BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 32

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 32"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah. Pengertian otonomi daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah provinsi menganut asas dekosentrasi sekaligus asas desentralisasi. Berdasarkan asas dekosentrasi, maka provinsi merupakan wilayah administrasi (local state goverment). Berdasarkan asas desentralisasi, maka provinsi menjadi daerah otonom (local self goverment). Implikasi struktural dari diterapkannya asas dekosentrasi dan desentralisasi membuat provinsi menjadi wilayah administrasi sekaligus daerah otonom. Dengan adanya otonomi, daerah diberikan kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi untuk 1

2 2 meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, kemampuan manajerial kepala daerah diperlukan dalam mengelola kekayaan/aset daerah agar dapat menjadi sumber penerimaan guna mendukung pembangunan daerah. Biaya atau anggaran yang dikeluarkan adalah berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang tepat dan memenuhi prinsip efisiensi. Sejalan dengan itu, dalam rangka pembenahan pengelolaan aset pemerintah daerah, sistem pengelolaan aset daerah harus berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pedoman Penilaian Barang Daerah dan dipertegas dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Otonomi daerah mempunyai konsekuensi bahwa peran pemerintah pusat akan semakin mengecil, sebaliknya peran pemerintah daerah semakin besar dalam pembangunan daerah/wilayahnya. Pemerintah daerah dituntut memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus dapat melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerahnya, termasuk mengoptimalkan pemanfaatan aset daerah (tanah dan bangunan) sebagai sumber pemasukan yang potensial bagi kas daerah, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan daerah. Aset daerah merupakan suatu potensi ekonomi dan merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, karena aset itu sendiri apabila dikelola dengan baik dapat memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai sumber pendapatan sekaligus

3 3 menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi pelayanan publik kepada masyarakat. Pengertian aset menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi serta sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Pengertian aset menurut Siregar (2004: 178) adalah kepemilikan oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan) atas barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value). Manajemen aset merupakan suatu pendekatan yang sangat penting dan mutlak diperlukan dalam pengelolaan setiap aset yang ada, agar menjadi lebih efektif serta dapat memenuhi kebutuhan saat ini dan masa mendatang, karena dengan adanya manajemen aset, dapat memberikan semua informasi dan alat analisis yang diperlukan dalam pengelolaan aset (Susanto dan Ningsih, 2008: 10). Manajemen aset daerah merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan dan pembangunan ekonomi daerah, dengan penerapan manajemen aset secara tepat dan berdayaguna dan didasari prinsip pengelolaan yang efisien dan efektif, mutlak diterapkan karena dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan daerahnya yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).

4 4 Penerapan manajemen aset daerah yang baik harus menjadi perhatian pemerintah daerah, agar setiap aset daerah dapat menjadi modal atau sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan daerah dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jika manajemen aset daerah tidak diterapkan secara baik, maka aset daerah nantinya hanya akan menjadi beban biaya, karena sebagian dari aset daerah tersebut membutuhkan biaya perawatan atau pemeliharaan dan juga akan mengalami depresiasi seiring waktu, sehingga aset daerah harus dapat dikelola dan dimanfaatkan secara efektif bagi pelaksanaan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Penerapan manajemen aset daerah yang baik harus melalui beberapa tahapan manajemen aset, di mana menurut Siregar (2004: ) terdapat beberapa tahapan manajemen aset yang dapat dilakukan guna mengoptimalkan asetaset yang dimiliki daerah tersebut, yakni: inventarisasi aset; legal audit aset; penilaian aset; optimalisasi aset; serta pengawasan dan pengendalian aset. Jika kelima tahapan manajemen aset ini dijalankan dengan baik, maka akan memberikan manfaat yang besar bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan efisiensi, efektifitas dan menciptakan nilai tambah dalam pengelolaan aset daerah yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan. Siregar (2004: 561) menyatakan bahwa dalam pengelolaan aset daerah seringkali terdapat masalah-masalah yang dihadapi, salah satu masalah utama yang sering dihadapi dalam pengelolaan barang (aset) daerah adalah ketidaktertiban dalam pengelolaan data barang (aset). Jika hal ini dibiarkan dapat memberikan implikasi yang negatif dalam pengelolaan dan pemanfaatan aset daerah. Selain itu, jika hal ini tidak segera diperbaiki dapat menyebabkan pemerintah daerah kesulitan

5 5 untuk mengetahui secara pasti aset yang dikuasai/dikelolanya, sehingga aset-aset yang dikelola pemerintah daerah cenderung tidak optimal dalam penggunaannya, serta di sisi lain pemerintah daerah akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan pemanfaatan aset pada masa yang akan datang. Implikasi dari pemanfaatan dan pengelolaan aset yang tidak optimal adalah tidak diperolehnya nilai kemanfaatan yang seimbang dengan nilai intrinsik dan potensi yang terkandung dalam aset itu sendiri. Selain itu, masalah lain yang sering dihadapi pemerintah daerah dalam pengelolaan aset daerah adalah ketidaktertiban administrasi dalam kegiatan inventarisasi aset. Padahal inventarisasi aset merupakan jantung di dalam siklus pengelolaan aset. Kondisi ini jelas menyebabkan pemerintah daerah mengalami kesulitan untuk mengetahui secara pasti seberapa besar aset yang dimiliki, aset-aset mana saja yang telah dikuasai atau berpotensi dan memiliki peluang investasi yang tinggi. Hal ini bila terus dibiarkan berlarut-larut akan menyebabkan aset tersebut semakin berada pada posisi idle, yaitu kondisi di mana aset yang status kepemilikannya dikuasai pemerintah namun tidak dari segi penguasaan lokasi, sehingga menjadi lahan subur bagi timbulnya penyerobotan tanah dan pemukiman liar. Dari sisi pembiayaan, anggaran biaya pemeliharaan terhadap idle aset tersebut akan selalu ada setiap tahunnya, sehingga menjadi beban bagi pemerintah daerah. Untuk itu, pemerintah daerah dituntut untuk mampu mengelola aset secara profesional. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan wilayah kepulauan yang terletak di selatan khatulistiwa pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. Luas wilayah daratan Provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar

6 6 km² atau 2,48 persen luas daratan Indonesia, dan tersebar pada pulau (42 pulau dihuni dan pulau tidak dihuni) dengan batas wilayah sebagai berikut. 1. Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Sebelah timur berbatasan dengan Republik Demokratik Timor Leste. 3. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores. 4. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Sumber: BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2013 Gambar 1.1 Peta Administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur

7 7 Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang beribukota di Kupang terbagi dalam 21 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Alor, Kabupaten Belu, Kabupaten Ende, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Kupang, Kabupaten Lembata, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Nagakeo, Kabupaten Ngada, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kota Kupang. Kabupaten Sumba Timur merupakan wilayah dengan luas terbesar yaitu 7.000,50 km², sementara Kota Kupang merupakan wilayah dengan luas terkecil yaitu 160,34 km². Dalam mengoptimalkan aset tetap (tanah dan bangunan) yang dimilikinya, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan kerja sama dengan pihak ketiga (investor). Berikut data aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang disewakan kepada pihak ketiga.

8 8 Tabel 1.1 Daftar Tanah atau Bangunan Milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Disewakan No Lokasi/Bukti Kepemilikan Jenis Kegiatan Pemanfaatan 1 Sewa gedung eks Lokabinkra Pem. Prov Sewa ruangan NTT untuk usaha a Sewa gedung eks Lokabinkra Pem. Prov Sewa ruangan NTT untuk usaha b Sewa gedung eks Lokabinkra Pem. Prov Sewa ruangan NTT untuk usaha c Sewa gedung eks Lokabinkra Pem. Prov Sewa ruangan NTT untuk usaha d Sewa gedung eks Lokabinkra Pem. Prov Sewa ruangan NTT untuk usaha e Sewa gedung eks Lokabinkra Pem. Prov Sewa ruangan NTT untuk usaha f Sewa gedung eks Lokabinkra Pem. Prov Sewa ruangan NTT untuk usaha 2 Sewa tanah dan gedung eks Hotel Flobamor International 1 School 3 Sewa tanah milik Pem. Prov NTT di Jl. Eltari-Kupang 4 Sewa tanah dan bangunan (Toko Cahaya Bangunan) 5 Sewa tanah milik Pem. Prov NTT (Wisma Pola) 6 Sewa tanah milik Pem. Prov NTT di Jl. Hati Pelataran Mulia-Kupang Parkir 7 Sewa tanah milik Pem. Prov NTT di Kab. Pelataran Sikka Parkir 8 Sewa tanah milik Pem. Prov NTT di Jl. Eltari-Kupang Nilai Kontrak (Rp) Pertokoan Pertokoan Kios Usaha Bunga Sewa kawasan industri Bolok-Kupang PT. PLN Sewa kawasan industri Bolok-Kupang PT. Dwisejati Timor Beton 11 Sewa kawasan industri Bolok-Kupang PT. Sarana Masa Abadi 12 Tanah milik Pem. Prov NTT di Kel. Fatululi- PT. Nusa Kupang Bahana Niaga Jumlah Sumber: DPAD Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2013

9 9 Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa total nilai sewa dari aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur cukup tinggi, yaitu sebesar Rp Hal ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi, mengingat Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur masih memiliki cukup banyak aset tanah dan bangunan lainnya yang belum dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan mengiklankan aset tanah dan bangunan tersebut kepada para investor, karena iklan merupakan sarana yang cukup ampuh dalam menarik para investor agar bekerja sama dalam pemanfaatan aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki aset yang nilainya cukup besar yang di mana jika aset-aset daerah tersebut dioptimalkan dengan baik, maka akan dapat memberikan pemasukan yang besar bagi kas daerah. Adapun rekapitulasi aset milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut. Tabel 1.2 Rekapitulasi Aset Milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur No Nama Barang Jumlah Harga (Rp) 1 Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan Jalan, Irigasi dan Jaringan Aset tetap lainnya Konstruksi dalam pengerjaan Total Sumber: DPAD Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2013 Berdasarkan rekapitulasi aset milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, aset tanah dan bangunan memiliki nilai yang cukup besar yaitu sebesar Rp Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki cukup banyak aset tetap (tanah dan bangunan) yang tersebar hampir di seluruh

10 10 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun sayangnya, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur belum sepenuhnya dapat mengoptimalkan aset tanah dan bangunan yang dimiliki tersebut. Salah satu penyebabnya adalah masih terdapat banyak tanah milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang belum memiliki sertifikat. Berikut daftar aset tanah milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang sudah dan yang belum memiliki sertifikat.

11 11 Tabel 1.3 Daftar Tanah Milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang Sudah dan Belum Bersertifikat No Nama/Jenis Sudah Luas m² Belum Luas m² Pengguna Tanah Bersertifikat Bersertifikat 1 Biro Umum Sekretariat DPRD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga 4 Dinas Kesehatan Dinas Pekerjaan Umum Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 7 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 8 Dinas Perhubungan Dinas Komunikasi dan Informatika 10 Dinas Pendapatan dan Aset Daerah 11 Dinas Sosial Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 13 Dinas Kelautan dan Perikanan 14 Dinas Pertanian dan Perkebunan 15 Dinas Peternakan Dinas Kehutanan Dinas Perindustrian dan Perdagangan 18 Inspektorat Badan Kesbangpol dan Linmas 20 Badan Pemberdayaan Mayarakat dan Pemerintah Desa 21 Badan Arsip Badan Perpustakaan RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes, Kupang 24 Kantor Penghubung Jakarta 25 Badan Lingkungan Hidup 26 Badan Diklat dan Litbangda Jumlah Sumber: DPAD Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2013

12 12 Dari Tabel 1.3 terlihat bahwa dari total 435 bidang tanah yang dimiliki Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, terdapat sebanyak 149 bidang tanah yang belum bersertifikat. Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, di mana 149 bidang tanah yang belum bersertifikat ini, harus segera disertifikatkan. Karena dengan memiliki sertifikat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur telah memiliki bukti kepemilikan yang sah atas aset tanah tersebut, dan dengan demikian dapat mencegah penyerobotan tanah oleh masyarakat, atau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang akan berdampak pada terhambatnya optimalisasi aset tanah milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pelaksanaan kegiatan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur juga belum dapat dioptimalkan karena masih terkendala dengan proses inventarisasi aset tanah dan bangunan yang belum teratur, padahal inventarisasi merupakan jantung di dalam kegiatan pelaksanaan manajemen aset. Kondisi ini jelas menyebabkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kesulitan untuk mengetahui secara pasti seberapa besar aset yang dimiliki, aset-aset mana saja yang telah dikuasai atau berpotensi dan memiliki peluang investasi yang tinggi. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur harus dapat mengatur kegiatan inventarisasi terhadap aset tanah dan bangunan dengan lebih baik lagi, karena dengan adanya inventarisasi yang teratur, maka dapat diketahui secara pasti seberapa banyak aset tetap (tanah dan bangunan), bagaimana kondisinya di lapangan, sehingga aset tanah dan bangunan yang dimiliki dapat dioptimalkan dan dapat memberikan pemasukan yang lebih besar bagi kas daerah.

13 Rumusan Masalah Pelaksanaan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur yang masih belum optimal. 1.3 Pertanyaan Penelitian Adapaun pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana tingkat kepentingan (importance) faktor yang memberi pengaruh terhadap pelaksanaan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur? 2. Bagaimana tingkat kinerja (performance) faktor yang memberi pengaruh terhadap pelaksanaan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur? 3. Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur? 4. Strategi apa saja yang perlu diterapkan dalam mendukung pelaksanaan kegiatan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur? 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian tentang analisis manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai dengan saat ini belum pernah dilakukan, namun beberapa penelitian mengenai manajemen aset telah banyak dilakukan dan dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini antara lain.

14 14 1. Bari (2008) menganalisis tentang pengelolaan aset tanah dan bangunan Pemerintah Kota Pontianak. Alat analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA) dan analisis varian (anova). Hasil analisis menyatakan faktor-faktor kunci keberhasilan pengelolaan aset tanah dan bangunan mendapat tanggapan yang bervariasi dari tiap level manajemen dan secara statistik terdapat perbedaan kinerja manajemen berdasarkan luas tanah, luas bangunan dan peran pengelola level atas dan peran pengelola level tengah. 2. Na (2009) menganalisis penerapan manajemen aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat. Alat analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA) dan uji Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan, variabel pendaftaran (sertifikasi) terhadap aset tanah memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan variabel profesionalisme sumber daya manusia dalam mengelola dan memanfaatkan aset tanah dan bangunan menunjukkan kualitas kinerja terendah. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan tingkat kepentingan (importance) tidak terdapat perbedaan persepsi antara manajemen atas dengan manajemen menengah dan bawah terhadap penerapan faktor-faktor penting manajemen aset tanah dan bangunan. 3. Larasati (2010) menganalisis pengelolaan aset tanah dan bangunan pada PT. Pertamina (Persero). Alat analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA) dan analisis varian satu arah Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) variabel yang termasuk katagori yang memiliki arti penting yang tinggi namun belum maksimal kinerjanya, sehingga mendapat prioritas tertinggi untuk segera ditangani.

15 15 Variabel tersebut adalah: pengamanan aset tanah dan bangunan secara hukum; kontribusi arus kas dari pemanfaatan aset tanah dan bangunan; integrasi secara bottom-up antara perencanaan strategik aset tanah, aset bangunan dan unit bisnis; sistem informasi manajemen aset berfungsi dalam menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan; serta sumber daya manusia yang terlatih dan profesional dalam pengelolaan aset tanah dan bangunan. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata atas persepsi kinerja faktor-faktor kunci pengelolaan aset berdasarkan peran manajemen tingkat atas dan menengah. 4. Heluth (2010) melakukan penelitian tentang implementasi manajemen aset pada tanah dan bangunan Pemerintah Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Alat analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA) dan uji Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dari faktorfaktor penting (importance) penerapan manajemen aset tanah dan bangunan, yaitu variabel pendaftaran (sertifikasi) terhadap aset tanah, merupakan variabel yang dianggap penting. Variabel yang dianggap kurang penting adalah variabel pemanfaatan aset tanah dan bangunan sudah sesuai dengan peruntukkan. Untuk analisis tingkat kinerja (performance) variabel inventarisasi meliputi pendataan, pencataan dan penyimpanan informasi berkaitan dengan aset tanah dan bangunan telah dilaksanakan secara baik sesuai yang diharapkan. Variabel pemanfaatan aset tanah dan bangunan sudah sesuai dengan peruntukkan merupakan variabel yang kualitasnya masih rendah. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi penerapan faktor-faktor

16 16 penting manajemen aset pada tanah dan bangunan. Sementara untuk kualitas kinerja (performance) atas penerapan faktor-faktor penting manajemen aset pada tanah dan bangunan terdapat perbedaan persepsi antar level manajemen. 5. Juhardi, dkk. (2010) meneliti tentang penerapan analisis SWOT guna penyusunan rencana induk e-government Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kaur harus membuat beberapa strategi untuk mencapai tujuan dalam penyusunan rencana induk e-government. Strategi tersebut yaitu, mengunakan ahli komputer sebagai instruktur pelatihan, membuat skala prioritas dalam menambahkan peralatan komputer, membuat jaringan LAN yang baik, serta mengundang tenaga profesional sebagai instruktur dalam pengolahan dan memperbaiki data dan juga menjadikannya sebagai pusat regulasi sebagai dasar untuk membuat perhitungan dan legalisasi perencanaan utama dalam pelaksanaan e- government. 6. Dominique dan Lopes (2012) meneliti tentang penerapan Importance Performance Analysis (IPA) pada manajemen pelayanan kesehatan di Barcelos, Portugal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun akuntansi keuangan dan penyediaan layanan kesehatan adalah dua atribut yang paling penting, namun kinerja dari tenaga pelayanan kesehatan masih sangat rendah, selain itu dari model klasik IPA menunjukkan tidak memungkinkan adanya intepretasi yang jelas dalam pengembangan strategi, sehingga akuntansi keuangan dan pelayanan kesehatan yang terpadu harus menjadi prioritas utama yang harus diimplementasikan.

17 17 7. Suhartini (2012) dalam penelitiannya tentang analisis SWOT dalam menentukan strategi pemasaran pada perusahaan percetakan X di Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu strategi pemasaran yang dapat digunakan perusahaan adalah dengan memperbaiki sistem dan meningkatkan promosi, sehingga dapat memperluas target pasar dan juga mempertahankan hubungan baik dengan konsumen dan relasi bisnisnya. 8. Chang dan Liao (2013) dalam penelitiannya tentang penerapan SWOT analysis untuk menemukan strategi bagi manajemen industri pengecoran di Taiwan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen industri pengecoran di Taiwan harus mampu mengoptimalkan seluruh sumber daya perusahaan yang dimiliki dan harus mampu mengelola ancaman yang berada di luar perusahaan untuk dapat dijadikan peluang dalam penerapan manajemen yang lebih baik, seperti menciptakan lingkungan kerja yang baik, peningkatan teknologi, membangun kemitraan dan aliansi strategis dengan pelanggan, serta memberikan pelayanan yang baik dengan biaya yang dapat dijangkau oleh pelanggan. 9. Afrilita (2013) meneliti tentang analisis SWOT dalam menentukan strategi pemasaran sepeda motor pada PT. Samekarindo Indah di Samarinda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Samekarindo Indah dapat menggunakan alternatif strategi-strategi berikut. a. Strategi strengths opportunities: (i) pertahankan dan tingkatkan kualitas produk maupun pelayanan purna jual; (ii) pengembangan pasar menengah ke bawah; (iii) mengadakan kegiatan eksibisi.

18 18 b. Strategi weaknesses opportunities: (i) promosi yang terarah; (ii) promosi yang lebih gencar dengan mengadakan, mengikuti atau sebagai sponsor di berbagai event, promosi melalui media cetak dan media jejaring sosial; (iii) menambah sub dealer. c. Strategi strenghts threats: (i) meningkatkan hubungan baik dengan pelanggan; (ii) mengembangkan daya saing. d. Strategi weaknesses threats: (i) memperluas area promosi dengan membuka outlet-outlet untuk memperluas jaringan penjualan; (ii) menambah variasi penjualan dealer seperti menjual aksesoris motor yang trend di masyarakat; (iii) memberikan diskon harga spare part bagi konsumen yang loyal. Berdasarkan beberapa referensi tersebut terdapat beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yakni, perbedaan lokasi, waktu dan tempat penelitian. Dalam penelitian ini juga, peneliti menggunakan Importance Performance Analysis (IPA) untuk mengukur seberapa penting tingkat kepentingan dan kinerja dalam pengelolaan aset serta menggunakan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) analysis untuk menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancamanan) serta strategi yang perlu dilaksanakan dalam kegiatan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

19 19 1. Untuk menganalisis tingkat kepentingan faktor yang memberi pengaruh terhadap kualitas kegiatan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan Importance Performance Analysis (IPA). 2. Untuk menganalisis kinerja pengelolaan aset tetap (tanah dan bangunan) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan Importance Performance Analysis (IPA). 3. Untuk menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam pelaksanaan manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) dengan menggunakan SWOT analysis. 4. Untuk menganalisis strategi manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) yang perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan SWOT analysis Manfaat penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran yang berarti bagi. 1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam menentukan kebijakan yang mampu meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan aset tetap (tanah dan bangunan). 2. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang manajemen aset, khususnya manajemen aset pemerintah daerah. 3. Diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang meneliti tentang analisis manajemen aset tetap (tanah dan bangunan) milik pemerintah daerah.

20 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan adalah sebagai berikut. Bab I Pengantar memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis menguraikan tentang tinjauan pustaka, landasan teori dan alat analisis yang digunakan. Bab III Analisis Data menguraikan tentang cara penelitian, variabel yang digunakan dalam penelitian, hasil analisis data dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran memuat kesimpulan dan saran yang merupakan kesimpulan dari analisis data serta saran-saran atau rekomendasi untuk Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tentunya, sumber daya yang beragam harus dikelola secara optimal agar dapat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tentunya, sumber daya yang beragam harus dikelola secara optimal agar dapat BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setiap daerah memiliki potensi dan kekayaan sumber daya yang beragam. Tentunya, sumber daya yang beragam harus dikelola secara optimal agar dapat dirasakan oleh setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Negara Indonesia memasuki era baru dalam sistem pemerintahannya, dari yang sentralistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Banyaknya pulau, luasnya daratan dan perairan Negara Republik Indonesia merupakan aset atau harta

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Kondisi Fisik Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 1.192 pulau, 432 pulau mempunyai nama dan 44 pulau berpenghuni.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Papua dibentuk berdasarkan Undang undang Nomor 12 Tahun 1969

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Papua dibentuk berdasarkan Undang undang Nomor 12 Tahun 1969 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Provinsi Papua dibentuk berdasarkan Undang undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonomi Irian Barat dan Kabupaten Otonomi di Provinsi Irian Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua telah memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administratif BAB IV GAMBARAN UMUM Secara astronomi Provinsi Nusa Tenggara Timur terletak antara 8 0 12 0 Lintang Selatan dan 118 0 125 0 Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia, terhitung sejak tahun 1999 telah menggunakan sistem pemerintahan yang bersifat Desentralisasi, atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No14/02/53/Th.XVIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) Provinsi Nusa Tenggara Timur 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan segenap unsur dan lapisan masyarakat, serta memberikan kekuasaan bagi pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016 KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016 OLEH : DRS. HADJI HUSEN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI NTT BADAN

Lebih terperinci

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 OUT LINE PAPARAN 1. GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 2. PENGELOLAAN PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilakukan untuk menunjang dan mendorong berkembangnya pembangunan daerah. Di samping itu, pembangunan daerah juga ditingkatkan untuk memperkokoh

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Kupang, Februari 2014 KEPALA BAPPEDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR,

Kata Pengantar. Kupang, Februari 2014 KEPALA BAPPEDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, Kata Pengantar Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena atas penyertaan-nya maka penyusunan Buku Statistik Kinerja Keuangan Provinsi NTT Beserta SKPD 2009-2013 ini dapat diselesaikan. Dalam era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990 dalam seri laporan tahunan yang diberi judul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa era globalisasi sekarang ini, setiap perusahaan ditantang untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ada di sekitarnya, atau dengan kata lain setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dalam mengelola daerah serta mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Hal ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan daerah di Indonesia dewasa ini memasuki paradigma baru di mana salah satu tujuan dari penyelenggaraan pemerintah adalah terciptanya good governance

Lebih terperinci

PAPARAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR. Pada acara USULAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REVISI RENCANA TATA RUANG

PAPARAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR. Pada acara USULAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REVISI RENCANA TATA RUANG PAPARAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR Pada acara USULAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Jakarta, 12 Nopember 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan antara lain bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) . BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 13/09/53/Th. I, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang saat ini. Perkembangan tersebut merata keseluruh penjuru daerah yang ada di Indonesia. Salah satu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi Kepulauan dengan jumlah pulau 1.192, 305 kecamatan dan 3.270 desa/kelurahan. Sebanyak 22 Kabupaten/Kota di Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Pada hasil analisis tingkat kepentingan (importance), variabel yang menduduki

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Pada hasil analisis tingkat kepentingan (importance), variabel yang menduduki BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil olahan data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa. 1. Pada hasil analisis tingkat kepentingan (importance), variabel yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas tentang kebijakan mengenai Sistem Pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas tentang kebijakan mengenai Sistem Pengendalian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penelitian ini membahas tentang kebijakan mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang diperlukan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011 No. 05, 7 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011 AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT 2,69% Angkatan kerja NTT pada Agustus 2011 mencapai 2.154.258 orang, bertambah 21,9 ribu

Lebih terperinci

PROFIL BALAI POM DI KUPANG

PROFIL BALAI POM DI KUPANG PROFIL BALAI POM DI KUPANG SEKILAS TENTANG BALAI PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DI KUPANG Balai POM di Kupang berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 05018/SK/KBPOM sejak tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang, Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT Pajak Air Permukaan adalah salah satu jenis penerimaan dan pendapatan yang dikelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II

BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II 3.1. UMUM S ejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 08/08/Th.IV, 3 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN Ekonomi Kabupaten Ngada pada tahun 2011 tumbuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pemerintah yang diharapkan dapat diperoleh manfaat ekonomi dan sosial pada masa

BAB 1 PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pemerintah yang diharapkan dapat diperoleh manfaat ekonomi dan sosial pada masa BAB 1 PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah yang diharapkan dapat diperoleh manfaat ekonomi dan sosial pada masa akan datang, baik oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa globalisasi ini, perkembangan pembangunan konstruksi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Di masa globalisasi ini, perkembangan pembangunan konstruksi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di masa globalisasi ini, perkembangan pembangunan konstruksi semakin meningkat karena banyak bangunan yang ada di sekitar. Suatu bangunan berfungsi untuk mendukung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No.05/08/Th.V, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngada yang diukur

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kecamatan merupakan salah satu ujung tombak dari Pemerintahan Daerah yang langsung berhadapan (face to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. induknya dan membentuk daerah otonomi baru. Tujuan pemekaran daerah baru yaitu untuk

BAB I PENDAHULUAN. induknya dan membentuk daerah otonomi baru. Tujuan pemekaran daerah baru yaitu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setelah munculnya era reformasi di Indonesia, pemekaran wilayah menjadi keniscayaan. Banyak daerah di Indonesia memekarkan diri atau memisahkan diri dari daerah induknya

Lebih terperinci

SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN

SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN PT PLN (PERSERO) WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN PENERAPAN DI NUSA TENGGARA TIMUR FORUM KTI Lombok, 19 Oktober 2011 TANTANGAN KELISTRIKAN DI NTT - Memerlukan investasi tinggi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/08/Th.IX, 8 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Memuaskan

Ringkasan Eksekutif Memuaskan Ringkasan Eksekutif Laporan Akuntabilitas Kinerja Perwakilan BPKP Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012 telah menyajikan capaian kinerja selama tahun 2012 dikaitkan dengan perencanaan kinerja untuk tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN Tinjauan Ekonomi & Keuangan Daerah Provinsi NUSA TENGGARA TIMUR Peta Nusa Tenggara Timur 2 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Keuangan daerah sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Derah adalah termasuk kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebab itu, pemerintah daerah harus dapat melakukan optimalisasi sumbersumber. pemasukan yang potensial bagi kas daerah.

BAB I PENDAHULUAN. sebab itu, pemerintah daerah harus dapat melakukan optimalisasi sumbersumber. pemasukan yang potensial bagi kas daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah memiliki potensi dan kekayaan sumber daya yang beragam. Tentunya, sumber daya yang beragam harus dikelola secara optimal agar dapat dirasakan oleh setiap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BUMD PT PERDANA MULTIGUNA SARANA BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 2011 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dalam kebijaksanaan otonomi daerah, kemandirian daerah dituntut secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dalam kebijaksanaan otonomi daerah, kemandirian daerah dituntut secara Magister Ekonomika Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah pada dasarnya merupakan sebuah solusi untuk mengatasi ketidakadilan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS-DINAS DAERAH KOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 776 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN SERANG DITERBITKAN OLEH BAGIAN ORGANISASI

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013 GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK ORGANISASI PEMERINTAHAN KABUPATEN KEPAHIANG

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang telah diubah menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 03/09/Th. VIII, 13 September 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN Tahukah Anda? RIlis PDRB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan makna otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, pelaksanaan desentralisasi sebagai asas penyelenggaraan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH SALINAN WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

RILIS HASIL PSPK2011

RILIS HASIL PSPK2011 RILIS HASIL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik BPS PROVINSI NTT Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada millennium keempat ini Indonesia memasuki era baru dalam sistem pemerintahannya. Otonomi Daerah, sebagai salah satu pilihan yang bermula pada awal 2001 bertepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara administratif Kupang adalah sebuah kotamadya yang merupakan ibukota dari propinsi Nusa Tenggara Timur, dan secara geografis terletak antara 10º39 58

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi persepsi..., Inayah, FISIP UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi persepsi..., Inayah, FISIP UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian otonomi kepada daerah pada dasarnya bertujuan untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sejalan dengan Undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DENGAN

Lebih terperinci

PENATAAN KELEMBAGAAN URUSAN PANGAN

PENATAAN KELEMBAGAAN URUSAN PANGAN PENATAAN KELEMBAGAAN URUSAN PANGAN Disampaikan oleh ONZUKRISNO, SH, M.Si Kepala Biro Organisasi Setda Prov. Sumbar Bukittinggi, 11 Maret 2016 UU NOMOR 23 TAHUN 2014 U R U S A N P E M E R I N T A H A N

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat.

BAB I PENDAHULUAN. pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang selanjutnya diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 32 serta 33 Tahun 2004, mengenai pemberian

Lebih terperinci

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGLI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang: a. bahwa Pasar Desa, yang diatur dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH (PD) FLOBAMOR MENJADI PERSEROAN TERBATAS (PT) FLOBAMOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO 1 PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA STAF AHLI BUPATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 130 TAHUN 2016 T E N T A N G POLA KOORDINASI PERANGKAT DAERAH

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 130 TAHUN 2016 T E N T A N G POLA KOORDINASI PERANGKAT DAERAH WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 130 TAHUN 2016 T E N T A N G POLA KOORDINASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci