POTENSI Cerbera odollam Gaertn UNTUK PENGENDALIAN NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT MAYA MARIANA A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI Cerbera odollam Gaertn UNTUK PENGENDALIAN NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT MAYA MARIANA A"

Transkripsi

1 POTENSI erbera odollam Gaertn UNTUK PENGENDALIAN NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT MAYA MARIANA A PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 ABSTRAK MAYA MARIANA. Potensi erbera odollam Gaertn untuk Pengendalian Nematoda Puru Akar Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat. Dibimbing oleh ABDUL MUIN ADNAN. Aktivitas nematisida filtrat tanaman. odollam telah diuji secara in vitro dan in vivo terhadap Meloidogyne spp. Pengujian in vitro dilakukan dalam cawan Syracus dengan metode perendaman L2 dalam filtrat batang, bunga dan daun masing-masing pada kisaran konsentrasi 10, 5, 2,5, 1,25 dan 0,625 g/l. Pengujian secara in vivo dilakukan pada tanah disterilkan dalam polibag dengan metode penyiraman filtrat batang, bunga dan daun dalam kisaran konsentrasi yang berpatokan pada L 90 hasil uji in vitro masing-masing bagian tanaman, yaitu untuk batang 52,53, 105,05 dan 157,58 g/l, untuk bunga 59,15, 118,3 dan 177,45 g/l dan untuk daun 45,43, 90,6 dan 135,9 g/l. Penyiraman dilakukan pada tanah medium tumbuh tanaman tomat yang telah diinfestasi L2 Meloidogyne spp. Pengamatan dalam uji in vitro dilakukan terhadap mortalitas L2 pada 12, 24, 36 dan 48 jam perendaman, sedang dalam uji in vitro pengamatan dilakukan terhadap kepadatan akhir L2, jumlah puru dan bobot tanaman. Filtrat batang, bunga dan daun menunjukkan aktivitas nematisida baik secara in vitro maupun secara in vivo, walaupun memerlukan konsentrasi yang cukup tinggi. Secara in vitro filtrat batang, bunga dan daun hanya dalam konsentrasi uji paling tinggi (10 g/l) yang efektif dalam menekan L2, filtrat daun paling efektif kemudian diikuti filtrat batang dan bunga, dengan keefektifan berturut-turut 67, 35 dan 33%. Secara in vivo tingkat efikasi relatif terhadap kontrol menunjukkan bahwa filtrat ketiga bagian tanaman dalam kisaran konsentrasi yang diuji cukup efektif dalam menekan serangan dan perkembangan Meloidogyne spp. pada tanaman tomat dengan tingkat efikasi berkisar antara 43,6 dan 70% berdasarkan jumlah puru pertanaman dan 31,3 70,2% berdasarkan kepadatan akhir L2 terekstrak dengan tingkat efikasi paling tinggi adalah batang, kemudian diikuti daun dan bunga.

3 POTENSI erbera odollam Gaertn UNTUK PENGENDALIAN NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT MAYA MARIANA A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

4 Judul Skripsi : Potensi erbera odollam Gaertn untuk Pengendalian Nematoda Puru Akar Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat Nama : Maya Mariana NRP : A Program Studi : Hama dan Penyakit Tumbuhan Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP Tanggal lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 8 Februari 1984 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Muchsan Basarie dan Ibu Siti Ikliman. Penulis menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat atas dari SMU Negeri 2 Bogor tahun 2002 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Nematologi Tumbuhan tahun ajaran dan Virologi Tumbuhan Dasar tahun ajaran Penulis juga aktif di Wadah Silaturahim Alumni Muslim SMU Negeri 2 Bogor (Wasilas) dan menjadi mentor Bina Baca Al Qura n Plus (BBQ Plus) SMU Negeri 2 Bogor tahun ajaran dan

6 PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan ridho-nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Potensi erbera odollam Gaertn untuk Pengendalian Nematoda Puru Akar Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat. Skripsi ini memberikan informasi tentang pengendalian alternatif nematoda puru akar Meloidogyne spp. menggunakan filtrat. odollam. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Penulis ucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS. yang telah membimbing hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Gatut Heru Bromo yang telah mengajarkan teknik-teknik di laboratorium. 3. Kedua orang tua (Bapak dan Ibu) yang telah memberikan do a dan dukungannya. 4. Rekan rekan di laboratorium nematoda (Apri, Kaka, Iwa, Dhona, Ires, Edu), sahabat sahabatku yang telah banyak membantu (Marny, Mia, Nisa, Ela, Dewi, Nur, Ira, Ririn, Yulia, ita), Ririn atas bantuannya mendokumentasikan foto, rekan rekan angkatan 39 dan adik tingkat yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Nematoda Puru Akar... 4 Klasifikasi dan Siklus Hidup Meloidogyne spp Pemencaran Meloidogyne spp Gejala Serangan Nematoda... 4 erbera odollam Gaertn... 5 Klasifikasi erbera odollam... 5 Deskripsi... 6 Khasiat dan Fungsi... 6 Kandungan Kimia... 7 BAHAN DAN METODE... 8 Waktu dan Tempat... 8 Bahan dan Alat... 8 Metode Penelitian... 8 Penyiapan Filtrat Tanaman Bintaro... 8 Penyiapan Inokulum Nematoda... 9 Penyiapan Tanaman Tomat... 9 Penyiapan Tanah Steril... 9 Metode Pengujian Pengujian In Vitro Pengujian In Vivo Pengamatan Uji In Vitro Uji In Vivo Penentuan Bobot Tajuk dan Akar Tanaman Penghitungan Jumlah Puru viii ix

8 Penghitungan Kepadatan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pengaruh Filtrat Bintaro terhadap Mortalitas L2 Meloidogyne spp. secara In Vitro Pengaruh Filtrat Bintaro terhadap perkembangan Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 22

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Mortalitas L2 Meloidogyne spp. dalam Berbagai Konsentrasi Filtrat Batang Bintaro secara In Vitro Tabel 2 Mortalitas L2 Meloidogyne spp. dalam Berbagai Konsentrasi Filtrat Bunga Bintaro secara In Vitro Tabel 3 Mortalitas L2 Meloidogyne spp. dalam Berbagai Konsentrasi Filtrat Daun Bintaro secara In Vitro Tabel 4 Tingkat Mortalitas L2 Meloidogyne spp Akibat Perlakuan Filtrat Bintaro dalam Uji In Vitro Tabel 5 Nilai L50 dan L90 pada 48 JSP untuk Filtrat Setiap Bagian Bintaro Tabel 6 Pengaruh Filtrat Bintaro terhadap Jumlah Puru, Kepadatan Populasi Akhir Meloidogyne spp. dan Bobot Kering Tanaman.. 18 Tabel 7 Tingkat Efikasi Filtrat Bintaro Berdasar Intensitas Serangan dan Populasi Akhir L2 Meloidogyne spp

10 9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Gambar Tanaman erbera odollam (a); Gambar Bunga dan Buah. odollam (b); Gambar Gulma Synedrella sp. (Gulma Kalengsi) (c) Lampiran 2 Hasil Analisis Ragam Bobot Kering Tanaman (a); Kepadatan Akhir L2 (b); Puru (c); Data 12 JSP Daun (d); Data 24 JSP Daun (e); Data 36 JSP Daun (f); Data 48 JSP Daun (g); Data 12 JSP Batang (h); Data 24 JSP Batang (i); Data 36 JSP Batang (j); Data 48 JSP Batang (k); Data 12 JSP Bunga (l) Data 24 JSP Bunga (m); Data 36 JSP Bunga (n); Data 48 JSP Bunga (o)... 25

11 10 PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan komoditas tanaman pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Produksi 24 komoditas sayuran di Indonesia tahun mengalami peningkatan sebesar 13,62%, menurun jika dibandingkan dengan peningkatan produksi dalam tahun sebesar 21,61% (Deptan 2006). Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang diusahakan di banyak provinsi di Indonesia. Dari 31 provinsi, 16 provinsi di antaranya dalam tahun mengalami penurunan hasil produksi (Deptan 2006). Penurunan hasil diakibatkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) termasuk nematoda parasit tumbuhan, terutama nematoda puru akar (NPA), Meloidogyne spp. NPA merupakan salah satu patogen penting pada tanaman sayuran. Perkiraan kerugian tanaman sayuran akibat serangan nematoda di daerah tropik berkisar dari 17%-20% pada terung, 18%-33% pada melon dan 24%-38% pada tomat (Luc et al. 1990). Dalam penurunan hasil produksi tanaman, kerugian yang ditimbulkan akibat serangan NPA sulit ditentukan, karena penurunan di lapangan diakibatkan juga oleh serangan OPT lain. NPA merupakan parasit obligat (Luc et al. 1990). Patogen ini menyerang tanaman di bagian akar yang menyebabkan terbentuknya puru dan karenanya nematoda ini sering disebut nematoda puru akar (Whitehead 1998). Timbulnya puru pada akar merupakan gejala khas serangan NPA, yang mengakibatkan fungsi perakaran tanaman dalam menyerap air dan unsur hara menjadi terganggu, yang menyebabkan tanaman menjadi layu, daunnya klorosis dan kerdil (Dropkin 1991). Berbagai upaya untuk mengurangi kerugian akibat serangan Meloidogyne spp. telah banyak dilakukan. Antara lain dengan cara bercocok tanam termasuk pergiliran tanaman, penggenangan dan yang paling umum adalah penggunaan bahan kimia yang dikenal sebagai nematisida sintetik, karena cara ini dianggap paling efektif dan efisien.

12 2 Nematisida yang sering digunakan dalam pengendalian NPA biasanya berupa fumigan dan non-fumigan (Luc et al. 1990). Penggunaan nematisida dalam pengendalian nematoda dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hasil pertanian dan lingkungan, terutama apabila penggunaan nematisida terlalu berlebihan. Karena itu para pakar telah berusaha mencari alternatif pengendalian selain cara kimia. Satu di antaranya dengan menggunakan bahan berasal dari tumbuhan yang dikenal sebagai nematisida nabati. Pengendalian alternatif dengan menggunakan nematisida nabati sudah banyak diteliti. Berbagai jenis tanaman yang memiliki sifat insektisida ternyata juga bersifat nematisidal dan dikembangkan sebagai nematisida nabati. Penelitian pengendalian nematoda non-kimiawi dengan menggunakan bahan nabati terus dilakukan untuk mendapatkan bahan yang memiliki efek nematisida cukup tinggi namun efek negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Tanaman erbera odollam (Bintaro) termasuk ke dalam salah satu tanaman sumber bahan baku obat tradisionil untuk kesehatan manusia di Asia Tenggara (Mandang 2004). Beberapa bagian tanaman bintaro jika digunakan melebihi batas tertentu dapat menyebabkan keracunan. Biji tumbuhan ini akan menyebabkan rasa lemah, muntah, mengantuk, denyut nadi menjadi lemah, tekanan darah menjadi rendah, keletihan, sakit perut, degupan jantung yang tidak normal dan anak mata mengembang. Daun tumbuhan ini juga dapat memberi gangguan pada sistem saraf pusat (Anonim 2006). Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi potensi pengendalian filtrat tanaman bintaro terhadap NPA pada tanaman tomat untuk mendapatkan suatu alternatif bahan tanaman sebagai nematisida nabati. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi filtrat tanaman bintaro dalam pengendalian NPA (Meloidogyne spp.) pada tanaman tomat.

13 3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai potensi filtrat tanaman bintaro dalam mengendalikan NPA pada tanaman tomat.

14 TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Klasifikasi dan Siklus Hidup Meloidogyne spp. Meloidogyne spp. termasuk ke dalam filum Nematoda, ordo Tylenchida, famili Heteroderidae, Genus Meloidogyne (Agrios 1997). Siklus hidup spesies spesies Meloidogyne terdiri atas tiga stadia yaitu telur, empat instar larva dan dewasa. Stadia larva mengalami ganti kulit empat kali. Satu kali di dalam telur dan berikutnya terjadi di dalam jaringan tanaman (Agrios 1997). Meloidogyne memiliki lebih dari 50 spesies, empat di antaranya merupakan spesies berbahaya yaitu M. incognita, M. javanica, M. arenaria dan M. hapla (Luc et al. 1990). Pemencaran Meloidogyne spp. Seperti halnya dengan nematoda lainnya, pemencaran NPA dapat melalui beberapa cara, antara lain melalui larva dan telur yang terbawa bersama tanah yang menempel pada binatang, kaki, dan alat pertanian dari lahan yang terinfestasi dan pemencaran melalui air (Luc et al. 1990). Menurut Decker (1988) spesies NPA yang paling berbahaya di antara spesies NPA lain adalah M. incognita dan spesies ini tersebar luas di seluruh belahan dunia. Spesies ini merupakan salah satu patogen penting pada berbagai jenis tanaman di daerah tropika dan subtropika (Luc et al. 1990). Gejala Serangan Nematoda NPA menyerang pada bagian tanaman yang ada di bawah permukaan tanah terutama akar, umbi, dan polong. Gejala pada bagian tanaman tersebut dikenal dengan sebutan puru. Gejala pada bagian di atas permukaan tanah tampak seperti malnutrisi dan kekurangan air. Pada akar, serangan nematoda menyebabkan berkurangnya volume dan efisiensi fungsi sistem perakaran. Akar yang terserang berat lebih pendek dari akar yang sehat dan memiliki sedikit akar lateral dan

15 5 rambut akar. Gangguan pada sistem perakaran ini menyebabkan berkurangnya penyerapan air dan nutrisi dari dalam tanah, sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun klorosis, gugur dan akhirnya mengurangi jumlah bunga dan buah. Secara umum, keberadaan NPA pada tanaman tidak mematikan tanaman, tetapi dapat mengundang patogen sekunder lain seperti cendawan dan bakteri untuk menyerang yang dapat mematikan tanaman. Ukuran puru tergantung pada tipe akar tempatnya masuknya nematoda pada akar, inang dan spesies NPA (Singh & Sitaramaiah 1994). Walaupun secara umum keberadaan NPA pada tanaman tidak mematikan tetapi dengan kepadatan populasi yang tinggi serangan NPA pada tanaman yang masih muda, dapat menyebabkan kematian (Hutagalung dan Wisnuwardhana 1976 dalam Semangun 2001). erbera odollam Gaertn Tanaman. odollam umumnya ditanam sebagai pohon pelindung dan biasanya juga disebut tanaman inti. Disebut tanaman pelindung, karena fungsinya sebagai peneduh. Tanaman pelindung umumnya berpotensi untuk tumbuh menjadi sangat besar, baik batang utama, cabang, dahan maupun akarnya. Tanaman ini termasuk tanaman berkayu, kayu bintaro (erbera sp.) termasuk kelompok kayu agak resistan (kelas III) (Suprapti et al 2004). Klasifikasi. odollam Tanaman ini termasuk ke dalam : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : ontortae Suku : Apocynaceae Marga : erbera Jenis : erbera odollam

16 6. odollam dalam perdagangan atau secara umum dikenal dengan sebutan tanaman Bintaro (Wikipedia 2006). Selain itu tanaman ini juga disebut dengan berbagai nama menurut daerah. Di daerah Sumatera dikenal dengan sebutan madangkapo (Minangkabau) dan bintan (Melayu), di daerah Jawa dikenal dengan sebutan bintaro (Sunda dan Jawa), di daerah Bali dikenal dengan sebutan kanyeri putih, di daerah Nusa Tenggara dikenal dengan sebutan bilutasi (Timor), didaerah Sulawesi dikenal dengan sebutan lambuto (Makasar) dan goro-goro (Manado) sedangkan di daerah Maluku dikenal dengan sebutan wabo (Ambon), goro-goro di daerah guwae (Ternate) (Heyne 1987). Deskripsi Anonim (2005) mengemukakan bahwa tanaman bintaro bisa mencapai tinggi pohon hingga 20 m, batang tegak, berkayu, bulat, berbintik-bintik hitam. Daun tanaman ini tunggal, tersebar, berbentuk lonjong, bertepi rata, ujung dan pangkalnya meruncing, tipis, licin, pertulangannya menyirip, panjangnya cm, lebarnya 3-5 cm dan berwarna hijau. Tanaman ini berbunga majemuk, berkelamin dua, bunga bertangkai silindris terletak di bagian ujung ranting, panjang tangkai bunga mencapai hingga 11 cm. Tangkai bunga berwarna hijau, kelopak tidak jelas, tangkai putik berjumlah empat masing-masing panjangnya 2-2,5 cm, kepala sari berwarna coklat, kepala putik berwarna hijau keputih-putihan, mahkota bunga berbentuk terompet yang di bagian ujungnya pecah menjadi lima dan halus, berwarna putih dan agak wangi. Buah berbentuk bulat lonjong, ketika masih muda berwarna hijau setelah tua menjadi kehitaman. Biji bintaro berbentuk pipih, berukuran panjang, berwarna putih. Akar tanaman ini termasuk akar tunggang dan berwarna coklat. Khasiat dan Fungsi Tanaman bintaro memiliki kegunaan sebagai obat yaitu daun muda, akar dan kulit batangnya berkhasiat untuk pencahar. Untuk pencahar dipakai ± 10 g daun muda segar, dicuci, dimakan sebagai lalab. Selain sebagai obat, ekstrak

17 7 daun tanaman bintaro dapat menurunkan aktifitas reaksi motorik secara signifikan, meningkatkan rangsangan panas, menyebabkan penurunan ketahanan dan kematian pada tikus (Hien 1991). Terhadap manusia, biji tumbuhan ini dapat menyebabkan rasa lemah, muntah, mengantuk, denyut nadi menjadi lemah, tekanan darah menjadi rendah, keletihan, sakit perut, degupan jantung yang tidak normal dan anak mata mengembang. Daun tumbuhan ini juga dapat mengganggu pada sistem saraf pusat (Anonim 2005). Kandungan kimia Tanaman bintaro mengandung kardiak glikosid jenis cerberin dan neriifolin. Daun, buah dan kulit batang bintaro mengandung saponim, daun dan buahnya mengandung polifenol, di samping itu kulit batangnya mengandung tanin (Wikipedia 2006).

18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari Februari 2006 sampai Agustus 2006 di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahan dan Alat Tanaman uji bintaro berasal dari lingkungan kampus IPB, Darmaga. Nematoda yang digunakan adalah Meloidogyne spp. yang diperoleh dari perakaran gulma Synedrella sp. (kalengsi) yang berasal dari Kebun University Farm IPB Pasir Sarongge, Kecamatan Pacet, ianjur. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nematoda tersebut didominasi oleh M. incognita. Tanaman tomat yang digunakan sebagai tanaman uji adalah kultivar Ratna yang benihnya diperoleh dari kios pertanian di Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah tanah jenis podsolik yang berasal dari daerah ikabayan, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Alat yang digunakan adalah seperangkat peralatan laboratorium nematologi yaitu alat-alat untuk ekstraksi seperti saringan berbagai ukuran yaitu 50, 400, dan 500 mesh dan alat sentrifusi. Metode Penelitian Penyiapan Filtrat Tanaman Bintaro Bagian tanaman bintaro yang digunakan dalam pengujian ini yaitu batang, bunga dan daun. Batang, bunga dan daun tanaman yang diuji dikeringanginkan, kemudian secara terpisah dihancurkan menggunakan blender dan air sebagai pelarut (1:10 w/v) dan disaring menggunakan kertas saring.

19 9 Penyiapan Inokulum Nematoda Larva-2 (L2) Meloidogyne spp. hasil ekstraksi dari perakaran kalengsi dengan metode corong Baermann dalam ruang pengabut, dibiakkan pada tanaman tomat Ratna. Bibit berumur 4 minggu setelah semai (MSS) ditanam dalam polibag berisi 3,5 liter tanah yang telah disterilkan. Tiap polibag ditanami satu bibit tomat. Pada 3 minggu setelah tanam (MST), suspensi L2 Meloidogyne spp. disiramkan di sekitar perakaran tomat biakan. Tanaman biakan nematoda ini dipelihara di halaman Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Pemeliharaan dilakukan dengan cara penyiraman, penyiangan gulma, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit pada bagian tajuk hingga tanaman berumur 6 minggu setelah infestasi. L2 Meloidogyne spp. sebagai inokulum diperoleh dengan cara mengekstraknya dari perakaran tomat menggunakan corong Baerman dalam ruang pengabut. L2 hasil ekstraksi siap digunakan dalam pengujian. Penyiapan Tanaman Tomat Benih tomat Ratna disemai dalam baki berisi tanah yang telah disterilkan, sampai berumur 4 MSS dan siap untuk digunakan dalam pembiakan nematoda dan pengujian. Penyiapan Tanah Steril Tanah yang digunakan untuk media tanam dalam penelitian ini berasal dari ikabayan yang diberi pupuk kandang (kambing) dengan 2 bagian tanah dan 1 bagian pupuk kandang berdasarkan volume. Untuk menghindari pengaruh organisme kontaminan, tanah disterilkan dalam autoklaf pada suhu selama 6 jam dengan tekanan 1,5 atm. Tanah yang telah disterilkan tersebut digunakan untuk persemaian tomat, pembiakan nematoda dan pengujian secara in vivo.

20 10 Metode Pengujian Pengujian In Vitro Pengujian in vitro dilakukan dalam cawan Syracus dengan menggunakan filtrat tanaman bintaro. Tiap cawan diisi 10 ml filtrat tanaman bintaro dan suspensi berisi 50 L2 sehingga konsentrasi filtrat bintaro sesuai dengan perlakuan yaitu 10, 5, 2,5, 1,25 dan 0,625 g/l. Sebagai kontrol, cawan diisi air dan suspensi berisi 50 L2 hingga mencapai volume 10 ml. Setiap perlakuan diulang 3 kali. Pengujian In Vivo Pengujian in vivo dilakukan dalam polibag yang berisi 300 ml tanah disterilkan, yang diinfestasi 100 L2 Meloidogyne spp., per polibag, disiram secara merata dengan 30 ml enceran filtrat bintaro dengan konsentrasi yang telah ditentukan berdasarkan L 90 hasil uji in vitro. Tingkat konsentrasi yang diuji adalah kelipatan 1/2, 1 dan 1½ kali dari L 90 tiap bagian tanaman, yaitu 52,53, 105,05 dan 157,58 g/l untuk batang; 59,15, 118,3 dan 177,45 g/l untuk bunga dan 45,43, 90,6 dan 135,9 g/l untuk daun. Setelah diberi perlakuan filtrat bintaro, tanah diinkubasikan selama tiga hari. Tiap perlakuan diulang 3 kali dan tiap ulangan terdiri dari 4 unit tanaman. Penyiraman secukupnya dilakukan setiap hari selama masa inkubasi agar tanah tetap terjaga kelembabannya. Setelah masa inkubasi, tiap polibag ditanami 1 bibit tomat yang telah disiapkan. Pemeliharaan tanaman selama penelitian berupa penyiraman, penyiangan gulma dan pengendalian hama tungau dengan menggunakan mikrothiol.

21 11 Pengamatan Uji In Vitro Pengamatan dalam uji in vitro dilakukan pada 12, 24, 36 dan 48 jam setelah perlakuan (JSP) terhadap tingkat mortalitas L2. Tingkat mortalitas terkoreksi L2 karena perlakuan dihitung berdasarkan formula Abbot (1925 dalam Bayer 1976) : M = mp mk x 100% 50 mk M adalah mortalitas terkoreksi L2 Meloidogyne spp. karena perlakuan, mp adalah jumlah L2 mati pada perlakuan dan mk adalah jumlah L2 mati pada kontrol. Tingkat mortalitas digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu tidak efektif (M<25%), agak efektif (25%<M<60%), cukup efektif (60%<M<75%), efektif (75%<M<95%), dan sangat efektif (M>95%). L 50 dan L 90 diketahui dengan menggunakan program POLO-P terhadap data mortalitas L2 terkoreksi. Hasil tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan konsentrasi dalam pengujian secara in vivo. Uji In Vivo Pengamatan dilakukan 6 minggu setelah perlakuan (MSP) terhadap bobot tajuk, bobot akar, jumlah puru akar per tanaman pada akhir pengamatan, serta kepadatan akhir L2 per polibag yang berasal dari ekstraksi tanah dan akar. Penentuan Bobot Tajuk dan Akar Tanaman Bobot tajuk dan akar tanaman ditentukan bobot kering angin (sampai bobotnya tidak mengalami perubahan).

22 12 Penghitungan Jumlah Puru Pengamatan tingkat serangan NPA didasarkan pada jumlah puru per tanaman. Pengamatan dilakukan pada akar segar sebelum diekstraksi. Pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop. Penghitungan Kepadatan Penghitungan kepadatan nematoda dalam tanah dilakukan setelah ekstraksi dengan menggunakan metode penyaringan, sentrifugasi dan flotasi. Ekstraksi nematoda dalam tanah dimulai dengan cara mengambil 100 ml tanah dalam polibag yang sebelumnya tanah tersebut diambil secara komposit setelah tanah tersebut diaduk secara merata. Tanah tersebut dimasukkan ke dalam ember dan ditambah air hingga mencapai volume 800 ml, kemudian diaduk selama 20 detik. Tanah tersebut dibiarkan mengendap selama 1 menit lalu supernatannya disaring dengan menggunakan saringan bertingkat yaitu 50 dan 400 mesh dengan posisi saringan miring Nematoda yang tertahan dalam saringan dituangkan ke dalam tabung sentrifusi dengan menyemprotkan air dari bagian belakang saringan. Suspensi dikumpulkan dan dituang ke dalam tabung sentrifuse. Tabung yang berisi suspensi nematoda disentrifugasi dengan kecepatan 1600 rpm selama 5 menit. Supernatan yang berada dalam tabung dibuang dan endapan yang terdiri dari nematoda dan tanah disuspensikan dalam larutan gula 50%, kemudian suspensi tersebut disentrifugasi kembali selama 1 menit dengan kecepatan 1700 rpm. Setelah disentrifugasi supernatan di saring dengan saringan berukuran 500 mesh dan dibilas dengan aquades, sedangkan tanah yang mengendap dibuang. Nematoda yang tertahan dalam saringan dipindahkan ke dalam botol film berlabel menggunakan corong, nematoda siap diamati. Penghitungan kepadatan L2 dalam akar dilakukan setelah ekstraksi dengan menggunakan corong Baermann dalam ruang pengabut. Akar dibersihkan terlebih dahulu dalam air secara perlahan, kemudian dipotong-potong ± 1 cm dan diletakkan di atas saringan kasar, dibawah saringan tersebut disimpan cangkir penampung. Saringan dan cangkir penampung disimpan dalam ruang pengabut selama 48 jam. Suspensi nematoda pada gelas penampung dipindahkan ke dalam

23 13 botol film dan siap untuk diamati dan dihitung jumlahnya dengan bantuan encounter. Penghitungan nematoda dilakukan terhadap contoh suspensi sebanyak 1 ml dengan 3 kali ulangan untuk setiap perlakuan. Penghitungan nematoda dilakukan dengan bantuan mikroskop stereo perbesararan 40x. Berdasarkan kepadatan L2 yang diperoleh kemudian ditentukan tingkat efikasi (TE) yang dihitung berdasarkan formula Abbot (1925 dalam Bayer 1976) : TE = Pf kontrol Pf perlakuan x 100% Pf kontrol Pf (populasi akhir) adalah jumlah L2 dan telur terekstrak per tanaman, Pf kontrol adalah populasi akhir pada kontrol dan Pf perlakuan adalah populasi akhir pada perlakuan. Tingkat mortalitas digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu tidak efektif (M<25%), agak efektif (25%<M<60%), cukup efektif (60%<M<75%), efektif (75%<M<95%), dan sangat efektif (M>95%). Analisis Data Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan sidik ragam dan diuji lanjut dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5% pada program SAS for Windows versi 6.12.

24 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Tanaman Tanaman tomat percobaan dalam penelitian ini awalnya tumbuh cukup optimal, namun sejak 4 MST terserang oleh beberapa jenis hama, yaitu Bemicia tabaci, Liriomyza sp., trips dan tungau merah. B. tabaci, trips dan tungau merah menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Ketiga hama tersebut dapat menjadi vektor virus, yang mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, daunnya mengeriting dan kemudian mengering, bahkan ada beberapa tanaman perlakuan mati akibat serangan hama tersebut. Tetapi hal ini tidak berpengaruh terhadap jalannya penelitian karena jumlah unit tanaman dalam perlakuan cukup banyak. Usaha mengurangi dampak serangan hama tersebut dilakukan dengan penyemprotan mikrothiol untuk mengendalikan tungau yang dominan menyerang tanaman percobaan. Selain itu, beberapa tanaman yang terserang berat disingkirkan untuk mengurangi sumber infestasi hama tersebut. Pengaruh Filtrat Bintaro terhadap Mortalitas L2 Meloidogyne spp. secara In Vitro Dalam uji in vitro, filtrat bintaro memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap tingkat kematian L2 Meloidogyne spp. tergantung pada tingkat konsentrasi yang diaplikasikan, lama pemaparan dan macam bagian tanaman yang digunakan (Tabel 1, 2, dan 3). Persentase kematian L2 pada masing-masing bagian tanaman bintaro terus meningkat pada pengamatan-pengamatan selanjutnya dengan laju yang bervariasi. Sampai dengan pemaparan yang paling lama, yaitu 48 jam, masing-masing bagian tanaman menunjukkan pengaruh yang relatif berbeda. Bila dibandingkan dengan kontrol, filtrat batang hanya dalam kisaran konsentrasi 2,5-10 g/l, filtrat bunga hanya dalam konsentrasi 5 dan 10 g/l, sedangkan filtrat daun dalam kisaran konsentrasi 1,25 10 g/l yang menunjukkan pengaruh dalam meningkatkan kematian L2. Namun demikian, tingkat kematian

25 15 L2 pada semua perlakuan tergolong rendah, tertinggi hanya 14,7%, yaitu pada perlakuan filtrat daun dengan konsentrasi 10 g/l. Berdasarkan laju kematian L2 pada pemaparan 48 jam, filtrat daun lebih efektif menekan nematoda dibanding filtrat batang dan bunga (Gambar 1). Tabel 1 Mortalitas L2 Meloidogyne spp. dalam berbagai konsentrasi filtrat batang bintaro secara in vitro Konsentrasi (g/l) Mortalitas L2 (%) pada JSP a) ,625 1,25 2, ,0c 0,0c 0,7c 1,0bc 2,0b 3,3a 1,3c 1,0c 1,7bc 2,0bc 2,7b 4,7a 1,7c 2,0c 2,3c 2,7c 3,7b 6,3a 2,3bc 2,7bc 2,0c 3,7b 5,7a 6,7a a) Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan α= Tabel 2 Mortalitas L2 Meloidogyne spp. dalam berbagai konsentrasi filtrat bunga bintaro secara in vitro Konsentrasi (g/l) Mortalitas L2 (%) pada JSP a) ,625 1,25 2, ,0c 0,0c 0,7c 1,7b 2,3b 3,3a 1,3c 1,3c 1,7bc 1,7bc 2,7b 4,0a 1,7c 1,7c 2,3c 2,3c 4,3b 6,0a 2,0b 2,3b 2,0b 2,7b 6,0a 6,7a a) Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan α=5%

26 16 Tabel 3 Mortalitas L2 Meloidogyne spp. dalam berbagai konsentrasi filtrat daun bintaro secara in vitro Konsentrasi (g/l) Mortalitas L2 (%) pada JSP a) ,0c 2,7c 4,0cd 4,0c 0,625 0,0c 2,7c 3,3d 4,7c 1,25 2,0cb 6,0b 5,3c 8,0b 2,5 2,7b 5,3b 7,3b 8,7b 5 4,0ab 5,3b 7,3b 10,0b 10 6,0a 8,7a 10,7a 14,7a a) Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan α=5% mortalitas (%) batang bunga daun 0 0 0,625 1,25 2, konsentrasi (g/l) Gambar 1 Hubungan antara konsentrasi filtrat bagian tanaman bintaro dan mortalitas L2 Meloidogyne spp. pada uji in vitro Berdasarkan tingkat mortalitas terkoreksi L2 Meloidogyne spp. dalam uji in vitro (Tabel 4) diketahui bahwa filtrat batang, bunga dan daun hanya dalam konsentrasi uji paling tinggi (10 g/l) yang efektif dalam menekan L2 Meloidogyne spp.. Filtrat daun paling efektif kemudian diikuti filtrat batang dan bunga, dengan keefektifan berturut-turut 67, 35 dan 33 % (Tabel 4)

27 17 Tabel 4 Tingkat mortalitas L2 Meloidogyne spp. akibat perlakuan filtrat bintaro dalam uji in vitro Perlakuan Konsentrasi (g/l) Tingkat Mortalitas (%) Batang 0,625 1,25 2, ,8 3,0 9,0 19,4 35,1 Bunga 0,625 1,25 2, ,7 3,7 7,4 23,0 33,3 Daun 0,625 1,25 2, ,1 33,9 40,7 67,0 Hasil analisis dengan menggunakan program POLO P diketahui besarnya L 50 dan L 90 pada pemaparan 48 jam dari masing-masing filtrat bagian tanaman bintaro (Tabel 5). Berdasarkan L 50 dan L 90, diketahui bahwa yang paling efektif adalah filtrat daun, dengan L 50 dan L 90 berturut-turut 31,78 dan 90,6 g/l diikuti oleh filtrat batang dengan L 50 dan L 90 berturut-turut 17,12 dan 105,05 g/l dan filtrat bunga dengan L 50 dan L 90 berturut-turut 17,74 dan 118,30 g/l. Tabel 5 Nilai L 50 dan L 90 pada 48 JSP untuk filtrat setiap bagian bintaro Filtrat Bintaro Konsentrasi (g/l) L 50 L 90 Batang Bunga Daun 17,12 17,74 31,78 105,05 118,30 90,60

28 18 Dengan demikian untuk uji in vivo digunakan konsentrasi 52,53, 105,05 dan 157,58 g/l untuk batang; 59,15, 118,3 dan 177,45 g/l untuk bunga, dan 45,43, 90,6 dan 135,9 g/l untuk daun. Pengaruh Filtrat Bintaro terhadap Perkembangan Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat Filtrat batang, bunga dan daun bintaro dalam kisaran konsentrasi yang diaplikasikan masing-masing menunjukkan pengaruh yang cukup bervariasi terhadap jumlah puru akar dan kepadatan akhir L2 Meloidogyne spp. tergantung tingkat konsentrasi, namun tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman. Makin tinggi konsentrasi filtrat bagian tanaman bintaro, secara nyata atau cenderung makin rendah jumlah puru dan kepadatan populasi akhir Meloidogyne spp. (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh filtrat bintaro terhadap jumlah puru, kepadatan populasi akhir Meloidogyne spp. dan bobot kering tanaman Variabel Pengamatan a) Konsentrasi Bobot Perlakuan Populasi akhir (g/l) Jumlah puru tanaman L2 (gram) b) Kontrol 0 3,7a 1619,0a 0,4ab Batang 52,53 105,05 157,58 Bunga 59,15 118,3 177,45 Daun 45,3 90,6 135,9 1,7bc 1,2c 1,1c 2,2b 1,8bc 1,7bc 2,1bc 1,5bc 1,3bc 643,9d 517,0e 482,7e 1112,7b 766,0d 768,3d 994,7c 734,7d 695,0d 0,5ab 0,4ab 0,4ab 0,4ab 0,6ab 0,6ab 0,3b 0,8a 0,7ab a) Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan α=5% b) Berdasarkan bobot kering udara

29 19 Berdasarkan jumlah puru tiap tanaman, antar bagian tanaman tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, namun ada kecenderungan bahwa filtrat batang dalam konsentrasi 105,05 dan 157,58 g/l cenderung lebih efektif dalam menekan serangan Meloidogyne spp. dibandingkan dengan bagian lainnya, yaitu daun dan bunga. Berdasarkan tingkat kepadatan akhir L2, perlakuan filtrat masing-masing bagian tanaman dalam semua tingkat konsentrasi uji menunjukan pengaruh nyata dalam menekan Meloidogyne spp. yang berhasil diekstrak dari tanah dan perakaran tomat. Kecenderungan lebih efektifnya filtrat batang dalam menekan jumlah puru, diikuti oleh penurunan yang nyata dalam kepadatan akhir L2 Meloidogyne spp.. Hal ini menunjukkan bahwa filtrat batang dalam konsentrasi 105,05 dan 157,58 g/l lebih mampu menekan perkembangan Meloidogyne spp.. Filtrat daun dan bunga dalam tingkat konsentrasi 90,6 dan 135,9 g/l untuk daun serta bunga 118,3 dan 177,45 g/l. Tabel 7 Tingkat efikasi filtrat bintaro berdasar intensitas serangan dan populasi akhir L2 Meloidogyne spp. Tingkat Efikasi (%) berdasar Perlakuan Konsentrasi (g/l) Kepadatan Akhir Jumlah Puru/tanaman L2 Batang 52,53 105,05 157,58 54,6 68,2 70,0 60,2 68,1 70,2 Bunga 59,15 118,3 177,45 40,9 50,0 54,6 31,3 52,7 52,5 Daun 45,3 90,6 135,9 43,6 59,1 63,6 38,6 54,6 57,1

30 20 Berdasarkan tingkat efikasi relatif terhadap kontrol menunjukkan bahwa filtrat ketiga bagian tanaman dalam kisaran konsentrasi yang diuji cukup efektif dalam menekan serangan dan perkembangan Meloidogyne spp. pada tanaman tomat dengan TE berkisar antara 43,6 70% berdasarkan jumlah puru pertanaman dan 31,3 70,2% berdasarkan kepadatan akhir L2 terekstrak (Tabel 7). TE paling tinggi adalah batang, kemudian diikuti daun dan bunga. Berdasarkan hasil uji in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa batang, bunga dan daun tanaman bintaro memiliki potensi sebagai nematisida nabati yang dapat menekan serangan dan perkembangan Meloidogyne spp. pada tanaman tomat. Dalam kisaran konsentrasi uji in vivo terendahpun, yaitu 52,5% untuk batang, 59,5% untuk bunga dan 45,3% untuk daun, masih mampu menekan Meloidogyne spp. masing-masing dengan tingkat efikasi lebih dari 30%. Hasil uji in vitro dan in vivo terdapat perbedaan pengaruh keefektifan filtrat bintaro. Tingkat keefektifan hasil uji in vitro yang paling tinggi yaitu filtrat daun diikuti oleh filtrat batang dan filtrat bunga, sedangkan pada uji in vivo yang paling efektif yaitu filtrat batang, diikuti oleh filtrat daun dan filtrat bunga.

31 KESIMPULAN Kesimpulan Filtrat batang, bunga dan daun tanaman bintaro memiliki potensi sebagai nematisida nabati dalam pengendalian NPA pada tanaman tomat. Berdasarkan kepadatan akhir L2 Meloidogyne spp. filtrat batang tergolong cukup efektif dengan TE 60,2-70,2%, sedangkan filtrat daun dan filtrat bunga tergolong agak efektif dengan masing-masing TE yaitu 38,6-57,1% untuk daun dan 31,3-52,5% untuk bunga. Saran Berdasarkan potensi yang dimilikinya, filtrat bintaro perlu diteliti lebih lanjut dengan pengamatan tanaman sampai memasuki fase generatif. Perlu juga dilakukan uji lanjutan untuk melihat apakah filtrat tanaman bintaro cukup efektif jika diaplikasikan pada tanah tidak steril atau di lapangan. Selain itu perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan bagian tanaman yang lain seperti getah, biji dan buah.

32 DAFTAR PUSTAKA Anonim erbera odollam. [27 Desember 2005] Agrios GN Plant Pathology. Ed ke-4. San Diego: Academic Press. Bayer Pflanzenschutz Nachrichten. Leverkusen: Bayer Pflanzenschutz. Decker H Plant Nematodes and Their ontrol (Phytonematology). New Delhi: Pauls Press. [Deptan] Departemen Pertanian Produksi sayuran di Indonesia tahun sayuran.htm. [September 2006]. [Deptan] Departemen Pertanian Produksi tomat menurut provinsi Tahun tomat1.htm. [Agustus 2006]. Dropkin VH Pengantar Nematologi Tumbuhan. Supratoyo, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Nematology. Heyne K Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Litbang Departemen Kehutanan, penerjemah. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hien TT Toxicity and effects on the central nervous system of a erbera odollam leaf extract. Ethnopharmacol 34(2-3): [Maret 2006]. Hutagalung L, Wisnuwardhana W Sinergisme nematoda bengkak akar Meloidogyne spp. dan Pseudomonas solanacearum pada tanaman tomat. Di dalam Kongres Nasional IV PRI Bandung. Mandang YI Anatomi pegagan pulai dan beberapa jenis sekerabat. Penelitian Hasil Hutan 22:4. [20 Agustus 2006]. Luc M, Sikora RA, Bridge J Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. Wallingford: AB International. Semangun H Ilmu Penyakit Tumbuhan. et ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Singh RS, Sitaramaiah K Plant Pathogens: The Plant Parasitic Nematodes. New York: International Science Publisher. Suprapti S, Djarwanto, Hudiansyah The Resistance of five wood species against several wood destroying fungi. Penelitian Hasil Hutan 22:4. [20 Agustus 2006]. Whitehead AG Plant nematode control. London: AB International. Wikipedia The Suicide tree or Pong-pong (erbera odollam). http ://en.wikipedia.org/wiki/erbera_odollam. [Maret 2006].

33 LAMPIRAN

34 24 Lampiran 1 Gambar tanaman erbera odollam (a); Gambar bunga dan buah. odollam (b); Gambar gulma Synedrella sp. (gulma kalengsi) (c) (a) (b) (c)

35 25 Lampiran 2 Hasil analisis ragam bobot kering tanaman (a); Kepadatan akhir L2 (b); Puru (c); Data 12 JSP daun (d); Data 24 JSP daun (e); Data 36 JSP daun (f); Data 48 JSP daun (g); Data 12 JSP batang (h); Data 24 JSP batang (i); Data 36 JSP batang (j); Data 48 JSP batang (k); Data 12 JSP bunga (l); Data 24 JSP bunga (m); Data 36 JSP bunga (n); Data 48 JSP bunga (o) (a) Bobot kering tanaman The SAS System Dependent Variable: Y lass Level Information lass Levels Values PERL 10 Kontrol a b c d e f g h i Number of observations in data set = 30 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 20 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A h A B A i B A B A e B A B A f B A B A a B A B A d B A B A Kontrol B A B A c B A B A b B B g (b) Kepadatan akhir L2 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Square Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean

36 26 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL randomized complete design Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 20 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A Kontrol B d g D f D D e D D h D D i D D a E b E E c (c) Puru randomized complete design lass Level Information lass Levels Values PERL 10 Kontrol a b c d e f g h i Number of observations in data set = 30 randomized complete design Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL randomized complete design Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 20 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A Kontrol B d B

37 27 B g B B e B B f B B a B B h B B i b c (d) Data 12 JSP daun lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL (e) Data 24 JSP daun Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e A B A d B B c B B b Kontrol a lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y

38 28 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e B b B B d B B c Kontrol a (f) Data 36 JSP daun Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e B d B B c b D Kontrol D D a (g) Data 48 JSP daun lass Level Information lass Levels Values

39 29 PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e B d B B c B B b a Kontrol (h) Data 12 JSP batang lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e B d B B c b Kontrol

40 a (i) Data 24 JSP Batang lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL (j) Data 36 JSP Batang Dependent Variable: Y Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e B d B B c B B b Kontrol a lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE=

41 31 Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e B d c b a Kontrol (k) Data 48 JSP Batang lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e A A d B c B B a B B Kontrol b (l) Data 12 JSP Bunga lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean

42 32 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e B d B B c b Kontrol a (m) Data 24 JSP Bunga lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e B d B B b B B c Kontrol a (n) Data 36 JSP Bunga lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y

43 33 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different Duncan Grouping Mean N PERL A e B d b c Kontrol a (o) Data 48 JSP Bunga The SAS System 07:03 Tuesday, January 14, lass Level Information lass Levels Values PERL 6 Kontrol a b c d e Number of observations in data set = 18 Dependent Variable: Y Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error orrected Total R-Square.V. Root MSE Y Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F PERL Duncan's Multiple Range Test for variable: Y Alpha= 0.05 df= 12 MSE= Number of Means ritical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N PERL A e A A d B c B B a B B b B B Kontrol

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan akan dilaksanakan di Laboratorium Nematologi dan Rumah Kaca Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BABHI BAHAN DAN METODE

BABHI BAHAN DAN METODE BABHI BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di rumah kasa dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaksanaan dimulai bulan April

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di Desa Tamantirto,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring 33 Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air Ditiriskan menggunakan jaring Dicacah dan diangin-anginkan dilapangan terbuka Dikeringkan sampai kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2016-Februari

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, dengan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium Agrobioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di III. TATA CARA PENELITIAN A. Rencana Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di Laboratorium Penelitian, Lahan Percobaan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan di Desa Dukuwaluh, Kecamatan Kembaran pada ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penyiapan suspensi Sl NPV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu  Alat dan Bahan Metode Penyiapan suspensi Sl NPV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. pertumbuhan tanaman cabai merah telah dilakukan di kebun percobaan Fakultas. B.

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. pertumbuhan tanaman cabai merah telah dilakukan di kebun percobaan Fakultas. B. III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan Percobaan milik Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan di laboratorium. Pengamatan pertumbuhan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian UMY, pada bulan Desember 2015 Maret 2016. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010).

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010). LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Metode Analisis Proksimat 1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). Pengujian WHC dilakukan dengan mengurangi berat bahan setelah ditambahkan air dengan

Lebih terperinci

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) umumnya dipakai pada kondisi lingkungan yang homogen diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan Pertanian (SPP) Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Hama Tumbuhan selama tiga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut TINJAUAN PUSTAKA Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) Klasifikasi Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut (Dropkin, 1991) : Filum Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Nematoda

Lebih terperinci

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian serta di Rumah Kaca University Farm, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi dosis pestisida

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap.

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap. LAMPIRAN 53 Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering a. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 2-5 g sampel serbuk kering dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 - Februari 2017, di pembibitan tanaman tebu Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bungamayang,

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan Laboratorium Penelitian pada bulan Januari sampai April 2016. B. Bahan dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha Rejosari dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitiandilakukan di Laboratorium Penelitian dan Lahan Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan waktu pelaksanaan selama 3 bulan dimulai

Lebih terperinci

III. BAIIAN DAN METODE

III. BAIIAN DAN METODE III. BAIIAN DAN METODE 3.1. Tcmpat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Kebun Percobaan Organik (KPO) Fakultas Pertanian Universitas Riau, kampus Bina Widya, Kelurahan

Lebih terperinci

Cara Perhitungan : % N = Abs Blangko X 14 X N. HCl X 100% Berat Sampel

Cara Perhitungan : % N = Abs Blangko X 14 X N. HCl X 100% Berat Sampel LAMPIRAN Lampiran 1. Cara Kerja Analisis N Pada Tanaman Metode Kjeldahl 1. Timbang sample 0,2 0,5 gram, kemudian masukan ke dalam botol destruksi 2. Tambahkan Selenium mature sebanyak 0,2 gram dan 3 ml

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk BAHAN DAN METODE 9 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai Juni 2007 di rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Rumah kaca berukuran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium I I I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium

Lebih terperinci

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Jin. Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi,

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi, BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas. 2. Waktu: Bulan Desember Februari 2017. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat: Penelitian dilakukan di Green House Kebun Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Waktu:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l)

PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l) PENGARUH PENGGUNAAN GUANO KELELAWAR DAN MIKROORGANISME STARTER KOMPOS TERHADAP KESEHATAN TANAMAN CABAI (Capsicum annuum.l) Oleh : DEDI MULYONO A44101015 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

POTENSI SERBUK CANGKANG RAJUNGAN UNTUK PENGENDALIAN NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT APRILYANI A

POTENSI SERBUK CANGKANG RAJUNGAN UNTUK PENGENDALIAN NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT APRILYANI A POTENSI SERBUK CANGKANG RAJUNGAN UNTUK PENGENDALIAN NEMATODA PURU AKAR Meloidogyne spp. PADA TANAMAN TOMAT APRILYANI A44102023 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III.TATA CARA PENELITIAN

III.TATA CARA PENELITIAN III.TATA CARA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai bulan Maret 2016 di Green House dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 9 II. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Desember 2015 yang bertempat di di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN

III. TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green House untuk melakukan fermentasi dari urin kelinci dan pengomposan azolla, dilanjutkan dengan pengaplikasian pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

UNIVERSITAS SEBELAS MARET Pengaruh populasi awal Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) varietas hot beauty dan tm-888 UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Febriana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian dan Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

jenis tanaman dan luas lahan yang akan diambil sampel

jenis tanaman dan luas lahan yang akan diambil sampel 4. Metodologi 4.1. Pengambilan sampel tanah dan jaringan tanaman Untuk nematoda parasit tumbuhan tertentu, seperti nematoda puru akar Meloidogyne spp., menimbulkan tanda serangan dan kerusakan akar yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. dengan Yokohama National University Jepang yang dilaksanakan di Kebun

III. BAHAN DAN METODE. dengan Yokohama National University Jepang yang dilaksanakan di Kebun III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama Unila dengan Yokohama National University Jepang yang dilaksanakan di Kebun

Lebih terperinci

Ditimbang EMB 3,6 gr. Ditambahkan Aquades 100 ml. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Disiapkan NaCl fisiologis 0,9 % sebanyak 10 ml

Ditimbang EMB 3,6 gr. Ditambahkan Aquades 100 ml. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Disiapkan NaCl fisiologis 0,9 % sebanyak 10 ml Lampiran 1 : Isolasi akteri E-coli Tahap 1 (Pembuatan Media EM) Ditimbang EM 3,6 gr Ditambahkan Aquades 1 ml Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Disiapkan NaCl fisiologis,9 % sebanyak 1 ml Dimasukkan kedalam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di Green House Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Teknik Sumber Daya Air

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 - Oktober 2014 di Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

LAPORAN HASIL PERCOBAAN LAPORAN HASIL PERCOBAAN PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI FUNGISIDA RIZOLEX 50 WP (metil tolklofos 50%) (385/PPI/8/2008) TERHADAP PENYAKIT BUSUK DAUN Phytophthora infestans PADA TANAMAN KENTANG Pelaksana : H.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 sampai bulan Januari 2016 bertempat di Screen House B, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret,

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Februari Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR A 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR Dalam percobaan faktorial, pengaruh dua faktor atau lebih diselidiki secara bersama-sama. Apabila pengaruh suatu faktor diperkirakan akan berubah menurut

Lebih terperinci

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah PROPOSAL TUGAS AKHIR - SB 091351 UJI POTENSI EKSTRAK DAUN BINTARO (Cerbera odollam) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA TERHADAP MORTALITAS HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) DENGAN MEDIA DAUN CABAI RAWIT (Capsicum

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green house Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret 2016. B. Penyiapan

Lebih terperinci