BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Alam Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Citarik merupakan salah satu Sub DAS di DAS Citarum, Propinsi Jawa Barat. Sub DAS Citarik dan beberapa Sub DAS lainnya, seperti Sub DAS Cirasea, Sub DAS Cikapundung, Sub DAS Cisangkuy, dan Sub DAS Ciwidey merupakan wilayah hulu Sungai Citarum. Sungai Citarum mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, antara lain sebagai sumber air baku, pengairan, pembangkit tenaga listrik, tempat rekreasi dan lain-lainnya. Di sepanjang aliran Sungai Citarum terdapat tiga bendungan (dam), yakni Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Sebagian areal Sub DAS Citarik secara administratif terletak di Kabupaten Bandung dan sebagian lagi di Kabupaten Sumedang. Areal Sub DAS Citarik yang terletak di Kabupaten Bandung meliputi wilayah Kecamatan Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Cikancung, Paseh, Cileunyi, Cimenyan, dan Cilengkrang, sedangkan areal lainnya yang terletak di Kabupaten Sumedang meliputi wilayah Kecamatan Tanjungsari, Cimanggung, dan Cikeruh (DLH-Kab. Bandung 2003; Ditjen Bangda 2003). Luas wilayah Sub DAS Citarik berdasarkan kegiatan UPLDP (Upland Plantation and Land Development Project) yang dilaksanakan oleh Ditjen Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri adalah ha yang sebagian besar (72,1%) berada di Kabupaten Bandung dan sisanya (27,9%) di Kabupaten Sumedang (Tabel 4). Berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan air laut sekitar 55,3% luas wilayah Sub DAS Citarik berada pada ketinggian kurang dari 1000 m dpl dan 44,7% luas wilayah berada pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Pada

2 57 ketinggian tempat tersebut suhu udara relatif sejuk, yakni rata-rata suhu bulanan tertinggi dan terendah 26,5 o C dan 21,2 o C. Curah hujan tahunan dari tiga lokasi stasiun curah hujan (Paseh, Cicalengka, dan Rancaekek) berkisar antara mm dengan rata-rata mm. dengan tipe iklim E dan F menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (Ditjen Bangda, 2003). Tipe iklim tersebut menunjukkan bahwa jumlah bulan kering (curah hujan < 100 mm/bulan) dalam satu tahun sama atau lebih banyak daripada bulan basahnya (curah hujan > 100 mm/bulan). Kemudian jika didasarkan pada klasifikasi iklim F. Junghuhn yang menitikberatkan pada ketinggian tempat dan jenis tumbuhan yang hidup iklim Sub DAS Citarik tergolong pada Iklim Sedang dengan ragam tumbuhan yang dapat dikembangkan meliputi padi, tembakau, teh, kopi, coklat, kina, dan sayursayuran. Curah hujan harian rata-rata paling rendah terjadi pada bulan September (1,7 mm/hari) dan tertinggi pada bulan Januari (10,9 mm/hari). Curah hujan harian maksimum terendah terjadi pada bulan September (13,1 mm/hari) dan tertinggi pada bulan Nopember (71,7 mm/hari). Kemudian dikaitkan dengan debit air Sungai Citarik ternyata debit air harian rata-rata terendah terjadi pada bulan Agustus (2,5 m 3 /detik) dan tertinggi pada bulan Januari (39,8 m 3 /detik). Debit air harian maksimum terendah terjadi pada bulan Agustus (3,5 m 3 /detik) dan tertinggi pada bulan Januari (62,9 m 3 /detik). Secara grafis fluktuasi curah hujan harian rata-rata dan maksimum, debit air harian rata-rata dan maksimum, dan rasio debit air maksimum/minimum Sungai Citarik disajikan pada Gambar 7. Rasio debit air harian maksimum/minimum berkisar antara 4,3 (Agustus) - 46,5 (Oktober) dengan rata-rata 15,4. Tingginya rasio tersebut menunjukkan bahwa kondisi hidrologi Sub DAS Citarik sudah menurun.

3 58 Tabel 4. Luas Sub DAS Citarik berdasarkan ketinggian tempat dan wilayah administratif (ha) Kecamatan Ketinggian tempat ( m dpl) Jumlah Cilengkrang Cimenyan Cileunyi Cicalengka Cikancung Rancaekek Paseh Nagreg Cikeruh Tanjungsari Cimanggung Total Sumber: Ditjen Bangda (2003). D e b it (m 3/d et) Okt Nop DesJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep C H (m m /h r) Debit_Mean Debit_Max CH_Mean CH_Max A y = Ln(x) R 2 = Gambar 7. Fluktuasi debit air Sungai Citarik dan curah hujan (A) serta rasio debit air harian maksimum/minimum (B) Sungai Citarik B Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Kondisi tanah di Sub DAS Citarik dicirikan oleh tiga jenis tanah utama, yakni Andosol, Latosol, dan Asosiasi. Penyebaran jenis tanah Andosol meliputi luas wilayah sekitar 48%, Latosol 31,5% dan Asosiasi 16,2%. Jenis tanah pada wilayah lainnya adalah Alluvial dan Regosol.

4 59 Jenis tanah Andosol menurut klasifikasi jenis tanah Pusat Penelitian Tanah dan FAO-UNESCO dicirikan oleh berat jenis tanah yang cukup ringan (kurang dari 0,85g/cc) atau lebih dari 60% bahannya terdiri atas bahan-bahan vulkanik. Jenis tanah Latosol dicirikan oleh solum tanah yang dalam ( lebih dari 150 cm) dan kadar liat lebih dari 60% (Sarwono 1987). Hasil kajian Proyek UPLDP menunjukkan kedalaman solum tanah di Sub DAS Citarik cukup tinggi. Sekitar 63% wilayah Sub DAS Citarik mempunyai kedalaman solum tanah antara cm, 34% wilayah mempunyai kedalaman solum tanah lebih dari 90 cm dan 3% wilayah mempunyai kedalaman solum tanah antara cm. Bentuk wilayah Sub DAS Citarik dicirikan oleh kemiringan lereng yang berombak-bergelombang dan berbukit (8-45%). Lebih dari 66,8% wilayah Sub DAS Citarik mempunyai kemiringan lereng antara 8-45%. Wilayah yang relatif datar (< 8%) sekitar 18,0% dan sebagian wilayah lainnya mempunyai kemiringan lereng yang sangat curam atau lebih dari 45% (Tabel 5). Kemiringan lereng merupakan salah satu faktor penentu besaran erosi. Semakin tinggi kemiringan lereng dan faktor -faktor lain bersifat konstan maka besaran erosi akan meningkat. Hasil kajian Proyek UPLD dengan metode USLE menunjukkan tingkat erosi sebelum kegiatan proyek di Sub DAS Citarik mencapai 293,3 ton/ha/tahun atau setiap tahun terjadi erosi tanah sekitar 8,9 juta ton. Tingkat erosi tanah di lokasi tersebut menurun setelah pelaksanaan proyek UPLDP selama empat tahun (2002) menjadi 71,3 ton/ha/tahun. Upaya penerapan konservasi tanah dan air di wilayah tersebut masih perlu ditingkatkan agar erosi tanah dapat ditekan sampai tingkat erosi yang dapat dirolerir atau diabaikan sekitar 13 ton/ha/th. Sebagaimana disajikan pada Tabel 6 lebih dari 50% wilayah Sub DAS Citarik masih menimbulkan erosi tanah pada kelas sedang sampai tinggi.

5 60 Tabel 5. Luas Sub DAS Citarik berdasarkan kelas kemiringan lereng (ha) Kecamatan Kemiringan lereng Jumlah 0-8% 8-25% 25%-45% >45% Cilengkrang Cimenyan Cileunyi Cicalengka Cikancung Rancaekek Paseh Cikeruh Tanjungsari Cimanggung Jumlah Persentase 18,0 37,2 29,6 15,2 100,0 Sumber: Ditjen Bangda (2003). Tanpa perlakuan teknik konservasi tanah dan air (KTA), baik berupa bangunan sipil teknis maupun vegetatif tingkat erosi di Sub DAS Citarik cukup tinggi. Berdasarkan hasil prediksi Proyek UPLDP dengan metode USLE erosi pada usahatani lahan kering tanpa KTA di Kecamatan Cikancung, Paseh dan Cicalengka masing-masing mencapai 558, 352, dan 316 ton/ha/tahun. Penerapan teknik KTA pada usahatani lahan kering di wilayah kecamatan yang sama dapat menekan erosi masing-masing 74%, 54%, dan 64% untuk Kecamatan Cikancung, Paseh dan Cicalengka.

6 61 Tabel 6. Luas Sub DAS Citarik berdasarkan kelas erosi tanah Kelas erosi tanah Luas area Ha % I ( < 15 t/ha/th) ,5 II (15-60 t/ha/th) ,7 III ( t/ha/th) ,2 IV ( t/ha/th) ,3 V ( > 480 t/ha/th) 433 1,3 Total Sumber: Ditjen Bangda (2003) Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Sub DAS Citarik sangat dinamis. Perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut terus berlangsung sesuai dengan perkembangan kebutuhan. Berdasarkan hasil analisis data citra satelit yang dituangkan dalam Peta Penggunaan Lahan skala 1: (Puslitbang Tanah dan Agroklimat 2001) penggunaan lahan utama tahun 1969 meliputi hutan (6.151 ha), kebun campuran (6.660 ha), permukiman (1.217 ha), sawah (9.675 ha), dan tegalan (2.666 ha). Kemudian pada tahun 2000 penggunaan lahan di wilayah tersebut berkembang yang dicirikan oleh berkurangnya proporsi areal hutan menjadi ha (turun 33,8%), kebun campuran ha (turun 56,6%), sawah ha (turun 3,5%), sedangkan penggunaan lahan yang bertambah luas adalah permukiman menjadi ha (naik 158,4%) dan tegalan menjadi ha (naik 132,1%). Pada tahun 2000 sudah ada kawasan industri (639 ha) dan lokasi penambangan atau galian tanah (50 ha) (Gambar 8).

7 Gambar 8 file sendiri 62

8 63 Wahyunto et al.(2001) menganalisis perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Citarik menggunakan data citra satelit berbagai periode waktu dan hasilnya menunjukkan konversi hutan menjadi tegalan dan kebun campuran yang terjadi pada tahun mencapai 556 ha. Kemudian konversi lahan sawah, tegalan dan kebun campuran menjadi permukiman dan kawasan industri pada periode waktu tersebut mencapai 799 ha. Pada periode tahun sekitar 835 ha areal kebun campuran beralihfungsi menjadi perumahan, tanah galian dan kuburan cina. Pada tahun di Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung ada konversi lahan tegalan menjadi sawah sekitar 54 ha, tetapi di Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang terdapat 131 ha sawah yang dikonversi menjadi tegalan. Perubahan lahan sawah menjadi tegalan dapat disebabkan oleh berkurangnya sumberdaya air, tetapi juga perubahan tersebut merupakan modus antara untuk merubah lahan sawah menjadi kawasan terbangun, seperti perumahan, kawasan industri, atau perkantoran. Proporsi areal sawah terus menurun hingga pada tahun 2003 menjadi 24,6% (BPS 2003), sementara itu proporsi areal tegalan meningkat menjadi 30,1%, perumahan dan permukiman menjadi 23,1%, kawasan industri dan perkantoran menjadi 4,5%. Perubahan penggunaan lahan di lokasi penelitian secara grafis disajikan pada Gambar 9. Tujuan peruntukan konversi lahan pertanian, baik sawah maupun lahan kering sebagian besar adalah untuk pembangunan perumahan atau industri. Sebagaimana disajikan pada Tabel 7 sekitar 71% dari luas lahan sawah yang dikonversi adalah untuk penggunaan non-pertanian, terutama kawasan industri dan perumahan. Sisanya (29%) dikonversi menjadi pertanian lahan kering. Demikian halnya konversi lahan kering; 74% dari luas lahan kering yang dikonversi adalah untuk penggunaan non-pertanian, sedangkan 26% dijadikan

9 64 lahan sawah. Dengan demikian pada tahun 2003 tersebut di Sub DAS Citarik terdapat 868,4 ha lahan sawah dan 654,0 ha lahan kering yang dikonversi. Proporsi konversi lahan sawah dan lahan kering tersebut dibandingkan dengan total luas lahan masing-masing adalah 10,4% untuk lahan sawah dan 6,7% untuk lahan kering (tegalan dan kebun campuran). Apabila pertambahan penggunaan lahan tersebut diperhitungkan maka proporsi pengurangan bersih lahan sawah dan lahan kering tersebut masing-masing mencapai 8,4% dan 4,1%. % Lain-lain Kaw.Industri Permukiman Sawah Tegalan Keb. Campuran Hutan Gambar 9. Perkembangan penggunaan lahan utama di Sub DAS Citarik Berdasarkan wilayah administratif konversi lahan sawah yang relatif luas terjadi di Kecamatan Cikancung (317,7 ha atau 34,5%), Cimenyan (173,2 ha atau 18,8%), dan Nagreg (116,5 ha atau 12,6%). yang semuanya termasuk wilayah Kabupaten Bandung. Kemudian konversi lahan kering paling luas terjadi di Kecamatan Cikancung (470,7 ha atau 70,8%) dan Nagreg (55,0 ha atau 8,3%).

10 65 Tabel 7. Luas dan tujuan konversi lahan sawah dan lahan kering di Sub DAS Citarik, 2003 Penggunaan lahan Total konvers i lahan Sawah Tujuan peruntukan konversi lahan (menjadi) Kawas an Perkantora Lahan Perum Kawasan Kering ahan Industri n Lainlain 1. Sawah (ha) 921,9-258,4 203,9 413,4 8,7 37,5 (%) 28,1 22,1 44,8 0,9 4,1 2. Lahan kering (ha) 664,9 176,2-156,6 328,1 1,0 3,0 (%) 26,5 23,5 49,3 0,2 0,5 3. Penambahan (ha) 176,2 258,4 360,5 741,5 9,7 40,5 4. Pengurangan (ha) 745,7 406,5 Sumber : Data ST2003 (diolah) 4.3. Keadaan Sosial-Ekonomi Jumlah, pertumbuhan, dan penyebaran penduduk Berdasarkan Data Potensi Desa hasil Sensus Pertanian tahun 2003 (ST2003) jumlah penduduk wilayah Sub DAS Citarik ada jiwa. Laju pertumbuhan jumlah penduduk periode tahun di lokasi tersebut relatif tinggi, yakni 10,5%/tahun sehingga pada tahun 2005 jumlah penduduk tersebut menjadi jiwa (BPS 2005). Sebagai pembanding laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung pada periode tahun yang sama sekitar 6,1%/tahun. Penyebaran penduduk Sub DAS Citarik berdasarkan wilayah administratif secara berurutan paling banyak terdapat di Kecamatan Rancaekek, Paseh, dan Cicalengka Kabupaten Bandung. Namun demikian kepadatan penduduk paling tinggi secara berurutan terdapat di Kecamatan Cileunyi dan Rancaekek, Kabupaten Bandung, serta Kecamatan Jatinangor dan Cimanggung, Kabupaten Sumedang (Tabel 8). Pada tahun 2005 penyebaran dan kepadatan penduduk tersebut berubah. Jumlah penduduk paling banyak terdapat di Kecamatan

11 66 Rancaekek, Cielunyi, dan Paseh, Kabupaten Bandung, sedangkan urutan kepadatan penduduk paling tinggi terdapat di Kecamatan Cileunyi (Kabupaten Bandung), Jatinangor (Kabupaten Sumedang), dan Rancaekek (Kabupaten Bandung) (Tabel 9). Laju pertumbuhan jumlah penduduk Sub DAS Citarik yang tinggi sejalan dengan tingginya pertambahan jumlah kepala keluarga (KK) dari KK (2003) menjadi KK (2005) atau laju kenaikannya 12,4%/tahun. Sementara itu ukuran keluaga cenderung bertambah kecil, yakni menurun dari 3,8 jiwa/kk menjadi 3,7 jiwa/kk. Keluarga pertanian di DAS Citarik menurun dari 48,7% (2003) menjadi 43,8% (2005). Penurunan proporsi keluarga pertanian tersebut terjadi di seluruh kecamatan, kecuali di Kecamatan Rancaekek dan Paseh, Kabupaten Bandung. Di Kecamatan Rancaekek proporsi keluarga pertanian meningkat dari 44,2% (2003) menjadi 61,8% (2005), sedangkan di Kecamatan Paseh proporsi keluarga pertanian meningkat dari 47,2 menjadi 49,6%. Hal yang menarik adalah peningkatan proporsi keluarga pertanian di Kecamatan Paseh tersebut diikuti oleh penurunan proporsi keluarga miskin (Pra Sejahtera) dari 43,9% menjadi 29,3%. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi di Kecamatan Rancaekek dimana peningkatan proporsi keluarga pertanian yang tinggi diikuti dengan peningkatan keluarga miskin yang tinggi pula (8,7% menjadi 44,9%). Fenomena di wilayah lainnya menunjukkan penurunan proporsi keluarga pertanian diikuti dengan peningkatan proporsi keluarga miskin terjadi di enam kecamatan (55%), seperti Kecamatan Cicalengka, Cikancung, dan Cileunyi dan penurunan proporsi keluarga pertanian diikuti dengan penurunan proporsi keluarga miskin terjadi di tiga kecamatan (27%), yakni Kecamatan Cimanggung, Jatinangor, dan Tanjungsari (Tabel 8 dan Tabel 9).

12 67 Data tahun 2003 menunjukkan adanya korelasi positif antara proporsi jumlah keluarga pertanian dengan keluarga miskin dengan koefisien korelasi Peason (r) =0,4574 dan taraf nyata (α) 18% yang berarti 45,7% variasi proporsi jumlah keluarga miskin dapat dijelaskan oleh variasi proporsi keluarga pertanian. Fenomena serupa secara statistik tidak nyata pada tahun 2005 (r = -0,0771; α=83%) yang berarti variasi jumlah keluarga miskin di Sub DAS Citarik pada tahun 2005 tidak ada hubungannya dengan jumlah keluarga pertanian. Hal itu berarti peningkatan jumlah keluarga miskin berasal dari keluarga non-pertanian. Tabel 8. Jumlah dan kepadatan penduduk, proporsi keluarga pertanian dan keluarga miskin di Sub DAS Citarik, tahun 2003 No Kecamatan Jumlah penduduk Kepadatan penduduk Jumlah Keluarga Keluarga pertanian Keluarga Miskin (jiwa) (jiwa/ha) (KK) (%) (%) 1 Cicalengka , ,0 20,9 2 Cikancung , ,4 25,2 3 Cilengkrang , ,5 61,9 4 Cileunyi , ,0 10,6 5 Cimenyan , ,3 18,3 6 Rancaekek , ,2 8,7 7 Nagreg , ,7 22,4 8 Paseh , ,2 43,9 9 Cimanggung , ,1 29,8 10 Jatinangor , ,0 31,7 11 Tanjungsari , ,5 35,1 Rata-rata , ,7 28,1 Sumber: Data ST2003 (diolah)

13 68 Tabel 9. Jumlah dan kepadatan penduduk, proporsi keluarga pertanian dan keluarga miskin di Sub DAS Citarik, tahun 2005 No Kecamatan Jumlah penduduk Kepadatan penduduk Jumlah keluarga Keluarga pertanian Keluarga miskin (jiwa) (jiwa/ha) (KK) (%) (%) 1 Cicalengka , ,6 32,3 2 Cikancung , ,2 35,9 3 Cilengkrang , ,3 36,2 4 Cileunyi , ,8 27,6 5 Cimenyan , ,9 27,2 6 Rancaekek , ,8 44,9 7 Nagreg , ,2 24,9 8 Paseh , ,6 29,3 9 Cimanggung , ,3 24,3 10 Jatinangor , ,2 34,9 11 Tanjungsari , ,7 20,5 Rata-rata , ,8 30,6 Sumber: Data Sensus Ekonomi /SE2005 (diolah) Penguasaan sumberdaya lahan Sumberdaya lahan yang dikuasai oleh petani terdiri atas lahan pertanian dan lahan non-pertanian. Berdasarkan klasifikasi BPS status penggunaannya lahan pertanian terdiri atas lahan sawah dan bukan sawah, sedangkan lahan non-pertanian terdiri atas lahan perumahan (rumah dan pekarangan) dan lahan lainnya yang tidak digunakan untuk pertanian. Berdasarkan data Survai Pertanian-Potensi Desa (ST-Podes 2003) luas lahan yang dikuasai petani di Sub DAS Citarik 0,386 ha/kk, terdiri atas lahan pertanian (92,6%) dan lahan non-pertanian (7,4%) (Tabel 10). Luas penguasaan lahan tersebut cukup bervariasi antar wilayah kecamatan dengan kisaran antara 0,291 ha/kk di Kecamatan Jatinangor dan 0,587 ha/kk di Kecamatan Cileunyi dengan nilai CV 26,2%. Berdasarkan status penggunaannya lahan pertanian terdiri atas lahan sawah (48,3%) dan lahan bukan sawah (51,7%). Lahan

14 69 pertanian bukan sawah tersebut berupa lahan kering untuk tanaman palawija, hortikultura, perkebunan atau kolam ikan. Proporsi jumlah petani berdasarkan jenis usahatani di Sub DAS Citarik terdiri atas petani padi (19,2%), palawija (18,95%), padi dan palawija (31,3%), hortikultura (8,9%), perkebunan (2,0%), perhutanan (4,0%), dan usaha pertanian lainnya, seperti perunggasan, perikanan, dan jasa pertanian (15,7%). Berdasarkan luas lahan yang dikuasainya sekitar 30,8% petani menguasai lahan kurang dari 0,1 ha dan hanya 1% petani yang menguasai lahan lebih dari 1,0 ha/kk, dan secara kumulatif 90% petani menguasai lahan kurang dari 0,75 ha/kk (Gambar 10). Status penguasaan lahan oleh keluarga pertanian di Sub DAS Citarik dapat dibedakan atas tiga golongan, yakni pemilik lahan, pemilik-penggarap lahan, dan penggarap-penyewa lahan. Berdasarkan Data Potensi Desa (ST2003) proporsi penguasaan lahan tersebut adalah pemilik lahan 31,3%, pemilik-penggarap lahan 43,5%, dan penggarap-penyewa lahan 24,2% (Tabel 11). Variasi status pemilik-penggarap lahan antar wilayah kecamatan relatif paling homogen (CV=17,7%) dibanding dengan pemilik lahan (CV=25,2%) dan penggarappenyewa lahan (CV=26,9%). Hal tersebut dapat dimengerti karena lahan merupakan sumber mata pencaharian utama bagi keluarga pertanian dan menggarap lahan milik sendiri adalah status penguasaan lahan yang paling umum dimiliki petani dan paling kuat secara hukum.

15 70 Tabel 10. Luas lahan petani berdasarkan penggunaannya (ha/kk) No Kecamatan Sawah Lahan Pertanian Bukan sawah Subtotal Lahan Nonpertanian Total 1 Cicalengka 0,135 0,136 0,270 0,037 0,308 2 Cikancung 0,143 0,240 0,383 0,024 0,406 3 Cilengkrang 0,075 0,239 0,314 0,019 0,334 4 Cileunyi 0,442 0,114 0,556 0,031 0,587 5 Cimenyan 0,144 0,343 0,487 0,031 0,518 6 Rancaekek 0,334 0,009 0,343 0,031 0,373 7 Nagreg 0,095 0,320 0,415 0,030 0,445 8 Paseh 0,188 0,113 0,301 0,027 0,328 9 Cimanggung 0,109 0,198 0,307 0,032 0, Jatinangor 0,147 0,119 0,265 0,026 0, Tanjungsari 0,078 0,198 0,276 0,030 0,305 Rata-rata 0,172 0,184 0,356 0,029 0,385 % 44,6 47,9 92,5 7,5 100,0 Sumber: Data ST2003 (diolah) % %-RTP %_kumulatif 0 < 0,10 0,10-0,24 0,25-0,49 0,50-0,74 0,75-0,99 1,00-1,49 1,50-1,99 2,00-2,49 > = 2,5 Ha Sumber : Data ST2003 (diolah) Gambar 10. Distribusi penguasaan lahan pertanian oleh petani di Sub DAS Citarik, 2003 Keterkaitan antar status penguasaan lahan tersebut cukup erat. Uji korelasi menunjukkan proporsi status pemilik lahan berkorelasi nyata negatif dengan pemilik penggarap (r= -0,6281 dan α= 5%), demikian pula antara status pemilikpenggarap dengan penggarap-penyewa (r= -0,5027 dan α= 14%), tetapi status

16 71 pemilik lahan tidak berkorelasi dengan penggarap-penyewa. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan status penguasaan lahan berjenjang dari pemilik-lahan ke pemilik-penggarap dan dari pemilik-penggarap ke penggarappenyewa. Artinya peningkatan proporsi petani penggarap-penyewa umumnya berasal dari petani pemilik-penggarap, bukan dari petani pemilik lahan. Selanjutnya apabila para petani penggarap-penyewa tersebut tidak mampu lagi menyewa lahan maka mereka akan menjadi buruh tani. Hal ini diperkuat dengan relatif lebih kuatnya koefisien korelasi antara proporsi buruh tani dengan status penggarap-penyewa (r= 0,3428) dibanding dengan status penguasaan lahan lainnya (pemilik lahan r= -0,0211 dan pemilik-penggarap lahan r=-0,2670). Tabel 11. Status penguasaan lahan pertanian oleh petani, Sub DAS Citarik, 2003 Pemilik Pemilik dan Penggarap/ No Kecamatan Lahan penggarap penyewa (%) (%) (%) 1 Cicalengka 40,9 32,3 26,8 2 Cikancung 25,0 56,8 18,3 3 Cilengkrang 27,5 51,7 20,8 4 Cileunyi 31,0 37,0 32,0 5 Cimenyan 26,1 51,5 22,4 6 Rancaekek 33,3 36,3 30,4 7 Nagreg 24,0 41,2 34,8 8 Paseh 31,7 45,4 22,9 9 Cimanggung 20,9 47,4 31,7 10 Jatinangor 47,3 40,5 12,3 11 Tanjungsari 36,8 38,2 25,0 Rata-rata 31,3 43,5 24,2 Sumber: Data ST2003 (diolah) Sumber mata pencaharian penduduk Secara garis besar sumber mata pencaharian penduduk Sub DAS Citarik dibedakan atas sektor pertanian dan non pertanian. Atas dasar pengelompokkan tersebut jumlah penduduk yang sumber mata pencaharian utamanya dari Sektor

17 72 Pertanian mencapai 63,6%, sedangkan sisanya (36,4%) dari non-pertanian (UPLDP 1997 dalam Ditjen Bangda 2003). Sumber mata pencaharian dari pertanian dibedakan atas usahatani (on-farm) sebesar 38,6% dan non-usahatani (off-farm) sebesar 25,0%. Jenis usahatani terdiri atas tanaman pangan (60,3%), tanaman perkebunan (3,1%), ternak (30,8%), ikan (1,5%) dan kombinasinya (4,3%). Hasil studi yang sama menunjukkan pendapatan petani di Sub DAS Citarik mencapai Rp 3,8 juta/tahun. Sumber mata pencaharian penduduk Sub DAS Citarik berubah sesuai perkembangan waktu. Berdasarkan Sensus Pertanian-Potensi Desa (BPS 2003) terlihat adanya penurunan peran sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian penduduk (Tabel 12 dan Tabel 13). Pada tahun 2003 peran sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama penduduk masih sekitar 50%, kemudian menurun menjadi 42,4%. Sumber mata pencaharian penduduk tahun 2005 dicirikan oleh meningkatnya peran sektor tersier, yakni perdagangan dan jasa yang mencirikan adanya perkembangan status wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan. Perkembangan yang cukup pesat terjadi di Kecamatan Cileunyi, Nagreg dan Tanjungsari.

18 73 Tabel 12. Sumber pendapatan penduduk Sub DAS Citarik, 2003 (%) No Bidang usaha Kecamatan Jasa dan Pertanian Galian Industri Perdagangan lainnya 1 Cicalengka 47,7 0,0 6,2 21,1 25,0 2 Cikancung 45,7 4,1 12,5 12,6 25,1 3 Cilengkrang 69,2 0,0 13,6 8,5 8,7 4 Cileunyi 50,0 0,0 16,8 23,6 9,6 5 Rancaekek 41,7 0,0 33,3 8,3 16,7 6 Cimenyan 55,0 2,1 5,7 11,7 25,5 7 Nagreg 50,0 16,7 10,3 9,2 13,8 8 Paseh 51,0 8,3 14,3 10,0 16,3 9 Cimanggung 61,7 0,0 12,1 15,4 10,8 10 Jatinangor 27,2 0,0 18,2 18,2 36,4 11 Tanjungsari 55,6 0,0 0,0 20,6 23,8 Rata-rata 50,4 2,8 13,1 14,5 19,2 Sumber: Data ST2003 (diolah). Tabel 13. Sumber pendapatan penduduk Sub DAS Citarik, 2005 (%) Bidang usaha No Kecamatan Jasa dan Pertanian Galian Industri Perdagangan lainnya 1 Cicalengka 43,7 0,0 9,3 25,2 21,8 2 Cikancung 46,8 1,6 13,7 13,0 24,9 3 Cilengkrang 63,3 0,0 14,5 11,5 10,7 4 Cileunyi 12,8 0,0 20,8 25,6 40,8 5 Rancaekek 44,2 0,0 38,5 9,5 7,8 5 Cimenyan 43,7 1,1 5,9 18,0 31,3 6 Nagreg 39,0 12,3 23,3 13,4 12,0 7 Paseh 49,6 8,3 16,7 11,9 13,5 8 Cimanggung 50,4 0,0 13,9 17,4 18,3 9 Jatinangor 24,4 0,0 19,0 22,0 34,6 10 Tanjungsari 48,5 0,0 0,0 24,8 26,7 Rata-rata 42,4 2,1 15,9 17,5 22,1 Sumber: Data SE2005 (diolah)

19 Kejadian dan Bencana banjir Bencana banjir di Kabupaten Bandung, khususnya di wilayah Bandung Selatan seperti di Kecamatan Bale Endah, Bojong Soang, Dayeuh Kolot dan sekitarnya merupakan bentuk bencana alam yang selalu terjadi setiap tahun dan menimbulkan kerugian. Bencana banjir umumnya terjadi karena air Sungai Citarum dan anak-anak sungainya meluap akibat aliran permukaan yang melebihi kapasitas sungai-sungai tersebut. Aliran air permukaan meningkat dapat disebabkan oleh tingginya intensitas curah hujan dan berkurangnya areal resapan air atau kombinasi keduanya. Salah satu penyebab berkurangnya areal resapan air adalah terjadinya konversi lahan pertanian ke non-pertanian tanpa diimbangi dengan pengendalian dampak lingkungan yang memadai. Pada periode tahun bencana banjir di seluruh Kabupaten Bandung setiap tahunnya meliputi 6 sampai 14 kecamatan dengan rata-rata 9 kecamatan dan mencakup 15 sampai 63 desa dengan rata-rata 36 desa. Jumlah keluarga korban banjir tersebut berfluktuasi antara sampai KK dengan rata-rata KK. Berdasarkan taksiran Dinas Sosial Kabupaten Bandung kerugian material akibat bencana banjir tersebut berkisar antara Rp 1,5-6,3 milyar dengan rata-rata Rp 3,3 milyar/tahun (Gambar 11). Daerah rawan bencana banjir di wilayah Bandung Selatan adalah Kecamatan Bale Endah, Dayeukkolot, Solokanjeruk, Rancaekek, Cicalengka, dan Bojongsoang. Berdasarkan nilai kerugian dan jumlah korban banjir tersebut dapat diperkirakan rata-rata beban kerugian tahunan masyarakat akibat banjir mencapai Rp /KK. Menurut pengamatan staf Dinas Sosial Kabupaten Bandung Bencana banjir tahun 2005 tercatat paling parah, khususnya yang melanda wilayah Kecamatan Bale Endah, Dayeuh Kolot, Bojongsoang dan sekitarnya. Kejadian banjir pada bulan Januari-Februari 2005 tersebut menyebabkan banyak

20 75 masyarakat yang harus mengungsi lebih dari 10 hari. Selain itu ada sekitar 80 buah perusahaan tekstil dan garmen yang tidak dapat beroperasi karena buruhnya menjadi korban banjir, aliran listrik (PLN) mati dan 30 buah pabrik tersebut terendam air hingga 50 cm desa & 1000 KK Rp Milyar Desa KKx1000 Kerugian Gambar 11. Jumlah desa dan keluarga korban bajir serta nilai kerugian akibat banjir di Kabupaten Bandung Secara lebih spesifik hasil pengamatan petugas Kelurahan Andir mengenai kejadian banjir tahun 2005 menyatakan bahwa wilayah bencana banjir saat itu mencakup 11 RW (85%) dari 13 RW dengan korban berupa rumah (4.117 buah) atau keluarga, bangunan masjid/madrasah (22 buah), sekolah dasar (5 buah), kantor kelurahan dan kantor RW (5 buah), GOR, dan areal sawah (40 ha). Ketinggian air saat banjir antara 50 cm sampai 300 cm Karakteristik Responden Responden penelitian terdiri atas tiga kelompok, yakni responden kajian pengetahuan multifungsi pertanian, responden kajian WTP (willingness to pay), dan responden kajian WTA (willingness to accept) Responden kajian pengetahuan multifungsi pertanian Karakteristik yang diperkirakan menjadi sumber keragaman perbedaan pengetahuan responden mengenai multifungsi pertanian adalah bidang keahlian,

21 76 tingkat pendidikan, umur dan jenis kelamin. Bidang keahlian atau pekerjaan responden terdiri atas peneliti (7,1%), penyuluh (13,3%), birokrat (19,5%), petani padi sawah (26,7%), dan petani lahan kering (33,4%). Secara umum tingkat pendidikan responden cukup beragam (CV=49,2%). Pendidikan responden peneliti paling tinggi dan paling homogen dengan rata-rata 16,8 tahun dan CV 6%. Pendidikan petani lahan kering paling rendah dan heterogen dengan ratarata 6,0 tahun dan CV 40% (Tabel 14). Berdasarkan jenjangnya rata-rata pendidikan peneliti dan birokrat setingkat sarjana (S1), penyuluh setingkat diploma, petani padi sawah dan petani lahan kering setingkat SD. Tabel 14. Karakteristik responden kajian pengetahuan multifungsi pertanian Status responden Jumlah (Orang) Pria Statistik Umur Statistik Pendidikan formal (%) Rerata Min Mak CV Rerata Min Mak CV Peneliti 16 50,0 39, , Penyuluh 30 76,7 46, , Birokrat 44 61,4 44, , Petani 1) 60 86,7 45, , Petani 2) 75 93,3 45, , Jumlah ,0 44, , Sumber : data primer Catatan : Min=minimum (th), Mak=Maksimum (th), CV = Koefisien variasi (%) Petani 1) = Petani padi sawah; Petani 2) = Petani lahan kering Umur responden masih tergolong usia produktif. Secara rata-rata umur responden peneliti relatif paling muda (39,8 tahun) dan responden penyuluh pertanian paling tua (46,6 tahun). Sebaran umur responden birokrat dan penyuluh pertanian relatif paling homogen (CV 14%) dibanding dengan peneliti atau petani (CV = 22 sampai 27%). Proporsi responden pria secara keseluruhan lebih dominan (80,0%) daripada perempuan, kecuali pada responden peneliti dimana proporsi prianya ada 50% dan responden birokrat dimana proporsi prianya ada 61,4%.

22 Responden analisis WTP Responden kajian WTP adalah warga masyarakat non-petani yang bertempat tinggal di wilayah yang sering terkena banjir di Kecamatan Bale Endah dan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan formal, dan tingkat pendapatan disajikan pada Tabel 15. Umur responden termasuk golongan penduduk usia produktif (rata-rata berumur 50,1 tahun) dengan tingkat pendidikan formal tamat SLTP (lama pendidikan rata-rata 10,3 tahun). Pendidikan responden terendah adalah tamat sekolah dasar (SD) sebanyak 25 orang (31,25%) dan tertinggi adalah magister (S2) sebanyak 9 orang (11,25%). Berdasarkan nilai C.V. sebaran pendidikan formal responden lebih beragam daripada sebaran umurnya. Pendapatan keluarga responden Rp 12,3 juta/tahun dengan kisaran antara Rp 1,8 juta - Rp 42,0 juta/tahun. Keragaman tingkat pendapatan responden tersebut dipengaruhi oleh sumber mata pencahariannya. Sumber mata pencaharian responden terdiri atas: (1) pegawai negeri yang mencakup PNS, ABRI dan pensiunannya (29%), (2) pegawai swasta yang mencakup karyawan pabrik atau perusahaan swasta (21%), (3) wiraswasta yang mencakup pedagang dan tukang (37%), dan (4) tidak menentu atau pekerjaannya tidak tetap seperti pengojeg sepeda motor (13%). Karakteristik lain responden WTP disajikan pada Lampiran 2. Nilai kerugian yang diderita responden akibat banjir cukup tinggi, yakni Rp 1,1 juta/keluarga dengan kisaran antara Rp 0,125 juta - Rp 10,0 juta. Keragaman nilai kerugian ini cukup tinggi. Hal itu dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya : (1) penaksiran nilai kerugian akibat banjir yang bersifat subyektif, dan (2) jenis kerusakan akibat banjir cukup beragam.

23 78 Tabel 15. Karakteristik responden analisis WTP, Kabupaten Bandung, 2005 No Statistik Umur Pendidik an formal Pendapatan Keluarga Kerugian akibat banjir *) Tinggi genang an air *) (th) (th) (Rp juta/th) (Rp juta) (Cm) Peluang terkena banjir **) 1 Minimum ,8 0, ,10 2 Maksimum ,0 10, ,00 3 Rata-rata 50,1 10,3 12,3 1,100 78,4 0,46 4 Std.Deviasi 11,8 3,4 6,3 1,340 73,8 0,25 5 C.V. (%) 23,6 33,0 51,4 122,0 94,0 54,2 Sumber : data primer Catatan : *) Kejadian banjir terahir; **) Dalam 10 tahun terahir Jenis kerugian akibat banjir mencakup kerusakan rumah (27%), kehilangan atau kerusakan perabotan rumah tangga (lemari, kursi, meja, barang elektronik) dan kendaraan bermotor (52%), pekarangan rumah kotor oleh lumpur dan sampah (15%), kehilangan ternak (3%), dan terluka/sakit (3%), sebagaimana disajikan pada Gambar 12. Tingginya kerugian akibat banjir tersebut cukup beralasan mengingat genangan air saat banjir rata-rata mencapai 78 cm dengan kisaran 10 cm cm. Makna yang dapat ditangkap dari penaksiran nilai kerugian tersebut adalah responden menyadari betapa besarnya kerugian akibat banjir dan bagi sebagian masyarakat di wilayah itu kerugian akibat banjir diderita berulang kali, bahkan hampir setiap tahun. Pengalaman responden selama 10 tahun terahir menunjukkan bahwa rata-rata terkena banjir hampir setiap dua tahun sekali (peluang terkena banjir 0,46). Sembilan responden (11,25%) diantaranya menyatakan bahwa rumahnya selalu terkena banjir dan menderita kerugian setiap tahun.

24 79 3% 3% 15% 27% Rumah rusak Perabotan RT rusak Pekarangan kotor Ternak hanyut Luka/penyakit 52% Gambar 12. Jenis kerugian yang diderita responden akibat banjir, Kabupaten Bandung, Responden analisis WTA Responden analisis WTA terdiri atas petani padi sawah dan petani lahan kering. Karakteristik petani padi sawah dicirikan oleh usia 45,2 tahun, pendidikan formal 6,9 tahun, pendapatan Rp 6,6 juta/tahun, ukuran keluarga 4,2 jiwa/kk, dan luas sawah garapan 0,606 ha. Tingkat pendidikan, pendapatan dan ukuran keluarga petani padi sawah relatif lebih seragam daripada petani lahan kering (Tabel 16 dan Tabel 17). Tabel 16. Karakteristik responden analisis WTA petani padi sawah No Statistik Umur Pendidikan Pendapatan Ukuran Luas formal Keluarga keluarga sawah per tahun garapan (th) (th) (Rp juta) (Jiwa/KK) (Ha) 1 Minimum ,4 2 0,140 2 Maksimum ,6 7 3,000 3 Rerata 45,2 6,9 6,6 4,2 0,606 4 Std.Deviasi 12,0 2,7 3,0 1,0 0,553 5 C.V. (%) 26,7 38,6 46,5 23,8 91,2 Sumber : data primer Berdasarkan uji nilai tengah pendidikan, ukuran keluarga dan pendapatan petani padi sawah berbeda nyata (α =10%) dengan petani lahan kering.

25 80 Pendidikan petani padi sawah (6,9 tahun) nyata lebih tinggi daripada petani lahan kering (6,0 tahun). Ukuran keluarga petani padi sawah (4,2 orang) nyata lebih banyak daripada petani lahan kering (4,0 tahun). Sebaliknya pendapatan petani padi sawah (Rp 6,6 juta/tahun) nyata lebih rendah daripada petani lahan kering (Rp 8,9 juta/tahun), sedangkan umur dan luas lahan garapan petani padi sawah tidak berbeda nyata dengan petani lahan kering. Tabel 17. Karakteristik responden analisis WTA petani lahan kering No Statistik Umur Pendidikan formal Pendapatan keluarga per tahun Ukuran keluarga Luas lahan garapan (th) (th) (Rp juta) (Jiwa/KK) (Ha/KK) 1 Minimum ,1 2 0,100 2 Maksimum ,8 9 3,000 3 Rerata 45,4 6,0 8,9 4,0 0,627 4 Std.Deviasi 12,1 2,4 5,1 1,6 0,557 5 C.V. (%) 26,6 40,4 57,4 41,4 88,8 Sumber : data primer Sumber pendapatan petani padi sawah terdiri atas usahatani atau on-farm (70,7%), non-usahatani atau off-farm (17,0%), dan non-pertanian atau out-farm (12,3%). Sumber pendapatan petani lahan kering terdiri atas on-farm (60,6%), off-farm (19,1%), dan out-farm (20,3%). Sumber pendapatan off-farm antara lain sebagai buruh tani dan kegiatan pasca panen, sedangkan kegiatan out-farm adalah mengojek, berdagang, dan buruh pabrik. Relatif lebih tingginya pendapatan petani lahan kering selain karena sebagian dari mereka mengelola usahatani agroforestri dengan tanaman tahunan (kayu-kayuan dan buah-buahan) yang masa perolehan atau panen hasilnya secara kebetulan tercatat pada saat penelitian (kejadian setahun sebelumnya), juga proporsi kegiatan non-usahatani petani lahan kering lebih beragam.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Citarik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 LAMPIRAN 34 Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003 Bulan Cikapundung Citarik Cirasea Cisangkuy Ciwidey mm Januari 62,9 311 177 188,5 223,6 Februari 242,1 442 149 234 264 Maret 139,3 247 190

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang tersedia pada Perum Jasa Tirta II Jatiluhur dan BPDAS Citarum-Ciliwung untuk data seri dari tahun 2002 s/d

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis dan Fisiografis. perbukitan karst berarti bentuk wilayahnya perbukitan dan batuannya karst.

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis dan Fisiografis. perbukitan karst berarti bentuk wilayahnya perbukitan dan batuannya karst. III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis dan Fisiografis Geografis dan bentuk wilayah mempengaruhi sistem pengelolaan dan pertumbuhan tanaman secara tidak langsung. Dari fisiografi memberikan

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kelurahan Tamansari 3.1.1 Batas Administrasi Kelurahan Tamansari termasuk dalam Kecamatan Bandung Wetan, yang merupakan salah satu bagian wilayah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu,

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu, V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu, Kelurahan Petogogan dan Kelurahan Pela Mampang. Sungai Krukut merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah ,56 Ha yang terdiri dari

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah ,56 Ha yang terdiri dari 54 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Pugung 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Pugung memiliki luas wilayah 18.540,56 Ha yang terdiri dari 27 pekon/desa, 1.897 Ha

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990 50 Lampiran 2. Peta Penutupan Lahan tahun 2001 51 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 52 53 Lampiran 4. Penampakan citra landsat untuk masing-masing

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur) III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis 1. Batas Administrasi Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari koridor tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang Pantai Selatan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Pengelompokan Area Kelurahan Kedung Lumbu memiliki luasan wilayah sebesar 55 Ha. Secara administratif kelurahan terbagi dalam 7 wilayah Rukun Warga (RW) yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi dari objek penelitian ini berada pada Kecamatan Rancaekek, tepatnya di Desa Sukamanah dan Kecamatan Rancaekek sendiri berada di Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

KONDISI GEOGRAFIS. Luas Wilayah (Ha)

KONDISI GEOGRAFIS. Luas Wilayah (Ha) B A B KONDISI GEOGRAFIS 3.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Sumedang terletak antara 6º44 70º83 Lintang Selatan dan 107º21 108º21 Bujur Timur, dengan Luas Wilayah 152.220 Ha yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta. Posisi Kota Jakarta Pusat terletak antara 106.22.42 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan (trend) dari parameter alam

Lebih terperinci

Karakteristik Wilayah Studi. A. Letak Geografis. Wonosari. Luas wilayah Kecamatan Playen 1.485,36 km 2.Kecamatan Playen

Karakteristik Wilayah Studi. A. Letak Geografis. Wonosari. Luas wilayah Kecamatan Playen 1.485,36 km 2.Kecamatan Playen III. Karakteristik Wilayah Studi A. Letak Geografis Kecamatan Playen adalah Salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga berjarak 10

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sendiri masuk dalam Tahura WAR. Wilayah Tahura Wan Abdul

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sendiri masuk dalam Tahura WAR. Wilayah Tahura Wan Abdul 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Wilayah 1. Letak dan Luas Sumber Agung adalah salah satu Kelurahan yang ada di Kecamatan Kemiling Kota Madya Bandar Lampung. Kelurahan Sumber Agung

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI Bab II Kondisi Wilayah Studi 5 BAB II KONDISI WILAYAH STUDI 2.. Tinjauan Umum DAS Bendung Boro sebagian besar berada di kawasan kabupaten Purworejo, untuk data data yang diperlukan Peta Topografi, Survey

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci