPO, 2003b). Keadaan ini akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk membangun usaha bersama dengan pihak lain ataupun mendapatkan suntikan modal karena perencanaan usaha yang dilakukan didasarkan pada proses perencanaan yang matang. Kedua, inventarisasi ataupun penggalian kembali potensi sumberdaya pariwisata baik yang bersumber dari potensi alam (termasuk didalamnya aktifitas produksi masyarakat) maupun potensi sosial budaya. Inventarisasi merupakan suatu bagian dari proses pengelolaan yang akan menentukan strategi yang dapat digunakan dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Flyman (2002) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat harus didasarkan pada pemahaman mereka tentang sumberdaya yang tersedia agar dapat menjamin kebutuhan mereka secara berkelanjutan. Inventarisasi ini juga merupakan suatu bentuk proses pembelajaran bagi masyarakat lokal dalam mempersiapkan dan memproduksi atraksi wisata. Kemampuan masyarakat lokal dalam memetakan potensi sumberdaya pariwisata yang terdapat di lingkungannya adalah modal yang sangat penting dalam mendukung keterlibatan mereka pada semua tahapan pengelolaan (Garrod, 2003). Hal ini akan memeberikan kemampuan kepada masyarakat untuk dapat

94 83 memetakan potensi yang mereka miliki termasuk kekurangan dan kelebihan yang terdapat didalamnya. Ketiga, pengembangan kemampuan permodalan dan pengelolaan usaha masyarakat lokal. Hal ini merupakan salahsatu masalah yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi seperti yang dialami oleh kebanyakan masyarakat di desa-desa pantai yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan memiliki kemampuan modal yang sangat terbatas. Upaya yang dilakukan dalam mengembangkan kemampuan masyarakat lokal dalam pengelolaan usaha pariwisata serta seberapa besar manfaat yang diperolehnya tergantung pada beberapa faktor penting seperti jenis wisata yang dikembangkan, regulasi dalam perncanaan pengembangan, kepemilikan lahan, dan akses masyarakat terhadap permodalan (Ashley et al, 2000). Keempat, pengembangan jaringan dan kemitraan yang memungkinkan masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat dari kegiatan pariwisata yang berlangsung. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh masyarakat lokal diantaranya informasi yang berkaitan dengan peluang usaha yang dapat dikembangkan dalam menunjang kegiatan pariwisata, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola usaha pariwisata, dan kemungkinan dikembangkannya kegiatan usaha bersama dengan stakeholder lainnya. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat lokal meskipun memiliki modal usaha yang terbatas tetapi memiliki asset sumberdaya alam dan budaya. Pengambilan keputusan yang meskipun dilakukan untuk kepentingan lokal yang menyangkut pengembangan masyarakat dan wilayah tertentu sangat berkaitan dengan berbagai kepentingan yang lebih luas. Oleh karenanya, untuk mengembangkan kegiatan pariwisata di wilayah ini dibutuhkan jaringan kerjasama dan kemitraan antara berbagai stakeholder terkait. Pendekatan tersebut dapat membangun tanggungjawab bersama dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan implementasi serta evaluasi kegiatan (International Council on Local Environmental Initiative, 1999). Kelima, aturan atau pedoman yang mengatur mekanisme keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata. Salahsatu kelemahan yang terdapat dalam upaya membangun pariwisata di daerah saat ini adalah lemahnya

95 84 kebijakan pariwisata daerah (Nirwandar, 2006). Kelemahan kebijakan ini tidak hanya menyangkut strategi daerah untuk mengembangkan sektor pariwisatanya, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana sebaiknya mekanisme yang ditempuh agar semua komponen yang terkait didalam sektor tersebut dapat berperan didalamnya. Dalam kaitannya dengan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, aturan atau pedoman yang mengatur mekanisme peran berbagai pihak, terutama masyarakat lokal sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena dalam berbagai pengalaman, masyarakat lokal selalu terpinggirkan oleh pesatnya perkembangan pariwisata. Keadaan diatas merupakan akibat dari kebijakan dan perencanaan yang berkaitan dengan pariwisata secara umum tidak memenuhi harapan masyarakat lokal yang disebabkan oleh isi/kandungan kebijakan tersebut tidak memenuhi kepentingan masyarakat ataupun ada tetapi tidak dapat dilaksanakan (Liu dan Wall, 2006). Berkaitan dengan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi, meskipun pemerintah daerah telah menetapkan pariwisata dikembangkan dengan menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat (Disparsenibud Donggala, 2002 dan 2003) namun belum memiliki mekanisme yang jelas. Hal ini sangat diperlukan agar semua pihak dapat mengembangkan perannya masing-masing sesuai dengan potensi yang dimiliki. Salahsatu contoh, misalnya, untuk menjamin pemasaran produksi (pertanian, peternakan, dan perikanan) masyarakat maka ditetapkan untuk menyediakan konsumsi bagi wisatawan yang bersumber dari produksi atau sumberdaya lokal (Garrod et al, 2006). Keenam, membangun sistim pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan, baik dari aspek lingkungan alam maupun lingkungan sosial budaya. Pengembangan pariwisata yang berorientasi pada kelestarian lingkungan tidak saja ditujukan bagi terpeliharanya potensi sumberdaya secara berkelanjutan tetapi juga disebabkan karena permintaan pasar pariwisata yang besar terhadap aspek ini. Berkaitan dengan itu, Damanik dan Weber (2006) mengemukakan bahwa aspek lingkungan yang alamiah menjadi incaran sebagian besar wisatawan global, mulai dari Amerika Utara sampai Eropa. Selanjutnya dikemukakan pula, tiga dari setiap empat orang wisatawan Amerika Serikat pada tahun 2003

96 85 memandang penting bahwa perjalanan mereka dapat menikmati kondisi alam yang masih baik. Demikian pula dengan aspek lingkungan sosial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari aspek lingkungan secara keseluruhan (Soetaryono, 2002 dalam Purba, 2002). Pertimbangan aspek lingkungan sosial memiliki kepentingan yang luas karena hal ini akan mempengaruhi berbagai sendi kehidupan masyarakat termasuk pengaruhnya terhadap lingkungan alam. Berbagai kasus memberikan contah bahwa ketidakserasian dan keseimbangan aspek sosial memberikan pengaruh pada upaya untuk melestarikan potensi sumberdaya alam. Selain itu, perhatian terhadap aspek ini juga berkaitan dengan keinginan pasar pariwisata dimana daya tarik budaya, kondisi sosial, dan politik lokal dijadikan bahan pertimbangan bagi wisatawan dalam memilih lokasi kunjungan (Damanik dan Weber, 2006) Konsep Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi Berdasarkan berbagai isu strategis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka diperlukan konsep yang dapat memberikan peluang peran masyarakat bersama stakeholder lainnya untuk mengembangkan sistim pengelolaan pariwisata yang berbasis masyarakat. Pengalaman yang telah dilakukan di berbagai tempat seperti pada beberapa Taman Nasional di Indonesia (APEIS- RISPO, 2003a dan 2003b) dapat pula dijadikan acuan sebagai bahan perbandingan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata berbasis masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi. Berbagai pengalaman tersebut menempatkan masyarakat lokal dan lembaganya sebagai bagian dari proses perencanaan dan pengelolaan pariwisata. Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat yang juga merupakan kegiatan pengembangan masyarakat (community development) dimana mereka dapat berpartisipasi didalamnya secara penuh. Pengembangan masyarakat merupakan upaya yang dilakukan untuk mendorong dan membantu masyarakat dalam menetapkan kebutuhannya dan memberi ruang bagi mereka untuk menentukan standar pencapaiannya (Cochrane, 1971 dalam Pinel, 1998). Pengembangan masyarakat bertujuan untuk mendorong masyarakat

97 86 meningkatkan kapasitas dalam memperbaiki kualitas hidupnya. Hal tersebut membutuhkan kepercayaan diri, pengalaman, pengetahuan dan kemampuan baik bagi individu, kelompok, dan organisasi yang membentuk masyarakat tersebut (Reid et al, 1993 dalam Pinel, 1998). Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa upaya pengembangan masyarakat dilakukan agar mereka dapat memiliki kemampuan untuk menstrukturkan pengalaman, pengetahuan, dan harapan mereka kedalam sebuah aktifitas dan perencanaannya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di sekitarnya. Dengan kata lain, pengembangan masyarakat merupakan upaya pemberdayaan (empowerment) diri dan potensi yang dimilikinya baik yang berupa sumberdaya alam maupun potensi sosialnya. Hal ini penting karena upaya pemberdayaan pada level akar rumput (grassroot) adalah hal penting yang dalam memformulasikan perencanaan yang bersifat komprehensip dan merupakan sarana yang penting dan menentukan bagi kelayakan kegiatan yang berbasiskan mayarakat (Tosun dan Timothy, 2003). Berkaitan dengan pemikiran yang yang dikemukakan tersebut, maka konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi dikembangkan dalam konteks pengembangan masyarakat dan wilayah yang luas. Dengan demikian berarti bahwa konsep pengelolaan yang ditawarkan tetap mempertimbangkan kepentingan dan melibatkan berbagai stakeholder lainnya seperti pemerintah, swasta, LSM, dan perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena terdapat berbagai masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh masyarakat pada tingkat lokal tetapi harus melibatkan pihak lain pada level yang lebih tinggi dan lebih luas (Uphoff, 1992). Konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat mencakup 4 (empat) tahapan proses yaitu tahap assessment dan pengorganisasian masyarakat, tahap perencanaan dan persiapan, tahap pelaksanaan dan pendampingan, dan tahap monitoring dan evaluasi. Secara skematis, konsep pengelolaan tersebut disajikan pada Gambar 9.

98 Diisi dengan skema, gambar 9 (landscape) 87

99 88 Tahap assessment dan pengorganisasian masyarakat dilakukan berupa menginventarisasi pengetahuan, pengalaman, perhatian, dan harapan masyarakat terhadap potensi dan pengelolaan pariwisata, serta menggali berbagai aspek yang berkaitan dengan potensi dan pengembangan produk pariwisata. Tahapan ini bertujuan untuk ; pertama, mengembangkan pengetahuan dan kesadaran bersama tentang pariwisata yang ramah lingkungan ; kedua, mengidentifikasi elemen-elemen penting untuk penyusunan pedoman dan aturan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat ; ketiga, mengidentifikasi hubungan dan keterkaitan antar berbagai stakeholder. Assessment dan pengorganisasian masyarakat melibatkan berbagai stakeholder, baik masyarakat lokal dan non-lokal maupun berbagai pihak lain yang berkepentingan terhadap pengembangan pariwisata. Mereka diposisikan sebagai pihak yang sangat memiliki pemahaman terhadap situasi dan kondisi serta kepentingannya masing-masing. Aktifitas wawancara yang bersifat formal dan informal serta diskusi kelompok dapat dilakukan bersama (melalui fasilitasi pihak independen) untuk menggali dan berbagi pengalaman serta pengetahuan agar terbangun wawasan dan pengertian yang dalam tentang kepentingan dan peran masing-masing stakeholder. Keluaran dari assessment yang dilakukan dapat berupa hal-hal yang dapat dijadikan materi penyusunan konsep dan mekanisme pengelolaan (tangible outputs) maupun hal-hal yang berfungsi sebagai moral pendukung (less-tangible outputs) bagi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (Pinel, 1998). Secara umum keluaran yang mencakup kedua aspek tersebut disajikan pada Tabel 36.

100 89 Tebel 36. Keluaran dalam tahap assessment dan pengorganisasian masyarakat. Keluaran untuk penyusunan konsep dan mekanisme pengelolaan Informasi-informasi dasar yang dapat dijadikan bahan pertimbangan perencanaan dan upaya pengembangan pariwisata, dan berbagai informasi yang tentang dinamika perkembangan kepariwisataan. Informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek yang akan mempengaruhi perkembangan pariwisata dimasa datang. Informasi tentang keberadaan stakeholder langsung maupun tak langsung. Sekumpulan informasi penting yang dapat dijadikan dasar bagi penyusunan aturan dan mekanisme sebagai pedoman pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Informasi yang berkaitan dengan berbagai hambatan dan tantangan dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Keluaran yang bersifat moral pendukung Terdorongnya kepedulian semua stakeholder terhadap implikasi dan kemungkinan-kemungkinan yang terdapat dalam pengembangan pariwisata. Terjadinya suatu kondisi dimana masyarakat dan stakeholder lainnya dapat berbagi informasi tentang kepentingan masingmasing yang selama ini tdak terungkap pada diskusi dan pertemuan formal lainnya. Terangkatnya potensi dan kearifan kolektif masyarakat dan mengkombinasikannya dengan masukan, pengalaman dan keahlian yang dimiliki oleh stakeholder lainnya. Terdorongnya kondisi diskusi yang konstruktif dan kooperatif, dan jelasnya hubungan dan keterkaitan serta kebutuhan antar berbagai stakeholder. Ketepatan hubungan atau matarantai antar berbagai isu, keputusan dan inisiatif. Keluaran-keluaran yang mengandung materi penyusunan konsep dan mekanisme pengelolaan tersebut diharapkan dapat menjadi informasi yang penting dalam pembahasan tentang pengembangan dan pelaksanaan kegiatan pariwisata, penyusunan organisasi pengelolaan, perencanaan pengelolaan, dan evaluasi pengelolaan dimasa datang. Sementara keluaran yang bersifat sebagai moral pendukung akan berfungsi sebagai daya dorong yang diperlukan oleh semua stakeholder untuk memulai dan menjalankan konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat yang akan memberi pengaruh bagi kehidupan dan wilayah mereka. Tahap perencanaan dan persiapan merupakan tahapan yang dibangun berdasarkan keluaran-keluaran dan kesepakatan yang telah dilahirkan dari proses pengorganisasian pada tahap pertama. Tahapan ini bertujuan untuk : pertama,

101 90 merancang dan mengembangkan program dan produk-produk wisata; kedua, mengembangkan infrastruktur dan konsep pelayanan wisata ; dan ketiga, mengembangkan mekanisme dan aturan pengelolaan pariwisata. Untuk melengkapi informasi yang diperlukan dalam tahapan ini, dilakukan pula aktifitas yang berkaitan dengan inventarisasi terhadap sumberdaya pariwisata yang tersedia. Pada tahapan ini, proses pengembangan kapasitas masyarakat lokal seperti yang telah dimulai pada tahapan pertama semakin diperkuat. Aktifitas yang dapat dilakukan adalah berupa pelatihan-pelatihan dan bimbingan teknis. Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan konsep/program pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Pada tahapan ini produk wisata, konsep pelayanan wisata, dan konsep pengelolaan wisata yang dirumuskan pada tahapan sebelumnya diimplementasi dan dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan. Disisi lain, aktifitas publikasi dan pemasaran produk yang telah dihasilkan dapat dilakukan pada tahapan ini. Tahapan yang terakhir adalah monitoring dan evaluasi. Pada tahapan ini semua stakeholder secara bersama melakukan peran pemantauan dan penilaian terhadap keseluruhan aktifitas dan produk yang telah dihasilkan. Dalam hal ini juga mencakup penilaian terhadap tahapan-tahapan proses sebelumnya sehingga didapatkan suatu mekanisme proses, keluaran proses, dan produk wisata yang lebih baik. Hal ini penting dilakukan agar sistim pengelolaan yang dikembangakn dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan dinamika perkembangan pariwisata dan masyarakat. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di Tanjung Karang Pusentasi dikembangkan dalam konteks pengembangan masyarakat dan wilayah yang luas, maka diperlukan beberapa faktor/elemen penting yang berfungsi sebagai penunjang. Selain berfungsi sebagai penunjang, faktor-faktor/elemen-elemen tersebut diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dari konsep bersama yang telah dilahirkan. Faktor-faktor tersebut adalah dukungan kebijakan pemerintah daerah, jaringan kerjasama dan kemitraan, pendidikan dan pelatihan, bantuan pendanaan, dan penelitian dan pengembangan.

102 91 Kebijakan pemerintah merupakan faktor yang sangat penting bagi terciptanya suatu proses pengelolaan pariwisata yang berbasis masyarakat. Hal ini penting karena pemerintah memiliki peran kontrol, pendukung, pemberdayaan, dan penasehat (advisory) bagi setiap aktifitas yang dibangun berdasarkan inisiatif dan kekuatan masyarakat ( Pomeroy dan Williams, 1994 dalam Metcalfe, 1996). Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 mengisyaratkan hal tersebut, dimana pemerintah berperan tidak hanya melakukan pengaturan tetapi juga berperan dalam melakukan bimbingan, pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan usaha pariwisata. Peran tersebut berpedoman pada tujuan pembangunan pariwisata nasional yang salahsatu diantaranya adalah meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang didasarkan atas nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dalam era otomonomi daerah saat ini, pemerintah daerah memegang peranan yang sangat penting. Penyiapan sistim perencanaan yang matang, yang salahsatunya dalam bentuk penyiapan Rencanan Induk Pengembangan Pariwisata daerah sudah harus dimulai dengan pendekatan yang lebih mampu menemukenali wilayah yang akan dijadikan lokasi pengembangan kegiatan pariwisata (Nirwandar, 2007). Hal ini harus dilakukan lebih mendalam dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya alam dan budaya serta berbagai permasalahannya agar semua pihak yang berkepentingan, meskipun berbeda, terhadap suatu wilayah dapat secara bersama memanfaatkannya. Dengan demikian maka diperoleh pemahaman yang luas dan mendalam terhadap potensi tersebut dan dapat dilahirkan suatu kebijakan yang tepat. Salahsatu upaya yang dapat dilakukan untuk membangun kerjasama antar berbagai stakeholder adalah dengan membangun jaringan dan kemitraan. Dengan membangun jaringan dan kemitraan, masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang belum mereka miliki yang berasal dari pihak lainnya diluar mereka, dan pihak lain tersebut dapat pula memahami dengan benar pengetahuan, keterampilan, dan kebutuhan masyarakat lokal. Hal ini penting karena, dengan demikian, akan terbangun suatu proses dan prinsip-prinsip checks and balances diantara berbagai pihak (Agrawal dan

103 92 Gibson, 1999) sebagai salahsatu prasyarat pengembangan kegiatan pariwisata berbasis masyarakat. Pengembangan jaringan dan kemitraan yang dilakukan tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan syarat kelembagaan dari suatu proses pengembangan kegiatan pariwisata berbasis masyarakat tetapi juga merupakan suatu proses edukasi bagi semua pihak yang terlibat didalamnya. Pentingnya proses edukasi ini karena berbagai pihak yang terlibat akan memiliki cara pandang yang berbeda dalam memandang masalah yang harus diselesaikan. Disatu sisi pihak-pihak lain diluar masyarakat lokal akan memiliki pandangan dengan cara pandang orang luar sementara masyarakat lokal, disisi lain memiliki pengetahuan lokal, yang oleh Behr et al (1995) disebutkan sebagai cara pandang dari dalam untuk mendefiniskan masalah dan menformulasikan pemecahannya. Dengan demikian maka pendekatan ini akan memberikan peluang terjadinya pertukaran informasi dan cara pandang sehingga diperoleh suatu keputusan bersama dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Pendidikan dan pelatihan merupakan salahsatu kunci bagi keberhasilan pengembangan masyarakat lokal dalam kaitan dengan pengembangan peran mereka dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Dengan tingkat pendidikan masyarakat di kawasan Tanjung Karang Pusentasi, yang sebagian besar hanya sampai pada tingkat sekolah dasar akan menyebabkan terjadinya kesenjangan pengetahuan dan keterampilan dengan pihak-pihak lain yang akan terlibat. Hal ini tentunya akan sedikit mempersulit proses komunikasi dan perubahan prilaku masyarakat dari sekedar menerima apa adanya program yang ditawarkan oleh pihak luar menjadi masyarakat yang berdaya dan memiliki posisi tawar yang kuat. Dengan demikian, strategi pengembangan kemampuan masyarakat melalui pendidikan (formal dan non-formal) serta pelatihan sangat penting bagi keterlibatan mereka dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Karena, proses pendidikan dan pelatihan merupakan salahsatu stimulus bagi terciptanya perubahan (Behr et al, 1995) bagi masyarakat. Sumber pendanaan bagi pengembangan usaha masyarakat untuk mendukung kegiatan pariwisata merupakan salahsatu masalah yang dihadapi oleh masyarakat lokal. Oleh karena itu, dukungan semua pihak untuk mengatasi hal

104 93 ini sangat penting untuk dilakukan. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari bantuan-bantuan pemerintah, tetapi dapat bersumber dari bantuan pihak swasta dan lembaga-lambaga pendaanaan serta sumber-sumber dana yang bersifat hibah dari berbagai pihak yang memiliki kepedulian. Disamping itu, suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah bagaimana mengurangi intervensi pendanaan dari luar yang dapat memberatkan masyarakat, dengan jalan mengembangkan sumberdaya yang bersumber dari potensi lokal untuk menciptakan sumber pendanaan bagi masyarakat. Dengan demikian maka, masyarakat lokal akan memiliki kontrol yang kuat terhadap sumberdaya (Agrawal dan Gibson, 1999) yang terdapat di kawasan tersebut. Dukungan lainnya yang juga sangat penting adalah kegiatan penelitian dan pengembangan. Hal ini dilakukan untuk menemukan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat lokal dan pihak-pihak lainnya yang terlibat langsung didalam kegiatan pariwisata. Keterbatasan yang mereka miliki dalam kaitan ini, harus dilakukan oleh pihak lain yang lebih berkompeten dan memiliki kemampuan yang tepat. Dalam hal ini, perah pihak lainnya seperti Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga penelitian dan pengkajian yang ada baik di daerah maupun pusat sangat diperlukan. Dengan demikian maka upaya untuk membangun sinergi dengan memadukan kekuatan yang berbeda yang dimiliki oleh masing-masing pihak dapat tercipta, dan upaya untuk mebangun pariwisata berbasis masyarakat dapat diwujudkan Analisis Peran Stakeholder Dalam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, seperti telah dikemukakan sebelumnya, menuntut adanya peranserta atau partisipasi semua pihak secara luas. Partisipasi merupakan suatu proses dimana berbagai pihak (stakeholders) bersama-sama memberi pengaruh dan pengawasan terhadap inisiatif pembangunan, pengambilan keputusan, dan pemanfaatan sumberdaya yang memberikan pengaruh kepada kehidupan mereka (World Bank, 1996 dalam Karl, 2000). Untuk melihat posisi serta peran masyarakat lokal dan berbagai stakeholder lainnya dalam kegiatan pariwisata dilakukan analisis stakeholder

105 94 dengan menggunakan mekanisme seperti yang disarankan oleh Rietbergen- McCracken dan Narayan (1998). Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok yang dilakukan dengan masyarakat di kawasan wisata Tanjungkarang Pusentasi ditetapkan beberapa pihak yang merupakan stakeholder kunci dalam pengembangan kegiatan pariwisata di wilayah ini. Para pihak yang tergali didalam kegiatan wawancara kemudian diklarifikasi dan dikelompokan kedalam beberapa kelompok stakeholder ketika dilakukan diskusi kelompok terfokus. Melalui proses tersebut diperoleh beberapa kelompok stakeholder (Tabel 37) yaitu masyarakat lokal, pengusaha pariwisata, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga-lembaga lokal masyarakat yang terdapat di kawasan wisata Tanjungkarang Pusentasi. Kelompok masyarakat lokal mewakili kepentingan-kepentingan masyarakat lokal di kawasan ini baik yang memiliki aktifitas berkaitan dengan pariwisata maupun yang tidak berhubungan ataupun berhubungan langsung dengan pariwisata seperti yang diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Sementara kelompok pengusaha wisata sebagai stakeholder utama, disamping masyarakat lokal, mewakili pemilik penginapan dan cottage, serta biro perjalanan yang berasal dari kota Donggala dan Palu. Kelompok pemerintah terdiri atas Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala serta Pemerintah Desa dan Kelurahan yang terdapat di wilayah ini. Kelompok LSM/KSM terdiri dari lembaga nonprofit yang berasal dari Donggala dan Palu yang memiliki aktifitas di Kawasan Wisata Tanjungkarang Pusentasi, dan kelompok swadaya masyarakat untuk kepentingan pariwisata. Sementara yang terakhir adalah kelompok organisasi masyarakat lokal yang masih aktif terdiri atas kelompok tani dan nelayan, PKK, kelompok arisan, kelompok pengajian, dan lembaga adat. Hasil identifikasi kepentingan dan pengaruh kegiatan pariwisata terhadap kepentingan kelompokkelompok stakeholder tersebut dikemukakan pada Tabel 37.

106 95 Tabel 37. Identifikasi kepentingan dan pengaruh pariwisata terhadap kepentingan stakeholder di Kawasan Wisata Tanjungkarang-Pusentasi saat ini (diadopsi dari Rietbergen-McCracken dan Narayan,1998). Pihak yang berkepentingan (stakeholders) Masyarakat lokal Pengusaha pariwisata Pemerintah Dinas Pariwisata Pemerintah Desa/ Kelurahan LSM/KSM Lembaga Lokal Kelompok tani dan nelayan Kepentingan (interest) - Membuka kesempatan kerja - Menambah pendapatan - Menjual hasil usaha (pertanian, perikanan, dan kerajinan) - Perlindungan terhadap kebudayaan lokal - Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan - Pengembangan usaha - Pengaturan obyek wisata - Pemberian izin dan pengawasan usaha pariwisata - Peningkatan jumlah pemasukan dari retribusi usaha pariwisata Efek pariwisata terhadap interest + + +/- Pembangunan desa/kelurahan +/- - Perlindungan potensi alam dan budaya - Perbaikan lingkungan Pemasaran hasil pertanian dan - perikanan Karang Taruna Pengembangan SDM pemuda - PKK-Dasa Wisma Keindahan lingkungan desa - Kelompok Arisan Pengembangan modal usaha +/- Kelompok Pengajian Kepentingan sosio-religius - Lembaga Adat Kepentingan sosial budaya /- +/- Berdasarkan informasi yang dikemukakan pada Tabel 37, terlihat bahwa terdapat berbagai kepentingan yang diharapkan oleh para stakeholder dapat terpenuhi (+) melalui kegiatan pariwisata yang berlangsung saat ini. Bagi masyarakat lokal, kegiatan pariwisata dapat memenuhi (+) kepentingan mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan menambah pendapatan tetapi belum dapat sepenuhnya memenuhi (+/-) kepentingan mereka untuk menjual hasil pertanian dan perikanan. Disamping itu, kegiatan pariwisata saat ini belum dapat memenuhi (-) kepentingan masyarakat lokal dalam mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan lokal. Sedangkan kepentingan pengusaha

107 96 pariwisata, seperti yang terungkap dalam wawancara yang dilakukan, adalah meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan berkembangnya usaha yang mereka jalankan. Dikemukakan bahwa kegiatan pariwisata yang berlangsung saat ini dapat memenuhi (+) kepentingan mereka untuk mengembangkan usaha. Pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan memegang peranan yang penting didalam mengembangkan kegiatan pariwisata di wilayah ini. Dinas pariwisata sebagai instansi yang diberi kepercayaan untuk menjalankan fungsi tersebut memiliki beberapa kepentingan dalam kegiatan pariwisata di wilayah penelitian. Kepentingan-kepentingan tersebut adalah pengaturan obyek wisata, pemberian izin dan pengawasan usaha pariwisata, dan peningkatan jumlah pemasukan dari retribusi usaha pariwisata. Dari wawancara yang dilakukan dengan asparat pemerintahan pada tingkat kabupaten diperoleh informasi bahwa kepentingan mereka dapat terlaksana (+) dengan baik di kawasan wisata ini. Sedangkan pemerintah pada tingkat desa dan kelurahan mengharapkan adanya kemajuan bagi wilayahnya sebagai akibat dari berkembangnya pariwisata. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terlihat bahwa kepentingan pemerintahan pada level bawah ini tidak dapat tepenuhi sepenuhnya (+/-). Hal ini disebabkan karena mereka tidak sepenuhnya memiliki wewenang untuk mengatur dan mengambil keputusan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata. Bagi lembaga swadaya masyarakat/kelompok swadaya masyarakat, kegiatan pariwisata yang berlangsung saat ini belum sepenuhnya (+/-) memenuhi kepentingan mereka sebagai kelompok/lembaga yang memperjuangkan perlindungan terhadap potensi sumberdaya alam dan budaya, serta perbaikan lingkungan. Menurut mereka, konsep pengelolaan pariwisata yang ada selama ini masih belum memberikan peran yang luas bagi semua stakeholder untuk banyak berperan, termasuk lembaga/kelompok swadaya masyarakat sebagai kelompok yang berupaya untuk memediasi peran masyarakat dalam setiap proses pengembangan pariwisata. Demikian pula halnya dengan lembaga masyarakat lokal yang terdapat di wilayah penelitian. Seluruh lembaga masyarakat lokal tersebut, seperti terlihat pada tabel diatas menyatakan bahwa kepentingankepentingan mereka belum terpenuhi (-) melalui kegiatan pariwisata yang

108 97 berlangsung saat ini. Hal ini terjadi karena dalam proses pengembangan pariwisata belum menempatkan masyarakat lokal dan kelembagaan yang terdapat didalam masyarakat sebagai subyek, tetapi masih diposisikan sebagai obyek dalam setiap proses pengembangan pariwisata. Padahal keberhasilan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam, dimana pariwisata sebagai salahsatu bentuk pemanfaatan tersebut, sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat (Damanik dan Weber, 2006) dan institusi lokal (Uphoff, 1987 dalam Brandon, 1993 ; Rasmunsen dan Meinzen-Dick, 1995 ; Selman, 2001 ; Damanik dan Weber, 2006) yang terdapat didalamnya. Meskipun secara eksplisit terlihat bahwa terdapat perbedaan kepentingan pada masing-masing kelompok stakeholder tersebut, namun sebenarnya terdapat kaitan yang sangat erat antar masing-masing kepentingan yang berbeda tersebut jika dikaitkan dengan upaya pengembangan kegiatan pariwisata. Kepentingan pengusaha pariwisata dalam upaya meningkatkan jumlah wisatawan dapat memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan melalui keikutsertaan dalam kegiatan usaha penunjang pariwisata, memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah pemasukan dari retribusi usaha pariwisata bagi pemerintah, serta hubungan-hubungan atar kepentingan stakeholder yang lainnya. Tetapi disisi lain, peluang untuk terjadinya benturan antar kepentingan berbagai stakeholder tersebut juga memungkinkan terjadi. Sebagai contoh misalnya, pengembangan usaha yang dilakukan oleh pengusaha pariwisata dapat pula menjadi masalah bagi masyarakat lokal, jika upaya pengembangan usaha tersebut lebih dititik beratkan pada ekspansi usaha ke wilayah usaha yang selama ini dapat dilakukan oleh masyarakat. Pengalaman yang terjadi di Tanjungkarang, berdasarkan informasi masyarakat, pada tahun 1990an pengusaha yang memiliki penginapan dan cottage masih membagi peran dengan masyarakat lokal dalam pelayanan kepada wisatawan. Saat itu pihak pengusaha hanya menyediakan penginapan, sementara untuk pelayanan konsumsi diserahkan kepada masyarakat dibawah pengawasan pengusaha terutama yang berkaitan dengan kebersihannya. Namun, peran tersebut sejak beberapa tahun terakhir tidak lagi dimiliki oleh masyarakat lokal. Disamping dapat menggeser peran masyarakat lokal, pengembangan usaha yang dilakukan oleh pengusaha pariwisata dapat pula

109 98 mengurangi atau bahkan menghilangkan akses masyarakat terhadap sumberdaya alam, dan mengancam hak kepemilikan masyarakat, seperti yang menjadi kekhawatiran mereka selama ini. Berkaitan dengan keadaan yang diuraikan dimuka, maka analisis terhadap kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder terhadap kegiatan pariwisata berbasis masyarakat sangat diperlukan untuk memberi arahan bagi pengembangan peran masing-masing stakeholder tersebut. Hal ini merupakan bagian yang sangat penting didalam memulai proses pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, seperti yang digambarkan pada skema pengelolaan (Gambar 9), terutama pada tahapan pertama dari proses pengelolaan. Oleh karena itu, penguraian peran masyarakat dan berbagai stakeholder lainnya secara detail baru dapat dilakukan setelah semua pihak tersebut melakukan penggalian (assessment) secara bersama-sama pada tahapan tersebut.

110 4 TAHAP MONITORING DAN EVALUASI Kesiapan sistem dan mekanisme pengelolaan serta evaluasi hasil Iventarisasi peran, pengalaman, perhatian, dan harapan masing-masing stakeholder, serta hal-hal yang berkaitan dengan 1 pengembangan produk TAHAP ASSESSMENT DAN PENGORGANISASIAN MASYARAKAT Publikasi dan pemasaran 3 TAHAP PELASANAAN DAN PENDAMPINGAN Produk wisata, pelayanan wisata dan implementasi program Prengembangan program dan produk wisata Pengembangan infrastruktur dan pelayanan wisata Pengembangan mekanisme dan aturan pengelolaan Pengembangan pengetahuan dan kesadaran tentang pariwisata ramah lingkungan Mengidentifikasi elemen-elemen penting untuk penyusunan pedoman dan aturan pelaksanaan pariwisata berbasis masyarakat Mengidentifikasi hubungan antar stakeholder 2 PERENCANAAN DAN PERSIAPAN Inventarisasi sumberdaya pariwisata Dalam konteks pengembangan masyarakat dan wilayah yang luas Dukungan kebijakan Pemda Jaringan kerjasama dan kemitraan Pendidikan dan pelatihan Bantuan pendanaan Penelitian dan pengembangan Gambar 9. Skema konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi (Diadaptasi dari Pinel, 1999) 87

111 DAFTAR PUSTAKA Adhikari, J. R Community-based Natural Resource Management in Nepal with Reference to Community Forestry : A Gender Perspective. A Journal of the Environment. 6(7) : Adiputro, B. S Persepsi dan Prilaku Masyarakat Sehubungan Dengan Pencemaran Lingkungan dan Sungai. Studi Kasus Ciliwung di Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Jurnal Lingkungan & Pembangunan, 19(2): Agrawal, A dan C. C. Gibson Enchantment and Disenchantment : The Role of Community ini Natural Resource Conservation. World Development. 27(4) : Agusniatih, A Kajian Pengembangan Kawasan Wisata dan Pengaruhnya Pada Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Teluk Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Allmendinger, P Towards A Post-Positivist Typology of Planning Theory. In Planning Theory. 1 (1): SAGE Publications. London. APEIS-RISPO. 2003a. Good practices for Community-based Tourism in Rinjani National Park, Indonesia. Asia-Pacific Environmental Innovation Strategies. Research on Innovative and Strategic Policy Options. [2 Mei 2007] APEIS-RISPO. 2003b. Community-based Tourism at Gunung Gede Pangrango National Park, Indonesia. Asia-Pacific Environmental Innovation Strategies. Research on Innovative and Strategic Policy Options. [2 Mei 2007] Ashley, C., C. Boyd and H. Goodwin Pro-Poor Tourism : Putting Poverty At the Hearth of the Tourism Agenda. Natural Resource Perspectives. Overseas Development Institute. Number 52, March [27 April 2007] Bappeda Kabupaten Donggala Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Donggala Tahun Laporan Akhir. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Donggala. Behr, C., G. Lamb, A. Miller, S. Sadowske and R. Shaffer Building Community Based Initiatives in Rural Coastal Communities. Center for Community Economic Development. University of Wisconsin-Extention. Staff Paper [24 Pebruari 2007].

112 104 Brandon, K Langkah-langkah Dasar Untuk Mendorong Partisipasi Lokal Dalam Proyek-proyek Wisata Alam. Dalam K. Lindberg dan D. E. Hawkins [Editor]. Ekoturisme : Petunjuk Untuk Perencana dan Pengelola. Private Agencies Collaborating Together (PACT) dan Yayasan Alam Mitra Indonesia (ALAMI), penerjemah. The Ecotourism Society. North Bennington, Vermont. Campbell, J A Critical Appraisal of Participatory Method in Development Research. Int. J. Social Research Methodology. 5(1) : Carr, D. S., Steven W. Selin and Michael A. Schuett Managing Public Forests : Understanding the Role of Collaborative Planning. Environmental Management. 22(5) : Cooper, C., J. Fletcher, D. Gilbert and S. Wanhill Tourism Principles and Practice. Second Edition. Addison Wesley Longman Publishing. New York. Damanik, J dan H. F. Weber Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta. Danim, S Menjadi Peneliti Kualitatf. Penerbit Pustaka Setia. Bandung. Decrop, A Triangulation in Qualitative Tourism Research. Tourism Management 20: Denscombe, M The Good Research Guide : For Small Scale Social Research Projects. Open University Press. Buckingham-Philadelphia. Disparsenibud Donggala Program dan Kegiatan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Donggala. Bahan Rapat Sinkronisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sulawesi Tengah dengan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten/Kota se Sulawesi Tengah, tanggal 22 April Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Donggala Profil Perikanan dan Kelautan Kabupaten Donggala. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Donggala. Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Tengah Penyususnan Tata Ruang Pesisir dan Pula-pulau Kecil di Kabupaten Donggala dan Banggai Propinsi Sulawesi Tengah. Laporan Akhir. Sarana Antar Nusa Perekayasa Consultants. Jakarta. Doe, S. R. dan M. S. Khan The boundaries and limits of community management: Lessons from the water sector in Ghana. Community Development Journal. 39(4) :

113 105 Dowling, R. K Ecotourism in Southeast Asia: Appropriate Tourism or Environmental Appropriation?. Paper Presented at Third International Conference on Tourism and Hotel Industry in Indo-China & Southeast Asia: Development, Marketing, and Sustainability. June html [19 Maret 2007]. Forgus, R.H. dan L. E. Melamed Perception A Cognitive Stage Approach. McGraw Hill Book Company. Flyman, M. V Towards Developing A Community-based Natural Resources Assesssment System. Gumare-Qangwa Workshop Report. Agency for Cooperation and Researh in Development. Bostwana. Frank, F dan A. Smith The Community Development Handbook : A Tool to Build Community Capacity. Human Resources Development. Minister of Public Works and Government Services. Canada. [26 Januari 2007] Garrot, B Local Participation in the Planning and Management of Ecotourism : A Revised Model Approach. Journal of Ecotourism. 2(1) : Garrod, B., R. Wornell, and R Youell Re-conceptualising Rural Resources As Countryside Capital : the Case of Rural Tourism. Journal of Rural Studies 22 : Godde, P Community-based Mountain Tourism : Practices for Linking Conservation with Enterprise. Synthesis of an Electronic Conference of The Mountain Forum, 13 April May 18, [30 April 2004]. Hall, C. M Tourism Planning: Policies, Processes and Relationships. Prentice Hall. Harris, G and D. Vogel E-Commerce for Community-based Tourism in Developing Countries. [30 April 2004]. Huguinen, R., B. Musso, J. Tait and S. Herbert Community-based Planning for Natural Resource Management : Learning from Experience and Communicating the Lesson. International Landcare. Queensland.

114 106 Illahi, A. K Analisis Persepsi dan Partisipasi Petani dalam Penerapan Teknik-teknik Konservasi Tanah dan Air di DAS Gimanuk Hulu, Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Indonesia Culture and Tourism Kunjungan Wisatawan Mancanegara (Wisman) dan Perolehan Devisa Dari Tahun 1969 sampai [4 Mei 2004]. Innes, J. E Planning Through Consensus Building : A New View of the Comprehensive Planning Ideal. Journal of the American Planning Association. 62(4) : International Council on Local Environmental Initiative Sustainable Tourism : A Local Authority Perspective. Background Paper No. 3. Commision on Sustainable Development, Seventh Session April Department of Economic and Social Affair. New York. International Institute of Rural Reconstruction Participatory Methods in Community-based Coastal Resource Management. International Institute of Rural Reconstruction, Silang, Cavite, Philippines. Karl, M Monitoring and Evaluating Stakeholder Participation in Agriculture and Rural Development Projects : A Literature review. FAO. [9 Januari 2007]. Lahandu, J Analisis Kebijakan Pengelolaan Akses Sumberdaya Alam oleh Masyarakat Kaili di Taman Hutan Raya (TAHURA) Sulawesi Tengah. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Laurence, K Sustainable Tourism Development. In M. Munasinghe and J. McNeely [Editors]. Protected Area Economic and Policy : Lingking Conservation and Sustainable Development. The World Bank. Washington, D.C.: pp Laws, E Tourist Destination Management: Issues, Analysis and Policies. Routledge. London and New York. Liu, A and G. Wall Planning Tourism Employment : A developing Country Perspective. Tourism Management. 27 : Marpaung, H Pengetahuan Kepariwisataan. Edisi Revisi. Penerbit Alfabeta. Bandung. Mathieson,A. and G. Wall Tourism: Economic, Physical and Social Impact. Longman Scientific & Technical. Singapore.

115 107 Metcalfe, S Community Based Conservation and Community Self- Governance: Whose Resources Are at Stake? [6 Maret 2006] Mikkelsen, B Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Ngece, K Community Based Ecotourism : What Can the People of East Africa Learn from Success Stories Elsewhere?. East African Ecotourism Development and Conservation Consultans. Nairobi. [28 Maret 2004]. Nirwandar, S Pembangunan Sektor Pariwisata di Era Otonomi Daerah. _SEKTOR_PARIWISATA.pdf [25 Pebruari 2007] Nugraha, A dan Murtijo Antropologi Kehutanan. Penerbit Wana Aksara. Tangerang, Banten. Oppermann, M Triangulation A Methodological Discussion. Int. J. Tourism Res. 2 : Pemda Kabupaten Donggala Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Donggala Tahun Pemerintah daerah Kabupaten Donggala. Pendit, N. S Ilmu pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Cetakan ketujuh. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Pinel, D. P A Community-based Tourism Planning Process Model : Kyoquot Sound Area, B.C., M.Sc. Thesis. University School of Rural Planning and Development. University of Guelph. Pinel, D. P Create A Good Fit : A Community-based Tourism Planning Model. [8 Agustus 2006] Pitana, I.G dan P. G. Gayatri Sosiologi Pariwisata. Penerbit Andi. Yogyakarta. Pleumaron, A Open Questions Conserning the Concept, Policies and Practices of Ecotourism. In J. Bornemeier, M. Victor and P. B. Durst [Editors] Ecotourism for Forest Conservation and Community Development. Proceedings of an International Seminar held in Chiang Mai, Thailand January RECOFTC-FAO. : pp

116 108 Purba, J [Editor] Pengelolaan Lingkungan Sosial. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Yayasan Obor. Jakarta. Raik, D. B Capacity Building for Co-management of Wildlife in North America. HDRU Series No Human Dimensions Research Unit Department of Natural Resources Cornell University. Ithaca, New York. [6 April 2006] Rasmussen, L. N. and R. Meinzen-Dick Local Organization For Natural Resource Management : Lesson from Theoretical and Empirical Literature. Discussion Paper No. 11. Environment and Production Technology Division. International Food Policy Research Institute. Washington, D.C. Rietbergen-McCracken, J and D. Narayan Participation and Social Assessment : Tools and Techniques. International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank. Washington, D.C. Ross, G. F Psikologi Pariwisata. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Ross, S and G. Wall Ecotourism: Towards Congruence between Theory and Practice. Tourism Management. 20 : Sarwono, S.W Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Balai Pustaka. Jakarta. Sasidharan, V., E. Sirakaya, D. Kerstetter Developing Countries and Tourism Ecolabels. Tourism Management. 23 : Scheyvens, R Ecotourism and Empowerment of Local Communities. Tourism Management. 20 : Selman, P Social Capital, Sustainability and Environmental Planning. Planning Theory and Practice. 2(1) : Sevilla. C. G., J. A. Ochave, T. G. Punsalan, B. P. Regala dan G. G. Uriarte Pengantar Metode Penelitian. Penerbit Universitas Indonesia. Soehartono, I Metode Penelitian Sosial. Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Soeratno dan L. Arsyad Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Revisi. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Managemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta. Spillane, J. J Ekonomi Pariwisata : Sejarah dan Prospeknya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

117 109 Sumardjo Pembangunan Kebutuhan Dasar Manusia. Modul Magister Managemen Pembangunan Daerah. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Suranti, R Pariwisata Budaya dan Peran Serta Masyarakat. Makalah yang Disampaikan pada Workshop Wisata Budaya Bagi Kelompok Masyarakat Propinsi DKI Jakarta, 12 Juli PariwisataBudayadanPeranSertaMasyarakat.pdf [25 Pebruari 2007]. Syahyuti Pembangunan Pertanian dengan Pendekatan Komunitas : Kasus Rancangan Program Prima Tani. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 23(2) : Tisdell, C. A Tourism, The Environment and Profit. Economic Analysis & Policy. 17 (1) : Cetak Ulang dalam Tisdell, C. A., Tourism Economics, the Environment and Development: Analysis and Policy. Edwar Elgar. Cheltenham, UK - Northampton, MA, USA. : pp Tosun, C and D. J. Timothy Arguments for Community Participation in the Tourism Development process. The Journal of Tourism Studies. 14(2) : Tribuwana, W Sekali Lagi Pariwisata Alam, Pariwisata Berkelanjutan dan Ecotourism. Warta Pariwisata. Vol. V (3) Juni P2PAR-ITB. Bandung. Trigg, S.N dan D.P. Roy, A focus group study of factors that promote and constrain the use of satellite-derived fire products by resource managers in southern Africa. Journal of Environmental Management. 82 : UNEP. 2002a. Economic Impacts of Tourism. United Nation Environment Program. [1 Maret 2003]. UNEP. 2002b. How Tourism Can Contribute to Socio-cultural Conservation. United Nation Environment Program. [1 Maret 2003]. Uphoff, N Local Institution and Participation for Suatainable Development. Gatekeeper Series No. SA31. Sustainable Agriculture and Rural Livelihoods Programme. International Institute for Environment and Development. London.

118 110 Uphoff, N Community-Based Natural Resource Management: Connecting Micro and Macro Processes, and People with their Environments. ml/uphoffpaper.htm [2 Mei 2007] USDA, Rural Development : Community Development Technical Assisstance Handbook. Community Development Programs. United State Department of Agriculture. Winarso, G. N Kajian Pengembangan Wisata di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Propinsi Lampung. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Ying, T and Y. Zhou Community, Government and External Capitals in China s Rural Cultural Tourism : A Comparative Study of Two Adjacent Villages. Tourism Management. 28 :

119 LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 Garis Besar Pertanyaan Yang Diajukan Pada Wawancara dengan Masyarakat Lokal Dalam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi Donggala 1. Data diri responden meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan responden. 2. Persepsi mengenai kegiatan pariwisata, yang meliputi : Pengetahuan dan sikap mereka terhadap kegiatan pariwisata. Manfaat dan kerugian yang diperoleh dari kegiatan pariwiwisata. Harapan keterlibatan dan peran mereka pada kegiatan pariwisata. Pandangan terhadap konsep pengelolaan pariwisata yang baik dan sesuai dengan kepentingan dan keinginan mereka. 3. Keterlibatan dalam kegiatan pariwisata saat ini, yang meliputi : Bentuk keterlibatan dalam kegiatan pariwisata. Lama waktu keterlibatan dalam kegiatan pariwisata. Pengalaman dalam kegiatan pariwisata. Pendidikan dan keterampilan khusus yang dimiliki berkaitan dengan pariwisata. Keberadaan kelompok masyarakat yang berkaitan dengan pariwisata dan keterlibatannya mereka didalamnya. Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan pariwisata. Masalah/hambatan yang ditemukan dalam keikutsertaan pada kegiatan pariwisata. 4. Potensi alam, sosial, dan budaya yang mendukung pariwisata menurut masyarakat. 5. Saran dan pikiran masyarakat dalam pengembangan pariwisata kedepan.

120 112 Lampiran 2. Pedoman Wawancara Bagi Aparat Pmerintahatah, Pengusaha Wisata dan LSM Mengenai Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Tanjung Karang- Pusentasi Donggala I. Identitas Responden yang meliputi, nama, instansi/lembaga, jabatan, dan alamat. II. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan : 1. Pandangan mereka terhadap kegiatan pariwisata yang dikembangkan di kawasan ini. 2. Akibat positif dan negatif dari kegiatan pariwisata. 3. Pendapat mereka tentang peran masyarakat dalam pengelolaan pariwisata. 4. Pendapat mereka bila pengelolaan pariwisata di kawasan wisata ini dikembangkan dengan sistim pengelolaan berbasis masyarakat.(diceritakan sekilas konsep pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat menurut peneliti) 5. Bila setuju terhadap sistim pengelolaan tersebut, bagaimana sebaiknya peran masyarakat dalam kaitannya dengan : a. Keikutsertaan dalam perencanaan b. Keikutsertaan dalam pengelolaan usaha/kegiatan pariwisata 6. Bila tidak setuju, bagaimana bentuk keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pariwisata tersebut. 7. Pendapat mereka yang berkaitan dengan aspek sosial budaya masyarakat dan tentang pengelolaan sumberdaya alam untuk pariwisata. Sebagai contoh misalnya, pengetahuan lokal dan kearifan yang dimiliki oleh masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Apakah hal ini dapat dijadikan referensi untuk mendukung pengembangan pariwisata? (Akan didialogkan beberapa contoh kasus) 8. Faktor-faktor apa yang dapat mendukung dan menghambat pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan wisata ini. (Dilihat dari sudut pandang potensi/kesiapan pemerintah, masyarakat, dan swasta).

121 113 Lampiran 3 Pedoman Pertanyaan Dalam Diskusi Kelompok Terfokus 1. Pandangan mereka (peserta diskusi) terhadap kegiatan pariwisata yang dikembangkan di kawasan ini. 2. Apa akibat negatif dari kegiatan tersebut. 3. Apa akibat positif dari kegiatan tersebut. 4. Apakah mereka (masyarakat) berminat untuk ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. 5. Apakah model pengelolaan yang dikembangkan saat ini sudah memberi peluang bagi mereka untuk ikut terlibat. 6. Bila terdapat peluang, apakah masih diperlukan bantuan pihak lain, termasuk pemerintah. 7. Apa saran dan pendapat mereka bila kegiatan pariwisata dikembangkan dengan konsep pengelolaan yang berbasis masyarakat..

122 114 Lampiran 4. Rangkuman Hasil Diskusi kelompok Terfokus Di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi 1. Kegiatan pariwisata di Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasi sudah berlangsung lama (Tanjung Karang sejak tahun 1970an sementara Boneoge dan Pusentasi sejak awal tahun 1990an). Terbukanya Tanjung Karang sebagai lokasi wisata yang dikunjungi oleh wisatawan asing telah mendorong lokasi di sekitarnya untuk berkembang sebagai lokasi kegiatan wisata. 2. Akibat negatif dari kegiatan wisata : Lokasi wisata yang sering digunakan oleh orang-orang dari kota untuk tempat berpesta-pesta dan beberapa kegiatan lainnya yang sering mengganggu ketenangan masyarakat. Masuknya minuman keras dan kemungkinan telah adanya penggunaan narkoba yang dapat merusak moral masyarakat lokal. Berkembangnya Tanjung Karang sebagai lokasi wisata, terutama sebagai lokasi penyelaman (diving) telah menimbulkan konflik kepentingan antara masyarakat lokal dengan pariwisata. Terumbu karang yang terdapat di Tanjung karang merupakan lokasi yang biasa digunakan oleh masyarakat sebagai sumber ikan alternatif pada musim barat tidak dapat lagi diakses karena diperuntukan bagi kegiatan pariwisata. Rencana pemerintah dan swasta untuk mengembangkan Tanjung Karang sebagai satu kawasan/resort yang diperuntukan khusus dengan memindahkan lokasi pemukiman menimbulkan keresahan di masyarakat. Kondisi ini pula yang menyebabkan masyarakat pada lokasi lain melihat perkembangan pariwisata sebagai ancaman bagi status kepemilikan lahan mereka. Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memperlebar jalan menuju Tanjung Karang dengan menggusur gunung dan membuang gusuran ke laut dapat mengganggu kondisi pantai. 3. Akibat positif dari kegiatan wisata : Manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat melalui pendapatan tambahan yang didapatkan dari berjualan, melayani transportasi sebagai ojek, menjual hasil laut siap saji, dan menjual buah kelapa segar (muda). Keberadaan kegiatan pariwisata mendorong keinginan masyarakat untuk kembali menggali potensi sosial budaya yang saat ini sebagian sudah tenggelam. Kegiatan pariwisata yang ada saat ini telah mendorong masyarakat untuk menata desa/kelurahan dan pemukiman mereka agar lebih bersih dan teratur. Dari aspek motivasi, sebenarnya telah mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi lebih jauh dalam proses pengelolaan kegiatan pariwisata. Namun, keinginan ini masih terhambat oleh kendala berupa modal, keterampilan, dan terutama dukungan pemerintah setempat.

123 Minat masyarakat untuk terlibat cukup tinggi, yang dibuktikan oleh keikutsertaan mereka dalam melayani kebutuhan wisatawan akan bahan makanan, sarana transportasi dan lokasi peristrahatan. Munculnya minat masyarakat tersebut tidak hanya didasarkan pada kepentingan ekonomi semata, tetapi juga berkaitan dengan upaya untuk mengambil peran yang lebih jauh agar supaya mereka dapat langsung ambil bagian dalam mencegah terjadinya akibat-akibat negatif. 5. Model pengelolaan (yang lebih bersifat top-down) yang dikembangkan saat ini masih kurang memberikan peluang bagi masyarakat untuk terlibat/berpartisipasi. Beberapa aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah selama ini (misalnya aktifitas Pekan Budaya dan Promosi Wisata yang dilakukan disini tidak melibatkan masyarakat) tidak dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat sepakat bahwa model pengelolaan yang dapat memberi kesempatan keterlibatan mereka secara luas sangat diperlukan untuk mengembangkan wilayah ini. 6. Keterlibatan masyarakat didalam kegiatan pariwisata disini tetap memerlukan bantuan dari pihak lain terutama pemerintah. Masyarakat masih sangat membutuhkan upaya untuk meningkatkan keterampilannya dalam mengembangkan usaha-usaha yang berhubungan dengan pariwisata. Misalnya, pelatihan keterampilan pembuatan cindera mata, perencanaan/pembuatan paket wisata, serta perencanaan dan pengelolaan hunian bagi wisatawan. Disamping itu, diharapkan bahwa sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat dapat dijadikan sebagai modal keikutsertaan atau saham masyarakat didalam mengembangkan usaha dibidang pariwisata. Kegiatan-kegiatan usaha masyarakat (pertanian, peternakan, dan perikanan) diharapkan dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata yang dapat dikunjungi oleh wisatawan, sehingga hasil usaha masyarakat dapat dapat pula dibeli oleh wisatawan sehingga masyarakat lokal dapat memperoleh pendapatan langsung. 7. Masyarakat sependapat bila pengelolaan pariwisata dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbasis masyarakat. Meskipun demikian, hal ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang sesuai yang dapat mendorong kearah pendekatan tersebut. Pengalaman pada beberapa kegiatan yang dilakukan dengan mengatasnamakan partisipasi masyarakat harusnya tidak terulang dalam upaya pengembangan pariwisata di kawasan ini.

124 116 Lampiran 5. Sketsa lokasi wisata pantai Tanjung Karang Natural Cottages Selat Makassar Harmoni Cottages Prince John Cottages Area Diving Teluk Palu Teluk Palu text Ke Donggala Ke Boneoge Keterangan : Jalan Rumah penduduk Kebun penduduk Masjid Tugu Selamat Datang Pos retribusi masuk lokasi wisata Pondok peristrahatan milik penduduk Cottage milik N Bidja

125 117 Lampiran 6. Sketsa lokasi wisata Boneoge Cottage milik Pemda Selat Makassar Dari Tg Karang text Ke Kaluku/P ntasi Keterangan : Cottage Sekolah Rumah penduduk Kebun penduduk Tugu Selamat Datang Madjid Jalan aspal Jalan setapak

126 118 Lampiran 7. Sketsa lokasi wisata Kaluku-Pusentasi Selat Makassar Vatu Nolanto Vatubula Lokasi Panambe Pusentasi text Dusun Kaluku Ke Donggala Keterangan : Jalan beraspal Jalan tidak beraspal Rumah penduduk Cottage Kaluku Beach Kebun Pisang penduduk Kebun kelapa

127 119 Lampiran 8. Peralatan tenun yang digunakan masyarakat lokal

128 120 Beberapa motif hasil tenunan masyarakat lokal

129 121

130 122 Lampiran 9. Foto beberapa peralatan rumahtangga masyarakat Tanjung Karang Pusentasi Tempat air minum terbuat dari tempurung kelapa yang disebut bobo Belanga tanah sebagai alat masak masyarakat

131 123 Tempat kue (kiri) dan buah-buahan (kanan) Alas belanga yang diproduksi dan digunakan masyarakat lokal

132 124 Sendok sayur dan nasi yang digunakan masyarakat lokal Tempurung kelapa yang telah dibersihkan sebagai alat makan

133 125 Lamapiran 10. Foto beberapa lokasi di Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasi Pintu gerbang memasuki lokasi Tanjung Karang Lokasi wiasata Tanjung Karang dengan latar belakang Kota Donggala

134 126 Salahsatu sudut pantai Tanjung Karang Lokasi di Pantai Boneoge

135 127 Salahsatu pemandangan di Pusentasi Pusentasi (sumur air laut)

136 128 Cottage yang terdapat di pantai Kaluku Lokasi pertanian masyarakat lokal di Kaluku-Pusentasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Donggala merupakan salahsatu wilayah yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah 10.472 km² yang terdiri atas 16 wilayah kecamatan. Daerah

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH III. GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Letak Geografis Kawasan Wisata Tanjungkarang-Pusentasi merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. Kecamatan Banawa adalah

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Master Plan Pengendalian Sumber Daya Alam & Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala. yang harus dikelola dengan baik dan bijaksana. Pemanfaatan sumber

Master Plan Pengendalian Sumber Daya Alam & Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala. yang harus dikelola dengan baik dan bijaksana. Pemanfaatan sumber BAB I Pendahuluan Master Plan I.1. LATAR BELAKANG Keberadaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Kabupaten Donggala merupakan salah satu dari modal pembangunan yang harus dikelola dengan baik dan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Data diri responden meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan responden.

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Data diri responden meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan responden. LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 Garis Besar Pertanyaan Yang Diajukan Pada Wawancara dengan Masyarakat Lokal Dalam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Masyarakat di Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasi 5.1.1. Karakteristik Masyarakat Kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi mencakup empat wilayah yang terdiri atas

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 170 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis yang telah penulis lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Sorake,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 Pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, yaitu Objek Wisata Alam Pemandian Air Panas. Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR

PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR PENERAPAN KAMPANYE BANGGA UNTUK MENGUBAH POLA PENGELOLAAN TERNAK MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG KONSERVASI HARIMAU SUMATERA DI JANTHO ACEH BESAR CUT MEURAH INTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT LOKAL MUHIDDIN TAFALAS

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT LOKAL MUHIDDIN TAFALAS DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT LOKAL (Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat ) MUHIDDIN TAFALAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang mempunyai pesisir dan lautan yang sangat luas, dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan 17.480 pulau (Idris, 2007). Indonesia

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI Oleh : Ongki Wiratno PROGRAM STUDI MAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 @ Hak cipta

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR I. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kelurahan Nunhila memiliki 4 wilayah RW dan 17 wilayah RT, dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN SELATAN 2.1.1. Kondisi Wisata di Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan merupakan salah

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci