BAB I PENDAHULUAN. kapal.konflik yurisdiksi ini timbul berkaitan dengan adanya yurisdiksi ekstra
|
|
- Agus Yohanes Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Masalah Laut pada umumnya merupakan wilayah yang berbatasan dengan suatu negara, sehingga seringkali kejahatan yang dilakukan di wilayah laut lepas dapat menimbulkan konflik yurisdiksi antara Negara pantai dengan Negara bendera kapal.konflik yurisdiksi ini timbul berkaitan dengan adanya yurisdiksi ekstra territorial yang dimiliki oleh Negara bendera kapal yang dimiliki oleh Negara pantai.oleh karena itu kewenangan Negara pantai untuk menerapkan yurisdiksi kriminal di wilayah perairan yang berada di bawah yurisdiksinya terhadap kejahatan-kejahatan, khususnya yang dilakukan oleh kapal asing, harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam hukum internasional.pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum internasional, akan menimbulkan kemungkinan bahwa Negara pantai dapat diajukan ke Mahkamah Internasional. Pembajakan di laut lepas baik yang dilakukan oleh kapal-kapal asing, maupun oleh kapal-kapal domestik di wilayah perairan internasional akhir-akhir ini telah menimbulkan keresahan bagi pelayaran internasional.penindakan kejahatan pembajakan laut lepas tersebut, didasarkan pada berlakunya hukum internasional yang berkaitan dengan pembajakan laut lepas. Hukum internasional yang harus dipatuhi oleh setiap negara, untuk pelayaran di laut lepas baik negara berpantai maupun negara tidak berpantai harus mengibarkan bendera satu saja, tidak diperkenankan untuk dilepas mengganti benderanya selama dalam perjalanan atau di pelabuhan yang singgahi, kecuali ada hal-hal lain. Dan ditegaskan bagi kapal yang berlayar memakai dua bendera dari dua negara atau lebih dengan sesuka hatinya atau dalam pelayaran berganti-ganti bendera, maka mereka tidak boleh menuntut suatu kebangsaan yang dimaksud
2 terhadap suatu negara dan kapal itu dapat disamakan dengan sebuah kapal tanpa kebangsaan.kecuali pada keadaanyang luar biasa dan dicantumkan dalam perjanjian internasional.bagi kapal-kapal di laut lepas mempunyai kekuasaan penuh terhadap kekuasaan hukum (jurisdiksi) suatu negara selain dari negara yang benderanya dipakai oleh kapal tersebut. 1 Pembajakan di laut lepas mempunyai dimensi internasional karena biasanya digunakan untuk menyebutkan tindak kekerasan yang dilakukan di laut lepas.pembajakan di laut lepas sejak dahulu telah diatur berdasarkan hukum kebiasaan internasional karena dianggap mengganggu kelancaran pelayaran dan perdagangan antar bangsa.pengaturan oleh hukum kebiasaan internasional tersebut terbukti dari praktek yang terus menerus dilakukan oleh sebagian besar Negara-negara di dunia. Usaha untuk merintis pembakuan norma tersebut secara sitematis dan teratur melalui usaha kodifikasi telah ditempuh yaitu dengan diadakannya Konperensi Kodifikasi Den Haag 1930 oleh Liga Bangsa-Bangsa. Pengaturan mengenai pembajakan di laut lepas dimasukkan dalam pengaturan tentang hak pengejaran (the right of hot pursuit).usaha untuk mengkodifikasikan pengaturan tersebut gagal karena konperensi tidak menghasilkan suatu konvensi.meskipun demikian usaha ini sudah dapat dikatakan merupakan langkah awal terhadap praktek pengaturan pembajakan di laut lepas. Dalam perkembangannya kemudian pembajakan di laut lepas telah dikategorikan sebagai delict jure gentium atau bertentangan dengan hukum 2 1 P.Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia, Edisi baru, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta 2002, hlm Judarwanto. Perompak Somalia, Kriminal Internasional Masalah Dunia. diakses 30 Maret 2013
3 dunia. Hal itu didasarkan kembali dari kesimpulan Pasal 19 Konvensi Jenewa 1958, yang dirumuskan kembali dalam Pasal 105 Konvensi Hukum Laut PBB 1982, yang mengatakan bahwa setiap Negara dapat menahan, merampas, menyita serta mengadili terhadap pelaku pembajakan di laut lepas dimanapun pelaku berada. Sebagai hukum positif internasional, pengaturan pembajakan dilaut lepas berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 telah memperlihatkan adanya perkembangan dalam dalam hal pembajakan, tindakan yang dikategorikan sebagai pembajakan, pelaku pembajakan dan sarana yang digunakan untuk melakukan pembajakan. Perkembangan tersebut memang mencerminkan kebutuhan masyarakat internasional yang sesuai dengan kondisi dan situasi saat ini. Dengan demikian pembajakan di laut, khususnya di laut lepas merupakan kejahatan internasional berdasarkan kriterianya, diantaranya yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan atau kejahatan yang dilarang dalam: 1. Hukum kebiasaan Internasional 2. Perjanjian internasional yang mengatur secara khusus tentang kejahatan internasional 3. Konvensi lain yang tidak secara khusus mengatur tentang kejahatan internasional (Konvensi Hukum Laut 1982 yang mengatur pembajakan di laut lepas) Bagi Negara kepulauan perairan seperti Somalia, tindak kekerasan di laut baik berupa pembajakan sudah merupakan bagian dari dinamika kehidupan dilaut
4 yang perlu untuk mendapatkan penanganan yang serius.apabila terjadi suatu pembajakan laut lepas yang ditujukan kepada awak atau penumpang kapal maka tidak berarti telah terjadi sebuah tindakan pembajakan di laut lepas. Salah satu contoh adalah Pembajakan yang beroperasi di lepas pantai Somalia meningkatkan serangan pembajakan terhadap kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden meski angkatan laut asing digelar di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu sejak 2008.Kapal-kapal perang asing berhasil menggagalkan sejumlah pembajakan dan menangkap puluhan pembajakan, namun serangan masih terus berlangsung. Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia.biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008.Angka tidak resmi menunjukkan 2009 sebagai tahun paling banyak pembajakan di Somalia, dengan lebih dari 200 serangan termasuk 68 pembajakan yang berhasil dan uang tebusan diyakini melampaui 50 juta dolar US. Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dolar US dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden tampaknya hanya membuat pembajakan memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India. 3 Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang 3 diakses 30 Maret 2013
5 berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak.pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi pembajakan yang membajak kapal-kapal seperti kasus kapal MV Jahan Moni dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak. Pembajakan, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perangmenggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991.Selain pembajakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut. 4 Seperti kasus sebuah kapal M.V. Jahan Moni berbendera Bangladesh di lepas pantai India di Laut Arab dibajak oleh orang Somalia. Para pembajakan Somalia mulai naik kapal setelah mengejar M.V. Jahan Moni di Laut Arab.Kapal dengan 16 awak milik sebuah perusahaan pelayaran Bangladesh itu sedang menuju ke arah Eropa dengan barang dagangan dari Singapura.Para pembajakan Somalia telah mengumpulkan puluhan juta US dolar uang tebusan dari membajak kapal M.V. Jahan Moni di Lautan India, meskipun pembajakan itu terjadi sekitar kilometer di timur Somalia. 5 Bangladesh meminta bantuan dari kelompok anti pembajakan di Dubai dan Singapura serta penjaga pantai India segera setelah peristiwa pembajakan. Bajak laut Somalia yang telah menghasilkan sepuluh juta dollar dari hasil pembajakan kapal M.V. Jahan Moni, termasuk tanker dan kapal pengangkut 4 di akses 27 Maret di akses 27 Maret 2013
6 barang, di Samudra India dan Teluk Aden serta menahan kapal M.V. Jahan Moni itu untuk uang tebusan, walaupun angkatan laut asing terus berupaya menangkal penyergapan semacam itu. 6 Untuk itu dilakukan penelitian dengan mengangkat tema mengenai bagaimana solusi pembajakan kapal di laut lepas ditinjau dari hukum internasional.oleh karena itu, judul yang diajukan adalah Pembajakan kapal di Laut Lepas ditinjau dari hukum internasional (studi kasus kapal MV Jahan Moni). B. Perumusan Masalah Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan dalam penelitian. Dengan adanya perumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan. Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanapengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan hukum internasional? 2. Bagaimana pembajakan kapal MV Jahan Moni? 3. Bagaimanaupaya-upaya dalam menangani permasalahan pembajakan di laut lepas pada kasus kapal MV Jahan Moni? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian 6 di akses 27 Maret 2013
7 Tujuan utama dari penulisan skripsi ini secara umum adalah untuk menempatkan Studi Analisa Hubungan Internasional sebagai bidang yang menarik dalam ilmu Hubungan Internasional. Suatu penulisan biasanya dilakukan untuk memberikan gambaran obyektif terhadap fenomena tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: a. Untuk mengetahuipengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan hukum internasional. b. Untuk mengetahui pembajakan kapal MV Jahan Moni. c. Untuk mengetahuiupaya-upaya dalam menangani permasalahan pembajakan di laut lepas pada kasus kapal MV Jahan Moni. 2. Manfaat penelitian Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Penelitian ini sangat penting untuk memperoleh data yang dapat di percaya dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai bahan penyusunan skripsi dan bahan pembinaan serta memperkaya khasanah perbendaharaan ilmu hukum khususnya Hukum Internasional. b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dipergunakan sebagaisumber kajian bagi yang berkepentingan. D. Keaslian Penelitian Adapun judul tulisan ini adalahpembajakan kapal di laut lepas ditinjau dari hukum internasional (studi kasus kapal MVJahan Moni). Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa fakultas hukum
8 USU. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E.Tinjauan Kepustakaan Perkembangan kedaulatan suatu negara dilaut dapat ditelusuri melalui sejarahhukum laut internasional itu sendiri, dimana terdapat pertarungan antara dua asashukum laut, yaitu Res Nullius dan Res Communis.Menurut penganut asas ResNullius, laut itu tidak ada yang memilikinya, oleh karena itu dapat dimiliki setiapnegara yang menginginkannya. Sedangkan penganut asas Res Communisberpendapat bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia, oleh karena itu tidak dapat dimiliki oleh setiap negara. Dalam praktik negara-negara tepi laut tengah sejak zaman kuno asas Res Communis inilah yang dijalankan oleh kerajaankerajaanrhodia, Persia, Yunani dan Romawi. 7 Penguasaan negara terhadap laut berdasarkan kepada suatu konsepsi hukum,diawali dengan keluarnya peraturan-peraturan Hukum Laut Rodhia abad ke-2sebelum Masehi, yang diterima dengan baik oleh semua negara di tepi Laut Tengah. 8 Kerajaan Romawi sebagai kerajaan yang menguasai seluruh wilayah Laut Tengah padaabad ke-7 masih merujuk pada aturan-aturan Rodhia itu, sehingga Laut Tengahmenjadi laut yang aman dan bebas dari gangguan para bajak laut serta semua orangdapat melintasiya dengan aman. Pemikiran hukum yang 7 Hasyim Djalal, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Penerbit BPHN danbinacipta, Bandung, 1979, hlm Syamsumar Dam, Politik kelautan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 12
9 melandasi sikap bangsaromawi terhadap laut itu adalah diakuinya asas hak bersama seluruh umat manusia(res Communis Omnium) dalam bentuk kebebasan berlayar dan menangkap ikan,dimana negara bertindak sebagai pelindung dari penggunaan asas tersebut.selain itu,muncul pula pemikiran bahwa laut itu tidak ada yang memiliki, oleh karena itu lautdapat dimiliki dengan mendudukinya yang didasarkan atas konsepsi occupatio yangterdapat didalam hukum perdata Romawi.Walaupun asas ini dapat memberikepastian, tetapi pada akhirnya menjadi sumber persengketaan karena tidakmemberikan suatu penyelesaian yang baik. Setelah runtuhnya kerajaan Romawi, pada abad pertengahan muncul negaranegara tepi laut tengah yang baru yang masing-masing menuntut sebagian dari lautberbatasan dengan pantainya dengan alasan masing-masing. Hal ini telahmenimbulkan bahwa laut tidak lagi menjadi milik bersama (res communis). Para ahli hukum Romawi pada abad pertengahan seperti Bartolus dan Baldus mengemukakan teori yang membagi wilayah laut menjadi dua bagian yaitu laut yang berada dibawah kekuasaan negara pantai, dan laut lepas yang bebas dari kekuasaan dan kedaulatansiapa pun. 9 Mengenai laut lepas, Grotius seorang berkebangsaan Belanda dalam bukunyamare Liberum atau Kebebasan di Laut berpendapat bahwa laut susah 9 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Penerbit Binacipta, Bandung, 1978, hlm. 2
10 diukur,sehingga laut tidak dapat digabungkan dengan milik suatu bangsa atau laut tidakboleh ada yang memilikinya karena akan mengganggu kebebasan bangsa lain untukmemanfaatkannya. Bahkan menurutnya laut merupakan sumber kekayaan yang tidakterhabiskan (inexhaustable), oleh karenanya semua bangsa bebas untukmemanfaatkannya. 10 Dilaut lepas sesama negara mempunyai hak untuk melakukan kewajiban untuk menciptakan atau bekerjasama dengan negara berbatasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan menjaga keadaan Laut Lepas sebagai sumber ekonomi bagi negara-negara pada umumnya. Laut Lepas merupakan milik seluruh negara bangsa di dunia ini, maka semua negara ikut menjaga kelestarian akan sumber alam hayati maupun non hayatinya, sehingga dengan tetap mempertahankannya kondisi lingkungan laut dalam artian luas, akan dapat menjamin kelestarian fungsinya pula. 11 Pengaturan tentang kedaulatan dan yuridiksi negara di laut secara konperhensif mulai dilakukan oleh empat konvensi-konvensi Jenewa tahun 1958 yang mengatur tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan, perikanan dan konservasi sumber daya hayati di Laut Lepas. Sampai dengan sekitar tahun 1970-an keempatkonvensi tersebut masih dianggap cukup memadai untuk mengatur segala kegiatanmanusia di laut. Tuntuan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap konvensi-konvensi tersebut muncul seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi penambangan didasar laut serta menurunnya persediaanpersediaan sumber dayahayati laut.disamping itu pesatnya teknologi perkapalan juga merupakan salah satufaktor penting yang menyebabkan konvensi-konvensi itu dianggap sudah tidakmemadai lagi. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah bertambahnya jumlahnegara yang baru merdeka, sehngga menimbulkan tuntutan-tuntutan baru terhadaplaut Ibid, hlm P. Joko Subagyo, Op.Cit, hlm Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoe, Pengantar HukumInternasional, Penerbit Alumni, Bandung, 2003, hlm. 170
11 Sejak pembagian laut atas LautLepas dan Laut Teritoral, maka rejimhukum yang berlaku atas kedua bagian itu berbeda.pada Laut Lepas terbuka digunakanbagi semua negara, sedangkan pada Laut Teritorial berada di bawah kedaulatan suatunegara pantai, meskipun harus memperhatikan kepentingan internasionaldalambentuk pelayaran. Agar kedua kepentingan itu dapat berlangsung selaras terciptalahapa yang dikenal dengan dalam Hukum Laut Internasional dengan The Right ofinnocent Passage atau Hak Lintas Damai. Dalam kepustakaan HukumInternasional, Hak Lintas Damai telah melembagadalam Konvensi Hukum Internasional, yaitu Konvensi Den Haag 1930.Namunpengaturan lebih lengkap dirumuskan dalam Konvensi Hukum Laut 1958 dalamperkembangan selanjutnya dimuat dalam Konvensi Hukum Laut 1982 (KHL 1982)yang banyak mengalami perkembangan dalam pengaturan lintas damai ini. Dalam tulisan ini membatasi pengaturan menangani lintas damai yangdiatur dalam Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982.Karena pada umumnya ketentuan-ketentuan menangani di Laut Teritorial dalam Konvensi Hukum Laut (KHL) 1958 banyak mengutip dari Konvensi terdahulu, yaitukonvensi HukumLaut (KHL 1958).Terdapat beberapa perkembangan dalampengaturan lintas damai di laut teritorial dan juga terdapat pengaturan baru menganilintas damai di Selat yang digunakan untuk pelayaran Internasional dan juga diperairan Kepulauan atau lintas alur Kepulauan. Pembajakan adalah sebuah tindakan perang seperti yang dilakukan oleh pihak swasta (yang tidak berafiliasi dengan pemerintah mana pun) yang terlibat
12 dalam tindak perampokan dan / atau kekerasan kriminal di laut. Istilah ini telah digunakan untuk merujuk pada serangan lintas batas tanah oleh agen-agen nonnegara.istilah ini juga dapat mencakup tindakan yang dilakukan di air atau di pantai. Pembajakan, menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982, terdiri dari setiap tindak pidana kekerasan, penahanan, pemerkosaan, atau penyusutan berkomitmen untuk kepentingan pribadi oleh awak atau penumpang kapal pribadi atau pesawat yang diarahkan di laut tinggi terhadap lain kapal, pesawat, atau terhadap orang atau properti di papan sebuah kapal atau pesawat udara. Pembajakan juga dapat dilakukan terhadap kapal, pesawat, orang, atau properti di tempat di luar yurisdiksi negara mana pun. Pembajakan merupakan salah satu bentuk kejahatan pelayaran yang telah lama ada.pembajakan berkembang seiring dengan perkembangan perdagangan.sejak abad ke-18 masyarakat bangsa-bangsa telah mengenal dan mengakui kejahatan pembajakan terhadap kapal-kapal dagang di laut sebagai kejahatan internasional (piracy de jure gentium).pada masa itu hubungan perdagangan sangat penting sehingga tindakan pembajakan dipandang sebagai musuh bangsa-bangsa karena sangat merugikan kepentingan kesejahteraan bangsa-bangsa. 13 Pembajakan di laut memiliki karakteristik sebagai berikut: diakses 11 Juli Victor Situmorang, Sketsa Azas Hukum LautInternasional, Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm 57
13 1. Diakui oleh masyarakat internasional sebagai kejahatan jure gentium karena dianggap sebagai hostis humani generic (musuh bersama umat manusia); 2. Tindakan yang memiliki dampak atas lebih dari satu negara; 3. Melibatkan lebih dari satu kewarganegaraan; 4. Penggunaaan sarana dan prasarana yang cukup canggih; 5. Merupakan golongan tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan hukum internasional. Dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) Pasal 123, "pembajakan maritim" terdiri dari: 1. Tindakan illegal kekerasan atau penahanan, atau setiap tindakan pembinasaan, berkomitmen untuk kepentingan pribadi oleh awak atau penumpang kapalpribadi atau pesawat pribadi, dan diarahkan: a. Di Laut Lepas, terhadap kapal atau pesawat udara lain, atau terhadap orang atau properti di kapal seperti kapal atau pesawat udara; b. terhadap sebuah kapal, pesawat, orang atau properti di suatu tempat di luar wilayah hukum dari setiap Negara; 2. Setiap tindakan partisipasi sukarela dalam pengoperasian kapal atau pesawat dengan pengetahuan tentang fakta-fakta membuat kapal bajak laut atau pesawat udara;
14 3. Setiap tindakan menghasut atau sengaja memfasilitasi tindakan yang diuraikan dalam sub ayat (a) atau (b). 15 The International Maritime Bureau (IMB) mendefinisikan pembajakan adalahtindakan naik kapal apapun dengan maksud untuk melakukan pencurian atau kejahatan lain, dan dengan maksud atau kemampuan untuk menggunakan kekuatan sebagai kelanjutan dari tindakan itu. 16 Laut lepas adalah res nullius, dan kecuali apabila terdapat aturan-aturan pengecualian dan batasan-batasan yang diterapkan untuk kepentingan negaranegara, laut lepas tidak merupakan wilayah negara manapun.dokrin laut bebas (freedom of the sea) berarti bahwa kegiatan-kegiatan di laut dapat dilakukan dengan bebas dengan mengindahkan penggunaan laut untuk keperluan lainya. Kemudian konsep laut bebas ini lebih jelas terlihat didalam Pasal 2 Konvensi Jenewa tentang Laut Lepas 1958, yang menyatakan bahwa Laut Lepas adalah terbuka untuk semua bangsa, tidak ada suatu negaramanapun secara sah dapat melakukan pemasukan bagian daripadanya kebawah kedaulatannya. Didalam Konvensi Hukum laut 1982 terlihat beberapa perubahan atas konsep Laut Lepas seperti yang didefinisikan oleh konvensi tentang Laut Lepas tahun Keempat kebebasan yang disebutkan oleh Pasal 2 konvensi tentang Laut Lepas 1958, tetap terlihat dalam Pasal 87 dari konvensi baru dan tambahan dengan dua macam kebebasan laut lainnya yaitu : 15 diakses 5 Juni akses 28 Maret 2013
15 a) Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan nistalasi lainya yang di izinkan hukum internasional, sesuai dengan ketentuan Bab VI dan XII. b) Kebebasan riset ilmiah, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bab VI dan XIII. Kebebasan di Laut Lepas harus memperhatikan kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan yang sama karena untuk tujuan-tujuan damai (peaceful purposes). Konvensi Hukum Laut 1982 Pasal ditegaskan bahwa bajak laut sebagai sebuah tindakan menaiki atau berusaha menaiki kapal apapun dengan maksud melakukan pencurian atau bentuk kejahatan lain dan dengan usaha atau kemampuan menggunakan kekerasan dalam aksinya. Definisi tersebut tidak membedakan antara penyerangan di laut bebas dan di dalam perairan teritorial sehingga mencakup penyerangan terhadap kapal di wilayah perairan teritorial.definisi tersebut termasuk tidak hanya serangan terhadap kapal-kapal yang sedang berlayar saja, namun juga serangan terhadap kapal-kapal yang sedang berlabuh di pelabuhan atau sedang menurunkan jangkar.selain itu, keharusan pelibatan dua kapal juga tidak digunakan, yang berarti bahwa penyerangan dari sebuah rakit atau bahkan dari dermaga dapat dikategorikan sebagai aksi bajak laut. Pembajakan Somaliaakhir-akhir ini telah menjadi sorotan di dunia Internasional karena yang terjadi adalah pembajaksomaliasering membajak kapal dan menyandera para awak maupun penumpang kapal di Samudra Hindia, kemudian membawa mereka ke pantai Somaliauntuk meminta uang tebusan. Aktivitas pembajakan Somaliatelah menjadi ancaman serius bagi dunia pelayaran Internasional sejak abad 21. Kegiatan pembajakan yang telah
16 berlangsung selama ini telah menjadi suatu ancaman yang menakutkan bagi kapal-kapal dari berbagai negara di belahan dunia yang melintasi Somalia, sehingga melambungkan nama perompak Somalia di mata internasional. Pembajak Somalia atau bajak laut Somalia merupakan sebutan bagi para bajak laut yang beroperasi di wilayah perairan Somalia yang meliputi kawasan Samudera Hindia hingga lepas pantai timur Somalia, Laut Arab dan teluk Aden yang merupakan jalur utama pelayaran dunia. Pembajakan yang terjadi disomaliajelas merupakan persoalan internasional. Berdasarkan Piagam PBB Bab 1 Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa tugas pokok berdirinya PBB adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Perompakan tergolong sebagai tindakan ilegal berupa kekerasan dan penjarahan terhadap kapal komersial. Kapal perompak juga menghalangi bantuan kemanusiaan yang masuk untuk mengatasi krisis pangan di Somalia. Oleh sebab itu, tindakan tersebut merupakan tindakan yang mengancam keamanan internasional dan kepentingan kemanusiaan secara luas. Salah satu Hukum Internasional yang mengatur mengenai penanganan terhadap pembajakan Somalia adalah UNCLOS (United Nations Convention Law of the Sea) Hukum tersebut memuat pasal yang berisi pengertian pembajakan dan aturan penangkapan terhadappembajakan. Secara substansi, ketetapan dalam hukum tersebut seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan pembajakan. Tetapi tindakan pelanggaran hukum tersebut masih terus menerus terjadi hingga kini. Masalah tersebut menjadi menarik untuk diteliti karena seharusnya secara substansi, hukum dibuat untuk menindak tindakan pelanggaran hukum. Tetapi
17 justru lemah dalam menyelesaikan persoalan pembajakan. Masalah tersebut menjadi menarik untuk diteliti. Secara teoritis, masalah tersebut dapat dianalisis melalui ketetapan yuridiksi hukum yang dimuat di dalam aturan UNCLOS 1982 untuk mengetahui mekanisme hukum yang digunakan untuk mengatasi kasus tersebut. Para pembajak laut di lepas pantai Somalia sangat brutal dan berani membajak kapal-kapal besar walaupun mereka menggunakan peralatan tradisional, yakni menggunakan kapal boat kecil.hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam dunia maritim Internasional.Beberapa negara-negara dunia saat ini ambil bagian dalam upaya menjaga keamanan laut dari para perompak.banyak negara-negara dunia mengirimkan armada kapal perangnya untuk menjaga wilayah lepas pantai Somalia yang paling ditakuti tersebut. Bajak laut menyita banyak kapal dagang besar dan menggunakannya sebagai kapal induk untuk menempatkan perahu-perahu kecil untuk tujuan mempermudah operasi di lepas pantai dan di luar jangkauan pasukan internasional. Pertama kalinya perompak menggunakan kapal jarahan yang tak di tebus untuk tujuan jahat.pembajak Somalia mempunyai jaringan yang sangat terorganisir dan rapi untuk menghidari dari tangkapan pasukan internasional yang rutin berpatroli di wilayah tersebut.pasukan internasional yang bekerja sama di wilayah tersebut meliputi pasukan Uni Eropa, aliansi militer NATO, dan gugus tugas militer gabungan yang menyatukan bangsa-bangsa dari seluruh dunia untuk menangani masalah-masalah keamanan, termasuk pembajakan.
18 Kerjasama antar Negara-negara menyelidiki dan menangkappembajakan di Laut Lepas tersebut sampai ke akar-akarnya dan meneliti sumber-sumber pendanaan, peralatan, relasi dan pihak di belakang para pembajak tersebut. 17 Menurut Pasal 101 UNCLOS III 1982,dijelaskan bahwa perompakan di laut dapat disebut piracy apabila memenuhi unsur-unsur: a. Merupakan tindak kekerasan yangtidak sesuai hukum. b. Untuk tujuan pribadi. c. Yang dilakukan kepada awak ataupenumpang dari private shipatau privateaircraft. d. Terjadi di laut bebas (high seas) atau ditempat lain di luar yurisdiksinasional suatu negara. Layaknya fenomena sosial lainnya,pembajakan laut (sea piracy) memiliki definisi yang beragam.keberagaman ini menunjukkan beragam kepentingan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mengingat sebuah definisi memiliki implikasi hukum, politik dan ekonomi yang mengikat, termasuk implikasi dalam interaksi antar negara. Pembajakan di laut ( piracy ) merupakan kejahatan internasional ( international crime ) yang memberikan yurisdiksi kepada Negara manapun untuk mengambil langkah tegas terhadapnya. Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 (1982 UNCLOS) mendefinisikan piracy sebagai pembajakan laut yang dilakukan di luar yurisdiksi Negara pantai, sehingga kemudian praktek Negara membedakan antara pembajakan laut yang terjadi di luar yurisdiksi Negara yang 17 akses 29 Maret 2013
19 disebut sebagai pembajakan di laut ( piracy ) dimana yurisdiksinya bersifat universal ( universal jurisdiction ) dan pembajakan laut yang terjadi di dalam wilayah satu Negara yang lebih dikenal dengan istilah perampokan di laut ( sea armed robbery ) dimana yurisdiksinya berada di bawah Negara pantai. 18 Pembajakan sudah ada sejak3000 tahun yang lalu.kapan persisnya kegiatan pembajakan ada atau dimulai sangat tergantung pada bagaimana kata pembajakan.pada tahun 2000 SM, para saudagar bangsa Phoenesia, selain usaha berdagang mengarungi laut, tidak jarang menyerang kapal-kapal dagang lain, bahkan kadang kala juga menyerang kota-kota di sekitar pantai/pelabuhan. Kata pembajakan pertamakali digunakan oleh sejarawan Roma, Polybius, pada sekitar tahun 140 SM. Sejarawan Yunani, Plutarch tercatat sebagai orang yang pertama yang memberikan definisi mengenai pembajakan, yaitu serangan yang tidak sah yang dilakukan tidak saja terhadap kapal-kapal di laut tetapi juga terhadap kota-kota di sekitar pelabuhan. 19 Meskipun demikian, upaya itu tetap tidak memberikan kejelasan terhadap kata pembajakan. Para pelaut yang dikenal dengan sebutan Viking tidak pernah dianggap sebagai pembajak, meski melakukan tindakan yang sulit dibedakan dengan pembajak lainnya. 20 F. Metode Penelitian 18 diakses 6 Juni ory.phpdi akses 28 Maret Ibid
20 Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi : 1. Tipe Penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. 21 Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hukum internasional. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif konflik hukum internasional. 2. Data dan Sumber Data Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 22 : a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer : subjek hukum internasional dan kejahatan pelayaran laut yang terkait dengan pembahasan. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar, majalah, dan artikel dari internet. 3. Teknik Pengumpulan Data hlm Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta, 1986, 22 Ibid, hlm
21 Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara 23 :Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis bukubuku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundangundangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 4. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian dikemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh. G.Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, 23 Ibid, hlm 24.
22 Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : PENGATURAN PEMBAJAKAN DI LAUT LEPAS BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL. Dalam bab ini berisi tentangsejarah Pembajakan di laut lepas, Pengaturan Hukum Internasional mengenai pembajakan di laut lepas dan Ketentuan Pembajakan Laut Lepas berdasarkan Konvensi Jenewa 1958 dan Konvensi Hukum Laut PBB BAB III : PEMBAJAKAN KAPAL MV JAHAN MONI. Bab ini berisikan tentangpembajakan terhadap Kapal MV Jahan Moni, Penyebab terjadinya pembajakan kapal MV Jahan Moni dan Pembebasan sandera kapal MV Jahan Moni di Perairan Somalia. BAB IV : UPAYA-UPAYA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN PEMBAJAKAN DI LAUT LEPAS PADA KASUS KAPAL MV JAHAN MONI. Bab ini berisi tentangpengamanan atau penangkapan terhadap pembajakan kapal di Laut Lepas, Kerjasama pesisir Indian Ocean Region (IOR) atau Wilayah Samudera India dalam penanganan Pembajakan kapal Laut Lepas dan Solusi Pembajakan Kapal MV Jahan Moni. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran
1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.
Lebih terperinciHak Lintas Damai di Laut Teritorial
Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis
Lebih terperinciPENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari
PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA Oleh: Ida Ayu Karina Diantari Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional
Lebih terperinciBAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the
BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara
Lebih terperinciZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si
ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat
Lebih terperinciHukum Laut Indonesia
Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah panjang untuk mendapatkan status sebagai negara kepulauan. Dimulai dengan perjuangan Indonesia
Lebih terperinciPembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia
Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.
161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara
Lebih terperinciPerkembangan Hukum Laut Internasional
Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlindungan langsung dari salah satu negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembajakan di kapal laut sudah ada sejak jaman Illyrians tahun 233 SM. Pada saat itu kekaisaran Romawi telah melakukan upaya untuk melindungi pedagang Italia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu
Lebih terperinciPERENCANAAN KAWASAN PESISIR
PERENCANAAN KAWASAN PESISIR Hukum Laut Internasional & Indonesia Aditianata Page 1 PENGERTIAN HUKUM LAUT : Bagian dari hukum internasional yang berisi normanorma tentang : (1) pembatasan wilayah laut;
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. waktu terdapat 10 juta kontainer yang sedang beroperasi di laut
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut masih merupakan jalur transportasi yang paling diminati untuk pengiriman barang. Sebanyak 80% pengiriman barang dilakukan melalui laut. Dalam satu waktu terdapat
Lebih terperinciMUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM
MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wilayah Negara 1. Pengertian negara Negara merupakan suatu lembaga, yaitu satu sistem yang mengatur hubungan yang ditetapkan oleh manusia antara mereka sendiri sebagai satu alat
Lebih terperinciHUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.
HUKUM LAUT I. Pengertian Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. Laut secara hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi.
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinciWilayah Negara Dalam Hukum Internasional
Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laut memiliki peranan penting baik itu dalam sudut pandang politik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut memiliki peranan penting baik itu dalam sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Karenanya, segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. frekuensi lalulintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barangbarang/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut merupakan jalur transportasi pengiriman yang paling diminati untuk mengirimkan barang yang bersifat lintas negara, seiring dengan perkembangan zaman serta meningkatnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.
Lebih terperinciPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi
Lebih terperinciKata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS
YURISDIKSI INDONESIA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh : Kadek Rina Purnamasari I Gusti
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh
BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban
Lebih terperinciMengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,
PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS
Lebih terperinciPENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com
PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1
ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciPERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN
PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)
Lebih terperinciPENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2
PENGATURAN HUKUM HAK LINTAS DAMAI MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA 1 Oleh: Monica Carolina Ingke Tampi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciAlur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),
Lebih terperinciPembajakan kapal di Laut Lepas ditinjau dari hukum internasional (studi kasus kapal MV Jahan Moni) ABSTRAK. Yudi Trianantha
Pembajakan kapal di Laut Lepas ditinjau dari hukum internasional (studi kasus kapal MV Jahan Moni) ABSTRAK Yudi Trianantha 070200298 Pembajakan di laut lepas baik yang dilakukan oleh kapal-kapal asing,
Lebih terperinciNo b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang
BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING
Lebih terperinciTelah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul
Lebih terperinciTUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN
TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Disusun oleh: Adrianus Terry Febriken 11010111140685 Styo Kurniadi 11010111150006 Riyanto 11010111150007 Wahyu Ardiansyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam upaya pemilihan judul skripsi ini. Sebab dunia internasional dihadapkan kepada beragam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh negara yang memiliki banyak pantai karena masalah tersebut sudah ada sejak dulu. Namun hingga
Lebih terperinciMenetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 36 TAHUN 2002 (36/2002) TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau dengan bentangan laut yang sangat panjang yaitu 94.166 kilometer merupakan
Lebih terperinciNAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.
SELAT NAVIGASI Iman Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: iprihandono@unair.ac.id Blog: imanprihandono.wordpress.com Dalam arti geografis:
Lebih terperinciHukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi
Hukum Internasional Kl Kelautan Riza Rahman Hakim, S.Pi Hukum laut mulai dikenal semenjak laut dimanfaatkan untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai sumber kehidupan seperti penangkapan ikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai yang mencapai 95.181 km 2, yang menempatkan Indonesia berada diurutan keempat setelah Rusia,
Lebih terperinciSAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum
Catatan : Naskah ini adalah terjemahan yang dikerjakan oleh Tim TNI AL dan ICRC (Perbanyakan dan penggandaan hanya dapat dilakukan atas ijin team penterjemah) SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT
Lebih terperincimaka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.
115 maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298. Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 tidak hanya memberi keuntungan-keuntungan ekonomi
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan
99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Laut yang pada masa lampau didasari oleh kebiasaan dan hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Laut yang pada masa lampau didasari oleh kebiasaan dan hukum nasional dari negara-negara yang berlaku universal, dianggap tidak lagi memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciPUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH
Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM NEGARA TERHADAP KEDAULATAN WILAYAH LAUT
PERLINDUNGAN HUKUM NEGARA TERHADAP KEDAULATAN WILAYAH LAUT Dr.Yusnani Hasjimzum, S.H.,M.Hum 1 A. PENDAHULUAN Salah satu unsur esensial berdirinya suatu negara adalah wilayah, baik wilayah daratan, udara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur pulau-pulau yang tersebar luas dalam jumlah lebih dari 13.000 pulau besar dan pulau kecil, dengan garis pantai
Lebih terperincipres-lambang01.gif (3256 bytes)
pres-lambang01.gif (3256 bytes) Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas wilayahnya baik darat, air, maupun udara, dimana hukum yang berlaku adalah hukum nasional negara masing-masing.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian
BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Illegal Fishing Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian ikan (illegal fishing), namun juga penangkapan
Lebih terperinciHUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah
Lebih terperinciHAK LINTAS DAMAI (RIGHT OF INNOCENT PASSAGE) BERDASARKAN UNITED NATION CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh: Akbar Kurnia Putra 1 ABSTRAK
HAK LINTAS DAMAI (RIGHT OF INNOCENT PASSAGE) BERDASARKAN UNITED NATION CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 Oleh: Akbar Kurnia Putra 1 ABSTRAK Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif yakni
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya
Lebih terperinciini tentunya tidak terdapat perairan pedalaman namun dalam keadaan-keadaan
batas terluar dari perairan pedalaman suatu negara. Garis pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis terendah, di mana pada keadaan seperti ini tentunya tidak terdapat perairan pedalaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Dinamika Hukum Laut Internasional mengalami perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Dinamika Hukum Laut Internasional mengalami perkembangan yang begitu pesat. Menurut J.G. Starke 1, tidak ada cabang hukum internasional yang lebih banyak mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)
POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING) A. Pendahuluan Wilayah perairan Indonesia yang mencapai 72,5% menjadi tantangan besar bagi TNI
Lebih terperinciWestget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.
Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Balas campur tangan militer Kenya di Somalia, kelompok al Shabab menyerang sebuah mal di Nairobi,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DIPERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF BERDASARKAN UNDANG-
BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DIPERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN A. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak langsung bahanbahan atau energi
Lebih terperinciBentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Sumber: LN 1985/76; TLN NO. 3319 Tentang: PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic
BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic state) yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan kekayaan alam melimpah di berbagai sektor sumber daya alam. Selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciPROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA
PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP
29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut
Lebih terperinciPERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan
Lebih terperincipenting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional adalah hukum atau peraturan yang berlaku diluar dari wilayah suatu negara. Secara umum, hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING DALAM MELAKSANAKAN HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN MELALUI ALUR LAUT KEPULAUAN YANG DITETAPKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi
Lebih terperinciNo Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional
Lebih terperinci