BAB I PENDAHULUAN. seorang filsuf sekaligus pula seorang fisikawan terkenal, yakni Moritz Schlik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. seorang filsuf sekaligus pula seorang fisikawan terkenal, yakni Moritz Schlik"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian 1. Permasalahan Penelitian Pada tahun 1925 muncul sebuah gerakan filsafat baru yang dipelopori oleh seorang filsuf sekaligus pula seorang fisikawan terkenal, yakni Moritz Schlik (Ayer, 1987: 121). Gerakan filsafat baru ini memiliki pusat di Wina, Austria. Gerakan ini belakangan hari dikenal dengan nama Lingkungan Wina (Vienna Circle/ Der Wiener Kreis). Schlick sendiri sebenarnya lebih suka bila Lingkungan Wina dinamai dengan Empirisme Konsisten/ Empirisme Logis (Lacey, 1996: 262), namun karena nama ini telah dipergunakan untuk aliran filsafat yang berkembang di Amerika, Inggris, dan Skandinavia, maka dipergunakanlah nama Neo-Positivisme atau Positivisme Logis (Kaelan, 2006: 50). Banyak ahli dari pelbagai bidang yang pada setiap minggunya diundang untuk melakukan diskusi. Terdapat ahli-ahli matematika seperti Kurt Goedel, Hans Hahn, Karl Menger, Rudolf Carnap, Philipp Frank, ahli fisika Otto Neurath, sosiolog Victor Kraft, dan para filsuf seperti Herbert Feigl dan Friedrich Waismann (Ayer, 1956b: 70; Bertens, 2002: ). Lingkungan Wina sangat dipengaruhi oleh pemikiran Wittgenstein periode pertama dengan bukunya Tractatus Logico-Philosophicus. Pengaruh ini terlihat jelas dari slogan Lingkungan Wina bahwa makna dari sebuah proposisi adalah metode verifikasinya (the meaning of statement is the way in which it is verified) 1

2 2 (Van Peursen, 1969: 47). Pengaruh pemikiran Wittgenstein terhadap Lingkungan Wina bersifat tidak langsung karena Wittgenstein sendiri tidak pernah secara langsung ikut menghadiri diskusi-diskusi yang berlangsung di Lingkungan Wina. Pikiran-pikiran Wittgenstein tersalurkan lewat Schlick dan Waismann yang kerapkali bertemu dengannya dalam berbagai kesempatan (Bertens, 2002: 183). Para anggota Lingkungan Wina sangat dipengaruhi oleh logika, matematika dan ilmu alam yang bersifat positif dan empiris, sehingga kemudian dapat dipastikan bahwa analisis logis mereka tentang proposisi-proposisi ilmiah ataupun proposisi filsafat sangat ditentukan oleh metode ilmu positif dan empiris (Kaelan, 2002: ). Para anggota Lingkungan Wina menjelaskan bahwa suatu proposisi akan bermakna bila secara prinsip dapat diverifikasi, memverifikasi berarti menguji atau membuktikan secara empiris. Mereka kemudian memilah proposisi menjadi dua bentuk, yakni proposisi formal dan proposisi empiris. Proposisi formal validitasnya bergantung kepada suatu sistem simbol. Contohnya, logika dan matematika, sementara proposisi empiris adalah suatu pernyataan yang didasarkan pada pengamatan aktual dari mana secara logis proposisi dapat dihasilkan (Ayer, 1990: 18). Prinsip verifikasi yang diusung oleh Lingkungan Wina di atas menghadapi masalah. Para penganut Lingkungan Wina kesulitan untuk menemukan rumusan yang memadai bagi prinsip verifikasi dimaksud. Kesulitan ini terjadi karena mereka hanya mendasarkan prinsip verifikasinya kepada pengalaman empiris secara langsung.

3 3 Berlainan dengan para anggota Lingkungan Wina yang hanya mengakui verifikasi empiris secara langsung karena mereka menganggap prinsip verifikasi sebagai sebuah teori mengenai makna, maka Ayer sebagai tokoh Positivisme Logis yang belakangan memandang prinsip verifikasi sebagai sebuah kriteria mengenai makna (Padinjarekutt, 1974: 2). Ayer berusaha untuk meneruskan usaha Lingkungan Wina dalam menemukan rumusan yang tepat bagi prinsip verifikasi dan berusaha pula untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Ayer merumuskan prinsip verifikasi sebagai berikut: We say that a sentence is factually significant to any given person, if, and only if, he knows how to verify the proposition which it purports to express that is, if he knows what observations would lead him, under certain conditions, to accept the proposition as being true, or reject it as being false. If, on other hand, the putative proposition is of such a character, that the assumption of its truth, or falsehood, is consistent with any assumption whatsoever concerning tha nature of his future experience, then, as far as he is concerned, it is, if not a tautology, a mere pseudo-proposition. The sentence expressing it may be emotionally significant to him; but it is not literally significant (Ayer, 1954: 35). Kutipan di atas menggambarkan secara jelas bahwa pada dasarnya prinsip verifikasi adalah dimaksudkan untuk menentukan bermakna atau tidaknya suatu proposisi dan bukannya untuk menentukan kriteria kebenarannya, karena suatu proposisi yang bermakna dapat benar dan dapat pula salah. Ayer, dalam usahanya untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi Lingkungan Wina dan usahanya untuk memberikan batasan-batasan dalam prinsip verifikasi, karena boleh jadi suatu proposisi sebenarnya dapat diverifikasi secara empiris, namun tidak secara langsung melainkan secara prinsip saja, menetapkan bahwa

4 4 semua proposisi dapat diverifikasi dengan dua arti, yaitu dapat diverifikasi secara ketat (strong) dan secara longgar (weak) (1954: 36-37). Suatu proposisi atau apa yang dimaksud oleh suatu kalimat (Ayer, 1955: 97), dapat diverifikasi dalam pengertian ketat bila proposisi-proposisi tersebut berkaitan langsung dengan pengalaman. Sementara itu, proposisi-proposisi juga dapat diverifikasi dalam pengertian longgar bila terhadap proposisi-proposisi dimaksud dimungkinkan bagi pengalaman untuk mewujudkannya (Ayer, 1954: 36-37). Menurut Ayer, apabila pemilahan ini tidak dilakukan, maka semua proposisi tentang masa lampau akan menjadi tidak bermakna. Agar suatu proposisi menjadi bermakna, maka tidak perlu proposisi tersebut dapat diverifikasi secara faktual, sudah cukup kalau verifikasi itu mungkin dilakukan secara prinsip saja. Suatu proposisi mungkin tidak pernah dapat diverifikasi, namun proposisi dimaksud adalah benar dengan alasan seseorang tahu apa yang harus dilakukan untuk memverifikasinya, meskipun mungkin tidak mampu untuk melaksanakannya (Bertens, 2002: 37). Dalam buku yang sangat populer Language, Truth and Logic, dijelaskan beberapa catatan mengenai prinsip verifikasi. Pertama, prinsip verifikasi tidaklah ditujukan untuk menentukan kebenaran suatu ucapan, tapi maknanyalah yang dicari. Suatu proposisi yang bermakna dapat benar atau salah. Kedua, hanya proposisi yang menyangkut realitas empiris yang bermakna. Dengan demikian, suatu proposisi yang bermakna adalah proposisi yang dilakukan berdasarkan pengamatan, atau setidak-tidaknya memiliki hubungan dengan pengamatan.

5 5 Ketiga, selain proposisi yang berdasarkan data empiris, hanya proposisi yang matematis dan logis yang bermakna. Kadang-kadang proposisi-proposisi jenis ini tidak dapat diverifikasi secara empiris, karena kesemuanya bergantung pada simbol-simbol yang dipergunakan. Proposisi-proposisi jenis ini dikenal dengan tautologi. Keempat, tidak perlu bahwa suatu proposisi dapat diverifikasi secara langsung, tapi cukup kalau verifikasinya dapat dilakukan secara tidak langsung, misalnya melalui kesaksian orang yang dapat dipercaya (Bertens, 2002: 36-37). Prinsip verifikasi yang diangkat Ayer mempunyai implikasi yang tidak kecil. Siapapun yang menerima prinsip ini harus pula menerima bahwa semua proposisi bahasa teologi, etika, estetika, aksiologi, ontologi, filsafat manusia pada hakikatnya adalah omong kosong belaka atau tidak bermakna (Kaelan, 2002: 126, 141; 2006: 62). Apabila orang berbicara tentang metafisika baik yang membenarkan proposisi metafisik maupun yang menegasikan proposisi yang sama pada hakikatnya adalah sia-sia karena tidak ada kemungkinan untuk melakukan verifikasi. 2. Perumusan Masalah Penelitian Objek material dalam penelitian berjudul Konsep Makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer: Implikasinya terhadap Perkembangan Filsafat dan Ilmu ini adalah sebuah karya filsafat yakni konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer, sementara objek formalnya adalah filsafat analitik. Penting juga untuk dikemukakan di sini bahwa tujuan akhir penelitian ini adalah untuk menemukan, mendeskripsikan dan merefleksikan implikasi konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer terhadap filsafat dan ilmu.

6 6 Bertolak dari objek material, objek formal, dan tujuan akhir di atas, maka pokok permasalahan dalam tulisan ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan berikut: a. Bagaimana filsafat Alfred Jules Ayer? b. Bagaimana jabaran konsep makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer? c. Bagaimana implikasi konsep makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer terhadap filsafat dan ilmu? d. Bagaimana kelemahan dan kekuatan konsep makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer? 3. Keaslian Penelitian Sebatas kemampuan untuk menemukan dan menelusuri pelbagai literatur atau hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka belum ditemukan adanya literatur atau hasil penelitian yang secara khusus mengkaji karya filsafat berupa konsep makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer sebagai objek materialnya dan filsafat analitik sebagai objek formalnya, terlebih lagi bila kemudian melihat implikasinya terhadap perkembangan filsafat dan ilmu. Skripsi Sindung Tjahyadi berjudul Teori Persepsi Alfred Jules Ayer secara khusus mengkaji pemikiran Ayer, namun fokus utamanya lebih tertuju kepada teori persepsi Ayer. Objek material yang dipergunakan adalah teori persepsi Ayer, sementara objek formalnya adalah fenomenalisme modern. M. Sukron Samsul Hadi dalam skripsi berjudul Tinjauan Analitik terhadap Konsepsi Alfred Jules Ayer tentang Prinsip Verifikasi tahun 1991 juga mengkaji

7 7 pemikiran Ayer. Akan tetapi, seperti diakui sendiri oleh penulisnya bahwa skripsi ini adalah sebuah usaha untuk mencermati bahasa dengan studi filosofis. Dengan kata lain, objek materialnya adalah bahasa dan objek formalnya analisis filosofis. Tambahan lagi skripsi ini tidak sampai berusaha untuk mengkaji implikasi Positivisme Logis Ayer terhadap perkembangan filsafat dan ilmu. Disertasi Joanne Padinjarekutt tahun 1974 di Facultate Philosophica Pontificiae Universitatis Gregorianae yang berjudul The Principle of Verification: A Historical Study in Logical Positivism menjadikan prinsip verifikasi sebagai objek material, namun objek formalnya adalah sejarah filsafat. Penjelasan tentang hal ini diakui sendiri oleh Padinjarekutt bahwa disertasinya adalah sebuah usaha untuk menyelidiki asal usul dan perkembangan prinsip verifikasi dalam sejarah filsafat. Felik M. Bak tahun 1970 di Academia Alfonsiana, Institum Theologiae Moralis, Pontificia Universitas Lateranensis menulis disertasi berjudul Alfred Jules Ayer s Criterion of Veriability mengangkat pemikiran Ayer tentang kriteria veriabilitas sebagai objek material. Menurut pengakuan Bak sendiri meskipun di bagian awal disertasi ini kelihatan mempergunakan objek formal filosofis, namun di bagian akhir dan secara keseluruhan objek formal yang dipergunakan adalah teologi. Penelitian Rizal Mustansyir tahun 1989 berjudul Kelemahan Penerapan Prinsip Verifikasi Positivisme Logis. Di dalamnya ditemukan bahasan tentang pemikiran prinsip verifikasi Ayer, namun hanya sebagai salah satu bagian dari penjelasan tentang prinsip verifikasi Positivisme Logis secara umum.

8 8 Abbas Hamami Mintaredja dalam buku berjudul Teori-teori Epistemologi Common Sense (2003) memaparkan pemikiran Ayer, namun hanya secara ringkas dan dengan objek formal epistemologi. Beberapa buku Kaelan, seperti Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya (2002); Perkembangan Filsafat Analitika Bahasa dan Pengaruhnya terhadap Ilmu Pengetahuan (2006); Filsafat Bahasa, Semiotika dan Hermeneutika (2009) juga menjadikan pemikiran Ayer sebagai objek material, namun pemikiran dimaksud hanyalah salah satu bagian dari filsafat analitik secara keseluruhan. Setelah melakukan studi eksploratif atas pelbagai karya yang telah ada, baik dari sisi objek material, objek formal, maupun pengaruhnyanya maka dapat dikatakan bahwa karya berjudul Konsep Makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer: Implikasinya terhadap Perkembangan Filsafat dan Ilmu ini merupakan tulisan pertama dengan karya filsafat berupa konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer sebagai objek materialnya dan filsafat analitik sebagai objek formalnya. Diharapkan melalui penelitian ini akan dapat ditemukan sesuatu yang baru dan berbeda dari penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya. 4. Manfaat Penelitian Manfaat sebuah penelitian dapat dipilah menjadi dua macam manfaat, yakni manfaat secara teoritis-normatif dan manfaat secara praktis-pragmatis (Kaelan, 2005: 235). Penelitian tentang konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer ini juga demikian, namun dalam penjabarannya tidak secara kaku hanya dalam dua manfaat dimaksud.

9 9 Manfaat dalam penelitian ini dapat diuraikan ke dalam beberapa poin berikut: a. Manfaat bagi bidang ilmu; secara teoritis-normatif, penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana makna dalam Positivisme Logis. Penelitian ini tidak hanya akan mengulas makna dalam Positivisme Logis Ayer semata, namun juga Positivisme Logis Lingkungan Wina. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk menjelaskan adanya implikasi konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer terhadap perkembangan filsafat dan ilmu. Lebih jauh, secara praktis-pragmatis, manfaat tadi akan melahirkan sikap kreatif dalam dunia ilmu yakni dengan penggunaan ilmu yang telah dikembangkan. b. Manfaat bagi bidang penelitian; penelitian ini, secara teoritis-normatif, bermanfaat untuk memperkaya metodologi penelitian dengan ilmu yang telah dikembangkan. Dengan pengayaan ini, maka secara praktis-pragmatis, ilmu tadi akan mempermudah para peneliti dalam melakukan penelitiannya. c. Manfaat bagi masyarakat; penelitian ini tidak saja bermanfaat secara teoritisnormatif dengan tersedianya pelbagai karya berupa ilmu, namun juga secara praktis-pragmatis dan secara langsung dapat menikmati hasil dari penggunaan ilmu yang telah dikembangkan dimaksud berupa penerapannya dalam pelbagai disiplin ilmu. B. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini terkait erat dengan usaha untuk menjawab pelbagai pertanyaan dalam pokok permasalah penelitian. Oleh karenanya, poin-

10 10 poinnya pun mengikut kepada pelbagai pertanyaan tersebut. Tujuan-tujuan penelitian dimaksud dapat dirumuskan ke dalam beberapa perkara berikut: 1. Menemukan dan mendeskripsikan filsafat Alfred Jules Ayer. Paparan berkisar tentang latar belakang filsafat Ayer baik riwayat hidup dan karya-karya, periodesasi perkembangan filsafatnya, maupun aliran atau pemikiran para filsuf yang mempengaruhinya. 2. Menemukan dan mendeskripsikan jabaran konsep makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer di antaranya mengenai benih awal prinsip verifikasi Ayer, proposisi empiris dan proposisi analitik Ayer, prinsip verifikasi Ayer sebagai kriteria makna, rumusan prinsip verifikasi Ayer baik yang ketat maupun yang longgar. 3. Menemukan dan mendeskripsikan implikasi konsep makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer terhadap perkembangan filsafat dan ilmu. Implikasi dimaksud adalah terhadap metafisika, etika, agama, unifikasi ilmu, dan metode ilmiah. 4. Menemukan, mendeskripsikan dan merefleksikan kekurangan atau kelemahan konsep makna dalam Positivisme Logis Alfred Jules Ayer, serta kelebihan atau kekuatannya. C. Tinjauan Pustaka Positivisme Logis atau Neo-Positivisme seringkali juga dikenal dengan nama Empirisme Logis dan Empirisme Ilmiah (Jorgensen, 1951: 6). Positivisme Logis berusaha untuk melanjutkan pelbagai kerja yang pernah dilakukan oleh

11 11 Russell dan Moore terutama berkaitan erat dengan kritik terhadap Idealisme (Warnock, 1969: 34). Positivisme Logis digerakkan oleh para tokoh dari Lingkungan Wina, maka tidak mengherankan bila Sluga (1996: 14) pernah menyebutkan bahwa Lingkungan Wina merupakan kumpulan para filsuf dan ilmuwan yang berpikiran positif. Lingkungan Wina berpusat di Wina, Austria. Kemunculannya digagas oleh seorang filsuf sekaligus ahli fisika, Schlik, tahun 1925 (Ayer, 1987: 121). Dia lebih suka bila Lingkungan Wina ini dinamai dengan Empirisme Konsisten atau Empirisme Logis (Lacey, 1996: 262), namun karena nama ini telah biasa dipakai untuk nama aliran filsafat yang berkembang di Amerika, Inggris dan Skandinavia, maka disepakatilah untuk mempergunakan nama Neo-Positivisme atau Positivisme Logis (Kaelan, 2006: 50). Schlik mengundang banyak ahli dari pelbagai bidang dan setiap minggunya mereka melakukan diskusi mengenai masalah-masalah filosofis yang menyangkut ilmu. Di antara para ahli ini terdapat ahli-ahli matematika seperti Goedel, Hahn, Menger, Carnap, Frank, ahli fisika Neurath, sosiolog Kraft, dan para filsuf seperti Feigl dan Waismann (Ayer, 1956b: 70; Bertens, 2002: ). Tidak seorang pun dari banyak ahli ini yang merupakan seorang filsuf asli atau filsuf profesional (Williams, 2006: 1). Pandangan ini mungkin benar bila filsafat masih dipandang secara sempit dalam pengertian filsafat tradisional yang abstrak dan belum merambah ke wilayahnya yang lain, yakni ke wilayah subjek jenis kedua (a second-order subject) ketika filsafat merupakan bicara tentang bicara.

12 12 Perkembangan Lingkungan Wina mendapatkan pengaruh dari tiga arah. Pertama, pengaruh dari Empirisme dan Positivisme terutama dari Hume, Mill dan Mach. Kedua, pengaruh dari metodologi ilmu empiris yang dikembangkan oleh para ilmuwan sejak abad kesembilan belas, seperti dari Helmholtz, Mach, Poincare, Duhem, Boltzmann dan Einstein. Ketiga, pengaruh dari perkembangan logika simbolik dan analisis logis yang dikembangkan terutama sekali oleh Frege, Whitehead, Russell dan Wittgenstein (Verhaak dan Imam, 1989: 154). Pengaruh Wittgenstein, sebagai contoh, sangat terasa bila dirujuk kepada buku Tractatus Logico-Philosophicus. Pengaruh ini dapat dilihat ketika para filsuf dari Lingkungan Wina mengaklamasikan sebuah slogan tentang prinsip verifikasi bahwa makna dari sebuah proposisi adalah metode verifikasinya (the meaning of statement is the way in which it is verified). Sebuah slogan yang jelas dipengaruhi oleh pandangan Wittgenstein (Van Peursen, 1969: 47). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Wittgenstein memiliki pengaruh yang besar terhadap formulasi prinsip verifikasi. Lantaran itulah Padinjarekutt (1974: 1-2) sampai berani menyimpulkan bahwa baik Wittgenstein maupun Lingkungan Wina merupakan pihak-pihak yang menjadi tokoh bagi munculnya prinsip verifikasi. Meskipun Wittgenstein memiliki pengaruh yang sangat jelas terhadap Lingkungan Wina, namun pengaruh ini tidak bersifat langsung karena Wittgenstein sendiri tidak pernah menghadiri diskusi-diskusi Lingkungan Wina secara langsung. Pikiran-pikiran Wittgenstein tersalurkan lewat Schlick dan Waismann yang sering kali bertemu dengannya dalam pelbagai kesempatan

13 13 (Bertens, 2002: 183). Schlick, misalnya, adalah seorang pengagum buku Tractatus Logico-Philosophicus Wittgenstein. Schlick sendiri yang kemudian memperkenalkan buku tersebut ke dalam Lingkungan Wina dan menetapkannya sebagai doktrin dalam pengembangan ilmu (Ayer, 1985: 8). Pemikiran para anggota Lingkungan Wina sangat dipengaruhi oleh logika, matematika dan ilmu alam yang bersifat positif dan empiris, sehingga kemudian dapat dipastikan bahwa analisis logis tentang proposisi-proposisi ilmiah atau pun proposisi-proposisi filsafat sangat ditentukan oleh metode ilmu positif dan empiris tadi termasuk prinsip verifikasi tentunya (Kaelan, 2002: ). Lingkungan Wina memilah proposisi menjadi dua bentuk, yakni proposisi formal dan proposisi empiris. Proposisi formal validitasnya bergantung kepada suatu sistem simbol. Contohnya, logika dan matematika. Sementara proposisi empiris adalah suatu pernyataan yang didasarkan kepada pengamatan aktual dari mana secara logis proposisi dapat dihasilkan (Ayer, 1990: 18). Dalam pandangan Lingkungan Wina, suatu proposisi akan menjadi bermakna ketika secara prinsip proposisi tersebut dapat diverifikasi, memverifikasi berarti menguji atau membuktikan secara empiris. Setiap ilmu dan filsafat senantiasa memiliki suatu proposisi, baik berupa aksioma, teori maupun dalil. Proposisi ini baru akan dipandang bermakna bila secara prinsip dapat diverifikasi. Oleh karena itu, arti suatu proposisi adalah sama dengan metode verifikasinya yang didasarkan kepada pengalaman empiris (Beerling, 1966: 108). Prinsip verifikasi yang diusung oleh Lingkungan Wina di atas menghadapi masalah. Para penganut Lingkungan Wina kesulitan untuk menemukan rumusan

14 14 yang memadai bagi prinsip verifikasi dimaksud. Kesulitan ini terjadi karena mereka hanya mendasarkan prinsip verifikasi kepada pengalaman empiris langsung. Contoh tentang hal di atas dapat ditemukan pada pemikiran Schlick tentang prinsip verifikasi. Schlick, dalam buku General Theory of Knowledge, mempertahankan bahwa setiap proposisi ilmiah harus dapat diverifikasi empiris secara langsung dalam artian bahwa proposisi dimaksud harus terkait dengan fakta empiris (Ayer, 1987: 122). Baginya, verifikasi harus dilakukan dengan pengamatan empiris secara langsung, karena hanya proposisi yang dapat diverifikasi secara langsung dari objek yang dapat diamati yang mengandung makna (Kaelan, 2002: 126). Berbeda dengan Schlick dan para penganut Lingkungan Wina lainnya yang hanya mengakui verifikasi empiris langsung karena mereka menganggap prinsip verifikasi sebagai sebuah teori mengenai makna (a theory of meaning), maka Ayer memandang prinsip verifikasi sebagai sebuah kriteria mengenai makna (a criterion of meaning) (Padinjarekutt, 1974: 2), sehingga tidak hanya proposisi yang dapat diverifikasi secara empiris langsung saja yang bermakna, tapi juga proposisi-proposisi lainnya yang dapat diverifikasi secara tidak langsung atau secara prinsip saja. Ayer (1954: 36-37) menetapkan bahwa semua proposisi dapat diverifikasi empiris dengan dua pengertian, yaitu dapat diverifikasi empiris secara ketat (strong) dan dapat diverifikasi empiris secara secara longgar (weak). Suatu proposisi dapat diverifikasi empiris dalam artian ketat bila proposisi-proposisi tersebut berkaitan langsung dengan pengalaman. Sementara itu, proposisi-

15 15 proposisi juga dapat diverifikasi empiris dalam artian longgar bila terhadap proposisi-proposisi dimaksud dimungkinkan bagi pengalaman untuk mewujudkannya. Pemilahan atas dua bentuk verifikasi empiris ini merupakan usaha Ayer untuk memberikan batasan-batasan dalam prinsip verifikasi, karena boleh jadi suatu proposisi sebenarnya dapat diverifikasi secara empiris, namun tidak secara langsung melainkan secara prinsip saja. Apabila pemilahan ini tidak dilakukan, maka menurut Ayer semua proposisi tentang masa lalu menjadi tidak bermakna. Agar suatu proposisi menjadi bermakna, maka tidak perlu proposisi itu dapat diverifikasi secara faktual, sudah cukup kalau verifikasi itu mungkin secara prinsip saja. Selain itu, suatu proposisi mungkin tidak pernah dapat diverifikasi, namun proposisi dimaksud bermakna dengan alasan seseorang tahu apa yang harus dilakukan untuk memverifikasinya, meskipun mungkin tidak mampu untuk melaksanakannya (Bertens, 2002: 37). Proposisi di luar hujan turun, misalnya, dapat diketahui bahwa pengamatan empiris secara langsung dapat menerima atau menolaknya. Akan tetapi, sebenarnya tidak perlu diadakan verifikasi terhadap proposisi ini atau bahkan tidak perlu mampu untuk melakukan verifikasi atasnya, karena cukup secara prinsip diketahui verifikasi seperti apa yang harus dilakukan (Kattsoff, 2004: 117). Dalam buku yang sangat populer Language, Truth and Logic, Ayer menjelaskan beberapa catatan mengenai prinsip verifikasi. Pertama, prinsip verifikasi tidak ditujukan untuk menentukan kebenaran suatu ucapan, tapi

16 16 maknanya yang dicari. Suatu proposisi yang bermakna dapat benar atau salah. Kedua, hanya proposisi yang menyangkut realitas empiris yang bermakna. Dengan demikian, suatu proposisi yang bermakna adalah proposisi yang dilakukan berdasarkan pengamatan, atau setidak-tidaknya memiliki hubungan dengan pengamatan. Ketiga, selain proposisi yang berdasarkan data empiris, hanya proposisi yang matematis dan logis yang bermakna. Kadang-kadang proposisi-proposisi jenis ini tidak dapat diverifikasi secara empiris, karena kesemuanya bergantung pada simbol-simbol yang dipergunakan. Proposisiproposisi jenis ini dikenal dengan tautologi. Keempat, tidak perlu bahwa suatu proposisi dapat diverifikasi secara langsung, tapi cukup kalau verifikasinya dapat dilakukan secara tidak langsung, misalnya melalui kesaksian orang yang dapat dipercaya (Bertens, 2002: 36-37). Prinsip verifikasi yang diangkat Ayer mempunyai konsekuensi yang tidak kecil. Siapa pun yang menerima prinsip ini harus pula menerima bahwa proposisiproposisi metafisik menjadi tidak bermakna karena tidak dapat diverifikasi secara empiris. Bahkan Ayer cenderung lebih radikal dibandingkan dengan para filsuf Lingkungan Wina lainnya karena baginya semua proposisi bahasa teologi, etika, estetika, aksiologi, ontologi, filsafat manusia pada hakikatnya adalah omong kosong belaka atau tidak bermakna (Kaelan, 2002: 126, 141; 2006: 62). Apabila orang berbicara tentang metafisika, baik yang membenarkan proposisi metafisik maupun yang menegasikan proposisi yang sama pada hakikatnya adalah sia-sia karena tidak ada kemungkinan untuk melakukan verifikasi.

17 17 Paparan di atas membawa kepada pemahaman bahwa konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer merupakan sesuatu yang menarik dan penting untuk diteliti lebih jauh. Ayer dengan prinsip verifikasi longgarnya mampu mengatasi kesulitan Lingkungan Wina dalam merumuskan prinsip verifikasi. Ia juga ikut serta memopulerkan prinsip verifikasi dimaksud di Inggris. Selain itu, prinsip verifikasi Ayer juga memiliki implikasi terhadap ilmu. Adanya implikasi konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer terhadap ilmu berangkat dari asumsi bahwa ketika Ayer mengakui adanya batas-batas yang berlaku untuk prinsip-prinsip verifikasi, yakni: (1) tidak perlu bahwa suatu ucapan dapat diverikasi secara langsung, tapi cukuplah kalau verifikasinya dapat dilakukan secara tidak langsung, misalnya, melalui kesaksian orang yang dapat dipercaya; (2) supaya suatu ucapan bermakna, tidak perlu ucapan itu dapat diverifikasi secara faktual, sudah cukuplah kalau verifikasi itu mungkin secara prinsipial saja; (3) tidak perlu juga suatu ucapan dapat diverifikasi secara lengkap, cukuplah jika ucapan itu dapat diverifikasi untuk sebagian saja (Bertens, 2002: 37), maka batas-batas ini menjadikan pelbagai disiplin ilmu seperti ilmu sejarah, ilmu astronomi, dan ilmu fisika bermakna dalam pandangan Ayer. Sesuatu yang sebelumnya sempat menimbulkan perdebatan di antara para anggota Lingkungan Wina ketika Schlick hanya meletakkan prinsip verifikasi pada peristiwa yang dapat dialami secara langsung.

18 18 D. Landasan Teori Devitt dan Sterelny dalam buku Language & Reality: An Intoduction to the Philosophy of Language mencatat bahwa para filsuf pengusung filsafat analitik menaruh perhatian kepada bahasa. Jadi dalam hal ini filsuf tidak lagi menaruh perhatian kepada moral, namun kepada bahasa moral. Atau tidak lagi menaruh perhatian kepada ilmu, tapi kepada bahasa ilmu. According to this movement, briefly, philosophers should be concerned simply with language. It is characteristic of the movement, therefore, to be concerned not with moral, but with the language of morals; not with science, but with the language of science; and so on (Devitt dan Sterelny, 1989: ). Charlesworth dalam buku Philosophy and Linguistic Analysis memaparkan keyakinan para filsuf analitik dalam kutipan berikut: the task of philosophy to be not that of making statements of a special kind, but of dissolving the problems or puzzles which arise through missunderstanding of the logis of our language (Charlesworth, 1959: 1-2). Alston dalam buku Philosophy of Language berusaha untuk menjelaskan keterkaitan antara filsafat dengan bahasa. Bagi Alston (1964: 5) bahasa merupakan laboratorium filsafat yang dipergunakan untuk menguji dan menjelaskan konsep-konsep dan problema-problema filosofis bahkan untuk menentukan kebenarannya. Russell juga pernah menjelaskan bahwa tugas filsafat adalah untuk menganalisis fakta. Filsafat harus melukiskan jenis-jenis fakta yang ada, seperti zoologi yang bertugas untuk menentukan jenis-jenis hewan. Fakta sendiri merupakan ciri-ciri atau relasi-relasi yang dimiliki oleh benda-benda, sehingga tidak dapat bersifat benar atau salah, karena yang dapat bersifat benar atau salah

19 19 adalah proposisi-proposisi yang mengungkapkan fakta (Bertens, 2002: 29). Bagi Russell, proposisi adalah simbol bukan fakta. Oleh karenanya, apabila seseorang menginventarisir dunia, maka proposisi tidak akan ditemukan di dalamnya (Passmore, 1972: 234). Wittgenstein dalam buku Tractatus Logico-Philosophicus pernah mengungkapkan bahwa: berikut: The proposition is a picture of reality. The poposition is a model of the reality as we think it is [4.01]. (Wittgenstein, 1951: 63). Wittgenstein kemudian mengungkapkan lagi dengan beberapa kalimat The proposition is a picture of reality, for I know the state of affairs presented by it, if I understand the proposition. And I understand the proposition, without its sense having been explained to me [4.021] (Wittgenstein, 1951: 67) Wittgenstein mengungkapkan bahwa realitas dunia terumuskan dalam proposisi- proposisi, maka terdapat suatu kesesuaian logis antara struktur bahasa dengan struktur realitas dunia. Dan karena proposisi-proposisi terungkap melalui bahasa, maka bahasa pada hakikatnya adalah suatu gambaran tentang dunia (Kaelan, 2006: 43). Pandangan Wittgenstein inilah yang lebih jauh kemudian dikenal dengan teori gambar (picture theory). E. Metode Penelitian 1. Materi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Oleh karenanya, dalam penelitian ini dibutuhkan pelbagai karya kepustakaan yang dipergunakan sebagai

20 20 materi penelitian. Karya-karya kepustakaan dimaksud terdiri atas karya-karya yang merupakan hasil tulisan Ayer, karya-karya yang membahas tentang sosok Ayer atau pemikirannya, karya-karya yang berkenaan dengan masalah makna dalam Positivisme Logis, dan karya-karya yang berkaitan dengan ilmu. a. Karya-karya yang merupakan hasil karya Ayer. Karya-karya Ayer yang dipakai sebagai materi penelitian ini di antaranya: 1) Language, Truth and Logic. 2) The Foundations of Empirical Knowledge. 3) The Problem of Knowledge. 4) Philosophy and Language. 5) Philosophical Essays b. Karya-karya yang membahas tentang sosok Ayer atau pemikirannya. Karya-karya yang membahas sosok Ayer atau pemikirannya yang dipakai sebagai materi penelitian di antaranya: 1) Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman karya K. Bertens. 2) Filsafat Bahasa: Masalah dan Perkembangannya karya Kaelan. 3) Perkembangan Filsafat Analitika Bahasa dan Pengaruhnya terhadap Ilmu Pengetahuan karya Kaelan. 4) 20 Karya Filsafat Terbesar karya James Garvey. 5) The Encyclopedia of Philosophy Volume 1 karya Paul Edwards (Editor in chief).

21 21 c. Karya-karya yang berkenaan dengan masalah Positivisme Logis. Karya-karya yang berkenaan dengan masalah Posivisme Logis yang dipakai sebagai materi penelitian di antaranya: 1) Alfred Jules Ayer s Criterion of Veriability karya Felik M. Bak. 2) The Principle of Verification: A Historical Study in Logical Positivism karya Joanne Padinjarekutt. 3) Philosophy and Linguistic Analysis karya Maxwell John Charlesworth. 4) Language & Reality: An Intoduction to the Philosophy of Language karya Michael Devitt dan Kim Sterelny. 5) A. J. Ayer Memorial Essays karya A. Phillips Griffiths (ed.). d. Karya-karya yang berkaitan dengan ilmu. Karya-karya yang berkaitan dengan masalah ilmu yang dipakai sebagai materi penelitian di antaranya: 1) Realitas dan Objektivitas: Refleksi Kritis Atas Cara Kerja Ilmiah karya Irmayanti M. Budianto. 2) Filsafat Ilmu Pengetahuan karya C. Verhaak dan R. Haryono Imam. 3) Susunan Ilmu Pengetahuan: Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu karya C. A. Van Peursen. 4) Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer karya Jujun S. Suriasumantri. 5) Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan: dari David Hume sampai Thomas Kuhn karyo Donny Gahral Adian.

22 22 2. Cara/Alat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan objek material karya filsafat berupa konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer. Oleh karena itu, pengumpulan data dilakukan dengan pengkartuan, yakni membaca pada tingkat simbolik dan semantik kemudian menyimpan data dengan parafrase pada kartu-kartu data dengan kode tertentu. Penelitian dilakukan dengan cara peneliti langsung melakukan pengumpulan data dari sumber data yang ada sekaligus melakukan analisis data. 3. Jalan Penelitian a. Tahap pengumpulan data penelitian Pengumpulan data penelitian terdiri atas tiga tahap yakni persiapan pengumpulan data penelitian, pelaksanaan pengumpulan data penelitian, dan pengorganisasian dan pengolahan data penelitian. 1) Persiapan pengumpulan data penelitian Tahap persiapan pengumpulan data penelitian terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut: a) Penentuan dan pengenalan lokasi pengumpulan data, seperti perpustakaan, toko buku, koleksi pribadi, atau warung internet. b) Penentuan dan penyiapan instrumen pengumpulan data, seperti foto copy dan kartu data. c) Penentuan klasifikasi sumber data yang relevan sesuai ciri dan kategori, misalnya klasifikasi ke dalam data primer dan data sekunder.

23 23 2) Pelaksanaan pengumpulan data penelitian Tahap pengumpulan data penelitian terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut: a) Pembacaan pada tingkat simbolik. Pembacaan dilakukan untuk menangkap sinopsis dari isi buku, bab yang menyusunnya, sub bab sampai pada bagianbagian terkecil dalam buku. b) Pembacaan pada tingkat semantik. Pembacaan dilakukan dengan lebih terinci, terurai dan menangkap esensi buku sebagai sumber data. Pembacaan juga disertai dengan analisis. Pembacaan juga terlebih dahulu ditujukan kepada sumber primer lalu dilanjutkan pembacaan sumber sekunder. c) Pencatatan pada kartu data. Pencatatan didasarkan kepada analisis, sehingga diketahui mana data yang hanya diambil intisarinya, dan mana pula yang harus diambil secara utuh. Pencatatan dapat dilakukan secara quotasi, parafrase, sinoptik atau precis. d) Pengkodean pada kartu data. Pengkodean ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penumpukan dan pencampuradukan catatan. Pengkodean disesuaikan dengan masalah penelitian, misalnya sumber proposisi ditulis SP pada sudut kiri kartu. Pengkodean tidak hanya ditujukan pada data tapi juga sumber kepustakaan. 3). Pengorganisasian dan pengolahan data penelitian Setelah data terkumpul maka dilakukan pengorganisasian dan pengolahan data yang terdiri atas empat alur yakni reduksi data, klasifikasi data, penyajian

24 24 data, dan penafsiran data (Kaelan, 2005: 68). Alur-alur ini berlangsung secara bersamaan (Miles dan Huberman, 1992: 16-21). a) Reduksi data penelitian Semua data yang telah dikumpulkan kemudian disederhanakan, dirangkum dan dipilih hal-hal pokok yang difokuskan pada hal-hal yang penting, baik data tentang makna dalam Positivisme Logis atau ilmu. Alur reduksi data ini nantinya akan memberikan kemudahan kepada peneliti untuk melihat gambaran tentang hasil penelitian, dan sekaligus mempermudah peneliti untuk mencari data kembali bila dirasakan data yang tersedia belum memadai. b) Klasifikasi data penelitian Setelah dilakukan reduksi data, maka dilanjutkan dengan klasifikasi data yakni dengan mengelompokkan data berdasarkan ciri khas masing-masing sesuai dengan objek formal penelitian. Contohnya, data mana saja yang berkaitan dengan Positivisme Logis. c) Penyajian data penelitian Penyajian data dijalankan dengan menyusun data yang telah diklasifikasi sesuai objek formal dan tujuan penelitian. Dengan begini, maka masalah yang makna data yang terdiri atas berbagai konteks dapat dikuasai. d) Penafsiran data Data penelitian yang tersedia, yang sedari awal telah dimulai dipahami, dicari keteraturannya, dicari pola-polanya, dicari alur kausalitasnya, dan sebagainya.

25 25 b. Tahap analisis data penelitian 1) Analisis pada waktu pengumpulan data penelitian Objek material penelitian ini adalah karya filsafat berupa konsep makana dalam Positivisme Logis Ayer. Oleh karenanya, sumber data penelitiannya berupa buku-buku kepustakaan filsafat. Konsekuensinya dalam pengumpulan data penelitian dipergunakan metode deskriptif. Selanjutnya mengingat data penelitian yang dikumpulkan adalah data verbal deskriptif dalam bentuk uraian kalimat yang panjang, maka metode analisis data yang dipergunakan adalah metode verstehen dan metode interpretasi untuk menangkap esensi makna dalam Positivisme Logis Ayer yang terumuskan dalam rumusan verbal kebahasaan. Selain itu, dipergunakan juga metode analitika bahasa berupa analisis terhadap analysandum dan analysans yang terkandung dalam data verbal kebahasaan konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer serta metode historis menyangkut perkembangan pemikiran Ayer dan latar belakangnya. Analisis data ini merupakan analisis awal karena analisis data secara keseluruhan baru dilakukan setelah proses pengumpulan data. 2) Analisis setelah pengumpulan data penelitian Unsur-unsur metode yang relevan dalam analisis data ini adalah sebagai berikut. a) Metode historis Metode historis dipergunakan dalam penelitian ini karena objek material penelitian yang ingin dicermati adalah konsep makna dalam Positivisme Logis Ayer yang telah berlangsung di masa silam. Metode ini terperikan dalam dua

26 26 bentuk metode lainnya, yakni metode deskriptif historis dan metode rekonstruksi biografis. Metode deskriptif historis dipergunakan untuk melukiskan, menjelaskan dan menerangkan peta sejarah, yakni terkait tentang apa, siapa, kapan, bagaimana, dan di mana peristiwa sejarah terjadi. Dalam penelitian ini, metode deskriptif historis, misalnya, dipergunakan untuk menerangkan aliran filsafat/pemikiran filsuf mana saja yang telah mempengaruhi perkembangan pemikiran Ayer. Metode rekonstruksi biografis dipakai dalam rangka untuk memahami dan mendalami kepribadian seseorang yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian ini seseorang dimaksud adalah Ayer. Dengan metode ini, misalnya, akan didalami proses pendidikan Ayer. b) Metode verstehen Metode verstehen dipergunakan untuk memahami data sesuai dengan kategori dan karakteristik masing-masing. Oleh karena dalam penelitian ini data yang terkumpul merupakan data verbal, maka metode ini dipergunakan dalam tahap pemahaman simbolik. Peneliti memahami bagian atau unsur makna yang dikumpulkan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, misalnya, akan diinventarisasi tulisan-tulisan yang berkenaan dengan Positivisme Logis. Kemudian berusaha untuk dipahami data kebahasaannya agar diperoleh makna yang dikandung di dalamnya. c) Metode interpretasi Metode interpretasi dipakai untuk menunjukkan arti, mengungkapkan, dan mengatakan esensi pemikiran secara objektif. Apabila sumber data verbal dalam

27 27 bentuk bahasa asing, maka proses analisis interpretasi dilakukan dengan menerjemahkan, yakni dengan mengalihkan makna dari bahasa asing ke bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini, misalnya, oleh karena karya-karya Ayer dituliskan dalam bahasa Inggris, maka akan dialihmaknakan ke dalam bahasa Indonesia. d) Metode analitika bahasa Metode analitika bahasa dipakai untuk menganalisis konsep pemikiran yang sifatnya terminologis, yang maknanya kurang jelas, agar menjadi semakin jelas. Analisis bertolak dari analysandum (pangkal urai) dan diuraikan menjadi analysans (penguraian). Contohnya dalam penelitian ini adalah analisis terhadap terminologi Positivisme Logis Ayer. e) Metode hermeneutika Metode hermeneutika dipergunakan untuk menangkap makna esensial yang sesuai dengan konteksnya. Setelah data dikumpulkan, maka peneliti melakukan interpretasi terhadap data, sehingga esensi data dapat ditangkap dan dipahami sesuai konteksnya. Dalam penelitian ini prinsip verifikasi akan dipahami sesuai dengan konteksnya di masa Ayer, atau dialihkan sesuai dengan konteks masa kini. f) Metode komparatif Metode komparatif di sini tidak dalam artian metode komparatif dalam penelitian komparatif yang berusaha menemukan asas komparatif pada suatu sistem filsafat. Metode komparatif di sini dipergunakan sekadar untuk melihat komparasi dalam arti sederhana, seperti komparasi antara Positivime Logis Ayer dengan Positivisme Logis Lingkungan Wina.

28 28 g) Metode induktif Metode induktif dilakukan dilakukan dengan menyimpulkan berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis. Oleh karenanya, penyimpulan dilakukan dengan induktif-a posteriori. Akan tetapi, penyimpulan ini bukan untuk merumuskan generalisasi, namun untuk mewujudkan suatu konstruksi teoritis, dengan melalui pengetahuan intuitif, untuk menemukan suatu kejelasan konstruksi logis. h) Metode heuristika Metode heuristika dipergunakan untuk menemukan dan mengembangkan suatu jalan baru, baik berupa suatu pemikiran baru setelah melakukan penyimpulan, kritik teoritis, atau menemukan suatu metode baru. c. Tahap penyajian hasil penelitian Sebagai tahapan terakhir dari penelitian adalah penyajian hasil dalam bentuk disertasi. Penyajian hasil penelitian dilakukan dengan cara menuliskan hasil-hasil penelitian secara sistematis dan utuh.

PRINSIP VERIFIKASI: POKOK PIKIRAN ALFRED JULES AYER DALAM KHASANAH FILSAFAT BAHASA

PRINSIP VERIFIKASI: POKOK PIKIRAN ALFRED JULES AYER DALAM KHASANAH FILSAFAT BAHASA PRINSIP VERIFIKASI: POKOK PIKIRAN ALFRED JULES AYER DALAM KHASANAH FILSAFAT BAHASA Iman Santoso 1 Abstrak Dalam dunia filsafat bahasa dikenal seorang filsuf kebangsaan Inggris bernama Alfred Jules Ayer

Lebih terperinci

BAB VI. FILSAFAT ANALITIK (Bahan Pertemuan Ke-7)

BAB VI. FILSAFAT ANALITIK (Bahan Pertemuan Ke-7) BAB VI FILSAFAT ANALITIK (Bahan Pertemuan Ke-7) 1. Bahasa dan Filsafat Bahasa dalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta perantara untuk menemukan ekspresi. Oleh karena itu, ia sensitif

Lebih terperinci

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Salliyanti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Tulisan ini membicarakan peranan

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT ANALITIK

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT ANALITIK ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT ANALITIK A Pendahuluan Seiring dengan perkembangan filsafat, abad XX ini ditandai dengan adanya suatu tema pemikiran tentang bahasa yang disebabkan oleh adanya situasi politik, ekonomi,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN FILSAFAT ANALITIKA BAHASA: DARI G.E MOORE HINGGA J.L AUSTIN

PERKEMBANGAN FILSAFAT ANALITIKA BAHASA: DARI G.E MOORE HINGGA J.L AUSTIN PERKEMBANGAN FILSAFAT ANALITIKA BAHASA: DARI G.E MOORE HINGGA J.L AUSTIN Iman Santoso 1 Abstrak Bahasa sejak dahulu kala telah menjadi perhatian para filsuf, karena mereka menyadari betapa pentingnya peran

Lebih terperinci

Bab 6 Metodologi Ilmu

Bab 6 Metodologi Ilmu Arti Prinsip Prinsip Jenis jenis Langkah langkah Menu Utama Bab 6 Metodologi Ilmu ARTI ISTILAH Metode Cara yang ditempuh dlm ilmu untuk memperoleh kebenaran, sifatnya teknis Metode Ilmiah mencakup 4 aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Lord John Russell. Pada usia empat tahun ibunya meninggal dunia, dan setelah

BAB II KAJIAN TEORI. Lord John Russell. Pada usia empat tahun ibunya meninggal dunia, dan setelah BAB II KAJIAN TEORI A. Biografi Bertrand Russell (1872-1970 M) Bertrand Russell dilahirkan di Cambridge pada abad ke-19 M dia dilahirkan setahun sebelum kematian John Stuart Mill. Ibunya adalah anak Lord

Lebih terperinci

PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA

PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA 0 L E H Dra. SALLIYANTI, M.Hum UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2004 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....i DAFTAR ISI...ii BAB I. PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU Filsafat: upaya sungguh-sungguh dlm menyingkapkan segala sesuatu, sehingga pelakunya menemukan inti dari

Lebih terperinci

ANALITIK (1) Analitik:

ANALITIK (1) Analitik: ANALITIK (1) Analitik: Bahasa dalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta perantara untuk menemukan ekspresi. Perhatian ini telah menyebabkan perkembangan semantik atau penyelidikan tentang

Lebih terperinci

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara Sekilas tentang filsafat Hendri Koeswara Pengertian ilmu filsafat 1. Etimologi Falsafah (arab),philosophy (inggris), berasal dari bahasa yunani philo-sophia, philein:cinta(love) dan sophia: kebijaksanaan(wisdom)

Lebih terperinci

LOGIKA BAHASA DAN KETERAMPILAN MENULIS* * Oleh Dali S. Naga

LOGIKA BAHASA DAN KETERAMPILAN MENULIS* * Oleh Dali S. Naga LOGIKA BAHASA DAN KETERAMPILAN MENULIS* * Oleh Dali S. Naga Dari tahun ke tahun, bulan Oktober telah kita jadikan bulan bahasa. Dan pada setiap bulan bahasa, kita mengadakan temu bicara untuk membahas

Lebih terperinci

PEMIKIRAN LUDWIG WITTGENSTEIN DALAM KERANGKA ANALITIKA BAHASA FILSAFAT BARAT ABAD KONTEMPORER

PEMIKIRAN LUDWIG WITTGENSTEIN DALAM KERANGKA ANALITIKA BAHASA FILSAFAT BARAT ABAD KONTEMPORER PEMIKIRAN LUDWIG WITTGENSTEIN DALAM KERANGKA ANALITIKA BAHASA FILSAFAT BARAT ABAD KONTEMPORER Muh. Iffan Gufron (Dosen Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon) Abstrak Sebagai salah satu tema terpenting

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. Paradigma dalam Penelitian Kualitatif Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kritis Paradigma Positivis Positivisme dibidani

Lebih terperinci

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu CATATAN: Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu Makalah ini saya peroleh dari http://bisikanpena.wordpress.com/2010/10/08/suatu-pengantar-untukmemahami-filsafat-ilmu/. Isinya cukup baik untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU Dosen Pembimbing: Dr. Hasaruddin Hafid, M.Ed Oleh: A. Syarif Hidayatullah PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN SENI RUPA

Lebih terperinci

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090) Akal dan Pengalaman Filsafat Ilmu (EL7090) EROPA History TEOLOGI ±10 Abad COSMOS RENAISSANCE Renaissance Age ITALY Renaissance = Kelahiran Kembali - TEOLOGIS - Rasionalitas dan Kebebasan Berfikir Martabat

Lebih terperinci

Pengetahuan dan Kebenaran

Pengetahuan dan Kebenaran MODUL PERKULIAHAN Pengetahuan Kebenaran Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 08 M-603 Shely Cathrin, M.Phil Abstract Kompetensi Kebenaran pengetahuan Memahami pengetahuan

Lebih terperinci

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Filsafat Umum Modul ke: 01 Fakultas Psikologi Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1 Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. RAPEM FILSAFAT UMUM Judul Mata Kuliah : Filsafat Umum

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd FILSAFAT ILMU Irnin Agustina D.A.,M.Pd am_nien@yahoo.co.id Definisi Filsafat Ilmu Lewis White Beck Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine

Lebih terperinci

Metodologi Ekonomi Positivisme *)

Metodologi Ekonomi Positivisme *) Metodologi Ekonomi Positivisme *) Agus Sugiyono **) Abstrak Dalam dunia ilmiah dikenal tiga metodologi yaitu: apriori, aposteriori dan reduksionis dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Kesemua itu merupakan

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sains bersifat naturalistis juga bersifat empiristis. Dikatakan bersifat naturalistis dalam arti penjelasannya terhadap fenomena-fenomena alam selalu berada dalam wilayah

Lebih terperinci

DISKURSUS, Volume 15, Nomor 1, April 2016:

DISKURSUS, Volume 15, Nomor 1, April 2016: DISKURSUS, Volume 15, Nomor 1, April 2016: 91-102 91 Paul Livingston and Andrew Cutrofello The Problems of Contemporary Philosophy: A Critical Guide for the Unaffiliated Cambridge (UK) and Malden (USA:

Lebih terperinci

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

PENGERTIAN FILSAFAT (1) PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm

FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm Contoh Book Review FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm Oleh: Dr. Halid, M.Ag. (Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika

Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika A. MATEMATIKA Matematika Sebagai Bahasa Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling kepada

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 09Fakultas Dr. PSIKOLOGI PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KONSEP PENGETAHUAN Dalam Encyclopedia of

Lebih terperinci

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA Bab 3 Filsafat Ilmu Agung Suharyanto,M.Si Psikologi - UMA 2017 Definisi Filsafat Ilmu Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapatpendapat ilmiah dewasa

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Memahami Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu yang empiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti,

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 35 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji skripsi yang berjudul Peranan Oda Nobunaga dalam proses Unifikasi Jepang ini, yaitu metode historis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan suatu hal yang sangat penting karena salah satu upaya yang menyangkut cara kerja untuk dapat memahami dan mengkritisi objek, sasaran suatu ilmu yang sedang diselidiki.

Lebih terperinci

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN Oleh Agus Hasbi Noor Ilmu dan Proses Berpikir Ilmu atau sains adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial yang berlaku umum dan sistematik.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Kulango Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

PRINSIP METODOLOGI PENELITIAN ILMIAH

PRINSIP METODOLOGI PENELITIAN ILMIAH PRINSIP METODOLOGI PENELITIAN ILMIAH Mengingatkan saya sewaktu pertama kali mendapat tugas untuk mengerjakan proposal pada mata kuliah Metodologi Penelitian. Karena banyak hal (misal bolos kuliah), akhirnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

HIPOTESIS PENELITIAN. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH. Tujuan Pembelajaran

HIPOTESIS PENELITIAN. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH. Tujuan Pembelajaran Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIPOTESIS PENELITIAN Tujuan Pembelajaran Setelah mendapatkan materi ini, maka diharapkan agar para mahasiwa dapat memahami mengenai; a. Definisi hipotesis penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

TEORI TEORI AKUNTANSI AKUNTANSI

TEORI TEORI AKUNTANSI AKUNTANSI TINJAUAN MENYELURUH TEORI AKUNTANSI DIANA RAHMAWATI TEORI TEORI AKUNTANSI AKUNTANSI TEORI Istilah teori sering digunakan secara berbeda. Teori sering dinamakan dengan hipotesis atau proposisi. Proposisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Desain Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Nawawi (2005:63),

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum MAKNA FILOSOFI Kata filosofi berasal dari perkataan yunani philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) dan berarti cinta kebijaksanaan. Filosofi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DA ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2011

FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DA ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2011 FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DA ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2011 FILSAFAT ILMU Apa itu FILSAFAT??? KonTRak kuliah MaTReRi LiTRerAtUR ETIMOLOGIS philos (friend)/

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA

SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA MATERI: 13 Modul SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA (SMKM-Atjeh) MENULIS KARYA ILMIAH 1 Kamaruddin Hasan 2 arya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuwan (ya ng berupa hasil pengembangan) yang

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jawa Timur Pengantar Epistemologi merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

DASAR-DASAR LOGIKA 1

DASAR-DASAR LOGIKA 1 DASAR-DASAR LOGIKA 1 PENGERTIAN UMUM LOGIKA Filsafat dan matematika adalah bidang pengetahuan rasional yang ada sejak dahulu. Jauh sebelum matematika berkembang seperti sekarang ini dan penerapannya menyentuh

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO PENELITIAN DAN METODE ILMIAH BY: EKO BUDI SULISTIO Email: eko.budi@fisip.unila.ac.id PENELITIAN Bhs Inggris : Research re kembali ; search mencari. Secara bahasa berarti mencari kembali Penelitian dapat

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si.

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si. FILSAFAT ILMU Drs. Dede Kosasih, M.Si. DEFINISI Pengetahuan : Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta. Ilmu Pengetahuan : Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Pertemuan 3 JENIS DAN METODE PENELITIAN RASIONAL Dilakukan dg dg cara yg yg masuk akal shg Terjangkau terjangkau penalaran manusia CARA ILMIAH KEGIATAN PENELITIAN DIDASARKAN CIRI-CIRI

Lebih terperinci

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains. ILMU DAN MATEMATIKA ILMU Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains. John Warfield; Ilmu dipandang sebagai suatu proses. Pandangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Seting Penelitian Dalam penelitian ini seting penelitiannya menggunakan area penelitian kepustakaan, yang pada umumnya tidak terjun ke lapangan dalam pencarian datanya. Penelitian

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif atas dasar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif atas dasar BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif atas dasar paradigma naturalistik. Sugiyono (2007) menegaskan bahwa: Metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

EPISTIMOLOGI, ONTOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENGETAHUAN FILSAFAT

EPISTIMOLOGI, ONTOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENGETAHUAN FILSAFAT EPISTIMOLOGI, ONTOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENGETAHUAN FILSAFAT Pengetahuan adalah sesuatu yang sangat vital dan krusial dalam masa kehidupan manusia. Berbagai kajian telah dilakukan untuk kepentingan pengembangan

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 02Fakultas Dr. PSIKOLOGI CABANG FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id CABANG- CABANG FILSAFAT Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN 84 BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN Keyakinan agama dewasa ini telah dipinggirkan dari kehidupan manusia, bahkan harus menghadapi kenyataan digantikan oleh ilmu pengetahuan. Manusia modern merasa tidak perlu

Lebih terperinci

Pengenalan Logika Informatika. Pertemuan 1 Viska Armalina, ST.,M.Eng

Pengenalan Logika Informatika. Pertemuan 1 Viska Armalina, ST.,M.Eng Pengenalan Logika Informatika Pertemuan 1 Viska Armalina, ST.,M.Eng Pendahuluan Asal kata Logika Logic (Bahasa Inggris) Logos (Yunani) Arti : dalam bahasa Inggris : Word, Speech, what is spoken, thought,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

III. METODE PENELITIAN. data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

Lebih terperinci

AYER DAN KRITIK LOGICAL-POSITIVISM: STUDI METAFISIKA KETUHANAN

AYER DAN KRITIK LOGICAL-POSITIVISM: STUDI METAFISIKA KETUHANAN AYER DAN KRITIK LOGICAL-POSITIVISM: STUDI METAFISIKA KETUHANAN Husna Amin Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia Email: amin_husna@yahoo.com.com Diterima tgl, 12-03-2015,

Lebih terperinci

MEMFORMULASIKAN KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

MEMFORMULASIKAN KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS MEMFORMULASIKAN KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Diresume dari presentasi Rahmanita Syahdan, Misnasanti, dan Rospala Hanisah Yukti Sari pada mata kuliah Metode Penelitian Penelitian pada Rabu 26 Oktober

Lebih terperinci

WITTGENSTEIN Siska Nurfitri

WITTGENSTEIN Siska Nurfitri WITTGENSTEIN Siska Nurfitri Ludwig Josef Johann Wittgenstein dilahirkan di Wina pada tanggal 26 April 1889. Ayah Ludwig: Karl Wittgenstein adalah seorang insinyur konstruksi baja, konglomerat keturunan

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Matematika dan Statistika Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah Dilaksanakan oleh : Imam Amirrulah ( 2011-31-014 ) JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diinginkan. Melalui paradigma seorang peneliti akan memiliki cara pandang yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diinginkan. Melalui paradigma seorang peneliti akan memiliki cara pandang yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Memilih paradigma adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh peneliti agar penelitiannya dapat menempuh alur berpikir yang dapat mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

DEFINISI PENELITIAN Soerjono Soekanto Sanapiah Faisal Soetrisno Hadi Donald Ary John Woody

DEFINISI PENELITIAN Soerjono Soekanto Sanapiah Faisal Soetrisno Hadi Donald Ary John Woody DEFINISI PENELITIAN Pengertian mengenai penelitian secara teoritis menurut para ahli, ialah sebagai berikut: Soerjono Soekanto Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada suatu analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif. Menurut Moleong (2007: 27) berpendapat bahwa:

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif. Menurut Moleong (2007: 27) berpendapat bahwa: BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2007: 27) berpendapat

Lebih terperinci

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI Modul ke: Pokok Bahasan : PENGANTAR BIDANG FILSAFAT Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi (Marcomm) www.mercubuana.ac.id MENGAPA HARUS

Lebih terperinci

Bahasa tak sekadar sistem tanda: Berkenalan dengan. Ludwig Wittgenstein. Mata kuliah Bahasa Indonesia Riko, S.S.

Bahasa tak sekadar sistem tanda: Berkenalan dengan. Ludwig Wittgenstein. Mata kuliah Bahasa Indonesia Riko, S.S. Bahasa tak sekadar sistem tanda: Berkenalan dengan Ludwig Wittgenstein Mata kuliah Bahasa Indonesia Riko, S.S. Bahasa adalah. Wittgenstein memang tidak seperti Saussure yang dengan sengaja menelusuri hakikat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang 78 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Metode

Lebih terperinci

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN Di masa perkembangannya, ilmu telah mengalami banyak kemajauan. Kini telah banyak ditemukan berbagai macam bentuk pengetahuan maupun jenis penerapan ilmu yang ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode debat merupakan salah satu bentuk dari metode diskusi. Pada dasarnya kedua metode tersebut memiliki kesamaan, yaitu mengambil sebuah keputusan. Akan tetapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. PENDEKATAN FILSAFATI

I. PENDAHULUAN II. PENDEKATAN FILSAFATI I. PENDAHULUAN Pengembangan Konseptual Teknologi Pendidikan terbagi atas dua bagian, yaitu landasan falsafah dan teori teknologi pendidikan. Pengertian falsafah itu sendiri adalah suatu rangkaian pernyataan

Lebih terperinci

NANDI WARNANDI. A l a m a t. Kantor : Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UPI

NANDI WARNANDI. A l a m a t. Kantor : Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UPI A l a m a t Kantor : NANDI WARNANDI Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UPI Jalan Dr. Setiabudi No.229 Bandung 40154 Telp. (022) 2013163 ext. 4313 Rumah : Komplek Perumahan Bumi Panyileukan Blok C 13 No.

Lebih terperinci

A. Filasafat Ilmu sebagai Akar Metodologi Penelitian

A. Filasafat Ilmu sebagai Akar Metodologi Penelitian A. Filasafat Ilmu sebagai Akar Metodologi Penelitian Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat yang banyak digunakan sebagai batu pijakan dalam mengembangkan ilmu. Filsafat ilmu menurut Sumantri (1998)

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Pertemuan ke : 1 (satu) Tujuan Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mampu mengenal aluralur berpikir dalam kegiatan keilmuan dan mencoba menerapkannya

Lebih terperinci

Teori-teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan. # Sesi 9, Kamis 16 April 2015 #1

Teori-teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan. # Sesi 9, Kamis 16 April 2015 #1 Teori-teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan # Sesi 9, Kamis 16 April 2015 #1 Teori-teori kebenaran yang telah dikemukakan para filosuf: 1. Teori idealisme 2. Teori rasionalisme 3. Teori rasio murni (reinen

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PREVIEW PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

Prosedur Penelitian (1)

Prosedur Penelitian (1) HAND OUT MATA KULIAH Prosedur Penelitian (1) Tedi Priatna Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung 1 Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan kenyataan dan harus

Lebih terperinci

KEBEBASAN MENURUT IMMANUEL KANT DALAM GROUNDWORK FOR THE METAPHYSICS OF MORALS KURNIAWAN WINDU PERDANA

KEBEBASAN MENURUT IMMANUEL KANT DALAM GROUNDWORK FOR THE METAPHYSICS OF MORALS KURNIAWAN WINDU PERDANA KEBEBASAN MENURUT IMMANUEL KANT DALAM GROUNDWORK FOR THE METAPHYSICS OF MORALS KURNIAWAN WINDU PERDANA 1323012003 FAKULTAS FILSAFAT UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2017 i ii iii iv KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

MAKALAH FILSAFAT ILMU

MAKALAH FILSAFAT ILMU MAKALAH FILSAFAT ILMU Makalah Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas semester dua mata kuliah filsafat ilmu Disusun Oleh Nama : Verdico Arief NPM : 170110070078 JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS

Lebih terperinci

MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU

MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU Modul ke: MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU Fakultas TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur www.mercubuana.ac.id Pokok Bahasan Pendahuluan Pengertian Sistem Filsafat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. masalah penelitian hanya dapat dijawab berdasarkan temuan-temuan data empiris dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. masalah penelitian hanya dapat dijawab berdasarkan temuan-temuan data empiris dari BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian adalah sebuah cara untuk menemukan jawaban dari rumusan masalah dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan ilmiah. Rumusan masalah penelitian hanya dapat dijawab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma berpikir dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme yang memandang bahwa kehidupan sosial bukanlah sebuah realita yang natural akan tetapi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini sesuai dengan masalah yang akan dibahas peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA

KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA Luwiyanto* Abstrak: Meskipun ada beberapa model, hermeneutik dalam rangka studi sastra dihadapkan sejumlah kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut terdapat pada

Lebih terperinci

BAB I. PENGERTIAN FILSAFAT (Bahan Pertemuan Ke-2)

BAB I. PENGERTIAN FILSAFAT (Bahan Pertemuan Ke-2) BAB I PENGERTIAN FILSAFAT (Bahan Pertemuan Ke-2) Apakah Filsafat itu? Seorang yang berfilsafat digambarkan oleh Jujun S. Suriasumantri seperti orang yang berpijak di bumi sedang tengadah memandang bintang-bintang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH OLEH: RUDI SUSILANA

IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH OLEH: RUDI SUSILANA IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH OLEH: RUDI SUSILANA OVERVIEW Penelitian (pengertian dan pentingnya penelitian) Pemecahan Masalah dan Metode Ilmiah Pengertian Masalah Penelitian Identifikasi Masalah

Lebih terperinci

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA CIREBON

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA CIREBON PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa

Lebih terperinci

Pengetahuan, Pengetahuan Ilmiah, dan Penelitian Ilmiah

Pengetahuan, Pengetahuan Ilmiah, dan Penelitian Ilmiah Pengetahuan, Pengetahuan Ilmiah, dan Penelitian Ilmiah 1. Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa

Lebih terperinci