II. TINJAUAN PUSTAKA. meninggalkan bumi R l : Radiasi gelombang panjang yang datang. meninggalkan bumi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. meninggalkan bumi R l : Radiasi gelombang panjang yang datang. meninggalkan bumi"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Iklim Mikro Hutan Pengamatan terhadap karakterisitk iklim mikro meliputi pengukuran terhadap unsur atau variabel pembentuk iklim mikro hutan. Faktor iklim dalam kanopi sangat dipengaruhi oleh karakteristik kanopi itu sendiri. Keadaan iklim mikro kanopi terdiri dari radiasi surya, curah hujan, suhu udara, kelembaban nisbi dan gerak angin Radiasi Surya Permukaan matahari dengan suhu sekitar 6000 K akan memancarkan radiasi sebesar 73,5 juta W/m 2. Radiasi yang sampai di puncak atmosfer rata-rata 1360 W/m 2, hanya sekitar 50 % saja yang diserap oleh permukaan bumi, 20 % diserap oleh air dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan 30 % dipantulkan oleh permukaan bumi, awan dan atmosfer (Handoko 1993). Energi matahari yang jatuh pada permukaan bumi berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat dengan kecepatan cahaya. Panjang gelombang radiasi matahari berbentuk spektrum elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang mulai dari satuan Angstrom sampai ratusan meter. Spektrum matahari biasanya dibagi menjadi beberapa nilai panjang gelombang seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penggolongan radiasi matahari menurut panjang gelombang. Panjang gelombang Jenis radiasi < µm Sinar x dan γ µm µm Ultraviolet jauh µm µm Ultraviolet menengah µm µm Ultraviolet dekat µm µm Cahaya tampak µm µm Inframerah dekat 1.5 µm µm Inframerah menengah 5.6 µm µm Inframerah jauh > 1000 µm Gel. Mikro dan radio Sumber : Tjasyono hlm 59 Energi matahari disebarkan dan disimpan dalam bentuk termal, mekanikal atau kimia, energi gelombang pendek (matahari) dan energi gelombang panjang (terestrial/bumi). Beberapa faktor yang menentukan besarnya radiasi yang datang adalah tingkat keawanan, tinggi matahari dan kondisi atmosfer. Tingkat keawanan dan tinggi matahari (atau sudut datang matahari) merupakan faktor utama yang menentukan variasi besarnya radiasi yang datang di bumi (Kondratyev 1969) Radiasi Netto Radiasi netto merupakan selisih antara energi radiasi yang diserap (diabsopsi) dan yang dipancarkan oleh permukaan bawah, oleh atmosfer atau oleh sistem bumi-atmosfer (Kondratyev 1969). Pemanasan atmosfer terjadi terutama ditentukan oleh jumlah radiasi yang diterima oleh permukaan dan respon permukaan terhadap radiasi yang diterima. Radiasi netto dari suatu permukaan terdiri dari radiasi langsung (direct) dan radiasi baur (diffuse) serta dari pancaran atmosfer yang diserap dan ditahan oleh suatu permukaan setelah kehilangan panas akibat emisi termal dari permukaan itu. Persamaan neraca energi bumi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut. R n = R s - R s + R l - R l... (1) dengan : R n : Radiasi netto R s : Radiasi gelombang pendek yang datang R s : Radiasi gelombang pendek yang meninggalkan bumi R l : Radiasi gelombang panjang yang datang R l : Radiasi gelombang panjang yang meninggalkan bumi Curah Hujan Presipitasi didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi (Tjasyono 1999). Dalam kanopi hutan, hujan akan mengalami penyerapan hujan yang disebut intersepsi. Intersepsi sangat dipengaruhi oleh karakteristik kanopi hutan. Pengukuran curah hujan untuk hutan alam dilakukan dengan menghitung curah hujan sebelum terjadinya intersepsi oleh kanopi hutan Suhu Suhu merupakan energi kinetik rata-rata molekul-molekul udara suatu sistem tertentu. Pengukuran suhu diperlukan untuk mengetahui hubungan antara sumber energi dan pengaruhnya terhadap sistem tersebut. Profil suhu sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi secara diurnal pada suatu permukaan. Pengukuran suhu dalam pengamatan iklim mikro hutan adalah pengukuran suhu udara dan suhu tanah. Suhu udara yang terukur merupakan suhu puncak kanopi, suhu dari atmosfer dan suhu dari dalam kanopi. 2

2 2.1.5 Angin Angin ialah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Angin disebabkan oleh perbedaan tekanan atmosfer antara tempat yang satu dengan tempat yang lain. Udara bergerak dari tempat yang mempunyai tekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah. Angin merupakan besaran vektor sehingga dinyatakan dalam arah dan laju. Kecepatan angin dinyatakan dalam satuan m/detik, km/jam, mil/jam atau knot. Pengukuran terhadap parameter angin meliputi pengukuran kecepatan angin dan arah angin Kelembaban Udaraa Udara merupakan campuran antara udara kering dan uap air. Salah satu caraa untuk menyatakann jumlah air di udara adalah dengan menentukann kelembaban. Kelembaban nisbi (RH) merupakan perbandingan antaraa nisbah percampuran (r) dengann nilai jenuhnya (rs) dan dinyatakan dalam persen (%).... (2) Dengan : r : Nisbah percampuran (mixing ratio) rs : Nisbah percampuran jenuh e : Tekanan uap parsial es : Tekanan uap jenuh 2.2 Interaksi Cahaya (Radiasi Matahari) dengann Kanopi Tanaman Cahayaa matahari atau radiasi gelombang pendek merupakan sumber energi utama untuk tumbuh-tumbuhan. Radiasi gelombang panjang juga merupakan faktor penting dalam keseimbangan energi di siang hari. Radiasi gelombang panjang merupakan komponen utama keseimbangan energi di malam hari. Di dalam kanopi tanaman, radiasi mempunyai peran penting dalam pemanasann dan fotosintesis. Selain itu, radiasi juga berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Transfer radiasi dalam kanopi tanaman merupakan hal yang sangat rumit. Terdapat sejumlah besar penyerapan, pemantulan, transmisi dan emisi radiasi internal di dalam kanopi Cahaya dan PAR Cahayaa matahari memiliki spektrum yang sangat luas. PAR atau Photosynthetically Active Radiation adalah salah satu bagian dari spektrum radiasi matahari yang termasuk dalam cahaya tampak ( nm ). Dengan adanya PAR ini tanaman tampak berwarna hijau bagi manusia karena pemantulan terbesar padaa spektrum sinar berwarna hijau (550 nm). a. Cahayaa Cahaya merupakan faktor yang sangat penting bagi tanaman. Cahaya tampak (visible light) penting bagi tanaman karena sangat berkaitan erat dengan fluks fotosintesiss ( nm). Cahaya dengan panjang gelombang selain fluks fotosintesis juga penting untuk tanaman. Misalnya cahaya inframerah jauh (far-red light, nm) mempengaruhi morfogenesis. Selain itu, sinar ultraviolet dapat membahayakan tanaman (Tang 1997 diacu dalam Prasad 1997). b. Incident PAR Incident PAR adalah sejumlah PAR yang datang pada puncak atmosfer. Jumlah PAR yang berada di puncak kanopi bervariasi tergantung letak lintang dan topografi, variasi diurnal akibat perbedaan sudut datang matahari, variasi penutupan awan dan gangguan atmosfer. c. Intercepted PAR (IPAR), absorbed PAR (APAR), dan Fractional PAR (fpar) Intercepted PAR (IPAR) adalah sejumlah PAR yang ditangkap oleh lapisan kanopi sebagai incident PAR pada kanopi yang terus menembus lapisan kanopi hingga ke tanah. Absorbed PAR (APAR) adalah jumlah PAR yang diserap kanopi sesungguhnya setelah dikurangi Reflected PAR. Fractional PAR (fpar) membagi incident PAR ke dalam intercepted (fipar) atau absorbed (fapar) d. Instantaneous fapar, average daily fapar dan integrated APAR Penyerapan PAR oleh kanopi tanaman yang terjadi pada proses sesaat atau proses yang berlangsung cepat dengan variasi bergantung hari dan secara musiman bergantung tahun Emisi Setiap permukaan di permukaan bumi akan mengemisikan atau memantulkan radiasi yang diterimanya. Berdasarkan Hukum Planck, setiap objek akan mengemisikan radiasi elektromagnet jika permukaannya memiliki suhuu diatas suhu absolut yaitu 0 K Distribusi cahaya dalam kanopi Cahaya dalam kanopi tanamann akan mengalami penyerapan (absorpsi), penerusan (transmisi) dan pemantulan (refleksi). Pola penyerapan, penerusan dan pemantulan cahaya untuk kebanyakann suatu permukaan 3

3 daun hijau dibedakan dalam tiga wilayah panjang gelombang, yaitu tampak ( nm), Inframerah dekat ( nm) dan inframerah menengah (> 1500) (Lihat Tabel 2.1). Pembagian energi cahaya dalam penyerapan, penerusan dan pemantulan tergantung pada: 1. Struktur bagian dalam daun (kanopi) 2. Sifat permukaan daun (kanopi), termasuk didalamnya adalah kekasaran permukaan daun dan sifat daun. 3. Morfologi dan fisiologi daun. Sifat optis daun sangat diperlukan khususnya dalam interpretasi pemrosesan data penginderaan jauh (Nilson 1991;Vogelmann 199 dalam Tang 1997 diacu dalam Prasad 1997) Intersepsi Radiasi Incident PAR yang terjadi pada puncak kanopi dapat ditentukan dengan menentukan profil radiasi di dalam kanopi tanaman yang terpengaruh oleh struktur kanopi. Karakteristik radiasi ini bergantung pada berbagai macam sifat kanopi dan permukaan dasarnya. Pada level tertentu di dalam sebuah kanopi, radiasi matahari yang datang (radiasi langsung dan radiasi baur) sangat bergantung pada sifat horizontal. Hal ini disebabkan karena adanya sunfleck (bintik cahaya) dan bayangan pada wilayah peralihan yang disebut dengan penumbra antara dua lapisan kanopi. a. Absorpsi Tanaman melakukan proses absorpsi atau penyerapan dan perubahan energi pada pigmen-pigmen khusus yang kompleks. Pigmen-pigmen ini berada di daerah hydrophobic pada membran fotosintesis (Boardman et al ; Thomber et al diacu dalam Foyer 198). Penyerapan cahaya oleh daun sangat bervariasi bergantung pada karakteristik daun. Pada umumnya, sebuah daun dapat menyerap % cahaya yang datang. Hampir semua UV diserap oleh kulit terluar dari lapisan epidermis pada daun. Penyerapan cahaya dilakukan oleh klorofil tanaman pada membran fotosintesis dibantu dengan pigmen klorofil-a dan pigmen klorofil-b. Setiap organisme yang melakukan fotosintesis, minimal memiliki satu jenis molekul klorofil. Tumbuhan tingkat tinggi mengandung klorofil-a dan klorofil-b. Klorofil ini mengandung membran fotosintesis yang mengabsorpsi dan mendorong penyaluran energi ke tempat berlangsungnya proses photochemistry (proses kimia dalam fotosintesis yang memerlukan cahaya). Kegiatan ini disebut sebagai pemanenan energi cahaya Pemanenan cahaya ini melibatkan suatu sistem kompleks yang disebut antenna system. Sistem ini memiliki beberapa tipe pigmen pengabsorpsi cahaya. Setiap pigmen ini memiliki kemampuan mengabsorpsi cahaya secara maksimal pada panjang gelombang tertentu sehingga sistem ini mampu untuk menyerap semua jenis panjang gelombang yang dibutuhkan (Foyer 198). Pada beberapa kondisi, fotosintesis tanaman dibatasi oleh kapasitas proses difusi, karena selang transisi cover memiliki selang yang besar dari intensitas radiasi dan karena beberapa daun dibuka untuk penjenuhan intensitas radiasi sepanjang hari. Jumlah dari pembuangan radiasi oleh pembukaan daun sampai penjenuhan intensitas cahaya adalah fungsi dari penyusunan daun, sudut surya dan intensitas radiasi. Menurut hukum Beer-Lambert penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh spesies-spesies tertentu dapat ditentukan menggunakan koefisien penyerapan yang disebut k. Koefisien k ini juga disebut sebagai koefisien pemadaman. Ketika kita menganggap sebuah cahaya monokromatik (cahaya dengan panjang gelombang tertentu) melewati suatu larutan yang berisi sebaran substansi pada sebuah larutan yang tidak terlarut, maka kuantitas dari cahaya (A λ ) akan terserap oleh substansi tersebut. Substansi ini memiliki kemampuan menyerap kuantitas cahaya bergantung pada kerapatannya (c). Selain substansi larutan, panjang bagian cahaya yang melewati larutan (b) tersebut juga akan mempengaruhi penyerapan kuantitas cahaya.... (3) Dengan I o adalah kerapatan cahaya dari cahaya yang datang dan I adalah kerapatan cahaya setelah melewati suatu halangan (larutan). Persamaan ini dikenal sebagai hukum Beer dan juga digunakan sebagai dasar hukum Beer-Lambert. Ketika sebuah sinar monokromatik I o melewati medium yang homogen, dapat diketahui nilai I berdasarkan persamaan sebelumnya yaitu :... () Penyerapan cahaya dalam kanopi tanaman terjadi secara eksponensial, bergantung pada jumlah total daun. Berdasarkan Monsi dan Saeki (1953) dalam

4 Tang diacu dalam Prasad (1997) terhadap modifikasi Hukum Beer-Lambert, rata-rata perubahan kerapatan energi cahaya (I) pada sebuah permukaan horizontal dibawah lapisan daun tertentu dapat diterangkan dengan :... (5) I o merupakan kerapatan cahaya pada lapisan puncak kanopi. k merupakan koefisien pemadaman yaitu parameter dari sifat daun. LAI (Leaf Area Index/Indeks Luas Daun) merupakan perbandingan antara luasan tajuk dengan luas pernukaan tanah. b. Refleksi dan Transmisi Sinar tampak umumnya sedikit dipantulkan oleh daun, yaitu sekitar 6 hingga 10 % dari cahaya yang datang (Walter-shea dan Norman 1991 dalam Tang 1997 diacu dalam Prasad 1997). Beberapa jenis daun di daerah beriklim hangat dan pada hutan hujan tropis, pemantulan dapat terjadi mencapai 15 % pada sinar tampak. Terdapat nilai reflektansi tinggi pada panjang gelombang hijau (hingga %). Sedangkan sinar UV sedikit dipantulkan oleh daun (3%). Pemantulan sinar inframerah (kira-kira sebesar 70 %) memberikan informasi penting terhadap keadaan dari daun atau kanopi tersebut. Transmisi pada daun tunggal sangat bervariasi dari < 3 % hingga mencapai 0 % dari cahaya yang datang. Daun yang lunak, lentur dan tipis memiliki transmisivitas yang lebih tinggi dibandingkan daun yang keras, kasar dan tebal. Namun, secara relatif sinar tampak sedikit ditransmisikan oleh daun hijau. Transmisi cahaya oleh daun mempunyai nilai yang kecil pada spektrum panjang gelombang hijau karena sebagian besar cahaya ini dipantulkan oleh daun. 2.3 Hubungan antara Penyerapan Radiasi dengan Indeks Vegetasi Fraksi penyerapan PAR oleh jaringan tanaman dalam suatu kanopi (fraction of Absorbed Photosynthetically Active Radiotion/fAPAR) tergantung dari luasan incident radiasi, struktur dan sifat optik kanopi, serta nilai reflektansi dari sifat latar belakang tanah (Myneni and Williams 199). Perkiraan perhitungan fapar membutuhkan gabungan dari penyerapan spectral pada interval panjang gelombang µm (Myneni et al diacu dalam Myneni and Williams 199). Masih menurut Myneni dan Williams (199), pada kenyataannya minimal terdapat lima band dalam interval µm pada penyerapan oleh atmosfer kurang dari 10%. Rata-rata 90 % PAR yang diterima langsung oleh tanaman memilki tiga band µm, µm dan µm (dengan masing-masing berturutturut adalah 38%, 20% dan 32%). Kontribusi band-band ini pada fapar rata-rata adalah 0.35, 0.15 dan Dengan tersedianya band ini, fapar yang terukur dapat merepresentasikan nilai 90% pada tanaman aslinya. Lebih lanjut ditambahkan oleh Myneni dan Williams (199) bahwa fapar dapat mencapai 95 % sesuai aslinya apabila terdapat band µm. Menurut mereka, hasil ini merupakan pengukuran terbaik pada perkiraan total fapar yang diserap oleh tanaman. Berdasarkan hubungan tersebut dapat diketahui bahwa penyerapan radiasi (fapar) dapat diukur berdasarkan nilai panjang gelombang yang dipancarkan oleh tanaman yaitu melalui suatu indeks vegetasi. Namun Myneni dan Williams (199) menambahkan bahwa meskipun fapar secara fungsional berhubungan dengan nilai total indeks luas daun yang direpresentasikan melalui NDVI, untuk berbagai parameter (misal : nilai reflektansi tanah) pengaruhnya sangat berbeda. 2. Leaf Area Index (LAI) Pendugaan LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert juga dikenal sebagai pendekatan optik. Pendekatan Beer-Lambert membandingkan intensitas radiasi surya pada dua ketinggian yang berbeda dan menunjukkan penetrasi di dalam tajuk tumbuhan yang merupakan fungsi ketinggian tajuk dan dinyatakan dalam akumulasi indeks luas daun. Menurut Monsi dan Saeki (1953) diacu dalam Rosenberg et al. (1983) Hukum Beer- Lambert mengasumsikan bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen, semua radiasi yang datang langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik dan nilai koefisien pemadaman (k) adalah konstan. Asumsi tersebut memang sukar dipenuhi karena adanya sifat tajuk tumbuhan secara alamiah yang bersifat heterogen. Selain pendekatan secara optik menggunakan hukum Beer-Lambert, LAI dapat diduga dengan menggunakan citra satelit. Pendugaan LAI didasarkan pada pantulan dari kanopi vegetasi. Intensitas pantulan tergantung pada panjang gelombang yang digunakan dan tiga komponen vegetasi yaitu daun, substrat dan bayangan. 5

5 Gambar 2.1. Hubungan antara LAI dengan NDVI (Sumber : Twele et al. 2006) Daun memantulkan secara lemah panjang gelombang biru dan merah. Namun, memantulkan secara kuat panjang gelombang inframerah dekat. LAI daun berhubungan negatif dengan pantulan merah, tetapi berhubungan positif dengan pantulan inframerah dekat. Rasio pantulan merah dengan inframerah dekat selanjutnya menunjukkan kenaikan LAI (Lo 1995). Twele et al. (2006) mendapatkan hubungan eksponensial antara NDVI dengan LAI untuk tanaman hutan tropis (Tropical Forest) pada Taman Nasional Lore-Lindu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Persamaan dari Twele et al. (2006) adalah LAI = -0, ,53NDVI dan LAI 0,1812, NDVI dengan nilai R Hubungan ini dapat digunakan karena hasil interpolasi antara NDVI dengan LAI yang telah dilakukan oleh Twele et al. (2006) tersebut menunjukkan korelasi yang sangat baik. Persamaan ini telah digunakan oleh June et al. (2006) untuk menghitung besarnya penyerapan radiasi dan CO 2 di Taman Nasional Lore-Lindu. 2.5 Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dari permukaan bumi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang cepat Satelit Quickbird Quickbird merupakan satelit pertama dari digital globe yang memberikan perekaman dengan resolusi yang tinggi. Quickbird dirancang dan dibangun oleh beberapa kontraktor ternama seperti Ball Aerospace and Technologies corp, Kodak dan Fokker space ( Tabel 2.2 Karakteristik satelit Quickbird Karakteristik Keterangan Tanggal 18 Oktober 2001 Peluncuran Wahana Boeing Delta II Lokasi Vandenberg Air Force Base, California Ketinggian 50 km Orbit Inklinasi 97.2 derajat, sunsynchronous Kecepatan 7.1 km/second Ekuator 10:30 a.m. (descending node) Waktu edar 93.5 menit Waktu kembali days depending on latitude (30 o off-nadir) Lebar 16.5 km at nadir Akurasi metrik 23-meter horizontal (CE 90%) Digitization 11 bits Sumber : QuickBird Imagery Products, product Guide (2006) Satelit Quickbird didesain untuk pengamatan secara efisien dan akurat dalam skala yang luas. Satelit Quickbird mampu memperoleh 75 juta kubik kilometer data pencitraan setiap hari. Karakteristik pencitraan dari Quickbird terlihat pada rentang panjang gelombang dengan resolusi tertentu. Tabel 2.3 Deskripsi band citra Quickbird Wavelength Region Resolusi Band Pan chromatic (µm) (blue) (green) (red) (near-ir) (PAN) (m) 1 Sumber : Peluncuran satelit Quickbird pertama diawali pada bulan November 2000 dan gagal diluncurkan. Kemudian Quickbird 2 berhasil diluncurkan pada 18 Oktober 2001 yang dibawa oleh Delta II di Vandenberg Air Force Base, California. Sensor yang dimiliki satelit ini adalah sensor panchromatic dan multispectral. Quickbird 2 mempunyai mempunyai orbit sepanjang 600 km, sebuah kutub dan berbentuk sirkular serta lebar cakupannya seluas 22 km. Satelit ini mempunyai orbit sinkronis terhadap matahari (sun-synchronous). Lihat Tabel

6 2.5.2 Indeks Vegetasi Normalized Difference Vegetative Index (NDVI) memberikan sebuah perhitungan berdasarkan beberapa pita spektral dari produk fotosintesis (jumlah bahan hijau) dalam sebuah piksel dari citra satelit. NDVI merupakan metode yang sering digunakan untuk memanfaatkan data spektral indeks vegetasi (Spectral Vegetation Index (SVI)) dari penginderaan jauh. Pengukuran ini menilai tingkat kehijauan vegetasi pada suatu area. Dibutuhkan dua band untuk menghitung indeks ini. Pertama adalah nilai pantulan untuk spektrum merah (red) dan yang kedua adalah nilai pantulann untuk spektrum inframerah dekat (NIR). Perhitungann NDVI menurut Rouse et.al (197) adalah :... (6) NDVI bernilai antara -1 hingga 1, dengan nilai -1 berarti menunjukkan ketidakberadaan vegetasi yang aktif melakukan fotosintesiss dan nilai 1 menunjukkan tingkat vegetasi yang sangat aktif melakukan fotosintesis. NDVI memperlihatkan pola pertumbuhan vegetatif dari hijau mantap sampai berhenti dengan menunjukkan jumlah biomassa fotosintesis yang aktif pada sebuah permukaan. Citra seperti ini dapat menunjukkan peta yang menunjukkan tingkat kehijauan visual dan bisa sangat berharga untuk manajemen lahan dan penelitian untuk menentukan perubahan vegetasi seiring dengan waktu. NDVI adalah perbedaan nilai-nilai inframerah (NIR) dan red (R) yang dapat dilihat, dinormalisasikan sejalan pantulan (Burgan 1993). Nilai NDVI positif (+) terjadi apabila vegetasi lebih banyak memantulkan radiasi pada panjang gelombang inframerah dekat dibanding pada cahaya tampak. Nilaii NDVI nol (0) terjadi apabila pemantulan energi yang direkam oleh panjang gelombang cahaya tampak sama dengan gelombang inframerah dekat. Hal ini sering terjadi pada daerah permukiman, tanah bera, darat non vegetasi, awan dan permukaan air. Sedangkan nilai NDVI negatif (-) terjadi apabila permukaan awan, air dan salju lebih banyak memantulkan energi pada panjang gelombang cahaya tampak dibandingkan pada inframerah dekat. Perhitungan nilai NDVI sangat dipengaruhi oleh beberapa gangguan, termasuk : 1. Efek atmosfer, komposisi atmosfer (terutama yang berhubungan dengan uap air dan aerosol). 2. keawanan, berpengaruh terhadap penerimaan citra yang diperoleh. 3. Efek tanah, kondisi tanah yang lebih gelap ketika basah, nilai pantulannya terpengaruh oleh kandungan air.. Efek anisotropik, semua permukaan (alami maupun buatan manusia) memantulkan cahaya yang berbeda pada arah yang berbeda. 5. Efek spektral, setiap sensor dari satelit mempunyai karakteristik dan performa yang berbeda terhadap pengukuran fapar dan NDVI Menurut Myneni dan Williams (199), nilai fapar meningkat sesuai dengan utupan permukaan, nilai total indeks luas daun, nilai reflektansi dan sudut puncak matahari. Sedangkan nilai fapar menurun dengan peningkatan nilai reflektansi dan nilai transmisi daun, sudut jatuh rata-rata daun dan kedalaman sifat fisis atmosfer. Dalam hubungannya, fapar dan NDVI untuk puncak kanopi memiliki nilai yang hampir sama untuk kanopi homogen maupun kanopi heterogen. Hal ini juga menggambarkan bahwa hubungan fapar dan NDVI bergantung pada heterogenitas piksel. Terdapat kesesuaian antara NDVI puncak kanopi dengan fapar tanpa memperhatikan distribusi spasial luas daun dalam sebuah piksel. 2.6 Tinjauan Pustaka Wilayah Penelitian Wilayah pengamatann dalam penelitian ini berada dalam kawasan Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah. Wilayah pengamatan ini termasuk dalam wilayah studi STORMA. STORMA (Stabilityy of Rain Forest Margins) merupakan kerjasama antara beberapa universitas di Indonesia yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Tadulako (UNTAD) dengan Georg-August- of University of Göttingen dan University Kassel. Selain universitas tersebut, juga mendapat dukungan Balai Taman Nasional Lore-Lindu dan pihak Jerman yang terdiri dari Deutsche Forschungsgemeinschaft (DFG), Federal Ministry of Education and Research (BMBF), serta Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ) Taman Nasional Lore-Lindu Taman Nasional Lore-Lindu terletak sekitar 60 kilometer selatan kota Palu dan terletak antara di sebelah timur dan di sebelah selatan. Taman Nasional Lore-Lindu, ditunjuk sebagai 7

7 taman nasional oleh Menteri Kehutanan tahun 1993 dengan luas kurang lebih mencapai ha. Secara administratif pemerintahan berada pada Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso, Propinsi dati I Sulawesi Tengah ( Taman Nasional Lore-Lindu merupakan kawasan datar, bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung dengan kisaran ketinggian antara mdpl. Puncak gunung tertinggi adalah Gn. Rorekatimbu dengan ketinggian kurang lebih m dpl ( mempunyai iklim tropika basah dengan ratarata curah hujan kawasan ini adalah mm/bulan dan curah hujan tahunan sekitar 2000 mm/tahun. Suhu udara rata-rata berkisar antara 17 o - 22 o C dengan kelembaban udara rata-rata %. Rata-rata radiasi global (Rs) yang datang pada hutan adalah 17,7 MJ/m 2 /hari dengan albedo sekitar 10,7 % (Rauf 2009). III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2008 di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu, tepatnya di hutan Babahaleka, Desa Bariri Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dan Laboratorium PPLH- IPB serta Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA - IPB untuk analisis data. Gambar 2.2 Menara Bariri Sumber : Dokumen pribadi Penelitian dilakukan secara spesifik di hutan Babahaleka, Desa Bariri, Kecamatan Lore tengah, Kabupaten Poso. Kawasan ini berada pada elevasi sekitar 100 m diatas permukaan laut. Sesuai dengan klasifikasi hutan berdasarkan elevasi (ENEP-CMC, 200), hutan Babahaleka termasuk dalam kawasan lower montane forest ( mdpl) (June et al. 2007). Lokasi ini memiliki menara bariri sebagai acuan untuk pengamatan. Menara bariri terletak pada daerah yang dapat mewakili lintang 1 o 39-1 o 2 S dan bujur 120 o o 12 E. Karakteristik vegetasi pada hutan Babahaleka oleh Dietz J, Twele A dan Grote A (data tidak dipublikasikan) terdiri dari 88 spesies pohon per hektar. Diantaranya didominasi oleh spesies Castanopsis BL (29%), Canarium vulgare Leenh (18%) dan Ficus spec (9.5%). Lebih dari 550 pohon berdiameter setinggi dada (DBH) > 0.1 m ditemukan per hektar dalam jumlah yang lebih 10 kali lipat dibandingkan pohon kecil. Luas jangkauan wilayah 50 m 2 per hektar. Pohon dengan BDH > 0.1 m, memiliki tinggi antara 12 sampai 36 m dengan rata-rata 21 m (June et al. 2007) Karakteristik Iklim Hutan Babahaleka, Taman Nasional Lore-Lindu sebagai tempat penelitian Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Sumber : Storma SubProject D6, Alat dan Bahan Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian dan analisis data adalah data dari satelit dan data pengukuran. Gambar 3.2 Li-Cor Quantum sensor sebagai sensor PAR Sumber : Gambar 3.3 GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat penelitian Sumber : Dokumen Pribadi 8

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE taman nasional oleh Menteri Kehutanan tahun 1993 dengan luas kurang lebih mencapai 229.000 ha. Secara administratif pemerintahan berada pada Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso, Propinsi dati I Sulawesi

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 1

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 1 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat di Indonesia sangat mempengaruhi emisi karbon di atmosfer. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka konversi vegetasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Atmosfer Bumi Meteorologi Pendahuluan Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi BAB 1 ATMOSFER BUMI A tmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara drastis di malam hari dan tidak memanas dengan cepat di siang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal Data kedalaman merupakan salah satu data dari survei hidrografi yang biasa digunakan untuk memetakan dasar lautan, hal

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, TINJAUAN PUSTAKA Cagar Alam Dolok Sibual-buali Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan Suaka Alam ialah kawasan hutan yang karena sifatnya diperuntukkan secara khusus untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Suhu permukaan merupakan salah satu parameter yang utama dalam seluruh interaksi antara permukaan darat dengan atmosfer. Suhu permukaan darat merupakan contoh fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

Radiasi Elektromagnetik

Radiasi Elektromagnetik Radiasi Elektrmagnetik 3. Radiasi Elektrmagnetik Berangkat dari bahasan kita di atas mengenai kmpnen sistem PJ, energi elektrmagnetik adalah sebuah kmpnen utama dari kebanyakan sistem PJ untuk lingkungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan bahan pangan masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Keadaan tersebut mendorong pencarian dan pengembangan sumber

Lebih terperinci

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Oleh : Imam Hambali Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Dalam tugas akhir ini data yang di gunakan yaitu data meteorologi dan data citra satelit ASTER. Wilayah penelitian tugas akhir ini adalah daerah Bandung dan sekitarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetimbangan radiasi pada vegetasi hutan adalah ρ + τ + α = 1, di mana α adalah proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun,

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan 09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital by: Ahmad Syauqi Ahsan Remote Sensing (Penginderaan Jauh) is the measurement or acquisition of information of some property of an object or phenomena

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 41 BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 4.1 Laser Laser atau sinar laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation, yang berarti suatu berkas sinar yang diperkuat dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. α =...(1) dimana, α : albedo R s : Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan R s : Radiasi gelombang pendek yang datang

I PENDAHULUAN. α =...(1) dimana, α : albedo R s : Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan R s : Radiasi gelombang pendek yang datang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Awan berpengaruh terhadap terhadap keseimbangan energi di atmosfer melalui proses penyerapan, pemantulan, dan pemancaran energi matahari. Awan memiliki ciri tertentu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Kesetimbangan energi dari interaksi cahaya yang masuk dengan sampel [13]

Gambar 2.1 Kesetimbangan energi dari interaksi cahaya yang masuk dengan sampel [13] 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reflektansi Cahaya Spektroskopi reflektansi adalah studi tentang cahaya yang terpantul atau terhambur dari padat, cair atau gas sebagai fungsi panjang gelombang. Jika suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosfer Troposfer Lapisan ini berada pada level yang paling rendah, campuran gasgasnya adalah yang paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Di lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. LAMPIRAN Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. Pada tanggal 18 Desember 1999, NASA (National Aeronautica and Space Administration) meluncurkan Earth Observing System (EOS) Terra satellite untuk mengamati,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER

GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA OPTIK GEJALA KLIMATIK Gejala-gejala Optik Pelangi, yaitu spektrum matahari yang dibiaskan oleh air hujan. Oleh karena

Lebih terperinci

Klimatologi. 1. Energi Pancaran 2. Karakteristik 3. Penerimaan Energi Pancaran 4. Neraca Energi. Meteorology for better life

Klimatologi. 1. Energi Pancaran 2. Karakteristik 3. Penerimaan Energi Pancaran 4. Neraca Energi. Meteorology for better life 1. Energi Pancaran 2. Karakteristik 3. Penerimaan Energi Pancaran 4. Neraca Energi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Klimatologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4 BAB V RADIASI Radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang elektromagnet atau paket-paket energi (photon) yang dapat merambat sampai jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T PENGERTIAN Penginderaan Jauh atau Remote Sensing merupakan suatu ilmu dan seni untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI ATMOSFER BUMI 6.1. Awal Evolusi Atmosfer Menurut ahli geologi, pada mulanya atmosfer bumi mengandung CO 2 (karbon dioksida) berkadar tinggi

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur.

Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur. Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur. Biasanya keadaan atmosfer yang dipengaruhi oleh radiasi matahari (sumber utama energi pada sistem iklim) adalah (1) radiasi mthr

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup tinggi di dunia khususnya Indonesia memiliki banyak dampak. Dampak yang paling mudah dijumpai adalah kekurangan lahan. Hal

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

ENERGI DAN PRODUKSI PERTANIAN BAHAN KULIAH DASAR AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN IPB

ENERGI DAN PRODUKSI PERTANIAN BAHAN KULIAH DASAR AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN IPB ENERGI DAN PRODUKSI PERTANIAN BAHAN KULIAH DASAR AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN IPB 1 LINGKUP BAHASAN DAN TUJUAN Lingkup bahasan Dipelajari konsep energi dalam pertanian, ekologi produksi, biomassa, keefisienan

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Elektromagnet - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK Interferensi Pada

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH. GELOMBANG MENENGAH Berdasarkan spektrum frekuensi radio, pita frekuensi menengah adalah gelombang dengan rentang frekuensi yang terletak antara 300 khz sampai 3 MHz

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku Mega isu pertanian pangan dan energi, mencakup: (1) perbaikan estimasi produksi padi, dari list frame menuju area frame, (2) pemetaan lahan baku sawah terkait

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS Oleh : Dwi Ayu Retnaning Anggreyni 3507.100.017 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Bangun M S, DEA, DESS Lalu Muhammad Jaelani, ST, MSc

Lebih terperinci