STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS ( BASE TRANSCEIVER STATION ) ( Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS ( BASE TRANSCEIVER STATION ) ( Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh )"

Transkripsi

1 STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS ( BASE TRANSCEIVER STATION ) ( Aplikasi pada PT. Telkomsel - Banda Aceh ) Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1 ) pada Departeman Teknik Elektro Oleh: SOLI AKBAR HUTAGAOL NIM : DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

2 ABSTRAK Petir merupakan suatu proses peristiwa di atmosfir berupa pelepasan muatan listrik dari awan bermuatan. Pada saat pelepasan muatan ini menuju suatu objek, kita menyebutnya sebagai sambaran petir. Mengingat adanya kemungkinan kerusakan akibat sambaran petir cukup berbahaya, maka muncullah usaha-usaha utuk mengatasi bahaya sambaran petir. Salah satu diantaranya dengan elektroda batang penangkal petir atau disebut juga lightning conductor. BTS (Base Transceiver Station), yang berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan lain, merupakan salah satu objek yang rentan akan sambaran petir. Oleh karena itu BTS diupayakan tetap beroperasi terus menerus agar informasi data yang disalurkan tidak terputus. Untuk menjaga agar BTS tetap beroperasi, terhindar dari kerusakan-kerusaan peralatan, maka diperlukan sistem penangkal petir yang handal disamping juga dukungan backup power atau sumber listrik lebih dari satu selain sumber listrik dari PLN yaitu oleh Diesel Generator Set serta Baterai. Dalam tulisan ini akan di bahas bagaimana cara kerja dari sistem penangkal petir pada BTS, jenis pengamanannya serta luas / radius zona pengamanan BTS. i PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Rusli Hutagaol dan Ibunda Asmarani Siregar, dan adikku Eki Nurhayati H, yang banyak memberikan dukungan moril, doa dan materi. 2. Bapak Ir. A. Rachman Hasibuan, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas dukungan, bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir. 3. Bapak Ir. Djahiful Bahri, M.Sc. selaku dosen wali atas motivasi dan arahan serta bimbingan selama kuliah. 4. Bapak Alm. Ir. Nasrul Abdi, M.T., dan Rahmat Fauzi, S.T.,M.T. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 6. Teman-teman seperjuangan Khairi ST, Jamil, Elfian ST, A2n, Ardi, Wiswa, Juanda S.T, Ganda, Hadbin ST, Juni ST, Bayu, Widi ST, Qotul, Emil ST, Fahmi ST., Nora ST, Tigor,ST., Gusti, Adit ST, dan teman-teman 03 lainnya yang tak bisa di sebutkan satu per satu, Terima kasih smuanya. 7. Teman-teman di Pribadi Residence, robi jolo ST, Dundung ST, Ganjang ST, Tua CST, Rahman ST, Wisnu ST, Jack ST, Amar CST, supri SS, jaldi ST, mail AMd, wak koang, hasnul, dll. 8. Teman-teman lainnya yang selalu ada menghiburku dalam segala hal, baik laki, perempuan atau yang diantara keduanya (gak jelas statusnya). Terima kasih ii PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

4 semuanya ya. Ur very kind, terima kasih atas pepatahnya a friend in need is a friend indeed. (sorry ya gak bisa disebutin nama-namanya, bahaya!). Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan-kekurangan, baik dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis siap menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Medan, juni 2009 Penulis Soli Akbar Hutagaol NIM iii PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

5 DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iv viii ix BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang...1 I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan...2 I.3 Batasan Masalah... 2 I.4 Metode Penulisan... 2 I.5 Sistematika Penulisan... 3 BAB II IMPULS PETIR II.1 Umum... 5 II.2 Mekanisme Terjadi Petir... 6 II.3 Jenis-Jenis Petir... 9 iv PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

6 II.3.1 Berdasarkan Polaritas Muatan...10 II.3.2 Berdasarkan Arah Sambaran...11 II.3.3 Berdasarkan Jenis Sambaran II.4 Parameter-Parameter Petir...14 II.4.1 Bentuk Gelombang Arus Petir...15 II.4.2 Kerapatan Sambaran Petir (N g )...16 II.4.3 Arus Puncak ( I max )...17 II.4.4 Kecuraman Gelombang (Steepness)...18 BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR III.1 Umum...19 III.2 Sistem Proteksi Petir...19 III.3 Hari Guruh...23 III.4 Proteksi Terhadap Sambaran Petir...24 III.4.1 Penangkal Petir Konvensional III.4.2 Penangkal Petir Elektrostatik III.4.3 Dissipation Array Sistem (Lightning Preventor)...27 III.5 Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Petir...29 III.5.1 Sela Batang (Rod Gap ) III.5.2 Arrester Ekspulsi III.5.3 Arrester Katup..32 BAB IV PROTEKSI BANGUNAN TERHADAP BAHAYA PETIR v PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

7 IV.1 Umum...35 IV.2 Besarnya Kebutuhan Bangunan Akan Sistem Proteksi Petir...36 IV.2.1 Menurut Standar PUIPP IV.2.2 Standar Nasional Indonesia (SNI ).. 38 IV.3 Prinsip Proteksi Terhadap Sambaran Petir Dengan MenggunakanLightningConductor IV.4 Zona Proteksi Lightning Conductor IV.5 Rancangan Sistem Terminasi Udara Menurut Sni IV.5.1 Metode Sudut Proteksi (Angle Protection Method).46 IV.5.2 Metode Bola Bergulir (Rolling Sphere method) IV.5.3 Metode Metode Jala (Meshed Sized Method )...49 IV.6 Konduktor Penyalur (Down Conductor)...51 IV.7 Sistem Terminasi Bumi (Grounding System).. 52 IV.8 Pemilihan Bahan...56 BAB V STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS (BASE TRANSCEIVER STATION) V.1 Umum...58 V.2 Kebutuhan Proteksi V.2.1 Penentuan Kebutuhan Bangunan Akan Proteksi Petir Berdasarkan PUIPP...63 V.2.2 Penentuan Tingkat Proteksi Berdasarkan SNI ) V.3 Terminasi Udara vi PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

8 V.3.1 Terminasi Udara Menurut Metode Bola Bergulir...66 V.4 Konduktor Penyalur (Down Conductor)..70 V.5 Sistem Terminasi Bumi (Grounding System)...73 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan...77 V.2 Saran...78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 : Struktur Muatan Listrik Awan Guruh... 6 Gambar 2.2 :Tahapan Proses Sambaran Petir... 8 Gambar 2.3 : Polaritas Muatan Petir pada Sambaran ke Tanah Gambar 2.4 :Tipikal Arah Sambaran Petir Gambar 2.5 : Jenis-jenis Sambaran Petir Gambar 2.6 :Osilogram Bentuk Gelombang Arus Petir Gambar 2.7 : Bentuk gelombang impuls petir standard Gambar 2.8 : Hasil pengukuran bentuk gelombang arus petir negatif sambaran ganda Gambar 3.1 : Konsep Dissipation Array System Gambar 3.2 : Penangkal petir konvensional Gambar 3.3 : Konstruksi salah satu dari jenis Elektrostatis Gambar 3.4 : Dissipation Array System Gambar 3.5 : Konstruksi Sela Batang Gambar 3.6 : Arrester Ekspulsi Gambar 3.7 : Arrester Katup Gambar 3.8 : Rangkaian Ekivalen dan Karakteristik Arrester Katup viii PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

10 Gambar 4.1 : prinsip proteksi terhadap sambaran petir dengan menggunakan Gambar 4.2 : beberapa teori tentang zona proteksi Lightning Conductor Gambar 4.3 : Daerah proteksi tampak depan Gambar 4.4 : Daerah proteksi tampak samping Gambar 4.5 : Daerah proteksi tampak atas Gambar 4.6 : Daerah proteksi dengan metode bola bergulir Gambar 4.7 : Daerah Proteksi dengan metode jala Gambar 5.1 : Struktur BTS Tampak Depan Gambar 5.2 : Struktur BTS Tampak Samping Kanan Gambar 5.3 : Struktur BTS Tampak Samping Kiri Gambar 5.4 : Strukur BTS Tampak Atas Gambar 5.5 : Proteksi Eksternal pada BTS Gambar 5.6 : Eksternal Grounding Pada BTS Telkomsel Gambar 5.7 : Proteksi Internal pada BTS Gambar 5.8 : Arrester yang digunakan BTS Telkomsel dengan jenis-jenisnya...66 Gambar 5.9 : Penempatan terminasi udara menurut metode Bola Bergulir...72 Gambar 5.10: Penempatan terminasi udara tampak atas menurut metode Bola Bergulir Gambar 5.11: Sistem pengaman eksternal menara Gambar 5.12: Braket (penyangga) konduktor penyalur Gambar 5.13: Struktur pengelasan Cadweld Down Conductor Gambar 5.14: Detail Down Conductor pada Pedestal Gambar 5.15: Detail Pentanahan Telkomsel Tipe B ix PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

11 Gambar 5.16: Detail Pentanahan Tekomsel Tipe A Gambar 5.17: Cara Penyambungan (Las ) BC (Bare Copper) menggunakan Cadweld Gambar 5.18: Sistem integrasi perlindungan dan pentanahan DAFTAR TABEL Tabel 4.1 : Efisiensi Sistem Proteksi Petir Tabel 4.2 : Daerah Proteksi dari Terminasi Udara sesuai dengan tingkat proteksi.. 40 Tabel 4.3 : Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi udara Tabel 4.4 : Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan konduktor penyalur.. 51 Tabel 4.5 : Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi bumi Tabel 4.6 : Bahan SPP dan kondisi penggunaan x PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

12 xi PT. Telkomsel - Banda Aceh ), 2010.

13 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Indonesia secara geografis terletak di garis khatulistiwa dan diantara dua benua dengan jumlah hari guruh rata-rata 120 hari per tahun. Indonesia yang merupakan negara katulistiwa memiliki karakteristik petir yang berbeda dengan karakteristik petir di luar negeri, maka karakterstik petir di Indonesia dijadikan standar oleh Badan Standarisasi dunia pada umumnya. Mengingat kerusakan-kerusakan yang dapat timbul akibat adanya sambaran petir, maka muncullah berbagai usaha untuk mengatasi sambarannya. Didalam bidang teknik listrik dikenal sebagai usaha proteksi petir. Dalam usaha proteksi petir ini tentu dibutuhkan pengetahuan tentang petir dan karakteristik-karakteristiknya. Dalam hal ini juga termasuk proteksi petir itu sendiri. Saat ini industri di Indonesia semakin banyak menggunakan peralatan dan sistem yang canggih dengan komponen elektronik dan mikroprosessor, khususnya sistem telekomunikasi, yang sangat sensitif terhadap pulsa elektromagnetik dari petir. Tingkat kepentingan BTS dalam hal keberlangsungan penyediaan informasi data agar informasi data yang di salurkan tidak terputus, disamping masih sedikitnya informasi tentang Sistem Proteksi Petir (SPP) khususnya di negara-negara tropis, maka melalui studi ini penulis mempelajari bagaimana sistem penangkal petir pada BTS (Base Transceiver Station), aplikasi pada PT. Telekomunikasi Selular (TELKOMSEL) - Banda Aceh. 1

14 Adapun standar-standar umum proteksi petir yang akan digunakan pada Tugas Akhir ini adalah: 1. Standar PUIPP ( Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir ) 2. Standar Nasional Indonesia ( SNI ) I.2. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN Adapun tujuan utama dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa pengaruh sambaran petir, sistem pengamanannya terhadap peralatan yang ada pada BTS (Base Transceiver Station) dan radius daerah perlindungan terhadap bahaya sambaran petir. I.3. BATASAN MASALAH Adapun batasan masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Membahas tentang sistem penangkal petir pada BTS 2. Tidak membahas sistem kelistrikan pada BTS 3. Tidak membahas sistem kerja dari BTS I.4 METODE PENULISAN Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku teks pendukung, jurnal, majalah dan lain sebagainya. 2

15 2. Studi lapangan yaitu mengambil data dan informasi dari PT.Telkomsel Banda Aceh 3. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro USU dalam hal ini Bapak Ir. A. Rachman Hasibuan 4. Diskusi dan tanya jawab yaitu dengan mengadakan diskusi dan tanya jawab dengan dosen-dosen di lingkungan Departemen Teknik Elektro FT USU, dan rekan-rekan mahasiswa yang memahami masalah yang berhubungan dengan tugas akhir ini. I.5. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan pemahaman terhadap tugas akhir ini maka penulis menyusun sitematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II IMPULS PETIR Bab ini membahas mekanisme proses terjadinya petir, macam- macam petir, dan parameter-parameter petir BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR 3

16 Bab ini membahas jenis-jenis sistem proteksi petir, hari guruh, proteksi terhadap sambaran petir, dan proteksi terhadap tegangan lebih petir BAB IV PROTEKSI BANGUNAN TERHADAP BAHAYA PETIR Bab ini membahas besarnya kebutuhan bangunan akan sistem proteksi petir menurut standar Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP) dan menurut Standar Nasional Indonesia, zona proteksi lightning conductor, down condutor dan grounding system. BAB V STUDI SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS (BASE TRANSCEIVER STATION ) Bab ini membahas tentang kebutuhan proteksi BTS (Base Transceiver Station) berdasarkan PUIPP (Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir), penentuan tingkat proteksi berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) penangkal petir yang digunakan pada BTS (Base Transceiver Station) dari sisi terminasi udaranya (air termination), konduktor penyalur (down conductor) dan terminasi bumi ( grounding system ). BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bagian ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan tugas akhir ini. 4

17 BAB II IMPULS PETIR II.1. UMUM Petir merupakan peristiwa peluahan listrik antara suatu awan bermuatan dengan bumi, atau antara awan bermuatan dengan awan bermuatan lainnya. Dalam peristiwa ini, jarak antara awan ke awan atau awan kebumi relatif cukup tinggi dan dapat di asumsikan sebagai jarak antar elektroda. Sumber terjadinya petir adalah awan cummulonimbus atau awan guruh yang berbentuk gumpalan dengan ukuran vertikal lebih besar dari dari ukuran horisontal. Ukuran vertikal dapat mencapai 14 km dan ukuran horisontal berkisar 1,5 sampai 7,5 km. Karena ukuran vertikalnya yang cukup besar terjadi perbedaan temperatur antara bagian bawah dengan bagian atas. Bagian bawah bisa mencapai 5 C sedangkan bagian atas -60 C. Loncatan diawali dengan berkumpulnya uap air di dalam awan. Karena perbedaan temperatur yang besar antara bagian bawah awan dengan bagian yang lebih di atas, butiran air bagian bawah yang temperaturnya lebih hangat berusaha berpindah ke bagian atas sehingga mengalami pendinginan dan membentuk kristal es. Butir air yang bergerak naik membawa muatan positif sedangkan kristal es membawa muatan negatif sehingga terbentuk awan yang mirip dengan dipole listrik. Pada saat tegangan antara ujung awan sudah cukup besar terjadilah pelepasan muatan listrik. Struktur listrik awan guruh dinyatakan dalam gambar 1 berikut ini: 5

18 Gambar 2.1. Struktur Muatan Listrik Awan Guruh II.2. MEKANISME TERJADINYA PETIR Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan atau pengumpulan muatan di awan beitu banyak dan tak pasti. Tekanan atmosfer akan menurun dengan makin bertambahnya ketinggian suatu tempat dari permukahorizontal. Pergerakan udara ( sering disebut angin ) ini akan membawa udara lembab ke atas, kemudian udara lembab ini mengalami kondensasi menjadi uap air, lalu berkumpul menjadititik-titik air yang pada akhirnyamembentuk awan. Angin kencang yang meniup awan akan membuat awan mengalami pergeseran secara horizontal maupu vertikal, ditambah dengan benturan antara titiktitik air yang dalam awan tersebut dengan partikel-partikel udara, yang dapat 6

19 memungkinkan terjadinya pemisahan muatan listrik didalam awan tersebut. Butiran air yang bermuatan positif, biasanya berada bagian atas dan yang bermuatan negatif di bagian bawah. Dengan adanya awan yang bermuatan maka akan timbul muatan induksi pada permukaan bumi sehingga menimbulkan medan listrik antara bumi dengan awan. Mengingat dimensinya, bumi dianggap rata terhadap awan sehingga bumi dengan awan dapat di anggap sebagai dua plat sejajar membentuk kapasitor. Jika medan listrik yang terjadi melebihi medan tembus udara, maka akan terjadi pelepasan muatan. Terjadinya pelepasan udara inilah yang disebut sebagai petir. Setela adanya peluahan di udara sekitar awan bermuatan yang medan listriknya cukup tinggi, terbentuk peluahan awal yang biasa disebut pilot leader. Pilot leader ini menentukan arah perambatan muatan dari awan ke udara, diikuti dengan titik-titik cahaya. Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir ( leader ) yang bergerak turun dari awan bermuatan dan disebut downward leader ( lihat Gambar 2.2.a ). Downward leader ini bergerak menuju bumi dalam bentuk langkah-langkah yang disebut step leader. Pergerakan step leader ini arahnya selalu berubah-ubah sehingga secara keseluruhan jalannya tidak dan patah-patah. Panjang setiap step leader ini sekitar 50 m ( dalam rentang 3 200m ), dengan interval waktu antara setiap step ± 50 µs ( µs ). Dari waktu ke waktu, dalam perambatannya ini step leader mengalami percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang bercabang-cabang. 7

20 Gambar 2.2. Tahapan Proses Sambaran Petir Ketika leader bergerak mendekati bumi, akan ada beda potensial yan makin tinggi antara ujung step leader dengan bumi sehingga terbentuk peluahan mula yang disebut upward streamer pada permukaan bumi atau objek akan bergerak ke atas menuju jung step leader. Apabila upward leader telah masuk dalam zona jarak sambaran atau striking distance, terbentuk petir penghubung ( connecting leader ) yang menghubungkan ujung step leader dengan objek yang di sambar ( Gambar 2.2.b ). Setelah itu akan timbul sambaran balik ( return stroke ) yang bercahaya 8

21 sangat terang bergerak dari bumi atau objek menuju awan dan melepas muatan di awan ( Gambar 2.2.c ). Jalan yang di tempuh oleh return stroke sama dengan jalan turunnya step leader, hanya arahnya yang berbeda. Kemudian terjadi sambaran susulan ( subsequent stroke ) dari awan menuju bumi atau objek tersebut. Sambaran susulan ini tidak memiliki percabangan dan biasa disebut sebagai lidah panah atau dart leader ( Gamabar 2.2.d ). Pergerakan dart leader ini sekitar 10 kali lebih cepat dari leader yang pertama ( sambaran pertama atau first stroke ). Pada umumnya, hampir separuh ( ± 55% ) dari peristiwa kilat petir ( lightning flash ) merupakan sambaran ganda seperti tersebut di atas, dengan jumlah sambaran sekitar 3 atau 4 sambaran tiap kilat ( bisa juga lebih ), diantaranya 90% tidak lebih dari 8 sambaran, interval waktu setiap sambaran kurang lebih 50 ms. II.3. MACAM-MACAM PETIR Telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengumpulan muatan di awan begitu banyak dan tak pasti. Di tambah dengan kondisi labilitas dalam atmosfir, sehingga proses terjadinya sambaran petir bisa juga berbeda-beda. Misalnya, muatan yang terjadi tidak terpisah secara horizontal sehingga menimbulkan pelepasan di antara awan dengan awan atau dalam awam itu sendiri. Atau mungkin saja proses pemisahan muatannya terjadi secara sebaliknya, sehingga arah peluahan atau petirnya juga terbalik. 9

22 Secara garis besar, jenis-jenis petir dapat dikategorikan dalam beberapa macam, yaitu sebagai berikut: Berdasar polaritas muatan: Muatan positif Muatan negatif Berdasar arah sambaran: Arah kebawah ( bumi atau objek), disebut downward lightning Arah ke atas (awan), disebut upward lightning Berdasar jenis sambaran: Sambaran dalam awan ( intra cloud lightning ) Sambaran antar awan ( inter cloud lightning ) Sambara awan ke bumi ( cloud to ground lightning ) II.3.1. Berdasarkan Polaritas Muatan Polaritas petir, baik itu positif maupun negatif ditentukan oleh muatannya. Petir di katakan bermuatan positif jika pilot leader yang membentuk step leader bermula dari awan yang bermuatan positif (Gambar 2.3.a ), dan sebaliknya jika pilot leader bermula dari awan bermuatan negatif maka petirnya dikatakan bermuatan negatif ( Gambar 2.3.b ). 10

23 Gambar 2.3. Polaritas Muatan Petir pada Sambaran ke Tanah Polaritas petir tidak selalu berpengaruh menentukan arah perambatan petir. Polaritas petir paling berpengaruh pada daya rusak yang dihasilkannya, dalam hubungannya dengan besaran arus petir dan bentuk gelombangnya. Sebab pada umumnya, besaran arus pada petir dengan polaritas positif lebih besar di bandingkan pada petir polaritas negatif. Selain itu, bentuk gelombang arus petir dengan polaritas negatif, berbedabeda antara sambaran pertama (first stroke) dengan sambaran susulannya (subsequent stroke ). Selain perbedaan dalam hal karakteristik besaran arus dan bentuk gelombangnya, petir polaritas positif dan polaritas negatif juga berbeda dalam persentase kemungkinan kejadiannya. Hanay sekitar 10% dari sambaran petir yang terjadi berpolaritas positif, selebihnya kebanyakan adalah petir negatif. Probabilitas kejadian petir positif akan meningkat dengan bertambahnya ketinggian suatu tempat atau objek di bumi. Lebih jauh lagi, R.B. Anderson menyatakan bahwa mayoritas petir positif lebih sering atau menyukai single stroke, sehingga untuk kenyakan 11

24 tujuan dan penelitian petir positif sering dinyatakan (diasumsikan) sebagai sambaran tunggal. II.3.2. Berdasarkan Arah Sambaran Jika melihat kembali kemekanisme terjadinya petir, maka akan terlihat bahwa untuk setiap satu kejadian kilat petir dengan beberapasambaran, mengalami arah peluahan ke bawah (bumi) dan ke atas (awan) sekaligus secara bergantian. Maka untuk mendefinisikan arah sambaran ini, sebagai acuan adalah arah mula terjadinya peluahan petir (asal pilot leader). Apabila pilot leader bermula dari atas (awas), maka di sebut petir ke bawah atau disebut juga downward lightning, dan jika sebaliknya maka disebut keatas atau upward lightning. Gambar 2.4. Tipikal Arah Sambaran Petir (a) Downward lightning (b) upward lightning 12

25 Perbedaan antara upward lightning dengan downward lightnng, selain dari arah sambarannya adalah pada probabilitas kejadian dan tipikal sambarannya. Upward lightning memiliki sambaran yang cabang-cabangnya cenderung sedikit, kebalikan dari downward lightning yang percabangan sambarannya cenderung banyak. Selain itu upward lightning sangat jarang terjadi, sehingga kasus ini dianggap sebgai kasus khusus. Dari beberapa referensi yang ada belum ada satupun yang memberikan angka perkiraan mengenai probabilitas kejadian upward lightning di dunia. Upward lightning hanya terjadi pada objek yang memiliki ketinggian cukup lumayan. Hasil observasi menunjukkan bahwa dari peristiwa-peristiwa upward lightning, sekitar 80 90% terjadi pada objek dengan ketinggian m dari permukaan bumi. II.3.3. Berdasarkan Jenis Sambaran Kondisi pada saat pemisahan muatan merupakan faktor penentu dari proses kejadian petir berdasarkan jenis sambaran ini. Ada tiga (3) jenis sambaran petir, yang dapat diperlihatkan pada Gambar 2.5. Sambaran petir ke tanah (cloud to ground ligtning) merupakan bentuk sambaran petir yang paling merusak dan bercahaya. Oleh karena itu, meskipun sambaran petir jenis ini bukan merupakan yang paling umum terjadi, namun paling penting untuk di teliti dan di kaji karakteristiknya dalam rangka melindungi diri dan lingkungan kita dari sambaran petir ini. 13

26 Sambaran petir dalam awan ( intra cloud lightning ) adalah jenis yang paling sering terjadi. Petir jenis ini terjadi antara muatan yang berlawanan dalam satu awan yang sama. Prosesnya terjadi di dalam awan dan terlihat dari luar awan seperti kejapan cahaya terang yang menyambar. Akan tetapi, kilatan cahayanya juga bisa keluar dari batas-batas awan itu sendiri, dan membentuk kanal cahaya serupa dengan sammbaran ke tanah. Perbandingan antara cloud to ground dengan intra cloud lightning dapat bervariasi secara signifikan antara satu badai dengan badai yang lainnya. Beberapa anggapan ( usulan ) menyatakan bahwa variasi ini mempunyai ketergantungan atau korelasi terhadap latitude,dengan persentase kejadian lebih besar untuk kejadian cloud to ground pada latitude yang lebih tinggi. Sedangkan sambaran petir antar awan (intercloud lightning) adalah petir yang terjadi di antara pusat muatan yang berlawanan pada dua awan berbeda. Gambar 2.5. Jenis-jenis Sambaran Petir (a) Dalam awan ( intra-cloud ) 14

27 (b) Antar awan ( inter-cloud ) (c) Awan ke bumi ( cloud to ground ) II.4. PARAMETER PARAMETER PETIR Parameter petir menyatakan karakteristik atau penggambaran petir itu sendiri. Parameter-parameter petir cukup banyak, terutama yang berkaitan dengan usahausaha proteksi petir. Selain itu, parameter petir ini juga berguna dalam studi efek perusakan akibat sambaran petir dan kemungkinan pemanfaatannya. Parameterparameter tersebut antara lain: bentuk gelombang petir, kerapatan sambaran (N g ), arus puncak (I max ), kecuraman gelombang atau steepness (di/dt). II.4.1. Bentuk Gelombang Arus Petir Bentuk gelombang arus petir ini menggambarkan besar arus, kecuraman (kenaikan arus), serta lamanya kejadian (durasi gelombang), dinyatakan oleh waktu ekor. Pada kenyataannya, bentuk gelombang arus petir tidak sama persis antara satu dengan yang lainnya. Bukan saja antara satu kejadian dengan kejadian lainnya, akan tetapi pada satu kejadian kilat dengan sambaran ganda, bentuk gelombang arus petirnya bias berbeda cukup lumayan, antara sambaran ertamadengan sambaran susulan. Kejadian terutama pada petir negatif yang sebagian besar selalu ada subsequent stroke-nya. 15

28 Gambar 2.6. Osilogram Bentuk Gelombang Arus Petir (a) Petir positif (b) Petir negatif Karena ada perbedaan tersebut, maka bentuk standar gelombang arus petir berbeda-berbeda untuk suatu negara atau lembaga, misalnya standar Jepang (JIS), atau Jerman (VDE), Inggris (BS) dan sebagainya. Untuk internasional biasanya mengacu pada IEC. Bentuk gelombang arus petir dinyatakan dalam dua besaran yakni, waktu muka (T f ) yang menyatakan lamanya muka gelombang (front duration) dan kecuraman arus, serata waktu ekor ( T t ). 16

29 Gambar Bentuk gelombang impuls petir standard II.4.2. Kerapatan Sambaran Petir (N g ) Parameter ini menyatakan banyaknya aktifitas petir atau sambaran petir ke bumi dalam rentang satu tahun di suatu wilayah, dintakan dalam sambaran per km2 per tahun. Jumlah sambaran kilat ini sebanding dengan jumlah hari guruh per tahun atau biasa di sebut Iso Keraunic Level (IKL). Banyak peneliti yang memberikan perhatian kearah ini dan mengemukakan rumus-rumus yang berlainan. Untuk Indonesia, T.S. Hutauruk memberikan usulan kerapatan sambaran petir adalah sebesar: N g = 0,15 IKL (1) II.4.3. Arus Puncak (I max ) 17

30 Parameter arus puncak ini menentukan jatuh tegangan resistif pada tahanan pentanahan dan tahanan peralatan yang terkena sambaran. Selain itu juga, ikut menentukan kenaikan temperaturpada peralatan yang di sambar. Biasanya, nilai arus puncak ini yang digunakan dalam menyatakan suatu gelombang impuls petir, bersama-sama dengan dua besaran gelombang sebelumnya yaitu waktu muka ( t f ) dan waktu ekor ( t t ). Gambar 2.8. Hasil pengukuran bentuk gelombang arus petir negatif sambaran ganda (a) Sambaran pertama b) sambaran kedua c) sambaran ketiga Menurut Whitehead, arus puncak ini menentukan jarak sambaran petir (striking distance), yang di ekspresikan dengan persamaan: r = 8,0. I max 0,65 [ meter ] (2) dimana I max dalam ka. 18

31 Gambar 2.9. Konsep Jarak Sambaran II.4.4. Kecuraman Gelombang (Steepness) Kecuraman gelombang merupakan salah satu parameter paling penting. Parameter ini menyatakan kecepatan kenaikan arus petir dalam setiap satuan waktu (di/dt). Semakin besar nilai arus dalam setiap satuan waktu, berarti semain curam bentuk gelombang arusnya dan makin pendek durasi muka gelombang ( front duration). BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR III.1. UMUM 19

32 Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek dari bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung. Didasarkan pada tujuan atau sifat dari proteksi itu sendiri, proteksi petir terdiri dari dua jenis yaitu : proteksi sambaran petir, dan proteksi tegangan lebih petir. Prinsip kerja antara kedua jenis proteksi tersebut di atas tentu saja berbeda. Proteksi sambaran petir lebih bersifat pencegahan ( preventif ), sedang proteksi tegangan lebih petir sifatnya tidak lagi mencegah tetapi mengurangi akibat yang ditimbulkan oeh sambaran petir, dalam hal ini apabila jenis poteksi yang pertama gagal melaksanakan fungsinya. III.2. SISTEM PROTEKSI PETIR Berdasarkan cara kerjanya, sistem proteksi petir dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Sistem dengan Penangkap Petir Prinsip kerja sistem ini adalah: Harus menyediakan titik pada ujung bangunan yang diamankan untuk sasaran sambaran petir, dengan harapan petir akan menyambar titik itu terlebih dahulu. Harus menyediakan saluran untuk menyalurkan arus petir ke tanah Harus menyediakan sistem pembumian untuk mendistribusikan arus petir yang masuk ke tanah dengan merata agar tidak menimbulkan kerusakan atau bahaya pada bagian dari bangunan atau pada manusia yang sedang berada di sekitarnya. 20

33 2. Sistem Disipasi ( Dissipation Array System ) Pada prinsipnya, DAS (Dissipation Array System) tidak bertujuan untuk mengundang arus petir agar menyambar terminasi udara yang sudah disediakan, melainkan membuyarkan arus petir agar tidak mangalir kedaerah yang dilindungi. Gambar berikut (Gambar 3.1.) menggambarkan konsep dari proteksi petir sistem disipasi (DAS). Charged storm cell concentrated space charged Accumulated space charged Protected Area Ground charge collector dissipationarray(ionizer) storm induced charged Down Conductor Ground rod Gambar 3.1. konsep Dissipation Array System Apabila awan bermuatan bergerak ke suatu daerah, maka akan menginduksi muatan listrik diatas permukaan tanah ataupun bangunan di bawah awan petir tersebut. Muatan yang terinduksi ini selanjutnya dikumplkan oleh sistem pembumian DAS yang kemudian di angkut ke bentuk ion (ionizer) dengan 21

34 fenomena yang di sebut point discharge, yaitu setiap bagian benda yang runcing akan memindahkan muatan listrik hasil induksi ke molekul udara disekitarnya bilamana titik temunya erada pada medan elektrostatik. Ionizer akan menghimpun ribuan titik-titik bermuatan secara individu dan sanggup untuk melepaskan muatan-muatan listrik hasil induksi tadi secara optimal, dimana pada akhirnya dapat mengurangi beda potensial antara awan dan udara disekitar ionizer. Dengan kata lain medan listrik yang dihasilkan akan semakin kecil, sehingga memperkecil kemungkinan udara untuk tembus listrik, sehingga terjadinya petir dapat dihindari. Berdasarkan tempatnya, sistem proteksi petir dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Proteksi Eksternal Proteksi eksternal adalah instalasi dan alat-alat diluar suatu struktur untuk menangkap dan menghantarkan arus surja petir ke sistem pembumian. Proteksi eksternal petir berfungsi sebagai proteksi terhadap tegangan lebih petir jika terjadi sambaran langsung ke sistem atau bangunan yang dilindungi. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan didala merencanakan sistem proteksi petir eksternal adalah: Macam, fungsi, dan bagan dari bangunan, ukuran denah bangunan, bentuk, dan kemiringan atap. Terminasi udara (air terminal) dimana jumlahnya haruslah cukup untuk memberikan daerah proteksi yang diinginkan 22

35 Konduktor penyalur (down conductor) haruslah mampu manyalurkan arus petir yang diterima dari terminasi udara menuju bumi. Pembumian (grounding) dimana resistensi pembumian <10 Ohm. 2. Proteksi Internal Proteksi petir internal merupakan perlindungan terhadap sistem elektronika didalam bangunan / gedung akibat tegangan lebih yang ditimbulkan oleh induksi elektromagnetik akibat sambaran petir tak langsung. Walaupun bangunan sudah dilindungi terhadap sambaran petir, beberapa kerusakan pada peralatan listrik khususnya peralatan elektronika dapat disebabkan karena masuknya surja imbas petir melalui kabel listrik dan kabel komunikasi atau masuknya arus petir pada waktu terjadi sambaran langsung. Sistem proteksi petir internal dapat terdiri dari satu jenis ataupun beberapa alat-alat proteksi petir, antara lain: Arrester : alat potong tegangan lebih pada peralatan Shielding : konstruksi dinding dan lantai secara khusus untuk menghilangkan induksi elektromagnetik One point earthing system : pemasangan potensial aqualization busbar yang berfungsi sebagai terminal pembumian Penggunaan kabel optic sebagai pengganti kabel tembaga pada instalasi listrik. Kabel optic tidak menyebabkan percikan antar kabel dan tidak terinduksi elektromagnetik 23

36 Penggunaan trafo isolasi untuk mentransformasikan arus besar yang terjadi akibat sambaran petir ke jala-jala menjadi arus yang sangat kecil Oleh karena desain proteksi internal sangat bergantung pada instalasi listrik / elektronika maka arsitektur dalam bangunan serta perencanaan awal penggunaan bangunan harus diperhatikan. III.3. HARI GURUH Menurut definisi WMO (world Meteorological Organization), Hari Guruh adalah banyaknya hari dimana terdengar Guntur paling sedikit satu kali dalam jarak kira-kira 15 Km dari stasiun pengamatan. Hari Guruh ini disebut juga Hari Badai Guntur (Thunderstorm Days). Data meteorologi dari Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan adanya beberapa daerah di Indonesia yang jumlah Hari Badai Guntur per tahunnya cukup tinggi, antara lain : sebagian daerah Sumatera Utara, daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan daerah Irian Jaya dimana hari badai gunturnya lebih dari 100 hari per tahun. Petir yang terjadi memiliki intensitas sambaran yang harus selalu diamati setiap periode untuk dapat memperkirakan faktor resiko sambaran pada suatu wilayah, sehingga dapat diperikan kebutuhan bangunan akan proteksi petir. Adapun hal-hal yang diperlukan didalam memperkirakan factor resiko sambaran adalah : 1. Isokeraunic Level : jumlah hari sambaran per tahun 2. Lightning Strike Rate : jumlah sambaran ke tanah per Km 2 per tahun. 24

37 Lightning Strike Rate / curah petir menentukan tingkat bahaya sambaran pada suatu wilayah dan besarnya ditentukan oleh isokeraunic level. Nilai lightning strike rate ini bervariasi secara signifikan, dihitung dari rata-rata kerapatan annual yang dihitung dari observasi dalam satu periode selama bertahun-tahun. III.4. PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR Usaha pertama yang dilakukan dalam proteksi petir adalah mencegah agar petir tidak menyambar objek yang dilindungi. Untuk itu dapat dilakukan dengan dua cara atau prinsip; perama membentuk semacam tameng atau perisai bagi objek yang dilindungi sehingga diharapkan nantinya bila ada petir tidak menyambar objek melainkan menyambar tameng atau perisai tersebut. Kedua, memperkecil kemungkinan terjadinya sambaran petir. III.4.1. Penangkal Petir Konvensional Teknik penangkal petir yang sederhana dan pertama kali dikenal menggunakan prinsip yang pertama, yaitu dengan membentuk semacam tameng atau perisai berupa konduktor yang akan mengambil alih sambaran petir. Penangkal petir semacam ini biasanya disebut groundwires (kawat tanah) pada jaringan hantaran udara, sedangkan pada bangunan-bangunan dan perlindungan terhadap struktur, Benjamin Franklin memperkenalkannya dengan sebutan lightning rod. Istilah ini tetap digunakan sampai sekarang di Amerika. Di Inggris dan beberapa Negara di Eropa menggunakan istilah lightning conductor sedang di Rusia disebut lightning 25

38 mast. Istilah yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah lightning conductor. Contoh konstruksi penangkal petir konvensional jenis lightning conductor ditunjukkan pada Gambar 3.2. Gambar 3.2. penangkal petir konvensional Penangkal petir konvensional sifatnya pasif, menunggu petir untuk menyambar dengan mengandalkan posisinya yang lebih tinggi dari objek sekitar serta ujung runcingnya agar pada saat step leader mendekat dan kuat medan semakin besar maka upward streamer dapat lebih cepat terbentuk mendahului objek di sekitarnya. III.4.2. Penangkal Petir Elektrostatik Penangkal petir elektrostatik merupakan pengembangan terhadap penangkal petir konvensional (lightning conductor). Prinsipnya sama, yaitu sebagai tameng atau perisai yang mengambil alih sambaran petir. Perbedaannya terletak pada bagaimana 26

39 cara mengalihkan sambaran petir tersebut. Contoh konstruksi penangkal petir elektrostatik diperlihatkan pada Gambar 3.3. Gambar 3.3. konstruksi salah satu dari jenis Elektrostatis Prinsip penangkal petir elektrostatik didasarkan pada ion-ion yang dihasilkan oleh dua elektroda pada ujung penangkal petir. Di bawah pengaruh medan listrik antara awan dengan bumi, akan ada beda potensial di antara kedua elektroda. Tegangan antara kedua elektroda ini dapat menyebabkan percikan peluahan listrik membuat molekul-molekul udara di sekitar kedua elektroda mengalalmi ionisasi sehingga mempercepat proses terbentuknya upward streamer dari penangkal petir. Proses pembetukan upward streamer yang lebih awal menyebabkan upward streamer yang terbentuk menjadi lebih tinggi dari kondisi biasa pada penangkal petir konvensional. Oleh karena itu, penangkal petir elektrostatik seolah-olah memiliki tinggi efektif perlindungan yang lebih tinggi dari penangkal petir yag sebenarnya. 27

40 III.4.3. Dissipation Array Sistem (Lightning preventor) Prinsip proteksi ini adalah memperkecil kemungkinan terjadinya sambaran petir. Ide untuk mencegah sambaran petir telah lama ada, mulai sekitar tahun 1754 ketika seorang ilmuwan Ceko, Prokop Divisch, memasang 216 titik runcing pada suatu rangka kayu setinggi 7,4 m. Titik-titik tersebut dirangkai terhubung satu sama lain dan kemudia dibumikan. Beberapa tahun kemudian, Lichtenberg (1775) memberikan suatu usulan yang menyatakan bahwa kemungkinan sambaran petir pada suatu rumah dapat dicegah dengan memasang kawat berduri diatasnya. Sebagaimana diketahui sambaran petir merupakan peluahan listrik. Peluahan ini bias terjadi apabila kuat medan yang terjadi melebih meda tembus udara, artinya ada beda potensial yang cukup tinggi antara awan bermuatan dengan bumi sehingga kuat medannya juga cukup tinggi. Karena itu bila beda potensial makin rendah, maka kemampuan awan untuk melepas muatan juga berkurang sebab kuat medannya berkurang. Untuk membuat beda potensial tersebut berkurang, sistem penangkal petirnya dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai kemampuan untuk melepaskan muatan dari benda yang di proteksi ke udara sekitarnya. Sistem penangkal petir (lightning preventor) sepert ini dikenal dengan sebutan Dissipation Array System (DAS) atau Charge Transfer System (CTS), contoh kostruksinya diperlihatkan pada Gambar

41 Gambar 3.4. Dissipation Array System Teknologi DAS atau CTS memanfaatkan prinsip Point Discharge sebagai titik perpindahan muatan (Charge Transfer) dari banyak ujung runcing, dimana tiap bagian benda yang runcing tersebut akan melepas muatan ke udara sekitar. Hal ini disebabkan karena ujung-ujung runcing tersebut berada dalam meda yang cukup kuat sehingga mampu mengionisasi molekul-molekul udara di sekitarnya. Selanjutnya R.H. Golde mengajukan suatu konsep bentuk seperti paying dengan ujung-ujung runcing dipermukaannya. Konsep Golde ini memberikan bentuk yang lebih cermat dalam membuat medan yang seragam disekitar penangkal petir atau dibawah awan badai dengan memanfaatka efek elektrostatik lingkungan sekitar titik-titik atau ujung runcing tersebut. Jika semua titik berada pada posisi yang tepat dengan sudut pandang medan E yang keluar, maka seluruh medan disekitar tiik-titik tersebut akan merata tersebar sehingga efek yang timbul pada saat step leader mendekat menjadi tidak ada. 29

42 III.5. PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PETIR Sambaran petir dapat menyebabkan tegangan lebih, hal ini karena sambaran petir merupakan peristiwa pelepasan muatan artinya pada saat petir menyambar suatu objek berarti pada objek itu telah disuntikkan sejumlah muatan yang berasal dari petir sehingga tegangan pada objek tersebut naik melebihi yang seharusnya. Fenomena ini paling berbahaya bila terjadi pada peralatan-peralatan listrik yang memiliki tegangan kerja terbatas. Contohnya pada jaringan hantaran udara. Smbaran petir pada ;jaringan hantaran udara memberikan suntikan muatan listrik. Suntikan muata ini menimbulkan kenaikan tegangan pada jaringan, sehingga di jaringa timbul tegangan lebih berbentuk gelombang impuls yang merambat di sepanjang jaringan menuju ujug-ujung jaringan. Tegangan lebih akibat petir ini sering disebut surja petir (lightning surge). Jika tegangan lebih surja petir tiba di suatu peralatan listrik, transformator misalnya, maka tegangan lebih tersebut akan merusak isolasi peralatan. Oleh karena itu perlu dibuat suatu alat pelindung agar tegangan surja yang tiba di peralatan tidak memlebihi kekuatan isolasi peralatan. Pada keadaan tegangan jaringan normal, pelindung berperan sebagai isolasi, tetapi jika ada surja petir tiba pada terminal pelindung maka pelindung berubah sifat menjadi penghantar dan mengalirkan muatan surja petir tersebut ke tanah. Ada dua macam alat pelindung dalam sistem tenaga listrik, yaitu Sela Batang (Rod Gap) dan Arrester. Arrester itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu jenis Ekspulsi 30

43 (Expulsion type) atau sering disebut tabung pelindung (Protector Tube) da arrester jenis Katup (Valve type). III.5.1. Sela Batang (Rod Gap) Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana dan relative murah, tetapi kuat dan kokoh. Konstruksi diperlihatkan pada Gambar 3.5. jika beda potensial diantara sela naik akibat tegangan lebih surja hingga melebihi tegangan tembus sela, maka akan terjadi percikan pada sela dan membuat sela terhubung singkat. Jarak sela dibuat sedemikian hingga dapat terpercik pada nilai tegangan yang diinginkan. Gambar 3.5. Konstruksi Sela Batang Sela batang ini jarang digunakan pada rangkaian yang penting karena beberapa kelemahannya sehingga kurang dapat memenuhi persyaratan dasar suatu alat pelindung yang sebenarnya. Sela batang biasanya digunakan pada isolator 31

44 bushing trafo, isolator hantaran udara, pemutus daya dan sebagai pelindung cadangan. Beberapa kelemahan sela batang adalah: Tidak dapat memutuskan arus susulan, sehingga apabila sela bekerja akan terjadi pemutusan aliran daya sistem Sela batang tidak dapat berfungsi jika gelombang surja yang datang memiliki muka yang curam Kerja sela batang sangat dipengaruhi oleh kondisi udara sekitar karena media pengantara sela adalah udara yang tegangan tembusnya tergantung pada suhu, tekanan dan kelembaban. III.5.2. Arrester Ekspulsi Konstrksi suatu arrester jenis ekspulsi di tunjukkan pada Gambar 3.6. Arrester ini mempunyai dua jenis sela, yaitu sela dalam dan sela luar. Sela dalam ditempatkan dalam suatu tabungserat (fiber tube) yang dapat mengeluarkan gas. Bila terminal arrester diterpa suatu surja petir, maka kedua sela akan terpercik. 32

45 Gambar 3.6. Arrester Ekspulsi Arus susulan yang terjadi akan memanaskan permukaan dalam tabung serat. Akibatnya tabung mengeluarka gas. Arus susulan merupakan arus sinusoidal sehingga pada periode tertentu akan mencapai nilai nol. Saat arus susulan mencapai nol, gas akan memadamkan arus susulan tersebut. Tetapi pemadamannya masih tergantung pada tingkat arus hubung singkat di lokasi penempatan arrester. karena itu, perlindungan dengam arrester jenis ini juga masih belum begitu memadai. III.5.3. Arrester Katup Konstruksi arrester jenis katup diperlihatkan pada Gambar 3.7. Arrester ini terdiri dari beberapa sela percik yang terhubung seri dengan resistor non-linier. Resistor non-linier mempunyai tahanan yang rendah saat dialiri arus tinggi dan mempunyai tahanan yang tinggi saat dialiri arus rendah. 33

46 Gambar 3.7. Arrester Katup Sela percik dan resistor non-linier, keduanya di tempatkan dalam tabung isolasi tertutup, sehingga kerja arrester ini tidak dipengaruhi oleh keadaan udara sekitar. Jika surja petir tiba pada terminal arrester dan membuat sela arrester terpercik, maka rangkaian ekivalen arrester adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8.a. Tegangan pada terminal arrester saat mengalirkan arus surja adalah: V t = I s x R dimana i s = arus surja R = tahanan resistor non-linier. 34

47 Gambar 3.8. Rangkaian Ekivalen dan Karakteristik Arrester Katup Misalkan karakteristik resistor non-linier adalah seperti Gambar 3.8.b. dan arus surja yang mengalir pada arrester adalah seperti Gambar 3.8.c. Dalam selang waktu antara 0 - t 1, arus surja naik dan mencapai nilai puncak i s = i p. Dalam selang waktu ini tahanan R mengecil, sehingga kenaikan tegangan terminal arrester dibatasi hanya sampai V a. seandainya tahanan resistor R konstan, maka saat arus surja mencapai nilai puncak, tegangan di terminal arrester adalah V t = V 1. Artinya tegangan sistem tetap tinggi sehingga tujuan perlindungan tidak tercapai. Dalam selang waktu t 1 t 2 arus surja menurun sehingga tahanan resistor R membesar. Saat arus surja menjadi nol, masih tersisa arus susulan yang relative kecil. Arus susulan ini juga akan semakin kecil karena tahanan R semakin membesar, akhirnya tersisa arus kecil yang disebut arus kendali. Ketika tegangan sesaat sistem nol percikan pada sela padam sehingga arus kendali menjadi nol dan tidak berlanjut lagi. 35

48 BAB IV PROTEKSI BANGUNAN TERHADAP BAHAYA PETIR IV.1. UMUM Keadaan geografis yang dekat ke khatulistiwa menyebabkan Indonesia termasuk sebagai wilayah yang memiliki hari guruh pertahun (Thunderstorm Days) tinggi dengan jumlah sambaran petir yang banyak sehingga memungkinkan banyak terjadi bahaya dan kecelakaan akibat sambaran petir. 36

49 Sambaran petir dapat menimbulkan gangguan pada sistem tenaga listrik. Pada bangunan atau gedung bertingkat, efek gangguan akibat sambaran petir ini semakin besar sesuai dengan semakin tinggi dan luasnya areal bangunan tersebut. Penyebab dari kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh sambaran petir, terutama adalah besar (amplitudo) dari arus petir berkisar antara 5 sampai 200 ka. Kerusakankerusakan pada bangunan yang tersambar dapat berupa kerusakan thermis, misalnya bagian yang tersambar terbakar, dan dapat pula berupa kerusakan mekanis, misalnya bagian atap bangunan retak atau tembok bangunan retak atau runtuh. Bila terjadi aktivitas pengumpulan atau pembentukan muatan pada awan, maka induksi muatan dengan polaritas yang berlawanan terjadi di permukaan bumi. Pada penangkal petir, ujungnya di buat runcing dengan tujuan agar saat terjadi penumpukan muatan di awan, ujung yang runcing itulah yang pertama terinduksi. Dengan demikian di harapkan petir akan menyambar ujung batang penangkap petir terlebih dahulu karena sifat muatan listrik dari petir yang selalu mencari daerah konduktif dan yang kuat medan listriknya tinggi. Penangkap petir dihubungkan dengan konduktor pembumian yang akan meneruskan arus petir ke bumi dan kemudian disebarkan oleh elektroda pembumian. IV.2. BESARNYA KEBUTUHAN BANGUNAN AKAN SISTEM PROTEKSI PETIR Kebutuhan bangunan akan proteksi petir ditentukan dengan cara klasifikasi area tempat bangunan atau dengan perhitungan menggunakan parameter hari guruh 37

50 dimana gedung itu berada dan koefisien-koefisien lain yang diperlukan tergantung dari standar yang di pilih atau digunakan. Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari suatu bangunan, termasuk manusia dan peralatan yang ada didalamnya terhadap bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir. Di dalam tilisan ini akan di bahas penentuan besar kebutuhan bangunan akan proteksi petir menggunakan standar Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), Standar Nasional Indonesia (SNI ). Instalasi-instalasi bangunan yang berdasarkan letak, bentuk, penggunaannya dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu diberi penangkal petir adalah : 1. Bangunan-bangunan tinggi, seperti menara-menara, gedung-gedung bertingkat, cerobong-cerobong pabrik 2. Bangunan-bangunan penyimpanan bahan mudah terbakar atau meledak misalnya seperti pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak, gudang penyimpanan cairan atau gas yang mudah terbakar, dan lain-lain 3. Bangunan-bangunan untuk umum, misalnya gedung-gedung bertingkat, gedung pertunjukan, gedung sekolah, stasiun, dan lain-lain 4. Bangunan-bangunan yang berdasarkan fungsi khusus perlu dilindungi secara baik, misalnya museum, gedung arsip Negara, dan lain-lain. IV.2.1. Menurut Standar PUIPP 38

51 Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan suatu instalasi penangkal petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerugian serta bahaya yang di timbulkan bila bangunanan tersebut tersambar petir Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan factor-faktor tertentu seperti ditunjukan pada lampiran A dan merupakan penjumlahan (R) dari indeks-indeks tersebut. Sehingga di dapat perkiraan bahaya akibat sambaran petir (R) adalah : R = A + B + C + D + E (3) Dimana A B C D E : Bahaya berdasarkan jenis bangunan : Bahaya berdasarkan konstruksi bangunan : Bahaya berdasarkan tinggi bangunan : Bahaya berdasarkan situasi bangunan : Bahaya berdasarkan hari guruh yang terjadi Apabila menurut data-data yang ada dimassukkan ke dalam persamaan diatas, maka selanjutnya dapat di ambil kesimpulan mengenai perlu atau tidaknya sistem proteksi petir eksternal digunakan. Jika nilai nilai R > 13, maka bangunan tersebut dianjurkan menggunakan sistem proteksi petir. (Besar indeks dapat di lihat pada lampiran A). Jelas bahwa semakin besar nilai R, semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang ditimbulkan oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula kebutuhan bangunan tersebut akan adanya suatu sistem penangkal petir. 39

52 IV.2.2. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI ) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI ), pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk suatu sistem proteksi petir berdasarkan pada frekuensi sambaran petir langsung setempat (N d ) yang diperkirakan ke struktur yang di proteksi dan frekuensi sambaran petir tahunan setempat (N c ) yang diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ketanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan di daerah tempat suatu struktur barada dinyatakan sebagai : N g = 0,04 x T 1,25 d / km 2 / tahun (4) Diman T d adalah jumlah hari guruh per tahun yang diperoleh dari data isokeraunic level di daerah tempat struktur yang akan di proteksi yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Frekuensi rat-rata tahunan sambaran petir langsung N d ke bangunan dapat di hitung : N d = N g x A e x 10-6 / tahun (5) Dimana A e adalah area cakupan ekivalen dari bangunan (m 2 ) yaitu daerah permukaan tanah yang di anggap sebagai struktur yang mempunyai frekuensi sambaran langsung tahunan. Adapun area cakupan ekivalen (A e ) tersebut dapat di hitung berdasarkan persamaan di baawah ini : A e = ab + 6h (a+b) + 9 h 2 (6) Dimana : a : panjang dari bangunan tersebut b : lebar dari bangunan tersebut (m) (m) 40

53 h : tinggi bangunan yang di proteksi (m) pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang sistem proteksi petir pada bangunan berdasarkan perhitungan N d dan N c dilakukan sebagai berikut : a. Jika N d N c tidak perlu ssitem proteksi b. Jika N d > N c diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi : E = 1 N c / N d (7) Maka setelah di hitung nilai E (efisiensi Sistem Proteksi Petir) sesuai dengan persamaan (7), setelah itu dapat ditentukan tingkat proteksinya sesuai dengan tingkat proteksi table 4.1. Tabel 4.1. Efisiensi Sistem Proteksi Petir Tingkat Proteksi Efisiensi SPP I 0,98 II 0,95 III 0,90 IV 0,80 Setelah diketahui tingkat proteksi berdasarkan table 4.1, maka dapat ditentukan sudut proteksi (α ) dari penempatan suatu terminasi udara, radius bola yang di pakai, maupun ukuran jala (konduktor horizontal) sesuai dengan tabel 4.2. di bawah ini : Tabel 4.2. Daerah Proteksi dari Terminasi Udara sesuai dengan tingkat proteksi Tingkat h (m) Lebar 41

54 proteksi R (m) α α α α Jala (m) I * * * 5 II * * 10 III * 15 IV * Hanya menggunakan metode bola bergulir dan jala dalam kasus ini IV.3. PRINSIP PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR DENGAN MENGGUNAKAN LIGHTNING CONDUCTOR Prinsip utama proteksi terhadap sambaran petir menggunakan lightning conductor aalah mengalihkan sambaran petir ke lightning conductor sehingga tidak menyambar objek yang di proteksi. Sebagai alat proteksi, ada dua fungsi utama lightning conductor pada posisi ini; pertama sebagai tameng atau perisai, dan kedua sebagai pemberi jalan termudah untuk disambar petir. 42

55 Gambar 4.1. prinsip proteksi terhadap sambaran petir dengan menggunakan lightning conduktor Sebagaimana terlihat pada gambar 4.1.a, ketika step leader turun mendekati bumi, maka pada saat itu pembentukan upward streamer dari lightning conductor lebih cepat dan lebih tinggi daripada benda yang di proteksi. Hal ini terjadi karena posisi lightning conductor yang lebih tinggi da lebih runcing sehingga muatan yang terkumpul juga kemungkinan lebih banyak dan lebih cepat. Pada tahap ini, lightning conductor bersifat mengorbankan diri sebagai jalan termudah bagi step leader untuk melepaskan muatan membentuk sambaran petir yang sempurna. Kemudian pada gambar 4.2.b, karena upward streamer dari lightning conductor lebih tinggi, maka kemungkinan untuk lebih dahulu tersentuh atau masuk ke zona jarak sambaran lebih besar, sehingga pertemuan antara upward streamer dari lightning conductor dengan step leader terjadi lebih dahuludan sambaran petir yang 43

56 terjadi menyambar lightning conductor. Pada tahap ini lightning conductor berfungsi sebagai tameng atau perisai yang mengambil alih sambaran petir. Selanjutnya, muatan yang d i lepaskan saat sambaran ini dialirkan kebumi melalui elektroda pentanahan sehingga tidak merusak objek yang dilindungi sampai akhirnya sambaran petir berhenti. IV.4. ZONA PROTEKSI LIGHTNING CONDUCTOR Istilah zona proteksi diguanakan untuk menyatakan lingkup proteksi lightning conductor, yaitu seberapa banyak suatu daerah yang dapat di cakup oleh lightning conductor sehingga pada daerah tersebut memiliki kemungkinann yang keci untuk disambar petir. Posisi lightning conductor yang vertikal membuat tampak atasnya hanya berupa suatu titik, sehingga bila, step leader mendekati lightning conductor dari arah manapun akan mengalami reaksi yang sam ( tanpa kondisi khusus ). Hal ini menggambarkan secara umum bahwa perilaku lightning conductor dalam melindungi daerahnya cenderung untuk membentuk suatu lingkup volum dengan lightningconductor sebagai sumbu. Beberapa pendapat peneliti mengenai bentuk volume zona proteksi lightning conductor terliha pada gambar

57 Gambar 4.2. beberapa teori tenteng zona proteksi Lightning Conductor Bidang dasar zona proteksinya merupakan suatu lingkaran dengan lightning conductor sebagai titik pusat. Oleh sebab itu, untuk menyatakan kemampuan proteksi lightning conductor digunakan sebutan Radius Proteksi atau jari-jari proteksi, yaitu jarak terluar ( terjauh ) dari pusat lingkaran yang masih dapat dilindungi oleh lightningconductor. Sebagaimana terlihat pada gambar 4.2. diatas, gambaran zona proteksi Razevig cukup lengkap dan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: x 45

58 di mana: r x = radius proteksi h x = tinggi maksimum objek yang di proteksi h = tinggi total penangkal petir Dari persamaamn diatas, terlihat bahwa menurut Razevig radius proteksiberubah-ubah mengikuti perubahahan tinggi benda yang di proteksi. Ssementara untuk peneliti lain tidak ada keterangan yang menjelaskan lebih lanjut mengenai radius proteksi ini. Bahkan beberapa peneliti yaitu Anderson (1879), lodge (1892), Walter (1937) memberikan kesimpulan bahwa tidak ada kekhususan atau hal khusus yang dapat menggambarkan secara lengkap mengenai zona proteksi lightning conductor. IV.5. RANCANGAN SISTEM TERMINASI UDARA MENURUT SNI Untuk menentukan penempatan terminasi udara dan untuk mengetahui daerah proteksi, maak tulisan ini menggunakan metode-metode yang terdapat di dalam SNI , yaitu : 1. Metode sudut proteksi (Protective Angle Method) 2. Metode bola bergulir (Rolling Sphere Method) 3. Metode jala (Mesh Sized Method) Metode proteksi sebaiknya dipilih oleh perancang proteksi petir dengan pertimbangan sebagai berikut : 46

59 a. Metode sudut proteksi (Protective Angle Method) cocok untuk bangunan gedung atau bagian kecil dari bangunan gedung yang lebih besar. Metode ini tidak cocok untuk bangunan gedung yang lebih tinggi dari radius bola gulir yang sesuai dengan tingkat proteksi sistem proteksi petir (SPP) yang dipilih b. Metode bola gulir (Rolling Sphere Method) cocok untuk bentuk bangunan gedung yang rumit c. Metode jala (Mesh sized method) dipakai untuk keperluan umum dan khususnya cocok untuk proteksi struktur dengan permukaan datar. Dilihat dari ketiga metode diatas, maka di dalam perencanaan terminasi udara pada bangunan, ketiga metode diatas dapat dikombinasikan untuk membentuk zona proteksi dan meyakinkan bahwa bangunan tersebut terproteksi seluruhnya. Standar SNI ini tidak memberikan kriteria untuk pemilhan ssitem terminasi udara karena dianggap batang, kawat rentang, dan konduktor jala adalah sama. Dipertimbangkan bahwa : 1. Tinggi batang terminasi udara sebaiknya antara 2-3 meter untuk mencegah peningkatan frekuensi sambaran petir langsung 2. Rentangan kawat dapat digunakan dalam semua kasus sebelumnya dan untuk bentuk bangunan yang rendah (a/b > 4, dimana a : panjang bangunan, dan b : lebar bangunan) 3. Sistem terminasi udara terdiri dari jala konduktor untuk keprluan umum. 47

60 Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Penangkal Petir) yang dipakai di dalm standar ini untuk penggunaan terminasi udara adalh dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi udara Tingkat Proteksi Bahan Terminasi udara (mm 2 ) Cu 35 I sampai IV Al 70 Fe 50 IV.5.1. Metode Sudut Proteksi (Angle Protection Method) Daerah yang diproteksi adalah daerah yang berada di dalam kerucut dengan sudut proteksi sesuai dengan tabel 4.2. Pada metode dengan metode sudut proteksi ini, terminasi udara dipasang pada setiap bagian dari struktur bangunan yang dilindungi yang tidak tercakup pada daerah proteksi yang dibentuk. Nilai sudut yang terbentuk sebagai daerah proteksi adalah bergantung dari ketinggian terminasi uadara (rod/mast) dari daerah yang diproteksi. Metode sudut proteksi secara geometris mempunyai keterbatasan dan tidak digunakan untuk bangunan/gedung yang lebih tinggi dari radius bola gulir yang ditentukan dalam tabel 4.2. Konduktor terminasi udara sebaiknya ditempatkan sedemikian sehingga semua bagian bangunan gedung yang diproteksi berada diselah dalam permukaan selubung yang dihasilkan oleh proyeksi titik-titik dari konduktor terminasi udara ke 48

61 bidang referensi, dengan sudut α ke garis vertikal dalam semua arah. Rancangan terminasi udara menggunakan metode sudut proteksi ini dapat dilihat pada gambar.. (dianggap bangunan mempunyai panjang dan lebar yang sama). Keterangan: Keterangan: 1 : Tiang terminasi udara 1 : Tiang terminasi udara 2 : bangunan yang di proteksi 2 : bangunan yang di proteksi 3 : bidang referensi 3 : bidang referensi 4 : sudut proteksi yang di bentuk sesuai tabel 2 4 : sudut proteksi yang di bentuk sesuai tabel 2 Gambar 4.3.Daerah proteksi tampak depan Gambar 4.4. Daerah proteksi tampak samping Keterangan 1. Terminasi udara 2.Bangunan yang di proteksi Gambar 4.5. Daerah proteksi tampak atas 49

62 IV.5.2. Metode Bola Bergulir (Rolling Sphere method) Metode bola bergulir baik digunakan pada bangunan yang bentuknya rumit. Dengan metode ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R yang bergulir diatas tanah, sekeliling struktur dan di atas struktur ke segala arah hingga bertemu dengan tanah atau struktur yang berhubungan dengan permukaan bumi yang mampu bekerja sebagai penghantar (gambar 4.6.). titik sentuh bola bergulir pada struktur yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut harus diproteksi oleh konduktor terminasi udara. Semua petir yang berjarak R dari ujung penangkap petir akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menyambar bangunan. Gambar 4.6. Daerah proteksi dengan metode bola bergulir 50

63 Metode bola gulir (rolling sphere) ini sebaiknya digunakan untuk mengidentifikasi ruang yang terproteksi dari bagian atau luasan bangunan/gedung yang tidak tercakup oleh metode sudut proteksi (angle protection method). Dengan metode ini, penempatan sistem terminasi udara dianggap memadai jika tidak ada titik pada daerah yang diproteksi tersentuk oleh bola gulir dengan radius R, di sekeliling dan diatas bangunan/gedung kesemua arah. Untuk itu, bola hanya boleh menyentuh tanah atau sistem terminasi udara. Radius bola gulir harus sesuai dengan tingkat proteksi SPP (Sistem Proteksi Petir) yang dipilih menurut tabel 4.1. Pada gambar diatas, bola dengan radius R digulirkan sekeliling dan diatas bangunan/gedung hingga bertemu dengan bidang tanah atau bangunan/gedung permanen atau obyek yang berhubungan dengan bidang bumi yang mampu bekerja sebagai konduktor petir. Titik sentuh bola gulir pada bangunan/gedung merupakan titik yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut harus diproteksi oleh konduktor terminasi udara. IV.5.3. Metode Jala (Meshed Sized Method) Metode ini digunakan untuk keperluan permukaan yang datar karena bisa dilindungi seluruh permukaan bangunan. Daerah yang diproteksi adalah keseluruhan daerah yang ada didalam jala-jala (Gambar 4.7.). Ukuran jala sesuai tingkat proteksi dapat dipilih pada tabel

64 Gambar 4.7. Daerah Proteksi dengan metode jala Untuk keperluan perlindungan permukaan yang datar, SPP (Sistem Proteksi Petir) jala diyakini melindungi seluruh permukaan jika dapat memenuhi kondisi berikut: a. Konduktor terminasi udara ditempatkan pada: Garis pinggir sudut atap Serambi atap Garis bubungan atap jika kemiringan lebih dari 1/10 b. Permukaan samping pada bangunan/gedung yang tingginya lebih dari radius bola gulir yang relevan dengan tingkat proteksi yang dipilih sesuai tabel 4.2 harus dilengkapi dengan sistem terminasi udara. c. Dimensi jala pada jaringan terminasi udara tidak lebih dari nilai yang diberikan dalam tabel 4.2. d. Jaringan sistem terminasi udara disempurnakan sedemikian rupa hingga arus petir akan selalu mengalir melalui dua lintasan logam berbeda, tidak boleh 52

65 ada instalasi logam menonjol keluar dari volume yang dilindungi oleh sistem terminasi udara. e. Konduktor terminasi udara harus mengikuti lintasan terpendek yang dimungkinkan. IV.6. KONDUKTOR PENYALUR (DOWN CONDUCTOR) Konduktor penyalur (down coductor) adalah bagian dari sistem proteksi eksternal yang dimaksudkan untuk melewatkan arus petir dari sistem terminasi udara ke sistem pembumian. Konduktor penyalur perlu merancang agar tidak menimbulkan induksi terhadap peralatan-peralatan listrik yang terdapat di dalam ataupun di sekitar bangunan atau gedung yang diproteksi. Pemilihan jumlah dan posisi konduktor penyalur sebaiknya memperhitungkan kenyataan bahwa jika arus petir dibagi. Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Penangkal Petir) dipakai di dalam standar ini untuk penggunaan konduktor penyalur (down conductor) adalah dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan konduktor penyalur Tingkat Proteksi Bahan Konduktor Penyalur (mm 2 ) Cu 35 I sampai IV Al 70 Fe 50 53

66 Cara penempatan konduktor penyalur dengan melihat kondisi bangunan/gedung yang diproteksi: 1. Jika dinding terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar, konduktor penyalur dapat ditempatkan pada permukaan atau di dalam dinding tersebut. 2. Jika dinding terbuat dari bahan yang mudah terbakar, konduktor penyalur dapat ditempatkan pada permukaan dinding, asalkan kenaikan suhu karena lewatnya arus petir tidak berbahaya untuk bahan dinding. 3. Jika dinding terbuat dari bahan yang mudah terbakar dan kenaikan suhu konduktor penyalur berbahaya, maka konduktor penyalur harus ditempatkan sedemikian sehingga jarak antara konduktor penyalur dengan ruang terproteksi selalu lebih besar dari 0.1 m. Braket pemasangan yang terbuat dari logam boleh melekat pada dinding. IV.7. SISTEM TERMINASI BUMI (GROUNDING SYSTEM) Sistem terminasi bumi (grounding network) perlu dirancang sedemikian rupa sehingga memperkecil tegangan sentuh dan tegangan langkah sehingga aman bagi manusia dan peralatan yang terdapat di sekitar daerah yang di proyeksi. Guna mengalirkan arus petir ke bumi tampa menyebabkan tegangan lebih yang berbahaya, maka bentuk dan dimensi sistem terminasi bumi lebih pentingdari nilai spesifik elektroda bumi. Namun pada umumnya di rekomendasikan resistansi bumi yang rendah. 54

67 Sistem terminasi bumi terdiri dari satu atau lebih elektroda bumi yang dianggap mampu mengalirkan arus petir ke tanah tampa adanya lompatan tegangan yang berbahaya. Adapun jenis-jenis elektroda bumi yang digunakan adalah: 1. Elektroda cincin (ring) 2. Elektroda tegak/miring 3. Elektroda radial 4. Elektroda bumi pondasi. Sejumlah konduktor yang terdistribusi secara merata lebih disukai dari pada sebuah konduktor bumi tunggal yang panjang karena konduktor bumi yang lebih dari satu ini, maka pada saat salah satu konduktor tersebut mengalami kegagalan di dalam menyalurkan arus petir ke bumi, maka arus petir akan tetap mengalir ketanah melalui konduktor pembumian yang lain. Panjang minimum elektroda bumi berkaitan dengan tingkat proteksi untuk bermacam-macam resistivitas tanah dapat di lihat pada lampiran C. namun elektroda bumi yang tertanam dalam akan efektif jika resistivitas tanah menurun sesuai dengan kedalam tanah. Apabila resistivitas tanah yang diinginkan terdapat pada kedalaman yang lebih dalam dari pada elektroda batang, maka elektroda tersebut biasanya di tanam. Terdapat dua jenis dasar susunan elektroda bumi untuk sistem terminasi bumi yaitu: 1. Susunan Jenis A Jenis susunan ini terdiri dari elektroda radial atau tegak. 55

68 Masing-masing konduktor penyalur harus dihubungkan dengan sekurang-kurangnya satu elektrode bumi terpisah yang terdiri dari elektroda radial atau tegak/miring. Jumlah minumum elektroda bumi haruslah dua. Panjang minimum masing-masing elektroda adalah: L 1 untuk elektroda mendatar radial 0,5 L 1 untuk elektroda tegak/miring L 1 adalah panjang minimum elektroda radial yang diperlihatkan pada bagian yang relevan pada lampiran C. Pada tanah dengan resistivitas rendah, panjang minimum yang dinyatakan pada lampiran C dapat diabaikan dengan syarat resistansi bumi lebih kecil dari 10 ohm dapat dicapai. Untuk elektroda kombinasi sebaiknya dipertimbangkan panjang total. 2. Susunan Jenis B Untuk elektroda bumi cincin (atau elektroda bumi pondasi), radius rata-rata r dari daerah yang dicakup oleh elektrode bumi cincin (atau elektroda bumi pondasi) tidak boleh lebih kecil dari nilai L 1. Jika nilai L 1 yang di isyaratkan lebih besar dari nilai r yang tepat, maka elektrode radial atau tegak/miring harus ditambahkan dimana masing-masing panjang L r (mendatar) dan L v (tegak/miring) diberikan oleh persamaan berikut: 56 (8)

69 (9) (10) Syarat-syarat pemasangan elektroda bumi adalah sebagai berikut: 1. Elektroda bumi cincin eksternal sebaiknya ditahan pada kedalaman paling sedikit 0,5 M tetapi tidak kurang dari 1 M terhadap dinding. 2. Elektroda bumi harus dipasang diluar ruang terproteksi dengan kedalaman sekurang-kurangnya 0.5 M dan didistribusikan secara mungkin untuk mengurangi efek kopling listrik dalam bumi. 3. Elektroda bumi cincin dipasang dengan jarak minimal sekitar 3 meter dan cincin pertama dan seterusnya tergantung dari beberapa keekonomisan yang terjadi. 4. Kedalam dan jenis elektrode bumi yang harus ditanam sedemikian sehingga mengurangi efek korosi, pengeringan dan pembekuan tanah sehingga resistansi bumi menjadi stabil. 5. Direkomendasikan untuk daerah cadat padat hanya menggunakan susunan pembumian jenis B. Adapun ukuran minimum bahan SPP (Sistem Penangkal Petir) yang dipakai di dalam standar ini untuk terminasi bumi adalah dapat dilihat pada tabel

70 Tabel 4.5. Dimensi minimum bahan SPP untuk penggunaan terminasi bumi Tingkat Proteksi Bahan Konduktor Penyalur (mm 2 ) Cu 50 I sampai IV Al - Fe 80 IV.8 PEMILIHAN BAHAN Bahan SPP dan kondisi pemakaiannya adalah seperti dalam tabel 4.6. Tabel Bahan SPP dan kondisi penggunaan Penggunaan Korosi Bahan Dalam udara terbuka Dalam tanah Dalam beton Resistan Meningkat oleh Elekrolitik dengan Klorida Padat Padat konsentrasi Tembaga berserabut sebagai berserabut sebagai - Terhadap banyak bahan tinggi senyawa - pelapis pelapis sulfur bahan organik Baja Padat Padat Padat Baik, - tembaga 58

71 galvanis berserabut walaupun panas dalam tanah asam Stainless steel Padat standed Padat - Terhadap banyak bahan Air dengan larutan klorida - Alumanium Padat berserabut Agen basis Tembaga Padat Padat Sulfat Lead sebagai sebagai - konsentrasi Tanah asam tembaga pelapisan pelapisan tinggi Adapun hal-hal yang harus diperhatikan di dalam pemilihan bahan SPP adalah: SPP sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan terhadap korosi seperti tembaga, alumanium, inox, dan baja galvanis. Sambungan antara bahan yang berbeda harus dihindarkan ataupun harus dilindungi. Bagian dari tembaga seharusnya tidak dipasang diatas bagian galvanis kecuali bagian tersebut dilindungi terhadap korosi. 59

72 BAB V STUDI TENTANG SISTEM PENANGKAL PETIR PADA BTS (BASE TRANSCEIVER STATION) V.1. UMUM Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek dari bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung. Bangunan-bangunan tinggi, diantaranya menara-menara telekomunikasi (Base Transceiver Station), merupakan objek yang sangat penting untuk dilindungi terhadap bahaya petir. Menara telekomunikasi milik PT. Telkomsel (salah satu operator telekomunikasi di Indonesia) yang memilki ketinggian ± 72 meter adalah objek yang sangat penting untuk dilindungi mengingat fungsinya yang sangat vital dalam menjaga kontinuitas layanan data dan voice bagi pelanggan. Infrastruktur perangkat Infocom yang ditunjang oleh perkabelan Kabel Data baik dari antenna di Tower maupun Jaringan Kabel pelanggan (Voice, Video, dll) dan Kabel Power dari sumber di luar nya adalah suatu keharusan untuk meindunginya dari kerusakan yang diakibatkan oleh sambaran petir. Struktur bangunan menara telekomunikasi milik Telkomsel ini dapat di lihat pada Gambar berikut: 60

73 61

74 Gambar 5.1. Struktur BTS Tampak Depan 62

75 Gambar 5.2. Struktur BTS Tampak Samping Kanan 63

76 Gambar 5.3. Struktur BTS Tampak Samping Kiri 64

77 Gambar 5.4. Strukur BTS Tampak Atas V.2. KEBUTUHAN PROTEKSI Sistem proteksi pada BTS dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu: 1. Proteksi Eksternal dan 2. Proteksi Internal. Proteksi Eksternal bertujuan agar Lingkungan/area terhindar dari kerusakan akibat sambaran langsung dari Petir. Sedangkan Proteksi Internal bertujuan untuk mencegah kerusakan Perangkat telekomunikasi akibat Over-voltage dari sambaran tidak langsung (imbas petir) atau dari perubahan akibat tegangan kejut. Proteksi eksternal meliputi : a. Air terminal/finial, berfungsi menerima sambaran petir langsung b. Down Konduktor, berfungsi menyalurkan/menghantarkan arus petir dari Air terminal (finial) ke sistem pengetanahan. c. Terminasi bumi, berfungsi membuang arus petir dengan aman ke tanah. Sedangkan proteksi internal meliputi : a. Equipotensial bonding (EB), berfungsi mengurangi dan menghilangkan beda potensial akibat sambaran petir. b. Perisai/shielding, berfungsi mencegah induksi dan radiasi melalui medium udara ke peralatan atau kabel. c. Arrester, berfungsi sebagai pemotong pulsa untuk mencegah masuknya pulsa transient petir secara konduksi melalui kabel/ penghantar. 65

78 Gambar 5.5. Proteksi Eksternal pada BTS Gambar 5.6. Eksternal Grounding Pada BTS Telkomsel 66

79 Gambar 5.7. Proteksi Internal BTS Pembumian pada BTS milik Telkomsel menggunakan sistem paralel dimana semua peralatan yang akan dibumikan seperti : peralatan pada tower, internal proteksi, eksternal proteksi, dan lain-lain dihubungkan secara paralel dengan kabel (gambar 5.7.), hal ini cukup efektif karena dengan sistem paralel tersebut maka arus akan lebih kecil sehingga dapat melewati elektroda pembumian dengan mudah terutama untuk arus yang mempunyai kapasitas cukup besar seperti petir. Arrester (sebagai peralatan proteksi internal BTS) yang digunakan oleh Telkomsel adalah merek OBO seperti terlihat pada Gambar berikut beserta jenisjenis yang digunakan : 67

80 Lightning Arresters Requirement class: B Type: MC 50-B Principle of operation: Spark gap Discharge capacity: 50 ka Protection level: 2 kv Series fuse: no separate series fuse in installations up to 500 A Lightning Arresters Requirement class: B Type: V 25-B Principle of operation: Varistor technology Discharge capacity: 25 ka Protection level: <2 kv Series fuse: no separate series fuse in installations below 160 A Gambar 5.8. Arrester yang digunakan BTS Telkomsel dengan jenis-jenisnya 68

81 Data masukan yang dapat dipakai untuk mengetahui perlu tidaknya proteksi petir bagi bangunan menara telekomunikasi (dalam hal ini menara telekomunikasi milik PT. Telkomsel) adalah : Tinggi Panjang Lebar : 72 meter : 5 meter : 5 meter Hari guruh (T d ) menurut data dari BMG sesuai dengan Lampiran B: 170 Hari Guruh per Tahun. Frekuensi sambaran petir yang diperbolehkan pada bangunan: 10-1 /tahun. Maka dari data di atas, dapat dicari kebutuhan menara Telkomsel terhadap kebutuhan proteksi petir maupun mengetahui tingkat proteksinya dengan menggunakan PUIPP (Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir) dan Standar Nasional Indonesia (SNI ). V.2.1. Penentuan Kebutuhan Bangunan Akan Proteksi Petir Berdasarkan PUIPP Penentuan kebutuhan bangunan akan proteksi petir berdasarkan PUIPP yaitu dengan menggunakan data Hari Guruh (Thunderstorm Days) (lampiran B) dan keadaan lokasinya (Lampiran A), maka untuk bangunan Menara Telkomsel, diperoleh : 69

82 Indeks A : 2 Indeks B : 0 Indeks C : 7 Indeks D : 0 Indeks E : 7 Maka didapatkan indeks perkiraan bahaya sambaran petir (R) adalah: R = Indeks A + Indeks B + Indeks C + Indeks D + Indeks E R = R = 16 Dimana R > 13, sehingga diambil kesimpulan bahwa Menara Telkomsel sangat memerlukan proteksi petir. V.2.2. Penentuan Tingkat Proteksi Berdasarkan SNI Menghitung kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan (N g ) N g dapat dihitung berdasarkan rumus (4) yaitu : N g = 0,04 x T d 1,25 / km 2 / tahun N g = 0,04 x170 1,25 N g = 24,5539/ km 2 / tahun 2. Menghitung area cakupan ekivalen Menara Telkomsel Area cakupan ekivalen untu Menara Telkomsel yang mempunyai Tinggi (h) 72 meter, Panjang (a 5 meter dan Lebar (b) 5 meter dapat di hitung berdasarkan rumus (6) yaitu : 70

83 A e = ab + 6h (a+b) + 9 h 2 A e = (5x5) + 6x72 (5+5) + 9 x (72) 2 A e = ,1468 m 2 3. Menghitung frekuensi sambaran petir langsung (N d ) yang diperkirakan pada Menara Telkomsel Frekuensi sambaran petir langsung (N d ) yan diperkirakan ke struktur yang di proteksi didapatkan berdasarkan rumus (5) yaitu : N d = N g x A e x 10-6 / tahun N d = 24,5539 x150919,1468 x 10-6 N d = 3,71 / tahun 4. menentukan efisiensi SPP (Sistem Proteksi Petir) lalu menentukan tingkat proteksi Dari stasiun BMG diperoleh nilai frekuensi sambaran petir tahunan setempat (N c ) yang diperbolehkan adalah 10-1 /tahun. Nilai N d > N c maka diperlukan sistem proteksi petir dan efisiensi SPP dapat dihitung berdasarkan rumus (7) yaitu : E = 1 N c / N d E = 1 0,1 / 3,71 E = 0,97 Maka berdasarkan tabel 4.1. didapat bahwa Menara Telkomsel mempunyai tingkat proteksi I. 71

84 V.3. TERMINASI UDARA Telah diketahui bahwa tingkat proteksi Menara Telkomsel adalah tingkat I, dan menurut tabel 4.2. dapat di lihat bahwa untuk Menara Telkomsel dimana Tinggi (h) adalah 72 meter (melebihi nilai 60 meter), maka tidak didapatkan sudut proteksi yang dapat dipakai. Dengan kata lain, perancangan penempatan proteksi petir eksternal ditentukan dengan menggunakan Metode Bola Bergulir (Rolling Sphere Method ). Untuk bahan yang digunakan bagi terminasi udara, maka bahan yang dipilih 35 mm 2. Akan tetapi karena terminasi udara dihubungkan dengan konduktor penyalur, dimana luas penampang minimum untuk konduktor penyalur adalah 50 mm 2, maka luas penampang dari terminasi udara pun lebih baik jika disesuaikan dengan konduktor penyalurnya, yaitu 50 mm 2. Berdasarkan kriteria yang telah di buat di dalam SNI , dimana tinggi terminasi udara adalah antara 2 3 meter, maka dipilihlah terminasi udara yang mempunyai ketinggian 2,5 meter. V.3.1. Perancangan Terminasi Udara Menurut Metode Bola Bergulir Dari tabel 4.2. di dapat jari-jari (R) bola bergulir yang dapat digunakan untuk merancang penempatan terminasi udara pada menera Telkomsel ini adalah 20 m. Bola gulir dengan jari-jari 20 m tersebut digulirkan hingga menyentuh menara dan gedung yang di lindungi. Setiap bagian bangunan yang dikenai oleh bola gulir tersebut haruslah diberi terminasi udara. Daerah yang dilingkupi oleh bola gulir tersebutmerupakan daerah proteksi terhadap petir. 72

85 Adapun penempatan terminasi udara menurut metode bola gulir di dapat dilihat pada Gambar

86 Gambar 5.9. Penempatan terminasi udara menurut metode Bola Bergulir 74

87 Gambar Penempatan terminasi udara tampak atas menurut metode Bola Bergulir 75

88 Setiap titik yang dikenai oleh bola bergulir disarankan untuk diberi terminasi udara.. Dapat di lihat bahwa banyaknya terminasi udara yang ada pada menara Telkomsel hanya 1 buah, yaitu berada pada puncak menara. Untuk itu, berdasarkan analisis menggunakan metode Bola Bergulir ini, sebaiknya bangunan berupa gedung yang berada di sebelah menara yang berisi peralatan-peralatan sistem Kontrol telekomunikasi (misalnya,rbs Shelter, dan gedung-gedung lain jika ada) juga harus diberi terminasi udara pada sisi atasnya. Seperti terlihat pada Gambar berikut. Gambar Sistem pengaman eksternal menara 76

89 V.4. KONDUKTOR PENYALUR (DOWN CONDUCTOR) Konduktor penyalur ke bawah merupakan konduktor yang menyalurkan arus petir yang di terima oleh terminasi udara baik itu verikal maupun horizontal untuk kemudian disalurkan menuju bumi. Mengingat arus petir sangat besar, maka konduktor penyalur yang disediakan sebaiknya lebih dari satu agar arus petir tersebut dapat terbagi-bagi. Adapun syarat-syarat umum ang perlu diperhatikan I dalam memilih konduktor penyalur kebawah (Down Conductor) adalh sebagai berkut : Konduktor penyalur eksternal sebaiknya dipasang antara terminasi udara dan sistem terminasi bumi Konduktor penyalur sebaiknya disambung pada titik simpul sambungan jaringan terminasi udara dan di pasang secara vertical ke titik simpul dari sistem jaringan terminasi bumi Sistem terminasi udara, sistem konduktor penyalur, dan sistem terminasi bumi sebaiknya iselaraskan untuk menghasilkan lintasan arus petir sependek mungkin Jarak konduktor penyalur dengan dinding atau tiang sebaiknya 0,1 meter untuk mengurangi induksi elektromagnetik yang terjadi saat terjadi sambaran petir. Konduktor penyalur tersebut disanggah oleh suatu braket yang dilekatkan ke tiang (lihat Gambar 5.8.). secara detail, bentuk down conductor dapat dilihat pada Gambar berikut. 77

90 Gambar Braket (penyangga) konduktor penyalur Dalam penentuan bahan konduktor penyalur tersebut, kita dapat melihat pada tabel 4.6. setelah melihat tabel tersebut, maka bahan yang di pilih adalah tembaga, dimana bahan init aha terhadap bahan yang dapat menyebabkan korosi. Setelah ditentukan jenis bahan, maka selanjutnya adalah menetukan luas penampang dari konduktor. Setela melihat tabel 4.4., maka luas penampang minimum yang diperbolehkan adalah 16 mm 2. Aka tetapi karena konduktor penyalur dihubungkan dengan terminasi bumi adalh 50 mm 2, maka luas penampang dari konduktor penyalur pu lebih lebih baik jika disesuaikan dengan terminasi buminya. Maka luas penampang konduktor penyalur yang dipilih adalah 50 mm 2. 78

91 Gambar Struktur pengelasan Cadweld Down Conductor Gambar Detail Down Conductor pada Pedestal 79

92 V.5. TERMINASI BUMI (GROUNDING SYSTEM) Seperti yang sudah diketahui bahwa fungsi dari sistem terminasi bumi adalah: 1. Menyalurkan arus petir ke bumi 2. Sebagai IPP (Ikatan Penyama Potensial) diantara konduktor penyalur 3. Mengendalikan potensial pada sekitar daerah konduktif bangunan yang dilindungi 4. Mencegah arus petir sewaktu menyambar pada permukaan bumi Maka untuk memenuhi semua hal-hal yang disebutkan diatas, maka elektroda bumi pondasi dan elektroda bumi cincin dapat menjadi pilihan didalam menentukan metode sistem terminasi bumi. Dari jenis-jenis pembumian tersebut, susunan pembumian jenis B yaitu elektroda bumi cincin, sesuai digunakan pada proteksi bangunan jenis menara. Elektroda pentanahan yang dipakai pada Menara Telkomsel ada dua tipe seperti terlihat pada Gambar dan harus di Cadweld. Cadweld digunakan untuk menyatukan (las) konduktor BC (Bare Copper) pada instalai Grounding. Ukuran minimumkabel menurut tabel 4.5. adalah 50 mm 2. Maka kabel-kabel yang disambungkan pada elektroda pemumian adalah kabel tembaga 50 mm 2. Sedangkan elektroda pembumiannya di pilih yang juga terbuat dari tembaga. Panjang elektroda pembumian dipakai minimal adalah 3 meter. Konduktor penyalur ke bawah merupakan konduktor yang menyalurkan arus petir yang di terima oleh terminasi udara baik itu verikal maupun horizontal untuk 80

93 kemudian disalurkan menuju bumi. Mengingat arus petir sangat besar, maka konduktor penyalur yang disediakan sebaiknya lebih dari satu agar arus petir tersebut dapat terbagi-bagi. Gambar Detail Pentanahan Telkomsel Tipe B 81

94 Gambar Detail Pentanahan Tekomsel Tipe A Gambar Cara Penyambungan (Las ) BC (Bare Copper) menggunakan Cadweld 82

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR 2.1 Umum Proteksi petir merupakan suatu usaha untuk melindungi suatu objek dari bahaya yang diakibatkan petir, baik itu secara langsung maupun tak langsung. Didasarkan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Lightning Arrester merupakan alat proteksi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR 2.1. UMUM Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik statik di udara yang dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini dapat terjadi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SKRIPSI JEFANYA GINTING

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SKRIPSI JEFANYA GINTING UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SKRIPSI JEFANYA GINTING 0906602755 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK ELEKTRO DEPOK JANUARI 2012 HALAMAN

Lebih terperinci

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II. 1 PETIR Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menyelesaikan Pendidikan Program Stara Satu Fakultas Teknik Disusun

Lebih terperinci

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK 2.1 Umum Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang dari normal. Gangguan yang terjadi pada waktu sistem tenaga listrik

Lebih terperinci

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S. OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.T, MT ABSTRAK Tegangan lebih adalah tegangan yang hanya dapat ditahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SEMINAR JEFANYA GINTING

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SEMINAR JEFANYA GINTING UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA EFEK TEGANGAN INDUKSI KARENA SAMBARAN PETIR PADA AREA OPERASIONAL PT. X SEMINAR JEFANYA GINTING 0906602755 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK ELEKTRO DEPOK JANUARI 2012 HALAMAN

Lebih terperinci

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **)

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **) Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **) PENDAHULUAN Petir, kilat, atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Tentang Petir Petir adalah sebuah cahaya terang benderang yang dihasilkan oleh tenaga listrik alam yang terjadi diantara awan-awan atau awan ke tanah. Biasanya terjadi,

Lebih terperinci

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH Eykel Boy Suranta Ginting, Hendra Zulkarnaen Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Petir Petir adalah suatu fenomena alam, terjadinya seringkali mengikuti peristiwa hujan baik hujan air atau hujan es, peristiwa ini dimulai dengan munculnya lidah api

Lebih terperinci

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI Seperti kita ketahui bahwa kilat merupakan suatu aspek gangguan yang berbahaya terhadap saluran transmisi yang dapat menggagalkan keandalan dan keamanan sistem tenaga

Lebih terperinci

SISTEM PENANGKAL PETIR

SISTEM PENANGKAL PETIR SISTEM PENANGKAL PETIR UTILITAS BANGUNAN JAFT UNDIP zukawi@gmail.com 081 2281 7739 PETIR Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik

Lebih terperinci

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008 GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT Electrical engineering Dept Oktober 2008 GROUNDING SYSTEM Petir adalah suatu fenomena alam, yang pembentukannya berasal dari terpisahnya muatan di dalam awan cumulonimbus

Lebih terperinci

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad 23 BAB III PERALATAN PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH 3.1 Pendahuluan Gangguan tegangan lebih yang mungkin terjadi pada Gardu Induk dapat disebabkan oleh beberapa sumber gangguan tegangan lebih. Perlindunga

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Petir Petir adalah sebuah cahaya yang terang benderang yang dihasilkan oleh tenaga listrik alam yang terjadi diantara awan awan atau awan ke tanah. Sering kali terjadi

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA Abdul Syakur, Yuningtyastuti a_syakur@elektro.ft.undip.ac.id, yuningtyastuti@elektro.ft.undip.ac.id

Lebih terperinci

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir 56 JNTETI, Vol. 4, No. 1, Februari 2015 enentuan Daerah erlindungan Batang etir Bayu urnomo 1, T. Haryono 2 Abstract External lightning protection system consisting of a finial, down-conductor and grounding

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 2014 dengan mengambil tempat di Gedung UPT TIK UNILA. 3.2

Lebih terperinci

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR 2.1 Pendahuluan Petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif menuju ke muatan positif. Menurut batasan fisika, petir adalah lompatan bunga api raksasa antara dua massa

Lebih terperinci

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al.

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al. Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung W Universitas Kristen Petra Emmy Hosea, Edy Iskanto, Harnyatris M. Luden FakultasTeknologi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR II.1 Umum Gangguan petir pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran petir pada saluran transmisi yang dapat menyebabkan terganggunya saluran transmisi dalam

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK Mahadi Septian Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ. PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA CONDOTEL BOROBUDUR BLIMBING KOTA MALANG Priya Surya Harijanto¹, Moch. Dhofir², Soemarwanto ³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro, ² ³Dosen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR Maula Sukmawidjaja, Syamsir Abduh & Shahnaz Nadia Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN 4.1 Umum Pada setiap gedung yang mempunyai ketinggian yang relatif tinggi diharapkan mempunyai sistem penangkal petir

Lebih terperinci

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD Sapari, Aris Budiman, Agus Supardi Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD)

PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD) PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD) Zainal Hakim 1), Ir. Danial, MT 2), Managam Rajagukguk, ST, MT 3) 1) Mahasiswa dan 2,3)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Perumusan Masalah PENDAHULUAN Perumusan Masalah Perusahaan PT Badak NGL merupakan anak perusahaan Pertamina yang bersifat non-profit. PT Badak NGL bertugas mengelola, mengoperasikan, dan memelihara kilang LNG dan LPG Bontang.

Lebih terperinci

TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR

TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR TUGAS PAPER MATA KULIAH SISTEM PROTEKSI MENENTUKAN JARAK PEMASANGAN ARRESTER SEBAGAI PENGAMAN TRAFO TERHADAP SAMBARAN PETIR Yang dibimbing oleh Slamet Hani, ST., MT. Disusun oleh: Nama : Daniel Septian

Lebih terperinci

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN Oleh : Nina Dahliana Nur 2211106015 Dosen Pembimbing : 1. I Gusti Ngurah Satriyadi

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Petir adalah peristiwa pelepasan muatan elektrostatik yang sangat besar dan terjadi apabila muatan dibeberapa bagian atmosfer memiliki kuat medan listrik yang cukup

Lebih terperinci

BAB III LIGHTNING ARRESTER

BAB III LIGHTNING ARRESTER BAB III LIGHTNING ARRESTER 3.1 Pengertian Istilah Dalam Lightning Arrester Sebelum lebih lanjut menguraikan tentang penangkal petir lebih dahulu penyusun menjelaskan istilah atau definisi yang akan sering

Lebih terperinci

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN Siti Saodah 1,Aji Tri Mulyanto 2, Teguh Arfianto 3 1. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 2. Teknik Elektro Institut Teknologi

Lebih terperinci

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK 86 Jurnal Teknik Elektro Vol. 1 No.2 ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK Tegangan lebih adalah

Lebih terperinci

BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR

BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR 2.1. TEORI TENTANG PETIR Petir merupakan kejadian alam yang selalu melepaskan muatan listriknya ke bumi tanpa dapat dikendalikan dan menyebabkan kerugian harta

Lebih terperinci

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri Tentang Petir SEKELUMIT TENTANG PETIRÂ ( BAGIANÂ I) Intisari Petir merupakan kejadian alam yang selalu melepaskan muatan listriknya ke bumi tanpa dapat dikendalikan dan menyebabkan kerugian harta benda

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA NAMA : Abdul Yasin NPM : 10411032 JURUSAN : Teknik Elektro PEMBIMBING : Dr. Setiyono, ST.,MT.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori A. Fenomena Petir Proses awal terjadi petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di atas bumi. Pembentukan awan bermuatan disebabkan karena adanya kelembaban

Lebih terperinci

Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur

Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur Maulidatun Ni mah *, Annas Singgih Setiyoko 2, Rona Riantini 3 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG Taruna Miftah Isnain 1, Ir.Bambang Winardi 2 1 Mahasiswa dan 2 Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II Teori Dasar. 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih

BAB II Teori Dasar. 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih BAB II Teori Dasar 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih Tegangan lebih yang sering menimbulkan gangguan dalam sistem tenaga listrik berasal dari dua sumber utama yaitu tegangan lebih internal dan tegangan

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv Rahmawati, Sistem Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Gardu Trafo SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv Yuni Rahmawati, S.T., M.T., Moh.Ishak Abstrak: Gangguan tegangan

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR BAB II TEORI DASAR 2.1 Proses terjadinya sambaran petir Proses pelepasan muatan antara awan dan bumi sama seperti peristiwa tembus antara dua buah elektroda. Agar terjadi pelepasan muatan, perbedaan tegangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract Pemanfaatan energi listrik secara optimum oleh masyarakat dapat terpenuhi dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin II. TINJAUAN PUSTAKA A. Petir 1. Proses Pembentukan Petir Petir merupakan suatu peristiwa peluahan muatan listrik di atmosfir. Pada suatu keadaan tertentu dalam lapisan atmosfir bumi terdapat gerakan angin

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK Pemeliharaan Arrester GI dan GIS 150 kv PT. PLN (PERSERO) UPT Semarang PT. PLN (PERSERO) P3B REGION JATENG & DIY, UPT Semarang Jimy harto S. 1, Abdul Syakur 2 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP

PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP Surya Parman Nasution, S.T 1 *, Ir. Yani Ridal, M.T. 1, Ir. Arzul, M.T 1 1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG Wahyu Arief Nugroho 1, Hermawan 2 1 Mahasiswa dan 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017 Dielektrika, [P-ISSN 2086-9487] [E-ISSN 2579-650X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017 ANALISA SISTEM PROTEKSI PETIR (LIGHTNING PERFORMANCE) PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV SENGKOL-PAOKMOTONG

Lebih terperinci

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM :

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM : STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM : 050422035 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA 4.. PENANGKAL PETIR DI PT. BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA Sambaran petir terhadap bangunan dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

by: Moh. Samsul Hadi

by: Moh. Samsul Hadi by: Moh. Samsul Hadi - 6507. 040. 008 - BAB I Latar Belakang PT. Unilever Indonesia (ULI) Rungkut difokuskan untuk produksi sabun batangan, deo dan pasta gigi PT. ULI Rungkut mempunyai 2 pabrik produksi,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang dari normal. Gangguan yang terjadi pada waktu sistem tenaga listrik dapat menyebabkan terhentinya pelayanan

Lebih terperinci

Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau

Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau Ujang Mulyadi*,Edy Ervianto**, Eddy Hamdani** *Alumni Teknik Elektro Universitas Riau **Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI DAN PENGUKURAN LISTRIK DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA MODUL I [ ] 2012 PENGUKURAN ARUS, TEGANGAN, DAN DAYA LISTRIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding daerah lain yang berada jauh dari garis khatulistiwa.

BAB I PENDAHULUAN. dibanding daerah lain yang berada jauh dari garis khatulistiwa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis Kota Padang dilewati oleh garis khatulistiwa. Daerah yang berada di sekitar garis khatulistiwa memiliki iklim tropis atau tidak memiliki musim seperti

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK Sudut Lindung Menara Transmisi Dan Gardu Induk Proteksi Sistem Tenaga EP3076 Disusun Oleh : Bryan Denov (18013003) Aulia

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR

BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR 5 BAB II PENGERTIAN TERJADINYA PETIR 2.1 Umum Salah satu gangguan alam yang sering terjadi adalah sambaran petir. Mengingat letak geografis Indonesia yang di lalui garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS

SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS SISTEM PROTEKSI EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ANDALAS (Studi Kasus Di Gedung Perpustakaan Universitas Andalas) TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Buletin ini berisi data rekaman Lightning Detector, menggunakan sistem LD-250 dan software Lightning/2000 v untuk analisa.

KATA PENGANTAR. Buletin ini berisi data rekaman Lightning Detector, menggunakan sistem LD-250 dan software Lightning/2000 v untuk analisa. KATA PENGANTAR Sebagai bentuk tanggung jawab instansi yang berwenang dalam memberikan pelayanan informasi petir kepada masyarakat, saat ini BMG telah memiliki suatu alat deteksi petir yang salah satunya

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI PERHITUNGAN KEBUTUHAN PERLINDUNGAN PERALATAN KOMPUTER AKIBAT SAMBARAN PETIR (STUDI KASUS GEDUNG WIDYA PURAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG) Yopie Mafudin*, Juningtyastuti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Dari hasil data yang di peroleh saat melakukan penelitian di dapat seperti pada table berikut ini. Tabel 4.1 Hasil penelitian Tahanan (ohm) Titik A Titik

Lebih terperinci

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc SUTT merupakan instalasi yang sering terjadi sambaran petir karena kontruksinya yang tinggi dan berada pada lokasi yang

Lebih terperinci

Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari

Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari Jurnal ELEMENTER. Vol. 1, No. 2, Nopember 2015 11 Jurnal Politeknik Caltex Riau http://jurnal.pcr.ac.id Analisis Sistem Pengaman Menara Seluler Smartfren Pada Perumahan Masyarakat Di Kelurahan Umban Sari

Lebih terperinci

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK Disusun Oleh : Syaifuddin Z SWITCHYARD PERALATAN GARDU INDUK LIGHTNING ARRESTER WAVE TRAP / LINE TRAP CURRENT TRANSFORMER POTENTIAL TRANSFORMER DISCONNECTING SWITCH

Lebih terperinci

Abstrak. 1.2 Tujuan Mengetahui pemakaian dan pemeliharaan arrester yang terdapat di Gardu Induk 150 kv Srondol.

Abstrak. 1.2 Tujuan Mengetahui pemakaian dan pemeliharaan arrester yang terdapat di Gardu Induk 150 kv Srondol. PEMELIHARAAN DAN ANALISA PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV SRONDOL PT. PLN (PERSERO) P3B JB APP SEMARANG BC SEMARANG Guntur Pradnya Pratama 1, Ir. Tejo Sukmadi 2 1 Mahasiswa dan 2 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP Oleh : Augusta Wibi Ardikta 2205.100.094 Dosen Pembimbing : 1. I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka akan semakin rendah tekanan dan suhunya. Uap air tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. maka akan semakin rendah tekanan dan suhunya. Uap air tersebut akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik (discharge) di udara yang berasal dari awan. Awan bermuatan ini terbentuk karena adanya gerakan angin keatas yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistem Proteksi Penangkal Petir Gedung Rumah Sakit Permata Hijau Berdasarkan data gedung utama Rumah Sakit Permata Hijau dan data hari guruh tahun 2010 propinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI SISTEM TERMINASI UDARA PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN METODE BOLA BERGULIR, SUDUT PERLINDUNGAN DAN METODE JALA SKRIPSI

STUDI EVALUASI SISTEM TERMINASI UDARA PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN METODE BOLA BERGULIR, SUDUT PERLINDUNGAN DAN METODE JALA SKRIPSI STUDI EVALUASI SISTEM TERMINASI UDARA PADA GEDUNG BERTINGKAT DENGAN METODE BOLA BERGULIR, SUDUT PERLINDUNGAN DAN METODE JALA SKRIPSI Oleh Habib Prabandoko 04 03 03 048 9 SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI

Lebih terperinci

BAB III LIGHTNING ARRESTER

BAB III LIGHTNING ARRESTER BAB III LIGHTNING ARRESTER 3.1 Pendahuluan Gangguan tegangan lebih yang mungkin terjadi pada Gardu induk dapat disebabkan oleh beberapa sumber gangguan tegangan lebih. Perlindungan terhadap gangguan tegangan

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PROTEKSI SAMBARAN PETIR EKSTERNAL MENGGUNAKAN METODE COLLECTION VOLUME STUDI KASUS GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA Yudi Ugahari, Iwa Garniwa Laboratorium Tegangan Tinggi dan Pengukuran

Lebih terperinci

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE JETri, Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372 ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE Syamsir Abduh Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGAMAN EKSTERNAL GANGGUAN PETIR DI STASIUN PEMANCAR TVRI SEMARANG ( GOMBEL )

ANALISIS PENGAMAN EKSTERNAL GANGGUAN PETIR DI STASIUN PEMANCAR TVRI SEMARANG ( GOMBEL ) ANALISIS PENGAMAN EKSTERNAL GANGGUAN PETIR DI STASIUN PEMANCAR TVRI SEMARANG ( GOMBEL ) Skripsi Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

DASAR SISTEM PROTEKSI PETIR

DASAR SISTEM PROTEKSI PETIR DASAR SISTEM PROTEKSI PETIR 1 2 3 4 5 6 7 8 Karakteristik Arus Petir 90 % i I 50 % 10 % O 1 T 1 T 2 t Karakteristik Petir Poralritas Negatif Arus puncak (I) Maksimum Rata-rata 280 ka 41 ka I T 1 T 2 200

Lebih terperinci

Desain Dan Analisa Sistem Proteksi Petir Pada Rumah Sakit Universitas Riau

Desain Dan Analisa Sistem Proteksi Petir Pada Rumah Sakit Universitas Riau Desain Dan Analisa Sistem Proteksi Petir Pada Rumah Sakit Universitas Riau Maradongan*, Fri Murdiya** Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Bina widya Km 12,5 Simpang Baru Panam,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tegangan Lebih Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada hubungannya dengan tenaga atau arus listrik, maka perlu diperhatikan keadaan peralatan itu pada waktu

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI RELAY

SISTEM PROTEKSI RELAY SISTEM PROTEKSI RELAY SISTEM PROTEKSI PADA GARDU INDUK DAN SPESIFIKASINYA OLEH : WILLYAM GANTA 03111004071 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015 SISTEM PROTEKSI PADA GARDU INDUK

Lebih terperinci

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT Presented by dhani prastowo 6408 030 033 PRESENTASI FIELD PROJECT Latar Belakang Masalah Kesimpulan dan Saran Identifikasi Masalah Isi Pengumpulan dan pengolahan data Tinjauan Pustaka Metodologi Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 Badan Standarisasi

DAFTAR PUSTAKA. 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 Badan Standarisasi DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 000 Badan Standarisasi Nasional. Peraturan Umum Instalasi Penagkal Petir (PUIPP) untuk bangunan di Indonesia - Direktorat Penyelidikan Masalah

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN AKIBAT SAMBARAN PETIR

PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN AKIBAT SAMBARAN PETIR Penentuan Lokasi Pemasangan Lighting Masts pada Menara Transmisi... (Agung Nugroho, Abdul Syakur) PENENTUAN LOKASI PEMASANGAN LIGHTNING MASTS PADA MENARA TRANSMISI UNTUK MENGURANGI KEGAGALAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri Proteksi Terhadap Petir Distribusi Daya Dian Retno Sawitri Pendahuluan Sambaran petir pada sistem distribusi dapat menyebabkan kerusakan besar pada kabel overhead dan menyuntikkan lonjakan arus besar yang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI MINDO SIMBOLON NIM :

TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI MINDO SIMBOLON NIM : TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI (STUDI KASUS TRANSMISI 150 KV TITI KUNING-BRASTAGI) Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Proteksi Petir Eksternal Site Radar 214 dengan Metode Sudut Lindung, Bola Bergulir dan Pengumpulan Volume

Evaluasi Sistem Proteksi Petir Eksternal Site Radar 214 dengan Metode Sudut Lindung, Bola Bergulir dan Pengumpulan Volume Evaluasi Sistem Proteksi Petir Eksternal Site Radar 214 dengan Metode Sudut Lindung, Bola Bergulir dan Pengumpulan Volume Edi Supartono 1, Suharyanto 2 1) Mahasiswa, 2,) Dosen Jurusan Teknik Elektro dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Petir di Gedung Rumah Sakit Permata Hijau dengan Metode Konvensional dan Elektrostatis

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Petir di Gedung Rumah Sakit Permata Hijau dengan Metode Konvensional dan Elektrostatis TUGAS AKHIR Evaluasi Sistem Proteksi Petir di Gedung Rumah Sakit Permata Hijau dengan Metode Konvensional dan Elektrostatis Disusun oleh : Nama : Rizky Ananda Putra NIM : 41410110094 Program Studi : Teknik

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih

Lebih terperinci

Vol.3 No1. Januari

Vol.3 No1. Januari Studi Penempatan Arrester di PT. PLN (Persero) Area Bintaro Badaruddin Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana JL. Raya Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta, 11650 Telepon: 021-5857722

Lebih terperinci

Joninton D Program Studi Teknikelektro Jurusan Teknikelektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak

Joninton D Program Studi Teknikelektro Jurusan Teknikelektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak EVALUASI SISTEM PERLINDUNGAN PADA BTS (BASE TRANSCEIVER STATION) ARENA REMAJA PONTIANAK PT.INDOSAT TERHADAP SAMBARAN PETIR Joninton D 01109041 Program Studi Teknikelektro Jurusan Teknikelektro Fakultas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan TUGAS AKHIR Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR 3.1 Konsep Dasar Sistem Tenaga Listrik Suatu system tenaga listrik secara sederhana terdiri atas : - Sistem pembangkit -

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PETIR MENARA TELEKOMUNIKASI PT DAYAMITRA TELEKOMUNIKASI (TELKOM GROUP) SIMPANG TIMBANGAN INDRALAYA

EVALUASI SISTEM PROTEKSI PETIR MENARA TELEKOMUNIKASI PT DAYAMITRA TELEKOMUNIKASI (TELKOM GROUP) SIMPANG TIMBANGAN INDRALAYA Mikrotiga, Vol 2, No. 1 Januari 2015 ISSN : 2355-0457 11 EVALUASI SISTEM PROTEKSI PETIR MENARA TELEKOMUNIKASI PT DAYAMITRA TELEKOMUNIKASI (TELKOM GROUP) SIMPANG TIMBANGAN INDRALAYA Faisal Adil Sinaga 1*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak Indonesia secara astronomis berada antara 6º LU 11º LS dan 95º BT

BAB I PENDAHULUAN. Letak Indonesia secara astronomis berada antara 6º LU 11º LS dan 95º BT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak Indonesia secara astronomis berada antara 6º LU 11º LS dan 95º BT - 141º BT sebagian besar berada di sekitar khatulistiwa dan memiliki curah hujan yang cukup

Lebih terperinci

MODUL III PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN

MODUL III PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN MODUL III PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN I. TUJUAN 1. Mengetahui besarnya tahanan pentanahan pada suatu tempat 2. Mengetahui dan memahami fungsi dan kegunaan dari pengukuran tahanan pentanahan dan aplikasinya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut BAB II DASAR TEORI II.1 Hari Guruh Tahunan Isokreaunic Level (I kl ) Hari guruh adalah hari dimana guruh terdengar minimal satu kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tegangan tinggi dapat diukur dengan menggunakan alat ukur elektroda bola-bola.

BAB I PENDAHULUAN. Tegangan tinggi dapat diukur dengan menggunakan alat ukur elektroda bola-bola. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tegangan tinggi dapat diukur dengan menggunakan alat ukur elektroda bola-bola. Alat ukur ini terdiri dari dua elektroda bola yang berdiameter sama dan terbuat dari

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa yang menyebabkan Indonesia memiliki intensitas terjadinya petir lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara

Lebih terperinci