OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA"

Transkripsi

1 OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA FIFI ARFINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah Eucheuma cottonii serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2011 Fifi Arfini NRP F

4 ABSTRACT FIFI ARFINI. Process Optimation of Carrageenan Extraction From Red Seaweed (Eucheuma cottonii) and Its Application as stabilizer on Passion Fruit Syrup. Under direction of RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD and ROSMAWATY PERANGINANGIN. Carrageenan is seaweed gum derived from red seaweed polysaccharide sulfate form which has the properties of hydrocolloid so widely used in food and industrial products. The objectives of this research was to analyze and optimize the process of carrageenan from E.cottonii (variation of water ratio, KCl concentration and precipitation temperature) to shorten process time and to obtain physico-chemical characteristics and functional extracted carrageenan, determine and assess the optimal extraction process and to apply carrageenan optimal extraction process results in products of passion fruit syrup as well as assess the quality of the resulting syrup. Rendemen, viscosity, gel strength, moisture, ash, acid insoluble ash, sulphate and whiteness were used as quality parameters of carrageenan. It was found that the best carrageenan extraction process was obtained from water ratio 1:20, 1% KCl concentration and precipitation temperature of 30 o C process. The application of carrageenan on passion fruit syrup indicated that addition of carrageenan 4.4 % gave the ph, viscosity and turbidity similar to commercial syrup. Based on paired comparison test with the commercial syrup, the resulted one has better appearance, sour taste and flavor passion fruit on a commercial while for sweetness and color were less than those of the commercial syrup. Key words: carrageenan, extraction, physic-chemical characteristic, passion fruit syrup..

5 RINGKASAN FIFI ARFINI. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD dan ROSMAWATY PERANGINANGIN. Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan, pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanannya. Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak dilakukan melalui berbagai penelitian. Namun untuk pengembangan industri karaginan tersebut dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya modal yang diperlukan untuk industri pengolahan karaginan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh proses ekstraksi karaginan yang cukup rumit dan relatif menghabiskan energi yang cukup besar. Tujuan dari penelitian ini adalah: a) mengkaji dan mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (variasi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut Eucheuma cottonii untuk mempersingkat waktu proses, b) memperoleh karakteristik fisiko-kimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi yang dioptimalkan c) mengaplikasikan karaginan yang dihasilkan pada sirup markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan. Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan untuk mencari konsentrasi larutan KCl yaitu 0,5; 1; 1,5 dan 2%). Selanjutnya tahap optimasi proses yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan. Proses ini terdiri dari: 1)Ekstraksi I, 2) Pencucian, 3) Ekstraksi II (Perbandingan air 1:20, 1:30 dan 1:40) 4) Filtrasi, 4) Presipitasi oleh KCl (1 dan 1,5% pada suhu 15 dan suhu 30 o C), 5) Penyaringan, 6) Pengepresan, 7) Pengeringan dan Penepungan. Tahap terakhir yaitu aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa. Perlakuan diawali dengan proses pencucian, pemotongan kulit, pengerukan isi buah markisa lalu dilakukan pemblenderan dan penyaringan. Sari buah markisa selanjutnya diolah menjadi sirup dengan penambahan karaginan yaitu 3.3 (A), 3.9 (B), 4.4 (C) dan 5.0 % (D). Kombinasi perlakuan optimum yang dihasilkan adalah perbandingan air 1:20, konsentrasi KCl 1 % dan suhu presipitasi 30 o C berdasarkan parameter rendemen sebesar %, viskositas cp, kekuatan gel g/cm 2, kadar air 9.73%, kadar abu 29.59%, kadar abu tak larut asam 0.83%, kadar sulfat 18.36% dan derajat putih 51.57%. Sifat fisik dan kimia sirup markisa terpilih yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan karaginan (formulasi C) pada pembuatan sirup markisa mempunyai sifat fisik kimia yang hampir sama dengan sirup markisa komersil dengan nilai ph 3.30, viskositas cp, kekeruhan NTU, total gula 42.0%. Berdasarkan uji perbandingan pasangan, menunjukan bahwa sirup markisa karaginan mempunyai kenampakan, rasa asam dan aroma yang lebih baik dari sirup markisa komersil, sedangkan warna dan rasa manis, sirup markisa karaginan lebih rendah dari sirup markisa komersil. Kata kunci: karaginan, ekstraksi, karakteristik fisiko-kimia, sirup markisa.

6 Hak Cipta milik IPB tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii ) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA FIFI ARFINI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc

9 Judul tesis Nama NRP : Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa : Fifi Arfini : F Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. Usman Ahmad, M.Agr Anggota Prof.Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin Anggota Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS Ketua Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr Tanggal Ujian : 16 Maret 2010 Tanggal Lulus : 30 Maret 2011

10 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah, SWT karena atas berkat dan rahmat-nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan sebagian kecil dari nikmat dan kasih sayang-nya yang diberikan kepada penulis. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 Januari 2011 adalah Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa. Melalui prakata ini penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada : - Direktur, Asisten direktur dan segenap jajaran Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (POLITANI) Pangkep yang telah memberi kesempatan mengikuti pendidikan. - Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief S. Nazli, Dr.Ir Usman Ahmad, M.Agr dan Prof.Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin selaku pembimbing, atas segala bimbingan, saran dan masukannya sejak penyusunan proposal hingga karya ilmiah ini selesai. - Dr.Ir. Y. Aris Purwanto, MSc, selaku penguji luar komisi atas saran dan masukannya. - Prof.Dr.H. Hari Eko Irianto selaku kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2B-KP) yang telah memberikan izin dan fasilitas penelitian beserta staf BBRP2B-KP (Arif, Ruri, mb Ellya, dll), beserta seluruh staf Lab. Kimia, Pengolahan, Mikrobiologi, Uji Fisik dan Sensorik yang sangat banyak membantu penulis selama penelitian dan pengambilan data. - Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa BPPS sehingga penulis dapat melanjutkan studi S2 di IPB - Teman-teman angk TPP 08 (Novi, Meivie, Ruri, Yosi, Bambang, mama Mila, Erbi, Amin, Dian dan khamsi), kebersamaan, kesedihan, kegembiraan selama 2 tahun bersama menjadi kenangan indah dalam hidup. - Rekan seperjuangan asal Makassar dalam tugas belajar di IPB: Iqbal, Rusli, Syamsul M, Nilda, B Mia, P Paturusi, P Dody, Agus, P Cule dll. Semangat dan sukses - Bapak dan ibu di Asrama Sulawesi Tengah, H. Dadang sek, senang bisa berbagi hidup dengan tenang di asrama. - Khusus penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada orang tua (Radjagaoe A.Basir dan Maryam Haruna), Mertua (A.Salam Soba dan A.Besse Uleng), suami (A.Husni Mubarak) dan kedua permata kami tercinta ( Muh.Ikhsan dan Izzah Azizah), serta keluarga besar atas segala pengertian dan doa yang selalu menyertai penulis selama pendidikan. Keluarga H. Ruswandi di Leuwiliang-Bogor dan kakanda tercinta (Ardian Radjagaoe sek) sebagai tempat istirahat dari kesibukan menyelesaikan tugas di akhir minggu. - Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi, semoga mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah, SWT. Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Maret 2011 Fifi Arfini

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Oktober 1977 dari pasangan H. Radjagaoe A. Basir dan Aminah Haruna (alm). Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus dari SMAN 15 Surabaya dan pada tahun 1997 lulus seleksi ujian masuk Universitas Hasanuddin melalui jalur UMPTN dengan pilihan jurusan Teknologi Pertanian Program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (UNHAS). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun Tahun 2004, penulis lulus ujian masuk CPNS dan diterima sebagai staf pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (POLITANI) Pangkep pada jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP). Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi dengan pendanaan dari BPPS DIKTI. Program pilihan yaitu Teknologi Pascapanen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

12 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan... 3 II TINJAUAN PUSTAKA Rumput laut Rumput laut merah (E. cottonii) Karaginan Sifat-sifat Karaginan Kelarutan Viskositas Pembentukan Gel Stabilitas ph Proses produksi karaginan Fungsi Karaginan Spesifikasi Mutu Karaginan Sirup Sari Buah Markisa Bahan Penstabil III METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat... 21

13 ii 3.3 Metode Penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian optimasi proses Penelitian aplikasi karaginan Prosedur Analisa Rendemen Viskositas Kekuatan Gel Kadar air Kadar abu Kadar abu tak larut asam Kadar sulfat Derajat Putih Nilai ph Kekeruhan Total gula Analisis Mikrobiologi Uji Organoleptik IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan Proses optimasi proses Rendemen karaginan Viskositas karaginan Kekuatan gel karaginan Kadar air karaginan Kadar abu karaginan Kadar abu tak larut asam karaginan Kadar sulfat karaginan Derajat putih karaginan Karakteristik karaginan terpilih... 47

14 iii 4.3 Aplikasi karaginan pada sirup Markisa Sifat fisika-kimia sirup markisa Formulasi Sirup Markisa Terpilih Analisis Mikrobiologi Uji organoleptik V KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 66

15 iv DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi dan ekspor rumput laut Komposisi kimia rumput laut merah Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut Stabilitas Karaginan dalam berbagai media pelarut Spesifikasi mutu karaginan Syarat mutu sirup Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil... 51

16 v DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya Rumput laut merah kering Tepung karaginan Struktur dasar kappa karaginan Struktur dasar iota karaginan Struktur dasar lambda karaginan Diagram alir ekstraksi sari buah markisa Diagram alir penelitian secara keseluruhan Diagram alir penelitian pendahuluan Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan analisis yang dilakukan Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan analisis yang dilakukan Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap rendemen karaginan Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap viskositas karaginan Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kekuatan gel karaginan Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas terhadap kadar air karaginan Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu karaginan Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu tak larut asam karaginan Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar sulfat karaginan... 45

17 vi 20 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap derajat putih karaginan Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil Hasil uji perbandingan pasangan sirup markisa... 57

18 vii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rekapitulasi data rendemen karaginan Rekapitulasi data viskositas karaginan Rekapitulasi data kekuatan gel karaginan Rekapitulasi data kadar air karaginan Rekapitulasi data kadar abu karaginan Rekapitulasi data kadar abu tak larut asam karaginan Rekapitulasi data kadar sulfat karaginan Rekapitulasi data derajat putih karaginan Analisis sidik ragam dan Uji lanjut BNT 5% karaginan KCl dan IPA Analisis sidik ragam nilai ph sirup markisa Analisis sidik ragam viskositas sirup markisa Analisis sidik ragam kekeruhan sirup markisa Analisis sidik ragam total gula sirup markisa Analisis sidik ragam uji organoleptik sirup markisa Lembar isian uji perbandingan pasangan... 79

19 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu hasil laut yang dapat menghasilkan devisa negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Sampai saat ini sebagian besar rumput laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, karaginan, dan alginat masih di impor dalam jumlah yang cukup besar dengan harga yang tinggi. Hasil pengolahan pascapanen rumput laut dari Indonesia kebanyakan belum sesuai dengan permintaan pasar karena mutu yang masih dinilai rendah. Karaginan merupakan getah rumput laut yang bersumber dari rumput laut merah berupa polisakarida sulfat yang memiliki sifat-sifat hidrokoloid sehingga banyak digunakan dalam produk pangan dan industri. Penggunaan karaginan pada produk pangan antara lain sebagai penstabil, pengemulsi, pembentuk gel dan pengental. Beberapa genus rumput laut merah penghasil karaginan adalah Chondrus, Eucheuma dan Gigartina. Di Indonesia yang banyak tumbuh adalah spesies Eucheuma cottonii. Permintaan akan bahan baku rumput laut merah cenderung terus meningkat seiring dengan perkembangan pemanfaatan karaginan untuk berbagai keperluan dibidang industri makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetik dan farmasi. Hal ini juga memacu perkembangan budidaya di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Maluku (Atmaja et al, 1995). Meskipun Indonesia mempunyai potensi sumber daya rumput laut merah yang cukup besar, saat ini masih sangat jarang industri (±10 industri) di Indonesia yang menghasilkan karaginan murni (refined carrageenan) atau formula produk karaginan siap pakai yang dapat digunakan untuk industri pangan. Rumput laut umumnya diolah menjadi rumput laut kering ataupun karaginan dalam bentuk chip maupun bubuk, yang mutunya masih dinilai rendah dan belum memenuhi standar yang diminta oleh pasar terutama industri pangan (Damerys et al, 2006).

20 2 Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan, pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanan. Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Rumput laut dapat diolah menjadi bahan setengah jadi seperti ATC (Alkali Treated Cottonii), ataupun SRC (semirefined carrageenan) baik dalam bentuk chip atau tepung. Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak dilakukan melalui berbagai penelitian. Balai riset dan para peneliti di instansi terkait sangat aktif meneliti untuk menghasilkan karaginan yang berkualitas. Beberapa penelitian terdahulu yang mengarah pada optimasi proses dan peningkatan kualitas dapat dijadikan acuan dalam perolehan karaginan dengan kualitas yang lebih baik. Purnama (2003) yang meneliti tentang optimasi proses pembuatan karaginan melaporkan bahwa jumlah air 40 kali berat bahan baku kering. suhu ekstrak o C selama 3 jam dan pelarut KCl 1% sebanyak satu kali volume larutan merupakan kondisi yang optimal. Murdinah (2008) yang meneliti tentang pengaruh bahan pengekstrak dan penjendal terhadap mutu karaginan melaporkan penggunaan pengekstrak soda abu 0.5%, bahan penjendal KCl 3% dan bahan pengendap IPA merupakan proses terbaik untuk ekstraksi karaginan. Sedangkan penelitian Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% sebagai perlakuan terbaik untuk presipitasi karaginan. Problematika utama dalam industri rumput laut adalah proses ekstraksi karaginan yang cukup rumit, membutuhkan waktu yang lama sehingga relatif menghabiskan energi yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan pengembangan industri karaginan Indonesia menjadi terhambat. Penelitian tentang proses ekstraksi yang optimal masih perlu dilakukan khususnya waktu ekstraksi yang lebih singkat dan penggunaan bahan presipitasi karaginan selain IPA (Isopropil alkohol) yang harganya cukup mahal dipasaran sehingga masalah proses ekstraksi tersebut dapat diminimalkan serta melakukan uji aplikasi untuk mengetahui pemanfaatan karaginan hasil optimasi sebagai penstabil pada produk sirup.

21 3 1.2 Perumusan Masalah Petani rumput laut saat ini menjual hasil panennya dalam bentuk rumput laut kering, sedangkan untuk dapat meningkatkan pendapatan petani maka rumput laut yang dipanen dapat diolah menjadi karaginan. Problematika dalam pengembangan untuk pengolahan karaginan ditingkat petani dapat dirumuskan sebagai berikut : penggunaan air yang masih sangat banyak, penggunaan bahan kimia yang relatif mahal dan waktu proses yang terlalu lama karena adanya penjendalan dan pengepresan. Untuk mengevaluasi produk karaginan yang dihasilkan maka diperlukan penelitian seperti aplikasi karaginan untuk produk sirup markisa. 1.3 Hipotesis Hipotesis yang dapat disusun dari penelitian ini adalah : 1. Jumlah penggunaan air masih dapat dikurangi tanpa mengurangi mutu karaginan yang dihasilkan. 2. Penggunaan bahan presipitasi selain IPA (Isopropil alkohol) dan suhu presipitasi berpengaruh terhadap mutu karaginan. 3. Waktu proses masih dapat dipersingkat. 1.4 Tujuan Tujuan dari penelitian ini untuk : 1. Mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut merah untuk mempersingkat waktu proses dan melakukan uji mutu untuk memperoleh karakteristik fisikokimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi. 2. Menentukan dan mengkaji proses ekstraksi yang optimal. 3. Mengaplikasi karaginan hasil proses ekstraksi yang optimal pada produk sirup markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan.

22 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput laut Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak seperti ada perbedaan, bentuk yang sesungguhnya hanya berupa thalus. Secara umum, rumput laut dikelompokkan dalam empat kelas yaitu rumput laut hijau (Chlorophyceae), rumput laut hijau-biru (Cyanophyceae), rumput laut coklat (Phaecophyceae) dan rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput laut coklat dan rumput laut merah memiliki habitat yang cukup banyak ditemukan di perairan Indonesia (Winarno, 1990). Menurut Anggadireja et al (2008), keanekaragaman jenis rumput laut yang sangat luas, sehingga diperlukan adanya klasifikasi rumput laut berdasarkan hasil produksinya. Klasifikasi rumput laut Indonesia komersil beserta hasil produksinya dapat dilihat pada Gambar 1,. Gambar 1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya.

23 5 Nilai dan potensi ekonomi rumput laut merupakan komoditas ekspor (Tabel 1). Namun kondisi sekarang ini ekspor dalam bentuk bahan baku masih mendominasi, dibandingkan hasil olahan. Harapan bahwa teknologi formulasi harus dikuasai dan dikembangkan, paling tidak produknya mampu mensubstitusi impor yang selama ini terjadi. (Anggadireja et al, 2008). Tabel 1 Produksi dan ekspor rumput laut tahun Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton) Sumber: Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan Komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan musim. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garara natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori (Suwandi et al, 2002). 2.2 Rumput laut merah (E. cottonii) Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii (Doty, 1987). Adapun taksonomi Eucheuma sp menurut Anggadireja et al (2008). sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Eucheuma Species : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)

24 6 Ciri fisik jenis rumput laut merah ini adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duriduri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar sal ing berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al, 1995). Gambar 2 Rumput laut merah kering Rumput laut merah (Gambar 2) mempunyai peranan penting dalam perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies berkisar antara 20-60% tergantung pada jenis dan lokasi tumbuhnya (Atmadja et al, 1995). Rumput laut merah (Gambar 2) berasal dari daerah perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina) kemudian dikembangkan di daerah budidaya diantaranya di Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu dan Perairan Pelabuhan Ratu (Afrianto dan Liviawaty, 1987). Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya, yaitu sekitar % dan setelah pengeringan dengan udara menjadi %. Komposisi kimia rumput laut merah menurut Astawan et al (2004) dan Ristanti (2003) dapat dilihat pada Tabel 2.

25 7 Tabel 2 Komposisi kimia rumput laut merah Zat gizi Astawan et al, (2004) Ristanti (2003) Kadar abu (%) ,7 Kadar protein (%) Lemak (%) Kadar karbohidrat (%) Serat pangan tidak larut air (%) Serat pangan larut air (%) Serat pangan total (%) Karaginan Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada suhu tinggi (Glicksman, 1983). Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari rumput laut merah dan penting untuk pangan. Dalam bidang industri, tepung karaginan (Gambar 3) berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain. Karaginan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol. Jenis alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian hanya terbatas pada methanol, etanol dan isopropanol (Winarno, 1990). Gambar 3 Tepung karaginan Karaginan menurut FAO (1986), adalah istilah umum untuk senyawa hidrokoloid yang diperoleh melalui proses ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air. Karaginan sebagai senyawa hidrokoloid terdiri dari amonium, kalsium, magnesium, potasium dan sodium sulfat ester galaktosa dan kopolimer 3.6 anhidrogalaktosa. Heksosa ini dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-1.3-galaktosa dan β anhidrogalaktosa secara bergantian pada polimer, namun proporsi relatif dari kation yang ada pada karagenan dapat berubah selama pengolahan yang mana satu dapat menjadi dominan.

26 8 Struktur dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Kappa karaginan tersusun dari α (1.3) D-galaktosa 4-sulfat dan β (1.4) 3.6 anhioro-d-galaktosa. Disamping itu karaginan sering mengandung D-galaktosa 6- sulfat dan ester 3.6 anhydro D-galaktosa 2-sulfat mengandung gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian sekali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya 3.6 anhidro-d-galaktosa. Struktur dasar kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 4 Gambar 4 Struktur dasar kappa karaginan Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3.6 anhidro-d-galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan sulfat ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1990). Struktur dasar iota karaginan dapat dilihat Gambar 5. Gambar 5 Struktur dasar iota karaginan Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena memiliki sebuah residu disulfat α (1.4) D-galaktosa. Tidak seperti halnya pada kappa dan iota karaginan yang selalu memiliki gugus 4-phosphat ester. (Winarno 1990). Struktur dasar lambda karaginan dapat dilihat pada Gambar 6.

27 9 Gambar 6 Struktur dasar lambda karaginan Monomer-monomer dalam setiap fraksi karaginan dihubungkan oleh jembatan oksigen melalui ikatan β-1.4 glikosidik. Monomer-monomer yang telah diberikan tersebut digabungkan bersama monomer-monomer yang lain melalui ikatan α-1.3 glikosidik yang membentuk polimer. Ikatan 1.3 glikosidik dijumpai pada bagian monomer yang tidak mengandung sulfat yaitu monomer D-galaktosa-2-sulfat. Ikatan 1.4 glikosidik terdapat pada bagian monomer yang mengandung jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 3.6- anhidro-d-galaktosa-2-sulfat dan 3.6 anhidro-d-galaktosa serta pada D-galaktosa-2.6 disulfat (Glicksman. 1983). Karaginan dalam industri pangan dikategorikan sebagai salah satu bahan tambahan makanan (food additives). Umumnya bahan aditif hanya diizinkan untuk digunakan dalam makanan tertentu dan tunduk pada batas-batas kuantitatif tertentu. Aturan penggunaan bahan aditif makanan dilakukan oleh Komite Codex Aditif Pangan dan Kontaminan dengan memberlakukan sistem penomoran yang diadaptasi untuk penggunaan internasional oleh Komisi Codex Alimentarius yang mengembangkan Internasional Numbering System (INS). Dalam sistem INS kode E407 berlaku untuk karaginan dan E407a untuk karaginan semi-refined sebagai bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi, stabilisator, pengental dan agen pembentuk gel ( diakses 6 Maret 2011) 2.4 Sifat-sifat Karaginan Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Adapun sifat-sifat dari karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas ph.

28 Kelarutan Air merupakan pelarut utama bagi karaginan. Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor. yaitu : tipe karaginan, pengaruh ion, suhu, ph, dan komponen organik larutan. Perbedaan tipe karaginan menyebabkan sifat kelarutannya berbeda (Tabel 3). Dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah perbandingan hidrofilitas molekul pada kelompok ester sulfat dengan residu hidrofobik 3.6-anhidro-D-Galaktosa. Hidrasi karaginan lebih cepat pada ph rendah dan lebih lambat pada ph lebih tinggi dari ph 6. Proses ini lebih cepat pada suhu tinggi (Towle, 1973). Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karaginan adalah sifat hidrofilik molekul pada kelompok ester-sulfat dan unit galaktopironosa, serta sifat hidrofobik pada unit 3.6 anhidrogalaktosa. Kappa karaginan memiliki gugus ester sulfat dalam jumlah yang rendah, tetapi mengandung 3.6 anhidrogalaktosa yang bersifat hidrofobik seperti kalium. Keseimbangan antara komponen yang larut dengan komponen yang tidak larut, akan mengganggu terbentuknya gel (Suryaningrum, 1988). Semua karaginan larut air panas. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3.6-anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis iota lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3.6- anhidro-d-galaktosa yang kurang hidrofilik dan lambda karaginan mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3.6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang lebih tinggi (Towle, 1973). Tabel 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut Medium Kappa Iota Lambda Air panas Larut diatas suhu 60 C Larut diatas suhu 60 C Larut pada suhu 60 C Air dingin Garam Na larut Garam K,Ca tidak larut Garam Na larut Garam K,Ca tidak larut Larut pada suhu 60 C Susu panas Larut pada suhu 60 C Larut pada suhu 60 C Larut pada suhu 60 C Susu dingin Garam Na, K,Ca tidak larut tapi mengembang Tidak larut pada suhu 60 C Larut pada suhu 60 C Larutan gula pekat Panas, larut Sukar, larut Larut pada suhu 60 C Larutan garam pekat Tidak larut pada suhu 60 C Panas, larut Panas. Larut Sumber : Moirano (1977)

29 Viskositas Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi koloid dalam larutan dapat ditingkatkan dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid. Viskositas hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : konsentrasi, suhu, kandungan sulfat inti elektrik, teknik perlakuan, keberadaan elektrolik dan non elektrolik. Selain itu, tipe karaginan dan berat molekul karaginan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi viskositas suatu cairan (Towle, 1973). Viskositas (kekentalan) merupakan sifat suatu cairan yang menunjukkan adanya tahanan dalam atau gesekan pada cairan yang bergerak. Pada zat cair viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antar molekulnya sedangkan pada gas viskositasnya berasal dari tumbukan-tumbukan antar molekulnya (Giancoli, 1998). Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan cairan dua lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu material disebabkan karena gesekan internal yang besar sehingga cairan mengalir. Pada konsentrasi yang tinggi, karaginan dapat membentuk larutan yang sangat kental dengan struktur makro molekulnya yang linier atau tidak bercabang dan bersifat polielektrolit. Adanya gaya tolak menolak dari grup ester sulfat bermuatan sama yaitu negatif di sepanjang rantai polimer, menyebabkan molekul ini kaku dan tertarik kencang. Sifat hidrofilik molekul tersebut menyebabkan rantai polimer dikelilingi oleh lapisan molekul-molekul air yang diam. Hal inilah yang menentukan nilai viskositas karaginan. Viskositas karaginan menurun drastis dengan naiknya suhu (Guiseley et al, 1980). Garam-garam akan menurunkan viskositas karaginan dengan cara mcnurunkan tolakan elektrostatik diantara gugus sulfat. Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositasnya semakin kecil pula, tetapi konsentrasi gelnya semakin meningkat. Gaya tolak menolak antar grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) disepanjang rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga menyebabkan meningkatnya viskositas (Moirano, 1977).

30 Pembentukan Gel Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau memobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentuk gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung air sampai 99.9%. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan (Fardiaz, 1989). Menurut Suryaningrum (1988), karaginan dapat membentuk gel secara thermoreversible, artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali mencair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan oleh pembentukan struktur heliks rangkap yang terjadi pada suhu tinggi. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random (acak). Tetapi bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggungjawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glikcsman, 1969). Menurut Winarno (1990), struktur kappa dan iota karaginan memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Bila larutan dengan cara pemanasan, yang kemudian diikuti pendinginan sampai di bawah suhu tertentu, kappa dan iota karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible, asalkan kation tersedia dalam sistem. Towle (1973) menyatakan bahwa, kemampuan membentuk gel adalah sifat yang penting bagi hidrokoloid seperti karaginan. Konsistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : jenis dan tipe karaginan, konsentrasi, dan adanya ionion. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karaginan yaitu letak gugus sulfat pada struktur molekulnya. Tekstur gel karaginan dapat berbentuk keras, rapuh sampai lunak dan elastis. Tekstur ini dapat tergantung pada beberapa variabel yaitu sifat alami karaginan, konsentrasi, tipe ion penyerap dan zat terlarut lainnya.

31 13 Potensi pembentukan gel dan viskositas larutan karaginan akan menurunkan ph, karena ion H + membantu proses ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono. 2000) Stabilitas ph Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada ph 9 dan akan terhidrolisis pada ph dibawah 3.5 ( Tabel 4). Pada ph 6 atau lebih umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan. Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika phnya diturunkan dibawah 4.3 (Imeson 2000). Menurut Glicksman (1983), karaginan akan stabil pada ph 7 atau lebih. Pada ph yang rendah, stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Karaginan kering dapat disimpan dengan baik selama 1.5 tahun pada suhu kamar dengan ph karaginan Selama penyimpanan dengan ph tersebut tidak terdeteksi adanya kehilangan kekuatan gelnya. Kappa karaginan dan iota karaginan dapat digunakan sebagai bentuk gel pada ph rendah, tetapi kappa dan iota karaginan tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan pada ph Penurunan ph menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang menyebabkan kehilangan viskositas dan potensi untuk membentuk gel. Hidrolisa dipercepat oleh panas pada suhu rendah (Moirano, 1977). Tabel 4 Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut Stabilitas Kappa Iota Lambda ph netral dan alkali ph asam Stabil Terhidrolisis bila dipanaskan Stabil dalam gel Stabil Terhidrolisis Stabil dalam gel Stabil Terhidrolisis Sumber : Glicksman (1983) 2.5 Proses produksi karaginan Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan bahan baku, ekstraksi, pemisahan karaginan dari ekstraknya, pemurnian, pengeringan dan penepungan.

32 14 Penyiapan bahan baku Rumput laut yang baru dipanen. dibersihkan dari kotoran dan karang yang melekat dengan menggunakan air laut kemudian dijemur selama lebih kurang 2-3 hari atau setelah dijemur satu hari,dibilas kembali menggunakan air laut selama 5 menit kemudian dijemur lagi sampai kering. Selama penjemuran diusahakan agar tidak terkena hujan atau embun karena menurunkan mutu karaginan (Fardiaz, 1989). Proses ekstraksi Ekstraksi rumput laut merah dilakukan dengan cara perebusan dengan menggunakan larutan KOH pada ph 8-9 dengan volume air perebus sebanyak kali berat rumput laut kering. Rumput laut tersebut dipanaskan pada suhu C selama 3-6 jam (Yunizal et al, 2000). Guiseley et al (1980) melaporkan bahwa untuk mencapai ekstraksi yang optimal diperlukan waktu sampai 1 hari, sedangkan untuk mempercepat proses ekstraksi dilakukan dengan perebusan bertekanan selama satu sampai beberapa jam. Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya larutan NaOH. Ca(OH) 2 atau KOH sehingga ph larutan mencapai Penggunaan alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3.6-anhidro- D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk terhadap protein (Towle, 1973). Penelitian yang dilakukan Zulfriady dan Sudjatmiko (1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan (KOH) berpengaruh terhadap kenaikan mutu karaginan yang dihasilkan. Filtrasi Filtrasi dilakukan untuk memisahkan residu (selulosa dan kotoran yang berukuran besar). Larutan karaginan yang akan difiltrasi harus dalam keadaan benarbenar panas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pembentukan gel bila filtrat dalam keadaan dingin.

33 15 Pemisahan karaginan Menurut Food Chemical Codex (1981), karaginan dapat dipisahkan dari filtratnya dengan cara presipitasi oleh alkohol atau dengan cara pembekuan. Penelitian Dian dan Intan (2009), menunjukkan metode ekstraksi karaginan dengan isopropil alkohol menghasilkan karakteristik kadar air 14.05%, kadar abu %, rendemen 39.71%, kadar sulfat 19.38%, viskositas 75 cp, dan kekuatan gel g/cm 2. Metode pembekuan menurut Anggadireja et al (2008), memerlukan energi yang cukup banyak karena selain membutuhkan ruang pendingin (freezer) selama ± 24 jam untuk membekukan filtrat juga membutuhkan panas untuk mencairkan bentukan es dari filtrat untuk mendapatkan karaginan. Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan filter press dalam keadaan panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel (Chapman dan Chapman, 1980). Pengeringan dan Penepungan Karaginan basah hasil pengendapan oleh alkohol atau serpihan hasil pelelehan dikeringkan menggunakan oven atau penjemuran (Glicksman, 1983). Pengeringan menggunakan oven dilakukan pada suhu 60 o C (Istini dan Zatnika, 1991). Karaginan kering tersebut kemudian ditepungkan dan diayak. Selanjutnya karaginan dikemas dalam wadah tertutup rapat (Guiseley et al, 1980). 2.6 Fungsi Karaginan Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi, koloid pelindung, penggumpal dan pencegah kristalisasi. Sifat ini sangat dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Di bidang industri kue dan roti, kombinasi karaginan dengan garam natrium, karaginan dengan lesitin dapat meningkatkan mutu adonan sehingga dihasilkan

34 16 kue dan roti bermutu tinggi. Bila dikombinasikan dengan garam kalium, maka karaginan sangat efektif sebagai gel pengikat atau pelapis produk daging. Dalam jumlah yang relatif kecil, karaginan juga dipergunakan dalam produk makanan lainnya, misalnya macaroni, jam jelly, sari buah, bir dan lain-lain (Winarno, 1990). Di luar industri pangan, karaginan juga digunakan dalam industri obatobatan, kosmetik, tekstil, cat serta pasta gigi. Selain sebagai pengemulsi dan penstabil, karaginan juga berfungsi sebagai pembentuk gel, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi koloid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (menghalangi terjadinya pelepasan air), dan Flocculating agent (pengkilat dan mengikat bahan-bahan lain) (Anggadiredja et al, 1993). 2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan Di Indonesia standar mutu karaginan yang baku belum ada, tetapi secara internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karaginan yang telah digunakan sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik dari segi teknologi maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi rumput laut (Kadi dan Atmadja, 1988). Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO (Food Agriculture Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika dan EEC (European Economic Community) di Eropa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Spesifikasi mutu karaginan Spesifikasi FAO FCC EEC Sulfat (%) Viskositas (cps) Min 5 Min 5 Min 5 Kadar abu (%) Maks Kadar abu tak larut asam (%) Logam berat : Pb (ppm) As (ppm) Maks 2 Maks 10 Maks 3 Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978) Maks 1 Maks 10 Maks 3 Maks 2 Maks 10 Maks 3

35 Sirup Sari Buah Markisa Sari buah dalam SNI ( ) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. FAO (2000), menjelaskan bahwa perdagangan international membedakan sari buah berdasarkan kandungan sari buah murninya, yaitu: 1. Fruit juice adalah minuman dengan 100% buah. Memerlukan tambahan air dalam ukuran tertentu untuk bisa dikomsumsi. 2. Fruit juice nectar adalah minuman dengan kadar sari buah 25-30% ditambah air dan gula ( Codex standar untuk Gula: CX-STAN ). 3. Fruit juice drink adalah jenis minuman yang memiliki kadar sari buah 10-12%, minuman ini biasanya ditambah asam sitrat, asam sorbat, aroma, zat pengawet dan pemanis karbohidrat lainnya. 4. Multi fruit dan multi vitamin beverage adalah jenis minuman yang dicampur berbagai jenis sari buah seperti sari buah jeruk, apel, nenas dan sari buah lainnya. Sari buah adalah komponen utama penyusun sirup selain gula. Sari buah berperan dalam pembentukan karakteristik sirup yaitu warna, rasa dan aroma sirup buah. Sirup, menurut SNI ( ), didefinisikan sebagai larutan gula pekat dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Definisi sirup yang lain yaitu sejenis minuman ringan berupa larutan kental dengan citarasa beraneka ragam, biasanya mempunyai kandungan gula minimal 65 % (Satuhu, 2003). Jenis buah markisa yang digunakan bahan baku sirup markisa olahan adalah buah markisa ungu (Passiflora edulis). Sewaktu muda, kulitnya berwarna hijau dan setelah tua, menjadi coklat ungu. Di dalam buah terdapat banyak biji berbentuk gepeng kecil berwarna hitam, yang masing-masing diselimuti selaput yang mengandung cairan masam berwarna kuning (Verheij dan Coronell, 1997). Buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar sebaiknya dipanen pada saat persentase warna ungu mencapai 50-70%. Buah tersebut harus dijaga kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus dan tidak keriput. Sebaliknya, untuk menghasilkan sari buah yang bermutu baik, buah harus dipanen masak, minimal

36 18 pada saat kematangan mencapai 75% dan akan lebih baik jika buah dipanen masak ( diakses 20 November 2010). Sari buah yang berkualitas diperoleh dari buah markisa yang dipanen pada tingkat kematangan minimal 75% (Jagtiani et al, 1998). Diagram alir pembuatan sari markisa dapat dilihat pada Gambar 7. Buah Markisa Dipotong Dikeruk Kulit Pulp markisa Pulper Biji Disaring Sari Markisa Gambar 7 Diagram alir ekstraksi sari buah markisa (Siregar, 2009) Dalam proses pembuatan sari buah, pada waktu buah diekstrak/disaring akan diperoleh cairan yang berisi partikel-partikel yang berasal dari pulp (bubur) buah, sehingga sari buah tampak keruh. Adanya partikel-partikel buah menyebabkan pada umumnya stabilitas sari buah kurang baik dikarenakan kecenderungan partikel tersebut untuk memisah dari cairan dan membentuk endapan. Sebagian konsumen justru senang dengan keadaan sari buah yang keruh ini. Kondisi yang keruh ini dapat dipertahankan apabila pembentukan endapan atau gumpalan pada sari buah dapat dicegah. Adapun pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan bahan penstabil ke dalam sari buah sehingga tidak terjadi pemisahan antara cairan dengan endapan pada sari buah tersebut. Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil di antaranya adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat, pektin, karaginan, dan CMC (Fachruddien, 2002)

37 19 Sari buah merupakan salah satu pengolahan buah dalam bentuk minuman. Salah satu kelemahan dalam pembuatan minuman sari buah, yaitu mudah terbentuk endapan selama penyimpanan sehingga menghasilkan kenampakan yang kurang menarik (Dewayani et al, 1999). Menurut Widjanarko (1996), selain aroma dan rasa, salah satu penentuan kualitas sirup adalah kenampakannya. Adapun mutu sirup pada SNI dapat dlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Syarat mutu sirup (SNI ) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan - Aroma - Normal - Rasa - Normal 2 Gula jumlah dihitung sebagai sakarosa % (b/b) Min 65 3 Bahan tambahan makanan - Pemanis buatan - Pewarna - Pengawet Tidak boleh ada Sesuai SNI Sesuai SNI Cairan mikroba - Angka lempeng total - Coliform - E.coli Koloni/ml APM/ml APM/ml Maks 5x10 2 Maks 20 < 3 Sumber : Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian (1994) 2.8. Bahan Penstabil Pengendapan pada minuman umumnya kurang dikehendaki. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi endapan selama penyimpanan adalah penggunaan bahan penstabil. Jenis bahan penstabil yang sering digunakan pada industri makanan adalah Carboxymethylcellulose (CMC), gum xanthan, karaginan dan pektin. Golongan polisakarida ini memiliki kemampuan untuk mempertahankan konsistensi larutan dan kemampuan untuk membentuk gel (Astawan, 2005). Bahan penstabil adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Bahan penstabil yang umum digunakan ada 3. yaitu (1) gelatin yang bersumber dari hewan (2) rumput laut (seperti alginat, karaginan dan agaragar) dan (3) gum (Marshall dan Arbuckle, 1996).

38 20 Bahan penstabil merupakan suatu zat yang dapat berfungsi menstabilkan, mengentalkan. atau memekatkan suatu makanan yang dicampur dengan air, sehingga dapat membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen pada waktu yang relatif lama. Makanan olahan yang mengandung bahan penstabil di antaranya adalah susu kental manis, jelli, mentega, es krim dan sari buah. Sebagian besar bahan penstabil adalah bahan alami, namun yang cukup berkembang, mempunyai daya penstabil yang cukup baik dan harga yang relatif murah adalah CMC (Carboxymethyl Cellulose) yang merupakan bahan penstabil yang berasal dari modifikasi bahan kimia sehingga tidak cukup aman apabila penggunaannnya di lakukan secara berlebihan. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat (Fennema, 1996). Menurut Tranggono et al (1991), bahwa CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk, mudah larut dalam air panas dan air dingin. Proses pemanasan dapat menyebabkan pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible).

39 21 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Januari 2011 bertempat di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kimia, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Organoleptik, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku utama adalah rumput laut kering jenis E. cottonii yang dipanen dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan umur panen 45 hari, pencucian dengan air laut, pengeringan secara alami diatas para-para bambu atau terpal plastik. Bahan yang digunakan untuk ekstraksi karaginan adalah KOH, celite/tanah diatomik, dan KCl. Bahan untuk membuat sirup markisa yaitu buah markisa, karaginan hasil ekstraksi, gula pasir, CMC-Na, Na-Benzoat, Na-metabisulfit dan asam sitrat. Bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk analisis kimia yang diperlukan untuk analisis di laboratorium. Peralatan yang digunakan adalah kompor, panci, timbangan, filter press, press hydraulic, hot plate, stirrer, Erlenmeyer, grinder, pengaduk, thermometer, kertas ph, ph meter, hot plate, gelas ukur, Texture Analyzer by TA- Viscometer Brookfield, KeTT digital whiteness meter model C-100, Colorimeter DR/890, alat pengering, kertas saring, serta peralatan laboratorium untuk pengujian mikrobiologi dan organoleptik sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan. 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu 1) penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl yang terbaik, 2) penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan yaitu tahapan untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan, 3) penelitian aplikasi karaginan yaitu aplikasi karaginan yang dihasilkan pada pembuatan sirup markisa yang bertujuan sebagai pengental dan penstabil. Alur penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.

40 22 Penelitian pendahuluan Mulai Rumput laut E.cottonii Ekstraksi rumput laut dengan presipitasi larutan KCl Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2% Konsentrasi terbaik Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa) Penelitian optimasi proses Ekstraksi rumput laut : Perb. air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Kons larutan KCl : 1 dan 1.5 % Suhu presipitasi : 15 dan 30 o C Perlakuan terpilih Analisis Sifat Fisik Kimia : 1. Rendemen 2. Viskositas 3. Kekuatan gel 4. Kadar air 5. Kadar abu 6. Kadar abu tak larut asam 7. Kadar sulfat 8. Derajat putih Penelitian aplikasi karaginan Aplikasi karaginan pada pembuatan sirup markisa (3.2, 3.9, 4.4, 5.0%) Sirup markisa terpilih (4.4%) Analisis : 1. ph 2. Viskositas 3. Kekeruhan 4. Total gula (sukrosa) Analisis : 1. Total mikroba 2. Organoleptik (perbandingan pasangan) Selesai Gambar 8 Diagram alir penelitian secara keseluruhan

41 Penelitian pendahuluan Penelitian tahap ini bertujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl yang terbaik, dalam hal ini digunakan 4 variabel konsentrasi yaitu : 0.5, 1, 1.5 dan 2%. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9. Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput laut jenis lainnya yang tidak diinginkan. 2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 80±5 o C. 3. Pencucian hingga ph netral 4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air selama 2 jam pada suhu 90±5 o C. 5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga diperoleh filtrat rumput laut yang murni. 6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi 0.5, 1, 1.5 dan 2%. 7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan. 8. Penyaringan serat karaginan hasil presipitasi dari larutan KCl setelah perendaman selama ±15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan. 9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic selama ± 30 menit. 10.Pengeringan serat karaginan dibawah sinar matahari. Data yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ini bersifat sensori atau secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa) sehingga analisa data tidak dilakukan.

42 24 Mulai Rumput laut E.cottonii Pencucian Pemasakan dengan larutan alkali KOH 8% pada suhu 80±5 o C selama 2 jam Netralisasi (Pencucian hingga ph netral) Ekstraksi Perb air: 1:40 Suhu 90±5 o C selama 2 jam Filtrasi Filtrat Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2% Pengadukan selama 15 menit (terbentuk serat karaginan) Serat karaginan Penyaringan serat karaginan Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa) Pengepresan Pengeringan dengan sinar matahari Karaginan kering Selesai Gambar 9 Diagram alir penelitian pendahuluan

43 Penelitian optimasi proses ekstraksi Tahapan ini untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan. Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 10. Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput laut jenis lainnya yang tidak diinginkan. 2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 80±5 o C. 3. Pencucian hingga ph netral 4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air dengan perbandingan 20, 30 dan 40 kali selama 2 jam pada suhu 90±5 o C. 5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga diperoleh filtrat rumput laut yang murni. 6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi 1 dan 1.5% pada suhu 15 dan 30 o C. 7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan. 8. Penyaringan filtrat hasil presipitasi dari larutan KCl setelah perendaman selama ±15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan. 9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic selama ± 30 menit. 10.Pengeringan dan Penepungan : Serat-serat karaginan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 1-2 hari. Menurut Banadib dan Khoiruman, 2009, bahwa suhu optimum proses pengeringan karaginan yaitu 55 o C. Anggadiredja (2008), lama pengeringan sebaiknya selama jam. Selanjutnya digiling dengan alat penggilingan (grinder) sehingga diperoleh tepung karaginan.

44 26 Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 3 faktor, yaitu: Faktor 1 : Perbandingan jumlah air proses ekstraksi yang digunakan. Pada penelitian ini ada 3 perbandingan air yang digunakan yaitu 20, 30 dan 40 kali. Faktor 2 : Konsentrasi KCl yaitu 1 dan 1.5% Faktor 3 : Suhu presipitasi yaitu 15 dan 30 o C Percobaan diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut : Yijk= µ + αi + Β J + Ck + (αc)ik + (βc)jk + (αβc)ijk + εijk Dimana : Y ikj = respon setiap variabel pengamatan µ = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan αi = pengaruh perbandingan air taraf ke-i (i=1.2.3) Βj = pengaruh konsentrasi KCl taraf ke-j (j=1.2) Ck = pengaruh suhu ke-k (k=1.2) (αc)ik = pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3) dengan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) (βc)jk = pengaruh interaksi konsentrasi KCl ke-j (j=1.2) dengan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) (αβc)ijk= pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3). konsentrasi KCl ke-j (j=1.2.3) dan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) εij = galat dari percobaan. Data diperoleh dari hasil pengukuran rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, dan derajat putih. Data dianalisa dengan metode univariate general model dengan program SPSS versi 17. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaaan 95%.

45 27 Mulai Rumput laut E.cottonii Pencucian Ekstraksi I Pemasakan dengan larutan KOH 8% suhu 80±5 o C selama 2 jam Netralisasi (Pencucian hingga ph netral) Ekstraksi II Perb air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Suhu 90±5 o C selama 2 jam Filtrasi dengan filter press Filtrat Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 1 dan 1.5% Suhu: 15 dan 30 o C Pengadukan selama 15 menit (terbentuk serat karaginan) Serat karaginan Penyaringan serat karaginan Pengepresan Pencabikan Pengeringan dengan sinar matahari Penepungan Tepung karaginan Selesai Analisis : 1 Rendemen 2 Viskositas 3 Kekuatan gel 4 Kadar air 5 Kadar abu 6 Kadar abu tidak larut asam 7 Kadar sulfat 8 Derajat putih Gambar 10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan analisis yang dilakukan

46 Penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa Penelitian tahap ini adalah aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa. Diagram alir proses pembuatan markisa dapat dilihat pada Gambar 11. Proses pembuatan sirup mengikuti proses pengolahan sirup markisa teknologi tepat guna agroindustri kecil (2010), Kementrian Riset dan Teknologi Div. Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Prosesnya yaitu : 1. Pencucian dan penirisan buah markisa selanjutnya dilakukan pemotongan kulit buah dan pengerukan isi untuk mengeluarkan seluruh isi buah. 2. Pemblenderan dan penyaringan sari buah dengan kain saring untuk mendapatkan sari buah yang diinginkan. 3. Sirup sari buah markisa. 4. Untuk membuat sirup, penambahan Na-metabisulfit, Na-Benzoat dan karaginan hasil ekstraksi pada sari buah markisa. Setelah tercampur, gula dan asam sitrat secara perlahan dimasukkan. Pemanasan sampai suhu 85±5 o C dan dipertahankan selama 15 menit sambil terus diaduk hingga merata. Pasteurisasi, exhausting kemudian pengemasan dalam botol. 5. Penyimpanan selama 3 hari pada suhu ruang dilakukan sebelum analisa dimulai. Proses ini bertujuan untuk mengamati kestabilan sirup dimana tidak terjadi pengendapan dan pembentukan gel dan melihat sejauh mana keberhasilan formula karaginan yang ditambahkan dalam sirup markisa. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang berpengaruh adalah persentase karaginan yang ditambahkan pada pembuatan sirup markisa yaitu 3.3, 3.9, % dan markisa komersil sebagai kontrol. Percobaan diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut : Yij = µ + αi + εij Dimana : Y ij = respon setiap variabel pengamatan µ = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan αi = pengaruh penambahan konsentrasi karaginan taraf ke-i (i=1,2,3,4) εi = galat dari percobaan. Data dianalisa dengan metode univariate general model dengan program SPSS versi 17. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaaan 95%.

47 29 Mulai Buah markisa (Dicuci, dipotong kulit buah dan dikeruk isinya) Pemblenderan dan ekstraksi sari buah (menggunakan kain saring) Sari buah markisa Komposisi (%) Bahan Formulasi A Formulasi B Formulasi C Formulasi D Sari Markisa Nametabisulfit Na-Benzoat Asam sitrat Karaginan Gula Pemanasan suhu 65±5 o C selama 15 menit Pembotolan Penyimpanan 3 hari pada suhu ruang Sirup markisa terpilih Analisis : 1 ph 2 Viskositas 3 Kekeruhan 4 Total gula Analisis : 1 Total mikroba 2 Organoleptik (perbandingan pasangan) Selesai Gambar 11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan analisis yang dilakukan

48 Prosedur Analisa Analisa Karaginan Karaginan yang dihasilkan kemudian dianalisis rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat dan derajat putih Rendemen (AOAC, 1984) Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan ratio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering. Rendemen = Berat karaginan x 100 % Berat rumput laut kering Viskositas (FMC Corp, 1977) Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise = 100 cp). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang bersangkutan. Pengukuran viskositas dengan menggunakan alat Viscometer Brookfield. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1.5% (b/b) dipanaskan di atas hot plate sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 80 o C. Viscometer dihidupkan dan suhu larutan diukur. ketika suhu larutan mencapai 75 o C dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala Pembacaan dilakukan setelah putaran penuh 8 kali untuk spindel no.2 dengan rpm 60. Hasil pembacaan digandakan 5 kali untuk spindel no. 2 bila dijadikan centipoises Kekuatan Gel (FMC Corp, 1977) Contoh karaginan sebanyak 3 gr dilarutkan dengan 197 gr air. Berat semua larutan ditetapkan menjadi 200 gr sehingga konsentrasi larutan menjadi 1.5% (b/b). Larutan lalu dipanaskan diatas hot plate dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 o C atau suhu gelatinisasi yaitu suhu dimana larutan polisakarida menjadi lebih kental karena kemampuan mengikat air.. Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 o C (suhu pendingin) selama ± 12 jam. Setelah membentuk gel. kekuatannya diukur dengan alat TX texture analyzer.

49 Kadar air (AOAC, 1995) Karaginan sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen yang telah dikeringkan pada suhu 105 o C selama 1 jam. Cawan porselen yang berisi contoh kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 4 jam. Jika I 1 adalah bobot contoh dan I 2 adalah bobot contoh setelah dikeringkan. maka : % Kadar air = I 1 I 2 berat sampel x 100 % Kadar abu (AOAC, 1995) Karaginan sebanyak kurang lebih 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen (B) yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 o C sampai bebas dari arang. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai bobot akhir (A). % Kadar abu = A B Berat sampel x 100 % Kadar abu tak larut asam (AOAC, 1995) Karaginan yang telah diabukan dididihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit. Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan menggunakan kertas saring tidak berabu. Kertas saring lalu diabukan dalam tanur pada suhu 550 o C, lalu didinginkan dalam desikator untuk selanjutnya ditimbang. % Kadar abu tidak larut asam = bobot abu berat sampel Kadar sulfat (FMC Corp. 1977) X 100 % Prinsip yang dipergunakan adalah gugus sulfat yang telah ditimbang dan diendapkan sebagai BaSO 4. Contoh ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer yang ditambahkan 50 ml HCl 0.2 N kemudian di refluks sampai mendidih selama 1 jam. Larutan kemudian ditambahkan 25 ml H 2 O 2 10% lalu di refluks kembali selama 5 jam. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl 2 10% dan kembali dipanaskan selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 o C sampai diperoleh abu berwarna putih.

50 32 Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut : Kadar sulfat (%) = P x x 100 % Berat sampel Ket : P = bobot endapan BaSO Derajat Putih (Food Chemical Codex. 1981) Alat yang digunakan adalah Whiteness Meter KeTT digital model C-100. Sampel dimasukkan dalam wadah pengukuran sampai penuh lalu tutup. Sebelumnya alat sudah disiapkan dan dihidupkan. standar petunjuk harus berada dalam posisi nol. Selanjutnya sampel dalam wadah diukur derajat putihnya dengan memasukkan dalam alat pengukur. Nilai yang terbaca pada alat menunjukkan nilai derajat putih dalam persen (warna standar alat 85.4%). Perlakuan ini dapat diulang beberapa kali sampai mendapatkan nilai rata-rata yang tepat. Analisa Sirup Markisa Nilai ph Sekitar 10 ml sampel dimasukkan alam gelas piala. diaduk secara merata. Sampel kemudian diukur nilai ph-nya dengan alat ph meter. Sebelum pengukuran. alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan air aquades pada ph 7, lalu alat dimasukkan kedalam wadah yang berisi sampel. Nilai yang tercantum pada alat merupakan hasil pengukuran ph sampel Kekeruhan Pengukuran kekeruhan air dilakukan secara turbiditas yaitu merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Sebanyak 10 ml larutan standar (aquabides) dimasukkan kedalam botol untuk selanjutnya dibaca oleh alat. Setelah nilai 0 (zero) tertera pada alat. maka botol yang berisikan sampel 10 ml yang telah dihomogenkan terlebih dahulu dimasukkan. Dengan menekan tombol read maka nilai kekeruhan larutan akan terbaca.

51 Total gula (Sukrosa) Sampel sebanyak 10 ml ditambah dengan acetonitril 10 ml diblender selama 5 menit. Setelah homogeny campuran ini isaring dengan kertas Whatman 41. Hasil saringan yang terdapat pada kertas saring lalu dikeringkan alam frezz dryer. Setelah kering, padatan (terbilang sebagai sukrosa) diencerkan dengan phase gerak (Acetonitril : air = 60 : 40). Selanjutnya sebanyak 20 ml sampel di injeksikan ke alat HPLC Analisis Mikrobiologi Total Mikroba (Angka Lempeng Total SNI ) Sebanyak 10 ml contoh dimasukkan kedalam wadah berisi 90 ml larutan butterfield s phosphate buffered. kemudian dikocok hingga homogen. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran Dengan menggunakan pipet steril pindahkan 1 ml suspensi tersebut dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml butterfield s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran Pengenceran selanjutnya (10-3 ) dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran sebelumnya. Dengan cara yang sama lakukan pengenceran selanjutnya Sebanyak 1 ml dipipet dari setiap pengenceran tersebut dan dimasukkan kedalam cawan petri steril dan dilakukan secara duplo. Tambahkan ml PCA yang sudah didinginkan kedalam masing-masing cawan yang berisi larutan contoh. Agar larutan contoh dan media PCA tercampur seluruhnya maka dilakukan pemutaran cawan. Cawan di inkubator selama jam. Kemudian hitung cawan-cawan yang mempunyai jumlah koloni dengan alat penghitung koloni atau Hand Tally Counter. Analisa mikrobiologi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu minggu pertama dan minggu ketiga Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan terhadap karaginan adalah uji perbandingan berpasangan, dimana formula terpilih kemudian dilakukan uji perbandingan pasangan dengan produk komersial. Pada uji perbandingan pasangan, panelis melakukan penilaian berdasarkan formulir isian dengan memberikan angka berdasarkan skala kelebihan, yaitu lebih baik atau lebih buruk. Penilaian uji berpasangan berupa angka. yaitu -3 = sangat lebih buruk. -2 = lebih buruk. -1 = agak lebih buruk. 0 = tidak berbeda. 1 = agak lebih baik. 2 = lebih baik. 3 = sangat lebih baik.

52 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian pendahuluan Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui kisaran konsentrasi larutan KCl yang optimal pada pemisahan karaginan sehingga proses dapat berjalan secara efisien dan efektif. Pengamatan dilakukan dengan melihat struktur karaginan yang terbentuk pada saat proses presipitasi terjadi dimana variasi konsentrasi larutan KCl adalah 0.5; 1; 1.5; dan 2%. Pada Tabel 7 terlihat bahwa pada konsentrasi KCl 0.5% struktur karaginan yang terbentuk begitu rapuh sehingga bentuknya seperti bubur, bahkan pada saat disaring karaginan masih dapat lolos melewati saringan. Sebaliknya pada konsentrasi KCl 2% menghasilkan struktur karaginan yang kokoh dan keras. Smidsrod et al (1980) berpendapat bahwa mekanisme pembentukan gel yang benar adalah melalui dua tahap proses yaitu dimulai dengan perubahan konformasi intramolekul yang tidak berhubungan dengan adanya ion-ion, kemudian diikuti oleh turunnya kelarutan dan pembentukan ikatan silang yang tergantung pada adanya ion-ion yang spesifik yang menyebabkan struktur gel terbentuk. Adapun kation-kation yang berkemampuan untuk mengimbas pembentukan gel karaginan adalah K +, Rb +, dan Ca + Kappa-karaginan sensitif terhadap ion K + dan membentuk gel yang kuat dengan adanya garam kalium. Ion K + dapat meningkatkan kekuatan gel. Hal ini disebabkan karena kemampuan ion K + yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan ionik dalam rantai polimer karaginan sehingga gaya antar molekul terlarut semakin besar yang menyebabkan keseimbangan antara ion-ion yang larut dengan ion-ion yang terikat di dalam struktur karaginan dapat membentuk gel. Semakin tinggi konsentrasi ion K + semakin tinggi pula kekuatan gel yang dihasilkan, namun konsentrasi yang diberikan sebaiknya perlu diperhatikan karena konsentrasi yang berlebihan akan menurunkan kekuatan gel, karena konsentrasi jenuh dari ion K + menyebabkan keseimbangan antar ion semakin sulit tercapai (Imeson, 2000). Konsentrasi KCl 2% secara struktur memberi hasil yang paling baik akan tetapi karaginan yang dihasilkan memberikan rasa sepat pada produk. Rasa sepat

53 35 dengan sedikit pahit dihasilkan pada karaginan presipitasi larutan KCl 2%. Hal ini tentu akan memberi pengaruh apabila ditambahkan pada suatu produk. Rasa sepat dengan sedikit pahit pada karaginan merupakan pengaruh dari konsentrasi KCl yang berlebihan. Menurut Gaman dan Sherrington (1994), bahwa pangan yang bersifat alkali jumlahnya cukup sedikit hal ini disebabkan karena sifat alkali yang berasa pahit walaupun dalam konsentrasi yang sedikit. Konsentrasi larutan KCl 1 dan 1.5 % dipilih yang terbaik walaupun secara struktur tidak lebih keras dari KCl 2% tapi tidak sampai menimbulkan rasa sepat pada karaginan yang dihasilkan. Selain itu secara proses cukup optimal dilakukan karena hanya membutuhkan waktu yang singkat karaginan dapat tersaring dan proses pengepresan berjalan lebih mudah. Tabel 7 Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl Konsentrasi Hasil Pengamatan Gambar Larutan (%) 0.5 Karaginan terbentuk sangat lambat, bening kecoklatan, bentuk bubur, tidak ada rasa. 1 Karaginan terbentuk lambat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, sedikit keras, tidak ada rasa. 1.5 Karaginan terbentuk agak cepat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, agak keras, tidak ada rasa. 2 Karaginan terbentuk cepat, bening kecoklatan, bentuk tidak beraturan, keras, ada rasa pahit/getir 4.2 Penelitian optimasi proses Karaginan merupakan getah rumput laut dari jenis E. cottonii yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali panas. Rumput laut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan karaginan berasal dari perairan Kabupaten Takalar. Perbandingan air yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:20; 1:30; 1:40 dengan konsentrasi KCl 1 dan 1.5% pada suhu 15 dan 30 o C. Tahapan ini bertujuan mengetahui jumlah perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu ekstraksi yang optimal sehingga dapat mengurangi biaya produksi tanpa

54 36 mempengaruhi mutu karaginan. Setiap proses sangat menentukan mutu karaginan yang dihasilkan. Penentuan kondisi optimal dipilih berdasarkan parameter rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, kadar sulfat dan derajat putih, yang sesuai dengan standar mutu karaginan. Adapun contoh karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat Gambar 12. Gambar 12 Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung Rendemen karaginan Efektif dan efisien tidaknya proses ekstraksi pembuatan karaginan dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen karaginan adalah berat karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara % (Gambar 13). Hasil ini masih dibawah nilai rendemen yang dilaporkan oleh Lestari (2004) yaitu berkisar antara %. Tetapi lebih tinggi bila dibandingkan penelitian terdahulu (Purnama, 2003) yang melaporkan bahwa perbandingan air 1:40 menghasilkan rendemen yang terbaik yaitu 20.20%. A : KCl1% ; 15 o C B : KCl 1% ; 30 o C C : KCl 1.5% ; 15 o C D : KCl 1.5% ; 30 o C Gambar 13 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap rendemen karaginan rumput laut E. cottonii

55 37 Nilai rendemen tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 15 o C dan perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1% dan suhu 30 o C. Rendemen tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar persyaratan minimum rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989), yaitu sebesar 25%. Rendemen dengan perbandingan air 1:40 lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan air 1:20 ataupun 1:30. Hal ini disebabkan karena larutan encer yang terbentuk dari ekstraksi dengan menggunakan jumlah air 40 kali berat bahan baku kering dapat lebih mudah menembus pori-pori saringan alat filtrasi, sehingga karaginan yang terlarut didalamnya pun dapat dengan mudah lolos melalui poripori saringan. Sedangkan larutan yang lebih kental akan lebih sulit untuk menembus pori-pori saringan sehingga karaginan yang terlarut didalamnya tidak dapat lolos dan tertahan bersama serat-serat kasar lainnya. Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh perbandingan jumlah air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi dan interaksi ketiganya tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap rendemen. Hal ini disebabkan pada proses penepungan banyak karaginan yang terbuang karena alat yang kurang maksimal. Rendemen yang diperoleh diduga bisa lebih banyak lagi apabila kerja alat yang digunakan pada tahap penepungan bisa bekerja secara efektif. Sisa rendemen yang berkisar ±70% belum dimanfaatkan secara maksimal, hal tersebut dikarenakan karena ampas hasil filtrasi langsung dibuang ke tempat pembuangan Viskositas karaginan Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya diukur pada suhu 75 o C dengan konsentrasi 1.5% (FAO. 1990). Rata-rata viskositas karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara cp. Nilai viskositas tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:20, KCl 1%. Nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO yaitu minimal 5 cp dan maksimal 800 cp.

56 38 Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas yang dihasilkan. Demikian pula dengan interaksi keduanya. sedangkan suhu presipitasi berikut interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap viskositas karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap viskositas karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 14. A : KCl1% ; 15 o C B : KCl 1% ; 30 o C C : KCl 1.5% ; 15 o C D : KCl 1.5% ; 30 o C Gambar 14 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap viskositas karaginan rumput laut E. cottonii Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:20 berbeda nyata dengan perbandingan air 1:30 dan 1:40. Konsentrasi KCl 1% berbeda nyata dengan KCl konsentrasi 1.5%. Berdasarkan jumlah perbandingan air, terlihat bahwa semakin sedikit perbandingan air maka viskositas semakin meningkat. Peristiwa ini terjadi disebabkan karena kandungan sulfat yang bermuatan negatif semakin banyak melakukan tolakan (repulsion) satu sama lain sehingga air yang berada disekitar polimer jika jumlahnya lebih sedikit akan lebih mudah terimobilisasi yang menyebabkan larutan bersifat kental yang juga berarti viskositas larutan tinggi (Towle, 1973). Konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Adanya ion K + yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun. sehingga sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Konsentrasi KCl yang tinggi menyebabkan nilai viskositas larutan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Basmal et al

57 39 (2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% nilai viskositasnya lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi KCl 3 dan 3.5% Kekuatan gel karaginan Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan karaginan sangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun non pangan. Kekuatan gel karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara g/cm 2 yang masing-masing dihasilkan pada perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 30 o C dan perlakuan perbandingan air 1:20, KCl 1.5% dan suhu 30 o C. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel yang dihasilkan, namun interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata. Interaksi konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kekuatan gel yang berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kekuatan gel karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 15. A : KCl1% ; 15 o C B : KCl 1% ; 30 o C C : KCl 1.5% ; 15 o C D : KCl 1.5% ; 30 o C Gambar 15 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kekuatan gel karaginan rumput laut E. cottonii Mekanisme pembentukan gel terdiri dari dua tahap proses yaitu dimulai dengan perubahan konfirmasi intramolekuler yang tidak berhubungan dengan ionion, kemudian diikuti oleh pembentukan silang yang tergantung pada adanya ion-

58 40 ion spesifik yang menyebabkan struktur gel terbentuk. Kation spesifik yang mampu mengimbas pembentukan gel pada kappa-karaginan adalah ion K +. Ion ini juga berfungsi sebagai bahan pengikat antar rantai polimer karaginan dengan memperkuat struktur tiga dimensi sehingga polimer tersebut akan mempertahankan bentuknya bila dikenai tekanan. Data ini didukung oleh penelitian terdahulu oleh Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan bahwa konsentrasi KCl 2% memiliki kekuatan gel 1279 g/cm 2. Adanya 3.6-anhidrogalaktosa menyebabkan sifat anhidrofilik sehingga konsentrasi perbandingan air yang lebih sedikit menyebabkan ikatan antar rantai polimer karaginan semakin kuat karena jumlah air yang lebih sedikit memudahkan pembentukan heliks rangkap sehingga pembentukan gel lebih cepat tercapai Kadar air karaginan Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air dalam karaginan. Syarief dan Hariyadi (1993) menyatakan bahwa peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan reaksi-reaksi nonenzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. Hasil pengukuran kadar air pada penelitian ini berkisar antara %. Kadar air karaginan yang terendah dihasilkan pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:40, KCl 1.5% dan suhu 15 o C dan kadar air tertinggi diperoleh dari perbandingan air 1:20, KCl 1% dan suhu 30 o C. Namun keduanya masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh FAO yaitu maksimum 12%. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan, namun interaksi perlakuannya memberikan pengaruh yang tidak nyata. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi menberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan.

59 41 A : KCl1% ; 15 o C B : KCl 1% ; 30 o C C : KCl 1.5% ; 15 o C D : KCl 1.5% ; 30 o C Gambar 16 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas terhadap kadar air karaginan rumput laut E. cottonii Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kadar air terendah dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 16. Meningkatnya kandungan air rumput laut berkorelasi positif dengan meningkatnya kandungan air karaginan. Kandungan air pada karaginan yang dihasilkan diduga merupakan air terikat (fisik dan kimia), sedangkan air bebas kemungkinan telah menguap. Perbandingan air yang lebih sedikit menyebabkan kadar air semakin meningkat, hal ini disebabkan karena air yang sedikit akan terikat secara kimia sehingga sulit untuk diuapkan, sebaliknya dengan perbandingan air yang lebih tinggi dimana jumlah air yang banyak menyebabkan jumlah air bebas juga banyak sehingga lebih mudah mengalami proses penguapan, selain itu senyawa-senyawa yang ikut terlarut didalamnya ikut menguap ketika dipanaskan. Rendahnya kadar air karaginan yang diperoleh diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dari karaginan Kadar abu karaginan Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. dan berhubungan dengan mineral suatu bahan. Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Apriyantono et al, 1989). Rata-rata kadar abu karaginan yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara Kadar abu karaginan hasil ekstraksi meskipun cukup tinggi karena hampir mencapai pada batas yang ditentukan tetapi masih memenuhi standar karaginan yang telah ditetapkan oleh

60 42 FAO yaitu sekitar 15 40%, namun tidak sesuai dengan standar karaginan yang ditetapkan oleh Food Chemical Codex (FCC) yaitu 35%. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 17. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air dan konsentrasi KCl memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air karaginan yang dihasilkan. Interaksi perlakuan antara perbandingan air dan suhu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan. Demikian pula interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap karaginan hasil ekstraksi. Berdasarkan uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:40 mempunyai kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:30. Konsentrasi KCl 1 dan 1.5% memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karaginan. A : KCl1% ; 15 o C B : KCl 1% ; 30 o C C : KCl 1.5% ; 15 o C D : KCl 1.5% ; 30 o C Gambar 17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu karaginan rumput laut E. cottonii Semakin tua umur panen maka kadar abu karaginan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut berada dalam perairan, maka semakin banyak kandungan garam-garam mineral yang diserap oleh rumput laut yang dapat menyebabkan kadar abu karaginan meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana rumput laut yang digunakan mempunyai umur panen 45 hari sehingga kandungan mineral pada karaginan yang dihasilkan cukup tinggi. Suryaningrum et al (1991) menyatakan bahwa tingginya kadar abu karaginan karena sebagian besar berasal dari garam dan mineral lainnya yang menempel pada rumput laut. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar abu, diduga disebabkan oleh air hujan dan air dari sungai yang masuk ke perairan tempat budidaya.

61 43 Berdasarkan pada perbandingan air yang digunakan maka perbandingan air yang tinggi menghasilkan kadar abu yang tinggi pula. Kondisi ini dapat disebabkan karena air yang digunakan selama proses ekstraksi karaginan mengandung mineral lain karena air yang digunakan adalah air biasa dan bukan merupakan air murni, sehingga tidak menutup kemungkinan semakin banyak jumlah air yang digunakan maka kadar abu juga semakin meningkat. Adanya ion kalium pada penggunaan KCl pada proses presipitasi diduga merupakan penyebab tingginya kadar abu karaginan yang diperoleh pada penelitian ini. Winarno (1996) mengemukakan bahwa kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar. Peningkatan kadar abu paralel dengan peningkatan konsentrasi KCl yang digunakan sebagai bahan untuk presipitasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Purnama (2003) yang melaporkan kadar abu 37.69% pada karaginan yang diekstrak dengan KCl 1% Kadar abu tak larut asam karaginan Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan (Basmal et al, 2003). Rata-rata kadar abu tidak larut asam karaginan yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara Nilai kadar abu tak larut asam karaginan hasil ekstraksi tertinggi dan terendah berturut-turut diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:30, KCl 1.5% dan suhu 30 o C dan terendah pada perlakuan perbandingan air 1:30. KCl 1.5% dan suhu 15 o C. Kadar abu tak larut asam yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh EEC yaitu maksimum 2% sedangkan FAO dan FCC menetapkan maksimum 1%. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi dalam suatu produk menunjukkan adanya residu mineral atau logam yang tidak dapat larut dalam asam seperti silika (Si), yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu dan pasir. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu presipitasi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu tak larut asam karaginan. Interaksi perbandingan air dan suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi

62 44 KCl dan suhu memberi pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar abu tak larut asam karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 18. A : KCl1% ; 15 o C B : KCl 1% ; 30 o C C : KCl 1.5% ; 15 o C D : KCl 1.5% ; 30 o C Gambar 18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar abu tak larut asam karaginan rumput laut E. cottonii Uji lanjut BNT 5% menunjukkan bahwa suhu presipitasi 15 o C memberikan nilai kadar abu tak larut asam yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan suhu 30 o C. Hal ini diduga karena pada suhu yang lebih rendah zat-zat organik dan anorganik tidak larut asam seperti silika dan logam-logam kasar yang terdapat dalam larutan karaginan tidak dapat tereduksi secara optimal selama proses pengolahannnya Kadar sulfat karaginan Kadar sulfat merupakan parameter yang digunakan untuk berbagai jenis yang terdapat alam rumput laut merah (Winarno, 1996). Hasil ekstraksi rumput laut bisa dibedakan berdasarkan kandungan sulfat. Agar-agar mengandung sulfat tidak lebih 3-4% dan karaginan berkisar antara 18-40% (Glicksman, 1983). Kadar sulfat tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan perbandingan air 1:20. KCl 1.5% dan suhu 15 o C dan terendah pada perlakuan perbandingan air 1:40. KCl 1.5% dan suhu 30 o C. Kadar sulfat yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara %. Nilai kadar sulfat tersebut masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan FAO dan FCC yaitu 15-40%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan air memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sulfat karaginan. Interaksi perbandingan air dan suhu serta interaksi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu memberi pengaruh nyata pada karaginan yang dihasilkan. Uji lanjut BNT 5% menunjukkan

63 45 bahwa perbandingan air 1:20 berbeda nyata dengan perbandingan air 1:30 dan 1:40. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap kadar sulfat karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 19. A : KCl1% ; 15 o C B : KCl 1% ; 30 o C C : KCl 1.5% ; 15 o C D : KCl 1.5% ; 30 o C Gambar 19 Pengaruh perbandingan air. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap kadar sulfat karaginan rumput laut eucheuma cottonii Berdasarkan Gambar 19, terlihat bahwa semakin kecil perbandingan air maka kadar sulfat semakin meningkat. Hal ini diduga bahwa pada konsentrasi yang lebih pekat menyebabkan lebih banyak gaya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif, sehingga rantai polimer menjadi kaku dan tertarik kencang sehingga akan terjadi peningkatan viskositas (Moirano, 1977). Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositas juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Peningkatan kadar air dan umur panen rumput laut akan menurunkan viskositas larutan karaginan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kandungan sulfat (Suryaningrum, 1989) Derajat putih karaginan Derajat putih merupakan gambaran secara umum dari warna suatu bahan pada umumnya (Food Chemical Codex. 1981). Warna kecoklatan pada karaginan dapat disebabkan masih adanya selulosa. pigmen fikoeritin dan fikosianin. Sebagai sebagai komponen yang tidak larut air, selulosa juga menyebabkan warna karaginan menjadi keruh (Imeson. 2000). Rata-rata nilai derajat putih karaginan berkisar antara %. sedangkan standar alat pengukuran derajat putih yang digunakan adalah 85.4%. Perlakuan dengan nilai derajat putih terendah dan tertinggi berturut-turut adalah perlakuan dengan perbandingan air 1:30, konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi 30 o C dan perbandingan air 1:40, konsentrasi KCl 1.5% dan suhu presipitasi 15 o C. Hasil sidik ragam menunjukkan perbandingan air berpengaruh nyata terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan sedangkan

64 46 konsentrasi KCl dan suhu presipitasi tidak berpengaruh nyata terhadap derajat putih karaginan. Demikian pula interaksi antar perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan yang diterapkan terhadap derajat putih karaginan yang dihasilkan terlihat pada Gambar 20. A : KCl1% ; 15 o C B : KCl 1% ; 30 o C C : KCl 1.5% ; 15 o C D : KCl 1.5% ; 30 o C Gambar 20 Pengaruh perbandingan air. konsentrasi KCl dan suhu presipitasi terhadap derajat putih karaginan rumput laut eucheuma cottonii. Uji lanjut lanjut 5% menunjukkan bahwa perbandingan air 1:30 memberikan derajat putih yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan perbandingan air 1:20 dan 1:40. Selama proses berlangsung suasana basa dari KOH dapat mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Proses pencoklatan yang terjadi pada pembuatan karaginan ini termasuk pencoklatan non enzimatis, yaitu reaksi Maillard. Menurut Winarno (1990), reaksi Maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer atau asam amino. Secara kimia proses pemutihan adalah oksidasi atau reduksi ikatan rangkap pada senyawa pembentuk warna. Proses penyaringan pada pengolahan karaginan bertujuan memisahkan serat kasar dengan filtrat dari rumput laut. Terpisahnya serat kasar berwana coklat semakin cerah warna filtrat yang dihasilkan. Hal lain yang mempengaruhi derajat putih adalah teknik pengeringan karaginan. Pengaruh cuaca sangat berpengaruh terhadap kualitas matahari yang digunakan pada proses pengeringan. Diduga rendahnya kualitas derajat putih pada beberapa produk karaginan yang dihasilkan karena pengeringan lebih banyak

65 47 dilakukan didalam ruangan karena cuaca yang kurang baik selama proses pengeringan dilakukan Karakteristik karaginan terpilih Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan perbandingan air 1:20. konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi 30 o C terpilih sebagai proses yang optimal untuk ekstraksi karaginan presipitasi KCl yang mutunya sesuai dengan standar FAO, FCC maupun EEC. Penggunaan jumlah perbandingan air yang lebih sedikit mampu menghasilkan mutu karaginan yang lebih baik, sehingga dapat menghemat penggunaan air. Pemakaian KCl 1% menghasilkan mutu karaginan yang tidak jauh berbeda dengan KCl 1.5% sehingga terdapat penghematan penggunaan bahan kimia, khususnya peranan IPA sebagai bahan presipitasi yang harganya relatif mahal dapat mulai tergantikan. Suhu 30 o C menghasilkan mutu yang tidak jauh berbeda dengan presipitasi suhu 15 o C sehingga penggunaan energi yang berlebih dapat ditekan. Keuntungan lain yang diperoleh dari penelitian optimasi proses ini adalah waktu ekstraksi yang lebih singkat, mengingat bahwa proses ekstraksi untuk memperoleh karaginan umumnya dilakukan selama 3-4 hari, sedangkan pada optimasi proses ini karaginan dapat diperoleh hanya dalam waktu sehari untuk dikemudian dikeringkan esok harinya. Perlakuan terpilih yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu (Tabel 8) yang dilaporkan oleh Basmal, et al (2009). terlihat adanya perbedaan pada viskositas dan kadar air. Tabel 8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan Karaginan Karaginan Basmal et al Karaginan Parameter (KCl) (IPA) (2009) standar FAO Kekuatan gel (g/cm 2 ) a b Viskositas (cps) 150 a b 33 Min 15 Kadar air (%) 9.73 a 9.02 a Maks 12 Kadar abu (%) a b Kadar abu tak larut 0.83 a 0.52 a 0.76 Maks 1 asam (%) Kadar sulfat (%) a a Derajat putih (%) a b - Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a.b) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

66 48 Penggunaan konsentrasi KCl 2% yang digunakan pada penelitian Basmal. et al tersebut diduga memberi pengaruh terhadap mutu karaginan yang dihasilkan khususnya pada viskositas karaginan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnama (2003) yang menyatakan bahwa konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Adanya ion K + yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun. sehingga sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi KCl yang tinggi menyebabkan nilai viskositas larutan semakin menurun. Karaginan dengan proses presipitasi KCl terpilih yang diperoleh dibandingkan dengan karaginan presipitasi IPA hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 8), terlihat bahwa kekuatan gel karaginan presipitasi KCl sebesar g/cm 2 lebih besar dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar g/cm 2. Nilai kekuatan gel yang diperoleh pada penelitian optimasi proses ini cukup tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan air 1:20, konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi 30 o C cukup efektif untuk meningkatkan kekuatan gel karaginan. Tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya ion K + pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K + pada konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel karaginan (Basmal et al, 2009). Nilai viskositas pada Tabel 8, terlihat bahwa karaginan presipitasi KCl sebesar 145 cps lebih kecil dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar cps. Hal ini disebabkan karena adanya ion K + yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Nilai viskositas yang dihasilkan penelitian ini cukup tinggi dibandingkan nilai viskositas yang diperoleh pada beberapa penelitian sebelumnya yang biasanya dibawah 100 cp, misalnya Syamsuar (2006) melaporkan nilai viskositas yang diperoleh yaitu 54 cp atau Basmal et al (2009) memperoleh nilai viskositas sebesar 33 cp.

67 49 Hasil pengukuran kadar air (Tabel 8). diperoleh nilai karaginan presipitasi KCl 9.73% dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 9.02%. Kadar air karaginan keduanya memenuhi kisaran yang ditetapkan oleh FAO, FCC maupun ECC yaitu maksimum 12%. Tinggi rendahnya kadar air karaginan diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya kadar air rumput laut menyebabkan kadar air karaginan yang dikandungnya juga tinggi. Kadar abu karaginan presipitasi KCl (Tabel 8) sebesar 27.88% dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 20.91%. Tingginya kadar abu pada karaginan presipitasi KCl diduga karena pengaruh kondisi bahan baku. umur panen dan metode ekstraksi. yaitu pada proses presipitasi dengan menggunakan KCl. Hal ini sesuai yang dinyatakan Winarno (1997), bahwa ion kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar (abu). Namun kadar abu karaginan baik presipitasi KCl maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan maksimum 35%. Kadar abu tidak larut asam karaginan presipitasi KCl sebesar 0.83% dan karaginan presipitasi IPA sebesar 0.52%. Tabel 8, menunjukkan bahwa karaginan presipitasi KCl tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA. Tingginya kadar abu tidak larut asam pada kedua karaginan diduga karena mineral atau logam tidak larut asam yang terdapat dalam karaginan tidak tereduksi secara optimal pada saat pengolahan. Selain itu, teknik penyaringan yang memungkinkan adanya filter aid yang lolos ke dalam filtrat yang akan teranalisis sebagai kadar abu tidak larut asam. Nilai kadar sulfat (Tabel 8) karaginan presipitasi KCl sebesar % dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar %. Kandungan sulfat menyebabkan gaya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif, sehingga rantai polimer kaku dan tertarik kencang sehingga terjadi peningkatan viskositas. Kadar sulfat yang dihasilkan dari karaginan presipitasi KCl maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh EEC dan FAO sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan 18-40%. Hasil pengukuran derajat putih karaginan presipitasi KCl sebesar % sedangkan karaginan presipitasi IPA sebesar % (Tabel 8), menunjukkan

68 50 derajat putih karaginan presipitasi KCl lebih besar dan berbeda nyata dengan, karaginan presipitasi IPA. Tingginya nilai derajat putih pada karaginan presipitasi KCl disebabkan karena selama proses berlangsung suasana basa dari KOH dapat mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Selain itu, teknik pengeringan juga mempengaruhi kualitas derajat putih. 4.3 Aplikasi karaginan pada sirup markisa Sifat fisika-kimia sirup markisa Tahapan aplikasi merupakan tahapan penambahan karaginan hasil ekstraksi dalam proses pembuatan sirup markisa. Proses pembuatan sirup, buah markisa yang telah dipotong dan dikeruk isinya, kemudian diblender untuk memudahkan proses pemisahan biji dengan sari buahnya sehingga diperoleh sari buah markisa. Penyaringan dilakukan dengan cara sederhana yaitu menggunakan kain saring sehingga ada kemungkinan sari buah belum benar-benar bebas dari serat kasar. Sari buah yang diperoleh, kemudian dilakukan pasteurisasi dengan penambahan bahan tambahan makanan (BTM) dan karaginan sesuai konsentrasi. Pengawet yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan sehingga aman dan tidak membahayakan konsumen. Selama proses pasteurisasi dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan sari buah markisa dengan bahan tambahan yang telah dicampurkan sebelumnya. Komposisi penyusun sirup markisa diharapkan menyamai komposisi sirup markisa komersial sehingga dapat diterima oleh konsumen. Penentuan konsentrasi karaginan dalam pembuatan sirup markisa berdasarkan pada penelitian pendahuluan dan coba-coba (trial and error) sehingga diperoleh sirup markisa yang baik dalam hal warna, aroma, rasa dan kenampakan. Analisa fisika-kimia yang dilakukan pada sirup markisa karaginan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersial. Mutu fisik dan kimia ini sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen dan juga keuntungan yang akan dihasilkan. Hasil pengujian terhadap mutu fisik dan kimia sirup markisa dapat dilihat pada Tabel 9.

69 51 Tabel 9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil Formula Nilai ph Viskositas (cps) Kekeruhan (NTU) Total gula (%) A 3.25 a a a 70.7 a B 3.23 a b ab 54.7 b C 3.30 b b b 42.0 c D 3.39 c c b 42.3 c Markisa 3.28 b ab b 89.5 d Komersil Ket: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a,b,c dan d) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Nilai ph Derajat keasaman sangat erat kaitannya dengan perkembangan mikroba sehingga memegang peranan penting dalam pangan khususnya pada proses penyimpanan. Disamping itu ph berpengaruh terhadap cita rasa dari suatu produk (Winarno, 1993). Sirup markisa mempunyai ph asam kisaran (Pruthi dan Lal, (1959) dalam Siregar (2009)). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, penambahan konsentrasi karaginan yang berbeda memberi pengaruh terhadap derajat keasaman dari sirup markisa. Uji lanjut yang diperoleh menunjukkan bahwa variasi konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh yang nyata terhadap nilai ph sirup markisa. Uji lanjut juga menunjukkan bahwa penambahan karaginan 3.3 dan 3.9 % (formula A dan B) pada sirup markisa tidak berbeda nyata. Perlakuan C tidak berbeda nyata dengan ph markisa komersil tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A dan B. Namun secara umum, nilai ph pada produk sari buah markisa adalah asam. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh penambahan asam sitrat pada saat pengolahan. Menurut Winarno (1997), asam sitrat dapat berfungsi sebagai asidulan (senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan). Penambahan asam sitrat terutama bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavor seperti menyelubungi aftertaste yang tidak disukai, dan mencegah kristalisasi sukrosa.

70 52 Keuntungan dari sari buah yang mempunyai kadar asam yang tinggi adalah lebih awet dalam penyimpanan, mengingat bahwa ph optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah ph sekitar (Buckle et al, 1985). Viskositas Viskositas berpengaruh pada bentuk dan penerimaan rasa dari produk yang berupa cairan. Semakin tinggi nilai viskositas suatu larutan maka makin tinggi pula tingkat kekentalannya. Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap sirup markisa menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh terhadap viskositas sirup. Uji lanjut yang diperoleh memberi hasil bahwa formula A berbeda nyata dengan formula B, C dan D. Sirup komersil berbeda dengan markisa karaginan namun tidak berbeda nyata. Artinya bahwa kekentalan sirup markisa komersil dengan markisa karaginan (perlakuan A, B dan C) memiliki nilai viskositas yang tidak berbeda, walaupun tingkat kekentalan markisa lebih tinggi tetapi tidak terjadi adanya penggumpalan ataupun pembentukan gel. Eucheuma cottonii sebagai penghasil karaginan, menurut Towle (1973), bersifat kental dan viskositasnya bergantung pada konsentrasi, suhu, adanya molekul-molekul lain, jenis karaginan dan berat molekulnya. Jika konsentrasi larutan karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa nilai viskositas dari setiap perlakuan berbeda sesuai dengan banyaknya jumlah karaginan yang diberikan. Tingginya nilai viskositas yang diperoleh pada penelitian ini diduga karena adanya penambahan gula yang menyebabkan larutan menjadi lebih pekat sehingga nilai viskositasnya menjadi meningkat. Formula D menunjukkkan bahwa konsentrasi karaginan yang lebih tinggi lagi akan menyebabkan karaginan cenderung membentuk gel atau sangat kental. Keberadaan karaginan dalam sirup markisa juga mempengaruhi kestabilan larutan, dimana larutan sirup menjadi lebih homogen, walaupun dengan tingkat kekentalan yang lebih tinggi, namun fungsi sebagai penstabil pada produk sirup markisa sudah tercapai.

71 53 Kekeruhan Penampakan keruh pada sari buah dipengaruhi oleh kestabilan suspensinya (Johannes, 1973). Upaya untuk mempertahankan system dispersi tersebut dengan menambah zat penstabil yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan kecenderungan penggabungan partikel dan pengendapan. Zat penstabil yang dapat ditambahkan yaitu hidrokoloid misalnya karaginan, CMC dan lain sebagainya. Kekeruhan sirup markisa karaginan dapat dilihat dari nilai absorbansinya. Makin tinggi nilai absorbansi suatu sari buah, semakin sedikit cahaya yang diteruskan dan semakin tinggi pula tingkat kekeruhan dari sari buah. Penelitian ini, menunjukkan bahwa kekeruhan sirup markisa dipengaruhi oleh adanya penambahan karaginan. Kekeruhan dapat disebabkan bahan-bahan tersupensi yang yang bervariasi dari ukuran koloidal sampai dispersi kasar, pada pembuatan sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan tingkat kekeruhan cukup tinggi. Hal ini diduga karena pulp sari buah masih terikut dan proses penyaringan yang kurang baik. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan karaginan memberi pengaruh pada kekeruhan sirup markisa. Berdasarkan uji lanjut, markisa komersil tidak berbeda nyata dengan markisa formula C dan D, dan tidak berbeda nyata secara signifikan dengan markisa karaginan yang lainnya, menunjukkan bahwa tingkat kekeruhan buah markisa dengan adanya penambahan karaginan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kekeruhan sirup markisa komersil. Tingkat kekeruhan biasanya berdasarkan konsentrasi, warna dan partikel yang tersuspensi. Tingginya nilai kekeruhan baik pada markisa karaginan maupun markisa komersil menunjukkan bahwa pada sirup buah masih mengandung banyak sari buah (pulp) yang tidak tersaring dan tersuspensi secara baik. Selain itu, warna kuning yang cenderung gelap juga meningkatkan nilai kekeruhan, mengingat larutan standar yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan adalah aquabides dengan tingkat kejernihan yang tinggi.

72 54 Total Gula Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sukrosa adalah makanan pemanis yang paling umum di dunia industri, meskipun telah diganti dalam produksi pangan industri dengan pemanis lain seperti sirup fruktosa atau kombinasi bahan fungsional dan pemanis intensitas tinggi. Sukrosa sangat mudah larut dalam rentang suhu yang lebar. Sifat ini menjadikan sukrosa bahan yang baik untuk produk sirup dan makanan lain yang mengandumg gula (DeMan, 1997). Hingga saat ini standar kemanisan produk pangan masih menggunakan rasa manis sukrosa. Hal tersebut diatas menyebabkan pada SNI mutu sirup (SNI ) total gula dinyatakan dalam sakarosa atau sukrosa. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan karaginan pada sirup markisa memberi pengaruh terhadap total gula (sukrosa) sirup markisa. Berdasarkan uji lanjut, markisa komersil berbeda nyata dengan markisa karaginan. Tingginya kandungan gula pada markisa komersil menyebabkan kadar sukrosa yang dihasilkan juga cukup tinggi yaitu 89.5%. Hal ini sudah sesuai dengan SNI tentang mutu sirup bahwa kandungan total gula (dihitung sebagai sukrosa min 65%), namun adanya penambahan sodium siklamat yang merupakan pemanis buatan merupakan pelanggaran bagi pihak produsen karena standar sirup yang ditetapkan oleh SNI adalah tidak boleh adanya bahan tambahan makanan berupa pemanis buatan. Kadar sukrosa yang rendah pada markisa karaginan (formulasi C dan D) diduga dipengaruhi oleh adanya penambahan karaginan pada sirup markisa sehingga formulasi sirup yang awalnya sesuai menjadi tidak sesuai karena massa karaginan meningkatkan volume sirup sehingga rasa manis sirup menjadi berkurang.

73 Formulasi Sirup Markisa Terpilih Analisis Mikrobiologi Angka Lempeng Total Kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme dapat menyebabkan makanan atau minuman tidak layak dikomsumsi akibat penurunan mutu atau karena makanan tersebut telah beracun. Penurunan mutu yang disebabkan oleh mikroorganisme meliputi penurunan nilai gizi, penyimpangan warna, perubahan rasa dan bau, adanya pembusukan serta modifikasi komposisi kimia (Syarief dan Hariyadi, 1993). Analisis mikrobiologi merupakan salah satu analisis kuantitatif untuk mengetahui mutu bahan pangan, yaitu dengan menghitung jumlah koloni dalam setiap gram bahan pangan. Analisa total mikroba dilakukan 2 kali yaitu minggu pertama dan ketiga. Lamanya waktu analisa pertama dan kedua mengingat bahwa sirup markisa bersifat asam sehingga kemungkinan mikroba untuk dapat berkembang cukup sulit. Berdasarkan hasil analisa minggu pertama diperoleh nilai total mikroba untuk semua sampel adalah 0, sedangkan pada minggu ketiga total mikroba tertinggi yang diperoleh adalah 3,0 x 10 unit koloni/gram yaitu pada penambahan karaginan 5.0% (formula D). Hasil perhitungan angka lempeng total yang diperoleh dari sirup markisa karaginan dan komersial masih jauh dibawah batas angka maksimal SNI tentang mutu sirup yang menyatakan angka lempeng total sirup adalah maksimal 5x10 2 koloni/ml. Suasana asam produk sirup diduga yang menyebabkan sulitnya mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang karena kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph (Buckle, 1985). Selain itu, kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal penting dalam ekosistem pangan. Menurut Vieira (1996), nilai ph mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroba. Setiap mikroba memiliki rentangan nilai ph dimana mereka dapat hidup dengan baik dan dimana mereka tidak dapat hidup sama sekali. Pada produk sari buah yang memiliki nilai ph yang rendah dapat memberikan suatu kondisi dimana hanya beberapa mikroba (misalnya Saccharomyces sp., Hansenula sp., Aspergillus sp., Lactobacillus sp.) yang dapat bertahan dibawah ph

74 56 tersebut. Walaupun kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada ph rendah, akan tetapi ada beberapa bakteri toleran pada ph rendah. Bakteri acidophillus yang tumbuh terbatas pada ph rendah (Atlas, 1994) ataupun bakteri Thiobacillus thiooxidans yang mempunyai pertumbuhan optimum pada kondisi kemasaman yang ekstrim yaitu ph (Pelczar dan Chan, 2006) Uji organoleptik Peniliaian keberhasilan suatu produk baru diperlukan adanya uji pembedaan sifat atau mutu yang dihasilkan terhadap produk yang telah ada sebelumnya. Produk sirup markisa yang dihasilkan pada penelitian ini dibandingkan dengan produk minuman yang komersil. Hasil uji yang didapat adalah respon beda, dimana respon beda yang diberikan adalah lebih tinggi atau lebih rendah. Respon yang dinginkan adalah lebih tinggi, artinya produk baru yang dihasilkan mempunyai mutu yang lebih baik. Produk sirup markisa karaginan dan markisa komersial dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21 Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil Hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan oleh panelis terhadap sirup markisa terpilih (formula C) disajikan pada Gambar 22. Panelis memberikan nilai pada parameter kelarutann Nilai positif yang dihasilkan menunjukkan bahwa kelarutann sirup markisa karaginan berada diatas tingkat kelarutan produk komersil. Artinya upaya untuk menjadikan kelarutan lebih baik dapat dicapai pada produk baru yang dihasilkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... xii ABSTRAK...

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Menurut Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena

Lebih terperinci

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut 11 II TINJAUN PUSTAKA Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut Eucheuma spinosum, (3) Karaginan, (4) Ekstraksi Karaginan, (5) Pelarut, dan (6) Kegunaan Karaginan. 2.1. Rumput Laut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut merupakan tanaman laut yang sangat populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar Komoditas unggulan Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik diperkirakan terdapat 555 species rumput laut total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar luas area budidaya rumput laut 1.110.900

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottonii)

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottonii) Jurnal Galung Tropika, Januari 2013, hlmn. 23-32 OPTIMASI PROSES PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottonii) Optimization Process of Carragenan from the Red Seaweed (Euchema cottonii)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2014), sebanyak 40,6%

PENDAHULUAN. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2014), sebanyak 40,6% BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kekurangan gizi merupakan salah satu masalah yang serius di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2014), sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasiosiasi dengan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN KONVERSI Volume 4 No1 April 2015 ISSN 2252-7311 PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN Wulan Wibisono Is Tunggal 1, Tri Yuni Hendrawati 2 1,2

Lebih terperinci

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Laboratoium Teknik Reaksi Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Dini Fathmawati 2311105001 M. Renardo Prathama A 2311105013

Lebih terperinci

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila ISSN 1907-9850 PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Eucheuma spinosum, ekstraksi, iota karaginan

ABSTRAK. Kata kunci : Eucheuma spinosum, ekstraksi, iota karaginan ABSTRAK Eucheuma spinosum adalah suatu jenis rumput laut penghasil karaginan. Karaginan banyak digunakan sebagai stabilitator, emulsifier dalam bidang industri pangan, kosmetik dan obat-obatan. Kualitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut penghasil kappa kraginan yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis

Lebih terperinci

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Shinta Rosalia Dewi Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Merupakan polisakarida yang terakumulasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT Oseana, Volume XXVIII, Nomor 4, 2003: 1-6 ISSN 0216-1877 BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN Oleh Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT SOME NOTES ON CARRAGEENAN. Carrageenan is a name for galactan polysaccharides

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Lapangan 4.1.1 Gambaran umum Dusun Wael merupakan salah satu dari 8 Dusun nelayan yang berada di Teluk Kotania Seram Barat. Secara geografis Dusun Wael

Lebih terperinci

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b)

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b) 7 Transfer energi pada ekstraksi konvensional tidak terjadi secara langsung, diawali dengan pemanasan pada dinding gelas, pelarut, selanjutnya pada material. Sedangkan pada pemanasan mikrogelombang, pemanasan

Lebih terperinci

KAJIAN EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum sp. SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL ES KRIM. Oleh : JUNITA SISWATI

KAJIAN EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum sp. SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL ES KRIM. Oleh : JUNITA SISWATI KAJIAN EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum sp. SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL ES KRIM Oleh : JUNITA SISWATI PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK JUNITA SISWATI. Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 213 KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA KIMIA KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA BERBAGAI UMUR PANEN YANG DIAMBIL DARI DAERAH PERAIRAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam obat dikonsumsi manusia untuk menjaga tubuhnya tetap sehat. Tetapi ada beberapa jenis obat yang bila dikonsumsi memiliki rasa atau aroma tidak enak sehingga

Lebih terperinci

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA DISUSUN OLEH : Yosua 125100601111007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Rumput Laut Rumput laut adalah makroalga yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (http://www.actsinc.biz/seaweed.html).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (http://www.actsinc.biz/seaweed.html). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi phycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut 2.1.1 Deskripsi Rumput Laut Rumput laut (sea weed) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuran makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Jeruk termasuk buah dalam keluarga Citrus dan berasal dari kata Rutaceae. Buah jeruk memiliki banyak khasiat, salah satunya dalam daging

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH :

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH : KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH : AMRY MUHRAWAN KADIR G 621 08 011 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat beragam dan tergolong ke dalam jenis buah tropis seperti rambutan, nanas,

BAB I PENDAHULUAN. sangat beragam dan tergolong ke dalam jenis buah tropis seperti rambutan, nanas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu produk pertanian unggulan yang banyak dihasilkan di Indonesia sebagai negara agraris. Jenis buah yang dihasilkan sangat beragam dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 127-133 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang umum dijumpai pada masyarakat khususnya bagi yang tinggal di iklim tropis seperti Indonesia, namun banyak dari masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negeri yang kaya akan buah-buahan tropis. Salah satu buah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negeri yang kaya akan buah-buahan tropis. Salah satu buah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negeri yang kaya akan buah-buahan tropis. Salah satu buah eksotis yang sangat terkenal adalah buah manggis yang dijuluki sebagai si hitam manis. Di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UJI EFEKTIVITAS SECARA IN VITRO PENGAPLIKASIAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA PEMBUATAN SKIN LOTION BIDANG KEGIATAN : PKM PENELITIAN (PKM P)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Intisari. BAB I. Pengantar 1. I. Latar Belakang 1 II. Tinjauan Pustaka 3. BAB II.

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Intisari. BAB I. Pengantar 1. I. Latar Belakang 1 II. Tinjauan Pustaka 3. BAB II. Prarancangan Pabrik Sodium Karboksimetil Selulosa Kapasitas 8.000 ton/tahun DAFTAR ISI Halaman judul Lembar pengesahan Lembar pernyataan Kata Pengantar Daftar Isi Intisari i iii iv BAB I. Pengantar 1 I.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2000, dimana dalam satu tanaman biasanya menghasilkan 1 Kg buah. Dalam satu

BAB 1 PENDAHULUAN. 2000, dimana dalam satu tanaman biasanya menghasilkan 1 Kg buah. Dalam satu BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa adalah tanaman yang termasuk dalam famili palmae. Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa adalah tanaman yang termasuk dalam famili palmae. Keluarga 4 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kelapa Kelapa adalah tanaman yang termasuk dalam famili palmae. Keluarga palmae umumnya tidak bercabang dan mempunyai berkas daun yang yang berbentuk cincin. Daunnya menyirip atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN AIR PENGEKSTRAK DAN PENAMBAHAN CELITE TERHADAP MUTU KAPPA KARAGINAN

PENGARUH PERBANDINGAN AIR PENGEKSTRAK DAN PENAMBAHAN CELITE TERHADAP MUTU KAPPA KARAGINAN 177 Pengaruh perbandingan air pengekstrak dan... (Rosmawaty Peranginangin) PENGARUH PERBANDINGAN AIR PENGEKSTRAK DAN PENAMBAHAN CELITE TERHADAP MUTU KAPPA KARAGINAN ABSTRAK Rosmawaty Peranginangin, Arif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI Kode/Nama Rumpun Ilmu*: 161/ Teknologi Industri Pertanin (Agroteknologi) LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI POTENSI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pikiran, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Sumber

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pangan harus mampu mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia yang berperan dalam proses pertumbuhan, menjaga berat badan, mencegah penyakit defisiensi,

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. bubur), gula dan bahan penstabil yang dibekukan dalam alat pembeku es krim

BABI PENDAHULUAN. bubur), gula dan bahan penstabil yang dibekukan dalam alat pembeku es krim BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. La tar Belakang Velva adalah campuran dari puree buah (hancuran buah dalam bentuk bubur), gula dan bahan penstabil yang dibekukan dalam alat pembeku es krim untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini pemasarannya sudah semakin meluas dan dikonsumsi oleh seluruh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sukun (Arthocarpus altilis) merupakan tumbuhan yang terdapat di kawasan tropika dan banyak dibudidayakan di pulau jawa maupun luar jawa, buah sukun menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat dan Kegunaan Penelitian, (5) Kerangka pemikiran,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari PENDAHULUAN Latar Belakang Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari campuran sari buah dan air dengan penambahan bahan pembentuk gel yang dapat membuat teksturnya menjadi kenyal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sayur-sayuran merupakan jenis bahan pangan yang memiliki kandungan gizi yang lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kandungan gizi yang terdapat di sayuran meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. residu Muangthai Pak. Jambu ini ditemukan pada tahun 1991 di District Kao

II. TINJAUAN PUSTAKA. residu Muangthai Pak. Jambu ini ditemukan pada tahun 1991 di District Kao II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jambu Kristal Jambu biji kristal adalah salah satu tanaman buah yang sudah memasyarakat. Jambu biji kristal dapat dibudidayakan di negara kita dan merupakan mutasi dari residu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk bali (Citrus grandis L. Osbeck) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu terdapat vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Durian (Durio zibethinus Murray) merupakan salah satu tanaman asli Asia Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia (Ashari, 1995). Durian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci