BAB II. Tinjauan Umum Pengungsi dalam Hukum Internasional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. Tinjauan Umum Pengungsi dalam Hukum Internasional"

Transkripsi

1 BAB II Tinjauan Umum Pengungsi dalam Hukum Internasional A. Pengertian Pengungsi Terdapat 3(tiga) istilah yang perlu dijelaskan lebih dahulu untuk menempatkan istilah pengungsi tepat pada tempatnya. Istilah-Istilah tersebut antara lain ; suaka, pencari suaka, dan pengungsi. Suaka adalah penganugrahan perlindungan dalam wilayah suatu negara kepada orang-orang dari negara lain yang datang ke negara bersangkutan karena menghindari pengejaran atau bahaya besar. Pada draft yang dibuat oleh UNHCR suaka diartikan sebagai pengakuan secara resmi oleh negara bahwa seseorang adalah pengungsi dan memiliki hak dan kewajiban tertentu. Pada perlindungan suaka terdapat aspek penting yakni terdapatnya Prinsip non-refoulement. Prinsip tersebut merupakan aspek penting dan menjadi dasar hukum fundamental dari hukum pengungsi. Konsep dari prinsip tersebut intinya melarang negara-negara untuk memulangkan/ mengembalikan/ mengusir seseorang/ sekelompok orang diwilayahnya dimana nyawa ataupun kebebasan mereka terancam. 25 Dasar hukum permohonan suaka berdalih adanya rasa takut atau ancaman terhadap keselamatan diri dari penganiayaan/ penyiksaan. Alasan tambahan dari permohonan suaka adalah adanya cukup alasan/bukti bahwa yang bersangkutan terancam keselamatannya karena suatu alasan yang telah ditentukan hukum 25 Wagiman.Hukum Pengungsi Internasional Sinar Grafika. Jakarta.92 16

2 17 Internasional, seperti hal-hal bersifat rasial, agama, kebangsaan, keanggotaanya dalam suatu kelompok sosial atau kelompok politik. Seringkali pengungsi sekaligus merupakan pencari suaka, akan tetapi pencari suaka ada juga yang tidak mendapatkan status pengungsi. Hal tersebut terjadi karena mereka tidak mempunyai pilihan hidup lain selain keluar dari negaranya. Setiap manusia, memiliki hak inherent untuk hidup yang harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dengan sewenang-wenang dirampas haknya untuk hidup sehubungan dengan hal itu, orang-orang yang meninggalkan negaranya akibat tekanan yang mereka terima dari negaranya. 1. Pengertian Secara Umum Refugee merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang dalam Bahasa Indonesia disebut pengungsi. Pengungsi adalah satu status yang diakui oleh Hukum Internasional dan/atau nasional. Seseorang yang telah diakui statusnya sebagai pengungsi akan menerima kewajiban-kewajiban yang ditetapkan serta hak-hak dan perlindungan atas hak-haknya itu yang diakui oleh Hukum Internsional dan/atau nasional. 26 Pengertian pengungsi (refugee) yaitu : The word refugee is frequently used by the media, politicians and the general public to describe anyone who has been obliged to abandon his or her usual place of residence. Normally, when the word is used in this general manner little effort is made to distinguish between people who have had to leave their own country and those who have been displaced whitin their homeland Nor is much attention paid to the causes of flight. Whether people are escaping from persecution, political 26 Sulaiman Hamid Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 39

3 18 violence, communal conflict, ecological disaster or proverty, they are all assumed to qualify for the title of refugee. 27 Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengungsi diartikan sebagai orang yang mencari tempat yang aman keteika daerahnya ada bahaya yang mengancam. Dalam terminologi bahasa Indonesia pengungsi tidak mencakup baik geografisnya maupun prasyarat penyebabnya. Dalam Black s Law Dictionary pengungsi diartikan sebagai A person who arrives in a country to settle there permanently; a person who immigrates. Dalam The Concise Oxpord Dictonary, pengungsi diartikan sebagai A person taking refuge, esp. In a foreign country from war or persecution or natural disaster. Sedangkan dalam Longman Dictionary of Contemporary English mendefinisikan pengungsi dalam arti A person who has been driven from his country for political reason or during war. Sementara itu, pada Wedbster Ninth New Collegate Dictionary, pengungsi diartikan dengan One who flees to a foreign country or power to escape danger or persecution. Jika merujuk pada Kamus Bahasa Indonesia diatas, istilah pengungsi berbeda. 28 Dari pengertian diatas, dapat kita ketahui bahwa pengungsi secara umum dapat diartikan pengungsi merupakan orang-orang yang keluar/melarikan diri dari tempat asal/negaranya karena beberapa alasan seperti ; penganiayaan, kekerasan politik, konflik komunal, bencana alam. Pada umumnya, pengungsi ini banyak akibat negara asalnya terjadi konflik. Orang-orang yang disebut pengungsi ini melarikan diri dari negara asalnya untuk mendapatkan keamanan dari negara lain 27 Ibid. Hal Wagiman.Op.Cit. Hal 97

4 19 yang tidak didapat di negaranya serta agar tidak terlibat dalam konflik yang sedang terjadi di negara asal. Lain hal dengan bencana alam, pengungsi yang diakibatkan bencana alam mengungsi karena mereka membutuhkan bantuan dari orang-orang ataupun negara-negara lain untuk membantu mereka. Pengungsi akibat bencana alam, misalnya tsunami sangat membutuhkan bantuan, hal tersebut karena banyak harta, pekerjaan, keluarga mereka yang bisa saja habis dihancurkan oleh ombak tersebut. 2. Pendapat Para Ahli a. Malcom Proudfoot Malcom memberikan pengertian pengungsi dengan melihat keadaan para pengungsi akibat perang Dunia II. Dari komentar Malcom, dapat ditarik suatu gambaran tenteng pengertian pengungsi sebagai berikut : These forced movements,...were the result of the persecution, forcible deportation, or flight of Jews and the political opponent of the authoritarians governments; the transference of ethnic population back to their homeland or to the newly created provinces acquired by war or treaty; the arbitrary rearrangement of prewar boundaries of sovereign state; the mass flight of civilians under the terror of bombardment from the air and under the threat or pressure of the advance or retreat of armies over immense area of Europe; the forced removal of populations from coastal or defense area under military dictation; and the deportations for forced labour to bolster the German war effort

5 20 Gerakan-gerakan paksa,... Apakah hasil penganiayaan, deportasi paksa, atau penerbangan dari Yahudi dan lawan politik pemerintah otoriter ; pemindahan penduduk etnis kembali ke tanah air mereka atau ke provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian ; penataan ulang sewenang-wenang batas sebelum perang dari negara yang berdaulat ; perpindahan penduduk secara besar-besaran akibat adanya serangan udara dan adanya tekanan atau ancaman dari para militer dibeberapa wilayah Eropa ; pemindahan paksa penduduk dari daerah pesisir atau pertahanan di bawah perintah militer ; dan deportasi tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang Jerman " 29 Dari terjemahan pendapat yang dikemukakan oleh Malcom, pengungsi adalah orang-orang yang terpaksa pindah dari tempat asalnya ke tempat lain. Orang-orang yang terpaksa pindah ini, seperti yang sebelumnya sudah dikemukakan mempunyai alasan untuk pindah agar mendapatkan keamanan dari tempat yang baru. b. Pietro Verri Pengertian Pengungsi menurut Pietro Verri dikutip dari Pasal 1 UN Convention on The Status of Refugees tahun 1951 yang berbunyi [It] applies to any person who has fled the country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution. Dari Pasal tersebut, pietro berpendapat bahwa pengungsi adalah orang-orang yang meninggalkan negaranya karena adanya rasa ketakkutan akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi 29 Acmad Romsan. Op.Cit hal 36

6 21 masih dalam lingkup wilayahnya/ wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi Tahun c. Enny Soeprapto Pengungsi adalah suatu status yang diakui oleh hukum Internasional dan/atau nasional. Seseorang yang telah diakui statusnya sebagai pengungsi akan menerima kewajiban-kewajiban yang ditetapkan serta hak-hak dan perlindungan atas hakhaknya yang diakui oleh Hukum Internasional dan/atau nasional. Sebelum seorang pengungsi diakui statusnya sebagai pengungsi, pertama-tama ia merupakan pencari suaka. Status sebagai pengungsi merupakan tahap berikut dari protes kepergian atau beradanya seseorang di luar negeri tempat tinggalnya dulu. Ia menjadi pengungsi setelah diakuinya status oleh instrumen internasional dan/atau nasional Pengertian Pengungsi Dalam Instrumen Internasional dan Regional 32 Berikut ini akan dijelaskan pengertian pengungsi (refugee) menurut instrumen-instrumen Internasional maupun regional. a. Instumen Internasional 1) Menurut Statuta UNHCR Instumen ini disahkan oleh Majelis Umum PBB dalam resolusi 428(V), bukn Desember Secara garis besar Statuta UNHCR ini terdiri dari tiga bab yaitu : 30 Ibid hal Sri Badini Amidjojo. Perlindungan Terhadap Pengungsi Berdasarkan Konvensi Jenewa Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manuisa RI Acmad Romsan. Op.Cit hal 37

7 22 a) Ketentuan-ketentuan umum b) Fungsi UNHCR c) Organisasi dan Keuangan Dalam fungsi UNHCR yang disebutkan dalam Statuta, tercermin di definisi yang diberikan terhadap pengungsi dan juga tugas-tugas yang diemban oleh Badan ini, yaitu ; memberikan bantuan serta perlindungan secara Internasional terhadap orang-orang yang terpaksa pergi meninggalkan negara asalnya, karena adanya rasa ketakutan yang sangat akan persekusi. Ketakutan itu bisa didasarkan kepada ras, agama, kebangsaan, juga mungkin karena keanggotaan pada salah satu kelompok sosial ataupun karena pendapat politik. Juga mereka tidak dapat atau tidak bermaksud untuk melindungi diri dari perlindungan negara tersebut, atau untuk kembali, karena adanya rasa ketakutan akan persekusi. 33 2) Menurut Konvensi Tahun 1951 Tentang Status Pengungsi (The 1951 Convention Relating to the Status of Refugees) Secara umum pengertian pengungsi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal I A ayat (2) sebagai berikut : As a result of events occuring before 1 January 1951 and owing to well founded fear of being persecuted for reason of race, religion, nationality, membership of particular social group or political opinion, is outside the country of his nationality and is unable or, owing to such fear, is unwilling to avail himself of protection of thet country; or who, not having a nationality and being outside the country of his former habitual 33 Acmad Romsan. Op.Cit. hal. 39

8 23 residence as a result of such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to return to it Jadi berdasarkan konvensi tersebut, pengungsi merupakan orang-orang yang berada diluar negaranya dan terpaksa meinggalkan negara mereka karena adanya peristiwa yang terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1951 dan adanya rasa takutakan penganiayaan, baik karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok tertentu maupun pendapat politik yang dianut mereka. Rasa takut akan adanya penganiayaan ini menjadi dasar UNHCR untuk menentukan apakah seseorang itu termasuk dalam kategori pengungsi atau tidak. 34 3) Menurut Protocol Tanggal 31 Januari 1967 tentang Status Pengungsi (Protocol Relating to the Status of Refugees of 31 January 1967) Dalam Pasal 1 ayat (2) Protokol tersebut, pengungsi dapat diartikan sebagai berikut : For the purpose of the present Protocol, the term refugee shall, except as regards the application of paragraph 3 of this Article, mean any person within the definition of Article 1 of the Convention as if the words as a result of events occuring before 1 January 1951 and... and the words... a result of such events: in Article 1A (2) were comitted. Jadi, adanya perluasan mengenai definisi pengungsi dalam Konvensi 1951 sebagai akibat dari adanya pengungsi baru disepanjang an. Karena itu, negara-negara yang ikut dalam protokol ini menerapkan definisi pengungsi menurut Konvensi 1951, namun tanpa adanya batasan waktu Ibid hal Ibid hal 42

9 24 4) Menurut Deklarasi Perserikatan Bangs-Bangsa tahun 1967 tentang Asilum Teritorial ( UN Declaration on Territorial Asylum 1967) Dalam deklarasi Suaka Teritorial tahun 1967 ini, memperluas efektifitas perlindungan Internasional terhadap para pengungsi. Perlindungan itu dimaksudkan untuk mengembangkan instrumen hukum Internasional untuk para pengungsi dan juga untuk memastikan bahwa mereka diperlakukan sesuai dengan instrumen-instrumen khususnya yang berkaitan dengan hak untuk bekerja, jaminan sosial, serta akses terhadap dokumen perjalanan. UN Declaration on Territorial Asylum 1967 ini hanya terdiri dari 4 Pasal. Deklarasi ini, di bagian Pembukaan, merujuk kepada Pasal 14 Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan bahwa : a) Everyone has the right to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution. b) This right may not be revoked in the case of prosecutions genuinely arising from non-political crimes or from acts contrary to the purpose and principles of the United Nations. Deklarasi tahun 1967 juga merujuk kepada Pasal 13 ayat (2) dari Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan: Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country. 36 b. Instrumen Regional Ada beberapa instrumen regional yang secara khusus mengatur tentang pengungsi : 36 Ibid hal 43

10 25 1) Organization of African Unity (OAU) Convention Definisi pengungsi menurut OAU masih tetap berpegang kepada definisi yang diberikan oleh Konvensi tahun Hal ini karena, pengesahan terhadap naskah Konvensi OAU dilakukan dalam tahun 1969 dengan merujuk kepada Konvensi Tahun 1951 tentang status pengungsi. Akan tetapi ada tambahan yang merupakan hal yang sesuai dengan karakteristik di Afrika yaitu orang-orang yang terpaksa meninggalkan negara-negara mereka karena : owing to external aggression, occupation, foreign domination or events seriously disturbing public order in either part or the whole of his country of origin or nationality Dengan demikian, orang-orang yang pergi meninggalkan negara tempat asal mereka karena adanya bencara perang saudara, kekerasan, dan juga adanya perang, berhak untuk mendapatkan status sebagai pengungsi. 37 2) Menurut Negara-Negara Amerika Latin Dalam Deklarasi Kartagena, memuat definisi sama dengan yang ada dalam Konvensi OAU. Deklarasi Kartagena ini sangat penting, disamping Konvensi 1951 dan Konvensi OAU, karena telah memberikan rekomendasi, bahwa definisi pengungsi yang dipergunakan di kawasan harus memasukkan orang-orang yang pergi meninggalkan negara mereka dengan alasan jiwanya terancam, keamanan, serta kebebasan karena adanya kekerasan, agresi pihak asing, konflik internal, pelanggaran HAM yang berat, ataupun karena adanya hal-hal lain sehingga ketertiban umum 37 Ibid hal 44

11 26 terganggu. Secara lengkap rekomendasi itu dituangkan dalam poin berikut : To reiterate that, in view of the experience gained from the massive flows of the refugees on the Central American area, it is necessary to consider enlarging the concept of the refugee, bearing in mind, as far as appropriate and in the light of the situation prevaling in the religion, the precedent of the OAU Convention (article 1, paragraph 2) and the doctrine employed in the reports of the Inter-American Commission on Human Right. Hence the definition or concept of a refugee to be recommended for use in the region is one which, in addition to containing the elements of the 1951 Convention and the 1967 Protocol, includes among refugees person who have fled their country because their lives, safety or freedom have been threatened by generalized violence, foreign aggresion, internal conflicts, massive violation of Human Right or other circumstances which have seriously disturbed public order 38 B. Syarat Pengungsi 1. Pengaturan tentang Pengungsi Ada beberapa Insrumen Internasional yang mengatur standar baku terhadap perlakuan untuk para pengungsi. Pengaturan tersebut antara lain: a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol tahun 1967 tentang Status Pengungsi Ibid hal Ibid hal 87

12 27 Secara garis besar, Konvensi tahun 1951 dan Protokol tahun 1967 mengandung 3(tiga) ketentuan, yaitu: 1) Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan definisi, siapa saja yang tidak termasuk dalam pengertian pengungsi 2) Ketentuan yang mengatr tentang status hukum pengungsi termasuk hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengungsi di Negara mereka menetap 3) Ketentuan lain yang berkaitan dengan penerapan instrumen pengungsi baik dari sudut prosedur administratif maupun diplomatik b. Konvensi tahun 1954 (Convention Relating to the Status of stateless Person) 40 Konvensi ini mengatur tentang orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraaan. Konvensi ini hanya berlaku terhadap orang-orang yang pada saat itu belum menerima bantuan perlindungan dari lembagalembaga atau badan-badan dan PBB. Konvensi ini tidak berlaku terhdap orang-orang yang telah diakui sebagai warga negara oleh sebuah badan yang berwenang dalam negara itu, sehingga orang itu memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan warga negara di negara itu. c. The Convention on the Reduction of Statelessness 41 Konvensi ini secara garis besar mengatur tentang pengurangan terhadap jumlah orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Konvensi ini juga mengatur tentang hilangnya status kewarganegaraan dari orang- 40 Ibid hal Ibid hal 92

13 28 orang yang tidak memiliki warga negara melalui perkawinan, berakhirnya perkawinan, atau karena mendapatkan status kewarganegaraan lainnya. d. The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War (1949) 42 Konvensi ini merupakan Konvensi keempat dari 3(tiga) Konvensi Jenewa lainnya yang mengatur tentang perlindungan korban perang. Di dalam Konvensi ini yang berkaitan dengan pengungsi diatur dalam Bagian II, berjudul Aliens in the Territory of a Part to the Conflict. Dalam Pasal 44 disebutkan bahwa negara yang bertikai tidak boleh memperlakukan para pengungsi yang tidak mendapatkan perlindungan dari suatu negara seperti musuh dari negara mana ia bermusuhan. e. The United Nations Declaration on Teritorial Asylum (1967) 43 Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan di negara lain karena adanya persekusi dan juga merupakan hak setiap orang untuk kembali dan pergi meninggalkan negaranya, maka disahkanlah Deklarasi Suaka Teritorial. Deklarasi Suaka Teritorial ini sangat penting bagi pengungsi mengingat diantara mereka itu mungkin saja terdapat orangorang yang mencari suaka (Asylum Seekers) 2. Status dan Syarat Pengungsi Status Pengungsi merupakan Ketetapan/Declarator yang hanya menyatakan apa yang sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan konstitutp yang menciptakan status yang baru. Dengan kata lain, seseorang tidak menjadi pengungsi sebab 42 Ibid hal Ibid

14 29 pengakuan akan tetapi pengakuan ada karena orang tersebut sudah pengungsi. Kriteria untuk dapat disebut sebagai pengungsi adalah : a. Has a well founded fear of persecution because of his/her : race, religion, nationality, membership in a particular social group or politican opinion b. Is outside his/her country of origin c. Is unable or unwilling to avail hilm/herselft of the protection of that or to return there for fear of persecution country Selain itu juga, terdapat 2(dua) terminologi pengungsi, yaitu: a. Mandate Refugee (Pengungsi Mandat) Hal tersebut didasarkan oleh faktor apabila suatu negara belum menjadi peserta pada Konvensi Status penetapan pengungsi dilakukan oleh wakil-wakil UNHCR yang berada di negara tersebut dan untuk hal yang demikian dinamakan pengungsi mandate karena penetapannya ditentukan oleh UNHCR. b. Convention Refugee (Pengungsi Konvensi) Pada pengungsi Konvensi, prosedur penetapan status diserahkan kepada negara yang sudah menjadi peserta Konvensi tersebut dan tetap bekerjasama dengan UNHCR setempat. Biasanya negara tersebut membentuk suatu panitia khusus yang terdiri dari instansi-instansi yang ada hubungannya dengan masalah pengungsi Wagiman. Op.Cit hal 139

15 30 Penentuan seseorang menjadi pengungsi sebenarnya merupakan suatu proses yang terjadi dalam 2 tahap, yaitu: a. Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada memang orang tersebut adalah refugee b. Fakta dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan dalam Konvensi 1951 dan Protokol Setelah itu dihubungkan apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak. Pada awalnya, status orang yang mengungsi bukan lah pengungsi tetapi pencari suaka. Pencari suaka merupakan orang yang telah mengajukan permohonan untuk mendapat perlindungan namun permohonannya sedang dalam proses penentuan. Apabila permohonan pencari suaka diterima, maka ia akan disebut sebagai pengungsi, dan status tersebut memberikannya hak serta kewajiban sesuai dengan undang-undang negara yang menerimanya. 45 Persentase permohonan pencari suaka diterima sangat beragam dari satu negara ke negara lain, bahkan untuk satu negara yang sama. Setelah menunggu proses selama bertahun-tahun, para pencari suaka yang mendapatkan jawaban negatif tidak dapat dipulangkan ke negara asalnya yang membuat mereka terlantar. Para pencari suaka yang tidak meinggalkan negara yang disinggahinya biasanya dianggap sebagai imigran tanpa dokumen. Pencari suaka, terutama mereka yang permohonannya tidak diterima, semakin banyak yang ditampung di rumah tendensi diakses pada tanggal 11 April 2016 pukul 17.29

16 31 Pencari suaka yang telah terdaftar kemudian dapat mengajukan permohonan status pengungsi, melalui prosedur penilaian yang mendalam oleh UNHCR, yang disebut sebagai Penentuan Status Pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD), prosedur ini antara lain 46 : a. Registrasi atau Pendaftaran Para Pencari Suaka Sebelum melalui tahap ini, petugas UNHCR memberikan berupa formulir isian dan memberikan briefing/pengarahan mengenai proses yang akan dilakukan oleh para pencari suaka. Formulir isiannya sendiri memiliki banyak versi, dan briefing yang diberikan dilakukan dan didampingi oleh seorang interpreter terpercaya berdasarkan kebutuhan pada saat registrasi. Dalam tahap registrasi, para pencari suaka dicatat seluruh detailnya, mulai dari nama, asal, suku, agama, warga negara, bahasa yang digunakan, tanggal keberangkatan dari negara asalnya, tempat transit, data keluarga, alasan lari dari negaranya, dan lainya. Setelah tahap ini selesai, UNHCR akan memberikan Attestation Letter yaitu suatu surat yang menerangkan bahwa orang tersebut sedang mengikuti proses penentuan status pengungsi. Attestation Letter yang dikeluarkan UNHCR ini berkaitan dengan prinsip non-refoulement, yaitu sebuah prinsip tentang suatu negara tidak boleh mengembalikan orang yang diduga pengungsi ke negara dimana orang tersebut akan dipersekusi atau dianiaya. Attestation Letter yang dikeluarkan berupa Asylum seeker certificate, hal ini dikarenakan tahap ini masih merupakan tahap awal. Jangka waktu sertifikat ini biasanya bervariasi. Untuk 46 diakses pada tanggal 11 April 2016 pukul 17.30

17 32 mereka yang berkategori minor, wanita, atau orang tua, atau golongan yang termasuk dalam golongan rentan (vulnerable), biasanya mereka mendapatkan tahap wawancara lebih cepat. Akan tetapi untuk golongan biasa, mereka akan mendapatkan sertifikat dengan jangka waktu 2 bulan. Setelah 2 bulan, mereka diminta kembali datang ke UNHCR untuk mendapatkan sertifikat pembaharuan dari sertifikat yang telah mereka terima serta mendapatkan kepastian tanggal wawancara tahap awal tersebut. b. Wawancara (Interview) Wawancara tahap awal, atau dapat disebut dengan first instance interview adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang petugas UNHCR untuk menggali leih dalam mengenai status orang pencari suaka sebelum diberikan rekomendasi untuk diterima atau ditolaknya kasus. Pertanyaan yang diajukan bersifat detail, dan petugas UNHCR sudah menyatakan bahwa segala pernyataan yang diajukan selama proses wwancara bersifat rahasia dan tidak ada pihak lain yang tahu kecuali UNHCR sendiri. Proses wawancara ini biasanya memakan waktu yang cukup lama, yaitu berkisar 4-5 jam. c. Penentuan Status Pengungsi Proses penentuan status pengungsi atau biasa disebut dengan proses Refugee Status Determination (RSD), adalah suatu tahap dimana petugas UNHCR telah selesai melakukan proses wawancara tahap awal, maka petugas tersebut bertanggung jawab terhadap penyelesaian kasus hingga memberikan laporan dan rekomendasi apakah kasus mereka ditolak/diterima oleh UNHCR. Dalam

18 33 tahap ini, petugas menulis semacam laporan yang telah ditentukan formatnya oleh UNHCR pusat di Geneva, yang tebalnya mencapai minimal 10 halaman untuk satu kasus dan ditulis dalam bahasa Inggris. Dalam tahap ini juga, mereka menggali segala informasi yang didapat pada tahap wawancara, dari informasi Country of Information (CoI), berita-berita terbaru tentang wilayah/daerah konflik asal para pencari suaka, serta pedoman dari UNHCR pusat mengenai beberapa hal tertentu. Selain itu, untuk beberapa kasus, para petugas sering bekerjasama dengan petugas-petugas lain yang ada di belahan dunia, yang pernah menangani kasus atau pencari suaka tersebut pernah mencari suaka di negara lainnya. d. Pemberian Status/Penolakan Kasus Setelah petugas menyelesaikan suatu kasus, maka petugas tersebut akan memberikan rekomendasi kasus tersebut kepada petugas yang lebih tinggi untuk dilakukan peninjauan kembali. Seringkali diperiksa mulai dari inti kasus tersebut, alasan, dan dasar pemberian rekomendasi, bahkan hingga grammar dan titik koma penulisannya. Ini bertujuan untuk menciptakan rekomendasi yang berkualitas. Setelah ditinjau kembali, maka petugas yang lebih tinggi jabatannya akan memanggil petugas yang mengerjakan kasus tersebut untuk mengetahui lebih detail lagi alasan kasus tersebut dapat diterima atau ditolah, dan setelah itu barulah penyelesaian. Bagi mereka yang dinyatakan diterima kasusnya dan dinyatakan layak sebagai pengungsi Internasional, maka mereka akan diberikan status pengungsi Internasional. Pihak UNHCR akan memberi kabar terhadap orang

19 34 yang baru ditetapkan sebagai pengungsi Internasional dan memintanya datang ke UNHCR untuk menukar attestation letter mereka yang tadinya berupa asylum seeker certificate menjadi refugee certifiate. Sedangkan bagi mereka yang ditolak kasusnya, UNHCR mempunyai hak untuk tidak memberi alasannya, dan mereka yang ditolak kasusnya berhak mengajukan banding yang jangka waktunya selama 1 bulan. Permintaan banding diberikan secara tertulis, disertai alasannya. Pada umumnya, mereka yang mengajukan banding akan memberikan fakta baru atau cerita lainnya dengan harapan status mereka akan dipikirkan kembali oleh UNHCR. Apabila permintaan banding diterima, maka UNHCR akan memberikan jadwal baru bagi mereka untuk kembali melakkan interview tambahan atau appeal interview, akan tetapi wawancara atau interview tersebut bukanlah hal yang wajib. Apabila petugas yang menangani merasa sudah cukup informasi yang diberikan pada saat pengajuan surat banding, maka hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan. e. Penampungan Sementara Penampungan sementara diberikan kepada orang-orang yang telah mendapatkan status pengungsi Internasional oleh UNHCR. Proses ini pada umumnya memakan waktu yang cukup lama sambil menunggu kasusnya masuk ke negara ketiga. Selama dipenampungan mereka mendapatkan hak untuk memperoleh makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak. Bahkan sering kali kegiatan sehari-hari mereka diisi dengan hal-hal positif seperti

20 35 diajarkan berbagai keterampilan, pendidikan bagi anak-anak, dan berbagai macam kegiatan olahraga. f. Penempatan di Negara ketiga Penempatan di Negara ketiga merupakan pilihan satu-satunya yang tersedia bagi Indonesia, hal ini karena Indonesia bukanlah peserta Konvensi Status Pengungsi tahun Proses penempatan di Negara ketiga ini biasa disebut dengan resettlement in the third country dimulai setelah seorang pengungsi tersebut sudah berada di tempat penampungan. Proses penempatan ini dilakukan dengan berbagai tahap. Pihak UNHCR akan memanggil kembali pengungsi untuk diwawancarai mengkonfirmasi segala hal yang telah dinyatakan di segala tahap wawancara sebelumnya. Hal ini karena apabila pengungsi berbohong, maka akan berpengaruh terhadap kasusnya sendiri dalam antrian, atau bisa saja dibatalkan statusnya sebagai pengungsi. C. Tugas dan Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam Perlindungan Pengungsi United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) memiliki kewenangan yang lebih luas dibandingkan IRO. Kewenangan UNHCR mencakup pengungsi yang ada sebelumnya sebagai akibat dari Perang Dunia II, dan juga pengungsi yang baru muncul kemudian setelah pendirian UNHCR. 47 Status penetapan pengungsi dilakukan oleh wakil-wakil UNHCR. 47 Acmad Romsan. Op.Cit. hal. 164

21 36 1. Sejarah dan Perkembangan UNHCR United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) merupakan badan yang menggantikan lembaga penanganan pengungsi yang sebelumnya yaitu IRO (International Refugees Organization). IRO merupakan badan yang pertama kali didirikan untuk menangani pengungsi, namun eksistentsi lembaga ini sangat singkat yaitu mulai 1947 sampai dengan Atas dasar itu, masyarakat Internasional berpendapat bahwa kehadiran lembaga baru yaitu UNHCR pada waktu itu akan bernasib sama. UNHCR pada awalnya hanyalah membantu memberikan perlindungan keamanan, makanan, serta bantuan medis dalam keadaan darurat. Selain itu, juga membantu dala mencarikan solusi bagi pengungsi untuk jangka waktu yang lama. Termasuk untuk membantu mengembalikan merka ke negara asalnya, atau mencarikan negara baru untuk mereka sehingga dapat memulai hidup yang baru. 48 Fungsi UNHCR diatas, ditegaskan oleh Goodwin Gill UNHCR has a uique statutory responsibility to provide internastional protection to refugee and, together with government, to seek permanen solution to their problem. Macammacam fungsi perlindungan dijelaskan dalam Statuta UNHCR, termasuk pengawasan terhadap instrumen-instrumen hukumnya. Badan ini secara periodik memberikan laporan hasil kerjanya dihadaan sidang Majelis Umum PBB. 2. Tugas dan Peran UNHCR secara Umum PBB telah membentuk badan UNHCR guna memenuhi hak-hak para pengungsi sebagaimana tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 48 Wagiman. Op.cit hal.188

22 37 (DUHAM). Pada butir kedua DUHAM disebutkan hak-hak tersebut mencakup hak untuk hidup, hak untuk mendapat kebebasan dan keamanan pribadi, dimana kondisi ini tidak mereka dapat di negaranya dan juga tidak mampu diberikan oleh pemerintah. Terhadap para pengungsi tersebut, UNHCR memiliki fungsi utama untuk memberikan perlindungan Internasional, memberikan solusi jangka panjang bagi persoalan pengungsi serta mempromosikan hukum pengungsi Internasional. Lembaga UNHCR memiliki prosedur dalam pemberian bantuan yang berkaitan dengan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) berupa perlindungan Internasional. Secara umum konsep ini berisikan pencegahan pemulangan kembali, bantuan dalam memproses pencarian suaka, bantuan dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggaraan keamanan fisik bagi pengungsi, pemajuan dan bantuan pemulangan kembali secara sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali. UNHCR bertugas untuk memimin dan mengkoordinasi langkah-langkah Internasional dalam pemberian perlindungan bagi pengungsi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan pengungsi akibat kondisi perang ataupun konflik. UNHCR juga memberikan keamanan serta menjamin bahwa setiap orang berhak mencari suaka dan tempat yang aman di wilayah lain ataupun di Negara lain. Bentuk tugas UNHCR Dalam menangani status pengungsi adalah : a. Advocacy/Pembelaan UNHCR memberikan pembelaan serta perlindungan bagi pengungsi, pencari suaka, pengungsi regional dan orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaran. Dalam pencarian suaka, UNHCR bekerja dalam struktur politik ekonomi dan sosial nasional, yang secara langsung mempengaruhi

23 38 kehidupan pengungsi dan orang lain yang menjadi perhatian untuk membawa kebijakan. Dalam situasi pengungsian paksa, UNHCR berusaha bekerjasama dengan pemerintah dan penguasa lain, mitra non-pemerintah, dan masyarakat luas, untuk mengadopsi praktik untuk menjamin perlindungan dari orang-orang yang menjadi perhatian UNHCR. b. Assistance/Pertolongan UNHCR membantu menyediakan bantuan darurat seperti air bersih, sanitasi, perawatan kesehatan, barak pengungsian, serta barang-barang bantuan lainnya, seperti selimut, alas tidur, barang rumah tangga, dan bantuan makanan. Bantuan penting lainnya seperti pendaftaran pengungsi, bantuan dan saran pada aplikasi suaka, pendidikan, konseling, bagi orangorang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena Negara asal mereka sedang dalam keadaan perang/konflik maupun bencana alam. UNHCR juga terlibat dalam program integrasi atau reintegrasi lokal bersama dengan pemerintah dalam proyek-proyek yang menghasilkan pendapatan yang bertujuan untuk pemulihan infrastruktur dan bantuan lainnya. c. Suaka dan Migrasi Banyak orang di seluruh belahan dunia yang berjuang utuk mencari suaka ke Negara lain untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan terlepas dari konflik Negara asalnya. UNHCR bekerjasama dengan pemerintah di seluruh belahan dunia untuk membantu mereka merespon beberapa

24 39 tantangan terkait dengan orang-orang yang mencari suaka. Akan tetapi, banyak diantara mereka secara illegal berjuang untuk mencari suaka ke Negara lain. d. Solusi Berkelanjutan Ada 3(tiga) solusi terbuka untuk pengungsi UNHCR agar dapat membantu repatriasi, integrasi lokal, atau membangun pemukiman di Negara ketiga dalam situasi yang tidak memungkinkan bagi seseorang untuk kembali ke Negara asalnya atau tetap di Negara mereka mengungsi. Akan tetapi solusi ini tidak berhasil untuk beberapa juta pengungsi dan sejumlah besar pengungsi internal di belahan dunia. UNHCR juga berupaya untuk mencari solusi lain bagi para pengungsi. e. Siaga Terhadap Keadaan Darurat UNHCR menyediakan keadaan darurat sipil dan rehabilitasi jangka panjang bagi pengungsi untuk mempersiapkan dan menanggapi keadaan darurat. UNHCR juga telah mengumpulkan orang-orang dengan berbagai keterampilan yang siap bergerak kapan dan dimana pun. Untuk mempertahankan kesiapsiagaan, UNHCR telah mengembangkan program pelatihan yang diadakan secara berkala yang mempersiapkan relawan UNHCR dalam perencanaan pembangunan tim, sistem operasional keuangan atau administrasi, kemitraan operasional, komunikasi dan keterampilan negosiasi keamanan, koordinasi informasi dan telekomunikasi, dan perlindungan kemanusiaan.

25 40 f. Perlindungan Pengungsi tidak mendapat perlindungan dari Negara mereka sendiri,oleh karena itu UNHCR memberikan perlindungan bagi orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan termasuk menjamin hak-hak rang yang ingin mencari suaka. Di banyak Negara, staff UNHCR bekerjasama dengan mitra lain di berbagai lokasi, mulai dari camp-camp kecil dan terpencil hingga ke kota-kota besar. Mereka juga memberikan perlindungan serta meminimalkan kekerasan di tempat pengungsian ataupun di Negara suaka. Dalam resolusi UNHCR tahun 1950 terdapat suatu seruan agar semua negara anggota PBB memberikan kerjasamanya kepada UNHCR dalam melaksanakan kedua mandat UNHCR, yaitu memberikan perlindungan Internasional kepada pengungsi dan mencari solusi permanen bagi masalah pengungsi. Implementasi dari seruan ini adalah bila ada yang mengaku pengungsi atau pencari suaka masuk ke suatu negara, maka negara tersebut melaksanakan Resolusi UNHCR 1950 dengan maksud kerjasama, yaitu dengan memberitahukan kepada UNHCR kalau ada yang mengaku bahwa dia pengungsi atau pencari suaka. Sehingga tidak dapat sematamata dilihat dari sudut keimigrasian. Resolusi tersebut dalam praktek lapangan sudah dianut oleh berbagai bangsa, resolusi ini sudah menjadi hukum kebiasaan Internasional, jadi pantaslah bila semua negara, baik peserta maupun bukan peserta mematuhinya. 49 Negara-negara yang tidak meratifikasi tidak bisa menjadikan ketidak-ikutsertaan dalam suatu perjanjian Internasional menjadi alasan untuk menghindar dari kewajiban yang berasal dari hukum kebiasaan Internasional yang 49 Sri Badini. Op.Cit. hal 41

26 41 sudah diformulasikan atau ditransformasikan di dalam perjanjian Internasional itu. 50 Bagi Negara bukan peserta seperti Indonesia, resolusi yang bersifat anjuran ini tidak memiliki kekuatan yuridis namun resolusi ini sudah berlangsung lama. Dan fakta ini di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia telah bekerja sama dengan UNHCR sejak tahun 1975, sehingga hal ini menunjukkan bahwa resolusi tersebut telah menjadi hukum kebiasaan Internasional, seperti halnya terjadi bagi negara bukan pihak lainnya. 3. Kedudukan dan Peran Lembaga UNHCR di Indonesia UNHCR berkantor di Indonesia sejak Waktu itu ribuan pengungsi Vietnam berdatangan ke Indonesia. Banyak kasus pengungsi di berbagai negara dan di Indonesia ditangani oleh UNHCR seperti pengungsi dari berbagai negara yang menetap maupun menjadikan Indonesia sebagai negara transit. Kantor regional UNHCR di Jakarta bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam memproses pencari suaka dan pemohon pengungsi di Indonesia, dan guna mendapatkan perlindungan Internasional. Untuk kasus-kasus permohonan pengungsi di Indonesia, pihak pemerintah aka membawanya ke pihak UNHCR. Untuk selanjutnya lembaga tersebut melakukan serangkaian prosedur tetap guna penetuan status pengungsi pemohon. Para pemohon diidentifikasi sesuai dengan kebutuhan perlindungan Internasional. Pihak UNHCR akan memberikan izin tinggal di Indonesia dengan persetujuan 50 I Wayan Parthiana. Hukum Perjanjian Internasional Bagian 2.Mandar Maju. Bandung hal 294

27 42 Pemerintah Indonesia sampai dengan mendapatkan penempatannya. Dalam melaksanakan tugasnya, UNHCR bekerjasama dengan mitra kerja yang berdomisili atau memiliki perwakilan di Indonesia. UNHCR melaksanakan program-program bantuan kepada pengungsi. Bantuan tersebut berupa bantuan makana, kesehatan, konseling serta kebutuhan lainnya yang diperlukan. Jika dijelaskan dengan bagan mengenai kedudukan dan tugas pokok UNHCR dapat digambarkan sebagai berikut: 51 United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) A subsidiary organ of The United Nations General Assembly Primary mandate Responsibility is the protection of refugees and solution to the problem of refugees 51 Wagiman.Op.Cit. Hal. 190

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Perang Dunia Pertama, yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Perang Dunia Pertama, yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses 19 BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Pengungsi 1. Pengertian Secara Umum Istilah dan definisi pengungsi (refugee) pertamakali muncul pada waktu Perang Dunia

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas. Sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas. Sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi sesungguhnya sudah timbul sejak umat manusia mengenal adanya konflik dan peperangan, karena umumnya yang menjadi pengungsi adalah korban dari

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM.08.05 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI DI INDONESIA. dan kata kerjanya adalah mengungsi, yaitu Orang yang mencari tempat yang aman ketika

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI DI INDONESIA. dan kata kerjanya adalah mengungsi, yaitu Orang yang mencari tempat yang aman ketika BAB II PENGATURAN PENGUNGSI DI INDONESIA A. Pengertian Pengungsi Pengertian atau istilah pengungsi secara umum mengalami dinamikanya sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa akar kata

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI Lembar Fakta No. 20 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA 1 THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA Yahya Sultoni, Setyo Widagdo S.H., M.Hum., Herman Suryokumoro S.H., M.S., Law Faculty of Brawijaya

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL. bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang dirasa aman). Jadi, kata

BAB II PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL. bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang dirasa aman). Jadi, kata BAB II PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL I. Tinjauan Umum Tentang Pengungsi A. Pengertian Pengungsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengungsi berasal dari kata dasar ungsi ( ung si

Lebih terperinci

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL Maya I. Notoprayitno Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat Email: m.notoprayitno@ymail.com Abstract: Asylum and Law for International

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.

Lebih terperinci

Hukum Pengungsi Internasional

Hukum Pengungsi Internasional Hukum Pengungsi Internasional i ii Iin Karita Sakharina & Kadarudin BUKU AJAR HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL Tim Penulis : Dr. Iin Karita Sakharina, S.H., M.A. Kadarudin, S.H., M.H. Desain Sampul : Pustaka

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Sejarah dan Perkembangan UNHCR

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Sejarah dan Perkembangan UNHCR BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) 3.1.1.1 Sejarah dan Perkembangan UNHCR Dalam bab ini penulis akan menjelaskan UNHCR

Lebih terperinci

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA JURNAL STATUS KEWARGANEGARAAN MASYARAKAT YANG BERDOMISILI DI KAWASAN PERBATASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE KHUSUSNYA YANG BERDOMISILI DI WILAYAH KABUPATEN BELU ( Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling sulit dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang paling sulit dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah pengungsi dan perpindahan penduduk di dalam negeri merupakan persoalan yang paling sulit dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA Diajukan Oleh: Ni Made Maha Putri Paramitha NPM : 120510952 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum tentang

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INTERNASIONAL TERHADAP PENGUNGSI DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN INTERNASIONAL TERHADAP PENGUNGSI DALAM KONFLIK BERSENJATA PERLINDUNGAN INTERNASIONAL TERHADAP PENGUNGSI DALAM KONFLIK BERSENJATA M. Husni Syam* Abstrak Dalam suatu persengketaan bersenjata antarnegara atau konflik bersenjata dalam suatu negara, penduduk sipil

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagai satu-satunya organisasi internasional yang diberi mandat untuk memberi perlindungan

Lebih terperinci

PENGATURAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI PENGUNGSI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM YANG MELINTASI BATAS INTERNASIONAL (ENVIRONMENTAL REFUGEE)

PENGATURAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI PENGUNGSI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM YANG MELINTASI BATAS INTERNASIONAL (ENVIRONMENTAL REFUGEE) PENGATURAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI PENGUNGSI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM YANG MELINTASI BATAS INTERNASIONAL (ENVIRONMENTAL REFUGEE) YANUARDA YUDO PERSIAN Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia secara umum dapat di artikan sebagai hak kodrati yang didapatkan seseorang secara otomatis tanpa seseorang itu memintanya. Sebagai hak kodrati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI/PENCARI SUAKA DI INDONESIA (SEBAGAI NEGARA TRANSIT) MENURUT KONVENSI 1951 DAN PROTOKOL 1967 ABSTRACT

PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI/PENCARI SUAKA DI INDONESIA (SEBAGAI NEGARA TRANSIT) MENURUT KONVENSI 1951 DAN PROTOKOL 1967 ABSTRACT PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI/PENCARI SUAKA DI INDONESIA (SEBAGAI NEGARA TRANSIT) MENURUT KONVENSI 1951 DAN PROTOKOL 1967 ABSTRACT There are around 13,000 refugees and asylum seekers in Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Internasional Pemahaman yang baik mengenai hukum internasional penting ketika berhadapan dengan masalah hukum internasional. Hukum Internasional ialah keseluruhan

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia memiliki makna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia memiliki makna 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Hukum Kata perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia memiliki makna tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya memberi perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI/PENCARI SUAKA DI INDONESIA (SEBAGAI NEGARA TRANSIT) MENURUT KONVENSI 1951 DAN PROTOKOL 1967

PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI/PENCARI SUAKA DI INDONESIA (SEBAGAI NEGARA TRANSIT) MENURUT KONVENSI 1951 DAN PROTOKOL 1967 Perlindungan terhadap Pengungsi/Pencari Suaka di Indonesia menurut Konvensi 1951 Kanun Jurnal Ilmu Hukum Rosmawati No. 67, Th. XVII (Desember, 2015), pp. 457-476. PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI/PENCARI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI BAB III KEBIJAKAN JERMAN TERHADAP PENGUNGSI DI EROPA Pada bab III akan dijelaskan mengenai kebijakan Jerman terhadap masalah pengungsi. Bab ini akan diawali dengan penjelasan mengenai aturanaturan apa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

Riyan Ananta Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Riyan Ananta Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta PERLINDUNGAN TERHADAP ASYLUM SEEKER DILUAR WILAYAH SUATU NEGARA KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB NEGARA MENURUT PASAL 33 AYAT (1) KONVENSI 1951 TENTANG STATUS PENGUNGSI STUDI KASUS AUSTRALIA-INDONESIA Riyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) TERHADAP PENGUNGSI KORBAN PERANG SAUDARA DI SURIAH

SKRIPSI PERANAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) TERHADAP PENGUNGSI KORBAN PERANG SAUDARA DI SURIAH SKRIPSI PERANAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) TERHADAP PENGUNGSI KORBAN PERANG SAUDARA DI SURIAH OLEH ANDI ULFAH TIARA PATUNRU B11110030 BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA DI REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA DI REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA DI REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Lebih terperinci

JURNAL TINJAUAN HUKUM MENGENAI ALASAN BELUM DISAHKANNYA (AKSESI) KONVENSI JENEWA TAHUN 1951 DAN PROTOKOL NEW YORK TAHUN 1967 OLEH INDONESIA

JURNAL TINJAUAN HUKUM MENGENAI ALASAN BELUM DISAHKANNYA (AKSESI) KONVENSI JENEWA TAHUN 1951 DAN PROTOKOL NEW YORK TAHUN 1967 OLEH INDONESIA JURNAL TINJAUAN HUKUM MENGENAI ALASAN BELUM DISAHKANNYA (AKSESI) KONVENSI JENEWA TAHUN 1951 DAN PROTOKOL NEW YORK TAHUN 1967 OLEH INDONESIA Diajukan oleh : DOMINICUS SETIADI NPM : 060509360 Program Studi

Lebih terperinci

Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia

Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia Jesuit Refugee Service Indonesia Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia diterbitkan oleh Jesuit Refugee Service Indonesia Mei 2013 Foto Sampul: Staf JRS Indonesia

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara 173 dan 177 derajat Garis Bujur Timur. Kiribati berada pada bentangan

BAB I PENDAHULUAN. antara 173 dan 177 derajat Garis Bujur Timur. Kiribati berada pada bentangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kiribati adalah negara kepulauan yang terletak di tengah Lautan Pasifik, antara 173 dan 177 derajat Garis Bujur Timur. Kiribati berada pada bentangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM 3.1 Kronologi kasus Ayah Ana Widiana Kasus berikut merupakan kasus euthanasia yang terjadi pada ayah dari Ana Widiana salah

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI JURNAL PELAKSANAAN OPERASI KOMANDO TUGAS (KOGAS) KEMANUSIAAN GALANG 96 DALAM RANGKA PEMULANGAN PENCARI SUAKA ASAL VIETNAM TAHUN 1996 DI PULAU GALANG DITINJAU DARI SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum pengungsi internasional adalah bagian dari hukum internasional. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Hukum pengungsi internasional adalah bagian dari hukum internasional. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pengungsi internasional adalah bagian dari hukum internasional. Hukum pengungsi internasional lahir demi menjamin keamanan dan keselamatan pengungsi di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek hukum terpenting (par excellence) dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai subyek hukum internasional, hak dan kewajiban

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur,

DAFTAR PUSTAKA. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur, DAFTAR PUSTAKA 1. BUKU Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur, Hamid, Sulaiman, 2002, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional,PT Rajagrapindo Persada: Jakarta. Achmad,

Lebih terperinci

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Negara-negara Pihak pada Konvensi ini, Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumen-instrumen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL A. Konvensi Konvensi Internasional Keamanan Penerbangan Sipil Kajian instrumen hukum internasional

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Meskipun dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan informasi terkait permasalahan pengungsi karena keterbatasan peneliti dalam menemukan data-data yang terkait

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan Oleh : HARYO PRADIPTA BAYUWEGA NPM : Internasional

JURNAL. Diajukan Oleh : HARYO PRADIPTA BAYUWEGA NPM : Internasional JURNAL PENERAPAN KEBIJAKAN SOLUSI PASIFIK OLEH PEMERINTAH AUSTRALIA DALAM MENGENDALIKAN LAJU KEDATANGAN PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL Diajukan Oleh : HARYO PRADIPTA BAYUWEGA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah di Negara sendiri membuat penduduk menjadi tidak nyaman dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah di Negara sendiri membuat penduduk menjadi tidak nyaman dan BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Perebutan wilayah kekuasaan, perang saudara dan pemberotakan terhadap pemerintah di Negara sendiri membuat penduduk menjadi tidak nyaman dan aman, menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6181 PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 12) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik I n d

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1]

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] 1 KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] Perjanjian Internasional atas Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1. Dalam Komentar Umum No. 4 (1991), Komite

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN TERORISME

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING Oleh: Sylvia Mega Astuti I Wayan Suarbha Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci