PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU"

Transkripsi

1 PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI, BOGOR SKRIPSI NIA DINY KURNIAWATY PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN NIA DINY KURNIAWATY. D Pendugaan Kebutuhan Nutrien dan Kecernaan Pakan pada Lutung Kelabu ( Trachypithecus cristatus Raffles 1812) di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog-Ciawi Bogor. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota 1 Pembimbing Anggota 2 : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, M. Rur, Sc : Dr. Wartika Rosa Farida : Dr. Ir. Didid Diapari, M Lutung kelabu merupakan salah satu satwa liar khas Indonesia yang keberadaannya semakin berkurang akibat perburuan liar dan pengurangan habitat tempat hewan ini hidup. Oleh karena itu perlu adanya penanganan khusus dari Pemerintah dan masyarakat untuk melestarikannya. Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) merupakan salah satu tempat penyelamatan satwa liar secara ex situ yang memerlukan manajemen tertata baik dalam pemeliharaannya. Salah satu manajemen yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan dalam memenuhi kebutuhan nutrien lutung perak untuk kelangsungan hidup selama di penangkaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebutuhan nutrien dan kecernaan pakan selama di penangkaran. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah lutung kelabu betina berjumlah empat ekor dengan usia 3-4 tahun. Pakan yang diberikan adalah bayam (Amaranthus tricolor, L), pohpohan (Pilea trinervia), kangkung (Ipomea reptans), sawi hijau (Brassica juncea, L), daun melinjo (Gnetum gnemon) dan ubi jalar (Ipomoea batatas). Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari antara pukul WIB dan pada siang hari antara pukul WIB. Pakan yang diberikan secara restricted feeding dan air yang diberikan ad libitum. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan (gram/ekor/hari), jumlah zat - zat makanan yang dikonsumsi setiap hari (gram/ekor/hari), kecernaaan semu nutrien (%), Total Digestible Nutrient (TDN) (%), dan Digestible Energy (DE) (Mkal/kgBk). Urutan hasil pengamatan palatabilitas pakan pada lutung kelabu adalah ubi jalar, pohpohan, kangkung, bayam, sawi hijau dan daun melinjo. Konsumsi pakan segar sebanyak 626 gram/ekor/hari atau dalam bahan kering 68,39 gram/ekor/hari. Rata-rata konsumsi zat-zat makanan pada lutung kelabu adalah abu = 13,05 gram/ekor/hari, protein kasar (PK) = 15,97 gram/ekor/hari, lemak kasar (LK) = 1,65 gram/ekor/hari, serat kasar (SK) = 9,11 gram/ekor/hari, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) = 29,45 gram/ekor/hari dan gross energi (GE) = 2939,95 kal/ekor/hari. Dari hasil konsumsi dapat diduga kebutuhan nutrien lutung kelabu berdasarkan bahan kering yaitu abu = 19,05%, PK = 23,03%, LK = 2,36%, SK = 13,20% dan BETN = 44,09%. Nilai koefisien cerna pada lutung kelabu relatif tinggi yaitu abu = 81,66 %, PK = 79,95%, LK = 54,35%, SK= 75,21% dan BETN = 94,40%. Nilai TDN = 75,01 % dan nilai DE = 3,31 Mkal/kg BK. Hasil penelitian ini menunjukkan lutung kelabu termasuk primata folivorus yang banyak mengkonsumsi pakan dedaunan. Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan nutrien yang paling banyak dikonsumsi lutung kelabu, konsumsi protein kasar dan serat kasar relatif tinggi. Koefisien cerna dari masing-masing nutrien tinggi sehingga lutung kelabu memiliki TDN dan DE yang tinggi.

3 Kata Kunci : Lutung kelabu, Trachypithecus cristatus, konsumsi pakan, konsumsi zat-zat makanan, koefisien cerna.

4 ABSTRACT Nutrient Requirement and Digestibility for Grey Leaf Monkey (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) in Gadog Wildlife Rescue Centre Ciawi, Bogor Nia D. K, A.S. Tjakradidjaja, W. R. Farida dan D. Diapari This experiment was aimed at studying nutrient requirement and digestibility of grey leaf monkey (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) in Gadog Wildlife rescue Centre Ciawi, Bogor. This experiment used four female grey leaf monkeys to measure their feed consumption and digestibility. Feeds that were given were pohpohan, spinach, a fruit tree leaf (melinjo), green Chinese cabbage, kangkung and boiled sweet potato. Feed were given twice a day at and The variables measured in this study were temperature and relative humidity, feed consumption, nutrient digestibility, total digestible nutrient ( TDN) and digestible nutrient ( DE). The results of this study show that the most palatable feed for all grey leaf monkey is sweet patato and pohpohan. Feed that were consumed from the highest to the lowest amount are boiled sweet potato, pohpohan, green Chinese cabbage, kangkung, spinach, a fruit tree leaf (melinjo). The average for fresh intake were ± g/head/day. The average for nutrient consumption are ± 1.23 ash/head/day, ± 0.64 crude protein head/day, ± 0.18 crude fiber/head/day, 2.36 ± 0.64 ether extract/head/day, ± 1.71 N-free extract/head/day and % Total Digestible Nutrient. Digestibility coefficient of grey leaf monkey ± 0.61% are crude protein, 6.85 ± 0.45% crude fiber, 0.90 ± 0.15% ether extract, ± 2.64% N-freextractives and DE 3.31 ± 0.23 Mcal DE/kg DM. Keywords : Grey leaf monkey, Trachypithecus cristatus, nutrient consumption, digestibility coefficients.

5 PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI, BOGOR NIA DINY KURNIAWATY D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 PENDUGAAN KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI, BOGOR Oleh NIA DINY KURNIAWATY D Sripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 29 Mei 2009 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Pembimbing Anggota Ir. Anita S.T, Mrur. Sc Dr. Wartika Rosa Farida Dr. Ir. Didid Diapari, MS NIP NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr NIP

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1985 di Kuningan Jawa Barat. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Samsuni dan Ibu Waryi. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Dukuh Tengah, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Lebakwangi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 1 Gawarangi, Kuningan, Jawa Barat. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) HIMARIKA ( ) sebagai bendahara, Himpunan Profesi Mahasiswa Nutrisi Peternakan (HIMASITER) ( ) sebagai staff, DKM Al Hurriyyah ( ) sebagai staff, Rohis Fakultas Peternakan FAMM Al- An am ( ) sebagai staff, dan Senior Residen ( ) asrama Tingkat Persiapan Bersama IPB. Penulis juga pernah mengikuti pelatihan jurnalistik tahun 2006, seminar pakan HIMASITER tahun 2006, Tranning of Tranner Pendidikan Agama Islam, asisten dosen Pendidikan Agama Islam semester genap tahun 2006, Pelatihan Dasar Senior Resident dan panitia event organizer Asrama Tingkat Persiapan Bersama IPB ( ) serta sidang terbuka Presiden SBY Desember 2008.

8 KATA PENGANTAR Skripsi ini disusun dengan latar belakang bahwa lutung kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) merupakan salah satu satwa khas Indonesia yang terancam keberadaannya. Salah satu upaya penyelamatan satwa liar adalah melalui konservasi ex situ (penangkaran). H al yang perlu diperhatikan dalam penangkaran satwa liar adalah pemberian pakan dan kandungan nutriennya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa liar tersebut. Di habitat aslinya, lutung kelabu lebih banyak mengkonsumsi dedaunan sehingga pakan yang diberikan selama penelitian ini didominasi pemberian dedaunan. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari yang terdiri dari enam hari masa preliminary dan 24 hari masa perlakuan. Data yang diambil selama perlakuan adalah data yang berisi jumlah konsumsi pakan dan produksi feses. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu bagi para pengelola habitat konservasi ex situ khususnya habitat konservasi lutung kelabu. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat dijadikan referensi atau rujukan dalam mengatur pemberian pakan bagi lutung kelabu yang berada di luar habitat aslinya Semoga hasil penelitian dapat menyumbangkan ilmu dalam mengembangkan usaha pelestarian lutung kelabu agar di masa yang akan datang populasinya dapat dipertahankan bahkan lebih meningkat. Bogor, Mei 2009 Penulis

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles 1812)... 3 Taksonomi... 3 Morfologi... 3 Morfologi Saluran Pencernaan... 4 Habitat... 5 Pakan Lutung Kelabu... 6 Jenis Pakan... 6 Bayam (Amaranthus spp. L)... 6 Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk)... 7 Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas Poir)... 7 Melinjo (Gnetum gnemon Linn)... 8 Sawi (Brassica juncea, L)... 8 Pohpohan (Pilea trinervia)... 8 Konsumsi Pakan... 9 Kecernaan Pakan... 9 Kecernaan Bahan Kering Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum ii iv vii vii viii x xi xii

10 Bahan Pakan Konsumsi Air Tingkat Palatabilitas Pakan Konsumsi Pakan Konsumsi Nutrien Pakan Pendugaan Kebutuhan Nutrien Nutrien Dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien Pakan Total Digestible Nutrient (TDN) dan Digestible Energy (DE) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 41

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Zat Nutrien Bahan Pakan Jenis Bahan Pakan Segar Suhu dan Kelembaban Lingkungan Komposisi Nutrien Pakan Konsumsi Air Konsumsi Pakan Segar Lutung Kelabu Konsumsi Bahan Kering Pakan Lutung Kelabu Konsumsi Nutrien Pakan dan Energi Bruto Pendugaan Nutrien Pakan Lutung Kelabu Konsumsi, Produksi Feses, dan Koefisien Cerna Bahan Kering Lutung Kelabu Nutrien yang dapat Dicerna dan Koefisien Cerna Nutrien PakanLutung Kelabu Gross Energy, Total Digestible Nutrient dan Digestible Energy... 32

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Saluran Pencernaan Colobin Lutung Kelabu Kandang Lutung Kelabu di PPSG Ubi Jalar Rebus Sayuran Tingkat Palatabilitas Konsumsi Pagi dan Sore Lutung Kelabu... 22

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Suhu dan Kelembaban Konsumsi Segar Lutung Kelabu Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu Konsumsi Nutrien Bahan Pakan Lutung Kelabu Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu Nutrien dalam Feses Lutung Kelabu Tabel Konsumsi Pagi dan Sore... 51

14 PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia mempunyai banyak aneka satwa primata, salah satu diantaranya adalah jenis lutung yang termasuk genus Trachypithecus. Satwa ini merupakan satwa yang penyebarannya cukup luas di Indonesia antara lain di Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatra. Seperti satwa lainnya, keberadaan lutung mulai punah akibat adanya perburuan dan pengalihan fungsi hutan. Kondisi ini dapat menyebabkan lutung menjadi satwa langka yang harus dilindungi. Lutung kelabu ( Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) adalah salah satu satwa liar yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-II/1999. IUCN ( International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan status konservasi lutung kelabu adalah vulnerable, artinya rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono, 2000). Untuk menjaga kelestarian lutung kelabu maka perlu dilakukan tindakan konservasi baik secara in situ maupun ex situ. in situ merupakan usaha pelestarian dilakukan dengan cara menetapkan beberapa kawasan hutan menjadi kawasan konservasi dan dijadikan cagar alam atau suaka margasatwa. Penangkaran merupakan salah satu usaha pelestarian yang dilakukan secara ex situ. Penangkaran artinya memelihara satwa liar yang ditempatkan bukan di habitat aslinya. Tempat yang baru ini merupakan tempat yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa yang menyerupai habitat aslinya dan dalam pengelolaanya ada campur tangan manusia. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah pemberian pakan. Pakan yang diberikan adalah sebagai pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan reproduksi. Pemberian pakan yang kualitas dan kuantitasnya memadai akan menunjang kelangsungan hidup, penampilan, kesejahteraan, produksi dan kesehatan satwa liar di penangkaran Perumusan Masalah Lutung kelabu merupakan satwa asli Indonesia yang keberadaanya sudah mulai punah. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya perlu adanya upaya penyelamatan melalui konservasi ex situ (penangkaran). Lutung kelabu yang hidup

15 di penangkaran kebutuhan nutrisinya berbeda dengan kebutuhan di habitat aslinya. Selama di penangkaran managemen pakan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Standar kebutuhan nutrien lutung kelabu belum tersedia sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsumsi dan kecernaan lutung kelabu selama di penangkaran. Informasi dari hasil penelitian dapat digunakan untuk menduga kebutuhan nutrien lutung kelabu dari pakan yang diberikan di penangkaran. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat palatabilitas jenis pakan, menduga kebutuhan zat nutrien berdasarkan konsumsi dan kecernaan pada lutung kelabu di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi, Bogor. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Lutung Kelabu (Trachypithecus cristatus Raffles 1812) Taksonomi Taksonomi lutung kelabu menurut Rowe (1996), adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Familia : Cercopithecidae Genus : Trachypithecus cristatus Spesies : Trachypithecus cristatus Raffles 1812 Lutung kelabu dikelompokkan bersama-sama dengan Presbytis dan Colobus dalam subfamili yang sama karena sama-sama pemakan daun (leaf eater) atau folivorus, walaupun demikian lutung kelabu juga makan buah dan biji-bijian (Napier dan Napier 1967). Morfologi Di habitat aslinya lutung kelabu dapat diketahui dari warna bulu tubuhnya yang hitam keperak-perakan, bagian vertikal berwarna kelabu pucat dan kepala mempunyai jambul. Lutung kelabu yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul, setelah dewasa warna bulunya menjadi hitam kelabu. Panjang tubuh lutung kelabu jantan dewasa rata-rata 517 mm dan panjang ekornya rata-rata 742 mm dengan berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg (Supriatna dan Wahyono, 2000). Lutung kelabu ini memiliki kantung lambung untuk membantu mencerna selulosa dan formulasi giginya 2:1:2:3 (Napier dan Nepier, 1967; Fleagle, 1978; Rowe, 1996). Jantan dan betina sangat sulit dibedakan satu sama lain. Perbedaan yang jelas hanya bidang putih yang tidak teratur di bagian pinggul betina. Selain itu jantan berukuran lebih besar dibandingkan dengan betina. Betina memiliki bobot sekitar 89% dari bobot tubuh jantan. Lutung kelabu berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut) tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam kelabu hingga kuning emas.

17 Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung kelabu terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu. Ukuran tubuh lutung kelabu berkisar antara cm, dengan berat 5-15 kg. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya yaitu surili (Pesbytis comata). Interval beranak lutung kelabu adalah satu kali setiap tahun. Lutung kelabu tidak ada batasan yang jelas mengenai musim kawin. Rata-rata memiliki keturunan satu ekor setiap kelahiran dengan masa kebuntingan rata-rata enam bulan. Matang kelamin dicapai pada usia empat tahun dan empat sampai lima tahun untuk lutung jantan. Napier dan Napier (1967) menambahkan masa bunting lutung pada umumnya sekitar 5-6 bulan dan induk menyusui bayi sampai mencapai umur 2 tahun atau lebih. Salah satu hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan akan dipelihara oleh seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur 4-5 tahun. Masa menstruasi lutung pada umur 3,5 tahun selama 6 7 hari dan masa bunting 168 hari. Tahapan usia lutung kelabu menurut Rowe (1996), adalah: Bayi : 18 bulan Anak : bulan Remaja : bulan Interval kelahiran : 18 bulan Usia lutung kelabu di alam rata - rata 20 tahun. Di penangkaran usia tertua yang pernah dicapai 29 tahun (Bedore, 2005 dalam Prayogo, 2006). Morfologi Saluran Pencernaan Ada dua tipe pencernaan pada primata yaitu monogastrik dan poligastrik. Perbedaan keduanya adalah dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tertentu. Primata monogastric memakan pakan berkadar nutrisi rendah dalam jumlah besar karena laju pengolahan makanan lebih cepat. Primata poligastrik akan memakan tumbuhan yang mengandung kadar nutrisi yang tinggi (NRC, 2003). Lutung kelabu merupakan salah satu kelompok colobin yang memiliki perut besar yang menjadi tempat bagi bakteri untuk mencerna pakan berserat. Kondisi ini membantu lutung kelabu memakan daun lebih banyak. Bakteri dalam perut lutung dapat membantu dalam memecahkan serat kasar dan juga membantu memecahkan 4

18 dan mengurai toksin (de Graff et al., 2004 dalam Prayogo, 2006; Nadler et al., 2003). Lutung kelabu termasuk herbivora pakannya berupa dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini dapat dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya (Gambar 1). Fermentasi mikroba terjadi di lambung depan yang besar pada colobin. Perut colobin terbagi menjadi empat bagian yaitu : dua bagian besar diikuti oleh bagian gastric yang berbentuk pipa memanjang dan bagian pylorica. Usus belakang meliputi kantung kolon dan cecum yang besar dan panjang. Keberadaan organisme mikroba pencernaan serupa dengan ruminansia. ph usus colobin adalah antara 5-6,7 pada layar dan sekitar 7 pada colobus (Edwards et al., 1997). Pylorus Usus halus Lambung sejati Sekum Anus Usus besar Gambar 1. Saluran Pencernaan Colobin (Prayogo, 2006) Habitat Di Indonesia terdapat tiga sub spesies Trachypithecus, yaitu T. auratus auratus penyebarannya di Jawa Barat bagian barat, T.a. mauritius terdapat di Jawa Barat bagian tenggara, dan T.a cristatus tersebar di P. Bangka, P. Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur dan Selatan, Sumatera bagian selatan temasuk juga Jawa Timur, Bali dan Lombok (Iskandar, 2003). Lutung kelabu hidup di hutan terutama hutan hujan. Lutung kelabu termasuk hewan siang (diurnal) dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Sehari-hari bergelantungan dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20 ekor dan dipimpin oleh seekor jantan. Suara pejantan sangat nyaring untuk mengingatkan agar kelompok 5

19 lain tidak memasuki wilayahnya. Hewan ini dapat hidup hingga 20 tahun di habitat aslinya (Iskandar, 2003). Pakan Lutung Kelabu Pola makan primata umumnya dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kuantitas jenis pakan yang dikonsumsi yaitu frugivorus (banyak makan buah), folivorus (banyak makan daun) dan insectivorus (banyak makan serangga). Pemilihan jenis pakan berdasarkan karakteristik gigi dan sistem pencernaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis primata (NRC, 2003; Rowe 1996). Lutung kelabu termasuk primata folivorus atau leaf eater artinya banyak makan dedaunan (Rowe, 1996). Secara umum pakan dari Genus Trachypithcus adalah daun muda dan pucuk 32% (9-52%), daun tua dan tangkai daun 26% (1-61%), buah-buahan 32% (1-55%), biji-bijian 7% (0-40%), bunga dan tunas 10% (0-43%), insekta 1% dan lainya 0,5% (NRC, 2005). Sementara menurut Supriatna dan Wahyono (2000), jenis pakan lutung lebih dari 66 jenis tumbuhan yang berbeda. Komposisi pakan lutung kelabu terdiri dari 50% berupa daun yang berbeda, 32% buah, 13% bunga-bungaan dan sisanya bagian dari tumbuhan dan serangga Berdasarkan hasil penelitian Prayogo (2006), pada spesies lutung kelabu yang diberikan pakan seperti terung, jagung, ubi jalar, daun salad, lamtoro dan kangkung diketahui kebutuhan akan konsumsi air rata-rata 80,34%, lemak 17%, protein 16,8%, serat kasar 19,74%, Ca 0,73-1,1% dan P 0,37-0,18% per hari dari pakan yang diberikan. Untuk golongan Old World Monkey yang sudah dewasa memerlukan makanan yang mengandung 15 % protein untuk betina bunting dan menyusui sebesar 25 % protein (Sajuthi, 1984). Jenis Pakan Bayam (Amaranthus spp. L) Tanaman bayam cukup banyak mengandung protein, mineral, kalsium, zat besi, dan vitamin. Hardinsyah dan Briawan (1994) menyatakan bayam mengandung 2,1% protein (Tabel 1). K andungan protein bayam tinggi akan asam amino lisina yang biasanya rendah pada protein nabati lainnya. Kadar protein biji bayam sekitar 16 %, sedangkan pada gandum antara %, beras 7 19 % dan pada jagung 9 10 %. Kandungan asam amino lisina pada bayam, yaitu sekitar 0,174 % (Asiamaya, 6

20 2007) setara dengan lisina yang terkandung dalam susu (Hadisoeganda, 1996). Kandungan vitamin dan mineral pada bayam juga cukup tinggi. Zat hijau daun terdapat dalam bayam memiliki karoten yang merupakan provitamin A yang akan diubah dalam tubuh menjadi vitamin A. Kandungan vitamin A ini berguna untuk ketahanan tubuh dalam menanggulangi penyakit mata, sakit pernafasan, kesehatan kulit dan selaput lendir (Bandini dan Azis, 1995). Tabel 1. Komposisi Nutrien pada Berbagai Jenis Bahan Pakan (dalam 100 g Bahan Segar) Zat Nutrisi Ubi 1) Kangkung 2) Sawi 2) Pohpohan 3) Bayam 4) Melinjo 5) Kadar Air (g) 68,5 91,2 85,1 87,4 92,9 70 Protein Kasar (g) 2,7 29,13 6,99 2,5 2,1 10,5 Lemak Kasar (g) 0,79 0,4 1,6 0,8 0,2 1,7 Energi (kkal) Sumber : 1) Harli (2000) 2) Kumalaningsih (2008) 3) Nurwulan (2002) 4) Hardinsyah dan Briawan (1994) 5) Coronel (1999) Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk) Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah bagian batang muda dan pucuk-pucuknya sebagai sayuran. Selain untuk sayuran, kangkung juga untuk tubuh yang berfungsi untuk menenangkan syaraf atau berkhasiat sebagai obat tidur (Rukmana, 1994). Efek farmakologis tanaman ini sebagai antiracun (antitoksik), anti radang, peluruh kencing (diuretik), menghentikan perdarahan (hemo statik), sedatif (obat tidur) (Sunaryo, 2003). Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas Poir) Hasil penelitian Muhilal (1991) dan para peneliti dari Direkorat Gizi Depkes (1995) menyatakan bahwa ubi mengandung betakaroten dan vitamin A yang tinggi, karbohidrat (75-90 %) yang terdiri dari pati (60-80 % berat kering), gula (4-30 % berat kering), selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Harli (2000) menytakan kadar protein ubi jalar yang rendah, tetapi energi ubi jalar cukup tinggi (Tabel 1). Satu porsi ubi rebus yang berwarna kuning emas sekitar 200 gram mampu menyediakan 7

21 betakaroten sekitar 5400 mikrogram atau setara dengan 900 retinol ekivalen (RE) (Harli, 2000). Melinjo (Gnetum gnemon Linn) Melinjo ( Gnetum gnemon L.) atau dalam bahasa Sunda disebut tangkil. Melinjo adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat. Melinjo merupakan tumbuhan tahunan berbentuk pohon yang berbiji dua (dikotil). Batangnya kokoh dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (Wikipedia, 2007). Daunnya berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing, bewarna hijau dan tulang daunnya menyirip (Susilowati, 2003). Panjang daunnya rata-rata 7,5 20 cm dan lebarnya 2 10 cm. Setiap 100 gram daun melinjo mengandung vitamin A sebesar 3000 RE (Yunita, 2002). Coronel (1999) menyatakan kadar protein melinjo sekitar 10,5 gram per 100 gram bahan segar (Tabel 1). Sawi (Brassica juncea, L) Sawi mempunyai bentuk daun yang lonjong, halus dan tidak berbulu, serta urat daun utama lebih sempit dari petsai. Akar berbentuk tunggang dengan penyebaran akar-akar yang banyak pada setiap samping tanaman sawi. Sawi hijau banyak mengandung vitamin A dan B yang cukup banyak dan sedikit kandungan vitamin C (Sunarjono, 2002). Kandungan zat nutrisi sawi dapat dilihat pada Tabel 1. Sawi mengandung sekitar 7% protein kasar dan energi sekitar 73% (Tabel 1). Pohpohan (Pilea trinervia) Kandungan zat nutrisi daun pohpohan dapat dilihat pada Tabel 1. Pohpohan adalah sejenis tumbuhan bawah, tumbuh baik di bawah naungan tajuk pohon hutan pada ketinggian mdpl (Priana, 2004). Daunnya berbentuk elips memanjang dengan tulang daun menyirip, selain itu daunnya ditutupi oleh bulu-bulu halus dan ujung-ujung daunnya sedikit bergerigi, ukurannya bervariasi dengan panjang 6 15 cm dan lebar 2,5 7 cm. Batangnya tidak berkayu dan berwarna abuabu hijau. 8

22 Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi atau Voluntary Feed Intake (VFI) diartikan sebagai jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995). Konsumsi zat makanan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 19 81). Konsumsi pakan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas terhadap suatu bahan pakan. Menurut Scott et al. (1982) palatabilitas adalah rasa pakan itu sendiri. Secara umum palatabilitas dipengaruhi terutama oleh rasa, bau, dan warna makanan. Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra hewan terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah. Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi hewan. Apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat (Tomaszewska et al., 1991). Kecernaan Pakan Pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan. Proses tersebut meliputi, pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik, dan pencernaan fermentatif. Proses pencernaan mekanik terjadi di mulut oleh gigi sehingga bahan pakan yang dikunyah menjadi berukuran kecil di dalam perut dan dicerna oleh usus. Bahan makanan diuraikan menjadi molekul yang sangat sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh tubuh hewan tersebut dan hal ini merupakan proses pencernaan hidrolitik (Sutardi, 1981). Pada umumnya pakan yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi mempunyai daya cerna yang rendah. Daya cerna semu ( apparent digestibility) merupakan banyaknya zat yang terkonsumsi yang tidak didapatkan dalam feses (Parakkasi, 1995). Jumlah zat makanan yang dikonsumsi dapat dihitung dengan mengalikan kandungan zat makanan dalam bahan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi, begitu juga untuk menghitung zat makanan yang terdapat dalam feses. 9

23 Analisa zat makanan dapat dilakukan dengan analisa proksimat (Maynard et al., 1979). Kecernaan Bahan Kering Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh hewan selama satu hari perlu diketahui untuk dapat mengetahui kebutuhan hewan akan zat makanan yang dikonsumsi untuk petumbuhan, hidup pokok, dan reproduksi. Kecernaan dinyatakan dalam bahan kering dan dalam persen adalah koefisien cerna (Tillman et al., 1986). Tingkat kecernaan adalah usaha untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan (Anggrodi, 1990). Bag ian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat zat makanan yang dikonsumsi dengan zat zat makanan yang dibuang bersama feses. Pengukuran daya cerna adalah suatu usaha untuk meningkatkan jumlah zat makanan dari bahan pakan yang diserap dalam saluran pencernaan. Nilai koefisien cerna tidaklah tetap untuk setiap makanan yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi, pengolahan bahan makanan, jumlah pakan, dan jenis hewan (Maynard et al., 1979). Pusat Penyelamatan Satwa Gadog Ciawi Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) terletak di jalan Raya Gadog Rt. 01 Rw. 01 Desa Sukakarya Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Dari Kota Bogor yaitu sekitar 10 Km. Ketinggian lokasi sekitar 650 m dpl dengan suhu rata-rata 22,89 0 C dan kelembaban udara 59,7%. PPSG telah berdiri sejak tanggal 25 September 2003 yang merupakan sebuah organisasi non pemerintah dan bersifat nirlaba. PPSG bergerak dalam penanganan masalah satwa liar dan habitatnya dan dijadikan sebagai salah satu tempat transit satwa sebelum dilepaskan ke habitat aslinya. Kegiatan di PPSG meliputi penyediaan fasilitas (sarana dan prasarana) tempat transit, pengolahan, penanganan satwa liar, dan sosialisasi program kepada masyarakat. PPSG berkonsentrasi pada program: (a) Pemberian dukungan teknis kepada pihak yang berwenang dalam melakukan operasi penyitaan satwa satwa liar yang dilindungi dan diproses hukum, (b) Pemulihan kondisi fisik dan psikologis satwa liar sitaan, (c) persiapan pelepasan kembali satwa hasil pemulihan ke habitat aslinya yang pernah tercatat dan melakukan kampanye dan pengadaan kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan dan penyelamatan satwa liar. 10

24 Lutung kelabu adalah salah satu satwa liar yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/kpts-II/1999 dan tercantum dalam Appendix II CITES (Suyanto et al., 2002). International Union for Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN) menyatakan status konservasi lutung kelabu adalah vulnerable, artinya rentan terhadap gangguan dan dikhawatirkan akan punah apabila tidak dilakukan perlindungan dan pelestarian habitatnya (Supriatna dan Wahyono 2000). 11

25 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus hingga bulan September 2007 di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) Ciawi-Bogor, Analisa pakan dan feses dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong. Materi Satwa Penelitian ini menggunakan empat ekor lutung kelabu betina (Gambar 2 ) berusia sekitar 3-5 tahun dan telah dipelihara PPSG sekitar satu tahun lebih. Lutung kelabu tersebut hasil sitaan dari masyarakat di Bogor dan berasal dari operasi hutan di Lampung. Gambar 2. Lutung Kelabu (Gambar : Pratiwi, 2007)

26 Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang panggung individu, yang masingmasing dilengkapi dengan tempat pakan permanen berbentuk segi empat dengan volume 30 cm 3, tempat tidur terbuat dari kayu segi empat, beberapa alat main dan tempat minum berbentuk bulat yang berukuran panjang diameter 7,5 cm. Kandang berukuran 1 x 1,5 x 2,5 m dengan lantai keramik dan dinding beton (Gambar 5). Alat-alat dan bahan yang digunakan antara lain : timbangan, label, pisau, termohigrometer, kantung plastik, oven, baki plastik/keranjang dan instrument untuk uji proksimat. Gambar 3. Kandang Lutung Kelabu di PPSG (Gambar: Pratiwi, 2007) Jadwal pemberian pakan Pemberian pakan dilakukan secara (Pratas, 2006) atau pemberian pakan yang dibatasi, namun hewan dapat bebas memilih pakan yang diberikan. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan siang hari antara pukul dan WIB. Air minum disediakan ad libitum. Perlakuan preliminary dilakukan untuk tujuan adaptasi hewan terhadap pakan yang diberikan. 13

27 Bahan Pakan Bahan pakan yang diberikan terdiri dari sayuran segar dan umbi-umbian sesuai dengan ketersediaan pakan yang ada di PPSG. Pakan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis Bahan Pakan yang Diberikan pada Lutung Kelabu Bahan Pakan Jumlah Pemberian Segar (gram/hari/ekor) Pohpohan (Pilea trinervia) 100 Kangkung (Ipomea reptans) 100 Sawi hijau (Brassica juncea, L) 100 Bayam (Amaranthus tricolor, L) 100 Melinjo (Gnetum gnemon) 100 Ubi jalar rebus (Ipomoea batatas ) 200 Jumlah 700 Gambar 4. Ubi Jalar Rebus Gambar 5. Sayuran (Gambar : Pratiwi, 2007) 14

28 Prosedur 1. Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan dilakukan tiga kali sehari pada pagi, siang dan sore hari yaitu pada pukul 06.00, 12.00, dan WIB. Alat yang digunakan untuk pengukuran suhu dan kelambaban lingkungan adalah higrothermometer. 2. Persiapan kandang Setiap pagi dan siang hari (07.00 dan WIB), kandang dibersihkan untuk mengeluarkan sisa pakan dan kotoran hewan dengan menggunakan air. Pembersihan kandang dengan menggunakan desinfektan dilakukan seminggu sekali. Pembersihan juga dilakukan pada tempat air minum dan tempat pakannya. 3. Penimbangan pakan dan sisa pakan Penimbangan setiap jenis pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pukul dan WIB. Pakan yang sudah ditimbang dimasukkan ke baki plastik (Gambar 4), kemudian dibawa ke kandang dan dimasukkan ke dalam tempat pakan permanen secara bersamaan. Pakan terlebih dahulu dibersihkan sebelum ditimbang. Jenis sayuran, seperti sawi dan kangkung, dipotong-potong dengan bagian akar dibuang, sedangkan pohpohan dan daun melinjo yang diberikan berupa bagian pucuknya. Ubi jalar direbus terlebih dahulu, ditiriskan kemudian dipotongpotong. Penimbangan sisa pakan pagi hari dilakukan pada siang hari dan sisa pakan pada sore hari dilakukan pada esok paginya. 4. Pengumpulan Feses Pengumpulan feses dilakukan pada pagi hari sebelum kandang dibersihkan. Feses basah ditimbang setiap hari yang merupakan produksi feses selama 24 jam. Feses dijemur di panas matahari selama 2-3 hari, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke kantung plastik yang sudah diberi label. Feses disimpan di dalam freezer hingga saat dianalisis. 5. Analisis proksimat 15

29 Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan zat zat makanan dari masing masing bahan pakan, berupa analisis kadar air, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi bruto. 6. Pendugaan kebutuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan menghitung rataan konsumsi zat makanan dibandingkan terhadap rataan konsumsi bahan kering per ekor per hari. Peubah Beberapa peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Konsumsi segar pakan (gram/ekor/hari) Konsumsi segar pakan didapat dengan mengukur jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan. 2. Konsumsi bahan kering (gram/ekor/hari) Konsumsi bahan kering (BK) dihitung setelah mengalikan konsumsi pakan segar dengan persentase bahan kering pakan. 3. Tingkat palatabilitas Tingkat palatabilitas diperoleh berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi berdasarkan tingkat kesukaan. 4. Konsumsi zat-zat makanan Perhitungan konsumsi zat makanan adalah dengan mengalikan jumlah konsumsi bahan kering pakan dengan kadar nutrien dalam bahan kering pakan. 5. Kebutuhan nutrien Kebutuhan nutrien (g/ekor/hari) dihitung dengan cara membagi konsumsi zatzat makanan dengan konsumsi bahan kering. 6. Kecernaan semu zat-zat makanan Kecernaan semu zat-zat makanan adalah perbandingan antara selisih zat makanan yang dikonsumsi dan zat makanan feses dengan konsumsi zat makanan dan dinyatakan dalam persen. 16

30 7. Total Digestible Nutrient (TDN) Nilai TDN zat makanan yang dapat dicerna dihitung berdasarkan rumus : % TDN = % Protein kasar dapat dicerna + % 2,25 Lemak kasar dapat dicerna + % Serat Kasar dapat dicerna + beta N dapat dicerna. 8. Digestible Energy (DE) Nilai DE untuk mengatahui beberapa banyak energi bahan makanan yang dicerna dihitung berdasarkan rumus : % DE = Konsumsi GE Ekskresi GE dalam feses x 100% Konsumsi GE Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk meneliti dengan jumlah materi yang terbatas. Pengolahan data dilakukan dengan mendeskripsikan data yang berupa tabel atau grafik hasil penelitian ke dalam suatu kalimat pernyataan yang dapat menjelaskan sekaligus menyimpulkan hasil penelitian yang diperoleh. 17

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum Kondisi lingkungan yang diamati di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog (PPSG) diantaranya keadaan suhu dan kelembaban, lokasi kandang dan sumber kebisingan untuk kelangsungan hidup lutung kelabu. Suhu udara adalah faktor eksternal yang turut mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (Parakkasi, 1999). Tabel 3. Suhu dan Kelembaban Lingkugan Peubah Waktu Pagi Siang Sore Suhu Udara ( 0 C) 19,50 ± 1,20 31,92 ± 1,80 30,30 ± 3,10 Kelembaban Udara (%) 94,10 ± 4,10 56,10 ± 5,20 54,80 ± 6,70 Dari Tabel 3 diketahui bahwa, pada pagi hari sekitar pukul sampai WIB suhu di PPSG sangat dingin (19,50 0 C) dengan kelembaban yang sangat tinggi (94,10 %) sehingga lutung kelabu lebih banyak melakukan lokomosi mengambil makanan sisa pakan sore (Pratiwi, 2008). Hal ini dilakukan sebagai cara mengatasi kestabilan suhu tubuh dari udara lingkungan yang dingin. Siang harinya saat udara lingkungan cukup panas dengan kelembaban tinggi, lutung kelabu lebih banyak meminum air. Aktivitas ini dilakukan dengab bertujuan yang sama yaitu untuk menstabilkan suhu tubuhnya dari udara lingkungan yang tinggi. Pada sore hari dengan kondisi suhu mulai stabil, lutung kelabu kembali banyak melakukan aktivitas makan, kemudian setelah merasa tercukupi lutung kelabu berdiam di pinggir kandang. Saat sore setelah hari gelap, lutung kelabu masuk ke dalam kotak tempat tidurnya dan ada juga yang tidur di bagian samping kandang sampai besok pagi. Kelembaban di PPSG pada pagi hari yang tinggi. Siang dan sore hari kelembaban sangat rendah menyebabkan perubahan tingkah laku terutama pada konsumsi pakan dan air minum. Saat kelembaban rendah sehingga aktivitas respirasi tinggi, namun pengeluaran keringat yang rendah maka satwa akan lebih banyak minum dibandingkan dengan konsumsi pakan ( Parakkasi,1999). Lutung kelabu menggunakan bulunya untuk melindungi dirinya dari kelembaban yang rendah

32 sehingga keadaan tubuhnya menjadi lebih stabil dan untuk menghindari kondisi keriput pada kulit. Kondisi suhu dan kelembaban di PPSG berdasarkan hasil pengamatan dalam keadaan optimum sesuai dengan suhu dan kelembaban habitat aslinya. Ini seperti dinyatakan oleh Sukandar (2004) bahwa kondisi suhu lingkungan di habitat alami lutung adalah 20 0 C-30 0 C dan kelembaban 80 %. Lokasi kandang lutung kelabu berdekatan dengan kandang satwa lainnya seperti siamang, owa Jawa dan burung elang. Lokasi kandang juga berdekatan dengan rumah penduduk dan jalan raya yaitu hanya sekitar kurang lebih 11 meter. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan tingkat kebisingan yang tinggi yang terjadi setiap hari. Penyebab utama kebisingan adalah suara siamang dan elang yang jumlahnya cukup banyak dan dengan intensitas suara yang cukup tinggi setiap harinya yaitu sekitar satu jam sekali. Umumnya satwa-satwa tersebut bersuara karena ada rangsangan dari lingkungan sekitar, seperti adanya orang asing yang lewat di sekitar kandang, suara kendaraan bermotor dari jalan raya terutama menjelang dan sesudah hari libur dengan frekuensi yang sering dan aktivitas penjaga kandang pada saat akan memberikan pakan untuk satwa lain yang berdekatan dengan kandang lutung kelabu. Kehadiran orang asing juga merupakan hal yang mengganggu dari lingkungan sekitar kandang dan akan mempengaruhi aktivitas lutung. Kebisingan yang sering terjadi setiap hari membuat lutung kelabu ketakutan dan tercekam. Keadaan tercekam yang dialami oleh lutung ditunjukkan dengan sikap atau gerakan yang tiba-tiba menjadi agresif. Bahan Pakan Pakan merupakan salah satu faktor penting untuk kelangsungan hidup dan reproduksi hewan (Parakkasi, 1999). Pemilihan bahan pakan yang diberikan di PPSG tergantung pada ketersediaan di pasar, musim, dan kesukaan hewan terhadap setiap jenis bahan pakan. Pakan yang diberikan di PPSG disesuaikan dengan pakan yang biasa diberikan saat lutung kelabu dalam pemeliharaan sebelumnya di masyarakat dan disesuaikan pada saat awal lutung kelabu masuk ke penangkaran. Bahan pakan yang diberikan berupa umbi-umbian dan dedaunan. Umbi-umbian yang diberikan adalah ubi

33 jalar merah yang terlebih dahulu direbus, sedangkan untuk pakan yang berupa dedaunan yang diberikan sebagian besar berupa pucuk dan dalam keadaan utuh. Bahan pakan yang dimaksud adalah ubi jalar, pohpohan, kangkung, sawi hijau, bayam, dan daun melinjo. Tabel 4. Komposisi Nutrien Masing-masing Bahan Pakan Bahan Pakan BK Abu LK PK SK BETN (%) (BK%) GE (kal/g) Pohpohan 9,46 19,45 2,08 23,11 28,96 26, ,58 Kangkung 26,63 11,19 3,39 30,30 14,65 40, ,94 Sawi Hijau 6,59 16,31 1,29 32,78 14,01 35, ,85 Bayam 8,41 23,04 1,36 27,69 12,14 35, ,38 Daun Melinjo 15,38 10,86 3,28 19,95 14,21 51, ,69 Ubi Jalar 6,47 2,79 1,00 3,57 9,37 83, ,20 Keterangan: BK = Bahan Kering; PK = Protein kasar; LK = Lemak Kasar; BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; GE = Gross Energy Hasil analisis di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI Pakan yang baik sangat diperlukan untuk menunjang kelangsungan hidup lutung kelabu selama di penangkaran. Komposisi nutrien pakan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan bahan kering setiap bahan pakan yang diberikan selama penelitian relatif rendah, namun daun melinjo dan kangkung memiliki kandungan bahan kering yang relatif tinggi di antara bahan pakan yang lainnya. Rendahnya bahan kering pakan yang diberikan pada lutung kelabu dikarenakan bahan pakan berupa bahan segar sehingga kadar air yang terkandung pada setiap bahan pakan tinggi. Secara keseluruhan dari kandungan nutrien bahan pakan, kandungan nutrien yang paling tinggi adalah protein dan BETN. Protein dan BETN yang tinggi dikarenakan bahan pakan yang diberikan berupa bagian pucuk sehingga memiliki kandungan nutrien yang lebih banyak dibandingkan bagian tanaman yang lainnya (de Graff et al., 2004 dalam Prayogo, 2006) dan menurut Kappeler (1981), dedaunan merupakan sumber protein yang tinggi. Pakan yang banyak mengandung protein yang paling tinggi adalah sawi hijau sebesar 32,78 %, sedangkan BETN yang paling tinggi adalah ubi jalar sebesar 83,27 %. Kandungan

34 nutrisi bahan pakan juga memiliki serat kasar tinggi, hal ini dikarenakan bahan pakan yang diberikan berupa sayuran yang merupakan bahan pakan sumber serat kasar yang tinggi (Yulianti et al., 2006). Bahan pakan yang memiliki serat kasar paling tinggi adalah pohpohan sebesar 28,96%. Kandungan serat kasar tinggi dapat dimanfaatkan oleh lutung kelabu sebagai sumber energi karena lutung kelabu memiliki mikroorganisme yang mampu mengurai dan mencerna serat kasar dalam saluran pencernaannya (de Graff et al., 2004 dalam Prayogo, 2006; Nadler et al dan NRC, 2003). Konsumsi Air Hewan mendapatkan air dari kandungan air yang yang terkandung pada pakan, air metabolik, air minum dan air hasil katabolisme tubuh. Kebutuhan air pada hewan dipengaruhi oleh faktor makanan, faktor lingkungan, kondisi fisiologi, kemampuan menahan air dan aktivitas ternak (Crurch and Pond, 1988). Konsumsi air pada lutung kelabu diperoleh dari konsumsi pakan segar dikalikan dengan kadar air dari masingmasing pakan yang diberikan. Tabel 5. Konsumsi Air Lutung Kelabu Pakan Hewan (gram/ekor/hari) L1 L2 L3 L4 Rataan Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pohpohan 42,9 42,1 44,2 44,5 40,6 42,1 40,0 43,4 41,9±1,9 43,0±1,1 Bayam 40,1 39,4 42,6 41,1 39,1 40,9 37,9 40,8 39,9±20 40,6±0,8 Kangkung 34,3 33,2 35,0 35,2 32,8 33,8 32,8 34,9 33,7±1,1 34,3±0,9 Sawi 43,3 42,8 44,5 44,8 41,3 44,5 42,9 45,5 43,0±1,3 91,0±1,2 Ubi Jalar 89,1 90,5 91,8 92,1 88,9 90,8 88,4 90,7 89,5±1,5 91,0±0,7 Melinjo 20,0 23,5 26,6 30,8 20,3 23,1 17,7 23,3 21,2±3,8 25,2±3,7 Total 269,6 271,5 284,6 288,6 263,0 275,2 259,7 278,7 269,2±11 278,5±7,3 Konsumsi air pada masing-masing lutung kelabu sebagian besar berasal dari konsumsi pakan yang diberikan. Konsumsi air rataan yang paling tinggi pada masingmasing lutung kelabu banyak dilakukan pada sore hari dengan rataan 278,47

35 gram/ekor/hari. Konsumsi air yang tinggi berasal dari konsumsi pakan pada sore hari yang jumlahnya tinggi (Tabel 4). S elain itu dikarenakan faktor suhu pada siang menjelang sore suhu dan kelembaban yang sangat tinggi sehingga konsumsi air akan tinggi (Church and Pond, 1988). Tingkat Palatabilitas Pakan Palatabilitas pakan merupakan tingkat kesukaan satwa terhadap bahan pakan yang diberikan tergantung warna, bau, rasa dan tekstur (Parakkasi, 1999). Tingkat palatabilitas pakan yang diberikan kepada lutung kelabu pada waktu pemberian selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Tingkat Palatabilitas Konsumsi Pakan Pagi (a) dan Sore (b) Keterangan : L1:lutung kelabu 1, L2: lutung kelabu 2, L3: lutung kelabu 3, L4: lutung kelabu Gambar 6 menunjukkan tingkat palatabilitas bahan pakan berdasarkan waktu pemberian selama pengamatan. Palatabilitas bahan pakan pada pagi hari berturut-turut adalah ubi, pohpohan, kangkung, sawi, bayam dan daun melinjo. Konsumsi ubi jalar

36 pada pagi hari yang paling tinggi, karena lutung kelabu sudah beradaptasi dengan ubi jalar. Sebelum dimasukkan ke penangkaran, ubi jalar merupakan pakan yang biasa diberikan selama lutung kelabu berada dalam pemeliharaan di masyarakat dibandingkan dengan pakan yang lainnya. Ubi jalar merupakan pakan sumber energi yang digunakan lutung kelabu untuk aktivitas di siang hari. Selain itu, ubi jalar rebus memiliki kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar mentah dengan total gula 123 kal (Harli, 2000) yang digunakan lutung kelabu untuk memenuhi kebutuhan energi. Ubi jalar yang diberikan direbus dahulu dengan tujuan untuk menghilangkan trypsin inhibitor yang dapat menghambat kerja trypsin yang berperan sebagai pemecah protein dalam usus sehingga penyerapan produk pemecahan protein menjadi lebih maksimal dan juga mengurangi timbulnya gejala perut kembung (flatulensi) dan diare (Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, 1999). Tingkat palatabilitas yang tinggi dari jenis sayuran adalah pohpohan. Pohpohan merupakan jenis dedaunan yang memiliki bau wangi yang khas, tekstur yang lembut dan rasanya lebih manis dibandingkan jenis pakan yang lainnya sehingga lutung kelabu lebih menyukainnya. Tingkat palatabilitas pada sore hari secara berturut-turut tidak jauh berbeda dengan pagi hari yaitu pada pakan ubi, pohpohan, sawi, kangkung, bayam dan daun melinjo. Ubi jalar dan pohpohan juga merupakan pakan yang memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi dengan jumlah konsumsi terbesar pada sore hari. Dengan melihat tingkat palatabilitas pakan pagi dan sore hari, pakan yang paling palatable adalah ubi jalar dan pohpohan. Ubi jalar merupakan pakan yang memiliki rasa manis, kadar air tinggi, warna yang mencolok dan tekstur yang lembut dibandingkan dengan pakan yang lainnya. Hal ini dapat meningkatkan nilai indera penglihatan dibandingkan indera penciumannya (Yasuma dan Alikodra, 1992). Tingkat palatabilitas yang paling rendah pada pagi dan sore hari adalah daun melinjo karena daun melinjo memiliki rasa yang kurang enak (pahit), rasa pahit karena adanya purin yang tinggi sehingga lutung kelabu kurang menyukainya (Coronel, 1999). Lutung kelabu 1, 3, dan 4 memiliki tingkat palatabilitas yang hampir sama jumlahnya, sedangkan lutung kelabu 2 memiliki palatabilitas paling tinggi untuk semua jenis pakan yang diberikan. Lutung kelabu 2 hampir menyukai semua jenis pakan yang diberikan termasuk daun melinjo

37 yang kurang disukai oleh lutung kelabu yang lainnya. Tingginya tingkat palatabilitas lutung kelabu 2 diduga lutung kelabu tersebut masih dalam masa pertumbuhan sehingga memerlukan asupan nutrisi yang tinggi dan pada masa pertumbuhan biasanya keinginan untuk makan sangat tinggi. Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dapat dimakan oleh setiap hewan dan merupakan faktor esensial yang menjadi dasar untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Iklim yang sangat ekstrim berpengaruh terhadap konsumsi pakan pada hewan. Apabila iklim panas maka konsumsinya akan menurun, sebaliknya apabila iklim dingin maka jumlah konsumsi akan meningkat. Faktor palatabilitas pakan merupakan hal penting dalam mengukur konsumsi pakan pada hewan (Tomaszewska et al., 1991). Tabel 6. Konsumsi pakan segar lutung kelabu Konsumsi Pakan Segar Lutung Kelabu (gram/ekor/hari) Rataan±Sd Pohpohan ± 2,83 Kangkung ± 2,26 Sawi ± 2,06 Bayam ± 2,16 D.Melinjo ± 10,09 Ubi Jalar ± 2,06 Total ± 21,37 Urutan rataan konsumsi pakan segar pada lutung kelabu yang paling tinggi adalah ubi jalar, pohpohan, sawi, kangkung, bayam dan daun melinjo. Konsumsi pakan segar yang paling tinggi adalah ubi jalar. Ubi jalar lebih tinggi dikonsumsi karena ubi jalar merupakan pakan yang bersumber energi yang tinggi. Hal ini dinyatakan oleh Muhilal (1991) bahwa ubi jalar mengandung 75-90% karbohidrat yang digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi. Kebutuhan energi lutung kelabu yang tinggi digunakan untuk beraktivitas di pagi dan sore hari. Dari hasil pengamatan lutung kelabu lebih

38 banyak mengkonsumsi pakan pada pagi dan sore hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bismark (1986) bahwa aktivitas konsumsi lutung kelabu dilakukan pada pagi dan sore hari. Siang hari lutung kelabu lebih banyak diam atau beristirahat, dan pada saat ini terjadi proses pencernaan pakan yang telah dikonsumsi di dalam perut lutung kelabu. Pada sore harinya lutung kelabu kembali makan untuk digunakan sebagai cadangan energi di malam hari (Prayogo, 2006). Pada siang hari berdasarkan hasil pengamatan, lutung kelabu lebih banyak melakukan aktivitas minum. Namun secara jumlah total rataan konsumsi lutung kelabu banyak mengkosumsi sayuran sebanyak 433 gram/ekor/hari karena lutung kelabu merupakan satwa yang konsumsi pakan utamanya adalah daun muda dan pucuk 58%. Lutung kelabu merupakan jenis primata folivorus yang banyak mengkonsumsi pakan dedaunan (NRC, 2005). Konsumsi pakan sangat tergantung dari aktivitas, jenis kelamin, umur, kondisi lingkungan dan perubahan suhu (Moen, 1973). Ditambahkan oleh Parakkasi (1999), faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah hewan itu sendiri, pakan yang diberikan dan lingkungan sekitar. Konsumsi pakan pada lutung kelabu dipengaruhi oleh faktor internal yaitu kondisi fisiologi lutung kelabu yang masih dalam fase pertumbuhan sehingga konsumsi pakan tinggi dari jumlah pakan yang diberikan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, aktivitas pakan pada pagi hari cenderung langsung banyak dan langsung habis. Hal ini karena pada pagi hari suhu kandang yang dingin dan kelembaban yang tinggi menyebabkan lutung kelabu membutuhkan banyak energi yang tinggi untuk pertahanan tubuhnya dari suhu lingkungan yang tinggi. Sedangkan pada sore hari, konsumsi lutung kelabu cenderung mengambil pakannya sedikit-sedikit dan tidak langsung habis, hal ini disebabkan suhu lingkungan masih panas dengan kelembaban yang rendah. Selama penelitian konsumsi pakan segar lutung kelabu 2 paling tinggi sebesar 654 gram/ekor/hari. Hal ini dikarenakan lutung kelabu 2 sedang mengalami masa pertumbuhan sehingga tingkat konsumsinya pun tinggi dan selama pengamatan lutung kelabu 2 lebih sering menghabiskan pakan. Sedangkan, lutung kelabu 3 lebih rendah dibandingkan ketiga lutung lainnya. Hal ini karena pada saat makan lutung kelabu 3 makan tidak di tempat pakan, tetapi dibawa ke bagian pinggir kandang sehingga memungkinkan banyak pakan yang berjatuhan ke bawah kandang dan tercampur dengan

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR SKRIPSI AI NURI PRATIWI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI

ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI I : ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECEFUVAAN PAKAN BAJING KELAPA (Callosciurus notatus) DI PENANGKARAN - - RANGGA BANDANAJI PROGRAM STUD1 ILMU NUTRISI DAN MAKANAN 'I'ERNAK FAKULTAS PETERNAICAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI SKRIPSI YESI MAHARDIKA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG-CIAWI BOGOR SKRIPSI SADA RASMADA

ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG-CIAWI BOGOR SKRIPSI SADA RASMADA ANALISIS KEBUTUHAN NUTRIEN DAN KECERNAAN PAKAN PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG-CIAWI BOGOR SKRIPSI SADA RASMADA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci (Oryctolagus cuniculus) diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Lagomorpha, famili Leporidae, genus Oryctolagus dan spesies cuniculus.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR SKRIPSI AI NURI PRATIWI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan Nurlina Saking dan Novia Qomariyah Disampaikan Dalam Rangka Seminar Nasional Teknologi Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

RINGKASAN. : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc. : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. RESPON KONSUMSI DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM PADA MENCIT (Mus musculus) TERHADAP PEMBERIAN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) YANG DIDETOKSIFIKASI SKRIPSI HADRIYANAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Konsumsi dan Efisiensi Pakan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Penangkaran ABSTRACT

Konsumsi dan Efisiensi Pakan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Penangkaran ABSTRACT J. Biol. Indon. Vol. III, No. 3 : 236-244 (2002) Konsumsi dan Efisiensi Pakan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Penangkaran Wirdateti 1), Dewi Puspitasari 2), Didid Diapari 2) & Anita S. Tjakradidjaja

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit/bulu, hewan percobaan, dan hewan untuk dipelihara (Church, 1991). Kelinci termasuk hewan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersediaan pakan yang berkualitas, kuantitas, serta kontinuitasnya terjamin, karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Evaluasi Panjang Potongan Hijauan yang Berbeda dalam Ransum Kering Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Kambing Lokal dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Peranakan Etawa (PE). Kambing jenis ini mampu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura adalah salah satu plasma nutfah yang berasal dari Indonesia, tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan sebagai ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci