BAB II PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL. bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang dirasa aman). Jadi, kata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL. bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang dirasa aman). Jadi, kata"

Transkripsi

1 BAB II PERLINDUNGAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL I. Tinjauan Umum Tentang Pengungsi A. Pengertian Pengungsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengungsi berasal dari kata dasar ungsi ( ung si ) yang artinya pergi menghindarkan (menyingkirkan) diri dari bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang dirasa aman). Jadi, kata pengungsi berarti seseorang yang mengungsi dari negara asalnya pergi ke negara lain untuk menyelamatkan diri dan mencari rasa aman. Dalam ruang lingkup Hukum Internasional terdapat beberapa definisi yang dapat kita temukan berkaitan dengan arti dari Pengungsi, dimulai dari definisi dari Konvensi 1951 dan Protokol 1967 hingga definisi dan pengertian dari para ahli yang memberikan pikiran serta pendapat mereka berkaitan dengan Pengungsi. Pengertian tentang Pengungsi terdapat di dalam Pasal 1 Konvensi Menurut pasal tersebut maka pengungsi berlaku bagi setiap orang yang : a. Telah dianggap sebagai pengungsi menurut Perjanjian 12 Mei 1926 dan Perjanjian 30 Juni 1928, atau Konvensi 28 Oktober 1933, Protokol 14 September 1939 atau Konstitusi Organisasi Pengungsi Internasional ; b. Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 serta disebabkan rasa takut yang benar-benar berdasarkan akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik, berada di luar negara asal kewarganegaraannya dan tidak dapat, atau disebabkan rasa takut yang dialami yang bersangkutan tidak mau memanfaatkan perlindungan negara tersebut, atau mereka yang 16

2 tidak berkewarganegaraan dan sebagai akibat dari peristiwa tersebut berada di luar negara bekas tempat tinggalnya, semula tidak dapat akan disebabkan rasa ketakutan, tidak bersedia kembali ke negara itu; c. Dalam hal seseorang yang memiliki lebih dari satu kewarganegaraan, istilah negara kewarganegaraan-nya akan berarti masing-masing negara, dimana dia menjadi warga negara, dan seseorang tidak akan dianggap tidak mendapatkan perlindungan negara kewarganegaraannya bila, tanpa adanya alasan yang dapat diterima, didasarkan rasa takut yang benar-benar ia alami tidak memanfaatkan perlindungan salah satu dari negara dimana dia adalah warga negaranya. 13 Seseorang baru dapat dikatakan sebagai pengungsi apabila adanya unsur rasa takut yang sangat akan persekusi (penganiayaan) berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada salah satu organisasi sosial ataupun karena pendapat politiknya dan mereka telah berada di luar wilayah negara dimana mereka bertempat tinggal, karena mereka tidak ingin mendapatkan perlindungan dari negara tersebut. Ini adalah landasan UNHCR untuk menentukan apakah seseorang itu termasuk dalam kategori pengungsi atau tidak. 14 Pendapat Para Ahli : Malcom Proudfoot Malcom Proudfoot memberikan pengertian pengungsi dengan melihat keadaan para pengungsi akibat Perang Dunia II. Walaupun tidak secara jelas dalam memberikan pengertian tentang pengungsi, pengertiannya yaitu : 13 Sulaiman Hamid, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional,(PT Rajagrapindo Persada: Jakarta, 2002) hlm Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, (Sanic Offset, Bandung), hlm

3 These forced movements, were the result of the persecution, forcibledeportation, or flight of Jews and political opponents of the authoritarians governments; the transference of ethnic population back to their homeland or to newly created provinces acquired by war or treaty; the arbitatry rearrangement of prewar boundaries of sovereign states; the mass flight of the air and the terror of bombarment from the air and under the threat or pressure of advance or retreat of armies over immense areas of Europe; the forced removal of populations from coastal or defence areas underv military dictation; and the deportation for forced labour to bloster the German war effort. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengungsi adalah orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan, deportasi secara paksa, atau pengusiran orang-orang Yahudi dan perlawanan politik pemerintah yang berkuasa, pengembalian etnik tertentu ke negara asal mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau perjanjian, penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi; perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya serangan udara dan adanya tekanan atau ancaman dari para militer di beberapa wilayah Eropa; pindahan secara paksa penduduk dari wilayah pantai atau daerah pertahanan berdasarkan perintah militer, serta pemulangan tenaga kerja paksa untuk ikut dalam perang Jerman. Pietro Verri memberikan definisi tentang pengungsi dengan mengutip bunyi pasal 1 United Nations Convention on the Status of Refugees tahun 1951 adalah : applies to many person who has fled the country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution. Jadi, menurut Pietro Verri pengungsi 18

4 adalah orang-orang yang meninggalkan negaranya karena adanya rasa ketakutan akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang mengungsi masih dalam lingkup wilayah negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi menurut Konvensi Tahun Rujukan lain berkaitan dengan batasan pengungsi dapat digunakan definisi yang dibuat oleh The Group of Governmental Experts on International Cooperation to Avert New Flows of Refugees: 15 Refugees defined man-disaster in the following terms :wars, armed conflict, acts of aggression, alien domination, foreign armed intervention, occupation, colonialism, oppressive segregationist and racially supremacist regimes practicing policies of discrimination or persecution, apartheid, violations of expulsions, economic and social factors threatening the physical integrity and survival, structural problems of development; manmade ecological disturbances and serve environmental damages Pengertian lain tentang pengungsi diartikan sebagai a person who flees or is expelled from a country. 16 Menurut pengertian hukum tersebut, pengungsi merupakan orang yang berada di luar negara asalnya atau tempat tinggal aslinya, mempunyai dasar ketakutan yang sah akan diganggu keselamatannya sebagai akibat dari kesukuannya, agama, kewarganegaraan, keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu atau pendapat politik yang dianutnya, serta tidak mampu dan tidak ingin memperoleh perlindungan bagi dirinya dari negara asal tersebut, ataupun kembali kesana karena kekhawatiran keselamatan dirinya. 15 Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, (Sinar Grafika, Jakarta Timur), Hlm Bryan A. Garner Black s Law Dictionary, Eight Edition, Thomson West, St. Paul Minn. hlm

5 B. Sejarah Asal Mula Pengungsi Pengungsi dan pengungsian telah ada sejak lama di dalam peradaban manusia. Pengungsi telah ada sejak umat manusia mengenal adanya konflik dan peperangan, karena umumnya yang menjadi pengungsi adalah korban dari aksi kekerasan atau mereka yang melarikan diri dari ganasnya perang yang terjadi di wilayahnya atau di negaranya. Para pengungsi biasanya memasuki wilayah atau negara lain untuk mencari tempat yang lebih aman. Jumlah pengungsi yang meningkat tentu dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu pengungsi merupakan masalah serius dihadapi oleh masyarakat internasional yang penanggulangannya memerlukan kerjasama masyarakat internasional secara keseluruhan. 17 Masyarakat dunia mulai mengenal pengungsi yaitu pada saat terjadinya Perang Dunia I ( ) dimana terjadi perang Balkan ( ) yang mengakibatkan pergolakan-pergolakan di negara-negara tersebut terutama Kekaisaran Russia. Diperkirakan 1-2 juta orang pengungsi meninggalkan wilayah Russia dan menuju ke berbagai negara yang berada di kawasan Eropa atau Asia, Asia Tengah dan Asia Selatan antara tahun 1918 dan 1922 dan juga tahun-tahun selanjutnya. 18 Selama periode Liga Bangsa-Bangsa ( ) berbagai badan dibentuk untuk membantu Komisi Agung Pengungsi, antara lain The Nansen International Office for Refugees ( ), The Office of the High Commisioner for Refugees Coming From Germany ( ), The Office of 17 %20Nurina%20Sepvika%20( ).pdf diakses tanggal 9 Mei diakses tanggal 9 Mei

6 The High Commisioner of The League of Nations for Refugees ( ), dan Intergovernmental Committee for Refugees ( ). Catatan sejarah membuktikan, Benua Eropa telah beberapa kali menyaksikan arus besar migrasi kaum tertindas, korban perang, dan masyarakat marjinal lain yang memilih hidup di tanah Eropa. Berikut adalah 3 catatan sejarah migrasi besar-besaran pengungsi perang ke Benua Eropa : 1. Sejarah Perang Dunia ke 2, Pengungsi Yahudi melarikan diri ke berbagai negara Eropa Sejarah pertama yang tercatat di abad modern tentang penerimaan masyarakat Eropa terhadap gelombang pengungsi terjadi di masa Perang Dunia ke 2. Kala itu ketika Nazi menguasai Jerman dan mulai melebarkan pengaruh dan kekuasaannya ke negara Eropa lainnya, jutaan orang Yahudi harus menjadi Pengungsi dan melakukan migrasi besar-besaran menjauh dari kejaran Nazi. Bahkan dikutip dari CNN, data dari Jewish Virtual Library menunjukkan fakta memilukan, sekitar 6 juta etnis Yahudi di seluruh Eropa tewas di tangan pasukan Nazi. 2. Perang Vietnam, etnis keturunan Indochina menjadi pengungsi di Benua Eropa Pasca Perang Dunia ke 2 berakhir, catatan masuknya imigran besarbesaran yang terjadi di Benua Eropa muncul ketika Perang Vietnam pada CNN melansir, catatan yang ditulis oleh Robinson, W Courtland dalam bukunya Terms of Refugee terbitan Lembaga PBB urusan Pengungsi Dunia (UNHCR) ada sekitar warga Vietnam dalam waktu berdekatan mengungsi di Perancis, sementara warga Vietnam lainnya melarikan diri sebagai pengungsi ke 21

7 Jerman. Sementara Inggris menampung imigran Vietnam, Belanda memberikan kesempatan suaka pada imigran. Dan Negara-negara seperti Norwegia, Swiss, Swedia, Denmark serta Belgia menampung sekitar pengungsi akibat Perang Vietnam tersebut. 3. Perang Yugoslavia, konflik di tanah Eropa Timur memaksa ratusan ribu mengungsi muslim Bosnia-Herzegovina melarikan diri ke Eropa Barat. Sekitar dua dekade lalu, meletusnya Perang Yugoslavia pada 1991 telah membuat ratusan ribu warga etnis muslim Bosnia-Herzegovina melarikan diri dari amukan perang. Sedikitnya ada 1,1 juta penduduk Bosnia yang harus kehilangan tempat tinggal dan kehidupan yang layak di negaranya. Kala itu, CNN melansir ada 345 ribu pengungsi yang diterima oleh Jerman, Austria ikut menampung 80 ribu pengungsi, dan negara Eropa barat lainnya seperti Swedia, Inggris, Swiss, Belanda, Prancis dan Denmark ikut menampung hampir 60 ribu pengungsi. Perang inilah yang kemudian mencetuskan pendirian negara baru pecahan Yugoslavia yang bernama Makedonia, Slovenia, Kroasia, Bosnia Herzegovina, lalu kemudian menyusul pembentukan negara Serbia, Montenegro dan Kosovo. Kini sejarah bangsa Eropa dalam menerima arus imigran kembali terulang. Ratusan ribu pengungsi Suriah dan negara konflik di Timur Tengah lainnya melarikan diri berlomba-lomba mencari suaka di Eropa. Menurut data dari UNHCR, hingga September 2015 ini ada sedikitnya pengungsi Suriah dan Irak yang menyebrangi laut Mediterania menuju tanah Eropa. (CAL) diakses tanggal 9 Mei

8 Indonesia, meskipun tidak meratifikasi Konvensi 1951 ataupun Protokol 1967 juga mendapatkan gelombang pengungsi dari beberapa negara yang terdampak konflik karena atas dasar kemanusiaan dan kebiasaan internasional, misalnya saja cerita memilukan dari pengungsi Vietnam yang harus mengungsi keluar dari negara asal mereka Vietnam akibat perang saudara yang terjadi disana. Kisah ini dimulai 19 April 1975, saat pecah perang saudara di Vietnam. Perang yang berlangsung panjang pada akhirnya selalu menyebabkan kesengsaraan. Masyarakat umum yang sering tidak mengerti apa-apa akhirnya yang selalu menjadi korban. Untuk menyelamatkan diri, daripada bertahan di Vietnam. Celakanya, Vietnam bukanlah negara dengan wilayah besar di mana orang bisa dengan leluasa bersembunyi. Mau tidak mau, pilihannya adalah keluar dari Vietnam. Dan yang mengerikan adalah pilihan paling memungkinkan keluar dari Vietnam adalah melalui laut, samudera yang ganas. Mau tidak mau, pilihan itulah yang harus diambil daripada mati konyol oleh tantara Vietkong yang sangat ganas. Setelah kurang lebih selama satu bulan berlayar mengarungi Samudera, tibalah rombongan pertama dari manusia perahu Vietnam ini pulau Natuna di wilayah kepulauan Riau sekarang pada tanggal 21 Mei Mereka berjumlah 75 orang menumpang satu buah perahu kayu. Menyusul setelah itu, gelombang para pengungsi Vietnam ini semakin lama semakin banyak hingga akhirnya menjadi permasalahan di beberapa negara tetangga Vietnam, yaitu Malaysia, Thailand dan Indonesia. Perserikatan Bangsa-Bangsa pun kemudian turun tangan. Organisasi PBB yang mengurusi pengungsi UNHCR mengadakan rapat beberapa 23

9 negara di Bangkok yang akhirnya menetapkan menjadikan satu pulau di Indonesia untuk dijadikan tempat pengungsian. Pertanyaannya kemudian, siapa yang mendanai itu semua? Indonesia tentu tidak sanggup ataupun tidak mau membiayai para pengungai yang jumlahnya mencapai 250 ribu orang tersebut. UNHCR yang akhirnya membiayai, tentu saja sumber dananya dari seluruh anggota PBB. Seluruh biaya hidup orang-orang di pengungsian ini ditanggung UNHCR. Makan sehari-hari, pendidikan, hingga kesehatan dijamin oleh lembaga PBB ini. Pokoknya hidup mereka sangatlah enak karena tidak memikirkan kewajiban apapun. Semua sudah ditanggung. Karena enak itulah, kamp pengungsian itu berjalan selama kurang lebih 16 tahun. Setelah perang berakhir pihak UNHCR berniat memulangkan mereka ke Vietnam. Namun ternyata tidak mudah. Para pengungsi yang ingin dipulangkan melakukan protes berbagai hal. Menurut cerita Pak Said, penjaga museum sekarang, mereka menenggelamkan perahu yang sudah dimiliki, bahkan beberapa orang melakukan bunuh diri. 20 Jika itu di Indonesia, maka pada masa ini, bisa kita lihat juga pengungsian besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat Suriah karena konflik berkepanjangan yang harus mereka hadapi di negara asal mereka. Tidak ada lagi rasa aman bagi mereka. Ketakutan menjadi ancaman sehari-hari mereka. Per tanggal 31 Maret 2017 dikutip dari Sindonews 21, pengungsi Suriah telah menyentuh angka 5 juta orang yang melarikan diri dari perang sipil Suriah menuju Turki, Lebanon, Yordania, Irak, dan Mesir diakses tanggal 9 Mei diakses tanggal 9 Mei

10 Para pengungsi yang sebagian besar perempuan dan anak-anak itu mencoba menjauh dari kota Hama yang dikuasai pemberontak. Warga Suriah juga melarikan diri ke Eropa dalam jumlah besar. Sebanyak orang mengajukan suaka antara April 2011 dan Oktober Hampir dua pertiga pengungsi itu meminta suaka di Jerman atau Swedia. Ratusan ribu orang lainnya tinggal di negara-negara Teluk yang tidak menjadi bagian dari Konvensi Pengungsi 1951 seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA). Dengan demikian, mereka tidak tercatat sebagai pengungsi. 3. Prinsip Penentuan Status Pengungsi Dalam memberikan status pengungsi kepada seseorang, ia haruslah seorang yang memenuhi kriteria sebagai seorang pengungsi. Status pengungsi merupakan Ketetapan/Declarator yang hanya menyatakan apa yang sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan Konstitutif yang menciptakan status yang baru. Jadi, dengan kata lain, orang tersebut tidak menjadi pengungsi sebab pengakuan tetapi justru pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi. 22 Seseorang agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, misalnya dalam Konvensi 1951, ini berarti status pengungsi itu sudah ada sebelum yang bersangkutan dinyatakan secara formal atau resmi. Oleh karena itu, pengakuan seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat orang itu menjadi pengungsi tetapi pengakuan hanya menyatakan bahwa dia adalah pengungsi. 23 Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee) sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam dua tahap: 22 tanggal 9 Mei Ibid. 25

11 1. Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada memang orang tersebut adalah Refugee. 2. Fakta dihubungkan dengan persyaratan persyaratan dalam Konvensi 1951 dan Protokol Setelah itu, dihubungkan apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak. Pada awalnya status pengungsi bukanlah bernama pengungsi, mereka adalah pencari suaka, dimana pencari suaka ini adalah orang yang telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan perlindungan namun permohonannya sedang dalam proses penentuan. Apabila permohonan seorang pencari suaka itu diterima, maka ia akan disebut sebagai pengungsi, dan ini memberinya hak serta kewajiban sesuai dengan undang-undang negara yang menerimanya. Penentuan praktis apakah seseorang disebut pengungsi atau tidak, diberikan oleh badan khusus pemerintah di negara yang ia singgahi atau badan PBB untuk pengungsi UNHCR. Persentase permohonan suaka yang diterima sangat beragam dari satu negara ke negara lain, bahkan untuk satu negara yang sama. Setelah menunggu proses selama bertahun-tahun, para pencari suaka yang mendapatkan jawaban negatif tidak dapat dipulangkan ke negara asalnya, yang membuat mereka terlantar. Para pencari suaka yang tidak meninggalkan negara yang disinggahinya biasanya dianggap sebagai imigran tanpa dokumen. Pencari suaka, terutama mereka yang permohonannya tidak diterima, semakin banyak yang ditampung di rumah detensi. Tentu sangat tidak memungkinkan bagi pencari suaka untuk meninggalkan negeri asal mereka tanpa membawa dokumen yang memadai dan visa. Maka, 26

12 banyak pencari suaka terpaksa memilih perjalanan yang mahal dan berbahaya untuk memasuki negara-negara secara tidak wajar di mana mereka dapat memperoleh status pengungsi. Sering sekali terminologi pencari suaka dan pengungsi menimbulkan kebingungan. Seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan. Tahap-tahap yang harus dilalui oleh pencari suaka untuk mendapatkan status pengungsi: 24 A. Registrasi atau pendaftaran terhadap para pencari suaka Sebelum memulai tahap ini, petugas UNHCR yang ahli dibidangnya memberikan formulir isian dan memberikan semacam briefing mengenai proses yang akan dilakukan ini kepada para pencari suaka. Briefing yang dilakukan adalah ditemani oleh seorang interpreter terpercaya berdasarkan kebutuhan pada saat registrasi, bahasa apakah yang digunakan. Kemudian selanjutnya, para pencari suaka memasuki tahap registrasi. Dalam tahap registrasi ini, para pencari suaka dicatat seluruh detailnya, mulai dari nama, asal, suku, agama, warganegara, bahasa yang digunakan, tanggal keberangkatan dari Negara asal, tempat transit, data keluarga, alasan lari dari negaranya, dan lain sebagainya. Setelah tahap ini selesai, UNHCR akan memberikan suatu semacam attestation letter, atau suatu surat yang menerangkan bahwa orang tersebut sedang mengikuti proses penentuan status pengungsi. Karena ini masih tahap awal, maka attestation letter yang dikeluarkan adalah asylum seeker certificate. Jangka waktu 24 diakses tanggal 9 Mei

13 sertifikat ini biasanya bervariasi. Untuk mereka yang berkategori minor, wanita, atau orangtua, atau sering kita sebut sebagai golongan rentan (vulnerable), biasanya mereka akan mendapatkan waktu wawancara tahap awal lebih cepat. Jangka waktu sertifikat ini tergantung jangka waktu tahap awal wawancara tersebut. Tetapi untuk golongan yang biasa, mereka biasanya akan mendapatkan sertifikat dengan jangka waktu 2 bulan. Setelah dua bulan, mereka diminta datang kembali ke UNHCR untuk kemudian mendapatkan renewal dari sertifikat yang telah diberikan tersebut beserta mendapatkan kepastian tanggal wawancara tahap awal tersebut. Pemilihan tanggal wawancara juga berdasarkan ketersediaan interpreter yang ada, seperti misalnya apabila interpreter bahasa Belanda hadir pada hari jumat, maka jadwal mereka pun ditempatkan pada hari jumat. Penelitian yang meneliti soal ini, menyatakan bahwa jadwal wawancara yang disusun oleh pihak UNHCR sudah mencapai tahun berikutnya. Jadi bisa saja dia daftar tahun ini, namun mendapatkan jadwal wawancara tahun depannya. Attestation letter yang dikeluarkan oleh UNHCR ini memiliki prinsip non-refoulement, prinsip yang sudah diakui dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu suatu negara tidak boleh mengembalikan orang yang diduga sebagai pengungsi ke negara dimana orang tersebut takut akan dipersekusi atau dianiaya. B. Wawancara (interview) Wawancara tahap awal atau yang disebut sebagai 1st instance interview adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang officer UNHCR untuk menggali lebih dalam mengenai kasus seorang pencari suaka sebelum diberikan rekomendasi untuk diterima atau ditolak kasusnya. Dalam setiap wawancara ini, biasanya mereka ditemani oleh seorang interpreter yang sudah terlatih. Pertanyaan 28

14 yang diajukan bersifat detail, dan pihak officer UNHCR sudah menyatakan bahwa segala pernyataan yang diajukan selama proses wawancara bersifat rahasia dan tidak akan ada pihak lain yang tahu kecuali UNHCR sendiri. Sebelum dimulainya wawancara, biasanya para officer sudah mengetahui nomor kasus yang akan dihadapi sekaligus mengadakan riset kecil-kecilan mengenai Negara asal pencari suaka, informasi negaranya, kasus-kasus lain yang serupa dengan alasan pencari suaka tersebut melarikan diri dari negaranya, dan lain sebagainya. Proses wawancara ini biasanya memakan waktu cukup lama. Satu orang pencari suaka biasanya memakan waktu sekitar 4 sampai 5 jam. C. Penentuan status pengungsi Proses penentuan status pengungsi atau biasa disebut dengan proses Refugee Status Determination (RSD), adalah suatu tahap dimana officer yang telah selesai melakukan wawancara di tahap pertama, bertanggung jawab terhadap penyelesaian kasus tersebut, hingga memberikan laporan dan rekomendasi apakah kasus mereka ditolak ataukah diterima oleh UNHCR. Dalam tahap ini, para officer ini menulis semacam laporan yang telah ditentukan formatnya oleh UNHCR pusat di Geneva, dalam bahasa Inggris, yang tebalnya mencapai minimal 10 halaman untuk satu kasus. Ditahap ini, mereka menggali segala informasi yang didapat di tahap wawancara, dari informasi Country of Information (CoI), beritaberita terbaru mengenai daerah konflik dimana pencari suaka tersebut mengaku berasal dari sana, serta pedoman dari UNHCR pusat mengenai berbagai hal tertentu. Selain itu, untuk beberapa kasus tertentu, seringkali para officer ini juga berkorespondensi dengan para officer lainnya dibelahan dunia lainnya yang kebetulan pernah menangani suatu kasus atau pencari suaka tersebut pernah 29

15 mencari suaka di negara lainnya. Tugas para officer ini hampir menyerupai tugas seorang hakim. Namun bedanya, Jika seorang hakim untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak harus menggunakan suatu majelis, dan dibantu seorang panitera untuk mencatat putusan, maka untuk officer UNHCR ini, mereka sendirilah yang mengerjakannya mulai dari tahap wawancara, menggali kasus, hingga memberikan rekomendasi dan mengetiknya. Mereka ini terkadang masih harus mengerjakan kasus lainnya yang apabila dihitung-hitung berjumlah sekitar 20 kasus perbulannya. D. Pemberian Status/Penolakan Kasus Setelah seorang officer menyelesaikan suatu kasus, maka officer tersebut memberikan rekomendasi kasus tersebut kepada officer yang lebih tinggi untuk dilakukan review ulang. Seringkali diperiksa mulai dari inti kasus tersebut, alasan, dasar pemberian rekomendasi, bahkan hingga grammar dan titik koma penulisan. Ini semua bertujuan untuk menciptakan suatu rekomendasi yang berkualitas. Setelah direview dan dirasa cukup mendapatkan perbaikan, maka officer yang lebih tinggi ini biasanya memanggil officer yang mengerjakan kasus tersebut untuk mengetahui lebih detail lagi kenapa kasus tersebut sampai diterima atau ditolak. Setelah itu, barulah finalisasi. Bagi mereka yang diterima kasusnya dan dinyatakan layak sebagai pengungsi internasional, maka mereka diberikan status sebagai pengungsi internasional. Pihak UNHCR segera mengabarkan orang tersebut untuk diberikan kabar gembira, dan meminta dia untuk datang ke UNHCR untuk menukar attestation letter mereka yang tadinya asylum seeker certificate menjadi refugee certificate. Sedangkan bagi mereka yang kasusnya ditolak, UNHCR mempunyai hak untuk tidak memberikan alasannya, dan mereka 30

16 mempunyai hak untuk mengajukan banding yang jangka waktunya diberikan selama satu bulan. Permintaan banding diberikan secara tertulis, disertai alasannya. Biasanya para pencari suaka yang ditolak ini kemudian memberikan berbagai fakta baru ataupun cerita lainnya dengan harapan status mereka akan dipikirkan kembali oleh UNHCR. Apabila permintaan banding mereka diterima oleh pihak UNHCR, maka UNHCR akan memberikan jadwal baru untuk mereka datang kembali melakukan interview tambahan atau appeal interview. Namun interview tersebut bukanlah suatu keharusan. Apabila officer yang menangani merasa sudah cukup informasi yang diberikan pada saat pengajuan surat banding, maka hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan. 4. Macam-macam Pengungsi Haryo Mataram dalam Prasetyo Hadi membagi dua macam Refugees ( Pengungsi ), yaitu Human Rights Refugees dan Humanitarian Refugees : 25 a. Human Rights Refugees adalah pengungsi yang (terpaksa) meninggalkan negara atau kampung halamannya karena adanya fear of being persecuted, disebabkan masalah ras, agama, kebangsaan, atau keyakinan politik. b. Humanitarian Refugees adalah pengungsi yang terpaksa meninggalkan negara atau kampung halamannya karena merasa tidak aman disebabkan adanya konflik bersenjata yang berkecamuk dalam negaranya. Pada umumnya, di negara tempat mengungsi. Achmad Romsan memberikan enam istilah yang berhubungan dengan pengungsi, yaitu: ArfanEffendi,Konsep Dasar Hukum Pengungsi Internasionalhttp:// diakses tanggal 9 Mei

17 I. Economic Migrant yang didefinisikan sebagai person who, in pursuit of employment or a better over all standard of living (that is, motivated by economic considerations), leave their country to take up residence elsewhere. Economic migrant merupakan seseorang atau sekelompok orang yang mencari pekerjaan dan harus meninggalkan negaranya dengan pertimbangan aspek ekonomi. II. Refugee Sur Place yang didefinisikan sebagai A person who was not a refugee when she left her country, but who became a refugee at a later date. A person become a refugee sur place due to circumstances arising in her country of origin during her absence. Refugee sur place merupakan seseorang atau sekelompok orang yang bukan pengungsi sewaktu berada di negaranya namun kemudian menjadi pengungsi karena keadaan di negara asalnya sewaktu orang atau kelompok orang tersebut tidak berada di negaranya. III. Statutory Refugees yang didefinisikan sebagai Person who meet the definitions of international instruments concering refugees prior to the 1951 Convention are usually referred to as statutory refugees. Statutory refugees merupakan seseorang atau sekelompok orang yang memenuhi kriteria pengungsi menurut instrumen hukum pengungsi internasional sebelum tahun IV. War Refugees (pengungsi perang) yaitu Person compelled to leave their country of origin as a result of international or national armed conflicts are not normally considered refugees under the 1951 Conventions of tanggal 18 Mei

18 Protocol. They do, however, have the protection provided for in other international instruments, i. e. the Geneva Convention of 1949, et. al. In the case of forces invasion and subsequent occupation, occupying forces may begin to persecute segments of the populations. In such cases, asylum seekers may meet the conditions of the Convention definition. War refugees ialah seseorang atau sekelompok orang yang terpaksa meninggalkan negara asalnya akibat pertikaian bersenjata yang bersifat internasional maupun nasional. Pengungsi jenis ini mendapat perlindungan menurut instrumen internasional yang lain, yaitu Konvensi 1951 tentang Pengungsi. V. Mandate Refugee, istilah ini digunakan untuk menunjuk orang-orang yang diakui statusnya sebagai pengungsi oleh UNHCR sesuai dengan fungsi, wewenang, atau mandat yang ditetapkan oleh Statuta UNHCR. Pengungsi mandat adalah seseorang yang telah memenuhi persyaratan serta berhasil menempuh beberapa tahapan agar diakui sebagai pengungsi. Oleh karenanya mereka mendapat perlindungan dari PBB dan lembaga internasional lainnya. VI. Statute Refugee yaitu orang-orang yang berada di dalam wilayah negaranegara pihak pada Konvensi 1951 yaitu setelah mulainya berlaku Konvensi 1951 atau sejak 22 April 1954 dan Protokol 1967 yang mulai berlaku pada tanggal 4 Oktober 1967 yang status pengungsinya diakui oleh negara-negara pihak berdasarkan kriteria yamg ditetapkan oleh indtrumen-instrumen tersebut. II. Perlindungan Pengungsi Dalam Hukum Internasional 1. Hukum Pengungsi Internasional 33

19 Hukum pengungsi internasional adalah hukum yang relatif baru. Gagasan ini muncul karena adanya kesadaran bahwa masalah pengungsi tidak hanya berhubungan dengan masalah bantuan materi belaka. Permasalahan pengungsi juga harus dihubungkan dengan aspek yuridis. Untuk menempatkan istilah pengungsi dengan tepat di ranah yuridis, terdapat tiga peristilahan, yaitu suaka, pencari suaka, dan pengungsi. Suaka adalah penganugerahan perlindungan dalam wilayah suatu negara kepada orangorang dari negara lain yang datang ke negara bersangkutan karena menghindari pengejaran atau bahaya besar. Suaka inilah kemudian menjadikan seorang pencari suaka (ayslum seeker) menjadi pengungsi. Pada draf yang dibuat UNHCR, suaka diartikan sebagai pengakuan secara resmi oleh negara bahwa seseorang adalah pengungsi dan memiliki hak dan kewajiban tertentu. 27 Hukum Pengungsi internasional adalah turunan dan salah satu pengaturan hukum internasional. Hukum pengungsi internasional lahir demi menjamin keamanan dan keselamatan pengungsi internasional di negara tujuan mengungsi. Selain memberikan perlindungan di negara tujuan, seorang pengungsi juga dilindungi oleh negara- negara yang dilewatinya dalam perjalanan ke negara tujuan mengungsi. Dalam dunia intemasional yang mengalami perkembangan baik dari segi informasi, teknologi serta juga dalam bidang hukum internasional. Sejumlah instrumen internasional menetapkan dan menjelaskan standar-standar pokok tentang perlakuan terhadap pengungsi. Instrumen yang paling penting 27 Arfan Effendi,Op.cit. 34

20 adalah Konvensi PBB tentang Status Pengungsi (1951) dan Protokol tentang Status Pengungsi (1967). 28 Hukum pengungsi internasional mengatur bahwa tidak semua orang atau kelompok yang berpindah dari satu wilayah negara ke wilayah negara lainnya dengan serta merta dikategorikan sebagai pengungsi. Banyak dari orang atau kelompok yang berpindah dari negaranya dengan cara illegal. Illegal disini maksudnya dengan menjadi imigran gelap atau memasuki wilayah suatu negara dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan hukum internasional. 29 Dalam penelusuran historis pembentukan hukum pengungsi internasional berjalan setahap demi setahap berdasarkan pengalaman-pengalaman pengungsian, terutama di Eropa. Hukum Pengungsi mulai tumbuh di era tahun 1920-an. Pertumbuhan dan perkembangan dari hukum pengungsi, terkait dengan perlakuan terhadap pengungsi yang tadinya hanya sebatas memberikan bantuan humaniter bagi kelangsungan hidupnya saja. Pada perkembangannya kemudian menjadi penyelesaian secara tetap dan berjangka panjang. Sejak tahun 1951 dilakukan pembakuan. Mulai saat itu pulalah pengungsi dalam format universal diakomodir secara universal. Hukum pengungsi selalu dipahami dalam kerangka pengungsi internasional. Di negara-negara maju kajian tentang hukum pengungsi sudah merupakan bahasan yang spesifik. Sejak tahun 1950-an kajian terhadap hukum pengungsi lebih intens terutama pada pembakuan istilah-istilah. Pada kurun 1920 sampai dengan 1950-an, definisi pengungsi diterapkan secara parsial dan spesifik per negara atau per kelompok. Untuk membahasnya lebih jelas harus 28 Hak Asasi Manusia dan Pengungsi Lembar Fakta No Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa Vol.20 No.2 Juni Hlm

21 dimulai dengan pembahasan kerangka induknya yakni hukum Internasional terlebih dahulu. 30 Hukum pengungsi didefinisikan sebagai serangkaian aturan yang objeknya adalah pengungsi. Untuk hak tersebut, hukum pengungsi memerlukan batasan atau pengertian dari pengungsi. Pengertian tersebut merupakan suatu istilah yuridis yang dibedakan dengan tegas dari pengerian atau istilah lainnya. Batasan hukum pengungsi internasional yang pernah dibahas dalam Seminar tentang Pengungsi dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional disebutkan bahwa hukum pengungsi internasional merupakan sekumpulan peraturan yang diwujudkan dalam beberapa instrumen-instrumen internasional dan regional yang mengatur tentang standar baku perlakuan terhadap pengungsi. Disebutkan pula bahwa Hukum Pengungsi Internasional merupakan cabang dari Hukum Hak Asasi Manusia Perlindungan Hak Asasi Manusia Pengungsi Pencari suaka dan para pengungsi mempunyai hak atas semua hak dan kebebasan dasar seperti yang tercantum di dalam instrumen hak asasi manusia internasional. Hak Asasi Manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia semenjak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu dipahami bahwa Hak Asasi Manusia tersebut tidaklah bersumber dari negara dan hukum, tetapi semata bersumber dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya, sehingga hak asasi manusia itu tidak dapat dikurangi ( non-derogable right ). Oleh karena itu, yang diperlukan dari negara dan hukum adalah suatu pengakuan dan Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, (Sinar Grafika, Jakarta Timur), Hlm. 31 Ibid. Hlm

22 jaminan pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut. Perjuangan untuk memperoleh pengakuan dan jaminan terhadap Hak Asasi Manusia, sepanjang sejarah umat manusia selalu mengalami pasang surut. Puncak keberhasilan perjuangan untuk memperoleh pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, ditandai dengan lahirnya Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan Universal Declaration of Human Rights. Semenjak itu, masalah hak asasi betul-betul telah menjadi perhatian dunia, terlebih-lebih sesudah berakhirnya perang dingin, terutama di negara-negara maju. 32 Konsep hak asasi manusia hakikatnya merupakan konsep tertib dunia. Tanpa memperhatikan konsep hak asasi manusia, apa yang disebut ketertiban dunia menjadi sia-sia, tujuan hukum, tata hukum beserta ilmu sosial dan iptek lainnya bersama-sama berusaha mengangkat derajat manusia agar lebih sejahtera, aman, tentram, tenang, adil dan makmur. Sehubungan dengan itu, pandangan lama yang menganggap individu bukan subjek hukum Internasional sudah lama ditinggalkan. The new law buried the old dogma that the individual is not a subject of its own nationals is a matter of domestic, not international concern. It penetrated the veil of sovereignity. It removed the exclusive identification with his government. It gave the individual a part in International polities and right in international law, independently of his government. It also gave the individual 32 H. Rozali Abdullah dan Syamsir Perkembangan HAM dan keberadaan Peradilan HAM di Indonesia. (Jakarta: PT Ghalia Indonesia). hlm

23 protectors other thanhis government, indeed protectors and remedies against his government ( John Gerard Ruggie, 1983 : 105 ). 33 Tak terkecuali, para pengungsi. Salah satu Hak Asasi Manusia mendasar yang tidak mereka dapatkan adalah hak atas rasa aman. Para pengungsi berhak atas rasa aman dan nyaman di dalam hidup mereka. Tanpa ancaman yang mengancam kehidupan mereka. Mereka memiliki hak untuk itu. Untuk menjamin hak-hak mereka, hak-hak para pengungsi telah diatur di dalam konvensi-konvensi PBB misalnya saja seperti Konvensi tahun 1954 tentang Orang-Orang tanpa Kewarganegaraan, Konvensi tahun 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan, Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Warga Sipil dalam Waktu Perang serta Deklarasi PBB tahun 1967 tentang Suaka Teritorial dan sebagainya. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, kita ambil contoh di dalam Pasal 3, 4 dan 5. Dalam pasal-pasal tersebut, kita akan menemukan dasardasar Hak Asasi Manusia : Pasal 3 Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu. Jika kita melihat pasal 3 dan kita kaitkan misalnya dengan Pengungsi Suriah, maka kita akan menemukan fakta bahwa para Pengungsi dari Suriah yang akhirnya harus mengungsi tidak mendapatkan kehidupan, kebebasan dan keselamatan di negara mereka, Suriah. Mereka hidup dalam ketakutan dan keselematan hidup serta kebebasan mereka terancam di Suriah. Konflik berkepanjangan yang sungguh menghancurkan segalanya. 33 H.A Mahsyur Effendi Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional. (Malang : PT. Ghalia Indonesia) hlm

24 Pasal 4 Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang. Seperti yang kita ketahui bahwa fakta yang terjadi di Suriah adalah ISIS memperbudak rakyat Suriah dan bahkan wanita sana diperjual belikan layaknya barang dagangan. Pasal 5 Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina. Para tawanan ISIS disiksa dengan sangat kejam dan sangat tidak berperikemanusiaan dan tentu saja ini sungguh melanggar semangat Hak Asasi Manusia. Pencari suaka dan para pengungsi mempunyai hak atas semua hak dan kebebasan dasar seperti disebutkan dalam instrumen hak asasi manusia internasional. Dengan demikian maka perlindungan bagi pengungsi harus dilihat dalam konteks perlindungan hak asasi manusia yang lebih luas. Pada tahun 1951, lahir sebuah Konvensi yang secara khusus mengatur tentang Pengungsi dan 16 tahun kemudian lahir Protokol 1967 tentang Status Pengungsi sebagai tambahan dari Konvensi PBB tahun 1951 tentang Status Pengungsi. Di dalam Konvensi serta Protokol tersebut telah diuraikan secara jelas apa saja hak-hak yang harus diberikan oleh negara penerima serta juga kewajiban para pengungsi di dalam masa pengungsian-nya di negara penerima. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengungsi adalah kelompok manusia yang sangat rentan terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh 39

25 para penguasa baik di negara mereka sendiri ataupun di negara mereka mengungsi. Sebagai individu, kelompok masyarakat dan sebagai manusia mereka berhak mendapat perlakuan yang manusiawi sebagaimana seorang manusia harusnya diperlakukan. Setiap pengungsi berhak mendapatkan perlindungan baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional. Hak-hak yang dimiliki oleh para pengungsi sama dengan hak-hak yang dimiliki oleh warga negara di tempat mereka mencari perlindungan, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak mendapatkan penyiksaan, hak untuk mendapatkan status kewarganegaraan, hak untuk bergerak, hak mendapatkan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, mendapatkan pengupahan yang wajar, hak dalam bidang kesehatan, hak untuk menjalankan perintah agama dan pendidikan agama untuk anak-anak mereka, hak untuk tidak dapat disebutkan satu persatu, sejauh hak itu melekat pada diri mereka sebagai individu manusia, maka berlaku juga bagi pengungsi. Secara garis besar hak-hak yang melekat kepada diri seorang pengungsi adalah hak-hak yang menyangkut hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya, yang berlaku untuk semua orang, warganegara, dan juga bukan warganegara. Hak-hak yang disebutkan diatas dirangkum dalam The International Bill of Human Rights yang terdiri dari Universal Declaration of Human Rights, The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. III. Kewajiban dan Hak-Hak Pengungsi 1. Kewajiban Pengungsi Sejalan dengan hak asasi yang dimiliki oleh pengungsi, para pengungsi juga memiliki kewajiban-kewajiban yang harus mereka penuhi ketika berada di 40

26 negara dimana ia melakukan pengungsian. Pengungsi seperti yang telah kita kemukakan diatas, merupakan individu yang sama dengan manusia lainnya. Mereka memiliki Hak Asasi Manusia yang telah melekat dalam diri mereka. Namun, tidak hanya itu yang melekat pada diri para Pengungsi. Para pengungsi selain dilindungi, mereka juga memiliki kewajiban dan hak yang harus mereka lakukan dan mereka dapatkan. Kewajiban-Kewajiban yang harus dipatuhi oleh Pengungsi seperti yang tertulis di dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi ( pasal 2 tentang Kewajiban Umum ) yaitu : Tiap pengungsi mempunyai kewajiban-kewajiban pada negara, di mana ia berada, yang mengharuskannya terutama untuk menaati undang-undang serta peraturan-peraturan negara itu dan juga tindakan-tindakan yang diambil untuk memelihara ketertiban umum. 2. Hak Pengungsi Pengungsi di dalam pengungsiannya memiliki hak-hak yang melekat di dalam diri mereka yang dijamin oleh Konvensi Para pengungsi yang melakukan pengungsian di negara yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi maupun yang tidak meratifikasinya tetap mendapatkan hak mereka sebab pada dasarnya ini merupakan sebuah kebiasaan Internasional. Negara-negara pihak akan memberlakukan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi 1951 terhadap para pengungsi termasuk hak-hak yang telah diatur di dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Berikut adalah hak-hak yang diperoleh para pengungsi: Ridwan A. Mantu Haryo A. Setiaji., "Hak dan Kewajiban Pengungsi di Negara Penerima". (Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2015). 41

27 1. Mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum dimana mereka berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status pribadi mereka diatur olehhukum dimana mereka ditempatkan (place of residence). Hak yang berkaitan dengan perkawinan juga harus diakui oleh negara peserta konvensi dan Protokol (pasal 12). Ini merupakan hak status pribadi. 2. Seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk mempunyai atau memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak dan menyimpannya seperti halnya orang lain dan juga dapat menstransfer assetnya ke negara dimana dia akan menetap (Pasal 13, 14 dan 30). Ini merupakan hak kesempatan atas hak milik. 3. Negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk berserikat dengan mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang sepanjang perkumpulan itu bersifat non&profit dan non& politis (Pasal 15 ). Ini merupakan hak berserikat. 4. Apabila ada suatu perkara yang dialami oleh para pengungsi dimana mereka ingin menyelesaikannya melalui badan peradilan, maka dalam hal ini mereka harus dianggap sama dengan warganegara lainnya jadi mereka mempunyai kebebasan untuk mengajukan gugatannya di sidang pengadilan dimana mereka ditempatkan bahkan bila diperlukan mereka harus diberikan bantuan hukum (Pasal 16 ). Ini merupakan hak berperkara di pengadilan. 5. Bagi para pengungsi yang telah ditempatkan secara tetap di suatu negara dan telah diakui menurut hukum, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan pekerjaan bebas lainnya, dimana pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan 42

28 ketentuan yang telah diakui, seperti tanda sertifikat, gunanya adalah mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu pekerjaan yang cocok (pasal 17, 18 dan 19). Ini merupakan hak atas pekerjaan yang menghasilkan. 6. Setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warganegara lainnya atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar. Karenanya, setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan biaya pendidikan tertentu termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa(pasal 22). Ini merupakan hak atas pendidikan dan pengajaran. 7. Setiap pengungsi diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memilih di daerah atau provinsi mana mereka akan menetap sepanjang pilihan itu masih berada dalam territorial negara dimana ia ditempatkan (Pasal 26). Ini merupakan hak kebebasan bergerak. 8. Setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan.pasal 20 dan 22). Ini merupakan hak atas kesejahteraan sosial. 9. Setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen perjalanan ke luar dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali karena alasan keamanan dan kepentingan umum. Dokumen perjalanan yang dikeluarkan atas perjanjian internasional akan diakui oleh negara peserta konvensi (Pasal 27 dan 28). Ini merupakan hak atas tanda pengenal dan dokumen perjalanan. 10. Dalam hal ini pengungsi telah ditempatkan secara tetap di suatu negara, tidak akan ada dilakukan tindakan pengusiran ke wilayah dimana kehidupannya akan terancam serta tidak akan ada penghukuman terhadap pengungsi yang 43

29 masuk secara tidak sah, kecuali jika keamanan nasional menghendaki lain, seperti mereka melakukan kekacauan dimana mereka tinggal (pasal 31,32, dan 33). Ini merupakan hak untuk tidak diusir. 44

DAFTAR PUSTAKA. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur,

DAFTAR PUSTAKA. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur, DAFTAR PUSTAKA 1. BUKU Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika : Jakarta Timur, Hamid, Sulaiman, 2002, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional,PT Rajagrapindo Persada: Jakarta. Achmad,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek hukum terpenting (par excellence) dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai subyek hukum internasional, hak dan kewajiban

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI BAB III KEBIJAKAN JERMAN TERHADAP PENGUNGSI DI EROPA Pada bab III akan dijelaskan mengenai kebijakan Jerman terhadap masalah pengungsi. Bab ini akan diawali dengan penjelasan mengenai aturanaturan apa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI DI INDONESIA. dan kata kerjanya adalah mengungsi, yaitu Orang yang mencari tempat yang aman ketika

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI DI INDONESIA. dan kata kerjanya adalah mengungsi, yaitu Orang yang mencari tempat yang aman ketika BAB II PENGATURAN PENGUNGSI DI INDONESIA A. Pengertian Pengungsi Pengertian atau istilah pengungsi secara umum mengalami dinamikanya sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa akar kata

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Perang Dunia Pertama, yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Perang Dunia Pertama, yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses 19 BAB II PENGATURAN PENGUNGSI INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Pengungsi 1. Pengertian Secara Umum Istilah dan definisi pengungsi (refugee) pertamakali muncul pada waktu Perang Dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM.08.05 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling sulit dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang paling sulit dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah pengungsi dan perpindahan penduduk di dalam negeri merupakan persoalan yang paling sulit dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Umum Pengungsi dalam Hukum Internasional

BAB II. Tinjauan Umum Pengungsi dalam Hukum Internasional BAB II Tinjauan Umum Pengungsi dalam Hukum Internasional A. Pengertian Pengungsi Terdapat 3(tiga) istilah yang perlu dijelaskan lebih dahulu untuk menempatkan istilah pengungsi tepat pada tempatnya. Istilah-Istilah

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI Lembar Fakta No. 20 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL SUAKA DAN HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL Maya I. Notoprayitno Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat Email: m.notoprayitno@ymail.com Abstract: Asylum and Law for International

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri Latar Historis dan Filosofis (1) Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia secara umum dapat di artikan sebagai hak kodrati yang didapatkan seseorang secara otomatis tanpa seseorang itu memintanya. Sebagai hak kodrati,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta Ifdhal Kasim

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA

JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA JURNAL PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA Diajukan Oleh: Ni Made Maha Putri Paramitha NPM : 120510952 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum tentang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA JURNAL STATUS KEWARGANEGARAAN MASYARAKAT YANG BERDOMISILI DI KAWASAN PERBATASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE KHUSUSNYA YANG BERDOMISILI DI WILAYAH KABUPATEN BELU ( Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA? 48 Konvensi Hak Anak: Suatu Fatamorgana Bagi Anak Indonesia KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA? Endang Ekowarni PENGANTAR Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi merupakan konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi merupakan konsepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. Konsepsi

Lebih terperinci

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Negara-negara Pihak pada Konvensi ini, Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumen-instrumen

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA. : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 : Teknik Informatika

HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA. : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 : Teknik Informatika HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA Nama : IRVAN AGUSTIAN PRATAMA NIM : 11.11.4733 Kelompok : C Program Studi : STRATA 1 Jurusan : Teknik Informatika DOSEN PEMBIMBING : Drs. Tahajudin Sudibyo STIMIK AMIKOM

Lebih terperinci

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI JURNAL PELAKSANAAN OPERASI KOMANDO TUGAS (KOGAS) KEMANUSIAAN GALANG 96 DALAM RANGKA PEMULANGAN PENCARI SUAKA ASAL VIETNAM TAHUN 1996 DI PULAU GALANG DITINJAU DARI SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI

Lebih terperinci

A. PENYEBAB TERJADINYA KRISISI PENGUNGSI

A. PENYEBAB TERJADINYA KRISISI PENGUNGSI BAB II KRISIS PENGUNGSI DI EROPA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai krisis pengungsi di Eropa yang terjadi pada tahun 2015. Uraian mengenai krisis pengungsi di bagi dalam beberapa sub-bab yaitu yang

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA

THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA 1 THE REASON OF INDONESIA NOT RATIFIED REFUGEE CONVENTION 1951 AND LEGAL PROTECTION FOR REFUGEES IN INDONESIA Yahya Sultoni, Setyo Widagdo S.H., M.Hum., Herman Suryokumoro S.H., M.S., Law Faculty of Brawijaya

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL STATUS PENGUNGSI SURIAH

HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL STATUS PENGUNGSI SURIAH HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL STATUS PENGUNGSI SURIAH Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 3, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI (REFUGEE) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN PENGUNGSI (REFUGEE) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL PERLINDUNGAN PENGUNGSI (REFUGEE) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL I. Pendahuluan Persoalan pengungsi telah ada sejak lebih kurang abad XX. Persoalan tersebut pertama kali timbul ketika terjadi Perang Rusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas. Sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas. Sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi sesungguhnya sudah timbul sejak umat manusia mengenal adanya konflik dan peperangan, karena umumnya yang menjadi pengungsi adalah korban dari

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Sejarah dan Perkembangan UNHCR

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Sejarah dan Perkembangan UNHCR BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) 3.1.1.1 Sejarah dan Perkembangan UNHCR Dalam bab ini penulis akan menjelaskan UNHCR

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, Irak, dan Suriah. 1

BAB I PENDAHULUAN. Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, Irak, dan Suriah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah Sejak 18 Desember 2010, telah terjadi suatu fenomena revolusi di Tunisia, Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, Irak, dan Suriah. 1 Fenomena revolusi yang

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari berbagai bentuk pembangunan. Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk

Lebih terperinci

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Hak Asasi Manusia Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian HAM Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagai satu-satunya organisasi internasional yang diberi mandat untuk memberi perlindungan

Lebih terperinci

MAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI)

MAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Jogjakarta Plaza Hotel, 26-30 September 2011 MAKALAH Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) Ifdhal Kasim Komisi Nasional

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci