Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan"

Transkripsi

1 SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan Yuni Rahmawati Mahasiswa Magister Cultural Resources Management, Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia Abstrak Suatu Cagar Budaya tidak hanya dapat dimiliki oleh pemerintah tapi juga dapat dimiliki oleh perorangan. Namun sayangnya muncul masalah di hampir setiap kota di Indonesia khususnya di wilayah perkotaan, bahwa pemilik merasa keberatan dengan status Cagar Budaya yang melekat pada bangunan sejarah miliknya karena tidak memberi manfat, malah sebaliknya hanya menjadi beban, seperti yang terjadi pada Ex-Rumah Bupati masa Kolonial di Kota Serang, Banten. Hal tersebut terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban yang dibebankan kepada pemilik. Oleh karena itu perlulah dilakukan penanganan nyata dan juga paradigm baru dalam melakukan pelestraian Cagar Budaya milik perorangan khususnya di perkotaan. Paradigm baru mengenai prinsip keseimbangan hak dan kewajiban bagi pemilik dan paradigm baru bahwa pelestarian bahwa bukan hanya mengenai pelindungan namun juga mengenai pemanfaatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kata-kunci : Cagar Budaya, Living Monument, Milik Perorangan, Perkotaan Pendahuluan Banten adalah salah satu kawasan yang dijadikan sebagai tempat hunian maupun pusat administrasi pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Hal ini berkaitan dengan letak wilayah Banten yang tidak begitu jauh dari pusat pemerintahan Hindia Belanda di Batavia. Keberadaan bangsa asing di wilayah Banten, khususnya kota Serang sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda menghasilkan satu bentuk pembangunan dalam wujud fisik, yang tinggalannya memberikan nilai historis pada bangsa Indonesia yang perlu dijaga dan dilestarikan. Bangunan peningggalan kolonial yang dapat dijumpai di Kota Serang hingga saat ini adalah gedunggedung yang berada di sekitar alun-alun. Bangunan tersebut antara lain: Gedung Karesidenan Banten yang kini digunakan sebagai Kantor Gubernur Banten, Pendopo Kabupaten Serang, Gedung BPKD Serang, Rumah Dinas Danrem 064 Serang, Gedung Dokkes Polda Banten, Jembatan Kaujon, Rumah ex-bupati, dan Gedung Juang. Selain itu juga rumah-rumah penduduk disekitar kawasan alun-alun. Bangunan bersejarah yang saat ini dijadikan bangunan kantor pemerintahan kondisinya cukup baik karena mendapatkan pemeliharaan yang baik selayaknya sebuah kantor pemerintahan. Lain halnya dengan bangunan bersejarah yang tidak digunakan untuk gedung pemerintahan, kondisinya saat ini sangat memprihatinkan. Terlebih untuk bangunan living monument milik perorangan, kondisinya tidak terawat. Baik pemerintah maupun pemilik bangunan bersejarah kurang memberikan perhatian. Prosiding Seminar Heritage IPLBI

2 Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menyatakan bahwa setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya dengan ketentuan tertentu sebagai berikut : Pasal 12 (1) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini. (2) Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya apabila jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan negara. Artinya secara hukum sah-sah saja sebuah Cagar Budaya dimiliki oleh perorangan jika jumlah dan jenisnya telah memenuhi kebutuhan negara. Namun masalahnya adalah sebagian besar Bangunan Cagar Budaya milik perorangan khususnya yang berada di perkotaan kondisinya sangat memprihatinkan. Sangat kontras dengan kondisi lingkungan sekitar yang telah tersentuh pembangunan. Bukan hanya kondisi fisiknya yang buruk, ada kecenderungan dari sang pemilik untuk menghilangkan status Cagar Budaya dari bangunan bersejarah miliknya. Ny. Lili sang pemilik Bangunan Cagar Budaya menghendaki status Cagar Budaya yang melekat pada bangunan bersejarah miliknya dihapus. Bahkan, papan Cagar Budaya yang dipasang oleh Pemerintah Daerah Kota Serang dicabut sebagai aksi ketidaksukaannya pada status Cagar Budaya tersebut. Sejatinya kondisi ini tidak hanya terjadi pada Ex-Rumah Bupati masa Kolonial Kota Serang, terjadi juga beberapa kasus serupa adanya keinginan pemilik bangunan untuk menghapus status Cagar Budaya dari bangunan bersejarah miliknya. Artikel ini dibuat agar muncul kesadaran pada semua pihak yang terkait bahwa terdapat permasalahan khusus dalam pelestarian Cagar Budaya Living Monument milik perorangan. Banyak kasus terjadi bahwa pemilik bangunan Cagar Budaya meminta penghapusan status Cagar Budaya yang melekat pada bangunan yang dimiliknya. Oleh karena itu perlu penanganan khusus agar Cagar Budaya termasuk yang dimiliki oleh perorangan di perkotaan bisa tetap lestari demi memajukan kebudayaan nasional dan bermanfaat untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Status Cagar Budaya pada Ex-Rumah Bupati Masa Kolonial yang Tak Diinginkan Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. 1 Ketika suatu bangunan ditetapkan sebagai Cagar Budaya maka pemerintah wajib untuk memeliharanya. Gambar1. Tampak depan Ex-Rumah Dinas Bupati Kewajiban memelihara ini idealnya berlaku Masa Kolonial untuk semua Cagar Budaya, termasuk pada Cagar Budaya milik perorangan. Namun faktanya, sebagian besar Bangunan Cagar Budaya milik 1 UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 90 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

3 Yuni Rahmawati perorangan kondisinya sangat memprihatinkan. Seperti yang terjadi pada salah satu Cagar Budaya living monument milik perorangan yang berada di kota Serang, yaitu Ex-Rumah Bupati masa Kolonial. Secara astronomis, Ex-Rumah Bupati masa Kolonial terletak pada koordinat Bujur Timur dan Lintang Selatan. Lingkungan rumah ini dibatasi oleh Jl. Veteran di sebelah Utara, pemukiman penduduk di sebelah Selatan, lahan kosong di sebelah Barat dan pertokoan di sebelah Timur. Gaya bangunan berupa bangunan lokal dengan mengadopsi gaya Eropa dan memiliki bentuk bangunan yang simetris. Bangunan kolonial ini menghadap ke arah utara dengan luas bangunan ± 218, 28 m². Sedangkan di sisi baratnya terdapat sumur. Bangunan ini dibuat dengan menggunakan bata berplester dan menggunakan atap genteng. Tampak depan berupa serambi yang tertutup dengan dinding yang dilengkapi tiga buah jendela besar dan dua buah pilaster pada sisi-sisi serambi sedangkan bagian atasnya terdapat tritisan/amper seng yang ditopang dengan konsol besi dan bovenlicht atau ventilasi (lubang angin) yang berbentuk persegi. Pintu serambi berada di kanan dan kiri (Timur dan Barat). Pada dinding selatan terdapat pintu yang langsung terhubung ke bagian dalam. 2 Ex-Rumah Bupati masa Kolonial ini lokasinya berada di Jl. Veteran, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, hanya berjarak beberapa meter dari sebuah pusat perbelanjaan kota Serang. Jaraknya yang dekat dengan pusat Kota Serang yang sedang tumbuh dan berkembang dalam pembangunan memberikan kesan kontras. Terlihat kesan ada pengabaian pada bangunan yang sejatinya memiliki nilai historis ini. Pengabaian dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, juga pemilik Cagar Budaya tersebut. Bangunan bersejarah yang secara historis merupakan bekas rumah tinggal Bupati pada masa Kolonial Belanda ini kini lebih dikenal sebagai rumah burung, karena fungsinya saat ini yang digunakan sebagai warung sekaligus tempat menjual burung. Kemungkinan besar masyarakat tidak mengenalnya sebagai Cagar Budaya. Gambar 2. Kondisi Plafon ex-rumah Dinas Bupati Masa Kolonial Berdasarkan hasil kegiatan Laporan kegiatan Kajian dan Studi Teknis Bangunan Kuno di Kaloran dan Bangunan Bekas Rumah Dinas Bupati yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang (BPCB Serang) pada tahun 2013, kondisi rumah yang telah masuk ke dalam data inventaris Cagar Budaya BPCB Serang dengan nomor inventaris sangat memprihatinkan. Kondisi yang terekam pada tahun 2013 ini masih bertahan sampai saat ini, tanpa tindak lanjut dari instansi terkait. Status Cagar Budaya yang melekat pada bangunan bersejarah masa kolonial ini ternyata tidak memberikan rasa bangga pada sang pemilik, malah sebaliknya Ibu Lili, pemilik Ex-Rumah Bupati ini merasa keberatan atas status Cagar Budaya tersebut. Beliau menghendaki status Cagar Budaya tersebut dicabut. Bahkan papan tanda Cagar Budaya yang dipasang oleh pihak pemerintah daerah pun dicabut. Beliau beranggapan bahwa status Cagar Budaya pada bangunan miliknya tidak memberikan manfaat, malah sebaliknya hanya menjadi beban karena aturan yang mengekang. 2 Laporan Kegiatan Kajian dan Studi Teknis Bangunan Kuno di Kaloran dan Bangunan Bekas Rumah Dinas Bupati, 2013, BPCB Serang 3 Daftar Inventaris Cagar Budaya Kota Serang, BPCB Serang. Prosiding Seminar Heritage IPLBI

4 Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan Ada konsekuensi yang harus diterima saat seseorang memiliki Cagar Budaya atau jika benda/struktur/bangunan yang dimilikinya ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Salah satu konsekuensinya adalah kewajiban memelihara Cagar Budaya seperti yang diatur dalam pasal 75 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2010 tentang CB bahwa Setiap orang wajib memelihara Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya. Namun permasalahannya adalah kewajiban untuk memelihara ini tidak dibarengi dengan hak-hak seperti pemberian kompensasi dan insentif yang sebenarnya telah diatur dalam perundang-undangan. Selain kewajiban pemeliharaan yang dibebankan kepada pemilik, ada juga konsekuensi-konsekuensi lainnya seperti aturan pembatasan dalam pengubahan bentuk bangunan dan aturan pemindahalihan kepemilikan yang sering kali membuat pemilik Cagar Budaya menghendaki penghapusan status Cagar Budaya yang melekat pada benda/struktur/bangunan miliknya. Seperti yang terjadi pada bangunan ex-rumah bupati masa kolonial di Kota Serang ini. Gambar 3. Kondisi salah satu kamar ex-rumah Dinas Bupati Gambar 4. Kondisi bagian belakang ex-rumah Dinas Bupati Hasilnya, Bangunan Cagar Budaya ini terabaikan oleh semua stakeholder. Pemerintah merasa bahwa kewajiban pemeliharaan ada di tangan pemilik. Di sisi lain, pemilik merasa dirugikan dengan adanya status Cagar Budaya karena hanya mendapatkan beban (kewajiban) tanpa mendapatkan hak-hak sesuai perundang-undangan. Pembahasan Keinginan untuk melepaskan status Cagar Budaya dari bangunan yang dimiliki bukan hanya terjadi di Ex-Rumah Bupati masa kolonial di Kota Serang. Hal ini hampir terjadi di semua daerah di Indonesia. Tjahjono Raharjo, ketua paguyuban Sasana Sobokarti kota Semarang dalam tulisan yang berjudul Mengapa Sulit Memelihara Cagar Budaya di Semarang? menyatakan bahwa beberapa pemilik bangunan bersejarah di kota lama Semarang merasa keberatan atas status Cagar Budaya yang melekat pada bangunan miliknya. 4 Demikian pula yang terjadi pada bangunan-bangunan Cagar Budaya di kota lainnya di Indonesia termasuk di DKI Jakarta. Keberatan para pemilik Cagar Budaya atas status Cagar Budaya yang melekat pada bangunan miliknya tentu bisa dipahami dengan logis. Para pemilik dituntut untuk memelihara, mempertahankan keaslian, bahkan terkadang ada larangan penjualan bangunan yang dimiliki namun mereka tidak mendapatkan hak-hak yang sebenarnya sudah diatur dalam perundang-undangan tentang Cagar Budaya. Para pemilik dikenakan kewajiban untuk memelihara tanpa kompensasi dan insentif yang layak. Para pemilik dituntut untuk mempertahankan keaslian, sehingga terbatas dalam melakukan perbaikan namun pemerintah pun terkadang lalai dalam keterlibatan pemeliharaan Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

5 Yuni Rahmawati Permasalahan ini akan makin nyata jika sebuah Cagar Budaya berada di perkotaan (Uban Heritage). Di tengah pembangunan yang semakin gencar dan tentunya disertai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan di perkotaan maka akan makin tinggi beban pemilik untuk terus mempertahankan bangunan Cagar Budaya. Tentu akan lebih menguntungkan secara ekonomi jika bangunan bersejarah tersebut dijual kepada pengembang untuk pembangunan pusat perbelanjaan, hotel, atau bentuk pengembangan ekonomi lainnya. Dengan melihat adanya gejala ketidaksukaan para pemilik bangunan bersejarah atas status Cagar Budaya yang melekat pada bangunan miliknya tentu diperlukan solusi nyata. Perlu adanya pemikiran-pemikiran baru dalam memandang definisi pelestarian Cagar Budaya. Bahwa pelestarian harus dilihat dalam kaca mata yang lebih luas, bukan hanya sekedar melestarikan keberadaanya tapi juga harus memberikan manfaat sebesar-besar untuk kesejahteraan masyarakat sesuai dengan amanat UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, termasuk manfaat kepada pemilik Cagar Budaya sebagai seseorang yang tentu memiliki hak penuh secara kepemilikan terhadap bangunan Cagar Budaya. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelestarian Cagar Budaya Living Monument milik perorangan khususnya diperkotaan. 1. Pemberian Kompensasi dan Insentif Dibalik kewajiban-kewajiban yang selama ini ditetapkan kepada para pemilik Cagar Budaya, ada juga hak yang sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang Cagar Budaya. Pasal 22 ayat (1) UUNo.11/2010/CB menyatakan bahwa setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya berhak memperoleh kompensasi apabila telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya. Di ayat berikutnya dijelaskan pula bahwa selain kompensasi, pemilik pun berhak mendapatkan insentif berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan dan/atau pajak penghasilan. Namun faktanya, saat ini para pemilik Cagar Budaya belum mendapatkan haknya berupa kompensasi dan insentif dengan besaran yang proporsional. Ibu Lili, pemilik Ex-Rumah Bupati masa colonial mengaku tidak mendapatkan baik kompensasi maupun insentif sesuai perundangundangan. 5 Keengganan menerima status Cagar Budaya pada bangunan yang dimiliki tentu tidak akan terjadi jika para pemilik mendapatkan kompensasi berupa uang maupun non-uang dan juga insentif pengurangan pajak dari pemerintah sebagai penghargaan dan timbal balik pemerintah karena pemilik sudah melestarikan Cagar Budaya. Sayangnya aturan pemerintah tentang besaran nilai kompensasi dan insentif yang diberikan kepada pemilik Cagar Budaya belum diatur dengan jelas. Hal ini tidak terlepas dari belum dimulainya pemerintah melakukan valuasi nilai Cagar Budaya sebagai asset negara yang selain memiliki nilai historis juga memiliki nilai ekonomi sehingga mempunyai hak mendapatkan biaya perawatan dari negara. Maka dari itu sudah seharusnya negara memulai untuk menentukan dan menerapkan metode valuasi nilai Cagar Budaya seperti yang sudah dilakukan oleh negara-negara maju 6, kemudian melaksanakan amanat UUNo.11/2010/CB mengenai kompensasi dan insentif kepada para pemilik Cagar Budaya dengan nominal yang sesuai dengan nilai asetnya. Sehinga semangat dan kesadaran pemilik Cagar Budaya untuk melindungi Cagar Budaya akan meningkat dengan signifikan. 5 Informasi dari staff BPCB Serang. Ibu Lily sempat berdialog langsung dengan pihak BPCB Serang. 6 The Treasury. (2002). Valuating Guidance for Cultural and Heritage Assets. Prosiding Seminar Heritage IPLBI

6 Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan 2. Adaptasi dan Revitalisasi Faktor lainnya yang menyebabkan ketidaksukaan pemilik atas status Cagar Budaya terhadap bangunan bersejarah miliknya adalah asumsi bahwa bangunan Cagar Budaya tidak boleh diubah sama sekali. Tentunya hal ini sangat merugikan pihak pemilik. Holtrof mengutip Lowenthal, Tunbridge dan Ashwot bahwa originalitas suatu benda Cagar Budaya tidaklah penting : originalitas hanyalah sebuah asumsi, bukan kebenaran (Lowenthal 1985 :242; Tunbridge and Ashwoth 1996 : 8 9). 7 Bahkan Holtorf menyatakan bahwa secara empiris respon para pengunjung situs atau museum yang original sama dengan respon ketika mereka melihat duplikatnya. Tentu kita tidak boleh serta merta setuju dengan pernyataan di atas. Originalitas harus tetap dipertahankan. Namun, originalitas yang sesuai dengan kondisi saat ini adalah originalitas yang menghargai kepemilikan sebagai hak yang harus dihargai, sehingga mengizinkan proses adaptasi dan revitalisasi dengan ketentuan yang sesuai dengan undang-undang no 11 tahun 2010 tentang CB, yaitu revitalisasi dan adaptasi tidak mengakibatkan kemerosotan nilai penting dan tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian. Nampaknya perlu peningkatan pemahaman para pelestari Cagar Budaya bahwa undang-undang Cagar Budaya saat ini mengakomodir adanya perubahan pada Cagar Budaya melalui adaptasi dan revitalisasi. Pernyataan bahwa Cagar Budaya tidak boleh sama sekali diubah adalah suatu pernyataan yang menyesatkan dan merugikan terutama bagi pihak pemilik Cagar Budaya. 3. Pemanfaatan Timotty Darvil dalam tulisannya Value System In Archaeology menyatakan bahwa ada tiga nilai yang bisa diterapkan pada sebuah heritage, yaitu use value, option value dan existence value. Use value adalah nilai pemanfaatan suatu heritage, bahwa suatu heritage bukan hanya perlu dijaga dan dilestarikan tapi juga berpotensi untuk dimanfaatkan. Sedikitnya ada sepuluh use value yang disebutkan oleh Timothy Darvill, yaitu sebagai berikut : 8 Penelitian Arkeologi Penelitian Scientific Seni kreatif Pendidikan Rekreasi dan Turism Representasi Simbolik Legitimasi Aksi Solidaritas Sosial dan Integrasi Monetary dan Ekonomi Nilai-nilai di atas, dominasinya lebih kepada pemanfaatn Cagar Budaya di luar konteks kebudayaan secara khusus. Bahwa Cagar Budaya pun bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain di luar kepentingan kebudayaan seperti untuk seni kreatif, rekreasi dan turism juga untuk monetary dan ekonomi. Hal ini juga sesuai dengan amanat undang-undang no. 11 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa Cagar Budaya perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, 7 Dikutip dari Holtrof, Cornelius J. (2008). Is the Past a Non-renwable Resource?, The Heritage Reader. New York: Routledge. 8 Darvill, Timothy. (1995). Managing Archaeology. Value System In Archaeology. London : Routledge. 94 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

7 Yuni Rahmawati pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu perlu kiranya membuka pikiran baru bahwa bukanlah suatu kesalahan ketika suatu bangunan Cagar Budaya living monument dimanfaatkan untuk hal lain di luar kepentingan khusus kebudayaan seperti memanfaatkannya menjadi sebuah restoran, café, atau fungsi baru lainnya yang lebih menguntungkan secara ekonomi bagi pemilik bangunan Cagar Budaya dengan tetap memerhatikan kaidah-kaidah yang berlaku dalam melakukan adaptasi dan revitalisasi. Dengan demikian, bangunan Cagar Budaya akan terjaga kelestariannya dan di sisi yang lain dapat memberikan manfaat secara ekonomi bagi pemiliknya. Win win solution Kesimpulan Gambar 5. Heritage yang Difungsikan Sebagai Café di Singapura (Sumber: Cagar Budaya adalah warisan luhur bangsa Indonesia, kebanggaan seluruh masyarakat Indonesia. Memiliki Cagar Budaya selayaknya menjadi suatu kebanggaan, bukan malah sebaliknya menjadi suatu beban. Di Indonesia ada suatu gejala penolakan dari pemilik terhadap status Cagar Budaya yang melekat pada bangunan bersejarah miliknya karena tidak memberikan manfaat secara ekonomis dan sosial. Hal ini bersebrangan dengan kondisi masyarakat pada negara-negara maju yang merasa bangga saat memiliki Cagar Budaya. Kepedulian pemilik terhadap kelestarian Cagar Budaya akan meningkat saat mereka mendapatkan hak-hak sesuai dengan perundang-undangan yaitu kompensasi dan insentif. Begitu pula ketika pemerintah memfasilitasi pemilik untuk memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan ekonomis yang tidak bertentangan dengan undang-undang. Dengan demikian nilai market (ekonomis) dan nilai non-market (preservasi) bisa tercapai dengan baik. Terkait pentingnya pemberiaan kompensasi dan insentif yang proporsional kepada pemilik Cagar Budaya, saya menyarankan untuk melakukan suatu penelitian mengenai metode yang tepat dalam Prosiding Seminar Heritage IPLBI

8 Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan melakukan valuasi Cagar Budaya sebagai asset negara yang memiliki nilai ekonomi selain juga memiliki nilai historis yang tinggi. Daftar Pustaka Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. (2005). Ragam Pustaka Banten. Serang : Balai Pelestarian Peningalan Purbakala Serang. Darvill, T. (1995). Value System In Archaeology, In Managing Archaeology London : Routledge. Dinas Kebudayaan dan Priwisata. (2008). Bangunan Kuno di Banten. Seri Mengenal Banten 3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Banten. Dinas Kebudayaan dan Priwisata. (2008). Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten. Edisi Revisi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Banten. Hakim, L. (2006). Banten Dalam Perjalanan Jurnalistik. Serang: Banten Heritage. Holtrof, C.J. (2008). Is the Past a Non-renwable Resource?, The Heritage Reader. New York: Routledge. Kartodirdjo. (1987). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Jakarta: Gramedia. Lubis, N. dkk. (2000). Sejarah Kota- kota Lama di Jawa Barat. Bandung: Alqaprint. Lubis, N. (2003). Banten Dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, dan Jawara. Jakarta: Pustaka LP3ES. Munandar, A.A. (ed). (2007).Profil Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Jawa Barat: Dalam Khasanah Sejarah dan Budaya. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat. Sumalyo,Y. (1995). Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tim BPCB Banten. (2015). Daftar Inventaris Cagar Budaya Kota Serang. Serang : BPCB Serang. Tim BPCB Serang. (2013). Laporan Kegiatan Kajian dan Studi Teknis Bangunan Kuno di Kaloran dan Bangunan Bekas Rumah Dinas Bupati. Serang : BPCB Serang. Tim BBC. (2015). Mengapa Sulit Memelihara Cagar Budaya di Semarang?. 24 Maret The Treasury. (2002). Valuating Guidance for Cultural and Heritage Assets. Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 96 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan

Lebih terperinci

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

Yosua Adrian Pasaribu Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Yosua Adrian Pasaribu Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Permasalahan Pendaftaran dan Penetapan Cagar Budaya di Tingkat Pemerintah Daerah; Kinerja Program Pendukungan Pendaftaran dan Penetapan Cagar Budaya Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi Aileen Kartiana Dewi aileen_kd@yahoo.com Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk 11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bangunan bersejarah merupakan bangunan yang memiliki nilai dan makna yang penting bagi sejarah, namun juga ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan ada kalanya bersifat

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian Cagar Budaya Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun.

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia. Keputusan Presiden (Keppres) No. 38 Tahun 2005, mengamanatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ashriany Widhiastuty, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Oleh karena itu Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya serta

Lebih terperinci

Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya

Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Perizinan dalam Pelestarian Cagar Budaya Fr. Dian Ekarini Balai Konservasi Borobudur email : fransiscadian79@gmail.com Abstak: Upaya pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung sejak tempo dulu terkenal dengan julukan Kota Jajan dan Kota Belanja. Kota ini sekarang dikenal dengan sebutan Kota Outlet dan Kota Super Mall

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 013/M/2014 TENTANG BANGUNAN UTAMA HOTEL TOEGOE SEBAGAI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan

BAB V PENUTUP. bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Permasalahan yang ditimbulkan dari perkembangan kota adalah banyaknya bangunan cagar budaya dan warisan budaya yang dihancurkan untuk kepentingan ekonomi maupun modernisasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam UU tersebut, dikatakan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kawasan dan cagar

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Hotel Des Indes (kiri) yang Menjadi Komplek Duta Merlin (kanan) Sumber:google.co.id, 5 Maret 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Hotel Des Indes (kiri) yang Menjadi Komplek Duta Merlin (kanan) Sumber:google.co.id, 5 Maret 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan di Jakarta melaju demikian cepat hingga menyebabkan lahan kosong semakin sulit ditemukan di Jakarta. Semakin banyak bangunan baru yang dibangun,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja SEMINAR HERITAGE IPLBI 207 KASUS STUDI Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja Franciska Tjandra tjandra.fransiska@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas Sekolah A rsitektur

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

- BAB I - PENDAHULUAN

- BAB I - PENDAHULUAN - BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mal salah satu obyek rekreasi yang banyak dinikmati oleh masyarakat sebagai tempat hiburan untuk merelaksasikan diri, karena tuntutan aktifitas kesibukan sehari-hari

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1906 M, pada masa pemerintahan sultan Maamun Al- Rasyid Perkasa Alamsjah.Masjid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh

Lebih terperinci

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENILAIAN KEEFEKTIFAN PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA DI KAWASAN MILITER, BANDUNG

BAB 4 ANALISIS PENILAIAN KEEFEKTIFAN PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA DI KAWASAN MILITER, BANDUNG BAB ANALISIS PENILAIAN KEEFEKTIFAN PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA DI KAWASAN MILITER, BANDUNG.. Penilaian Keefektifan Pelestarian Bangunan Pusaka.. Pelestarian Fisik Bangunan Pelestarian mempunyai arti bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pembinaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling mempengaruhi tanpa dapat dipisahkan. 1. dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelestarian Cagar Budaya merupakan upaya untuk mempertahankan warisan budaya agar tetap lestari dan berkelanjutan di samping memberikan manfaat bagi kebudayaan,

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

SYARAT: KETENTUAN YG HARUS DIINDAHKAN DAN DILAKUKAN PEMBERI IZIN: LEGAL> JABATAN BUKTI LEGAL: SURAT KEPUTUSAN ; SURAT PENETAPAN

SYARAT: KETENTUAN YG HARUS DIINDAHKAN DAN DILAKUKAN PEMBERI IZIN: LEGAL> JABATAN BUKTI LEGAL: SURAT KEPUTUSAN ; SURAT PENETAPAN PERIZINAN CAGAR BUDAYA INDONESIA W. Djuwita Ramelan Penyusunan Pedoman Perizinan Cagar Budaya dan Museum Jakarta 17-1919 Juli 2013 KONSEP UMUM IZIN: PERNYATAAN MENGABULKAN ; PERSETUJUAN MEMBOLEHKAN KEGIATAN:

Lebih terperinci

Nomor 66 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

Nomor 66 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2010 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG 1 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 66 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN PEMBERIAN INSENTIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KEPADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5)

Lebih terperinci

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta Firdha Ruqmana firdha.ruqmana30@gmail.com Mahasisw a Sarjana Program Studi A rsitektur,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KABUPATEN KUTAI BARAT BUPATI KUTAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN 17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN A. KEBIJAKAN PROGRAM Kebijakan Program Urusan Wajib Kebudayaan dititikberatkan pada pengembangan seni dan budaya sebagai daya tarik wisata. Hal tersebut didasarkan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013

KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013 KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013 Perubahan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Menjadi Kementerian Pendidikan dan

Lebih terperinci

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten Alya Nadya alya.nadya@gmail.com Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan

Lebih terperinci

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe

Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Pelestarian Bangunan Bersejarah Di Kota Lhokseumawe Cut Azmah Fithri (1), Sisca Olivia (1), Nurhaiza (1) cutazmah@unimal.ac.id (1) Dosen Tetap Program Studi Arsitektur

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Purworejo di masa lalu merupakan pos pertahanan militer Belanda di wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa (1825-1830)

Lebih terperinci