BAB I PENDAHULUAN. penglihatan, terlebih jika melibatkan fovea. Beberapa survei epidemiologi

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ablasi retina merupakan salah satu penyakit yang mengancam penglihatan, terlebih jika melibatkan fovea. Beberapa survei epidemiologi menunjukkan bahwal angka kejadian ablasi retina regmatogen dalam setahun antara 7-14 kasus per penduduk di negara-negara barat, namun jauh lebih tinggi di Asia yang mungkin berhubungan dengan tingginya kejadian miopia pada ras asia (Wilkes dkk, 1992; Rowe dkk, 1999; Algvere dkk, 1999; Sasaki dkk, 1995; Wong dkk, 1999). Sebuah survei berbasis populasi mengidentifikasi kejadian rata-rata dalam setahun 14,4 kasus per penduduk di daerah pedalaman Cina, dengan kecenderungannya meningkat selama 4 tahun (Zou dkk, 2002). Modalitas penanganan ablasi retina adalah tindakan pembedahan untuk menempelkan kembali retina (D Amico, 2008). Pada saat ini, teknik bedah yang paling sering dilakukan adalah operasi skleral buckle dan pars plana vitrectomy (Garcia-Arumi dkk, 2013). Pemilihan tehnik bedah didasarkan pada karakteristik ablasi retina dan kekhasan pada masing-masing pasien serta pada pengalaman ahli bedah pada masing-masing tehnik bedah. Simanjutak menemukan bahwa tingkat keberhasilan operasi secara anatomis pada kasus ablasi retina mencapai 73,3% (Simanjuntak, 2009), dan menurut Mitry dkk, kesuksesan operasi pada ablasi retina mencapai 80,3% (Mitry dkk, 2012). Dengan tingkat kesuksesan operasi yang tinggi secara anatomi pada 1

2 ablasi retina, pada saat ini perhatian lebih diarahkan pada kualitas visual setelah operasi (American Academy of Ophthalmology, 1996; Escoffery dkk, 1985; Gatry dkk, 1993; Heimann dkk, 1996; Oshima dkk, 2000). Pengukuran kemampuan visual secara obyektif, seperti visus dekat dan visus jauh, digunakan untuk mengevaluasi gangguan dan rehabilitasi fungsi penglihatan yang disebabkan oleh ablasi retina dan operasi yang terkait. Pada beberapa kasus, meskipun pasien telah menjalani operasi dan retina dapat menempel kembali, pasien merasa tidak puas dengan fungsi penglihatannya. Pada saat ini, ahli oftalmologi menyadari bahwa pemeriksaan klinis dan penunjang secara obyektif tidak dapat mencerminkan tingkat kepuasan pasien terhadap penanganan gangguan penglihatan, sehingga penilaian subyektif terhadap kemampuan pasien untuk melakukan kegiatan sehari-hari menjadi semakin penting dalam praktek medis baru-baru ini (Zou dkk, 2008; Okamoto, 2008). Untuk evaluasi kuantitatif dari kualitas penglihatan yang berkaitan dengan kehidupan (vision-related quality of life (VR QoL)), 25-Item National Eye Institude Visual Function Questionnaire (VFQ-25) telah digunakan untuk mengevaluasi banyak penyakit mata seperti katarak, glaukoma, AMD, retinopati diabetika, dan keratokonus (Mangione dkk, 2001; Suzukamo, 2005). Karena ablasi retina adalah penyakit dengan onset akut, cenderung tidak stabil dan progresif, sulit untuk mengevaluasi VR QoL pada pasien dengan ablasi retina. Namun, penilaian kegiatan sehari-hari pasca operasi setelah operasi ablasi retina layak dan penting untuk dilakukan (Okamoto, 2008). The National Eye Institute Visual Function Questionnaire (NEI-VFQ) dirancang untuk mengukur target fungsi visual dan kesejahteraan yang penting 2

3 pada pasien dengan penyakit mata. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa individu dengan tunanetra memiliki HR QoL yang buruk dibandingkan mereka yang tidak tunanetra. Secara total, temuan dari literatur menunjukkan bahwa deteksi dini dan pengobatan yang tepat pada penurunan visus penting bagi pemeliharaan HR QoL. Analisis tersebut juga menunjukkan bahwa NEI-VFQ cukup sensitif untuk mendeteksi perbedaan dalam HR QoL terkait dengan perbedaan klinis yang penting dalam ketajaman visual (Suzukamo dkk, 2005). Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa kualitas hidup pasien dengan diabetes mellitus dan AMD ditentukan oleh fungsi visual, termasuk ketajaman visual dan sensitivitas kontras (Cusick dkk, 2005; Maguire, 2004). Ketajaman visual (visual acuity) secara luas diakui sebagai penentu utama dalam penilaian HR QoL, dan sebetulnya ahli mata terutama mengandalkan nilai visus dalam merencanakan manajemen pada setiap pasien (Maguire, 2004). Banyak penelitian menunjukkan bahwa HR QoL mempunyai korelasi dengan ketajaman visual (Ghazi-Nouri dkk, 2006; Tranos dkk, 2004; Miskala dkk, 2003; Klein, 2001). Namun, tajam penglihatan juga dapat menjadi prediktor yang buruk pada berbagai aspek fungsi visual (Owsley dan Sloane, 1987; Lennerstrand dan Ahlstrom, 1989). Pada penelitian terdahulu juga dilaporkan hubungan antara kualitas hidup pasien yang menderita penyakit pada mata dengan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan pasien. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chia dkk, didapatkan hasil bahwa laki-laki memiliki skor NEI-VFQ yang lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Chia dkk, 2006). Pada penelitian yang melibatkan ras Hispanic dengan usia lebih dari 40 tahun, NEI-VFQ lebih sensitif dalam mempresentasikan 3

4 ketajaman visual pada pasien yang mengalami gangguan penglihatan (Browman dkk, 2001). NEI-VFQ-25 menunjukkan perbedaan yang signifikan pada usia dan tingkat pendidikan jika dibandingkan tingkat keparahan penyakit dan ketajaman visualnya (Onal dkk, 2010). B. Pertanyaan Penelitian Berdasar latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada pasien paska operasi ablasi retina? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan ketajaman visus terhadap kualitas hidup yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada pasien paska operasi ablasi retina. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Dapat digunakan sebagai dasar edukasi bagi pasien pasca operasi karena ablasi retina tentang fungsi visual dan hubungannya dengan aktivitasnya sehari-hari. 4

5 2. Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 5

6 E. Keaslian penelitian No Peneliti Jumlah sampel Variabel yang dinilai Hasil Penelitian 1 Okamoto dkk (2008) 51 pasien yang menjalani operasi karena ablasi retina. Kualitas hidup dinilai dengan Visual Function Questionnaire (VFQ-25); Visus (BCVA); sensitivitas kontras (AULCSF); visus dalam kontras rendah. Skor VFQ-25 yang berhubungan dengan kegiatan melihat dekat, kesehatan mental, ketergantungan, dan penglihatan perifer secara signifikan lebih rendah pada kelompok pasien dengan ablasi retina dibandingkan kontrol (p<0,05). Skor VFQ-25 berkorelasi dengan AULCSF (=,0354; p<0,05) dan VA pada kontras rendah (r=-0,475; p<0,001). Tidak ada korelasi antara skor VFQ-25 dengan Logmar BCVA 2 Zou dkk (2011) 92 pasien yang menjalani operasi karena ablasi retina regmatogen Kualitas hidup yang dinilai dengan Chinese-version Low Vision Quality of Life Questionnaire (CVLQoL); BCVA Perubahan total skor CLVQoL adalah (rerata±sd: 19.48±31.34), dengan 62 pasien dengan perubahan positif. Tingkat skor kepuasan pasien meningkat pada 86 pasien dibandingkan sebelum operasi. 3 Ma dkk (2014) 98 pasien yang menjalani operasi karena ablasi retina regmatogen BCVA, kualitas hidup yang dinilai dengan Qualityadjusted Life Years (QALYs), biaya medis Rerata peningkatan BCVA 0,53±0,44 (LogMAR) pada 1 tahun pertama (p<0,001). Utility values meningkat 0,77-0,84 (p<0,001), dan rerata QALYs adalah 0,4. Biaya per QALYs untuk operasi ablasi retina adalah 33,186 Chinese Yuan (CNY), 24,525 CNY untuk usia tahun, dan CNY untuk usia 80 tahun ke atas 6

7 Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama ablasi retina, BCVA, tingkat proliferative vitreoretinopathy (PVR), luas Skor CLVQoL pada group ablasi retina adalah dengan rerata ablasi per kuadran dan 85,88. Skor CLVQoL pada group kotrol adalah dengan rerata 4 Zou dkk (2008) 163 pasien yang menjalani operasi ablasi retina regmatogen keterlibatan makula, kualitas hidup yang dinilai dengan CVLQoL). Status fungsional dinilai dengan Global Assessment Question 106,54. Global Assessment Question menunjukkan hubungan yang kuat dengan skor CLVQoL, lebih tinggi dengan utility value dan LogMAR visual acuity. Koefisien korelasi antara utility value dan global assessment question lebih besar dibandingkan antara utility value dan LogMAR visual acuity. Korelasi paling tinggi adalah (GAQ). Utility value diukur antara utility value dan CLVQoL score. dengan Time Tradeoff (TTO)Global Assessment Question untuk melihat status fungsional 7

8 Penelitian mengenai kualitas hidup pasien paska menjalani operasi ablasi retina di RS dr. Yap Yogyakarta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya belum pernah dilakukan. 8