PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL"

Transkripsi

1 PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL SKRIPSI ENHA DIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL ENHA DIKA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

3 RINGKASAN ENHA DIKA. D Performa Reproduksi Cacing Tanah Lumbricus rubellus yang Mendapat Pakan Sisa Makanan Warung. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Salundik, M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si Cacing tanah mempunyai banyak manfaat seperti meningkatkan kesuburan tanah, sebagai makanan ikan, obat-obatan dan bahan baku produk kosmetika. Selain itu, cacing tanah juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah organik. Banyak bahan organik yang belum dimanfaatkan secara optimal seperti kotoran ternak dan sisa makanan manusia yang dapat ditingkatkan manfaatnya oleh cacing tanah. Sisa makanan yang terdapat pada restoran, warung atau tempat makan lainnya hanya dibuang begitu saja, penumpukan limbah warung berupa sisa makanan yang tidak habis dikonsumsi akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah dapat membantu dalam meningkatkan manfaat limbah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa reproduksi cacing tanah Lumbricus rubellus yang mendapat pakan sisa makanan warung. Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari 20 September sampai dengan 8 Desember Cacing tanah yang digunakan adalah L. rubellus umur dewasa kelamin yang dipelihara pada media hidup berupa campuran feses sapi perah dan cacahan rumput kering dengan perbandingan volume 1:3. Media hidup difermentasikan selama tiga minggu sedangkan pakan berupa sisa makanan warung difermentasikan selama satu minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, dengan empat perlakuan jumlah pemberian pakan yaitu pemberian pakan sebanyak satu kali bobot badan (P 1 ), pemberian pakan sebanyak 1,25 kali bobot badan (P 1,25 ), pemberian pakan sebanyak 1,5 kali bobot badan (P 1,5 ) dan pemberian pakan sebanyak 1,75 kali bobot badan cacing tanah (P 1,75 ). Setiap perlakuan terdiri atas lima ulangan sehingga terdapat 20 unit percobaan. Peubah yang diamati adalah pertambahan bobot badan induk, jumlah kokon, daya tetas dan jumlah anak tiap kokon. Analisis ragam (ANOVA) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati pada taraf P< 0,05. Pengaruh perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji polinomial ortogonal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi minyak dari sisa makanan warung menyebabkan media berminyak dan membuat kondisi media tidak nyaman bagi cacing tanah. Hal ini mempengaruhi pertambahan bobot badan dan produksi kokon akan tetapi tidak mempengaruhi daya tetas dan jumlah anak cacing tanah. Pertambahan bobot badan tertinggi ada pada tingkat pemberian pakan 1,32 kali bobot badan. Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah sebaiknya diimbangi dengan jumlah media hidup (kotoran ternak) yang lebih banyak untuk mengatasi akumulasi minyak dari sisa makanan warung. Kata-kata kunci: L. rubellus, sisa makanan warung, performa reproduksi

4 ABSTRACT Performance Reproduction of Earthworm Lumbricus rubellus with Restaurant Waste Feed Treatment. Dika E., Salundik, and H. C. H. Siregar Earthworm has potential to be used as fertilizer, fish feed, medicine, and cosmetics. Earthworm as detrivor animal that solve odor problem of organic waste, decreasing the organic waste and it s metabolic worth for fertilizer. The aims of this study were obtained earthworm s performance reproduction in different level of treatment. The study was held from September 20 th until December 8 th 2005 at Non Ruminants and Prospective Animal Division, Departement of Animal Production and Technology, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. The experiment used Complete Randomized Design in four feeding level treatments consists of 1; 1.25; 1.5; 1.75 times earthworms weight. Each treatment had five replications. Observed variables were body weight gain, cocoons production, hatch capability and total juvenil. Data were analyzed using ANOVA and tested using Polynomial Orthogonal to determined the difference among the treatments. Result showed that the fedding level had a significant effect in body weight gain (P<0,05) and very significant effect in coccon production (P<0,01) but not gave a significant effect in hatch capability and total juvenil. Elevation feed increased the body weight gain of earthworm until fed level 1,32 body weight gain, after that level the treatment could accumulate the oil on bedding. Oil accumulation in bedding appear as uncomforted environtment to earthworms, thus the body weight gain reduce until negative value. Food restaurant waste can be used as earthworm s meal but the beeding must be in large supply. Keywords: Lumbricus rubellus, restaurant food waste, reproduction.

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sei Penuh pada tanggal 18 Desember 1982 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yakub Kari dan Ibu Lisdar Nur. Tahun 1993, Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 434 Bangko, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN III Bangko Jambi dari tahun Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 1999 di SMUN I Bangko Jambi. Tahun 1999, Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada jurusan Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI).

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segenap rasa syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa reproduksi Lumbricus rubellus yang mendapat pakan sisa makanan warung. Penelitian dimulai dari persiapan alat dan pembuatan media hidup cacing tanah yaitu kotoran sapi perah dan cacahan rumput kering. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) umur dewasa kelamin diperoleh dari Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di bagian Non Ruminansia dan satwa harapan, Institut Pertanian Bogor selama tiga bulan. Performa reproduksi yang dihasilkan pada awal penelitian cukup bagus, akan tetapi kandungan minyak yang terakumulasi pada media diakhir penelitian mulai mempengaruhi performa L. rubellus. Akhir kata, Penulis berharap penelitian yang ditulis dalam bentuk skripsi ini dapat bermanfaat, terutama bagi perkembangan usaha peternakan cacing tanah. Bogor, Juni 2006 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)... 3 Klasifikasi... 3 Ciri-ciri... 3 Siklus Hidup... 4 Produksi kokon... 4 Manfaat... 5 Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Cacing Tanah... 5 Ketersediaan Makanan... 5 Temperatur... 5 Kelembaban... 6 Keasaman (ph)... 6 Aerasi... 6 Cahaya... 7 Kepadatan Populasi... 7 Media Hidup dan Pakan Cacing Tanah... 7 Kotoran Sapi Perah... 7 Sisa Makanan Warung... 7 METODE Lokasi dan Waktu... 9 Materi... 9 Rancangan Percobaan... 9 Peubah yang Diamati Prosedur Persiapan Media Cacing Tanah... 11

8 Penanganan Sisa Makanan warung Seleksi Cacing Tanah Penanaman dan Pemeliharaan Cacing Tanah Pengamatan Cacing Tanah Pemanenan dan Penetasan Kokon HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan Hidup Cacing Tanah Selama Penelitian Suhu, Kelembaban Ruangan dan Media Komposisi dan ph Media Sisa MakananWarung Bobot Badan Induk Cacing Tanah Pertambahan Bobot Badan Induk Produksi Kokon Daya Tetas Jumlah Anak KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 31

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Gizi Limbah Restoran Rataan Suhu Ruangan dan Media, serta Kelembaban Ruangan Selama Penelitian Hasil Analisis Proksimat Media Hidup Cacing Tanah Hasil Analisis Proksimat Sisa Makanan Warung Bobot Badan Induk Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Jumlah Kokon yang Dihasilkan Selama 49 Hari Pemeliharaan Daya Tetas Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan Jumlah Anak yang Dihasilkan Setiap Kokon... 24

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Siklus Hidup L. rubellus Grafik Rataan Bobot Badan L. rubellus Selama 49 Hari Pemeliharaan Pola Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah pada Berbagai Tingkat Pemberian Pakan Sisa Makanan Warung Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Produksi Kokon Cacing Tanah pada Berbagai Tingkat Pemberian Pakan Sisa Makanan Warung Produksi Kokon Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan... 22

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Setiap ekor (gram/ hari) Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Uji Polinomial Ortogonal Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari pemeliharaan Analisis Ragam Jumlah Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan Uji Polinomial Ortogonal Jumlah Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan Analisis Ragam Daya Tetas Selama 49 Hari Pemeliharaan Analisis Ragam Jumlah Anak tiap Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan... 33

12 PENDAHULUAN Latar belakang Cacing tanah mempunyai peranan yang penting dalam ekosistem dan kehidupan manusia. Cacing tanah mempunyai banyak manfaat seperti meningkatkan kesuburan tanah, sebagai makanan ikan, obat-obatan dan bahan baku produk kosmetika. Selain itu, cacing tanah juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah organik. Cacing tanah mampu memperbanyak jumlahnya dalam waktu yang singkat. Siklus hidup cacing tanah berkisar hari. Cacing tanah yang telah berumur 35-45,5 hari (dewasa kelamin) akan menghasilkan kokon setiap 7-10 hari sekali melalui alat reproduksinya (klitelum). Kokon akan menetas setelah hari. Setiap butir kokon akan menghasilkan 1-8 ekor anak. Kemampuan cacing tanah memperbanyak jumlahnya dalam waktu singkat dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah akibat limbah organik karena cacing tanah dapat mengkonsumsi limbah organik satu kali bobot hidupnya dalam waktu 24 jam. Sisa makanan warung, berperan cukup besar dalam masalah pencemaran lingkungan di perkotaan. Salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan limbah tersebut sebagai pakan hewan. Jumlah dan komposisi sisa makanan warung amat bevariasi, antara lain sayur-sayuran, sisa makanan, tulang, daging, ikan, telur dan aneka sisa makanan lainnya. Bila sisa makanan ini tidak diatasi dengan benar maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah dapat membantu dalam mengatasi pencemaran lingkungan. Perumusan Masalah Salah satu kelebihan cacing tanah dibanding ternak lain yaitu dapat dikembangbiakkan di semua daerah, termasuk daerah perkotaan. Media dan pakan utama yang dibutuhkan untuk pemeliharaan cacing tanah adalah kotoran ternak. Kendala peternakan cacing tanah di daerah perkotaan adalah sulitnya memperoleh kotoran ternak karena itu diberikan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah. Limbah jenis ini banyak mengandung bahan-bahan berbahaya bagi cacing, seperti cuka, asam, garam, cabe dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan

13 perlakuan tambahan sebelum sisa makanan restoran digunakan sebagai pakan cacing tanah, yaitu dengan cara memisahkan sisa makanan dari bahan-bahan yang membahayakan cacing tanah lalu memfermentasikannya. Tujuan dari fermentasi agar bahan makanan menjadi lebih sederhana dan dalam bentuk yang tersedia bagi cacing tanah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa reproduksi Lumbricus rubellus yang mendapat pakan sisa makanan warung.

14 TINJAUAN PUSTAKA Cacing Tanah Lumbricus rubellus Klasifikasi Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah yang tidak bertulang belakang dan hidup di dalam tanah. Kedudukan Lumbricus rubellus dalam taksonomi (Gates, 1972) adalah: Filum : Annelida Ordo : Oligochaeta Kelas : Clitellata Famili : Lumbricidae Spesies : Lumbricus rubellus Ciri-ciri Ciri tubuh khusus yang dimiliki filum Annelida yaitu adanya segmen-segmen teratur seperti cincin (annulus) pada tubuhnya (Sihombing, 2002). Bentuk tubuh cacing tanah L. rubellus silindris dengan tubuh bagian belakang klitelium memipih dorsal lateral dan bagian depan atau kepala lebih memipih dari pada bagian belakang atau ekor (Gates, 1972). Lumbricus rubellus berwarna merah tua gelap, perut kuning dan memiliki panjang 2,5-10,5 cm (Yuliprianto, 1994). Menurut Anas (1990), cara membedakan jenis spesies cacing tanah adalah dengan melihat segmennya. L. rubellus memiliki segmen. Klitelium muncul saat cacing tanah telah memasuki umur dewasa kelamin. Klitelium merupakan penebalan dari jaringan epitel permukaan dan mengandung banyak sel-sel kelenjar. Sel-sel ini menghasilkan sekreta berlendir yang berguna untuk pembentukan kokon yang melindungi saat perkembangan embrio. Klitelium membentuk semacam selaput yang membungkus anak-anak cacing yang sedang tumbuh (Edwards dan Lofty, 1977). Klitelium L. rubellus terlihat seperti penggembungan atau pembesaran dari beberapa segmen dan berwarna lebih terang dari segmen tubuh lainnya (Edwards dan Lofty, 1977). Letaknya pada segmen ke-26, hampir mendekati bagian tengah tubuh (Minnich, 1977). Klitelium pada cacing L. rubellus muncul pada umur hari (Rukmana, 1999).

15 Siklus Hidup Siklus cacing tanah dipengaruhi oleh temperatur, kadar air, ketersediaan makanan dan faktor-faktor lingkungan (Sihombing, 2002). Menurut Anas (1990), siklus hidup L. rubellus seperti Gambar 1. Kokon Inkubasi (14-21 hari) (7-10 hari) Menetas (2,5-3 bulan) Perkawinan Dewasa kelamin Gambar 1. Siklus Hidup Lumbricus rubellus Kokon menetas setelah hari, L. Rubellus membutuhkan waktu 2,5-3 bulan untuk mencapai dewasa kelamin. Kokon akan dihasilkan 7-10 hari setelah melakukan perkawinan. Produksi Kokon Mashur (2001) menyatakan bahwa produksi kokon selain dipengaruhi oleh jenis media atau pakan, juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti ph, kelembaban, suhu media dan pakan. Jenis media, kandungan nutrisi media atau pakan sangat mempengaruhi produksi kokon. Produksi kokon berkisar antara 2-10 butir dalam waktu 3-5 hari, setiap kokon mengandung 1-8 embrio (Sihombing, 2002) sedangkan menurut Lee (1985) satu induk cacing tanah diperkirakan dapat menghasilkan anak dan kokon setiap tahun. Menurut Edwards dan Lofty (1977), produksi kokon dipengaruhi oleh kepadatan populasi, biomassa, temperatur, kelembaban, kandungan energi dan ketersediaan makanan. Lama penetasan kokon sangat dipengaruhi oleh temperatur. Penelitian Brata (2003) menunjukkan bahwa L. rubellus yang mendapat pakan ampas tahu menghasilkan kokon sebanyak 3,25 butir/ekor selama 60 hari pemeliharaan atau 0,37 butir/ekor setiap minggu. Penelitian Samosir (2000) pada L. rubellus umur hari yang mendapat pakan kotoran sapi perah menunjukkan produksi kokon setiap minggu berkisar 1,12-1,94 butir kokon/ekor. Menurut

16 Hatanaka et al., (1983), L. rubellus menghasilkan satu butir kokon/ekor setiap lima hari, yang sama artinya dengan 1,4 butir kokon/ekor setiap minggu. Manfaat Cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu sebagai sumber protein hewani untuk subtitusi tepung ikan dan tepung daging (Catalan, 1981). Menurut Sihombing (2002), cacing tanah mempunyai banyak manfaat diantaranya memperbaiki ekosistem tanah, menyuburkan lahan pertanian, meningkatkan manfaat limbah organik, meningkatkan daya serap air permukaan tanah, mengurangi pencemaran lingkungan, umpan ikan, kosmetik, bahan obat dan penghasil kascing. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Cacing Tanah Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah adalah ketersediaan makanan, temperatur, kelembaban, derajat keasaman (ph), aerasi, intensitas cahaya, kepadatan populasi dan predator (Martin et al., 1981). Ketersediaan makanan Pertumbuhan dan laju reproduksi cacing tanah tergantung pada jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi (Catalan, 1981). Kandungan protein yang baik bagi cacing tanah berkisar 9-15% (Sihombing, 2002). Kotoran sapi sebagai media hidup juga berfungsi sebagai bahan makanan cacing tanah. Media cacing tanah dapat berfungsi ganda sebagai tempat hidup dan juga sekaligus sebagai makanan (Simandjuntak dan Waluyo, 1982). Cacing tanah lebih menyukai bahan organik yang sedang mengalami proses dekomposisi dibanding yang sudah terdekomposisi, ataupun yang masih segar (Minnich, 1977). Bahan organik tersebut dapat berasal dari hewan yang sudah mati, serasah daun tumbuhan yang telah lapuk, atau kotoran hewan (Gaddie dan Douglas, 1977). Menurut Haukka (1987), cacing tanah mampu mengkonsumsi makanan seberat bobot badannya dalam waktu 24 jam. Temperatur Lumbricus rubellus memerlukan waktu 6,5 minggu untuk dewasa pada temperatur 28 C. Temperatur optimum untuk perkembangan L. rubellus adalah C (Anas, 1990). Catalan (1981) menyatakan bahwa temperatur optimum untuk

17 reproduksi cacing tanah adalah 21 o C sampai 29 o C dan untuk penetasan kokon adalah 26,7 o C sampai 29 o C. Kelembaban Kelembaban yang dibutuhkan cacing tanah berkisar antara 60-90% (Sihombing, 2002). Cacing tanah membutuhkan suasana basah sehingga cacing tidak tahan hidup pada cuaca panas dan media yang kering. Menurut Anas (1990), sebagian besar cacing tanah melakukan pernafasan melalui permukaan tubuh yang selalu dijaga kelembabannya oleh kelenjar lendir dan epidermis. Penelitan Brata (2003) menunjukkan bahwa kelembaban yang tinggi menyebabkan produksi kokon rendah, sebaliknya kelembaban yang sesuai menghasilkan produksi kokon yang cukup tinggi. Menurut Budiarti dan Palungkun (1992) pada kelembaban yang terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera menghindar untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya baik, karena cacing tanah bernafas melalui kulitnya dan bukan mengambil oksigen dari air. Keasaman (ph) Menurut Sihombing (2002), cacing tanah memiliki enzim yang terbatas. Oleh karena itu, ph media harus dijaga antara 68-7,2 yaitu ph yang optimum bagi bakteri yang membantu dalam saluran pencernaan cacing tanah. Bila media alkalis akan menghambat pertumbuhan bakteri yang membantu merombak makanan di di dalam alat pencernaan cacing tanah. Sebaliknya bila media asam, maka kelenjar kapu yang terdapat dalam esofagus tidak cukup untuk menetralisir asam yang terbentuk. Hal ini akan menyebabkan membengkaknya tembolok dan pecah. Aerasi Aerasi sangat penting untuk mencegah akumulasi asam dan gas dalam media. Media dapat dibalik seminggu sekali, media yang terlalu padat dapat menyebabkan sulit bergerak dan bernafas. Aerasi yang baik merupakan syarat yang penting dalam reproduksi cacing tanah. Media dapat ditambahkan bahan-bahan yang berserat kasar tinggi untuk meningkatkan aerasi media.

18 Cahaya Cacing tanah termasuk jenis hewan nocturnal (aktif mencari makan dimalam hari). Menurut Gaddie dan Douglas (1975), pada tubuh cacing tanah, terutama bagian ujung depan (anterior), terdapat banyak sel yang peka terhadap cahaya. Oleh karena itu, semua kegiatan mencari makan dan kawin dilakukan malam hari, sedangkan siang hari cacing tanah bergerak dibawah permukaan tanah. Budidaya cacing tanah diperlukan naungan, agar cacing tetap aktif mencari makan disiang hari (Sihombing, 2002) Kepadatan Populasi Menurut Oktoviana (2000), perbandingan media dan jumlah cacing tanah yang menghasilkan bobot badan terbaik adalah 1:20, yaitu satu bagian cacing dan 20 bagian media. Pemeliharaan cacing tanah yang dilakukan pada bak berukuran 60x45x20 cm ( cm 3 ) memiliki populasi cacing tanah yang ideal yaitu gram (Catalan, 1981). Populasi yang terlalu padat menyebabkan cacing tanah menjadi kecil-kecil dan kemungkinan terjadi keracunan protein (Gaddie dan Douglas, 1975). Media Hidup dan Pakan Cacing Tanah Kotoran Sapi Perah Menurut Catalan (1981), kotoran ternak adalah sumber protein dan mineral yang dapat digunakan sebagai media cacing tanah. Penggunaan kotoran sapi sebagai media perlu dicampur dengan bahan tambahan lain seperti potongan rumput, tujuannya adalah untuk memperbaiki porositas media karena tekstur kotoran sapi relatif padat (Gaddie dan Douglass, 1975). Sisa Makanan Warung Pakan merupakan hal terpenting dalam budidaya cacing tanah. Keberhasilan pertumbuhan cacing tanah tergantung dari jenis pakan yang diberikan dan jumlah pakan yang dapat dicerna. Pakan cacing tanah selain berasal dari media hidupnya, dapat juga diperoleh dari pakan yang diberikan oleh peternak (Catalan, 1981). Bahan organik merupakan pakan utama cacing tanah, yaitu bahan yang berasal dari organisme hidup (hewan dan tumbuhan) yang mengandung senyawa karbon (Gaddie dan Douglas, 1975). Senyawa organik tersebut adalah karbohidrat,

19 protein, lemak, vitamin, asam nukleat dan asam organik (McDonald et al., 1989). Pakan diberikan dengan tujuan penggemukan cacing tanah dan pengolahan limbah organik. Pemberian pakan berupa ampas tahu dan pakan ternak komersial biasa dilakukan dalam penggemukan cacing tanah. Tidak ada pakan komersial yang khusus diproduksi untuk pakan cacing tanah. Pakan berupa bahan organik lain yang sudah tidak dimanfaatkan seperti sampah organik pasar, limbah sayuran, limbah rumah tangga diberikan pada cacing tanah untuk membantu dalam pengolahan limbah (Catalan, 1981). Tabel 1. Kandungan Gizi Limbah Restoran Komposisi Santoso (1989) Yanis et al.(2000) (%) Bahan Kering 26,3 tidak dianalisis Protein Kasar 4,2 10,89 Serat Kasar 0,7 9,13 Lemak Kasar 5,9 9,70 Kandungan limbah restoran menurut Santoso (1989) dan Yanis et al. (2000) dapat dilihat pada Tabel 1. Limbah warung dan rumah tangga sangat bervariasi jenisnya, antara lain sayur-sayuran, sisa makanan, tulang, daging, ikan, telur, dan aneka sisa makanan lainnya. Jumlah dan komposisi limbah tidak sama setiap harinya sehingga sulit diberikan kepada ternak dalam jumlah besar dan bergizi cukup baik (Santoso, 1989). Penggunaan sisa makanan warung sebagai pakan cacing tanah harus memenuhi syarat untuk pakan yaitu rasa asin, minyak dan pedasnya tidak berlebihan (Palungkun, 1999). Penggunaan limbah organik dapat dicuci terlebih dahulu, untuk menghindari zat-zat yang tidak disukai oleh cacing tanah. Menurut Catalan (1981), cacing tanah tidak mempunyai gigi dan membutuhkan air cukup banyak karena itu pakan yang diberikan sebaiknya dalam bentuk bubur. Pakan yang diberikan sama dengan bobot cacing tanah yang ada. Menurut Palungkun (1999), cacing tanah dapat mengkonsumsi berbagai macam bahan organik dengan bobot seberat tubuhnya dalam sehari.

20 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari tanggal 20 September sampai 8 Desember Analisis kandungan zat-zat makanan bahan media atau pakan cacing tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Materi Cacing tanah yang digunakan adalah L. rubellus umur dewasa kelamin yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pakan cacing tanah berupa sisa makanan yang tidak habis dimakan oleh pengunjung warung yang telah difermentasikan terlebih dahulu. Sisa makanan ini diperoleh dari lima warung tegal di sekitar jalan Raya Darmaga, Bogor. Media hidup yang digunakan adalah campuran feses sapi perah dengan cacahan rumput kering (± 2 cm). Kotoran sapi perah dan rumput lapang diperoleh dari kandang B, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sisa makanan warung diperoleh dari warung makan di daerah Darmaga, Bogor. Peralatan yang akan digunakan adalah 20 pot plastik dengan diameter 20 cm, gelas plastik, 4 tong kecil, plastik penutup, sarung tangan, termometer tanah, higrometer tanah, higrometer ruangan, timbangan, handsprayer, dan pengukur ph. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari empat taraf perlakuan pemberian pakan sisa makanan restoran dengan lima kali ulangan. Model rancangan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: Keterangan: Y ij μ Y ij = μ + τ i + ε ij = Pengamatan pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = Rataan umum

21 τi = Pengaruh taraf perlakuan ke-i (i = P 1 ; P 1,25 ; P 1,5 dan P 1,75 ) ε ij = Galat percobaan dari taraf perlakuan jenis media ke-i pada ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4 dan 5) Data yang diperoleh akan dianalisis dengan Analisis Ragam (ANOVA) (Steel dan Torrie, 1995). Jika hasil analisis berbeda nyata akan diuji lanjut dengan polinomial ortogonal. Peubah yang Diamati Pertambahan bobot badan induk per ekor per minggu. Pertambahan Bobot Badan per ekor per minggu: bobot badan saat pengamatan dikurangi dengan bobot badan pengamatan sebelumnya kemudian dibagi dengan jumlah populasi cacing tanah saat pengamatan. PBB = BB n -BB n-1 populasi n Keterangan: PBB BB n BB n-1 populasi n = Pertambahan bobot badan = Bobot badan pada saat pengamatan = Bobot badan pengamatan sebelumnya = Jumlah populasi pada saat pengamatan Jumlah kokon. Perhitungan jumlah kokon dilakukan pada setiap pot secara manual setelah tujuh hari penanaman setiap minggu selama 49 hari. Daya tetas. Daya tetas diperoleh dari jumlah kokon yang menetas, dibagi dengan jumlah kokon yang diinkubasi, dikali dengan seratus persen. Penghitungan daya tetas dilakukan 7-21 hari setelah kokon diinkubasi. Daya tetas = Σ kokon yang diinkubasi Σ kokon yang tidak menetas x 100% Σ kokon yang diinkubasi Jumlah anak setiap kokon. Penghitungan jumlah anak setiap kokon diperoleh dari jumlah anak cacing tanah yang ada dibagi dengan jumlah kokon yang menetas. Penghitungan jumlah anak dilakukan 7-21 hari setelah kokon diinkubasi. Jumlah anak per kokon = Σ anak cacing tanah Σ kokon yang diinkubasi Σ kokon yang tidak menetas

22 Prosedur Persiapan Media Cacing Tanah Rumput lapang dicacah 1-2 cm lalu dicampur kotoran sapi perah dengan perbandingan 1:3 (berdasarkan volume). Campuran ditambahkan EM 4 (11 ml) lalu difermentasikan secara anaerob selama tiga minggu. Suhu dan ph diukur pada akhir fermentasi, kapur ditambahkan sebanyak 0,3% untuk mengurangi tingkat keasaman media (Meliyani, 1999) sehingga ph media menjadi optimum bagi kehidupan cacing tanah yaitu berkisar 6,8-7,2 (Sihombing, 2002). Sebelum digunakan, media dianginanginkan terlebih dahulu selama tiga hari untuk mengurangi kandungan air dan gas. Media yang telah siap digunakan dianalisis kandungan C / N dan kadar airnya. Penanganan Sisa Makanan Warung Sisa makanan warung dibersihkan dari bahan-bahan yang tidak dapat dicerna cacing tanah, seperti tulang, plastik, tusuk gigi dan lainnya. Sisa makanan difermentasikan selama satu minggu dalam kondisi anaerob, lalu dianalisis kandungan bahan kering, energi bruto, protein kasar dan kadar air. Pemberian pakan dilakukan dua hari sekali sesuai perlakuan, yaitu pemberian pakan sebanyak 1 kali bobot badan (P 1 ), 1,25 kali bobot badan(p 1,25 ), 1,5 kali bobot badan (P 1,5 ) dan 1,75 kali bobot badan (P 1,75 ). Seleksi Cacing Tanah Cacing tanah (L. rubellus) yang baru memiliki klitelum dipilih sebagai materi penelitian. Klitelum yang masih baru terlihat seperti segmen yang berwarna lebih terang tapi masih belum terjadi penonjolan klitelum merupakan tanda cacing telah dewasa kelamin. Jumlah cacing yang digunakan adalah 20 ekor untuk setiap bak dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Jadi, jumlah cacing tanah yang digunakan seluruhnya berjumlah 400 ekor. Penanaman dan Pemeliharaan Cacing Tanah Media yang telah disiapkan, terlebih dahulu dilakukan uji biologis untuk mengetahui kecocokan media sebagai tempat hidup bagi cacing tanah. Uji biologis dilakukan dengan memasukkan lima ekor cacing. Media sudah dapat digunakan sebagai tempat hidup cacing tanah apabila dalam waktu 2 x 24 jam cacing tersebut tidak keluar atau mati.

23 Pot yang berisi media hidup (700 gr) dan 20 ekor cacing tanah ditempatkan di rak dan ditutup dengan karung plastik untuk menghindari predator dan mengurangi penguapan. Selama penelitian dilakukan penyemprotan air dengan handsprayer satu kali sehari untuk menjaga kestabilan temperatur dan kelembaban media. Pengukuran suhu media, kelembaban dan suhu ruangan dilakukan setiap pukul WIB (siang). Pengadukan dilakukan satu minggu sekali agar aerasi berjalan dengan baik. Pengamatan Cacing Tanah Pengamatan dan pencatatan dilakukan setiap satu minggu selama 49 hari, yang meliputi penimbangan bobot badan dan perhitungan populasi cacing tanah setiap pot. Pemanenan dan Penetasan Kokon Pemanenan kokon dilakukan setiap satu minggu setelah tujuh hari penanaman. Kokon yang ada dihitung jumlahnya. Kokon diinkubasikan pada gelas plastik aqua dengan media yang diambil dari media hidup induknya. Media inkubasi diletakkan pada tempat yang berbeda dari media hidup induknya lalu ditutup dengan plastik. Penyiraman media inkubasi dilakukan setiap satu hari sekali untuk menjaga kelembaban media hidup. Kokon yang menetas dihitung setiap minggu setelah tujuh hari inkubasi selama 21 hari.

24 HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan Hidup Cacing Tanah Selama Penelitian Suhu, Kelembaban Ruangan dan Media Rataan suhu dan kelembaban selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Rataan suhu media pada tiap perlakuan berkisar antara 27,4-29 o C. Rataan suhu tertinggi ada pada P 1,75 dan yang terendah ada pada P 1. Perbedaan suhu sebesar satu derajat Celcius akan mempengaruhi kehidupan cacing tanah. Akan tetapi, kisaran suhu dalam penelitian masih dalam kisaran suhu optimum bagi cacing tanah menurut Sihombing (2002) sebesar 21,1-29,4 o C. Tabel 2. Rataan Suhu Ruangan dan Media serta Kelembaban Ruangan Selama Penelitian Parameter Perlakuan Umur (minggu) Rataan Suhu ( o C) P 1 28,5 28,0 27,0 27,0 27,0 27,0 28,0 27,0 27,4 Media P 1,25 29,0 28,5 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 27,5 28,1 P 1,5 29,0 29,0 28,5 28,5 28,0 28,5 28,0 28,0 28,4 P1,75 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 29,0 Ruangan 29,0 29,0 29,0 28,0 28,0 28,0 29,0 28,0 28,5 Kelembaban Ruangan (%) 82,0 82,0 73,0 76,0 72,0 72,0 73,0 76,0 75,7 Keterangan: Periode pencatatan suhu dan kelembaban pada musim hujan Perbedaan suhu antar perlakuan disebabkan oleh perbedaan jumlah pemberian pakan tambahan. P 1,75 diberi pakan dalam jumlah lebih banyak daripada P 1. Menurut Prihmantoro (1999) bahan organik yang dikomposkan akan membebaskan sejumlah energi melalui perubahan dalam bentuk panas sehingga terjadi kenaikan suhu dalam tumpukan. Mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu media. Sisa makanan warung yang tidak habis dimakan oleh cacing tanah akan mengalami proses fermentasi yang mengakibatkan kenaikan suhu dalam tumpukan. Suhu ruangan merupakan salah satu aspek keberhasilan budidaya cacing tanah. Fluktuasi suhu udara yang tinggi akan mempengaruhi proses fisiologis cacing tanah seperti metabolisme, pernafasan, pertumbuhan dan perkembangbiakkan (Sihombing, 2002). Suhu ruangan diukur setiap hari pada pukul siang.

25 Suhu ruangan selama penelitian relatif stabil antara o C, dengan rataan 28,5 o C. Suhu tersebut masih dalam kisaran suhu ruangan penelitian Syaputra (2004) pada lima peternakan cacing tanah sebesar o C. Sebaliknya, kelembaban (Rh) berfluktuasi antara 72%-82%, dengan rataan 75,75%. Kelembaban ini masih memenuhi syarat hidup cacing tanah menurut Sihombing (2002) yaitu 50-80%. Suhu ruangan mempengaruhi suhu media cacing tanah. Bila suhu ruangan tinggi, maka panas yang ada akan diserap oleh media cacing tanah dan akan menaikkan suhu media. Penurunan suhu media dapat dilakukan melalui penyiraman media dengan air secukupnya. Kelembaban media dapat tetap dijaga dengan memberikan penutup ada media, misalnya dengan menggunakan kertas koran sehingga penguapan air dari media dapat dikurangi. Komposisi dan ph Media Hasil analisis Proksimat media hidup cacing tanah dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan protein kasarnya cukup rendah yaitu 5,57%. Kandungan protein kasar media ini berada dibawah syarat media hidup cacing tanah menurut Sihombing (2002) yang kandungan proteinnya 9-15%. Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Media Hidup Cacing Tanah Komposisi Awal Penelitian Akhir Penelitian (%) Bahan Kering* 44,07 tidak dianalisis Kadar Air* 55,93 tidak dianalisis Abu* 7,15 tidak dianalisis Protein Kasar* 5,57 tidak dianalisis Serat Kasar* 11,63 tidak dianalisis Lemak Kasar* 1,00 tidak dianalisis Beta-N* 5,69 tidak dianalisis C** 34,23 35,85 N** 0,86 0,84 C / N ** 39,80 42,68 Sumber: *) Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, **) Hasil Analisis Laboratorium Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2006

26 Kadar air media awal penelitian sebesar 55,93%. Kadar air ini sesuai untuk media hidup cacing tanah menurut Sihombing (2002) yaitu kandungan air media sebesar 50-80%. Media hidup cacing tanah harus dapat menahan air karena sebagian besar bobot hidupnya adalah air (75-90%), karena itu cacing tanah tidak tahan terhadap cuaca panas dan tanah kering. Selain itu, cacing tanah bernafas melalui permukaan kulitnya, mengeluarkan lendir melalui pori-pori kulit untuk melindunginya dari gesekan saat bergerak, kelembaban sangat dibutuhkan cacing tanah untuk menjaga agar kulit tetap berfungsi normal. Kelembaban media dapat tetap dijaga dengan memberikan penutup pada media, misalnya dengan menggunakan kertas koran sehingga penguapan air dari media dapat dikurangi. Kandungan serat kasar pada media sebesar 11,63 %. Penambahan rumput kering yang mengandung serat kasar tinggi dapat meningkatkan porositas media. Selain rumput kering, dapat juga digunakan bahan yang berserat kasar tinggi lainnya seperti jerami padi dan daun-daunan (Sihombing, 2002). Media penelitian sebelum pengomposan memiliki nisbah C / N sebesar 39,80. Nisbah C / N ini lebih besar daripada C / N yang optimum menurut Yang (1997) yaitu 25. Hal ini disebabkan penambahan rumput kering yang mengandung unsur karbon cukup tinggi dengan nisbah C / N (Murbandono, 1999). Nisbah C / N media hasil penelitian (vermikompos) meningkat menjadi 42,68. Menurut Loh et al., (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi penurunan nisbah C / N pada media cacing tanah dari 50,98 menjadi 40,66. Peningkatan nisbah C / N ini disebabkan pemberian pakan tambahan pada cacing tanah yang berupa sisa makanan warung. Sisa makanan warung merupakan bahan organik yang termasuk sumber karbon. Keasaman (ph) feses sapi perah sebelum pengomposan sebesar 6,57. Hal ini sesuai dengan Manik (1994) yang menyatakan bahwa kotoran sapi perah memiliki ph antara 6,6-6,8. Setelah pengomposan ph naik menjadi 6,98. Media ditambahkan kapur sebanyak 0,3% (Meliyani, 1999) karena banyak terdapat kutu yang menunjukkan bahwa media masih bersifat asam. Penambahan kapur bertujuan untuk menaikkan ph media (Sihombing, 2002). Keasaman (ph) media setelah pengomposan berada dalam kisaran ph media yang optimum bagi cacing tanah menurut Sihombing (2002) yaitu 6,8-7,2.

27 Sisa Makanan Warung Sisa makanan warung yang diperoleh dari lima warung Tegal bervariasi setiap harinya baik dalam jumlah dan komposisi. Bahan makanan yang selalu terdapat dalam sisa makanan biasanya berupa nasi, tahu dan sayur-sayuran. Hasil analisis proksimat sisa makanan warung disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Sisa Makanan Warung Komposisi Jumlah Bahan Kering (%) 91,47 Protein Kasar (%) 11,6 Lemak Kasar (%) 5,17 Energi bruto (kalori/gram) 3487 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, 2006 Hasil fermentasi sisa makanan dalam bentuk bubur. Proses fermentasi merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana (Murbandono, 1999) sehingga tersedia bagi cacing tanah Media hidup cacing tanah tidak menyediakan nutrisi yang cukup bagi cacing tanah selama hidupnya karena itu pakan tambahan diberikan sebagai tambahan nutrisi bagi cacing tanah. Hasil analisa menunjukkan bahwa sisa makanan warung mempunyai kandungan protein yang cukup baik yaitu 11,6%. Kandungan protein kasar sisa makanan warung sesuai dengan kandungan protein yang baik bagi cacing tanah menurut Sihombing (2000) yaitu 9-15%. Sisa makanan warung bervariasi jenisnya, antara lain nasi, tahu, sayursayuran, wortel, tulang, daging, ikan, telur, cabe dan aneka sisa makanan lainnya. Macam dan jumlah sampah tidak sama setiap harinya. Menurut Palungkun (1999), penggunaan sisa makanan warung media cacing tanah harus memenuhi syarat untuk pakan yaitu rasa asin, minyak dan pedasnya tidak berlebihan (Palungkun, 1999). Pemberian pakan berupa sisa makanan warung tidak mengalami proses pencucian terlebih dahulu, sehingga masih terdapat kandungan minyak, dan rasa pedas dan asin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sisa makanan warung dimakan oleh cacing tanah. Hal ini terlihat dari banyaknya cacing tanah yang berkumpul pada gumpalan sisa makanan warung. Sisa makanan warung pada P 1 selalu habis dimakan oleh cacing tanah, berbeda halnya pada P 1,75 yang hampir selalu tersisa. Jumlah

28 konsumsi pakan tidak dapat diukur karena pakan sudah bercampur dengan media hidup cacing tanah. Sisa makanan yang tidak dimakan oleh cacing tanah akan mengalami proses fermentasi dan menaikkan suhu media. Kandungan lemak kasar sisa makanan warung cukup tinggi dibandingkan dengan kandungan lemak kasar pada kotoran sapi perah. Kotoran sapi perah yang merupakan tempat hidup cacing tanah hanya mengandung 1% lemak kasar sedangkan kandungan lemak kasar pada sisa makanan warung sebesar 5,17%. Kandungan lemak pada pakan akan menaikkan kandungan lemak media. Pakan diberikan setiap dua hari sekali sesuai dengan perlakuan sehingga kandungan lemak pada pakan akan menumpuk, menaikkan kandungan lemak dan mengubah tekstur media menjadi berminyak dan liat. Media menjadi tidak nyaman bagi cacing tanah karena cacing tanah bernafas melalui kulit. Media yang liat akan menghambat pernafasan, pertumbuhan dan aktifitas cacing tanah. Kondisi media yang tidak nyaman ini terlihat dari populasi cacing tanah yang tidak menyebar merata pada media, cacing tanah berkumpul pada satu tempat. Bobot Badan Induk Cacing Tanah Rataan bobot badan cacing tanah tiap perlakuan berkisar antara 7,44-10,54 gram/wadah atau 0,37-0,52 gram/ekor seperti yang tercantum pada Tabel 5. Rataan bobot badan terbesar terdapat pada perlakuan pemberian pakan sebanyak 1,25 kali bobot badan cacing tanah dan yang terkecil pada perlakuan 1,75 kali bobot badan. Perlakuan Tabel 5. Bobot Badan Induk Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Penimbangan ke Ratarata /wadah gram Ratarata /ekor P 1 4,32 9,64 8,54 8,6 8,16 7,96 7,86 7,94 7,87 0,39 P 1,25 4,42 11,42 11,76 11,92 11,3 10, ,32 10,54 0,52 P 1,5 4,36 10,62 10,24 9,46 9,08 8,08 8,22 8,54 8,57 0,42 P 1,75 4,32 9,38 8,66 7,68 7,5 7,42 7,2 7,42 7,44 0,37

29 Rataan bobot badan cacing tanah selama 49 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2. Bobot badan cacing tanah pada minggu pertama memiliki bobot badan yang hampir seragam, berkisar antara 0,216-0,221 gram/ekor. Bobot badan ini masih di bawah bobot badan dewasa cacing tanah menurut Yuliprianto (1994) sebesar 0,43 gram/ekor dan Ulep (1982) sebesar 0,50-0,82 gram/ekor. Cacing tanah belum mencapai bobot dewasa tubuh, terlihat dari klitelum yang masih belum berkembang dengan sempurna. Klitelum hanya terlihat seperti segmen yang berwarna lebih terang tapi masih belum terjadi penonjolan. 0.7 BB (gram/ekor) P1 P1,25 P1,5 P1, Pengamatan minggu ke- Gambar 2. Grafik Rataan Bobot Badan L. rubellus Selama 49 Hari Pemeliharaan Hasil penimbangan kedua menunjukkan peningkatan bobot badan yang pesat dengan rataan berkisar 9,38-11,42 gram/ wadah atau 0,46-0,57 gram/ ekor. Bobot badan ini sesuai dengan bobot badan cacing tanah dewasa menurut Yuliprianto (1994) dan Ulep (1982). Hasil penimbangan ketiga sampai dengan penimbangan kedelapan menunjukkan bahwa bobot badan cacing tanah cenderung konstan, karena nutrisi yang didapat dari pakan sebagian besar digunakan untuk aktivitas reproduksi (Samosir, 2000). Menurut Hisbinudin (2000) pertumbuhan cacing tanah akan berlangsung lambat dan terjadi penurunan bobot badan cacing tanah setelah cacing tanah mencapai dewasa kelamin.

30 Pertambahan Bobot Badan Induk Rataan pertambahan bobot badan (PBB) cacing tanah berkisar antara 0,0027-0,0074 gram/ekor/hari (Lampiran 2). Pertambahan bobot badan ini berbeda dengan penelitian Brata (2003) yang menyatakan bahwa PBB L. rubellus berkisar antara gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan perbedaan pemberian pakan pada penelitian Brata (2003) yang menggunakan ampas tahu dengan kandungan protein (26,06%) yang lebih tinggi dan kandungan lemak (7,78%) yang lebih rendah daripada sisa makanan warung (Protein kasar: 11,6 % dan Lemak kasar: 5,17%). Pola PBB cacing tanah (gram/ ekor) pada berbagai tingkat pemberian pakan dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah pemberian pakan berpengaruh nyata terhadap PBB cacing tanah (P<0,05), mengikuti persamaan kuadratik Y = x x dengan R 2 = Jumlah pemberian pakan sebanyak 1,32 kali akan menghasilkan PBB yang tertinggi yaitu 0,0429 gram/ekor y = x x R 2 = 0.67 PBB (gram/ekor) Perlakuan Gambar 3. Pola Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah pada Berbagai Tingkat Pemberian Pakan Sisa Makanan Warung. Pemberian pakan sisa makanan warung sampai 1,32 kali bobot badan akan menaikkan PBB cacing tanah, sedangkan lebih dari 1,32 kali bobot badan akan menurunkan PBB cacing tanah. Penambahan sisa makanan warung menyebabkan akumulasi minyak pada media yang mempengaruhi tekstur media, sehingga semakin banyak jumlah makanan warung yang diberikan, semakin banyak minyak yang terakumulasi pada media. Pernafasan cacing tanah menjadi terhambat akibat minyak pada media dan tubuh cacing tanah sehingga menghambat pertumbuhannya.

31 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa P 1,25 menghasilkan PBB tertinggi. Hal ini disebabkan pada P 1, pakan yang ada tidak mencukupi kebutuhan hidup cacing tanah sedangkan pada P 1,5 dan P 1,75, akumulasi minyak yang berasal dari pakan menyebabkan tekstur media menjadi tidak nyaman untuk hidup cacing tanah sehingga bobot badan cacing tanah menurun. Rataan PBB cacing tanah selama 49 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4. Pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada penimbangan ke 1-2. Pertambahan bobot badan rata-rata bernilai negatif pada penimbangan kedua sampai kedelapan, kecuali pada P 1,25. PBB bernilai negatif pada P 1,25 hanya pada penimbangan keempat sampai keenam. Nilai negatif PBB mengindikasikan bahwa kandungan nutrisi pakan tidak mencukupi kebutuhan hidup dan aktifitas reproduksi cacing tanah, sehingga cacing tanah mulai merombak sel tubuhnya untuk menghasilkan kokon. PBB (gram/ekor) Pengamatan minggu ke- P1 P1,25 P1,5 P1,75 Gambar 4. Pertambahan Bobot Badan Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan PBB bernilai positif pada penimbangan ke enam sampai delapan untuk P 1,25, karena pada waktu tersebut kokon yang dihasilkan cacing tanah sangat sedikit bahkan tidak menghasilkan kokon sama sekali.

32 Produksi Kokon Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa jumlah pemberian pakan yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap produksi kokon cacing tanah (P<0,01). Pemberian pakan sisa makanan warung akan meningkatkan produksi kokon mengikuti persamaan kubik Y= 0,021x 3-0,0888x 2 + 0,1253x 0,0559 dengan 100% respon produksi kokon yang disebabkan oleh perlakuan (R 2 = 1), seperti yang tampak pada Gambar 5. Jomlah kokon y = x x x R 2 = Perlakuan Gambar 5. Produksi kokon Cacing Tanah Pada Berbagai Tingkat Pemberian Pakan Sisa Makanan Warung Rataan produksi kokon tertinggi pada P 1,25 (7,39 butir) dan terendah pada P 1,5 (3,2 butir). Produksi kokon yang rendah pada P 1 menunjukkan bahwa kandungan nutrisi dari pakan tidak mencukupi kebutuhan hidup cacing tanah, seperti yang ditunjukkan oleh PBB yang juga rendah (Gambar 3.). Tabel 6. Jumlah Kokon yang Dihasilkan Selama 49 Hari Pemeliharaan Perlakuan Rataan /wadah Rataan /ekor (butir) P 1 64,4 3,22 P 1,25 147,8 7,39 P 1,5 64 3,2 P 1,75 74,4 3,72 Produksi kokon yang rendah pada P 1,5 dan P 1,75 disebabkan kandungan minyak pada media lebih tinggi daripada media P 1,25. Menurut Brata (2003), produksi kokon akan semakin rendah pada media dengan kadar lemak tinggi. Selain

33 itu, akumulasi minyak pada P 1,5 dan P 1,75 ternyata juga menghambat reproduksi melalui gangguan proses respirasi yang ditunjukkan oleh nilai PBB yang bernilai negatif. Pola produksi kokon setiap penimbangan selama 49 hari pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6. Rataan produksi kokon setiap minggu berkisar antara 0,64-1,69 butir/ ekor. Penelitian Samosir (2000) pada L. rubellus umur hari dengan pakan tambahan kotoran sapi perah menunjukkan produksi kokon setiap minggu berkisar 1,12-1,94 butir/ ekor. Lumbricus rubellus menurut Hatanaka et al., (1983) menghasilkan satu butir kokon/ekor setiap lima hari yang sama artinya dengan 1,4 butir kokon/ ekor setiap minggunya. 4 3,5 Jumlah kokon (butir/ekor) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 P1 P1,25 P1,5 P1, Minggu ke- Gambar 6. Produksi Kokon Cacing Tanah Selama 49 Hari Pemeliharaan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kokon mulai dihasilkan pada penimbangan kedua, tetapi dalam jumlah yang sedikit karena cacing tanah belum mencapai aktivitas reproduksi yang optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Brata (2003) yang menunjukkan bahwa kokon baru yang dihasilkan pada awal fase reproduksi masih dalam jumlah yang sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa cacing tanah membutuhkan waktu satu minggu setelah mencapai bobot badan dewasa untuk menghasilkan jumlah kokon yang maksimal. Cacing tanah sudah menghasilkan kokon pada minggu ke dua, namun nutrisi yang diperoleh lebih diutamakan untuk pencapaian bobot badan dewasa. Jumlah kokon yang terbesar diperoleh pada penimbangan ketiga, peningkatan jumlah kokon diikuti oleh penurunan PBB karena energi yang dimiliki cacing tanah

34 digunakan untuk memproduksi kokon, seperti yang terlihat pada Gambar 3.. Hal ini sesuai dengan penelitian Samosir (2000) yang menyatakan bahwa penurunan bobot badan cacing tanah terjadi saat cacing mulai menghasilkan kokon. Setelah minggu ke tiga, produksi kokon terus menurun sampai minggu ke enam. Penurunan produksi kokon juga diikuti oleh PBB yang bernilai negatif, mungkin karena proses metabolisme cacing tanah terhambat akibat tubuhnya dilapisi minyak yang terakumulasi pada media sehingga pernafasan terhambat. Seekor cacing tanah mampu menghasilkan 1,4 butir kokon setiap minggu (Hatanaka et al., 1983), namun pada penelitian ini cacing tanah tidak lagi memproduksi kokon pada minggu ke tujuh dan ke delapan. Hal ini mengindikasikan bahwa media sudah tidak cocok sebagai media cacing tanah. Daya Tetas Daya tetas menunjukkan kemampuan setiap kokon yang dihasilkan untuk menetas dan menghasilkan anak cacing tanah. Persentase daya tetas tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Rataan persentase daya tetas tertinggi ada pada P 1, sebesar 93,13%. Perlakuan pemberian pakan P 1,25 ; P 1,5 dan P 1,75 mempunyai rataan persentase daya tetas yang tidak berbeda jauh yaitu 90,25; 90,01 dan 89,47%. Tabel 7. Daya Tetas Kokon Selama 49 Hari Pemeliharaan Perlakuan Daya tetas (%) P 1 93,13 ± P 1,25 90,25 ± P 1,5 90,01 ± P 1,75 89,47 ± Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah pemberian pakan tidak berpengaruh pada daya tetas kokon. Persentase daya tetas lebih dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Penurunan jumlah anak cacing tanah yang menetas atau rendahnya daya tetas cacing tanah dapat pula disebabkan oleh adanya kokon yang kosong, kokon yang belum menetas dan kematian anak cacing tanah. Hasil menunjukkan bahwa jumlah kokon yang banyak belum tentu diikuti dengan daya tetas yang tinggi. Jumlah kokon

35 terbanyak ada pada perlakuan P 1,25 (7,39 butir/ekor) sedangkan daya tetas terbesar ada pada P 1 (93,13%). Semua kokon yang dihasilkan belum tentu semua dapat menetas dan menghasilkan anak cacing tanah. Daya tetas kokon lebih dipengaruhi oleh kelembaban sedangkan lama menetas kokon dipengaruhi oleh suhu media. Media dengan kelembaban yang cukup tinggi, menghasilkan daya tetas yang cukup rendah (Brata, 2003). Rendahnya daya tetas cacing tanah dapat pula disebabkan oleh adanya kokon yang kosong dan kokon yang belum menetas (Sihombing, 2002). Jumlah Anak Jumlah anak cacing tanah setiap ekor selama 49 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pakan sisa makanan warung tidak berpengaruh terhadap jumlah anak yang dihasilkan setiap kokon. Tabel 8. Jumlah Anak yang Dihasilkan Setiap Kokon Pengamatan minggu ke- Perlakuan Rataan ekor P 1 1,24 1,3 1,63 2,44 2,19 1,8 P1,25 1,2 1,22 1,5 1,79 1,88 1,5 P1,5 1,46 1,46 2,47 2,03 2,6 2 P1,75 1,92 1,46 1,76 1,61 0,67 1,5 Rataan 1,45 1,36 1,84 1,96 1,83 Jumlah anak tiap kokon dari seluruh perlakuan berkisar antara 1,5-2 ekor/ kokon, Rataan jumlah anak cacing tanah dari seluruh perlakuan paling banyak dihasilkan pada pengukuran ke lima sebesar 1,96 ekor anak cacing tanah/kokon, Jumlah anak ini sesuai dengan penelitian Brata (2003) menunjukkan bahwa Lumbricus rubellus menghasilkan 1,5 ekor anak cacing tanah/kokon tetapi lebih besar dari jumlah anak pada penelitian Samosir (2000) sebesar 0,87-1,93 ekor/kokon. Menurut Sihombing (2002), satu kokon dapat mengandung 1-8 embrio atau 220 embrio dengan rata-rata yang menetas 7 embrio. Jumlah anak yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor, seperti daya tetas kokon, kondisi media yang

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL SKRIPSI ENHA DIKA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kerbau dan Sapi di Indonesia Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak kerbau tersebar merata di seluruh pulau di Indonesia dengan

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Onggok Aren terhadap Pertumbuhan Cacing Eisenia foetida Salah satu indikator untuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD SKRIPSI RISNA HAIRANI SITOMPUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI RITA WAHYUNI E10013162 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga. dapat berkesinambungan ketersediaannya serta memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga. dapat berkesinambungan ketersediaannya serta memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cacing tanah merupakan hewan yang cepat berkembangbiak, mudah dibudidayakan, media dan pakannya mudah diperoleh sehingga dapat berkesinambungan ketersediaannya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

SUBTITUSI DEDAK HALUS PADA PAKAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus)

SUBTITUSI DEDAK HALUS PADA PAKAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 01 No. 3, Oktober 2013 Hlm: 160-163 SUBTITUSI DEDAK HALUS PADA PAKAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) Refined Rice Bran Subtitution

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mulsa Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti jerami, sebuk gergaji, lembaran plastik tipis, tanah lepas-lepas dan sebagainya yang dihamparkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Puyuh Betina (Cortunix cortunix japonica) dilaksanakan pada Oktober

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol. Volll. Vol! Villi. V,ll. Villi. Vdll V.I. Keterangan : Vi V2V3V4V5

Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol. Volll. Vol! Villi. V,ll. Villi. Vdll V.I. Keterangan : Vi V2V3V4V5 33 Lampiran I. Bagan Penelitian Menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) Vol Vol! Volll Villi V21 V2III V4 V4III V2II V,ll Villi V.I V31I Vdll Keterangan : Vi V2V3V4V5 = Perlakuan berbagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman

BAB I PENDAHULUAN. kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah organik adalah limbah yang berasal dari makhluk hidup seperti kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman dan lain-lain. Limbah

Lebih terperinci

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R. HUTABARAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENAMBAHAN DAUN KATUK

PENAMBAHAN DAUN KATUK PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) DALAM RANSUM PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT REPRODUKSI DAN PRODUKSI AIR SUSU MENCIT PUTIH (Mus musculus albinus) ARINDHINI D14103016 Skripsi ini merupakan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah true experiment atau eksperimen murni dengan desain yaitu post test with control group desain. T0 V 1 T 1 T0 V 2

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan iklim tropik basahnya memberikan keuntungan terhadap kesuburan tanah. Beraneka ragam jenis tumbuhan dapat ditanami. Adanya hujan menyebabkan tanah tidak

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya burung puyuh (Coturnix coturnix) betina dengan tujuan utama menghasilkan telur konsumsi dan atau pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN

LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN LAPORAN KEMAJUAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KEWIRAUSAHAAN VERMIKOMPOS PENGHASIL BIOMASSA CACING TANAH (Lumbricus rubellus) DAN CACING KALUNG SERTA KOMPOS DENGAN METODE BUDIDAYA EFEKTIF BIDANG KEGIATAN:

Lebih terperinci

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN

PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PRODUKSI AMMONIA DAN HIDROGEN SULFIDA EKSKRETA AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG KEMANGI (Ocimum basilicum) DALAM PAKAN SKRIPSI RINI HIDAYATUN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN Disusun Oleh: Ir. Nurzainah Ginting, MSc NIP : 010228333 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2007 Nurzainah Ginting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Lebih terperinci

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani** PENGARUH PENAMBAHAN KIJING TAIWAN (Anadonta woodiana, Lea) DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**,

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan memisahkan objek penelitian menjadi 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan memisahkan objek penelitian menjadi 2 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dilakukan dengan memisahkan objek penelitian menjadi 2 kelompok yaitu kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing sutra (Tubifex. sp) merupakan pakan alami yang rata-rata berukuran panjang 1-3 cm. Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya memilih cacing sutra sebagai pakan ikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PELEPAH KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN BERBAGAI LEVEL BIOMOL + PADA PAKAN TERHADAP KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN SKRIPSI

PENGGUNAAN PELEPAH KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN BERBAGAI LEVEL BIOMOL + PADA PAKAN TERHADAP KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN SKRIPSI PENGGUNAAN PELEPAH KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN BERBAGAI LEVEL BIOMOL + PADA PAKAN TERHADAP KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN SKRIPSI Oleh : AHMAD HUSIN HUTABARAT 090306007 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Desember 2011, bertempat di kandang C dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN 3. METODE PENELITIAN 3. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Ide dasar penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu teknik pengolahan limbah pertanian, yaitu suatu sistem pengolahan limbah pertanian yang sederhana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cacing tanah mempunyai potensi memberi keuntungan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Selama ini cacing tanah dianggap hewan yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah digunakan secara luas diseluruh dunia untuk pengolahan air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci