BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Domain Pembelajaran Fisika Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran Fisika adalah adalah bagian dari pelajaran ilmu alam. Ilmu alam secara klasikal dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) ilmu-ilmu fisik (physical sciences) yang objeknya zat, energi, dan transformasi zat dan energi, (2) ilmuilmu biologi (biological sciences) yang objeknya adalah mahluk hidup dan lingkungannya. (Kemble, 1966: 7) Allan J. Mac Cormack dan R.E Yager (1995: 24) telah mengembangkan taksonomi pendidikan sains yang terdiri atas lima domain. Lima domain ini diharapkan membantu peserta didik agar peka dan mampu mencari penyelesaian terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Lima domain tersebut adalah sebagai berikut: a. Domain I Knowing and Understanding (knowledge domain) Knowledge domain, merupakan ranah pengetahuan yang meliputi fakta, konsep, hokum (prinsip-prinsip), beberapa hipotesis dan teori yang digunakan para ilmuwan, serta masalah-masalah yang terkait dengan sains dan sosial. Semua informasi ini dimunculkan dalam tema pembelajaran sains yang menekankan pengaruh teknologi dan sains dalam lingkungannya. b. Domain II Exploring and Discovering (process of science domain) Penggunaan beberapa proses sains untuk belajar bagaimana para saintis berpikir dan bekerja, yang kemudian dikenal pula sebagai keterampilan proses sains. Beberapa proses sains adalah: 8

2 9 1) Keterampilan Dasar (Basic Skills): Mengamati (observing), mengklasifikasi (classifying), mengukur (measuring), menyimpulkan (inferring), meramalkan (predicting), dan mengomunikasikan (communicating). Dimyati dan Mudjiono (2013: 151) menyatakan bahwa dalam pembelajaran sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) maupun sekolah menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK), penerapan pengembangan keterampilan dasar tetap dilakukan 2) Keterampilan Terintegrasi (Integrated Skills): Membuat model (making models), mendefinisikan secara operasional (defining operationally), mengumpulkan data (collecting data), menginterpretasikan data (interpreting data), mengidentifikasi dan mengontrol variabel (identifying and controlling variables), merumuskan hipotesis (formulating hypotheses), melakukan percobaan (experimenting). Penerapan keterampilan terintegrasi keterampilan proses sains dalam pembelajaran jenjang pendidikan SLTP dan sekolah menengah atas (SMA) memerlukan pembahasan teori dari tiap keterampilan yang ada di dalamnya (Dimyati dan Mudjiono, 2013: 152). c. Domain III Imagining and Creating (creativity domain) Merupakan ranah kreativitas dalam kegiatan pembelajaran. Namun, sebagian besar kegiatan pembelajaran fisika lebih memfokuskan pada informasi yang diberikan pada peserta didik. Sangat sedikit kegiatan pembelajaran fisika untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas berpikir peserta didik. Padahal kemampuan peserta didik dalam domain ini sangat penting, diantaranya: 1) Menghasilkan alternatif atau menggunakan objek yang tidak biasa digunakan 2) Memecahkan beberapa masalah 3) Berfantasi 4) Menghasilkan ide-ide yang luar biasa d. Domain IV Felling and Valuing (attitudinal domain) Ranah sikap merupakan sikap ilmiah yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik tidak cukup mengimplementasikan pada pengetahuan fisika, proses sains, dan kreativitas commit to yang user dimilikinya, tetapi juga perlu

3 10 dikembangkan sikap ilmiah. Sikap ilmiah yang perlu dikembangkan dalam domain ini antara lain: 1) Pengembangan sikap positif terhadap sains secara umum, sains di sekolah, dan para pendidik sains. 2) Pengembangan sikap positif terhadap diri sendiri. 3) Penggalian emosi kemanusiaan. 4) Pengembangan kepekaan dan penghargaan terhadap perasaan orang lain. 5) Pengambilan keputusan tentang isu-isu sosial dan lingkungan. e. Domain V Using and Applying (applications and connections domain) Ranah penggunaan dan penerapan yang bertujuan untuk perlu mengembangkan lebih lanjut semua pengalaman serta ide-ide peserta didik dalam mempelajari fisika sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Domain koneksi dan penerapan ini dapat diukur melalui kegiatan peserta didik dalam hal: 1) Mengamati contoh konsep-konsep sains dalam kehidupan sehari-hari 2) Menerapkan konsep-konsep dan keterampilan sains yang telah dipelajari untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari. 3) Memahami prinsip-prinsip fisika dan teknologi yang melibatkan peralatan teknologi rumah tangga 4) Menggunakan proses sains dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari 5) Memahami dan menilai perkembangan fisika melalui media massa 6) Mengambil keputusan untuk diri sendiri yang berkaitan dengan kesehatan, gizi, dan gaya hidup berdasarkan pengetahuan dalam sains daripada berdasarkan apa yang didengar dan yang dikatakan atau hanya emosi. Berdasarkan kelima domain fisika yang dikembangkan diharapkan mampu memberikan peluang bagi peserta didik untuk belajar fisika secara utuh. Peserta didik menjadi tertarik dengan fisika melalui pembelajaran yang lebih efektif karena pengukuran dilakukan tidak berfokus pada satu domain saja.

4 11 2. Keterampilan Proses Sains Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Sedangkan proses dalam hal ini didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponenkomponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian. Pendekatan Keterampilan Proses Sains (KPS) dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya ialah ada dalam diri siswa (Tawil dan Liliasari, 2014: 8). Dalam pembelajaran sains, proses ilmiah tersebut harus dikembangkan pada siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Bagaimanapun pemahaman konsep sains tidak hanya mengutamakan hasil (produk) saja, tetapi proses untuk mendapatkan konsep tersebut juga sangat penting dalam membangun pengetahuan siswa. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah memiliki peran yang penting dalam menemukan konsep sains. Siswa dapat membangun gagasan baru sewaktu mereka berinteraksi dengan suatu gejala. Pembentukan gagasan dan pengetahuan siswa ini tidak hanya bergantung pada karakteristik objek, tetapi juga bergantung pada bagaimana siswa memahami objek atau memproses informasi sehingga diperoleh dan dibangun gagasan baru. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Kemampuan yang dikembangkan dalam pembelajaran menggunakan keterampilan proses sains meliputi: (a) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (b) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum terjadi, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (c) dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran keterampilan proses sains meliputi pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan commit to jawaban user tentang gejala alam maupun

5 12 karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran sains berorientasi pada peserta didik. Sehingga arah pembelajaran menjadi bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar peserta didik. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif. Sebagaimana dalam uraian sebelumnya bahwa keterampilan proses sains merupakan salah satu domain dalam pembelajaran fisika. Keterampilan proses sains (science process skills) dibagi menjadi dua yaitu keterampilan dasar (basic skills) dan keterampilan terintegrasi (integrated skills) (Dimyati dan Mudjiono, 2013: 140). a. Keterampilan Dasar (Basic Skills) Keterampilan dasar dari keterampilan proses sains terdiri dari mengamati (observing), mengklasifikasi (classifying), mengukur (measuring), menyimpulkan (inferring), meramalkan (predicting), dan mengomunikasikan (communicating) (Dimyati dan Mudjiono, 2013: ). Keterampilan dasar tersebut terintegrasi serentak ketika ilmuwan merancang dan melaksanakan eksperimen atau dalam kehidupan sehari-hari ketika kita semua melakukan tes percobaan. 1) Mengamati (observing) Mengamati adalah proses menyeluruh yang meliputi pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa dengan mengunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan mengamati, siswa harus menggunakan sebanyak mungkin indera yang dimiliki, yakni melihat, mendengar, merasakan, mencium, dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai secara maksimal.

6 13 2) Mengklasifikasi (classifying) Mengklasifikasi atau mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari kesamaan, mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan. 3) Mengukur (measuring) Proses tambahan dari klasifikasi mengharuskan pada kasus-kasus tertentu untuk melakukan pengukuran secara mendetail. Ketika kita mengukur beberapa benda, kita membandingkan benda tersebut untuk didefinisikan dengan rujukan yang disebut dengan satuan. Sebuah informasi hasil pengukuran berisi dua bagian yaitu angka untuk memberitahu berapa banyak, dan nama satuan untuk memberitahu kita berapa banyak dengan rujukan apa. 4) Menyimpulkan (inferring) Menyimpulkan adalah kegiatan melakukan penjelasan atau tafsiran (interpretasi) yang dibuat berdasarkan pengamatan. Ketika kita mampu membuat kesimpulan, menafsirkan dan menjelaskan peristiwa-peristiwa di sekitar kita, kita memiliki apresiasi yang lebih baik terhadap lingkungan di sekitar kita. 5) Meramalkan (predicting) Membuat ramalan (prediksi) adalah membuat dugaan secara logis tentang hasil dari kejadian masa depan. Kemampuan untuk membuat ramalan tentang kejadian di masa depan memungkinkan kita untuk berhasil berinteraksi dengan lingkungan sekitar kita. Ramalan ini didasarkan pada pengamatan yang baik dan kesimpulan yang dibuat tentang kejadian yang diamati. Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya, maka siswa tersebut telah mempunyai kemampuan proses meramalkan. 6) Mengomunikasikan (communicating) Komunikasi adalah keterampilan proses sains yang bergandengan seiring dengan keseluruhan keterampilan proses sains. Siswa harus berkomunikasi dalam rangka membagikan hasil pengamatan commit to kepada user orang lain, membagikan hasil

7 14 percobaan berupa kesimpulan, maupun prediksi. Komunikasi harus jelas dan efektif agar orang lain dapat memahami informasi tersebut. Salah satu kunci untuk berkomunikasi efektif adalah dengan menggunakan rujukan (referensi). b. Keterampilan Terintegrasi (Integrated Skills) Dimyati dan Mudjiono (2013: ) menyatakan bahwa keterampilan terintegrasi dalam keterampilan proses sains berlandaskan kepada enam keterampilan dasar yang telah diuraikan sebelumnya. Keterampilan terintegrasi pada hakikatnya merupakan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Sepuluh keterampilan terintegrasi tersebut akan diuraikan berikut ini. 1) Mengenali Variabel Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk mengembangkan keterampilan mengenali variabel diantaranya adalah menentukan variabel yang ada dalam suatu pernyataan, membedakan suatu pernyataan sebagai variabel bebas atau terikat, dan memberikan contoh variabel. 2) Membuat Tabel Data Keterampilan membuat tabel data perlu dibelajarkan kepada siswa karena fungsinya yang penting untuk menyajikan data yang diperlukan penelitian. 3) Membuat Grafik Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel termanipulasi selalu pada sumbu datar dan variabel hasil selalu ditulis sepanjang sumbu vertikal. 4) Mengambarkan Hubungan Antar Variabel Keterampilan menggambarkan hubungan antar variabel dapat diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan hubungan antar variabel termanipulasi dengan variabel hasil. 5) Mengumpulkan dan Mengolah Data Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data diperlukan untuk pengukuran dan pengujian hipotesis.

8 15 6) Menganalisis Penelitian Keterampilan menganalisis penelitian merupakan kemampuan menelaah laporan penelitian orang lain untuk meningkatkan pengenalan terhadap unsurunsur penelitian. 7) Menyusun Hipotesis Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan dugaan yang dianggap benar mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam satu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan timbul. 8) Mendefinisikan Variabel Keterampilan mendefinisikan variabel secara operasional dapat diartikan sebagai kemampuan mendeskripsikan variabel beserta segala atribut sehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda. 9) Merancang Penelitian Merancang penelitian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang dimanipulasi dan direspons dalam penelitian secara operasional. 10) Bereksperimen Bereksperimen dapat diartikan sebagai keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau menolak ide-ide itu. M. Tawil dan Liliasari (2014: 37) mengemukakan indikator Keterampilan Proses Sains adalah sebagai berikut. 1) Mengamati Menggunakan berbagai indera; mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan. 2) Mengklasifikasi Mencatat setiap pengamatan secara terpisah; mencari perbedaan, persamaan; mengontraskan ciri; membandingkan; mencari dasar pengelompokan atau penggolongan.

9 16 3) Menafsirkan Menghubung-hubungkan hasil pengamatan; menemukan pola/keteraturan dalam suatu seri pengamatan; menyimpulkan. 4) Memprediksi Menggunakan pola-pola atau keteraturan hasil pengamatan; mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum terjadi. 5) Melakukan Komunikasi Mendeskripsikan atau menggambarkan data empiris hasil percobaan/pengamatan dengan grafik/tabel/diagram atau mengubahnya dalam bentuk salah satunya; menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas; menjelaskan hasil percobaan/penyelidikan; membaca grafik atau tabel atau diagram; mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau peristiwa. 6) Mengajukan Pertanyaan Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa; bertanya untuk meminta penjelasan; mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis. 7) Mengajukan Hipotesis Mengetahui bahwa ada lebih dari suatu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian; menyadari bahwa satu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah. 8) Merencanakan Percobaan Menentukan alat, bahan, atau sumber yang akan digunakan; menentukan variabel atau faktor-faktor penentu; menentukan apa yang akan diatur, diamati, dicatat; menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja. 9) Menggunakan Alat/Bahan/Sumber. Memakai alat dan atau bahan atau sumber; mengetahui alasan mengapa menggunakan alat atau bahan/sumber. 10) Menerapkan Konsep Menggunakan konsep atau prinsip yang telah dipelajari dalam situasi baru; menggunakan konsep/prinsip pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.

10 17 11) Melaksanakan Percobaan Penilaian proses dan hasil belajar IPA menuntut teknik dan cara-cara penilaian yang lebih komprehensif. Di samping aspek hasil belajar yang dinilai harus menyeluruh yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor, teknik penilaian dan instrumen seyogyanya lebih bervariasi. Indikator Keterampilan Proses Sains yang dipakai dalam penelitian ini adalah mengamati, memprediksi, melaksanakan percobaan, merencanakan percobaan, menafsirkan, dan mengomunikasikan. 3. Teori Kemampuan Berpikir Kreatif Sobur (2009: ) menyatakan bahwa berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah pada suatu tujuan. Berpikir adalah perkembangan ide dan konsep, definisi ini nampak sangat sederhana namun substansinya cukup mendalam, berpikir bukanlah kegiatan fisik, namun merupakan kegiatan mental, bila seseorang secara mental sedang mengikatkan diri dengan sesuatu dan sesuatu itu terus berjalan dalam ingatannya, maka orang tersebut bisa dikatakan sedang berpikir (J.M. Bochenski cit. Suharsaputra, 2012). Berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (compreheading) (Peter Reason cit. Sanjaya, 2012). Berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah. Pengertian berpikir dari uraian di atas diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi suatu tujuan. Berpikir juga merupakan daya yang paling utama membedakan manusia dari hewan. Sedangkan kreatif berarti melibatkan pengungkapan gagasan dan perasaan serta penggunan berbagai macam cara untuk menemukan, mengeksplorasi, dan mencari kepastian untuk menyelesaikan suatu permasalahan (Beetlestone, 2011: 2-3). Berpikir kreatif merupakan suatu proses yang digunakan ketika kita mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru, menentukan hubunganhubungan baru antara berbagai hal, commit dan to menemukan user pemecahan baru dari suatu

11 18 soal. Siswa akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif dengan berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam konsep, pengertian, penemuan, karya seni (Coleman dan Hammen cit. Dennis, 2009: 4 ). Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan kemampuan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut pandang). Berpikir kreatif sangat berguna untuk mengembangkan kemampuankemampuan siswa. Siswa juga dapat menciptakan sebuah cara yang benar-benar baru yang tidak terduga. Berpikir kreatif juga mendorong siswa untuk berpikir sehingga menimbulkan rasa ingin tahu dan bertanya pada siswa. Menurut William cit. Munandar (1992: 89-91) ciri-ciri berpikir kreatif adalah: a. kelancaran (fluency) yaitu kemampuan untuk membangkitkan sebuah ide sehingga terjadi peningkatan solusi atau hasil karya, b. fleksibilitas (flexibility) yaitu kemampuan untuk memproduksi atau menghasilkan suatu produk, persepsi, atau ide yang bervariasi terhadap masalah, c. elaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk mengembangkan atau menumbuhkan suatu ide atau hasil karya, d. orisinalitas (originality) yaitu kemampuan menciptakan ide-ide, hasil karya yang berbeda atau betul-betul baru, e. kompleksitas (complexity) yaitu kemampuan memasukkan suatu konsep, ide, atau hasil karya yang sulit, ruwet,berlapis-lapis atau berlipat ganda ditinjau dari berbagai segi, f. keberanian mengambil resiko (risk-taking) yaitu kemampuan bertekad dalam mencoba sesuatu yang penuh resiko, g. imajinasi (imagination) yaitu kemampuan untuk berimajinasi, menghayal, menciptakn barang-barang baru melalui percobaan yang dapat menghasilkan produk sederhana, dan h. rasa ingin tahu (curiosity) yaitu kemampuan mencari, meneliti, mendalami, dan keinginan mengetahui tentang sesuatu commit lebih to user jauh.

12 19 Siswa dapat dikatakan berpikir kreatif jika memenuhi indikator-indikator dan ciri-ciri berpikir kreatif. Menurut Ambarjaya (2008: 55) yang menyatakan bahwa ciri-ciri kreativitas dibagi menjadi dua aspek yaitu: a. aspek kognitif Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif atau ciri-ciri aptitude, yaitu: (1) keterampilan berpikir lancar (fluency), (2) keterampilan berpikir fleksibel (flexibility), (3) keterampilan berpikir orisinal (originality), (4) keterampilan memperinci (elaboration), dan (5) keterampilan menilai (evaluation). b. aspek afektif Ciri-ciri kreativitas yang berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang atau ciri-ciri non-aptitude, yaitu: (1) rasa ingin tahu, bersifat imajinatif atau fantasi, (3) merasa tertantang oleh kemajemukan, (4) sifat berani mengambil resiko, (5) sifat menghargai, (6) percaya diri, (7) keterbukaan terhadap pengalaman baru, dan menonjol dalam satu bidang seni. Kemampuan berpikir kreatif yang diukur dalam penelitian ini mencakup empat aspek yaitu: (1) berpikir lancar (fluency), (2) berpikir fleksibel (flexibility), (3) berpikir orisinal (originality), (4) memperinci (elaboration). Indikator keempat aspek tersebut dijelaskan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Aspek kemampuan berpikir kreatif yang diteliti Aspek Kelancaran (Fluency) Keluwesan (Flexibility) Keaslian (Originality) Indikator Keterampilan berpikir Kreatif a. Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian masalah, banyak pertanyaan dengan lancar b. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal c. Menjawab soal lebih dari satu jawaban a. Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda b. Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda c. Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran a. Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik b. Memberikan jawaban yang lain dari yang sudah biasa c. Mampu membuat commit kombinasi-kombinasi to user yang lain dari bagian-

13 20 Memperinci (Elaboration) bagian atau unsur-unsur a. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan jawaban suatu soal b. Menambah atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik c. Mencari arti lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah Semakin kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut semakin dimiliki. Kemampuan berpikir kreatif itu sangat bermanfaat dalam memecahkan permasalahan fisika. Menurut Munandar (2009: 31) alasannya yaitu: (1) kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya dalam perwujudan dirinya, (2) kreativitas atau berpikir kreatif, sebagai kemampuan untuk melihat bermacammacam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, (3) bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu, dan (4) kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Berpikir kreatif itu sangat berguna untuk siswa, maka guru dalam proses belajar harus dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki agar berpikir kreatif dalam diri siswa dapat tercapai. Siswa yang menanamkan kebiasaan berpikir kreatif melihat kemungkinan-kemungkinan baru, dan berani bereksperimen tanpa takut berbuat salah. 4. Modul a. Pengertian Modul Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya (Depdiknas, 2007). Suatu modul adalah suatu paket pengajaran yang memuat satu unit konsep dari pada bahan pelajaran. Pengajaran modul itu merupakan usaha penyelenggaraan pengajaran individual yang memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum dia beralih kepada unit berikutnya. Modul itu disajikan dalam bentuk yang bersifat self instructional. Masing-masing siswa

14 21 dapat menentukan kecepatan dan intensitas belajarnya sendiri. Modul sebagai alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Modul disusun dengan memperhatikan bahwa sebagian anak belajar lebih cepat dari pada anak-anak lainnya, karena mereka berbeda dalam kemampuan intelektual dan fisiknya dari teman-temannya, serta dikarenakan lingkungan social, ekonomi, dan pendidikan keluarganya sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Dengan adanya modul tersebut, diharapkan dalam pembelajaran di sekolah tidak menghambat siswa-siswa yang cepat dalam belajarnya. Dengan demikian memungkinkan para siswa maju berkelanjutan dalam belajarnya sesuai dengan kemampuan, irama, dan gaya belajarnya masingmasing. b. Tujuan Penulisan Modul Adapun tujuan penulisan modul (Depdiknas, 2007) adalah: 1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal. 2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru. 3) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti: a) Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa b) Mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya c) Memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya d) Memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya. c. Karakteristik Modul Agar menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi penggunanya, maka modul harus mencakup karakteristik yang diperlukan sebagai modul. Dengan demikian pengembangan modul harus memasukkan karakteristik sebagai berikut (Depdiknas, 2003:6):

15 22 1) Self Instructional Self Instructional yaitu melalui modul tersebut siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Sesuai dengan tujuan modul adalah agar siswa mampu belajar mandiri. Untuk memenuhi karakteristik self instructional, maka modul harus: a) Terdapat tujuan yang dirumuskan dengan jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan antara b) Terdapat materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit atau kegiatan spesifik sehingga memudahkan siswa belajar secara tuntas c) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran d) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan siswa memberikan respon dan mengukur penguasaannya e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan siswa f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran h) Terdapat instrumen penilaian (assessment), yang memungkinkan siswa melakukan self assessment i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan menetapkan tingkat penguasaan materi untuk menetapkan kegiatan belajar selanjutnya j) Terdapat umpan balik atas penilaian siswa, sehingga siswa mengetahui tingkat penguasaan materi k) Tersedia informasi tentang rujukan/pembelajaran/referensi yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud. 2) Self Contained Self Contained yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian commit atau to pemisahan user materi dari satu kompetensi

16 23 atau sub kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi atau sub kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. 3) Stand Alone Stand Alone atau berdiri sendiri yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan tersebut, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri. 4) Adaptif Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan di berbagai tempat. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dan perangkat lunaknya dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. 5) User Friendly Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly. d. Penulisan Modul Modul pembelajaran harus mampu memerankan fungsi dan peranannya dalam pembelajaran yang efektif, modul perlu dirancang dan dikembangkan dengan mengikuti kaidah dan elemen yang mensyaratkannya. Elemen-elemen yang harus dipenuhi dalam menyusun modul antara lain (Depdiknas, 2003:8):

17 24 1) Konsistensi a) Gunakan bentuk dan huruf secara konsisten dari halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan beberapa cetakan dengan bentuk dan ukuran huruf yang terlalu banyak variasi b) Gunakan jarak spasi konsisten. Jarak antara judul dengan baris pertama, antara judul dengan teks utama. Jarak baris atau spasi yang tidak sama sering dianggap buruk, tidak rapi c) Gunakan tata letak dan pengetikan yang konsisten, baik pola pengetikan maupun margin/batas-batas pengetikan. 2) Format a) Gunakan format kolom (tunggal atau multi) yang proporsional. Penggunaan kolom tunggal atau multi harus sesuai dengan bentuk dan ukuran kertas yang digunakan. Jika menggunakan kolom multi, hendaknya jarak dan perbandingan antar kolom proporsional b) Gunakan format kertas (vertikal atau horizontal) yang tepat. Penggunaan kertas secara vertikal atau horizontal harus memperhatikan tata letak dan format pengetikan c) Gunakan tanda-tanda (icon) yang mudah ditangkap yang bertujuan untuk menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. Tanda dapat berupa gambar, cetak tebal, cetak miring atau lainnya. 3) Organisasi a) Tampilkan peta atau bagian yang menggambarkan cakupan materi yang akan dibahas dalam modul b) Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan susunan yang sistematis, sehingga memudahkan siswa memahami materi pembelajaran c) Susun dan tempatkan naskah, gambar, dan ilustrasi sedemikian rupa sehingga informasi mudah dimengerti oleh siswa d) Organisasikan antar bab, antar unit dan antar paragraf dengan susunan dan alur yang memudahkan siswa memahaminya e) Organisasikan antara judul, sub bab dan uraian yang mudah ditulis oleh siswa.

18 25 4) Daya Tarik Daya tarik modul dapat ditempatkan di beberapa bagian seperti: a) Bagian sampul (cover) depan dengan mengkombinasikan warna, gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi b) Bagian isi modul dengan menempatkan rangsangan-rangsangan berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna c) Tugas dan latihan yang dikemas sedemikian rupa. 5) Bentuk dan Ukuran Huruf a) Gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca sesuai dengan karakteristik umum siswa b) Gunakan perbandingan huruf yang proporsional antara judul, sub judul dan isi naskah c) Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks, karena dapat membuat proses membaca menjadi sulit. 6) Ruang (spasi kosong) Gunakan spasi atau ruang kosong tanpa naskah atau gambar untuk menambah kontras penampilan modul. Spasi kosong dapat berfungsi untuk menambahkan catatan penting dan memberikan kesempatan jeda kepada siswa. Gunakan dan tempatkan spasi kosong tersebut secara proporsional. Penempatan ruang kosong dapat dilakukan di beberapa tempat seperti: a) Ruang sekitar judul bab dan sub bab b) Batas tepi (margin), batas tepi yang luas memaksa perhatian siswa untuk masuk ke tengah-tengah halaman c) Pergantian antar paragraph dan dimulai dengan huruf kapital d) Pergantian antar bab atau bagian e. Bagian bagian Modul Menurut Cece Wijaya (1992:99) bagian-bagian modul yang umum dikembangkan adalah sebagai berikut: 1) Petunjuk untuk guru 2) Tujuan pembelajaran umum dan commit tujuan to pembelajaran user khusus

19 26 3) Penjelasan tentang cara menyelenggarakan proses belajar mengajar yang efisien 4) Penjelasan tentang materi pelajaran yang akan disajikan dan strategi belajarnya 5) Waktu yang disediakan untuk mempelajari materi modul 6) Alat-alat dan bahan pelajaran serta sumber-sumber yang harus digunakan, dan 7) Prosedur penilaian, jenis, cara/alat, dan materi penilaian yang digunakan 8) Kegiatan siswa a) Pendahuluan. Pada bagian ini dicantumkan jadwal modul lainnya dan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan siswa. Di samping itu, memuat tujuan yang dicapai dan materi yang akan dipelajari oleh siswa b) Petunjuk belajar. Pada bagian ini, akan diuraikan apa-apa atau urutan langkah yang harus dikerjakan siswa dalam menggunakan modul c) Kegiatan belajar. Pada bagian ini, terdiri dari beberapa kegiatan masingmasing kegiatan memuat tujuan yang akan dicapai. Materi pokok yang akan dipelajari dan uraian materinya. Pada akhir urutan materi pelajaran, disajikan tugas atau masalah yang harus dipecahkan maupun pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab siswa mengenai materi pelajaran yang telah dipelajari. Tugas-tugas ini, diberikan agar siswa dapat menilai hasil belajarnya sendiri d) Kunci tugas. Kunci tugas disediakan pada akhir kegiatan siswa dengan harapan agar siswa dapat dengan segera mengetahui apakah tugas-tugas yang dikerjakannya benar 9) Tes akhir modul Setiap modul dilengkapi dengan tes akhir modul. Dari hasil tes siswa, guru dapat mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan telah tercapai atau belum. Cakupan tes akhir modul antara lain dapat mengukur aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. 10) Kunci tes akhir modul Kunci tes disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Kunci tes ini, hanya dipegang oleh guru yang senantiasa dijaga kerahasiaannya.

20 27 f. Kekurangan dan Kelebihan Modul Pembelajaran menggunakan modul lebih menekankan siswa untuk belajar mandiri. Menurut Suparman (1993:197), menyatakan bahwa bentuk kegiatan belajar mandiri ini mempunyai kekurangan-kekurangan sebagai berikut: 1) Biaya pengembangan bahan tinggi dan waktu yang dibutuhkan lama 2) Menentukan disiplin belajar yang tinggi yang mungkin kurang dimiliki oleh siswa pada umumnya dan siswa yang belum matang pada khususnya 3) Membutuhkan ketekunan yang lebih tinggi dari fasilitator untuk terus-menerus memantau proses belajar siswa, memberi motivasi dan konsultasi secara individu setiap waktu siswa membutuhkan. Tjipto (1992:72), juga mengungkapkan beberapa hal yang memberatkan belajar dengan menggunakan modul, yaitu: 1) Kegiatan belajar memerlukan organisasi yang baik 2) Selama proses belajar perlu diadakan beberapa ulangan/ujian, yang perlu dinilai sesegera mungkin Berdasar pendapat di atas, ternyata pembelajaran menggunakan modul memiliki kelemahan-kelemahan mendasar yang harus diatasi oleh guru sebagai sutradara dalam pembelajaran, agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Di samping kelemahan tersebut, belajar menggunakan modul sangat banyak manfaatnya, siswa dapat bertanggungjawab terhadap kegiatan belajarnya sendiri, pembelajaran dengan modul sangat menghargai perbedaan individu, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya, maka pembelajaran semakin efektif dan efisien. Tjipto (1991: 72), mengungkapkan beberapa keuntungan yang diperoleh jika belajar menggunakan modul, antara lain: 1) Motivasi siswa dipertinggi karena setiap kali siswa mengerjakan tugas pelajaran dibatasi dengan jelas dan yang sesuai dengan kemampuannya 2) Sesudah pelajaran selesai guru dan siswa mengetahui benar siswa yang berhasil dengan baik dan mana yang kurang berhasil 3) Siswa mencapai hasil yang sesuai dengan kemampuannya 4) Beban belajar tebagi lebih merata commit sepanjang to user semester

21 28 5) Pendidikan lebih berdayaguna 5. Modul Berbasis Keterampilan Proses Sains Modul berbasis keterampilan proses sains adalah modul yang mencakup beberapa komponen keterampilan proses sains, dalam hal ini mengacu kepada keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses terintegrasi ini dapat memacu siswa untuk melatih kemampuan pengetahuan sains tingkat tinggi. Modul yang dikembangkan berisi materi listrik dinamis yang penyajiannya melatihkan siswa untuk menguasai keterampilan proses sains terintegrasi. Kemudian pada akhir materi terdapat lembar kegiatan siswa untuk mengimplementasikan materi dan keterampilan proses sains terintegrasi. 6. Listrik Dinamis Listrik merupakan salah satu bentuk energi yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Studi tentang listrik meliputi muatan-muatan listrik terdiri dari dua macam, yaitu muatan listrik dalam keadaan diam dan muatan listrik dalam keadaan bergerak. Studi tentang muatan listrik yang diam disebut listrik statis. Sedangkan studi tentang muatan listrik dalam keadaan bergerak disebut listrik dinamis. Pembahasan ini menguraikan kajian tentang listrik dinamis yang meliputi materi: arus listrik, alat ukur, hambatan, kombinasi resistor, hukum Kirchhoff. a. Arus Listrik Arus listrik adalah gerakan atau aliran muatan listrik yaitu aliran partikelpartikel bermuatan listrik dari potensial tinggi ke potensial rendah. Arus mengalir dalam waktu yang sangat singkat. Setelah kedua potensial sama, maka arus berhenti mengalir. Kuat arus listrik didefinisikan sebagai laju aliran muatan listrik yang melalui suatu luasan penampang lintang tiap satuan waktu. Secara matematis dituliskan: I = I merupakan laju perubahan muatan listrik Q per satuan waktu t. Satuan muatan Q adalah Coulomb dan satuan waktu t adalah sekon maka satuan kuat arus listrik adalah Coulomb/sekon atau disebut Ampere (A).

22 29 b. Alat-alat ukur listrik Alat ukur listrik digunakan untuk mengukur besaran-besaran listrik. Beberapa alat ukur listrik yang sering digunakan antara lain: galvanometer, ammeter, voltmeter, dan multimeter. Galvanometer adalah komponen utama dalam alat ukur untuk mengukur arus dan tegangan. Kuat arus diukur menggunakan ammeter atau amperemeter. Voltmeter adalah alat untuk mengukur beda potensial. Multimeter dapat digunakan untuk mengukur tegangan, arus listrik, dan hambatan sehingga dapat berfungsi sebagai voltmeter, ammeter, dan ohmmeter. c. Hambatan Hambatan suatu material bergantung pada panjang, luas penampang lintang, tipe material, dan temperatur. Hambatan listrik ditentukan oleh besar kecilnya arus listrik. Semakin besar hambatan listriknya maka semakin kecil kuat arus listriknya, dan sebaliknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya hambatan listrik (resistansi) pada sebuah kawat penghantar (atau bahan) adalah jenis bahan, panjang (l), luas penampang (A), dan suhu (T). Besar kecilnya hambatan listrik suatu bahan dapat dinyatakan dengan: R = ρ ρ adalah hambatan jenis suatu bahan (resistivitas), l adalah panjang bahan (m), dan A adalah luas penampang (m 2 ). d. Kombinasi resistor 1) Rangkaian Seri Dua atau lebih resistor yang dihubungkan sedemikian rupa sehingga muatan yang sama harus mengalir melalui keduanya dikatakan bahwa resistor itu terhubung secara seri. Prinsip susunan seri komponen-komponen listrik, yaitu: a) tujuannya untuk memperbesar hambatan suatu rangkaian, b) kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen sama, yaitu sama dengan kuat arus yang melalui hambatan pengganti serinya, I 1 = I 2 = I 3 = = I seri c) tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti seri sama dengan jumlah tegangan pada ujung-ujung tiap komponen,

23 30 V seri = V 1 + V 2 + V d) berfungsi sebagai pembagi tegangan, di mana tegangan pada ujung-ujung tiap komponen sebanding dengan hambatannya, V 1 : V 2 : V 3 :... : V seri = R 1 : R 2 : R 3 :... : R seri 2) Rangkaian Paralel Dua resistor yang dihubungkan seperti pada gambar sedemikian rupa sehingga memiliki beda potensial yang sama antara keduanya dikatakan dihubungkan secara paralel. Prinsip susunan paralel komponen-kopmponen listrik yaitu: a) bertujuan untuk memperkecil hambatan pada suatu rangkaian, b) tegangan pada ujung-ujung tiap komponen sama, yaitu sama dengan pada ujung-ujung hambatan paralelnya, V 1 : V 2 : V 3 : = V paralel c) kuat arus yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan jumlah kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen, I paralel = I 1 + I 2 + I 3 + d) susunan paralel berfungsi sebagai pembagi arus, di mana kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen sebanding dengan kebalikan hambatannya. I 1 : I 2 : I 3 : : I paralel = : : : : e. Hukum Kirchhoff Dua hukum yang berlaku bagi rangkaian yang memiliki arus tetap kedua hukum ini dinamakan hukum Kirchhoff yaitu : (1) pada setiap rangkaian tertutup, jumlah aljabar dari beda potensialnya harus sama dengan nol, (2) pada setiap titik percabangan jumlah arus yang masuk melalui titik tersebut sama dengan jumlah arus yang keluar dari titik tersebut. B. Kajian Penelitian yang Relevan 1) Grace Teo Yew Mei (2007), penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana cara-cara siswa yang telah berpartisipasi dalam inovasi kurikulum sains ALIVE memperoleh keterampilan proses dan merasakan hubungan

24 31 sains dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitiannya menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam persepsi siswa tentang kompetensi keterampilan dan menghasilkan persentase yang tinggi dari siswa menunjukkan bahwa siswa lebih sadar akan hubungan dari sains dengan kehidupan siswa sehari-hari. Hasil penelitian ini mendasari pengembangan modul fisika dengan pendekatan keterampilan proses sains yang dikembangkan untuk membantu siswa dalam memahami hubungan antara materi yang dipelajari dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari siswa. 2) Akinyemi Olufunminiyi et.al (2010), penelitian ini menganalisis keterampilan proses sains dalam ujian di sekolah menengah atas di Nigeria, Afrika Barat selama 10 tahun. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan proses sains dasar (62,80 %) memiliki tingkat persentase yang lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses sains terintegrasi (37,20 %). Hasil penelitian ini menjadi acuan dalam pengembangan modul dengan pendekatan keterampilan proses sains dengan menggunakan keterampilan-keterampilan dasar (basic skills). 3) E. Rahayu dkk (2011), bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kreatif siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan dengan praktikum. Siswa dibagi menjadi 6 kelompok. Praktikum dilakukan berdasar petunjuk LKS yang dibagikan oleh guru. Pembelajaran diakhiri dengan tes evaluasi untuk mengetahui kemampuan kognitif dan kemampuan berpikir kreatif siswa setelah pembelajaran. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses pada materi kalor dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kreatif siswa. 4) Penelitian oleh Raose Amnah Abd Rauf, et. al (2013), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendekatan pembelajaran sains pada kelas sains di dua Smart School di Malaysia dapat menanamkan keterampilan proses sains serta mengidentifikasi keterampilan proses sains manakah yang dapat

25 32 ditanamkan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa proses belajar mengajar sains yang menggunakan berbagai pendekatan pengajaran dalam satu pelajaran memiliki keuntungan tambahan dalam hal memberikan kesempatan bagi penanaman keterampilan proses sains tersebut. 5) Penelitian oleh Dilek Zeren Ozer dan Muhlis Ozkan (2011), dalam penelitian ini dikembangkan instrumen penilaian yang merupakan instrumen tes keterampilan proses sains dan terdiri dari pertanyaan bersifat open ended yang disajikan dalam bentuk pilihan ganda, serta instrumen penilaian yang lain berupa penilaian presentasi proyek. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa metode pembelajaran berbasis proyek lebih efektif untuk memberikan penilaian terhadap keterampilan proses sains. 6) Winny Liliawati dan Erna Puspita (2010), kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan Usaha dan Energi dapat lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa pada setiap aspeknya yaitu: fluency, flexibility, originality, dan elaboration. 7) Ida Bagus Putu Aryana (2006), kegiatan belajar siswa dalam pembelajaran ini adalah siswa mengangkat masalah, merumuskan masalah, mengajukan jawaban sementara, merancang kegiatan investigasi untuk menjawab masalah atau menguji hipotesis, melakukan investigasi, menyusun laporan, dan diskusi kelas, sehingga mengakibatkan ada perbedaan dalam melatih kemampuan berpikir kreatif siswa. 8) Muhammad Nadeem Anwar dkk (2012), hasil penelitian ini dari empat aspek kemampuan berpikir kreatif yang masing-masing diperoleh mean 80,95 untuk fleksibilitas, 80,03 untuk elaborasi, 79,55 untuk kelancaran, dan 79,18 untuk orisinalitas. 9) Elnetthra Folly Eldy dan Fauziah Sulaiman (2013), tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memberikan rincian nilai siswa dari beberapa kriteria berpikir kreatif yang sebelumnya dilakukan dari analisis uji Kreatif- Kritis YanPiaw dan di samping itu juga untuk menyajikan bukti untuk

26 33 mendukung penelitian sebelumnya tentang hubungan antara kreativitas dan gender. 10) Arifah Purnamaningrum dkk (2012), aspek berpikir kreatif yang diteliti dalam penelitian ini mencakup lima aspek yaitu, fluency, flexibility, originality, elaboration, dan evaluation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif biologi. 11) Catherine Anne S. Balanay dan Elnor C. Roa (2013), menerapkan pendekatan dengan student center dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa dalam komponen mengamati dan mengukur. Siswa berpengalaman dalam memanipulasi hasil pengukuran atau peralatan dan dengan sendirinya berpengaruh pada pengumpulan data. Pendekatan dengan student center mengubah pertumbuhan individu dan menjadikan siswa taat aturan seperti mengikuti peraturan kelas. 12) Nagamurali Eragamreddy (2013), mengajarkan kemampuan berpikir kreatif memainkan peran penting antara mengajar dengan belajar. Kemampuan berpikir kreatif merupakan jenis kemampuan berpikir yang mengedepankan pandangan baru, pendekatan baru, perspektif baru, dan memasukkan cara baru untuk memahami dan menerima sesuatu. C. Kerangka Berpikir Pembelajaran fisika dengan pendekatan keterampilan proses sains di SMA/MA memiliki arti penting dalam kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut disebabkan karena akan memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa. Siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami serta memanfaatkannya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupannya. Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas nyatanya tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan sains sebagai produk dan siswa menghafal informasi commit faktual. to Siswa user hanya mempelajari sains pada

27 34 domain kognitif yang terendah. Siswa tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa yang cenderung menjadi malas belajar secara mandiri. Alasan yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah siswa per kelas yang terlalu banyak. Dalam kenyataan, memang tidak banyak siswa yang menyukai kajian sains karena dianggap sukar, keterbatasan kemampuan siswa, atau karena mereka tidak berminat menjadi ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar pembelajaran sains di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien, dan efektif. Berdasarkan uraian di atas tampak betapa pentingnya pembelajaran fisika dengan pendekatan keterampilan proses. Pembelajaran fisika dengan pendekatan keterampilan proses akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar kepada siswa secara menyeluruh. Dalam pembelajaran fisika tersebut dilatihkan keterampilan-keterampilan untuk melakukan pengamatan, pengelompokan, memberikan prediksi, pengukuran, menarik kesimpulan, dan berkomunikasi. Keenam hal tersebut adalah keterampilan proses sains. Berdasarkan penelitian terdahulu, pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pada pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses sains siswa dilatih agar terbiasa menggunakan keterampilan proses sains mereka. Siswa disajikan fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mengamati fenomena tersebut, dan mengelompokkannya, serta mengumpulkan data dengan melakukan pengukuran, kemudian menyimpulkan pengamatan yang telah dilakukan, menghubungkannya dengan konsep listrik dinamis yang telah dipelajari, lalu mengomunikasikannya dengan cara membuat laporan hasil pengamatan. Siswa dalam mengamati, mengelompokkan, melakukan pengukuran, menyimpulkan, memprediksi, dan mengomunikasikan dapat melatih kemampuan berpikir kreatif siswa pada aspek kelancaran, keluwesan, keaslian, dan memperinci. Pengembangan modul dengan pendekatan keterampilan proses sains diharapkan dapat memberikan pembelajaran kepada siswa tentang keterampilan proses sains secara utuh tanpa terkendala commit to adanya user keterbatasan waktu, sarana, dan

28 35 lingkungan belajar yang tidak mendukung. Dengan adanya modul fisika dengan pendekatan keterampilan proses, diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan dari tujuan pembelajaran fisika itu sendiri. Penelitian pengembangan ini bertujuan menghasilkan modul fisika dengan pendekatan keterampilan proses sains, dengan pengembangan 4-D yang memiliki tahapan Define, Design, Develop, and Disseminate atau diadaptasi menjadi model 4-P, yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran. Tahap pertama adalah pendefinisian yang bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan di dalam proses pembelajaran meliputi analisis kurikulum mata pelajaran fisika SMA, materi listrik dinamis, kompetensi yang harus dicapai siswa, silabus listrik dinamis, dan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses sains. Tahap kedua adalah perancangan, di mana peneliti akan meakukan kegiatan merancang perangkat pembelajaran dan modul dengan pendekatan keterampilan proses sains. Tahap selanjutnya merupakan pengembangan modul pembelajaran yang meliputi pengujian, evaluasi, dan revisi produk. Perangkat serta modul pembelajaran akan dievaluasi dengan divalidasi oleh ahli dalam bidangnya dan guru. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan modul yang dikembangkan. Langkahnya adalah melakukan revisi apabila pada kegiatan evaluasi masih ditemukan hal yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya adalah tahap implementasi dan penyebaran. Pada tahap ini peneliti akan melakukan kegiatan uji coba lapangan terhadap produk yang dihasilkan. Uji coba berupa pembelajaran di kelas yang akan menggunakan satu kelas dengan membandingkan nilai pretest dan posttest siswa untuk mengetahui kelayakan modul yang dihasilkan, mengetahui respon siswa terhadap modul dengan pendekatan keterampilan proses sains, dan mengetahui pengaruh dari modul pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses sains dengan materi listrik dinamis terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa kelas X SMA.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul 1. Pengertian Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget. dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget. dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori-Teori Belajar yang Relevan 1. Teori perkembangan Kognitif Piaget Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.

Lebih terperinci

Fitri Rahmawati, MP. Staf Pengajar Pendidikan Teknik Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Fitri Rahmawati, MP. Staf Pengajar Pendidikan Teknik Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Fitri Rahmawati, MP Staf Pengajar Pendidikan Teknik Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Email: fitri_rahmawati@uny.ac.id Pengertian Modul Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) Model siklus belajar pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dalam SCIS (Science Curriculum Improvement Study), suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Ajar

Pengertian Bahan Ajar Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang

Lebih terperinci

Mekarkeun Bahan Ajar Basa dina Kapaigelan Basa Sunda ku Usep Kuswari

Mekarkeun Bahan Ajar Basa dina Kapaigelan Basa Sunda ku Usep Kuswari Mekarkeun Bahan Ajar Basa dina Kapaigelan Basa Sunda ku Usep Kuswari A. Karakteristik Bahan Ajar 1. Self Instructional a. Aya tujuan nu dirumuskeun kalayan jentre, boh tujuan ahir boh tujuan antara. b.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN MODUL Oleh: Dwi Rahdiyanta *)

TEKNIK PENYUSUNAN MODUL Oleh: Dwi Rahdiyanta *) TEKNIK PENYUSUNAN MODUL Oleh: Dwi Rahdiyanta *) A. Pendahuluan Menjawab tantangan pengembangan pendidikan menengah kejuruan sebagaimana yang termuat dalam Rencana Strategis Tahun 2004-2009, Direktorat

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterampilan Proses Sains 2.1.1 Hakikat Sains Kata sains atau Science menurut Wonorahardjo (2010) dilihat dari sudut bahasa berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata Scientia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar

TINJAUAN PUSTAKA. kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kreatif Kreativitas menurut Semiawan (1987: 8) adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur, data atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN KARAKTER PADA MATERI JURNAL KHUSUS

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN KARAKTER PADA MATERI JURNAL KHUSUS PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN KARAKTER PADA MATERI JURNAL KHUSUS Ike Evi Yunita Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul Pada bahasan ini akan dibahas antara lain: 1. Pengertian Salah satu bahan ajar yang dianjurkan untuk pembelajaran yang berorientasi konstruktivistik adalah modul. Modul

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Keterampilan Proses Sains Keberhasilan proses pembelajaran sangat bergantung pada peran seorang guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Modul 1. Pengertian Modul Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR R. NETY RUSTIKAYANTI 2017

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR R. NETY RUSTIKAYANTI 2017 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR R. NETY RUSTIKAYANTI 2017 Pengertian Pengembangan bahan ajar proses pemilihan, adaptasi dan pembuatan bahan ajar berdasarkan kerangka acuan tertentu Bahan ajar uraian yang sistematik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri atau dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Inkuiri adalah suatu proses

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PENGEMBANGAN BAHAN AJAR R. Nety Rustikayanti 2016 materi didownload di dosen.stikesdhb/nety/ Pengertian Pengembangan bahan ajar proses pemilihan, adaptasi, dan pembuatan bahan ajar berdasarkan kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berperan penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk mengembangkan potensi diri dan sebagai

Lebih terperinci

Seri Bahan Bimbingan Teknis Implementasi KTSP TEKNIK PENYUSUNAN MODUL

Seri Bahan Bimbingan Teknis Implementasi KTSP TEKNIK PENYUSUNAN MODUL Seri Bahan Bimbingan Teknis Implementasi KTSP TEKNIK PENYUSUNAN MODUL DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS merupakan lembaran tempat siswa mengerjakan sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga merupakan bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Proses pembelajaran membutuhkan bahan ajar sebagai salah satu komponen penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar seharusnya

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Lampiran B6 DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI UNTUK SISWA SMP KELAS VII SEMESTER GENAP 1. Kelayakan Penyajian UNTUK AHLI MEDIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia modern seperti saat ini, diperlukan sikap dan kemampuan yang adaptif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk sekolah dasar merupakan tujuan utama pembangunan pendidikan pada saat ini dan pada waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di indonesia sudah semakin maju dan berkembang, hal

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di indonesia sudah semakin maju dan berkembang, hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan di indonesia sudah semakin maju dan berkembang, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya sekolah-sekolah yang dibangun dan semakin banyak

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam dan dijelaskan ke dalam bahasa matematika. Karakteristik ilmu fisika seperti Ilmu Pengetahuan Alam lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena pentingnya, matematika diajarkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara

TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Pengembangan Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara alamiah dalam bidang tertentu untuk mendapatkan suatu informasi yang datanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka 1. Level-level Inquiry National Science Education Standard menyatakan bahwa inquiry pada siswa didefinisikan sebagai...the

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Piaget Menurut Jean Piaget, seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, opersional

Lebih terperinci

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran dalam pendidikan sains seperti yang diungkapkan Millar (2004b) yaitu untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahamannya tentang pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran di mana siswa mengerjakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran di mana siswa mengerjakan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa ( LKS ) Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran di mana siswa mengerjakan sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya. Sesuatu yang dipelajari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan aturan-aturan lama dan merevisinya, apabila aturan-aturan itu tidak lagi. agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan

BAB II LANDASAN TEORI. dengan aturan-aturan lama dan merevisinya, apabila aturan-aturan itu tidak lagi. agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori yang Relevan 1. Teori Belajar Kontruktivisme Teori kontruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek

Lebih terperinci

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dapat diwujudkan melalui

Lebih terperinci

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH Winny Liliawati Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Pembelajaran Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan mata pelajaran fisika di SMA menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 adalah sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Praktikum adalah pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Praktikum adalah pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Praktikum Praktikum adalah pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi atau dengan sumber data sekunder untuk mengamati dan memahami dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR MODUL. Irnin Agustina D.A., M.Pd.

BAHAN AJAR MODUL. Irnin Agustina D.A., M.Pd. BAHAN AJAR MODUL Irnin Agustina D.A., M.Pd. 1. definisi modul Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (depdiknas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan seseorang. Melalui pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan yang lebih baik serta dapat bertingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) tentang sistem pendidikan nasional: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Guru sebagai agen pembelajaran merasa terpanggil untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut adalah mengoptimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Metode konvensional (ceramah) kurang mengena untuk diterapkan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) karena sesungguhnya IPA berkaitan dengan cara mencari tahu

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORITIS. dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman

II. KERANGKA TEORITIS. dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman II. KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah suatu pencapaian usaha belajar yang dilakukan siswa dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa untuk memahami nilai-nilai, norma, dan pedoman bertingkah laku karena

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa untuk memahami nilai-nilai, norma, dan pedoman bertingkah laku karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah konsep yang memberikan apresiasi dan pemahaman yang luas kepada siswa untuk memahami nilai-nilai, norma, dan pedoman bertingkah laku karena pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guru sangat membutuhkan media pembelajaran yang dapat mempermudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guru sangat membutuhkan media pembelajaran yang dapat mempermudah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modul Guru sangat membutuhkan media pembelajaran yang dapat mempermudah penyampaian materi, memberikan informasi yang menarik, dan menyenangkan sehingga meningkatkan minat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas belajar melalui praktik atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas belajar melalui praktik atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bahan Ajar Lembar Kerja Siswa (LKS) Dahar (1996: 29) menyatakan LKS adalah lembar kerja yang berisikan informasi dan interaksi dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Firmansyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Firmansyah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan penting dari kegiatan pembelajaran adalah memberdayakan potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga menjadi manusia yang berkualitas. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang mendorong para peserta didik untuk mendapatkan prestasi terbaik. Pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan IPA di sekolah dirumuskan dalam bentuk pengembangan individu-individu yang literate terhadap sains.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradaban kehidupan di era globalisasi semakin berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal tersebut telah dirasakan oleh seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan siswa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Cara Pengembangan Penelitian pengembangan modul Hidrosfer sebagai Sumber Kehidupan dengan pendekatan saintifik untuk pembelajaran geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang dekat sekali dengan kehidupan manusia. Saat kita mempelajari IPA, berarti mempelajari bagaimana alam semesta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA FISIKA BERORIENTASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DI SMPN 13 BANJARMASIN

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA FISIKA BERORIENTASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DI SMPN 13 BANJARMASIN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA FISIKA BERORIENTASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DI SMPN 13 BANJARMASIN Latifah Kurnia, Zainuddin, dan Andi Ichsan Mahardika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses pembelajaran banyak guru menggunakan media interaktif ketika menjelaskan materi pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran semua cabang sains, terutama fisika, pada umumnya adalah mencoba menemukan keteraturan di dalam observasi kita terhadap dunia di sekeliling kita. Banyak

Lebih terperinci