BAB III TINJAUAN DAERAH STUDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III TINJAUAN DAERAH STUDI"

Transkripsi

1 BB III TINJN DERH STDI 3.1. Delta Mahakam Gambaran mum Delta Mahakam Secara umum, Delta Mahakam terbentuk akibat pengaruh energi arus rendah (low wave energy), serta campuran antara endapan sungai (fluvial) dan arus pasang surut (tidal and fluvial dominated). Delta ini merupakan daerah yang memiliki kandungan reservoarreservoar dengan akumulasi minyak bumi dan gas yang tinggi. Secara administratif, kawasan Delta Mahakam berada dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, tepatnya berada di Kecamatan nggana, Muara Jawa, dan Sanga- Sanga. Karakteristik yang dimiliki oleh Delta Mahakam sangat unik, yang barangkali tidak ditemui di tempat lain. Delta ini terjadi sebagai akibat dari proses sedimentasi yang terus menerus selama beratus-ratus tahun sehingga membentuk sebuah delta yang dikatakan delta majemuk karena terdiri dari belasan anak-anak sungai yang mempunyai interkorelasi dan berhilir ke laut dengan muara masing-masing. 1 Sungai hulu Delta Mahakam, yaitu Sungai Mahakam, juga mempunyai karakter yang unik di mana sampai jauh ke hulu masih menerima pengaruh gerakan pasang surut pada laut di lepas delta. Hal ini terjadi karena kondisi topografi Pulau Kalimantan yang cendurung landai. 2 Interaksi antara aliran air tawar dari Sungai Mahakam dan arus pasang surut yang masuk dari Selat Makasar memainkan peranan penting dalam pembentukan Delta Mahakam. Estuari Mahakam merupakan daerah transisi tempat terjadinya percampuran massa air dari sungai yang bersifat tawar dan air laut yang bersalinitas tinggi. Kombinasi air tawar dan air laut tersebut akan menghasilkan komunitas khas dengan kondisi lingkungan yang bervariasi (Banjarnahor dan Suyarso, 2000) &q=liran. 2 Ibid. 13

2 Luas dataran Delta Mahakam adalah sekitar 1700 km 2 yang terbagi menjadi empat zona vegetasi, yaitu: hutan tanaman keras tropis dataran rendah, hutan campuran tanaman keras dan palma dataran rendah, hutan rawa nipah dan hutan bakau. Dua zona vegetasi yang terakhir, karena penyebarannya tergantung pada keberadaan air laut, seringkali disebut bersama-sama sebagai hutan mangrove, dan menutupi 60% luas dataran delta. Sistem perakaran hutan mangrove yang kokoh mampu menahan empasan ombak dan mencegah abrasi pantai, membuatnya berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone). 3 Delta Mahakam merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki transpor sedimen yang kompleks. Material-material sedimen tersuspensi (melayang) di Sungai Mahakam dan terperangkap di Estuari Mahakam yang akhirnya (dalam waktu ratusan tahun) membentuk Delta Mahakam sekarang yang bertipe kaki burung. (Prakosa, 2006) Sungai Mahakam sebetulnya adalah jenis sungai pasang-surut, di mana pengaruh proses pasang surut dari laut mencapai jarak 140 km dari garis pantai ke arah hulu. Bahkan pada musim kemarau yang sangat ekstrim, pengaruh pasang surut tersebut mampu mencapai 360 km dari garis pantai. Debit rata-rata air laut yang terbawa masuk ketika pasang dapat mencapai 2,5 kali lebih besar daripada debit rata-rata air tawar Sungai Mahakam. 4 nalisa dinamika arus menunjukkan bahwa transportasi sedimen pada bagian muara delta bergerak ke arah daratan. Data-data tersebut menunjukkan bahwa secara alamiah, pengaruh laut terhadap delta dan DS Mahakam bagian hilir adalah besar dan signifikan. Delta Mahakam merupakan sebuah kawasan perairan payau di Kalimantan Timur yang mempunyai hutan mangrove yang cukup luas. Seperti pada umumnya hutan mangrove, tentu mempunyai ciri-ciri ekologis yang unik, yaitu berupa saling keterkaitan antara tumbuhan dan hewan yang hidup bersamanya. 5 Sampai tahun 1980-an, seluruh kawasan Delta Mahakam merupakan daerah vegetasi yang lebat dengan berbagai jenis tumbuhan mangrove. Ekosistem hutan 3 &hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id 4 Ibid

3 mangrove merupakan habitat bagi beragam jenis biota laut. Penduduk setempat sudah lama memanfaatkan kawasan ini sebagai areal tangkapan ikan, udang, dan kepiting. Produksi udang untuk ekspor dimulai pada tahun 1970an. Permintaan yang tinggi akan udang dari negara-negara lain tersebut membuat para petani ikan membangun tambak-tambak udang. Selama tahun 1990an, mereka merubah lahan-lahan mangrove, menghancurkan vegetasi mangrove dengan menebang dan membakar lahan-lahan tersebut, dan menjadikannya tambak-tambak udang. Kekayaan ekosistem Delta Mahakam sangat didukung oleh lokasi delta tersebut yang terletak di tepi barat Selat Makassar, sebuah selat yang sangat penting bagi iklim dan ekonomi dunia. Melalui selat inilah, arus laut antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia mengalir dan kaya akan zat-zat nutrisi. rus laut ini dikenal di dunia sebagai Indonesian throughflow atau rus Lintas Indonesia (rlindo). 6 Selain kaya akan keanekaragaman hayati, Delta Mahakam juga dikenal memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama berupa minyak bumi dan gas alam. Kegiatan pengelolaan minyak dan gas bumi di kawasan Delta Mahakam telah memaksa daerah tersebut beralih fungsi menjadi area sarana pendukung kegiatan produksi migas. Di kawasan tersebut terdapat lokasi sumur bor untuk produksi dan sarana serta fasilitas pendukung. Jaringan-jaringan pipa produksi minyak dan gas juga sebagian terpasang melewati kawasan darat, serta sebagian lain terdapat di kanal-kanal buatan dan di dasar sungai. Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi di kawasan Delta Mahakam, termasuk perusahaan multinasional. Contohnya yaitu Total E&P Indonesie yang memfokuskan usahanya di daerah ini sejak 30 tahun yang lalu. Sebagai gambaran, sampai saat sekarang produksi perusahaan minyak asal Perancis itu mencapai 2,3 miliar kaki kubik atau lebih dari barrel ekivalen minyak, dengan cadangan terbesar di Peciko dan Tunu. 7 Kegiatan eksplorasi tersebut telah mengakibatkan kerusakan ekologis di sekitar Delta Mahakam, termasuk terhadap kawasan hutan mangrove. Perairan di kawasan 6 &hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id

4 tersebut terkontaminasi oleh tumpahan minyak, sehingga berpengaruh terhadap keutuhan kondisi lingkungan serta komunitas yang kehidupan sehari-harinya bergantung kepada kawasan Delta Mahakam. Para penduduk lokal yang mengelola tambak udang seringkali terlibat dalam konflik horizontal dengan para pengusaha minyak dan gas bumi. Tumpahan minyak yang tercemar diklaim warga setempat sebagai penyebab matinya udang-udang hasil ternak mereka Kondisi Geografis Delta Mahakam Letak Geografis Delta Mahakam terletak di antara 0 21 dan 1 10 lintang selatan, dan bujur timur. Batas-batas wilayah Delta Mahakam yaitu sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan nggana dan Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara Sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kecamatan nggana dan Kecamatan Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara Bentuk Delta Mahakam Jika dilihat dari angkasa, kawasan Delta Mahakam ini secara simetris berbentuk menyerupai bentuk kipas atau kaki burung, dengan tepinya berbentuk hampir setengah lingkaran (fan-shape lobate)

5 Luas Wilayah Luas Delta Mahakam yaitu 5200 km 2 atau hektar, terdiri atas tiga tiga sistem konsentris radial, yaitu : Delta plain (daratan delta) seluas 1500 km 2. Dataran ini ditumbuhi oleh tanaman baku dan tanaman jenis palem yang dinamakan Nipah. Delta front seluas 1000 km 2. rea ini tertutup oleh air laut ketika air pasang dan pulau-pulau akan terlihat ketika air surut. Prodelta seluas 2700 km 2. Terletak di sisi luar daratan dan mempunyai kemiringan terhadap laut Kondisi Lingkungan Delta Mahakam Iklim di Delta Mahakam yaitu basah dan tropis dengan curah hujan rata-rata lebih dari 2460 mm tiap tahunnya. Ditinjau dari aspek biofisik, lokasi delta mahakam terletak di wilayah ekuator menjadikan suhu konstan yang tinggi (rata-rata suhu tahunan C). Tidak ada studi yang meneliti kuantitas limpahan air sungai yang bermuara di Delta Mahakam, tetapi diketahui bahwa Sungai Mahakam merupakan sumber utama air tawar di Delta Mahakam. Debit air Sungai Mahakam yang memiliki panjang 770 Km berkisar antara 1500 m 3 /s dan total sedimen yang masuk ke Delta Mahakam sekitar m 3 per tahun. Di selat Makasar, arah sirkulasi air di permukaan yaitu menuju utara dan selatan dengan kecepatan maksimum pada bulan Februari yaitu 0,5 per detik. rus ini cukup kuat untuk mengangkut partikel-partikel yang mengendap keluar dari delta. Secara alamiah, Delta Mahakam menghadapi naiknya air laut yang menyebabkan pengaruh energi laut semakin kuat dan laju abrasi pantai semakin meningkat. Secara umum, proses naiknya air laut tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu pemanasan global dan penurunan geologis &hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id 17

6 Tinggi gelombang di sekitar Delta Mahakam biasanya lebih kecil dari 60 cm, sehingga kemungkinan pengaruh efek gelombang sangat kecil terhadap pendistribusian sedimen di sekitar Delta Mahakam rus Pasang Surut Delta Mahakam adalah dataran rendah yang terdiri dari populasi mangrove dengan keberagaman tertentu dari mangrove (nipah). Karena dataran yang rendah ini, pertukaran air dari daerah ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Pasang surut (pasut) memiliki kontribusi yang signifikan terhadap distribusi sedimen Delta Mahakam, di mana rata-rata tunggang pasut dapat mencapai 2,5 meter. Pasut inilah yang menyebabkan arus pasut di sekitar mulut delta dapat mencapai 1m per detik (llen, 1979 di dalam Davis, 1985). Secara umum pola arus di Selat Makasar sangat dipengaruhi oleh pasang surut yang berasal dari Laut Sulawesi di sebelah utara dan Laut Jawa di bagian selatan. rus bergerak dari utara ke selatan Selat Makasar. 18

7 Gambar Delta Mahakam Gambar 3.1. Delta Mahakam, Kalimantan Timur 19

8 3.2. Hindcasting Hindcasting yaitu peramalan tinggi gelombang menggunakan data angin. Penaksiran tinggi dan perioda gelombang laut akibat angin dilakukan dengan cara sederhana dari Shore Protection Manual (1984). Gelombang terbentuk karena adanya perbedaan tekanan pada permukaan air laut yang mengakibatkan adanya pergerakan angin dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Energi yang dialirkan dari angin ke permukaan laut ini akan mengakibatkan terbentuknya gelombang. Gelombang juga sangat dipengaruhi oleh luasnya daerah pembentukan gelombang, lamanya angin bertiup, kecepatan angin dan gesekan yang terjadi pada permukaan laut. Tinggi gelombang yang dihasilkan dari penaksiran ini merupakan tinggi gelombang signifikan (H s ), sedangkan perioda yang dihasilkan merupakan perioda gelombang yang sesuai dengan energi maksimum dari spektrum gelombang (T p ). Fetch Seas Kec. ngin Swell Gambar 3.2. Daerah pembentukan gelombang ntuk menghitung hindcasting, diperlukan input berupa data angin. Biasanya angin diamati di stasiun-stasiun angin yang sudah ada. Dikarenakan tidak setiap daerah memiliki stasiun angin, maka data yang dimiliki dikonversi sesuai dengan kebutuhan. 20

9 Data ngin Data angin yang digunakan dalam perhitungan didapatkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Pada umumnya data ini diambil dari tempat-tempat prasarana transportasi seperti pelabuhan dan bandara. Data yang penulis kumpulkan antara lain: 1. Tanggal pengamatan 2. Jam pengamatan 3. rah angin 4. Kecepatan angin Data yang digunakan dalam perhitungan hindcasting hendaknya merupakan data yang dicatat pada daerah yang ditinjau. pabila tidak terdapat data yang cukup mewakili, maka hendaknya data yang digunakan berasal dari stasiun terdekat dan tindak lebih jauh dari 500 km Perhitungan Tinggi dan Perioda Gelombang Menentukan Panjang Fetch efektif Dalam perhitungan tinggi dan perioda gelombang dibutuhkan informasi lainnya yang mendukung. Salah satu informasi yang dibutuhkan yaitu panjang fetch, yang berarti panjangnya daerah pembentukan gelombang. Panjang fetch untuk suatu arah angin tertentu merupakan kumulatif dari panjang fetch efektif yang merentang/melingkup sektor o sampai o terhadap arah angin utama. Rumus yang digunakan untuk menghitung panjang fetch efektif ini adalah: Fi cosα i F eff = Pers. 3.1 cosα i Di mana: F eff F i α i i = panjang fetch efektif dari perairan kajian = panjang garis fetch untuk indeks ke i = simpangan garis fetch ke i terhadap arah utama = menyatakan indeks dari garis fetch yang dibuat 21

10 Koreksi dan Konversi Kecepatan ngin 1). Koreksi Elevasi Jika posisi stasiun tidak terletak pada elevasi 10 m, maka dilakukan koreksi terhadap data yang akan digunakan yaitu : 1/ 7 10 (10) = (z) Pers. 3.2 z Di mana : (z) = Kecepatan angin menurut pencatatan stasiun pada elevasi z = Kecepatan angin pada elevasi 10 m di atas permukaan laut (10) 2). Koreksi Stabilitas Jika udara (tempat angin berhembus) dan laut (tempat pembentukan gelombang) memiliki perbedaan temperatur, maka harus terdapat koreksi terhadap stabilitas kecepatan angin akibat kondisi ini, yang didefinisikan sebagai : = R T (10) Pers. 3.3 Di mana : R T = Besar koreksi (dibaca dari grafik pada SPM 1984) = kecepatan angin setelah dikoreksi dalam m/s 3). Koreksi Tempat Rumusan untuk menghitung faktor reduksi R L diperoleh dari acuan Shore Protection Manual (SPM 1984), yaitu persamaan (1.4) sebagai berikut : W R L = Pers. 3.4 L Di mana: R L = rasio antara kecepatan angin dilautan dengan di daratan w = kecepatan angin di lautan L = kecepatan angin di daratan 22

11 Harga R L ini didapat dari grafik hubungan antara R L vs L yang terdapat pada figur 3-15 SPM 1984, berdasarkan data kecepatan angin di daratan L dalam satuan knot. Dari persamaan (1.2) di atas, dengan diketahuinya harga R L dan L maka besar kecepatan angin di laut dapat dihitung sebagai berikut: = R. Pers W L L Jadi, kecepatan angin lautan setelah dikoreksi dan dikonversikan adalah: L w = 1853,15RL Pers Di mana: w R L L = kecepatan angin setelah dikoreksi dan dikonversi, (meter/detik) = faktor reduksi dari kecepatan di daratan menjadi di lautan, non dimensi = kecepatan angin maksimum harian dari stasiun pengamat (knot) 4). Koreksi Geser Tiap angin akan mengalami gesekan (drag) pada permukaan laut, sehingga kecepatan angin w, ini harus dikoreksi lagi terhadap faktor tegangan-angin (wind-stress factor) dengan menggunakan persamaan (1.7a), (1.7b) atau (1.7c) yang dikutip dari buku Shore Protection Manual 1984, yaitu: = (bila w dalam m/det.) 1,23 0,71W = (bila w dalam m/jam) Pers. 3.7(a,b,c) 1,23 0,589 W = (bila w dalam knot) 1,23 0,689 W 23

12 Perkiraan Tinggi dan Perioda Gelombang ntuk memperkirakan tinggi dan perioda gelombang, dapat diikuti bagan alir yang terdapat pada halaman berikut: Mulai gt gf = Fully Developed Non Fully Developed gf t min = / 3 g t H T p s = = 8.13 g 2 1 g 2 gt gf = Duration Limited F min gtmin 68.8 = 7 / 2 g Fetch Limited F = F min H T p s = g = g 2 2 gf 2 gf 2 1/ 2 1/ 3 Selesai Gambar 3.3 Flowchart perhitungan tinggi dan peroda gelombang 24

13 Perhitungan Fetch ntuk perhitungan tinggi gelombang, harus diketahui terlebih dahulu berapa panjang fetch yang ditinjau. Berikut adalah gambar dari fetch dan tabel perhitungan fetch efektif untuk daerah Delta Mahakam. Gambar 3.4. Fetch Delta Mahakam Tabel 3.1. Pengukuran panjang fetch Panjang Fetch rah TL T TG S

14 Tabel 3.2 Perhitungan sudut fetch Perhitungan Sudut Radian Cos (a) Total Tabel 3.3 Perhitungan penjang fetch efektif Panjang Fetch Efektif N NE E SE S F.Efektif Setelah itu, hindcasting dilakukan dengan menggunakan data angin di Kalimantan Timur selama tujuh tahun, yaitu tahun 1998 sampai tahun Perhitungan hindcasting berdasarkan kepada teori yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Tabel di bawah ini merupakan contoh data hindcasting. 26

15 Tabel 3.4 Hindcasting 1998 (knot) (m/dt) rah durasi t(dt) a(m/s) F(m) t(kritis) Fmin Fcor Cek Fully Developed Hs Ts NW Fetch limited D NW Fetch limited D S duration limited D S duration limited D S duration limited D S duration limited D NW Fetch limited D N Fetch limited NE duration limited D N Fetch limited N Fetch limited D N Fetch limited D N Fetch limited D N Fetch limited D N Fetch limited D N Fetch limited D N Fetch limited D N Fetch limited D N Fetch limited N Fetch limited NW Fetch limited D N Fetch limited D N Fetch limited N Fetch limited N Fetch limited D N Fetch limited D S duration limited D S duration limited D S duration limited D S duration limited D Setelah diketahui tinggi gelombang signifikan, data kemudian diolah menjadi gelombang maksimum untuk perioda ulang 100 tahun. Grafik waverose dan windrose (terlampir) juga dibuat menggunakan data angin dan tinggi gelombang signifikan tersebut. Tinggi gelombang dari tiap arah pada tiap bulan diperlukan karena akan mempengaruhi perhitungan nilai OSRN (Oil Spill Risk Number). Dari olahan data tinggi gelombang signifikan menggunakan program SMD, didapatkan tinggi gelombang maksimum untuk perioda ulang 100 tahun sebesar 3 meter. 27

16 3.3. Flushing Time Flushing time adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk suatu daerah (estuari) untuk pulih ke keadaan awal (konsentrasi awal) setelah terkontaminasi oleh zat-zat lain. Pada umumnya flushing time dipengaruhi oleh arus pasang surut dan aliran runoff dari sungai (fresh water) yang berhubungan dengannya. Tapi pada kasus daerah yang penulis tinjau, tidak ada pengaruh dari sungai (sangat kecil) sehingga perhitungan flushing time hanya dipengaruhi oleh arus pasang surut, sedangkan pengaruh dari sungai diabaikan. Berikut adalah rumus umum dari perhitungan flushing time : V t f = T Pers. 3.8 P Di mana : tf = flushing time V = volume estuari P = Vr + Vp Vr = volume sungai yang masuk (fresh water) Vp = volume air laut yang masuk akibat pasang surut T = perioda sedidiurnal atau diurnal dari pasang surut perioda semidiurnal = 12 jam perioda diurnal = 24 jam Perhitungan flushing time ini merupakan perhitungan yang sangat sederhana. Oleh karena itu, hasilnya pun tidak bisa dianggap sempurna, karena perhitungan ini memiliki beberapa asumsi yang merupakan syarat batas dari persamaan flusihng time itu sendiri. sumsi yang digunakan pada perhitungan ini adalah : 1. Polutan yang ditinjau dianggap tercampur sempurna di estuari. 2. Pantai dianggap licin, sehingga tidak ada polutan yang terperangkap di pantai. 28

17 Daerah Tinjauan Gambar 3.5. Daerah tinjauan, Muara Ilu Keterangan: Nama Lokasi: Muara Ilu Luas daerah teluk (): ,16 m 2 Kedalaman teluk (h): 5 m Tunggang pasut (H): 2 m Perioda pasut (T): 24 jam Tunggang pasang surut dihitung dengan menggunakan program ERGram dan ERGelv. Data konstituen pasang surut yang digunakan adalah Pulau Nubi dan Samarinda. Pulau Nubi terletak di 00.7 Lintang Selatan dan Lintang Timur. Sedangkan Samarinda terletak di 00.5 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Berikut tabel konstituen pasut di Pulau Nubi dan Samarinda: 29

18 Tabel 3.5. Konstituen pasut Pulau Nubi Konstituen Pasut M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Z0 mplitudo (meter) Fasa (360 - g ) Tabel 3.6. Konstituen pasut Samarinda Konstituen Pasut M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Z0 mplitudo (meter) Fasa (360 - g ) Hasil run data yang telah dilakukan dengan menggunakan program ERGram dan ERGelv menghasilkan elevasi acuan pasang surut untuk kedua daerah ini, seperti yang ditunjukkan sebagai berikut. Elevasi pasang surut Pulau Nubi : Highest Water Spring (HWS ) : 1.70, Jml. Kejadian : 1 Mean High Water Spring (MHWS) : 1.35, Jml. Kejadian : 459 Mean High Water Level (MHWL) :.72, Jml. Kejadian : Mean Sea Level (MSL ) :.00, Jml. Kejadian : Mean Low Water Level (MLWL) : -.72, Jml. Kejadian : Mean Low Water Spring (MLWS) : -1.12, Jml. Kejadian : 459 Lowest Water Spring (LWS ) : -1.35, Jml. Kejadian : 1 Tunggang pasang : 3.05 m Elevasi pasang surut Samarinda : Highest Water Spring (HWS ) : 1.20, Jml. Kejadian : 1 Mean High Water Spring (MHWS) : 1.04, Jml. Kejadian : 459 Mean High Water Level (MHWL) :.49, Jml. Kejadian : Mean Sea Level (MSL ) :.00, Jml. Kejadian : Mean Low Water Level (MLWL) : -.51, Jml. Kejadian : Mean Low Water Spring (MLWS) : -.75, Jml. Kejadian : 459 Lowest Water Spring (LWS ) : -.85, Jml. Kejadian : 1 Tunggang pasang : 2.05 m 30

19 3.3.2 Perhitungan Flushing Time Tunggang pasut yang akan digunakan pada perhitungan flushing time yaitu sebesar 2 m. Berikut adalah perhitungan flushing time. V Vp t t t t f f f f V = T P V = T Vp = x h = ,16 x 5 = ,8 m 3 = x H = ,16 x 2 = ,32 m ,8 = x ,32 = 60 jam Jadi, didapatkan flushing time untuk daerah teluk ini adalah 60 jam = 2.5 hari. Luas daerah teluk ketika pasang sama dengan ketika sedang surut. Hal ini dikarenakan banyaknya tambak yang mengelilingi teluk tersebut, sehingga tidak ada air yang meluap ke daratan ketika pasang karena tambak-tambak tersebut mempunyai sistem pengairan sendiri. Pada era sebelum tahun 1998 di mana tambak udang belum menjadi mata pencaharian utama di Delta Mahakam, wilayah ini dipenuhi oleh hutan bakau. Hal ini menyebabkan luas daerah ketika pasang menjadi lebih besar, karena air meluap hingga ke darat. Dengan bertambahnya luas daerah, maka volume air laut akibat pasut (V) juga semakin besar, sehingga menyebabkan nilai flushing time menjadi lebih cepat. Ini merupakan salah satu bukti bahwa pembangunan tambak udang secara masal di kawasan Delta Mahakam merugikan lingkungan. 31

20 3.4. Tata Guna Lahan (Land se) Delta Mahakam Tata guna lahan (land use) dapat menampilkan karakteristik daratan kering (dry land) yang terdapat di sepanjang garis pantai wilayah Delta Mahakam. Land use digunakan untuk memperoleh Environmental Sensitivity Index Number (ESIN). ESIN berguna dalam menghitung Oil Spill Risk Number (OSRN) wilayah-wilayah yang mungkin terkena minyak kandungan dari produced water. Produced water ini merupakan buangan melalui outfall di Delta Mahakam. Berikut adalah peta tata guna lahan Delta Mahakam yang diperoleh dari Pusat Perpetaan Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan, Gambar 3.6. Peta tata guna lahan Delta Mahakam 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya jaman dan teknologi, kebutuhan manusia akan energi semakin besar. Hampir setiap kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari memerlukan

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

Laut dalam dengan kedalaman -20 m memanjang hingga 10 km ke arah timur laut

Laut dalam dengan kedalaman -20 m memanjang hingga 10 km ke arah timur laut 28 46 ' 60" 12 14 ' 30" 001 7 9 2' 20" 00 8 0 02 0 07 0 03 006 R O A D - 4 BEA & CUKAI KPLP PENGERUKAN 101 INTERLAND 102 El.+4.234 J A L A N A N G G A D A I 103 J A L A N D O S O M U K O J A L A N S U

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah. BAB IV ANALISIS Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan kapal dan data tanah. Data

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA Ratna Parauba M. Ihsan Jasin, Jeffrey. D. Mamoto Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : Parauba_ratna@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan BAB V ANALISIS DATA 5.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ini memerlukan berbagai data meliputi : data frekuensi kunjungan kapal, data peta topografi, oceanografi, dan data tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, Apriansyah 2)

Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, Apriansyah 2) Studi Variabilitas Tinggi dan Periode Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata Mulyadi 1), Muh. Ishak Jumarang 1)*, priansyah 2) 1) Program Studi Fisika Jurusan Fisika niversitas Tanjungpura 2) Program

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA IV - 1 BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Umum Analisis data yang dilakukan merupakan data-data yang akan digunakan sebagai input program GENESIS. Analisis data ini meliputi analisis data hidrooceanografi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI. MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM LAHAN

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

SYSTEM PLANNING. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 4. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

SYSTEM PLANNING. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 4. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Desain Penamananan Pantai Pulau Karakelan, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi tara Bab 4 SYSTEM PLANNING Bab 4 SYSTEM PLANNING Desain Penamanan Pantai Pulau Karakelan Kabupaten Kepulauan Talaud,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA Anggi Cindy Wakkary M. Ihsan Jasin, A.K.T. Dundu Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

SIMULASI TUMPAHAN MINYAK DI DELTA MAHAKAM

SIMULASI TUMPAHAN MINYAK DI DELTA MAHAKAM SIMULASI TUMPAHAN MINYAK DI DELTA MAHAKAM TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat unutk memperoleh gelar sarjana Oleh : Bangun Suryoputro NIM : 15502011 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting dengan tujuan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk

Gambar 4.1 Air Laut Menggenangi Rumah Penduduk 41 BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisis Masalah Kawasan sepanjang pantai di Kecamatan Sayung yang dijadikan daerah perencanaan mempunyai sejumlah permasalahan yang cukup berat dan kompleks.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan tentu dibutuhkan pustaka yang bisa dijadikan sebagai acuan dari perencanaan tersebut agar dapat terwujud bangunan pantai yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1.. Terminologi Mangrove Istilah mangrove tidak mengacu kepada jenis spesies tertentu di dalam taksonomi tumbuhan. Mangrove adalah istilah untuk menyebutkan semua spesies tanaman

Lebih terperinci

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11 BAB II IKLIM Climate Berau Dalam Angka 2013 Page 11 Beraua dalam Angka 2013 Page 12 Kondisi iklim di Berau sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di Samudra Pasifik. Secara umum iklim akan dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai PASANG SURUT Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 5. PASANG SURUT TUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah secara umum yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada diagram alir

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

5. BAB V ANALISA DATA

5. BAB V ANALISA DATA 5. BAB V ANALISA DATA 5.1 KEBUTUHAN FASILITAS PELABUHAN PENGEMBANGAN Dengan memperhatikan pada tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC saat ini yang belum optimal karena terutama permasalahan sedimentasi kolam

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) 4.1. Metodologi Untuk mendapatkan hasil dari analisis resiko (risk analysis), maka digunakan simulasi model tumpahan minyak. Simulasi diperoleh melalui program

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 52 BAB V PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta Topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU Tjaturahono Budi Sanjoto Mahasiswa Program Doktor Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN PENDAHULUAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum kegiatan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini di susun hal-hal yang penting dengan

Lebih terperinci

Perencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri

Perencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri Perencanaan Layout dan Penampang Breakwater untuk Dermaga Curah Wonogiri Oleh Hendry Pembimbing : Dr. Paramashanti, ST.MT. Program Studi Sarjana Teknik Kelautan, FTSL, ITB Hendry_kl_itb@live.com Kata Kunci:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tahap Persiapan 3.2. Metode Perolehan Data

BAB III METODOLOGI 3.1. Tahap Persiapan 3.2. Metode Perolehan Data BAB III METODOLOGI 3.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting untuk mengefektifkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Daniel Rivandi Siahaan 1 dan Olga Pattipawaej 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof. drg. Suria Sumatri,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA 4.1.Tinjauan Umum Perencanaan pelabuhan perikanan Glagah ini memerlukan berbagai data meliputi: data angin, Hidro oceanografi, peta batimetri, data jumlah kunjungan kapal dan data

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. PASANG SURUT Untuk apa data pasang surut Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten yang di Validasi dengan Data Altimetri

Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten yang di Validasi dengan Data Altimetri Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juni 2015 Perbandingan Peramalan Gelombang dengan Metode Groen Dorrestein dan Shore Protection Manual di Merak-Banten

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN : Studi Faktor Penentu Akresi dan Abrasi Pantai Akibat Gelombang Laut di Perairan Pesisir Sungai Duri Ghesta Nuari Wiratama a, Muh. Ishak Jumarang a *, Muliadi a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN ANGIN Berdasarkan analisis data angin stasiun meteorologi Amamapare selama 15 tahun, dalam satu tahun terdapat pengertian dua musim, yaitu musim timur dan musim barat diselingi dengan

Lebih terperinci

Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 :

Jurnal Gradien Vol.4 No. 2 Juli 2008 : Jurnal Gradien Vol.4 No. Juli 8 : 349-353 nalisis Peramalan Ketinggian Gelombang Laut Dengan Periode Ulang Menggunakan Metode Gumbel Fisher Tippet-Tipe 1 Studi Kasus : Perairan Pulau Baai Bengkulu Supiyati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan adalah serangkaian kegiatan sebelum memulai tahap pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA

PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA PENUNTUN PRAKTIKUM OSEANOGRAFI FISIKA DISUSUN OLEH Heron Surbakti dan Tim Assisten Praktikum Oseanografi Fisika LABORATORIUM OSEANOGRAFI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci