BAB 2 LANDASAN TEORI. Gambar 3. Elemen sustainable urban transport Sumber : BMZ

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. Gambar 3. Elemen sustainable urban transport Sumber : BMZ"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan tentang Intermodal Passenger Transport Transportasi berkelanjutan bergantung pada efisiensi energi dan spasial, efisiensi energi dapat ditemukan pada pengoptimalan penggunaan energi dalam bidang transportasi atau penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui secara efektif, contohnya melalui proses transit dan ridesharing, dalam efisiensi spasial dapat dicapai melalui pemanfaatan lahan secara efektif, sehingga mendorong terwujudnya mix used zoning sehingga aksesibilitas menjadi lebih efektif (Ciuffini, 1995). Sustainable Transport juga ditujukan untuk meningkatkan akses bagi semua level mobilitas, tingkat keamanan, kelestarian lingkungan, kekuatan ekonomi dan mampu mempersingkat waktu perjalanan (Remiz, 1998) kedua hal ini sejalan dengan penerapan Intermodality yang memfasilitasi proses transit demi pengoptimalan energi dan efisiensi dalam aspek spasial yang ditunjukan pada penambahan fungsi bangunan di Stasiun Manggarai. Gambar 3. Elemen sustainable urban transport Sumber : BMZ 9

2 10 Sustainable urban Transport memiliki komponen utama dalam mencapai efisiensi energi, yaitu: 1. Travel efficiency Penerapan efisiensi energi terhadap penggunaan moda, seperti penggunaan moda angkutan umum, moda tanpa menggunakan mesin, dan pengurangan komsumsi energi pada setiap perjalanan. 2. System efficiency Penerapan efisiensi pada pengaturan fungsi lahan, aktivitas sosial dan aktivitas ekonomi dengan tujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. 3. Vehicle efficiency Penerapan efisiensi terhadap kendaraan, dengan pengurangan penggunaan energi per kendaraan per kilometernya dengan menggunakan teknologi yang mutakhir. Dari ketiga komponen tersebut, penyelesaian yang dapat dilakukan dengan pendekatan arsitektural adalah travel efficiency & system efficiency. Menurut gambar diatas, Enabling intermodality merupakan salah satu titik temu dari system efficiency dan travel efficiency. Yang dimaksud dengan enabling intermodality adalah memfasilitasi sarana dan prasarana transportasi agar dapat mendukung konsep intermodal passenger transport. Intermodal Passanger Transport merupakan salah satu bentuk dari Sustainable Transportation, Intermodal Passanger Transport adalah suatu kebijakan dan perencanaan yang bertujuan memfasilitasi para penumpang untuk menggunakan moda transportasi yang berbeda dalam satu rangkaian rencana perjalanan, Intermodality dapat dilihat sebagai karakter dari sistem transportasi, yang memungkinkan dua moda atau lebih saling berhubungan door-to-door. Penelitian ini menggunakan beberapa tinjauan umum yang berfungsi sebagai teori pendukung agar penelitian ini mencapai tujuan yang ingin dicapai. Salah satu teori yang digunakan adalah tentang Intermodal Passanger Transport. Kebutuhan penerapan konsep Intermodal Passenger Transport yang optimal akan ditemukan apabila adanya kebutuhan perjalanan melalui dua atau lebih moda transportasi, dimana jaringan moda trasportasi harus berkoordinasi dalam menghubungkan satu lokasi dengan lokasi lain. Sebuah fasilitas transit intermoda yang menggabungkan berbagai moda transportasi secara strategis dapat memperbaiki mobilitas manusia pada sebuah wilayah.

3 11 Prosedur Perancangan Stasiun Berbasis Intermodality Konsep Intermodal Passanger Transport berkaitan erat dengan optimalisasi sirkulasi, baik sirkulasi manusia, barang maupun kendaraan. Menurut Tinamei (2002) setiap kegiatan bergerak melibatkan adanya interaksi abstrak yang menyangkut berbagai elemen yang ikut berinteraksi, yaitu antar individu manusia, manusia dengan konteks ruang yang dilewatinya, manusia dengan aktifitas pergerakan kendaraan yang membawanya dan manusia dengan aktifitas yang dijalaninya, sehingga yang menjadi pokok dalam perancangan stasiun adalah bagaimana memenuhi kebutuhan penumpang yang akan melakukan proses perpindahan moda pada stasiun tersebut, oleh karena itu menurut Transportation Research Forum, intermodal passanger transport telah dikatakan optimal apabila dilengkapi pembagian pengguna sistem mobility telah dibagi berdasarkan kelas nya demi mengetahui kebutuhan tambahan apa yang dibutuhkan pengguna dari segi arsitektural agar dapat mencapai waktu tempuh antar moda yang optimal. Gambar 4. Kriteria Perancangan Yang Menjadi Prosedur Dalam Pengembangan Berbasis Intermodality Sumber: TRF Langkah-langkah yang menjadi prosedur dalam perancangan stasiun yang berbasis Intermodality menurut Transportation Research Forum : 1. List Possible arrival modes of transportation : Mendata setiap moda yang berhubungan terhadap stasiun. 2. Identify possible intermodal movement at the station : Mengidentifikasikan kemungkinan pertukaran antar moda yang mungkin terjadi di dalam stasiun tersebut. 3. Identify different user group Mengidentifikasikan pengunjung berdasarkan pengelompokannya.

4 12 4. Identify issues associated with each transit user group Mengidentifikasikan permasalahan yang berhubungan dengan tiap kelompok pengunjung. 5. Provide features needed for transit access for each user group Menyediakan fitur untuk mendukung akses transit bagi tiap kelompok pengguna. 6. Identify intermodal connectivity issues that might be faced each group Mengidentifikasikan permasalahan dalam hubungan antarmoda yang mungkin akan dihadapi tiap kelompok pengguna. 7. Mengkonsultasikan pedoman yang ada untuk diterapkan ke fitur yang lebih spesifik, menggunakan pengetahuan dalam bidang tersebut dan mengimplementasikan dan belajar dari dampak yang terjadi pada penerapan tersebut. 8. Menyediakan kriteria desain yang akan diterapkan dalam tiap fitur. Keseluruhan aspek yang ada dirangkum sehingga mendapatkan kriteria perancangan yang memadukan faktor kualitatif dan kuantitatif serta melakukan pembagian pengguna sistem mobility berdasarkan kelas nya demi mengetahui kebutuhan tambahan apa yang dibutuhkan pengguna dari segi arsitektural agar dapat mencapai waktu tempuh antar moda yang optimal. Taksonomi Struktur Intermoda Pada upaya pengoptimalan sirkulasi, penyatuan titik transit seringkali mengakibatkan konflik dari sirkulasi sehingga dibutuhkan taksonomi yang tepat dalam memisahkan titik-titik transit tersebut. Berdasarkan proyek terdahulu yang telah menerapkan konsep intermoda dengan baik, Blow(2005) menyimpulkan bahwa perancangan fasilitas intermoda memiliki beberapa kemungkinan struktur intermoda yaitu: a. Vertical separation (struktur pemisahan vertikal), adalah bentuk taksonomi dimana setiap moda transit ditempatkan pada level yang berbeda secara vertikal dan dihubungkan dengan elemen penghubung seperti tangga, eskalator, elevator. b. Contiguous, setiap moda ditempatkan pada level yang sama dan umumnya dihubungkan dengan promenade, dan moving walkaway

5 13 c. Link adjacent, moda-moda transit ditempatkan secara terpisah pada lokasi yang berdekatan dan umumnya dihubungkan dengan promenade, moving walkaway, ataupun moda transportai lain seperti shuttle bus. d. Remote, moda-moda transit ditempatkan pada lokasi yang berjauhan bahkan dalam skala regional. Titik-titik transit ini dihubungkan dengan sebuah moda penghubung. Oleh karena itu penyesuaian optimalisasi struktur sirkulasi berdasarkan taksonomi pada stasiun manggarai harus disesuaikan berdasarkan kondisi dan posisi tiap titik transit yang terdapat pada kawasan stasiun. Namun pelaksanaan konsep Intermodal Passanger Transport oleh pengguna moda transportasi umum dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan konsep intermodal passanger transport, menurut Tamin(2000) adalah tingkat pelayanan pada fasilitas transit tersebut. Tingkat pelayanan dapat dikelompokan menjadi dua kategori yaitu faktor kuantitatif (lama waktu tempuh dan jarak menuju tiap titik transit dan ketersediaan ruang) dan faktor kualitatif (kenyamanan dan kemudahan (wayfinding), ketersediaan naungan, keamanan, dan ketersediaan fasilitas penunjang) Tinjauan Mengenai Faktor Kuantitatif Faktor kuantitatif berkaitan dengan lama waktu tempuh menuju tiap titik transit dan ketersediaan dan penataan ruang. Konsep perpindahan penumpang antarmoda tidak lepas dari optimalisasi sirkulasi yang berdampak pada kemudahan dalam aksesibilitas, faktor aksesibilitas yang dimaksud tidak hanya hubungan antar ruang di dalam stasiun, tetapi juga meliputi hubungan dari dalam kawasan stasiun menuju kawasan di sekitar stasiun. Aksesibilitas yang dimaksud adalah : 1. Layout yang menunjang proses perpindahan antar moda. 2. Jalur yang aman dan terhindar dari hambatan. 3. Menyediakan kebutuhan yang diperlukan jalur pejalan kaki. 4. Terintegerasi dengan bangunan sekitar, bangunan tersebut harus dapat berhubungan langsung dengan aktifitas komersial yang ada di sekitar stasiun, seperti mall.

6 14 A. Standar Waktu Tempuh dan Kebutuhan Ruang Menurut peraturan antarmoda yang ditetapkan oleh Auckland Transportation, pengaruh jarak antar perpindahan moda sangat berpengaruh kepada kualitas sistem intermodal pada suatu bangunan yang menjadi interchange, waktu tempuh ideal yang diperlukan untuk berpindah dari satu moda ke moda lainnya seharusnya tidak lebih dari 3 menit, dan jarak maksimum antar moda adalah: 30 meter ketika berpindah dari Bus. 60 m ketika berpindah dari Mass Rapid Transit & High Rapid Transit menuju bus. 90 m ketika berpindah dari Light Rapid Transit menuju Mass Rapid Transit/Subway. Pergerakan yang ditimbulkan oleh fasilitas transit akan mempunyai fokus pada penggunaan jalur pejalan kaki. Fahdiana(2007) menyimpulkan hal ini terjadi karena pada proses transit, pengguna jalur pejalan kaki tidak hanya dari pedestarian saja, namun peralihan pengguna kendaraan pribadi menjadi moda transportasi umum akan meningkatkan volume pejalan kaki dan penggunaan jalur pejalan kaki. Penambahan pergerakan pejalan kaki akan mempengaruhi desain yang berpusat pada sirkulasi manusia. Jalur pejalan kaki akan dirancang dengan lebih lebar untuk menampung pergerakan pejalan kaki yang disebabkan oleh fungsi transit. Untuk itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pejalan kaki adalah: Gambar 5. Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki Sumber: Still Crowd Dynamic a. Kebutuhan ruang, kebutuhan ruang untuk masing-masing pejalan kaki secara normal adalah 0,5 m x 0,6 m dan digunakan ruang bebas (buffer zone) sebesar 0,75 m. b. Kecepatan pejalan kaki, untuk kecepatan normal adalah sebesar 1,2 m/s atau 72 m/menit. Angka ini dapat bervariasi berdasarkan usia, untuk kecepatan bebas digunakan angka 1,5m/s atau 80m/menit.

7 15 c. Lebar efektif untuk menghindari adanya gangguan (konflik) dari pejalan kaki dari arah berlawanan digunakan lebar minimum perorang 0,8m. Semakin kecil lebar efektif yang digunakan, potensi konflik semakin besar. d. Tingkat pelayanan (Level of Service), adalah perbandingan kecepatan pejalan kaki rata-rata (S, satuan ft. Per menit) terhadap area pejalan kaki rata-rata (M, satuan sq.ft). LOS juga merupakan perbandingan volume pejalan kaki (V) terhadap lebar jalur pejalan kaki (W, satuan foot). Untuk area transit, digunakan LOS C atau pfm.

8 16 Tabel 2. Tingkat Pelayanan Sumber : Fruin 1971

9 17 Standar alur perpindahan penumpang Standar alur perpindahan penumpang pada stasiun yang menerapkan konsep intermoda menurut Auckland Transportation adalah: KEDATANGAN TRANSISI PERPINDAHAN INTERNAL WAITING TRANSISI Gambar 6. Standar Alur Perpindahan Penumpang Pada Interchange Sumber: Auckland Transportation Tinjauan mengenai faktor kualitatif Faktor kualitatif pada umumnya berkaitan dengan kenyamanan (dalam hal ini hanya terpusat pada kenyamanan visual), kemudahan dalam menentukan arah (wayfinding), ketersediaan naungan, keamanan dan fasilitas yang diperlukan pengguna stasiun tersebut dalam melakukan proses transit. Menurut Auckland Transportation, ada beberapa poin yang termasuk dalam faktor kualitatif yang menjadi kunci dalam perancangan Interchange yang akan mendukung efisiensi dan ektifitas dalam pengoperasiannya sebagai Interchange yaitu: Visibility KEBERANGKATAN Visibilitas yang baik mempunyai pengaruh dalam perancangan stasiun yang brbasis Intermodal, bagaimana membuat proses perpindahan antar moda aman, accessible, dan mudah digunakan.

10 18 Tabel 3. Standar Penerangan Pada Stasiun Tipe area, Kegiatan Atau aktivitas E (lx) Entrance Halls 100 Lounge 200 Konter Tiket 300 Peron 100 Concourse/meeting oint 200 Ruang Tunggu 200 Sirkulasi general indoor 100 Sirkulasi eksterior 50 Akses menuju moda 100 Parkir 50 Sumber: British Standard Komponen yang perlu diperhatikan dalam optimalisasi visibilitas adalah: i. Visibilitas pada zona interchange : Visual yang tidak terhalangi untuk memenuhi keamanan pasif yang akan menjaga keamanan pengguna. ii. Visibilitas pada moda yang akan tiba : Menjaga pengguna agar tetap dapat melihat moda yang akan tiba dari posisi yang nyaman, hal ini dapat membantu mereka menyiapkan diri mereka dan dapat mempersingkat waktu perpindahan penumpang ke dalam moda tersebut. iii. Visibilitas pada wayfinding signage : Signage harus dapat terlihat dengan jelas agar signage tersebut dapat berguna dengan sepatutnya. iv. Visibilitas pada area pengoperasian moda : Moda tersebut harus mampu bermanuver dengan aman, visibilitas yang baik ditujukan agar kendaraan tersebut dapat melihat gangguan dan para penumpang yang menunggu di pemberhentian. Wayfinding Wayfinding didalam fasilitas interchange adalah cara yang paling efisien dalam membantu pergerakan pengguna dari atau menuju stasiun, idealnya sebuah interchange design harus mampu self-explaining dengan begitu meminimalisir jumlah signage yang dibutuhkan. Prinsip dasar yang harus dilakukan dalam perancangan agar memiliki self explaining antara lain:

11 19 Berikan identitas/ciri khas/karakter visual pada setiap lokasi agar membantu pengguna mengenali orientasi ruangnya Gunakan landmark sebagai acuan untuk membantu pengguna dalam menentukan orientasi nya Menciptakan path yang well-structured Tidak memberikan pilihan orientasi yang terlalu banyak kepada pengguna Memanfaatkan view agar dapat membantu menentukan orientasi Menyediakan signage pada decision points untuk membantu pengguna dalam menentukan arah Mempunyai jarak pandang yang baik untuk menunjukan apa yang ada di depan Setiap signage harus berwarna dan ditempatkan di atas level mata manusia dan harus mampu terlihat pada 120 derajat dengan jarak 100m Shelter Shelter harus melindungi penumpang dari panas dan hujan pada pergerakan mereka antara boarding area dan ruang tunggu dengan ketinggian minimum 4 meter pada peron. Struktur kanopi juga harus didesain dengan kriteria sebagai berikut: 1. Penggunaan kolom harus diminimalisir agar tidak gangguan pada penglihatan. 2. Harus disesuaikan dengan standar kebutuhan ruang sirkulasi. 3. Struktur kanopi harus non-climable. Security Faktor keamanan yang diperhatikan pada pembahasan ini adalah faktor keamanan yang dilakukan dengan pendekatan arsitektural, keamanan yang wajib dipenuhi dalam perancangan berbasis intermodal adalah: 1. Pada pintu masuk stasiun : setiap pintu masuk tidak boleh berdekatan dengan jalur kendaraan dan harus memiliki pembatas untuk melindungi pengguna yang masuk dari kemungkinan kecelakaan, namun harus memungkinkan kendaraan emergensi jika harus parkir pada kondisi darurat.

12 20 2. Pada jalur pejalan kaki : setiap jalur pedesterian harus terlindungi dari jalur kendaraan. 3. Pada penempatan bangunan yang menempel pada stsiun, bangunan tersebut tidak diperbolehkan memiliki bukaan ke dalam stasiun demi mencegah penyusup yang akan masuk ke dalam stasiun. Service information Berbeda dengan wayfinding yang fokus terhadap arah, informasi pelayanan harus mampu menjawab apa,dimana,kapan dan berapa. Informasi pelayanan biasanya meliputi informasi tarif, peta kota dan daerah sekitar, jalur dan letak stasiun tiap moda tersebut berhenti dan harus berhubungan dengan signage dari wayfinding. Facilities Fasilitas yang dimaksud adalah fasilitas yang menjadi nilai tambah bagi proses transit, meliputi tempat duduk, telepon umum, pusat informasi, toilet, retail, cafe, parkir, ruang tunggu supir, ruang kontrol, ruang keamanan, dan penyimpanan bagasi. Setiap fasilitas didasari atas waktu menunggu penumpang, berapa penumpang yang ada, dimana penumpang menunggu. 2.2 Tinjauan Tentang Stasiun Terpadu Stasiun Terpadu merupakan salah satu jenis pemberhentian transportasi publik dimana pengguna moda transportasi dapat melakukan perpindahan moda transportasi baik dari transportasi umum maupun dari kendaraan pribadi, yang didesain secara spesifik untuk pertemuan dua atau lebih moda transportasi namun tetap berpusat pada fungsi utama bangunan tersebut sebagai stasiun kereta api. Menurut RTRW pada kawasan Manggarai pada tahun 2030, Stasiun Terpadu Manggrai merupakan salah satu bagian dari Transit Hub yang akan dibangun pada Kawasan Terpadu Manggarai. Oleh karena itu Stasiun Terpadu harus dilengkapi dapat terhubung secara langsung dengan terminal moda lain yang juga menjadi bagian dari Transit Hub dengan memfasilitasi pergerakan penumpang terhadap terminal lain. Menurut Transport For London, hal utama yang menjadi dasar dari perancangan stasiun terpadu adalah bagaimana membuat transportasi umum menjadi lebih mearik bagi pengguna dan membuat stasiun tersebut dapat berkontribusi pada pencapaian ekonomi, sosial dan lingkungan yang lebih baik pada kawasan tersebut.

13 21 Menurut Transit Cooperative Research Program (TCRP) Sebuah stasiun terpadu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu: 1. Menciptakan rasa nyaman, aman, dan akses yang baik bagi seluruh pengguna stasiun. 2. Membuat proses transfer penumpang menjadi mudah, menarik dan seemless 3. Menggunakan akses pedesterian menjadi basis bagi perancangan alur perpindahan seluruh pengguna stasiun terpadu. 4. Mengenali kebutuhan seluruh pengguna, termasuk pengguna lanjut usia dan pengguna dengan disabilitas. 5. Mengoptimalkan akses menuju seluruh moda pada stasiun terpadu. 6. Mengembangkan desain pada penumpang maupun kendaraan agar dapat menggiatkan dan mengembangkan angkutan umum. 7. Perancangan akses baik penumpang maupun kendaraan agar dapat diterima oleh setiap pengguna. Akan tetapi akses yang dijadikan prioritas pada stasiun beragam bergantung pada lokasi stasiun tersebut, sejarah stasiun tersebut, penggunaan lahan disekitar stasiun tersebut dan kepadatannya, namun pada umumnya, setiap stasiun terpadu paling tidak harus mampu memfasilitasi beragam kebutuhan, antara lain: 1. Pedesterian dan pengguna sepeda. 2. Pengguna Bus. 3. Penumpang yang tidak menggunakan kendaraan umum, termasuk pelaku proses drop-off maupun pick-up. 4. Pelaku park and ride yang parkir dalam tenggat waktu sebentar. 5. Pelaku park and ride yang parkir dalam tenggat waktu lama. Namun demikian, sebuah stasiun terpadu tetap berpusat pada fungsi utama stasiun terpadu tersebut, yaitu stasiun kereta api, oleh karena itu diperlukan tinjuan lebih mendalam mengenai stasiun kereta api Tinjauan Tentang Stasiun Kereta Api Stasiun kereta api pada umumnya terdiri atas tempat penjualan tiket, peron, ruang tunggu, ruang kepala stasiun, ruang PPPKA (Petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api) beserta peralatannya seperti sinyal, wesel (alat pemindah jalur), telepon dan lain-lain).

14 22 Menurut peraturan menteri perhubungan nomor 29 tahun 2011, bangunan stasiun terdiri atas 3 bagian, yaitu: 1. Gedung kegiatan pokok Gedung untuk kegiatan pokok terdiri atas: Hall Perkantoran kegiatan stasiun Loket karcis Ruang tunggu Ruang informasi Ruang fasilitas umum Ruang fasilitas keselamatan Ruang fasilitas keamanan Ruang fasilitas penyandang cacat dan lansia Ruang fasilitas kesehatan Adapun persyaratan penempatan pada gedung kegiatan pokok antara lain: i. Lokasi sesuai dengan pola operasi perjalanan kereta api. ii. Menunjang operasional sistem perkeretaapian. iii. Tata letak ruang sesuai dengan alur proses kedatangan dan keberangkatan penumpang kereta api serta tidak mengganggu pengaturan perjalanan kereta api. iv. Tidak mengganggu Iingkungan. v. Terjamin keselamatan dan keamanan operasi kereta api 2. Gedung kegiatan penunjang Gedung kegiatan penunjang terdiri atas: Pertokoan Restoran Perkantoran Perparkiran Perhotelan Ruang lain yang menunjang langsung kegiatan stasiun kereta api

15 23 Adapun persyaratan penempatan pada gedung kegiatan penunjang antara lain: i. Lokasi sesuai dengan pola operasi stasiun kereta api. ii. Tata letak ruang tidak menggangu alur proses kedatangan dan keberangkatan penumpang kereta api dan pengaturan perjalanan kereta api. iii. Menunjang kegiatan stasiun kereta api dalam rangka pelayanan pengguna jasa stasiun. iv. Terjamin keselamatan dan keamanan operasi kereta api. 3. Gedung untuk kegiatan jasa pelayanan khusus di stasiun kereta api, yang terdiri atas: Ruang tunggu penumpang Bongkar muat barang Pergudangan Parkir kendaraan Penitipan barang Ruang atm Ruang lain yang menunjang baik secara langsung maupun tidak langsung kegiatan stasiun kereta api. Adapun persyaratan penempatan pada gedung kegiatan jasa pelayanan khusus di stasiun kereta api antara lain: i. Lokasi sesuai dengan pola operasi stasiun kereta api. ii. Tata letak ruang tidak menggangu alur proses kedatangan dan keberangkatan penumpang kereta api dan pengaturan perjalanan kereta api. iii. Menunjang kegiatan stasiun kereta api dalam rangka pelayanan pengguna jasa stasiun. iv. Terjamin keselamatan dan keamanan operasi kereta api.

16 Tinjauan Terhadap Tipe Moda Mass Rapid Trasit Sistem Mass Rapid Transit adalah sistem transportasi umum yang umumnya ditemukan di daerah perkotaan, tidak seperti bus dan light rail, MRT biasanya mempunyai jalur khusus tanpa terkontaminasi moda tranportasi lain, sesuai jadwal yang ditetapkan dengan rute yang didesain dengan perhentian-perhentian tertentu dan dirancang untuk memindahkan penumpang dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang bersamaan. ingin dicapai. Heavy rail transit Sistem ini adalah sistem yang beroperasi di jalur-jalur eksklusif, biasanya tanpa persimpangan, dengan bantuan stasiun besar. Sistem kereta komuter Kereta komuter adalah kereta penumpang yang mengangkut penumpang di dalam wilayah perkotaan, dengan wilayah pinggiran dengan rata-rata mempunyai jalur lebih panjang dengan sifat perjalanan ulang alik dari satu stasiun ke stasiun lainnya dalamsatu kota/kawasan lain yang berdekatan dan dalam satu kesatuan ekonomi dan social. Ciri-ciri kereta api komuter adalah: 1. Memiliki zona waktu puncak kepadatan penumpang pada pagi hari ( ) dan sore hari ( ) 2. Sebagian besar penumpang menuju kearah yang sama 3. Jarak perjalanan pendek 4. Jumlah penumpang hampir tetap pada hari kerja, tetapi menurun secara drastis pada hari libur.

17 Tinjauan Terhadap Peraturan dan Standar yang Digunakan Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Tinggi lantai terendah, minimum 0,5 m di atas batas permukaan banjir tertinggi yang pernah tercatat dan minimal 0,3 m di atas permukaan jalan dan plaza stasiun. Tinggi langit-langit dari permukaan lantai minimal 2,5 m. Tinggi saluran AC minimal 0,5 m. Tinggi balok dan slab minimal 0,7 m. Jarak bebas di bawah pada bagian arus listrik searah untuk stasiun over track adalah 6,1 m. Gambar 7. Jarak Bebas Rel Kereta Api Sumber: PT. KAI Batas I batas lintas kereta api listrik. Batas II batas untuk viaduk baru kecuali terowongan. Batas III batas untuk viaduk dan terowongan.

18 26 Batas IV untuk jembatan dengan kecepatan kereta samai 60 km/jam. Gambar 8. Dimensi Platfom Sumber: PT. KAI Gambar 9. Dimensi pada Kereta Api Listrik Sumber: PT. KAI

19 Standar Perhitungan Luas Ruangan Stasiun (JICA) Tabel 4. Perhitungan Luas Ruangan

20 28 Sumber: PT. KAI Standar perhitungan luas ruangan diatas akan digunakan untuk menemukan luasan ruang minimum pada analisa kebutuhan ruang minimum stasiun. Persyaratan Teknis Skywalk Menurut Minneapolis Skyway System, standar desain arsitektural dalam pengadaan skywalk adalah sebagai berikut: 1. Lokasi Skyway hanya diperbolehkan dibangun pada ketinggian yang sesuai dengan ketinggian second level bangunan yang dihubungkannya Kecuali pada saat crossing, skyway harus ditempatkan pada bagian dalam tapak dan tidak boleh mengganggu fasilitas umum yang ada di bawahnya Skyway harus memiliki posisi yang sejajar dengan jalan Sebisa mungkin, crossing tidak boleh dilakukan pada ujung jalan (end of the road) 2. Bentuk Arsitektural Ketinggian minimum skyway adalah 16 6 = 5 meter Lebar minimum skyway adalah 12 feet = 3,6 meter Jembatan harus dibuat sejajar dengan jalan, dan tegak lurus terhadap bangunan pada sisi vertikal Jika ada perubahan level pada jembatan, perubahan tersebut harus dapat dilihat dari luar jembatan Jembatan harus memiliki sisi transparan agar tidak menghalangi view kedalam maupun keluar jembatan, hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan pengguna pada jembatan tersebut

21 29 3. Akses Jembatan harus mempunyai akses yang mudah dan memiliki kenyamanan yang baik pada tangga, eskalator dan akses tersebut mudah dilihat dari jalan Jembatan tersebut harus dapat memfasilitasi pengguna yang memiliki disabilities Pintu yang menjadi batasan penghubung jembatan dengan bangunan harus mudah digunakan dan tidak menghambat sirkulasi 4. Public Safety Ketersediaan emergency light Ketersediaan fire emergency system 5. Building Systems Jembatan harus memiliki sirkulasi udara yang baik, baik menggunakan ventilasi atau pendingin ruangan Jika penerangan jalan eksisting dihilangkan karena pengadaan jembatan, maka jembatan tersebut harus dapat memfasilitasi penerangan jalan Internal light harus konsisten dan selalu tersedia pada jembatan, koridor, dan elemen sirkulasi vertikal (elevator, eskalator, dan tangga)

22 Kerangka Berfikir Gambar 10. Kerangka Berpikir Sumber: Olahan Penulis

PENERAPAN INTERMODAL PASSENGER TRANSPORT PADA STASIUN TERPADU MANGGARAI

PENERAPAN INTERMODAL PASSENGER TRANSPORT PADA STASIUN TERPADU MANGGARAI PENERAPAN INTERMODAL PASSENGER TRANSPORT PADA STASIUN TERPADU MANGGARAI Daniel Ricardo, Religiana Hendarti, Yosica Mariana Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara, Jl. K. H. Syahdan No. 9 Jakarta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Nama Proyek Kategori Proyek Sifat Proyek Pemilik Luas Lahan : Transportasi Antar Moda : Fasilitas Transportasi : Fiktif : Negri : ± 4 Ha KDB (%) : 60 % KLB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam perancangan desain Transportasi Antarmoda ini saya menggunakan konsep dimana bangunan ini memfokuskan pada kemudahan bagi penderita cacat. Bangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sustainable Transport merupakan suatu sistem yang dapat mengkomodasi aksesibilitas semaksimal mungkin dengan dampak negatif seminimal mungkin. Aksesibilitas dapat diupayakan

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6 BAB IV ANALISA PERANCANGAN 4. Analisa Tapak Luas Tapak : ± 7.840 m² KDB : 60 % ( 60 % x 7.840 m² = 4.704 m² ) KLB :.5 (.5 x 7.840 m² =.760 m² ) GSB : 5 meter Peruntukan : Fasilitas Transportasi 4.. Analisa

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema.

BAB IV: KONSEP Konsep Bangunan Terhadap Tema. BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Bangunan Terhadap Tema Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian terpadu dengan berbagai kelengkapan fasilitas. Fasilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA

BAB III ANALISIS. Gambar 15. Peta lokasi stasiun Gedebage. Sumber : BAPPEDA BAB III ANALISIS 3.1 Analisis tapak Stasiun Gedebage terletak di Bandung Timur, di daerah pengembangan pusat primer baru Gedebage. Lahan ini terletak diantara terminal bis antar kota (terminal terpadu),

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal BAB IV KONSEP 4.1 Ide Awal Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian yang baru dengan kelengkapan berbagai fasilitas. Fasilitas utama pada kawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang sangat penting dalam sistem transportasi. Morlok (1991) menjelaskan terminal dapat dilihat sebagai alat untuk proses

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta, selain sebagai pusat pemerintahan Indonesia, adalah pusat ekonomi dan sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Perkembangan ekonomi Jakarta menarik

Lebih terperinci

Pelabuhan Teluk Bayur

Pelabuhan Teluk Bayur dfe Jb MWmw BAB IV KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 4.1. Konsep Dasar Aksesibilitas A. Pencapaian pengelola 1. Pencapaian langsung dan bersifat linier dari jalan primer ke bangunan. 2. Pencapaian

Lebih terperinci

BAB III ANALISA. Gambar 20 Fungsi bangunan sekitar lahan

BAB III ANALISA. Gambar 20 Fungsi bangunan sekitar lahan BAB III ANALISA 3.1 Analisa Tapak 3.1.1 Batas Tapak Gambar 20 Fungsi bangunan sekitar lahan Batas-batas tapak antara lain sebelah barat merupakan JL.Jend.Sudirman dengan kondisi berupa perbedaan level

Lebih terperinci

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 368 Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur Fahrani Widya Iswara dan Hari Purnomo Departemen Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4. 1 Ide awal (conceptual idea) Ide awal dari perancangan stasiun ini muncul dari prinsip-prinsip perancangan yang pada umumnya diterapkan pada desain bangunan-bangunan transportasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandar Udara Adisucipto yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta merupakan bandar udara yang digunakan sebagai bandara militer dan bandara komersial untuk penerbangan

Lebih terperinci

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi industri dan perdagangan merupakan unsur utama perkembangan kota. Kota Jakarta merupakan pusat pemerintahan, perekonomian,

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI NO 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan Pasal 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI NO 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan Pasal 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum 2. 1. 1. Bandar udara Menurut PP RI NO 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan Pasal 1 Ayat 1, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bandar Udara Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, 1. Kebandarudaraan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL ABSTRAKSI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL ABSTRAKSI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL ABSTRAKSI i ii iii iv v ix xiv xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.1.1 Pentingnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Terminal Morlok (1978) mendefinisikan bahwa terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk dan keluar dari sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu

Lebih terperinci

STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA

STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN INTERCHANGE MASS RAPID TRANSIT BLOK M DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK DI JAKARTA Tugas Akhir Diajukan sebagai syarat untuk mencapai Gelar Sarjana teknik

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Stasiun Kereta Api Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum. Risna Rismiana Sari

Evaluasi Kinerja Stasiun Kereta Api Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum. Risna Rismiana Sari Evaluasi Kinerja Stasiun Kereta Api Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum Risna Rismiana Sari Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Bandung 40012 E-mail : risnars@polban.ac.id ABSTRAK Stasiun

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA Perancangan Kawasan Stasiun Terpadu Manggarai BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik Gambar 29 Stasiun Manggarai Sumber : Google Image, diunduh 20 Februari 2015 3.1.1. Data Kawasan 1.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6

S K R I P S I & T U G A S A K H I R 6 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Sistem didefinisikan sebagai seperangkat objek (komponen, subsistem) dengan interaksi antar objek dan secara keseluruhan mempunyai satu tujuan/fungsi. (Krismas,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA

TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA TERMINAL ANTARMODA MONOREL BUSWAY DI JAKARATA Oleh : Johansyah, Abdul Malik, Bharoto Jakarta merupakan pusat pemerintahan Indonesia, dan juga merupakan pusat bisnis dan perdagangan, hal ini merupakan salah

Lebih terperinci

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas 2.1 STUDI KASUS TERMINAL PULO GADUNG Dalam studi kasus Terminal Pulogadung ini, mengacu pada standar perencanaan dan perancangan dari studi literatur dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara, merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis sebagai pintu gerbang utama Indonesia di wilayah

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG

BAB IV PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG BAB IV PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG A. PEMAHAMAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PEMALANG DI KABUPATEN PEMALANG Pengembangan Stasiun Pemalang merupakan suatu proses atau

Lebih terperinci

STASIUN MRT BLOK M JAKARTA DENGAN KONSEP HEMAT ENERGI BAB I PENDAHULUAN

STASIUN MRT BLOK M JAKARTA DENGAN KONSEP HEMAT ENERGI BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN STASIUN MRT BLOK M JAKARTA 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota Jakarta sebagai ibu kota dan pusat perekonomian di Indonesia sudah seharusnya sejajar dengan kota-kota di dunia. Dengan

Lebih terperinci

Kriteria Green Infrastructure dalam Penentuan Luas Stasiun Kereta Api

Kriteria Green Infrastructure dalam Penentuan Luas Stasiun Kereta Api Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 1 Vol. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2018 Kriteria Green Infrastructure NADIA ULFAH, SOFYAN TRIANA Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang

Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang Imam Pratama Adi Saloka 1, Triandriani Mustikawati 2, Rinawati P. Handajani 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA Dewi Rosyani Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha Jalan Suria Sumantri 65 Bandung, Indonesia, 40164 Fax: +62-22-2017622 Phone:

Lebih terperinci

LOKASI Lokasi berada di Jl. Stasiun Kota 9, dan di Jl. Semut Kali, Bongkaran, Pabean Cantikan.

LOKASI Lokasi berada di Jl. Stasiun Kota 9, dan di Jl. Semut Kali, Bongkaran, Pabean Cantikan. PENGENALAN OBYEK LATAR BELAKANG Stasiun Semut merupakan salah satu bangunan bersejarah yang memiliki peranan penting dalam perkembangan kota Surabaya dalam hal penyediaan layanan transportasi massal. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 1.1.1. Data Non Fisik Sebagai stasiun yang berdekatan dengan terminal bus dalam dan luar kota, jalur Busway, pusat ekonomi dan pemukiman penduduk,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb);

Lebih terperinci

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur: TERMINAL Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN

L E B A K B U L U S BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia sudah sepantasnya sejajar dengan berbagai kota-kota lain di dunia dengan indeks pertumbuhan penduduk dan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Transportasi Massal di Kota Bandung Salah satu kriteria suatu kota dikatakan kota modern adalah tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bandar Udara Menurut Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2012 Tentang Pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup bandar udara, 1. kebandarudaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah. operator pelayanan penerbangan maupun bagi penggunanya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah. operator pelayanan penerbangan maupun bagi penggunanya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bandar Udara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1986), Bandar Udara adalah Sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandar Udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya perkembangan kota dipengaruhi oleh faktor daya tarik kota yang kemudian menyebabkan pertambahan penduduk dan akhirnya bermuara pada perubahan fisik dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Menurut Drs. H. M. N. Nasution, M. S. Tr. (1996) transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan dalam laporan ini berupa konsep perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil analisa pada bab sebelumnya. Pemikiran yang melandasi proyek kawasan transit

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN MRT BLOK M JAKARTA 6.1 Konsep Dasar Dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan dan perancangan Stasiun MRT Blok M Jakarta ini adalah sebuah bangunan publik

Lebih terperinci

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI TERMINAL Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk atau keluar dari sistem jaringan transportasi. Ditinjau dari sistem jaringan transportasi secara keseluruhan, terminal merupakan simpul

Lebih terperinci

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA

Terminal Antarmoda Monorel Busway di Jakarta PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TERMINAL ANTARMODA 5.1 Program Dasar Perencanaan 5.1.1 Program a. Kelompok Kegiatan Utama Terminal Antarmoda Tabel 5.1 Program Kegiatan Utama Fasilitas Utama Terminal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Terminal Morlok E.K (1988) menyatakan bahwa terminal merupakan lokasi atau tempat bagi para penumpang dan barang yang masuk atau keluar dari suatu sistem yang merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL RANCANGAN

BAB V HASIL RANCANGAN BAB V HASIL RANCANGAN 5.1 Perancangan Denah 5.1.1. Perancangan Denah Lantai Satu Berdasarkan konsep pola-pola ruangan, perancangan denah ini merupakan pengembangan hubungan ruang yang telah dirancang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya Kota Surakarta merupakan pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminal Menurut Abubakar I, dkk (1995) bahwa terminal transportasi merupakan : 1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagi pelayanan umum. 2. Tempat

Lebih terperinci

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung telah mengalami perkembangan pesat sebagai kota dengan berbagai aktivitas yang dapat menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. transportasi untuk kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi

BAB II LANDASAN TEORI. transportasi untuk kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ekonomi Transportasi Menurut Lyod (2002), ekonomi transportasi adalah salah satu cabang ilmu ekonomi tentang kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan transportasi untuk kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAN DATA PROYEK

BAB II DESKRIPSI DAN DATA PROYEK BAB II DESKRIPSI DAN DATA PROYEK 2.1 Lokasi Gambar 1 Peta Lokasi Lokasi : Dukuh Atas, Jakarta Selatan Luas Lahan : ± 5.900m 2 KLB : 3 KDB : 50% Lokasi stasiun berbatasan dengan jalan Kendal di bagian Utara,

Lebih terperinci

Dukuh Atas Interchange Station BAB III DATA 3.1 TINJAUAN UMUM DUKUH ATAS

Dukuh Atas Interchange Station BAB III DATA 3.1 TINJAUAN UMUM DUKUH ATAS BAB III DATA 3.1 TINJAUAN UMUM DUKUH ATAS Dukuh Atas adalah nama perkampungan yang terletak di sudut barat daya Kecamatan Menteng. Lokasinya sangat strategis, berada di dekat pusat bisnis Jakarta, di selatan

Lebih terperinci

BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja BAB II: STUDI 2.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja Target perancangan yang telah dipelajari dari KAK adalah bagaimana desain gedung Stasiun Pasar Senen Jakarta Pusat ini dapat menjadi bangunan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api; PP 81/1998, LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 81 TAHUN 1998 (81/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II DATA AWAL PROYEK

BAB II DATA AWAL PROYEK BAB II DATA AWAL PROYEK 2. 1 Lokasi Utara Gambar 1. Peta lokasi stasiun Gedebage Sumber : BAPPEDA Lokasi Batas Utara Batas Selatan Batas Timur Batas Barat : Gedebage, Bandung,Jawa Barat : Depot Pertamina

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja BAB II: STUDI 2.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja Berdasarkan pemahaman Kerangka Acuan Kerja yang telah diuraikan diatas, Konsultan memandang perlu untuk menyampaikan tanggapan terhadap Kerangka

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN Konsep dasar ini tidak digunakan untuk masing-masing ruang, tetapi hanya pada ruang-ruang tertentu. 1. Memperkenalkan identitas suatu tempat Karena

Lebih terperinci

SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN

SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN SUDIMARA STATION INTERCHANGE DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MODERN Oleh : Puti Laras Kinanti Hadita, Indriastjario,Agung Dwiyanto Stasiun Sudimara (SDM) adalah stasiun kereta api kelas III yang terletak

Lebih terperinci

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR PERANCANGAN STASIUN TOD TERPADU MANGGARAI PERANCANG: FAIZAL (NIM: 41210110018) PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN DAN DESAIN UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat bagi seluruh kegiatan ekonomi Indonesia. Seluruh pihak-pihak yang berkepentingan di Indonesiamenempatkan kantor utama

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1571, 2014 KEMENHUB. Kereta Api. Angkutan Umum. Standar Pelayanan Minimum. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 47 TAHUN 2014 TENTANG2

Lebih terperinci

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik Sipil (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan manusia terhadap perkembangan kota dapat kita lihat bahwa manusia selalu berhasrat untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain guna mendapatkan

Lebih terperinci

2 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

2 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1295. 2015 KEMENHUB. Terminal. Penumpang Angkutan Jalan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 132 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG 5.1 KONSEP DASAR PERENCANAAN Berdasarkan dari uraian bab sebelumnya mengenai analisis dan pemikiran didasarkan

Lebih terperinci

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019

DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR DUKUH ATAS COMMUTER CENTER 2019 Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan oleh : TINGGA PRADANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis-analisis mengenai karakteristik responden, karakteristik pergerakan responden,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Bandar Udara Menurut PP RI NO 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan Pasal 1 Ayat 1, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas

Lebih terperinci