KAJIAN PENGARUH PROSES PERENDAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN BIJI PALA (Myristica fragrans HOUTT) TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK PALA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGARUH PROSES PERENDAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN BIJI PALA (Myristica fragrans HOUTT) TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK PALA SKRIPSI"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGARUH PROSES PERENDAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN BIJI PALA (Myristica fragrans HOUTT) TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK PALA SKRIPSI SARTIKA ROBIULINA F T FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 ASSESSMENT OF EFFECT OF SUBMERSION PROCESS AND STORAGE DURATION OF NUTMEG SEED (Myristica fragrans HOUTT) TO ITS OIL YIELD AND QUALITY Sartika Robiulina dan Sutrisno Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone , ABSTRACT Nutmeg oil is one of export comodities that highly contribute to national income. Because of that, it is understandable that the industry competition level is high. Different products made from nutmeg require different postharvest processes. This study aims to determine the yield and quality of nutmeg oil, and also the loss of weights obtained during storage at several soaking treatment and storage period of seed nutmeg. The method of the post-harvest handling of nutmeg involves to three types of treatment, which are: (1) without soaking, (2) soaking in fresh water, and (3) soaking in salt salution. After that, nutmegs were given three types of treatment of storage period, which were 1 week, 2 weeks, and 3 weeks. The highest yield of nutmeg oil obtained from the treatment that was without soaking, with an average of 13 %, followed by treatment of soaking in fresh water an average %, and then from the treatment of soaking in salt salution an average %. Optimal storage period s nutmeg seed was 1 week because the nutmeg did not loss their weight. Nutmeg oil produced in accordance with national standards of the average value of specific weight ranged from 0.89 to The value of refractive index ranged from 1.47 to 1.48, while its value of optical rotation ranged from (+) 6.18 o to (+) o, and the solubility in alcohol 90% was found Keyword: nutmeg, yield of nutmeg oil, quality of nutmeg oil, loss of weight, soaking, storage period. ii

3 SARTIKA ROBIULINA. F Kajian Pengaruh Proses Perendaman dan Lama Penyimpanan Biji Pala (Myristica fragrans HOUTT) Terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Pala. Di bawah bimbingan Sutrisno RINGKASAN Di Indonesia buah pala diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dengan adanya targetan yang berbeda membuat penanganan pasca panen dari buah pala pun menjadi berbeda. Proses penanganan buah pala untuk industri manisan pala biasanya diawali dengan proses perendaman buah pala dalam air garam 0.25% (bobot/volume). Setelah itu, buah pala dipisahkan antara daging dan bijinya. Bagian yang dibutuhkan di industri manisan pala hanya daging buahnya saja dan biasanya biji dan salutnya dijual ke industri minyak pala. Sedangkan untuk industri minyak pala/rempahrempah, biasanya buah pala langsung dipisahkan antara daging buah dan bijinya. Setelah itu, bijinya dikumpulkan dan direndam dalam air tawar, sebelum diproses untuk mendapatkan minyaknya. Proses penyulingan dalam skala industri menengah membutuhkan bahan baku yang cukup banyak. Kapasitas per satu kali suling membutuhkan maksimal 400 kg biji pala kering, sehingga biasanya para pedagang melakukan penyimpanan sampai pasokan bahan baku untuk penyulingan memenuhi kapasitas penyulingan. Akan tetapi proses penyimpanan mempengaruhi kualitas dari minyak, khususnya penurunan bobot minyak yang dihasilkan sehingga rendemen yang dihasilkan semakin kecil. Oleh karena itu, maka dibutuhkan penyimpanan yang optimal agar tidak menimbulkan kerugian akibat adanya penurunan kualitas minyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa perlakuan perendaman dan lama penyimpanan biji pala terhadap rendemen minyak pala, kualitas minyak pala, dan susut bobot selama penyimpanan. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Desa Ciherangpondok, Caringin-Bogor, Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB, serta Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), Cimanggu, Bogor. Penelitian dilakukan selama 6 bulan mulai bulan Februari hingga Juli Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan: 1). Penanganan pascapanen buah dan biji pala, 2). Penyulingan biji pala, dan 3). Pengujian mutu minyak pala. Dalam penanganan pascapanen buah dan biji pala dilakukan 3 jenis perlakuan, yaitu: (1). Tanpa perendaman; (2). Perendaman biji pala dalam air tawar; dan (3). Perendaman buah pala dalam air garam. Proses penanganan buah pala secara umum terdiri atas: pemisahan daging dengan biji pala, pemisahan salut dari biji pala, dan pengeringan. Sebelum masuk ke dalam tahap penyulingan, diberikan perlakuan lama penyimpanan. Terdapat tiga macam perlakuan untuk lama penyimpanan, yaitu: (1). Lama penyimpanan selama 1 minggu; (2). Lama penyimpanan selama 2 minggu; dan (3). Lama penyimpanan selama 3 minggu. Metode penyulingan yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode air-uap. Setelah itu masuk ke dalam proses yang terakhir dari penelitian ini, yaitu pengujian mutu minyak pala dari biji pala. Parameter yang diujikan dalam pengujian ini, antara lain: bobot jenis 20 o C/20 o C, indeks bias 20 o C, putaran optik, dan kelarutan dalam alkohol 90 %. Prosedur pengujian berdasarkan pada SNI Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis ragam perlakuan perendaman dan lama penyimpanan tidak berbeda nyata terhadap rendemen minyak yang dihasilkan serta interaksi antara kedua perlakuan tersebut tidak signifikan. Ada pengaruh lain yang mempengaruhi hasil yang tidak beda nyata secara tidak langsung, seperti komposisi biji pala muda dan medium yang digunakan pada setiap sample. Hal tersebut dikarekan hasil analisis antar parameter secara korelasi tidak iii

4 menunjukkan adanya hubungan dari seluruh parameter yang ada yang dapat mempengaruhi hasil rendemen minyak yang dihasilkan. Rendemen minyak tertinggi diperoleh dari perlakuan tanpa perendaman rata-rata 13 %, diikuti dengan perlakuan perendaman biji pada air tawar rata-rata % dan rendemen terrendah diperoleh dari perlakuan perendaman buah pala denga air garam rata-rata %. Untuk susut bobot, perlakuan perendaman tidak menghasilkan nilai yang berbeda nyata hanya perlakuan lama penyimpanan yang memberikan hasil yang signifikan dan tidak ada interaksi yang signifikan dari kedua perlakuan tersebut. Berdasarkan hasil analisis ragam untuk bobot jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam alkohol 90 % terhadap perlakuan perendaman dan lama penyimpanan tidak menghasilkan nilai yang berbeda nyata serta tidak ada interaksi yang signifikan antara perlakuan perendaman dan lama penyimpanan. Sedangkan hasil analisis ragam untuk putaran optik menunjukkan perlakuan perendaman menghasilkan nilai berbeda nyata, dimana ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda, yaitu perlakuan perendaman 1 dan 2 yang berbeda nyata dengan perlakuan 3. Untuk perlakuan lama penyimpanan tidak menghasilkan nilai yang beda nyata. Namun ada interaksi yang signifikan antara perlakuan perendaman dengan lama penyimpanan. Interaksi yang signifikan terjadi pada perlakuan perendaman 1 dengan perlakuan perendaman 3 pada lama penyimpanan 2 minggu. Selain itu juga ada korelasi yang signifikan antara putaran optik dengan kadar air biji pala sebelum penyimpanan dan kadar air biji pala setelah penyimpanan. Minyak pala yang dihasilkan sesuai dengan standar dengan nilai rata-rata bobot jenis berkisar antara , nilai indeks bias , putaran optik (+) 6.18 o - (+) o, dan kelarutan dalam alkohol 90 % 1.00 hingga Perendaman optimal, yaitu perendaman dalam air tawar karena rendemen yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan rendemen yang dihasilkan oleh perlakuan tanpa perendaman (kontrol) serta mutu minyak yang dihasilkan sesuai dengan standar nasional (SNI) tanpa mempengaruhi susut bobot dalam perlakuan lama penyimpanan dengan tingkat keuntungan yang paling tinggi. Sedangkan lama penyimpanan optimal, yaitu 1 minggu karena biji pala belum mengalami susut bobot. iv

5 KAJIAN PENGARUH PROSES PERENDAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN BIJI PALA (Myristica fragrans HOUTT) TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK PALA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh SARTIKA ROBIULINA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 v

6 Judul Skripsi Nama NIM : Kajian Pengaruh Proses Perendaman dan Lama Penyimpanan Biji Pala (Myristica fragrans HOUTT) Terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Pala : Sartika Robiulina : F Menyetujui, Dosen Pembimbing, (Dr. Ir. Sutrisno, M. Agr) NIP Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Desrial, M. Eng) NIP Tanggal lulus: vi

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Pengaruh Proses Perendaman dan Lama Penyimpanan Biji Pala (Myristica fragrans HOUTT) Terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Pala adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan Sartika Robiulina F vii

8 Hak cipta milik Sartika Robiulina, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, Fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya. viii

9 BIODATA PENULIS Sartika Robiulina. Lahir di Bogor, 22 Oktober 1989 dari H. Haerudin Muchtar dan ibu Hj. Yayah Juariah, sebagai putri ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 3 Bogor, dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Program Studi Teknik Mesin dan Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Mekanika Fluida dan Ilmu Ukur Wilayah Departemen Teknik Mesin dan Biosistem pada tahun 2009, serta Ilmu Ukur Tanah Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan tahun 2009 dan Penulis juga mendapatkan dana Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan pada tahun 2009 dan Selain itu juga, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama tiga tahun berturut-turut, yaitu dari tahun 2009 sampai Penulis juga pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Pertanian periode dengan menjabat sebagai sekretaris umum. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di PT. Kalbe Morinaga Indonesia, Cikampek, Jawa Barat. ix

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diseleseikan. Penelitian berjudul Kajian Pengaruh Proses Perendaman dan Lama Penyimpanan Biji Pala (Myristica fragrans HOUTT) Terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Pala dilaksanakan di beberapa tempat di daerah Bogor dan sekitarnya, yaitu antara lain di Desa Ciherangpondok Kecamatan Caringin, Bogor; Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB; serta Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), Cimanggu, Bogor. Penelitian dilakukan sejak bulan Maret sampai Juli Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Sutrisno, M. Agr selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar meluangkan waktu untuk membimbing, menguji, memberi pengarahan, membuka wawasan penulis, serta memberi saran dan motivasi bagi Penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Emmy Darmawaty, M. Si dan Ir. Sri Endah Agustina, MS selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan 3. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS atas arahan, saran dan motivasi yang diberikan kepada Penulis 4. Orang tua dan keluarga Penulis atas kasih sayang dan doanya yang tidak henti-hentinya 5. Pak Jajat dan Gandhi atas bantuannya dalam proses penyulingan dan pengujian minyak sehingga proses-proses tersebut dapat terlaksanakan dengan baik 6. Seluruh staff UPT, staff Pasca Sarjana (Ibu Rus dan Pak Mul), dan Teknisi Laboratorium Departemen TMB IPB (Pak Ahmad dan Pak Sulyaden) yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dalam proses pelaksanaan tugas akhir ini 7. Sahabat-sahabatku yang tersayang, 5 Sekawan (Dhias, Dipta, Daniel, dan Teguh) yang selalu memberikan motivasi dan selalu ada di sisi Penulis dalam menghadapi suka dan duka. 8. Teman-teman satu bimbingan (Adi, Ilah, Ayunk, Dethi, dan Tulus) yang sama-sama berjuang dengan saling mendukung, berbagi, dan bersatu ketika menghadapi permasalahan dalam penyusunan tugas akhir 9. Seluruh teman-teman Ensemble 44 atas segala support dan dukungannya. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata tehadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian. Bogor, Agustus 2011 Sartika Robiulina x

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Pala (Myristica fragrans HOUTT)... 4 B. Minyak Pala... 6 C. Penanganan Buah Pala... 8 D. Penyulingan Minyak III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu B. Bahan dan Alat B.1. Bahan B.2. Alat-alat C. Metode Pengujian D. Prosedur Penelitian E. Parameter yang Diukur/Diamati IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala B. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rendemen Penyulingan C. Pengaruh Perlakuan Terhadap Mutu Minyak Biji Pala V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN xi

12 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jumlah industri kecil manisan pala di Kabupaten Bogor tahun Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu biji pala (SNI )... 6 Tabel 3. Komposisi kimia buah pala... 6 Tabel 4. Sifat fisik senyawa-senyawa utama minyak pala... 7 Tabel 5. Syarat mutu minyak pala (SNI )... 8 xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Buah pala (Myristica fragrans HOUTT)... 4 Gambar 2. Komponen dari buah pala... 5 Gambar 3. Skema pengolahan buah pala... 9 Gambar 4. Skema hasil olahan bagian-bagian buah pala Gambar 5. Penyulingan dengan metode air Gambar 6. Penyulingan dengan metode air-uap Gambar 7. Buah pala dengan tingkat kematangan 3-6 bulan Gambar 8. Alat penyosoh salut biji pala Gambar 9. Prosedur proses penanganan dari 3 perlakuan yang diberikan Gambar 10. Air perendaman biji pala: (a) awal perendaman, (b) setelah 24 jam perendaman Gambar 11. Biji pala setelah diberi perlakuan: (a) tanpa perendaman, (b) perendaman dalam air tawar, dan (c) perendaman dalam air garam Gambar 12. Kondisi salut pada biji pala yang direndam dalam air tawar Gambar 13. Kadar air rata-rata biji pala dengan tingkat kematangan muda dan medium setelah diberi perlakuan perendaman Gambar 14. Biji pala kering untuk setiap perlakuan yang diberikan, (a) tanpa perendaman, (b) perendaman dalam air tawar, dan (c) perendaman dalam air garam Gambar 15. Perubahan kadar air biji pala kering sebelum dan sesudah penyimpanan Gambar 16. Susut bobot rata-rata biji pala kering dari perlakuan yang diberikan Gambar 17. Hasil penyulingan minyak dari perlakuan yang diberikan, (a) tanpa perendaman, (b) biji direndam dalam air tawar, dan (c) buah direndam dalam air garam, dengan urutan perlakuan lama penyimpanan 1, 2, dan 3 minggu Gambar 18. Rata-rata rendemen yang dihasilkan dari perlakuan yang Diberikan Gambar 19. Rata-rata bobot jenis yang dihasilkan dari hasil pengujian dari setiap perlakuan yang diberikan Gambar 20. Indeks bias rata-rata yang dihasilkan dari setiap perlakuan yang diberikan Gambar 21. Rata-rata putaran optik yang dihasilkan dari setiap perlakuan yang diberikan Gambar 22. Rata-rata kelarutan dalam alkohol 90 % terhadap perlakuan yang diberikan xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tabel bobot dan ukuran buah pala Lampiran 2. Tabel kadar air bahan sebelum proses pengeringan Lampiran 3 Tabel kadar air bahan sebelum dan setelah penyimpanan Lampiran 4. Tabel susut bobot dan rendemen minyak biji pala Lampiran 5. Tabel hasil analisis mutu minyak pala Lampiran 6. Uji statistik kadar air biji pala setelah perendaman Lampiran 7. Uji statistik kadar air sebelum penyimpanan Lampiran 8. Uji statistik kadar air setelah penyimpanan Lampiran 9. Uji statistik susut bobot Lampiran 10. Uji statistik rendemen minyak Lampiran 11. Uji statistik bobot jenis Lampiran 12. Uji statistik indeks bias Lampiran 13. Uji statistik putaran optik Lampiran 14. Kelarutan dalam alkohol 90 % Lampiran 15. Hasil analisis statistik antar parameter secara korelasi Lampiran 16. Pengukuran ukuran dan berat buah pala Lampiran 17. Proses pemisahan daging buah, biji, dan salut pala Lampiran 18. Perendaman pala Lampiran 19. Pengukuran kadar air dengan metode gravimetrik Lampiran 20. Proses penjemuran/pengeringan Lampiran 21. Proses penyulingan xv

16 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pala (Myristica fragrans HOUTT) merupakan tanaman asli Indonesia dari Pulau Banda (Maluku). Buah dan biji pala merupakan bahan rempah-rempah yang sangat terkenal di dunia sejak awal abad ke-16. Para pelaut dan pedagang Portugis dan Spanyol adalah bangsa asing yang paling awal menemukan kepulauan Maluku, yang kemudian disusul oleh pelaut Inggris dan Belanda. Pala termasuk tanaman berumah dua, pohon jantan dan betina, daunnya berbentuk elips langsing. Buahnya berbentuk lonjong seperti lemon, berdaging dan beraroma khas karena mengandung minyak atsiri. Satu buah menghasilkan satu biji berwarna coklat. Tumbuhnya mencapai 20 m, dan usianya mencapai ratusan tahun. Pala diperdagangkan dalam bentuk buah, fuli dan biji pala. Buah pala mengandung zat-zat: minyak terbang (myristin, pinen, kamfen (zat membius), dipenten, pinen safrol, eugenol, iso-eugenol, alkohol), gliseda (asam-miristinat, asam-oleat, borneol, giraniol), protein, lemak, pati gula, vitamin A, B1 dan C. Minyak tetap mengandung trimyristin. Biji pala dikenal sebagai Myristicae semen yang mengandung biji Myristica fragrans HOUTT dengan lapisan kapur, setelah fulinya disingkirkan. Bijinya mengandung minyak terbang, dan memiliki wangi dan rasa aromatis yang agak pahit. Sebanyak 8-17 % minyak terbang yang ditawarkan merupakan bahan yang terpenting pada fuli (Sunanto 1993). Kegunaan khusus dari biji pala adalah sebagai obat homoeo-pathi. Biji kerasnya setelah dicuci untuk menghilangkan kapurnya, dibuat menjadi tinktur (direndam dalam alkohol) atau tepung. Obat homoeopathis berguna untuk mengobati sakit histeri, sembelit, mencret dan penyakit sulit tidur atau perut kembung. Pala merupakan salah satu komoditi rempah-rempah yang penting. Pada awalnya, pohon pala sangat terbatas penyebarannya di Maluku sehingga menjadi komoditas yang mudah dimonopoli oleh Vereenidge Oost-Indische Compagnie (VOC). Tetapi pada tahun 1772 Pierre Poivre seorang botani asal Perancis berhasil menyelundupkan 3,000 batang pala yang kemudian ditanam di Mauritius, kemudian menyebar ke Penang (Malaysia), India dan Srilanka sampai ke Grenada (Amerika Tengah) yang hingga kini menjadi negara penghasil pala terbesar ke 2 di dunia setelah Indonesia. Perkembangan total luas areal pala di Indonesia sejak tahun 1967 hingga 2007 relatif berfluktuatif namun cenderung mengalami peningkatan. Selama kurun waktu tersebut, total luas areal pala di Indonesia meningkat dari 12,742 ha pada tahun 1967 menjadi 74,530 ha pada tahun 2007 atau meningkat rata-rata 5.35% per tahun (Deptan 2009). Menurut Nurdjannah (2007), pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman, sedangkan daging buahnya dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi manisan, asinan, dodol, selai, anggur dan sari buah (sirup) pala. Hasil pala Indonesia mempunyai keunggulan dipasaran dunia karena memiliki aroma yang khas dan memiliki rendaman minyak yang tinggi. Hanya sekitar 40 % kebutuhan pala dunia dipenuhi dari Granada, India dan beberapa negara penghasil pala lainya sedangkan 60 % kebutuhan pala dunia dipenuhi Indonesia, yakni berupa biji pala dan selaput biji (fuli) kering yang dapat menghasilkan devisa cukup besar (Deptan 2009). 1

17 Di Indonesia pala diolah oleh industri rempah-rempah yang mengolah pala menjadi komoditas ekspor, seperti minyak, dan industri makanan yang mengolah pala menjadi produk siap konsumsi, seperti manisan. Dengan adanya targetan yang berbeda membuat teknologi dari penanganan pascapanen dari buah pala pun menjadi berbeda. Pada proses pascapanen dengan tujuan untuk memperoleh minyaknya, biasanya buah pala dibelah untuk memisahkan daging buah, salut, dan biji karena kandungan minyak yang dimiliki tiap bagian berbeda-beda. Bijinya dikumpulkan dan direndam dalam air tawar, sebelum diproses untuk mendapatkan minyaknya. Selain memudahkan dalam proses selanjutnya, perlakuan perendaman ini juga dapat memperlambat pembusukan karena getah yang menempel pada biji terbilas oleh air yang digunakan sebagai perendam. Daging buah, salut dan biji juga biasanya dipisahkan karena nilai ekonomis dari masing-masing bagian berbeda sehingga lebih menguntungkan jika dijual secara terpisah. Oleh karena itu tidak ada bagian dari buah pala yang terbuang untuk tujuan tersebut. Berbeda halnya dengan penanganan pascapanen dengan tujuan untuk dijadikan manisan. Bagian yang dibutuhkan hanya daging buahnya saja sehingga ada limbah yang terbentuk, yaitu biji dan salutnya. Namun demikian, limbah biji pala ini masih dapat diolah untuk menghasilkan minyak pala, yang memberikan penghasilan tambahan bagi pengolah (produsen) manisan pala. Dalam pengolahan buah pala untuk dijadikan manisan, buah pala direndam dalam air garam, sebelum dikupas. Dalam industri manisan pala, perendaman buah pala dalam air garam bertujuan untuk mencegah terjadinya proses pencoklatan sehingga daging buahnya berwarna putih ketika dikupas atau dibelah. Berdasarkan dua proses penanganan buah dan biji yang berbeda tersebut, disinyalir akan menghasilkan minyak pala yang berbeda baik kualitas maupun rendemennya karena pada penanganan tersebut juga dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan dalam meminimalkan lama proses yang dibutuhkan. Namun demikian, pengaruh perlakuan perendaman yang berbeda terhadap mutu dan rendemen minyak pala ini belum pernah diuji dan diteliti. berdasarkan hasil pendataan dari Deperindag (Perindustrian dan Perdagangan) Kabupaten Bogor pada tahun 2001, jumlah industri kecil manisan pala di Kabupaten Bogor Tahun 1998 berjumlah 73 unit usaha dengan kapasitas produksi mencapai ton per tahun (Tabel 1) (SIPUK 2007). Selain itu, perkembangan volume ekspor pala dari Indonesia terlihat meningkat sejak tahun 1996 hingga tahun 2006 dengan bentuk ekspor pala, yaitu biji pala dan selaput biji (fuli) kering, serta minyak pala (Deptan 2009). Kecamatan Tabel 1.Jumlah Industri Kecil Manisan Pala Di Kabupaten Bogor Tahun 1998 Desa Unit Usaha Tenaga Kerja Investasi (Rp 000) Ton Produksi Nilai Rp 000 Bahan Baku Nilai Rp 000 Ciomas Sukalayu , , ,500 Ciomas Tamansari , ,350, ,500 Dramaga Dramaga , ,492,800 2,620,800 Jumlah ,100 1,079 6,472,800 3,775,800 Sumber: Deperindag Kabupaten Bogor

18 Dengan tingkat persaingan yang tinggi dalam industri olahan pala menyebabkan pasokan buah pala di tingkat produsen semakin menurun sehingga menyebabkan para produsen melakukan penyimpanan sebelum proses penyulingan. Proses penyulingan dalam skala industri menengah membutuhkan bahan baku yang cukup banyak. Kapasitas per satu kali suling membutuhkan maksimal 400 kg biji pala kering, sehingga biasanya para tengkulak melakukan penyimpanan sampai pasokan bahan baku untuk penyulingan memenuhi kapasitas penyulingan. Apabila penyulingan dilakukan dengan kapasitas terlalu kecil maka biaya penyulingan terhitung lebih mahal sehingga keuntungan yang didapatkan kecil. Akan tetapi proses penyimpanan disinyalir dapat mempengaruhi bobot biji pala yang berdampak pada rendemen minyak pala yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan komposisi kimia dari minyak pala sebagian besar adalah minyak atsiri yang memiliki sifat mudah menguap. Oleh karena itu, maka dibutuhkan penyimpanan yang optimal agar tidak menimbulkan kerugian akibat adanya penurunan rendemen dan kualitas minyak pala. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengaji pengaruh dari beberapa perlakuan perendaman dan lama penyimpanan biji pala terhadap susut bobot biji pala selama penyimpanan, rendemen minyak pala, dan kualitas minyak pala dengan mengacu pada standar nasional. 3

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pala (Myristica fragrans HOUTT) Pala (Myristica fragrans HOUTT) merupakan tanaman buah asli Indonesia, yang awalnya banyak ditemukan di Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke Pulau Jawa, pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai Pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai Sumatera. Hasil tanaman pala yang biasa dimanfaatkan adalah buah pala. Buah pala terdiri dari daging buah (77.8 %), fuli (4 %), tempurung (5.1 %) dan biji (13.1 %) (SIPUK 2007). Buah pala (dapat dilihat pada Gambar 1) berwarna kuning hijau, bertekstur keras, bergaris tengah antara 3-9 cm. Buah untuk keperluan rempah biasa dipetik pada umur 9 bulan sejak mulai persarian bunga. Buahnya berbentuk peer, lebar, ujungnya meruncing, kulitnya licin, berdaging dan cukup banyak mengandung air. Jika sudah masak petik warnanya kuning pucat dan membelah dua, kemudian jatuh. Daging buahnya/pericarp tebal dan rasanya asam. Biji pala tunggal, berkeping dua, dilindungi oleh tempurung, walaupun tidak tebal tapi cukup keras. Bentuk biji bulat telur hingga lonjong, panjangnya berkisar antara cm dengan lebar cm, mempunyai tempurung berwarna coklat tua dan licin permukaannya bila sudah cukup tua dan kering. Namun bila buah masih muda atau setengah tua, setelah dikeringkan warnanya menjadi coklat muda di bagian bawah dan coklat tua di bagian atasnya dengan permukaan yang keriput dan beralur. Biji dan fuli yang berasal dari buah yang cukup tua dimanfaatkan sebagai rempah, sedangkan yang berasal dari buah yang muda dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala karena kandungan minyak atsirinya yang jauh lebih tinggi daripada biji yang berasal dari buah yang tua. Pada buah muda (umur 4 5 bulan) kadar minyak atsiri berkisar antara 8 17 % atau rata-rata 12 % (Rismunandar 1990). Pemanenan dapat dilakukan dengan menggunakan galah atau menunggu sampai jatuh. Pada Gambar 2, dapat dilihat komponen bagian-bagian buah pala. Gambar 1. Buah pala (Myristica fragrans HOUTT) Sumber:

20 Biji pala Daging buah Fuli/salut Gambar 2. Komponen dari buah pala Sumber: Susunan komponen buah pala dari yang paling luar ke dalam, yaitu terdiri dari daging buah, yang kemudian tersusun atas bijinya yang berkulit tipis agak keras berwarna hitam kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya putih, bila dikeringkan menjadi kecokelatan gelap dengan aroma khas (Nurdjannah 2007). Menurut Hadad et al. (2006), tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang nyata. Meskipun terdapat bulanbulan kering, tetapi bulan kering tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurangkurangnya ± 100 mm. Daerah-daerah pengusahaan tanaman pala memiliki fluktuasi suhu yang berbeda, yaitu berkisar antara o C. Tanaman pala sangat peka terhadap angin kencang karena tanaman ini tidak sesuai diusahakan pada areal yang terbuka tanpa pelindung atau penahan angin. Tanaman pala memerlukan tanah yang subur dan gembur, terutama tanah-tanah vulkanis, miring atau memiliki pembuangan air yang baik. Keadaan tanah dengan reaksi sedang sampai netral (ph 5.5-7) merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum. Pohon pala memiliki tinggi m, mahkota pohonnya meruncing, berbentuk piramidal (kerucut), lonjong (silindris), dan bulat dengan percabangan relatif teratur. Dedaunan yang rapat dengan letak daun yang berselang-seling secara teratur. Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap, panjang 5-14 cm dengan lebar 3-7 cm, tangkai daun cm panjangnya. Cara pembungaannya unisexual-dioecious. Buah pala adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Biji dan fuli pala (selaput biji) digunakan sebagai sumber rempah-rempah, sedangkan daging buah pala sering diolah menjadi berbagai produk pangan seperti manisan, sirup, jam, jeli, dan chutney. Minyak biji pala terutama digunakan dalam industri flavor (penambah cita rasa) makanan dan dalam jumlah kecil digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik (Leung 1980 dalam Nurdjannah dan Winarti 2005). 5

21 B. Minyak Pala Minyak pala adalah minyak yang dihasilkan dari hasil penyulingan biji pala. Berdasarkan SNI , biji pala memiliki persyaratan mutu yang disajikan pada Tabel 2. Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan minyak pala adalah biji muda karena kandungan minyak pala yang lebih tinggi (Nurdjanah et al. 1990). Menurut Bustaman (2008), kandungan minyak biji tua dengan umur panen 7 bulan berkisar %. Biji pala muda, umur panen 3-5 bulan, mengandung minyak lebih banyak dibanding biji tua dengan umur panen lebih dari 7 bulan. Rata-rata kadar minyak pala Banda muda adalah 13.07%. Oleh karena itu, minyak pala di Indonesia biasanya disuling dari biji pala yang berumur 4-5 bulan (Sumangat et al. 1990). Komponen kimia yang terkandung dalam minyak pala dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu biji pala (SNI ) No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Kadar air (b/b) % Maks Biji berkapang (b/b) % Maks. 8 3 Serangga utuh mati Ekor Maks. 4 4 Kotoran mamalia Mg/lbs Maks. 0 5 Kotoran binatang lain Mg/lbs Maks Benda asing (b/b) % Maks Tabel 3. Komposisi kimia buah pala Komponen Biji Fuli Daging Air (%) Protein (%) Lemak (%) Minyak atsiri (%) tad Ekstrak alkohol (%) tad Pati (%) Serat kasar (%) tad Abu (%) tad Vitamin A (IU) - tad 29.5 Vitamin C (mg/100 g) - tad 22.0 Vitamin B1 (mg/100 g) 0.2 tad sedikit Ca (mg/100 g) 120 tad 32.0 P (mg/100 g) 240 tad 24.0 Fe (mg/100 g) 4.6 tad 1.5 Sumber: Rismunandar (1990) Keterangan: tad: tidak ada data, (-): tidak ada atau kecil sekali Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk 6

22 pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, sulingan minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama di hidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat). Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan campurannya dapat menghasilkan rasa yang berbeda (Sumangat et al. 1990). Kandungan minyak atsiri pala sekitar 5-15 % yang meliputi pinen, sabinen, kamfen, miristicin, elemisin, isoelemisin, eugenol, isoeugenol, metoksieugenol, safrol, dimerik polipropanoat, lignan, dan neolignan (Jansen dan Laeckman 1990 dalam Sonavane et al. 2001). Eugenol merupakan komponen utama yang bersifat menghambat peroksidasi lemak dan meningkatkan aktivitas enzim seperti dismutase superoksidase, katalase, glutation peroksidase, glutamin transferase, dan glukose- 6-fosfat dehidrogenase (Kumaravelu et al dalam Nurdjannah dan Winarti 2005). Ekstrak kloroform pala juga mempunyai aktivitas antidiare dengan meningkatkan kandungan ion-ion Na dan Cl dalam jaringan, sedangkan ekstrak petroleum eter buah pala mempunyai aktivitas antibakteri terhadap beberapa spesies Shigela dan E. coli (Wessinger et al dalam Sonavane et al. 2001). Senyawa myristin, elemecin, dan safrol tergolong sebagai ether aromatic yang mempunyai sifat psikotropik yang dapat menyebabkan halusinasi dan perasaan mengantuk terutama jika dikonsumsi dalam jumlah banyak. Mengkonsumsi serbuk biji pala atau minyak pala sebanyak 20 gram secara langsung dapat menyebabkan keracunan dengan gejala muntah, pusing, rongga mulut kering (Purseglove et al. 1981). Mutu minyak pala baik tinggi ataupun rendah, ditentukan oleh ciri-ciri fisik dan kimiawinya. Ciri fisik dari minyak pala yang dijadikan ukuran penentuan mutu minyak pala adalah bobot jenis, putaran optik, indeks bias, kelarutan dalam alkohol, dan sisa penguapan. Sedangkan ciri kimiawinya adalah kandungan myristicin dalam senyawa aromatik, dan kandungan alkohol dalam senyawa terpen (Azmi 1991). Pada Tabel 4 dapat dilihat sifat fisik senyawa-senyawa utama minyak pala. Senyawa Tabel 4. Sifat fisik senyawa-senyawa utama minyak pala Berat molekul (g/mol) Bobot jenis 20 oc Indeks bias (20 oc) Titik didih 15 mmhg (oc) α Pinen Kamfen Limonen Dipenten p Simen α Terpineol Safrol Geraniol Eugenol Asam miristat Sumber: Guenther (1952) dalam Joharza (2002) 7

23 Untuk mendukung kegiatan industri dalam ekspor minyak pala, maka dibutuhkan penetapan standar mutu. Berikut disajikan syarat mutu minyak pala berdasarkan SNI pada Tabel 5. Tabel 5. Syarat mutu minyak pala (SNI ) No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan Warna - Tidak berwarna kuning pucat 1.2 Bau - Khas minyak pala 2 Bobot jenis 20 o C/20 o C Indeks bias (nd20) Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu 20 o C - 1:3 jernih, seterusnya jernih 5 Putaran optic - (+) 8 o - (+)25 o 6 Sisa penguapan % maksimum Miristisin % Minimum 10 C. Penanganan Buah Pala Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5-6 tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat dan meningkat terus hingga mencapai optimum pada umur ratarata 25 tahun. Produksi optimum ini bertahan hingga tanaman pala berumur tahun. Lambat laun produksinya menurun hingga mencapai umur 100 tahun atau lebih, bila tidak ada aral melintang (Rismunandar 1990). Dalam setahun, tanaman pala dapat di petik dua kali, yang setiap daerah biasanya waktunya tidak sama. Umumnya buah pala dipanen setelah cukup tua, yang ditandai dengan merekahnya buah, umurnya ± 6 bulan sejak berbunga. Menurut Nurdjannah (2007), biji pala terdiri dari dua bagian utama, yaitu % minyak dan % bahan padat termasuk selulosa. Minyak terdiri atas dua jenis, yaitu minyak atsiri (essential oil) sebanyak 5-15 % dari berat biji keseluruhan, dan lemak (fixed oil) yang disebut nutmeg butter sebanyak % dari berat biji. Perbedaan komponen tersebut bervariasi tergantung pada letak geografis dan tempat tumbuhnya maupun jenis (varietas) dari tanaman tersebut. Pada prinsipnya, minyak atsiri dalam biji pala terbentuk lebih dahulu daripada lemaknya sehingga untuk tujuan penyulingan minyak atsiri, buah pala harus dipanen pada umur 4-5 bulan yang dicirikan oleh warna fuli masih keputih-putihan, tempurung berwarna putih kecoklatan dan daging buahnya masih lunak (Somaatmadja 1981 dalam Sumangat et al. 1990). Menurut Sutarno et al. (1995), buah muda dengan tingkat kemasakan 20 minggu dicirikan oleh warna kulit buah hijau, biji lunak berwarna putih, warna fuli putih dan masih melekat pada biji dengan kadar minyak atsiri per 100 mg bahan kering sebesar 10 %. Pada tingkat kemasakan 22 minggu (buah pra-tua) yang dicirikan oleh kulit buah hijau, biji sudah keras berwarna putih kehitaman dengan fuli berwarna merah muda dan mudah lepas, kadar minyak atsiri dari biji % sedangkan dari fulinya %. Berdasarkan kriteria itu, buah pala 22 minggu akan menghasilkan kadar minyak atsiri optimal, baik dari bijinya maupun fulinya. Pada buah pala tua (24 minggu), kadar minyak fuli % sedangkan bijinya 5.0 %. 8

24 Pala yang khusus disuling minyaknya, buahnya dipetik atau dipungut saat masih muda. Cara pemetikannya bisa dengan galah yang ujungnya diberi keranjang, atau langsung memanjat pohon untuk memungut dan memilih buah yang betul-betul tua. Buah yang telah dipetik, segera diperlakukan sesuai keperluannya, hal ini untuk menghindari serangan hama dan penyakit (Deptan 1986). Alur proses penanganan pasca panen buah pala dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Gambar 3. Skema pengolahan buah pala (Rismunandar 1990) 9

25 Gambar 4. Skema hasil olahan bagian-bagian buah pala (Rismunandar 1990) Penjemuran biji pala dapat dilakukan dengan menggunakan panas matahari atau dengan cara pengasapan di rumah asap, dengan suhu ruangan o C terus-menerus selama hari sampai kadar air 8-10 %. Menurut McGaw (1979), pengeringan biji pala secara komersial, disarankan pada suhu 40 o C selama 8-9 hari. Di Grenada, biji pala dihamparkan di atas rak-rak bersusun dengan ketebalan 5 cm dan kemudian dikering-anginkan di dalam ruangan terbuka selama 7-8 minggu sehingga tercapai kadar air kurang lebih 8 % (Purseglove et al. 1981). Apabila suhu yang diberikan > 45 o C maka akan diperoleh biji pala yang berkualitas rendah yang disebabkan oleh mencairnya kandungan lemak, biji keriput dan berbentuk remah dan aroma biji akan banyak berkurang. Selain itu juga apabila pengeringan terjadi terlalu cepat dengan panas yang tinggi dapat mengakibatkan biji pala pecah. Sedangkan untuk pengeringan fuli lebih sederhana. Fuli disebar diatas tampan dan dijemur di bawah sinar matahari sampai mencapai kadar air % (Deptan 1986). Dengan pengeringan seperti itu dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan berkualitas tinggi sehingga nilai ekonomisnya pun tinggi pula (Rismunandar 1990). Biji pala dan fuli yang telah kering, biasanya disimpan dalam karung. Untuk tetap menjaga kualitas dari biji pala yang disimpan maka biji pala yang telah kering harus memiliki mutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan karena pada kadar air 8-10 %, kehidupan serangga dan patogen gudang dapat dihambat, dengan suhu kamar (25-30 o C) dan kelembaban % (Marsetio 2008). 10

26 Rendemen dan mutu minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pra panen dan pasca panen. Faktor prapanen meliputi jenis (varietas) tanaman, cara budidaya, waktu, dan cara panen. Faktor pascapanen meliputi cara penanganan bahan, cara penyulingan, pengemasan, dan transportasi (Nurdjannah 2007). D. Penyulingan Minyak Penyulingan adalah proses pemisahan komponen-komponen campuran dari dua jenis atau lebih cairan berdasarkan perbedaan titik didih dan titik embun masing-masing komponennya dengan menggunakan uap air sebagai medium penguapannya. Pada awal penyulingan, komponen yang bertitik didih rendah akan tersuling lebih dahulu dan disusul oleh komponen yang bertitik didih lebih tinggi (Asyik 2005). Metode penyulingan minyak atsiri menurut Ketaren (1985) terdapat 3 macam sistem penyulingan, yaitu penyulingan dengan sistem air (water distillation), air dan uap (water and steam distillation), serta uap (steam distillation). Penyulingan dengan metode air, bahan yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air ataupun terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Menurut Asyik (2005), cara penyulingan dengan sistem ini adalah dengan memasukkan bahan baku, baik yang sudah dilayukan, kering ataupun bahan basah ke dalam ketel penyuling yang telah berisi air kemudian dipanaskan. Air dapat dipanaskan dengan menggunakan api langsung atau uap dalam mantel atau dalam spiral tertutup. Uap yang keluar dari ketel dialirkan dengan pipa yang dihubungkan dengan kondensor. Uap yang merupakan campuran uap air dan minyak akan terkondensasi menjadi cair dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya cairan minyak dan air tersebut dipisahkan dengan separator pemisah minyak untuk diambil minyaknya saja. Gambar alat penyulingan dengan air dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Penyulingan dengan metode air (Ketaren 1985). 11

27 Beberapa jenis bahan harus disuling dengan metode ini, karena bahan harus tercelup dan dapat bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling dengan metode uap langsung, bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan. Sistem ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain prosesnya sederhana dan dapat mengekstraksi minyak dari bahan yang berbentuk bubuk (akar, kulit, kayu) dan bunga-bungaan yang mudah membentuk gumpalan jika kena panas. Kelemahan penyulingan air adalah pengekstraksian minyak atsiri tidak dapat berlangsung sempurna, komponen minyak yang dihasilkan tidak lengkap karena komponen minyak yang bertitik didih tinggi, seperti sinamil alkohol, benzil alkohol dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna. Selain itu beberapa jenis ester misalnya linalil asetat akan terhidrolisa sebagian. Penyulingan air memerlukan ketel suling yang lebih besar, ruangan yang lebih luas, dan jumlah bahan bakar yang lebih besar (Sitorus 2005) Menurut Asyik (2005), penyulingan dengan metode air dan uap atau yang dikenal dengan metode kukus membutuhkan rak-rak atau saringan berlubang untuk tempat bahan, dan ketel suling yang berisi air. Ketel suling terletak beberapa cm di bawah saringan dan digunakan untuk menguapkan air. Uap yang terbentuk akan selalu dalam keadaan jenuh dan tidak terlalu panas (dapat dilihat pada Gambar 6). Jadi kontak bahan yang disuling hanya terjadi dengan uap saja. Sebelum disuling, bahan digiling terlebih dahulu agar lebih mudah dalam pengeluaran minyak. Waktu yang dibutuhkan 8-10 jam. Menurut Guenther (1952) dalam Purseglove et al. (1981), penyulingan biji pala yang terbaik ialah dengan penyulingan uap pada tekanan rendah atau kukus selama 10 jam. Gambar 6. Penyulingan dengan metode air-uap (Ketaren 1985) Keuntungan menggunakan sistem penyulingan air dan uap adalah uap berpenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan, dan suhu dapat dipertahankan 100 o C. Lama penyulingan relatif singkat, rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik dibandigkan dengan minyak hasil penyulingan air, dan bahan yang disuling tidak dapat hangus. Selain itu sistem ini lebih efisien karena jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih kecil. 12

28 Kelemahan sistem ini adalah karena jumlah uap yang dibutuhkan cukup besar dan waktu penyulingan lebih lama. Dalam proses ini sejumlah besar uap akan mengembun dalam jaringan tanaman, sehingga bahan bertambah basah, dan mengalami aglutinasi. Pada sistem penyulingan dengan uap, air dalam boiler digunakan sebagai sumber uap panas, dimana letaknya terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Penyulingan dengan sistem ini sebaiknya dimulai dengan tekanan uap yang rendah (± 1 atm) kemudian secara berangsur-angsur tekanan uap dapat dinaikkan menjadi ± 3 atm. Jika penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi pada tahap permulaan maka akan menyebabkan dekomposisi komponen kimia dalam minyak. Sistem penyulingan uap baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari bahan yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi. Sistem penyulingan ini tidak baik dilakukan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri yang mudah rusak oleh panas dan air. Minyak yang dihasilkan dengan cara penyulingan ini, baunya akan sedikit berubah dari bau asli alamiah, terutama minyak atsiri yang berasal dari bunga. Penyulingan biji pala dan fuli dapat dilakukan dengan sistem uap bertekanan rendah atau secara dikukus. Untuk tingkat pengrajin, penyulingan secara dikukus lebih memungkinkan karena investasinya lebih murah. 13

29 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Ciherangpondok, Caringin-Bogor, Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian; Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB, serta Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO), Cimanggu, Bogor. Penelitian dilakukan selama 6 bulan mulai bulan Februari hingga Juli B. Bahan Dan Alat B.1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah buah pala banda (Myristica fragrans HOUTT) dengan ciri-ciri buahnya bulat, bijinya besar, dan fulinya tebal. Buah pala diperoleh dari petani pala di Desa Ciherangpondok, Caringin-Bogor. Buah pala yang digunakan sebagai sample memiliki tingkat kematangan dengan umur panen 3-6 bulan (lihat pada Gambar 7), berdiameter cm, dengan bobot buah gram. Bahan-bahan penunjang yang digunakan, antara lain: air tawar (ph 6.4), dan garam dapur (NaCl), kantung plastik (PVC), gas elpiji 12 kg, etanol, dietil eter, air suling, aquades, larutan sukrosa anhidrat murni konsentrasi g sukrosa per 100 ml air, etanol 90 %, dan larutan pembanding (0.5 ml larutan perak nitrat 0.1 N ke dalam 50 ml larutan natrium khlorida N dan dikocok. Tambahkan satu tetes asam nitrat encer 25 %). Gambar 7. Buah pala dengan tingkat kematangan 3-6 bulan B. 2. Alat-Alat Alat-alat yang digunakan antara lain, yaitu drum plastik, pisau, ember penampung biji pala, alat penyaring, penyosoh salut biji pala, tampah anyaman bambu, unit destilasi, mesin penggiling biji (50 Watt), labu florentine, kompor, botol penampung minyak atsiri, piknometer, penangas air, refraktometer, cahaya natrium/lampu/alat lain yang menghasilkan sinar monokhromatik dengan panjang gelombang ± 0.3 nm, polarimeter, tabung polarimeter yang berukuran 100 mm ± 0.05 nm. 14

30 Adapun alat ukur (instrumen) yang digunakan, antara lain: jangka sorong, timbangan digital, oven, cawan, gelas ukur, gelas ukur tertutup 10 ml atau 25 ml, neraca analitik, termometer C. Metode Pengujian 1. Penelitian Pengaruh Perlakuan Perendaman Dalam penanganan pascapanen buah dan biji pala diberikan tiga tingkat perlakuan, yaitu tanpa perendaman, direndam dalam air tawar, dan direndam dalam air garam dan masing-masing sebanyak tiga kali ulangan dengan tiap ulangannya menggunakan biji pala dengan berat 5 kg. Perlakuan tersebut dilakukan karena adanya perbedaan teknologi dalam proses penanganan pascapanen buah pala ditingkat industri rempah dan manisan. Selain itu juga fungsi dari perendaman air tawar yang dapat mencegah terjadinya pembusukan dan air garan untuk mencegah proses browning pada buah pala. 2. Penelitian Pengaruh Lama Penyimpanan Setelah biji pala dikeringkan sesuai dengan kadar air yang diharapkan, biji pala disimpan dalam kantung plastik (PVC) yang telah diberi kode pada ruangan berventilasi, dengan suhu ruang o C dan RH %. Terdapat tiga tingkat perlakuan untuk lama penyimpanan, yaitu: 1) Lama penyimpanan selama 1 minggu, 2) Lama penyimpanan selama 2 minggu, dan 3) Lama penyimpanan selama 3 minggu. Hal tersebut didasarkan pada jumlah pasokan yang didapat para tengkulak dengan tingkat persaingan yang tinggi sehingga dalam memenuhi kebutuhan kapasitas penyulingan yang besar diperlukan proses penyimpanan terlebih dahulu. Pada ketiga perlakuan penyimpanan tersebut dilakukan juga pada kondisi dari ketiga jenis perlakuan perendaman dengan ulangan sebanyak 3 kali, sehingga jumlah sample dari total perlakuan ini adalah 27 sample, di mana terdapat 9 buah sample dari tiap perlakuan perendaman yang diberikan. 3. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan perlakuan yaitu perendaman dan lama penyimpanan. Terdapat tiga taraf dari masing-masing perlakuan, untuk perendaman, antara lain: tanpa perendaman, perendaman dalam air tawar, dan perendaman dalam air garam, sedangkan untuk lama penyimpanan, yaitu 1 minggu, 2 minggu, dan 3 minggu. Model umum rancangan percobaan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Cijk (1) 15

31 Dalam hal ini : Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan perendaman taraf ke- i dan lama penyimpanan taraf ke-j pada ulangan ke- k µ = nilai rataan umum Ai = pengaruh perlakuan perendaman pada taraf ke- i Bi = pengaruh perlakuan lama penyimpanan pada taraf ke- j ABij = interaksi pengaruh perendaman dengan air taraf ke- i dan perlakuan lama penyimpanan taraf ke- j Cijk = galat percobaan i = perendaman j = lama penyimpanan k = ulangan Analisis data statistik dari rancangan percobaan tersebut pada taraf alpha 5 % dilakukan dengan menggunakan software SPSS D. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan: 1) penanganan pascapanen buah dan biji pala, 2) penyulingan biji pala, dan 3) pengujian mutu minyak pala. 1. Penanganan pascapanen buah dan biji pala Dalam penanganan pascapanen buah dan biji pala dilakukan 3 jenis perlakuan, yaitu: 1) Tanpa perendaman 2) Perendaman biji pala dalam air tawar 3) Perendaman buah pala dalam air garam Adapun proses penanganan dari 3 perlakuan tersebut dijelaskan pada diagram alir proses seperti pada Gambar 9. Berdasarkan dari ketiga perlakuan yang diberikan yang membedakan adalah proses pemisahan daging dan biji pala serta penempatan proses perendaman yang terjadi. Pada perlakuan 1 dan 2, proses pemisahan daging dan biji pala dilakukan sebelum proses perendaman terjadi, sedangkan untuk perlakuan 3, proses pemisahan terjadi setelah proses perendaman dilakukan. Pemisahan daging dan biji pala dilakukan dengan cara membelah buah pala dengan menggunakan pisau sampai batas antara daging dengan buah. Pembelahan biasanya dilakukan pada tanda bergaris yang terdapat pada buah pala sehingga memudahkan proses pembelahan. Daging dan biji pala yang telah dipisahkan kemudian ditempatkan pada suatu wadah terpisah. Untuk perlakuan 1, biji pala dapat langsung memasuki tahap proses pemisahan biji dengan salutnya, sedangkan perlakuan 2, biji pala dimasukkan dalam drum plastik dan direndam dalam air tawar selama 24 jam. Untuk ketiga perlakuan tersebut membutuhkan sample dengan berat masing-masing 5 kg, dengan jumlah ulangan sebanyak 3 kali. Pada perlakuan 3, sebelum daging dan biji pala dipisahkan dilakukan proses perendaman terlebih dahulu selama 24 jam dalam larutan garam dengan konsentrasi garam sebesar 0.25 % (bobot/volume). Untuk merendam 100 kg buah pala dibutuhkan air sebanyak 100 liter dan garam 250 gram. Dalam industri manisan pala, perendaman buah pala dalam 16

32 larutan garam bertujuan untuk mencegah terjadinya proses pencoklatan sehingga daging buahnya berwarna putih ketika dibelah. Setelah proses perendaman selesai maka dilakukan proses penirisan terlebih dahulu sebelum memasuki tahapan selanjutnya. Proses penirisan dibantu dengan menggunakan saringan. Proses pemisahan salut dengan bijinya untuk perlakuan 1 dan 2 biasanya dilakukan secara manual, yaitu dengan menggunakan pisau, sedangkan untuk perlakuan 3, pemisahan dapat dilakukan dengan bantuan alat penyosoh (lihat Gambar 8). Hal ini dikarenakan biji pala hasil perendaman dengan air tawar, kondisi salut pada biji pala dalam keadaan mengembang sehingga lebih mudah dipisahkan dibandingkan biji pala dari perlakuan 1 dan 3. Gambar 8. Alat penyosoh salut biji pala Setelah biji dan salutnya terpisah, biji pala dikeringkan dengan menggunakan panas matahari dengan suhu o C. Biji pala dikeringkan pada tampah yang terbuat dari anyaman bambu, di mana untuk satu tampah digunakan untuk menampung satu sample dengan berat 5 kg dari setiap perlakuan. Sehingga untuk ketiga perlakuan tersebut membutuhkan 9 buah tampah degan berat total 45 kg. Proses pengeringan dilakukan selama 7 hari untuk cuaca baik, sedangkan untuk cuaca buruk dapat mencapai 14 hari. Pengeringan dilakukan sampai kadar air maksimal 10 % basis basah. 17

33 Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III Buah Pala Perendaman buah pala dalam air garam Penirisan Pemisahan daging dan biji pala Pemisahan daging dan biji pala Pemisahan daging dan biji pala Cangkang Perendaman biji pala dalam air tawar Cangkang Penirisan Pemisahan biji dan salut Pemisahan biji dan salut Pemisahan biji dan salut Salut Pengeringan Salut Pengeringan Salut Pengeringan Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan (1 minggu, 2 minggu, dan 3 minggu) (1 minggu, 2 minggu, dan 3 minggu) (1 minggu, 2 minggu, dan 3 minggu) Penyulingan Penyulingan Penyulingan Uji Mutu Minyak Atsiri Biji Pala Uji Mutu Minyak Atsiri Biji Pala Uji Mutu Minyak Atsiri Biji Pala Gambar 9. Prosedur proses penanganan dari 3 perlakuan yang diberikan 18

34 2. Penyulingan Menurut Purseglove et al. (1981), penyulingan biji pala terbaik ialah dengan penyulingan pada tekanan rendah atau dikukus selama 10 jam. Penyulingan pada suhu dan tekanan tinggi akan menurunkan mutu minyak karena akan terkontaminasi asam miristic yang berasal dari lemak pala. Oleh karena itu, metode penyulingan yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode kukus. Sebelum disuling, biji pala kering digiling terlebih dahulu dengan menggunakan mesin penggiling biji. Biji pala yang telah digiling kemudian dimasukkan ke dalam tangki penyulingan yang sebelumnya telah dipasang penyaring. Air dan minyak yang dihasilkan ditampung dalam labu florentine setelah proses pendinginan pada kondensor. Untuk menjaga agar minyak tidak terkontaminasi dari bahan kimia lainnya, maka minyak tersebut disimpan dalam botol dan diberi kode sample untuk memudahkan dalam proses selanjutnya. Penyulingan dilakukan selama 10 jam untuk setiap sample. Peralatan penyulingan disajikan pada Lampiran Pengujian mutu minyak pala Proses yang terakhir dari penelitian ini, yaitu pengujian mutu minyak dari biji pala. Parameter yang diujikan dalam pengujian ini, antara lain: bobot jenis 20 o C/20 o C (berat minyak/berat air pada suhu 20 o C), indeks bias 20 o C, putaran optik, dan kelarutan dalam alkohol 90 %. Prosedur pengujian berdasarkan pada SNI E. Parameter Yang Diukur/Diamati 1. Kadar air sebelum proses pengeringan dan kadar air setelah pengeringan a. Kadar air sebelum proses pengeringan Proses pengukuran kadar air sebelum proses pengeringan dilakukan untuk mengetahui kadar air biji pala sehingga dapat memperkirakan massa biji pala dengan kadar air maksimal 10 % basis basah. Kadar air diukur dengan menggunakan metode gravimetrik (penimbangan bahan sebelum dan setelah pengeringan dengan oven), untuk lebih jelas dapat lihat Lampiran 19. Pengukuran ini dilakukan setelah proses pemisahan biji dengan salutnya. Cawan dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven pada suhu 105 C, lalu didinginkan dalam eksikator dan kemudian massanya ditimbang (Wx). Sampel ditimbang sebanyak 5 gram (Wy), dimasukkan ke dalam botol timbang, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 48 jam pada suhu 105 C, lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali. Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga dicapai massa konstan (Wz). Adapun rumus penentuan kadar air sebagai berikut (Shakti 2008): K a Wx Wy Wz 100% Wy (2) 19

35 Dalam hal ini: K a : kadar air basis basah (%) Wx : massa cawan kosong (g) Wy : massa bahan (g) Wz : massa cawan dan bahan setelah kering oven (g) b. Kadar air setelah pengeringan Untuk mengetahui kadar air biji pala setelah pengeringan sesuai dengan standar, yaitu 8-10 % (basis basah), maka dilakukan penentuan massa biji pala yang telah dikeringkan pada kadar air tersebut. Dengan menggunakan data kadar air sebelum pengeringan, massa biji pala sebelum pengeringan, dan massa biji pala yang telah dikeringkan, maka kadar air (basis basah) biji pala setelah pengeringan dapat dihitung. Kadar air dan massa biji pala sebelum pengeringan dapat digunakan untuk menentukan massa air biji pala sebelum dikeringkan sehingga kita dapat mengetahui massa bahan kering. Kemudian massa air biji pala yang telah dikeringkan dapat ditentukan dari massa bahan kering sehingga massa biji pala setelah pengeringan dengan kadar air 8 dan 10 % dapat dihitung pula. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan massa biji pala setelah pengeringan dengan kadar air 8 dan 10 %, adalah sebagai berikut: ma mk mbk K a Kap 100% 100% (3) m m m a bk k Dalam hal ini: K a : kadar air biji pala basis basah sebelum pengeringan (%) K ap : kadar air biji pala basis basah setelah pengeringan (%), yaitu 8 dan 10 % m a : massa air dalam biji pala (kg) m b : massa biji pala sebelum pengeringan (kg) m bk : massa bahan kering (kg) m k : massa biji pala setelah pengeringan (kg) Adanya interval massa biji pala kering dengan kadar air 8 dan 10 %, maka dapat menggunakan metode interpolasi, dimana data yang digunakan adalah massa pala kering pada kadar 8 dan 10 % serta massa biji pala kering yang akan ditentukan kadar airnya. Untuk menentukkan kadar air biji pala yang telah dikeringkan dapat menggunakan rumus sebagai berikut: K bp ( m bp m m 8 %)(10% 8%) (4) 10% m di mana: Kbp : kadar air biji pala basis basah setelah pengeringan (%) mbp : massa biji pala setelah pengeringan (kg) m 8% : massa biji pala pada kadar air 8 % (kg) m 10% : massa biji pala pada kadar air 10 % (kg) 8% 20

36 2. Susut bobot Susut bobot diukur berdasarkan persentase penurunan massa biji pala kering sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut: S b W W W % (5) di mana : S b : susut bobot (%) W 0 : bobot bahan awal penyimpanan (kg) : bobot bahan akhir setelah penyimpanan (kg) W 1 3. Rendemen minyak Biji pala kering yang siap disuling, ditimbang kembali untuk mengetahui massa bahan yang akan disuling. Lalu, minyak yang dihasilkan dari penyulingan juga ditimbang. Rendemen yang dihasilkan dihitung dengan menggunakan rumus: mm R m 100% (6) m bp di mana: R m : rendemen minyak biji pala (%) m m : massa minyak hasil penyulingan (g) m bp : massa biji pala yang disuling (g) 4. Mutu Minyak Pala a. Bobot jenis Prinsip: Metode ini didasarkan pada perbandingan antara berat minyak pada suhu yang ditentukan dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada suhu tersebut. Prosedur: Piknometer dicuci dan dibersihkan terlebih dahulu yang kemudian dibasuh dengan menggunakan etanol dan dietil eter secara berturut-turut. Setelah itu piknometer dikeringkan dengan arus udara kering lalu sisipkan tutupnya. Biarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang. Piknometer di isi dengan air suling yang telah dididihkan dan biarkan pada suhu 20 o C sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara. Celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20 o C ± 0.2 o C selama 30 menit lalu sisipkan penutupnya dan pikonometer dikeringkan. Setelah itu biarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang dengan isinya. 21

37 Sebelum piknometer diisi dengan sample minyak, piknometer yang telah digunakan untuk menimbang volume air suling terlebih dahulu dicuci dengan etanol dan dietil eter. Proses pengisian sama seperti pengisian piknometer dengan air suling, yaitu dihindarkan dari adanya gelembung-gelembung udara. Kemudian celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20 o C ± 0.2 o C selama 30 menit lalu sisipkan penutupnya dan pikonometer dikeringkan. Setelah itu biarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang dengan isinya. Untuk menghitung bobot jenis dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: di mana: Beratjenisd m : massa piknometer (gram) m2 m m m m 1 : massa piknometer berisi air suling pada 20 o C m 2 : massa piknometer berisi sample minyak pada 20 o C 1 (7) b. Indeks bias Prinsip: Metode ini didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap. Prosedur: Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan. Suhu harus dipertahankan dengan toleransi ± 0.2 o C. Sebelum minyak ditaruh didalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil. Untuk menghitung indeks bias dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: Indeksbias t n D t n 1 D ( t1 t) (8) di mana: n t 1 D : pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan t 1 t : suhu referensi 20 o C : faktor koreksi c. Putaran optik Prinsip: Metode ini didasarkan pada pengukuran sudut bidang dari sinar terpolarisasi yang diputar oleh lapisan minyak yang tebalnya 10 cm pada suhu tertentu. 22

38 Prosedur: Lampu dinyalakan sampai diperoleh kilauan penuh. Kemudian tabung polarimeter di isi dengan sample minyak yang sebelumnya telah ditentukan. Usahakan agar tidak terdapat gelembung-gelembung udara dalam tabung. Kemudian tabung ditaruh didalam polarimeter lalu baca putaran optik dekstro (+) atau levo (-) dari minyak pada skala yang terdapat pada alat. Dengan menggunakan termometer yang disisipkan pada lubang di tengah-tengah, suhu minyak dalam tabung dapat diperiksa. Suhu minyak dalam tabung harus 20 o C ± 1 o C. Catatlah rata-rata dari sedikitnya tiga kali pembacaan, masing-masing pembacaan tidak boleh lebih dari 0.08 o. Putaran optik harus dinyatakan dalam derajat lingkar sampai mendekati 0.01 o. Putaran optik dekstro harus diberi tanda positif (+) dan putaran optik levo harus diberi tanda negatif (-). d. Kelarutan dalam alkohol 90 % Prinsip: Metode ini didasarkan ada kelarutan dalam etanol. Prosedur: Sample minyak sebanyak 1 ml ditempatkan dalam gelas ukur berukuran 10 ml atau 25 ml. Kemudian tambahkan setetes demi setetes etanol 90 %dari kekuatan yang sesuai untuk minyak yang sedang diuji dan dikocok sampai diperoleh suatu larutan bening pada suhu 20 o C. Apabila larutan tersebut tidak bening, bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembanding melalui cairan yang sama tebalnya. Setelah minyak tersebut larut tambahkan etanol berlebih, karena beberapa minyak tertentu mengendap pada penambahan etanol lebih lanjut. 23

39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan untuk diversifikasi produk sesuai permintaan pasar. Proses penanganan segar buah pala secara umum, yaitu pemisahan daging dengan biji pala, pemisahan salut dari biji pala, dan pengeringan. Proses penanganan buah pala untuk industri manisan pala biasanya diawali dengan proses perendaman buah pala dalam air garam 0.25 % (bobot/volume), dimana dalam 100 kg buah pala dibutuhkan air sebanyak 100 liter dan garam 250 gram. Perendaman dalam air garam berfungsi untuk mencegah terjadinya proses pencoklatan sehingga buah pala yang dihasilkan berwarna putih. Setelah itu, buah pala dipisahkan antara daging dan bijinya. Bagian yang dibutuhkan hanya daging buahnya sehingga dihasilkan limbah berupa biji dan salut. Namun demikian, limbah biji pala ini masih dapat diolah menjadi minyak pala sebagai penghasilan tambahan bagi produsen manisan pala. Dalam industri minyak atsiri dan rempah-rempah, biasanya buah pala langsung dipisahkan antara daging buah dan bijinya. Setelah itu, bijinya dikumpulkan dan direndam dalam air tawar, sebelum diproses menjadi minyak pala. Perendaman tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam proses penanganan pascapanen selanjutnya, serta memperlambat pembusukan dan dapat membersihkan biji dari getah yang dihasilkan dari proses pemisahan dari daging buahnya. Hal tersebut dapat terlihat dari perubahan warna keputihan pada air sisa hasil perendaman biji pala setelah 24 jam perendaman (Gambar 10(b)). (a) (b) Gambar 10. Air perendaman biji pala: (a) awal perendaman, (b) setelah perendaman setelah 24 jam perendaman 24

40 (a) (b) (c) Gambar 11. Biji pala setelah diberi perlakuan: (a) tanpa perendaman, (b) perendaman dalam air tawar, dan (c) perendaman dalam air garam Gambar 11 menunjukkan perubahan warna biji pala hasil perendaman dan tanpa perendaman. Terlihat adanya perbedaan warna yang dihasilkan dari ketiga pelakuan tersebut, dimana biji pala yang dihasilkan dari perendaman dalam air garam memiliki warna lebih pucat dibandingkan tanpa perendaman. Biji pala yang direndam dengan air tawar (Gambar 11 (b)) memiliki warna lebih coklat dari pada hasil perendaman dengan air garam. Hal ini mengindikasikan bahwa perendaman dengan air garam dapat mencegah terjadinya proses pencoklatan. Proses pemisahan salut dari biji dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual dan semi mekanis. Pemisahan secara manual hanya membutuhkan pisau sebagai alat bantunya, sedangkan secara semi mekanis dapat menggunakan alat penyosoh. Pemisahan secara manual dapat dilakukan untuk semua jenis perlakuan, namun untuk pemisahan secara semi mekanis, hanya dapat dilakukan pada perlakuan 2 yaitu setelah biji pala direndam air tawar. Perbedaan kondisi salut dari setiap perlakuan menjadi faktor penting dalam menentukan cara pemisahan karena prisnsip kerja pada alat penyosoh dipengaruhi gaya gesek dan tekan yang bergerak secara translasi. Pada perlakuan 1 dan 3 kondisi salut masih menempel erat pada biji pala sehingga pada saat disosoh hasilnya kurang baik. Proses pemisahan membutuhkan gaya gesek dan tekan yang lebih besar yang menggambarkan biji pala rusak atau cacat. Sedangkan pada perlakuan 2, salut pada biji pala tidak menempel erat atau sudah terlepas dari bijinya akibat proses perendaman (Gambar 12), namun karena salut menyatu dengan biji sehingga masih diperlukan proses untuk memisahkannya. Jika sebagian besar salut sudah tidak menempel lagi pada biji pala, proses pelepasannya lebih mudah dan ringan. 25

41 Setelah direndam Sebelum direndam Gambar 12. Kondisi salut pada biji pala yang direndam dalam air tawar Sebelum proses pengeringan, biji pala untuk setiap perlakuan diukur kadar airnya terlebih dahulu. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kadar air awal masing-masing perlakuan, serta untuk memprediksikan bobot kering yang harus dicapai saat kadar air 8-10 % basis basah. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis ragam (lihat Lampiran 6), jenis perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 2), di mana pada perlakuan 2 memiliki kadar air paling tinggi, kemudian diikuti oleh perlakuan 1 dan perlakuan 3. Perbedaan nyata terlihat jelas pada perlakuan 3 apabila dibandingkan dengan perlakuan 1 dan 2. Tanpa direndam dalam direndam dalam perendaman air tawar air garam Gambar 13. Kadar air rata-rata biji pala dengan tingkat kematangan muda dan medium setelah diberi perlakuan perendaman 26

42 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air bahan pangan diantaranya adalah air bebas dan air terikat, kadar air basis basah dan kering, aktivitas air, kelembaban mutlak dan kelembaban relatif, serta sifat fisik dari bahan (Safrizal 2010). Pada saat perendaman, pada biji pala terjadi proses difusi-osmosis, yaitu perpindahan zat atau molekul yang memiliki konsentrasi tinggi yaitu air tawar dan air garam ke konsentrasi rendah yaitu buah dan biji pala sehingga biji pala pada perlakuan 2 dan 3 mengandung air bebas yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji pala pada perlakuan 1. Semakin tinggi air bebasnya maka akan semakin tinggi pula kadar airnya pada berat padatan bahan yang sama. Tingginya kadar air pada perlakuan 2 disebabkan oleh kandungan air bebasnya yang lebih cepat menguap dibandingkan pada perlakuan 3. Hal tersebut dikarenakan air bebas pada perlakuan 3 mengikat garam sehingga dibutuhkan energi lebih besar dan waktu yang lebih lama untuk menguapkan jumlah air yang sama dengan kandungan air bebas pada perlakuan 2. Adanya perbedaan kadar air tersebut tentunya mempengaruhi proses pengeringan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan pada suatu bahan, antara lain ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dari bahan (Neni 2007). Semakin tinggi kadar air awal suatu bahan maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan. Waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan pada perlakuan perendaman 1 dan 2 relatif sama, yaitu 7-8 hari, sedangkan untuk perlakuan 3 cenderung lebih lama, yaitu 8-9 hari. Gambar 14 memperlihatkan kondisi biji pala kering untuk tiap perlakuan. Adanya perbedaan tingkat keseragaman biji pala menjadi salah satu penyebab lama pengeringan dan perbedaan kadar air setelah pengeringan/sebelum penyimpanan. Hal tersebut mempengaruhi luas permukaan ketika proses penjemuran. Semakin besar luas permukaannya maka semakin cepat proses pengeringan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya teknologi sortasi dalam proses penanganan pascapanen yang ada dilapangan. Terdapat beberapa sample pada perlakuan perendaman 1 yang memiliki kadar air lebih tinggi daripada sample perlakuan perendaman 1 lainnya padahal waktu pengeringan yang diberikan sama (lihat Lampiran 3). Hal tersebut diakibatkan adanya pengaruh dari getah yang menempel pada biji serta akibat panas yang tidak stabil karena proses dengan panas sinar matahari (penjemuran). Waktu tunggu pada proses pemisahan daging buah dengan bijinya dapat mempengaruhi jumlah getah yang dihasilkan. Semakin lama waktu tunggu pemisahan buah pala, jumlah getah semakin sedikit. Hal tersebut disebabkan selama proses pemisahan, buah pala mengalami proses penguapan (pengeringan). Semakin lama proses pemisahan berlangsung maka semakin banyak air yang diuapkan dari buah pala, sehingga buah pala tersebut dapat kering dalam waktu yang lama. Oleh karena itu jumlah getah yang menempel pada bijinya dapat dianggap sebagai salah satu penyebab lambatnya proses pengeringan. 27

43 (a) (b) (c) Gambar 14. Biji pala kering untuk setiap perlakuan yang diberikan, (a) tanpa perendaman, (b) perendaman dalam air tawar, dan (c) perendaman dalam air garam Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan perendaman memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air biji pala sebelum penyimpanan. Rata-rata kadar air sebelum penyimpanan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan perendaman 1, yaitu 9.9 % dan paling kecil pada perlakuan 3, yaitu sebesar 7.9 % seperti ditunjukkan dalam Lampiran 7. Setelah tercapai kadar air biji pala kering sebesar 8-10 % basis basah, tahap selanjutnya dilakukan penyimpanan dalam kantong plastik pada ruangan berventilasi dengan lama penyimpanan: a) 1 minggu; b) 2 minggu; dan c) 3 minggu. Proses penyimpanan mempengaruhi kadar air serta bobot biji pala kering karena selama proses penyimpanan berlangsung, terjadi proses penguapan dalam jumlah kecil sehingga terjadi penurunan kadar air secara perlahan. Namun ketika suatu bahan mendekati batas minimal kadar airnya maka akan muncul sifat higroskopis, yaitu kemampuan suatu bahan untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui absorbsi atau adsorpsi. Adanya fluktuasi dari kadar air ketika penyimpanan seperti ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16, dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya, seperti suhu dan RH. Karena ketika proses penyimpanan berlangsung, kondisi lingkungan per harinya tidak sama karena cuaca yang berubah-ubah/tidak menentu. Selain itu juga dikarenakan kandungan air bebas dan terikat dari tiap perlakuan berbeda, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi sifat higroskopis pada suhu dan RH yang berbeda pula. Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan perendaman mempengaruhi kadar air setelah penyimpanan, sedangkan pada perlakuan lama penyimpanan tidak berpangaruh terhadap kadar air setelah penyimpanan, namun antara perlakuan perendaman dan lama penyimpanan menunjukkan adanya interaksi yang signifikan (lihat Lampiran 10). Selama penyimpanan rata- 28

44 rata kadar air paling tinggi terdapat pada perlakuan perendaman 1 dan paling kecil pada perlakuan 3. Namun untuk hasil analisis ragam untuk susut bobot hasilnya berlawanan dengan hasil analisis ragam kadar air setelah penyimpanan, dimana perlakuan perendaman tidak berpengaruh terhadap kadar air setelah penyimpanan, artinya semua perlakuan yang diberikan memberikan respon yang sama (tidak berbeda nyata), sedangkan pada perlakuan lama penyimpanan memberikan hasil yang berbeda nyata, dan tidak ada interaksi antara kedua perlakuan tersebut. Hal tersebut dapat dilihap pada Lampiran 11. Perubahan susut bobot pada perlakuan perendaman 1, 2, dan 3 relatif sama, dimana pada minggu pertama penyusutan 0 % untuk semua perlakuan, minggu kedua sekitar 2.5 %, dan minggu ketiga sekitar 4 %. Waktu penyimpanan optimal, yaitu 1 minggu karena biji pala belum mengalami susut bobot. Gambar 15. Perubahan kadar air biji pala kering sebelum dan sesudah penyimpanan Gambar 16. Susut bobot rata-rata biji pala kering dari perlakuan yang diberikan 29

45 B. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rendemen Penyulingan Penyulingan dilakukan setelah proses penyimpanan selama 1-3 minggu untuk masingmasing perlakuan. Penyulingan yang digunakan untuk penelitian ini menggunakan sistem kukus atau uap-air dengan lama penyulingan selama 10 jam. Sebelum disuling biji pala kering digiling terlebih dahulu hingga berukuran 10 mm dengan bentuk menyerupai bujur sangkar, untuk mempercepat proses penguapan. Hasil penyulingan dapat dilihat pada Gambar 17 berikut ini. (a) (b) (c) Gambar 17. Hasil penyulingan minyak dari perlakuan yang diberikan, (a) tanpa perendaman, (b) biji direndam dalam air tawar, dan (c) buah direndam dalam air garam, dengan urutan perlakuan lama penyimpanan 1, 2, dan 3 minggu (dari kiri ke kanan). Hasil penelitian Sitorus (2004), ukuran rajangan 6 mm tidak berbeda nyata dengan ukuran rajangan 8 mm tetapi berbeda nyata dengan ukuran 10 mm. Ukuran rajangan 10 mm menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan rajangan yang berukuran 6 dan 8 mm untuk biji pala bejo (muda) dan polong. Belum adanya teknologi sortasi biji pala pada proses penanganan pascapanen menjadi salah satu penghambat dalam proses penyeragaman biji pala. Hal tesebut dapat terlihat dari hasil rendemen yang dihasilkan pada tiap sample pada Lampiran 4. Adanya penurunan pada perlakuan 2 dengan lama penyimpanan 2 minggu, dikarenakan komposisi biji pala medium (4-5 bulan) lebih banyak jika dibandingkan dengan komposisi biji pala pada perlakuan yang sama dengan lama penyimpanan 1 dan 3 minggu. Sedangkan pada perlakuan 3 dengan lama penyimpanan 2 minggu, nilai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang sama dengan lama penyimpanan 1 dan 3 minggu disebabkan oleh jumlah garam yang terserap oleh buah pala untuk perlakuan tersebut lebih sedikit dibandingkan kedua perlakuan lama penyimpanan lainnya. Hal tersebut dikarenakan adanya kemungkinan garam yang diberikan tidak tercampur rata dalam larutan yang digunakan sebagai media perendam sehingga menyebabkan kandungan garam yang terserap oleh tiap perlakuan pun menjadi berbeda. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis ragam (lihat Lampiran 4 dan 10), rendemen yang dihasilkan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan perendaman dan lama penyimpanan yang diberikan. Selain itu juga tidak ada interaksi yang signifikan antara perlakuan perendaman dengan lama penyimpanan. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik yang disajikan pada Gambar 18. Namun apabila dilihat pada perlakuan perendaman 1 (kontrol), terlihat adanya penurunan rendemen minyak dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Ini berarti ada faktor lain yang mempengaruhi penurunan rendemen tersebut, seperti komposisi biji pala berdasarkan umur panen yang berbeda. Hasil analisis menunjukkan antar parameter secara korelasi tidak ada hubungan dari seluruh parameter yang dapat mempengaruhi hasil rendemen minyak (lihat Lampiran 13) 30

46 Gambar 18. Rata-rata rendemen yang dihasilkan dari setiap perlakuan. Minyak pala di Indonesia biasanya disuling dari biji pala yang berumur 3-4 bulan dengan rendemen minyak 8-17 %. Biji pala yang tua, rendemennya lebih rendah, yaitu 8-13 % (Sumangat et al. 1990). Dikarenakan umur pala yang digunakan berkisar antara 3-6 bulan (muda-medium) yang tentunya kandungan minyaknya tidak sama sehingga dampaknya berpengaruh terhadap rendemennya, berkisar antara %. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan perendaman dan lama penyimpanan tidak mempengaruhi rendemen minyak pala yang dihasilkan. C. Pengaruh Perlakuan Terhadap Mutu Minyak Biji Pala 1. Bobot jenis Bobot jenis suatu minyak dipengaruhi oleh perbandingan komponen-komponen penyusun minyak, seperti jenis dan komposisi kimia dari minyak tersebut. Apabila komponen yang menyusun minyak tersebut memiliki bobot molekul yang tinggi dan terdapat dalam jumlah yang lebih besar maka nilai bobot jenis dari minyak tersebut akan semakin tinggi. Fraksi berat komponen minyak dipengaruhi oleh panjang rantai molekul yang menyusun. Semakin panjang rantai yang tersusun maka bobot molekul komponen tersebut semakin besar pula. Berdasarkan hasil penelitian Sitorus (2004), pada biji pala bejo (muda) senyawa aromatik seperti eugenol, miristisin, dan isoeugenol sebesar %, sedangkan pada biji pala polong sebesar % dan biji pala tua sebesar %. Komponen penyusun minyak pala pada biji pala muda didominasi oleh komponen yang memiliki bobot molekul rendah, sedangkan pada biji pala tua komponen yang memiliki bobot molekul tinggi terdapat dalam jumlah besar sehingga minyak pala yang dihasilkan pada biji pala tua lebih tinggi bobot jenisnya dibandingkan biji pala muda dan polong. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan lemak yang dikandung biji pala tua lebih tinggi dibandingkan biji pala muda dan polong. Kandungan senyawa aromatik yang memiliki bobot molekul tinggi adalah miristisin, eugenol, dan isoeugenol. Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan perendaman dan lama penyimpanan tidak menghasilkan nilai yang berbeda nyata, serta tidak ada interaksi yang significant antara perlakuan perendaman dan lama penyimpanan. Meskipun begitu nilai rata-rata bobot jenis 31

47 yang dihasilkan dari seluruh sample minyak yang diuji sesuai dengan standar nasional, yaitu sekitar , kecuali rata-rata sample minyak pada perlakuan perendaman 3 dengan lama penyimpanan 3 minggu (lihat Gambar 19). Hal tersebut mungkin diakibatkan komposisi biji pala medium pada sample lebih banyak dibanding komposisi biji pala muda. Batas SNI (minggu) Gambar 19. Rata-rata bobot jenis dari hasil pengujian dari setiap perlakuan yang diberikan Dari hasil penelitian Suprihati et al. (2007), penambahan garam (NaCl) ke dalam sistem ketika proses distilasi dapat meningkatkan titik didih air karena garam hanya akan larut dalam air sedangkan minyak tidak dapat larut. Dengan peningkatan tersebut, maka ada kesempatan bagi senyawa ringan minyak untuk menguap lebih lama lagi. Hasilnya akan semakin meningkatkan kadar dan konsentrasi miristisin dalam kandungan fraksi yang diperoleh. Hal ini berarti, kandungan garam pada perlakuan 3 dengan lama penyimpanan 3 minggu lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan yang sama dengan lama penyimpanan 1 dan 2 minggu (lihat pada Gambar 19). 2. Indeks bias Indeks bias suatu cairan merupakan perbandingan kecepatan cahaya dalam cairan tersebut dengan kecepatan cahaya di udara pada suhu tertentu. Indeks bias dipengaruhi oleh komposisi penyusun minyak atsiri. Semakin muda umur biji pala maka kadar minyak atsiri semakin tinggi dan kandungan lemaknya rendah sehingga indeks biasnya semakin tinggi. Indeks bias juga dipengaruhi oleh jumlah komponen per satuan volume, semakin banyak jumlah komponen dalam minyak pala, kerapatan minyak akan semakin tinggi sehingga lebih sulit membiaskan cahaya yang datang, dan menyebabkan nilai indeks bias akan semakin besar. Indeks bias suatu minyak cenderung terkait dengan nilai bobot jenis minyak tersebur karena kedua parameter tersebut dipengaruhi oleh komponen yang terdapat dalam minyak (Wibowo et al. 2011). Oleh karena itu, peningkatan bobot jenis akan meningkatkan indeks bias minyak pala. Minyak pala dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus 32

48 dibandingkan dengan nilai indeks bias yang kecil. Nilai indeks bias yang kecil dipengaruhi oleh banyaknya kandungan air dalam minyak. Berdasarkan hasil analisis ragam semua perlakuan baik perlakuan perendaman maupun lama penyimpanan yang diberikan memberikan respon yang sama (tidak berbeda nyata) dan tidak ada interaksi antara perlakuan perendaman dan lama penyimpanan tidak menghasilkan nilai yang signifikan. Oleh karena itu, nilai indeks bias yang dihasilkan dari setiap perlakuan tidak berbeda jauh, yaitu bernilai antara dan nilai tersebut sesuai dengan standar nasional. Hasil rata-rata indeks bias yang dihasilkan dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 20. Batas SNI (minggu) Gambar 20. Indeks bias rata-rata yang dihasilkan dari setiap perlakuan 3. Putaran optik Minyak atsiri merupakan media optik aktif sehingga jika ditempatkan pada sinar atau cahaya terpolarisasi akan memutar arah sinar. Putaran optik minyak atsiri dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi komposisi kimia minyak, panjang tabung yang dilalui sinar, suhu pengukuran, dan gelombang cahaya yang digunakan. Besar putaran optik minyak merupakan gabungan nilai optik senyawa kimia penyusunnya (Sitorus 2004). Komponen-komponen dalam minyak ada yang memutar bidang polarisasi ke kanan, kiri, dan ada yang tidak memutar. Komponen minyak pala yang memutar bidang polarisasi ke kanan, seperti kamfen (+ 36 o ), sedangkan polarisasi ke kiri, seperti linalool (- 12 o ), α- pinen (- 8 o ), dan α-terpineol (- 2 o ). Komponen minyak pala yang tidak memutar bidang, seperti fernsol (Sitorus 2004). Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan perendaman menghasilkan nilai yang berbeda nyata yang berarti perlakuan perendaman tidak mempengaruhi putaran optik. Sedangkan untuk perlakuan lama penyimpanan tidak menghasilkan nilai yang beda nyata. Namun ada interaksi yang signifikan antara perlakuan perendaman dengan lama penyimpanan. Interaksi yang signifikan terjadi pada perlakuan perendaman 1 dengan perlakuan perendaman 3 pada lama penyimpanan 2 minggu (lihat Lampiran 15). 33

49 Selain itu juga ada korelasi yang signifikan antara putaran optik dengan kadar air biji pala sebelum penyimpanan sebesar 0.99 o dan kadar air biji pala setelah penyimpanan dengan nilai korelasi sebesar 0.68 o. Hal ini menunjukkan hubungan kedua variabel sangat kuat dan searah (positif) seperti dapat dilihat pada Lampiran 15. Putaran optik yang dihasilkan dari sample minyak dari seluruh perlakuan berkisar antara (+) 6.18 o hingga (+) o, dimana nilai tersebut masih sesuai dengan standar nasional. Meskipun ada beberapa nilai yang berada dibawah dan melebihi batas maksimal standar yang telah ditentukan (lihat Gambar 21). Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh kadar air dari bahan tersebut, dengan semakin rendah kadar air biji pala yang disuling maka putaran optik semakin rendah dan begitu pula sebaliknya. Rata-rata kadar air setelah penyimpanan pada perlakuan perendaman 1 dengan lama penyimpanan 2 minggu, yaitu sebesar % dan menghasilkan rata-rata putaran optik sebesar (+) o. Sedangkan rata-rata kadar air yang dihasilkan pada perlakuan perendaman 3 dengan lama penyimpanan 2 minggu, yaitu sebesar 7.34 % dan menghasilkan rata-rata putaran optik sebesar (+) 6.18 o. Batas SNI (minggu) Gambar 21. Rata-rata putaran optik yang dihasilkan dari setiap perlakuan Putaran optik yang tinggi disebabkan karena minyak mengandung bahan lain seperti mineral dan lemak, sedangkan putaran optik yang rendah dapat disebabkan karena kandungan eugenol pada minyak rendah. Rendahnya kandungan eugenol dipengaruhi oleh lama pengeringan (Maryami 1994). Lama pengeringan pada perlakuan 3 lebih lama 2 hari jika dibandingkan dengan perlakuan 1 dan 2, yaitu 8-9 hari. Oleh karena itu, putaran optik pada perlakuan 3 lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan 1 dan Kelarutan dalam alkohol 90 % Penentuan kelarutan minyak dalam alkohol dilakukan untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi alkohol yang dibutuhkan untuk melarutkan secara sempurna minyak tersebut. Kelarutan minyak tersebut dipengaruhi pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak (Wibowo et al. 2011). Selain itu juga kelarutan dipengaruhi oleh jenis dan komposisi 34

50 komponen kimia minyak tersebut. Golongan hidrokarbon yang teroksigenasi mempunyai kemampuan lebih larut dalam etanol dibandingkan dengan golongan hidrokarbon. Hal ini disebabkan hidrogen teroksigenasi merupakan senyawa polar. Oleh karena itu kelarutan dalam alkohol dan menunjukkan kepolaran minyak tersebut (Sitorus 2004). Berdasarkan hasil analisa ragam diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata untuk perlakuan perendaman dan lama penyimpanan, serta tidak ada interaksi antara perlakuan perendaman dan lama penyimpanan dengan nilai yang dihasilkan tidak signifikan (lihat Lampiran 14). Kelarutan dalam alkohol rata-rata yang diperoleh berkisar antara 1.00 hingga Data hasil analisa kelarutan dalam alkohol 90 % dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari perlakuan yang diberikan, rata-rata kelarutan dalam alkohol 90 % sesuai dengan standar nasional (lihat Gambar 22) dengan warna hasil kelarutan jernih hingga jernih agak kekuningan. Batas SNI (minggu) Gambar 22. Rata-rata kelarutan dalam alkohol 90 % terhadap perlakuan yang diberikan Menurut Feryanto (2007), telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Oleh karena itu kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan dalam alkohol 90 % maka kualitas minyak atsiri semakin baik. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa kelarutan minyak pala dalam alkohol 90 % untuk semua jenis perlakuan perendaman dan lama penyimpanan memiliki kualitas yang sangat baik karena nilai kelarutannya rata-rata pada batas minimum SNI. 35

51 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil antara lain, yaitu: 1. Susut bobot yang dialami serta peningkatannya untuk semua perlakuan perendaman relatif sama sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan perendaman tidak mempengaruhi nilai susut bobot. Pada minggu pertama penyusutan 0 % untuk semua perlakuan, minggu kedua sekitar 2.5 %, dan minggu ketiga sekitar 4 %. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa perlakuan lama penyimpanan mempengaruhi nilai susut bobot. 2. Perlakuan tanpa perendaman dan direndam dalam air tawar menghasilkan nilai rendemen yang tidak berbeda jauh, yaitu 13 % untuk perlakuan tanpa perendaman dan % untuk yang direndam dalam air tawar. Selain itu juga biji pala dari by product olahan manisan masih menghasilkan minyak pala yang cukup tinggi yaitu sebesar %. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perlakuan perendaman tidak mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan. 3. Minyak pala yang dihasilkan dari semua perlakuan yang diberikan masih sesuai dengan range nilai yang telah ditetapkan dalam standar nasional (SNI) dengan nilai rata-rata bobot jenis berkisar antara , nilai indeks bias , putaran optik (+) 6.18 o hingga (+) o, dan kelarutan dalam alkohol 90 % 1.00 hingga Oleh karena itu perlakuan perendaman dan lama penyimpanan tidak mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan. B. Saran Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai pengaruh proses perendaman dan lama penyimpanan terhadap susut bobot biji pala selama penyimpanan, rendemen dan mutu minyak pala yang dihasilkan karena pengujian mutu masih bersifat fisik. Pengujian secara kimiawi akan menghasilkan analisis yang lebih spesifik dari tiap perlakuan yang diberikan. 36

52 DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia Manisan Pala. Jakarta: Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Mudal Usaha Kecil (SIPUK) Anggita Pala Pereda Stres dan Insomnia. Jakarta: Gaya Hidup Sehat. Asyik N Karakterisasi Mutu dan Identifikasi Komponen Aroma Minyak Pala (Nutmeg oil) Indonesia Sebagai Bahan Baku Industri Flavor. Bogor: IPB. Azmi N Pengaruh Ukuran Bahan dan Nisbah Pelarut Dengan Bahan Terhadap Rendemen dan Mutu Oleoresin dari Fuli Pala (Myristica fragrans Houtt). Bogor: IPB Badan Standarisasi Nasional SNI Pala. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta Badan Standarisasi Nasional SNI Minyak Pala. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Bustaman S Prospek Pengembangan Minyak Pala Banda Sebagai Komoditas Ekspor Maluku. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO). Departemen Pertanian Pala dan Pengolahannya. Irian Jaya: Dinas Perkebunan Provinsi Tingkat I Irian Jaya Departemen Pertanian Komoditas Perkebunan. Jakarta: Kementrian Pertanian Feryanto Parameter Kualitas Minyak Atsiri. Bandung: Institut Teknologi Bandung Guenther E Minyak Atsiri. Jilid I. Terjemahan: S. Ketaren. Jakarta: UI-Press. Hadad M, Randriani E, Firman C, dan Sugandi T Budidaya Tanaman Pala. Parung Kuda: Balai Penelitian Tanaman Repah dan Aneka Tanaman Industri. Janssen J, and G.M. Laeckman Nutmeg oil: Identification and quantification of its most active constituents as inhibitors of platelet aggregation. J. Ethnopharmacol. (29): Joharza W Peningkatan Kinerja Proses Penyulingan Minyak Pala Dengan Metode Uap Langsung. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB) Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka Marsetio Penyimpanan. Jakarta: Green World Maryami T Pengaruh Waktu Pengeringan Terhadap Rendemen Eugenol Hasil Destilasi Bunga Cengkeh Kuncup dan Mekar dari Perkebunan Rakyat di Malang Selatan. J MIPA dan pembelajarannya 23(1). McGaw D R The Drying Characteristics of Nutmeg. Tropical Agriculture 5/6(4): Neni S Pengeringan Cabinet Dryer. Jakarta: Wordpress. Nurdjannah N, Wahyu A, dan Risfaheri Perkembangan Penelitian Minyak atsiri sekunder (Cengkeh, Pala, Jahe, Kemukus, Kapolaga, Lada). Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO). Nurdjannah N dan Winarti C Peluang Tanaman Rempah Dan Obat Sebagai Sumber Pangan Fungsional. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO). Nurdjannah N Teknologi pengolahan Pala. Bogor: Balai Penelitian Pasca Panen. Purseglove J W, Brown E G, Green C L, dan Robbins S R J Spices Vol 1. London and New York: Longman, pp Rismunandar Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta: Penebar Swadaya. Safrizal, Rafli Kadar Air Bahan. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Shakti Y Prosedur Analisa Laboratorium. Jakarta: Wordpress Sitorus H F Mempelajari Penyulingan Biji Pala Kering Dari Berbagai Kelas Mutu dan Ukuran Rajangan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Pala. Bogor: IPB Sonavane G, Sarveiya V, Kasture V, dan Kasture S.B Behavioural Actions Of Myristica Fragrans Seed. Indian Journal of Pharmacology. 33: Sumangat, Risfaheri, dan Mulyono E Teknologi Pasca-Panen dan Diversifikasi Produk Pala. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO). Sunanto H Budidaya Pala Komoditas Ekspor. Yogyakarta: Kanisius. Suprihatin, S. Ketaren, S. Ngudiwaluyol, dan A. Friyadji Isolasi Miristisin Dari Minyak Pala (Myristica fragrans) Dengan Metode Penyulingan Uap. J Tek. Ind. Pert. 17(1): Susanto A Pengolahan Minyak atsiri. Ketapang: Politeknik Ketapang. 37

53 Sutarno H, Utami N W, dan Hartutiningsih Morfologi Ketuaan Biji Pala (Myristica fragrans Houtt) Sebagai Dasar Pemanenan Hasil Minyak Atsiri. Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI-UNESCO Wibowo T Y, D Suryatmi R, Rusli M S, dan S Imelda H Kajian Proses Penyulingan Uap Minyak Jintan Putih. J Tek. Ind. Pert. 17(3):

54 LAMPIRAN 39

55 Lampiran 1. Tabel bobot dan ukuran buah pala Ulangan Bobot (g) Diameter (cm)

56 Lampiran 2. Tabel kadar air bahan sebelum proses pengeringan Perlakuan Ulangan x (g) y (g) z (g) kadar air (%) Rata-rata (%) Keterangan Tanpa perendaman direndam dalam air tawar direndam dalam air garam Keterangan: x = berat cawan y = berat bahan awal z = berat bahan akhir dan cawan Pala muda usia 3-4 bulan Pala medium usia 5-6 bulan Pala muda usia 3-4 bulan Pala medium usia 5-6 bulan Pala muda usia 3-4 bulan Pala medium usia 5-6 bulan 41

57 Lampiran 3. Tabel kadar air bahan sebelum dan setelah penyimpanan Perendaman Kontrol (tanpa perendaman) Lama Penyimpanan (minggu) Ulangan Kadar air sebelum penyimpanan (%) Rata-rata kadar air sebelum penyimpanan (%) Kadar air setelah penyimpanan (%) Air Tawar Air Garam (manisan) Rata-rata kadar air setelah penyimpanan (%)

58 Lampiran 4. Tabel susut bobot dan rendemen minyak biji pala Perendaman Lama Penyimpanan (minggu) Ulangan Berat sebelum penyimpanan (kg) Berat setelah penyimpanan (kg) Susut bobot (%) Rata-rata susut bobot (%) Berat minyak hasil penyulingan (ml) Rendemen (%) Rata-rata rendemen (%) Kontrol (tanpa perendaman) Air Tawar

59 Perendaman Air Garam (manisan) Lama Penyimpanan (minggu) 3 Ulangan Berat sebelum penyimpanan (kg) Berat setelah penyimpanan (kg) Susut bobot (%) Rata-rata susut bobot (%) Berat minyak hasil penyulingan (ml) Rendemen (%) Rata-rata rendemen (%)

60 Lampiran 5. Tabel hasil analisis mutu minyak pala Perendaman Tanpa perendaman Air Tawar Air Garam (manisan) Lama Penyimpanan (minggu) Ulangan Bobot jenis 20 o C/20 o C Indeks bias 20 o C Putaran optik ( o ) Kelarutan dalam alkohol 90 % Warna :2 Jernih :1 Jernih Jernih agak :1 kuning :2 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1.5 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1.5 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1.5 Jernih :1.5 Jernih :1 Jernih :1 Jernih :1 Jernih 45

61 Lampiran 6. Uji statistik kadar air biji pala setelah perendaman Kadar Air The GLM Procedure R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan Error Corrected Total Hipotesis H0 : semua perlakuan memberikan respon yang sama H1 : minimal ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda Nilai-p(0.0034)<alpha 5% maka tolak H0 artinya minimal ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda The GLM Procedure Level of perlakuan N Mean respon Std Dev P P P

62 Lampiran 7. Uji statistik kadar air sebelum penyimpanan Kadar air sebelum penyimpanan (%) The GLM Procedure R-Square Coeff Var Root MSE respon1 Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan <.0001 minggu perlakuan*minggu Error Corrected Total Hipotesis : 1. Uji Perlakuan Nilai-p(0.0001)<alpha 5% artinya minimal ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda nyata 2. Uji Minggu Nilai-p(0.1881)>alpha 5% artinya minggu tidak bebeda nyata 3. Uji Interaksi Nilai-p(0.0221)<alpha 5% maka artinya interaksi antara perlakuan dan minggu significant uji lanjut interaksi Perlakuan Minggu rata-rata perlakuan P1 8.9 b a a A P bc bcd bcd B P cd d bcd B rata-rata minggu A A A 47

63 Lampiran 8. Uji statistik kadar air setelah penyimpanan Kadar air setelah penyimpanan (%) R-Square Coeff Var Root MSE respon2 Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan <.0001 minggu perlakuan*minggu Error Corrected Total Hipotesis : 1. Uji Perlakuan Nilai-p(0.0001)<alpha 5% artinya minimal ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda nyata 2. Uji Minggu Nilai-p(0.6851)>alpha 5% artinya minggu tidak bebeda nyata 3. Uji Interaksi Nilai-p(0.0221)<alpha 5% maka artinya interaksi antara perlakuan dan minggu significant uji lanjut interaksi Perlakuan Minggu rata-rata perlakuan P1 8.9 b a a A P bc bcd bcd B P cd cd 8.19 bcd B rata-rata minggu A A A 48

64 Lampiran 9. Uji statistik susut bobot Susut bobot (%) R-Square Coeff Var Root MSE respon3 Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan minggu <.0001 perlakuan*minggu Error Corrected Total Hipotesis : 1. Uji Perlakuan Nilai-p(0.7566)>alpha 5% artinya semua perlakuan yang memberikan respon yang sama (tidak berbeda nyata) 2. Uji Minggu Nilai-p(0.001)<alpha 5% artinya minggu bebeda nyata 3. Uji Interaksi Nilai-p(0.9598)>alpha 5% maka artinya interaksi antara perlakuan dan minggu tidak significant 49

65 Lampiran 10. Uji statistik rendemen minyak rendemen (%) The GLM Procedure R-Square Coeff Var Root MSE respon4 Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan minggu perlakuan*minggu Error Corrected Total Hipotesis : 1. Uji Perlakuan Nilai-p(0.0939)>alpha 5% artinya semua perlakuan yang memberikan respon yang sama (tidak berbeda nyata) 2. Uji Minggu Nilai-p(0.7796)>alpha 5% artinya minggu tidak bebeda nyata 3. Uji Interaksi Nilai-p(0.2967)>alpha 5% maka artinya interaksi antara perlakuan dan minggu tidak significant 50

66 Lampiran 11. Uji statistik bobot jenis Bobot jenis 20 o C/20 o C The GLM Procedure R-Square Coeff Var Root MSE respon1 Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan minggu perlakuan*minggu Error Corrected Total Hipotesis : 1. Uji Perlakuan Nilai-p(0.2464)>alpha 5% artinya semua perlakuan yang memberikan respon yang sama (tidak berbeda nyata) 2. Uji Minggu Nilai-p(0.0787)>alpha 5% artinya minggu tidak bebeda nyata 3. Uji Interaksi Nilai-p(0.0534)>alpha 5% maka artinya interaksi antara perlakuan dan minggu tidak significant 51

67 Lampiran 12. Uji statistik indeks bias Indeks bias 20 o C R-Square Coeff Var Root MSE respon2 Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan minggu perlakuan*minggu Error Corrected Total Hipotesis : 1. Uji Perlakuan Nilai-p(0.5706)>alpha 5% artinya semua perlakuan yang memberikan respon yang sama (tidak berbeda nyata) 2. Uji Minggu Nilai-p(0.8547)>alpha 5% artinya minggu tidak bebeda nyata 3. Uji Interaksi Nilai-p(0.0937)>alpha 5% maka artinya interaksi antara perlakuan dan minggu tidak significant 52

68 Lampiran 13. Uji statistik putaran optik Putaran optik ( o ) R-Square Coeff Var Root MSE respon3 Mean Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan minggu perlakuan*minggu Error Corrected Total Hipotesis : 1. Uji Perlakuan Nilai-p(0.0082)<alpha 5% artinya minimal ada satu perlakuan yang memberikan respon yang berbeda. 2. Uji Minggu Nilai-p(0.2900)>alpha 5% artinya minggu tidak bebeda nyata 3. Uji Interaksi Nilai-p(0.0229)>alpha 5% maka artinya interaksi antara perlakuan dan minggu significant uji lanjut interaksi Perlakuan Minggu rata-rata perlakuan P bc a bc A P ab 16.3 bc bc A P de 0.8 e cd B rata-rata minggu A A A 53

69 Lampiran 14. Kelarutan dalam alkohol 90 % Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kelarutan dalam alkohol 90 % Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.500 a Intercept Perlakuan Minggu Perlakuan * Minggu Error Total Corrected Total a. R Squared =,300 (Adjusted R Squared = -,011) 54

70 Lampiran 15. Hasil analisis statistik antar parameter secara korelasi Correlations Kadar air sebelum Kadar air setelah Berat jenis 20 Kelarutan dalam penyimpanan (%) penyimpanan (%) Susut bobot (%) rendemen (%) oc/20 oc Indeks bias 20 oc Putaran optik (o) alkohol 90 % Kadar air sebelum penyimpanan (%) Pearson Correlation ** **.039 Sig. (2-tailed) N Kadar air setelah penyimpanan (%) Pearson Correlation.993 ** **.056 Sig. (2-tailed) N Susut bobot (%) Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N rendemen (%) Pearson Correlation * Sig. (2-tailed) N Berat jenis 20 oc/20 oc Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Indeks bias 20 oc Pearson Correlation * Sig. (2-tailed) N Putaran optik (o) Pearson Correlation.660 **.681 ** Sig. (2-tailed) N Kelarutan dalam alkohol 90 % Pearson Correlation Sig. (2-tailed) **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). N

71 Interpretasi: 1. Kadar air sebelum penyimpanan (%) Vs Kadar air setelah penyimpanan (%) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.000)<alpha 5% maka korelasi significant, hubungan kedua variable sangat kuat dan searah(positif). Artinya kenaikan Kadar air sebelum penyimpanan (%) mampu meningkatkan Kadar air setelah penyimpanan (%). 2. Kadar air sebelum penyimpanan (%) Vs Susut bobot (%) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.287)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 3. Kadar air sebelum penyimpanan (%) Vs rendemen (%) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.636)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 4. Kadar air sebelum penyimpanan (%) Vs Bobot jenis 20 oc/20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.648)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 5. Kadar air sebelum penyimpanan (%) Vs Indeks bias 20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.414)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 6. Kadar air sebelum penyimpanan (%) Vs Putaran optik (o) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.000)<alpha 5% maka korelasi significant, hubungan kedua variable sangat kuat dan searah(positif). Artinya kenaikan Kadar air sebelum penyimpanan (%) mampu meningkatkan Putaran optik (o) 7. Kadar air sebelum penyimpanan (%) Vs Kelarutan dalam alkohol 90 % Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.848)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 8. Kadar air setelah penyimpanan (%) Vs Susut bobot Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.619)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 9. Kadar air setelah penyimpanan (%) Vs rendemen (%) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.555)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 10. Kadar air setelah penyimpanan (%) Vs Bobot jenis 20 oc/20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.564)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 11. Kadar air setelah penyimpanan (%) Vs Indeks bias 20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.498)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 12. Kadar air setelah penyimpanan (%) Vs Putaran optik (o) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.000)<alpha 5% maka korelasi significant, hubungan kedua variable sangat kuat dan searah(positif). Artinya kenaikan Kadar air setelah penyimpanan (%) mampu meningkatkan Putaran optik (o) 13. Kadar air setelah penyimpanan (%) Vs Kelarutan dalam alkohol 90 % Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.780)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 14. Susut bobot (%) Vs rendemen (%) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.548)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 15. Susut bobot (%) Vs Bobot jenis 20 oc/20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.422)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 56

72 16. Susut bobot (%) Vs Indeks bias 20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.321)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 17. Susut bobot (%) Vs Putaran optik (o) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.951)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 18. Susut bobot (%) Vs Kelarutan dalam alkohol 90 % Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.609)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 19. Rendemen (%) Vs Bobot jenis 20 oc/20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.985)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 20. Rendemen (%) Vs Indeks bias 20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.48)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 21. Rendemen (%) Vs Putaran optik (o) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.128)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 22. Rendemen (%) Vs Kelarutan dalam alkohol 90 % Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.192)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 23. Bobot jenis 20 oc/20 oc Vs Indeks bias 20 oc Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.206)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 24. Bobot jenis 20 oc/20 oc Vs Putaran optik (o) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.359)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 25. Bobot jenis 20 oc/20 oc Vs Kelarutan dalam alkohol 90 % Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.398)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 26. Indeks bias 20 oc Vs Putaran optik (o) Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.467)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 27. Indeks bias 20 oc Vs Kelarutan dalam alkohol 90 % Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.365)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 28. Putaran optik (o) Vs Kelarutan dalam alkohol 90 % Korelasi sebesar dengan nilai-p(0.565)>alpha 5% maka korelasi tidak significant, tidak ada hubungan kedua variable 57

73 Lampiran 16. Pengukuran ukuran dan berat buah pala Sample pengukuran ukuran dan berat buah pala Proses penimbangan sample Proses pengukuran ukuran sample dengan jangka sorong 58

74 Lampiran 17. Proses pemisahan daging buah, biji, dan salut pala Buah pala Pemisahan daging buah dengan biji Daging buah pala Biji pala Pemisahan salut dari biji pala 59

75 Lampiran 18. Perendaman pala Perendaman dengan air biasa/tawar Perendaman dengan air garam (manisan) 60

76 Lampiran 19. Pengukuran kadar air dengan metode gravimetrik Peralatan yang digunakan untuk pengukuran Pengecilan ukuran Penimbangan wadah sample Penimbangan awal sample Sample dikeringkan dalam oven Setelah proses pengeringan dalam oven: Sample kontrol sample yang direndam sample yang direndam (tanpa perendaman) dalam air garam dalam air tawar Penimbangan berat akhir sample 61

77 Lampiran 20. Proses penjemuran/pengeringan Pemberian kode pada tampan bambu Proses penjemuran sample Pala kering 62

78 Lampiran 21. Proses penyulingan Mesin giling Pala yang telah digiling Pala giling dimasukkan dalam tangki Tangki penampung biji pala giling Pala disuling dengan sistem kukus Minyak pala Air Kran pengeluaran Tabung penampung hasil sulingan 63

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pala (Myristica fragrans HOUTT)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pala (Myristica fragrans HOUTT) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pala (Myristica fragrans HOUTT) Pala (Myristica fragrans HOUTT) merupakan tanaman buah asli Indonesia, yang awalnya banyak ditemukan di Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Ciherangpondok, Caringin-Bogor, Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian; Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1 PENDAHULUAN Minyak nilam berasal dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditi non migas yang belum dikenal secara meluas di Indonesia, tapi cukup popular di pasaran Internasional.

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG Oleh : MAULITA NOVELIANTI F24103090 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Hari / Tanggal Praktikum Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014 dan 1 November 2014.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Hari / Tanggal Praktikum Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014 dan 1 November 2014. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Hari / Tanggal Praktikum Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014 dan 1 November 2014. 1.2 Tujuan Praktikum Dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap sampel tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam hutan. Hasil hutan dapat berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Hasil hutan kayu sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negri (ekspor). Sudah sejak lama tanaman pala dikenal sebagai tanamn rempah

BAB I PENDAHULUAN. negri (ekspor). Sudah sejak lama tanaman pala dikenal sebagai tanamn rempah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang sangat potensi sebagai komoditas perdagangan di dalam dan luar negri (ekspor).

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae)

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) THE CHEMICAL NATURE AND LEVEL (HARD CANDY) SARI NUTMEG (Myristica fragrans houtt

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-39 Perbandingan Antara Metode - dan Steam- dengan pemanfaatan Microwave terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 Perbandingan Antara Metode Hydro-Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan pemanfaatan Microwave Terhadap Jumlah Rendemenserta Mutu Minyak Daun Cengkeh Fatina Anesya Listyoarti, Lidya Linda Nilatari,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS SNI 01-0005-1995 Standar Nasional Indonesia Lada hitam ICS Badan Standardisasi Nasional i SNI 01 0005-1995 Daftar Isi 1. Ruang lingkup... 2 2. Acuan Normatif... 2 3. Istilah dan definisi... 2 4. Klasifikasi/penggolongan...

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

II. MINYAK PALA INDONESIA

II. MINYAK PALA INDONESIA II. MINYAK PALA INDONESIA 2.1. Agroindustri Minyak Pala Minyak pala sebagai salah satu jenis produk minyak atsiri yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan komoditas ekspor. Volume ekspor minyak pala pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Bulan Lampiran 1. Data Iklim Wilayah Dramaga pada Bulan Februari hingga Mei 2011 Suhu Rata-rata ( o C) Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Penguapan (mm) Kelembaban Udara (%) Februari 25.6

Lebih terperinci

Minyak terpentin SNI 7633:2011

Minyak terpentin SNI 7633:2011 Standar Nasional Indonesia Minyak terpentin ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-234 Perbandingan Metode Steam Distillation dan Steam-Hydro Distillation dengan Microwave Terhadap Jumlah Rendemen serta Mutu

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg Nama : Muhammad Iqbal Zaini NPM : 24411879 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Cokorda

Lebih terperinci

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. 1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang nilam yang akan di suling di IKM Wanatiara Desa Sumurrwiru Kecamatan Cibeurem Kabupaten Kuningan. Daun

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP (Baeckea frustescens L) DENGAN PENYULINGAN METODE PEREBUSAN The Influence of Growing Site and duration distillation

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang

I. PENDAHULUAN. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang merupakan salah satu hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman cengkeh berasal dari kepulauan Maluku. Pada abad ke-18 Perancis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman cengkeh berasal dari kepulauan Maluku. Pada abad ke-18 Perancis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Cengkeh Tanaman cengkeh berasal dari kepulauan Maluku. Pada abad ke-18 Perancis menyelundupkan tanaman ini dan menanamnya di Madagaskar dan Zanzibar. Dan ternyata tanaman

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam TINJAUAN PUSTAKA Upaya pengembangan produksi minyak atsiri memang masih harus dipicu sebab komoditas ini memiliki peluang yang cukup potensial, tidak hanya di pasar luar negeri tetapi juga pasar dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan BAB III METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar, Unit Pelayanan Terpadu Pengunjian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT. PSMB) Medan yang bertempat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimen. Dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan ini terdapat 6 taraf perlakuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si DAFTAR HALAMAN Manual Prosedur Pengukuran Berat Jenis... 1 Manual Prosedur Pengukuran Indeks Bias... 2 Manual Prosedur Pengukuran kelarutan dalam Etanol... 3 Manual

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diduga hingga menjelang tahun 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta orang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN. 3.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri dari Biji Pala. Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan ke dalam labu didih.

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN. 3.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri dari Biji Pala. Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan ke dalam labu didih. BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri dari Biji Pala 3.1.1 Prinsip Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan ke dalam labu didih. Tambahkan air dan didihkan. Selanjutnya disambung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci

PENYULINGAN MINYAK ATSIRI SEREH DAPUR

PENYULINGAN MINYAK ATSIRI SEREH DAPUR PENYULINGAN MINYAK ATSIRI SEREH DAPUR (Cymbopogon citratus) DENGAN METODE PENYULINGAN AIR-UAP (The Destillation of Lemongrass Essential Oil by Using the Water-steam Method ) Zaituni 1, Rita Khathir 1,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Inti kelapa sawit. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Inti kelapa sawit. Badan Standardisasi Nasional ICS Standar Nasional Indonesia Inti kelapa sawit ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i 1 Ruang lingkup... 1 2 Definisi... 1 3 Istilah... 1 4 Penggolongan... 1 5 Syarat mutu...1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Nabati Minyak nabati adalah senyawa minyak yang terbuat dari tumbuhan yang diperoleh melaui proses ekstraksi dan pengepressan mekanik. digunakan dalam makanan dan untuk

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penilitan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penilitan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jatibarang, Indramayu dan Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme yang sangat berperan pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa adanya faktor predisposisi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling

III. METODOLOGI. menguji kadar air nilam dengan metode Bindwell-Sterling III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Nilam kering yang berasal dari Kabupaten Kuningan. Nilam segar yang terdiri dari bagian daun dan batang tanaman

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

Kemiri berasal dari Maluku dan tersebar ke Polynesia, India, Filipina, Jawa, Australia dan kepulauan Pasifik, India Barat, Brazil dan Florida.

Kemiri berasal dari Maluku dan tersebar ke Polynesia, India, Filipina, Jawa, Australia dan kepulauan Pasifik, India Barat, Brazil dan Florida. MAKALAH TEKNOLOGI MINYAK NABATI MINYAK KEMIRI Disusun Oleh: ANISYA DWI S. ( I1506009 ) FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 MINYAK KEMIRI SEJARAH Kemiri berasal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Lebih terperinci