BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hyman Minsky. Teori ini melihat bahwa krisis keuangan yang ada saat ini,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hyman Minsky. Teori ini melihat bahwa krisis keuangan yang ada saat ini,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Minsky Theory Teori ini dicetuskan oleh seorang ekonom Amerika Serikat yang bernama Hyman Minsky. Teori ini melihat bahwa krisis keuangan yang ada saat ini, memiliki sifat siklikal yang bersandar pada teori siklus bisnis (theory of business cycle) atau saat ini popular disebut dengan Minsky Moment. Teori siklus bisnis menjelaskan bahwa muncul sikap agresif lembaga keuangan dan investor dalam memberikan dan menerima kredit ketika perekonomian sedang ekspansif (boom) dan mengambil tindakan berkebalikan ketika perekonomian sedang kontraksi (bust), sehingga menimbulkan tingginya praktek spekulasi. Fluktuasi atau gerakan naik (boom) dan turun (bust) secara alamiah mengandung unsur ketidakstabilan keuangan (financial instability)( Prasetyantoko, 2008). Dalam melihat penomena ketidakstabilan keuangan (financial instability), Minsky mengajukan the financial instability hypothesis. Asumsi dari the financial instability hypothesis adalah dinamika yang ada dalam perekonomian memiliki keterkaitan yang erat dengan struktur hutang dalam level perusahaan. Dalam the financial instability hypothesis, Minsky (1992) mengkategorikan perilaku pelaku ekonomi menjadi tiga bagian yaitu: 1

2 2 a) Hedge Pada tahapan ini, pelaku ekonomi dapat memenuhi semua kewajiban pembayaran hutang dari hasil operasional perusahaannya, baik berupa cicilan dan juga hutang pokoknya, sehingga dalam fase ini pelaku ekonomi dapat membayar hutangnya dengan baik. Disamping itu, dalam fase ini para pelaku ekonomi sangat berhati-hati dalam melakukan hutang dan bahkan pelaku ekonomi pada tahap ini cenderung menahan melakukan hutang untuk investasi yang baru. b) Speculative Pada fase ini, terjadi ekspansi investasi yang baru oleh pelaku ekonomi. Para pelaku ekonomi melakukan ekspansi bisnis melalui skema hutang. Dalam kaitannya dengan hutang, pelaku ekonomi pada fase ini hanya mampu membayar bunga pinjaman dari kas yang dimilikinya, namun tidak mampu untuk membayar hutang pokoknya. Pada fase ini, pelaku ekonomi cenderung membayar hutang dengan cara menjual asetnya, disamping itu pelaku ekonomi melakukan hutang kembali pada pihak lain untuk bisa membayar hutang pokoknya. c) Ponzi Finance Pada fase ini, pelaku ekonomi tidak bisa lagi melakukan pembayaran terhadap bunga pinjaman dan juga hutang pokok yang dimilikinya. Dalam fase ini, kewajiban yang dimiliki pelaku ekonomi melebihi dari nilai-nilai asetnya. Kondisi kewajiban yang lebih besar dari aset ini, menyebabkan pelaku ekonomi kesulitan dalam memenuhi kewajiban, bahkan jika pelaku ekonomi menjual seluruh asetnya, hutang yang dimiliki tidak mampu dibayarkan.

3 3 Dalam the financial instability hypothesis, Minsky (1992) menjelaskan bahwa jika dalam perekonomian, pelaku ekonomi yang mendominasi adalah yang bersifat hedge, maka kondisi perekonomian akan berada pada posisi yang baik dan juga seimbang. Tetapi jika dalam perekonomian di dominasi oleh pelaku ekonomi yang speculative dan ponzi, maka perekonomian suatu negara akan sangat rentan terhadap krisis keuangan, karena kedua sifat ini akan mendorong tingginya kredit macet pada perbankan. Teori Minsky dapat menjelaskan terkait dengan krisis keuangan di Indonesia 1997/1998 dan krisis keuangan global Pada tahun 1997/1998 rata-rata neraca perusahaan berada pada posisi yang sangat buruk yang menyebabkan kredit macet, sehingga berdampak terhadap sektor perbankan menjadi kolaps. Disisi lainnya, pelaku ekonomi banyak melakukan pinjaman luar negeri, sehingga ketika terjadi krisis nilai tukar 1997/1998 para pelaku usaha mengalami peningkatan nilai hutang akibat depresiasi rupiah. Saat krisis keuangan 1997/1998, mayoritas pelaku ekonomi di Indonesia berada pada posisi speculative dan ponzi, sehingga ketika terjadi gejolak nilai tukar, para pelaku ekonomi dan perbankan kolaps. Pada krisis global 2008, Miskhin (2010) juga menjelaskan terkait dengan teori Minsky. Pada krisis global 2008, terjadi peningkatan kredit perbankan pada saat awal krisis keuangan dan cenderung stabil sampai dengan Maret 2008 atau berada pada fase boom. Namun, pada pertengahan tahun 2009 terjadi penurunan tren pinjaman pada perbankan, penurunan permintaan untuk pinjaman sebagai akibat dari melemahnya kondisi ekonomi atau berada pada fase bust. Disamping

4 4 itu, Beachy (2012) menjelaskan bahwa terdapat moral hazard dalam krisis global 2008, perbankan melakukan penyaluran kredit perumahan terhadap nasabah yang tidak layak mendapatkan pembiayaan. Kondisi ini menyebabkan tingginya angka nasabah yang gagal bayar dan menyebabkan likuiditas perbankan bermasalah. 2. Teori Generasi Krisis Keuangan Menurut Ascarya (2009) teori krisis keuangan dalam perspektif ekonomi konvensional pada umumnya memandang krisis dari perspektif makro yang dikembangkan dari model generasi pertama, model generasi kedua, dan model generasi ketiga. Pembagian 3 model generasi ini berdasarkan latar belakang dan karakteristik krisis tersebut. Berikut adalah penjelasan terkait 3 model generasi krisis keuangan. a) Model Generasi Pertama Krisis Keuangan First generation model (FGM) atau sering disebut sebagai exogeneous policy model. Model generasi pertama krisis keuangan pertama kali dikembangkan oleh Krugman (1979). Ide Krugman terinspirasi dari model yang dikembangkan sebelumnya oleh Salant dan Henderson (1979). Flood dan Garber (1984) kemudian menyempurnakan ide tersebut dalam bentuk modelnya untuk menganalisis krisis keuangan. Krisis keuangan model generasi pertama timbul karena adanya kebijakan pemerintah yang tidak konsisten terutama dalam kebijakan moneter dan fiskal dalam sistem nilai tukar tetap. Menurut Krugman (1979) pemerintah menggunakan defisit anggaran yang tinggi dengan pembiayaan dari ekspansi kredit. Dampak dari kebijakan ini adalah meningkatnya jumlah uang beredar atau pasar mengalami

5 5 kelebihan likuiditas, sehingga inflasi cenderung tinggi. Kelebihan likuiditas ini akan dikonversikan ke dalam mata uang asing dan permintaan akan uang asing meningkat. Sementara inflasi di negara mitra utama relatif rendah, sehingga mata uang domestik mengalami overvalue. Bila pasar menyadari hal ini, maka para spekulan akan menyerang mata uang domestik. Sementara itu, karena menggunakan kurs tetap, maka cadangan devisa akan terkuras untuk mempertahankan kestabilan nilai tukar (Imansyah, 2009). b) Model Generasi Kedua Krisis Keuangan Krisis model ini disebut second generation model (SGM) atau endogeneous policy model. Obstfeld dan Rogoff (1986) adalah yang pertama kali mengembangkan terkait dengan konsep model generasi kedua. Model generasi kedua dikembangkan berdasarkan pada kelemahan model generasi pertama dan mengusulkan peran sentral ekspektasi dan kegagalan koordinasi antar kreditur, sehingga krisis dapat terjadi tanpa memandang terhadap kesehatan fundamental ekonomi (Ascarya, 2009). Model generasi kedua melihat bahwa sistem kurs sebagai sebuah kondisi jika pemerintah memutuskan tetap mempertahankan sistem kurs tetap jika dipandang sistem ini masih berguna (misalnya untuk tujuan mempertahankan kebijakan anti inflasi dan kredibilitas) (Imansyah, 2009). Jika pemerintah ingin mempertahankan untuk menggunakan kurs tetap, maka pemerintah bisa melakukan analisis manfaat dan biaya. Secara umum biaya untuk mempertahankan kurs tetap sangat tinggi, sehingga apabila pemerintah ingin tetap bertahan menggunakan kurs tetap, maka cadangan devisa yang dimiliki akan semakin berkurang. Bahkan para spekulan cenderung akan terus

6 6 berspekulasi sampai akhirnya cadangan devisa menjadi menipis. Akibat serangan spekulan perekonomian bisa mengalami krisis, meskipun fakta yang ada menunjukkan fundamental kurs yang kuat (artinya bank sentral memiliki cadangan yang cukup untuk menyokong kurs tetap) krisis ini dinamakan selffullfing crises (Kusuma, 2009). Sehingga pemerintah dituntut untuk memutuskan apakah akan menahan atau melepas kurs mata uang tetap dengan memperhatikan kondisi perekonomian. c) Model Generasi Ketiga Krisis Keuangan Model generasi pertama dan kedua telah berhasil menjelaskan sebelumnya terkait dengan episode krisis mata uang, namun model generasi pertama dan generasi kedua tidak bisa membantu para peneliti dalam memprediksi krisis keuangan yang terjadi di Asia Timur pada tahun , sehingga muncul model krisis generasi ketiga (Koc, 2009). Menurut Kusuma (2009) krisis generasi ketiga adalah krisis yang terjadi secara bersamaan antara krisis perbankan dan krisis nilai tukar atau twin krisis, di sisi perbankan yang menjadi akar penyebab krisis di Asia adalah moral hazard problem. Menurut Nasution (2003) moral hazard terjadi karena peminjam memperoleh keuntungan untuk mengalihkan proyeknya pada proyek yang beresiko tinggi yang tidak diinginkan oleh pemberi pinjaman yang apabila berhasil dapat memberikan keuntungan yang besar dan apabila gagal akan ditanggung oleh pemberi pinjaman dalam bentuk tidak kembalinya kredit yang diberikan.

7 7 Sedangkan menurut Allen (2015) moral hazar menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan dalam sektor perbankan, Allen (2015) juga menegaskan bahwa dukungan pemerintah kepada bank harus dibatasi terutama terkait dengan adanya jaminan dalam sektor perbankan. Dengan adanya jaminan dari pemerintah, maka akan meningkatkan investasi yang berisiko tinggi oleh perbankan, karena perbankan merasa apabila terjadi kegagalan pemerintah akan memberikan jaminan. Akibat moral hazard ini akan menyebabkan terjadinya krisis, sehingga akan mendorong terjadinya penarikan secara besar-besaran (rush) oleh nasabah dan perbankan akan mengalami kegagalan/kolaps. Contoh kasus dari generasi ketiga ini adalah krisis di Asia Timur pada tahun dan krisis keuangan global pada tahun B. Landasan Konsep 1) Definisi Krisis Perbankan Menurut Hardy dan Pazarbasioglu (1999) fenomena tentang sektor keuangan dan khususnya tentang krisis sektor perbankan telah banyak menjadi bahan kajian dalam beberapa dekade terakhir. Sektor perbankan menjadi sektor yang menarik banyak kalangan untuk meneliti lebih intens karena industri ini memerlukan perhatian khusus dari semua pihak. Menurut Hadad dkk (2003) terdapat beberapa alasan terkait perlunya industri perbankan mendapatkan perhatian khusus diantaranya, karena industri perbankan memiliki rasio kas terhadap aset yang rendah, rasio modal terhadap aset yang rendah dan rasio dana jangka pendek terhadap total deposit yang tinggi. Ketika sektor ini tidak

8 8 dimonitoring dengan baik, maka dapat menyebabkan krisis dan krisis perbankan ini dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian. Menurut Reinhart, Goldstein dan Kaminsky (2000) krisis perbankan adalah suatu situasi dimana terjadi bank run yang menyebabkan penutupan, merger dan pengambilalihan oleh sektor publik, serta adanya intervensi pemerintah untuk penalangan sektor perbankan dalam skala yang besar. Sedangkan menurut Kunt & Detragiache (1998) menjelaskan bahwa krisis perbankan terjadi ketika salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi, seperti : 1) Nilai rasio kredit macet (non performing loan) melebihi dari 10 persen dari total aset yang dimiliki perbankan. 2) Besarnya biaya operasi yang harus di keluarkan untuk penyelamatan sektor perbankan mencapai 2 persen dari GDP suatu negara. 3) Permasalahan dalam sektor perbankan menyebabkan terjadinya nasionalisasi dalam skala besar. 4) Terjadinya bank panic atau terjadi penarikan secara besar-besaran oleh nasabah, akibatnya pemerintah mengambil tindakan darurat untuk menyelamatkan sektor perbankan melalui pembekuan deposito nasabah, atau adanya jaminan deposito umum yang diberlakukan oleh pemerintah dalam menanggapi krisis. Terkait dengan terjadinya krisis perbankan, Miskhin (1996) menjelaskan krisis perbankan sebagai gangguan dalam sistem perbankan, hal ini disebabkan karena adanya ketimpangan informasi (asymmetric information) dalam

9 9 perbankan, sehingga menyebabkan sektor perbankan tidak dapat secara maksimal menyalurkan dananya pada pihak yang produktif. Miskhin (1996) mengamati bahwa terdapat 2 konsekuensi akibat dari asymmetric information, yaitu adverse selection dan moral hazard. Adverse selection merupakan masalah yang terjadi sebelum transaksi, sedangkan moral hazard terjadi setelah transaksi. Terkait dengan adverse selection, terdapat pihak pencari kredit yang tidak berkualitas sangat aktif dalam mendapatkan kredit. Pencari kredit akan menggunakan berbagai langkah agar bisa mendapatkan pinjaman dari kreditor, bahkan dengan cara tidak jujur dan memanipulasi data. Sedangkan untuk moral hazard, pihak yang sudah mendapatkan pinjaman dari kreditor menggunakan pinjaman yang didapatkannya secara tidak terhormat, sehingga menciderai kepercayaan yang diberikan oleh pihak kreditor. 2) Definisi Ketahanan Perbankan Dewasa ini ketahanan sektor keuangan sangatlah penting. Istilah terkait dengan isu ketahanan sektor keuangan, khususnya sektor perbankan menjadi fokus utama berbagai negara di dunia. Terkait dengan ketahanan dalam sektor perbankan, Crossen et al (2014) menjelaskan bahwa perbankan dikatakan memiliki ketahanan jika memenuhi dua kondisi seperti: (i) perbankan mampu menyerap guncangan tanpa harus bergantung pada dukungan dari pihak pemerintah, (ii) kemampuan sektor perbankan dalam menjalankan fungsi-fungsi ekonomi secara berkelanjutan, khususnya dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, seperti menyediakan kredit, menghimpun dana dari masyarakat, pembayaran dan transaksi jasa ataupun pencetaan uang. Sedangkan

10 10 Berry et al (2015) mendefinisikan bahwa ketahanan dalam sektor perbankan merupakan suatu kondisi dimana individual bank mampu menahan guncangan dari berbagai sumber, baik dari internal perbankan maupun dari eksternal perbankan. Ketika timbul gejala guncangan, maka perbankan akan mampu menyesuaikan atau menyerap risiko atau merespon dengan cepat setiap guncangan yang muncul, sehingga perbankan mampu mengantisipasi secara dini berbagai potensi guncangan yang dapat mempengaruhi kinerja perbankan. Di sisi lainnya, Bank Indonesia (2010) menjelaskan bahwa pentingnya ketahanan sektor perbankan bagi Indonesia dikarenakan sektor ini menjadi salah satu sektor utama yang berperan dalam menjalankan perekonomian Indonesia dan mayoritas pangsa pasar lembaga keuangan di Indonesia didominasi oleh sektor perbankan. 3) Krisis dalam Persfektif Ekonomi Islam Menurut Ascharya (2009) terdapat beberapa penyebab krisis dari sudut pandang ekonomi Islam, diantaranya : a) Kelebihan Persediaan Uang Ketika pemerintah melakukan pencetakan uang (seigniorage), pembuatan uang bank melalui perbankan cadangan fraksional (fractional reserve banking) dan penciptaan daya beli artifisial termasuk kartu kredit serta batas pemberian kredit, akan mendorong terciptanya instabilitas dalam sistem keuangan (Ascarya, 2009). Keuntungan percetakan uang melalui seigniorage oleh pemerintah, menciptakan angka inflasi yang tinggi (hyperinflation) bagi perekonomian. Salah satu contohnya adalah negara Jerman. Jerman mencetak uang secara berlebihan

11 11 untuk mendanai perang dunia 1 (world war I). Akibatnya, jumlah peredaran uang Marks Jerman melonjak tajam dan bahkan pada November 1923, nilai Marks terhadap dolar terdepresiasi menjadi sekitar (1 USD= 1 Triliun Marks) (Schachter dan Sophister, 2005). Disamping itu, terdapat contoh lain dari krisis keuangan seperti pada masa kekaisaran Utsmani tahun 1839 M. Pada zaman ini, pemerintah mencetak uang kertas Al-Qa imah secara besar-besaran, sehingga mendorong harga barang menjadi naik dan mengarah pada krisis. Akibat kondisi ini, pencetakan uang kertas Al-Qa imah dihentikan, tepatnya pada tahun 1862 M (Ascharya, 2009). Nabi Muhammad shalalahu alaihi wasallam melarang umatnya untuk melakukan ghuluw (berlebih-lebihan) dalam hidupnya, agar umat Islam tidak berbuat seperti yang diperbuat umat-umat terdahulu. b) Spekulasi Menurut Choudhury (2010), krisis perbankan 1997/1998 yang melanda kawasan Asia tidak terlepas dari aktivitas spekulasi para spekulan, terutama dalam sektor real estate. Tindakan para spekulan menjadikan harga properti meningkat tajam, kondisi ini menyebabkan gelembung ekonomi (bubble economy). Bahkan, tindakan spekulan dalam spekulasi harga real estate dan industri lainnya, akan terus memberikan kontribusi terhadap krisis keuangan pada masa yang akan datang.

12 12 Ascharya (2009) mengamati bahwa tindakan spekulasi merupakan zero sum game (keuntungan yang didapatkan oleh suatu pihak merupakan kerugian yang sama dari pihak lain), tingginya aktivitas zero sum game dapat berdampak negatif terhadap perekonomian, karena aktivitas ini tidak dapat memberikan nilai tambah yang riil dalam perekonomian. Kondisi ini bertolak belaka dengan investasi pada sektor riil, justru dalam sektor riil dapat memberikan nilai tambah. Islam melarang umatnya untuk melakukan spekulasi, transaksi penimbunan, pasar gelap dan transakti tidak adil lainnya. Namun, Islam membolehkan umatnya untuk mendapatkan keuntungan komersial (Engineer, 2007). Larangan ini terdapat dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: رواه ال غ ر ر ب ي ع و ع ن ال ح ص اة ب ي ع ع ن و س ل م ع ل ي ه هللا ص ل ى هللا ر س ى ل ن ه ى :ق ال ه ر ي ر ة أ ب ى ع ن م س لم Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW melarang jual-beli dengan lempar kerikil dan jual-beli gharar (spekulasi). [HR. Muslim]. c) Sistem Bunga (Riba) Menurut Ascharya (2009) riba adalah prinsip sentral dari sistem Islam, yang secara harfiah berarti kelebihan dan ditafsirkan sebagai setiap peningkatan modal yang tidak dibenarkan baik dalam bentuk pinjaman atau penjualan. Lebih tepatnya, semua nilai positif, tetap dan telah ditentukan yang terkait dengan tanggal jatuh tempo dan jumlah pokok (yaitu, dijamin tanpa memperhatikan kinerja investasi) dianggap riba dan dilarang. Dilarangnya riba karena merupakan salah satu sumber krisis keuangan.

13 13 Islam sangat melarang umatnya untuk menggunakan sistem bunga dalam setiap aktivitas perekonomian, karena keuntungan yang didapatkan oleh seseorang menjadi beban bagi pelaku usaha lainnya. Dalam Al-Qur an sudah dijelaskan terkait bahayanya riba. Penjelasan terdapat dalam surat al-baqarah: , isi surat tersebut adalah sebagai berikut : ي ا أ ي ه ا ال ذ يه آم ى ىا ات ق ىا ا لل و ذ ر وا م ا ب ق ي م ه الز ب ا إ ن ك ى ت م م ؤ م ى يه )٢٧٨( ف ئ ن ل م ت ف ع ل ىا ف أ ذ و ىا ب ح ز ب م ه ا لل و ر س ىل ه و إ ن ت ب ت م ف ل ك م ر ء وس أ م ى ال ك م ال ت ظ ل م ىن و ال ت ظ ل م ىن )٢٧٩( Artinya (278). Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (279). Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. d) Sistem Moneter Internasional Perekonomian dunia saat ini didominasi oleh penggunaan uang hampa (fiat money). Dalam pencetakan uang hampa (fiat money) tidak disokong oleh emas. Beberapa negara mendapatkan keuntungan dalam pencetakan uang hampa (fiat money). Salah satu negara yang paling di untungkan adalah Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, karena dolar AS dan Euro Eropa digunakan sebagai transaksi perdagangan internasional. Kondisi ini menyebabkan AS dan Uni Eropa mampu mengeksploitasi negara-negara dengan perekonomian kecil dan berkembang. Contohnya, jika AS dalam mencetak uang nilai US$ 100 hanya membutuhkan US$ 1, maka AS akan mendapatkan keuntungan yang besar dari

14 14 seigniorage, karena mata uangnya mayoritas digunakan oleh masyarakat dunia (Ascharya,2009). e) Decoupling Sektor Riil dan Moneter Menurut Ade (2009) kepincangan antara sektor moneter (keuangan) dan sektor riil yang dalam Islam dikategorikan dengan riba. Sektor moneter (keuangan) mengalami mengalami perkembangan yang pesat dan meninggalkan jauh sektor riil. Kondisi ini menyebabkan instabilitas dalam perekonomian, seperti krisis keuangan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997/1998 dan krisis global 2008 tidak terlepas dari adanya dikotomi antara sektor moneter dan sektor riil. Menurut Agustianto (2008) ekonomi Islam tidak mengenai dikotomi antara sektor riil dan moneter. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya perdagangan dan melarang riba. 4) Penentuan Indikator dalam Monitoring Krisis Perbankan Syariah Reserve bank of new Zealand mengusulkan beberapa kriteria indikator yang dapat mengidentifikasi timbulnya kondisi build up dari risiko sistemik, kriteria tersebut adalah sebagai berikut (Wolken, 2013) : (1) Memiliki keterkaitan (relevance) Indikator harus mampu menjelaskan terkait dengan kondisi perekonomian dan sistem keuangan.

15 15 (2) Datanya dapat dikumpulkan (collectable) Data dari suatu indikator harus dapat dikumpulkan dan digunakan secara berlanjut untuk jangka waktu yang panjang. (3) Komprehensif dan dinamis (comprehensive & dynamic) Indikator tersebut bersifat menyeluruh dalam sistem keuangan dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. (4) Dapat untuk melihat kedepan kondisi keuangan (forward looking) Indikator yang ada diharapkan dapat digunakan untuk melakukan prediksi terhadap kondisi perekonomian pada masa yang akan datang, sehingga policy maker dapat melakukan antisipasi terhadap berbagai potensi risiko. (5) Akurat (accurate) Suatu indikator memiliki tingkat kesalahan paling kecil dalam memberikan sinyal. Dalam mengukur kecilnya kesalahan ini dapat dilihat melalui nilai noise to signal ratio (NSR) dalam early warning system (EWS). Menurut Bank Indonesia (2016) pembahasan mengenai indikator dalam monitoring risiko sistemik adalah sebagai berikut : a) Indikator Monitoring Berdasarkan Arah Indikator monitoring berdasarkan arah terdiri dari : 1) Procyclical indicators Indikator ini memiliki pergerakan satu arah dengan siklus bisnis (business cycle). 2) Countercyclical indicators Indikator ini memiliki pergerakan yang tidak satu arah dengan kondisi siklus bisnis (business cycle).

16 16 3) Acyclical indicators Indikator ini tidak memiliki hubungan jelas dengan kondisi siklus bisnis (business cycle). b) Indikator Monitoring Berdasarkan Waktu 1) Leading indicators Indikator ini memiliki sifat yang pergerakannya lebih dulu daripada pergerakan perekonomian agregat. Kondisi ini menyebabkan indikator yang bersifat leading dapat digunakan untuk memprediksi kondisi perekonomian. 2) Coincident indicators Pergerakan dalam indikator yang bersifat Coincident adalah bersamaan dengan siklus bisnis (business cycle). Dengan indikator ini, kita dapat mengetahui kondisi perekonomian yang sedang terjadi. 3) Lagging indicators Pergerakan dalam indikator ini terjadi setelah siklus bisnis (business cycle). c) Indikator Monitoring Berdasarkan Komponen Pembentuk Indikator ini terdiri dari : 1) Single indicators Indikator ini disusun hanya menggunakan beberapa data dan indikator ini dapat digunakan untuk menangkap satu pergerakan atau kondisi dalam sistem keuangan. Salah satu contoh single indicators dalam perbankan Syariah adalah rasio non performing financing (NPF) sebagai salah satu indikator risiko dalam pembiayaan perbankan Syariah.

17 17 2) Composite indicators Indikator ini disusun berdasarkan gabungan lebih dari beberapa indikator dalam perekonomian. Salah satu contoh composite indicators adalah indeks stabilitas sistem keuangan (ISSK) yang digunakan BI untuk menilai kondisi stabilitas sistem keuangan dalam pengawasan makroprudensial. 5) Sistem Deteksi Dini/Early Warning System(EWS) a) Pengertian Sistem Deteksi Dini/Early Warning System(EWS) Menurut Kamisky et al (1998) early warning system merupakan sebuah model yang memiliki tujuan untuk memantau berbagai indikator keuangan maupun ekonomi yang dapat dijadikan sinyal akan terjadinya krisis dalam waktu yang dekat. Sedangkan Edison (2000) menyatakan bahwa early warning system adalah salah satu cara atau mekanisme dalam melakukan prediksi terhadap adanya krisis. Disisi lain, Imansyah dan Kusdarjito (2009) melihat bahwa early warning system dapat digunakan sebagai alat yang dapat memonitoring atas kerapuhan sistem keuangan yang berpotensi menciptakan krisis keuangan. Dengan menggunakan early warning system, maka pembuat kebijakan (policy maker) memiliki kesempatan untuk membuat kebijakan prefentive dalam mengantisipasi dan memitigasi risiko sistemik. Dalam penelitiannya terkait dengan krisis mata uang, Kaminsky, Lizondo dan Reinhart (KLR) (1998) mengamati beberapa hal terkait dengan EWS, seperti : 1. Sistem deteksi dini yang baik setidaknya terdiri dari indikator-indikator yang lebih luas.

18 18 2. Krisis mata uang dapat dideteksi melalui beberapa variabel seperti : defisit fiskal, nilai tukar riil, cadangan devisa, pertumbuhan kredit, pertumbuhan PDB riil dan M2/cadangan devisa. 3. Disamping variabel yang disebutan sebelumnya, beberapa variabel luar negeri, kelembagaan dan keuangan dapat digunakan untuk memonitoring krisis mata uang. 4. Variabel terkait dengan profil hutang dari eksternal. b) Perkembangan Sistem Deteksi Dini/Early Warning System (EWS) Abimanyu dan Imansyah (2008) melihat bahwa terdapat berbagai pendekatan yang ada dalam sistem deteksi dini, seperti pendekatan parametrik (ekonometrik) baik yang logit dan probit, markov-switching model, nonparametrik (pendekatan model sinyal), pendekatan jaringan saraf tiruan dan berbagai model lainnya. Melihat banyaknya model dalam EWS, merangsang para peneliti untuk melakukan penelitian tentang EWS dengan menggunakan berbagai pendekatan model seperti: Edison (2000) tentang krisis keuangan dengan menggunakan signal aproach model, Bussiere dan Marcel (2002) tentang krisis keuangan dengan menggunakan multinomial logit model, Lestano, Jacobs dan Kuper (2003) melakukan penelitian tentang krisis nilai tukar, krisis perbankan dan krisis hutang dengan menggunakan model logit multivariat, Imansyah dan Kusdarjito (2009) melakukan penelitian tentang krisis keuangan dengan menggunakan model pendekatan jaringan saraf buatan, Duasa, Kusuma dan Sumandi (2016) melakukan penelitian tentang perbankan dengan menggunakan pendekatan sinyal, Hadad dkk (2003) tentang perbankan dengan menggunakan pendekatan model logit.

19 19 Dari semua pendekatan sistem deteksi dini yang ada, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing tergantung tujuan dan ketersediaan data yang dimiliki oleh peneliti. Hal ini dikarenakan, setiap pendekatan memiliki karakteristik kebutuhan data yang berbeda dan tingkat kerumitan yang berbedabeda antar pendekatan (Abimanyu dan Imansyah, 2008). c) Membangun Indeks Ketahanan Perbankan Syariah (Syariah Banking Robustness Index) Melalui EWS Model Sinyal Otoritas Jasa Keuangan (2014) menjelaskan perbankan Syariah merupakan lembaga intermediasi antara pihak yang kekurangan dana dan pihak yang kelebihan dana. Dalam menjalankan fungsi sebagai lembaga intermediasi, perbankan Syariah memiliki berbagai sumber potensi risiko dalam menjalankan bisnisnya, baik yang berasal dari lingkungan eksternal dan internal. Potensi risiko yang muncul dari internal dan eksternal ini seperti, risiko pasar, risiko kredit dan risiko likuiditas. Bank dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan melalui penerapan manajemen risiko yang sesuai dengan prinsip Syariah. Melihat berbagai potensi risiko dalam perbankan Syariah seperti risiko pasar, risiko kredit dan risiko likuiditas, maka perlu dikembangkan monitoring terhadap berbagai potensi risiko. Guna memonitoring kondisi perbankan Syariah di Indonesia, penelitian ini mencoba untuk menganalis indeks ketahanan perbankan Syariah (Syariah banking robustness index ) melalui EWS dengan pendekatan model sinyal. Syariah banking robustness index (SBRI) merupakan indeks yang dapat digunakan untuk memonitoring indikator-indikator yang dapat

20 20 mendorong imbalance bagi perbankan Syariah. Disamping itu, indeks ini dapat memantau krisis perbankan Syariah dalam waktu tertentu. Selain SBRI, terdapat berbagai indeks yang digunakan dalam memantau kondisi keuangan suatu negara. Seperti halnya Indonesia melalui Bank Indonesia mengembangkan indeks stabilitas sistem keuangan (ISSK) (financial stability index (FSI). Danareksa research institute (DRI) juga telah mengembangkan suatu indeks dalam menginterpretasikan keadaan sistem keuangan, indeks yang dikembangkan adalah banking pressure index (BPI). selain ISSK dan BPI, Duasa, Kusuma dan Sumandi (2016) mengembangkan Islamic banking resilience index (IBRI) untuk memonitoring perbankan Syariah di Indonesia. Selain di Indonesia, beberapa otoritas moneter juga mengembangkan indeks untuk memantau kondisi stabilitas perekonomiannya, seperti Studi Illing dan Liu (2003) mengelaborasi sistem keuangan di Kanada untuk membangun financial stress index (FSI), Van den End (2006) untuk kasus di Belanda yang disebut sebagai monetary conditions index (MCI), financial conditions index (FCI), dan financial stability condition index (FSCI), di Rumania yang diberi nama aggregate financial stability index (AFSI) (Gunadi, Taruna dan Harun, 2013). C. Penelitian Terdahulu Ascarya (2009) melakukan penelitian tentang pelajaran yang bisa dipetik dari krisis keuangan yang berulang : persfektif ekonomi Islam. Penelitian ini mencoba untuk membandingkan pengaruh beberapa variabel yang tediri dari instrumen keuangan Syariah dan konvensional. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab krisis keuangan yang berakar dari riba (lnfm fiat

21 21 money 2,8%, IR tingkat bunga 45,2%, dan lnexc kurs 18,6%) memberi andil 66,6% terhadap krisis keuangan di Indonesia, sedangkan jika kita mengganti ketiga sistem tersebut sesuai dengan perspektif Islam (lnjm persediaan just money 0,7%, RS laba PLS 2,5%, dan lngold mata uang global tunggal 0,2%) hanya akan memberi andil 3,4% terhadap krisis keuangan di Indonesia, atau pengurangan besar-besaran yakni 63,2%. Dari hasil empiris ini kemudian menunjukkan hasil bahwa jika tiga penyebab krisis keuangan yang terdiri dari fiat money, bunga dan nilai tukar jika diganti dengan alternatif Islam seperti persediaan just money, PLS, dan mata uang global tunggal, maka maka tiga penyebab krisis keuangan yang berakar dari riba akan dapat dihilangkan. Jarita, Kusuma dan Sumandi (2016) melakukan penelitian tentang ketahanan perbankan Syariah di Indonesia dengan menggunakan pendekatan sinyal. Penelitian ini mencoba untuk membangun Islamic banking resilience index (IBRI) dengan menggunakan data sejak 2004 sampai Penelitian ini menggunakan beberapa variabel diantaranya, rasio M2 terhadap cadangan devisa, pertumbuhan kredit domestik, nilai tukar riil dan inflasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja perbankan Syariah pada tahun 2004 cukup buruk, namun secara bertahap stabil, penggunaan beberapa variabel makro seperti rasio m2 dengan cadangan devisa, pertumbuhan kredit domestic, nilai tukar riil dan inflasi secara empiris menunjukkan tingkat noise to signal ratio (NSR) yang rendah. Hardy dan Pazarbasioglu (1998) melakukan penelitian untuk krisis perbankan dengan judul leading indicator of banking crises : was Asia different?

22 22 Penelitian ini menggunakan 38 negara dari Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi peran dari makroekonomi, sektor perbankan dan sektor rill menjelang terjadinya gangguan dalam sistem perbankan. Secara empiris penelitian ini menemukan bahwa tekanan yang terjadi dalam sistem perbankan dikaitkan dengan penurunan pada GDP rill, adanya prosiklikalitas ekonomi, inflasi, ekspansi kredit dan aliran modal. Muliaman D. Hadad dkk (2003) tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor-faktor yang dapat menyebabkan krisis perbankan. Penelitian ini secara umum menggunakan beberapa sektor, seperti kelompok variabel sektor riil meliputi pertumbuhan PDB riil, pertumbuhan konsumsi swasta, dan pertumbuhan investasi. Selanjutnya, untuk kelompok variabel sektor perbankan digunakan data dana pihak ketiga dan kredit kepada sektor riil, sementara untuk kelompok variabel shocks digunakan data inflasi dan nilai tukar riil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor makroekonomi, internal perbankan, dan shocks secara bersama-sama dapat dijadikan indikator awal terjadinya krisis/severe distress pada industri perbankan. Hagen dan Ho (2006) melakukan penelitian dengan judul money market pressure and the determinants of banking crises. Penelitian ini membangun index of money market pressure untuk mengidentifikasi krisis perbankan. penelitian ini menggunakan data dari 47 negara dari tahun 1980 sampai 2001 dan menganalisis menggunakan model logit. Penelitian ini menemukan bahwa krisis perbankan dapat dijelaskan melalui beberapa kondisi seperti resesi yang parah, adanya inflasi yang tinggi, terjadi defisit fiskal yang cukup besar, terjadi overvalue pada nilai

23 23 tukar rill dan skema asuransi deposito. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa krisis mata uang dapat meningkatkan kemungkinan krisis pada sistem perbankan, terutama dampak menular atau contagion effect dari negara maju. Imansyah dan Kusdarjito (2009) melakukan penelitian dengan judul meramalkan potensi risiko krisis atau instabilitas di sektor keuangan: pendekatan jaringan saraf buatan. Penelitian ini menggunakan sistem deteksi dini dengan model jaringan saraf buatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model krisis keuangan di Indonesia. Dalam penelitian ini dapat menggabungkan semua sektor seperti pasar mata uang asing, pasar saham dan perbankan dalam satu model yang terintegrasi. Hasil dari penelitian ini adalah mampu mengidentifikasi 19 indikator utama yang harus diawasi secara seksama untuk menghindarkan dan mengantisipasi ketidakstabilan di seluruh sektor keuangan di Indonesia. Indikator indikator ini adalah 1) banking-foreign liabilities, 2) commodity food price index, 3) commodity industrial inputs price index,4) credit/gdp growth,5) current account/gdp,6) fiscal deficit,7) foreign debt/ir,8) government consumption/gdp,9) imports growth,10) inflation yoy,11) international reserves,12) IR/import,13) JSX growth,14) lending/saving interest rate,15) M2 multiplier growth,16) M2/IR growth,17) real exchange rate deviation from trend,18) short-term capital flow/gdp, dan 19) spread real int. rate on deposit-fed fund rate. Weni Septi Susanti (2016) melakukan penelitian dengan judul analisis tekanan perbankan di Indonesia. Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder runtut waktu bulan dari tahun Variabel yang

24 24 digunakan untuk menghitung indeks tekanan perbankan adalah hutang luar negeri sektor perbankan, kredit yang disalurkan perbankan dan simpanan di perbankan. Model analisis yang digunakan adalah metode signal approach yang dilanjutkan dengan regresi logistik untuk mengetahui elastisitas variabel terhadap tekanan perbankan yang jika terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan krisis. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa dalam kurun waktu penelitian , Indonesia mengalami 2 periode krisis yakni pada tahun 2002, dan Namun dalam waktu dekat indikator ekonomi yang digunakan tidak menunjukkan adanya krisis perbankan. Terdapat 4 variabel yang merupakan indikator terbesar dalam pembentukan sinyal krisis perbankan, yaitu perubahan indeks harga saham gabungan, M2 multiplier, rasio bunga pinjaman dan tabungan, serta rasio konsumsi pemerintah dan PDB. D. Kerangka Penelitian Fase terbentuknya risiko sistemik menurut Blancher et al (2013) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terdiri dari fase build up, shock materialization dan amplification and propagation. Penjelasan masing-masing fase adalah sebagai berikut : a) Fase build up, merupakan fase dimana gejala risiko sistemik muncul dalam sistem keuangan. Munculnya gejala risiko sistemik ini, merupakan kombinasi antara shock dan vulnerability. Kombinasi keduanya menyebabkan munculnya gejala sumber gangguan dalam sistem keuangan. Dalam fase ini, tindakan yang diambil ketika potensi risiko sistemik muncul adalah fokus pada

25 25 penilaian kemungkinan terjadinya risiko sistemik dan melakukan pendeteksian krisis keuangan secara dini (early warning indicators). b) Fase shock materialization. Fase ini adalah fase awal terjadinya krisis dalam sistem keuangan. Dalam fase ini, ketidakseimbangan dalam sistem keuangan meningkat dan rapuhnya sistem keuangan membuat sistem keuangan rentan terhadap guncangan dari luar atau eksogen (misalnya, guncangan pada PDB atau fiskal, tekanan nilai tukar, tekanan harga perumahan, kegagalan institusi keuangan yang berdampak sistemik). Oleh karena itu, dalam fase ini pengukuran risiko sistemik difokuskan terutama pada penilaian potensi kerugian pada sistem keuangan dan sektor riil. Metode pengukuran risiko sistemik dalam fase ini menggunakan stress testing. c) Fase amplification and propagation. Dalam fase ini, shock mempengaruhi sistem keuangan secara lebih luas, termasuk lembaga keuangan, pasar keuangan dan sektor lainnya, serta berpotensi terhadap sistem keuangan negara-negara lainnya. Pada fase ini, pengukurang risiko sistemik difokuskan pada interconnectedness antar lembaga keuangan dan mencegah potensi fire sale terhadap aset keuangan. Melihat ketiga fase terbentuknya risiko sistemik diatas, penelitian ini mencoba untuk melakukan fokus kajian pada fase build up. Dalam memonitoring fase ini, alat yang digunakan adalah sistem deteksi dini (early warning system). Penelitian ini mencoba untuk mengkaji fase build up pada perbankan Syariah dengan menganalisis indeks ketahanan perbankan Syariah (Syariah

26 26 banking robustness index ) sebagai variabel dependen dan variabel internal dan eksternal perbankan Syariah sebagai variabel independennya. Variabel internal terdiri dari non performing financing (NPF) dan financing to deposit ratio (FDR), sedangkan indikator eksternal (makroekonomi) terdiri dari, produk domestik bruto (PDB), suku bunga (interest rate) dan inflasi (inflation). Variabel-variabel internal dan eksternal berpotensi sebagai sumber risiko pada perbankan Syariah, seperti : Indikator non performing financing (NPF), indikator ini berpotensi menimbulkan risiko kredit (credit risk) dan indikator yang terakhir adalah financing to deposit ratio (FDR), indikator FDR berpotensi menimbulkan risiko likuiditas (liquidity of risk), sedangkan indikator eksternal (makroekonomi) terdiri dari, produk domestik bruto (PDB), suku bunga (interest rate) dan inflasi (inflation), indikator makroekonomi berpotensi menimbulkan risiko pasar (market risk). Pemilihan indikator-indikator internal dan eksternal berdasarkan penelitian terdahulu dan kriteria indikator dari Wolken (2013). Menurut Wolken (2013) terdapat beberapa kriteria indikator yang dapat mengidentifikasi timbulnya kondisi build up dari risiko sistemik, diantaranya a) relevance b). collectable c). comprehensive & dynamic d). forward looking dan e). accurate. Berdasarkan penjelasan diatas, maka kerangka penelitian dalam penelitian ini melihat fase build up/ fase pertama dalam penyebaran risiko sistemik adalah sebagai berikut :

27 27 SUMBER GANGGUAN Indikator Internal (Sektor Perbankan) Indikator Eksternal (Sektor Makroekonomi) NPF FDR PDB Suku Bunga Inflasi Risiko Kredit Risiko Likuiditas Risiko Pasar EWS INDEKS KETAHANAN PERBANKAN SYARIAH (Syariah Banking Robustness Index(SBRI)) Dana Pihak Ketiga Pembiayaan Mampu Menyerap Risiko (Robustness) Tidak Dapat Menyerap Risiko (Not Robustness) Stabilitas Perbankan Syariah Risiko Sistemik Surveilance GAMBAR 2.1 Kerangka Pemikiran

28 28 E. Hipotesis Berdasarkan penelitian terdahulu dari penelitian ini, berikut adalah hipotesis dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Diduga variabel non performing financing (NPF), financing to deposit ratio (FDR), inflasi, produk domestik bruto (PDB) dan suku bunga bank konvensional dapat digunakan sebagai leading indicator dalam memantau ketahanan perbankan Syariah di Indonesia. 2. Diduga variabel non performing financing (NPF), financing to deposit ratio (FDR), inflasi, produk domestik bruto (PDB) dan suku bunga bank konvensional dapat berpengaruh dalam memberikan probabilitas terjadinya guncangan pada perbankan Syariah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang (Sumandi dkk, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang (Sumandi dkk, 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu stabilitas sistem keuangan beberapa dekade terakhir menjadi agenda khusus bagi otoritas moneter di seluruh dunia. Kajian tentang isu stabilitas sistem keuangan diperlukan

Lebih terperinci

MEMBANGUN ISLAMIC BANKING STRESS INDEX PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

MEMBANGUN ISLAMIC BANKING STRESS INDEX PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA MEMBANGUN ISLAMIC BANKING STRESS INDEX PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DAFTAR ISI Halaman Sampul.....i Lembar Persetujuan....ii Daftar Isi....iii Ringkasan...iv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar belakang..1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, objek penelitian yang digunakan adalah potensi

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, objek penelitian yang digunakan adalah potensi BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Dalam penelitian ini, objek penelitian yang digunakan adalah potensi tekanan dari indikator-indikator internal dan eksternal terhadap kondisi perbankan Syariah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, dan berperan penting dalam proses kelancaran sistem keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, dan berperan penting dalam proses kelancaran sistem keuangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah institusi keuangan yang kekayaannya berbentuk aset keuangan, dan berperan penting dalam proses kelancaran sistem keuangan. Fungsi utama bank adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau keuangan yang melumpuhkan sendi-sendi perekonomian berbagai negara di

BAB I PENDAHULUAN. atau keuangan yang melumpuhkan sendi-sendi perekonomian berbagai negara di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah krisisi finansial atau keuangan digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai institusi atau aset keuangan yang kehilangan sebagian besar nilai mereka. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhir 1990-an telah menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi makro

BAB I PENDAHULUAN. pada akhir 1990-an telah menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi makro BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Krisis sistemik yang mengguncang sektor keuangan di Asia Tenggara pada tahun 1997 telah memberikan bukti adanya hubungan yang kuat antara stabilitas ekonomi makro dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penyalur dana masyarakat. Bank juga dapat dikatakan sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan penyalur dana masyarakat. Bank juga dapat dikatakan sebagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai fungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank juga dapat dikatakan sebagai lembaga perantara keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah krisis nilai tukar di Indonesia periode Januari 1995 sampai dengan Desember 2015. Pemilihan periode yang digunakan didasarkan

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN. 1. Berdasarkan hasil dari indeks ketahanan perbankan Syariah (Syariah

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN. 1. Berdasarkan hasil dari indeks ketahanan perbankan Syariah (Syariah BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Simpulan Berikut peneliti jabarkan beberapa hasil kesimpulan dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Berdasarkan hasil dari indeks ketahanan perbankan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah krisis perbankan yang ada di Indonesia periode 2001-2015. Penelitian dimulai dari tahun 2001 setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki dua kegiatan utama,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Sisitem peringatan..., Muhammad Hanri, FE UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Sisitem peringatan..., Muhammad Hanri, FE UI, 2009 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia mengalami krisis nilai tukar (currency crises), sebagian besar diantaranya adalah negara-negara berkembang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penentuan Periode Guncangan Perbankan Syariah. Dalam mengembangkan Syariah banking robustness index (SBRI),

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penentuan Periode Guncangan Perbankan Syariah. Dalam mengembangkan Syariah banking robustness index (SBRI), Jan-04 Aug-04 Mar-05 Oct-05 May-06 Dec-06 Jul-07 Feb-08 Sep-08 Apr-09 Nov-09 Jun-10 Jan-11 Aug-11 Mar-12 Oct-12 May-13 Dec-13 Jul-14 Feb-15 Sep-15 Apr-16 Nov-16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang mampu merubah perekonomian menjadi sangat terpuruk. Hal ini berakibat kepada perusahaanperusahaan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpedoman penuh pada Al-Qur an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi

BAB I PENDAHULUAN. berpedoman penuh pada Al-Qur an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekonomi Islam atau Ekonomi berbasis Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat. Sistem ekonomi syariah berpedoman penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka A. Non Performing Loan Ada beberapa variabel yang mempengaruhi perkembangan NPL pada perbankan, baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Faktor internal biasanya berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya terhadap sistem Perbankan syariah dibandingkan Perbankan Konvensional. Ekonomi Syariah dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lembaga-lembaga keuangan di Indonesia, termasuk koperasi berupa

BAB I PENDAHULUAN. terhadap lembaga-lembaga keuangan di Indonesia, termasuk koperasi berupa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia memberikan dampak terhadap lembaga-lembaga keuangan di Indonesia, termasuk koperasi berupa penurunan laba dan bahkan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut dengan Ekonomi Islam, semakin popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negaranegara barat. Banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kestabilan suatu negara sangat bergantung pada kestabilan mata uang negara tersebut. Kehidupan politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta bidang-bidang lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sebagai negara small open economy yang menganut sistem devisa bebas dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap serangan krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian suatu negara didukung oleh adanya suntikan dana dari pihak pemerintah baik melalui Lembaga Keuangan Bank (selanjutnya disingkat menjadi LKB) ataupun Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. pertama yaitu uji Box s M. Karena nilai sig hitung Box s M pada fixed factors

BAB V PEMBAHASAN. pertama yaitu uji Box s M. Karena nilai sig hitung Box s M pada fixed factors BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh tingkat pendidikan, jenis usaha, dan jumlah penghasilan pedagang Pasar di Kecamatan Kenjeran Surabaya secara simultan terhadap pemilihan tempat pembiayaan melalui BMT dan peminjaman

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan salah satu kondisi utama bagi kelangsungan ekonomi di Indonesia atau suatu negara, sehingga pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan yang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara. Perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran Bank

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak lepas dari peranan sektor perbankan sebagai lembaga pembiayaan bagi sektor riil. Pembiayaan yang diberikan sektor perbankan kepada sektor riil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern saat sekarang ini, menyimpan uang kas dalam jumlah banyak sudah tidak aman lagi. Dengan perkembangan teknologi dan semakin sempitnya lapangan pekerjaan,

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan perekonomian dunia. Hal ini terjadi setelah dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh. manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh. manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh faktor makro ekonomi terhadap harga saham properti.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pesat pasar keuangan global di masa sekarang semakin cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi direspon oleh pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai jembatan antara pihakyang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Bank diharapkan dapatmemberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor perbankan telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dahulu sektor perbankan hanya sebagai fasilitator kegiatan pemerintah dan beberapa perusahaan besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi kinerja perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, Osoro dan Ogeto (2014) dalam Makori (2015). Kinerja perusahaan sangat bergantung kepada informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan yang bersifat konvensional dan bank yang bersifat syariah. Bank yang bersifat konvensional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan di Indonesia memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan yakni sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masalah pendanaan menjadi tombak dalam dunia usaha dan perekonomian. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi perbandingan penerapan..., Budi Setiawan, Program 1 Pascasarjana, Universitas 2008 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi perbandingan penerapan..., Budi Setiawan, Program 1 Pascasarjana, Universitas 2008 Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Jika sebuah bank mengalami kegagalan, dampak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam membangun perekonomian sebuah negara karena bank berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem keuangan memegang peranan penting dalam perekonomian. Sistem keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan. Perbankan merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia dan sebagian negara Asia Tenggara dan Timur mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sistem keuangan dunia. perkembangan perekonomian dunia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sistem keuangan dunia. perkembangan perekonomian dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran perbankan telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari perkembangan sistem keuangan dunia. perkembangan perekonomian dunia dipengaruhi oleh perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan syariah, dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa bank syariah wajib

BAB I PENDAHULUAN. perbankan syariah, dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa bank syariah wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia mengenai bank syariah tertuang dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa bank syariah wajib menjalankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE 2014-2015 A. Analisis Fundamental Nilai Tukar Rupiah 1. Faktor Ekonomi Faktor Ekonomi yaitu hal-hal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau harga mata uang domestik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan. Begitu pentingnya dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan. Begitu pentingnya dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan mitra dalam rangka memenuhi semua kebutuhan keuangan mereka sehari-hari. Bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya

BAB I PENDAHULUAN. di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang menarik di bidang ekonomi saat ini adalah di bidang perbankan. Bank merupakan lembaga keuangan yang peranannya penting untuk perekonomian

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Krisis global tahun 2008 disebabkan oleh permasalahan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yg melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke hampir seluruh dunia dan hampir di seluruh sektor. Krisis keuangan global menyebabkan

Lebih terperinci