IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Kabupaten Tangerang Kabupaten Tangerang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Banten dengan ibukotanya adalah Tigaraksa. Kabupaten ini terletak tepat di sebelah barat Jakarta, berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Provinsi DKI Jakarta di timur, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak di selatan, serta kabupaten Serang di timur (Gambar 13). Cisauk Selat Sunda Kabupaten Tangerang Kota Tangsel Provinsi Banten Provinsi Jabar Gambar 13 Letak Kabupaten Tangerang dan Kota Tangsel Kabupaten Tangerang memiliki topografi yang relatif datar, terdiri dari 2 bagian, yaitu: dataran rendah di bagian utara dengan ketinggian berkisar antara 0 25 meter di atas permukaan laut, yaitu kecamatan Teluk Naga, Mauk, Kemiri, Sukadiri, Kresek, Kronjo, Pasarkemis, dan Sepatan dan Dataran Tinggi dari bagian tengah ke arah selatan dengan ketinggian lebih dari 25 meter di atas permukaan laut. Kemiringan lereng rata-rata 3 8 % menurun ke utara. Ketinggian wilayah berkisar antara m di atas permukaan laut. Wilayah bagian utara merupakan daerah pesisir pantai sepanjang kurang lebih 50 km. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tangerang merupakan dataran rendah. Sungai Cisadane, sungai terpanjang di Tangerang, mengalir dari selatan dan bermuara di Laut Jawa.

2 60 Kabupaten Tangerang merupakan wilayah perkembangan Jakarta. Secara umum, Kabupaten Tangerang dapat dikelompokkan menjadi tiga wilayah pertumbuhan, yakni: 1. Pusat Pertumbuhan Wilayah Serpong, berada di bagian timur (berbatasan dengan Jakarta), difokuskan sebagai wilayah permukiman dan komersial. 2. Pusat Pertumbuhan Balaraja dan Tigaraksa, berada di bagian barat, difokuskan sebagai daerah sentra industri, permukiman, dan pusat pemerintahan. 3. Pusat Pertumbuhan Teluk Naga, berada di wilayah pesisir, untuk industri pariwisata alam dan bahari, industri maritim, perikanan, pertambakan, dan pelabuhan. Sebagian penduduk Kabupaten Tangerang kebanyakan mereka bekerja di Jakarta. Beberapa perumahan memiliki fasilitas yang lengkap, sehingga menjadi kota mandiri; diantaranya adalah: Bumi Serpong Damai, dan Lippo Karawaci. Wilayah terbangun di Kabupaten Tangerang, sebagian besar terdapat di wilayah Selatan, terutama di bagian timur yang berbatasan dengan kota Tangerang dan DKI Jakarta. Wilayah di utara merupakan wilayah pesisir pantai yang masih berupa lahan hijau (sawah). Selain itu, juga terdapat beberapa daerah pengembangan kota, yaitu kawasan Pusat Pemerintahan Tigaraksa dan Kawasan Kota Baru Bumi Serpong Damai di bagian selatan Kabupaten Tangerang. 4.2 Kondisi Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota dari 8 kabupaten/kota di Provinsi Banten. Kota Tangerang Selatan merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, diresmikan sebagai daerah otonom pada tanggal 28 Oktober 2008 dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun Kota Tangerang Selatan merupakan daerah strategis karena berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, berjarak + 20 kilometer ke ibukota negara dan + 20 menit dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Batas-batas administrasi KotaTangerang Selatan menurut Undang-Undang 51 Tahun 2008 adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pinang, Kecamatan Larangan, Kecamatan Ciledug Kota Tangerang. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan sebelah barat berbatasan

3 61 dengan Kecamatan Cisauk, Kecamatan Pagedangan, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Secara administratif Kota Tangerang Selatan terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan, yaitu (1) Serpong dengan luas 2,404 ha, (2) Serpong Utara dengan luas 1,784 ha, (3) Ciputat dengan luas 1,838 ha, (4) Ciputat Timur dengan luas 1,543 ha, (5) Pondok Aren dengan luas 2,988 ha, (6) Pamulang dengan luas 2,682 ha, (7) Setu dengan luas 1,480 ha dan total luas Kota Tangerang Selatan adalah 14,719 ha. Penduduk kota Tangerang Selatan, provinsi Banten pada tahun 2010 sebanyak 1,290,322 jiwa. Secara umum Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah dengan letak ketinggian dari permukaan laut +44 m. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah beriklim tropis, temperatur ratarata berkisar antara C dan temperatur minimum terendah yaitu 22.8 C. Rata-rata kelembaban udara dan intensitas matahari sekitar 78.3% dan 59.3%. Keadaan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu 486 mm, sedangkan rata-rata curah hujan dalam setahun adalah mm. Rata-rata kecepatan angin dalam setahun adalah 3.8m/detik dan kecepatan maksimum 12.6 m/detik. Penggunaan lahan Kota Tangerang Selatan sebagian besar adalah untuk perumahan dan permukiman yaitu seluas 9, ha atau 67.54% dari 14,719 ha. Sawah ladang dan kebun menempati posisi kedua terluas dengan 2, ha atau18.99 %. Penggunaan lahan paling kecil adalah untuk pasir dan galian yaitu seluas ha atau 0.1%. Jenis komoditas pertanian yang diproduksi antara lain padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang panjang, cabe rawit, bayam, terung, kangkung, petsai/sawi, dan cabe besar. Bebagai jenis ternak terdapat di Kota Tangerang Selatan. Untuk ternak besar terdiri dari sapi potong, kerbau dan kuda dengan dominasi sapi potong sebanyak 5,073 ekor. Untuk ternak kecil terdiri dari domba, babi, dan kambing dengan dominasi populasi terbesar adalah kambing sebanyak 14,279 ekor. Unggas yang paling besar populasinya adalah ayam ras petelur sebanyak 1,244,888 ekor. 4.3 Kondisi Lokasi Kecamatan Cisauk Umum Luas wilayah kecamatan Cisauk yaitu 2,831.5 ha, terdiri dari 6 (enam) desa, sementara luas wilayah kecamatan Setu adalah 1,480 ha dan luas masing-masing

4 62 desa tertera pada Tabel 15 dan Peta Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Setu dan sekitarnya tertera pada Gambar 14 dan 15. Tabel 15 Luas Wilayah di kecamatan Cisauk dan Setu Kec. Cisauk, Kab. Tangerang Kec.Setu, Kota Tangsel No Nama Desa Luas (ha) No Nama Desa Luas (ha) 1. Cisauk Muncul Sampora Setu Cibogo Bakti Jaya Suradita Keranggan Mekarwangi Kademangan Dangdang Babakan Jumlah 2,831.5 Jumlah 1,480.0 (Sumber : Laporan Bulanan kec. Cisauk, Mei 2009 dan kec. Setu, Des 2010) Batas-batas wilayah Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Setu: - Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Pagedangan dan Serpong - Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Serpong - Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Pagedangan dan Legok - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor Berdasarkan data Laporan Bulanan kecamatan Cisauk bulan Mei 2009 dan Kecamatan Setu bulan Desember 2010 mempunyai: - Jumlah desa = 12 Desa - Jumlah RW/RT= 93 / Jumlah penduduk= 105,307 jiwa Jumlah rumah yang terdapat di kawasan permukiman di Cisauk pada tahun 2009 adalah sebanyak 23,9495 unit yang dapat dibagi kedalam 3 kelompok berdasarkan kondisi rumahnya yaitu rumah permanen sebanyak 14,665 unit atau %, semi permanen sebanyak 7,553 unit atau %, dan temporer sebanyak 1,731 unit atau 7.23%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17. Jumlah rumah terbanyak adalah desa Kademangan yaitu sebanyak 6,136 unit dan yang paling sedikit adalah desa Sampora yaitu sebanyak 717 unit.

5 63 Kec. Setu Kec. Cisauk Gambar 14 Peta Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Setu, provinsi Banten 63

6 64 Cisauk Setu Gambar 15 Kawasan Permukiman di Cisauk dan sekitarnya Tabel 16 Jumlah Penduduk Kec. Cisauk dan Kec. Setu Tahun 2009 Kec. No Desa Luas Wilayah (ha) Jumlah Pendudk (jiwa) Jumlah KK Lakilaki Perempuan Kepadatan 1 Mekarwangi ,358 2,716 2,642 1, Ket 2 Dandang 512 4,892 2,406 2,486 1, Cisauk 3 Suradita ,632 6,594 6,038 2, Cibogo 411 9,270 4,447 4,823 1, Cisauk ,305 5,097 5,208 2, Sampora ,158 2,223 1,935 1, BSD 7 Muncul ,987 4,108 3,879 2, Setu ,197 4,583 4,614 2, BSD Setu 9 Bakti Jaya ,200 7,900 7,300 3, BSD 10 Keranggan ,313 2,610 2,703 1, Kademangan ,742 6,420 6,261 3, Babakan ,253 4,140 4,113 1, BSD Jumlah ,307 53,244 52,002 23, (Keterangan : Monogram Kantor Kecamatan Cisauk dan Setu tahun 2009), BSD artinya masuk wilayah pengembangan BSD.

7 65 Kondisi sosial masyarakat di Cisauk sepertinya mewakili potret umum kawasan di Tangerang yang terdesak oleh industri dan pertumbuhan yang cepat. Masyarakat, secara umum, tidak siap menghadapi perubahan. Mereka yang dulunya hidup dari bertani, tidak lagi memiliki tanah. Anak-anak muda nyaris tanpa ketrampilan yang memadai, tergiring ke pabrik-pabrik yang tersebar di Kabupaten Tangerang. Di kanan kiri, terbentang komplek perumahan,bahkan sebuah komplek perumahan terhampar 'memotong ' desa. Misalnya, jarak dengan tetangga atau saudara yang awalnya dekat, tidak lagi bisa ditempuh dalam waktu singkat karena umumnya perumahan dikelilingi pagar. Jalan harus berputar jauh, butuh waktu dan ongkos. Perubahan-perubahan ini, membawa dampak yang tidak sederhana terhadap kultur dan psikologi masyarakat. Tabel 17 Jumlah dan kondisi rumah di Kec. Cisauk dan Kec. Setu Tahun 2009 Kec No. Desa Temporer Semi Permanen Permanen Jumlah 1 Mekarwangi Dangdang Suradita 490 1, ,690 Cisauk 4 Cibogo Cisauk ,755 2,223 6 Sampora Jumlah 1,626 2,888 3,811 8,325 1 Kranggan ,137 2 Muncul ,020 1,100 3 Setu ,899 Setu 4 Babakan 25 1, ,235 5 BaktiJaya ,012 3,117 6 Kademangan 7 2,010 4,119 6,136 Jumlah 105 4,665 10, Jumlah Keseluruhan Persentase (%) 7,23 21,54 61,23 100,00 (Sumber: Kantor Kecamatan Cisauk dan Setu, tahun 2009) Dalam skala regional kawasan permukiman di Cisauk memiliki potensi yang dapat mempengaruhi perkembangan kota yaitu: 1. Kecamatan Cisauk memiliki akses yang tinggi ke beberapa simpul pelayanan utama, yaitu ke Jakarta, Tangerang, dan Kabupaten Bogor. Hal tersebut terlihat dengan adanya jaringan jalan Kabupaten, akses ke jalan tol Serpong yang menghubungkan Serpong dengan Jakarta (Bintaro).

8 66 2. Kecamatan Cisauk merupakan hinterland (daerah belakang) bagi pengembangan Serpong, sehingga segala perkembangan yang terjadi di Serpong akan berpengaruh pada perkembangan di kecamatan Cisauk. 3. Berdasarkan RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2006, kecamatan Cisauk berfungsi sebagai kegiatan permukiman dan perkotaan. 4. Adanya Puspiptek sebagai pusat pengembangan teknologi. 5. Adanya sarana pendidikan tinggi (ITI), sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. 6. Adanya kawasan industri Tekno Park yang dapat menyerap tenaga kerja. Disamping itu dalam skala regional kawasan permukiman di Cisauk memiliki permasalahan diantaranya adalah: 1. Adanya akses yang tinggi ke beberapa simpul pelayanan utama, yaitu ke Jakarta, Tangerang, dan Kabupaten Bogor, dapat mendorong percepatan pembangunan dan perkembangan kota yang tidak terkendali. 2. Terjadi arus commuter yang tinggi dimana hal ini dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kecamatan Cisauk pada tahun 2009 terdiri dari penggunaan lahan terbangun sebesar ± 2, ha atau 47.74% dan tidak terbangun ± 2, ha atau 52.26%. Penggunaan lahan untuk permukiman sebesar ± 1, ha atau %, pertanian lahan basah sebesar ± ha atau 21.73% dan lahan kering ± 668,00 ha atau 15,59%. Masih tersedianya lahan bagi pengembangan kegiatan perkotaan yang cukup apabila hal ini dilihat dari masih luasnya lahan yang belum terbangun. Permasalahan dan penggunaan lahan yang terjadi di Kecamatan Cisauk saat ini antara lain pola penggunaan lahan di Kecamatan Cisauk belum terkendali dan belum terstruktur dengan baik. Permasalahan lain adalah belum adanya kejelasan beberapa fungsi ruang kawasan seperti antara fungsi kawasan lindung (konservasi) dan kawasan budidaya. Penyebaran permukiman penduduk yang tidak teratur cukup menyulitkan pelayanan sarana dan prasarana lingkungannya. Penggunaan lahan di Cisauk secara lebih terinci seperti tertera pada Tabel 18.

9 67 Tabel 18 Penggunaan Lahan di Cisauk No Penggunaan Lahan Luas (ha) Prosentase (%) I Lahan Terbangun 1. Pemukiman & Pekarangan 1, Bangunan Pemerintah, Sekolah Perdagangan Industri Subtotal 2,04., II Lahan tidak terbangun 1. Sarana olah raga Pertanianlahanbasah Pertanian lahan kering/ladang/tegalan Perkebunan Empang/kolam Danau/rawa Pekuburan Lain-lain Sub total 2, Jumlah Keseluruhan 4, Sumber: Laporan Bulanan Umum, Kantor Kecamatan Cisauk dan Setu tahun Potensi dan Permasalahan Fisik Potensi fisik dasar yang dimiliki oleh kawasan permukiman di Cisauk antara lain luas wilayah kawasan permukiman di Cisauk ± 4, ha yang terletak di ketinggian meter di atas permukaan laut dengan topografi yang relatif datar dan kemiringan 3-8%, memiliki kesesuaian lahan untuk kegiatan perkotaan. Potensi air tanah rata-rata 5.70 liter/detik/km 2 (0.057 liter/detik/ha) dengan kedalaman air tanah antara meter. Potensi air permukaan yang tersedia: Sungai Cisadane, Sungai Angke, Sungai Jaletreng dan Sungai Cimanceuri dengan debit air total sebesar 6,130 liter/detik. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Jl. Raya Puspiptek, Desa Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan cukup mengganggu lingkungan karena lokasinya di tanah milik pribadi dan beroperasi tanpa izin dan setiap hari bau tak sedap menyengat akibat kegiatan tersebut. Tempat pembuangan sampah yang dioperasikan secara liar berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan membahayakan masyarakat di sekitarnya karena tidak dikelola sesuai kaidah-kaidah teknis maupun manajemen pengelolaan sampah.

10 68 68 Gambar 16 Peta penggunaan lahan di Kecamatan Cisauk dan Setu tahun 2010

11 69 Permasalahan fisik dasar yang dimiliki oleh kawasan permukiman Cisauk diantaranya wilayah kawasan permukiman di Cisauk yang terbagi dua oleh Sungai Cisadane mengakibatkan perkembangan yang terjadi antara daerah barat sungai dengan daerah sebelah timur tidak seimbang dengan kata lain daerah timur sungai sudah lebih berkembang. Di kecamatan Cisauk saat ini masih terdapat lahan-lahan kosong yang menjadi tempat penambangan pasir dan batu. Hal ini mengakibatkan terbentuknya lubang-lubang bekas galian yang menjadi danau/situ yang dalam, sehingga sulit untuk diurug kembali. Akibat adanya galian pasir dan batu di kecamatan Cisauk, maka setiap hari truk-truk pengangkut pasir dan batu dengan beban melebihi perencanaan selalu mondar mandir melalui jalan raya yang berdampak pada kerusakan jalan sebelum waktunya. Saluran drainase primer kawasan permukiman di Cisauk berupa sungai yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Jaletreng yang melintasi kawasan permukiman di Cisauk, serta Sungai Cimanceuri dan Sungai Angke di perbatasan sebelah Barat dan Timur kawasan permukiman di Cisauk. Saluran drainase sekundernya adalah kalikali kecil dan saluran irigasi yang terdapat di areal persawahan. Saluran drainase tersiernya adalah berupa saluran buatan di pinggir-pinggir jalan. Jaringan drainase kawasan permukiman di Cisauk, secara umum masih menggunakan saluran drainase alami atau saluran irigasi. Sistem drainase buatan terdiri dan selokan-selokan yang terdapat disisi jalan dan saluran irigasi. Saluran alamiah memanfaatkan aliran sungai-sungai yang ada. Sebagian besar masih bersifat alamiah (konstruksi dari tanah) dan hanya sebagian kecil yang sudah permanen. Saluran drainase yang sudah cukup baik dan permanen terdapat di beberapa ruas jalan yang terdapat di bagian timur kawasan permukiman di Cisauk, sedangkan saluran drainase di luar ruas jalan tersebut pada umumnya bersifat alamiah dan tidak berfungsi dengan baik sehingga apabila terjadi turun hujan tidak dapat menampung limpasan air hujan tersebut, dan sebagai akibatnya akan menimbulkan genangan air. Penyaluran air dari drainasedrainase tersebut tersebar ke persawahan, danau bekas galian pasir, dan sungai. Untuk pembuangan air kotor, pada umumnya penduduk masih banyak menggunakan saluran terbuka dimana air kotor buangan rumah tangga dibuang ke saluran drainase dan saluran irigasi. Namun untuk sebagian penduduk lainnya, pembuangan air limbah sudah dilakukan dengan baik, dimana pembuangan air kotor dilakukan ke septick tank atau saluran tertutup.

12 70 Untuk memenuhi kebutuhan air bersih kawasan permukiman di Cisauk, sumber air baku yang dimanfaatkan adalah air tanah dangkal dengan kedalaman 7-15 m. Fluktuasi muka air tanah sangat tergantung oleh musim. Sumber air tanah dangkal hanya dipergunakan sebagai sumber penunjang dan untuk kebutuhan jangka pendek. PDAM Kabupaten Tangerang mengambil air baku sungai Cisadane di wilayah Cisauk yang diolah menjadi air bersih tetapi pelayanannya masih terbatas. Sistem transportasi di kawasan permukiman di Cisauk terdiri dari pola jaringan jalan, sarana terminal dan stasiun kereta api, dan moda angkutan kota. Jaringan jalan tersebut menghubungkan desa dengan desa yang ada kawasan permukiman di Cisauk, kawasan permukiman di Cisauk dengan kecamatan lain yang ada di kabupaten Tangerang dan kota Tangsel, dan menghubungkan kawasan permukiman di Cisauk dengan Kabupaten Bogor yang ada di Propinsi Jawa Barat. Kawasan permukiman di Cisauk terdapat sarana perhubungan lain, yaitu sebuah stasiun kereta api yang melayani jalur kereta Bogor Serpong atau Serpong Jakarta. Sampai saat ini masalah transportasi yang ada di kawasan permukiman di Cisauk adalah sebagai berikut: 1. Belum adanya terminal untuk kegiatan angkutan umum, baik untuk melayani dalam kawasan permukiman maupun untuk angkutan yang melayani dari kawasan permukiman Cisauk ke luar wilayah kawasan. 2. Belum dilalui sarana angkutan umum yang melewati kawasan permukiman di Cisauk sebelah barat. 3. Masih banyaknya jalan yang perlu peningkatan, yaitu jalan perkerasan ± 30 km, dan jalan tanah ± 75 km Ekosistem Sub DAS Cisadane Kawasan Sub DAS Cisadane dengan beberapa anak sungainya merupakan kawasan dengan fungsi utama untuk konservasi air dan tanah. Dengan daerah tangkapan seluas 1,500 km2, Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai utama di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Fluktuasi aliran Sungai Cisadane sangat bergantung pada curah hujan di daerah tangkapannya (catchment area). Aliran yang tinggi terjadi saat musim hujan dan menurun saat musim kemarau. Debit normal Sungai Cisadane adalah 70 m3/detik. Berdasarkan pemantauan di stasiun Pengamat Serpong, aliran sungai terendah yang pernah terjadi tercatat sebesar 2.93 m³/detik di

13 71 tahun 2001 dan tertinggi m 3 /detik pada tahun Sub DAS Cisadane dengan luas 140,046 ha wilayahnya meliputi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang dan merupakan DAS dengan wilayah terluas di Jabodetabek. Bagian hulu berada di Gunung Salak Pangrango (Kabupaten Bogor) dan mengalir ke Laut Jawa. Panjang sungai ini sekitar 80 km. Berdasarkan topografinya, bagian hulu sub DAS Cisadane merupakan daerah berbukit dengan ketinggian mencapai 3,000 m dpl dan kemiringan lereng mencapai 40%, sedangkan bagian hilir sampai bagian tengah merupakan daerah datar hingga bergelombang. Di bagian tengah yang wilayahnya meliputi Kota Bogor, Rumpin, Serpong, dan Cisauk terdapat lahan terbangun tersebar merata. Kurang lebih 17.7% dari total luas DAS ini adalah lahan terbangun. Kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten berada di bagian tengah sub DAS Cisadane yang subur namun kondisi teknisnya kurang bagus karena aktivitas domestik dan industri. Sub DAS Cisadane yang wilayahnya meliputi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang dan luasnya 140,046 ha merupakan DAS dengan wilayah terluas di Jabodetabek sebagaimana terlihat pada Gambar 17. Bagian hulu berada di Gunung Salak Pangrango (Kabupaten Bogor) dan mengalir ke laut Jawa. Panjang sungai ini kurang lebih 80 km. Berdasarkan topografinya, bagian hulu sub DAS Cisadane merupakan daerah berbukit dengan ketinggian mencapai 3,000 m dpl dan kemiringan lereng mencapai 40%. Bagian tengah sampai bagian hilir merupakan daerah datar hingga bergelombang. Di bagian tengah yang wilayahnya meliputi antara lain Kota Bogor, Rumpin, Serpong, dan Cisauk terdapat lahan terbangun tersebar merata. Kurang lebih 17.7% dari total luas DAS ini adalah merupakan lahan terbangun dan seluas ± 15.45% merupakan daerah pemukiman. Kecenderungan yang terjadi sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus terjadi adalah lahan terbangun terus meningkat sedangkan lahan pertanian dan lahan konservasi cenderung menurun. Gambar 18 memperlihatkan aliran permukaan di wilayah sub DAS Cisadane bagian tengah. Distribusi aliran permukaan terbesar berasal dari Rumpin sebesar 100 m 3 / detik dan aliraqn distribusi terkecil berasal dari Parung Panjang sekitar 1.5 m 3 / detik. Aliran distribusi dari Kecamatan Cisauk sebesar lebih dari 40 m 3 / detik dan Kecamatan Serpong sekitar 5 m 3 / detik.

14 72 Cisauk DAS Cisadane Gambar 17 Peta Sub DAS Cisadane Gambar 18 Distribusi aliran permukaan di wilayah sub DAS Cisadane tengah (Sumber : BPDAS Citarum-Ciliwung- Penyusunan Rencana Detil Penanganan Banjir di Wilayah Jabodetabekjur, 2009) 4.4 Tinjauan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan permukiman telah menjadi dasar dalam pengembangan kawasan permukiman di

15 73 Cisauk, provinsi Banten. UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman mengatur bagaimana mengadakan rumah dan meningkatkan kualitas permukiman. Pengembangan permukiman akan dilakukan melalui pengelolaan tanah untuk permukiman skala besar yang dikenal dengan nama Kawasan Siap Bangun (KASIBA) dan dengan memepertimbangkan rencana tata ruang (Anonim, 1992). Menurut UU ini permukiman ditempatkan dalam kerangka pikir tata ruang yang mencakup metropolitan, kota dan desa. Sebagai tindak lanjut dari UU tersebut terbit Peraturan Pemerintah (PP) No.80/1999 tentang Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) yang berdiri sendiri. Secara implisit UU dan PP tersebut bertujuan untuk mengendalikan pembangunan perumahan dan permukiman yang terkotak-kotak dan terfragmentasikan dalam kelompok kecil (kurang dari 1000 unit) sehingga menimbulkan ketidakefisienan. Berubahnya lingkungan strategis yang ditandai dengan berubahnya sistem politik dan ketatanegaraan seperti otonomi daerah, pemberdayaan masyarakat, kesetaraan dan keterbukaan, maka UU No.4 Tahun 1992 dirasakan kurang sesuai sehingga terbit UU Perumahan dan Kawasan Permukiman No.1 Tahun 2011 yang sasarannya antara lain memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang; meningkatkan daya guna dan hasil guna sumberdaya alam bagi pembangunan perumahan; memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau (Anonim, 2011). Persoalan yang penting untuk diperhatikan adalah masalah ruang yang dilihat sebagai tempat berlangsungnya interaksi sosial, yang mencakup manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya dengan ekosistemnya, seperti sumberdaya alam dan sumberdaya buatan berlangsung. Ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal. UU Penataan Ruang no.26/ Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur bahwa pengembangan kawasan permukiman harus dimulai dengan penyusunan rencana tata ruang yang dilanjutkan

16 74 dengan perumusan kebijakan strategis tata ruang, program sektoral, dan pelaksanaan pembangunan secara terpadu (Anonim, 2007). Untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan perlu dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmonisasikan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, serta yang dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah. UU No.32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan (Anonim, 2004). Dampak dari pelaksanaan UU ini adalah perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan permukiman disesuaikan dengan prioritas dan kepentingan masing-masing pemerintah daerah. tuntutan otonomisasi mengehendaki penyelenggaraan perumahan dan permukiman menerapkan pola pembangunan dilaksanakan secara desentralisasi. Masalah lingkungan pada kawasan permukiman dan perumahan, yang umumnya muncul sebagai akibat dari tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumberdaya dan teknologi yang kurang terkendali. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah (RP4D) merupakan kebijakan Pemerintah Daerah mengenai penanganan perumahan dan permukiman yang merupakan turunan dari Rencana Tata Ruang Wilayah. Sebagai wilayah kabupaten yang termasuk salah satu penyangga ibukota Jakarta, permasalahan perumahan dan permukiman di Kabupaten Tangerang merupakan masalah yang cukup mendesak. Sebagian warga Jakarta yang tergusur mencari lahan tempat tinggal di Kabupaten Tangerang, sehingga keterjangkauan adalah aspek penting yang perlu diperhatikan. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.04/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang antara lain untuk (1) mewujudkan kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, aman, serasi dan teratur, (2) mewujudkan

17 75 kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman yang terdiri dari rumah mewah, rumah menengah dan rumah sederhana, (3) mewujudkan kesetiakawanan sosial, kekeluargaan dan kebersamaan, dan (4) menjamin tercapainya target pembangunan perumahan dan permukiman terutama rumah sederhana. UU RI No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan perhatian khusus terhadap peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan diartikan sebagai satuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya. Intinya, lingkungan adalah suatu satuan ruang dengan berbagai unsur dan proses yang terjadi didalamnya. Pengelolaan lingkungan hidup, menurut undangundang ini merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan yang meliputi perumusan kebijakan, penataan, pemanfaatan, pengembangan pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (Anonim, 1997). Dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dikenal istilah AMDAL dan ANDAL. AMDAL adalah keseluruhan tata cara untuk menghasilkan sarana pengendalian dampak oleh adanya suatu kegiatan sedangkan ANDAL adalah suatu kegiatan pengkajian untuk menghasilkan suatu informasi bagi pengambilan keputusan suatu proyek. Dengan demikian ANDAL merupakan bagian dari AMDAL.Tahapan yang perlu dilakukan untuk membuat analisis mengenai dampak lingkungan adalah : Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) adalah suatu studi yang hasilnya digunakan untuk memutuskan perlu tidaknya suatu proyek disertai ANDAL. Kerangka Acuan ANDAL (KAA) merupakan penuangan hasil PIL kedalam petunjuk pelaksanaan ANDAL. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) yaitu studi tentang dampak lingkungan oleh kegiatan yang direncanakan yang hasilnya digunakan untuk memutuskan dapat tidaknya kegiatan yang direncanakan dilanjutkan dan syarat yang harus dipenuhi bila kegiatan tersebut dilanjutkan. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) merupakan petunjuk tentang bagaimana mencegah atau mengatasi dampak-dampak yang tidak diinginkan.

18 76 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) merupakan petunjuk untuk mengikuti dan mengamati segala perubahan lingkungan setelah kegiatan dilaksanakan. Beberapa lahan penambangan bahan galian golongan C seperti penambangan pasirterdapatdi kecamatan Cisauk. Bahan galian golongan C merupakan bahan galian yang dikategorikan sebagai bahan galian non strategis. Bahan galian golongan C meliputi bahan galian industri dan bahan galian bangunan. Jenis bahan galian industri antara lain asbes, batu gamping, feldspar, pasir kwarsa, lempung, trass, oker, batu tulis/slate, dan zeolit. Bahan galian bangunan meliputi andesit, diorit, pasir dan batu, serta marmer. Kesuburan tanah pada lokasi bekas tambang sangat rendah karena rendahnya kandungan bahan organik dan nitrogen di dalamnya. Dengan kondisi tanah seperti ini akan terus mengalami degradasi apabila tidak dikelola secara benar dengan segera. Luas areal pertambangan semakin lama semakin bertambah. Pada umumnya pengusaha memperluas kawasan yang ditambangnya dengan cara membeli lahan pertanian penduduk setempat. Berhubung keadaan lahan yang kritis, tidak produktif, dan hanya cocok ditanami dengan tanaman tahunan yang produksinya juga tidak memadai, maka sangat wajar jika masyarakat terdorong untuk menjual tanahnya. Masyarakat yang telah kehilangan lahan pertaniannya pada umumnya bekerja sebagai pekerja tambang atau merantau ke luar daerah. Status tanah yang diusahakan untuk pertambangan kemudian menjadi tanah milik pengusaha tambang. Karena status tanah bekas tambang yang telah beralih menjadi tanah milik tersebut maka akan sangat sulit untuk memaksa pengusaha melakukan reklamasi pada lahan bekas tambangnya. Setelah tanah mencapai lapisan terakhir yang berbatu dan mengeluarkan air, penambangan dihentikan dan beralih ke daerah lain. Lahan bekas tambang umumnya dibiarkan dan tidak dilakukan perlakuan apapun untuk mengembalikan kesuburan tanahnya. Pengaturan landasan hukum bagi perangkat pemerintah untuk melakukan pengendalian dan penertiban kegiatan penambangan bahan galian golongan C dilakukan dengan Peraturan Daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Undang Undang RI No.7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air mengamanatkan bahwa perlu diimplementasikan secara konsisten prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya air secara terpadu (integrated water resources management/ IWRM). Dalam pengertian tersebut pengelolaan sumberdaya air,

19 77 termasuk pengelolaan sungai perlu memperhatikan prinsip-prinsip yaitu: (1) memberikan manfaat kepada publik secara efektif dan efisien, (2) mempertemukan keseimbangan kepentingan dan harmonisasi antara aspek sosial, ekonomi, dan prinsip keseimbangan lingkungan hidup, (3) keberlanjutan, keadilan, dan otonomi, serta (4) transparansi dan akuntabilitas, serta menjamin terjadinya keterbukaan terhadap adanya proses akuntabilitas publik. UU tersebut juga mengamanatkan tentang hak dan kewajiban masyarakat terhadap sumberdaya air (Anonim, 2004). Untuk mengantisipasi penerapan hak dan kewajiban masyarakat tersebut dalam implementasinya diperlukan pemahaman yang seimbang baik di tingkat pemerintah dan masyarakat. Hal yang mendapatkan sorotan publik adalah bahwa UU tersebut dinilai membawa semangat liberalisasi di sektor air yang dirasa akan mengganggu pemenuhan hak asasi rakyat akan air. Dalam RTRW Kabupaten Tangerang Tahun , Kecamatan Cisauk ditetapkan dan termasuk ke dalam Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) I dengan pusat Kota Serpong. SWP ini diarahkan pada pengembangan pusat permukiman perkotaan secara intensif, pendidikan, pelayanan sosial, perdagangan dan jasa, industri, pariwisata serta peternakan. Kecamatan Cisauk sendiri termasuk ke dalam pusat pertumbuhan Orde IV, sebagai pusat pelayanan lokal dengan fungsi utama sebagai pusat administrasi pemerintahan dan pusat pelayanan sosial. Kecamatan Cisauk dengan luas 4, ha dibagi atas 3 Bagian Wilayah Kota (BWK), yaitu: a. BWK A: meliputi Desa Sampora, sebagian Desa Cisauk, Desa Cibogo, dan Desa Suradita, luas BWK A sebesar 1, ha, dengan fungsi sebagai pusat pemerintahan kecamatan, kawasan perdagangan regional (CBD), dan pengembangan permukian dan industri terbatas (non polutan) serta areal cadangan kota, dengan pusat BWK di Desa Sampora. b. BWK B: meliputi Desa Setu, Kademangan, Muncul, Kranggan, Babakan dan Desa Baktijaya, dengan luas 1, ha. BWK B memiliki fungsi sebagai kawasan perdagangan, perindustrian, pendidikan tinggi, puspitek dan pengembangan perumahan dengan pusat BWK di Desa Setu c. BWK C meliputi Desa Cisauk, Dangdang, dan Desa Mekarwangi dengan luas 1, ha. BWK C memiliki fungsi sebagai areal cadangan pengembangan kota dan permukiman dengan kepadatan rendah, dengan pusat BWK di Desa Cisauk

20 78 Sebagaimana hirarkinya yang termasuk pusat pertumbuhan Orde I, Kecamatan Cisauk memiliki fungsi dan peranan sebagai berikut: (1) pusat administrasi pemerintahan, (2) pusat pelayanan sosial, (3) pusat pelayanan kegiatan ekonomi skala lokal, (4) merupakan hinterland bagi Kota Serpong.

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang sering terjadi di suatu negara yang tingkat pembangunannya tidak merata. Fenomena urbanisasi menyebabkan timbulnya pemukimanpemukiman

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun , HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun 1990 1996, perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit puncak dari 280 m 3 /det menjadi 383

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

I. KONDISI UMUM WILAYAH A. Luas dan Batas Wilayah

I. KONDISI UMUM WILAYAH A. Luas dan Batas Wilayah KABUPATEN JOMBANG I. KONDISI UMUM WILAYAH A. Luas Batas Wilayah Secara administrasi, Kabupaten Jombang terbagi menjadi 21 kecamatan yang terdiri dari 302 desa 4 kelurahan serta 1.258 dusun. Luas wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tangerang terletak di bagian timur Provinsi Banten pada koordinat bujur timur dan 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tangerang terletak di bagian timur Provinsi Banten pada koordinat bujur timur dan 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tangerang terletak di bagian timur Provinsi Banten pada koordinat 106 0 20-106 0 43 bujur timur dan 6 0 00-6 0 20 lintang selatan. Luas Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

FISIK PRASARANA WILAYAH

FISIK PRASARANA WILAYAH FISIK PRASARANA WILAYAH GAMBAR. Peta Wilayah Administrasi Kota Tangerang Selatan A. FISIK DASAR DAN PEMANFAATAN LAHAN Wilayah Kota Tangerang Selatan dilintasi oleh Kali Angke, Kali Pasanggrahan dan Sungai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 23 Tahun 2001 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TANGERANG NOMOR

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci