BAB I PENDAHULUAN. antara 173 dan 177 derajat Garis Bujur Timur. Kiribati berada pada bentangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. antara 173 dan 177 derajat Garis Bujur Timur. Kiribati berada pada bentangan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kiribati adalah negara kepulauan yang terletak di tengah Lautan Pasifik, antara 173 dan 177 derajat Garis Bujur Timur. Kiribati berada pada bentangan khatulistiwa dan berdekatan dengan Garis Waktu Internasional (International Date Line). Republik ini terdiri dari tiga kepulauan utama, yaitu Kepulauan Gilberts, Kepulauan Phoenix, dan Kepulauan International Line atau Kepulauan Caroline. Negara ini memiliki topografi yang unik, yakni daerah daratan yang landai, tidak berbukit, tidak bergunung, dan juga bukan daratan tinggi, sehingga tidak ada yang menghalangi pandangan mata ke matahari. Daratan di kepulauan itu dikelilingi lautan yang luas yang berjarak ribuan mil dengan daratan lainnya. Seluruh daratan di kepulauan itu paling tinggi mencapai 8 meter di atas permukaan laut, kecuali Pulau Banaba, dengan luas keseluruhan kurang lebih 6 kilometer persegi. Kondisi alam semacam inilah di Kepulauan Kiribati tidak ditemukan di seluruh tempat di muka bumi dan menjadi kekhususan tersendiri. Iklim yang kurang bersahabat diakibatkan oleh daerah yang dilalui angin timur, sehingga pulau-pulau memiliki iklim khatulistiwa maritim, dengan kelembapan tinggi selama musim hujan sekitar bulan November sampai dengan April. Meskipun pulau tersebut terletak di luar sabuk badai tropis, terdapat angin kencang sesekali dan bahkan tornado. Curah hujan bervariasi dari rata-rata 102 cm yang dekat dengan ekuator hingga 1

2 305 cm yang merupakan angka ekstrim di wilayah utara dan selatan. Kekeringan yang parah juga bisa terjadi di Kiribati. Rata-rata terdapat kurang dari 1% variasi antara bulan dingin dan panas, tapi suhu harian berkisar dari 25 derajat Celcius dengan suhu rata-rata tahunan sebesar 27 derajat Celcius. Kemiskinan tanah yang ekstrim dan variabilitas curah hujan yang tinggi membuat budidaya tanaman mustahil dilakukan di wilayah tersebut. Hanya Babai (semacam tumbuhan jenis talas), pohon kelapa, dan pohon pandan paling mudah tumbuh di pulaupulau di Kiribati. Babi dan unggas juga banyak terdapat di Kiribati, namun bukan satwa asli. Hewan-hewan tersebut diperkenalkan oleh orang Eropa pada masa kolonial. Namun, negara ini memiliki aneka satwa laut yang melimpah dan beraneka ragam seperti layaknya negara kepulauan lainnya. 1 Memang terdengar asing ketika mendengar Negara Kiribati di telinga kita. Karena memang Negara Kepulauan Kiribati tidak sering dieskpos oleh media baik cetak maupun elektronik. Namun Negara Kiribati ini mulai mencuat ke media ketika negara tersebut menjadi negara pertama yang diprediksikan akan tenggelam terlebih dahulu akibat dampak pemanasan global yang terjadi. Negara ini merupakan negara yang paling menderita dan menjadi negara pertama yang rusak akibat perubahan iklim global. Salah satu akibat dari pemanasan global telah mengambil sebagian lahan negara yang terletak di tengah-tengah Lautan Pasifik tersebut. Air laut yang meninggi telah menyentuh wilayah pemukiman warga. Hal ini menimbulkan problema besar bagi negara kecil berpenghuni orang tersebut, 1 Kepulauan Pasifik di Khatulistiwa Dapat Menjadi Tempat Pengungsian Terumbu Karang Dalam Iklim yang Menghangat Karena Perubahan Arus Samudera Diakses pada 24 September

3 karena mereka tidak punya pulau lain di negara mereka yang dapat dipakai untuk pindah. 2 Untuk menyikapi problema besar ini, sang presiden sebelumnya telah memperhitungkan sebuah rencana besar untuk membangun pulau buatan baru yang dapat dihuni. Tetapi, entah karena biaya yang terlalu besar atau alasan lain, rencana ini dibatalkan. Kini solusi mereka tertuju kepada sebuah upaya baru agar mereka diizinkan untuk membeli daratan seluas 5000 are di wilayah pemerintahan militer Fiji, tepatnya di Pulau Utama Fiji, Vanua Levu. Jika diperbolehkan, maka pemerintah Kiribati akan segera memindahkan warganya ke tempat tersebut sedikit demi sedikit. 3 Menurut laporan PBB, untuk negara-negara Kepulauan Pasifik Berkembang (1992), masalah lingkungan yang paling signifikan yang dihadapi bangsa-bangsa di daerah ini di dunia adalah pemanasan global dan naiknya permukaan laut. Variasi dalam tingkat laut dapat merusak hutan dan daerah pertanian dan mencemari persediaan air tawar dengan air garam. Kenaikan permukaan laut untuk negara-negara dengan dua kaki (60 cm) akan menenggelamkan Kiribati yang dihuni pada tahun 1996, seperti kenaikan ini diperkirakan sebagai suatu kemungkinan pada tahun Kiribati bersama negara-negara lain di daerah itu, rentan terhadap gempa bumi dan aktifitas gunung berapi. Akan tetapi, bangsa ini juga memiliki fasilitas memadai untuk penanganan limbah padat, yang telah menjadi perhatian lingkungan utama sejak tahun 1992, terutama di pusat populasi yang lebih besar di Kiribati. 2 Kiribati Negara Pertama Korban Perubahan Iklim Diakses pada 25 September Ibid 3

4 Kesengsaraan yang dialami oleh penduduk negara Kepulauan Kiribati yang paling utama dihadapi ialah air minum dan hasil kebun dirusak oleh air laut, ditambah dengan badai yang menyebabkan erosi di sepanjang pantai. Kesengsaraan ini membuat para i- Kiribati, demikian warga Kiribati dipanggil, sangat khawatir dengan kelangsungan budaya mereka sehubungan dengan kepindahan yang nantinya ke Negara Kepulauan Fiji di Vanua Levu. Dan yang dipindahkan terlebih dahulu ialah generasi muda yang sebagai generasi penerus Kiribati dan berperan menjaga kelestarian budaya mereka. 4 Keadaan ini diperburuk oleh buruknya higienis dan sanitasi akibat kekurangan air yang menyebabkan melonjaknya angka kematian anak di Kiribati. Menurut Pelapor Khusus mengenai hak atas air dan sanitasi PBB, Catarina del Albuquerque mengatakan tindakan mendesak perlu dilakukan untuk mengatasi kekurangan air di antara populasi negara itu. Ditambah lagi, Catarina de Albuquerque menyatakan bahwa situasi yang terjadi seperti ini dikarenakan kurangnya fasilitas sanitasi yang semestinya. Kemudian ia menyarankan pemerintah Kiribati perlu menciptakan sebuah departemen khusus untuk mengatasi isu tadi dan menerapkan berbagai program untuk melakukan halhal seperti meningkatkan kapasitas menampung air hujan dan memproduksi air yang terjangkau oleh rakyat dari pabrik-pabrik desalinasi. De Albuqueque juga mencatat bahwa negara dataran rendah tadi kewalahan untuk mengatasi perubahan iklim dan kenaikan level air laut telah mencemari sejumlah sumber air tanah. Ia juga menegaskan bahwa komunitas internasional, khususnya negara-negara yang paling bertanggung jawab 4 Seluruh Penduduk Kiribati Akan Dipindahkan Karena Negara Mereka Terancam Tenggelam Diakses pada 25 September

5 atas perubahan iklim, memiliki kewajiban untuk membantu Kiribati mengatasi masalah airnya. 5 Karena kondisi Negara Kepulauan Kiribati yang semakin hari semakin mengkhawatirkan, maka diprediksikan Kiribati adalah negara pertama di dunia yang akan melakukan relokasi sehubungan dengan perubahan iklim ke Kepulauan Fiji. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Penduduk Negara Kepulauan Kiribati Sebagai Pengungsi Akibat Perubahan Iklim Dan Dampak Pemanasan Global. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Mengapa perubahan iklim bisa menjadi penyebab adanya pengungsi yakni penduduk Negara Kiribati yang akan direlokasikan ke Vanua Levu, Kepulauan Fiji? 2. Bagaimana perlindungan hukum nasional terhadap pengungsi yang terjadi di Kiribati? Apabila hukum nasionalnya tidak bisa memberikan perlindungan terhadap penduduknya, apa opsi perlindungan lainnya? 3. Institusi atau lembaga manakah yang berwenang menangani pengungsi akibat perubahan iklim khususnya pada penduduk Negara Kiribati? Apabila bukan 5 Kekurangan Air Sebabkan Kematian Anak-Anak di Kiribati k_di_kiribati/#.ug299udrqap Diakses pada 24 September

6 UNHCR, apakah ada lembaga lain yang dapat memberikan perlindungan terhadap penduduk Negara Kiribati? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tugas obyektif dan subyektif sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif Tujuan Obyektif dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perubahan iklim yang kemudian mengakibatkan terjadinya perpindahan penduduk Negara Kiribati yang akan direlokasikan ke Vanua Levu, Kepulauan Fiji. b. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum nasional yang diberikan terhadap penduduk Negara Kiribati yang menjadi pengungsi akibat perubahan iklim. c. Untuk mengetahui institusi atau lembaga atau organisasi internasional mana yang berwenang memberikan perlindungan hukum terhadap pengungsi akibat perubahan iklim. 2. Tujuan Subyektif Tujuan Subyektif dari adanya penelitian ini adalah untuk memperoleh data-data yang diperlukan sebagai bahan untuk penulisan hukum yang sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 6

7 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, baik untuk manfat akademis maupun untuk manfaat praktis. a. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dan pengayaan dalam Hukum Pengungsi untuk mengetahui dan membandingkan mengenai keberadaan status pengungsi akibat perubahan iklim yang baru-baru ini muncul serta perbandingan antara definisi pengungsi yang tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Jenewa 1951 Mengenai Status Pengungsi dengan pengungsi akibat perubahan iklim yang saat ini lagi mencuat di dunia internasional. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan pada pengayaan ilmu pada Hukum Internasional khususnya Hukum Pengungsi. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan sumbangan pikiran guna mengetahui pengayaan dan penerapan Hukum Pengungsi. Dan masukan dalam hal perlindungan penduduk yang sekarang ini banyak menjadi pengungsi akibat perubahan iklim, khususnya penduduk negara Kiribati yang diprediksikan menjadi negara pertama di dunia yang akan direlokasi ke Kepulauan Utama Negara Fiji yakni di Vanua Levu. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai dampak pemanasan global yang semakin hari semakin mengkhawatirkan dan berpotensi besar merusak keseimbangan ekosistem di seluruh belahan dunia, sehingga diharapkan dapat 7

8 menimbulkan kesadaran untuk berpartisipasi dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan melestarikan lingkungan dunia dalam mencegah mengurangi pemanasan global bersama. E. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Dalam penulisan hukum yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap pengungsi akibat perubahan iklim ini, metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode normatif empiris yakni menganalisis penerapan prinsip dalam Hukum Pengungsi Internasional, khususnya prinsip non-refoulement dalam kaitannya dengan penduduk negara Kiribati yang menjadi pengungsi akibat perubahan iklim, dan prinsip-prinsip dalam Hukum Lingkungan Internasional khususnya yang ada dalam Deklarasi Stockholm 1972, Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim 1992, Protokol Kyoto 1997, Bali Roadmap 2007 dan Doha Climate Getaway 2012 yang berkaitan dengan lingkungan dan perubahan iklim. 2. Metode Penelitian dan Data Dalam hal mencari penerapan prinsip-prinsip dalam Hukum Pengungsi Internasional yang berkaitan dengan pengungsi akibat perubahan iklim serta prinsipprinsip dalam Hukum Lingkungan Internasional yang berkaitan dengan lingkungan dan perubahan iklim, penulis menggunakan metode penelitian literature research atau penelitian yang didasarkan pada literatur atau pustaka yang memfokuskan pada 8

9 primary sources (sumber primer), subsidiary/secondary sources (sumber sekunder) serta tertiary sources (sumber tersier) 6 yang menunjang sumber primer dan sumber sekunder. Dalam mendapatkan data sekunder, penulis melakukan studi pustaka di perpustakaan yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kemudian sumber hukum (khususnya sumber hukum dalam Hukum Internasional) yang digunakan akan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yakni, primer, sekunder dan tersier. Sumber primer (primary sources) yang dimaksud adalah sumber hukum internasional yang mengacu pada Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional yakni : 1. Perjanjian internasional (baik yang bersifat umum maupun khusus) 2. Kebiasaan internasional (international custom) 3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negaranegara beradab 4. Keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (teachings of the most highly qualified publicists) merupakan sumber tambahan hukum internasional. Penulis akan menganalisis mengenai sumber hukum primer yaitu perjanjian internasional yang relevan dalam penulisan hukum ini, yakni Universal Declarations on Human Rights 1948, Geneva Convention 1951 Relating on International Refugees, 6 Basics of Legal Research, Cornell University Law Library, Diakses pada 12 Juli 2013 pkl

10 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights 1966, Protocol 1967 Relating on International Refugees, Stockholm Declarations 1972, United Nations Framework Convention on Climate Change 1992, Kyoto Protocol 1997, Bali Roadmap 2007, dan Doha Climate Getaway Selain itu penulis juga akan membahas mengenai prinsip non-refoulement. Bahan hukum sekunder adalah materi mengenai hukum yang digunakan untuk menjelaskan, menafsirkan, mengembangkan, menempatkan atau menunjang bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini. Dalam penulisan hukum ini akan merujuk kepada Wagiman, Daniel Murdiyarso dan Achmad Romsan. Bahan hukum tersier yang dimaksud adalah kamus yang digunakan untuk membantu mencari definisi atau pengertian secara spesifik mengenai terminologiterminologi yang dicari dalam menunjang bahan hukum primer dan sekunder. Contohnya Black s Law Dictionary sebagai bahan hukum tersier. 3. Metode Analisis Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dengan data yang telah dikumpulkan, penulisan hukum ini akan mengidentifikasi apakah Konvensi Jenewa 1951 Mengenai Status Pengungsi dan Protokol 1967 dapat mengakomodir keadaan pengungsi akibat perubahan iklim dalam hal pemberian perlindungan hukum atau tidak. 10

11 F. Definisi Operasional 1. Pengungsi Berdasarkan Pasal 1 (A) poin (1) dan (2) 1951 Convention Relating to the Status of Refugees (Konvensi 1951 Mengenai Status Pengungsi) yang dimaksud dengan Pengungsi ialah : A. For the purposes of the present Convention, the term refugee shall apply to any person who : (1) Has been considered a refugee under the Arrangement of 12 May 1926 and 30 June 1928 or under the Conventions of 28 October 1933 and 10 February 1938, the Protocol of 14 September 1939 or the Constitution of the International Refugee Organization; Decisions of non-eligibility taken by the International Refugee Organization during the period of its activities shall not prevent the status of refugee being accorded to persons who fulfill the conditions of paragraph 2 of this section; (2) As a result of events occurring before 1 January 1951 and owing to wellfounded fear of being persecuted for reasons of race, religion, nationality, membership of a particular social group or political opinion is outside the country of his nationality and is unable or, owing to such fear, is unwilling to avail himself of the protection of that country; or who, not having a nationality and being outside the country of his former habitual residence as a result of such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to return it. In the case of a person who has more than one nationality, the term the country of his nationality shall mean each of the countries of which he is a national, and a person shall not be deemed to be lacking the protection of the country of his nationality if, without any valid reason based on well-founded fear, he has not availed himself of the protection of one of the countries which he is a national. Yang artinya adalah sebagai berikut : A. Untuk maksud-maksud Konvensi ini, istilah pengungsi akan berlaku bagi seseorang yang : (1) Telah dianggap sebagai pengungsi menurut Pengaturan-pengaturan 12 Mei 1926 dan 30 Juni 1928 atau menurut konvensi-konvensi 28 Oktober 1933 dan 11

12 10 Februari Protokol 14 September 1939 atau Konstitusi Organisasi Pengungsi Internasional : Keputusan-keputusan tentang tidak dapat diakuinya seseorang sebagai pengungsi yang diambil oleh Organisasi Pengungsi Internasional dalam periode kegiatan-kegiatannya tidak akan menghalangi pemberian status pengungsi kepada orang-orang yang memenuhi syarat-syarat ayat 2 bagian ini; (2) Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan yang disebabkan oleh kecemasan yang sungguh-sungguh berdasar akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat atau, karena kecemasan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan negara itu; atau seseorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan dan berada di luar negara di mana ia sebelumnya biasanya bertempat tinggal, sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud, tidak dapat atau, karena kecemasan tersebut, tidak mau kembali ke negara itu. Dalam hal seseorang mempunyai lebih dari satu kewarganegaraan, istilah negara kewarganegarannya akan berarti masing-masing negara di mana ia adalah warga negara, dan seseorang tidak akan dianggap tidak memperoleh perlindungan negara kewarganegarannya jika, tanpa alasan yang sah yang berdasarkan kecemasan yang sungguh-sungguh berdasar, ia tidak 12

13 memanfaatkan perlindungan salah satu negara di mana ia adalah warga negara. 2. Perubahan Iklim Berdasarkan Pasal 1 poin (2) United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB/UNFCCC) yang dimaksud dengan perubahan iklim adalah : means a change of climate which is attributed directly or indirectly to human activity that alters the global atmosphere and which is in addition to natural climate variability observed over comparable time periods Yang artinya adalah perubahan pada iklim yang disebabkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer global G. Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa referensi yang berkaitan dengan penulisan hukum ini. Di bawah ini penulis akan menyebutkan referensi yang didapat dan perbedaannya dengan penulisan hukum ini. 1. Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional. Diterbitkan oleh Sinar Grafika, Jakarta. Buku ini memfokuskan pada perkembangan Hak Asasi Manusia Internasional, dinamika masyarakat internasional dan implikasinya bagi migrasi penduduk, perkembangan, kedudukan, dan ruang lingkup hukum pengungsi internasional serta membahas kejadian dan praktik penanganan pengungsi di berbagai negara. Dalam 13

14 buku ini juga membahas mengenai prinsip suaka, prinsip non-refoulement sebagai jus cogens dan prinsip non-ekstradiksi. Wagiman dalam bukunya membahas secara komprehensif mengenai prinsip non-refoulement dan ada beberapa poin penting yang penulis setuju terhadap tulisannya yakni : a. bahwa prinsip non-refoulement adalah jaminan suatu negara untuk tidak akan mengusir atau mengembalikan seorang pengungsi dengan cara apapun ke negara asalnya dimana kehidupan dan kebebasannya terancam. b. Prinsip non-refoulement merupakan prinsip hukum pengungsi internasional dan oleh karenanya mengikat semua negara, meskipun bukan merupakan negara peserta Konvensi Jenewa 1951 Mengenai Status Pengungsi. c. Prinsip non-refoulement dikategorikan sebagai ius cogens. Sayangnya, dalam buku ini tidak menyebutkan beberapa hal mengenai : a. Permasalahan baru mengenai pengungsi akibat perubahan iklim. b. Peran prinsip non-refoulement terhadap pengungsi akibat perubahan iklim. c. Lembaga atau organisasi internasional yang berwenang menangani masalah pengungsi iklim. Penulis mengutip dari referensi ini dan apa yang tidak disebutkan dalam bukunya Wagiman dalam 3 poin di atas, akan penulis bahas dalam penulisan hukum ini. 14

15 2. Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto : Implikasinya bagi Negara Berkembang. Diterbitkan oleh Kompas, Jakarta Sesuai dengan judulnya, buku ini memfokuskan pada Protokol Kyoto. Dimulai dengan apa yang dimaksud dengan Protokol Kyoto, efektivitas dan status ratifikasi Protokol Kyoto, peranannya terhadap negara berkembang dan negara maju, mekanisme untuk memenuhi komitmen dalam Protokol Kyoto, sampai membahas kelembagaan yang diatur dalam Protokol Kyoto. Penulis mendukung dan setuju dengan apa yang ditulis oleh Daniel Murdiyarso ini, karena jelas dalam bukunya menyindir negara-negara yang belum mau berkomitmen menjalankan Protokol Kyoto seperti Amerika Serikat dengan alasan akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan CO 2 menurut undang-undang AS, Clean Air Act tidak dianggap sebagai pencemar sehingga secara domestik tidak perlu diatur emisinya. Penulis mendukung kritisasi Daniel Murdiyarso terhadap negara maju seperti Amerika Serikat yang tidak mau menurunkan emisi gas CO 2, akan tetapi terkait dengan lingkungan dan perubahan iklim dan telah diatur oleh beberapa aturan internasional yang tidak hanya Protokol Kyoto saja. Instrumen internasional lainnya ialah Deklarasi Stockholm 1972, Konvensi PBB Kerangka Kerja Perubahan Iklim 1992 dan tentunya karena buku ini diterbitkan pada tahun 2003, maka pembahasan mengenai Bali Roadmap 2007 serta Doha Climate Getaway 2012 belum ada. Oleh karena itu, penulis akan turut membahas lebih lanjut beberapa aturan internasional di atas terkait lingkungan dan perubahan iklim dalam penulisan hukum ini. 15

16 H. Landasan Teori Persoalan pengungsi telah ada sejak abad ke-20. Persoalan tersebut pertama kali timbul ketika terjadi Perang Rusia (ketika revolusi di Rusia), yaitu ketika para pengungsi dari Rusia berbondong-bondong menuju ke Eropa Barat. Jutaan anak-anak, pria dan waita telah menderita akibat eksploitasi konflik etnis agama atau perang saudara. Jumlah ini dari tahun ke tahun meningkat secara tajam, misalnya dalam kurun waktu ada 180 juta pengungsi yang disebabkan bencana alam (natural disaster). Melihat hal ini Majelis Umum PBB telah mencanangkan periode sebagai the International Decade for Natural Disaster Reduction. Pengaturan tentang pengungsi ini dimulai sejak adanya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Walaupun, Deklarasi Universal HAM 1948 bukanlah merupakan hukum yang mengikat, deklarasi ini telah melandasi pembentukan norma-norma HAM internasional yang diwujudkan dalam berbagai bentuk perjanjian yang secara hukum mengikat negara-negara pihak. Esensi dari hukum hak asasi manusia internasional ialah mengatur kemanusiaan universal tanpa terikat atribut ruang dan waktu tertentu. Hal tersebut penting mengingat setiap negara tidak tertutup kemungkinan membicarakan hukum hak asasi manusia dalam konteks domestiknya. Hak asasi manusia dalam konteks hukum pengungsi setidaknya berhubungan dengan tiga hal. Pertama, perlindungan terhadap penduduk sipil akibat konflik bersenjata. Kedua, perlindungan secara umum yang diberikan kepada penduduk sipil dalam keadaan biasa. Ketiga, perlindungan terhadap pengungsi baik Internally Displaced Person s/idp s maupun pengungsi lintas batas. Hukum internasional telah meletakkan kewajiban dasar bagi tingkah laku negara dalam melaksanakan perlindungan internasional. Tindakan yang bertentangan dengannya 16

17 akan melahirkan tanggung jawab internasional. Tanggung jawab internasional diartikan sebagai suatu perbuatan salah yang memiliki karakteristik internasional. Tanggung jawab demikian muncul manakala terdapat pelanggaran yang sungguh-sungguh terhadap hakhak yang menyangkut perlindungan atas hak-hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi pengungsi. Pengajuan suaka atau permohonan pengungsi merupakan bagian dari hak asasi manusia. Tentunya untuk hal tersebut disebutkan dalam Pasal 13 Paragraf 2 Deklarasi HAM PBB 1948 Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country. Hak atas kebebasan untuk memilih tempat tinggal atau negara ini kemudian dipertegas oleh Declaration of Territorial Asylum 1967 yang menyatakan : (1) Everyone has the right to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution. (2) This right may not be invoked in the case of persecutions genuinely arising from nonpolitical crimes or acts contrary to the purposes and principles of the United Nations. Penegasan Declaration of Territorial Asylum 1967 kata kunci untuk memohon suaka adalah adanya ketakutan atau kekhawatiran akan menjadi korban dari suatu penyiksaan atau penganiayaan di suatu negara sehingga ia memilih untuk mencari perlindungan ke suatu negara lain. Termasuk di dalamnya mereka yang merupakan pejuang atau orangorang yang berjuang melawan kolonialisme. Namun, permohonan suaka ini dibatasi hanya untuk ketakutan yang timbul dari suatu kejahatan politik dan tidak untuk selain itu. Apabila permohonan tersebut berlawanan dengan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dari PBB, maka termasuk dalam golongan yang akan ditolak untuk menerima suaka adalah mereka yang diduga telah melakukan kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. 17

18 Batasan dan pembagian bidang, jenis dan macam Hak Asasi Manusia Dunia mencakup enam kelompok. Pertama, hak asasi pribadi (personal rights). Yang termasuk dalam kelompok ini adalah hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindahpindah tempat, hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat, hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan, serta hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing. Kedua, hak asasi politik (political rights). Yang ke dalam kelompok ini adalah hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan, hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan, hak membuat dan mendirikan partai politik dan organisasi lainnya, serta hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi. Ketiga, hak asasi hukum (legal equity rights). Yang termasuk ke dalam kelompok ini seperti hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hak untuk menjadi pegawai negeri sipil, serta hak mendapat layanan dan perlindungan hukum. Keempat, hak asasi ekonomi (property rights) seperti hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli, hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak, hak kebebasan menyelenggarakan sewa, menyewa, utang piutang, hak kebebasan untuk memiliki sesuatu, serta hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kelima, hak asasi peradilan (procedural rights). Hak-hak tersebut seperti hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan, hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum. Keenam, hak asasi sosial budaya (social culture rights). Hak tersebut mencakup hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan pengajaran, serta hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat. 18

19 Konvensi tahun 1951 berikut Protokolnya tahun 1967 secara substansial melindungi hak asasi manusia pada pengungsi. Dengan demikian Konvensi tersebut dikategorikan sebagai jenis-jenis HAM yang perlu dilindungi, khususnya bagi pengungsi. Konvensi Jenewa 1951 Mengenai Status Pengungsi Mengenai Status Pengungsi mencantumkan daftar hak dan kebebasan asasi yang sangat dibutuhkan oleh pengungsi. Negara peserta Konvensi wajib melaksanakan hak-hak dan kewajiban tersebut. Pertama, pengungsi yang masuk ke suatu negara tanpa dokumen lengkap tidak akan dikenakan hukuman, selama mereka secepat-cepatnya melaporkan diri kepada pihak-pihak berwenang setempat. Biasanya di setiap negara terdapat processing centre sendiri yang tidak dicampur dengan karantina imigrasi walaupun keduanya diurus oleh instansi yang sama yang khusus menangani orang asing. Kedua, adanya larangan bagi negara pihak untuk mengembalikan pengungsi atau mereka yang mengklaim dirinya sebagai pencari suaka ke negara asal secara terpaksa. Hal ini berhubungan dengan prinsip, yang mutlak harus dipatuhi oleh negara pihak yaitu tidak mengembalikan pengungsi ke negara asal dimana ia merasa terancam keselamatan dan kebebasannya (prinsip non-refoulement). Selain yang mutlak seperti itu, terdapat pula yang kondisionil berupa pengusiran yang berarti pengembalian ke negara asal atau dapat ke negara mana saja. Negara pihak hanya boleh melakukan pengusiran apabila dilakukan atas pertimbangan keamanan nasional dan ketertiban umum. Contoh mengganggu ketertiban umum, misalnya pengungsi tersebut melakukan teror terhadap sebagian warga negara pihak maka baru dapat dilakukan pengusiran. Pengusiran baru dapat diberlakukan 19

20 apabila yang bersangkutan terbukti sebagai tindak pelaku kejahatan dari negara asalnya atau melakukan kejahatan di negara yang dituju atau dimana ia berada 7. Perubahan Iklim Salah satu isu lingkungan hidup yang memberikan pengaruh siginifikan terhadap semua komponen kehidupan dan sistem kehidupan banyak kalangan saat ini adalah mengenai fenomena perubahan iklim (climate change). Perubahan iklim hadir sebagai suatu bentuk fenomena kerusakan lingkungan yang memiliki dampak pada hampir setiap bidang kehidupan yang mengancam eksistensi kehidupan manusia baik pada tataran lokal, nasional dan juga pada tataran global. Permasalahan seputar perubahan iklim telah menyentuh suatu kondisi yang multidimensional dengan kompleksitas yang tinggi di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi dan keadilan. Saat ini perhatian banyak dituangkan dalam dampak perubahan iklim terhadap sektor ekonomi dan ilmu pengetahuan, namun pembahasan dalam perspektif keadilan terhadap kondisi iklim jarang mendapat perhatian yang serius. Konsep keadilan dalam dimensi lingkungan hidup menjadi suatu pembahasan yang bersifat lintas sektoran dan lintas kepentingan. Dalam perspektif keadilan lingkungan, kondisi geografis setiap negara merupakan suatu ketentuan yang harus diperlakukan bijaksana dan hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia. Perubahan iklim telah memperumit isu-isu tentang pembagian sumber daya di antara generasi-generasi masa kini dan juga generasi yang akan datang. Ketika jalan satusatunya menuju sumber daya yang dapat diperbaharui adalah lewat pengelolaaan dan 7 Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta. hlm

21 pemeliharaannya di dalam kondisi yang dapat diperbaharui, ekosistem hutan kini sedang dihancurkan oleh hujan asam dan pemanasan global. Pengendalian emisi karbon antropogenik jelas memerlukan solusi internasional untuk menghindarkan malapetaka utama dan mencegah subversi kepada ekosistem yang sudah tua. Pelaksanaan komitmen ini secara nyata mengharuskan semua negara menurunkan emisi yang ada, pada saat yang bersamaan negara-negara yang sedang berkembang dapat mengklaim secara rasional bahwa masalah muncul sebagian besar disebabkan dari negara-negara maju yang selama ini menggunakan energi yang memicu emisi untuk maksud-maksud praktis. Kondisi ekosistem bumi yang tidak terikat pada suatu batas administratif wilayah serta keterkaitan antara kondisi saat ini dengan proyeksi keadaan iklim ke depan menjadikan konsep keadilan lingkungan bertitik tumpu pada 2 (dua) konsep utama yaitu keadilan inter generasi dan keadilan antar generasi. Terdapat 2 (dua) relevansi penting dalam pembahasan mengenai keadilan inter generasi oleh pakar dalam bidang ekologi manusia, yaitu hubungan antara manusia dengan spesies makhluk hidup lainnya dan hubungan antara manusia dengan sistem lingkungan dengan manusia terdapat di dalamnya. Terciptanya keadilan lingkungan secara umum dalam lintasan pemikiran filosofis membutuhkan suatu netralitas sebagai dasar pemikiran utama. Oleh karena itu, pembahasan mengenasi keadilan inter generasi tidak hanya berukutat pada kenyataan perlindungan generasi yang akan datang untuk mendapatkan hak terhadap lingkungan yang layak semata, namun juga menyentuh pembahasan mengenai kondisi bumu yang proporsional sebagai kaidah dasar moral. Konsep keadilan inter generasi telah berkembang dalam pergumulan hukum internasional pada umumnya. Hal ini dapat diindikasi dalam Pembukaan dalam Universal 21

22 Declaration of Human Rights yakni Whereas recognition of the inherent diginity and of the equal and inalienable rights of all members of the human family is the foundation of freedom, justice and peace in the world. Terminologi all members yang digunakan dalam kalimat di atas tentu tidak hanya terbatas pada kondisi saat ini namun juga bersifat pemikiran ke depan dan cita-cita dari hukum internasional yang hendap dicapai. Konsep keadilan inter generasi dalam perkembangan hukum lingkungan internasional pada khususnya, mulai dibicarakan pada saat persiapat Stockholm Conference on the Human Environment tahun 1972 sebagai pertemuan internasional pertama kali yang membicarakan eksistensi manusia dan lingkungan hidup. Dalam kalimat pembukaan konvensi, beberapa kali ditegaskan secara eksplisit bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam konvensi ini adalah terciptanya kondisi lingkungan yang layak untuk saat ini dan masa yang akan datang. Secara umum, setiap generasi memiliki 2 (dua) kewajiban utama yang diemban untuk generasi selanjutnya, yaitu pertama, kewajiban untuk menghadirkan kondisi lingkungan hidup yang layak untuk dinikmati oleh generasi yang akan datang sebagaimana digunakan pada saat ini dan kedua,berkewajiban untuk memperbaiki kondisi kerusakan lingkungan yang terjadi sebagai akibat perbuatan generasi terdahulu sebagai upaya untuk menjamin keberlanjutan lingkungan. Pada tataran paling lemah, setiap generasi dibebani kewajiban moral untuk dapat mewariskan kondisi lingkungan hidup paling tidak sama dengan kondisi yang dinikmati saat ini dari generasi terdahulu. Kemudian konsep keadilan intra generasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu pemahaman bahwa setiap orang yang berada dalam lingkup satu generasi yang sama memiliki hak dan akses yang sama untuk memperoleh manfaat dari sumber alam yang ada serta dapat memperoleh kondisi lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengertian 22

23 lain mengenai konsep keadilan inter generasi hadir sebagai bentuk pemenuhan segala kebutuhan dasar dari manusia yang meliputi lingkungan hidup yang sehat, ketersediaan makanan dan tempat tinggal yang layak serta pemenuhan kebutuhan spiritual dan budaya. Dalam pelaksanaan kebutuhan tersebut, konsep transfer kesejahteraan dan transfer teknologi dari negara kaya kepada negara miskin menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Kehadiran konsep keadilan iklim saat ini mutlak untuk diperhatikan dan dijadikan sebagai landasan idealis untuk perumusan sumber hukum lingkungan internasional. Perjanjian internasional yang hadir dalam rangka kepentingan perubahan iklim saat ini dapat dikatakan sangat minim dalam upaya menciptakan keadilan lingkungan baik dalam tataran keadilan inter generasi maupun dalam tataran intra generasi. 8 8 Perspektif Keadilan Iklim dalam Instrumen Hukum Lingkungan Internasional Tentang Perubahan Iklim, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2, Mei 2011, hlm

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang cukup menjadi perhatian besar bagi umat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang cukup menjadi perhatian besar bagi umat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang, permasalahan perubahan iklim dianggap sebagai suatu masalah yang cukup menjadi perhatian besar bagi umat manusia, dimana perkembangan perubahan iklim

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH Modul ke: HAK ASASI MANUSIA Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir Fakultas FAKULTAS www.mercubuana.ac.id RINA KURNIAWATI, SHI, MH Program Studi DEFINISI Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas. Sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas. Sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi sesungguhnya sudah timbul sejak umat manusia mengenal adanya konflik dan peperangan, karena umumnya yang menjadi pengungsi adalah korban dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari sudut pandang geografis, kepulauan merupakan formasi dari pulaupulau yang dikelompokkan bersama menjadi satu kesatuan. Dari sudut pandang bahasa, kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL Maya I. Notoprayitno Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat Email: m.notoprayitno@ymail.com Abstract: Asylum and Law for International

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

Negara Hukum. Manusia

Negara Hukum. Manusia Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara hukum / Rule of Law / Rechtsstaat yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa Negara demokrasi adalah negara hukum, namun negara hukum belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

PENGATURAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI PENGUNGSI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM YANG MELINTASI BATAS INTERNASIONAL (ENVIRONMENTAL REFUGEE)

PENGATURAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI PENGUNGSI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM YANG MELINTASI BATAS INTERNASIONAL (ENVIRONMENTAL REFUGEE) PENGATURAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI PENGUNGSI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM YANG MELINTASI BATAS INTERNASIONAL (ENVIRONMENTAL REFUGEE) YANUARDA YUDO PERSIAN Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Email:

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1]

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] 1 KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] Perjanjian Internasional atas Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1. Dalam Komentar Umum No. 4 (1991), Komite

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu permasalahan mengenai lingkungan merupakan topik yang tidak pernah lepas dari pemberitaan sampai saat ini, mulai dari tingkat lokal, regional, nasional, maupun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang Undang No. 6 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Framework Convention On Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) Oleh : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA 1 THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA Yahya Sultoni, Setyo Widagdo S.H., M.Hum., Herman Suryokumoro S.H., M.S., Law Faculty of Brawijaya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kekayaan Indonesia akan flora dan faunanya membawa indonesia kepada sederet rekor dan catatan kekayaan di dunia. Tanahnya yang subur dan iklim yang menunjang, memiliki

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Perubahan Iklim Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan pada sebuah keadaan iklim yang diidentifikasi menggunakan uji statistik dari rata-rata perubahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur pulau-pulau yang tersebar luas dalam jumlah lebih dari 13.000 pulau besar dan pulau kecil, dengan garis pantai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI

UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( ) RESUME SKRIPSI UPAYA JERMAN DALAM MENANGGULANGI PEMANASAN GLOBAL ( 1998 2011 ) RESUME SKRIPSI Disusun Oleh : Pongky Witra Wisesa (151040295) JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek hukum terpenting (par excellence) dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai subyek hukum internasional, hak dan kewajiban

Lebih terperinci

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA JURNAL STATUS KEWARGANEGARAAN MASYARAKAT YANG BERDOMISILI DI KAWASAN PERBATASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE KHUSUSNYA YANG BERDOMISILI DI WILAYAH KABUPATEN BELU ( Studi

Lebih terperinci

IUCN Merupakan singkatan dari International Union for Conservation of Nature and Natural Resources sering juga disebut dengan World Conservation Union adalah sebuah organisasi internasional yang didedikasikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan laut mendapat perhatian dunia dewasa ini, baik secara Nasional, Regional, atau Internasional disebabkan karena dampak yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim

Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim http://alan.staff.ipb.ac.id/2014/09/07/pemimpin-baru-dan-tantangan-krisis-ikan-era-perubahan-iklim / Pemimpin baru dan tantangan krisis ikan era perubahan iklim Pemimpin Baru dan Tantangan Krisis Ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA Diajukan Oleh: Ni Made Maha Putri Paramitha NPM : 120510952 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet Oleh Asep Mulyana Revolusi teknologi informasi yang ditandai oleh kehadiran Internet telah mengubah pola dan gaya hidup manusia yang hidup di abad modern,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang stabil dalam hal politik maupun ekonomi. Oleh sebab itu, para imigran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan negara yang banyak dijadikan tujuan oleh para imigran dari berbagai negara untuk mendapatkan perlindungan dan memulai kehidupan baru yang lebih

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci