BAB I PENDAHULUAN. tujuan komunikasi. Rani, Arifin, dan Martutik (2004:37) menyatakan bahwa
|
|
- Hendra Halim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana dapat dipilah berdasarkan beberapa kriteria, salah satunya ialah tujuan komunikasi. Rani, Arifin, dan Martutik (2004:37) menyatakan bahwa berdasarkan tujuan komunikasi, wacana dapat dibedakan menjadi wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Oka dan Suparno (1994:271) berpendapat bahwa wacana naratif lazim digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang sudah mengalami proses pengimajian. Wujud naratif yang konkret berupa karya sastra, seperti cerpen, novel, dan roman. Dalam wacana itu terungkap bukan hanya pengalaman yang konkret, tetapi pengalaman imajinatif. Uniknya, ditemukan penyesuaian panjang pendeknya wacana naratif yang sejalan dengan perkembangan medianya. Wacana naratif panjang dapat dijumpai dengan mudah di toko buku, berupa novel, kumpulan cerpen, maupun cerpen dalam media cetak. Sementara itu, terdapat pula wacana naratif pendek yang berkembang di media-media sosial. Hadirnya wacana naratif pendek dapat dimaklumi melalui penjelasan Faruk (2011: 27 28) yang menyatakan bahwa sensibilitas multimedia telah melahirkan kecenderungan baru dalam hasil-hasil karya sastra, yaitu kecenderungan pascamodern. Sebagai produk dari sensibilitas 1
2 2 tersebut, karya sastra bukan lagi merupakan sebuah teks yang tertutup, yang lengkap dengan dirinya, melainkan sebuah teks yang terbuka dan yang membuka diri, yang ko-ekstensif dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya. Baik yang berupa citra-citra indrawi yang berbeda, dengan teks-teks lain, genre-genre lain, wacana-wacana lain, maupun dengan dunia nyata yang historis. Pendek kata, secara ontologis, karya-karya sastra pascamodern adalah karya yang menghadirkan dirinya sedemikian rupa sebagai dan sekaligus berada dalam sebuah proses diskursif yang terbuka dan historis, bukan sesuatu yang final. Sebab akibat seperti paparan itulah yang kurang lebih dialami oleh wacana fiksimini. Kartika Sari dkk (2014:50) mendefinisikan fiksimini sebagai karya sastra seratus empat puluh karakter yang berkembang di media sosial. Angka seratus empat puluh merupakan jumlah yang diperoleh dari karakter maksimal penulisan dalam twitter. Oleh karenanya, twitter menjadi lahan pertumbuhan fiksimini bagi para fiksiminier sebutan untuk penulis fiksimini dan para penikmatnya. Dalam realisasinya, fiksimini di Indonesia terus tumbuh dan berkembang atas prakarsa fiksiminier senior, yakni Clara Ng, Agus Noor, dan Salman Aristo. Pada tahapan selanjutnya, ketiganya menjadi tokoh berpengaruh di balik lahirnya komunitas akun yang menjadi wadah perkumpulan para pecinta fiksimini. Hingga akhir tahun 2014, akun tersebut memiliki pengikut. Sedikitnya, terdapat empat tahapan dalam terciptanya wacana fiksimini. Berikut merupakan empat kronologi terciptanya fiksimini dalam satuan waktu: (1) Para anggota mengusulkan topik pada (2) Topik yang diajukan
3 3 diterima apabila moderator me-retweet usulan tersebut dengan menambahkan hashtag #topikfiksimini atau apabila tak ada salah satu pun usulan yang diterima, moderator mengajukan topik tertentu dengan pola hashtag yang sama; (3) Selanjutnya, para anggota menulis fiksimini sesuai topik hari itu kemudian admin disebut juga dengan istilah moderator mulai memilih tulisan yang paling bagus dan sesuai topik dengan me-retweet fiksimini tesebut; (4) Fiksminini yang muncul pada halaman hanyalah fiksimini yang berhasil diretweet oleh moderator setelah melalui serangkaian pertimbangan. Mengingat terbatasnya jumlah karakter maksimal dalam penulisan fiksimini, setiap satuan gramatikal dipilah dan dipilih agar mendukung topik yang telah disepakati sebelumnya. Mengenai hal tersebut, Keraf (1985:22 23) menyatakan bahwa pilihan kata tidak hanya dipergunakan untuk menyatakan katakata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Untuk itulah, fiksimini memiliki tiga istilah utama yang harus dipahami fiksiminier sebelum menulis fiksimini, yakni (1) topik, (2) judul, dan (3) isi fiksimini. Penjelasan mengenai ketiga istilah tersebut dapat dilihat melalui percontohan berikut. (1) Yuk mainkan imajinasimu! Semua seputar WISATA DOMESTIK. Alam, budaya, dan kuliner. #topikfiksimini (581). (2) SENJA DI KARIMUN JAWA. Perlahan aku tenggelam digantikan malam, sepasang kekasih melihatku riang dari kejauhan (589). (3) BAKSO MALANG- Ibu, coba lihat ini, ada orang menangis dalam mangkukku (583). (4) LAWANG SEWU. Toiletnya malah 2000 (590).
4 4 (5) LONTONG BALAP SURABAYA - Kami menikmatinya dengan kecepatan penuh (594). Data (1) merupakan contoh topik. Topik yang digunakan ialah kata yang dicetak kapital, yakni wisata domestik. Selanjutnya, data (2), (3), (4), dan (5) merupakan contoh fiksimini edisi topik wisata domestik. Kata bercetak kapital pada data (2), (3), (4), dan (5) merupakan judul fiksimini, yakni Senja di Karimun Jawa, Bakso Malang, Lawang Sewu, dan Lontong Balap Surabaya. Sementara itu, satuan kebahasaan setelahnya merupakan isi dari fiksimini. Melalui kelima data tersebut, dapat dilihat bahwa fiksimini memiliki sejumlah keunikan. Bentuknya yang mini menghasilkan struktur wacana tak biasa. Menariknya, antara judul satu dengan judul lainnya sekilas tak berhubungan, tetapi disatukan oleh topik yang sama, yakni wisata domestik. Wacana fiksimini juga mengandung permainan bahasa yang variatif dan kreatif. Pada data (2) aku yang bercerita merupakan personifikasi dari matahari. Kemudian, data (3) dan (5) sepakat memplesetkan relasi makna judulnya. Seharusnya, bakso malang merupakan nama bakso khas dari Malang. Begitu pula dengan lontong balap Surabaya. Akan tetapi, relasi makna bakso malang dengan lontong balap Surabaya diganti menjadi bakso yang malang dan lontong yang harus dinikmati dengan balapan. Hal berbeda ditunjukkan pada data (4) yang seolah-olah mengontraskan jumlah pintu di lawang sewu dengan jumlah pintu toiletnya. Padahal, maksud dari penulisnya ialah mempermainkan logika jumlah pintu dengan harga toilet di objek
5 5 wisata itu. Tentu saja dengan didahului proses memaknai nama objek wisata lawang sewu dengan pintu yang jumlahnya seribu. Permainan logika jumlah pintu pada data (4) tersebut ternyata bukan tanpa makna. Fiksimini tersebut dapat pula dimaknai sebagai satu dari sekian media untuk menyampaikan kritik sosial terhadap ketimpangan antara besaran harga dengan fasilitas yang diterima pelanggan toilet di objek-objek wisata. Sejalan dengan hal tersebut, Wijana dan Rohmadi (2011:99) menyatakan bahwa kritikankritikan atau serangan-serangan yang disampaikan dengan ungkapan-ungkapan kolektif atau formula-formula berkias bersifat impersona sehingga ketajamannya tidak dirasakan sebagai serangan langsung oleh sasarannya. Contoh mengenai fungsi bahasa sebagai wahana kritik sosial dapat pula dilihat melalui wacana fiksimini bertopik Di Bawah Langit Jakarta pada data (152) sampai dengan (163) sebagai berikut. Topik: Di Bawah Langit Jakarta Apa yang kau lihat DI BAWAH LANGIT JAKARTA, fiksiminier? Ada 2 novel untukmu! #topikfiksimini (1 Agustus 2014) (6) DI BAWAH LANGIT JKT Bapakku org terkaya. Atap rumah kami saja 5 miliar! ujar anak itu di bawah kolong jembatan. (2 Agustus 2014) (152). (7) DI BAWAH LANGIT JAKARTA-Senja terbenam di layar-layar gadget. (2 Agustus 2014) (153). (8) DI BAWAH LANGIT JAKARTA-Bukan Cuma mobil, sampah pun kena macet. (2 Agustus 2014) (154). (9) DI BAWAH LANGIT JAKARTA. Bahkan jalan menuju hatinya juga macet. (2 Agustus 2014) (155).
6 6 (10) 22 JUNI Dulu, tepat di sini ada perayaan bernama Pekan Raya Jakarta! kata pemandu wisata di atas perahu. (2 Agustus 2014) (156). (11) SUATU KETIKA. Di bawah langit Jakarta tak ada lagi tempat bersujud, terlalu penuh dengan manusia. (2 Agustus 2014) (157). (12) TUHAN, KAU YAKIN AKAN MEMASUKKAN MEREKA KE SURGA?-Tuhan mengangguk, dan berkata, Mereka paling sabar menghadapi kemacetan. (2 Agustus 2014) (158). (13) DI BAWAH LANGIT JAKARTA- Jangan cengeng, Nak. Tanah kita sudah habis, beton dan aspal tidak akan menyerap air matamu. (1 Agustus 2014) (159). (14) DI BAWAH LANGIT JAKARTA. Pulanglah, Dik. Suatu saat, di sini kentut pun harus bayar. Desis seorang lelaki kepadaku. (1 Agustus 2014) (160). (15) KEJAMNYA IBUKOTA-Bahkan ijazah sarjanaku tak mampu menyelamatkan hidup si bungsu. (1 Agustus 2014) (161). (16) DI BAWAH LANGIT JAKARTA- Berteduhlah pada doa (1 Agustus 2014) (162). (17) DI BAWAH LANGIT JAKARTA-Gerombolan hujan kebingungan mencari tempat tuk tergenang. (1 Agustus 2014) (163). Sejumlah data di atas berisi tentang kritikan fiksiminier terhadap Jakarta. Dari data (6) hingga data (17) sebagian besar berisi kritikan terhadap ketimpangan antara kaum bawah dan kaum atas; kemacetan; sesak, padat, dan tak beraturannya sistem tata ruang di Jakarta. Data (16) misalnya, menggambarkan kejamnya Jakarta sehingga mereka yang di sana tak dapat berteduh di mana dan pada siapa pun kecuali pada Tuhan melalui doa.
7 7 Selain sebagai salah satu alat menyampaikan kritik terhadap keadaan sekitar, fiksimini juga memiliki fungsi bahasa lainnya mengingat wacana jenis ini mengandung sejumlah permainan bahasa. Wijana dan Rohmadi (2012:59) menyatakan bahwa pada umumnya dan mulanya, eksploitasi bahasa digunakan untuk bersenda gurau, melucu atau mengejek, serta menertawakan sesuatu yang dianggap lucu atau ironis. Akan tetapi, tidak dipungkiri pula muncul dalam modus tuturan yang lebih serius, namun nuansa jenakanya masih bisa ditangkap. Berdasarkan uraian di atas, wacana fiksimini memiliki struktur dan keterpaduan, permainan bahasa, serta fungsi bahasa yang khas dibandingkan dengan genre naratif lainnya. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk meneliti wacana fiksimini bahasa Indonesia yang ditinjau dari aspek struktur dan keterpaduan, permainan bahasa, serta fungsi bahasa yang terdapat di dalamnya. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini terdiri atas tiga pertanyaan. Ketiga pertanyaan tersebut ialah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah struktur dan keterpaduan wacana fiksimini bahasa Indonesia? 2. Bagaimanakah bentuk permainan bahasa dalam wacana fiksimini bahasa Indonesia? 3. Bagaimanakah fungsi wacana fiksimini bahasa Indonesia?
8 8 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik wacana fiksimini bahasa Indonesia. Tujuan pokok tersebut dapat diperinci menjadi tiga butir tujuan khusus sebagai berikut: 1. Menjelaskan struktur wacana fiksimini dan keterpaduan antarunsur dalam wacana fiksimini. 2. Menjelaskan bentuk permainan bahasa dalam wacana fiksimini. 3. Menjelaskan fungsi wacana fiksimini bahasa Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan dua manfaat kepada pembaca dan peneliti selanjutnnya, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis. Berikut merupakan penjabaran singkat mengenai kedua manfaat tersebut. Pertama, manfaat secara teoretis. Uraian mengenai jawaban dari ketiga rumusan masalah diharapkan dapat mengisi ketersediaan bacaan mengenai wacana fiksimini yang dalam bahasa Indonesia masih tergolong sebagai jenis wacana baru. Selain itu, bahasan tentang struktur dan keterpaduan, permainan bahasa, serta fungsi bahasa dalam wacana fiksimini bahasa Indonesia yang belum pernah dibahas pada penelitian sebelumnya diharapkan mampu berkontribusi dalam mengembangkan kajian wacana naratif. Hal itu tentu dapat memperkaya referensi bidang Semantik dan Wacana pada khususnya serta Linguistik Bahasa Indonesia pada umumnya. Terutama pada bahasan mengenai relasi makna, struktur wacana naratif, aspek kohesi wacana, permainan bahasa, dan fungsi.
9 9 Kedua, manfaat secara praktis. Penjelasan mengenai struktur, keterpaduan, permainan bahasa, dan fungsi dalam penelitian ini diharapkan membantu para fiksiminier dan penikmat fiksimini yang kesulitan dalam menulis fiksimini yang sesuai standar Selain itu, hasil temuan mengenai karakteristik wacana fiksimini dapat bermanfaat pula bagi peneliti yang menaruh minat pada kajian serupa, tetapi diaplikasikan terhadap objek dengan berdasar pada teori yang berbeda. 1.5 Tinjauan Pustaka Terdapat dua objek penelitian yang dijadikan tinjauan penghimpunan pustaka dalam penelitian ini. Keduanya yakni penelitian yang mengkaji fiksimini dan kajian terhadap wacana. Perihal fiksimini, terdapat satu penelitian kualitatif yang berjudul Produksi Pesan dan Pembentukan Theater Of Mind dalam Fiksimini di Twitter (Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Penulis Fiksimini dalam Memproduksi Pesan yang Membentuk Theater of Mind di Twitter) oleh Ariesta pada Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa dari segi ide, ide datang dari dalam individu dan dari luar individu. Selanjutnya, disimpulkan bahwa penulis fiksimini memproduksi pesan dalam fiksimini memang harus menumbuhkan theater of mind pembacanya. Penulis mengemas cerita yang menggantung agar cerita fiksimini yang notabene singkat ternyata dapat membuat pembaca berimajinasi di dalam pikirannya. Penulis fiksimini hanya memberikan bom cerita yang nantinya akan dikembangkan sendiri oleh pembacanya.
10 10 Berbanding terbalik dengan penelitian fiksimini, penelitian mengenai wacana telah banyak dilakukan dan diaplikasikan terhadap teks maupun permasalahan yang berbeda. Sedikitnya, terdapat tujuh penelitian serumpun mengenai wacana yang telah ditemukan, yakni: (1) tesis berjudul Permainan Bahasa dalam THE BIG FRIENDLY GIANT Karya Roald Dahl: Sebuah Studi Kasus pada tahun 2014 oleh Sandu; (2) pidato pengukuhan berjudul Wacana Dagadu, Permainan Bahasa, dan Ilmu Bahasa oleh Wijana pada tahun 2000; (3) disertasi Wijana (1995) berjudul Wacana Kartun dalam Bahasa Indonesia yang juga dibukukan pada tahun 2004 berjudul Kartun; (4) artikel berjudul Angka, Bilangan, dan Huruf dalam Permainan Bahasa oleh Wijana pada tahun 2000; (5) buku yang berjudul Wacana Teka-Teki oleh Wijana pada tahun 2014; (6) Im Young Ho pada tahun 2002 dalam disertasi berjudul Teka-Teki dalam Bahasa Indonesia: Sebuah Kajian Linguistik dan Pragmatik; (7) tesis berjudul Wacana Teka-Teki Humor Bahasa Indonesia: Analisis Struktur, Aspek Kebahasaan, dan Fungsi oleh Wahyuningsih pada tahun 2012; (8) skripsi berjudul Komponen Penyusun Struktur, Kohesi, dan Koherensi serta Aspek-Aspek Pragmatik dalam Wacana Tertulis pada Informasi Pelayanan Publik di Yogyakarta oleh Pertiwi pada tahun Berikut merupakan penjabaran singkat dari kedelapan penelitian tersebut. Pertama, Sandu (2014) memberi penjelasan mengenai permainan bahasa dalam cerita anak The Big Friendly Giant (TBFG) berdasarkan tiga hal, yakni (1) bentuk-bentuk permainan bahasa dalam TBFG, (2) penyimpangan pragmatik dalam TBFG, dan (3) fungsi permainan bahasa dalam TBFG. Hasil penelitian
11 11 menunjukkan bahwa permainan bahasa dalam data berbentuk penyisipan fonem, penggantian fonem pada kata maupun frasa, penghilangan fonem, persamaan bunyi vokal, konsonan, imitasi bunyi, eksploitasi analogi, ejaan dan pembentukan kata baru. Permainan bahasa dalam data juga terbukti menyebabkan penyimpangan prinsip kerjasama, prinsip kesopanan dan parameter pragmatik. Fungsi permainan bahasa yang ditemukan yaitu sebagai sarana berhumor, sebagai sarana kritik, sebagai sarana mengekspresikan suasana hati dan perasaan serta sebagai sarana mengungkapkan hal tabu. Kedua, Wijana (2003) meneliti mengenai wacana dagadu yang dipadukan dengan tiga bahasan utama, yakni tentang (1) wacana dagadu, (2) permainan bahasa dalam hidup manusia, dan (3) permainan bahasa dalam ilmu bahasa. Nilai kesamaan penelitian ini terletak pada permainan bahasanya. Melalui penelitian tersebut, ditemukan permainan bahasa pada wacana dagadu berupa plesetan yang diwujudkan dengan permainan kata, permainan kata antarbahasa, silap lidah, dan slang. Ketiga, Disertasi Wijana (1995) berjudul Wacana Kartun dalam Bahasa Indonesia yang juga dibukukan pada tahun 2004 berjudul Kartun. Secara umum, penelitian tersebut menjawab tiga persoalan, yaitu (1) penyimpangan aspek pragmatik wacana kartun, (2) pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan dalam wacana kartun, dan (3) tipe-tipe wacana kartun. Pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan yang ditemukan dalam wacana kartun meliputi aspek ortografis, aspek fonologis, ketaksaan, metonimi, hiponimi, sinonimi, antonimi, eufimisme, nama, dieksis,
12 12 kata ulang, pertalian kata dalam frasa, pertalian elemen intraklausa, konstruksi aktif pasif, pertalian antarklausa, dan pertalian antarproposisi. Keempat, Wijana (2000) menemukan bahwa permainan bahasa dapat dibangun melalui (1) ambiguitas dan (2) permainan bilangan, angka, dan huruf pada wacana humor yang mengandung unsur angka, bilangan, dan huruf. Melalui penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa ambiguitas yang terkait bersangkutan dengan kesamaan bunyi angka atau bilangan. Selain itu, dengan berbagai kelonggaran, angka, bilangan, dan huruf yang dalam pemakaian konvensional hanya mampu melambangkan satuan jumlah dan bunyi. Namun, berkat kreativitas penciptanya dapat pula digunakan untuk merepresentasikan hal-hal yang lain, seperti visualisasi lambang bunyi, lambang nama formulasi matematis, not lagu, dan frekuensi pembacaan lambang di depannya. Rupanya, rumitnya bentuk kreativitas permainan angka, bilangan, dan huruf itu banyak ditentukan oleh situasi Sosiolinguistik sebuah masyarakat. Kelima, Wijana (2014) memberikan penjabaran mengenai wacana tekateki modern terhadap empat poin, yakni (1) struktur wacana teka-teki modern Indonesia, (2) permainan bahasa dalam wacana teka-teki, (3) fungsi komunikatif wacana teka-teki remaja, dan (4) tema wacana teka-teki modern. Secara umum, struktur wacana tersebut terdiri atas persoalan dan jawaban. Selanjutnya, jenisjenis permainan bahasa yang terdapat pada wacana teka-teki modern, yakni permainan bunyi dan suku kata, permainan ejaan, permainan bentuk-bentuk berhomonim, permainan polisemi, permainan idiom, permainan personifikasi dan
13 13 perbandingan, permainan metonimi, permainan sinonimi dan antonimi, permainan hiponimi, visualisasi referen, analogi, dan entailment. Keenam, Im Young Ho (2002) menjawab tiga permasalahan perihal wacana teka-teki, yakni (1) klasifikasi teka-teki berbahasa Indonesia berdasarkan struktur dan ciri keambiguannya, (2) rumusan istilah dan pengertian teka-teki berbahasa Indonesia, dan (3) kaitan antara kelantipan dan humor dalam masingmasing jenis teka-teki. Berkenaan dengan permainan bahasa, ditemukan bahwa permainan atau manipulasi kebahasaan yang ada di dalam teka-teki juga dapat dipandang sebagai kecerdasan penutur dalam berbahasa. Hal itu merupakan wujud kemampuan seseorang dalam mengeksplorasi bahasa secara kreatif. Dengan demikian, teka-teki tidak saja menyangkut masalah verbal tetapi juga berhubungan dengan kemampuan manipulasi kebahasaan oleh penutur, yaitu munculnya kelantipan sebagai akibat adanya permainan atau manipulasi kebahasaan. Selain itu, diperoleh beberapa tipe teka-teki berdasarkan ciri keambiguitasan. Ketujuh, terdapat tiga hasil analisis terhadap wacana teka-teki humor yang telah diteliti oleh Wahyuningsih (2012), yakni struktur, aspek kebahasaan, dan fungsi humor teka-teki. Wacana teka-teki humor memanfaatkan aspek kebahasaan yang meliputi aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Pemanfaatan aspek kebahasaan erat kaitannya dengan kreativitas manusia dalam mempermainkan bahasa untuk memunculkan efek humor pada teka-teki. Ketiga, wacana teka-teki humor dapat berfungsi untuk menyindir, mengejek, membingungkan pembaca, mengacaukan pemahaman, dan memberi hiburan.
14 14 Kedelapan, penelitian Pertiwi (2013) berfokus pada Layanan informasi tertulis di tepat-tempat pelayanan publik (LITTPP). Setelah dianalisis, diperoleh simpulan bahwa wacana LITTPP memiliki aspek-aspek keseluruhan wacana, yaitu (a) unsur kohesi, baik yang gramatikal maupun yang leksikal dan (b) unsur koherensi yang mencakup berbagai hubungan makna kalimat. Aspek-aspek pragmatiknya mencakup isi informasi yang dikaitkan dengan tindak tutur. Penelitian tersebut turut menemukan pematuhan dan pelanggran terhadap prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. Penelitian Ariesta (2013) tersebut memiliki sejumlah perbedaan dengan penelitian ini. Kandati turut meneliti mengenai fiksimini, tetapi penelitian tersebut berfokus pada persepsi penulis fiksimini dalam memproduksi pesan dari segi ide dan pengemasannya hingga membentuk theater of mind. Sementara itu, penelitian ini ditujukan untuk menemukan karakteristik wacana fiksimini yang dianalisis melalui tiga hal, yakni (1) struktur dan keterpaduan antarunsur, (2) permainan bahasa, dan (3) fungsi. Sementara itu, meskipun bahasan mengenai struktur, keterpaduan, permainan bahasa, dan fungsi telah banyak diteliti oleh penelitian sebelumnya, namun diaplikasikan terhadap wacana yang berbeda. Kedelapan penelitian tersebut menjadikan jenis wacana selain fiksimini sebagai sumber data, seperti wacana dagadu, wacana kartun, wacana teka-teki, wacana berunsur angka, bilangan maupun huruf, serta wacana informasi pelayanan publik. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang meneliti wacana fiksimini yang dalam bahasa Indonesia tergolong jenis wacana baru.
15 Landasan Teori Kerangka berpikir penelitian ini secara umum dapat dikategorikan menjadi lima butir. Kelima butir teori tersebut, yakni (1) wacana fiksimini, (2) keterpaduan dalam wacana, (3) relasi makna, (4) permainan bahasa, dan (5) fungsi wacana narasi, bahasa, dan permainan bahasa. Uraian teori terhadap kelima butir tersebut ialah sebagai berikut Wacana Fiksimini Seperti yang telah disinggung pada bagian latar belakang, wacana fiksimini dalam bahasa Indonesia merupakan wacana yang relatif baru sehingga keberadaan pustaka yang memuat teori seputar fiksimini juga terbatas. Oleh karenanya, kerangka berpikir mengenai wacana fiksimini diperoleh dengan mengembangkan teori wacana narasi, hasil penelitian, dan realisasinya dalam sebagai berikut. Definisi fiksimini telah diutarakan beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai fiksimini. Nurfaidah (2014) menyatakan bahwa fiksimini (fikmin) adalah fiksi yang terdiri atas secuil kalimat. Selanjutnya, Kartika Sari dkk (2014:50) memperjelas makna secuil dengan menyebut fiksimini sebagai karya sastra 140 karakter yang berkembang di media sosial. Rani, Arifin, dan Martutik (2004:37) menyatakan bahwa berdasarkan tujuan komunikasi, wacana dapat dibedakan menjadi wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Jika dipadukan dengan pengertian di atas, maka fiksimini dapat digolongkan ke dalam wacana narasi. Rani, Arifin, dan Martutik (2004) mendefinisikan wacana narasi sebagai satu jenis wacana yang berisi cerita.
16 16 Dalam narasi terdapat unsur-unsur cerita yang penting, misalnya unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Wacana narasi pada umumnya ditujukan untuk menggerakkan aspek emosi. Dengan narasi, penerima dapat membentuk citra atau imajinasi. Mulyana (2005:48) turut menambahkan pengertian tersebut dengan menuliskan bahwa wacana naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah. Uraiannya cenderung ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting sering diberi tekanan atau diulang. Bentuk wacana naratif umumnya dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan diakhiri alinea penutup. Pada halaman berbeda, Mulyana (2005:54) menegaskan bahwa wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi. Bahasanya menganut aliran konotatif, analogis, dan multiinterpretable. Umumnya, penampilan dan rasa bahasanya dikemas secara literer atau estetis (indah). Di samping itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa karya-karya fiksi mengandung fakta, dan bahkan hampir sama dengan kenyataan. Namun, sebagaimana proses kelahiran dan sifatnya karya semacam ini tetap termasuk dalam kategori fiktif. Bahasa yang digunakan wacana fiksi umumnya mengandung asas licentia poetica (kebebasan berpuisi) dan licentia gramatika (kebebasan bergramatika). Meskipun demikian, wacana fiksimini berbeda dengan wacana naratif. Wacana naratif pada umumnya berupa cerita panjang, sementara itu wacana fiksimini hanya terdiri atas karakter maksimal sejumlah 140 saja. Kartika Sari dkk
17 17 (2014) menyatakan bahwa bentuk fiksimini berbeda dengan karya sastra pada umumnya, baik dalam bentuk fisik maupun tipe penyebarannya. Hal itu menjadi alasan bahwa karya sastra ini merupakan karya sastra jenis baru yang dianggap mendobrak jenis karya sastra lama. Kekuatan fiksimini terletak pada topik atau ide cerita yang menjadi awal pengembangannya serta pembentukan alur yang berbeda dengan karya sastra pada umumnya. Agus Noor memberi istilah menyuling cerita untuk dasar proses penulisan fiksimini. Menyuling dimaknai sebagai pemadatan cerita menjadi tolak ukur dari kekhasan. Stubbs (1983, dalam Oka dan Suparno,1994: 273) berpendapat bahwa pembedaan teks tulis dan teks lisan terletak pada panjang pendeknya teks. Wacana itu panjang, sedangkan teks mungkin sangat singkat. Istilah singkat dalam fiksimini bukan berarti tanpa ketentuan. Untuk itulah, Agus Noor (2010) menyumbangkan rambu-rambu dalam penulisan fiksimini yang dikenal sebagai 14+1 Diktum Fiksimini. Frente dan Zaputra (2015) menyatakan bahwa diktum tersebut menjadi pedoman utama dalam penulisan yang ditulis oleh salah satu owner fiksimini. Kelimabelas diktum tersebut adalah: (1) Menceritakan seluas mungkin dunia, dengan seminim mungkin kata; (2) Ibarat dalam tinju, fiksimini serupa satu pukulan yang telak dan menohok; (3) Kisahnya ibarat lubang kunci, yang justru membuat kita bisa mengintip dunia secara berbeda; (4) Bila novel membangun dunia. Cerpen menata kepingan dunia. Fiksimini mengganggunya; (5) Fiksimini yang kuat ibarat granat yang meledak dalam kepala kita; (6) Ia bisa berupa kisah sederhana, diceritakan dengan sederhana, tetapi selalu terasa ada yang tidak sederhana di
18 18 dalamnya; (7) Alurnya seperti bayangan berkelebat, tetapi membuat kita terus teringat; (8) Serupa permata mungil yang membiaskan banyak cahaya, kita terus terpesona setiapkali membacanya; (9) Seperti sebuah ciuman, fiksimini jangan terlalu sering diulang-ulang; (10) Bila puisi mengolah bahasa, fiksimini menyuling cerita, menyuling dunia; (11) Ia tak semata membuat tawa. Karna ia adalah gema tawanya; (12) Kau kira fiksimini ialah kolam kecil, tapi kau tak pernah mampu menduga kedalamanya; (13) Di ujung kisahnya: kita seperti mendapati teka-teki abadi yang tak bertepi; (14) Pelan-pelan kau menyadari, ia sebutir debu yang mampu meledakkan semesta; (15) Diktum Fiksimini terakhir: Lupakan semua diktum itu. Mulailah menulis fiksimini! Dalam fiksimini, terdapat topik. Mengenai hal tersebut, Alwi dkk (2003) menyatakan bahwa wacana yang baik mempunyai topik, yakni proposisi yang berwujud frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan. Dalam percakapan, pembicara dapat berbicara tentang sebuah topik, masingmasing berbicara tentang topik yang sama. Mengenai struktur wacana, Wijana (2014:11) menyatakan pendapat sebagai berikut. Sebuah wacana, baik dialog maupun monolog biasanya tersusun sekurang-kurangnya atas bagian-bagian yang diurutkan secara runtut menjadi tiga bagian, yakni awal, tengah, dan akhir. Bagian awal merupakan pembuka wacana, tengah merupakan isi wacana, dan akhir itu juga memiliki atau tersusun atas bagian-bagian tertentu bergantung genre wacananya. Coulthard (1994 dalam Wijana, 2014:11) menyatakan bahwa dalam wacana cerita, biasanya bagian awal adalah situasi, bagian tengah adalah problem, dan bagian akhir adalah solusinya. Wijana (2014:11) memberikan wawasan
19 19 bahwa ada banyak variasi, sebuah wacana mungkin saja hanya terdiri salah satu, atau dua bagiannya saja. Wacana teka-teki misalnya hanya terdiri atas dua bagian, yakni persoalan dan jawaban Kohesi dan Koherensi dalam Wacana Djajasudarma (2012:39) membedakan kohesi dan koherensi dengan berpendapat bahwa kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Kohesi merujuk pada perpautan bentuk, sedangkan koherensi pada pertautan makna. Djajasudarma (2010:44) mengungkapkan bahwa kohesi dan koherensi umumnya berhubungan, tetapi tidak berarti bahwa kohesi harus selalu ada agar wacana menjadi koheren. Mungkin, ada percakapan yang ditinjau dari segi katakatanya tidak kohesif, tetapi dari segi maknanya koheren. Dengan demikian, ada wacana yang kohesif dan koheren dan ada wacana yang tidak kohesif tetapi koheren sebagai akibat pemahaman yang bersifat analogi atau lokal (ruang dan waktu) atau sebagai akibat inferensi. Senada dengan hal tersebut Rani, Arifin, dan Martutik (2004:131) menyatakan bahwa proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemarkah penghubung kalimat yang digunakan. Di samping piranti kohesi, masih banyak faktor lain yang memungkinkan terciptanya koherensi itu, antara lain latar belakang pengetahuan pemakai atas bidang permasalahan (subject matter),
20 20 pengetahuan atas latar belakang budaya sosial, kemampuan membaca tentang hal-hal yang tersirat, dan lain-lain Relasi Makna Wijana (2010:27) membuka bahasan mengenai relasi makna dengan menyatakan bahwa kata tidak hanya memiliki makna untuk kata itu sendiri, baik berupa denotasi maupun konotasi. Dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain di dalam tuturan, kata-kata itu juga memberikan kontribusinya bagi unsur yang disertainya. Makna yang diberikannya tentu saja bergantung kepada unsurunsur yang didahului dan diikutinya itu, misalnya sepatu kaca berelasi bahan, sepatu adik berelasi milik, dan sepatu luar negeri berelasi asal. Dengan demikian, sebagian makna dari kata-kata itu bergantung atau ditentukan oleh konteks pemakaiannya, yakni kata-kata yang mendahului dan mengikutinya. Senada dengan hal tersebut, Djajasudarma (2013:111) menyatakan bahwa hubungan atau relasi makna adalah hubungan yang tidak kontroversi atau tidak berlawanan, tetapi mengacu pada hubungan apa yang terjadi antara unit-unit makna. Selanjutnya Djajasudarma (2013: ) membagi relasi makna menjadi dua, yakni (1) relasi makna paradigmatik dan (2) relasi makna sintagmatik. Secara garis besar, Djajasudarma (2013), Wijana (2010), Ullman (1997, dalam terjemahan Sumarsono 2012), dan Pateda (2010) memunculkan beberapa istilah makna diantaranya (1) antonimi, (2) hiponimi, (3) homonimi, (4) polisemi, (5) sinonimi, dan (6) meronimi. Penjelasan mengenai keenam istilah tersebut oleh Wijana (2010) dan Djajasudarma (2009) ialah sebagai berikut. Pertama, antonimi adalah perlawanan
21 21 makna. Kedua, hiponimi adalah hubungan makna yang mengandung pengertian hierarki. Ketiga, homonimi adalah dua kata atau lebih yang secara kebetulan memiliki ucapan yang sama. Keempat, polisemi adalah leksem yang memiliki berbagai macam kemungkinan makna dan makna-makna itu satu sama lainnya berhubungan. Kelima, sinonimi adalah persamaan makna. Keenam, meronimi adalah hubungan inklusi, unsur leksikal menggambarkan hubungan bagiankeseluruhan Permainan Bahasa Teori permainan bahasa dalam penelitian ini berpijak pada Language Play milik David Crystal. Crystal (1998: 1) menyatakan bahwa kita dapat bermain dengan bahasa sebagai sumber hiburan. Dengan mengambil beberapa aspek kebahasaan, seperti kata, frasa, kalimat, bagian kata, kelompok bunyi, urutan huruf, dan mengubahnya menjadi bentuk tak biasa. Hal tersebut berimbas pada pembelokan dan perombakan aturan kebahasaan. Dan jika seseorang bertanya tentang alasan melakukannya, sederhana saja: hanya untuk hiburan. Crystal (1998:9 10) mempertegas pandangannya terhadap permainan bahasa dengan menambahkan bahwa beberapa aspek struktur linguistik disediakan untuk menjadi fokus permainan bahasa. Kita dapat mengubah pelafalan, kaidah penulisan, tata bahasa, kosakata, dan pola dari wacana tulis maupun lisan ataupun kombinasi dari kesemuanya. Bentuk yang tak biasa menunjukkan gejala yang oleh Pateda (2010: ) disebut sebagai bentuk yang diplesetkan. Gejala bentuk yang diplesetkan
22 22 menarik untuk dibicarakan, terutama diihat dari segi makna dan pesan yang disampaikan. Bentuk yang diplesetkan merupakan tindak kesewenang-wenangan pemakai bahasa untuk menggunakan lambang tertentu yang tentu saja ingin memaknakan sesuatu. Selanjutnya Heryanto (1995) mengatakan bahwa plesetan dapat digambarkan sebagai kegiatan berbahasa yang mengutamakan atau memanfaatkan secara maksimal pembentukan berbagai pernyataan dan aneka makna yang dimungkinkan oleh sifat sewenang-wenang pada kaitan pertandamakna-realitas empirik. Dalam hubungan dengan istilah bentuk yang diplesetkan, beliau membaginya menjadi tiga sebagai berikut. a. Jenis plesetan untuk plesetan itu sendiri. Penekanan pada jenis ini adalah terjadinya kenikmatan bermain-main bahasa di dalam bahasa itu sendiri tanpa mempedulikan kaitannya dengan dunia di luar bahasa. b. Jenis plesetan alternatif. Plesetan yang mengajukan sebuah penalaran atau acuan alternatif terhadap yang sudah atau sedang lazim dalam masyarakat. c. Jenis plesetan oposisi karena memberikan nalar dan acuan yang secara konfrontatif bertubrukan atau menjungkirbalikkan apa yang sudah atau sedang lazim dalam masyarakat. Plesetan jenis ini bukan sekedar menggantikan satu tanda atau makna dengan tanda atau makna lain, tetapi menjungkirbalikkan nilai perlawanan frontal terhadap tanda atau makna yang telah ada. Teori tentang plesetan juga disampaikan oleh Wijana (2003:7) dengan mengatakan bahwa plesetan adalah permainan bahasa dalam arti yang seluasluasnya. Tidak ada satu kata atau istilah bahasa Inggris yang dapat dipadankan dengan plesetan orang Jawa. Hal ini disebabkan karena konsep yang
23 23 dikandungnya meliputi berbagai penyimpangan, seperti penyimpangan elemen fonologis dan gramatikal, kekacauan hubungan bentuk dan makna, reinterpretasi pemakaian kata-kata dan frase, dan berbagai bentuk penggunaan yang tak semestinya. Adapun jenis-jenis permainan bahasa menurut Wijana (2003) meliputi permainan kata, permainan kata antar bahasa, malapropisme, silap lidah, slang. Pada kajian terkini, Wijana (2014) memaparkan permainan bahasa yang memanfaatkan permainan bunyi dan suku kata, permainan ejaan, permainan bentuk-bentuk berhomonim, permainan polisemi, permainan idiom, permainan personifikasi dan perbandingan, permainan metonimi, permainan sinonimi dan antonimi, permainan hiponimi, visualisasi referen, analogi, dan entailment. Selain pelanggaran aturan terhadap aspek kebahasaan, Wijana (2000) juga menambahkan bahwa permainan bahasa dapat dibentuk dari permainan angka, bilangan, dan huruf. Angka dalam permainan bahasa dapat merupakan representasi berbagai hal, yakni sebagai representasi kata atau bagian kata Indonesia, sebagai representasi kata bahasa Inggris, angka sebagai visualisasi lambang bunyi, sebagai representasi not lagu, sebagai representasi formula satuan matematis, dan sebagai representasi frekuensi pembacaan. Selanjutnya, bilangan dapat berwujud sebagai bagian dari kata bahasa lain. Sementara itu, terdapat dua hal yang berkaitan dengan permainan huruf, yakni merepresentasikan nama huruf dan nama huruf merepresentasikan lambang. Dalam menentukan bentuk-bentuk permainan bahasa pada wacana fiksimini, digunakan konsep pemanfaatan aspek kebahasaan pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
24 Fungsi Wacana Narasi, Bahasa, dan Permainan Bahasa Rani, Arifin, dan Martutik (2004:45) menyatakan bahwa wacana narasi pada umumnya ditujukan untuk menggerakkan aspek emosi. Dengan narasi, penerima dapat membentuk citra atau imajinasi. Sudaryanto (1990:65 97) menyebut tiga fungsi bahasa berdasarkan beberapa pendapat ahli sebagai berikut. a. Fungsi Ideasional Menurut Halliday, manakala kita menggunakan bahasa maka bahasa itu digunakan untuk menggambarkan pengalaman kita. Pengalaman kita tentang apa? Pengalaman kita tentang proses-proses, tentang orang-orang, tentang objek-objek, tentang abstraksi-abstraksi, tentang kualitas, keadaan, dan hubungan-hubungan dunia sekitar kita dan dunia di dalam kita. b. Fungsi Interpersonal Djajasudarma (2012: 96) menyatakan bahwa interpersonal menyangkut fungsi ekspresi dan pengaruhnya terhadap partisipan dan pesapa. c. Fungsi Tekstual Satuan dasar bahasa dalam penggunaan, pada hemat Halliday, bukan kata atau kalimat melainkkan teks, dan unsur tekstual dalam bahasa adalah seperangkat pilihan yang dengan cara itu memungkinkan pembicara atau penulis menciptakan teks-teks untuk menggunakan bahasa dengan jalan yang relevan dengan konteksnya. Klausa dalam fungsi diorganisasi atau ditata sebagai amanat atau pesan; sehingga di samping struktur dalam transivitasnya dan dalam modalitasnya
25 25 klausa itu juga memiliki struktur sebagai amanat, yang dikenal sebagai struktur tematik. Fungsi wacana dalam kaitannya terhadap bahasa dan permainannya, dapat diketahui setelah benar-benar menelaah data yang ada. Wijana (2014:63 76) menyebut tujuh fungsi komunikatif wacana teka-teki, yaitu (1) untuk bercanda, (2) untuk mengejek lawan bicara, (3) untuk mengkritik, (4) untuk menyombongkan diri, (5) untuk bergaya, (6) untuk mempelajari ilmu pengetahuan, dan (7) untuk menguji kecerdasan dan ketelitian. Di samping itu, Jakobson (1960 dalam Chaer dan Leonie, 2004:15 17) membagi fungsi bahasa menjadi enam, yakni (1) fungsi emotif, (2) fungsi retorikal atau konatif, (3) fungsi fatik, (4) fungsi kognitif atau referensial, (5) fungsi metalingual atau metalinguistik, dan (6) fungsi puitik atau poetic speech. Berikut merupakan penjelasan mengenai keenam fungsi bahasa berdasarkan pendapat Jakobson tersebut. Pertama, dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi yang oleh Jakobson disebut fungsi emotif. Maksudnya, penutur mempunyai sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini, pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah atau gembira. Kedua, dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi mengatur tingkah laku pendengar yang oleh Jakobson disebut sebagai fungsi retorikal atau fungsi konatif. Di sini, bahasa tidak hanya membuat si
26 26 pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimaui si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan. Ketiga, bila dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa berfungsi fatik. Fungsi fatik dimaknai sebagai fungsi untuk menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap seperti pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca atau menanyakan keadaan keluarga. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapannya tidak dapat diartikan atau diterjemahkan secara harfiah. Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak-gerik ktangan, air muka, dan kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersebut yang disertai unsur paralinguistik tidak mempunyai arti dalam memberikan informasi, tetapi membangun kontak sosial antara para partisipan di dalam penuturan itu. Keempat, bila dilihat dari segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi kognitif. Bahasa itu berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi inilah yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu menyatakan bagaimana pendapat si penutur tentang dunia di sekelilingnya. Kelima, apabila dilihat dari kode yang digunakan, maka bahasa itu berfungsi metalingual atau metalinguistik, yakni membicarakan bahasa itu sendiri. Dalam fungsinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan
27 27 bahasa. hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidahkaidah atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa. Keenam, bahasa itu berfungsi sebagai poetic speech. Sesungguhnya, bahasa itu digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, baik sebenarnnya, maupun yang hanya imajinasi (khayalan, rekaan) saja. Fungsi ini biasanya digunakan untuk kesenangan penutur, maupun para pendengarnya. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan wacana fiksimini sebagai objek penelitian. Data penelitian ini berupa tweet fiksimini dari para fiksiminier yang di-retweet dalam Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah sumber data tertulis. Sumber data tertulis yang dimaksud berupa twitter dari Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik catat. Selanjutnya, pembatasan data penelitian dilakukan dengan mengambil data melalui akun mulai 4 Juni hingga 3 November Selain itu, data yang diambil hanya untuk keperluan menjawab tiga rumusan masalah yang diajukan semata. Setelah data berhasil terhimpun, dilakukan analisis terhadap tiga plot. Pertama, struktur wacana fiksimini dan hubungan keterpaduan antarunsur dalam wacana fiksimini. Kedua, karakteristik permainan bahasa dalam wacana fiksimini. Ketiga, fungsi bahasa wacana fiksimini bahasa Indonesia. Ketiga tindakan tersebut dilakukan secara bertahap dan berurutan.
28 28 Sudaryanto (1993:6) menyatakan bahwa analisis dimulai tepat pada saat penyediaan data tertentu yang relevan selesai dilakukan; dan analisis yang sama diakhiri atau boleh dipandang berakhir mana kala kaidah yang berkenaan dengan objek yang menjadi masalah itu telah ditemukan. Hasil analisis data meliputi empat aspek, yakni: (1) struktur wacana dan hubungan keterpaduan antarunsur dalam wacana fiksimini; (2) permainan bahasa dalam wacana fiksimini bahasa Indonesia; dan (3) fungsi wacana fiksimini bahasa Indonesia. Ketiga hasil analisis data berupa penjelasan mengenai karakteristik wacana fiksimini bahasa Indonesia yan disajikan menggunakan uraian kata. 1.8 Sistematika Penyajian Uraian pada penelitian ini dibagi atas enam bab. Keenam bab tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama, bab I. Bab I terdiri atas delapan butir. Kedelapan butir tersebut, yakni (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) tinjauan pustaka, (6) telaah teori, (7) metode penelitian, dan (8) sistematika penyajian. Kedua, bab II berisi uraian untuk menjawab rumusan masalah pertama, yakni mengenai struktur wacana fiksimini dan hubungan keterpaduan antarunsur dalam wacana fiksimini bahasa Indonesia. Ketiga, bab III berisi uraian karakteristik bentuk permainan bahasa dalam wacana fiksimini. Kelima, bab IV berisi tentang uraian mengenai fungsi wacana fiksimini bahasa Indonesia.
29 29 Keenam, bab V berisi dua butir, yakni simpulan dan saran. Simpulan dan saran yang disampaikan seputar hasil penelitian mengenai wacana fiksimini bahasa Indonesia.
BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana
BAB V PENUTUP Bab V ini memuat dua aspek, yakni (1) simpulan dan (2) saran. Kedua aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 5.1 Simpulan Sesuai dengan jumlah masalah yang telah dirumuskan, simpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang selanjutnya disebut WPP yang terdapat di surat kabar Minggu Pagi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian mengenai wacana Plesetan Pantun yang selanjutnya disebut WPP yang terdapat di surat kabar Minggu Pagi. Penelitian mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra
Lebih terperinciKOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI
KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciWACANA FIKSIMINI BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTUR, KETERPADUAN, PERMAINAN BAHASA, DAN FUNGSI
WACANA FIKSIMINI BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTUR, KETERPADUAN, PERMAINAN BAHASA, DAN FUNGSI Cicik Tri Jayanti Universitas Trunojoyo Madura Abstract: This study is aimed to describe the characteristics
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Bab terakhir dalam tesis ini adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
BAB V PENUTUP Bab terakhir dalam tesis ini adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Simpulan berisi hasil akhir dari penelitian ini. Sementara saran berisi anjuran penulis terhadap penelitian-penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Wijana, 2011:1). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia atau tulisan sebagai representasi ujaran itu (Wijana, 2011:1).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut
Lebih terperinciPRATIWI AMALLIYAH A
KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS
KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan
Lebih terperinciBAHASA INDONESIA KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS
BAHASA INDONESIA Modul ke: KARAKTERISTIK BAHASA INDONESIA Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Drs. SUMARDI, M. Pd Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id A. Pengertian Bahasa 1. Bloch & Trager Bahasa adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi
1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai
Lebih terperinciB AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks
Lebih terperinciANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER
ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tiga Semprul Mengejar Surga (TSMS). TSMS merupakan tayangan komedi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini membahas aspek-aspek humor yang digunakan pada tayangan Tiga Semprul Mengejar Surga (TSMS). TSMS merupakan tayangan komedi berbentuk sinetron
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan
Lebih terperinciANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI
ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
224 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berlandaskan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV diperoleh simpulan yang berkaitan dengan struktur, fungsi, dan makna teks anekdot siswa kelas
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahasa di dalam masyarakat untuk wujud pemakaian bahasa berupa kata, frase, klausa, dan kalimat. Oleh sebab itu, perkembangan bahasa terjadi pada tataran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang memiliki peran sangat penting untuk diajarkan dalam kehidupan manusia. Dengan keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti morfem, kata, kelompok kata, kalusa, kalimat. Satuan-satuan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi pada dasarnya tidak dapat ditafsirkan secara terpisah, karena dalam bahasa mempunyai satuan-satuan seperti morfem, kata,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan baik untuk memenuhi kepentingan mereka, baik secara individu maupun kelompok.
Lebih terperinciDIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN
1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan isi pikiranya kepada orang lain. Bahasa memiliki komponen penting yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting bagi masyarakat. Dengan bahasa seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain, serta menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk melangsungkan kehidupannya. Bahasa sangat penting untuk melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan baik. Sarana itu berupa bahasa. Dengan bahasa. (Keraf, 2004: 19). Bahasa dan penggunaannya mencakup aktivitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan alat komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana agar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu. Dalam kegiatan komunikasi, katakata dijalin satukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai wacana sangat menarik untuk dilakukan terutama mengenai analisis wacana. Analisis wacana dapat berupa kajian untuk membahas dan menginterpretasi
Lebih terperinciPENANDA KOHESI SUBSTITUSI PADA NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA
PENANDA KOHESI SUBSTITUSI PADA NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh :
Lebih terperinciANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)
ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa
Lebih terperinciPENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007
PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di masyarakat. Bahasa adalah alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Bahasa sebagai lambang mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2003:xx). Humor ada dan berkembang di semua lapisan masyarakat. Selain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Humor merupakan rangsangan verbal dan atau visual yang secara spontan memancing senyum dan tawa pendengar atau orang yang melihatnya (Wijana, 2003:xx). Humor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.
Lebih terperinciPENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009
PENANDA KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA TAJUK RENCANA SURAT KABAR SEPUTAR INDONESIA EDISI MARET 2009 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I PEndidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raydinda Nacita Ramadhani, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia politik senantiasa menjadi sorotan publik. Hal-hal yang terjadi di dunia politik kerap menimbulkan pro dan kontra. Pro dan kontra yang timbul tertuang baik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mentransformasikan berbagai ide dan gagasan yang ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan atau tulis. Kedua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik, bahasa selalu muncul dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk. konvensi (kesepakatan) dari masyarakat pemakai bahasa tersebut.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Sebagai makhluk sosial, dorongan untuk berkomunikasi muncul dari keinginan manusia untuk dapat berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pertelevisian merupakan dunia yang sangat cepat berkembang. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang ditayangkan selama dua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,
Lebih terperinciANALISIS TINDAK TUTUR PADA WACANA STIKER PLESETAN
ANALISIS TINDAK TUTUR PADA WACANA STIKER PLESETAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Diajukan oleh:
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Pemilihan kata akan dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam sepanjang hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,
Lebih terperinciBAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
BAB 6 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab 6 berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi. Untuk itu, pertama akan dipaparkan mengenai simpulan hasil penelitian novel dan film 99 Cahaya di Langit Eropa
Lebih terperinci90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa
90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk Program Bahasa ini berorientasi pada hakikat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia.tanpa bahasa kehidupan manusia akan lumpuh dalam komunikasi atau beinteraksi antarindividu maupun kelompok.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deskripsi atau pemerian merupakan sebuah bentuk tulisan yang bertalian dengan usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang dibicarakan.
Lebih terperinciKOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI
KOHESI GRAMATIKAL ANTARKALIMAT DAN ANTARPARAGRAF DALAM KARANGAN ARGUMENTASI KELAS X SMA NEGERI I SUKODONO KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah
1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini peneliti memaparkan mengenai latar belakang masalah yang dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah tersebut peneliti rumuskan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Keahlian itu sangat ditekankan pada arah dan tujuan pembentukan emosional. Seseorang
Lebih terperinciKAJIAN REPETISI PADA CERPEN PERJAMUAN MALAIKAT KARYA AFIFAH AFRA. SKRIPSI
KAJIAN REPETISI PADA CERPEN PERJAMUAN MALAIKAT KARYA AFIFAH AFRA. SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Perstaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Akronim dan singkatan menjamur dalam bahasa Indonesia saat ini serta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akronim dan singkatan menjamur dalam bahasa Indonesia saat ini serta penggunaannya pun tidak dapat dimungkiri lagi dalam masyarakat kita. Akronim merupakan proses pembentukan
Lebih terperinci: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul
Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan
Lebih terperinci