KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA"

Transkripsi

1 KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA Luwiyanto* Abstrak: Meskipun ada beberapa model, hermeneutik dalam rangka studi sastra dihadapkan sejumlah kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut terdapat pada tahap verstehen. Adapun yang menyebabkan kesulitan itu semata-mata karena dalam beberapa model hermeneutik tersebut tak satu pun dapat melepaskan peran subjek dalam verstehen sehingga masih terkesan adanya pengaruh subjektivitas. Di sini timbul kesulitan hermeneutik dalam membawa sastra menjadi sebuah bentuk ilmu pengetahuan yang ilmiah. Kata kunci: hermeneutik, verstehen, sastra PENGANTAR Permasalahan hermeneutik atau hermeneutika sebenarnya sudah lama dibicarakan orang, terutama oleh para ahli yang menekuni ilmu-ilmu seperti: teologi, kitab suci, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial. Sejak awal permunculannya hermeneutik lebih populer dikaitkan dengan penafsiran. Sampai sekarang pun pengertian yang diterima adalah penafsiran hermeneutik. Menurut sejarahnya, hermeneutik telah digunakan di dalam penelitian teks-teks kuna yang otoritatif, misalnya kitab suci atau teks-teks yang sifatnya dogmatis, kemudian diterapkan di dalam teologi dan filsafat, sampai akhirnya menjadi metode dalam ilmu-ilmu sosial. Setelah disadari bahwa pembicaraan hermeneutik berurusan dengan teks-teks, atau dengan kata lain, bahwa bidang-bidang ilmu yang lain seperti: ilmu sejarah, hukum, dan sastra juga memanfaatkan hermeneutik dalam rangka menafsirkan objeknya (Hardiman, 1991 : 2-3). Keterangan di atas menunjukkan bahwa objek bahasan hermeneutik menjadi luas melintasi pemahaman terhadap teks. Hal itu akan membawa konsekuensi pergeseran pandangan mengenai hermeneutik dari pengertian semula. Akibatnya, adanya bermacam-macam pandangan mengenai hermeneutik. Tentu saja keragaman pandangan tersebut mempunyai sudut pandang yang berlainan yang akhirnya terlihat sebagai tipe-tipe hermeneutik. Tiap-tiap tipe mempunyai dasar dan cara kerja dalam mencapai tujuannya. Berangkat dari pengertian itu tak dapat dielakkan lagi, bahwa di balik keragaman penafsiran hermeneutik mempunyai kendala-kendala dalam menghadapi objeknya. Berkaitan dengan studi sastra, apakah hermeneutik juga menghadapi adanya kendala-kendala? Permasalahan inilah yang akan diangkat dalam tulisan ini. PENGERTIAN HERMENEUTIK Sejak awal permunculannya, istilah hermeneutik atau hermeneutika yang dalam bahasa Yunani dinamakan hermeneuo telah merupakan kata polisemi, yakni mempunyai arti lebih dari satu. Beberapa arti yang melekatnya adalah : mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata ; menterjemahkan ; dan juga bertindak sebagai penafsir. Ketiga pengertian itu memberi *Dosen Universitas Widya Dharma Klaten 52 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

2 indikasi bahwa istilah hermeneutik berkaitan dengan sikap dalam rangka membuat sesuatu yang gelap menjadi lebih terang (Hardiman, 1991 : 3). Untuk dapat mencapai tujuan itu, maka kegiatan yang dilakukan adalah menafsirkan objek yang dihadapinya. Selanjutnya, agar dapat menafsirkan sesuatu (objek) yang kurang jelas perlu adanya usaha pemahaman secara saksama terhadap objek tersebut. Oleh karena titik tolak hermeneutik adalah berupa pemahaman maka kemudian dikenal juga istilah pemahaman hermeneutik. Permasalaan pemahaman hermeneutik selalu dihadapkan pada taraf-taraf pemahaman manusia. Secara garis besar ada tiga taraf pemahaman, yaitu: pemahaman langsung mengenai alam material, pemahaman atas kebudayaan, dan pemahaman mengenai diri sendiri atau memahami diri orang lain (Hardiman (B), 1991 : 5). Pandangan ini melihat apa yang ada di luar manusia adalah merupakan objek, sedangkan dirinya sebagai subjek yang mempunyai aktivitas memahaminya. Menurut Dilthey, pemahaman hermeneutik seperti di atas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu erklaren dan verstehen. Kedua istilah itu digunakannya untuk membedakan dua macam ilmu pengetahuan. Oleh Dilthey dijelaskan lebih lanjut, bahwa erklaren adalah suatu metode yang biasa digunakan di dalam ilmu-ilmu alam (Naturwissenschaften) untuk mendekati objeknya, yaitu dengan cara menjelaskan suatu kejadian menurut penyebabnya. Adapun verstehen adalah suatu metode yang biasa digunakan dalam ilmu-ilmu yang tergolong dalam Geisteswissenschaften untuk mendekati produk-produk budaya. Tujuannya untuk menemukan dan memahami mana di dalamnya yang hanya dapat dilakukan dengan menempatkannya dalam konteks (Hardiman (B), 1991 : 5). Sastra merupakan produk budaya yang di dalamnya tersirat maksud-maksud tertentu. Mendekati sebuah karya satra akan diharapkan pada banyak hal, misalnya: pengarang, waktu penulisan, tempat penulisan, latar belakang penulisan, dan sebagainya. Di samping itu yang harus terlebih dipikirkan adalah penggarapan terhadap teks karya sastra itu sendiri. Karya-karya sastra memang memiliki kemungkinan yang sangat luas untuk mengetengahkan dan mempermasalahkan kehidupan manusia. Seseorang yang telah selesai menikmati sebuah karya sastra diharapkan pula telah memiliki persepsi yang lebih luas terhadap hal-hal yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Ia diharapkan dapat memetik pengertian dan pemahaman tentang kompleksitas kehidupan. Karya sastra selalu menyajikan pengalaman yang tidak terhingga. Oleh karena itu, jika manusia selalu berupaya melibatkan diri dengannya akhirnya pun akan sampai pada suatu hal yang majemuk. Manusia sering dihadapkan pada masalah yang luas dan sering berbeda, tetapi siap untuk memikul, menilai, dan membuat keputusan terhadapnya. Karya sastra memberikan sarana untuk berpikir bagi manusia, selanjutnya bergerak melintasi realitas. Namun demikian, tidak berarti yang terdapat di dalam teks karya sastra itu persis sama dengan realita kehidupan. Di sinilah untuk dapat mengetahui tentang sastra, seseorang dihadapkan pada sederetan konsepkonsep kehidupan bermakna. Untuk dapat menangkap hal itu diperlukan suatu pemahaman secara aktif (verstehen), tidak sekadar menjelaskan (erklaren). Magistra No. 86 Th. XXV Desember

3 MODEL HERMENEUTIK Yang dimaksud model hermeneutik di sini adalah bentuk-bentuk varian hermeneutik. Untuk menjelaskan hal ini digunakan hasil pengamatan Lefevere mengenai hermeneutik seperti telah diungkapkan dalam bukunya yang berjudul Literary Knowledge (1997). Di dalam buku tersebut dikemukakan bahwa bentuk varian (baca model) hermeneutik dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: hermeneutik tradisional, hermeneutik dialektik, dan hermeneutik ontologis. Ketiga model hermeneutik tersebut mempunyai pandangan dasar yang berbeda dalam menjalankan tugasnya memahami objeknya. Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas, maka ketiga model itu dapat diterangkan sebagai berikut. Menurut hermeneutik tradisional, bahwa untuk dapat memahami (verstehen) sesuatu sehingga dapat merebut maknanya harus dipenuhi syarat utamanya, yaitu adanya proses kejiwaan yang terjadi dalam subjek pada objek yang menjadi sasaran. Dalam hal ini sangat diperlukan adanya pengalaman terhadap objek Verstehen erat kaitannya dengan tingkat pengalaman dan pengetahuan yang nantinya menggerakkan keberhasilan pemahaman. Dengan demikian ada semacam otorisasi dari subjek dalam verstehen (Lefevere, 1977:47). Bila dalam model pertama lebih banyak menekankan pada otorisasi subjek dalam verstehen maka ada perbedaan dengan model kedua yakni model hermeneutik dialektik. Dalam model kedua ini lebih menekankan pada bentuk interaksi yang berupa perilaku oleh manusia terhadap objeknya dalam verstehen. Ketentuan dasar yang menjadi syarat dalam model ini seperti dikemukakan oleh Karl Otto, yaitu seorang penafsir dalam melakukan pemahaman (verstehen) di damping harus menguasai objeknya (bahasa) dan dapat dibuktikan secara intersubjektif, ia juga diharuskan berpartisipasi terhadap kehidupan bangsa (language games) (Lafevere, 1977 : 49). Pandangan ini merupakan langkah maju dari pandangan pertama, yang sekilas terlihat hanya sekadar menerangkan. Berdasarkan ketentuan di atas, konsep hermeneutik dialektik ini ingin menjembatani pengertian arklaren dengan verstehen. Model pertama dan kedua di atas lebih mengarah pada cara kerja pemahaman, tetapi model yang ketiga ini yaitu model hermeneutik ontologi erat kaitannya dengan konsep asli, yaitu begitu berhadapan dengan objek (sastra), maka bersamaan dengan itu pula secara otomatis kegiatan verstehen terjadi. Konsep ini dilatarbelakangi pengertian, bahwa sarana yang digunakan oleh verstehen adalah bahasa, sedangkan bahasa itu hidup dalam kehidupan bahasa (language games). Dengan demikian dapat diambil pengertian, bahwa kegiatan verstehen dapat menghasilkan sesuatu yang objektif dalam kerangka language games. Bila semua language games mengenal bahasa ini dengan sama, maka akan membawa konsekuensi tertentu, yaitu pengertian verstehen dikacaukan dengan pengertian kritik dan interpretasi. Berkaitan dengan hal itu Lefevere menjelaskan lebih lanjut dengan mengutip pendapat Betti, bahwa dalam interpretasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interpretasi epistemologi dan interpretasi representatif. Interpretasi epistemologi digunakan untuk menunjuk pada pemahaman murni (objektif) yang dalam hal ini berkaitan dengan arklaren. Adapun interpretasi representatif digunakan 54 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

4 untuk mengukuhkan pengertian pemahaman (verstehen) (Lefevere, 1977:50). Berdasarkan penjelasan di atas, yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa ketiga model hermeneutik tersebut menyetujui adanya penetapan karya sastra sebagai objektivikasi jiwa manusia. Menurut Dilthey dan Betti dikatakan bahwa setiap berhadapan dengan sesuatu yang menjadi objek pengamatan, maka bersamaan dengan itu pula terjadi proses pengobjektivikasian pikiran untuk menemukan dan memahami makna secara keseluruhan dari objek tersebut (Lafevere, 1977:47). Akhirnya menjadi jelaslah pengertian verstehen dalam konteks hermeneutik. KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa pada dasarnya ketiga model hermeneutik tersebut telah menyetujui pernyataan mengenai karya sastra sebagai bentuk objektivikasi jiwa manusia. Pertanyaan itu membawa konsekuensi, bahwa hermeneutik akan dihadapkan pada permasalahan metodologis untuk membawa karya sastra menuju pada sebuah bentuk pengetahuan ilmiah, dan hal itu mau tidak mau akan menggiring pada persoalan positivisme. Untuk itulah, pembicaraan akan dimulai dari positivisme. Positivisme adalah salah satu aliran filsafah Barat yang berkembang sejak abad 19, yang menandai adanya krisis pengetahuan. Aliran ini dirintis oleh August Comte. Misi yang dibawa oleh positivisme adalah adanya pandangan secara khusus terhadap metodologi ilmu pengetahuan dalam refleksi filsafat sebelumnya, empirisme dan rasionalisme, pengetahuan masih direfleksikan, maka dalam postivisme kedudukan pengetahuan diganti dengan metodologi. Metodologi yang menjadi perhatian adalah metode-metode ilmu alam. Yang dimaksud dengan metodologi adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan yang sahih tentang kenyataan. Positivisme yang dibentuk dari kata positif menunjuk pada sesuatu yang didasarkan pada fakta objektif. Dari sinilah, Comte lalu mengadakan pembedaan antara yang nyata dan yang khayal, yang pasti dan yang meragukan, yang tepat dan yang kabur, yang berguna dan yang sia-sia, dan yang mengklaim memiliki kesahihan relatif dan yang mengklaim memiliki kesahihan mutlak (Hardiman (B), 1991:86-87). Norma-norma metodologi yang digariskan dalam positivisme dijelaskan oleh Comte sebagai berikut. 1. Semua pengetahuan harus dapat dibuktikan lewat rasa kepastian pengamatan sistematis yang terjamin secara intersubjektif. 2. Kepastian metode sama pentingnya dengan rasa kepastian. Kesahihan pengetahuan ilmiah dijamin oleh kesatuan metode. 3. Ketepatan pengetahuan dijamin oleh bangunan teori-teori yang secara formal kokoh yang mengikuti dedukasi hipotesis-hipotesis yang menyerupai hukum. 4. Pengetahuan ilmiah harus dapat digunakan secara teknis. 5. Pada prinsipnya pengetahuan tak pernah selesai dan relatif, sesuai dengan sifat relatif dari semangat positif (Hardiman (B), 1991:88). Magistra No. 86 Th. XXV Desember

5 Gagasan Comte tentang ilmu-ilmu positif itu akhirnya harus diterapkan juga dalam ilmu-ilmu sosial, termasuk pada sastra. Adapun yang menjadi pertimbangannya, adalah seperti yang dikatakan oleh Giddens, bahwa prosedur-prosedur metodologis ilmuilmu alam dapat diterapkan secara langsung pada ilmu-ilmu sosial, hasil-hasil riset dapat dirumuskan dalam bentuk-bentuk hukum seperti ilmu-ilmu alam, dan ilmu-ilmu itu harus bersifat teknis, yakni menyediakan pengetahuan yang bersifat instrumental murni serta bersifat bebas nilai (Hardiman (B), 1991:89). Berdasarkan keterangan di atas, dapat diambil pengertian bahwa dalam pandangan positivisme peranan subjek dalam membentuk fakta sosial disingkirkan. Dalam hal ini yang terjadi adalah subjektivisme, yakni subjek hanya bertugas menyalin fakta objektif yang diyakini dapat dijelaskan menurut mekanisme di atas, bagaimana tentang hermeneutik dalam studi sastra, dapatkah peran subjek ditiadakan? Atau, mampukah hermeneutik memahami karya sastra sehingga diperoleh pengetahuan yang objektif? Untuk itulah, akan dipahami kembali ketiga model hermeneutik yang telah dikemukakan terdahulu berdasarkan pandangan positivisme. Dalam hermeneutik tradisional yang pemahamannya hanya didasarkan pada proses mental akan dihadapkan pada suatu permasalahan mengenai cara menjelaskan atau pengukuran terjadinya proses mental. Pada hal proses mental itu terjadinya ada dalam pikiran sehingga jelas akan menemui kesulitan bila dituntut untuk dapat menjelaskan secara objektif. Oleh karena proses pemahaman itu terjadi dalam subjek, maka tidak mengherankan bila terjadi juga otorisasi, dan tidak mustahil bila pemahamannya dipengaruhi juga oleh unsur subjektivitas. Untuk meyakinkan ketidakmampuan hermeneutik tradisional dalam menyajikan pemahaman yang objektif, Lifevere memberi ilustrasi yang menarik, yaitu pemahaman tentang cinta oleh dua orang pemaham, yang satu seorang seniman dan satunya lagi seorang peneliti. Oleh karena kedua pemaham itu berbeda pengalamannya, maka tidak mstahil bila hasil pemahamannya berbeda pula. Kasus seperti itu bisa juga terjadi dalam karya seni, seperti pada sastra atau nonsastra (Lifevere, 1977:47). Kekurangan yang telah diperbuat oleh hermeneutik tradisional rupanya menjadi perhatian, selanjutnya dilengkapi dalam hermeneutik dialektik, yaitu adanya partisipasi aktif dari pemahaman, sehingga akan diperoleh hasil yang objektif. Model hermeneutik dialektik sebenarya ingin menjembatani antara arklare dan vertehen, akan tetapi juga tidak bebas dari kesulitan-kesulitan dalam menghadapi objeknya. Yang disarankan model ini adalah dalam pemahaman diusahakan adanya proses dialog dengan teks, akan tetapi akan muncul kesulitan karena pembicaraan dengan teks jelas tidak dapat berkembang seperti komunikasi percakapan. Dalam hermeneutik ontologi, pada dasarnya sama dengan model pertama dan kedua, hanya saja dalam model ini diterapkan dalam lingkup yang lebih luas, yaitu dalam language game. Oleh karena verstehen itu bekerja secara otomatis dalam language game, maka akibatnya verstehen dikacaukan antara kritik dengan interpretasi. Model hermeneutik ini bebas dari keterbatasan ontologis dari konsep ilmiah, yakni tentang objektivitas, sebab kepentingannya hanya terbatas untuk kita. Seperti yang dikatakan oleh Gadamer, bahwa model hermeneutik ontologi 56 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

6 ditempatkan sebagai problematik penerapan yang terletak dalam seluruh aktivitas verstehen, maka pengertian antara kritik dan interpretasi menjadi dikacaukan. (Lefevere, 1977:50). KESIMPULAN Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa dalam rangka pemahaman sastra, tiga model hermeneutik yaitu hermeneutik tradisional, hermeneutik dialektis, dan hermeneutik ontologis tersebut dihadapkan pada sejumlah kesulitan. Kesulitan-kesulitan yang menjadi kendala dalam verstehen itu merupakan bukti adanya keterbatasan tugasnya. Adapun yang menyebabkan keterbatasan hermeneutik adalah semata-mata karena dalam ketiga model hermeneutik tersebut tak satu pun dapat melepaskan peran subjek dalam verstehen, sehingga masih terkesan adanya pengaruh subjektivitas. Oleh karena itulah, yang sampai pada kita terlihat adanya kegagalan hermeneutik dalam membawa sastra menjadi sebuah bentuk ilmu pengetahuan yang ilmiah. Dalam hal ini dikatakan Lifevere, bahwa hermeneutik bukan suatu metode yang sesuai untuk pemahaman sastra yang mempunyai sifat-sifat sederhana serta merupakan bentuk objektivikasi jiwa manusia. Selanjutnya dikatakan, bahwa selama studi sastra didasarkan pada hermeneutik verstehen, maka pengetahuan tentang sastra akan ketinggalan zaman. Pengertian tersebut menjadi nyata, bila rumusan pengetahuan mengenai sastra tetap didasarkan pada pandangan positivisme, yang memandang sastra tak mampu membuat hukum-hukum seperti ilmu alam. DAFTAR PUSTAKA Hardiman, F. Budi (A), 1991, Hermeneutik: Apa itu? dalam majalah Basis, Januari, (B), 1991, Positivisme dan Hermeneutik: Suatu Usaha untuk Menyelamatkan Subjek dalam majalah Basis, Maret Lefevere, Andre, 1977, Literary Knowledge, The Netherlands: Van Gorcum Assen/ Amsterdam. Magistra No. 86 Th. XXV Desember

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. Paradigma dalam Penelitian Kualitatif Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kritis Paradigma Positivis Positivisme dibidani

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam masyarakat Jepang. Tingkat bunuh diri di Jepang setiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan

Lebih terperinci

Teori-Teori Penunjang dalam Penelitian Kualitatif

Teori-Teori Penunjang dalam Penelitian Kualitatif Teori-Teori Penunjang dalam Penelitian Kualitatif Fenomenologi Hermeneutik Interaksi Simbolik Etnometodologi Teori Budaya Tri Nugroho Adi,M.Si./MPK Kual. 1 FENOMENOLOGI Perspektif ini mengarahkan bahwa

Lebih terperinci

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 10Fakultas Dr. PSIKOLOGI ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id . Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Untuk memperjelas dan memantapkan ruang lingkup permasalahan, sumber data, dan kerangka teoretis penelitian ini,

Lebih terperinci

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL A.1. Pluralitas Agama di Indonesia Pluralitas agama merupakan sebuah realita yang wajib digumuli. Berbagai agama besar yang pemeluknya tersebar

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Seiring dengan perkembangan paradigma interpretivisme dan metodologi penelitian lapangan (f ield

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Hermeneutik dan Perkembangannya Hermeneutik didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dalam menginterpretasi sesuatu. 24 Sesungguhnya hermeneutik kita terapkan dalam kehidupan

Lebih terperinci

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Salliyanti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Tulisan ini membicarakan peranan

Lebih terperinci

Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin

Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin Abstrak Pada awalnya, Tafsir dan Hermeneutik berawal dari tempat dan tradisi

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. 4/23/2013 Paradigma/ Perspektif/ Cara Pandang/ World view Mempengaruhi persepsi Mempengaruhi tindakan Paradigma

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Menurut Elvinaro Ardianto (2011), ada 3 pendekatan penelitian yaitu: Positivisme Positif berarti apa yang ada berdasarkan fakta objektif. Secara tegas

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

ANALITIK (1) Analitik:

ANALITIK (1) Analitik: ANALITIK (1) Analitik: Bahasa dalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta perantara untuk menemukan ekspresi. Perhatian ini telah menyebabkan perkembangan semantik atau penyelidikan tentang

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

1. Metodologi Penelitian I. Judul

1. Metodologi Penelitian I. Judul iv Hermeneutik HERMENEUTIK Panduan ke Arah Desain Penelitian dan Analisi Penulis: Dr. Saifur Rohman] S.S, M.Hum, M.S. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

Hermeneutika Sebagai Interpretasi Makna Dalam Kajian Sastra. Berthin Simega 1

Hermeneutika Sebagai Interpretasi Makna Dalam Kajian Sastra. Berthin Simega 1 Hermeneutika Sebagai Interpretasi Makna Dalam Kajian Sastra Berthin Simega 1 Abstrak Sastra adalah sebuah karya yang terbuka terhadap berbagai interpretasi (penafsiran). Interpretasi merupakan proses menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra. Orientasi penelitian sastra yang masih terbatas menghasilkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa pada dasarnya merupakan alat komunikasi yang akurat bagi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa pada dasarnya merupakan alat komunikasi yang akurat bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada dasarnya merupakan alat komunikasi yang akurat bagi kehidupan manusia. Baik yang dirasakan, dipikirkan, dialami maupun diangankan oleh seseorang.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hakikat tubuh menurut Merleau-Ponty: Berangkat dari tradisi fenomenologi, Maurice Merleau-Ponty mengonstruksi pandangan tubuh-subjek yang secara serius menggugat berbagai

Lebih terperinci

PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA

PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA 0 L E H Dra. SALLIYANTI, M.Hum UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2004 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....i DAFTAR ISI...ii BAB I. PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterampilan menulis dapat kita klasifikasikan berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang tersebut adalah kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER

UJIAN AKHIR SEMESTER UJIAN AKHIR SEMESTER Mata kuliah Filsafat Ilmu Dosen Pengampu : Dr. Edi Purwanta, M. Pd Oleh Moh Khoerul Anwar, S. Pd (14713251002) PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena dengan menggunakan pendekatan ini akan mempermudah peneliti dalam mengungkap

Lebih terperinci

Dr. Sri Anggraeni, MSi

Dr. Sri Anggraeni, MSi Dr. Sri Anggraeni, MSi Pengertianilmu Ilmu berasal dari bahasa Arab : alima, ya lamu, ilman yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Science (I) : ways to knows Scientia(L) : pengetahuan Episteme (Y)

Lebih terperinci

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Oleh : Agustina Abdullah *) Arti dan Pentingnya Filsafat Ilmu Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF. Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI. Program Studi BROADCASTING.

Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF. Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI. Program Studi BROADCASTING. Modul ke: TEORI KOMUNIKASI TEORI INTERPRETIF Fakultas ILMU KOMUNIKASI SOFIA AUNUL, M.SI Program Studi BROADCASTING www.mercubuana.ac.id TEORI INTERPRETIF Teori intrepretif mengasumsikan bahwa makna dapat

Lebih terperinci

Sadar Meneliti * M. Muslih **

Sadar Meneliti * M. Muslih ** Sadar Meneliti * M. Muslih ** Abstrak Penelitian bukanlah aktivitas biasa, tetapi merupakan kegiatan ilmiah yang sejak pengajuan, proses hingga hasil harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Artikel

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PENGERTIAN FILSAFAT FILSAFAT (Philosophia) Philo, Philos, Philein, adalah cinta/ pecinta/mencintai Sophia adalah kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran Cinta pada

Lebih terperinci

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU Dosen Pembimbing: Dr. Hasaruddin Hafid, M.Ed Oleh: A. Syarif Hidayatullah PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN SENI RUPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu benda budaya yang dapat ditinjau dan ditelaah dari berbagai sudut. Teks-teks sastra bersifat multitafsir atau multiinterpretasi. Isi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan pengarang dalam memandang lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Drama merupakan karya sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya membentangkan sebuah alur. Seperti fiksi, drama berpusat pada satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

Pengetahuan dan Kebenaran

Pengetahuan dan Kebenaran MODUL PERKULIAHAN Pengetahuan Kebenaran Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 08 M-603 Shely Cathrin, M.Phil Abstract Kompetensi Kebenaran pengetahuan Memahami pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

DIALOG PARADIGMA METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL Methods on Social Research Paradigm Dialogue

DIALOG PARADIGMA METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL Methods on Social Research Paradigm Dialogue Book Review DIALOG PARADIGMA METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL Methods on Social Research Paradigm Dialogue Mohammad Teja Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI Naskah

Lebih terperinci

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra Mimetik Ekspresif Pragmatik Objektif 10/4/2014 Menurut Abrams 2 Pendekatan Mimetik Realitas: sosial, budaya, politik. ekonomi, dan lain-lain. Karya Sastra 10/4/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah karya imajinatif yang menggunakan media bahasa yang khas (konotatif) dengan menonjolkan unsur estetika yang tujuan utamanya berguna dan menghibur.

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU PENGERTIAN ILMU KARAKTERISTIK ILMU Ernest van den Haag JENIS JENIS ILMU

DASAR-DASAR ILMU PENGERTIAN ILMU KARAKTERISTIK ILMU Ernest van den Haag JENIS JENIS ILMU DASAR-DASAR ILMU Ilmu adalah hal mendasar di dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia akan mengetahui hakikat dirinya dan dunia sekitarnya. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN Pengetahuan berusaha memahami benda sebagaimana adanya, lalu akan timbul pertanyaan, bagaimana seseorang akan mengetahui kalau dirinya telah mencapai pengetahuan tentang

Lebih terperinci

ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA

ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA Isti Yunita, M. Sc isti_yunita@uny.ac.id FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 1 Ciri makhluk hidup (manusia) 2 Sifat keingintahuan Manusia

Lebih terperinci

IL I MU A LAMIA I H H DA D SA S R Dewi Yuanita

IL I MU A LAMIA I H H DA D SA S R Dewi Yuanita ILMU ALAMIAH DASAR Dewi Yuanita Alam Pikiran Manusia dan Perkembangannya A. Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya ciptaan Tuhan yang paling sempurna manusia Apakah hanya manusia yang berhak memanfaatkan

Lebih terperinci

KRISIS ILMU BARAT SEKULER DAN ILMU TAUHIDILLAH

KRISIS ILMU BARAT SEKULER DAN ILMU TAUHIDILLAH 1 KRISIS ILMU BARAT SEKULER DAN ILMU TAUHIDILLAH Dr. Ir. Harry Hikmat, MSi Staf Ahli Bidang Dampak Sosial KRISIS ILMU BARAT SEKULER Konsep sentral Kuhn ialah paradigma. Menurutnya, Ilmu yang sudah matang

Lebih terperinci

TUGAS SOFTSKILL PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM BIDANG IT

TUGAS SOFTSKILL PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM BIDANG IT TUGAS SOFTSKILL PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM BIDANG IT Nama : Rahmat Arifin NPM : 45111778 Kelas : 3 DC 02 JURUSAN TEKNIK KOMPUTER (D3) UNIVERSITAS GUNADARMA 2013 Pengertian Etika, Profesi,

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd FILSAFAT ILMU Irnin Agustina D.A.,M.Pd am_nien@yahoo.co.id Definisi Filsafat Ilmu Lewis White Beck Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan sebuah karya sastra yang bermanfaat bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan sebuah karya sastra yang bermanfaat bagi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan buah karya dari seorang pengarang, dengan menghasilkan sebuah karya sastra pengarang mengharapkan karyanya dapat dinikmati dan dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan berasal dari kata susastra. Su dan Sastra, dan kemudian kata

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan berasal dari kata susastra. Su dan Sastra, dan kemudian kata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesusastraan berasal dari kata susastra. Su dan Sastra, dan kemudian kata tersebut diberi imbuhan konfiks ke-an. Su berarti indah atau baik, sastra berarti

Lebih terperinci

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090) Akal dan Pengalaman Filsafat Ilmu (EL7090) EROPA History TEOLOGI ±10 Abad COSMOS RENAISSANCE Renaissance Age ITALY Renaissance = Kelahiran Kembali - TEOLOGIS - Rasionalitas dan Kebebasan Berfikir Martabat

Lebih terperinci

Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana

Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana Buku teks pelajaran merupakan salah satu sumber dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial 1 Positivistik (Value free) Fenomenologi (Value Bound) Perbedaan Paradigma dalam Sosiologi 2 3 Ilmu-ilmu sosial (seperti Sosiologi) telah

Lebih terperinci

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana peranan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan? 2. Bagaimana perkembangan ilmu geografi? 3. Apa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Paradigma didefinisikan sebagai suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. 1 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 02Fakultas Dr. PSIKOLOGI CABANG FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id CABANG- CABANG FILSAFAT Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

Hendri Koeswara. Pertemuan 5

Hendri Koeswara. Pertemuan 5 ONTOLOGI DALAM ADMINISTRASI Hendri Koeswara Pertemuan 5 KONSEP ONTOLOGI ADMINISTRASI Ontos=ada, Logos=ilmu, ilmu yang mempelajari tentang ada Ontologi membahas dengan menggunakan pemikiran secara mendalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu oleh seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, untuk berkomunikasi. Menurut Keraf

Lebih terperinci

MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA)

MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA) MEMAHAMI HAKEKAT DAN ASPEK-ASPEK DALAM READING (MEMBACA) Riska Aulia Sartika. Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. riskaauliasartika66@gmail.com.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak sekadar merealisasikan kata-kata, melainkan dengan sendirinya kata-kata itu mengandung

BAB I PENDAHULUAN. tidak sekadar merealisasikan kata-kata, melainkan dengan sendirinya kata-kata itu mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah proyeksi kenyataan yang diramu dengan menggunakan daya imajinasi pengarang dan disampaikan melalui media bahasa. Dalam wujudnya, bahasa tersebut

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PREVIEW PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini subjeknya adalah lirik lagu dalam album musik Klakustik karya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini subjeknya adalah lirik lagu dalam album musik Klakustik karya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian Pada penelitian ini subjeknya adalah lirik lagu dalam album musik Klakustik karya Kla Project yang dipopulerkan pada tahun 2010 dengan jumlah

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU Filsafat: upaya sungguh-sungguh dlm menyingkapkan segala sesuatu, sehingga pelakunya menemukan inti dari

Lebih terperinci

1. A. Pengantar. 1. B. Perkembangan Konseptualisasi

1. A. Pengantar. 1. B. Perkembangan Konseptualisasi 1. A. Pengantar Sebagaimana diketahui dengan semakin pesatnya perkembangan metodologi penelitian kualitatif di bawah paradigma interpretivisme, penelitian kualitatif tidak saja meliputi penelitian lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu zaman. Artinya, melalui karya sastra, kita dapat mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB III KETERAMPILAN BERBAHASA INDONESIA Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra.Andi Nurfaizah, M.Pd. Drs. Latri S, S.Pd., M.Pd.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis ini memandang bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai wacana bentuk analisis yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai wacana bentuk analisis yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk menginterpretasikan atau memaknai film mengenai wacana bentuk analisis yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA

BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA A. Pendahuluan Salah satu objek dalam studi sastra atau cabang ilmu sastra yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap karya sastra, yaitu kritik sastra. Kritik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep

TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep Teori belajar berkembang dengan pesat setelah psikologi sebagai bidang ilmu terbentuk. Ilmu pengetahuan sendiri benar-benar eksis dengan

Lebih terperinci

PARADIGMA PEMIKIRAN ISLAM

PARADIGMA PEMIKIRAN ISLAM PARADIGMA PEMIKIRAN ISLAM Prof. Dr. Tobroni, M.Si. Konsep Paradigma Istilah paradigma secara harfiah dapat berarti (general pattern atau model (Oxford Advanced Learner s Dictionaries). Paradigma juga dapat

Lebih terperinci

OBJEK MATERIAL DAN FORMAL FILSAFAT ILMU

OBJEK MATERIAL DAN FORMAL FILSAFAT ILMU BAB I PENDAHULUAN Filsafat Ilmu mulai merebak di awal abad ke 20, namun di abad ke 19 merupakan dasar filsafat ilmu dengan metode yang dimilikinya, metode induksi. Filsafat ilmu mengedepankan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA Bab 3 Filsafat Ilmu Agung Suharyanto,M.Si Psikologi - UMA 2017 Definisi Filsafat Ilmu Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapatpendapat ilmiah dewasa

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia diharapkan dapat saling mengenal dan berhubungan satu sama lain, saling berbagi pengalaman dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

MANFAAT STUDI FILOLOGI

MANFAAT STUDI FILOLOGI MANFAAT STUDI FILOLOGI Manfaat Studi Filologi Manfaat studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu manfaat umum dan manfaat khusus. Mengetahui unsur-unsur kebudayaan masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah kuna mempunyai peran penting dalam peradaban umat manusia, karena naskah kuna berisi berbagai macam tulisan tentang: adat istiadat, cerita rakyat, sejarah, budi

Lebih terperinci

BAB V IDEOLOGI ARMADA RACUN

BAB V IDEOLOGI ARMADA RACUN BAB V IDEOLOGI ARMADA RACUN 5.1. Ideologi Armada Racun Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan grup band Armada Racun pada tanggal 1 Februari 2012 di Jogjakarta, penulis menemukan suatu ideologi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Sukmadinata, Nana Syaodih,

Lebih terperinci