TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Rizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Rizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Rizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman Mikroorganisme yang berada di dalam tanah atau rizosfer tanaman telah diketahui memegang peranan penting dalam berbagai proses di dalam tanah yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Tilak et al. 2005). Interaksi mikroba dengan tanaman di rizosfer dapat berupa hubungan yang menguntungkan, netral, atau menggangu pertumbuhan tanaman (Husen 2003). Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT) berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman. Terdapat berbagai mekanisme PGPR dalam menstimulasi pertumbuhan tanaman. Mekanisme ini dikelompokkan menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung rizobakteri terkait dengan produksi metabolit seperti antibiotik dan siderofor, yang dapat berfungsi menurunkan pertumbuhan fitopatogen. Secara langsung PGPR mampu memproduksi zat pengatur tumbuh dan meningkatkan pengambilan nutrisi oleh tumbuhan (Kloepper 1993). Mekanisme RPPT dalam meningkatkan kesehatan/kebugaran tanaman dapat terjadi melalui 3 cara, yaitu: menekan perkembangan hama/penyakit (bioprotectant): mempunyai pengaruh langsung pada tanaman dalam menghadapi hama dan penyakit; memproduksi fitohormon (biostimulant): IAA (Indole Acetic Acid), sitokinin, giberellin dan penghambat produksi etilen, dapat menambah luas permukaan akar-akar halus; meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman (biofertilizer) (Widodo 2006). Rhizobakteri yang baik memiliki sifat : a) Mampu mendominasi dalam pemanfaatan eksudat yang dikeluarkan, b) Cepat berkembang biak, c) Mampu mengkolonisasi perakaran (Widodo 1993). Adanya PGPR dapat memberikan keuntungan melalui berbagai mekanisme antara lain produksi metabolit sekunder seperti antibiotik, kitinase, β-1,3 glukanase, sianida, substansi hormon, sebagai agens pengendali biologi melalui kompetisi, induksi sistem partahanan terhadap patogen, produksi siderofor, pelarut fosfat dan fiksasi N 2 (Glick 1995; Husen 2003).

2 4 Menurut Kusumadewi (1999) rizobakteri memungkinkan penyediaan unsur hara tertentu dari lingkungannya yaitu menambat N 2 dan mensuplai ketanaman. Rizobakteri juga mampu menghasilkan siderofor yang dapat melarutkan dan memisahkan besi dari tanah serta menyediakannya untuk tanaman. Genus yang banyak diketahui sebagai pemacu pertumbuhan antara lain Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan Rhizobium sp. Rizobakteri Pseudomonas sp. Genus Pseudomonas adalah bakteri yang dapat ditemukan pada hampir semua media alami dan tahan terhadap senyawa yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain sehingga mudah diisolasi. Bakteri ini mampu mendominasi daerah rizosfer dan berkembang secara cepat, bersifat gram negatif, motil, aerob/ anaerob fakultatif (Pelczar & Chan 1986). Salah satu bakteri yang ditemukan secara luas di dalam ekosistem tanah rizosfer adalah Pseudomonas sp., yang mampu mendegradasi dan menggunakan sejumlah besar senyawa organik dan anorganik, berinteraksi dengan tanaman dan berasosiasi dalam rizosfer yang menguntungkan bidang pertanian (Palleroni & Moore 2004). Bakteri Pseudomonas sp. kelompok fluoresen dapat memproduksi IAA, sitokinin, isopentenyl adenosine, dan zeatin ribose (Salamone et al. 2001). Pseudomonas sp. banyak dilaporkan sebagai penghasil fitohormon dalam jumlah yang besar khususnya IAA untuk merangsang pertumbuhan (Watanabe et al ). IAA merupakan hormon pertumbuhan kelompok auksin yang berguna untuk merangsang pertumbuhan tanaman. Auksin berguna untuk meningkatkan pertumbuhan sel batang, menghambat proses pengguguran daun, merangsang pembentukan buah, serta merangsang pertumbuhan kambium, dan menghambat pertumbuhan tunas ketiak (Tjondronegoro et al. 1989). Pseudomonas sp. juga diketahui memproduksi asam silikat yang mampu mengendalikan tobacco necrosis virus pada tembakau (Maurhofer et al.1994). Respon Hipersensitif Respon hipersensitif merupakan reaksi pertahanan yang cepat dari tanaman dalam menghadapi patogen yang disertai dengan kematian sel yang cepat atau nekrosis jaringan di daerah yang diinjeksi dengan bakteri. Respon

3 5 hipersensitif dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap terinduksi, periode laten dan kematian sel atau jaringan. Tahap induksi terjadi 1,5-3 jam setelah daun diinjeksi dengan suspensi bakteri. Pada tahap ini bakteri mengalami multiplikasi yang dilanjutkan dengan kontak sel dan pengenalan sel bakteri dengan sel tanaman. Tahap laten 7-10 jam setelah injeksi. Pada tahap ini terjadi peningkatan laju respirasi, peningkatan permeabilitas membran sel tanaman dan kerusakan organel-organel sel. Pada kedua tahap ini daun belum menunjukan gejala nekrotik. Kematian sel merupakan tahap akhir yang terjadi 8-12 jam setelah injeksi. Pada tahap ini terjadi reaksi antara senyawa fenol yang terdapat dalam vakuola dengan substansi yang ada di dalam sitoplasma dan terbentuk senyawa sitolitik. Pada tahap ini mulai terjadi gejala nekrosis (Klement et al. 1990). Garis pertahanan tumbuhan terhadap infeksi patogen berupa epidermis tubuh tumbuhan primer, periderm tubuh tumbuhan sekunder dan zat kimia yang akan meningkat oleh kemampuan tumbuhan yang diwariskan untuk mengenali patogen tertentu. Patogen dikatakan virulen jika suatu tumbuhan memiliki hanya sedikit pertahanan spesifik terhadapnya. Pertahanan spesifik terhadap penyakit didasarkan pada pengenalan gen dengan gen, karena memerlukan suatu kesesuaian yang tepat antara suatu alel dalam tumbuhan dengan suatu alel pada patogen. Tumbuhan memiliki banyak gen R (resistensi), dan setiap patogen memiliki sekumpulan gen Avr (avirulen). Tumbuhan resisten terhadap suatu patogen jika salah satu dari gen R tumbuhan merupakan alel dominan yang berhubungan dengan alel dominan Avr pada patogen, dimana yang berinteraksi merupakan produk dari gen-gen tersebut. Tumbuhan yang terinfeksi dapat mengeluarkan serangan kimia terlokalisir sebagai tanggapan terhadap sinyal molekuler yang dibebaskan dari sel yang rusak akibat infeksi tersebut. Jika patogen bersifat avirulen yang didasarkan pada kesesuaian R-Avr, respon pertahanan terlokalisir akan lebih hebat dan disebut respon hipersensitif (Campbell & Reece. 2002). Bentuk pertahanan nekrotik dan hipersensitif merupakan suatu bentuk pertahanan yang umum terjadi pada interaksi inangnematoda. Kelihatannya jaringan yang mengalami nekrotik akan mengisolasi parasit obligat dari substansi hidup disekitarnya karena patogen sangat tergantung pada bahan makanan dari jaringan tersebut, karena kematian sel menyebabkan

4 6 nematoda juga mati. Lebih cepat sel-sel inang mati setelah infeksi nematoda, maka tanaman terlihat lebih tahan (Agrios 1997). Pseudomonas sp. yang berasal dari daerah perakaran mempunyai sifat yang beragam, dimana terdapat bakteri yang menguntungkan maupun yang merugikan tanaman itu sendiri. Pseudomonas sp. bersifat menguntungkan karena mampu menghasilkan zat yang dibutuhkan tanaman dan mampu menekan kejadian penyakit, bersifat merugikan karena merusak sel-sel tanaman dan mengeluarkan zat yang bersifat toksik bagi tanaman. Oleh karena itu untuk mengetahui rizobakteria Pseudomonas sp. bersifat patogen atau nonpatogen perlu dilakukan uji hipersensitifitas. Biokontrol Fitopatogen Biokontrol merupakan kemampuan suatu mikroba untuk menekan kejadian suatu penyakit tanaman. Interaksi mikroorganisme yang antagonis terhadap berbagai macam patogen tanaman memiliki peranan penting dalam keseimbangan mikroorganisme di dalam tanah, serta memberikan kontribusi sebagai agens biokontrol penyakit tanaman. Biokontrol tanaman bermanfaat dalam menurunkan dampak buruk pada tanaman akibat penggunaan bahan kimiawi seperti pestisida. Penggunaan fungisida dapat menyebabkan polusi lingkungan dan menginduksi resistensi pada patogen. Bahan kimia ini juga dapat menyebabkan klorosis dan kelayuan pada semaian muda ( Jones 1985). Ahli patologi tanaman mendefinisikan pengendalian hayati sebagai: mengurangi inokulum atau segala aktivitas dari patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sebagai akibat dari satu atau lebih dari suatu organisme baik secara alami atau dengan memanipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau dengan induksi massa dari satu atau lebih antagonis (Baker & Cook 1974). Dalam pengendalian terhadap patogen, efektivitas agens biokontrol sangat dipengaruhi oleh aplikasi agens, dosis inokulasi dan kontrol mikroba lain. Dosis inokulasi perbenih harus ditentukan untuk memperoleh kontrol yang cukup terhadap patogen. Dosis inokulasi yang efektif bervariasi antar jenis agens biokontrol, namun kisaran yang umum digunakan adalah sel bakteri /benih (Bai et al. 2002). Hal lain yang dapat meningkatkan efektifitas perlakuan benih dengan agens biokontrol adalah nutrisi bagi mikroba dan kecepatan

5 7 mikroba menyesuaikan diri. Tidak kalah penting adalah sterilisasi permukaan benih dengan natrium hipoklorit sebelum aplikasi dengan agens biokontrol. Hal ini untuk menghindari patogen lain yang dapat berkompetisi dengan agens biokontrol (Copeland & McDonald 1995). Pada umumnya pengendalian hayati melibatkan penggunaan cendawan atau bakteri sebagai agens antagonis untuk mengendalikan patogen tular benih (seedborne), tular tanah (soilborne), atau tular udara (airborne). Perlakuan ini semakin populer dengan semakin meningkatnya kepedulian akan keamanan lingkungan dan kesehatan serta masalah fitotoksisitas sehubungan dengan penggunaan pestisida yang berlebihan. Pengendalian hayati dapat memberikan perlindungan selama siklus hidup tanaman (Silva et al. 2004). Pengendalian hayati juga dilaporkan dapat memacu peningkatan pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya meningkatkan hasil tanaman sebagai akibat dari pengendalian penyakit jangka panjang (Zhang et al. 2002). Agens biokontrol yang memiliki kemampuan menghasilkan senyawa antibiotik dapat menghambat pertumbuhan patogen melalui kontak langsung antara agens dan patogen. Senyawa antibiotik zwitermisin A yang dikeluarkan oleh B.cereus dilaporkan efektif menghambat pertumbuhan koloni Phytophthora madicaginis (Silo-Suh et al. 1998). Mekanisme kompetisi antara agens biokontrol dan patogen umumnya terjadi karena keterbatasan salah satu faktor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan agens atau patogen, seperti nutrisi atau unsur hara tertentu. Kemampuan P. fluorescens memproduksi senyawa siderofor yang mampu mengkelat besi dalam kondisi lingkungan yang kekurangan Fe mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan patogen karena Fe menjadi tidak tersedia bagi patogen (Dwivedi & Jori 2003). Agens biokontrol juga mampu memparasit patogen secara langsung dengan cara mensekresikan enzim ekstraseluler (kitinase, protease, dan selulose) yang dapat melisis atau mendegradasi dinding sel patogen sehingga perkembangan patogen menjadi terhambat (Singh et al. 1999). Disamping itu berbagai jenis biokontrol mampu menghasilkan HCN yang bersifat toksik terhadap sejumlah patogen tanaman (Munif 2001). Selain sebagai biokontrol untuk pengendalian berbagai patogen yang menginvasi tanaman. Peran rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman merupakan satu sumbangan bioteknologi dalam usaha peningkatan produktivitas

6 8 tanaman. Berbagai isolat Pseudomonas sp., Azospirillum sp., Azotobacter sp., Enterobacter sp., Bacillus sp., dan Serratia sp. diketahui sebagai RPPT. Peran RPPT dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman berhubungan dengan kemampuannya memproduksi hormon tumbuh, memfiksasi nitrogen atau melarutkan fosfat (Thakuria et al. 2004). Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa senyawa siderofor yang diproduksi oleh P. aeruginosa mampu meningkatkan biomassa bibit Hydrangea sebesar 30% dibandingkan dengan kontrol (Ryder et al. 1994). Pengetahuan tentang pertahanan tanaman sangat cepat berkembang. Tanaman menggunakan berbagai sistem untuk menghambat, membatasi atau mencegah pertumbuhan parasit. Semua tanaman mempunyai potensi secara genetik untuk mekanisme resistensi terhadap cendawan, bakteri, virus, dan nematoda patogen. Mekanisme tersebut pada tanaman yang resisten cepat terjadi setelah patogen muncul, sehingga dapat menghambat atau mencegah perkembangan patogen, sebaliknya pada tanaman yang rentan, mekanisme tersebut lebih lambat terjadi sehingga patogen telah berkembang terlebih dahulu. Keberhasilan patogen berkembang di dalam inang sangat tergantung dari pengenalan inang terhadap patogen, suatu interaksi yang kompatibel antara inang dan patogen akan menyebabkan patogen mampu menekan kemampuan tanaman untuk menghambat inokulasi berikutnya dari patogen yang tidak kompatibel dan sebaliknya interaksi yang tidak kompatibel dapat melidungi tanaman dari infeksi patogen yang kompatibel (Andrew 1996). Pengendalian agens biokontrol secara tidak langsung terhadap berbagai patogen yang menginfeksi tanaman terjadi melalui mekanisme induksi resistensi pada tanaman. Agens biokontrol memiliki kemampuan untuk mengaktifkan berbagai enzim atau produksi senyawa metabolit sekunder pada tanaman yang berhubungan dengan pertahanan terhadap infeksi patogen. Resistensi terinduksi adalah suatu mekanisme yang secara normal berfungsi membatasi pertumbuhan dan penyebaran patogen dan efektifitas mekanisme ini ditingkatkan oleh infeksi primer dan agen penginduksi (biotik atau abiotik) berupa mikroorganisme patogen, non patogen, metabolit mikrob, ekstrak tumbuhan atau senyawa sintetik seperti asam salisilat (Agrios 1997). Mucharromah & Kuc (1991) melaporkan

7 9 senyawa kalium fosfat dapat mengiduksi resistensi sistemik tanaman melon terhadap infeksi cendawan, bakteri, dan virus patogen. Imunisasi atau induksi resistensi atau resistensi buatan adalah suatu proses stimulasi resistensi tanaman inang terhadap patogen tanaman tanpa introduksi gen-gen baru. Teknologi immunisasi atau proteksi silang merupakan salah satu cara pengendalian penyakit tanaman dengan menstimulasi aktivitas mekanisme resistensi melalui inokulasi mikroorganisme nonpatogenik atau patogen avirulen maupun strain hipovirulen serta perlakuan substrat dari mikroorganisme dan tumbuhan pestisida nabati. Mekanisme induksi resistensi (immunisasi) menyebabkan kondisi fisiologis yang mengatur sistem ketahanan menjadi aktif atau menstimulasi mekanisme resisten yang dimiliki oleh tanaman. Imunisasi tidak menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat meningkatkan produksi pada beberapa tanaman meskipun tanpa adanya patogen dan memberikan suatu cara untuk bertahan terhadap stres lingkungan (Kloepper 1997). Sinyal penginduksi resisten dapat berupa agens penginduksinya atau sinyal yang disintetis tanaman akibat adanya agens penginduksi. Sinyal tersebut diproduksi pada suatu bagian tanaman, namun dapat berperanan pada bagian lainnya. Transinduksi sinyal dapat ditransfer secara intraseluler sehingga menimbulkan sistem ketahan tanaman secara sistemik (Mucharromah & Kuc 1991). Ketahanan sistemik terinduksi (induced systemic resistance [ISR]) pada dasarnya memiliki kesamaan dengan ketahanan sistemik yang diterima (systemic acquired resistence[sar]). Mekanisme ini terjadi sebagai akibat adanya infeksi oleh patogen sehingga tanaman memberikan respon berupa reaksi-reaksi pertahanan seperti reaksi hipersensitif yang menyebabkan terjadinya lesio nekrotik pada daerah terserang. Berbeda dengan SAR, ISR tidak menyebabkan adanya gejala tampak seperti lesio nekrotik (Compant et al. 2005). Ramamoorthy et al. (2001) memaparkan bahwa mekanisme ISR terjadi sebagai akibat perubahan fisiologi tanaman yang kemudian menstimulasi terbentuknya senyawa kimia yang berguna dalam pertahanan terhadap serangan patogen. Perubahan fisiologi tersebut dapat berupa modifikasi struktural dinding sel atau perubahan reaksi biokimia pada tanaman inang. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan adanya induksi ketahanan sistemik oleh bakteri yaitu: 1) adanya sumbangan lipopolisakarida oleh bakteri; 2) produksi siderofor oleh bakteri; dan 3) produksi

8 10 asam silsilat, yang dapat terjadi secara langsung oleh bakteri ataupun secara tidak lansung (Van Loon et al. 1998). Menurut Ouchi (1983) induksi resistensi tanaman merupakan aktivitas pertahanan tanaman untuk melindungi diri dari patogen atau hama. Dasar pemikiran dari induksi resistensi adalah bahwa gen untuk ketahanan atau reaksi pertahanan ada pada semua tanaman. Gen tersebut tidak diekspresikan sebelum induksi resistensi diberikan, ekspresi ketahanan baru akan muncul setelah adanya inokulasi challenge ( infeksi susulan) pada waktu dan lokasi yang berbeda. Reuvani et al. (1997) melaporkan bahwa aktivasi gen untuk melindungi tanaman dapat diinduksi secara sistemik dengan signalling mollecules yang dihasilkan pada tempat agens Inducer Sistemic Resistance dan ditransportasi dengan difusi atau melalui sistem pembuluh tanaman inang. Respon ketahanan tanaman yang terinduksi dapat berupa pembentukan papilla dengan cepat, respon hipersensitif, sintesis fitoaleksin, pembentukan kalus, lignifikasi, pembentukan PR-protein, β-1,3 glukanase, kitinase, peroksidase, dan protein inhibitor. Respon ketahanan tanaman tersebut dibentuk apabila diinduksi oleh suatu molekul yang disebut elisitor (Koga et al. 1998). Mekanisme induksi resistensi sistemik pada tanaman belum diketahui secara pasti, namun beberapa indikator terjadinya induksi resistensi secara sistemik telah dilaporkan seperti akumulasi pembentukan pathogenesis related protein (PRprotein), akumulasi senyawa antimikrob dan pembentukan biopolimer seperti lignin, kalose dan glikoprotein yang berperan sebagai pembatas perkembangan patogen (Van Loon et al. 1998; Chen et al. 2000). Pathogenesis Related Protein memegang peranan penting dalam meningkatkan resistensi tanaman terhadap invasi patogen. Beberapa fungsinya antara lain melisis dinding sel patogen, menginaktivasi enzim yang disekresikan patogen, menggangu struktur dan fungsi membran sel patogen dan pertahanan dinding sel tanaman. Kelompok PR-protein yang umum dikenal antara lain kitinase, β-1,3 glukanase (Heil & Bostock 2002), dan peroksidase (Chen et al. 2000; Ramamoorthy 2002). Kitinase dilaporkan memiliki aktivitas anti-mikrob, namun peran utamanya adalah sebagai pendegradasi kitin yang terdapat pada dinding sel patogen, dan terbukti dengan terjadinnya pengurangan intensitas kitin pada dinding sel patogen (Heil & Bostock 2002). Indikator terjadinya resistensi sitemik juga diamati pada tanaman mentimun dan kacang polong yang diinokulasi dengan P.fluorescens dan

9 11 Serratia plymuthica. Terjadi peningkatan β-1,3 glukanase pada dinding sel kedua tanaman contoh yang diduga berperan dalam pertahanan dinding sel tanaman terhadap invasi patogen (Benhamaou et al. 2000). PR-protein yang juga berperan dalam meningkatkan resistensi tanaman terhadap infeksi patogen adalah peroksidase. Enzim peroksidase berperan mengkatalisis reaksi akhir dalam proses pembentukan lignin dan fenol oksidatif lain yang berhubungan dengan pembentukan pertahanan untuk penguatan struktur sel (Chen et al. 2000). Kontak antar hidrogen peroksida dan peroksidase dapat menghentikan infeksi patogen melaluli inaktivasi enzim pendegradasi dinding sel yang dikeluarkan oleh patogen (Silva et at. 2004). Inokulasi tanaman dengan P. fluorescens secara nyata meningkatkan aktivitas enzim peroksidase yang berhubungan dengan penyakit layu Fusarium axysporum (Ramamoorthy et at. 2002). Enzim peroksidase berperan sebagai katalisator oksidasi senyawa fenol menjadi quinon yang sangat toksik terhadap patogen (Srivastava 1987). Peroksidase mempunyai beberapa fungsi yang mempengaruhi resistensi tanaman. Salah satu fungsinya adalah berperan sebagai polimerisasi oksidatif dari hidroksisinamil alkohol untuk membentuk lignin. Proses ini merupakan salah satu mekanisme ketahanan tanaman. Fungsi lain dari peroksidase adalah memperkuat diding sel terhadap degradasi enzim yang dihasilkan oleh patogen melalui pembentukan protein struktural pada dinding sel (Vance et al. 1980). Hasil analisis biokimia menunjukan bahwa peroksidase, khitinase, dan 1,3 glukanase terlibat dalam mekanisme resistensi yang terinduksi pada tanaman dikotil terhadap cendawan biotrop. Khitinase dan 1,3 glukanase berperan aktif terhadap penekanan cendawan melalui hidrolisis polimer dinding sel, sedangkan peroksidase berperan dalam lignifikasi dan pembentukan senyawa metabolit sekunder (Park & Kloepper 2000). Xue et al. (1999) menyatakan bahwa Binucleate Rhizoctonia menginduksi resistensi tanaman dan ada korelasi positif yang nyata antara aktivitas 1,3-β-glucanase dan peroksidase dengan meningkatnya resistensi terinduksi. Sementara itu inokulasi P. fluorescens WCS417 dilaporkan dapat menginduksi senyawa fitoaleksin yang berhubungan dengan penekanan penyakit layu fusarium pada tanaman anyelir. Fitoaleksin menghambat perkembangan patogen dengan cara merusak membran patogen terutama membran plasma,

10 12 menghambat sintesis protein dan asam nukleat serta respirasi patogen (Van Loon et al. 1997). Fitoaleksin memiliki bobot molekul rendah dan merupakan senyawa antimikrob yang disintesis dan diakumulasikan di dalam tanaman sebagai respon terhadap invasi patogen (stres biotik), kondisi lingkungan suboptimum (stres abiotik) atau induksi oleh mikroorganisme (Agrawal et al. 1999). Fitoaleksin adalah zat toksin yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup hanya setelah dirangsang oleh berbagai mikroorganisme patogenik atau oleh kerusakan mekanis dan kimia. Fitoaleksin dihasilkan oleh sel sehat yang berdekatan dengan sel-sel rusak dan nekrotik sebagai jawaban terhadap zat yang berdifusi dari sel yang rusak. Fitoaleksin terakumulasi mengelilingi jaringan nekrosis yang rentan dan resisten. Ketahanan terjadi apabila satu jenis fitoaleksin atau lebih mencapai konsentrasi yang cukup untuk mencegah patogen berkembang (Agrios 1997). Prainokulasi dengan agens penginduksi dapat mengaktifkan secara cepat berbagai mekanisme resistensi tanaman diantaranya akumulasi fitoaleksin dan peningkatan aktivitas beberapa jenis enzim penginduksi seperti ß-1,4-glukosidase, kitinase dan ß-1-3-glukanase. Senyawa fitoaleksin adalah substansi antibiotik yang diproduksi oleh tanaman inang apabila ada infeksi patogen atau pelukaan. Senyawa fitoaleksin dapat lebih banyak terbentuk dalam tanaman jika menggunakan mikroorganisme non patogenik dibanding hypovirulen (Fuchs et al. 1997).

Pseudomonas sp. SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN DAN PENGENDALI HAYATI FUNGI PATOGEN AKAR TANAMAN KEDELAI PARJONO

Pseudomonas sp. SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN DAN PENGENDALI HAYATI FUNGI PATOGEN AKAR TANAMAN KEDELAI PARJONO Pseudomonas sp. SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN DAN PENGENDALI HAYATI FUNGI PATOGEN AKAR TANAMAN KEDELAI PARJONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman yang populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) diperkenalkan pertama kali oleh Kloepper

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ditinjau dari aspek pertanaman maupun nilai produksi, cabai (Capsicum annuum L. ) merupakan salah satu komoditas hortikultura andalan di Indonesia. Tanaman cabai mempunyai luas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai [Glycine max (L.) Merril] merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung (Danapriatna, 2007).

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Produksi kedelai di Indonesia dari tahun 2009 sampai 2013 secara terus menerus mengalami penurunan, walaupun permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antraknosa merupakan salah satu penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman bahkan dapat mengakibatkan gagal panen. Penyakit ini menyerang hampir semua tanaman.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) 2016 PENDAHULUAN Daerah rhizosper tanaman banyak dihuni

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

II. TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007): II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merill) Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strain bakteri yang menguntungkan dalam meningkatkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Strain bakteri yang menguntungkan dalam meningkatkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Strain bakteri yang menguntungkan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dikelompokkan sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) (Kloepper, 99). Secara umum,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman 3 TINJAUAN PUSTAKA Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman Fosfor merupakan unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman agar tumbuh dengan sehat. Jumlah yang diperlukan oleh tumbuhan diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuburan tanah menurun cepat, pencemaran air dan tanah, bahaya residu

I. PENDAHULUAN. kesuburan tanah menurun cepat, pencemaran air dan tanah, bahaya residu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerakan kembali ke alam (back to nature) yang dilandasi oleh kesadaran pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan kini menjadi sebuah gaya hidup masyarakat dunia.

Lebih terperinci

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN Mofit Eko Poerwanto mofit.eko@upnyk.ac.id Pertahanan tumbuhan Komponen pertahanan: 1. Sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Tomat Penyakit Layu Bakteri pada Tomat oleh Ralstonia solanacearum

TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Tomat Penyakit Layu Bakteri pada Tomat oleh Ralstonia solanacearum TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas hortikultura yang penting di Indonesia dan merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak digemari orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bunga anggrek yang unik menjadi alasan bagi para penyuka tanaman ini. Di

BAB I PENDAHULUAN. bunga anggrek yang unik menjadi alasan bagi para penyuka tanaman ini. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang tersebar di seluruh dunia dan digemari oleh berbagai kalangan. Bentuk struktur dan warna bunga anggrek yang unik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Di Laboratorium 4.1.1. Karakterisasi Sifat Morfologi Bakteri Pseudomonas Berfluorescens Asal Perakaran Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut di Medium NA Hasil pengamatan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia sebagai bahan utama pangan. Peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum. L) merupakan sayuran umbi yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum. L) merupakan sayuran umbi yang 26 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum. L) merupakan sayuran umbi yang cukup populer dikalangan masyarakat, selain nilai ekonomisnya yang tinggi, bawang merah juga berfungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi permintaan dalam negeri dan meningkatkan devisa negara dari sektor non migas, pemerintah telah menempuh beberapa upaya diantaranya pengembangan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas yang bersifat multiguna dan banyak diminati oleh masyarakat, khususnya di Indonesia, saat ini tomat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Endofit Bakteri endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak ditemukan di hampir semua daerah di Indonesia karena mudah dibudidayakan di lahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Kedelai Menurut Irwan (2006), Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin berkembangnya

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRASI BAKTERI PGPR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L.) HARMOKO NPM ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRASI BAKTERI PGPR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L.) HARMOKO NPM ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRASI BAKTERI PGPR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH ( Arachis hypogaea L.) HARMOKO NPM. 7 483 699 ABSTRAK Terjadinya penurunan produktivitas tanaman kacang tanah di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang tergolong tanaman semusim, tanaman ini biasanya berupa semak atau perdu dan termasuk kedalam

Lebih terperinci

BAB I. PENGANTAR. sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu

BAB I. PENGANTAR. sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu BAB I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Produktifitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan baik biotik maupun abiotik. Kedua kondisi ini merupakan faktor penentu utama yang sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Isolasi Kandidat RPPT dari Rizosfer

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Isolasi Kandidat RPPT dari Rizosfer 25 dikeringkan untuk mengetahui biomas keringnya. Data dari parameter jumlah bunga, buah, panjang batang, biomas basah dan kering dianalisis dengan One-Way Analisis of Variance (AOV) dengan program Statistix

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Perkembangan Koloni Bakteri Aktivator pada NA dengan Penambahan Asam Humat Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa pada bagian tanaman tomat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan yang penting di Indonesia sebagai penghasil minyak nabati beserta beberapa produk turunan lainnya. Pada saat

Lebih terperinci

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT MENGKONSUMSI KANDUNGAN SEL INANG SECARA TERUS MENERUS MEMBUNUH SEL ATAU MERUSAK AKTIVITAS METABOLISME KARENA ENZIM, TOKSIN ATAU ZAT TUMBUH MENGGANGGU TRANSPORTASI AIR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Kingdom Divisio Class Ordo Famili Genus : Myceteae : Eumycophyta : Basidiomycetes : Aphyllophorales : Ganodermataceae : Ganoderma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Penelitian mikroba endofit pertama kali dilaporkan oleh Darnel dkk. pada tahun 1904. Sejak itu, definisi mikroba endofit telah disepakati sebagai mikroba yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian anggota famili Asteraceae yang lebih dikenal sebagai babadotan (Pujowati, 2006). Tumbuhan ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Era perdagangan bebas diawali di tahun 2003 Asean Free Trade Area (AFTA), dilanjutkan tahun 2010 Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), tahun 2015 Masyarakat Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pupuk Anorganik Pupuk anorganik atau disebut juga sebagai pupuk mineral adalah pupuk yang mengandung satu atau lebih senyawa anorganik (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur fitopatogen merupakan salah satu mikroorganisme pengganggu tanaman yang sangat merugikan petani. Kondisi tersebut disebabkkan oleh keberadaan jamur yang sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati

TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Baker and Cook (1974 dalam Cook 2002) mendefinisikan bahwa pengendalian hayati adalah pengurangan jumlah inokulum atau penurunan aktivitas dari patogen penyebab penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman cabai rentan dengan serangan berbagai penyakit, baik yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman cabai rentan dengan serangan berbagai penyakit, baik yang TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Pada Tanaman Cabai Tanaman cabai rentan dengan serangan berbagai penyakit, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur maupun nematoda. Penyakit-penyakit yang menyerang tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Pisang TINJAUAN PUSTAKA Pisang Tanaman pisang merupakan famili Musaceae yang memilki ciri-ciri umum daun tersusun spiral berbentuk lonjong, berukuran besar, ada yang berlapis lilin namun ada juga yang tidak berlapis

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Faktor abiotik (meliputi sifat fisik dan kimia tanah Faktor biotik (adanya mikrobia lain & tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan pangan, pakan ternak, maupun bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tomat Layu Bakteri pada Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tomat Layu Bakteri pada Tomat TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tomat Tomat termasuk tanaman perdu semusim, berbatang lemah, daun berbentuk segi tiga, bunga berwarna kuning atau hijau di waktu muda dan kuning atau merah di waktu tua, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan produk pertanian semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus mencukupi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

BAB IX PEMBAHASAN UMUM 120 BAB IX PEMBAHASAN UMUM Salah satu penyebab rendahnya produktivitas serat abaka antara lain karena adanya penyakit layu Fusarium atau Panama disease yang ditimbulkan oleh cendawan Fusarium oxysporum

Lebih terperinci

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA 65 BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA Pendahuluan Penyakit tanaman terjadi ketika tanaman yang rentan dan patogen penyebab penyakit bertemu pada lingkungan yang mendukung (Sulivan 2004). Jika salah satu

Lebih terperinci

Fiksasi Nitrogen tanah : proses pertukaran nitrogen udara menjadi nitrogen dalam tanah oleh mikroba tanah yang simbiotik maupun nonsimbiotik.

Fiksasi Nitrogen tanah : proses pertukaran nitrogen udara menjadi nitrogen dalam tanah oleh mikroba tanah yang simbiotik maupun nonsimbiotik. PERTEMUAN III BAKTERI FIKSASI NITROGEN Kandungan Nitrogen di udara sekitar 76,5% s.d 78%, adapun supply nitrogen ke dalam tanah sekitar 0,1 0,2%. Masuknya nitrogen dari udara ke dalam tanah melalui curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH. 0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki biodiversitas sangat besar, Indonesia menyediakan banyak sumberdaya alam hayati yang tak ternilai harganya, dari bakteri hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang 5 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc) merupakan cendawan tular tanah (soil borne), penghuni akar (root inhabitant), memiliki ras fisiologi yang berbeda,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh Penambahan pupuk hayati ke dalam pembuatan kompos mempunyai peran penting dalam meningkatkan kandungan hara dalam kompos, terutama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench.] merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench.] merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench.] merupakan salah satu tanaman sereal penting. Tanaman ini menduduki peringkat empat di dunia dalam hal produksi, sedangkan

Lebih terperinci

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu) KOMPONEN OPT Hama adalah binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Patogen adalah jasad renik (mikroorganisme) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman Gulma (tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengaruh Aplikasi Getah Pepaya Betina Secara in-vitro Aplikasi getah pepaya betina pada media tumbuh PDA dengan berbagai konsentrasi mempengaruhi secara signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat. yaitu beras merah dan beras hitam (Lee, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat. yaitu beras merah dan beras hitam (Lee, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting dan utama di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Kebutuhan akan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Kedelai Tanaman kedelai dapat mengikat Nitrogen di atmosfer melalui aktivitas bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama

Lebih terperinci

FITOPATOLOGI. Ketua Program Studi / Koordinator Mayor: Sri Hendrastuti Hidayat. Staf Pengajar: Tujuan Pendidikan. Kompetensi Lulusan S2

FITOPATOLOGI. Ketua Program Studi / Koordinator Mayor: Sri Hendrastuti Hidayat. Staf Pengajar: Tujuan Pendidikan. Kompetensi Lulusan S2 Meraih masa depan berkualitas bersama Sekolah Pascasarjana IPB FITOPATOLOGI Ketua Program Studi / Koordinator Mayor: Staf Pengajar: Abdjad Asih Nawangsih Abdul Muin Adnan Abdul Munif Bonny Poernomo Wahyu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, dan jika ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman. Pupuk dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008). Kentang juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang mendominasi 95% perdagangan pisang di dunia dan produsen pisang Cavendish banyak berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian yang penting dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah cabai memiliki aroma, rasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity)

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity) dan merupakan sumber kekayaan alam yang luar biasa. Salah satunya yaitu tumbuhan obat, namun potensinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan

Lebih terperinci

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan. Produk Kami: Teknologi Bio-Triba, Bio-Fob, & Mitol 20 Ec Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan. A. Bio TRIBA Teknologi ini adalah hasil penemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kacang tanah (Arachis hypogea. L) merupakan tanaman yang berasal dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah dibudidayakan

Lebih terperinci

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN DEFINISI PENYAKIT TANAMAN Whetzel (1929), penyakit adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan merugikan yang disebabkan oleh faktor primer

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013

Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013 Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013 47 PENGARUH PENGGUNAAN PGPR (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA) TERHADAP INTENSITAS TMV (TOBACCO MOSAIC VIRUS), PERTUMBUHAN, DAN PRODUKSI PADA TANAMAN CABAI RAWIT

Lebih terperinci

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82 Lampiran 1. Tabel rataan pengukuran tinggi bibit sengon, bibit akasia mangium, dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168. Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ 1 2 3 A0 T1 20,75 27,46

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Aplikasi Agen Antagonis terhadap Viabilitas Benih Proses perkecambahan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas faktor genetik, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Filtrat Bakteri Endofit dalam Menghambat Populasi Sista Globodera rostochiensis dalam 100 gram Tanah pada Tanaman Kentang Berdasarkan hasil penelitian yang telah

Lebih terperinci

BAB 6 KOLONISASI RIZOSFER

BAB 6 KOLONISASI RIZOSFER 81 BAB 6 KOLONISASI RIZOSFER Pendahuluan Kolonisasi rhizoplane atau jaringan akar oleh mikrob dikenal sebagai kolonisasi akar, sedangkan kolonisasi mikrob di tanah sekitar perakaran yang masih terpengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk kelangsungan hidupnya fungi berasosiasi dengan akar tanaman. Spora berkecambah dengan

Lebih terperinci

Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan Tanah merupakan medium dari tanaman secara normal memperoleh nutriennya. Nutrien tersebut adalah karbon (C), nitrogen (N), posfor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max (L) Merill).

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max (L) Merill). 4 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai (Glycine max (L) Merill). Kedelai merupakan tanaman semusim. Kedelai termasuk kedalam klas Dicotyledonae, ordo Polypetales, family Leguminoceae (Agrios 1978). Tanaman kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia Hawar daun bakteri pertama kali dilaporkan di Jepang tahun 1884, dari Jepang menyebar secara luas di Asia seperi di Srilangka, Filipina,

Lebih terperinci