MASYARAKAT PERANAKAN TIONGHOA DALAM KARYA-KARYA TAN BOEN KIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MASYARAKAT PERANAKAN TIONGHOA DALAM KARYA-KARYA TAN BOEN KIM"

Transkripsi

1 MASYARAKAT PERANAKAN TIONGHOA DALAM KARYA-KARYA TAN BOEN KIM Dwi Susanto Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Abstrak Karya sastra dari Tan Boen Kim, Tjerita Nona Gan Jan Nio atawa Pertjintaan dalem Rasia (1914) dan Tjerita Si Riboet atawa Boenga Mengandoeng Ratjoen (1917) diasumsikan sebagai reaksi terhadap struktur masyarakat pada masanya. Atas dasar itu, artikel ini mengeksplorasi tanggapan Tan Boen Kim terhadap struktur masyarakatnya. Hasil yang diperoleh adalah kedua teks itu memunculkan gagasan manusia yang ideal, yakni manusia yang kembali pada ajaran leluhur, terutama moralitas dan menolak gagasan manusia modern versi dunia Barat. Sebagai konsekuensinya, kedua teks itu mengungkapkan tentang penolakan terhadap gagasan liberalisme dan konsep ras dalam struktur masyarakat kolonial. Dengan demikian, kedua teks ini melakukan resistensi terhadap pemikiran materialisme dunia Barat yang manifestasinya adalah gerakan liberalisme. Kata kunci: karya sastra, struktur masyarakat, peranakan Tionghoa 1. Pendahuluan Tan Boen Kim atau T.B.K dan Indo- Tionghoa merupakan pengarang peranakan Tionghoa-Indonesia yang cukup produktif di era an. Dalam masa itu, dia telah menghasilkan sebanyak kurang lebih delapan belas judul karya sastra (Salmon, 1981). Topik yang ditulis oleh Tan Boen Kim memiliki pengaruh terhadap isu yang berkembang pada zamannya dan diikuti oleh para penulis yang lain. Topik kriminalitas dan pelacuran menjadi topik yang utama dalam karya sastranya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh pendahulunya, yakni Gouw Peng Liang. Tan Boen Kim menulis dengan gaya sarkasme. Dia melakukan hujatan dan kecaman terhadap situasi dan nilai-nilai pada masanya, terutama masalah moralitas yang sengaja ditutup-tutupi dan dibiarkan menjadi kebiasaan (Susanto, 2009: ). Kekecewaannya terhadap situasi sosial pada masanya, terutama struktur masyarakat kolonial terletak pada gerakan liberalisme yang membawa efek buruk berupa kriminalitas dan pelacuran. Isu ini berhubungan dengan aspek moralitas, yakni sebuah gagasan untuk membangun harmonisasi masyarakat yang didasarkan atas nilai moralitas. Gagasan yang demikian serupa dengan kelompok konservatif seperti yang diwakili oleh gerakan recinanisasi atau gerakan kelompok Tiong Hua Hui Kwan (THHK). Karya-karya dari Tan Boen Kim yang mempersoalkan kriminalitas dan pelacuran tidak memberikan penilaian dan pembelaan terhadap masyarakatnya seperti karya Lie Kim Hok. Akan tetapi, karya-karyanya justru memberikan kritik dan hujatan terhadap masyarakat peranakan Tionghoa dan masyarakat golongan Eropa hingga mengakibatkan dirinya masuk ke penjara kolonial. Kedua kelompok etnis ini terlibat dalam kriminalitas, pembunuhan, pelacuran, penipuan, dan terlibat dalam dunia hiburan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Secara umum, struktur ekonomi kapitalistik masyarakat kolonial menjadi kecamaan dan struktur yang disalahkan oleh Tan Boen Kim. Hal ini sebagai contohnya ditulis dalam 91

2 novelnya tentang konflik Sarekat Dagang Islam dengan kelompok pedagang peranakan Tionghoa dalam Peroesoehan di Koedoes (1920). Persoalan moralitas dan struktur ekonomi kolonial menjadi sesuatu yang seakan tidak ada hubungannya. Namun, gagasan moralitas merupakan salah satu konsep dasar dalam membangun harmonisasi sebuah masyarakat seperti yang dicita-citakan oleh nilai makro Konfucianisme (Hasen, 1985: ). Isu pelacuran dan kriminalitas hakikatnya berhubungan dengan moralitas dan gagasan ideal tentang dunia dan manusia. Manusia dan masyarakat yang ideal adalah manusia dan masyarakat yang tertata, harmonis, dan memiliki keseimbangan. Untuk mencapainya, salah satu dasar yang harus dipertahankan adalah moralitas. Moralitas juga berhubungan dengan isu hubungan antara individu, masyarakat, lingkungan, dan tata nilai pergaulan. Hal ini oleh Tan Boen Kim diidealkan dalam karyanya yang berjudul Boekoe Tjerita Resianja Goelagoela (1912) yang bercerita tentang kehidupan para pelacur yang beganti-ganti pasangan untuk menjual cinta palsu. Ketidaksetujuannya terhadap kebijakan kolonial itu juga diungkapkan dalam teks yang lain, seperti Nona Fientje de Feniks atawa Djadi Korban dari Tjemboeran, Satoe Tjerita jang Betoel Soeda Terdajdi di Betawi (1915), Njai Aisah atawa Djadi Korban dari Rasia (1915), dan Brinkman atawa Djadi Korban dari Perboetannja. Teks ini memberikan kritik terhadap perbuatan orang Eropa yang membunuh perempuan pribumi. Njai Aisah dalam teks ini diambil dari sebuah kasus yang menyinggung sentimen ras, agama, dan gender yang sempat memberikan wacana berbagai kuasa pada zamannya (White, 2004). Standarisasi norma Eropa dan struktur masyarakat kolonial menjadi bahan kecaman Tan Boen Kim. Meskipun Brikman mendapat hukuman mati, karya ini menghadirkan suarasuara perempuan pribumi yang terpinggirkan dalam struktur masyarakat kolonial (Hellwig, 1996). Dua teks dari Tan Boen Kim yang berjudul Tjerita Nona Gan Jan Nio atawa Pertjintaan dalem Rasia (1914) dan Tjerita Si Riboet atawa Boenga Mengandoeng Ratjoen, Soeatoe Tjerita jang Betoel Terdjadi di Soerabaja Koetika di Pertengahan Taon 1916, jaitoe Politie Opziener Coenraad Boenoe Actrie Constantinopel jang Mendjadi Katjin aannja (1917) dipilih sebagai karya yang mewakili gagasan dan tanggapan Tan Boen Kim terhadap struktur sosial pada masanya. Kedua cerita itu mengedepankan topik moralitas, terutama persoalan kriminalitas dan pelacuran. Selain itu, kedua karya itu juga memberikan gagasan yang universal terhadap zamannya, yakni gagasan moralitas versus materialisme kolonial, tradisi versus modernitas, dan adat versus liberalisme. Bahkan, struktur cerita dari kedua teks ini memberikan satu persoalan mengenai bangunan dunia yang diidealkan oleh Tan Boen Kim. Dari beberapa gagasan yang diungkapkan oleh Tan Boen Kim tersebut, yang menjadi persoalan utama adalah relasi antara pelacuran dan kriminalitas dengan struktur kolonial era itu. Persoalan kriminalitas dan pelacuran tidak hanya bisa dimaknai sebagai sebuah cermin atau refleksi pada zamannya. Lebih dari itu, persoalan tersebut merupakan sebuah tanggapan terhadap struktur sosial pada masanya. Dalam posisi yang demikian ini, peran Tan Boen Kim sebagai wakil dari kelompoknya menunjukkan bahwa Tan Boen Kim hakikatnya berusaha memberikan reaksi terhadap struktur sosial yang melingkupinya atau destrukturisasi atas 92

3 struktur yang melingkupinya (Goldmann, 1977: 17). Dengan demikian, artikel ini mengeskplorasi tanggapan Tan Boen Kim terhadap struktur sosial pada masanya melalui topik kesastraan yang dipilihnya, yakni kriminalitas dan pelacuran (Barnet, 1970: ). 2. Teks Nona Gan Jan Nio dan Si Riboet atawa Boenga Mengandoeng Ratjoen: Gagasan Manusia Ideal dan Moralitas Teks Nona Gan Jan Nio (1914) memberikan kritik pada keterlibatan orang peranakan Tionghoa dalam kriminalitas, perjodohan, dan keunggulan materi atas moralitas. Cerita percintaan rahasia antara Lek Tek Hian, putra Lisianseng Lie Keng Tong dengan Gan Jan Nio putri dari Gan Tjeng Hoei memberikan gagasan yang berhubungan dengan pembentukan manusia yang ideal. Percintaan antara keduanya merupakan percintaan dunia romantik. Realitas dalam dunia hanya dibayangkan sebagai realitas yang terbatas dan dunia mereka adalah angan-angan atau alam pikiran yang tidak mempertimbangkan kompleksitas realitas di sekitarnya. Yang nyata dan yang ideal tidak pernah diperhatikan dan didialogkan. Keduanya memilih yang ideal atau yang ada dalam pikirannya. Gangguan dari lingkungan dan situasi zaman tidak pernah diperhatikan. Njonja Ho Kim Leng dan Njonja Ho Tjeng Bian merupakan representasi dari gagasan realis atau gagasan dunia yang nyata. Percintaan rahasia Gan Jan Nio hakikatnya menghadirkan dua kubu, yakni kubu dunia ideal versus kubu dunia nyata. Kedua kubu ini akhirnya berseberangan dengan berbagai turunannya, yakni harta versus kesucian cinta, hidup enak versus sengsara demi cinta, kejahatan versus perjuangan cinta, realis versus romantik, tradisi versus liberalisme, terikat versus kebebasan, kuno versus modern, jahat versus baik, dan lain-lain. Oposisi yang terdapat dalam struktur teks itu, menunjukkan sebuah gagasan ideal tentang dunia dan manusianya. Gagasan tentang dunia dan manusia yang hanya menuruti dunia idealnya merupakan gagasan yang menolak liberalisme. Manusia tidak bisa mengusahakan hidupnya bila tidak melibatkan kehendak kekuatan alam. Gagasan manusia ideal yang diungkapkan dalam teks ini adalah gagasan persatuan antara manusia dan alam atau lingkungan. Kejahatan yang dilakukan untuk menghalangi persatuan antara manusia dengan alam dan dunia idealnya mengalami kekalahan. Materialisme dan kebebasan tanpa kendali justru menyebabkan manusia mengalami kegagalan total seperti yang dialami oleh kubu Njonja Gan Tjeng Nio dan kubu Njonja Ho Kim Leng. Meskipun demikian, dalam hal tertentu, suara teks ini mengemukan tentang gagasan yang lain yang cenderung bersifat ambigu dalam melihat realitas. Isu yang utama dalam teks ini menjadi bukan isu moralitas, tetapi isu pertentangan antara yang nyata dan yang ideal dan keduanya terus-menerus bersaing dalam memperebutkan posisinya. Yang nyata adalah yang realis dan yang ideal adalah yang romantik. Tampaknya, gagasan manusia ideal dalam teks ini berusaha untuk mendialogkan antara yang nyata dan yang ideal atau antara yin dan yang. Teks yang kedua bercerita tentang percintaan palsu atau pelacuran, Si Riboet atawa Boenga Mengandoeng Ratjoen (1917). Struktur teks tersebut memunculkan oposisi antara spritualitas versus materialisme, alam jiwa versus pikiran, moralitas versus kebebasan, harmonisasi versus kekacauan, kesucian cinta versus pengkhianatan, tradisi versus liberalisme, terikat versus bebas, dan lain-lain. 93

4 Dunia kriminalitas dan pelacuran yang muncul dalam teks ini menggagas tentang manusia atau masyarakat yang ideal. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang tertata dan harmonis. Dasar dari keharmonisan dan keseimbangan suatu masyarakat itu adalah moralitas dan individu di dalamnya menempatkan posisinya dalam hubungan yang seimbang. Gagasan manusia yang ideal yang diungkapkan oleh teks ini adalah kembali pada tradisi. Tradisi yang dimaksudkan adalah moralitas yang mengatur segala perilaku dan bagaimana cara menjadi manusia. Dengan memunculkan gagasan kembali pada nilai tradisi, teks ini secara tidak langsung menolak gagasan kebebasan tanpa kendali yang menyebabkan kekacauan dan kerusakan pada manusia. Kebebasan dan tidak mengindahkan tradisi ini menyebabkan perempuan dan lakilaki terlibat dalam kriminalitas dan dunia pelacuran. Manusia yang ideal adalah kembali pada tradisi. Dalam konteks masyarakat yang diwakilinya, tradisi yang dimaksudkan adalah ajaran leluhur mereka. Ajaran ini menyiratkan tentang konsep harmonisasi, keseimbangan, dan tatanan yang tertata atas dasar salah satunya adalah moralitas. Melalui moralitas, keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungan dan tatanan masyarakat akan terwujud. Dialektika yang hendak dibangun dalam teks ini adalah mengacu pada gagasan moralitas sebagai petunjuk dan pengatur manusia. Meskipun demikian, gagasan tentang manusia yang ideal ini juga berusaha mengingkari adanya kompleksitas struktur masyarakat di sekitarnya. Idealisasi tentang manusia dan masyarakat yang tertata atas dasar moralitas ini menunjukkan bahwa pandangan dunia yang terhadirkan merupakan gagasan romantik idealis. Dunia hanya dibayangkan sebagai yang ada dalam pikirannya. Manusia hanya ada dalam bayangan pikiran dan dihadirkan atau harus hadir seperti yang diangankan. Keberadaan manusia dalam kompleksitas dunia atau lingkungan tidak pernah dipertimbangkan. Selain itu, topik kriminalitas dan pelacuran dalam karya Tan Boen Kim juga berhubungan dengan gender dan ras. Perempuan dalam konteks ini selalu dijadikan sebagai penjaga tradisi, pendidik generasi, pintu gerbang liberalisme, dan simbol moralitas. Posisi yang demikian menyebabkan perempuan rentan terhadap kerusakan. Teks Tan Boen Kim seakan menunjukkan bahwa kerusakan masyarakat dan manusia disebabkan oleh kerusakan perempuan. Dalam kompleksitasnya terhadap ras, perempuan ras campuran, seperti Indo-Eropa dan lokal dihadirkan sebagai perusak bangsa dan tradisinya. Hal ini juga menunjukkan bahwa keunggulan tradisi Tionghoa atas tradisi yang lain. 3. Karya Sastra dari Tan Boen Kim: Penolakan terhadap Liberalisme Dunia kriminalitas dan pelacuran yang diungkapkan dalam kedua teks tersebut telah menyiratkan tentang kemunculan manusia atau masyarakat yang ideal. Bagi teks yang pertama, manusia ideal adalah manusia yang kembali melihat hubungannya dengan alam dan lingkungan sekitar. Dunia ideal harus disesuaikan dengan kehendak alam. Dengan menolak gagasan materialisme, teks ini sekaligus menyiratkan penolakan terhadap struktur masyarakat kolonial. Hal serupa terlihat dalam teks yang kedua. Teks ini menolak gagasan liberalisme dan memunculkan 94

5 tandingannya, yakni kembali pada tradisi yang artinya kembali pada moralitas. Kebijakan kolonial, terutama politik balas budi, telah menyebabkan gagasan liberal dalam masyarakat kolonial (Niel, 2009). Wacana dan istilah liberalisme menjadi bagian yang terus mendapat perhatian. Tujuan dari pada struktur masyarakat kolonial adalah menciptakan manusia yang sesuai dengan citra dan cita rasa dunia Barat. Manusia kembali pada rasio dan akal pikirannya. Manusia yang memandang dunia dari sisi dirinya dengan kekuatan akal dan pikirannya (Russell, 2007: ). Topik kriminalitas dan pelacuran adalah salah satu manifestasi dari gagasan moralitas. Dengan memunculkan gagasan yang demikian ini, gagasan ini sehaluan dengan gerakan nasionalisme kebudayaan masyarakat peranakan Tionghoa yang sering diistilahkan dengan gerakan recinanisasi (Suryadinata, 1988). Dalam menghadapi posisi yang demikian, Tan Boen Kim mengambil langkah yang serupa dengan kelompok yang dominan ketika itu, yakni THHK. Dari riwayat biografisnya, Tan Boen Kim sendiri menjadi bagian dari THHK. Kelompok ini merupakan manifestasi dari gagasan kebangsaan yang didasarkan bukan pada persoalan politis, tetapi pada sifat kultural yang awalnya bersifat puritanisme. Dengan demikian, Tan Boen Kim hakikatnya terlibat dan aktif sebagai pendukung atau pengerak gagasan yang dikumandangkan oleh kelompok dominan THHK. Dalam menghadapi struktur masyarakat kolonial, posisi Tan Boen Kim dengan menggunakan gagasan tentang moralitas melalui karya sastranya menunjukkan sebuah kecenderungan yang bersifat resistensi. Resistensi ini tidak bersifat politis praktis seperti gagasan yang dilakukan oleh kelompok Sin Po. Liberalisme sebagai pemicu dari kelahiran gagasan nasionalisme ini oleh Tan Boen Kim cenderung dipandang membawa dampak yang negatif. Ketidaksetujuan atau kekecewaannya terhadap struktur masyarakat kolonial ini dihadirkan dengan menentang konsep ras yang digunakan pemerintah kolonial (Lev, 2000: 4-6). Hal ini salah satunya dibuktikan dengan menghadirkan ras Eropa sebagai ras yang rendah dan memiliki tradisi yang buruk. Ras yang digunakan sebagai ideologi kolonial, terutama penguasaan ekonomi didekonstruksi dalam teks sastra Tan Boen Kim (Loomba, 2003: 7-8). Selain itu, politik identitas juga menjadi bagian yang diserang oleh karya-karya Tan Boen Kim melalui topik kriminalitas dan pelacuran. Segresi identitas atas dasar ras telah mengakibatkan pada penilaian yang negatif terhadap ras yang lain. Hal ini dicontohkan dalam struktur atau topik teks Si Riboet atawa Boenga Mengandoeng Ratjoen (1917) atau Nona Fientje de Feniks atawa Djadi Korban dari Tjemboeroean (1915). Persoalan kriminalitas dan pelacuran dalam teks itu tidak hanya berhubungan dengan gagasan membangun masyarakat dan manusia yang ideal, tetapi juga bersinggungan dengan politik ras, gender, dan kebangsaan. 4. Kembali pada Moralitas Khong Hucu Konsep moralitas menjadi salah satu ruh dari ajaran leluhur Tan Boen Kim, terutama gagasan makro Khong Hucu. Dengan mengambil analogi kriminalitas dan pelacuran dalam karya sastranya, gagasan yang diungkapkan oleh Tan Boen Kim adalah gagasan tentang harmonisasi dan keseimbangan seperti dialektika yin dan yang. Gagasan ini menolak individualisme dan lebih mengutamakan kolektivitas. Dalam memandang manusia, 95

6 manusia menjadi bagian dari sistem yang lebih besar dan manusia berada dalam sistem tersebut dan ikut membangun sistem tersebut. Moralitas ini dapat dijabarkan dalam wujud kebaikan dan keadilan, tidak ada diskriminasi, dan kesederhanaan (Dainan, 2002: 285). Gagasan kembali pada moralitas Khong Hucu ini tidak hanya bersifat kultural, tetapi juga ideologis sekaligus politis. Sebagai gerakan politis, hal ini berhubungan dengan gagasan recinanisasi dan gerakan nasionalisme kebudayaan. Gerakan nasionalisme budaya ini berhubungan dengan gerakan kebangsaan atau mencari wadah untuk keragaman kebudayaan di Hindia Belanda, yang sama artinya dengan nasionalisme kebangsaan atas dasar keragaman tradisi. Sebagai gerakan ideologis, gagasan ini berusaha mengembalikan ajaran mikro dan makro Khong Hucu sebagai bagian dari masyarakat yang diwakili oleh Tan Boen Kim. Sebagai konsekuensinya, topik-topik karya sastra yang berkembang pada masa Tan Boen Kim adalah topik yang mendukung dan mewujudkan gagasan kembali pada moralitas Khong Hucu. Turunan dari topik moralitas Khong Hucu bukan hanya pada persoalan kriminalitas dan pelacuran, tetapi topik yang lain seperti keunggulan tradisi Tionghoa, keunggulan pendidikan Tionghoa, dan berakibat pada citra negatif tradisi yang lainnya. Sebagai contohnya adalah Tjerita Njai Soemirah (1917) karya Thio Tjin Boen yang mengemukan tentang sentimen ras, agama, dan tradisi, Tjerita Controleur Malheure (1912) karya Th. H. Phoa yang meluruhkan identitas Eropa dihadapan perempuan lokal, Setan Item (1912) dan lain-lain. 5. Penutup Karya sastra dari Tan Boen Kim merupakan sebuah reaksi terhadap struktur kolonial terutama gerakan liberalisme dan pembentukan subjek manusia modern versi dunia Barat. Perlawanan yang dilakukan oleh kedua teks ini dengan menampilkan gagasan tentang manusia dan masyarakat yang ideal. Melalui topik kriminalitas dan pelacuran, gagasan yang dikemukan adalah bahwa manusia yang ideal harus dikembalikan pada moralitas, terutama moralitas Khong Hucu. Melalui moralitas ini, masyarakat dikonstruksi sebagai masyarakat yang tertata dan harmonis. Gagasan moralitas dari Tan Boen Kim hadir dalam karya sastranya sebagai bentuk destrukturisasi atas struktur kolonial, terutama konsep ras dan gagasan masyarakat modern versi dunia Barat. Daftar Pustaka Barnet, James H The Sociology of Art dalam Milton C. Albrecht et.al (Ed.). The Sociology of Art and Literature: A Reader. New York dan Washington: Praeger Publishers Dainan, Zhang Key Concepts in Chinese Philosophy. (Terjemahan: Edmund Ryden). Beijing: Foreign Languages Press. Goldmann, Lucien The Hidden God: A Study of Tragis Vision in The Pensees of Pascal and the Tragedies of Racine (Translated: Philip Thody). London and Henley: Routledge & Kegan Paul 96

7 Hasen, Chad Chinese Language, Chinese Philosophy, and Truth. Journal of Asian Studies, Vol. XLIV, No.3 May 1985, Cambridge University. Hellwig, Tineke Gramer Brinkman de Mordenaar van Fientje de Fineks: Maleise Literire Teksten. Indisch Letteren, Vol 11, No.1, Lev, Daniel S Politik Minoritas, Minoritas dalam Politik. Makalah, disampaikan dalam Seminar Orang Tionghoa-Indonesia: Manusia dan Kebudayaannya, YMI dan LIPI. Jakarta, 31 Oktober - 2 November Loomba, Ania Kolonialisme/Pascakolonialisme. (Terjemahan: Hartono Hadikusumo). Yogyakarta: Bentang. Niel, Robert van Munculnya Elite Modern Indonesia. (Terjemahan: Zhara Deliar Noer). Jakarta: Pustaka Jaya. Russell, Bertrand Sejarah Filsafat Barat, Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang. (Terjemahan: Sigit Jatmiko et.al). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Salmon, Claudine Literature in Malay by The Chinese of Indonesia: A Provisional Annotated Bibliography. Paris: Editions de la Masion des Sciences de l Homme. Suryadinata, Leo Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Susanto, Dwi Si Riboet atawa Boenga Mengandoeng Ratjoen: Tan Boen Kim sebagai Pencatat Kejadian Semasa. Nuansa Indonesia Jurnal Ilmu Bahasa, Sastra, dan Filologi, Vol. XIV, No. 2, Agustus Tan Boen Kim Nona Gan Jan Nio atawa Pertjinta an dalem Rasia, Satoe Tjerita jang Belon Sebrapa Lama Sasaoenggoehnja Telah Terdjadi dalem Kota Betawi. Batavia: Tjiong Koen Bie Nona Fientje de Feniks atawa Djadi Korban dari Tjemboeroean, Satoe Tjerita jang Betoel Terdjadi di Betawi. Batavia: tp Tjerita Si Riboet atawa Boenga Mengandoeng Ratjoen, Soeatoe Tjerita jang Betoel Terdjadi di Soerabaja Koetika di Pertengahan Taoen 1916, jaitoe Politie Opziener Coenraad Boenoe Actrice Constantinopel jang Mendjadi Katjinta annja. Batavia: Tjiong Koen Liong White, Sally The Case of Nyi Anah: Concubinage, Marriage and Reformist Islam in Late Colonial Dutch East Indies. Review of Indonesian and Malaysian Affairs, Vol. 38, No.1. 97

BAB V KESIMPULAN. Sastra peranakan Tionghoa adalah produk budaya dan sosial dari

BAB V KESIMPULAN. Sastra peranakan Tionghoa adalah produk budaya dan sosial dari BAB V KESIMPULAN Sastra peranakan Tionghoa adalah produk budaya dan sosial dari masyarakat Inonesia. Struktur teks sastra peranakan Tionghoa menunjukkan berbagai oposisi yang dapat dirangkum sebagai berikut;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan sastra di Indonesia diawali dari era sastra Melayu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan sastra di Indonesia diawali dari era sastra Melayu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perkembangan sastra di Indonesia diawali dari era sastra Melayu Rendah atau Sastra Melayu Pasar yang dimulai pada tahun 1870 hingga 1942. Kemudian berlanjut

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupannya selalu dihadapkan pada berbagai persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya terbatas pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moral dan juga nasionalisme. Hal tersebut melatarbelakangi pendirian Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. moral dan juga nasionalisme. Hal tersebut melatarbelakangi pendirian Sekolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan salah satu faktor pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan memberikan ilmu pengetahuan serta menanamkan ajaran moral dan juga nasionalisme.

Lebih terperinci

Dwi Susanto. (Makalah diterima tanggal 2 Desember 2010 Disetujui tanggal 9 April 2011)

Dwi Susanto. (Makalah diterima tanggal 2 Desember 2010 Disetujui tanggal 9 April 2011) PERNYAIAN DALAM MASYARAKAT TIONGHOA: REFLEKSI DALAM SASTRA PERANAKAN TIONGHOA Concubinage in Indonesian Chinese Society: Reflection in Indonesian Chinese Literature Dwi Susanto Jurusan Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas sosial. Dalam pengertian ini, keterlibatan pengarang dalam menciptakan karya sastra

Lebih terperinci

oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia

oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia oleh Halimah FPBS Universitas Pendidikan Indonesia SEJARAH SINGKAT NOVEL INDONESIA A. Masa Awal Novel Indonesia (1870-1900) Masa ini didorong oleh kebutuhan menyediakan bahan bacaan bagi pribumi, Indo-Belanda,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra berfungsi sebagai penuangan ide penulis berdasarkan realita kehidupan atau imajinasi. Selain itu, karya sastra juga dapat diposisikan sebagai dokumentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra Melayu Tionghoa merupakan karya penulis peranakan Tionghoa yang berkembang sejak akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. Menurut Claudine

Lebih terperinci

RESUME BUKU. : Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari. Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jilid 2)

RESUME BUKU. : Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari. Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jilid 2) RESUME BUKU Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jilid 2) Penulis : Sartono Kartodirdjo Judul : Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah

Lebih terperinci

Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral?

Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral? Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral? Ringkasan buku dengan judul KEBUDAYAAN MINORITAS TIONGHOA DI INDONESIA Penulis : Leo Suryadinata Diterjemahkan oleh : Dede Oetomo Penerbit P T Gramedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis sastra oral, berbentuk kisah-kisah yang mengandalkan kerja ingatan, dan diwariskan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebudayaan peranakan Tionghoa merupakan kebudayaan yang paling kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan bahasanya yang merupakan sintesa

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel. BAB VIII KESIMPULAN Puisi Maḥmūd Darwīsy merupakan sejarah perlawanan sosial bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel yang menduduki tanah Palestina melalui aneksasi. Puisi perlawanan ini dianggap unik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu,

BAB I PENDAHULUAN. dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upacara kematian etnis Tionghoa ini, terdapat beragam pantangan dan aturan yang harus di patuhi untuk setiap suami, istri, anak, menantu, cucu, buyut

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak terlepas dari konflik-konflik yang dialami masyarakat. Sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak terlepas dari konflik-konflik yang dialami masyarakat. Sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat. sastra sebagai wadah penggambaran permasalahn hidup manusia yang ada di masyarakat. Terbentuknya karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. lain adalah etnik Jawa, Bugis, Batak, Dayak, Arab,dan Tionghoa. 1

BAB I PENGANTAR. lain adalah etnik Jawa, Bugis, Batak, Dayak, Arab,dan Tionghoa. 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku atau etnis. Etnis itu antara lain adalah etnik Jawa, Bugis, Batak, Dayak, Arab,dan Tionghoa. 1 Orang peranakan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hasan Al-Banna menetapkan bahwa berdirinya pemerintah Islam merupakan bagian dasar manhaj Islam (metode Islam). Hasan Al- Banna menjelaskan bahwa pengaturan kehidupan dan

Lebih terperinci

Konstruksi Identitas Masyarakat Urban Peranakan Tionghoa dalam Majalah Penghidoepan ( )

Konstruksi Identitas Masyarakat Urban Peranakan Tionghoa dalam Majalah Penghidoepan ( ) Konstruksi Identitas Masyarakat Urban Peranakan Tionghoa dalam Majalah Penghidoepan (1925-1942) Dwi Susanto Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret ABSTRAC The literature magazines, Goedang Tjerita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buku merupakan jendela ilmu. Dengan membaca buku akan banyak pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan yang dikuasai dengan menuliskannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai monolog Marsinah Menggugat sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG

SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Jurnal Sejarah. Vol. 1(1), 2017: 151 156 Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia DOI: 10.17510/js.v1i1. 59 SEJARAH SEHARUSNYA MENJADI INSPIRASI MEMANFAATKAN PELUANG Sumber Gambar: Tempo.co Professor

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 2.1.1 Sastra Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, kreasi bukan sebuah imitasi.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan BAB V KESIMPULAN Persepolis karya Marjane Satrapi merupakan karya francophone yang telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan dimasukkan ke dalam ranah studi literatur.

Lebih terperinci

People and Society in Indonesia A Biographical Approach. Victoria: Monash University Coppel, Charles A Studying in the Ethinic Chinese in

People and Society in Indonesia A Biographical Approach. Victoria: Monash University Coppel, Charles A Studying in the Ethinic Chinese in DAFTAR PUSTAKA Albrecht, Milton C. dkk. (ed.). 1970. The Sociology of Art and Literature. New York and Washington: Praeger Publishers Ali, Muhamad. 2007. Chinese Muslims in Colonial and Postcolonial Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY. Faculty of Humanities. English Department. Strata 1 Program CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Strata 1 Program 2012 MAIDS' RESISTANCE THROUGH THE BOOK TO EQUALIZE THE RIGHTS AS POTRAYED IN "THE HELP" MOVIE (2011)

Lebih terperinci

17. Berikut ini yang bukan sebutan identik bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah... a. Ideologi negara

17. Berikut ini yang bukan sebutan identik bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah... a. Ideologi negara 1. Suatu kumpulan gagasan,ide ide dasar serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang memberikan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu bangsa dan negara adalah pengertian... a. Ideologi c. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena pergantian sistem pemerintahan yang terbilang singkat. Tokoh-tokoh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena pergantian sistem pemerintahan yang terbilang singkat. Tokoh-tokoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad 20, situasi politik Indonesia mengalami jatuh bangun karena pergantian sistem pemerintahan yang terbilang singkat. Tokoh-tokoh intelektual dan kenegaraan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra diciptakan melalui kata-kata.sastra lahir dari representasi pikiran pengarang, tentu pengarang sebagai Tuhan kecil dalam dunianya memiliki gugusan ide yang direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM E MODERNISME POSTMODERNISME PENGERTIAN POSTMODERNISME 1. Postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern (Lyotard).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

REPRESENTASI ETNIS TIONGHOA DALAM NOVEL DIMSUM TERAKHIR. Diajukan Oleh : YOHANNA ILMU KOMUNIKASI

REPRESENTASI ETNIS TIONGHOA DALAM NOVEL DIMSUM TERAKHIR. Diajukan Oleh : YOHANNA ILMU KOMUNIKASI REPRESENTASI ETNIS TIONGHOA DALAM NOVEL DIMSUM TERAKHIR (Studi Analisis Wacana Tentang Representasi Etnis Tionghoa dalam Novel Dimsum Terakhir oleh Clara Ng) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

Review Roman "Anak Semua Bangsa" : Anak Semua Bangsa : Pramoedya Ananta Toer : Lentera Dipantara. Tahun Terbit : 2006 Jumlah Halaman : 539 Halaman

Review Roman Anak Semua Bangsa : Anak Semua Bangsa : Pramoedya Ananta Toer : Lentera Dipantara. Tahun Terbit : 2006 Jumlah Halaman : 539 Halaman Review Roman "Anak Semua Bangsa" Judul : Anak Semua Bangsa Penulis : Pramoedya Ananta Toer Penerbit : Lentera Dipantara Kota Terbit : Jakarta Tahun Terbit : 2006 Jumlah Halaman : 539 Halaman Dapatkah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan tolak ukur penelitian. Tinjauan pustaka tentang penelitian

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA Novia Kencana, S.IP, MPA novia.kencana@gmail.com Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1 Genre musik hardcore adalah sebuah bentuk budaya tandingan terhadap budaya mainstream yang tersedia di masyarakat, yang berada dalam sebuah kancah alternatif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 242 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Berdasarkan rumusan dan hasil pembahasan yang telah dilakukan terhadap persoalan representasi perempuan Tionghoa dalam novel Kancing yang Terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa. kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa. kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan

Lebih terperinci

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus Bab 4 PENUTUP Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus liberalisasi, ruang-ruang publik di tanah air mulai menampakkan dirinya. Namun kuatnya arus liberalisasi tersebut, justeru

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Meskipun analisis ini dapat dikatakan kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain itu sastra

Lebih terperinci

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra tidak luput dari pandangan pengarang terhadap kondisi yang terjadi di lingkungannya, seperti sejarah, budaya, agama, filsafat, politik dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Setting Sosial Tahun 1998, di Indonesia banyak terjadi demonstrasi hingga berujung pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kumpulan cerpen Dalang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra yang banyak diterbitkan merupakan salah satu bentuk dari berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk seni, tetapi sastra juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Dalam Wikipedia, K. C. Wheare menyatakan bahwa undang-undang atau

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Dalam Wikipedia, K. C. Wheare menyatakan bahwa undang-undang atau 9 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Undang-Undang Dalam Wikipedia, K. C. Wheare menyatakan bahwa undang-undang atau konstitusi adalah keseluruhan sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam etnis suku dan bangsa. Keanekaragaman ini membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang kaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas,

BAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas, BAB V KESIMPULAN Politisasi identitas Betawi dilakukan oleh Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas, yaitu dengan penggunaan pakaian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN 2.1 Tinjauan pustaka Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itu dapat dijadikan sebagai titik tolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN. digunakan sebagai acuan dasar adalah teori Alan Swingewood. Dalam teorinya,

BAB III KESIMPULAN. digunakan sebagai acuan dasar adalah teori Alan Swingewood. Dalam teorinya, BAB III KESIMPULAN Penelitian ini menggunakan teori kekuasaan Lord Acton dan teori teokrasi St.Agustinus dengan pendekatan sosiologi sastra. Teori sosiologi sastra yang digunakan sebagai acuan dasar adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep berpikir kritis menjadi sebuah hal yang harus dimiliki oleh setiap individu agar mampu beradaptasi dengan lingkungan secara baik serta mampu mengembangkan diri.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setiap teks mengandung makna yang sengaja disisipkan oleh pembuat teks, termasuk teks dalam karya sastra. Meski sebagian besar karya sastra berfungsi sebagai media rekreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia mencatat bahwa negara kita ini telah mengalami masa kolonialisasi selama tiga setengah abad yaitu baik oleh kolonial Belanda maupun kolonial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN by. EVY SOPHIA A. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia. B. Kemajemukkan Dalam Dinamika Sosial Budaya. C. Keragaman & Kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya. D.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Olahraga bulutangkis..., Hary Setyawan, FIB UI, Universitas Indonesia. Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN. Olahraga bulutangkis..., Hary Setyawan, FIB UI, Universitas Indonesia. Universitas Indonesia BAB V KESIMPULAN Pada tahun 1930-an merupakan masa-masa krisis ekonomi yang melanda disebagian besar dunia. Krisis ekonomi ini berdampak pula di wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Krisis yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil dan pembahasan kajian kritis tentang media sosial, pola komunikasi politik dan relasi kuasa dalam masyarakat kesukuan Flores dengan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman yang telah dialaminya sendiri atau pengalaman yang dialami oleh orang BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Karya sastra merupakan suatu hasil cipta sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra diciptakan pengarang berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata śās- yang berarti instruksi

Lebih terperinci