BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Kelapa dan Peran kelapa bagi Manusia (Cocos nucifera L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Kelapa dan Peran kelapa bagi Manusia (Cocos nucifera L.)"

Transkripsi

1 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kelapa dan Peran kelapa bagi Manusia (Cocos nucifera L.) Deskripsi Kelapa Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan tanaman yang berasal dari famili Arecaceae dan satu satunya genus dari Cocos (Harries & Foale, 2011). Berdasarkan hasil penemuan fosil dan data molekuler, kelapa dipercaya berasal dari kawasan Asia Tenggara (Chan & Elevitch, 2006 ; Young S. et al., 2010) dan selanjutnya menyebar ke Amerika Latin, Karibia hingga ke Afrika. Pada saat ini, kelapa tumbuh dan tersebar di 200 negara di dunia khususnya negara tropis (Gomes - Copeland et al., 2015). Tanaman kelapa mempunyai akar serabut yang kaku dan besar seperti tambang, panjangnya dapat mencapai 6 m dengan diemeter 1 cm serta mayoritas menembus ke tanah dengan kedalaman sekitar 1,5 m (Ohler & Magat, 2016). Jumlah akar kelapa dapat mencapai sekitar buah yang dapat ditemui pada pangkal batang (Chan & Elevitch, 2006). Seperti halnya tanaman palma yang lain, pohon kelapa umumnya tidak bercabang, berdaun majemuk sempurna, serta merupakan pohon yang tinggi besar. Batang pohon kelapa dapat mencapai tinggi lebih dari 30 m dengan diameter pangkal batang sekitar 40 cm (Ohler & Magat, 2016). Batang pohon kelapa terbentuk ketika tanaman berumur sekitar 3-4 tahun setelah tanam dan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya jumlah daun (Ohler & Magat, 2016). Batang kelapa berbentuk silindris, tumbuh tegak lurus (erectus) atau dapat 12

2 13 melengkung karena faktor lingkungan, berwarna abu-abu terang dan memiliki bekas-bekas daun yang mati atau luruh. Pada ujung batang terkumpul daun yang tersusun secara berjejal jejal seperti sirip pada bagian ujung batang membentuk roset batang (Ohler & Magat, 2016). Daun kelapa memiliki panjang mencapai 5 m, dengan panjang tangkai sekitar cm (van Steenis et al., 2005). Pada bagian dasar, tangkai daun menebal sehingga mampu menempel dengan sangat kuat pada batang. Dalam setiap satu tangkai daun terdapat sekitar anak daun yang bentuk lanset dengan panjang dapat mencapai sekitar cm dan lebar 1 1,5 cm serta memiliki ujung yang keras dan lancip (Ohler & Magat, 2016). Kelapa memiliki bunga yang terletak di setiap ketiak daun (aksiler) dan mampu menghasilkan bunga sebanyak buah tandan bunga per tahunnya (Chan & Elevitch, 2006) Pada waktu masih muda, bunga kelapa dilindungi oleh seludang bunga (mancung, spatha) yang besar, kuat, dan tebal (Gambar 2.1.A). Bunga kelapa tergolong bunga majemuk yang memiliki bunga jantan dan bunga betina terpisah, namun berada pada satu spikelet (tandan,tjitrosoepomo, 2000; Ohler & Magat, 2016).. Bunga yang sudah dewasa dapat memiliki panjang mencapai 2 meter dan bercabang-cabang sekitar 40 spikelet lancip (Ohler & Magat, 2016). Pada setiap spikelet, terdapat 1 sampai 3 bunga betina di bagian dasar dan sekitar 200 sampai 300 bunga jantan di bagian atasnya (Gambar 2.1.A, Ohler & Magat, 2016). Dengan demikian setiap tandan bunga dapat memiliki sekitar bunga betina. Bunga jantan (Gambar 2.1.B) memiliki 3 buah kelopak bunga yang kecil dan 3 buah mahkota bunga serta memiliki 6 benang sari maupun 3 putik yang

3 14 rudimentair lancip (Ohler & Magat, 2016). Bunga jantan mekar dimulai dari bunga yang berada di ujung spikelet dan diikuti oleh bunga ke arah dasar spikelet. Setiap bunga jantan akan mekar dan masak sekitar 1 hari sebelum rontok. Keseluruhan bunga jantan akan mekar membutuhkan waktu sekitar 16 sampai 22 hari tergantung kultivar (Santos et al., 1996). Bunga betina (Gambar 2.1.C) memiliki ukuran yang lebih besar dari bunga jantan dengan bentuk bulat telur berdiameter 2 sampai 3 cm (van Steenis et al., 2005). Perhiasan bunga berdaging dan menempel pada bakal buah. Bakal buah beruang 3, tidak memiliki tangkai putik, serta kepala putik berupa celah yang tenggelam (van Steenis et al., 2005). Bunga betina mekar beberapa hari setelah spata membuka dan dapat bertahan hanya dalam jangka 1 3 hari (Santos et al., 1996). Keseluruhan bunga betina dapat bertahan dalam jangka waktu 3 5 hari pada kelapa dalam atau 8 15 hari pada kelapa genjah (Santos et al, 1996). Apabila tidak terjadi pembuahan maka bunga betina akan rontok (Thomas & Josephrajkumar, 2013; Ohler & Magat, 2016 ). B A C Gambar 2.1 Bunga majemuk pada aksiler (A) bunga jantan (B) bunga betina (C) (Sisunandar, 2008; Foale & Harries., 2011)

4 15 Setelah terjadi polinasi dan fertilisasi, buah mulai terbentuk dan menjadi masak membutuhkan waktu sekitar 12 bulan (van Steenis et al., 2005). Buah kelapa memiliki bentuk, ukuran, warna, dan komposisi buah yang berbeda beda tergantung kultivar dan kondisi lingkungan tanaman. Pada umumnya, kelapa memiliki buah berukuran panjang cm dengan berat sekitar gram (Chan & Elevitch, 2006 ). Buah kelapa termasuk dalam golongan buah batu karena memiliki 3 lapisan kulit yaitu kulit bagian luar (eksokarp) yang tipis (0,1 mm) yang mengkilap dan memiliki berwarna tertentu tergantung kultivarnya ketika masih muda. Buah dewasa akan berubah warna menjadi coklat dan akan berwarna abu abu saat buah kering. Bagian tengah (mesokarp) memiliki serabut yang tebal (4 8 cm), berwarna putih ketika muda dan berubah menjadi coklat ketika sudah masak. Bagian kulit dalam (endokarp) merupakan bagian yang keras sangat keras dan berkayu serta cukup tebal (3 6 mm) berwarna coklat tua yang biasa disebut tempurung (Ohler & Magat, 2016). Di dalam tempurung inilah terdapat biji kelapa. Biji kelapa memiliki lapisan paling luar (testa) yang tipis dan berwarna coklat. Biji berbentuk bulat dengan diameter biji kelapa sekitar 12 cm (van Steenis et al., 2005). di dalam testa terdapat endosperm yang berwarna putih dengan ketebalan sekitar 1-2 cm yang banyak mengandung minyak (Ohler & Magat, 2016). Selain itu, pada bagian dalam biji terdapat rongga yang berisi endosperm cair (air kelapa) dengan volume sekitar 120 mm (Ohler & Magat, 2016). Pada saat awal pembentukan endosperm rongga ini berisi cairan sekitar 700 ml dan akan berkurang hingga 270 ml setelah endosperm terbentuk penuh (Foale & Harries, 2009).

5 16 Pada endosperm yang keras terdapat embrio yang memiliki ukuran panjang 0,5 cm sampai 1 cm dengan berat sekitar 0,1 g tergantung umur embrio dan kultivar. Setiap biji memiliki embrio sebanyak satu buah (Foale, 2003; Ohler & Magat, 2016). Keberadaan embrio di dalam endosperm akan terlihat jika biji dibelah, ditandai dengan posisi endosperm yang melipat ke dalam pada salah satu sisi yang terdapat tiga buah mata. Embrio juga dapat ditandai tepat pada salah satu mata yang lunak dari ketiga mata pada temputung (Ohler & Magat, 2016) Pada saat terjadi perkecambahan, embrio kelapa akan membesar dengan bagian apikal akan muncul dari tempurung kelapa melalui mata yang lunak, sedangkan sisi yang lain tetap berada di dalam tempurung membentuk haustorium (Ohler & Magat, 2016). Tunas kelapa akan muncul 8 minggu setelah perkecambahan, dan daun muda baru akan muncul setelah 5 minggu berikutnya (Ohler & Magat, 2016). Gambar 2.2 Biji kelapa utuh yang menujukkan adanya tiga buah mata. Salah satu mata bersifat lunak dan menunjukkan posisi dimana embrio kelapa dapat diisolasi (tanda panah). Bagian tersebut juga merupakan tempat keluarnya mata tunas ketika kelapa berkecambah (A). Di bagian dalam buah kelapa berkembang haustorium yang akan membesar seiring dengan membersarnya kecambah kelapa (Sisunandar, 2008).

6 Kultivar Tanaman kelapa mempunyai keragaman kultivar yang tinggi. Berdasarkan morfologinya, (Gambar 2.1.2) kelapa digolongkan menjadi dua tipe utama yaitu kelapa tipe dalam (tall, kadang-kadang diberi nama sebagai varietas typica) dan tipe genjah (dwarf, kadang-kadang disebut varietas nana). A B Gambar 2.2 Kelapa dalam (tall) (A) kelapa genjah (dwarf) (B) (Chan & Elevitch, 2006; Santosa, 2014) Kelapa dalam (Gambar 2.2.A) memiliki usia yang panjang bahkan dapat mencapai 100 tahun dengan tinggi pohon dapat mencapai lebih dari 30 m sedangkan pada kelapa genjah (Gambar 2.2.B) dapat mencapai usia sekitar 60 tahun dengan tinggi pohon maksimal hanya mencapai 20 m (Foale & Harries, 2009). Perbedaan kedua tipe kelapa juga dapat diamati dengan mudah seperti pada kelapa dalam memiliki batang dengan pangkal yang besar membentuk bole, sedangkan kelapa genjah memiliki batang dengan pangkal tanpa bole (gambar). Ukuran daun juga menunjukkan perbedaan yang nyata antara kelapa dalam dan kelapa genjah, dimana kelapa dalam memiliki daun yang lebih besar dan panjang dibandingkan dengan kelapa genjah.

7 18 Perbedaan lain yang dapat diamati pada kelapa dalam dan kelapa genjah adalah dilihat dari ukuran dan jumlah buah yang dihasilkan. Kelapa dalam memiliki ukuran yang relatif besar namun jumlah yang dihasilkan relatif sedikit. Sedangkan kelapa genjah memiliki ukuran yang relatif kecil namun jumlah buah yang dihasilkan pertandan banyak. Kelapa dalam menghasilkan bunga lebih lama sekitar 8 sampai 10 tahun dibandingkan dengan kelapa genjah hanya mampu menghasilkan bunga sekitar 3 5 tahun setelah tanam (Chan & Elevitch, 2006). Bunga pada kelapa memiliki sifat protandrous yang berarti bunga jantan kelapa masak lebih dulu setelah itu baru bunga betina kelapa. Oleh karena itu, sebagian besar pohon kelapa dalam perlu dilakukan penyerbukan silang. Pada kelapa genjah, bunga betina mulai masak tidak terlalu lama setelah bunga jantan sehingga sebagian besar kelapa genjah melakukan penyerbukan sendiri. Sistem penamaan pada kelapa dilakukan dengan menggunakan dua kata dengan ketentuan tidak boleh melebihi 30 huruf dan diberi nama dengan menggunakan bahasa Inggris (Bourdeix, 2012). Kata pertama yang digunakan dapat berupa ciri morfologi yang dominan, nama tradisional, atau nama lokasi, wilayah atau negara tempat kultivar tersebut hidup. Pada kelapa genjah digunakan warna buah karena bersifat homozigot. Kata kedua menunjukan bahwa kelapa tersebut masuk golongan kelapa dalam atau kelapa genjah. Sebagai contoh Pangandaran Tall merupakan nama kelapa berdasarkan lokasi kelapa dalam yang berasal dari Pangandaran, Jawa Barat (Bourdeix, 2012). Tebu Sweet Husk Tall merupakan kelapa dalam yang mempunyai sabut manis seperti tebu dan banyak ditemukan di daerah Maluku dan Papua. Contoh pemberian nama kelapa genjah

8 19 adalah Nias Yellow Dwarf, yaitu kelapa genjah dengan warna buah kuning berasal dari Nias, Sumatera Utara (Bourdeix, 2012) maupun Kopyor Green Dwarf merupakan kelapa genjah yang memiliki buah kopyor dan berwarna hijau (Bourdeix, 2012). Pada tahun 2012 terdapat 419 kultivar kelapa yang terdiri atas 319 kultivar kelapa dalam dan 100 kultivar kelapa genjah. Di antara jumlah tersebut Indonesia memiliki hampir seperempatnya, yaitu 105 kultivar yang terdiri atas 82 kultivar kelapa dalam dan 23 kultivar kelapa genjah (Bourdeix, 2012). Pada saat ini diperkirakan masih banyak kultivar di Indonesia yang belum diidentifikasi dan dipublikasikan. Menurut Novarianto (2008), Indonesia masih memiliki sekitar 400 kultivar baru yang belum teridentifikasi dan masih tumbuh di kebun petani ataupun di tempat terpecil. Salah satu wilayah di Indonesia yang berpotensi memiliki kultivar yang belum dilepas secara resmi oleh pemerintah adalah Kabupaten Banyumas. Pada saat ini diperkirakan Kabupaten Banyumas memiliki sekitar 1,7 juta pohon kelapa yang ditanam pada lahan dengan luas sekitar 18 ribu ha (Husein, 2014). Paling tidak, Kabupaten Banyumas memiliki dua macam kultivar kelapa yang dampai saat ini belum dilepas secara resmi oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Kelapa Dalam Banyumas (KDB) dan Kelapa Genjah Entog (KGE). KDB banyak ditemukan di desa Karang gedang, Kemiri, Kecamatan Sumpiuh, sedangkan KGE banyak ditemukan di kecamatan Cilongok dan Ajibarang (SK Direktur Jenderal Perkebunan, Nomor : 53/KB.820/SK/DJ.BUN/ ). Bahkan, wilayahwilayah tersebut telah ditetapkan sebagai kebun blok penghasil tinggi yang menjadi sumber benih kedua jenis kelapa tersebut. Namun demikian, kedua jenis kelapa tersebut masih belum dilakukan upaya pelestariannya.

9 Nilai Sosial Ekonomi Kelapa Tanaman kelapa mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki peran yang snagat penting dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun budaya rakyak Indonesia. Pohon kelapa disebut juga pohon kehidupan (tree of life) karena hampir semua bagian dari pohon tersebut bermanfaat bagi kehidupan masyarakat mulai dari akar, batang (kayu), daun, dan buah. Meskipun pada umumnya akar kelapa digunakan sebagai bahan bakar, namun bagian kelapa tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat anti-piretik, diuretik dan obat batuk (Ohler & Magat., 2016; Setiawan, 2014). Batang kelapa mempunyai keistimewaan struktur serat yang unik, awet dan kuat sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan seperti papan, kaso, dan balok maupun sebagai furniture seperti meja, kursi, kotak dan peralatan rumah tangga (Gambar 2.3, Foale, 2003). Gambar 2.3 Furniture meja, kursi, kotak dan peralatan rumah tangga dari batang kelapa (Foale., 2003; Dino/ /Jual-Mangkok-Kayu-Kelapa/; ).

10 21 Daun kelapa yang telah tua banyak dimanfaatkan sebagai atap bangunan, tikar, keranjang, tas, dan topi (Foale, 2003). Tulang daun kering dapat dimafaatkan sebagai sapu lidi sedangkan pelepah daun bagian dasar digunakan sebagai kayu bakar (Foale, 2003). Daun kelapa yang muda banyak dimanfaatkan untuk upacara adat dan keagamaan seperti digunakan untuk umbul-umbul, pembungkus ketupat maupun hiasan pada pesta perkawinan (Ohler & Magat, 2016; Pratiwi., 2013). Bunga kelapa merupakan bagian yang penting karena dapat disadap untuk diambil niranya. Nira kelapa merupakan getah yang rasanya manis, mengandung sekitar 15%, dapat diminum secara langsung sebagai minuman tradisional ataupun dapat difermentasi menjadi tuak atau minuman anggur beralkohol (Ohler & Magat, 2016). Mayoritas nira saat ini diolah lebih lanjut menjadi gula merah ataupun gula kristal (gula semut/brown sugar) yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Bagian kelapa yang memiliki nilai ekonomi tinggi lainnya adalah buahnya. Sabut kelapa dapat dimanfaatkan untuk membuat keset, pengisi jok, papan hardboard, sikat, tali, dan geo textile. Serbuk dari sabut kelapa juga banyak digunakan untuk medium tanam (cocopeat), bahan bangunan ringan, maupun isolasi termal, (Ohler & Magat., 2016).Tempurung kelapa banyak digunakan untuk kerajian tangan seperti alat masak, pot hias maupun kerajinan tangan yang lain seperti tas. Tempurung kelapa juga banyak digunakan sebagai bahan bakar (Ramdianti, 2013) atau diolah lebih lanjut menjadi arang aktif yang banyak digunakan dalam industri farmasi, penjernihan, pertambangan dan juga penyaring polusi atau bau tidak sedap dalam ruangan (Mahmud & Ferry., 2005).

11 22 Bagian buah yang paling penting pada tanaman kelapa adalah daging buah (endosperm). Daging buah kelapa dikeringkan untuk menghasilkan kopra atau diekstrak untuk menghasilkan minyak goreng, santan (coconut milk), atau dapat digunakan untuk menghasilkan minyak dengan kualitas tinggi (virgin coconut oil, VCO). Sisa pengolahan minyak kelapa (bungkil kelapa) juga dapat digunakan sebagai pakan ternak (Foale, 2003; Ohler & Magat, 2016). Di dalam buah juga terdapat air kelapa yang mempunyai rasa yang manis serta dapat digunakan untuk mencegah dehidrasi sebagai minuman segar ataupun diolah lebih lanjut menjadi nata de coco (Ohler & Magat, 2016) Budidaya Kelapa dan Permasalahannya Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penghasil devisa terbesar keempat dari sektor perkebunan di Indonesia setalah kelapa sawit, karet dan kopi (FAO, 2016). Pada tahun 2014, Indonesia merupakan negara yang memiliki luas area perkebunan kelapa sekitar 3,08 juta Ha dengan total produksi mencapai 19,9 juta ton ( FAO, 2016) Meskipun kelapa merupakan komoditas perkebunan utama di Indonesia, namun budidaya tanaman tersebut menghadapi salah satu kendala utama berupa menurunnya luas area perkebunan. Dari tahun ke tahun, luas area perkebunan kelapa menurun sekitar 0,38 % (Nasir, 2014). Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab penuruan luas area perkebunan tersebut adalah meningkatnya serangan hama dan penyakit kelapa, meningkatnya alih fungsi lahan, dan tingginya persentase perkebunan kelapa yang sudah tua serta adanya bencana alam.

12 23 Serangan hama kumbang badak (Oryctes rhinoceros) ataupun belalang pedang (Sexava nubila) menyebabkan turunnya luas area perkebunan kelapa di di beberapa tempat di Indonesia. Kumbang badak menyerang pucuk dan pangkal daun muda yang belum membuka dengan cara menggerek dan memakan helaian daun sehingga mengakibatkan daun terpotong-potong atau tergunting membentuk huruf V bila telah terbuka. Pada tahun 2005 di Jawa Tengah, serangan O. Rhinoceros mengakibatkan kerugian mencapai sekitar 10 Miliar rupiah (Mulyono, 2007). Selain itu pada tahun 2014, serangan hama tersebut juga terjadi di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang mengakibatkan lebih dari 5000 pohon kelapa mengalami kematian (Kustantini, 2014). Hama belalang pedang (Sexava nubila) juga banyak mengakibatkan kerusakan perkebunan kelapa seperti yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara dengan luas area perkebunan kelapa yang terserang hama tersebut mencapai16 ribu Ha dengan total keugian mencapai sekitar Rp. 26,3 milyar pada tahun 2012 (Wagiman et al., 2012). Hama tersebut menyerang daun muda maupun tua serta dapat merusak bunga dan kulit buah. Di samping hama, kelapa juga banyak diserang oleh beberapa penyakit berbahaya seperti layu Kalimantan (Phytoplasma) maupun penyakit busuk pucuk kelapa (Phytophthora palmivora). Gejala yang timbul dari penyakit layu Kalimantan ditandai dengan warna daun mengguning serta diikuti pelepah daun bagian bawah kering layu serta menggantung serta banyak buah yang rontok dan tidak normal (Lolong & Motulo, 2014). Serangan penyakit layu Kalimantan terjadi pada tahun 1997 yang menyerang kurang lebih 100 ribu pohon kelapa, di

13 24 daerah Kalimantan Timur (Lolong & Motulo, 2014). Penyakit busuk pucuk juga mengakibatkan kematian lebih dari 70 ribu pohon kelapa di Kabupaten Minahasa Selatan pada tahun 2007 (Lolong, 2010). Faktor lain yang diduga menjadi penyebab menurunnya luas area perkebunan kelapa di Indonesia adalah meningkatnya alihfungsi lahan menjadi lahan perkebunan yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi seperti kelapa sawit dan kopi, pembangunan jalan, lahan pemukiman maupun pabrik. Salah satu contoh alih fungsi lahan terjadi di kebun plasma nutfah kelapa di Paniki, Manado, Sulawesi Utara menjadi lokasi olahraga pacuan kuda (Novarianto, 2008). Alih fungsi lahan perkebunan kelapa menjadi perumahan dan area industri juga terjadi setiap tahun dengan persentase luas lahan menurun sekitar 5 sampai 10 % ( 2014). Faktor terakhir yang menjadi penyebab berkurangnya luas area perkebunan kelapa adalah bencana alam. Sebagai contoh bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 telah mengakibatkan hilangnya perkebunan kelapa sekitar 10 ribu hektar (9,28 %) (aceh.antarnews.com, 2014). Salah satu akibat yang muncul dengan menurunnya luas area perkebunan kelapa serta dialihfungsikannya lahan perkebunan sebagai akibat rendahnya produktivitas perkebunan kelapa adalah munculnya ancaman akan hilangnya keanekaragaman hayati kelapa di Indonesia.

14 Konservasi Kelapa dan Permasalahannya Indonesia merupakan negara keanekaragaman hayati kelapa paling tinggi di dunia. Pada tahun 2012, Indonesia memiliki 105 kultivar kelapa yang terdiri atas 82 kultivar kelapa tipe dalam dan 23 kultivar kelapa tipe genjah. Angka tersebut merupakan 25 % dari total kultivar kelapa yang telah diketahui di dunia (419 kultivar kelapa; Bourdeix, 2012). Diperkirakan, Indonesia masih memiliki sekitar 400 kultivar kelapa yang belum teridentifikasi dan hidup di kebun petani maupun daerah terpencil (Novarianto, 2008). Oleh karena itu perlu upaya dilakukan untuk melestarikan plasma nutfah kelapa di Indonesia Konservasi In Situ Salah satu teknik konservasi kelapa paling mudah dan murah untuk dilakukan serta mampu menyimpan keragaman genetik yang lebih beragam (Dullo et al., 2005) adalah teknik konservasi secara in situ. Konservasi in situ dilakukan dengan cara melestarikan plasma nutfah kelapa di habitat asli kelapa itu hidup (Leunufna, 2007). Salah satu contoh keberhasilan program konservasi kelapa secara in situ adalah konservasi kelapa kopyor yang dilakukan oleh para petani kelapa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah sejak tahun 1960-an (Maskromo et al., 2007). Pada saat ini, jumlah pohon kelapa kopyor yang dimiliki oleh para petani tersebut mencapai sekitar 2000 pohon dan hidup terlindung di kebun petani (Kompas.com, 2012). Namun demikian, teknik konservasi in situ sangat rentan terjadinya alihfungsi lahan sehingga plasma nutfah menjadi hilang, memiliki pendataan yang kurang baik, serta membutuhkan komitmen yang tinggi dari para petani untuk menjaga kelestariannya dalam jangka yang panjang (Dullo

15 26 et al., 2005). Oleh karena itu perlu alternatif lain untuk melestarikan plasma nutfah kelapa di Indonesia Konservasi Ex Situ Salah satu teknik konservasi yang memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan konservasi secara in situ adalah konservasi secara ex situ. Teknik tersebut memiliki banyak keunggulan seperti relatif aman dari alih fungsi lahan karena umumnya dimiliki oleh pemerintah, pengumpulan data jauh lebih rinci karena terdapat di satu wilayah dengan akses data yang lebih mudah, serta memiliki perawatan yang lebih intensif (Engelman, 2011).. Konservasi secara ex situ merupakan upaya melestarikan plasma nutfah kelapa di luar habitat aslinya. Teknik-teknik konservasi kelapa secara ex situ yang banyak dilakukan antara lain dalam bentuk kebun plasma nutfah, penyimpanan pollen, maupun penyimpanan embrio zigotik (Dullo et al., 2005) Kebun Plasma Nutfah Kebun plasma nutfah merupakan salah satu cara untuk melestarikan plasma nutfah kelapa yang paling banyak dilakukan. Koleksi kebun plasma nutfah kelapa pertama kali di bangun di Indonesia pada tahun 1930 di Manado, Sulawesi Utara. Sebanyak 40 kultivar kelapa dari berbagai daerah di Indonesia berhasil dikoleksi oleh seorang ilmuwan kelapa dari Belanda bernama Dr Tammes (Novarianto, 2008). Pada saat ini, Indonesia telah memiliki 7 kebun plasma nutfah kelapa yaitu Pakuwon (Jawa Barat), Bone-bone (Sulawesi Selatan), Sikijang Mati (Riau), Mapanget, Paniki, Pandu dan Kima Atas (Sulawesi Utara; Novarianto et al., 2005;

16 27 Tabel 2.1) yang berhasil mengkoleksi kelapa dalam sebanyak 95 aksesi pada tahun 2007.(Novarianto & Tampeke, 2008). Bahkan, mulai tahun 1993, Indonesia telah ditetapkan oleh International Coconut Genetics Network (COGENT) sebagai salah satu lokasi kebun plasma kelapa nutfah bertaraf Internasional (International coconut genebank/ ICG) di antara lima lokasi di dunia. Indonesia merupakan lokasi kebun plasma nutfah untuk seluruh kultivar yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur meliputi Indonesia, Malaysia, Myanmar, Philipina, Thaliand, Vietnamdan China (Novarianto, 2008). Pada awalnya lokasi yang ditentukan sebagai kebun plasma nutfah adalah di Sikijang Mati, Riau (Novarianto et al., 2005). Namun, karena adanya okupasi tanah oleh masyarakat sekitar di era reformasi, maka lokasi kebun plasma nutfah tersebut kemudian dipindahkan ke kebun Pandu dan Paniki, Sulawesi Utara sejak tahun 2002 (Tulalo, et al., 2007). Tabel 2.1 Jumlah aksesi Tall dan Dwarf di kebun plasma nutfah di Indonesia No Kebun plasma nutfah Jumlah aksesi Tall Dwarf Referensi 1. Pakuwon (Jawa 12 8 Novarianto et al, 2005 Barat), 2 Bone bone Novarianto, 2008 (Sulawesi Selatan) 3 Sikijang Mati (Riau) 24 9 Novarianto et al, Mapanget Novarianto et al, Paniki Novarianto, Pandu 5 5 Tulalo et al, Kima Atas JUMLAH Dengan dibangunnya kebun plasma nutfah kelapa oleh pemerintah, konservasi kelapa menjadi lebih relatif aman dari alih fungsi lahan, serta memiliki

17 28 perawatan yang lebih intensif untuk menghindari hama dan penyakit (Engelman, 2011). Namun demikian, perawatan kebun plasma nutfah membutuhkan biaya yang cukup besar serta belum aman dari ancaman bencana alam (kekeringan), hama maupun penyakit (Engelman, 2011). Oleh karena itu pengembangan teknik konservasi alternatif yang dapat digunakan sebagai tempat penyimpanan cadangan plasma nutfah sangat dibutuhkan untuk menjamin keberadaan plasma nutfah yang berharga tersebut Penyimpanan Pollen Kelapa Penyimpanan pollen merupakan salah satu upaya konservasi kelapa yang mudah untuk melindungi dari serangan hama dan penyakit serta bencana alam. Penyimpanan pollen biasanya digunakan untuk studi biokimia, dasar fisiologi, kesuburan dan bioteknologi dengan melibatkan ekspresi gen serta transformasi dan ferlitilisasi secara in vitro. Selain itu penyimpanan pollen juga penting untuk program pemuliaan tanaman (Panis & Lambardi, 2005; Engelman et al., 2007). Penyimpanan pollen dapat dilakukan dengan penyimpanan jangka pendek dan jangka waktu yang panjang. Penyimpanan jangka pendek selama 2 sampai 6 bulan dilakukan dengan cara pollen dikeringkan kemudian dimasukkan kedalam plastik, divakum dan disimpan di dalam freezer (Dulloo, et al., 2005). Penyimpanan jangka panjang dilakukan dengan cara menyimpan pollen kering tersebut di dalam nitrogen cair C (Panella et al., 2009). Teknik penyimpanan pollen memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik konservasi in situ maupun konservasi dengan pembangunan kebun plasma

18 29 nutfah karena tidak membutuhkan ruang simpan yang besar, mudah untuk pertukaran plasma dalam jumlah besar, maupun aman dari hama dan penyakit (COGENT, 2008). Namun demikian, konservasi pollen hanya menyimpan setengah dari total informasi genetik yang dimiliki oleh kelapa (Engelmann et al., 2007) Penyimpanan Embrio Zigotik Kelapa Teknik konservasi ex situ yang dapat digunakan sebagai cadangan plasma nutfah yang mampu menyimpan seluruh informasi genetika yang dimiliki oleh kelapa adalah dengan menggunakan penyimpanan embrio zigotik. Hal tersebut banyak dilakukan karena kelapa tidak dapat disimpan dalam bentuk biji karena ukurannya yang sangat besar, sekitar 600 gram hingga 3 kg (Faole, 2003). Disamping itu, biji kelapa terbukti tidak mempunyai masa dormansi serta tidak dapat dikeringkan (biji recalcitrant) sehingga tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama (Dullo et al., 2005). Penyimpanan dengan menggunakan embrio zigotik kelapa memiliki banyak keunggulan seperti ukuran yang jauh lebih kecil (sekitar 0,1 g; Sisunandar et al., 2014), embrio zigotik dapat ditumbuhkan dalam medium kultur jaringan untuk membentuk tanaman utuh dan sekaligus dapat menyimpan informasi genetik secara utuh apabila dibandingkan dengan teknik penyimpanan pollen (Karun et al., 2005), serta pohon kelapa yang dihasilkan dari embrio zigotik tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan pohon kelapa yang berasal dari biji (Sisunandar et al., 2010b).

19 30 Beberapa teknik telah dikembangkan untuk menyimpan embrio zigotik kelapa, baik untuk penyimpanan embrio dalam jangka pendek sampai menengah dan jangka panjang. Teknik penyimpanan embrio kelapa dalam jangka waktu pendek sampai menengah (short-to-medium term conservation) mampu menyimpan plasma nutfah embrio kelapa untuk jangka waktu 2 hingga 12 bulan (Engelmann, 1990) dapat dilakukan dengan penyimpanan secara in vitro maupun penyimpanan embrio yang dikeringkan dan disimpan di pada suhu rendah. Penyimpanan embrio zigotik kelapa secara in vitro dapat dilakukan dengan cara memperpanjang lama waktu subkultur. Beberapa cara telah dilakukan untuk tujuan tersebut seperti menurunkan temperatur ruang kultur sampai 4 0 C mampu digunakan untuk menyimpan embrio kelapa selama 3 bulan, menurunkan konsentrasi medium tanam (Karunaratne, 1988), penambahan senyawa yang mampu menurunkan penyerapan nutrisi (monitol), zat penghambat pertumbuhan maupun intensitas cahaya juga berperan menurunkan metabolisme tanaman (Sukendah & Cedo, 2005; Muhammed, 2013; Ledo et al, 2014). Teknik penyimpanan embrio kelapa secara in vitro tersebut mampu menyimpan embrio dalam kondisi steril, mudah dilakukan pertukaran plasma nutfah serta material yang disimpan dalam kondisi hidup sehingga memudahkan untuk mendapatkan bibit apabila dibutuhkan. Namun demikian, teknik tersebut hanya mampu menyimpan embrio dalam waktu yang terbatas, tingginya resiko kontaminasi selama penyimpanan dan subkultur serta membutuhkan biaya yang besar karena membutuhkan tindakan subkultur yang berulang ulang (Sukendah & Cedo, 2005).

20 31 Teknik penyimpanan embrio kelapa untuk jangka waktu yang pendek sampai menengah dapat pula dilakukan dengan cara embrio dikeringkan sampai kadar air sekitar 29 % dan embrio disimpan pada suhu C sampai C (Sisunandar et al., 2012). Cara tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan murah. Namun demikian, embrio yang disimpan dengan menggunakan teknik penyimpanan tersebut hanya mampu bertahan selama 26 minggu, serta memiliki tingkat keberhasilan untuk mendapatkan tanaman kembali dari embrio yang disimpan hanya sekitar 12% (Sisunandar et al., 2012). Oleh karena itu, alternatif penyimpanan embrio kelapa yang mampu digunakan untuk menyimpan embrio dalam jangka waktu yang lebih panjang dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi perlu diupayakan Kriopreservasi Kelapa dan Permasalahannya Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk penyimpanan embrio kelapa dalam jangka waktu yang panjang (long term conservation) adalah dengan menggunakan teknik kriopreservasi. Teknik kriopreservasi adalah salah satu teknik yang memungkinkan untuk penyimpanan jangka panjang embrio kelapa dengan disimpan pada suhu yang sangat rendah (nitrogen cair, 196 o C). Pada suhu tersebut, aktifitas metabolisme sel akan berjalan lambat atau bahkan terhenti, embrio dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama bahkan tidak terbatas serta tidak ada subkultur berulang sehingga terhindar dari resiko kontaminasi Engelmann, 1990). Contoh tanaman yang telah disimpan dengan menggunakan teknik kriopreservasi antara lain purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.;Roostika

21 32 et al., 2013), pisang (Musa spp; Hardaningsih et al., 2012); rosella (Hibiscus sabdariffa L.;Harahap et al.,2015). Terdapat empat tahapan yang harus dilakukan dalam teknik kriopreservasi adalah tahap pengeringan (dehidrasi), pembekuan (freezing), pencairan (thawing), dan pemulihan kembali (recovery) Dehidrasi Teknik dehidrasi bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam suatu jaringan yang akan dibekukan. Perlakuan awal tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kropreservasi karena kadar air di dalam sel yang tinggi akan mengakibatkan terbentuk kristal es pada saat sel tersebut dibekukan. Akibatnya, sel tersebut akan mengalami kerusakan bahkan kematian sehingga tidak dapat disimpan dan tidak dapat disembuhkan (Panis & Lambardi, 2005). Oleh karena itu, semakin rendah kadar air yang tersisa di dalam sel maka semakin banyak sampel yang mampu hidup setelah pembekuan. Spesies tanaman yang tergolong ortodoks mampu bertahan terhadap dehidrasi hingga kadar air rendah sekitar 5% sehingga pada saat pembekuan pada suhu rendah embrio tidak akan mengalami kerusakan (Sisunandar et al., 2010), seperti biji wijen (Sesamum indicum L;Priadi, 2006), kacang buncis (Phaseolus vulgaris;pammenter & Berjak, 2000), dan jagung (Zea-mays; Usman, 2010). Namun demikian, terdapat banyak spesies tanaman yang tergolong rekalsitran yaitu tanaman yang tidak tahan terhadap dehidrasi dibawah 20 % sehingga tidak mudah dibekukan pada suhu ultra rendah seperti Kakao (Theobroma cacao L.; Pancaningtyas, 2013), mangrove (Avicennia marina dan Aesculus hippocastan

22 33 ;Pammenter & Berjak, 2000), melur (Podocarpus neriifolius; Syamsuwida & Aminah, 2008), maupun kelapa (Cocos nucifera L.; Sisunandar et al., 2010). Saat ini, berbagai teknik dehidrasi telah banyak dikembangkan, secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu dehidrasi secara fisik dan dehidrasi secara kimia atau kombinasi dari keduanya. Dehidrasi secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan laminar air flow (LAF) ataupun silica gel (Panis & Lambardi, 2005). Teknik dehidrasi dengan menggunakan LAF selama hampir 5 jam berhasil digunakan untuk mendehidrasi embrio zigotik labu siam (Sechium edule Jacq.Sw) dengan tingkat keberhasilan 30% (Abdelnour- Esquivel & Engelmann, 2002). Teknik yang sama dilakukan selama 0,5 jam juga berhasil digunakan pada embrio zigotik kopi robusta ( Coffea canephora) dengan tingkat keberhasilan 41 % maupun kopi arabika (C. Arabica L) dengan tingkat keberhasilan mencapai 95,8% (Abdelnour- Esquivel et al., 1992). Teknik dehidrasi yang lain menggunakan larutan kimia yang disebut dengan dehidrasi secara kimia. Larutan yang digunakan memiliki konsentrasi yang tinggi sehingga mampu menurunkan jumlah kadar air didalam sel seperti sukrosa, glukosa, dan PEG (Engelmann, 1990; Gomes-Copeland et al., 2015). Tanaman yang berhasil didehidrasi dengan menggunakan sukrosa 0,75 M selama tiga hari antara lain embrio zigotik hantap (Sterculia cordata) yang memiliki tingkat keberhasilan 80% setelah disimpan di dalam larutan nitrogen cair (Nadarajan et al., 2007). Teknik dehidrasi dengan larutan sukrosa juga diaplikasikan pada ujung pucuk tanaman jeruk ponsil (Poncirus trifoliata) dengan cara eksplan direndam dalam larutan 0,5 M sukrosa selama 3 hari dan disimpan di

23 34 dalam larutan nirogen cair terbukti memiliki tingkat keberhasilan mencapai hampir 50 % (Gonzalez-Arnao et al., 1998) Pembekuan (Freezing) Salah satu faktor keberhasilan penyimpanan plasma nutfah adalah pada temperatur penyimpanan. Semakin rendah suhu penyimpanan yang digunakan, maka waktu penyimpanan sampel dapat bertahan lebih lama (Walter et al., 2004). Pada biji Lactuca sativa, penyimpanan pada suhu rendah (5 0 C) hanya mampu bertahan selama 13 tahun, sedangkan penyimpnana pada suhu C biji mampu menyebabkan biji berhasil disimpan selama 150 tahun, bahkan penyimpanan biji pada suhu ultra rendah ( C) mampu menyimpan biji lebih dari 3000 tahun (Walter et al., 2004). Berdasarkan kecepatannya, teknik pembekuan (freezing) dapat dibagi menjadi dua yaitu pembekuan lambat (slow freezing) dan cepat (rapid freezing; Engelmann, 1990). Teknik pembekuan lambat dilakukan dengan menggunakan mesin pendingin yang dapat diprogram kecepatannya (0,5-2 0 C per menit) _sampai suhu sekitar 40 0 C atau 80 0 C dan dilanjutkan pembekuan suhu ultra rendah (nitrogen cair; C) (Engelmann, 2004). Namun, teknik pembekuan lambat tidak banyak digunakan karena membutuhkan alat pendingin yang yang mahal (Engelmann, 2004). Tanaman yang pernah diujicobakan menggunakan teknik pembekuan lambat adalah singkong (Manihot esculenta Crantz) dengan tingkat keberhasilan 55% (Danso, 2011). Teknik pembekuan secara cepat (rapid freezing) juga telah banyak digunakan seperti pada embrio hantap (Sterculia cordata) tingkat keberhasilan berkecambah mencapai 80% (Nadarajan et al.,

24 ), tunas apel (Malus domestica) tingkat keberhasilan mencapai 68% kultivar Romus dan 62% kultivar rootstock M16 Halmagyi et al., 2010). Teknik tersebut dapat menghindari terbentuknya kristal es didalam sel yang dilakukan dengan cara merendam secara langsung biji ke dalam nitrogen cair ( C; Engelmann, 2004) Pencairan (Thawing) Pencairan (thawing) merupakan proses pengembalian sampel setelah direndam dalam suhu ultra rendah (nitrogen cair) untuk kembali ke suhu lingkungan. teknik thawing banyak dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan tanaman yang disimpan sebagai akibat dari memanasnya suhu dari lingkungan dari suhu beku menjadi suhu ruangan. Selama proses tersebut dapat terjadi pembentukan kristal sehingga merusak sel tanaman yang disimpan. Oleh karena itu teknik thawing yang baik adalah teknik thawing yang tidak menyebabkan timbulnya kristal es sehingga menyebabkan sel yang disimpan mengalami kerusakan. Berdasarakan kecepatannya, theknik thowing dibedakan menjadi slow thawing dan rapid thawing. Teknik slow thawing merupakan teknik yang dapat dilakukan dengan cara membiarkan cryotube dalam suhu ruang (sekitar 25 0 C; Engelmann, 1990). Contoh penerapan teknik slow thawing telah mencapai keberhasilan 80% pada tanaman quina (Strychnos pseudoquina) dengan cara sampel dibiarkan di suhu ruangan selama 2 jam (Silva et al., 2012). Pada tanaman lain seperti Ekebargia capensis mengggunakan suhu ruang selama 30 menit sampel dapat dilelehakan (Peran et al., 2006). Teknik thawing yang banyak digunakan adalah rapid thawing. Teknik tersebut dapat dilakukan dengan cara mencelupkan cryotube (tabung

25 36 kriopreservasi) ke dalam air yang bersuhu 40 0 C selama kurang lebih 3 menit (Engelmann, 1990). Teknik rapid thawing tersebut berhasil diaplikasikan pada pir (Pyrus serotina; Oka et al., 1991), teh (Camellia sinensis L), nangka, (Artocarpus heterophyllus L) maupun cokelat (Theobroma cacao L; Chandel et al., 1995). Teknik rapid thawing tersebut berhasil digunakan pada kotiledon embrio tanaman teh (Camellia sinensis L) dengan tingkat kebehasilan antara 75-80% bibit (Kim et al., 2002) maupun pada sumbu embrio nangka (Artocarpus heterophyllus L dengan tingkat kelangsunghidupan 30% (Chandel et al., 1995) Pemulihan (Recovery) Dalam meningkatkan keberhasilan kriopreservasi terdapat tahap akhir dari teknik tersebut yaitu pemulihan kembali (recovery). Pada tahap pemulihan, sampel akan dikembalikan pada kondisi tempat tumbuh yangg optimal secara in vitro. Penggunaan medium dan teknik yang tepat akan berpengaruh terhadap keberhasilan pertumbuhan sampel (Reed, 2007). Medium dasar yang sering digunakan dalam pemulihan tanaman kryopreservasi antara lain medium MS (Murasige & Skoog; Assy-bah & Engelman, 1992, 1993; N Nan et al., 2012), HEC (hibrid embrio culture medium; Rillo, 2004) serta Eeuwens Y3 (Gomes- Copelandet al., 2015). Selain penggunaan medium pemulihan juga ada yang digunakan untuk pemulihan sampel yaitu zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dimasukkan ke dalam medium tanam. Seperti yang diaplikasikan pada tanaman stroberry menggunakan medium dasar MS ditambah dengan 1µM BA dengan tingkat keberhasilan meristem yang tumbuh kembali mencapai 59,3 % (Caswell & Kartha, 2009), selain itu medium MS dengan penambahan 0,25 mg dm -3 kinetin pada tumbuhan

26 37 krisan (Chysanthemum sp) memiliki tingkat keberhasilan pemulihan 40% (Zalewska & Kulus, 2013). 2.3 Perkembangan Penelitian Kriopreservasi Kelapa Teknik kriopreservasi kelapa sampai saat ini masih terus dikembangkan. Terdapat beberapa eksplan tanaman kelapa yang telah dikembangkan menggunakan kriopreservasi, ada tiga jenis yaitu plumular (Bandupriya et al., 2007; N ann et al., 2014), embrio muda (Bajaj, 1984) maupun embrio matang. Namun demikian, eksplan tanaman kelapa yang memiliki tingkat keberhasilan tertinggi dan lebih sering digunakan dalam penelitian kriopreservasi kelapa adalah embrio matang (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Perkembangan penelitian kultur embrio kelapa dan literatur yang mendukungnya Praperlakuan dan waktu (jam) Glukosa + Glisero (11-20) Sukrosa (2M) Sukrosa (3M) Glukosa Dehidrasi dan waktu (jam) Pembeku an Pencairan ( 0 C) dan waktu (menit) LAF (4) Cepat 40 (2) kelulushi dupan (%) Berkeca mbah (%) Berkecam bah normal (%) Aklima tisasi (%) Sumber NA Na Na Assy-Bah & Engelman n 1992 LAF + Cepat 40 Na Karun et (24) (2) al.., 2005 Silika gel (18) Cepat Na Silika gel Cepat 40 Na 68,8 Na 20,8 Sajini et (2) al., 2006 Silika gel Cepat 40 Na 47,9 Na 39 (2) Silika gel Cepat Sisunandar (8) (3) et al., 2010b Silika gel Cepat 40 Na 74 Na Na Alla- (80 g) (48 ), (2) 1 N nan et LAF (MYD, Cepat 40 Na 82,75 Na Na al., 2012 WAT) (2) Keterangan : Na = Informasi tidak tersedia

27 38 Penelitian tentang kriopreservasi embrio kelapa telah dilaporkan oleh Assy-bah & Engelmann (1992) dengan cara embrio kelapa dikeringkan selama 4 jam di dalam LAF (laminar air flow) dan didehidrasi pada medium (MS makro dan mikro, Vitamin Morel & Wetmore, 41 mg/l, FeEDTA, 100 mg/l natrium askorbat) dengan penambahan 600 g/l sukrosa dan 15 % gliserol, dengan ph 5,5 selama 20 jam. Setelah dilakukan penyimpanan pada suhu C dan dilanjutkan dengan rapid thawing dan recovery, persentase embrio yang mampu bertahan hidup mencapai 93 %. Namun demikian, persentase kecambah yang berhasil tumbuh setelah disimpan serta jumlah bibit yang dihasilkan dari embrio yang telah disimpan belum dilaporkan. Karun et al. (2005) melaporkan bahwa embrio kelapa yang telah dikeringkan menggunakan dengan menggunakan silika gel selama 18 jam kemudian disimpan pada suhu ultra rendah ( C) dan dilakukan rapid thawing maupun recovery, sebanyak 90 % dari embrio yang disimpan berhasil tumbuh dan sekitar 70 % embrio berhasil berkecambah secara normal, namun hanya dan 60 % bibit yang dihasilkan berhasil diaklimatisasi. Namun demikian pada penelitian tersebut persentase bibit siap tanam yang dihasilkan dari embrio yang telah dikriopreservasi tidak dilaporkan. Pada penelitian tersebut digunakan embrio kelapa kultivar West Coast Tall. Embrio kelapa yang dikeringkan dengan teknik yang lebih cepat., yaitu dengan menggunakan silika gel selama 8 jam sebelum embrio kelapa di simpan pada suhu ultra rendah ( C) menunjukkan bahwa setelah dilakukan rapid thawing dan recovery,

28 39 Hampir 70 % embrio mampu bertahan hidup pada suhu ultra rendah, 61 % embrio mampu berkecambah dengan sekitar 40 % embrio mampu berkecambah secara normal (Sisunandar et al., 2010). Penelitian tersebut juga melaporkan bahwa di antara20 kultivar kelapa Indonesia yang disimpan, terdapat 5 kultivar yang memiliki tingkat keberhasilan tinggi (30 40 %) setelah disimpan dalam suhu ultra rendah, 11 kultivar dengan tingkat keberhasilan sedang (10 30 %) dan 4 kultivar dengan tingkat keberhasilan rendah (kurang dari 10 %; Sisunandar et al., 2010). Penelitian kriopreservasi embrio kelapa dengan menggunakan teknik dehidrasi juga telah dilakukan dengan cara embrio direndam dalam medium yang mengandung sukrosa 2 M yang dikeringkan menggunakan silica gel selama 24 jam. Setelah dilakukan penyimpanan di dalam nitrogen cair dan dilakukan rapid thawing dan recovery, hampir 70 % embrio yang disimpan berhasil dikecambahkan dan sekitar 20 % embrio yang berkecambah berhasil diaklimatisasikan. Namun demikian, persentase bibit yang siap tanam yang dihasilkan dari embrio yang telah dikriopreservasi belum dilaporkan (Sajini et al., 2006) Upaya peningkatan persentase keberhasilan perkecambahan dari embrio yang telah disimpan dalam nitrogen cair juga telah dilakukan oleh N Nan et al., (2012) dengan cara embrio didehidrasi dengan larutan 3,2 M glukosa dan ditempatkan pada laminar air flow (LAF) selama 24 jam sebelum embrio disimpan pada suhu ultra rendah. Setelah dilakukan rapid thawing dan recovery, sebanyak lebih dari 80 % embrio berhasil berkecambah. Namun persentase

29 40 kecambah normal, maupun persentase embrio yang berhasil diaklimatisasikan belum dilaporkan. Perkembangan teknik kriopreservasi kelapa sudah banyak dilakukan, namun masih dipandang perlu untuk dikembangkanlebih lanjut untuk meningkatkan keberhasilan kriopreservasi maupun diaplikasikan pada kultivar kelapa yang lain. Salah satu cara yang banyak dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan kriopreservasi tersebut adalah dengan menambahkan zat krioprotektan ke dalam medium dehidrasi seperti sorbitol. 2.5 Sorbitol Sorbitol merupakan salah satu gula alkohol hasil reduksi dari glukosa dimana semua atom oksigennya terdapat dalam bentuk hidroksil (polyhidric alcohol; Soesilo et al., 2005). Secara kimiawi, sorbitol mempunyai rumus kimia (C 6 H 14 O 6 ) dengan rantai enam karbon dan tidak mempunyai gugus karbonil (Soesilo et al., 2005; Gambar.2.4) Gambar 2.4 Struktur kimiawi sorbitol (Karakas, 2001)

30 41 Sorbitol memiliki sifat tidak dapat menembus membran sel karena memiliki ukuran yang relatif besar dengan berat molekul g/mol sehingga digolongkan ke dalam non permeating cryoprotectant (Chen et al., 1984). Seperti diketahui, senyawa krioprotektan digolongkan menjadi dua macam, yaitu penetrating cryoprotectant dan non-penetrating cryoprotectant. Senyawa golongan pertama dapat menembus membran sel sehingga dapat menurunkan pembentukan kristal es di dalam sel serta dapat menurunkan kemungkinan terjadinya dehidrasi di dalam sel selama proses pembekuan (Wowk, 2007). Namun demikian, penetrating cryoprotectant tersebut pada umumnya bersifat racun jika digunakan dalam konsentrasi tinggi sehingga dapat membunuh sel yang disimpan. Senyawa yang tergolong penetrating cryoprotectant seperti dimethyl sulfoksida, methanol, ethanol, maupun gliserol. Hal sebaliknya terjadi pada non-penetrating cryoprotectant seperti glukosa, silosa (monosakarida), sukrosa, laktosa, maltosa (disakarida), polietilen glikol, polivinil pirolidon, ataupun senyawa turunan poliaklohol seperti manitol dan sorbitol (Hubalek, 2003). Salah satu keuntungan penggunaan senyawa krioprotektan golongan ini adalah kurang bersifat racun terhadap sel, khususnya jika digunakan dalam konsentrasi yang rendah sedang. Senyawa krioprotektan seperti sorbitol tersebut berperan penting dalam melindungi sel selama proses kriopreservasi dengan cara meningkatkan tekanan osmostik cairan matriks ekstraselluler (Wowk, 2007). Tingginya tekanan osmotik di luar sel tersebut dapat mengakibatkan konsentrasi air di dalam sel menurun sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kristal di dalam sel selama proses freezing. Konsentrasi

31 42 tinggi cairan krioprotektan di matriks ekstraselluler juga dapat menurunkan masukknya air ke dalam sel selama proses thawing sehingga hal tersebut juga dapat menghambat pembentukan kristal selama proses thawing. Penggunaan senyawa non-penetrating cryoprotectant seperti sorbitol untuk meningkatkan keberhasilan kriopreservasi telah banyak dilaporkan. Pada Zizania texana, penambahan sorbitol sebesar 0,8 M ke dalam medium dehidrasi berhasil meningkatkan keberhasilan kriopreservasi dari 5 % pada medium dehidrasi tanpa penambahan sorbitol menjadi 75 % pada medium dehidrasi dengan penambahan sorbitol (Walters et al., 2002). Penambahan sorbitol ke dalam medium dehidrasi juga dilaporkan mampu meningkatkan keberhasilan kriopreservasi kalus Solanum tuberosum dari 0 5 pada medium dehidrasi tanpa penambahan sorbitol menjadi sekitar 75 % pada medium dehidrasi dengan penambahan 0,7 M sorbitol (Dobbernack et al., 2011). Penambahan sorbitol kedalam medium dehidrasi dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari gandum (Secale cereale L. cv Puma). Penelitian ini dilakukan dengan cara mengisolasi jaringan protoplast dari daun gandum (Secale cereale L. cv Puma). Medium dehidrasi yang digunakan dengan ditambahkan 1,5 M sorbitol memiliki tingkat kelangsungan hidup 51% lebih tinggi dari medium dengan ditambahkan 1,03 M sorbitol dan 2 M etilen glikol hanya memiliki tingkat kelangsungan hidup sekitar 34% setelah disimpan dalam nitrogen cair (Langis dan Steponkus, 1990). Namun demikian, respon positif perlakuan sorbitol dalam meningkatkan keberhasilan kriopreservasi sangat bergantung pada jenis tumbuhan yang

32 43 disimpan. Pada kriopreservasi embrio somatik Pinus pinaster, penambahan sorbitol ke dalam medium dehidrasi tidak dapat meningkatkan kelulushidupan embrio somatik secara signifikan setelah embrio disimpan pada suhu beku (Marum et al., 2004). Meskipun demikian, perlakuan tersebut mampu menurunkan potensial air di dalam sel dari -0,09 MPa pada perlakuan dehidrasi tanpa sorbitol menjadi -2,46 Mpa pada perlakuan dehidrasi dengan menggunakan sorbitol. Upaya peningkatakan keberhasilan kriopreservasi tunas kentang dengan menambahkan sorbitol ke dalam medium dehidrasi juga tidak mampu meningkatkan persentase kelulushidupan tunas kentang setelah disimpan pada suhu beku. Bahkan perlakuan penambahan 0,5 M sorbitol ke dalam medium dehidrasi justru menurunkan tingkat kelulushidupan dari sekitar 50 % dengan perlakuan medium dehidrasi tanpa penambahan sorbitol menjadi hanya sekitar 30 % pada perlakuan medium dehidrasi dengan penambahan sorbitol (Halmagyi et al., 2005). Pada tanaman kelapa, sorbitol juga telah dicobakan untuk meningkatkan keberhasilan penyimpanan embrio kelapa pada suhu ultra rendah ( C), seperti yang dilaporkan oleh Assy-Bah and Engelmann (1992). Tingkat keberhasilan penyimpanan embrio kelapa hibrida PB 121 meningkat dari 0% pada dehidrasi dengan menggunakan medium tanpa sorbitol menjadi sekitar 40% pada dehidrasi dengan medium yang ditambahkan sorbitol. Oleh karena dalam penelitian ini dilakukan upaya peningkatan keberhasilan kriopreservasi embrio kelapa Indonesia khusunya kelapa Banyumas dengan melakukan penambahan sorbitol pada medium dehidrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan dihampir seluruh negara tropis di dunia termasuk Indonesia. Indonesia mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting bagi Indonesia. Pada tahun 2014, Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki banyak manfaat dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Daun kelapa yang masih muda dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Kelapa dan Peran Kelapa bagi Manusia (Cocos nucifera L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Kelapa dan Peran Kelapa bagi Manusia (Cocos nucifera L.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kelapa dan Peran Kelapa bagi Manusia (Cocos nucifera L.) 2.1.1 Deskripsi Kelapa Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman anggota keluarga Arecaceae dan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi dan Peran Kelapa dalam Kehidupan Manusia. 2n = 32 dan termasuk tumbuhan monokotil dalam family Arecaceae dan satu

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi dan Peran Kelapa dalam Kehidupan Manusia. 2n = 32 dan termasuk tumbuhan monokotil dalam family Arecaceae dan satu 11 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Peran Kelapa dalam Kehidupan Manusia 2.1.1 Deskripsi Kelapa Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis dengan kromosom 2n = 32 dan termasuk tumbuhan monokotil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa merupakan tanaman anggota famili Arecaceae (Palm) dari genus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa merupakan tanaman anggota famili Arecaceae (Palm) dari genus 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kelapa 2.1.1 Deskripsi Kelapa Kelapa merupakan tanaman anggota famili Arecaceae (Palm) dari genus Cocos yang tersebar di seluruh daerah tropis maupun subtropis (Chan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa merupakan salah satu tanaman yang terpenting dalam perekonomian Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman kelapa baik dari batang, daun dan buah mempunyai

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Batang kelapa dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Batang kelapa dapat digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang serbaguna karena seluruh bagian dari pohon dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Batang, daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua bagian dari pohon yaitu akar, batang, daun dan buahnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Kelapa 1. Akar Akar serabut, jumlah 2.000 4.000 helai/phn, kebanyakan berada di permukaan tanah bisa mencapai 15 m sebagian masuk ke dlm tanah sampai 3,5

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. Sifat dan perilaku tanaman kopi dapat dipelajari dari sisi biologinya. Artikel ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai lebih dari 800 juta US$ dan meningkat menjadi lebih dari 1.2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. mencapai lebih dari 800 juta US$ dan meningkat menjadi lebih dari 1.2 milyar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa utama di Indonesia setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2010, total eksport kopi Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH EMBRIO KELAPA BANYUMAS (Cocos nucifera L.) MELALUI TEKNIK KRIOPRESERVASI

PENGARUH LAMA WAKTU DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH EMBRIO KELAPA BANYUMAS (Cocos nucifera L.) MELALUI TEKNIK KRIOPRESERVASI PENGARUH LAMA WAKTU DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN PENYIMPANAN PLASMA NUTFAH EMBRIO KELAPA BANYUMAS (Cocos nucifera L.) MELALUI TEKNIK KRIOPRESERVASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Lebih terperinci

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

KELAPA. (Cocos nucifera L.) KELAPA (Cocos nucifera L.) Produksi tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga diekspor sebagai sumber devisa negara. Tenaga kerja yang diserap pada agribisnis kelapa tidak sedikit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia karena mampu menjadi sumber devisa utama. Pada tahun 2007, nilai

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia karena mampu menjadi sumber devisa utama. Pada tahun 2007, nilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan dari sektor perkebunan di Indonesia karena mampu menjadi sumber devisa utama. Pada tahun 2007, nilai eksport

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai keanekaragaman tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, tanaman sayuran dan tanaman hias. Menurut Wijaya (2006), Indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN DIMETHYL SULFOXIDA (DMSO) KE DALAM MEDIUM DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN KRIOPRESERVASI EMBRYO KELAPA

PENGARUH PENAMBAHAN DIMETHYL SULFOXIDA (DMSO) KE DALAM MEDIUM DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN KRIOPRESERVASI EMBRYO KELAPA PENGARUH PENAMBAHAN DIMETHYL SULFOXIDA (DMSO) KE DALAM MEDIUM DEHIDRASI TERHADAP KEBERHASILAN KRIOPRESERVASI EMBRYO KELAPA (Cocos nucifera L.) BANYUMAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Kopi robusta (Coffea canephora piere ex A. Frohner) merupakan salah satu tanaman andalan dari komoditas perkebunan Indonesia karena memiliki nilai ekonomi tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Vanilla planifolia Andrews atau panili merupakan salah satu tanaman industri yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting peranannya

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas perkebunan terbesar ke empat di Indonesia setelah karet, kelapa sawit dan cokelat (BPS, 2013). Komoditas tersebut mampu menjadi sumber pendapatan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan PENDAHULUAN Latar Belakang Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan bunga jantan tanaman penghasil nira seperti aren, kelapa, tebu, bit, sagu, kurma, nipah, siwalan, mapel,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Saat ini, manggis merupakan salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji

METODE PENELITIAN. I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji III. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri 4 percobaan yaitu : I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. II. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji anggrek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Pisang Barangan Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai pucuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi biji kopi di Indonesia (Ibrahim et al., 2012). Pada tahun 2013, produksi

BAB I PENDAHULUAN. produksi biji kopi di Indonesia (Ibrahim et al., 2012). Pada tahun 2013, produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat di lihat dari nilai ekspor kopi pada

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan ANGGOTA KELOMPOK 1: Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nur Izzatul Maulida 115040201111339 KELAS L PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembibitan Jati. tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi m.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembibitan Jati. tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi m. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembibitan Jati Jati (Tectona grandis L.) adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) Standar Nasional Indonesia Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

Perkembangbiakan Tanaman

Perkembangbiakan Tanaman SERI LEMBARAN FAKTA TENTANG Penyimpanan Benih & Perkembangbiakan Tanaman Dikembangkan oleh Yayasan IDEP Dengan dukungan dari the Seed Savers Network Apakah Anda ingin menanam tanaman yang lebih sehat sambil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan pangan terus menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Peningkatan jumlah populasi dunia, peningkatan suhu bumi yang disebabkan efek pemanasan global,

Lebih terperinci

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV N A M A : JHONI N I M : 111134267 ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV I Ayo Belajar IPA A. StandarKompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya B. KompetensiDasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kulit batangnya. Kenaf sebagai tanaman penghasil serat banyak

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kulit batangnya. Kenaf sebagai tanaman penghasil serat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) merupakan tanaman penghasil serat yang berasal dari kulit batangnya. Kenaf sebagai tanaman penghasil serat banyak digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi. kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah tanaman aren (Arenga

PENDAHULUAN. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi. kelangsungan hidup manusia. Salah satunya adalah tanaman aren (Arenga PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam melimpah. Berbagai jenis tumbuhan di Indonesia mempunyai banyak manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satunya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO SKRIPSI

PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO SKRIPSI PERTUMBUHAN EMBRIO KELAPA KOPYOR (Cocos nucifera L.) PADA BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR IN-VITRO SKRIPSI Oleh : SILTA RESLITA BR GINTING 0925010003 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong yang berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Prospek agribisnis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) SNI 01-7158-2006 Standar Nasional Indonesia Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam hal penyedia lapangan pekerjaan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (C

PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (C PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) TERHADAP KEBERHASILAN PERKECAMBAHAN DAN AKLIMATISASI SECARA LANGSUNG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

UJI VITAMIN DAN MINERAL PADA TELUR ASIN HASIL PENGASINAN TANPA GARAM DAPUR

UJI VITAMIN DAN MINERAL PADA TELUR ASIN HASIL PENGASINAN TANPA GARAM DAPUR UJI VITAMIN DAN MINERAL PADA TELUR ASIN HASIL PENGASINAN TANPA GARAM DAPUR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun Oleh : Siti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, yang sangat banyak menarik perhatian konsumen. Selain mempunyai nilai estetika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber devisa non-migas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Pohon kelapa sawit terdiri dari pada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersial dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer, kentang ini

BAB I PENDAHULUAN. Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer, kentang ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura penting di Indonesia yang diusahakan secara komersial terutama di daerah dataran tinggi. Kentang

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

PENETAPAN BPT KELAPA DALAM SEBAGAI BENIH SUMBER DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh Yeany M. Bara Mata, SP

PENETAPAN BPT KELAPA DALAM SEBAGAI BENIH SUMBER DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh Yeany M. Bara Mata, SP PENETAPAN BPT KELAPA DALAM SEBAGAI BENIH SUMBER DI KABUPATEN SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh Yeany M. Bara Mata, SP (PBT Pertama - Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi NTT) Tanaman kelapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubi kayu: Taksonomi dan Morfologi Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

A. Struktur Akar dan Fungsinya

A. Struktur Akar dan Fungsinya A. Struktur Akar dan Fungsinya Inti Akar. Inti akar terdiri atas pembuluh kayu dan pembuluh tapis. Pembuluh kayu berfungsi mengangkut air dari akar ke daun. Pembuluh tapis berfungsi mengangkut hasil fotosintesis

Lebih terperinci