Kontrak Karya PT Freeport Dikaitkan Dengan Asas-Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara - Author: Swante Adi Krisna

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kontrak Karya PT Freeport Dikaitkan Dengan Asas-Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara - Author: Swante Adi Krisna"

Transkripsi

1 SKRIPSI HUKUM PIDANA Kontrak Karya PT Freeport Dikaitkan Dengan Asas-Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara - Author: Swante Adi Kontrak Karya PT Freeport Dikaitkan Dengan Asas-Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara Oleh: Swante Adi Tanggal dipublish: 6 Apr 2017 (3 months ago) Tanggal didownload: 14 Jul 2017, Pukul 12:08 0 pembaca via komputer / laptop. 0 pembaca via handphone / tablet. PDF Didownload 0 kali. URL PDF: n-asas-asas-hukum-pertambangan-min-oleh-dr-emmy-latifah-sh-mh-di-notariat-uns.pdf LATAR BELAKANG Sejak dahulu Negara kita dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Tidak jarang pula banyak orang yang menyebut negara kita dengan julukan zamrud khatulistiwa, tanah surga, dan banyak julukan lainnya. Potret kekayaan alam indonesia meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti kekayaan hutan, perkebunan, kelautan, emas, batu bara, nikel, bauksit, minyak dan gas bumi serta barang-barang tambang lainnya yang dapat menarik penanam modal asing masuk untuk menanamkan modalnya.akan tetapi penanaman modal asing dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia perlu memerhatikan Pasal 33 UUD 1945 yang memuat dasar politik hukum dalam pengelolaan sumber daya alam. Di dalam Pasal 33 UUD 1945 ditemukan bagaimana nilai-nilai, cara serta tujuan dari peranan negara dalam pengelolaan sumber daya alam.pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan konstitusional pengelolaan sumber daya alam tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Penerjemahan Pasal 33 UUD 1945 ke dalam berbagai undang-undang

2 dipengaruhi oleh berbagai nilai dan kepentingan dari para penyusunnya yang dapat saja bertentangan dengan maksud sebenarnya dari Pasal 33 UUD 1945 itu sendiri. Oleh karena itu, konstitusi perlu dijadikan sebagai bintang petunjuk dalam melahirkan berbagai undang-undang di bidang agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Mohammad Hatta merumuskan pengertian dikuasai oleh negara di dalam Pasal 33 UUD 1945 sebagai: dikuasai oleh negara yang tidak berarti bahwa negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ordernemer. Sementara itu Muhammad Yamin merumuskan pengertian dikuasai oleh negara termasuk mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama untuk memperbaiki dan mempertinggi produksi dengan mengutamakan koperasi. Kemudian Bagir Manan merumuskan cakupan pengertian dikuasai oleh negara atau hak penguasaan negara, sebagai berikut: 1. Penguasaan semacam pemilikan oleh negara, artinya negara melalui Pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak wewenang atasnya, termasuk di sini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, 2. Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan, 3. Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk usaha-usaha tertentu.

3 Permasalahan pengelolaan sumber daya alam merupakan masalah klasik yang sudah sejak dulu ada dan berlanjut hingga sekarang. Ada beberapa aspek permasalahan klasik yang muncul seperti aspek permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi. Hal ini membuat kita membutuhkan peran kemitraan dalam pengelolaan sumber daya alam dalam bentuk kontrak karya pertambangan dengan perusahaan modal asing. Kompensasinya kita hanya mendapatkan royalti saja yang ditentukan dalam kontrak karya. Semangat UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sejatinya mengembalikan Hak Penguasaan Negara atas barang tambang pada kedudukannya yang semula. Sehingga setelah sebelumnya berlaku rezim kontrak sebagaimana dituangkan dalam UU No. 11 tahun 1967 tetang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan jo. UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dirombak menjadi rezim perijinan sebagaimana dalam UU No. 4 tahun Kemudian, melalui pasal 169 b UU No. 4 tahun seluruh kontrak-kontrak yang telah disepakati sebelum diberlakukan undang-undang minerba ini, harus disesuaikan selambat-lambatnya satu tahun setelah undang-undang ini disahkan. Perubahan itu meliputi Luas wilayah kerja pertambangan, perpanjangan kontrak, penerimaan negara/royalti, kewajiban pengelolaan dan pemurnian, kewajiban divestasi, dan kewajiban penggunaan barang dan jasa dari dalam negeri. Kemudian, ketentuan ini memberikan tenggang waktu selama satu tahun untuk penyesuaian KK dan PKP2B. Pertambangan Gesberg dan Esberg yang dilakukan oleh Freeport merupakan pertambangan mineral pertama di Indonesia. Pengusahaan terhadap mineral berupa logam mulia yang meliputi tembaga, emas, perak, platina dan palladium. Kerja sama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia dilakukan melalui perjanjian yang dituangkan dalam suatu Kontrak Karya. Kontrak Karya dibuat pertama kali (KK Generasi I) pada tahun 1967 didasarkan pada UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan dan UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Pada

4 kenyataannya, diketahui bahwa perundingan yang terjadi di antara Pemerintah dengan PT. Freeport berlangsung dengan tidak adil di mana pihak Pemerintah Indonesia pada saat itu diwakili oleh seorang pengacara (lawyer) yang merupakan pengacara dari PT. Freeport Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena pada saat itu, pengetahuan dari pihak pemerintah sangat minim mengenai penanaman modal asing dan pertambangan. Kontrak kemudian direnegosiasi pada tahun 1991, dan menghasilkan Kontrak Karya Generasi II di mana renegosiasi KK dilakukan bertepatan dengan perpanjangan KK yang sudah berjalan selama hampir menginjak 30 tahun, tepatnya 24 tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, Kontrak Karya antara Pemerintah dengan PT. Freeport Indonesia semakin dirasakan dan disadari tidak lagi adil. Berbanding dengan keadaan yang saat ini terjadi di Indonesia. Sehingga dengan demikian, sejalan dengan diundangkannya UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, kontrak harus direnegosiasi dan disesuaikan dengan undang-undang mineral dan batubara yang baru sebagaimana tertuang dalam pasal 169 undang-undang ini. Pembaharuan kontrak tersebut juga ditujukan agar pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia tersebut selaras dengan asas-asas hukum pertambangan mineral dan batubara yang terdapat dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang telah penulis berikan pada latar belakang di atas, terdapat beberapa pokok permasalahan yang ingin dikaji secara lebih lanjut dan mendalam, yakni sebagai berikut: 1. Apasajakah asas-asas hukum pertambangan mineral dan batubara di Indonesia? 2. Bagaimanakah permasalahan-permasalahan Kontrak Karya PT. Freeport apabila dikaitkan

5 dengan asas-asas hukum pertambangan mineral dan batubara? A. Asas-Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara Herman Bakir mendefinisikan asas sebagai seperangkat dalil atau proposisi evaluatif tentang kebenaran terdasar segala ihwal-ihwal (situasi-situasi) yang diarahkan sebagai pedoman landasan atau tumpuan dalam suatu aktus berpikir atau menilai. Sedangkan, Soetandyo berpendapat, kelompok asas-asas yang berada pada tataran yang paling abstrak, umumnya adalah gerombolan asas-asas bercorak moral. Berkilas balik pada model asas-asas sebelumnya bahwa asas-asas hukum yang utama tak lain dari seperangkat penilaian penilaian moral. Dengan demikian, lingkup pengertian asas hukum, terutama di tataran pembentukan hukum, berkisar pada konsep konsep dasar yang kedalamnya termuat proposisi-proposisi ataupun asumsi-asumsi abstrak tentang nilai-nilai kebenaran (moral), yang diarahkan sebagai tumpuan

6 berpikir para legislasi di aktus pembentukan kaidah hukum positif atau para hakim di putusan-putusan (vonis) individual. Oleh karenanya asas-asas hukum adalah konsep pertama dari segala aturan hukum. Sedangkan asas hukum dan norma hukum merupakan hal yang berbeda. Asas hukum merupakan hal yang dipedomani dalam pembuatan norma hukum yang dapat dikembangkan dan dijabarkan untuk pembentukan norma hukum. Sedangkan, norma hukum adalah hukum positif atau aturan itu sendiri yang dibentuk sesuai dengan asas-asas hukum. Pertambangan Mineral dan Batubara diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Asas Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dikelola berasaskan : 1. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan Asas manfaat dalam pengaturan pertambangan tentunya mengacu pada tujuan negara yang dimuat dalam pembukaan UUD 1945, dimana negara hendak memajukan kessejahteraan umum guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain hasil dari pertambangan harus memberikan kontribusi yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi, bukan sekedar dinikmati oleh pelaku usaha dan para pejabat yang berkaitan dengan pertambangan. 2. Keberpihakan pada kepentingan bangsa Asas keberpihak kepada kepentingan bangsa, berkaitan dengan

7 Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang pada intinya mengatur cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kata rakyat disini ditafsirkan sebagai subyek bangsa Indonesia. Tugas negara memelihara keutuhan bangsa dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat baik dari segi materil dan spiritual. 3. Partisipasi, transparansi dan akuntabilitas Asas partisipatif, transparan dan akuntabilitas berkaitan dengan pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan pertambangan yaitu pemerintah yang memiliki kewenangan mengatur, mengeluarkan kebijakan dan perijinan, pelaku usaha dalam hal ini badan usaha, koperasi dan perorangan. Asas partisipatif disini ditunmt keseimbangan peran antara pihak-pihak dalam pengelolaan pertambangan secara aktif dan seimbang. Asas transparan yaitu suatu pengelolaaan yang terbuka terkait dengan informasi pengelolaan pertambangan yang dapat diakses secara umum sehingga lembaga negara dan anggota masyarakat seperti lembaga swadaya masyarakat dapat memantau dan memberikan pengawasan secara efektif. Asas akuntabilitas berkaitan dengan pertanggungjawaban baik dari pemerintah yang mengeluarkan perijinan maupun dari pelaku usaha yang mengadakan pengelolaan pertambangan harus memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi guna tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesia.

8 4. Berkelanjutan Asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan berkaitan dengan kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan saat ini dan di masa yang akan datang. Di satu sisi pengelolaan pertambangan dimaksudkan untuk menggali sumber-surnber kekayaan alam guna memperoleh nilai tambah perekonomian, disisi lain pengelolaan pertambangan yang obyeknya tidak dapat diperbaharui dan dapat merusak lingkungan yang pada akhirnya akan merusak ekosistem. Sementara semua makhluk termasuk manusia hanya dapat hidup pada Iingkungan dengan ekosistem yang baik dan layak. Oleh karena itu dalam perencanaan pengelolaan pertambangan mengintegrasikan dimensi ekonomi, sosial dan budaya. B. Permasalahan-Permasalahan Kontrak Karya PT. Freeport Dikaitkan Dengan Asas-Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara UU No.11 Tahun 1967 tidak memberikan definisi perjanjian karya sebagaimana umumnya peraturan perundang-undangan memberikan definisi operasional pada istilah-istilah yang digunakan. Namun, dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing dijelaskan bahwa kontrak karya adalah: perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha

9 pertambangan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batubara. Substansi Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia tersebut selanjutnya disiapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan calon penanam modal sebagai Kontraktor. Adapun contoh daripada substansi Kontrak Karya tersebut dapat dilihat dalam Kontrak Karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan PT Newmont Nusa Tenggara, yang terdiri dari: tanggal persetujuan dan tempat dibuatnya kontrak karya; subyek hukum; definisi; penunjukan dan tanggung jawab perusahaan; modus operandi; wilayah kontrak karya; periode penyelidikan umum; periode eksplorasi; laporan dan deposito jaminan (security deposit); periode studi kelayakan (feasibility studies period); periode konstruksi; periode operasi; pemasaran; fasilitas umum dan re-ekspor; pajak-pajak dan lain-lain kewajiban keuangan perusahaan; pelaporan, inspeksi dan rencana kerja; hak-hak khusus pemerintah; ketentuan-ketentuan kemudahan; keadaan kahar (force majeure); kelalaian (default); penyelesaian sengketa; pengakhiran kontrak; kerja sama para pihak; promosi kepentingan nasional; kerja sama daerah dalam pengadaan prasarana tambahan; pengelolaan dan perlindungan lingkungan; pengembangan kegiatan usaha setempat; ketentuan lain-lain; pengalihan hak; pembiayaan; jangka waktu kontrak karya; dan pilihan hukum. Selain definisi yang terdapat dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing tersebut masih juga terdapat definisi dari pendapat para ahli mengenai kontrak karya, yang pertama adalah definisi kontrak karya menurut Ismail Sunny yang mengartikan kontrak karya sebagai:

10 kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum lni mengadakan kerjasama dengan satu badan hukum yang menggunakan modal nasional. Sri Woelan Aziz memberikan definisi kontrak karya sebagai kerjasama dimana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia tersebut bekerjasama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Sedangkan, Salim H.S. memberikan definisi kontrak karya secara lebih rinci, yaitu: suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak

11 Namun, Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran terhadap klausul dikuasai negara yang terdapat dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), yang dimana kekuasaan negara tersebut mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk melakukan fungsinya dalam mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) oleh negara. Penafsiran Mahkamah Konstitusi tersebut apabila dikaitkan dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU No.5 Tahun 1960) adalah tepat karena di dalam Pasal 2 UU No.5 Tahun 1960 telah memberikan landasan konsep hak menguasai negara yang juga dapat diturunkan kepada konsep hak menguasai negara atas sumber daya mineral dan batubara. Berdasarkan hak menguasai negara tersebut, jika diturunkan untuk bidang pertambangan, maka seharusnya negara diberikan wewenang untuk: mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Kedudukan penguasaan negara sebagaimana yang disebutkan

12 diatas tidak nampak dalam pengelolaan mineral dan batubara di masa kontrak karya. Hal tersebut dapat dilihat melalui posisi Negara yang bukan menjadi pihak yang superlatif dan mengatur hubungan hukum antara perusahaan pertambangan dan sumber daya yang ada, tetapi justru melakukan hubungan hukum dan memberikan insentif-insentif terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Terdapat perbedaan-perbedaan paradigma terkait Kontrak Karya dalam UU No. 11 Tahun 1967 dan UU No. 4 Tahun 2009, yaitu: Nomer Substansi Rezim Kontrak (UU No. 11 Tahun 1967) Rezim IUP (UU No. 4 Tahun 2009) 1. Dasar Hukum UU No. 11 Tahun 1967 UU No. 4 Tahun Kedudukan Pemerintah Kedudukan Pelaku Usaha Pihak yang berkontrak Sejajar dengan Pemerintah Pemberi Izin Subordinat dari Pemerintah 4. Hak Pengusahaan Bentuk Jangka Waktu Produksi Kewajiban Divestasi Luas Wilayah Kuasa Pertambangan (KP), KK, PKP2B 30 thn (dapat diperpanjang 2 x 10 thn) KK dipersyaratkan PMA wajib divestasi 10% - 20 %, 51 %, dan ada yang sesuai PP No.20/1994 (divestasi sebagai saham setelah 15 tahun produksi komersial). Untuk PKP2B dipersyaratkan 51 % Untuk generasi I, tidak diatur untuk generasi II dan III Untuk tahap pra produksi : KK Generasi I VI tidak diatur KK Generasi VII max ha PKP2B Generasi I tidak diatur PKP2B Generasi II-III max ha Izin Usaha Pertambangan (IUP) 20 tahun (dapat diperpanjang 2 x 10 tahun) Setelah 5 tahun berproduksi, IUOP PMA wajib melakukan divestasi minimum 20 % Untuk tahap pra produksi : IUP mineral logam max ha, IUP batubara max ha, IUP Batuan max ha.

13 Untuk tahap produksi : KK 25 % dari Untuk tahap operasi luas awal atau max ha, produksi: IUP mineral PKP2B 25% dari luas awal atau logam max ha, Luas Wilayah ha. Untuk tahap pra produksi IUP batubara max berbeda sesuai dengan generasi ha, IUP Batuan max masing-masing. ha. Pengolahan & Pemurnian Jangka waktu tidak diatur. Tapi dalam kontrak diwajibkan melakukan pengolahan & pemurnian, jika memenuhi keekonomiaannya. KK yang sudah produksi wajib melakukan pemurnian paling lambat 5 tahun sejak UU No. 4/2009 diterbitkan. Dalam UU No.4 Tahun 2009 tidak lagi dikenal model kontrak karya seperti yang dikenal dalam dalam UU No. 11 Tahun Model kontrak karya tersebut digantikan dengan sistem perizinan di bidang pertambangan, yang oleh UU No.4 Tahun 2009 disebut sebagai Izin Usaha Pertambangan (IUP). Adapun menurut, Spelt dan Ten Berge, model izin merupakan sebuah tanda persetujuan dari pemerintah, berdasarkan peraturan perundang-undangan, bagi subjek hukum untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, pemerintah memperkenankan orang yang mengajukan permohonan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Berdasarkan konsepsi yang demikian, pemberian izin pengelolaan pertambangan didasarkan pada pandangan bahwa pengelolaan pertambangan adalah kegiatan yang dilarang. Pemerintah, sebagai pihak yang memberikan izin, dengan demikian memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan pertambangan. Konsep ini berbeda dengan kontrak karya yang menempatkan perusahaan pertambangan dan pemerintah sebagai subjek hukum yang sejajar dalam membuat kesepakatan. Izin di bidang pertambangan tersebut pada akhirnya akan menjadi sebuah instrumen pengendalian. Karakter pengendalian dalam izin merupakan sebuah karakter yang inheren, selain karakter mencegah bahaya, melindungi obyek tertentu, ataupun menyeleksi orang tertentu. Karakter inheren dalam izin

14 pertambangan tersebut mengakibatkan suatu izin bukan hanya dilekati oleh satu karakter saja, tetapi juga dapat dilekati oleh berbagai karakter tersebut. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari adanya keterhubungan antara suatu izin dengan izin-izin lainnya (gelede normstelling). Oleh karena itu, izin di bidang pertambangan juga dapat memiliki berbagai macam karakter tersebut jika sebelum dikeluarkan disyaratkan untuk memenuhi izin-izin lainnya. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.3 Tahun 2012 tentang Tim Evaluasi untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan, maka Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono membentuk sebuah tim untuk mengevaluasi serta meninjau kembali kontrak karya pertambangan mineral dan batubara, termasuk di dalamnya Kontrak Karya PT.Freeport Indonesia (PT FI). Adapun poin-poin yang akan dinegosiasikan kembali oleh Pemerintah Indonesia dan PT.Freeport antara lain: 1. Luas wilayah Kerja Pertambangan Luas wilayah kerja pertambangan PT.Freeport Indonesia diatur dalam Pasal 4 Kontrak Karya II PT.Freeport Indonesia (PTFI) Tahun 1991 dengan Pemerintah Indonesia. Di dalam Kontrak Karya II tersebut telah disepakati bahwa PTFI dapat mengeksplorasi wilayah pertambangan seluas 6,5 juta acres (2.626 juta hektar) hingga akhir masa berlakunya kontrak, yaitu tahun Luas wilayah tersebut telah ditambah dari kontrak karya sebelumnya (Kontrak Karya I Tahun 1967) yaitu seluas acres (11 ribu hektar). Sementara itu, terkait dengan Iuas wilayah Pemerintah telah mengeluarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mengamanatkan agar Iuas wilayah eksplorasi dibatasi hingga maksimal Hektar, serta maksimal Hektar untuk

15 wilayah operasi. Jadi selama ini PTFI telah melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam di Papua, jika hal ini dibiarkan maka dalam beberapa tahun kedepan sumber daya alam di Papua akan habis disamping itu ekosistem alam terutama hutan juga akan rusak. Dampak kerusakan lingkungan tersebut dapat dilihat pada gugatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada tahun 2001 karena dugaan pencemaran yang dilakukan dan meningkatkan kualitas air Danau Wanagon dari unsur Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menjadi ambang batas baku air. Majelis hakim pun memutuskan bahwa PTFI bersalah dan diharuskan melakukan upaya-upaya perbaikan terhadap kerusakan yang telah mereka lakukan, antaranya adalah meminimalkan pencemaran yang dilakukan dan meningkatkan kualitas air Danau Wanagon dari unsur Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menjadi ambang batas baku air. Mengenai pengawasan, majelis hakim memutuskan, akan dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah yang terkait. Menurut pendapat penulis, kontrak karya PTFI dan kerusakan lingkungan tersebut bertentangan dengan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas serta asas berkelanjutan, karena kegiatan pertambangan secara besar-besaran tersebut jelas-jelas akan merusak lingkungan, selain itu model kontrak karya tersebut merupakan salah satu bentuk kontrak yang tidak memiliki karakter peran Pemerintah dalam pengendalian dan pencegahan. Oleh karena itu dalam UU No.32 Tahun 2009, IUP tidak dapat dilepaskan dari izin lingkungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No.32 Tahun 2009). Pasal 36 ayat (1) UU No.32 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. Sedangkan IUP Eksplorasi, berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No.4 Tahun 2009, diwajibkan untuk terlebih

16 dahulu memiliki amdal. Oleh karena itu IUP Eksplorasi tidak dapat dilepaskan dari izin lingkungan yang memiliki karakter pencegahan bahaya bagi lingkungan. Sedangkan karakter pengendalian dan/atau pencegahan bahaya tersebut yang secara paradigmatik tidak tampak dalam model kontrak karya. UU No.11 Tahun 1967 tidak secara eksplisit menempatkan pemerintah sebagai pihak yang dapat menjadi pengendali atau pengarah dalam kegiatan pertambangan di Indonesia. 2. Perpanjangan Kontrak Di dalam Kontrak Karya Freeport, tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit mengatur bahwa Pemerintah Indonesia dapat sewaktu-waktu mengakhiri Kontrak Freeport, walaupun Freeport dinilai melakukan pelanggaran-pelanggaran atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan Kontrak. Sebaliknya, pihak Freeport dapat sewaktu-waktu mengakhiri kontrak tersebnt jika mereka menilai pengusahaan pertambangan di wilayah kontrak pertambangannya tidak menguntungkan lagi secara ekonomis. Hal tersebut tertera pada Pasal 22 poin 1. Ketentuan tersebut sangat sepihak dan jelas sangat merugikan Pemerintah Indonesia baik dikaji dari aspek ekonomi, hukum maupun politik. Menurut pendapat penulis, Kontrak Karya PTFI telah melanggar setidaknya 3 asas-asas hukum pertambangan mineral dan batubara, yaitu asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, asas keberpihakan pada kepentingan bangsa serta asas manfaat, keadilan, dan keseimbangan. Kusus untuk asas keadilan, Ahmad Redi, dalam tulisannya yang berjudul Kontrak Karya PT Freeport Indonesia dalam Perspektif Pancasila dan UUD NRI 1945, dimana tulisan tersebut dimuat dalam Jurnal Konstitusi, Volume 13, Nomor 3, September 2016, beliau menjelaskan beberapa poin penting mengenai Kontrak Karya PTFI dikaitkan dengan keadilan. Keadilan sosial sebagaimana termuat dalam Sila Kelima Pancasila terkait erat dengan konsepsi hak asasi manusia. Konsep keadilan sosial didasarkan atas prinsip hak asasi manusia dan

17 egalitarianisme. Konsep ini menyangkut derajat yang lebih besar dari egalitarianism di bidang perekonomian. Kebijakan-kebijakan Pemerintah di bidang perekonomian yang dimaksudkan tersebut adalah untuk menciptakan kesempatan yang lebih merata dari apa yang ada dalam struktur masyarakat dan untuk menciptakan persamaan outcome yang dapat menanggulangi ketidakmerataan yang terbentuk sebagai akibat penerapan sistem keadilan prosedural. Kemudian apabila dikatikan dengan menggunakan teori keadilan John Rawls, khususnya prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opprtunity). Dengan melihat satu aspek saja, yaitu aspek keberadaan masyarakat adat di Papua yang berada di sekitar wilayah pertambangan PT FI maka sebagai pihak yang paling kurang beruntung apakah ada manfaat yang didapat secara optimal bagi masyarakat adat. Dengan adanya pelanggaran HAM sebagaimana dinyatakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia serta adanya kerusakan dan pencemaran lingkungan sebagaimana yang digugat oleh WALHI maka sebagai pihak yang paling kurang beruntung, masyarakat adat tidak mendapatkan persamaan yang adil atas kesempatan, khususnya kesempatan untuk mendapatkan akses lingkungan yang baik, akses kesejahteraan karena royalty hanya 15 (satu persen) dibayar ke pemerintah pusat. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Kontrak Karya PTFI jelas tidak sesuai dengan Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 3. Penerimaan Negara atau Royalti Sejak 1967, Kontrak Karya mengalami beberapa kali perubahan. Oleh karena itu, kita mengenal 8 (delapan) generasi kontrak karya. Kontrak karya pertama ditandatangani pada tanggal 7 April 1967 (KK Gen. I No. 82/EK/4/1967) antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia. Kontrak karya I berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun sejak produksi pertama kali pada tahun 1973 dimana modal 100% berasal dari investor asing yang

18 dalam hal ini adalah Freeport McMoran. Kontrak karya I dengan Freeport ini terbilang sangat longgar, karena hampir sebagian besar materi kontrak tersebut merupakan usulan yang diajukan oleh Freeport selama proses negosiasi, artinya lebih banyak disusun untuk kepentingan Freeport. Kontrak karya I antara pemerintah dengan Freeport mencakup areal seluas hektar selama 30 (tiga puluh) tahun, terhitung sejak kegiatan komersial pertama. Keuntungan yang sangat besar terus diraih Freeport, hingga kontrak karya I diperpanjang menjadi kontrak karya II Kontrak karya II yang merupakan kontrak karya generasi ke V dilakukan antara pemerintah Republik Indonesia dengan PT Freeport Indonesia pada 30 Desember Periode berakhirnya Kontrak Karya II ini adalah tahun 2021, ditambah dengan kemungkinan dua kali perpanjangan selama 10 tahun hingga Di dalam kontrak Freeport, tidak ada satu Pasal pun yang secara eksplisit mengatur bahwa pemerintah Indonesia dapat sewaktu-waktu mengakhiri kontrak Freeport walaupun jika Freeport dinilai melakukan pelanggaranpelanggaran atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai kontrak. Sebaliknya, pihak Freeport dapat sewaktu-waktu mengakhiri kontrak tersebut jika mereka menilai pengusahaan pertambangan di wilayah kontrak pertambangannya sudah tidak menguntungkan lagi secara ekonomis. Kontrak Karya I Freeport dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, royalti,dan dividen sampai tahun Sementara dari tahun pemerintah hanya mengenakan pajak penghasilan badan (PPh). Sepanjang tahun , renegosiasi kontrak, terutama terkait pajak dan royalti, serta pemilikan saham, terus dilakukan. Ketentuan royalti ini tertuang dalam Kontrak Karya II. Royalti atau iuran produksi/iuran eksploitasi adalah jumlah yang

19 diserahkan kepada pemerintah untuk mineral yang diproduksi perusahaan pertambangan. Perusahaan harus membayar iuran eksploitasi/produksi untuk kadar mineral hasil produksi dari wilayah pertambangan sepanjang setiap mineral dan produksi itu merupakan mineral yang nilainya sesuai dengan kebiasan umum dibayar atau dibayarkan kepada perusahaan oleh pembeli. Yang dimana, pada hakekatnya royalti adalah sebuah pungutan yang memiliki beberapa unsur antara lain: 1. Dasar pemungutannnya pada awalnya berdasarkan hukum pajak. 2. Tujuan pembayarannya adalah sebagai kompensasi kepada pemilik barang tambang tersebut terhadapa pengalihan kepemilikan atau hak menjual tambang tersebut kepada sang pembayar royalti tersebut 3. Tujuan dari pemungutan royalti adalah sebagai biaya yang dikenakan kepada kontraktor terhadap mineral yang diproduksinya. 4. Sebuah pungutan yang khas bagi sektor pertambangan saja dan tidak bisa diterapkan di sektor lain. Semenjak penetapan kewajiban royalti tersebut maka salah satu kewajiban daripada PTFI adalah melakukan pembayaran kepada Pemerintah Indonesia yang berupa iuran tetap dan iuran produksi (royalti). Iuran tetap dihitung berdasarkan luas wilayah Kontrak Karya dikalikan dengan tariff (US $3) per Ha/tahun. Tarif royalti tembaga 1,5%-3,5% dari harga jual, sedangkan emas dan perak 1% dari harga jual. PTFI juga dikenakan royalti tambahan untuk tingkat produksi bijih diatas ton (maksimal ton) perhari dengan tambahan royalti untuk tembaga sebesar 100% emas dan 200% untuk perak. Perhitungan royalti itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan patokan tariff yang disebutkan dalam PP No.13 Tahun 2000 dan PP No.45 Tahun 2003, dimana tarif royalti untuk tembaga adalah 4%, emas 3,75% sedangkan perak 3,25%. Pembayaran royalti

20 PTFI yang rendah juga disebabkan oleh kecurangan perusahaan yang tidak membayarkan royalti mineral ikutan seperti belerang dan besi. Padahal di dalam Kontrak Karya disebutkan bahwa logam mulia dan mineral lain selain emas, perak dan tembaga, maka royaltinya dapat dinegosiasikan antara pemerintah dan perusahaan dengan ketentuan tidak kurang dari 1% atau lebih dari 3,5%. Berdasarkan PP 13 Tahun 2000 tarif royalti besi adalah 3% dan belerang 3,5%. Selain menggunakan tarif royalti yang lebih rendah, PT Fl juga tidak jujur dalam melaporkan hasil penjualan rata-rata pertriwulan. Audit BPK alas PTFI pada tahun 2009 dan 2010 menemukan bahwa penetapan pembayaran royalty yang didasarkan pada perhitungan harga jual rata-rata pertriwulan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berdasarkan harga jual pertransaksi. Akibatnya, terjadi potensi kekurangan penerimaan Negara karena nilai royaltinya menjadi lebih kecil. BPK juga menyatakan bahwa Departemen ESDM yang menjadi wakil pemerintah dalam penyusunan materi Kontrak Karya memperhatikan ketentuan dan prinsip akuntansi yang berlaku, sehingga perlu meninjau ulang isi dari Kontrak Karya tersebut. Dalam hal besaran, prosentase royalti (yang didasarkan atas prosentase penerimaan penjualan bersih) juga tergolong sangat kecil. Pertambangan hanya wajib membayar 1-3 persen dari harga jual dikalikan dengan tonase hasil tambang. PT.Freeport Indonesia lalu hanya membayar royalti untuk sctiap ton emas yang diproduksi tambangnya sebanyak 1 person dan tembaga 1,5 person setiap tahun. Berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2009 tentang Minerba dan (PP) No.45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang menggantikan Undang-Undang No.1 Tahun 1967 dan Undang-Undang No.11 Tahun 1967, tarif royalti untuk tembaga adalah sebesar 4 persen, emas 3,75 persen dan perak 3,25 person dari setiap ton mineral yang diperoleh. Renegosiasi terhadap ketentuan royalti yang disetorkan PTFI kepada Pemerintah Indonesia dinilai sangat pantas karena dalam hal ini PTFI melakukan pelanggaran terhadap 3 asas dalam

21 hukum pertambangan yaitu asas manfaat, keadilan, dan keseimbangan, asas keberpihakan pada kepentingan bangsa dan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. 4. Kewajiban Pengelolaan dan Pemurnian Dalam Kontrak Freeport, tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan secara eksplisit bahwa seluruh operasi dan fasilitas pemurnian serta peleburan (smelling) harus seluruhnya dilakukan di Indonesia dan dalam pengawasan Pemerintah Indonesia. Di dalam Pasal 10 poin 4 dan 5 memang mengatur tentang operasi dan fasilitas peleburan dan pemumian tersebut, yang secara implisit ditekankan perlunya untuk dilakukan di wilayah Indonesia, tetapi tidak secara tegas dan eksplisit bahwa hal tersebut seluruhnya (100%) harus dilakukan atau berada di wilayah Indonesia. Oleh karena itu hingga saat ini, hanya 29% saja dari produksi konsentrat yang dimumikan dan diolah di dalam negeri. Sisanya, yaitu 71% dikirimkan ke luar negeri, di Iuar pengawasan langsung dari Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia hanya mendapatkan laporan saja dari tembaga atau kandungan mineral lainnya yang diproduksikan oleh PT Freeport pada dasarnya tidak diketahui pasti oleh Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, hal tersebut setidaknya telah melanggar 3 asas hukum pertambangan mineral dan batubara, asas yang dilanggar tersebut antara lain adalah asas manfaat, keadilan, dan keseimbangan, asas keberpihakan pada kepentingan bangsa dan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Namun menurut berita yang terbaru, pemerintah sedang dalam tahap perundingan, yang dimana kedua belah pihak sepakat mengadakan perundingan antara lain terkait mengenai ketentuan stabilitas investasi, keberlangsungan operasi Freeport, divestasi saham, dan pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral (smelter).

22 5. Kewajiban Divestasi Divestasi Saham adalah pelepasan, pembebasan, pengurangan modal. Disebut juga divestment yaitu kebijakan terhadap perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh investor asing untuk secara bertahap tetapi pasti mengalihkan saham-sahamnya itu kepada mitra bisnis lokal atau proses yang mengakibatkan pengalihan saham dari peserta asing kepada peserta nasional. Istilah lain untuk kebijakan yang di Indonesia disebut Indonesiasi saham. Dapat berarti pula sebagai tindakan perusahaan memecah konsentrasi atau pemupukkan modal sahamnya sebagai akibat dari larangan terjadinya monopolisasi. Indonesia pada sejarahnya pernah dua kali melaksanakan divestasi atau nasionalisasi, pertama pemerintah mengambil alih perusahaan-perusahaan Belanda pada tahun 1958, berkaitan dengan perjuangan mengembalikan Irian Barat dari pendudukan Belanda. Diversitasi perusahan-perusahaan belanda tersebut mengakibatkan terjadinya kasus tembakau Bremen yang dimana pokok permasalahnnya dimulai saat penjualan tembakau dari bekas perusahaan Belanda yang di nasionalisasi oleh pemerintah Indonesa. Pemilik perusahaan yang dinasionalisasi tersebut mengklaim tembakau tersebut sebagian miliknya. Pengadalin Bremen dalam putusannya antara lain menyatakan nasionalisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah hak negara yang berdaulat. Sedangkan yang kedua, adalah saat pemerintah melakukan pengembalian perusahaan-perusahaan Inggris dan Amerika Serikat, pada waktu Indonesia mengadakan konfrontasi dengan Malaysia. Pada tahun 1962 Indonesia menganggap Amerika Serikat dengan Inggris sebagai pendukung utama pembentukan Malaysia Perjanjian Kontrak Karya adalah perjanjian pengusahaan pertambangan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing. Patungan perusahaan asing dengan Indonesia dan perusahaan swasta nasional untuk melakukan usaha pertambangan di luar minyak dan gas bumi. Di dalam

23 perjanjian kontrak karya pertambangan tersebut terdapat klausula mengenai kewajiban divestasi. Yang dimaksud dengan Divestasi adalah pengurangan beberapa jenis aset, baik dalam bentuk finansial atau barang, atau dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan. Divestasi termasuk ke dalam point perjanjian Promoting National Interest di dalam Kontrak Karya II PT.Freeport dengan Pemerintah Indonesia. Saat ini, mayoritas saham Freeport McMoran Copper & Gold Inc dimiliki oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI) sebagai pengelola tambang, sementara Pemerintah Indonesia hanya memiliki 9,36 persen saham Freeport dan sisanya dimiliki oleh PT. Indocopper Investama. Kewajiban divestasi PT.Freeport Indonesia baru diatur di dalam Pasal 24 Kontrak Karya perpanjangan Di dalam pasal tersebut menyebutkan kewajiban divestasi PTFI terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah melepas saham ke pihak nasional sebesar 9,36% dalam 10 tahun pertama sejak Kemudian kewajiban divestasi tahap kedua mulai tahun 2001, PTFI harus melepas sahamnya sebesar 2 persen per tahun sampai kepemilikan nasional menjadi 51 persen. Setelah melalui proses yang panjang, PT Freeport Indonesia akhirnya menyetujui untuk dilakukan penyesuaian skema operasi dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus dan sampai saat ini masih belum terealisasi. Namun saat ini, pemerintah sedang dalam tahap perundingan, yang dimana kedua belah pihak sepakat mengadakan perundingan yang salah satunya membahas mengenai divestasi saham. Peran dan komitmen Pemerintah menjadi hal penting di dalam renegosiasi kontrak karya untuk mengusahakan agar kontrak lebih memberikan manfaat kepada negara dari segi penerimaan negaranya ataupun pemberdayaan ekonomi sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun 1945 mengingat hasil tambang merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan yang memiliki peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga

24 pengelolaan tambang harus dikuasai oleh Negara, agar selaras dengan asas hukum pertambangan yakni, asas keberpihakan pada kepentingan bangsa. 6. Kewajiban Penggunaan Barang dan Jasa dari Dalam Negeri Kewajiban Penggunaan Barang dan Jasa dari Dalam Negeri merupakan sebuah kewajiban yang harus dipatuhi oleh investor atau pengusaha pertambangan, yaitu mengutamakan penggunaan tenaga kerja, barang dan jasa produksi dalam negeri, serta mengutamakan pemenuhan kebutuhan di dalam negeri atas produk yang dihasilkan. Perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia, wajib untuk mempertimbangkan penggunaan produk dalam negeri. Pasalnya, dalam kontrak sudah tercantum aturan penggunaan produk dalam negeri. Menurut Menteri ESDM, peningkatan penggunaan produksi nasional akan mendorong tumbuhnya industry nasional yang kuat. Pada gilirannya, kokohnya industri pada sektor ini akan memacu terjadinya multiplier effect terhadap kekuatan industry pada sektor lain. Disamping itu, selama ini, karyawan lokal yang bekerja di PTFI selalu dipandang sebelah mata oleh PT Fl. Mereka mendapatkan hak yang tidak sebanding dengan karyawan asing, sehingga sering terjadi pemogokan atau aksi-aksi demo pekerja untuk mengaspirasikan kekecewaannya kepada PTFI. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk mencantumkan kewajiban penggunaan barang dan jasa dari dalam negeri pada renegosiasi Kontrak Karya PTFI ini, agar perusahaan tambang ini lebih mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja, barang dan dari Indonesia. Dengan demikian, masyarakat dan Pemerintah dapat merasakan nilai lebih dari

25 usaha eksplorasi tambang PTFI yang dimulai sejak tahun 1963 ini. Diharapkan agar sebagian besar penduduk Papua dapat terserap dengan Iapangan kerja yang disediakan PT.Freeport, disamping itu juga penerimaan Negara (APBN) akan semakin bertambah, agar selaras dengan apa yang dimaksud dalam asas keberpihakan pada kepentingan bangsa dan asas manfaat, keadilan, dan keseimbangan. KESIMPULAN 1. RUANG LINGKUP PENGERTIAN ASAS HUKUM, TERUTAMA DI TATARAN PEMBENTUKAN HUKUM, BERKISAR PADA KONSEP KONSEP DASAR YANG KEDALAMNYA TERMUAT PROPOSISI-PROPOSISI ATAUPUN ASUMSI-ASUMSI ABSTRAK TENTANG NILAI-NILAI KEBENARAN (MORAL), YANG DIARAHKAN SEBAGAI TUMPUAN BERPIKIR PARA LEGISLASI DI AKTUS PEMBENTUKAN KAIDAH HUKUM POSITIF ATAU PARA HAKIM DI PUTUSAN-PUTUSAN (VONIS) INDIVIDUAL. OLEH KARENANYA ASAS-ASAS HUKUM ADALAH KONSEP PERTAMA DARI SEGALA ATURAN HUKUM. ASAS UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DIKELOLA BERASASKAN: PERTAMA, ASAS MANFAAT, KEADILAN, DAN KESEIMBANGAN; KEDUA, ASAS KEBERPIHAKAN PADA KEPENTINGAN BANGSA; KETIGA, ASAS ARTISIPASI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS; TERAKHIR, ASAS BERKELANJUTAN. 2. DALAM UU NO.4 TAHUN 2009 TIDAK LAGI DIKENAL MODEL KONTRAK KARYA SEPERTI YANG DIKENAL DALAM DALAM UU NO. 11 TAHUN MODEL KONTRAK KARYA TERSEBUT DIGANTIKAN DENGAN SISTEM PERIZINAN DI BIDANG PERTAMBANGAN, YANG OLEH UU NO.4 TAHUN 2009 DISEBUT SEBAGAI IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP). DENGAN MEMBERI IZIN, PEMERINTAH MEMPERKENANKAN ORANG YANG MENGAJUKAN PERMOHONAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN-TINDAKAN TERTENTU YANG SEBENARNYA DILARANG. BERDASARKAN KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES) NO.3 TAHUN 2012 TENTANG TIM EVALUASI UNTUK PENYESUAIAN KONTRAK KARYA DAN PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN, MAKA PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MEMBENTUK SEBUAH TIM UNTUK MENGEVALUASI SERTA MENINJAU KEMBALI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA, TERMASUK DI DALAMNYA KONTRAK KARYA PT.FREEPORT INDONESIA (PT FI). ADAPUN POIN-POIN YANG AKAN DINEGOSIASIKAN KEMBALI OLEH PEMERINTAH INDONESIA DAN PT.FREEPORT ANTARA LAIN: PERTAMA, LUAS WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN YANG MENYEBABKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS PARTISIPASI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS SERTA ASAS BERKELANJUTAN, SELAIN ITU MODEL KONTRAK KARYA TERSEBUT MERUPAKAN SALAH SATU BENTUK KONTRAK YANG TIDAK MEMILIKI KARAKTER PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN. KEDUA, PERPANJANGAN KONTRAK KARYA PT.FREEPORT INDONESIA AKAN MELANGGAR SETIDAKNYA 3 ASAS-ASAS HUKUM PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA, YAITU ASAS PARTISIPASI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS, ASAS KEBERPIHAKAN PADA

26 KEPENTINGAN BANGSA SERTA ASAS MANFAAT, KEADILAN, DAN KESEIMBANGAN. KETIGA, PENERIMAAN NEGARA ATAU ROYALTI YANG TERDAPAT DALAM KONTRAK KARYA PT.FREEPORT INDONESIA TIDAK SESUAI DENGAN 3 ASAS DALAM HUKUM PERTAMBANGAN YAITU ASAS MANFAAT, KEADILAN, DAN KESEIMBANGAN, ASAS KEBERPIHAKAN PADA KEPENTINGAN BANGSA DAN ASAS PARTISIPASI. KEEMPAT, KEWAJIBAN PENGELOLAAN DAN PEMURNIAN YANG BELUM DILAKUKAN OLEH PT. FREEPORT TELAH MELANGGAR 3 ASAS HUKUM PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA, ASAS YANG DILANGGAR TERSEBUT ANTARA LAIN ADALAH ASAS MANFAAT, KEADILAN, DAN KESEIMBANGAN, ASAS KEBERPIHAKAN PADA KEPENTINGAN BANGSA DAN ASAS PARTISIPASI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS. KELIMA, KEWAJIBAN DIVESTASI SAHAM YANG BELUM DI SETUJUI OLEH FREEPORT TIDAK SESUAI DENGAN AMANAH PASAL 33 AYAT (2) DAN AYAT (3) UUD TAHUN 1945 MENGINGAT HASIL TAMBANG MERUPAKAN KEKAYAAN ALAM TAK TERBARUKAN SEBAGAI KARUNIA TUHAN YANG MEMILIKI PERANAN PENTING DALAM MEMENUHI HAJAT HIDUP ORANG BANYAK SEHINGGA PENGELOLAAN TAMBANG HARUS DIKUASAI OLEH NEGARA, AGAR SELARAS DENGAN ASAS HUKUM PERTAMBANGAN YAKNI, ASAS KEBERPIHAKAN PADA KEPENTINGAN BANGSA. TERAKHIR, KEWAJIBAN PENGGUNAAN BARANG DAN JASA DARI DALAM NEGERI YANG BERKAITAN ERAT DENGAN ASAS KEBERPIHAKAN PADA KEPENTINGAN BANGSA DAN ASAS MANFAAT, KEADILAN, DAN KESEIMBANGAN. Daftar Pustaka Victor Imanuel Williamson Nalle, Hak Menguasai Negara Atas Mineral Dan Batubara Pasca Berlakunya Undang-Undang Minerba, Jurnal Konstitusi Volume 9 Nomor 3 September 2012, hlm Ahmad Redi, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia dalam Perspektif Pancasila dan UUD NRI 1945, Jurnal Konstitusi, Volume 13, Nomor 3, September 2016 Yance Arizona, Perkembangan Konstitusionalitas Penguasaan Negara atas Sumber Daya Alam dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 3, Juni 2011 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor /PUU-I/2003 Toni Rico Siahaan, Penyesuaian Isi Kontrak Karya Terkait Dengan

27 Penggunaan Jasa Pertambangan, Skripsi Universitas Indonesia 2012 Alfina Rahil Alsidiqi, Analisa Asas Keadilan Dalam materi Perundang-Undangan Di Indonesia, Tesis Universitas Indonesia 2012 Agustin Tri Setiyani, Yuridis Penerapan Asas Proporsionalitas pada Renegosiasi Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia, Diponegoro Law Review Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Martin Bagya Kertiyasa, BUSINESS HITS: Freeport Hanya Punya Sisa Waktu 3 Tahun untuk Divestas, Okezone Sabtu, 8 April ness-hits-freeport-hanya-punya-sisa-waktu-3-tahun-untuk-divesta si Aprillia Ika, Ini Duduk Perkara Sebelum Freeport Diberi Izin Ekspor 8 Bulan, Kompas Jumat, 7 April ni.duduk.perkara.sebelum.freeport.diberi.izin.ekspor.8.bulan Baca Kontrak Karya PT Freeport Dikaitkan Dengan Asas-Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara selengkapnya

28 {KEYWORD_PDF} JADWAL KULIAH MKN UNS Kontrak Karya PT Freeport Dikaitkan Dengan Asas-Asas Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara - Author: Swante Adi Tentang Swante Adi, S.H. Nama: Pendidikan: Sarjana Hukum: Judul Skripsi: Pembimbing Skripsi: Magister Kenotariatan: Magister Hukum: Magister Hukum Kesehatan: Swante Adi, SH. Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo - Wisuda tanggal 27 Juli 2011 Tinjauan Yuridis Tentang Pornografi Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (Studi Putusan 170/Pid/B/2009/PN.Kray di Pengadilan Negeri Karanganyar) Rofikah, SH. MH. dan Budi Setyanto, SH. MH. Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret (MKN UNS) Solo - Tahun 2016-Sekarang, Sedang Menempuh Magister Hukum Universitas Surakarta (MH UNSA) Solo - Tahun 2016-Sekarang, Sedang Menempuh Magister Hukum Kesehatan Universitas Soegijapranata (MHKes UNIKA) Semarang - Tahun , Proposal Thesis Tidak Selesai

Segi formil : dibuat pembentuk uu Indonesia, dibuat di Indonesia, disusun dalam bahasa Indonesia, berlaku di seluruh wilayah Indonesia

Segi formil : dibuat pembentuk uu Indonesia, dibuat di Indonesia, disusun dalam bahasa Indonesia, berlaku di seluruh wilayah Indonesia SKRIPSI HUKUM PIDANA UUPA Sebagai Dasar Pembentukan Hukum Agraria Nasional - Author: Swante Adi Krisna UUPA Sebagai Dasar Pembentukan Hukum Agraria Nasional Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 27

Lebih terperinci

Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia. Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, 1 November 2011

Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia. Indonesia Corruption Watch (ICW)  Jakarta, 1 November 2011 Menimbang Manfaat PT Freeport bagi Indonesia Indonesia Corruption Watch (ICW) www.antikorupsi.org Jakarta, 1 November 2011 PT Freeport Indonesia (PTFI) Tahun 1967 Kontrak Karya antara Pemerintah dengan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP DIVESTASI PADA PERUSAHAAN TAMBANG DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN, MINERAL DAN BATUBARA 1 Oleh : Lendry T. M. Polii 2 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA. Kuasa Hukum Wisye Hendrarwati., SH., MH, dkk II. III. OBJEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya, baik itu sumber daya manusia atau pun sumber daya alam. Dari aspek sumber daya alam, kekayaan yang dimiliki

Lebih terperinci

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,

Lebih terperinci

- Para penghadap tersebut diatas menerangkan dengan akta ini :

- Para penghadap tersebut diatas menerangkan dengan akta ini : SKRIPSI HUKUM PIDANA Contoh Klausul dalam Perjanjian Kredit - Author: Swante Adi Krisna Contoh Klausul dalam Perjanjian Kredit Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 7 Jan 2017 (4 months ago) Tanggal

Lebih terperinci

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SKRIPSI HUKUM PIDANA Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan (Inbreng) - Author: Swante Adi Krisna Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan (Inbreng) Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 28 May 2017 (about

Lebih terperinci

Hukum sebagai pengemban nilai keadilan menurut Radbruch

Hukum sebagai pengemban nilai keadilan menurut Radbruch SKRIPSI HUKUM PIDANA Konsep Teori Keadilan Bermartabat Yang Dijabarkan Dalam Pancasila - Author: Swante Adi Krisna Konsep Teori Keadilan Bermartabat Yang Dijabarkan Dalam Pancasila Oleh: Swante Adi Krisna

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

- Para penghadap saya, Notaris kenal

- Para penghadap saya, Notaris kenal SKRIPSI HUKUM PIDANA Contoh Klausul dalam Perjanjian Kredit - Author: Swante Adi Krisna Contoh Klausul dalam Perjanjian Kredit Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 7 Jan 2017 (about 4 weeks ago)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

Indonesia for Global Justice (IGJ, Seri Diskusi Keadilan Ekonomi. Menguji Kedaulatan Negara Terhadap Kesucian Kontrak Karya Freeport, Kamis, 13 Juli

Indonesia for Global Justice (IGJ, Seri Diskusi Keadilan Ekonomi. Menguji Kedaulatan Negara Terhadap Kesucian Kontrak Karya Freeport, Kamis, 13 Juli Indonesia for Global Justice (IGJ, Seri Diskusi Keadilan Ekonomi. Menguji Kedaulatan Negara Terhadap Kesucian Kontrak Karya Freeport, Kamis, 13 Juli 2017 Pasal 33 UUD 1945 : Bumi dan air dan kekayaan alam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 75 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN

Lebih terperinci

Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Ilegal Berdasarkan UU Kesehatan - Author: Swante Adi Krisna

Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Ilegal Berdasarkan UU Kesehatan - Author: Swante Adi Krisna SKRIPSI HUKUM PIDANA Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi Ilegal Berdasarkan UU Kesehatan - Author: Kajian Thd Penegakan Hukum Tindak Pidana Mengedarkan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik berupa minyak dan gas bumi, tembaga, emas dan lain-lain. Kekayaan alam Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA No. 4959 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Definisi Penggabungan Usaha

Definisi Penggabungan Usaha SKRIPSI HUKUM PIDANA Penggabungan Badan Usaha / Merger - Author: Swante Adi Krisna Penggabungan Badan Usaha / Merger Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 17 Apr 2017 (2 months ago) Tanggal didownload:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT MINERAL LOGAM, MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah

Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah JAKARTA. PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bersedia mencabut gugatan ke mahkamah arbitrase internasional jika pemerintah memberikan keringanan bea keluar. Kebijakan itu

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara `1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan sumber daya alam (natural resources). Sumber daya alam itu ada yang dapat diperbaharui (renewable),

Lebih terperinci

Hukum Dalam Arti Sempit

Hukum Dalam Arti Sempit SKRIPSI HUKUM PIDANA Ilmu Hukum - Author: Swante Adi Krisna Ilmu Hukum Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 3 Jan 2017 (one month ago) Tanggal didownload: 7 Feb 2017, Pukul 19:46 64 pembaca via komputer

Lebih terperinci

A. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan. DAVID ARIAWAN yang bertindak dalam jabatannya selaku Direktur PT.

A. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan. DAVID ARIAWAN yang bertindak dalam jabatannya selaku Direktur PT. SKRIPSI HUKUM PIDANA APHT Badan Hukum Yang Mengajukan Pinjaman Kredit Ke Bank - Author: Swante Adi Krisna APHT Badan Hukum Yang Mengajukan Pinjaman Kredit Ke Bank Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertambangan 1 merupakan industri yang dapat memberikan manfaat ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa mineral 2 dan batubara 3 mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit,

Lebih terperinci

Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian Perjanjian Kredit SKRIPSI HUKUM PIDANA APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit - Author: Swante Adi Krisna APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 29 Nov 2016 (one month ago) Tanggal didownload:

Lebih terperinci

Apa alasan Freeport inengajukan perpanjangan kontrak karya di Papua hingga 2041?

Apa alasan Freeport inengajukan perpanjangan kontrak karya di Papua hingga 2041? Rozik Boedioro Soetjipto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Kontrak karya kedua PT Freeport Indonesia, perusahaan yang menambang emas dan tembaga di Papua, yang berlaku 30 tahun, akan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat Penyebutan masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai peraturan. Masyarakat yang dimaksud tersebut bukan berarti menunjuk pada kerumunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang dikaruniai kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang dikaruniai kekayaan alam yang A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah bahan galian atau tambang. Pengertian

Lebih terperinci

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah JAKARTA, KOMPAS. Pemerintah memastikan tetap konsisten melarang ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2014. Pelarangan itu merupakan langkah untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Wakil Menteri Energi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa bahan galian pertambangan

Lebih terperinci

Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua

Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua Pelanggaran Etika Bisnis dan Hukum PT Freeport di Papua RORO HETTY ROHMANINGRUM ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO KHAERUL ALIF PRATOMO Landasan Teori Etika Suatu pedoman yang mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: "cabang-cabang produksi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: cabang-cabang produksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah selalu berupaya melakukan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. 1 Bidang yang menjadi salah satu fokus pemerintah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Awal/Kepala Akta Perjanjian Kredit

Awal/Kepala Akta Perjanjian Kredit SKRIPSI HUKUM PIDANA Akta Perjanjian Kredit - Author: Swante Adi Krisna Akta Perjanjian Kredit Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 18 Jan 2017 (one month ago) Tanggal didownload: 28 Feb 2017, Pukul

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pertambangan rakyat di Kabupaten

Lebih terperinci

Dr. Firman Muntaqo, SH, MHum Dr. Happy Warsito, SH, MSc Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Irsan Rusmawi, SH, MH

Dr. Firman Muntaqo, SH, MHum Dr. Happy Warsito, SH, MSc Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Irsan Rusmawi, SH, MH Dr. Firman Muntaqo, SH, MHum Dr. Happy Warsito, SH, MSc Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Irsan Rusmawi, SH, MH Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang), meliputi emas,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

PENAMBANGAN UMUM BATUBARA

PENAMBANGAN UMUM BATUBARA PENAMBANGAN UMUM BATUBARA Relita.indonetwork.co.id Batubara sebagai bahan galian strategis dalam usaha penambangannya pada prinsipnya hanya dapat dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm Page 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam

Lebih terperinci

Dokumen yang dibutuhkan bagi Yang Menyewakan (nyonya Indira Sukamti, Nona Rini Apriliani Tuan Dedi Purwadi)

Dokumen yang dibutuhkan bagi Yang Menyewakan (nyonya Indira Sukamti, Nona Rini Apriliani Tuan Dedi Purwadi) SKRIPSI HUKUM PIDANA Akta Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Dengan Hak Membangun Bangunan Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 22 Apr 2017 (one month ago) Tanggal didownload: 15 Jun 2017, Pukul 8:11

Lebih terperinci

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Sudah lebih dari 2 (dua) tahun tepatnya 13 November

Lebih terperinci

Perlukah Nasionalisasi Freeport Indonesia? Luqmannul Hakim

Perlukah Nasionalisasi Freeport Indonesia? Luqmannul Hakim Perlukah Nasionalisasi Freeport Indonesia? Luqmannul Hakim Disahkannya UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menciptakan tatanan baru dalam sektor pertambangan Indonesia. UU ini

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa Jawa Barat memiliki endapan pasir besi yang berpotensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kontrak Karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan

BAB I PENDAHULUAN. Kontrak Karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kontrak Karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan umum. Istilah Kontrak Karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu kata work of contract.

Lebih terperinci

SUARA TAMBANG. Keinginan pemerintah Republik Indonesia untuk. Renegosiasi Kontrak Tambang, Soal Keberanian Pemimpin?

SUARA TAMBANG. Keinginan pemerintah Republik Indonesia untuk. Renegosiasi Kontrak Tambang, Soal Keberanian Pemimpin? SUARA TAMBANG Mendorong Transparansi Industri Ekstraktif Indonesia PENGANTAR Renegosiasi Kontrak Tambang, Soal Keberanian Pemimpin? Keinginan pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan renegosiasi kontrak

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkand No.30, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Panas Bumi. Tidak Langsung. Pemanfaatan. Pencabutan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6023). PERATURAN

Lebih terperinci

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolak ukur kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Semenjak berlaku Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disingkat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009) Pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 2. Undang-Undang

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 I. PEMOHON Suta Widhya KUASA HUKUM JJ. Amstrong Sembiring, SH. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: Prosedur

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 9 Agustus 2017 LANDMARK PENGELOLAAN MINERBA 1 No Indikator Kinerja Target 2017 1 Produksi Batubara 477Juta Ton 2 DMO

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN

KEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN Penulis: Danni Aprianza Helmi KEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN Sumber gambar: www.tempo.co I. PENDAHULUAN Konstitusi Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa

Lebih terperinci

Laporan dan Ulasan Seri Diskusi Keadilan Ekonomi -Indonesia for Global Justice- 24 Februari 2017

Laporan dan Ulasan Seri Diskusi Keadilan Ekonomi -Indonesia for Global Justice- 24 Februari 2017 Laporan dan Ulasan Seri Diskusi Keadilan Ekonomi -Indonesia for Global Justice- 24 Februari 2017 FREEPORT DAN ANCAMAN GUGATAN ISDS 1. RIWAYAT DAN KONDISI TERKINI Freeport-McMoran Inc melakukan penambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2001

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2001 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sumber daya alam berupa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Muatan yang melanggar kesusilaan

Muatan yang melanggar kesusilaan SKRIPSI HUKUM PIDANA Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE: Distribusi, membuat dapat diaksesnya konten tertentu yg Ilegal - Author: Swante Adi Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE: Distribusi, membuat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA DIVESTASI SAHAM DAN MEKANISME PENETAPAN HARGA SAHAM DIVESTASI PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Mengingat : a. bahwa mineral dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur No.668, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH 30 Juni 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa pengaturan pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

Law is the enterprise of subjecting human conduct to the governance of rules (The Morality of Law, 1971: 106).

Law is the enterprise of subjecting human conduct to the governance of rules (The Morality of Law, 1971: 106). SKRIPSI HUKUM PIDANA - Author: Swante Adi Krisna Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 3 Jan 2017 (about 2 months ago) Tanggal didownload: 4 Mar 2017, Pukul 12:04 106 pembaca via komputer / laptop.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang begitu melimpah bagi kelangsungan hidup umat manusia merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Salah satunya adalah sumber daya tambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia (PTFI) terhadap regulasi yang dibuat oleh pemerintah Indonesia menjadi salah satu persoalan

Lebih terperinci

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING www.kompasiana.com Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Suko Harsono menyatakan gugatan Indonesian Human Right Comitte

Lebih terperinci

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law.

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law. Pengertian Istilah bahasa inggris ; Mining law. Hukum pertambangan adalah hukum yang mengatur tentang penggalian atau pertambangan biji-biji dan mineralmineral dalam tanah. (ensiklopedia indonesia). Hukum

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat. disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat. disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut: 108 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut: 1. Perlindungan Hukum dari Pemerintah Daerah terhadap Hak-Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki posisi geografis sangat unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari peta letak geografis Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

Pluraliitas Hukum Waris

Pluraliitas Hukum Waris SKRIPSI HUKUM PIDANA Hukum Waris Islam - Author: Swante Adi Krisna Hukum Waris Islam Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 25 Apr 2017 (4 weeks ago) Tanggal didownload: 24 May 2017, Pukul 2:09 0 pembaca

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. No.1366, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang - 2 - Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H

L E M B A R A N D A E R A H L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2002 NOMOR 38 SERI E NO. SERI 2 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud butir air di atas, perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud butir air di atas, perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah; PEMERINTAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci