V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Masyarakat di Kawasan Wisata Tanjung Karang Pusentasi Karakteristik Masyarakat Kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi mencakup empat wilayah yang terdiri atas Kelurahan Labuan Bajo, Kelurahan Boneoge, Desa Limboro dan Desa Tovale. Meskipun demikian, hanya penduduk yang terdapat di kelurahan Boneoge yang seluruhnya bermukim di lokasi wisata. Pada wilayah lain seperti kelurahan Labuan Bajo dan desa Limboro penduduk yang bermukim di lokasi wisata masing-masing hanya terdapat pada satu wilayah RT dan Dusun. Untuk kelurahan Labuan Bajo, lokasi dan kegiatan wisata terdapat di Tanjung Karang yang merupakan salahsatu RT di kelurahan tersebut, sedangkan di desa Limboro kegiatan dan lokasi wisata terdapat di dusun Kaluku. Sementara itu, lokasi wisata yang terdapat di desa Tovale yaitu Pusentasi yang berdampingan dengan dusun Kaluku tidak dihuni oleh penduduk. Oleh karena itu, penduduk yang berinteraksi langsung dengan aktifitas pariwisata di kawasan ini hanya terdapat pada tiga wilayah dengan jumlah penduduk sebanyak 761 KK atau jiwa. Rincian jumlah penduduk pada masing-masing lokasi wisata dikemukakan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah penduduk yang bermukim di kawasan wisata. Lokasi Pariwisata KK Jumlah jiwa Laki-laki Perempuan Boneoge Tanjung Karang Kaluku Jumlah Sumber : Data statistik masing-masing desa dan kelurahan, Penduduk yang bermukim di wilayah ini pada umumnya adalah masyarakat nelayan dan petani dengan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Tingkat pendidikan masyarakat dikemukakan pada Tabel 10.

2 36 Tabel 10. Pekerjaan dan tingkat pendidikan responden masyarakat lokal. Pekerjaan Tingkat pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah (orang) Nelayan Petani/peternak Dagang Sopir/Ojek Guru/PNS Buruh/Pertukangan Jasa Jumlah Berdasarkan informasi yang dikemukakan pada Tabel 10 diatas terlihat bahwa sebagian besar responden yaitu 61,4 % memiliki tingkat pedidikan sekolah dasar, selebihnya 22,9 % berpendidikan sekolah lanjutan pertama, 11,4 % sekolah lanjutan tingkat atas, dan sisanya 4,3 % berpendidikan tinggi. Bila mengamati kondisi masyarakat yang terdapat di kawasan ini, yang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dapat dikemukakan bahwa potensi sumberdaya manusia yang terdapat dikawasan wisata ini masih tergolong rendah. Sebagaimana halnya dengan masyarakat yang mendiami desa-desa pesisir lainnya, sebagian besar masyarakat di wilayah penelitian ini memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Seperti yang dikemukakan pada Tabel 10, sebagian besar responden masyarakat lokal memiliki pekerjaan atau mata pencaharian pokok sebagai nelayan. Dari 70 responden masyarakat lokal yang diwawancarai, terdapat 27 orang atau sebesar 38,6 % memiliki mata pencaharian pokok sebagai nelayan, dan sejumlah 15 orang atau sebesar 21,4 % memiliki mata pencaharian pokok sebagai petani. Sisanya memiliki mata pencaharian pokok sebagai pedagang, sopir/penarik ojek, pegawai negeri, buruh/pertukangan, dan jasa. Disamping pekerjaan pokok tersebut, mereka juga memiliki pekerjaan atau mata pencaharian sampingan. Hal ini dilakukan disamping untuk kepentingan menambah penghasilan keluarga, juga disebabkan karena rata-rata mereka memiliki lahan, yang dapat ditanami tanaman-tanaman tertentu seperti jagung, ubi kayu, pisang, dan tanaman sayuran.

3 37 Bagi masyarakat yang bekerja sebagai nelayan, kegiatan sampingan dilakukan pada saat tidak melaut, terutama pada saat terjadinya musim barat dimana mereka tidak dapat melakukan pekerjaan sebagai nelayan. Informasi yang diperoleh pada saat wawancara dan diskusi kelompok, kegiatan sampingan masyarakat nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disamping bertani adalah bekerja sebagai buruh pelabuhan dan bangunan di kota Donggala, dan sebagian diantaranya memanfaatkan peluang dari aktifitas pariwisata yang berlangsung di wilayah ini (Tabel 11). Tabel 11. Pekerjaan dan kelompok usia responden masyarakat lokal. Pekerjaan Usia responden (tahun) Jumlah Nelayan Petani/peternak Dagang Sopir/Ojek Guru/PNS Buruh/Pertukangan Jasa Jumlah Usia responden masyarakat lokal bervariasi mulai dari usia 20 tahun hinga 70 tahun. Pada Tabel terlihat bahwa informan yang berusia tahun sebesar 18,6 %, usia tahun sebesar 34,3 %, usia tahun sebesar 28,6 %, usia tahun sebesar 15,7 %, dan usia tahun sebesar 2,9 %. Berdasarkan komposisi umur tersebut terlihat bahwa responden yang memiliki usia antara tahun, sebagai kelompok usia produktif, jumlahnya mencapai 97,1 %, sedangkan yang memiliki usia antara tahun hanya sebesar 2,9 %. Pekerjaan utama dari kelompok usia produkstif adalah nelayan, pertanian/peternakan, dagang, sopit/penarik ojek, guru, dan buruh. Sedangkan penduduk yang telah memiliki usia yang tua/kurang produktif memilih pekerjaan sebagai peternak dan dagang yang relatif kurang membutuhkan tenaga yang besar.

4 Perekonomian Masyarakat Masyarakat yang mendiami kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi, seperti halnya masyarakat di wilayah lainnya, mengembangkan sistem perekonomian berdasarkan karakter wilayah dan potensi sumberdaya yang tersedia. Perekonomian masyarakat di kawasan ini bertumpu pada dua kegiatan yaitu pertanian/peternakan dan perikanan. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya berladang dan membuka perkebunan rakyat, serta sebagian kecil diantaranya menjalankan usahatani padi sawah dengan sistim irigasi desa dan padi ladang. Kegiatan pertanian dan perkebunan yang dilakukan oleh masyarakat dikemukakan pada Tabel 12. Tabel 12. Kegiatan pertanian dan perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat (Ha). Desa/Kelurahan Jenis tanaman pertanian Jenis tanaman perkebunan Padi Jagung Kelapa Cacao Boneoge Labuan Bajo Limboro Sumber : Kecamatan Banawa Dalam Angka, 2006 Kegiatan perkebunan nampaknya lebih mendominasi kegiatan penduduk di wilayah ini, karena memang sejak dahulu daerah (Sulawesi Tengah) ini dikenal sebagai penghasil tanaman perkebunan, terutama kelapa. Tanaman kelapa bagi masyarakat di wilayah ini merupakan kegiatan utama untuk pemenuhan kesejahteraannya, sementara tanaman lainnya yang dilakukan dengan kegiatan berladang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari (subsisten) sambil menunggu panen buah kelapa yang biasanya berlangsung setiap 3-4 bulan. Keadaan tersebut juga merupakan gambaran dari aktifitas pertanian masyarakat yang bermukim di lokasi kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi (Tanjung Karang, Boneoge, dan Dusun Kaluku). Kegiatan pertanian dan jenis tanaman yang diusahakan oleh masyarakat di kawasan wisata ini dikemukakan pada Tabel 13.

5 39 Tabel 13. Kepemilikian lahan dan jenis tanaman yang diusahakan oleh masyarakat. Kelurahan/ Desa Lokasi Kepemilikan Lahan (ha) Boneoge Boneoge 0,25 2 Labuan Bajo Tanjung Karang 0,25 2 Limboro Dusun Kaluku 0,25 3 Jenis tanaman yang diusahakan Tanaman tahunan : kelapa dan coklat. Tanaman semusim : padi ladang, jagung, ubi kayu, pisang, serta tanaman-tanaman hortikultura seperti cabe, tomat dan sayuran. Disamping mengelola lahan untuk kegiatan bercocok tanam, masyarakat juga memelihara ternak sebagai usaha sampingan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Jenis ternak yang dipelihara oleh masyarakat disajikan pada Tabel 14. Meskipun hanya sebagai usaha sampingan, namun usaha peternakan ini sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging di wilayah ini dan sebagai tabungan masyarakat yang sewaktu-waktu dapat dijual bila mereka membutuhkan dana untuk berbagai keperluan yang mendesak. Tabel 14. Jenis ternak yang dipelihara oleh masyarakat di wilayah penelitian. Desa/Kelurahan Jenis ternak Sapi Kambing Ayam Buras Boneoge Labuan Bajo Limboro Sumber : Kecamatan Banawa Dalam Angka, 2006 Dibidang perikanan, desa-desa yang terdapat diwilayah penelitian ini merupakan penghasil ikan laut yang cukup besar bagi kecamatan Banawa. Sementara Kecamatan Banawa sendiri merupakan penghasil ikan terbesar untuk wilayah Kabupaten Donggala. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Donggala (2002), dari 8 kecamatan yang memiliki wilayah perairan laut di Kabupaten Donggala, Kecamatan Banawa merupakan penyumbang terbesar hasil tangkapan ikan di kabupaten ini. Pada tahun 2002 kontribusi penangkapan ikan laut di wilayah perairan Kecamatan Banawa terhadap total produksi di Kabupaten Donggala adalah sebesar 20,33%. Jenis peralatan penangkapan ikan yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah ini adalah jala rumpon, pukat pantai dan gill net. Adapun sarana

6 40 transportasi perikanan yang dimiliki adalah perahu/kapal motor bermesin dan sejumlah perahu tanpa mesin (Tabel 15). Tabel 15. Peralatan penangkap ikan dan sarana transportasinya di wilayah penelitian. Desa/ Kelurahan Jala rumpon Peralatan penangkap ikan Pukat pantai Gill Net Sarana transportasi perikanan Kapal/ Perahu Perahu Tak motor Bermotor Boneoge Labuan Bajo Limboro Sumber : Kecamatan Banawa Dalam Angka, 2006 Meskipun terdapat berbagai peralatan nelayan berupa perahu motor dan peralatan lainnya, namun kegiatan perikanan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat merupakan kegiatan perikanan skala kecil dengan menggunakan peralatan sederhana berupa pukat, pancing, dan panah. Penggunaan pukat pantai dan panah biasanya dilakukan oleh masyarakat untuk menangkap ikan-ikan karang yang terdapat disekitar kawasan wisata atau tempat-tempat lainnya dimana terdapat banyak gugusan karang. Kemampuan nelayan di kawasan ini untuk menangkap ikan dengan menggunakan panah dan harus menyelam tanpa menggunakan alat cukup terkenal disekitar kawasan ini, terutama di Teluk Palu dan perairan Kabupaten Donggala bagian barat. Hal ini dikarenakan mereka, terutama nelayan yang berasal dari Kelurahan Boneoge, mampu melakukan penyelaman dalam waktu yang cukup lama, jauh melebihi kemampuan rata-rata nelayan yang terdapat di sekitarnya. Hasil yang diperoleh dalam menangkap ikan-ikan karang biasanya sekitar ekor sekali melaut dengan harga jual sekitar Rp ,- sampai Rp ,- per ikat. Sedangkan untuk penggunaan pancing biasanya ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar dan permukaan yang biasanya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan perahu tanpa motor. Penangkapan ikan oleh nelayan dengan menggunakan pancing, diantaranya adalah kegiatan yang disebut dengan panambe. Kegiatan panambe

7 41 ini merupakan kegiatan nelayan memancing ikan Julung-julung yang dalam bahasa daerah disebut dengan bau (ikan) tampai. Ikan ini merupakan ikan permukaan yang biasanya terdapat disekitar gugusan karang antara bulan April hingga September, di kawasan ini terutama terdapat di perairan sekitar dusun Kaluku dan sebagian kecil wilayah Boneoge. Kegiatan panambe yang dilakukan oleh nelayan dalam menangkap ikan ini biasanya dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota sekitar 3 sampai 5 orang. Hasil tangkapan yang mereka dapatkan kemudian dimasak dengan cara pengasapan, yang sebelumnya dijepit dengan menggunakan bambu, dimana setiap jepitannya berjumlah 20 ekor. Setiap minggu masing-masing keluarga nelayan dapat menghasilkan sekitar jepitan ikan ini dengan harga jual antara Rp. 5000,- sampai Rp ,- setiap jepitannya Kegiatan ekonomi lainnya yang dilakukan oleh masyarakat, meskipun tidak menjadi kegiatan utama, adalah menenun kain sarung dari benang sutera dengan menggunakan alat tenun tradisional. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh kaum perempuan yang dilakukan disela-sela aktifitas mengurus rumahtangga dan kegiatan pertanian. Setiap sarung diselesaikan dalam waktu sekitar 1 2 bulan dengan harga jual per sarung sekitar Rp ,- sampai Rp ,-. Hingga saat ini masyarakat hanya menghasilkan tenunan dalam bentuk sarung meskipun terbuka peluang untuk menghasilkan produk yang lain dalam bentuk cindera mata karena mereka berada pada lokasi kegiatan pariwisata. Hal ini, menurut masyarakat, karena keterbatasan keterampilan yang dimiliki untuk menghasilkan produk tersebut. Disamping aktifitas yang dikemukakan tersebut, masyarakat juga menangkap peluang usaha yang dihasilkan oleh berkembangnya aktifitas pariwisata di kawasan ini. Diversifikasi usaha ekonomi yang mereka lakukan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu ketika mereka tidak melakukan aktifitas utamanya baik sebagai nelayan maupun bertani. Gambaran tentang pemanfaatan waktu mereka dalam melakukan aktifitas ekonomi dikemukakan pada Tabel 16.

8 42 Tabel 16. Kalender aktifitas masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi Waktu (bulan ke) Bulan Bulan 11-3 Bulan 4-10 Bulan 4 5 Hari libur dan hari-hari besar Lokasi dan aktifitas masyarakat Dusun Kaluku Boneoge Tanjung Karang Musim tanam (notuja) - Melakukan padi ladang. penangkapan ikan karang. - Mengelola kebun - Melakukan penangkapan ikan karang. - Mengelola ladang dan kebun - Menenun kain - Melakukan kegiatan Panambe - Mengelola ladang dan kebun - Menenun kain Musim panen padi ladang (noisi/nokato) Membuka warung, menjual hasil tankapan ikan, dan penyewaan/ojek perahu di Pusentasi - Melakukan kegiatan menangkap ikan dengan pancing dan pukat serta kegiatan Panambe - Mengelola kebun Membuka warung, dan menjual hasil tangkapan ikan kepada wisatawan lokal. - Melakukan penangkapan ikan karang. - Melakukan kegiatan usaha di lokasi wisata. - Mengelola kebun. - Kegiatan menangkap ikan dengan pancing dan pukat. - Melakukan kegiatan usaha di lokasi wisata. - Mengelola kebun. Berdasarkan hasil pemetaan aktifitas tersebut terlihat bahwa meskipun sebagian besar masyarakat di kawasan ini memiliki pekerjaan pokok sebagai nelayan dan petani, tetapi terdapat beberapa perbedaan aktifitas ekonomi pada masing-masing lokasi. Hal ini disebabkan karena disamping terdapat perbedaan potensi sumberdaya pada masing-masing lokasi juga disebabkan karena intensitas kegiatan pariwisata yang berbeda pada masing-masing lokasi tersebut. Masyarakat yang bermukim di dusun Kaluku melakukan aktifitas yang lebih beragam dibanding lainnya. Sepanjang tahun, selain melakukan kegiatan sebagai nelayan, mereka juga melakukan kegiatan pertanian ladang dengan menanam padi lokal. Hal ini dilakukan karena di wilayah ini masih terdapat lahan yang memungkinkan untuk ditanami padi ladang karena kondisi tanah dan topografi lahannya yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan menanam padi ladang ini dilakukan oleh masyarakat hanya diperuntukan bagi kebutuhan lokal masyarakat setempat.

9 43 Sedangkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata hanya mereka lakukan pada hari-hari libur dengan membuka warung dilokasi Pusentasi. Berbeda halnya dengan masyarakat yang bermukim di Boneoge dan Tanjung Karang, dimana kegiatan pertanian yang dapat mereka lakukan hanyalah perkebunan kelapa dan kebun untuk tanaman buah-buahan dan sayuran. Kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan pariwisata secara intensif hanya dilakukan oleh mereka yang bermukim di Tanjung Karang, sedangkan di Boneoge hanya dilakukan ketika hari libur Persepsi, Partisipasi, dan Keinginan Masyarakat Terhadap Pariwisata Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Persepsi masyarakat lokal terhadap kegiatan pariwisata di kawasan wisata pantai Tanjung Karang Pusentasi, terutama yang berkaitan dengan ada tidaknya manfaat yang diberikan oleh pariwisata terhadap kehidupan masyarakat dikemukakan pada Tabel 17. Tabel 17. Persepsi responden terhadap keberadaan kegiatan pariwisata saat ini Pekerjaan Bermanfaat Persepsi Tidak bermanfaat Tidak tahu Jumlah Nelayan Petani/peternak Dagang Sopir/Ojek Guru/PNS Buruh/Pertukangan Jasa Jumlah Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 70 orang responden masyarakat lokal di lokasi penelitian, seperti terlihat pada tabel tersebut, menunjukan bahwa sebagian besar (61,43 %) responden masyarakat lokal menyatakan bahwa kegiatan pariwisata memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun demikian, masih terdapat sekitar 32,86 % responden yang menyatakan pariwisata tidak memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah ini, sedangkan sebagian kecil lainnya (5,71 %) menyatakan tidak tahu. Responden yang

10 44 menyatakan bahwa pariwisata memberikan manfaat, pada umumnya adalah mereka yang memiliki aktifitas usaha yang berhubungan langsung dengan kegiatan pariwisata, disamping pekerjaan pokoknya sebagai petani dan nelayan. Aktifitas usaha yang dilakukan adalah berupa pekerja/penyedia sarana penginapan, warung, transportasi wisata (perahu), pemandu wisata dan penyedia/penyewaan sarana rekreasi lainnya seperti tikar, ban, dan kacamata renang. Pandangan masyarakat dan beberapa stakeholder lainnya yang berkaitan dengan manfaat dan kerugian yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Persepsi stakeholder tentang manfaat dan kerugian dari kegiatan pariwisata Masyarakat lokal Aparat Pemerintah Pengusaha Pariwisata Persepsi LSM Jumlah jawaban Manfaat kegiatan pariwisata Membuka peluang pekerjaan Menambah pendapatan Mendorong kemajuan desa Memperkenalkan budaya lokal Lingkungan menjadi baik/bersih Dapat menjual hasil usaha Desa menjadi terkenal Kerugian kegiatan pariwisata Merusak moral Mengganggu kegiatan nelayan Mengancam kepemilikan lahan Kerusakan lingkungan Berdasarkan informasi yang disajikan pada Tabel 18 tersebut terlihat bahwa kegiatan pariwisata diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan memperlihatkan bahwa manfaat yang paling banyak dinyatakan (51,43 %) oleh masyarakat lokal adalah terciptanya peluang pekerjaan/usaha serta meningkatkan pendapatan. Terdapat tiga hal yang secara spontan dikemukakan oleh masyarakat berkaitan dengan kepentingan ekonomi mereka yaitu terbukanya lapangan pekerjaan, menambah pendapatan, dan pemasaran dari hasil usaha perikanan mereka dapat

11 45 lebih terbuka. Sejalan dengan pandangan masyarakat, stakeholder lainnya juga menyatakan bahwa kegiatan pariwisata dapat memeberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Seluruh informan yang berasal dari aparat pemerintah, pengusaha pariwisata, dan LSM menyatakan kegiatan tersebut dapat membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat, diversifikasi usaha masyarakat, dan pada akhirnya akan memberikan tambahan pendapatan. Pada saat tertentu, yaitu sekitar bulan Nopember hingga Januari masyarakat yang bekerja sebagai nelayan hampir tidak dapat turun melaut karena cuaca yang tidak memungkinkan. Oleh karena itu pada saat-saat seperti ini mereka melakukan pekerjaan diluar perikanan seperti buruh pelabuhan dan bangunan. Bagi mereka yang memiliki kesempatan untuk menjalankan usaha yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata setidaknya dapat memperoleh tambahan pendapatan meskipun tidak dapat melaut. Sebanyak 42,86 % responden masyarakat lokal menyatakan bahwa kegiatan pariwisata dapat memberikan tambahan pendapatan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, baik pada saat wawancara maupun pada diskusi kelompok terungkap bahwa disaat cuaca tidak memungkinkan untuk melaut, mereka masih bisa mendapatkan hasil perikanan dari sekitar gugusan karang yang terdapat didepan obyek wisata Tanjungkarang. Namun, saat ini kegiatan tersebut tidak dapat lagi dilakukan oleh masyarakat karena gugusan karang ini telah menjadi lokasi penyelaman yang dilakukan oleh para wisatawan. Beberapa manfaat yang dikemukakan diatas merupakan sesuatu yang seharusnya diperoleh masyarakat disekitar lokasi kawasan wisata karena pengembangan kegiatan kepariwisataan di suatu lokasi diharapkan dapat memberikan efek positif bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal, dalam bentuk pendapatan dan kesempatan kerja (Pitana dan Gayatri, 2005; Liu dan Wall, 2006; Ross dan Wall, 1999; UNEP, 2002a). Bahkan bila pengelolaan pariwisata yang dilakukan berjalan dengan sistim pengelolaan yang baik, dan dengan melibatkan semua unsur masyarakat maka akan menjadikan sumber pendapatan yang dapat berlangsung terus menerus (Scheyvens, 1999). Disamping manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat lokal, kegiatan pariwisata juga dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dalam

12 46 bentuk devisa dan peningkatan pendapatan pemerintah (Pitana dan Gayatri, 2005). Pendapatan pemerintah inilah yang diharapkan akan memberikan sumbangan bagi kemajuan pembangunan daerah dan tentu saja akan berakibat positif bagi kemajuan desa/kelurahan yang menjadi lokasi kegiatan kepariwisataan. Hal ini jelas terungkap didalam wawancara yang dilakukan dengan masyarakat serta dalam pelaksanaan diskusi kelompok terfokus yang dilakukan di lokasi penelitian. Seperti yang tertera pada Tabel dimuka bahwa salahsatu manfaat yang diharapkan oleh masyarakat (32,86 %) adalah kemajuan bagi desa tempat tinggal mereka. Meskipun demikian, menurut sebagian tokoh masyarakat dan aparat pemerintah pada tingkat desa, kegiatan pariwisata yang telah berlangsung di wilayah ini belum banyak memberikan sumbangan bagi kemajuan desa. Hal ini disebabkan karena redistribusi pendapatan yang diperoleh pemerintah tidak sepenuhnya ditujukan kepada pengembangan desa dan masyarakat di lokasi wisata tersebut. Berkembangnya kegiatan pariwisata diharapkan juga dapat meningkatkan pengenalan dan pemahaman orang-orang luar (wisatawan) terhadap budaya masyarakat di suatu lokasi yang dikunjungi. Menurut masyarakat lokal dan stakeholder lainnya pada kawasan wisata Tanjungkarang-Pusentasi bahwa kegiatan pariwisata yang berlangsung dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya lokal. Dikembangkannya atraksi budaya sebagai produk wisata yang ditawarkan kepada para wisatawan diharapkan dapat menjadi wahana memperkenalkan, memelihara, dan mendorong masyarakat untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan lokal. Berkaitan dengan pengembangan atraksi budaya tersebut, Spillane (1987) menyatakan bahwa kegiatan pariwisata dapat menggairahkan perkembangan kebudayaan asli, bahkan dapat juga menghidupkan kembali unsur kebudayaan yang sudah hampir dilupakan. Selanjutnya, Damanik dan Weber (2006) mengemukakan bahwa aspek sosial budaya juga merupakan sesuatu yang penting bagi suatu daerah tujuan wisata, karena pengalaman budaya di daerah tujuan menjadi salahsatu daya tarik yang diperhitungkan oleh wisatawan. Selanjutnya dikemukakan bahwa sekitar 42 persen wisatawan Inggris mengatakan informasi

13 47 kondisi sosial, ekonomi, dan politik lokal merupakan basis pertimbangan untuk memilih destinasi dan 37 persen mengatakan pentingnya menjalin interaksi dengan masyarakat setempat. Manfaat lainnya yang juga dikemukakan oleh masyarakat adalah yang berkaitan dengan kondisi lingkungan (30 %). Kondisi lingkungan yang dimaksudkan adalah menyangkut kebersihan dan keindahan lingkungan pemukiman, serta kebersihan dan keindahan pantai. Dikemukakan bahwa kondisi lingkungan pemukiman dan pantai saat ini sangat jauh berbeda dengan keadaannya ketika kegiatan pariwisata belum intensif seperti saat ini, terutama di Tanjungkarang. Pada beberapa tempat tertentu, khususnya di desa Boneoge, kebersihan dan keindahan pantai masih kurang tertata dengan baik. Hal ini disebabkan karena hanya sebagian kecil wilayah desa ini yang dimanfaatkan sebagai lokasi wisata, walaupun hampir sepanjang desa memiliki potensi wisata yang cukup baik karena memiliki pantai yang berpasir putih. Salahsatu kendala dalam penataan lokasi ini adalah karena padatnya rumah sebagai tempat pemukiman nelayan, utamanya di desa Boneoge. Melalui diskusi kelompok dan wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat di desa ini juga terungkap keinginan mereka untuk menata kondisi ini, meskipun masih ada kekhawatiran bila suatu saat mereka akan kehilangan lahannya ketika lokasi ini juga sudah berkembang. Disamping pemahaman tentang lingkungan yang terbatas pada aspek penataan pemukiman, sebagian masyarakat dan stakeholder lainnya juga mengemukakan tentang manfaat kegiatan pariwisata terhadap lingkungan alam. Dikemukakan bahwa keadaan ini tidak berdiri sendiri sebagai sesuatu yang dipengaruhi langsung oleh kegiatan pariwisata tetapi merupakan suatu rantai proses sebab-akibat antar berbagai manfaat tersebut. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari kegiatan pariwisata akan mendorong masyarakat untuk tetap melestarikan budaya lokal dan menjaga kondisi lingkungan alam, karena keduanya merupakan sumberdaya ekonomi yang dimiliki oleh suatu lokasi pariwisata. Bila penanganan terhadap kedua aspek tersebut berlangsung dengan baik maka manfaat ekonomipun akan diperoleh. Selanjutnya juga dikemukakan bahwa terpeliharanya budaya lokal akan sangat

14 48 bermanfaat bagi terpeliharanya kondisi lingkungan alam, karena masyarakat memiliki akar budaya yang kuat dalam bentuk tata aturan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang baik. Manfaat langsung yang juga dikemukakan oleh masyarakat adalah pemasaran langsung hasil usaha berupa hasil pertanian, perikanan, kerajian, dan masakan yang diproduksi oleh masyarakat lokal. Mereka dapat langsung memasarkan hasil pertanian mereka, terutama buah-buahan, dan hasil olahan makanan yang biasanya dikonsumsi oleh wisatawan lokal pada hari-hari libur. Sebagian besar olahan makanan merupakan hasil pertanian dan perikanan yang dihasilkan oleh masyarakat lokal. Keadaan ini merupakan manfaat ganda (Spillane, 1987) yang didapatkan oleh masyarakat dari adanya kegiatan pariwisata. Selain memberikan manfaat, juga terdapat beberapa kerugian atau akibatakibat negatif dari berkembangnya kegiatan pariwisata di wilayah ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat lokal, seperti yang tertera pada Tabel 18, akibat-akibat negatif yang terjadi dan sudah menjadi kekhawatiran masyarakat adalah berkaitan dengan moral, status kepemilikan lahan, konflik pemanfaatan sumberdaya, dan gangguan terhadap lingkungan. Masalah moral merupakan hal yang sangat mendapat perhatian masyarakat (58,57 %). Berdasakan penjelasan masyarakat, baik pada saat wawancara maupun ketika dilakukan diskusi kelompok, terungkap bahwa persoalan moral yang dimaksud adalah berkaitan dengan etika, tatakrama, adat istiadat dan juga hubungan-hubungan sosial antar sesama masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Agusniatih (2002) di wilayah ini juga mendapatkan bahwa dampak negatif dari kegiatan pariwisata menurut masyarakat adalah kerusakan moral pada generasi muda, yang terutama disebabkan oleh adanya wisatawan mancanegara. Kebiasaan wisatawan mancanegara yang suka berjemur dan berenang dengan menggunakan pakaian minim, menurut masyarakat akan mempengaruhi moral masyarakat, terutama kaum mudanya. Hal inilah yang oleh Yoeti (1987) dinyatakan sebagai kebiasaan jelek para wisatawan yang sering mengakibatkan kegoncangan didalam masyarakat dan membuat masyarakat setempat menderita.

15 49 Selanjutnya, Cohen (1984) dalam Pitana dan Gayatri (2005) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pengaruh pariwisata terhadap sosial budaya masyarakat lokal, diantaranya dampak terhadap organisasi/kelembagaan sosial masyarakat, ritme kehidupan sosial masyarakat, hubungan antar personal, adat istiadat yang kemudian menyebabkan terjadinya penyimpanganpenyimpangan sosial. Demikian pula halnya dengan masyarakat di wilayah penelitian, keadaan seperti itu mungkin saja terjadi ketika perkembangan kegiatan pariwisata dilihat sebagai sebuah peluang ekonomi yang terlepas dari kepentingan dan kontrol masyarakat lokal yang memiliki budaya gotongroyong, termasuk dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan kepentingan ekonominya. Akibatnya terjadi perubahan hubungan-hubungan sosial didalam masyarakat. Dalam hal ini, menurut Mathieson dan Wall (1982) dalam Pitana dan Gayatri (2005) pariwisata telah mengubah struktur internal masyarakat yang mengakibatkan terjadinya pembedaan antara mereka yang memiliki hubungan dengan pariwisata dan mereka yang tidak. Pengalaman masyarakat dalam beberapa kegiatan yang merupakan hasil rancangan pihak luar baik pemerintah maupun swasta sering menciptakan konflik kecil diantara masyarakat ketika pihak diluar memanfaatkan salahsatu atau beberapa anggota masyarakat untuk membawa kepentingan pihak luar. Dalam kaitan dengan dengan keadaan tersebut, seperti tergambar dalam diskusi kelompok, mereka mengharapkan bahwa diperlukan komunikasi yang lebih baik dan terbuka antara berbagai pihak dalam merencanakan dan mengembangkan program yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, termasuk juga pengembangan pariwisata. Akibat negatif lainnya yang dapat terjadi adalah terganggunya kepemilikan lahan masyarakat (38,57 %). Hasil wawancara dan diskusi kelompok dengan masyarakat terungkap bahwa bergesernya status kepemilikan lahan yang diakibatkan oleh kuatnya tuntutan untuk lebih mengembangkan kegiatan pariwisata. Pada satu sisi perkembangan kegiatan pariwisata dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat, tetapi disisi lain memarginalkan masyarakat dari aktifitas tersebut, terutama bagi mereka yang tidak memiliki modal yang cukup. Penelitian yang dilakukan oleh Agusniatih (2002) di lokasi ini

16 50 juga mengungkapakan bahwa sebagian masyarakat di wilayah ini enggan untuk terlibat didalam kegiatan pariwisata karena memberikan dampak yang negatif bagi mereka. Kegiatan pariwisata menurut mereka suatu saat akan menggusur lahan pertanian dan pemukiman yang mereka miliki saat ini. Kehadiran pariwisata telah menimbulkan kekhawatiran (32,86 %) akan hilangnya akses mereka terhadap sumberdaya yang terdapat disekitar wilayah pemukiman masyarakat. Kasus pelarangan terhadap masyarakat untuk mengambil ikan yang terdapat di gugusan karang didepan lokasi wisata Tanjungkarang telah menjadi pengalaman buruk bagi masyarakat tentang pengembangan pariwisata. Karenanya, dalam wawancara dan diskusi kelompok dengan masyarakat selalu terungkap harapan mereka agar kondisi tersebut tidak terjadi pada lokasi yang lain seperti di Boneoge dan Dusun Kaluku. Berkembangnya kegiatan pariwisata, dapat memberikan keuntungan bagi lingkungan bila dikelola dengan pendekatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelestarian sumberdaya alam. Potensi alam yang merupakan salahsatu daya tarik bagi wisatawan semestinya tetap dijaga keasliannya. Bila mengamati keadaan pariwisata di daerah ini, jelas terlihat bahwa atraksi utama yang diharapkan oleh wisatawan adalah kondisi lingkungan yang masih alami. Hal ini terutama berlaku bagi wisatawan mancanegara yang memanfaatkan suasana lingkungan tropis untuk mengisi masa liburannya. Pada disisi lain, seperti juga terjadi pada beberapa kawasan wisata lainnya di Indonesia, keadaan lingkungan yang bersifat alami kadang tergeser oleh kepentingan pembangunan sarana pariwisata (Marpaung, 2002). Padahal degradasi lingkungan yang terjadi di kawasan pariwisata, disaat meningkatnya jumlah wisatawan yang menyukai keindahan alam dan kesadaran akan lingkungan, dapat menurunkan jumlah wisatawan yang berkunjung pada suatu kawasan wisata tertentu (Lawrence, 1994). Masyarakat lokal di kawasan wisata ini (27,14 %) juga melihat bahwa kegiatan pariwisata telah menberikan akibat yang negatif bagi lingkungan. Partisipasi masyarakat lokal merupakan suatu bagian yang penting dalam menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan, termasuk juga kegiatan

17 51 pariwisata (Garrot, 2003). Keadaan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata di Tanjung Karang Pusentasi dikemukakan pada Tabel 19. Tabel 19. Matriks partisipasi masyarakat dan stakeholder lainnya di Kawasan Wisata Tanjungkarang Pusentasi Jenis / Bentuk kegiatan Stakeholder Masyarakat lokal Pengusaha pariwisata Dinas pariwisata Pemerintah desa/kelurahan LSM /KSM Kelompok tani/nelayan Karang Taruna PKK/Dasa Wisma Kelompok arisan Kelompok pengajian Lembaga adat Pengelolaan kawasan wisata Perencanaan lokasi Wisata Pengembangan produk Pemasaran wisata Pengelolaan pintu masuk lokasi Pengelolaan usaha Akomodasi Pondok peristrahatan Transportasi wisata - Penyediaan suvenir Jasa penyediaan konsumsi Pemandu wisata Penyediaan sarana rekreasi Berdagang makanan Monitoring dan evaluasi kepariwisataan Keterangan : Tanda menandakan adanya keterlibatan/partisipasi. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata setidaknya berkaitan dengan dua hal yaitu peran masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan pembagian manfaat dari kegiatan pariwisata (McIntosh dan Goeldner, 1986 dalam Ying dan Zhou, 2007). Bagi masyarakat lokal yang berada di kawasan wisata Tanjungkarang Pusentasi, kedua hal tersebut nampaknya belum sepenuhnya dapat diperoleh. Pada Tabel 23 terlihat bahwa partisipasi masyarakat lokal masih terbatas pada kegiatan usaha tertentu yang mampu mereka lakukan

18 52 berdasarkan sumberdaya yang dimiliki. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal sebagai usaha untuk menambah pendapatan keluarga adalah penyediaan sarana rekreasi (ban untuk pemampung renang, kacamata renang, dan tikar), berdagang makanan yang dilakukan pada hari-hari libur ketika lokasi wisata ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal, pondok peristirahatan, dan berdagang makanan. Kegiatan usaha seperti penyediaan akomodasi (penginapan), penyediaan suvenir, jasa penyediaan konsumsi belum dapat dilakukan oleh masyarakat lokal. Keadaan ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan masyarakat baik dari aspek permodalan maupun keterampilan untuk mengembangkan usaha-usaha tersebut. Beberapa informan masyarakat lokal yang melakukan usaha penyewaan sarana rekreasi dan berdagang makanan bagi kepentingan wisatawan lokal, menyatakan bahwa yang mereka lakukan saat ini hanyalah sebuah usaha yang dilakukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena dibangun dengan modal yang sangat terbatas dan mereka tidak memiliki keterampilan untuk mengembangkan usaha lainnya. Dari gambaran yang dikemukakan tersebut terlihat bahwa peran masyarakat dalam menjalankan usaha pariwisata di kawasan wisata ini pada umumnya masih sangat rendah, meskipun juga diakui bahwa pada lokasi Tanjungkarang peran masyarakat dalam menjalankan usaha sudah terbangun. Namun, beberapa peran lainnya seperti perencanaan pengembangan lokasi wisata, pengembangan produk dan pemasaran masih sepenuhnya ditangani oleh pemerintah dan pihak swasta. Keadaan ini menyebabkan potensi produk yang mungkin dimiliki oleh masyarakat lokal tidak dapat tergali dengan baik. Sebuah hasil studi yang pernah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2003, yang dikemukakan oleh Suranti (2005), diperoleh kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan daerah tujuan wisata di Indonesia masih rendah. Hal ini disebabkan karena belum adanya ketentuan yang jelas dan rinci mengenai keterlibatan masyarakat dalam pengembangan daerah tujuan wisata, yang ada hanyalah berupa himbauan agar masyarakat diikutsertakan dalam upaya pengembangan tersebut. Seperti halnya yang terjadi di wilayah penelitian, konsep partisipasi masyarakat masih berupa

19 53 arahan kebijakan (Disparsenibud Donggala, 2002), tanpa adanya penjelasan persyaratan, tata cara dan tahapan pelaksanaannya (Suranti, 2005). Gambar 6. Salahsatu kegiatan usaha masyarakat di Tanjung Karang. Bila kita mencermati keadaan yang berkembang pada kawasan wisata ini, seperti yang telah diuraikan diatas, terlihat bahwa terdapat dua tingkatan partisipasi yang telah terjadi ditengah masyarakat. Disatu sisi, berkaitan dengan konsep dan rencana pengembangan kawasan wisata posisi masyarakat beserta organisasi lokal yang dimilikinya masih berada pada tingkatan partisipasi yang terendah dimana masyarakat hanya mendapatkan pemberitahuan (informing), yang oleh Pretty (1994) dalam Pleumaron (1997) dinyatakan sebagai partisipasi pasif. Pada posisi ini masyarakat masih ditempatkan sebagai penerima informasi dari pihak luar. Adapun proses yang dilakukan hanya bersifat formalitas sebagai suatu syarat yang mungkin harus dilakukan dan komunikasi yang terjadi bersifat satu arah. Namun pada sisi lain, masyarakat telah mengambil inisiatif untuk ikut didalam proses untuk mendapatkan manfaat dari berkembangnya kegiatan pariwisata tersebut. Keadaan yang terakhir tersebut, bila dikaitkan dengan konsep tingkatan partisipasi yang dikemukakan oleh Pretty (1994) dalam Pleumaron (1997) berada pada tingkatan dimana masyarakat sudah mulai masuk pada partisipasi untuk mendapatkan insentif material. Tingkatan ini masih sangat riskan karena didalamnya, biasanya, tidak terjadi proses belajar yang dapat membangun kekuatan masyarakat, dan akibatnya bila aktifitas yang menjadi tempat bergantung masyarakat terhenti maka akan sangat mempengaruhi kehidupan

20 54 mereka. Oleh karena itu maka proses yang harus dilakukan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat kepada tingkatan yang lebih bersifat fungsional dimana mereka dapat membangun kekuatan bersama melalui pengembangan kelompok atau organisasi lokal yang dapat membangun inisiatif, ataupun merespon inisiatif dari luar dengan posisi tawar yang cukup kuat. Sehubungan dengan keadaan yang dikemukakan tersebut, diperlukan suatu upaya untuk membangun kapasitas organisasi lokal yang dimiliki oleh masyarakat dengan melibatkan mereka didalam proses kegiatan kepariwisataan di kawasan ini. Pengembangan kapasitas ini penting untuk meningkatkan kekuatan organisasi lokal dalam proses pengambilan keputusan pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya untuk kepentingan pariwisata, dimana efektifitas pengelolaan sumberdaya tergantung kepada kekuatan organisasi tersebut dan hanya dapat dilakukan bila didukung oleh semua pihak terutama pemerintah (Pomeroy, 1995) Keinginan Masyarakat Dalam Pengelolaan Pariwisata Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok yang dilakukan pada masyarakat lokal di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi terlihat bahwa mereka memiliki keinginan untuk dapat berperan aktif dalam pengelolaan pariwisata. Harapan masyarakat yang berkaitan dengan peran mereka dalam pengelolaan pariwisata tersebut dikemukakan pada Tabel 20. Unsur Tabel 20. Keinginan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata Atraksi alam dan budaya Peran masyarakat - Perancangan produk/atraksi wisata - Pengelolaan produk/atraksi wisata Usaha jasa - Penyediaan homestay - Penyediaan konsumsi wisatawan - Penyediaan souvenir - Penyediaan jasa transportasi - Penyediaan jasa pemanduan Informasi wisata - Penyediaan informasi produk wisata - Pembuatan pedoman wisata bagi wisatawan Promosi Bersama pemerintah dan swasta melaksanakan pameran/expo untuk kepentingan pariwisata Organisasi dan kelembagaan Pelibatan organisasi dan kelompok masyarakat yang telah ada dalam pengelolaan pariwisata, yang mencakup aspek perencanaan, pengawasan, dan evaluasi.

21 55 Berdasarkan informasi yang dikemukakan pada Tabel diatas terlihat bahwa masyarakat lokal memiliki keinginan untuk dapat berpartisipasi didalam pengelolaan kegiatan pariwisata di kawasan ini. Peran yang diharapkan tidak sekedar ikutserta didalam aktifitas berjualan makanan dan penyediaan sarana rekreasi bagi wisatawan lokal seperti yang ada saat ini, tetapi juga peran-peran strategis dalam kaitannya dengan proses pengembangan dan pengelolaan pariwisata. Peran-peran strategis yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan perencanaan dan pengelolaan produk-produk wisata berupa atraksi wisata yang didasarkan pada potensi alam dan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat, pengelolaan informasi yang berkaitan dengan potensi wisata dan pedoman bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata, dan keterlibatan didalam pengelolaan pameran dan pesta budaya. Keinginan masyarakat tersebut didasarkan pada potensi pariwisata yang terdapat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. Hasil diskusi kelompok dan pemetaan/inventarisasi potensi yang dilakukan secara partisipatif memperlihatkan bahwa masyarakat memiliki pandangan yang cukup luas tentang potensi atraksi wisata yang dapat dikembangkan. Pandangan masyarakat berkaitan dengan potensi pariwisata di kawasan ini dikemukakan pada Tabel 21. Tabel 21. Potensi atraksi wisata yang terdapat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. Lokasi Tanjung Karang Boneoge Alam - Pemandangan alam - Pantai pasir putih - Terumbu karang - Tracking - Pemandangan alam - Pantai pasir putih - Sunset - Tracking Potensi Budaya Pembuatan barang kerajinan dari kayu dan tempurung kelapa. - Kegiatan panambe yang dilakukan oleh nelayan. - Produk masakan hasil laut. - Pembuatan barang kerajian dari kayu dan tempurung kelapa. Aksesibilitas Berjarak ± 3 km dari kota Donggala dan ± 37 km dari kota Palu. Mudah dijangkau oleh semua jenis kendaraan. Berjarak ± 5 km dari kota Donggala. Beberapa lokasi tertentu di desa ini hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki dan menggunakan perahu.

22 56 Kaluku dan Pusentasi - Pemandangan alam - Sumur Air Laut - Pantai pasir putih - Terumbu karang - Sunset - Tracking - Kegiatan panambe yang dilakukan oleh nelayan. - Kegiatan nontanu. - Kegiatan nompaura. - Kegiatan pertanian beserta prosesi adatnya. - Pembuatan barang kerajian dari kayu, bambu, dan tempurung kelapa. Berjarak ± 10 km dari kota Donggala. Lokasi wisata yang terdapat di dusun Kaluku hanya dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua. Saat ini sedang dilakukan proses pembangunan jalan. Pengelolaan pariwisata di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi yang berlangsung saat ini masih menitikberatkan pada pemanfaatan potensi alam sebagai daya tariknya, sementara potensi budaya masyarakat belum mendapatkan perhatian yang serius. Melalui diskusi kelompok yang dilakukan, terungkap beberapa pertanyaan dan sekaligus merupakan keinginan masyarakat yang berkaitan dengan peluang aktifitas pertanian, perikanan, dan beberapa kegiatan budaya yang mereka lakukan sebagai bagian dari aktifitas pariwisata. Dikemukakan bahwa hingga saat ini belum ada aktifitas yang dilakukan oleh wisatawan untuk melakukan perjalanan (tracking) melewati atau bahkan mengunjungi lokasi-lokasi pemukiman, kebun, dan ladang yang mereka miliki. Hal ini sebenarnya dapat membuka peluang masyarakat sebagai pemilik segala potensi lokal untuk mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan pariwisata (Damanik dan Weber, 2006). Kondisi alam yang terdapat di kawasan ini, sangat memungkinkan untuk dilakukannya pengembangan kegiatan wisata lintas alam. Jarak antara Tanjung Karang dengan Pusentasi sekitar 5-7 kilometer dengan melewati wilayah Kelurahan Boneoge dan dusun Kaluku dimana terdapat kebun dan ladang milik penduduk dengan pemandangan alam yang cukup baik dapat dikembangkan untuk kegiatan tersebut. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dan diskusi dengan masyarakat, terdapat beberapa pilihan-pilihan jalur yang dapat dikembangkan baik melalui wilayah perbukitan, menyusuri bibir pantai yang melewati berbagai aktifitas nelayan ataupun kombinasi antara keduanya dapat dikembangkan di kawasan ini.

23 57 Dikembangkannya berbagai jalur seperti yang dikemukakan dimuka menyebabkan aktifitas wisatawan, terutama wisatawan lokal, tidak hanya datang untuk sekedar melihat tetapi terbangun sebuah proses pendidikan yang dapat memberi pemahaman kepada wisatawan tentang pentingnya alam dan potensinya bagi masyarakat. Apabila kegiatan seperti ini dapat dikembangkan sebagai salahsatu atraksi maka masyarakat akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk ikut terlibat didalamnya. Disamping bermanfaat untuk membangun komunikasi dan interaksi antara wisatawan dengan masyarakat berdasarkan sentuhan lokal, kegiatan ini juga dapat memberi pengenalan dan pemahaman wisatawan terhadap alam dan budaya setempat. Pembahasan tentang potensi budaya ini akan dikemukakan pada bagian berikut dari tulisan ini. Pengembangan peran masyarakat seperti yang dikemukakan dimuka, merupakan bentuk dari keterlibatan masyarakat secara penuh didalam pengelolaan pariwisata di kawasan ini. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk membangun mekanisme yang memungkinkan bagi masyarakat untuk dapat berperan didalamnya (Tabel 22). Tabel 22. Pandangan masyarakat tentang mekanisme peran mereka dalam pengelolaan pariwisata Unsur Atraksi alam dan budaya Mekanisme - Masyarakat menggali dan merumuskan beberapa potensi alam dan budaya yang dapat dikembangkan menjadi produk wisata. - Masyarakat secara berkelompok memproduksi atraksi wisata berdasarkan potensi alam dan budaya tersebut dengan bimbingan pemerintah, swasta, LSM, dan pihak lainnya yang berkepentingan. Usaha jasa Informasi wisata - Masyarakat menata pemukiman dan rumah mereka agar bagi yang berkeinginan dapat dikembangkan menjadi rumah penginapan wisatawan. - Masyarakat mengembangkan resep makan dengan bahan lokal bagi wisatawan. - Menggali dan memproduksi kembali barang kerajinan yang pernah dibuat oleh masyarakat sebagai souvenir dan peralatan makan wisatawan. - Menfungsikan perahu nelayan sebagai sarana transportasi wisata. - Pemanfaatan warga masyarakat lokal sebagai pemandu wisata. - Masyarakat bersama pihak terkait lainnya melakukan inventarisasi, dokumentasi, penyebarluasan informasi potensi wisata alam dan budaya. - Masyarakat bersama pihak lainnya menyusun pedoman bagi

24 58 Promosi Organisasi dan kelembagaan wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. - Masyarakat berperan dalam merancang dan melaksanakan pesta budaya baik yang dilakukan atas inisiatif masyarakat maupun kegiatan yang sudah dijadualkan oleh pemerintah. - Masyarakat berperan dalam upaya memasarkan produk wisata. - Penguatan terhadap organisasi dan kelompok masyarakat yang sudah ada. - Membangun mekanisme kerjasama antar kelompok-kelompok masyarakat yang terdapat pada masing-masing desa dengan pemerintah, swasta, LSM, dan pihak lainnya yang berkepentingan. Mekanisme yang diharapkan oleh masyarakat lokal seperti yang dikemukakan pada Tabel diatas dimaksudkan agar mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi dari kegiatan pariwisata serta memiliki kontrol terhadap pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya yang dimilikinya. Mekanisme proses yang dikembangkan pada masing-masing unsur diatas menjadikan masyarakat akan terlatih untuk melakukan penggalian (assessment) terhadap potensi dan peluang pasar wisata serta proses perencanaan pengembangan usaha dibidang pariwisata. Disamping itu, upaya penguatan organisasi lokal serta membangun komunikasi dan kerjasama antara organisasi dan kelompok masyarakat dengan pihak lainnya akan memperkuat partisipasi masyarakat lokal, karena keikutsertaan masyarakat secara institusi atau organisasi akan lebih efektif dan berlanjut daripada keikutsertaan individu (Upphoff, 1987 dalam Brandon, 1993). Pengembangan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi, seperti yang dikemukakan oleh masyarakat diatas, masih mengalami beberapa kendala dalam implementasinya. Meskipun demikian, dari hasil diskusi kelompok terfokus dikemukakan beberapa permasalahan yang merupakan kendala dalam pengembangan peran tersebut. Permasalahan tersebut seperti yang dikemukakan pada Tabel 23 berikut.

25 59 Tabel 23. Permasalahan yang dihadapi masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata Unsur dan peran masyarakat Atraksi alam dan budaya - Perancangan produk/atraksi wisata - Pengelolaan produk/atraksi wisata Usaha jasa - Penyediaan homestay - Penyediaan konsumsi wisatawan - Penyediaan souvenir - Penyediaan jasa transportasi - Penyediaan jasa pemanduan Informasi wisata - Penyediaan informasi produk wisata - Pembuatan pedoman wisata bagi wisatawan Promosi Bersama pemerintah dan swasta melaksanakan pameran/expo untuk kepentingan pariwisata Organisasi dan kelembagaan Pelibatan organisasi dan kelompok masyarakat yang telah ada dalam pengelolaan pariwisata, mencakup aspek perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Permasalahan - Benturan kepentingan antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan ekonomi masyarakat lokal dan mengancam akses masyarakat terhadap sumberdaya. - Keterampilan rendah. - Tidak ada dorongan dari pemerintah. - Pembangunan pariwisata yang lebih menekankan pada aspek fisik. - Keterampilan rendah - Kekurangan modal - Tidak ada dukungan pemerintah - Keterampilan rendah - Tidak ada dukungan pemerintah - Akses masyarakat terhadap informasi pengembangan pariwisata masih rendah. Tidak ada dukungan pemerintah - Tidak ada mekanisme yang jelas dari pemerintah tentang keterlibatan organisasi dan kelompok masyarakat. - Sikap pemerintah yang lebih berpihak kepada pengusaha. Hasil diskusi kelompok seperti yang dikemukakan pada Tabel 23 memperlihatkan bahwa meskipun terdapat keinginan kuat masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan pariwisata namun keinginan tersebut belum dapat sepenuhnya terpenuhi karena masih terdapat berbagai permasalahan. Permasalahan yang utama adalah dukungan kebijakan pemerintah, permodalan, dan keterampilan masyarakat. Beberapa responden masyarakat lokal mengemukakan bahwa mereka mengembangkan usaha yang dapat dilakukan dengan modal dan keterampilan seadanya seperti membuka warung kopi, rumah

26 60 makan, dan penyewaan tikar wisatawan lokal. dan ban untuk keperluan wisatawan, terutama Salah seorang responden mengemukakan bahwa usaha warung kopi dan pisang goreng yang dimilikinya sudah berlangsung sekitar 2 tahun dengan penghasilan antara Rp ,- sampai Rp ,- per hari. Sementara itu, pemilik usaha warung makan yang terdapat di Tanjungkarang (satu-satunya warung makan yang terdapat di Kawasan Tanjungkarang Pusentasi) mengemukakan bahwa kegiatannya mengelola warung makan di lokasi wisata ini dapat memberikan pendapatan rata-rata Rp ,- sampai Rp ,- per minggu, yang dapat digunakan secukupnya untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak-anaknya. Untuk usaha penyawaan tikar, ban, dan kacamata renang, mereka dapat memperoleh pendapatan antara Rp ,- sampai Rp ,- per minggu dari usaha tersebut. Berdasarkan pengakuan responden bahwa usaha ini yang sementara dapat mereka lakukan untuk menambah penghasilan yang terbatas dari kegiatan keluarga sebagai nelayan dan dengan keterampilan yang masih terbatas Kearifan Sosial Budaya Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Penduduk yang bermukim di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi sebagian besar merupakan masyarakat lokal etnik Kaili dengan dialek Unde. Oleh karena itu maka tatanan sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat di wilayah ini adalah tatanan sosial budaya masyarakat Kaili yang sangat menghargai hubungan antar sesama manusia dan hubungan antara manusia dan alam sekitarnya. Hubungan antara manusia dan alam sekitarnya, dalam pandangan masyarakat, tidak hanya sekedar hubungan fungsional semata, dimana alam berfungsi memberikan kehidupan bagi manusia, tetapi memiliki hubungan yang sangat luas mencakup aspek sosial budaya dan religiusitas (Nugraha dan Murtijo, 2005). Hubungan-hubungan yang diyakini oleh masyarakat dengan alam sekitarnya biasanya diimplementasikan kedalam sikap keseharian mereka dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia. Dalam hal ini, sebagian masyarakat di Kawasan Tanjung Karang Pusentasi (sebagaimana masyarakat

27 61 Kaili pada umumnya) menerapkan hal tersebut kedalam pola pemanfaatan lahan dengan berbagai kepentingannya. Pola pemanfaatan lahan oleh masyarakat dikemukakan pada Tabel berikut. Tabel 24. Pola pemanfaatan lahan pada masyarakat Kaili di Tanjung Karang Pusentasi Pola pemanfaatan dan kepemilikan Ngapa (Perorangan dan komunal) Pampa (Perorangan) Talua (Perorangan) Ova (Perorangan dan komunal) Pangale (Komunal) Olo (Adat) Deskripsi Vegetasi Pemanfaatan Wilayah yang diperuntukan bagi pemukiman. Lahan kebun atau ladang yang ditanami tanaman berumur pendek. Lahan kebun yang ditanami tanaman yang berumur panjang. Lahan hutan bekas kebun yang telah mengalami masa bera. Hutan yang pernah dimanfaatkan atau dikelola tetapi telah pulih kembali. Wilayah hutan yang sama sekali tidak dapat dikelola Tanaman buah, sayuran, dan tanaman obat. Umbi-umbian, jagung, tanaman sayuran, dan tanaman obat. Kelapa, cokelat, kopi, tanaman jangka panjang lainnya, dan padi ladang (umur pada ladang ± 6-7 bulan). Tanaman keras terutama buahbuahan, tanaman kayu, dan belukar. Tanaman kayu, rotan, dan berbagai jenis lainnya Tanaman kayu dan berbagai vegetasi lainnya Perumahan dan prasarana masyarakat. Subsisten, sebagai penyanggah kehidupan sebelum talua berproduksi. Kebutuhan jangka panjang, termasuk kebutuhan pangan tahunan. Cadangan lahan dan produksi buahbuahan lokal. Produksi rotan, tanaman obat, dan perburuan satwa Sumber mata air dan perlindungan alam. Pola pemanfaatan lahan masyarakat di kawasan ini, merupakan pola pemanfaatan tradisional yang yang sudah digunakan oleh masyarakat sejak lama. Meskipun aturan tentang pemilikan lahan telah diatur oleh pemerintah melalui kebijakannya, namun dalam beberapa hal seperti yang dikemukakan pada tabel diatas pola pemanfaatannya masih diatur oleh kesepakatan masyarakat, terutamam yang berkaitan dengan lahan yang dikelola secara komunal dan adat. Melalui diskusi kelompok dikemukakan bahwa sebagai besar lahan yang dimiliki secara perorangan oleh masyarakat lokal saat ini adalah lahan yang diwariskan

28 62 secara adat kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan pemukiman dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Lahan komunal merupakan lahan yang dimiliki secara kelompok dan dimanfaatkan serta diatur penggunaannya oleh kelompok. Pengelolaan secara kelompok ini dikenal dengan sebutan nosialampale. Sementara itu, kepemilikan lahan secara adat dilakukan untuk mengatur penggunaan lahan agar kepentingan masyarakat dan kepentingan pelestarian alam dapat berjalan seimbang. Kegiatan pelestarian alam dilakukan oleh masyarakat selain untuk kepentingan cadangan untuk kebutuhan masa depan juga ditujukan untuk melindungi tata air bagi suatu lokasi tertentu. Pada beberapa desa di Kecamatan Banawa, termasuk di kawasan ini, terdapat lokasi yang dilindungi oleh masyarakat melalui mekanisme adat. Suatu lokasi tertentu yang dilindungi selain dikeramatkan juga dikuti oleh aturan-aturan tertentu yang mengikat dan harus ditaati oleh masyarakat. Resiko yang akan ditanggung bila melanggar, disamping sanksi adat yang diberikan juga diyakini akan menyebabkan bencana berupa gangguan hama tanaman, banjir, hilangnya sumber air, dan dapat pula menyebabkan timbulnya wabah penyakit yang menimpa masyarakat. Keseimbangan dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam ini, selain di aktualisasikan dalam pola pemanfaatan lahan, juga dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan lahan pertanian. Kegiatan pertanian dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan mekanisme yang sama dengan umumnya berlaku pada masyarakat lainnya. Meskipun demikian, bagi masyarakat Kaili di kawasan ini, proses pengelolaan lahan pertanian dilakukan dengan menggabungkan teknik pertanian dan prosesi adat yang dianut dan diyakini manfaatnya oleh masyarakat. Mekanisme pengelolaan usahatani yang dilakukan oleh masyarakat dikemukakan pada Tabel 25.

29 63 Tabel 25. Tatacara masyarakat dalam pengelolaan usahatani. Tahap pengelolaan Kegiatan Deskripsi Penyiapan lahan Nompepoyu Penentuan lokasi usahatani yang tepat agar selaras dengan kepentingan alam. Kegiatan dimulai dengan upacara adat. Nontalu Pemarasan lokasi dilakukan dengan mengikuti aturan yang telah disepakati secara adat oleh masyarakat. Hal ini berkaitan dengan jenis dan ukuran tanaman tertentu yang tidak boleh ditebang. Penanaman Notuja Kegiatan penanaman benih tanaman yang akan diusahakan. Pemeliharaan tanaman Panen dan paska panen Nomperava Nokato /nompui Pembersihan gulma yang terdapat pada lahan usahatani. Kegiatan pemanenan hasil usaha tani. Istilah nokato diperuntukan bagi panen padi, sedangkan nompui untuk tanaman jagung dan buah-buahan. Novunja Kegiatan adat/spiritual sebagai tanda kesyukuran atas berhasilnya kegiatan usahatani. Kelembagaan Nosialampale Sistim usaha bersama yang dilakukan dalam mengelola lahan usahatani. Nosialampale berarti bergandengan tangan. Sobo - Pemangku adat (totua nu ada) yang diangkat sebagai pemimpin petani melalui musyawarah adat. - Sangat memahami kondisi alam dan memiliki pengetahuan bertani yang baik. Berperan sebagai pengambil keputusan terhadap semua proses dalam kegiatan usahatani. Kegiatan nompepoyu merupakan tahapan yang paling menentukan dalam proses pengelolaan usahatani yang dilakukan oleh masyarakat karena pada tahapan ini mereka menentukan lokasi lahan usahatani yang dapat diusahakan. Kegiatan ini dipimpin oleh seorang sobo yang akan melakukan dialog (nogane) dengan alam agar dapat diberi petunjuk lokasi usahatani yang tepat sehingga tidak berakibat bagi rusaknya alam. Proses tersebut akan menghasilkan keputusan diizinkan atau tidaknya lokasi yang direncanakan dikelola sebagai lahan usahatani. Bila keputusan akhir menyatakan bahwa lokasi tersebut tidak

30 64 dapat dikelola maka masyarakat yang akan membuka lahan harus mencari lokasi lain yang tepat. Pertimbangan yang diambil dalam penentuan lokasi oleh sobo merupakan perpaduan antara pertimbangan-pertimbangan topografi, ekologi, dan metafisik. Demikian pula dengan tahapan-tahapan selanjutnya seperti pengolahan lahan, penanaman, panen dan kegiatan paska panen. Penentuan waktu dimulainya pengolahan lahan dan penanaman ditentukan berdasarkan tandatanda alam. Keseluruhan rangkaian kegiatan tersebut, terutama nompepoyu, notuja, dan nokato/nompui selalu didahului dengan kegiatan ritual yang dipimpin oleh sobo dengan disertai semacam dialog dengan alam yang oleh masyarakat disebut dengan nogane. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong yang disebut nosialampale. Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang terdapat di laut, masyarakat di kawasan ini juga memiliki pengetahuan dan kearifan tertentu agar potensi tersebut dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan secara turun temurun. Masyarakat masih memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan ketersediaan sumberdaya perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Pengetahuan-pengetahuan tersebut diantaranya adalah waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan berdasarkan tanda-tanda alam seperti perbintangan, kondisi permukaan air laut, dan kondisi pasang surutnya air laut, serta pengetahuan tentang habitat yang menjadi tempat hidup dan berkembangnya jenis-jenis ikan tertentu. Masyarakat yang terdapat di kawasan ini menyebut lokasi yang menjadi habitat dari ikan-ikan tersebut berdasarkan jenis ikan yang dominan di lokasi tersebut. Sebagai contoh misalnya, pasi pogo yang merupakan habitat tempat berkembangnya sejenis ikan karang yang mereka sebut dengan bau pogo. Dalam bahasa Kaili, pasi berarti gugusan terumbu karang, sedangkan bau berarti ikan. Pengetahuan mereka tentang keadaan ini juga termasuk kapan waktu yang tepat untuk dilakukan penangkapan agar supaya potensi yang terdapat pada lokasi tersebut punah. Oleh karena itu dalam menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya tersebut maka masyarakat Kaili memiliki kearifan tertentu yang disebut ombo.

31 65 Tabel 26. Kearifan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya laut. Aspek Kegiatan Deskripsi Sistim pengelolaan sumberdaya Pemanfaatan sumberdaya perikanan Ombo Panambe Maninti Aturan yang berlaku dalam masyarakat untuk tidak memanfaatkan hasil alam tertentu dalam batas waktu yang ditentukan bersama oleh masyarakat. Untuk daerah tangkapan ikan seperti pada suatu gugusan karang, waktu jeda tersebut bermanfaat untuk memulihkan populasi ikan dan perbaikan terumbu karang. Kegiatan yang dilakukan untuk memancing ikan dengan menggunakan perahu dan melemparkan umpan yang terdapat di pancing kemudian menariknya secara perlahan untuk mengundang perhatian ikan dan menangkap umpan yang terkait di pancing tersebut. Kegiatan ini biasanya dilakukan secara berkelompok dengan jumlah 3 5 orang. Kegiatan memanfaatkan sumberdaya laut yang terdapat pada tepi pantai hingga gugusan karang saat air laut berada pada surut terendah dengan menggunakan tombak bermata kecil, parang, dan jaring tangkap yang mirip jaring kupu-kupu. Adat/spiritual Nompaura Posesi adat yang dilakukan sekali setahun yang dilakukan sebagai tanda syukur serta memberi peringatan kepada masyarakat agar memanfaatkan potensi alam dengan sebaik-baiknya tanpa melakukan perusakan. Kearifan lokal yang dihasilkan dari pengetahuan mereka tentang sumberdaya laut tersebut merupakan potensi yang dapat dikelola untuk kepentingan pengelolaan pariwisata. Ombo sebagai sebuah sistim pengelolaan terumbu karang untuk menjaga kelestariannya tidak hanya bermanfaat bagi kepentingan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat tetapi juga sangat bermanfaat untuk pariwisata sebagai salahsatu daya tarik yang dimiliki oleh kawasan ini. Disamping itu, kegiatan perikanan yang dilakukan oleh nelayan seharusnya juga dapat memperoleh manfaat dari dikembangkannya pariwisata di kawasan ini. Manfaat yang didapatkan tidak hanya bersumber dari penjualan hasil tangkapan ikan nelayan kepada wisatawan yang berkunjung tetapi juga melalui keikutsertaan wisatawan pada aktifitas yang dilakukan oleh nelayan. Salahsatu peluang untuk hal tersebut adalah menjadikan kegiatan panambe sebagai atraksi wisata.

32 66 Menurut informasi yang dikemukakan oleh masyarakat pernah terjadi secara spontan wisatawan meminta untuk diikutsertakan dalam kegiatan tersebut, dan ini menurut mereka merupakan sebuah kebanggaan dimana orang luar memberikan apresiasi terhadap aktifitas yang mereka lakukan. Dengan demikian maka aktifitas masyarakat ini dapat dikembangkan menjadi salahsatu daya tarik wisata yang juga bermanfaat untuk menambah pendapatan masyarakat serta mendorong mereka melindungi sumberdaya yang menjadi tempat dilakukannya aktifitas tersebut. Disamping pengetahuan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam seperti yang dikemukakan dimuka, masyarakat juga memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menghasilkan produk-produk budaya baik yang berbentuk benda budaya maupun seni musik dan tari. Berbagai bentuk produk budaya masyarakat di kawasan wisata ini disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Produk budaya masyarakat Kaili dalam bidang kerajinan. Kegiatan Menenun (Nontanu) Pembuatan alat-alat rumahtangga Jenis produk (Nama lokal) Buya Sabe Sindu Deskripsi Suatu bentuk ekspresi seni budaya masyarakat Kaili yang dituangkan kedalam bentuk pembuatan kain sarung dari benang sutera dengan berbagai motif. Sendok sayur yang terbuat dari tempurung kelapa dengan menggunakan kayu sebagai tangkainya. Bobo Alat penyimpan air yang terbuat dari tempurung kelapa bulat yang telah dikeluarkan dagingnya. Pemanjo Belahan tempurung kelapa yang berbentuk mangkok sebagai tempat cuci tangan. Bentuk yang seperti ini kadang juga digunakan oleh masyarakat sebagai tempat hidangan sayur. Suge Sendok nasi yang terbuat dari bahan kayu yang terdapat disekitar desa. Salahsatu produk budaya masyarakat di wilayah ini yang saat ini telah memiliki nilai ekonomi adalah pembuatan sarung Donggala yang diproduksi dengan menggunakan alat tenun tangan. Pembuatan sarung ini merupakan keterampilan yang telah dimiliki secara turun temurun oleh masyarakat di wilayah ini serta pada masyarakat Kaili di beberapa wilayah lainnya. Pada

33 67 masyarakat Kaili, kegiatan ini biasa disebut dengan kegiatan nontanu yang dalam bahasa Indonesia berarti menenun. Nontanu adalah kegiatan membuat kain sarung yang juga merupakan salahsatu bentuk ekspresi seni budaya masyarakat lokal Kaili yang yang dituangkan kedalam kain sarung yang ditenun secara manual dengan menggunakan alat tenun tangan. Kegiatan masyarakat ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu, meskipun tidak diperoleh informasi yang menyatakan sejak kapan kegiatan ini dilakukan, dan merupakan keterampilan dan aktifitas yang dilakukan oleh seorang gadis disamping aktifitas-aktifitas lainnya yang dilakukan di rumah. Meskipun dahulu produksi sarung ini bukan untuk kepentingan ekonomi tetapi hanya merupakan aktifitas yang berorientasi sosial dan budaya, namun saat ini telah menjadi sebuah kegiatan yang memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat. Gambar 7. Kegiatan nontanu yang dilakukan oleh seorang gadis di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi. (Foto : Yayasan BEST) Masyarakat di kawasan wisata Tanjung Karang Pusentasi juga memiliki keterampilan untuk menghasilkan barang-barang kerajinan yang berasal dari kayu, tempurung, dan bambu yang terdapat di kawasan ini, yang biasanya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Produk kerajian tersebut biasanya berupa barang-barang rumahtangga seperti sendok masak, serta alat makan dan minum. Namun demikian barang-barang tersebut sudah jarang dibuat karena

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Data diri responden meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan responden.

LAMPIRAN-LAMPIRAN. 1. Data diri responden meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan, dan pekerjaan responden. LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1 Garis Besar Pertanyaan Yang Diajukan Pada Wawancara dengan Masyarakat Lokal Dalam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Karang Pusentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Donggala merupakan salahsatu wilayah yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah 10.472 km² yang terdiri atas 16 wilayah kecamatan. Daerah

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH III. GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Letak Geografis Kawasan Wisata Tanjungkarang-Pusentasi merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. Kecamatan Banawa adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata

BAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata sebagai penggerak sektor ekonomi dapat menjadi solusi bagi pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi. Sektor pariwisata tidak hanya menyentuh

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH Bab 5 KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH 5.1 Hasil Kajian Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan tanah yang berlapis karang

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR I. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kelurahan Nunhila memiliki 4 wilayah RW dan 17 wilayah RT, dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pariwisata merupakan kegiatan melakukan perjalanan dengan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa. 31 IV. KEADAAN UMUM DAERAH A. Letak Geografis Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulonprogo, terdiri dari 7 desa yaitu Brosot, Kranggan, Banaran, Nomporejo, Karangsewu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

(Monografi Desa Ngijo 2011). 6,5 Sedangkan horizon B21 dalam cm: warna 5YR 3/3

(Monografi Desa Ngijo 2011). 6,5 Sedangkan horizon B21 dalam cm: warna 5YR 3/3 61. a. Topografi dan Jenis Tanah Topografi Desa Ngijo adalah berupa dataran tinggi dengan ketinggian 105 m dpal dengan curah hujan 10 mm/tahun. Jenis tanah di Desa Ngijo adalah jenis tanah Mediteran coklat.

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Desa Tanjung Binga merupakan salah satu kawasan yang berada di zona pusat pengembangan pariwisata di Belitung yaitu terletak di Kecamatan Sijuk kawasan pesisir

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki 17.000 pulau sehingga membuat Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan 17.000 pulau ini maka Indonesia

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang mempunyai pesisir dan lautan yang sangat luas, dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan 17.480 pulau (Idris, 2007). Indonesia

Lebih terperinci

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati: Daya tarik wisata alam Ujung Genteng memang membuat banyak orang penasaran karena keragaman objek wisatanya yang bisa kita nikmati dalam sekali perjalanan, mulai dari pantai berpasir putih, melihat penyu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Desa Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Lebih termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Hipotesis 1 yang menyatakan Kualitas Obyek Wisata berupa Atraksi (Attraction), Fasilitas dan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO IV. KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO A. Keadaan Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pariwisata di Indonesia sekarang ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pariwisata di Indonesia sekarang ini semakin pesat. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan pariwisata di Indonesia sekarang ini semakin pesat. Perkembangan sektor pariwisata menjanjikan dan memberikan manfaat kepada banyak pihak dari pemerintah,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan adat istiadat yang berbeda,yang mempunyai banyak pemandangan alam yang indah berupa pantai,danau,laut,gunung,sungai,air

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Bungus yang luasnya ± 17 km 2 atau 1383,86 Ha berada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan ini merupakan kecamatan pesisir di wilayah selatan Kota Padang

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang 79 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur 1. Keadaan Umum Pemerintahan Kecamatan Teluk Betung Timur terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Hasil identifikasi kerentanan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran 50 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran Dinamika pembangunan masyarakat Desa Negara Saka Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata pariwisata berasal dari kata bahasa sangskerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata berarti

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata dan kawasan pengembangan pariwisata Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah

Lebih terperinci

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal Bab 9 Kesimpulan Sambutan masyarakat sangat positif terhadap kehadiran pariwisata di Bunaken, Kimabajo, dan Tangkoko. Kehadiran pariwisata mempunyai dampak langsung terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 114 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Aspek pengembangan suatu objek wisata diantaranya meliputi pengembangan tata

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan mengelola sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal

I PENDAHULUAN. dengan mengelola sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat nelayan merupakan salah satu bagian mayarakat Indonesia yang hidup dengan mengelola sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir,

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR 3609100043 Latar Belakang Memiliki potensi pariwisata yang cukup banyak dan beragam Selama ini pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN STATISTIK DAERAH KECAMATAN SERASAN ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.060 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah : Seksi Neraca Wilayah dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Lampung yang selalu bertambah pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan otonomi daerah, serta pertambahan

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sangat luas dan terdiri dari lima pulau besar dan belasan ribu pulau kecil. Letak antara satu pulau dengan pulau lainnya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Kondisi Umum Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang. Kawasan Musiduga terletak di Kanagarian Muaro, Kanagarian Silokek,

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Kondisi Umum Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang. Kawasan Musiduga terletak di Kanagarian Muaro, Kanagarian Silokek, V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Kawasan Muaro Silokek Durian Gadang Kawasan Musiduga terletak di Kanagarian Muaro, Kanagarian Silokek, Kanagarian Durian Gadang, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP MASYARAKAT LOKAL

EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP MASYARAKAT LOKAL VIII. DAMPAK EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP MASYARAKAT LOKAL Potensi wisata bahari yang dimiliki oleh gugusan Pulau Pari telah mengundang perhatian bagi wisatawan dalam negeri maupun luar negeri untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dan merupakan sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan paling pesat di dunia saat ini. World Tourism

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki perananan penting bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism Organization (WTO) sektor

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa, B. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. daerah transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa, B. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kota Bandar Lampung 1. Keadaan umum Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung. Kota Bandar Lampung terletak di wilayah yang strategis karena

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang pariwisata, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pembangunan, pengusahaan obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Piyaman merupakan salah satu Desa dari total 14 Desa yang berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desa Piyaman berjarak sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci