BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan
|
|
- Ida Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Terjadinya Patologi Penelitian yang dilakukan di Kota Surakarta dan Kota Magelang dalam rentang waktu ini bertujuan menjelaskan fenomena di balik terjadinya patologi akuntabilitas sosial dalam proses perencanaan penganggaran daerah meskipun mekanisme demokratisasi telah diterapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme forum akuntabilitas sosial yang diterapkan memiliki celah patologi walaupun secara prosedural sesuai amanat regulasi. Praktik mekanisme akuntabilitas sosial yang diterapkan tidak selalu menghasilkan perilaku yang akuntabel dari pemerintah, pejabat politik, maupun aktivis masyarakat sipil atau kelompok forum warga. Dengan kata lain, supply driven dan demand driven mekanisme akuntabilitas sosial tidak otomatis menghasilkan demokratisasi proses perencanaan penganggaran yang semakin baik karena adanya patologi yang muncul dalam proses demokratisasinya. Hal ini disebabkan oleh adanya turunan patologi demokrasi dan patologi birokrasi yang menjadi kerangka terselenggaranya mekanisme akuntabilitas sosial. Interaksi elemen akuntabilitas sosial dengan faktor lingkungan yang cenderung kooptasi dan komodifikasi menumbuhkan patologi. Faktor lingkungan yang dimaksud di sini adalah orientasi formalitas prosedural dari birokrasi dan pejabat politis serta orientasi komodifikasi dari pihak warga sipil 281
2 untuk kepentingan ekonomi maupun kedekatan dengan lingkar kekuasaan. Konteks lingkungan tersebut memungkinkan interaksi accountor dan accountee untuk mengelola informasi dan forum akuntabilitas sosial menumbuhkan patologi dalam beberapa bentuk pola. Interaksi antarelemen yang mengandung patologi akhirnya menghasilkan mekanisme akuntabilitas sosial semu. Akuntabilitas sosial semu adalah forum warga yang didesain menggunakan format deliberatif (sebagai representasi lembaga demokratis), tetapi tidak terjadi dialog yang bersifat mempertanyakan dan menjawab nilainilai dasar di balik keputusan kebijakan atau perilaku accountor. Dengan kata lain, forum warga berlangsung dalam format demokratis untuk meminta akuntabilitas, tetapi tidak dapat memainkan fungsi sebagai accountee yang meminta penjelasan dan memberikan penilaian akuntabilitas kepada accountor (pemerintah maupun anggota DPRD). Ringkasnya, mekanisme akuntabilitas sosial yang berbasis demokrasi dan melibatkan lingkungan birokrasi mengalami patologi karena interaksi antarelemen akuntabilitas sosial. Accountor, accountee, informasi, dan forum akuntabilitas sosial berlangsung dalam lingkungan birokrasi yang berorientasi budaya formalitas dan lingkungan masyarakat sipil yang berorientasi komodifikasi. Akibatnya adalah mekanisme akuntabilitas sosial yang diselenggarakan mengalami akuntabilitas sosial semu. Intensitas forum akuntabilitas sosial yang berbasis nilai demokrasi tidak otomatis memberikan dampak peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan yang akuntabel jika tidak direduksi patologinya. 282
3 2. Bentuk Patologi dan Risiko Dampaknya Pola patologi yang muncul beserta dampak yang ditimbulkan dapat dilihat sebagai berikut di Tabel VII.1. Tabel VII.1 Kategori Pola Utama Bentuk Patologi dan Risiko Dampak Elemen 1. Supply driven: peran pemegang kekuasaan sebagai accountor Dampak 2. Kelembagaan forum warga Dampak 3. Demand driven: masyarakat sipil sebagai accountee Patologi Pola Utama: Kooptasi Forum Upaya pemerintah atau politisi membentuk forum sesuai kepentingannya melalui peraturan dan petunjuk teknis penyelenggaraan forum warga Peraturan dan petunjuk teknis sering bermakna pembatasan dalam hal perwakilan peserta dan dinamika forum Perwujudan detail bentuk patologi 1) Oportunisme birokrasi (bureaucratic opportunism) 2) Pendewaan kewajiban dan wewenang (reification of obligations and author) 3) Melempar tanggung jawab (buck passing) Patologi kooptasi forum berdampak 1) Pelibatan publik semakin dikontrol oleh pemerintah dan politisi sehingga mengukuhkan dominasi kekuasaan elite pemerintah dan masyarakat sipil yang terkooptasi 2) Masyarakat mereplikasi budaya formalisme dan seremonial 3) muncul representasi kelompok corong pemerintah 4) pembentukan keputusan forum yang prematur sehingga rawan menyebabkan alokasi sumber daya anggaran kurang tepat sasaran 5) inefisiensi policing costs, yaitu biaya operasional penyelenggaraan forum-forum akuntabilitas sosial menjadi inefisien karena tidak menghasilkan forum yang berdaya kritis Bias forum Fungsi forum akuntabilitas publik bias menjadi forum elite dan transaksi kelompok klien/elite Perwujudan detail bentuk patologi 1) Bias elite 2) Bias fungsi forum Patologi bias forum berdampak 1) memperkuat ketergantungan masyarakat pada kelompok elite sehingga forum kurang optimal 2) muncul representasi kelompok yang dianggap perantara/makelar kepentingan 3) melemahkan semangat masyarakat bersuara melalui forum 4) Forum terbiasa mempertanyakan kepentingan pragmatis (bukan nilai-nilai dasar, seperti keadilan, tranparansi kinerja. dan sejenisnya) Komodifikasi Forum pemanfaatan forum kelompok warga untuk kepentingan kelompok aktivis Perwujudan detail bentuk patologi 1) Patronasi, klientilisme/favoritisme 2) Komodifikasi suara warga 3) Kecenderungan tindak kekerasan (incivility) 283
4 Elemen Patologi Dampak Patologi komodifikasi forum berdampak 1) melemahkan fungsi accountee forum warga karena akan menjadi pendukung dan kongkalikong dengan pemerintah dan politisi 2) bias kepentingan, kurang adil bagi kepentingan publik secara umum, kesenjangan antarkelompok dan antarwilayah terus berlanjut karena alokasi anggaran akan lebih banyak pada kelompok yang suaranya lebih keras menuntut 3) bias sasaran akuntabilitas sosial sehingga melanggengkan elite capture dalam proses alokasi anggaran publik. 4) memelihara budaya politik uang 5) melemahkan kepercayaan warga pada aktivis masyarakat sipil dan menguatkan apatisme warga 6) rentan terjadinya perpecahan antarkelompok karena perebutan sumber daya 7) muncul dominasi kelompok bersuara keras meminggirkan kelompok bersuara lirih 4. Lingkungan Komodifikasi Informasi keterbukaan informasi Pemanfaatan keterbukaan informasi untuk kepentingan kelompok tertentu Perwujudan detail bentuk patologi 1) Bias informasi 2) Bias Media Dampak Patologi komodifikasi informasi berdampak 1) berpeluang memunculkan makelar/pelobi informasi 2) menumbuhkan keengganan warga untuk mencari informasi penganggaran 3) membuat warga malas terlibat dalam forum karena tidak paham informasi 4) melemahkan kepedulian kontrol publik Sumber: Hasil Analisis, Kontribusi Teoretis Temuan penelitian ini mengonfirmasi relevansi teori masyarakat prismatis, yaitu paradoks nilai rasionalitas modern dan struktur nilai tradisional yang menyebabkan bias fungsi kelembagaan. Fenomena masyarakat prismatis masih terjadi dalam praktik akuntabilitas sosial perencanaan penganggaran daerah. Manifestasinya adalah dalam bentuk orientasi formalisme prosedur dan dominasi relasi pertukaran kepentingan ekonomi politik (komodifikasi) pada forum akuntabilitas sosial perencanaan penganggaran daerah. Penelitian ini juga mengonfirmasi relevansi teori keagenan, yaitu relasi antara accountor 284
5 (sebagai agent) dan accountee (sebagai principal) pada situasi asimetri informasi masing-masing membawa karakter oportunistis sehingga memicu relasi akuntabilitas mengalami bias fungsi. Perwujudan bias fungsi tampak dari pemerintah dan DPRD cenderung melakukan kooptasi, sedangkan masyarakat sipil cenderung melakukan komodifikasi. Hasil penelitian ini menambahkan pemikiran kritis atas asumsi yang hampir tidak diragukan dalam teori democratic governance bahwa almost unquestioned assumption that the creation or enhancement of accountability mechanisms of any sort will result in greater democracy (Dubnick, 2002). Penelitian ini menemukan bahwa kualitas demokrasi dan kualitas birokrasi berimbas pada kualitas mekanisme akuntabilitas sosial. Jika tataran kualitas demokrasi berorientasi prosedural, serta birokrasi mengandung cacat korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka akuntabilitas sosial juga akan cacat dengan kooptasi dan komodifikasi forum. Hasilnya adalah akuntabilitas sosial semu (pseudo social accountability). Jadi peningkatan kualitas mekanisme akuntabilitas sosial akan menguatkan demokrasi jika konteks penyelenggaraan demokrasi dan birokrasi berada pada derajat kualitas yang tepat. Perbaikan mekanisme akuntabilitas sosial tidak akan efektif jika sistem demokrasi dan penyelenggaraan birokrasi tidak memperbaiki orientasinya dari normatif prosedural ke arah nilai substantif. Temuan teoretis penelitian tersebut di atas dirumuskan dalam proposisi utama berikut: "Patologi akuntabilitas sosial terjadi karena interaksi antarelemen akuntabilitas sosial (accountor, accountee, forum, informasi) berlangsung dalam lingkungan budaya formalitas prosedural dan iklim 285
6 komodifikasi". Proposisi turunan yang menjelaskan terjadinya patologi dalam mekanisme demokratisasi perencanaan penganggaran adalah sebagai berikut. a. Supply driven kelembagaan akuntabilitas sosial menimbulkan kooptasi accountee dan kooptasi forum sehingga menghasilkan akuntabilitas sosial semu. b. Komodifikasi forum oleh aktivis masyarakat sipil melemahkan demand driven akuntabilitas sosial. c. Representasi publik terkooptasi mekanisme demokrasi prosedural melahirkan forum akuntabilitas sosial semu. d. Paradoks keterbukaan informasi menghasilkan komodifikasi informasi sehingga menghasilkan akuntabilitas sosial semu. e. Akuntabilitas sosial semu mengokohkan dominasi kekuasaan elitis. 4. Ringkasan: Penyebab dan Pola Patologi Akuntabilitas Sosial Temuan tentang penyebab patologi akuntabilitas sosial dan pola kemunculannya merupakan sumbangan penelitian ini pada khasanah kajian akuntabilitas sosial. Jalinan proses terjadinya patologi dan pola kemunculannya diringkas dalam pernyataan berikut. a. Patologi terjadi karena interaksi antarelemen akuntabilitas sosial, yaitu accountor, accountee, informasi, dan forum akuntabilitas sosial berlangsung dalam lingkungan birokrasi yang berorientasi budaya formalitas dan lingkungan masyarakat sipil yang berorientasi komodifikasi. 286
7 b. Kehadiran patologi menyebabkan Supply driven dan demand driven mekanisme akuntabilitas sosial tidak otomatis menghasilkan demokratisasi proses perencanaan penganggaran yang semakin baik. c. Representasi publik dalam forum akuntabilitas sosial terkooptasi oleh mekanisme forum prosedural melahirkan akuntabilitas elitis/eksklusif/dominatif d. Supply-driven formalitas kelembagaan akuntabilitas sosial menciptakan kooptasi forum sehingga menghasilkan akuntabilitas sosial semu e. Kontestasi kepentingan kelompok masyarakat sipil memicu komodifikasi forum sehingga accountee menjadi mandul f. Paradoks keterbukaan informasi rentan menghasilkan komodifikasi informasi sehingga menghasilkan akuntabilitas sosial semu g. Dominasi elite, kooptasi forum, komodifikasi informasi, komodifikasi forum, dan accountee yang mandul berkontribusi memunculkan akuntabilitas sosial semu h. Intensitas mekanisme akuntabilitas sosial dalam proses perencanaan penganggaran yang berbasis nilai demokrasi tidak otomatis memberikan dampak peningkatan kualitas penganggaran yang akuntabel jika tidak direduksi patologinya. i. Patologi akuntabilitas sosial dapat direduksi jika kualitas sistem demokrasi dan lingkungan birokrasi diperbaiki, yaitu dari orientasi formal prosedural ke arah orientasi substantif. B. Saran: Mereduksi Peluang Patologi Temuan penelitian ini memberi gambaran bahwa variabel accountor (supply side), accountee (demand side), keterbukaaan informasi, serta kelembagaan forum saling terkait dalam interaksi yang dipengaruhi lingkungan budaya sistem 287
8 doemokrasi dan birokrasi yang di dalamnya mekanisme akuntabilitas sosial tersebut berlangsung. Oleh karena itu, kualitas mekanisme akuntabilitas sosial akan baik jika konteks penyelenggaraan sistem demokrasi dan birokrasi berada pada derajat kualitas yang tepat. Dengan demikian, rekomendasi utama penelitian ini untuk mereduksi peluang patologi akuntabilitas sosial atau mencegah akuntabilitas sosial semu adalah sebagai berikut. 1. Kebijakan reformasi praktik sistem demokrasi dan birokrasi yang berorientasi kepada kemampuan menjawab/menjelaskan argumen menggunakan basis bukti kepada publik (accountability as answerability). Internalisasi paradigma accountability as answerability direkomendasikan sebagai strategi mengurangi risiko penyelenggaraan sistem demokrasi dan praktik birokrasi yang bias responsibitas pada kebutuhan patron/klien/konstituennya sehingga terjadi pengerdilan makna akuntabilitas sosial. 2. Mengurangi asimetri informasi di antara accountor dan accountee dimaksudkan untuk mengurangi risiko perilaku oportunistis di antara pemerintah, pejabat politis, dan masyarakat yang menjadikan komodikasi informasi, kooptasi forum, dan komodifikasi forum. Saran pengembangan lebih lanjut dikelompokkan dalam pengembangan teori, metodologi, dan kebijakan publik. 1. Saran pengembangan teori dan metodologi a. diperlukan penelitian lanjut tentang variabel-variabel kritis yang berpengaruh pada sikap accountor dan accountee yang berorientasi pada 288
9 accountability as answerability, bukan sekadar menggugurkan kewajiban atau komodifikasi forum b. Secara metodologis disarankan metaanalisis penelitian akuntabilitas sosial penganggaran publik dari kelompok masyarakat yang berbeda variasi konteks lingkungan budayanya untuk menjelaskan beberapa hal berikut. (1) demand driven tumbuhnya orientasi partisipasi warga (citizen) dan aksi kolektif yang menginisiasi forum akuntabilitas sosial yang menggeser paradigma ke arah accountability as answerability (2) reformasi supply driven yang menggerakkan perubahan sistem untuk mereduksi ekses kooptasi forum dan mengurangi asimetri informasi. c. disarankan aplikasi Teori Perubahan (Theory of Change) untuk mengkaji insentif warga yang berpartisipasi secara murni (genuine) dan memproses suaranya (voice) hingga memiliki daya kontrol pada pemegang kekuasaan. 2. Aspek kebijakan a. Kebijakan menggeser penilaian kinerja pemerintah dari orientasi formalitas ke arah substansi dampak akuntabilitas sosial Saat ini kriteria yang digunakan regulasi pemerintah pusat untuk mengukur kinerja akuntabilitas pemerintah daerah (sebagai contoh adalah dalam dokumen Laporan Kinerja Pemerintah) masih berorientasi pada input, proses, atau output. Dengan demikian, kecenderungan birokrasi berorientasi formalitas prosedural menguat. Apabila kriteria penilaian kinerja digeser ke arah outcome hingga impak, maka orientasi birokrasi dipaksa bergeser 289
10 kepada perubahan hasil di masyarakat sehingga lebih memberi ruang keterlibatan masyarakat sebagai sasaran akuntabilitas. b. Kebijakan mengurangi asimetri informasi Keterbukaan informasi merupakan pilar penting akuntabilitas sosial, tetapi rentan menjadi sumber patologi karena posisi asimetri informasi dan paradoks keterbukaan informasi. Oleh karena itu, kebijakan yang diperlukan adalah mengembangkan masyarakat melek informasi dan mencegah komodifikasi informasi, khususnya informasi penganggaran daerah. Kebijakan tehnis yang disarankan sebagai berikut. (1) Adanya kebijakan pendidikan masyarakat melek dan cerdas informasi publik supaya dapat memainkan peran accountee dengan efektif. Kriteria melek informasi adalah (i) sadar terhadap adanya kebutuhan informasi, (ii) tahu cara mengakses informasi, (iii) tahu dan mengerti cara mengevaluasi informasi yang diperoleh, (iv) mampu mengelola informasi yang diperoleh, (v) mampu memanfaatkan informasi sesuai dengan etika maupun hukum yang berlaku (diadaptasi dari Five Broad Abilities, (2) Adanya kebijakan pengembangan e-government, antara lain, dalam bentuk (1) pengembangan ruang komunikasi publik interaktif dan terbuka pada semua tingkatan komunitas, secara yang kontekstual untuk akses kepada informasi-informasi publik. (2) Penyediaan informasi dan layanan pemerintah menggunakan jaringan internet dan media digital yang lain. 290
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran
Lebih terperinciTRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito
TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA Arie Sujito Apa pelajaran berharga yang dibisa dipetik dari perubahan desa sejak UU No. 6/ 2014? Apa tantangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Empiris Penelitian ini berangkat dari maraknya berita mengenai terungkapnya skandal korupsi, termasuk penyalahgunaan anggaran publik oleh eksekutif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah merupakan titik reformasi keuangan daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,
Lebih terperinciKebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi Makalah Disampaikan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan
Lebih terperinciLAPORAN TAHUNAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Tahun 2016
LAPORAN TAHUNAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Tahun 2016 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2016 LAYANAN INFORMASI PUBLIK TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa desa sebagai subyek pembangunan. Desa tidak lagi hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditetapkannya Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang desa mengamanatkan bahwa desa sebagai subyek pembangunan. Desa tidak lagi hanya berperan sebagai unit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perekonomian suatu bangsa menuntut penyelenggara negara untuk lebih profesional dalam memfasilitasi dan melayani warga negaranya. Birokrasi yang berbelit
Lebih terperinciBab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan politik demokratik berjalan semenjak reformasi tahun 1998. Perkembangan tersebut dapat dilihat melalui sejumlah agenda; penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntabilitas (accountability) merupakan salah satu prinsip atau asas dari paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. desa. Salah satu tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan pengganti berbagai peraturan perundangan mengenai pemerintahan desa. Salah satu tujuan dikeluarkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi
Lebih terperinciCaroline Paskarina. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
Caroline Paskarina Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Pemilu itu Apa? Secara prosedural, pemilu adalah mekanisme untuk melakukan seleksi dan rotasi kepemimpinan politik Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan
Lebih terperinciKONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si
KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si Pendahuluan Saat ini, dimanapun di dunia ini, klien berjuang di dalam berbagai lembaga untuk menemui pekerja sosial. Barangkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai
Lebih terperinciproses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak
Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema: Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Yang Demokratis Dalam Rangka Terwujudnya Persatuan Dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 di Fakultas
Lebih terperinciAKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK. Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan
AKUNTABILITAS DALAM SEKTOR PUBLIK Kuliah 4 Akuntabilitas Publik & Pengawasan TUNTUTAN AKUNTABILITAS Kemampuan menjawab Tuntutan bagi aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan- pertanyaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami perubahan yaitu reformasi penganggaran.
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun
BAB VI PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Pada awalnya penulis ingin mengetahui peran komunikasi dalam hal ini melalui konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas dapat mendorong proses penganggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya
Lebih terperinciInternational IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web:
Extracted from Democratic Accountability in Service Delivery: A practical guide to identify improvements through assessment (Bahasa Indonesia) International Institute for Democracy and Electoral Assistance
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan berkreasi, semakin dirasakan urgensinya. Otonomi dibidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebutuhan akan pendidikan yang baik, yang mampu meningkatkan kualitas bangsa, mengembangkan karakter, memberikan keunggulan dan kemampuan berkreasi, semakin
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor
BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena yang terjadi dalam perkembangan otonomi daerah di Indonesia saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan tata kelola pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah menjadi sangat penting. Masyarakat berharap bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah saat ini, transparansi mengenai pengelolaan keuangan pemerintah menjadi sangat penting. Masyarakat berharap bahwa otonomi daerah menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,
Lebih terperinciA. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.
1 A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. Oleh karena itu dengan cara apapun dan jalan bagaimanapun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kunci dalam peningkatan taraf hidup masyarakat. Oleh karena itu, negara sebagai penjamin kehidupan masyarakat harus mampu menyelenggarakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah desa merupakan simbol formil kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil dan pembahasan kajian kritis tentang media sosial, pola komunikasi politik dan relasi kuasa dalam masyarakat kesukuan Flores dengan
Lebih terperinciMenuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015
Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
142 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap temuan penelitian yang diperoleh melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan studi literatur, maka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era reformasi dalam perkembangan akuntansi sektor publik yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era reformasi dalam perkembangan akuntansi sektor publik yang terjadi di Indonesia, maka diberlakukan otonomi daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999 yang
Lebih terperincidipersyaratkan untuk terselenggaranya tata kelola pemerintahan secara efektif dan efisien serta mampu mendorong terciptanya daya saing daerah pada tin
BAB IV VISI, MISI, NILAI DASAR DAN STRATEGI A. V i S i RPJMD Tahun 2009-2014 Kabupaten Polewali Mandar merupakan penjabaran dari naskah visi, misi dan program prioritas pembangunan Bupati dan Wakil Bupati
Lebih terperinciPERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS
PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia sejak tahun 1990-an dan semakin populer pada era tahun 2000-an. Pemerintahan yang baik diperkenalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) baik dari level atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia kini dituntut terus-menerus untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) baik dari level atas (Pemerintah Pusat) sampai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Strategi Implementasi..., Baragina Widyaningrum, Program Pascasarjana, 2008
1 1. PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara akademis dan praktis, batasan penelitian serta model operasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak
Lebih terperinciGOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007
GOOD GOVERNANCE Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 Latar Belakang Pada tahun 1990an, dampak negatif dari penekanan yang tidak pada tempatnya terhadap efesiensi dan ekonomi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Salah satunya adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good Governance begitu popular. Salah satu yang cukup penting dalam proses perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciThe Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)
The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan) Tujuan utama buku ini adalah untuk menjawab tentang peran teori terkait permasalahan administrasi publik. Sebagaimana diketahui, tujuan utama
Lebih terperinciPERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
Contoh Artikel Konseptual PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI oleh Kholis Rahmat Riyadi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Korupsi adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi telah mendorong perubahan dalam pengelolaan negara. Setelah pada masa Orde Baru, semua urusan pengelolaan daerah tersentralisasi, maka pada reformasi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. menyimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan pada Bab IV, maka peneliti menyimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengakomodir prinsip-prinsip good governance:
Lebih terperincinegeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan politik di Indonesia saat ini adalah kurangnya kesadaran politik dalam masyarakat khususnya generasi pemuda untuk terlibat dalam partisipasi politik. Tuntutan
Lebih terperinciBAB III VISI DAN MISI
BAB III VISI DAN MISI 3.1 Visi Pembangunan di Jawa Barat pada tahap kedua RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2008-2013 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan yang belum terselesaikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semestinya bukan sebagai media periklanan, isinya didominasi dari iklan motor,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini memaparkan kegiatan kolektif anti sampah visual di Yogyakarta. Sampah visual yang dimaksud adalah media promosi atau iklan yang berada di luar ruangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengalokasian sumber daya merupakan permasalahan mendasar dalam penganggaran sektor publik. Seringkali alokasi sumber daya melibatkan berbagai institusi dengan kepentingannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Grand Theory a. Teori Institusional Pemikiran yang mendasari teori institusional adalah didasari pada pemikiran bahwa untuk bertahan hidup. Organisasi harus
Lebih terperinciBABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001
BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001 menuntut sebuah birokrasi yang kompeten dan profesional. Birokrasi yang kompeten dan profesional
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS Sesuai tugas dan fungsi Dinas Komunikasi dan InformatikaKabupaten Pacitan berperan melaksanakan uruan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika, bidang
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN
BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran publik merupakan dokumen politik yang menunjukkan komitmen eksekutif dalam upaya penggalian resourses yang relatif terbatas untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di berbagai bidang yang sedang berlangsung di Indonesia telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pegawai Negeri Sipil (PNS) idealnya merupakan pelayan masyarakat dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para PNS tentunya tak
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan data dan analisis yang telah dibahas pada bab bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul ekonomi politik pembangunan
Lebih terperinciAkuntabilitas. Belum Banyak Disentuh. Erna Witoelar: Wawancara
Wawancara Erna Witoelar: Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh K endati sejak 1990-an tuntutan publik terhadap akuntabilitas LSM sudah mengemuka, hingga kini masih banyak LSM belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan pada umumnya. Karena itu tugas pokok para pembuat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia setelah terjadinya krisis ekonomi adalah turunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik dan sistem
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan
BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, partisipasi publik dalam proses penyusunan kebijakan APBD tergolong pada partisipasi parsial dengan tingkat pengaruh yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan di Indonesia saat ini sangat cepat dikarenakan Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya pemerintah dilakukan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
277 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Umum Pelaksanaan penguatan civic governance melalui partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Bandung belum dapat dilaksanakan
Lebih terperinciIndonesian Journal of Sociology and Education Policy
Indonesian Journal of Sociology and Education Policy Vol. 2, No. 1, Januari 2017 Resensi Buku ISSN 2503-3336 Menjadikan Kesejahteraan Sebagai Isu Inti Demokrasi Penulis: Rizki Setiawan Dipublikasikan oleh:
Lebih terperinciV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta caracara
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Akuntabilitas Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi
Lebih terperinciPenguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik
Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan
Lebih terperinciKebutuhan Pelayanan Publik
BAB I Pendahuluan Bagian pendahuluan merupakan uraian yang mengantarkan pembaca untuk memahami apa yang dibicarakan dalam buku ini. Uraian terbagi dalam tiga subbab, yakni kebutuhan perbaikan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Sebagaimana telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, program reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran
BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ungkapan motivatif dari C.K. Prahalad dan Garry Hamel yang
. BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Ungkapan motivatif dari C.K. Prahalad dan Garry Hamel yang menyatakan bahwa "If you don t learn, you don t change, If you don t change, you will be die, terpampang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing
Lebih terperinciPrayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA
Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA Diterbitkan oleh: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika 2013 Judul: Posisi Birokrasi dalam Persaingan Politik Pemilukada Perpustakaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu yang sedang aktual dalam bidang pengelolaan keuangan sektor publik adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government governance. Tata kelola
Lebih terperinci- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung
BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung jawab mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan barang
Lebih terperinciPEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG : DAN DEMOKRATISASI POLITIK LOKAL
PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG : RELEVANSI MEKANISME PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN DEMOKRATISASI POLITIK LOKAL Dede Mariana Tuntutan penerapan mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung semakin
Lebih terperinciDEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI
Daftar Isi i ii Demokrasi & Politik Desentralisasi Daftar Isi iii DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Oleh : Dede Mariana Caroline Paskarina Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis,
Lebih terperinciPROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN
PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN Oleh : Budi wardono Istiana Achmad nurul hadi Arfah elly BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi saat ini yang kemudian menjadi latar belakang penelitian adalah dipaparkannya opini auditor eksternal dalam sebuah situs internet yang
Lebih terperinciMAKALAH. Pengembangan Praktek dan Pola Pengasuhan AKPOL Menuju Democratic Learning
WORKSHOP DAN SEMINAR TENAGA PENGASUH AKPOL Democratic Policing: Penerapan Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia Dalam Pengasuhan Taruna Hotel Santika Premiere Semarang, 16-18 Oktober 2013 MAKALAH Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, sehinggga semua kewenangan adalah dimiliki oleh rakyat. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciGood Governance. Etika Bisnis
Good Governance Etika Bisnis Good Governance Good Governance Memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan Konsep
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
304 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan penelitian secara umum dan khusus berdasarkan hasil temuan dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun
Lebih terperinci