BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI"

Transkripsi

1 36 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Kondisi Geografis Konteks Desa Desa Cisarua merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Desa ini berbatasan dengan beberapa desa lain di sekitarnya yaitu, Desa Malasari di bagian selatan, Desa Curug Bitung di bagian barat, dan Desa Bantar Karet di bagian Utara dan Timur. Desa Cisarua berjarak sekitar 10 Km dari Ibu Kota Kecamatan Nanggung yang terletak di wilayah Desa Nanggung. Perjalanan ke Ibu Kota Kecamatan dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi umum yang biasa beroperasi di daerah ini, yaitu angkutan kota (angkot). Angkot di daerah ini biasa beroperasi sejak pagi hari hingga sore (sekitar jam 5 sore). Sedangkan pada malam hari, angkutan yang dapat dipergunakan adalah ojek motor. Desa Cisarua berjarak relatif jauh dengan Ibu Kota Kabupaten Bogor yang terletak di Cibinong. Jarak Desa Cisarua ke Cibinong adalah sekitar Km, atau sekitar 3.5 jam perjalanan dengan menggunakan angkutan umum. Desa Cisarua memiliki luas wilayah sebesar Ha, yang terdiri dari kawasan pemukiman, pertanian dan kebun, kawasan hutan (dulu Perhutani sekarang Taman Nasional), serta infrastruktur publik. Secara administratif Desa Cisarua terdiri dari 31 RT dan 6 RW. RT dan RW tersebut tersebar pada beberapa kampung yang terdapat di desa ini. Desa Cisarua secara keseluruhan memiliki 27 kampung, beberapa diantaranya adalah Ciiris, Pongkor Atas, Pongkor Bawah, Jangkar, Cimaja, Ciparay, Babakan, Muara, dan Pabangbon. Ciiris merupakan kampung pertama yang menjadi pintu masuk Desa Cisarua. Kampung ini

2 37 merupakan tempat pusat pemerintahan Desa Cisarua. Sedangkan kampung yang paling jauh adalah kampung Pongkor Atas yang berbatasan dengan wilayah Desa Bantar Karet. Jarak antar kampung relatif dekat dan sudah memiliki jalan penghubung antar kampung. Akses antar kampung dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil. Desa Cisarua memiliki topografi yang berbukit-bukit dengan ketinggian 700 di atas permukaan laut (dpl). Kawasan perbukitan dapat ditemukan di hampir setiap kampung yang ada di Desa Cisarua. Kawasan perbuktian pada umumnya menjadi konsentrasi dari pemukiman penduduk, baik di daerah datar maupun yang relatif miring ( ). Kondisi topografi yang didominasi perbukitan memberikan pengaruh terhadap suhu udara di daerah ini. Suhu udara relatif sejuk dan atau dingin, terutama jika hari menjelang malam atau dini hari. Dinginnya suhu udara dapat juga diketahui dengan melihat kondisi rumah yang pada awalnya lebih banyak didominasi oleh bahan kayu pada bagian lantainya. Meskipun seiring perkembangan hal ini mulai banyak ditinggalkan dan mengganti lantai rumah dengan keramik. Desa Cisarua merupakan salah satu desa yang menjadi kawasan penyangga eksplorasi emas yang dikelola oleh PT A. Status kawasan penyangga juga dimiliki oleh desa lain yang berbatasan dengan Desa Cisarua, yaitu Desa Malasari dan Bantarkaret. Status kawasan penyangga PT A bermakna bahwa ketiga desa tersebut di atas merupakan desa yang paling dekat posisinya dengan kawasan eksplorasi emas PT A. Atau ketiga desa tersebut di atas berada dalam zona inti kawasan eksplorasi PT A. Kondisi ini berimplikasi terhadap banyaknya konsentrasi program tanggungjawab sosial perusahaan di ketiga desa ini. Namun

3 38 di sisi lain, ketiga desa ini juga menjadi pusat para penambang emas liar (dikenal sebagai gurandil) yang banyak berdatangan dari luar desa, bahkan luar kabupaten dan propinsi yang mengadu nasib melakukan eksplorasi emas di dalam dan sekitar kawasan eksplorasi PT A. Atau dengan kata lain, ketiga desa ini menjadi tempat domisili para migrant dari luar desa atau luar daerah yang bekerja sebagai penambang emas liar. Desa Cisarua memiliki sejumlah potensi sumberdaya alam lokal yang relatif besar. Potensi sumberdaya alam tersebut sebagian sudah dieksplorasi dan dimanfaatkan, namun sebagian yang lain masih belum dieksplorasi dan dimanfaatkan. Salah satu potensi sumberdaya alam yang menjadi perhatian di Desa Cisarua adalah potensi sumberdaya tambang emas yang terkenal hingga ke luar daerah. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, potensi sumberdaya tambang emas ini kemudian menyebabkan Desa Cisarua banyak kedatangan migrant dari luar yang bekerja sebagai penambang emas liar/gurandil. Penamaan PT A yang menjadi pengelola eksplorasi emas dengan nama PT A mengambil salah satu pegunungan yang terdapat di wilayah Desa Cisarua, yaitu Gunung Pongkor yang juga menjadi nama salah satu kampung di Desa ini. Hingga saat ini, eksplorasi emas di wilayah Desa Cisarua, baik yang dilakukan oleh penambang liar dari luar desa dan daerah serta PT A sudah dilakukan bertahun-tahun. PT A mulai beroperasi sejak tahun 1992 atau sekitar 17 tahun. Sementara itu, penamban emas liar sudah mulai masuk ke daerah Gunung Pongkor sejak tahun an atau sekitar 14 tahun. 2 Menurut keterangan salah satu informan (Pak AJ) yang merupakan salah satu tokoh masyarakat di kawasan kampung Pongkor Atas, gurandil atau penambang liar mulai berdatangan ke Desa Cisarua sejak tahun Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya para pendatang di Desa ini dan mulai bermunculannya usaha gelundungan yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Pada saat

4 Konteks Kampung Seperti dijelaskan sebelumnya, Kampung Pongkor merupakan salah satu kampung yang terdapat di Desa Cisarua. Kampung Pongkor berada di bagian paling ujung Desa Cisarua yang berbatasan langsung dengan kawasan Desa Bantar Karet. Kampung Pongkor berjarak sekitar 5-7 km dari Pusat Desa atau sekitar menit perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Sepeda motor (ojek motor) merupakan satu-satunya angkutan umum yang dapat dipergunakan untuk menjangkau kampung ini. Kampung Pongkor dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kampung Pongkor Atas yang lokasinya berada di punggung Gunung Pongkor dan Kampung Pongkor Bawah yang berada di kaki Gunung Pongkor. Kampung Pongkor terbagi ke dalam tiga RT, yaitu RT 02, 03 dan RT 04. Jarak antar RT saling berdekatan satu dengan lainnya. Kampung Pongkor berada pada lokasi yang topografinya termasuk dataran tinggi. Di Desa Cisarua Kampung Pongkor Atas merupakan kampung yang paling tinggi lokasinya dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya, Disusul kemudian oleh Kampung Pongkor Bawah. Karena posisinya yang tinggi, maka suhu di kampung ini relatif sejuk, bahkan pada malam hari bisa cukup dingin. Kondisi dingin di kampung ini semakin terasa ketika musim hujan tiba. Kampung Pongkor juga merupakan kampung yang paling dekat posisinya dengan pusat eksplorasi emas PT A. Jarak ke pusat eksplorasi PT A hanya sekitar 4-5 km. Kondisi ini menyebabkan kampung ini menjadi salah satu pusat (selain Desa Bantar Karet) kedatangan dan tempat tinggal para penambang emas liar yang sama sebagian masyarakat lokal juga menjadi bagian dari penambang emas liar, setelah sebelumnya mereka menjadi tenaga kerja harian dari PT A dalam proses pembangunan awal tambang.

5 40 yang berasal dari luar desa. Mereka biasanya tinggal dibilik-bilik warung yang banyak terdapat di wilayah Kampung Pongkor Atas atau tinggal di rumah-rumah warga setempat dengan menyewa secara kolektif (bersama-sama). Posisinya yang cukup strategis dan mudah untuk akses ke kawasan eksplorasi emas PT A menjadi daya tarik bagi para penambang liar untuk menjadikan kampung ini sebagai basecamp mereka. Potensi sumberdaya alam yang terdapat di kampung ini sebagian besar didominasi oleh kawasan pertanian, yaitu pertanian kebun (lahan kering) dan pertanian sawah. Kedua sistem pertanian menjadi mata pencaharian utama warga di kampung ini sebelum masuknya eksplorasi emas PT A. Sumberdaya alam lain yang potensial di kampung ini adalah bahan galian tambang, yaitu emas. Meskipun sebagian besar eksplorasi emas tidak dilakukan di wilayah kampung ini, namun terdapat sebagian warga dan penambang emas liar dari luar desa yang melakukan eksplorasi di kawasan Gunung Pongkor yang termasuk ke dalam wilayah Kampung Pongkor Atas. Mereka meyakini bahwa di Gunung Pongkor tersebut terdapat juga potensi emas yang menguntungkan untuk dieksplorasi dan relatif tidak berisiko tinggi daripada harus menambang di kawasan PT A. 4.2 Kondisi Agronomi Konteks Desa Topografi Desa Cisarua yang berbukit-bukit memberikan pengaruh terhadap kondisi agronomis 3 yang ada di desa ini. Secara agronomis, Desa Cisarua yang dikelompokkan menjadi beberapa sistem pertanian, yaitu perikanan darat 3 Kondisi agronomis dalam konteks ini dimaknai sebagai keragaman sistem pertanian (dalam arti luas) beserta jenis tanaman atau komoditas yang terdapat dalam sistem pertanian yang berkembang.

6 41 (air tawar), kebun atau pertanian lahan kering, pertanian padi sawah (hujan), dan pekarangan. Sistem pertanian yang paling dominan di desa ini adalah sistem kebun atau pertanian lahan kering. Dominannya sistem kebun di desa ini disebabkan oleh jarangnya areal lahan yang berupa dataran rendah. Sebagian besar lahan merupakan dataran tinggi yang berbukit-bukit sehingga menyulitkan untuk membuat areal persawahan. Sistem kebun di Desa Cisarua dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sistem kebun yang letaknya berdekatan atau bahkan berada di sekitar pemukiman dan sistem kebun yang letaknya berjauhan dengan kawasan pemukiman. Sistem kebun pada umumnya dimanfaatkan oleh warga Desa Cisarua untuk melakukan penanaman tanaman keras sehingga kebun yang ada menjadi seperti hutan campuran. Jenis tanaman keras yang biasa ditanam antara lain jenjeng (sengon/albasia), kayu ambon, dan tanaman petai. Selain tanaman keras, jenis tanaman lain yang biasa dibudidayakan oleh warga Desa Cisarua di kebun adalan jenis tanaman buah. Jenis tanaman buah yang dominan dibudidayakan adalah pisang. Menurut keterangan aparatur pemerintah setempat, pisang sempat menjadi komoditas unggulan Desa Cisarua yang diperjualbelikan ke luar desa. Kondisi seperti ini terjadi pada saat sebelum masuknya eksplorasi emas di kawasan Gunung Pongkor. Sekarang kondisi seperti ini sudah sangat sulit dijumpai, pisang sebagian besar justru didapatkan warga Desa Cisarua dari pasar di luar desa. Jenis tanaman lain yang juga dibudidayakan di areal kebun adalah palawija. Jenis palawija biasanya ditanam disela-sela tanaman keras atau tanaman buah. Jenis palawija yang biasa budidayakan oleh warga Desa Cisarua adalah jagung, ubi, singkong dan ketimun. Tanaman palawija

7 42 dimanfaatkan warga sebagian besar untuk kebutuhan sehari-hari rumahtangga mereka. Jika terdapat sisa, baru hasil budidaya palawija diperjual-belikan ke pasar terdekat dari Desa Cisarua. Sistem agronomi lain yang cukup dominan di Desa Cisarua adalah sistem pertanian padi sawah. Pertanian padi sawah pada umumnya dilakukan pada lahan sawah tadah hujan yang banyak dijumpai di desa ini. Karena tadah hujan maka proses penanaman padi pada umunya hanya dilakukan sebanyak dua kali dalam 1 tahun. Menurut keterangan dari tokoh masyarakat (Pak AJ), selain melakukan penanaman padi di sawah tadah hujan, sebelumnya sebagian petani juga melakukan penanaman padi diareal lahan kering atau dikenal dengan sistem padi huma. Namun, sekarang ini hal tersebut sudah tidak dilakukan lagi karena debit air di desa ini yang semakin berkurang, apalagi dan pada musim kemarau dan adanya alternatif pekerjaan lain. Areal persawahan terdapat hampir pada setiap kampung yang ada di Desa Cisarua. Areal persawahan berada di sekitar pusat pemukiman warga desa. Pada umumnya, areal persawahan berada pada lahan yang kontur tanahnya landai. Ada juga areal persawahan yang berada pada lahan yang kontur tanahnya miring, namun kemiringannya masih dimungkinkan untuk membuka lahan sawah (kemiringan sekitar ). Areal persawahan biasanya dibuat berpetak-petak sesuai yang menjadi pembatas kepemilikan antar petani satu dengan petani lainnya. Di lahan dengan kontur tanah yang miring, luasan petakan menjadi semakin sempit dan banyak karena sistem terasering yang dibuat mengikuti kontur kemiringan tanah.

8 43 Perikanan darat di Desa Cisarua merupakan salah satu sistem pertanian yang juga dikembangkan oleh warga desa. Perikanan darat di desa ini memanfaatkan air dari aliran sungai yang terdapat pada beberapa lokasi. Jenis ikan yang dikembangkan biasanya adalah ikan mas, nila, dan gurami. Menurut keterangan aparatur desa, kondisi perikanan darat yang ada saat ini sudah jauh menurun jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Saat ini warga yang mengusahakan perikanan darat jumlahnya sudah tidak terlalu banyak, kalaupun ada hanya di beberapa lokasi tertentu yang masih bisa dengan mudah mendapatkan aliran air dari sungai. Kondisi ini berbeda jauh dengan sebelumnya, di mana pada hampir setiap rumah warga desa memiliki kolam/empang untuk membudidayakan jenis ikan air tawar. Berkurangnya debit air yang berpengaruh terhadap semakin berkurangnya kegiatan perikanan darat di Desa Cisarua disinyalir disebabkan oleh masuknya eksplorasi emas di kawasan Gunung Pongkor, baik yang dikelola PT A maupun penambang liar. Selain pertanian kebun, padi sawah, dan perikanan darat warga Desa Cisarua juga memanfaatkan pekarangan rumah untuk kegiatan budidaya tanaman atau pohon-pohonan. Jenis tanaman yang biasa dibudidayakan di pekarangan antara lain tanaman keras (jengjeng/albasia/sengon) dan jenis tanaman buah. Lahan pekarangan yang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya luasanya relatif sempit. Hal ini disebabkan kegiatan pertanian dipekarangan merupakan sampingan selain kegiatan pertanian lain yang utama dan kegiatan di sector nonpertanian.

9 Konteks Kampung Tidak berbeda jauh dengan kondisi desa, Kampung Pongkor memiliki kondisi agronomis dengan ciri sistem pertanian padi sawah (hujan), kebun atau pertanian lahan kering, perikanan darat (air tawar) dan pekarangan. Pertanian padi sawah terkonsentrasi di sekitar Kampung Pongkor Bawah (RT 01). Di kampung ini beberapa petak sawah terhampar secara terasering milik beberapa penduduk yang tinggal baik di Kampung Pongkor Bawah maupun Kampung Pongkor Atas. Pertanian padi sawah ini bersifat tadah hujan dan memiliki masa panen dua kali dalam setahun. Pertanian lahan kering atau kebun terkonsentrasi di kampung Pongkor Atas yang kebanyakan berada di RT 04. Kondisi terasering atau berbukit-bukit juga ditemukan di sekitar kawasan kebun yang juga merupakan batas kepemilikan lahan penduduk. Jenis pertanian yang ditanam bervariasi mulai dari pisang, singkong, jagung, hingga kayu sengon. Perikanan darat (air tawar) dapat dijumpai di Kampung Pongkor Atas khususnya di RT 02. Umumnya jenis ikan yang ditambak mulai dari mujair, ikan mas, hingga gurami. Belakangan tambak kurang mendapatkan perhatian dari pemiliknya akibat kurangnya pasokan air serta peluang kerja menjadi penambang liar dan pemilik mesin glundungan yang lebih menjanjikan. 4.3 Kondisi Demografi Desa dan Kampung Tahun 2007, Desa Cisarua memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa. Jumlah KK di tingkat desa dan jumlah KK di tingkat kampung lokasi penelitian. Jumlah Kepala Keluarga (KK) rata-rata per RT sebanyak 57 KK

10 45 tersebar ke dalam 27 kampung. Berdasarkan data bulanan desa, tidak ditemukan jumlah warga pendatang (imigrasi) yang tinggal di salah satu kampung di Desa Cisarua. Namun, apabila melihat fakta di lapangan khususnya di kampung penelitian, masih terdapat 1 hingga 2 orang yang menetap sementara di salah satu rumah penduduk. Kepentingannya adalah untuk mencari pekerjaan menjadi penambang liar. Kebanyakan dari pendatang ini berasal dari daerah Jampang, Sukabumi. Tahun 2009 Kampung Pongkor memiliki penduduk sebanyak jiwa, 820 jiwa diantaranya merupakan penduduk laki-laki dan 794 jiwa penduduk perempuan. Lebih besarnya jumlah penduduk laki-laki dibandingkan dengan perempuan di kampung ini disebabkan oleh banyaknya jumlah pendatang (migran) laki-laki dari luar desa yang menjadi penambang emas liar di sekitar kampung Pongkor. Banyaknya jumlah penduduk tidak dibarengi dengan banyaknya umpi rumah yang ada. Sebanyak 392 buah tersebar di tiga RT, 84 diantaranya berada di RT 03 RW 04 yang terletak di Kampung Pongkor Atas. Demikian juga dengan kepemilikan KK yang masih rendah. Jumlah KK di seluruh RT adalah sebanyak 408 KK dengan rincian RT 02 sebanyak 15 KK, RT 03 sebanyak 104 KK, dan RT 04 sebanyak 289 KK. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 88 (22%) KK yang memiliki kartu keluarga atau KK, 320 (78%) sisanya masih belum memiliki KK. Relatif besarnya jumlah rumahtangga yang masih belum memiliki KK disebabkan oleh rendahnya kesadaran administratif dari warga setempat untuk mengurus surat resmi sebagai kesatuan rumahtangga atau KK. Hal ini dapat dibuktikan dengan rendahnya pendaftaran KK yang dilakukan oleh warga yang sudah menjadi rumahtangga baru (menikah). Di sisi lain

11 46 banyaknya pendatang yang masih dan tinggal sementara di kampung Pongkor juga menjadi salah satu permasalahan banyaknya jumlah KK yang tidak terdaftar di kampung ini. Jumlah KK yang terdapat di Kampung Pongkor lebih besar dibandingkan dengan banyaknya rumah yang terdapat di kampung ini. Menurut keterangan salah satu aparatur desa di kampung ini, jumlah rumah yang terdapat dikampung ini adalah sebanyak 392 buah. Hal ini menunjukkan bahwa satu rumah yang terdapat dikampung ini bisa didiami oleh lebih dari satu rumahtangga atau KK. Keadaan ini merupakan hal biasa pada masyarakat pedesaan, di mana jenis keluarga yang banyak berkembang adalah keluarga luas, yaitu keluarga yang terdiri lebih dari satu rumahtangga atau KK. 4.4 Sarana dan Prasarana Sarana transportasi yang terbilang sudah cukup baik didukung oleh sarana jalan yang sudah mengalami perbaikan. Jalan utama sudah mengalami pengaspalan dimulai ketika PT A Tbk. mulai masuk. Menurut salah seorang informan, perbaikan jalan menjadi aspal bukan semata-mata untuk kepentingan warga melainkan kepentingan PT A Tbk. untuk memudahkan mereka masuk ke dalam wilayah eksplorasi. Kondisi jalan yang relatif baik membuat akses untuk keluar masuk menjadi semakin terbuka. Pemodal yang ingin ikut berbisnis emas juga semakin diuntungkan akibat wilayah Desa Cisarua yang terbilang strategis. Bantuan kembali bergulir ketika salah seorang calon Bupati menjanjikan akan memperbaiki jalan utama Desa Cisarua saat Pilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun Pada Desember 2008 ketika peneliti melalukukan perjalanan sebagai

12 47 enumerator, jalanan mulai di aspal. Namun saat peneliti akan melakukan penelitian pada Mei 2009 jalan utama desa yang baru saja diaspal sudah mengalami kerusakan akibat beberapa faktor salah satunya akibat cuaca dan bobot kendaraan berat. Sarana air bersih diperoleh warga dari sumber mata air pegunungan dan sumur yang berdekatan dengan hunian rumah warga. Belakangan, semenjak tahun 2007 warga mengeluhkan kesulitan air. Kondisi ini dikeluhkan khususnya oleh warga yang tinggal di Kampung Pongkor dan sekitarnya. Menurut Pak AJ dan Pak YY, kekeringan air beriringan dengan dibentuknya wadah limbah emas dari PT A Tbk. (tellingdam). Solusi atas kesulitan air tersebut dilakukan PT A berupa pembuatan selang air yang berasal dari dari Desa Malasari. Hal ini dilakukan sebagai upaya tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Sarana lain seperti pendidikan yang terdapat di Desa Cisarua hanya Sekolah Dasar (SD). Sedikitnya terdapat tiga gedung SD yang dibangun di Kampung yang berbeda. Kondisi SD relatif sudah cukup baik. Hanya SD yang terletak di Kampung Ciparay yang kondisinya perlu mendapat perbaikan. Sementara itu, untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) belum tersedia di Desa ini. Sarana ibadah berupa masjid dan mushola sudah terlihat tersebar merata di hampir setiap kampung. Masjid yang cukup besar terdapat di Kampung Ciiris berdekatan dengan Kantor Desa. Tidak ditemukan sarana ibadah lain selain masjid karena mayoritas penduduk adalah beragama Islam. Sungai Cisarua yang memisahkan kampung Jangkar dan Kampung Babakan dapat dilewati dengan jembatan kokoh sebagai sarana yang dimiliki desa ini. Kampung Pongkor yang menjadi wilayah peneliti untuk melakukan kajian

13 48 harus melewati jembatan sebagai sarana pendukung desa. Selain itu, posyandu juga sudah tersedia di Desa ini salah satunya terletak di Kampung Ciparay. 4.5 Mata Pencaharian Umumnya warga mengaku bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang. Faktanya tidak demikian, sebagian besar masyarakat khususnya Kampung Pongkor memiliki usaha mengolah emas dengan menggunakan mesin gelundungan. Hampir seluruh warga menggantungkan hidupnya untuk kebutuhan sehari-hari dari hasil olahan lumpur mengandung emas. Hal ini pula yang diakui oleh Sekretaris Desa, Dedi, Ia mengaku semenjak warga bekerja di sektor pertambangan baik sebagai pemilik gelundungan maupun mencari emas di gunung (PETI/gurandil) perekonomian warga menjadi lebih baik. Bahkan tidak sedikit bantuan yang datang dari para pencari emas. Pak Dedi mengaku jika dibandingkan dengan PT A Tbk. persentasi bantuan yang diberikan dibandingkan dengan warga yang bekerja di sektor pertambangan adalah sekitar 20 : Sejarah Kampung Pongkor Pongkor berasal dari kata Pongpokna. Menurut salah satu sesepuh di Kampung Pongkor, Bapak JH, terdapat istilah Panca Warna yang artinya burung yang memiliki banyak warna serta tantra warna yang artinya kucing. Kedua makhluk ini dimiliki oleh Raden Surya Kencana. Raden Surya Kencana dipercaya masyarakat terdahulu sebagai seorang yang menguasai wilayah Pongkor. Menurut Bapak JH, Gunung Pongkor yang letaknya tepat di wilayah Kampung Pongkor sebenarnya adalah wilayah tutupan yang berarti wilayah yang disakralkan.

14 49 Pemaknaan demikian sebenarnya didasari atas wilayah Gunung yang merupakan daerah resapan air yang berguna untuk masyarakat sehari-harinya. Pada saat penjajahan Belanda, Gunung Pongkor ikut menjadi jajahan kolonial Belanda. Saat itu mereka (penjajah) menanam tanaman teh yang tenaga kerjanya dilakukan oleh penduduk sekitar. Gunung Pongkor yang semula merupakan daerah tutupan kemudian dirambah oleh Belanda. Sistem pertanian yang diberlakukan oleh Belanda terhadap tenaga kerjanya adalah dengan cara kontrak. Mengutip keterangan Bapak AJ bahwa masyarakat sebagian besar dipekerjakan sebagai buruh pemetik teh dan buruh pabrik pengolahan teh. Penjajahan Belanda kemudian berakhir dan digantikan oleh Jepang. Pada masa penjajahan Jepang, perkebunan teh peninggalan Belanda masih tetap eksis dan masih dijadikan sebagai komoditas Kampung Pongkor. Sebelum masa kemerdekaan berlangsung, masyarakat menurut Bapak AJ sempat melakukan perlawanan bersama-sama dengan pejuang melawan tentara Jepang, Nipon. Menurut Bapak JH sebutan pejuang yang memihak masyarakat kala itu adalah gerombolan Proses ini terus berlanjut dan selesai pada masa kemerdekaan Indonesia. Lahan yang terlantar selepas penjajahan berakhir kemudian memancing masyarakat. Posisi sebagai buruh kontrak Belanda membuat masyarakat berani memasang patok/girik untuk mengklaim tanah yang mereka garap dahulu. Aturan kepemilikan lahan diukur dari berapa patok yang dikuasai. Keadaan ini berlangsung hingga tahun 1960-an. Sementara itu, pada tahun an masyarakat yang memiliki patok mulai mengurus kepemilikan lahan mereka secara resmi melalui surat pajak yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).

15 50 BAB V STRUKTUR AGRARIA LOKAL KAMPUNG PONGKOR 5.1 Sistem Kepemilikan dan Penguasaan Lahan (Tenurial System) Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Proses status penguasaan lahan yang terdapat di Kampung Pongkor berawal dari wilayah Pongkor yang dahulunya merupakan lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) swasta Belanda. Setelah Belanda hengkang dari Kampung Pongkor akibat perang kemerdekaan, barulah masyarakat lokal mulai menguasai lahan yang dahulunya mereka garap sebagai kuli kontrak di perkebunan Belanda. Bukti kepemilikan lahan dimulai dalam bentuk patok, patok adalah sejenis bambu sebagai tanda batas kepemilikan lahan secara tradisional. Patok ini merupakan bukti kepemilikan secara turun-temurun mereka dapatkan dan sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial. Penandaan kepemilikan lahan kemudian berkembang menjadi surat girik yang dikeluarkan oleh desa. Kepemilikan surat girik didasarkan atas kepemilikan patok yang dimiliki masyarakat Kampung Pongkor secara turun temurun (warisan). Rentang tahun mulai diadakan pencatatan status tanah yang dikeluarkan oleh Kantor Pajak dan dilegitimasi oleh pihak desa dengan nama Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). SPPT dianggap oleh masyarakat sebagai bukti kepemilikan lahan yang sah karena dengan SPPT tersebut mereka sudah membayar kewajiban pajak atas lahan-lahan yang mereka miliki, baik lahan untuk pemukiman, kebun, maupun sawah. Status hak atas tanah kembali disempurnakan pada tahun 1984 dengan melakukan sertifikasi lahan pada saat Proyek Nasional Agraria (PRONA). Bukti

16 51 kepemilikan lahan dalam bentuk sertifikat tanah hingga saat ini hanya dapat ditemukan pada tingkat desa, di mana jumlahnya masih sangat sedikit. Sertifikasi lahan pada umumnya hanya dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang termasuk ke dalam golongan kaya di desa. Hal ini berkaitan dengan relatif mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk mengurus sertifikasi lahan. Berdasarkan keterangan aparatur desa, hanya sedikit warga yang lahannya berhasil di sertifikasi. Hingga saat ini (tahun 2009) baru sekitar 5 persen dari total penduduk yang berada di Desa Cisarua yang lahannya memiliki sertifikat. Berbeda dengan kepemilikan atas SPPT, masyarakat yang hingga kini belum memiliki SPPT menyisakan sebesar 10 persen dari total jumlah penduduk. Masyarakat Kampung Pongkor sendiri seluruhnya sudah memiliki SPPT. Menurut salah satu Ketua RT Kampung Pongkor, masyarakat pada dasarnya menyadari pentingnya sertifikat sebagai bukti kepemilikan lahan yang mereka miliki. Menurut pandangan mereka dengan memiliki sertifikat, maka kekuatan kepemilikan terhadap lahan-lahan yang mereka miliki menjadi semakin kuat secara hukum. Namun demikian, relatif mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan sertifikasi membuat masyarakat Kampung Pongkor belum juga melakukan proses tersebut Sistem Transfer Kepemilikan Lahan Pertanian Status kepemilikan lahan di Kampung Pongkor sebagian mengalami peralihan kepada orang di luar kampung ini. Biasanya peralihan kepemilikan hanya terjadi antar kampung di Desa Cisarua. Hingga saat ini belum ditemukan adanya kasus peralihan kepemilikan lahan terhadap orang luar desa, baik yang

17 52 menjadi pendatang di kampung ini maupun yang tidak berdomisili di kampung ini. Proses peralihan status kepemilikan lahan dari masyarakat Kampung Pongkor ke masyarakat lain di luar kampung ini pada umumnya didasarkan pada hubungan kekeluargaan di tingkat mereka. Status kepemilikan lahan yang terdapat di Kampung Pongkor jika ditinjau dari proses mendapatkannya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) Kepemilikan lahan karena proses warisan keluarga, (2) Kepemilikan lahan karena proses jual-beli. Berikut ini data kepemilikan lahan ditinjau dari cara mendapatkannya. Tabel 1. Distribusi Kepemilikan Lahan Distribusi Kepemilikan Lahan Pertanian Di Kampung Pongkor Persentasi (%) Waris 65 Jual Beli 35 Total 100 Sumber: Data Primer 2009, diolah Waris Sebagian besar kepemilikan lahan di kampung ini didapatkan karena proses warisan dari keluarga yang secara turun temurun diturunkan kepada generasi berikutnya. Proses pewarisan lahan di Kampung Pongkor didasarkan pada nilai-nilai pewarisan dalam Agama Islam. Kondisi ini terbentuk disebabkan sebagian besar masyarakat di kampung ini memeluk Agama Islam. Sistem pewarisan dengan latar belakang tersebut dalam beberapa hal lebih menekankan dominannya pewarisan lahan kepada laki-laki dari pada perempuan. Hal ini dapat dilihat dari lebih banyaknya penamaan kuasa terhadap lahan dalam SPPT yang menggunakan nama laki-laki atau keturunan laki-laki dibandingkan dengan

18 53 perempuan. Salah satu contoh kasus adalah Pak Yy, Ia mendapatkan lahan kosong dengan jatah lebih banyak (2 ha) daripada saudara perempuannya. Kasus ini terjadi juga ada perubahan nama kuasa lahan dalam SPPT dari satu generasi ke generasi berikutnya, di mana nama anak yang dicantumkan dalam perubahan nama tersebut biasanya adalah anak laki-laki. Proses kepemilikan lahan dengan sistem warisan menyebabkan sejumlah luasan lahan yang terdapat di Kampung ini mengalami proses fragmentasi. Hal ini disebabkan sistem waris yang dianut masih didasarkan pada sistem waris dengan pembagian lahan kepada semua generasi yang berhak menerima warisan. Dalam proses pewarisan seperti ini, pertimbangan apakah lahan yang diwariskan akan dipertahankan penggunaannya atau tidak, bukan merupakan hal yang penting dipertimbangkan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya sejumlah peralihan penggunaan lahan dari sebelumnya. Yang banyak terjadi adalah peralihan lahan dari sebelumnya dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian menjadi lahan untuk penggunaan non-pertanian, misalnya pemukiman. Kepemilikan lahan yang didapatkan dari sistem waris di Kampung Pongkor tidak secara keseluruhan lokasinya berada di dalam kampung. Terdapat sebagian lahan yang diwariskan lokasinya berada di kampung lain di Desa Cisarua bahkan di luar desa. Berdasarkan informasi dari responden (Pak Yy: 50 tahun; Pak Rh: 50 tahun) beberapa kampung yang menjadi lokasi lahan waris masyarakat Kampung Pongkor antara lain: Kampung Pabangbon, Cimaja, dan Muara. Sedangkan lahan yang berada di luar desa, antara lain Desa Curug Bitung dan Malasari. Terpencarnya lokasi lahan waris yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Pongkor disebabkan oleh proses pembukaan lahan dan proses jual beli

19 54 yang dilakukan oleh para orang tua yang mewariskan lahan tersebut. Berdasarkan wawancara mendalam, umumnya besarnya lahan yang dimiliki berada di luasan satu hingga dua hektar. Lahan ini merupakan lahan girik (patok) hasil kontrak orang tua terdahulu dengan pihak Belanda yang sudah ditinggalkan. Menurut keterangan Pak Aj kepemilikan hasil warisan terbesar adalah seluas 5 ha. Akumulasi kapital di salah satu pihak sudah tercium saat pemasangan girik/patok. Diketahui bahwa lahan seluas 5 ha tersebut saat ini dimiliki oleh pejabat tinggi di dalam aparat desa. Pemrosesan terkait kepemilikan lahan baru dilaksanakan pada tahun an kepemilikan secara turun temurun tersebut diproses dengan bukti Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Namun, seluruh responden yang ada masih belum memiliki surat/sertifikat lahan secara formal Jual Beli Status lahan lain yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Pongkor adalah dengan jalan jual beli. Proses jual beli dilakukan masyarakat Kampung Pongkor dengan pihak lain yang berasal baik dari dalam desa maupun luar desa. Sangat jarang dilakukan dengan sesama kampung. Interaksi yang berkaitan dengan lahan banyak dilakukan oleh warga Kampung Pongkor dalam hal sewa lahan dan menjadi buruh garapan. Jual beli dilakukan warga dimulai sejak awal tahun an, hanya saja proses tersebut belum secara intens dilakukan. Alasan melakukan jual beli karena kebutuhan uang tunai yang mendesak untuk keperluan sehari-hari. Nominal harga yang diajukan oleh warga biasanya mengikuti harga lahan pada umumnya. Selain itu, seperti dijelaskan sebelumnya, pada tahun 1970 masyarakat Kampung Pongkor sudah memiliki SPPT yang setiap jenis lahannya

20 55 memiliki perbedaan pembayaran pajak. Terdapat tiga jenis ukuran dalam SPPT diantarannya tipe A seluas m², tipe B seluas m², dan tipe C seluas m². Dari masing-masing tipe tersebut memiliki perbedaan harga, tipe A misalnya, jenis lahan berada di pinggir/dekat dengan jalan utama. Tipe SPPT tersebut nantinya akan mendasari proses jual beli. Harga lahan akan menjadi turun dan tidak sesuai dengan standar apabila pemilik lahan sangat terdesak membutuhkan dana tunai yang cepat Distribusi dan Penggunaan Lahan Berdasarkan wawancara dengan aparat Desa Cisarua (Pak Dd) dan didukung oleh salah satu Ketua RT Kampung Pongkor (Pak Aj), diperoleh data dan informasi bahwa saat ini 80 persen penduduk memiliki tanah dan sisanya (20%) penduduk tidak memiliki lahan pertanian. Berikut ini tabel kepemilikan lahan di Kampung Pongkor. Tabel 2. Data Kepemilikan Lahan Pertanian di Kampung Pongkor Data Kepemilikan Lahan Pertanian Di Kampung Pongkor Persentasi (%) Memiliki lahan pertanian 80 Tidak memiliki lahan pertanian 20 Total 100 Sumber : Data Primer 2009 Diolah Sementara itu, kepemilikan lahan berdasarkan kelas pemilikan lahan ditujukan dalam tabel 3 berikut ini.

21 56 Tabel 3. Distribusi rumah tangga (RT) menurut kelas pemilikan lahan di Kampung Pongkor Kelas luas lahan (Ha) Kampung Pongkor Rumah Tangga (n=26) (%) 0,5 7 26,92 0,51 0, ,77 1 1, ,23 1,51 1, , ,70 Total Sumber : Data Primer 2009 Diolah Berdasarkan data di atas, petani yang memiliki lahan 0,5 ha adalah sebanyak tujuh orang atau 26,92 persen dan petani pemilik lahan 0,51 0,99 ha sebanyak delapan orang atau 30,77 persen. Hasil survei tersebut terlihat bahwa konsentrasi pemilik di lahan sempit dan hanya dapat digunakan untuk kebutuhan sendiri lebih banyak daripada petani yang memiliki lahan 2 ha. Bagi masyarakat Pongkor pemilikan lahan memiliki arti yang sangat penting terlebih ketika PT A belum melakukan eksplorasi. Penduduk tidak memiliki pilihan lain selain bertani. Untuk mendapatkan uang mereka harus menjual hasil taninya ke luar desa. Sama halnya dengan sawah, kebun pada masa sebelum PT A masuk terbatas pada komoditas palawija sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer dan sedikit kebutuhan sekunder. Baik sawah maupun kebun memiliki arti yang sama pentingnya yang membedakan adalah luasan lahan yang dimiliki tiap orang. Kondisi ini berimplikasi pada status ekonomi penduduk yang pada masa itu juga ditentukan dari besaran luasan lahan. Status ekonomi sebelum PT A masuk ditujukan dengan berapa banyak aset (kekayaan) yang dimiliki berupa lahan pertanian. Pak Ab misalnya, Ia memiliki lahan 2 ha. Posisinya pada masa sebelum PT A masuk memiliki status sosial yang tinggi. Setelah PT A masuk disertai dengan pengetahuan-pengetahuan baru tentang komoditas pertanian,

22 57 status ekonomi penduduk mulai mengalami pergeseran. Tabel 3 di atas menunjukkan kondisi setelah PT A masuk. Masyarakat kemudian memiliki banyak pilihan untuk bekerja di luar sektor pertanian dan praktis sumber pemasukan serta pemenuhan kebutuhan pun tidak lagi ditopang oleh sektor pertanian. Kecuali bagi responden yang memiliki kebun. Pengetahuan tentang komoditas yang ditanam di kebun mulai mengalami diferensiasi. Penanaman sengon mulai menjadi favorit masyarakat karena dari segi ekonomi jauh lebih menguntungkan dari sawah. Sementara sawah sendiri justru mengalami penurunan peran di dalam rumahtangga. Hasil dari sawah terbatas pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten). Saat ini jika tetap berada di sektor pertanian, menanam sengon justru menempati posisi ekonomi yang lebih kuat daripada pemilik sawah seperti yang dilakukan Pak Ng. Kondisi ini dapat dilihat bahwa pemilikan lahan tidak lagi dapat menentukan status ekonomi penduduk lebih baik atau tidak. Pemilik sawah tidak bisa diklaim lebih kaya jika tidak didukung dengan pekerjaan lain. Seperti kasus Pak Rh yang memiliki lahan antara 1,51 1,99 ha jauh lebih kaya daripada yang memiliki lahan 2 ha (Pak Ab). Penyebabnya adalah adanya akumulasi pekerjaan yang dilakukan oleh Pak Rh di luar sektor pertanian. Responden yang semula memiliki lahan sempit bisa saja naik ke lapisan pemilikan lahan di atasnya jiak mampu memperkaya pekerjaannya. Akumulasi pekerjaan kemudian dapat berkembang menjadi akumulasi pemilikan lahan. Seperti yang dilakukan Pak Yy. Ia bekerja di luar sektor pertanian yang hasilnya digunakan untuk membeli kebun dengan sengon sebagai tanamannya. Sedangkan responden yang hanya berkutat dengan sawah belum tentu status ekonominya

23 58 lebih baik. Pemilikan lahan di Kampung Pongkor bukan menjadi penentu kekayaan, namun tetap saja sekecil apapun lahannya tetap lebih dihargai paling tidak sebagai status sosial seseorang daripada yang tidak memiliki lahan sama sekali. Tanah masih menjadi asset yang harus dimiliki sebagai wadah investasi. Artinya, penghargaan terhadap pemilikan tidak dapat disamakan dengan besarnya kekayaan yang dimiliki. Hal ini terungkap dari wawancara mendalam dengan responden yang memiliki lahan sempit seperti yang diungkapkan Pak Sr: Lah, saya mah gak punya lahan neng (merendah), kalopun punya itu mah kecil. Harus punya neng, status neng. Tipe tanah dan penggunaannya yang terdapat di Kampung Pongkor memiliki beberapa macam kategori. Berdasarkan tabel 4, menunjukkan bahwa responden memiliki jenis lahan yang bervariasi. Jenis lahan pertanian yang diusahakan oleh masyarakat dapat terbagi menjadi dua bagian yang mendominasi, kebun (50%) dan sawah (30%). Sawah tadah hujan merupakan jenis lahan yang banyak dimiliki. Sementara yang lain seperti sawah irigasi, sangat tidak memungkinkan dengan kondisi lahan yang berbukit. Tambak juga mengalami kendala beberapa tahun terakhir akibat kurangnya pasokan air baik dari gunung. Kategori lainnya seperti pekarangan hampir tidak termanfaatkan oleh warga sekalipun ada yang memilikinya. Jenis pengusahaan lahan kebun didominasi oleh tanaman palawija diantaranya singkong, jagung, dan, pisang. Tanaman ini biasa dipanen sekitar 6 bulan dari masa tanam. Selain tanaman palawija, saat ini ikut mendominasi pula perkebunan yaitu kayu ambon dan sengon. Kedua komoditas ini lebih banyak diusahakan oleh masyarakat dibandingkan dengan padi. Kontur lahan yang

24 59 berbukit-bukit adalah salah satu penyebab mengapa masyarakat Kampung Pongkor lebih nyaman menanam palawija dan tanaman perkebunan. Alasan lain adalah mudahnya dalam pemeliharaan dan tidak membutuhkan waktu yang ekstra dibandingkan dengan menanam padi. Berikut ini tabel jumlah penduduk berdasarkan tipe tanah pertanian. Tabel 4. Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Tipe Tanah Pertanian yang Dimiliki di Kampung Pongkor Jenis Tanah Pertanian Kepemilikan (%) Sawah Irigasi 0 Sawah Tadah Hujan 30 Kebun 50 Tambak 10 Lainnya (pekarangan, tanah terlantar) 10 TOTAL 100 Sumber : Data Primer 2009 Diolah 5.2 Sistem Kelembagan (Tenancy System) Kelembagaan dalam hubungan penggarapan lahan yang berlaku di Kampung Pongkor diantaranya adalah sistem bagi hasil dan gadai. Sistem sewa sangat jarang bahkan hampir tidak pernah dilakukan warga. Sistem sewa dianggap janggal (tidak lumrah) di kampung ini. Menurut pengakuan salah seorang informan, Yy, menurutnya tidak ada calon penyewa lahan sekaligus pemilik lahan yang kurang percaya jika lahan disewakan Bagi Hasil Sistem kelembagaan yang dilakukan dengan cara bagi hasil lazim dengan istilah yang digunakan di Kampung Pongkor adalah dengan sebutan maro. Istilah ini sudah berlaku sejak reclaim lahan pascapenjajahan Belanda. Lahan yang biasa digunakan adalah lahan persawahan dengan penggarap baik dari dalam maupun

25 60 luar desa. Penggarap merupakan petani yang sama sekali tidak memiliki lahan pertanian dan memiliki minat serta keahlian bekerja di sektor pertanian. Sedangkan untuk lahannya, sistem bagi hasil cenderung dilakukan untuk lahan sawah. Bagi hasil untuk tanaman pangan lain seperti palawija hampir tidak pernah dilakukan. Selain sulit menentukan besaran bagi hasil dalam tanaman palawija, salah seorang informan mengaku pengurusan lahan yang ditanami tanaman palawija relatif lebih mudah. Warga hanya menggunakan tenaga buruh tani untuk mengolah lahan kebunnya dan membersihkan kebun. Secara teknis, pada masa sebelum revolusi hijau berlangsung, sistem maro dilakukan dengan cara, pemilik lahan menanggung pengadaan bibit padi dan menyiapkan faktor produksi lahan. Sementara petani penggarap bertugas sepenuhnya menangani lahan mulai dari awal hingga akhir panen. Hasil pada saat panen akan dikurangi biaya pengadaan bibit, setelah itu barulah dibagihasil berupa padi oleh petani pemilik. Kondisi ini kemudian berubah setelah revolusi hijau berlangsung dimana pupuk dan pestisida diperkenalkan. Saat ini praktek bagi hasil dilakukan dengan cara pemilik lahan tetap bertugas untuk mempersiapkan faktor produksi berupa lahan sekaligus bibit. Sedangkan penggarap mempersiapkan kebutuhan lain seperti pupuk, biaya obat (pestisida), maupun alat bajak sawah berupa kerbau jika diperlukan. Terkadang pestisida yang akan digunakan didiskusikan terlebih dahulu dengan pemilik lahan setelah itu barulah penggarap membelinya. Hasil tani ini nantinya dibagi dua (50:50) setelah mengalami pengurangan modal dan bibit bagi pemilik dan faktor produksi lain yang disediakan oleh penggarap. Hasil yang dibagikan berbentuk padi. Apabila terjadi gagal panen, petani penggarap

26 61 tidak diwajibkan untuk mengganti rugi. Hanya saja untuk modal awal penggarap dalam menyiapkan pupuk dan faktor produksi lainnya tidak mendapat penggantian dari pemilik lahan Gadai Sistem gadai menurut Pak Aj sudah dilakukan semenjak orangtuanya hidup atau sekitar tahun 1965-an. Gadai atau dikenal dengan istilah ngegade dan dilakukan dengan sawah sebagai bahan pergadaian. Sawah lebih sering digadaikan dibandingkan kebun dengan alasan mudah mengontrol pembeli lahan. Menurut Pak Aj warga Kampung Pongkor tidak ada yang menggadaikan kebun dengan alasan keamanan tanamannya yang khawatir akan ditebang dan dimanfaatkan secara berlebihan oleh pembeli gadai. Sedangkan sawah mau tidak mau pembeli gadai harus menggunakan lahannya untuk menanam padi. Beberapa alasan yang berhasil ditemukan dalam menggadaikan lahan sawahnya adalah karena kebutuhan uang tunai yang mendesak. Selain itu, kondisi lahan yang terabaikan akibat pekerjaan lain yang lebih menguntungkan turut menjadi penyebabnya. Pembeli gadai adalah orang-orang terdekat yang dipercaya dapat mengurus lahan dengan baik, atau masih sesama petani yang masih berada di Desa Cisarua. Hal ini dilakukan demi keamanan lahan yang digadaikan. Tidak jarang penggadai juga menawarkan lahannya terlebih dahulu kepada sanak saudara yang berprofesi sebagai petani. Hal ini membuktikan bahwa faktor keamanan lahan disertai dengan kepercayaan (trust) lebih menjadi pertimbangan untuk menggadaikan lahan. Penggadai sangat hati-hati dan akan merasa lebih aman jika pembeli gadai berasal dari keluarga sendiri. Jika pembeli gadai bukan

27 62 berasal dari kerabat maka penggadai akan mencari petani setempat untuk membeli gadai. Ada dua hal yang mendasarkan penentuan harga tanah gadai. Pertama didasarkan atas luasan lahan dan harga tanah per meter persegi serta lokasi tanah penggadai. Kedua berdasarkan atas kebutuhan mendesak penggadai didukung kemampuan pembeli gadai. Biasanya harga gadai berada di kisaran satu hingga dua juta. Pertimbangan harga ini agar penggadai tidak terlalu berat untuk mengembalikan uang yang dipinjamkan. Meskipun untuk pembayaran lahan dilakukan tanpa batas waktu yang ditetapkan namun dengan rendahnya uang yang dipinjamkan penggadai dapat segera mendapatkan tanahnya kembali. Menurut Pak Ajm penentuan harga yang kedualah yang umum dijumpai. 5.3 Buruh Tani Munculnya buruh tani lebih disebabkan adanya kebutuhan tenaga kerja khususnya bagi petani yang memiliki lahan cukup luas. Buruh tani dahulu pada tahun 1980-an diupah sebesar 1000/hari. Salah satu pengalaman petani penggarap sekaligus buruh tani adalah Bapak St (45 tahun). Pak St adalah buruh tani jauh sebelum PT A masuk. Ia mulai diupah Rp hingga saat ini bertambah hingga Rp Upah ini Ia dapatkan selama bekerja mulai dari pukul WIB. Menurutnya upah ini umum diberikan bagi buruh tani lainnya. Hal ini agar menjaga hubungan antara sesame petani pemilik tidak terjadi masalah. Pak St sempat memiliki tanah dengan ukuran 150 liter bibit padi 4 atau setara dengan ± 3 ¼ ha milik pribadi. Selain lahan milikinya yang dikerjakan sendiri, Ia juga 4 Di Kampung Pongkor penentuan luasan lahan lazim diukur dengan istilah liter bibit padi atau diukur dari hasil padi dengan sebutan gedeng. Menurut salah seorang informan jika diukur ½ ha sawah dengan asumsi pengairan yang cukup maka setara dengan 20 liter bibit disebar dengan hasil 100 gedeng atau setara dengan 650 kg gabah.

28 63 berburuh sawah orang lain semenjak PT A belum masuk. Jumlah 150 liter yang Pak St miliki telah berkurang. Ia menjual lahannya untuk membiayai pemakaman istrinya dan membangun rumah. Saat wawancara dilakukan, sisa lahan yang Ia miliki tinggal seluas 40 liter bibit padi. Hingga saat ini, selain masih menjadi buruh di sawah orang lain, Ia juga menjadi petani penggarap 60 liter bibit (1,5 ha) padi milik orang lain yang hasilnya maro. Sementara itu, sisa sawah yang Ia miliki 40 liter bibit padi atau setara dengan 1 ha lahan, Ia juga memiliki lahan sekitar 5500 m kebun (daratan) yang ditanami kayu ambon, singkong, dan tanaman palawija lainnya. 5.4 Ikhtisar Proses penguasaan lahan di Kampung Pongkor berawal dari selesainya penguasaan tanah perkebunan teh Belanda yang digantikan dengan pemasangan patok oleh kuli kontrak penduduk Pongkor. Pemasangan patok kemudian berganti dengan adanya surat girik yang dikeluarkan oleh Desa. Penguasaan lahan kembali disempurnakan dimana 100 persen warga Kampung Pongkor sudah mengantongi SPPT dan menyisakan 10 persen dari total penduduk di Desa Cisarua yang belum memiliki SPPT. Bertolak belakang dengan kepemilikan SPPT, penduduk Desa Cisarua yang memiliki sertifikat masih sangat rendah yaitu 5 persen dari total penduduk. Sistem transfer kepemilikan lahan pertanian sebagian besar (65%) didominasi oleh waris dan sisanya (35%) didapatkan warga dari hasil jual beli lahan. Terkait kepemilikan lahan di Kampung Pongkor, sebanyak 80 persen memiliki lahan pertanian sementara distribusi penggunaan lahannya 50 persen didominasi oleh kebun, 30 persen sawah tadah hujan, sisanya atau sebanyak 10

29 64 persen digunakan untuk tambak dan pekarangan. Kepemilikan menurut luasan lahan yang berada dikisaran 0,51 0,99 ha dan 5 ha lebih banyak dimiliki di Kampung Pongkor dan semakin sedikit persentasinya bagi masyarakat yang memiliki lahan 1,51 1,99 dan 2 ha. Kepemilikan lahan bukan menjadi penentu kekayaan namun sekecil apapun lahannya tetap lebih dihargai paling tidak sebagai status sosial seseorang. Artinya, penghargaan terhadap pemilikan tidak dapat disamakan dengan besarnya kekayaan yang dimiliki. Ditinjau dari sistem kelembagaan (tenancy sistem), terdapat praktek bagi hasil dan gadai. Sistem bagi hasil dilakukan dengan cara maro dimana pemilik lahan selain mempersiapkan lahan produktif juga berhak menentukan bibit apa yang digunakan dan penggarap bertugas menggarap dan mengurus seluruh lahan pertanian. Hasilnya akan dikurangi terlebih dahulu dari biaya penggunaan bibit lemudian dibagi dua berupa padi atau gabah. Alasan menggadaikan tanah adalah kebutuhan uang tunai yang mendesak serta kondisi lahan yang terabaikan akibat pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. Pembeli gadai lebih banyak dari keluarga terdekat karena alasa keamanan.

30 65 BAB VI PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN KAMPUNG PONGKOR 6.1 Sejarah Masuknya Pertambangan Emas Mengutip Wiradi (2009) bahwa tata hubungan dalam struktur agraria yang sudah mapan harus dipahami sebagai mapan dalam arti relatif dan tidak permanen sepanjang waktu. Tatanan struktur agraria dapat berubah akibat bekerjanya berbagai faktor yang bekerja dan mempengaruhinya. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diantaranya perubahan struktur politik, perubahan orientasi politik perubahan kebijakan ekonomi, perubahan teknologi dan faktorfaktor lain sebagai turunan dari keempat faktor tersebut. Turunan ini yang yang salah satunya terjadi di Kampung Pongkor dimana dinamika agraria terjadi dipicu oleh masuknya pertambangan emas. Momentum munculnya permasalahan ketimpangan sumberdaya yang sama dapat dilihat dari mulai masuknya pertambangan emas di wilayah Pongkor. Ditinjau dari kronologis waktu, survei oleh PT A dimulai dengan logam dasar (Pb dan Zn) di bagian utara Gunung Pongkor oleh geolog PT A mulai tahun 1974 hingga Bersamaan dengan kegiatan eksplorasi yang sama di Cikotok, antara tahun survei di Gunung Pongkor dihentikan sejenak. PT A lebih memusatkan terlebih dahulu eksplorasinya di daerah Cikotok. Melanjutkan proses awal masuknya PT A ke wilayah Kecamatan Nanggung, pada tahun eksplorasi Pongkor dilanjutkan secara sistematis. 5 Akhirnya PT A dalam hal ini adalah Unit Bisnis Pertambangan Emas 5 nn. Menyusuri Jejak Gurandil Di Tambang Emas Pongkor. 20 April &news_id=1063. diakses tanggal 7 April 2009

31 66 Pongkor (UBPEP) mendapatkan kuasa pertambangan (KP) sekaligus izin KP eksploitasi sejak 10 April 1992 untuk jangka 30 tahun. Kawasan KP ini semula seluas 4058 hektar kemudian diperluas menjadi 6047 hektar yang terdiri atas Taman Nasional Gunung Halimun, lahan Perhutani, dan lahan masyarakat. Bersamaan dengan perluasan itu pula pada tahun 2000, status PT A yang semula cost center menjadi profit center (Zulkarnaen, 2009). Proses masuknya PT A pertama kali juga ikut diceritakan oleh salah seorang informan, Pak Aj. Pihak PT A datang dan menginap di kediamannya untuk melakukan survei di Gunung Pongkor terkait adanya indikasi kandungan emas di dalam Gunung Pongkor. Menurutnya, nama Pongkor hanya dijadikan nama industri pertambangan tersebut (PT A) karena survei awal yang dilakukan pihak pertambangan adalah di Kampung Pongkor berdekatan dengan wilayah Gunung Pongkor. Nyatanya, PT A lebih memusatkan eksplorasinya di wilayah Desa Bantar Karet diantaranya Kampung Ciurug (tahun 1997), Ciguha, dan Kubang Kicau. Ketiga kampung tersebut adalah urat kuarsa yang mengandung emas dan perak. Berkaitan dengan pembebasan lahan, menurut Pak Dd masyarakat tidak mengalami permasalahan dengan PT A. Hal ini karena PT A, dalam usaha melebarkan eksplorasinya telah membeli lahan dengan masyarakat secara langsung. Lahan yang dibeli oleh PT A adalah lahan yang letaknya bersebelahan dengan Desa Bantar Karet seperti Sorongan. Seperti penuturan Pak H. Aj yang menjual tanahnya: Saya dulu punya lahan seluas 3 hektar 600 akre di dekat Sorongan. Tetapi pas ANTAM masuk, mereka mau beli lahan saya seluas 2 hektar 400 akre. Katanya mereka mau dibikin buat jalan.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Desa Pusakajaya merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat, dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km, V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Megamendung Desa Megamendung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Desa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Dataran Tinggi Dieng kurang lebih berada di ketinggian 2093 meter dari permukaan laut dan dikelilingi oleh perbukitan. Wilayah Dieng masuk ke

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009 33 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16 4.1 Keadaan Wilayah Desa Sedari merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Luas wilayah Desa Sedari adalah 3.899,5 hektar (Ha). Batas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara Sumber: Chapman, D. J (2004) Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG A. Profil Desa Krikilan 1. Kondisi Geografis Desa Krikilan di bawah pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis 27 BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 29 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan 4.1.1 Batas Wilayah Desa Mulyaharja terbentuk dari pemekaran Desa Sukaharja. Desa Sukaharja termasuk bagian dari Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

BAB III METODE PENELITIAN. dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Surade 4.1.1 Kondisi Geografis, Topografi, dan Demografi Kelurahan Surade Secara Geografis Kelurahan Surade mempunyai luas 622,05 Ha,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 67 BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 6.1.1 Kependudukan Desa Pangradin secara Administratif memiliki dua dusun yaitu dusun Pangradin

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Banjarsari terletak di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah:

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria. RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH 5.1. Kondisi Umum Kecamatan Leuwisadeng Kecamatan Leuwi Sadeng merupakan kecamatan yang terletak di Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor. Kecamatan Leuwi Sadeng terdiri dari 8

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB III PENDEKATAN LAPANG 21 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe eksplanatori. Penelitian eksplanatori merupakan penelitian penjelasan yang menyoroti hubungan antarvariabel

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo.

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo. BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK A. Gambaran Umum Desa Bolo Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik 1. Demografi Berdasarkan data Administrasi Pemerintahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 24 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas Wilayah Desa Parakan adalah desa yang terletak di kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor, provinsi Provinsi Jawa Barat merupakan daerah padat penduduk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, keadaan suatu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas

Lebih terperinci

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN 35 PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN Lokasi Kelurahan Cipageran merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Adapun orbitasi, jarak dan waktu tempuh dengan pusat-pusat

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

PETA SOSIAL DESA CURUG

PETA SOSIAL DESA CURUG PETA SOSIAL DESA CURUG Lokasi Desa Curug merupakan salah satu dari 10 desa yang berada dibawah wilayah administratif Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Letak fisik desa sangat

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kecamatan Purbolinggo Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Purbolinggo sebelum pemekaran kabupaten,

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut: KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Biofisik 4.1.1 Letak dan Aksesibilitas Berdasarkan buku Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Purwakarta (21) Dinas Kehutanan Purwakarta merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB III TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI DESA MASARAN KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK

BAB III TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI DESA MASARAN KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK BAB III TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI DESA MASARAN KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK A. Gambaran Umum Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci