FILM READING. Perceptor : dr. Karyanto, Sp.Rad. Disusun Oleh : Annisa Ratya, S.Ked

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FILM READING. Perceptor : dr. Karyanto, Sp.Rad. Disusun Oleh : Annisa Ratya, S.Ked"

Transkripsi

1 FILM READING Perceptor : dr. Karyanto, Sp.Rad Disusun Oleh : Annisa Ratya, S.Ked KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG 2016

2 Kasus 1 Identitas : / 2599 Foto Proyeksi Kualitas : Colon in Loop Kontras Barium : AP : Layak baca Uraian hasil dan kesan pemeriksaan : - Tampak bahan kontras mengisi rectum, colon sigmoid dan 1/3 proximal colon descendens, tampak filling defect pada 1/3 medial colon descendens, sepanjang 4 cm, batas tegas, tepi irregular yang membentuk gambaran apple core. Tak tampak haustra pada colon descendens. - Tampak kontras mengisi colon transversum dan colon ascendens, tampak haustra pada colon ascendens dan colon transversum, distribusi gas intralumen tidak meningkat, diameter colon 4 cm. - Tampak susunan tulang belakang baik, DIV tidak menyempit, spurs (+) pada vertebrae lumbal IV.

3 Kesan : - Massa colon descendens susp. Ca. Colon 1/3 medial colon descenden - Spondiloarthrosis VL IV A. Definisi

4 Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh karena itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon mengalirkan darah ke sistem portal. B. Etiologi Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker colorectal yaitu: a. Umur Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki riwayat colitis ulseratif atau polyposis familial. b. Faktor Genetik Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker colorectal. Risiko terjadinya kanker colorectal pada keluarga pasien kanker colorectal adalah sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi umum. Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker colorectal diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari semua kanker colorectal. Selain itu terdapat Hereditary NonPoliposis Colorectal Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker colorectal. c. Faktor Lingkungan Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting pada kejadian kanker colorectal. Risiko mendapat kanker colorectal

5 Universitas Sumatera Utara meningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke wilayah dengan risiko kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis. d. Faktor Makanan Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker colorectal. Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko timbulnya kanker colorectal sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah (misal daging sapi, kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35% dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu. C. Diagnosis 1. Anamnesis yang teliti Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, uretero sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak). 2. Pemeriksaan Fisik Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi. Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada colorectal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar.

6 Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar. 3. Pemeriksaan laboratorium Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis, hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik, serta pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut. 4. Double-contrast barium enema (DCBE) Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single contras procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari 1 cm). DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada DCBE 1/ sedangkan pada Single Contras Barium Enema (SCBE) 1/ Pada foto rontgen abdomen akan nampak gambarantumor yang menonjol ke dalam lumen dan menyebabkanpenyempitan lumen kolon yang sering disebut dengan gambaran apple core atau napkin-ring. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalahdengan melakukan foto rontgen dengan memakai zat kontras seperti barium yang dimasukkan melalui rektum.pada foto nanti akan tampak lapisan tipis barium di mukosa kolon. Pemeriksaan ini disebut dengan foto kontras ganda, yaitu kontras negatif udara dan kontras positif bubur barium,tetapi cara ini tidak dapat melihat rektum pada duapertiga distalnya.

7 5. CEA (Carcinoembrionik Antigen) Screening CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status karsinoma kolorektal dan mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan non spesifik untuk bisa digunakan sebagai screening karsinoma kolorektal 6. Flexible Sigmoidoscopy Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari endoskopi yang dapat dilakukan pada rectum dan bagian bawah dari colon sampai jarak 60 cm (sigmoid) tanpa dilakukan sedasi. Prosedur ini sekaligus dapat melakukan biopsi. Hasilnya terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat karsinoma colorectal hingga 60%- 80% Universitas Sumatera Utara dan memiliki sensistivitas yang hampir sama dengan colonoscopy 60%-70% untuk mendeteksi karsinoma colorectal. Walaupun jarang, FS juga mengandung resiko terjadinya perforasi 1/ pemeriksaan.42,44 Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah jaringan normal, prekarsinoma, atau jaringan karsinoma. American Cancer Society (ACS) merekomendasikan untuk dilakukan colonoscopy apabila ditemukan jaringan adenoma pada pemeriksaan FS. Sedangkan hasil yang negatif pada pemeriksaan FS, dilakukan pemeriksaan ulang setelah 5 tahun. 7. Endoscopy dan biopsi

8 Endoscopy dapat dikerjakan dengan rigid endoscope untuk kelainan-kelainan sampai 25 cm 30 cm, dengan fibrescope untuk semua kelainan dari rectum sampai caecum. Biopsi diperlukan untuk menentukan secara patologis anatomis jenis tumor. 8. Colonoscopy Colonoscopy adalah prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar. Colonoscopy umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli patologi untuk kemudian diperiksa jenis kankernya. 38 Tingkat sensitivitas colonoscopy dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip colorectal adalah 95%. Namun tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi, dan kompetensi Universitas Sumatera Utara operator. Colonoskopi memiliki resiko dan komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian perforasi pada skrining karsinoma colorectal antara 3-61/ pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-3/1.000 pemeriksaan. 9. Colok dubur Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap penderita dengan tujuan untuk menentukan keutuhan spinkter ani, ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rectum 1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum. Kedua, mobilitas tumor untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas atau fiksasi lesi.

9 D. Klasifikasi Karsinoma Kolorektal E. Penatalaksanaan 1.Pembedahan Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf regional. Bila sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer akan di reseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri. 2.Radiasi Terapi radiasi merupakan penanganan karsinoma dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel karsinoma. Terdapat 2 cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Radiasi eksternal (external beam radiation therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel karsinoma. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. 3.Kemoterapi Dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah banyak kemajuan yang dicapai pada kemoterapi terhadap karsinoma kolorektal. Beberapa dekade ini hanya menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) disusul oleh kehadiran asam folinat /leukovorin (folinic acid/fa/lv) sebagai kombinasi. Selanjutnya, pemilihan obat diperluas dengan diterimanya irinotecan sebagai terapi lini pertama pada tahun 1996, oxaliplatin pada tahun 2004 dan capecitabine (tahun 2004) sebagai pengganti oral kombinasi 5-FU/FA.

10 Kasus 2 Identitas Foto Proyeksi Kualitas : Tn.HAP/58thn/12896/ : Brachii dan Antebrachii : AP Dextra dan Sinistra : Layak baca Uraian hasil dan kesan pemeriksaan : Hasil : - Usia tulang : 58 tahun - Tampak pada os humeri dextra lesi multipel dengan spongiosa radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, dekstruksi korteks (-), reaksi periosteal (-), tidak tampak soft tisue swelling, punched hole (+) - Tampak pada os ulnaris dextra lesi multipel dengan spongiosa radioluscent tanpa sklerotik, batas, dan dekstruksi korteks pada 1/3 proximal diafsis, reaksi perosteal (-), tidak tampak soft tisue swelling, punched hole (+) - Tampak pada os radius dextra lesi multipel dengan spongiosa, radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, terdapat dekstruksi korteks

11 pada 1/3 distal diafsis, reaksi perosteal (-), tidak tampak soft tisue swelling, punched hole (+) - Tampak pada os humeri sinistra lesi multipel dengan spongiosa radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, terdapat dekstruksi korteks pada 1/3 distal diafsis, reaksi perosteal (-), tidak tampak soft tisue swelling, punched hole (+) - Tampak pada os ulnaris sinistra lesi multipel dengan spongiosa radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, dan dekstruksi korteks pada 1/3 proximal diafsis, reaksi perosteal (-), tidak tampak soft tisue swelling, punched hole (+) - Tampak pada os radius sinistra lesi multipel dengan spongiosa radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, dan dekstruksi korteks pada 2/3 proximal diafsis, reaksi perosteal (-), tidak tampak soft tisue swelling, punched hole (+) Kesan: - Multipel Myeloma ; DD Bone Metastasis - Tidak tampak fraktur A. Definisi Mieloma Multiple atau Multiple Myeloma (MM)adalah penyakit yang timbul karena transformasi ganas bentuk terminal limfosit B, yaitu sel

12 plasma. MM khas memproduksi paraprotein abnormal sehingga digolongkan sebagai penyakit paraproteinemias. Paraprotein yang dibentuk adalah imunoglobulin yang bersifat monoklonal, oleh karena itu penyakit ini dimasukkan dalam kelompok penyakit gamopati monoklonal atau monoclonal gammopathy. Meskipun MM tergolong tumor ganas yang jarang, hanya 1% dari seluruh keganasan, atau merupakan 10% dari seluruh keganasan hematologik, MM merupakan keganasan hematologik kedua setelah limfoma non-hodgkin. B. Faktor risiko 1. Usia Kemungkinan mengidap multiple myeloma semakin meningkat dengan bertambahnyausia. Kurang dari 1% kasus ditemukan pada usia kurang dari 35 tahun. Kebanyakanpenderita terdiagnosa pada usia lebih dari 65 tahun. 2. Jenis kelamin Lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan 3. Ras Lebih sering ditemukan pada ras kulit hitam 4. Radiasi 5. Paparan radiasi akan meningkatkan kejadian myeloma 6. Genetik Jika terdapat saudara sekandung atau orangtua yang mengidap myeloma, makakemungkinan untuk mengidap myeloma meningkat sebanyak 4 kali lipat. Beberapastudi telah menunjukkan bahwa kelainan onkogen tertentu, seperti c-myc, ternyataberhubungan dengan kemajuan perkembangan tumor pada awal fase pertumbuhannyadan abnormalitas onkogen seperti N- Ras dan K-Ras yang berhubungan dengan perkembangan tumor setelah pembentukan ulang sumsum tulang. Kelainan gensupresor tumor, seperti TP53, telah terbukti berhubungan dengan penyebaran tumorke organ lain.penelitian yang sekarang ini sedang dikembangkan adalah menyelidiki apakah human-leukosit-antigen (HLA)-Cw5 atau HLA-Cw2 memainkan peran dalampathogenesis multiple myeloma 7. Paparan kerja Orang-orang yang bekerja di bidang agricultural terutama yang menggunakanherbisida dan insektisida maupun yang bekerja di industry

13 petrokimia memiliki risikolebih besar mengidap multiple myeloma. Paparan lama (>20 tahun) terkait eratdengan peningkatan risiko multiple myeloma 8. Infeksi Virus HPV 8 yang menyerang sel dendrite pada sumsum tulang ditemukan padapasien dengan multiple myeloma 9. Obesitas Obesitas meningkatkan risiko multiple myeloma 10. Penyakit plasma sel yang lain Orang dengan monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS) atau plasmasitoma soliter akan meningkatkan risiko mengidap multiple myeloma C. Patofisiologi Patofisiologi dasar dari penampakan klinis yang ditimbulkan oleh multiple myeloma adalah sebagai berikut : a. Sistem skeletal Perombakan tulang oleh osteoklas serta mekanisme humoral akanmeningkatkan jumlah kalsium dalam darah (hiperkalsemia). Isolated plasmasitoma(yang menjangkit 2-10% pasien) akan mengakibatkan hiperkalsemia melalui produksi dari osteoclact activating-factor. Destruksi tulang dan penggantiannya dengan masa tumor akan mengakibatkannyeri, kompresi jaras spinal yang disebabkan oleh massa epidural, massa ekstradural,atau kompresi korpus vertebrta oleh multiple myeloma, dan fraktur patologis. b. Sistem hematologic Multiple myeloma akan menempati 20% populasi tulang sehingga menekan produksisel-sel darah menyebabkan timbulnya neutropenia, anemia, dan trombositopenia.dalam hal perdarahan, monoclonal antibody yang dihasilkan multiple myeloma dapatberinteraksi dengan faktor pembekuan, sehingga terjadi agregasi yang tidak sempurna. c. Sistem renal Multiple myeloma menyebabkan cedera pada tubulus ginjal, amiloidosis, atau invasidari plasmasitoma. Kondisi kerusakan ginjal yang dapat diamati antara lain neuropatihiperkalsemik, hiperurisemia oleh karena infiltrasi sel plasma pada ginjal, nefropatirantai utama, amiloidosis, dan glomerulosklerosis.

14 d. Sistem neurologik Kelainan pada sistema nervosa merupakan akibat dari radikulopati dan atau kompresi jaras dan destruksi tulang (infiltrasi amyloid pada syaraf) e. Proses umum Proses patofisiologi umum termasuk sindrom hiperviskositas. Sindrom D. Diagnosis ini jarangterjadi pada kasus multiple myeloma dan melibatkan IgG1, IgG3, atau IgA.Pengandapan di kapiler dapat menghasilkan purpura, perdarahan retina, papiledema,iskemia koroner, iskemia SSP. Iskemia SSP dapat menimbulkan gejala seperti kebingungan, vertigo, kejang. Cryoglobulinemia dapat menyebabkan fenomenaraynoud, thrombosis, dan gangrene pada kaki. 1. Gejala klinis Myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan simptomatik atau myeloma aktif, bergantung pada ada atau tidaknya organ yang berhubungan dengan myeloma atau disfungsi jaringan, termasuk hiperkalsemia, insufisiensi renal, anemia, dan penyakit tulang. Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur ataupun infeksi. Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien yang terdiagnosis. Lesi tulang berkembang pada kebanyakan 80% pasien. Pada suatu penelitian, dilaporkan 58% pasien dengan nyeri tulang. Kerusakan ginjal terjadi pada 20 sampai 40% pasien. Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma seperti fraktur kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang (contoh: femur proksimal). Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan kompresi vertebra berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas. Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus) dan Haemophilus influenzae. Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang diakibatkan

15 oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen, nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan : Pucat yang disebabkan oleh anemia Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal tunnel syndrome. Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma seperti makroglossia dan carpal tunnel syndrome. Gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak, limpa akibat infiltrasi sel plasma (jarang). 2. Laboratorium Pasien dengan multiple myeloma, secara khas pada pemeriksaan urin rutin dapat ditemukan adanya proteinuria Bence Jones. Dan pada apusan darah tepi, didapatkan adanya formasi Rouleaux. Selain itu pada pemeriksaan darah rutin, anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 80% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal, namun dapat juga ditemukan pancytopenia, koagulasi yang abnormal dan peningkatan LED.. 3. Gambaran radiologi a. Foto polos x-ray Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik multiple, berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria, vertebra, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla, mengikis tulang, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa

16 pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan : Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama vertebra yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan myeloma. Hilangnya densitas vertebra mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai. Fraktur kompresi pada corpus vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis. Lesi-lesi litik punch out lesion yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa jaringan lunak. Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, costa 44%, calvaria 41%, pelvis 28%, femur 24%, clavicula 10% dan scapula 10%. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik punch out lesion yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiple myeloma.

17 e Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma. Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex interna) pada pasien dengan multiple myeloma. b. CT-Scan

18 CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta menilai resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse osteopenia dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum lesi litik sendiri terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan korteks. Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan kecuali jika adanya lesi fokal c. MRI MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2. E. Pengobatan

19

MULTIPLE MYELOMA. Oleh : Andre Prasetyo Mahesya, S. Ked Assyifa Anindya, S. Ked Pembimbing : Dr. Juspeni Kartika, Sp.

MULTIPLE MYELOMA. Oleh : Andre Prasetyo Mahesya, S. Ked Assyifa Anindya, S. Ked Pembimbing : Dr. Juspeni Kartika, Sp. MULTIPLE MYELOMA Oleh : Andre Prasetyo Mahesya, S. Ked 1018011109 Assyifa Anindya, S. Ked 1018011043 Pembimbing : Dr. Juspeni Kartika, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT DALAM RSUD DR.H. ABDUL MOELOEK

Lebih terperinci

MULTIPLE MYELOMA ANATOMI

MULTIPLE MYELOMA ANATOMI MULTIPLE MYELOMA PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah

Lebih terperinci

Multiple Myeloma DEFINISI GEJALA. Penyebab & Faktor Risiko

Multiple Myeloma DEFINISI GEJALA. Penyebab & Faktor Risiko Multiple Myeloma DEFINISI Multiple myeloma adalah kanker yang terjadi pada sel plasma, jenis sel darah putih yang dihasilkan dari sumsum tulang. Sel plasma normalnya menghasilkan protein yang disebut antibodi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa 2.1. Pengertian Kanker Colorectal BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

Gambaran Radiologi Tumor Kolon

Gambaran Radiologi Tumor Kolon Gambaran Radiologi Tumor Kolon Oleh Janter Bonardo (09 61050 0770 Penguji : Dr. Pherena Amalia Rohani Sp.Rad Definisi Kanker kolon suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan

Lebih terperinci

1. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder. DEFINISI

1. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder. DEFINISI DEFINISI Multipel mieloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang

Lebih terperinci

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin

Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Patogenesis Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin Cytokine-mediated signaling pertumbuhan dan ketahanan sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN REFERAT MULTIPEL MIELOMA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN REFERAT MULTIPEL MIELOMA KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Multipel mieloma adalah keganasan pada sel plasma yang membentuk tumor pada sumsum tulang dan menghasilkan antibodi abnormal. Multipel mieloma terjadi 4 kasus per 100000 orang setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA

LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA A. DEFINISI Multiple myeloma dikenal juga dengan istilah Plasma cell myeloma, Plasma cell dyscrasia, Plasmacytoma, Plasmacytoma of bone, Plasma cell neoplasm, Extraosseous

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

Hematologi dan Onkologi

Hematologi dan Onkologi Hematologi dan Onkologi Ca Colorectal Mangara Wahyu Charros 102009232 Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat 11470 sianiparmangara@gmail.com

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA DI RUANG 27 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL. Disusun oleh :

LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA DI RUANG 27 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL. Disusun oleh : LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA DI RUANG 27 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL Disusun oleh : Tri Wahyudi Arif B. 201420461011091 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini berkembang semakin cepat. Di dunia ini, diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi

Lebih terperinci

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi di dunia. Satu diantara 4 kematian di Amerika disebabkan karena kanker. Kanker kolorektal merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyerang saluran pencernaan. Lebih dari 60 persen tumor ganas kolorektal

BAB I PENDAHULUAN. yang menyerang saluran pencernaan. Lebih dari 60 persen tumor ganas kolorektal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kolorektal ( colo rectal carcinoma) atau yang biasa disebut sebagai kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas terbayak diantara tumor lainnya yang menyerang

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

MULTIPLE MYELOMA. Gambar 1. Anatomi tulang belakang dan sarafnya

MULTIPLE MYELOMA. Gambar 1. Anatomi tulang belakang dan sarafnya MULTIPLE MYELOMA A. ANATOMI Pemahaman dasar tentang anatomi dan fungsi tulang belakang sangat penting untuk pasien dengan gangguan tulang belakang. Kolumna vertebralis orang dewasa terdiri dari 33 vertebra

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati- 1006672150 Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia I. PENDAHULUAN Metastase tulang merupakan penyebaran sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal didefinisikan sebagai tumor ganas yang terjadi pada kolon dan rektum. Kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan bentuk dan fungsi dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). Menurut UU RI No.

Lebih terperinci

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan

Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Kanker Prostat - Gambaran gejala, pengujian, dan pengobatan Apakah kanker Prostat itu? Kanker prostat berkembang di prostat seorang pria, kelenjar kenari berukuran tepat di bawah kandung kemih yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker kolorektal adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan kanker kolorektal menyumbang 9% dari semua kejadian kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan

BAB I PENDAHULUAN. rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN CA RECTI

LAPORAN PENDAHULUAN CA RECTI LAPORAN PENDAHULUAN CA RECTI A. DEFINISI Ca. Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum. Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdarahan pada saluran cerna bagian bawah terjadi sekitar 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Perdarahan pada saluran cerna bagian bawah terjadi sekitar 20% dari semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan pada saluran cerna bagian bawah terjadi sekitar 20% dari semua kasus perdarahan gastrointestinal. Lower gastrointestinal bledding (LGIB) didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

MULTIPLE MYELOMA (MM)

MULTIPLE MYELOMA (MM) MULTIPLE MYELOMA (MM) PENDAHULUAN Mieloma Multiple atau Multiple Myeloma (MM) adalah penyakit yang timbul karena transformasi ganas bentuk terminal limfosit B, yaitu sel plasma. MM khas memproduksi paraprotein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan dimana materi yang dibuang disimpan. Rektum adalah ujung usus besar dekat dubur (anus). Bersama mereka menbentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma prostat ialah keganasan pada laki-laki yang sangat sering didapat. Angka kejadian diduga 19% dari semua kanker pada pria dan merupakan karsinoma terbanyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Tumor paru adalah tumor pada jaringan paru yang dapat bersifat jinak maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer maupun sekunder.

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon. BAB I PENDAHULUAN Karsinoma kolon merupakan keganasan yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon. Kebanyakan kanker kolon berada di rectal, sehingga lebih banyak dikenal dengan karsinoma colorektal.

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA Oleh : Debby dan Arief Dalam tubuh terdapat berjuta-juta sel. Salah satunya, sel abnormal atau sel metaplasia, yaitu sel yang berubah, tetapi masih dalam batas

Lebih terperinci

MODUL 3 SKENARIO 3 : HARUSKAH DIAMPUTASI?

MODUL 3 SKENARIO 3 : HARUSKAH DIAMPUTASI? MODUL 3 SKENARIO 3 : HARUSKAH DIAMPUTASI? Osta, 17 tahun, datang ke dokter bersama orang tuanya dengan keluhan timbul benjolan di lutut kanan sejak 2 bulan yang lalu. Sebelumnya, Osta sering merasakan

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus

BAB I PENDAHULUAN. Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu. penyakit peradangan idiopatik pada traktus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Inflammatory Bowel Disease (IBD) merupakan suatu penyakit peradangan idiopatik pada traktus gastrointestinal yang umumnya menyerang daerah kolon dan rektal. Etiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lateralis ligamentum inguinale (Widjaja, 2009). berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal peralihan ileosekal

TINJAUAN PUSTAKA. lateralis ligamentum inguinale (Widjaja, 2009). berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal peralihan ileosekal 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kolon 1. Anatomi Intestinum crassum (usus besar) terdiri dari caecum, appendix vermiformiis, colon, rectum dan canalis analis. Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Kolorektal 2.1.1 Definisi Kanker Kolorektal Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rectum adalah bagian dari usus besar

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

e) Faal hati f) Faal ginjal g) Biopsi endometrium/

e) Faal hati f) Faal ginjal g) Biopsi endometrium/ e) Faal hati f) Faal ginjal g) Biopsi endometrium/ mikrokuretae 15. Kehamilan FIT jika: 6 minggu setelah melahirkan Pemeriksaan : a) USG b) Pregnancy test (HCG test) 16. Operasi ginekologi FIT setelah

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman

JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms. Levi Aulia Rachman JOURNAL READING Imaging of pneumonia: trends and algorithms Levi Aulia Rachman 1410.2210.27.115 Abstrak Pneumonia merupakan salah satu penyakit menular utama yang menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

MULTIPLE MYELOMA PENDAHULUAN

MULTIPLE MYELOMA PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan adanya kanker di bagian colon dan rectum. Kanker kolon dan kanker rectum sering dikelompokan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker kolorektal adalah kanker urutan ketiga yang banyak yang menyerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker kolorektal adalah kanker urutan ketiga yang banyak yang menyerang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Kolorektal 2.1.1 Epidemiologi Kanker kolorektal adalah kanker urutan ketiga yang banyak yang menyerang pria dengan persentase 10,0% dan yang kedua terbanyak pada wanita

Lebih terperinci

Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal 1.Hamartoma ginjal 2. Adenokarsinoma ginjal / grawitz / hipernefroma / karsinoma sel ginjal Staging : Grading :

Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal 1.Hamartoma ginjal 2. Adenokarsinoma ginjal / grawitz / hipernefroma / karsinoma sel ginjal Staging : Grading : Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal - Definisi Massa abnormal yang berkembang di ginjal - Epidemiologi Ketiga terbanyak setelah ca prostat dan ca buli-buli Dekade 5-6 (50-60 tahun) Pria > Wanita : 2 > 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden karsinoma kolorektal masih cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari kematian karena kanker

Lebih terperinci

KEGANASAN HEMATOLOGI PADA ORANG DEWASA

KEGANASAN HEMATOLOGI PADA ORANG DEWASA KEGANASAN HEMATOLOGI PADA ORANG DEWASA Penyakit Mieloproliferatif Suatu penyakit kronik, akibat proliferasi clone sel sumsum tulang,sehingga peningkatan produksi satu atau lebih seri hematopoisis. Terdiri

Lebih terperinci

NEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma

NEOPLASMA TULANG. Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma NEOPLASMA TULANG Neoplasma : Berasal dari Tulang : Jinak : Osteoma, Osteoid osteoma, osteoblastoma Ganas : Osteosarkoma, parosteal osteosarkoma Berasal dari Tulang rawan : Jinak : Kondroma, Osteokondroma,

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah. 1. Hipokalsemia HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA Hipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mgr/dl darah. PENYEBAB Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hirschsprung s disease merupakan penyakit motilitas usus kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada myenteric dan submucosal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

OSTEOPOROSIS DEFINISI

OSTEOPOROSIS DEFINISI OSTEOPOROSIS DEFINISI Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN, Nephrotic Syndrome) merupakan salah satu penyakit ginjal terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

REFERAT MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR COMPUTERIZED TOMOGRAPHY) DALAM DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA

REFERAT MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR COMPUTERIZED TOMOGRAPHY) DALAM DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA REFERAT MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR COMPUTERIZED TOMOGRAPHY) DALAM DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

Tumor IntraAbdomen. Kelompok IV

Tumor IntraAbdomen. Kelompok IV Tumor IntraAbdomen Kelompok IV Tumor adalah : merupakan kumpulan sel abdormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus mennerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan disekitarnya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran respirodigesti atas, setelah kavum oris. Lebih dari 95% keganasan di

Lebih terperinci