TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri"

Transkripsi

1 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri di Indonesia Hawar daun bakteri pertama kali dilaporkan di Jepang tahun 1884, dari Jepang menyebar secara luas di Asia seperi di Srilangka, Filipina, dan Pakistan (Yamasaki et al. 2006). Salah satu penyakit padi terpenting di banyak negara penghasil beras termasuk Indonesia. Di Indonesia, HDB pertama kali disebabkan oleh organisme Xanthomonas sp. (Zhang 2006). Namun hasil penelitian Goto (1998) menunjukkan bahwa patogen penyebab HDB di Indonesia sama seperti yang menyerang tanaman padi di Jepang, sehingga namanya diganti menjadi Xanthomonas oryzae. Pada tahun 1976, nama patogen ini menjadi Xanthomonas campestris pv. oryzae dan sejak tahun 1992 diganti menjadi Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Karakteristik Penyakit Hawar Daun Bakteri Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Bakteri ini berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning. Memiliki virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk menginfeksi varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Penyakit ini tidak hanya menyerang pada fase bibit, tetapi juga menyerang tanaman dewasa. Gejala yang ditimbulkan akibat serangan Xoo adalah infeksi sistemik dan nekrosis (Ratna 2000). Yamasaki et al. (2006) menyatakan ada dua tipe gejala, yaitu kresek dan hawar daun. Hawar daun (blight) ialah gejala yang timbul pada fase generatif, ditandai dengan munculnya garis pada ujung tepi daun. Garis tersebut semakin memanjang dan melebar, sehingga menyebabkan warna menjadi kuning sampai putih dan dapat menutup ujung daun. Akibatnya tanaman yang terinfeksi berat akan menghasilkan gabah hampa sehingga produksi rendah. Pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi masih sulit dilakukan, karena Xoo mempunyai daerah pencar yang luas serta mempunyai kemampuan untuk beradaptasi pada tumbuhan inang alternatif, seperti pada beberapa jenis gulma. Xoo dapat bertahan di dalam tanah selama satu sampai tiga bulan

2 6 tergantung pada kelembaban dan keasaman tanah, serta pada sisa-sisa jerami dan biji yang terinfeksi (Yamasaki et al. 2006). Karakter iklim tropis menyebabkan semakin banyak galur patogen yang ditemukan di wilayah tropis. Di Indonesia hingga saat ini telah ditemukan sekitar 12 galur Xoo dengan tingkat virulensi yang berbeda. Galur IV dan VIII mendominasi serangan HDB pada tanaman padi di Indonesia (Suparyono et al. 2003). Isolat galur VIII tersebar paling luas dan mendominasi di lapangan, sedangkan galur IV kurang meluas, tetapi mempunyai virulensi tertinggi dan umumnya semua varietas padi peka terhadap kelompok isolat ini. Perkembangan penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman (Goto 1998). Keragaman komposisi galur Xoo dipengaruhi oleh stadium tumbuh tanaman padi. Dominasi kelompok galur yang ditemukan pada stadium anakan, berbunga, dan pemasakan berbeda. Fenomena ketahanan tanaman dewasa, mutasi, dan karakter heterogenisitas alamiah populasi mikroorganisme diperkirakan sebagai faktor yang mempengaruhi komposisi galur dengan stadium tumbuh tanaman padi (Suparyono et al. 2003). Mekanisme Xanthomonas oryzae pv. oryzae dalam Menginfeksi Tanaman Bakteri Xoo menginfeksi tanaman melalui hidatoda atau luka. Penyebaran penyakit melalui kontak fisik antara daun yang terinfeksi dengan daun yang sehat, melalui aliran irigasi dari satu lahan ke lahan lainnya. Selain itu lingkungan yang lembab dan jarak tanam yang terlalu rapat juga mempermudah penularan penyakit ini (Khaeruni 2001). Bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman, lalu memperbanyak diri di dalam epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkut, kemudian tersebar ke jaringan lainnya dan menimbulkan gejala. Infeksi yang terjadi pada pembibitan menyebabkan bibit menjadi kering. Bakteri menginfeksi masuk melalui sistem vaskular tanaman padi pada saat pindah tanam atau pada saat dicabut dari tempat pembibitan sehingga akarnya rusak, atau terjadi infeksi pada saat daun rusak (Suparyono et al. 2003). Penyakit dapat terjadi pada semua stadia tanaman. Namun pada umumnya terjadi saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga.

3 7 Gejala penyakit disebut kresek pada stadia bibit, sedang gejala stadia tanaman yang lebih lanjut disebut hawar. Gejala diawali dengan bercak kelabu umumnya di bagian pinggir daun. Bercak berkembang terus pada varietas yang rentan dan akhirnya membentuk hawar. Ketika kondisi menjadi parah, tanaman terlihat kering seperti terbakar (Suparyono et al. 2003). Pergeseran Patotipe Xanthomonas oryzae pv. oryzae Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) membentuk galur-galur baru di lapangan sejalan dengan perkembangan penggunaan varietas padi. Perbedaan virulensi antara Xoo yang dikumpulkan dari berbagai daerah merupakan dinamika interaksi antara inang dan patogen yang dapat dibedakan menjadi varietas diferensial dan kelompok di pihak patogen (Goto 1998). Xanthomonas oryzae pv. oryzae dikatakan sebagai spesies kompleks. Hal ini didasari oleh penyebaran yang luas, keragaman genetik, filogenetik, dan molekuler dari galur-galur yang menyerang tanaman (Tsuyuma et al. 1996). Galur III mempunyai daerah sebaran yang paling luas, meliputi Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Bali. Perbedaan virulensi dari isolat Xoo dipengaruhi oleh gen virulensi yang dimilikinya. Bila terdapat gen virulensi patogen Xoo yang kompatibel dengan gen ketahanan inang (padi), maka patogen tersebut mampu menyerang inang. Berdasarkan pola virulensinya terhadap varietas uji (galur isogenik), isolat yang termasuk dalam kelompok galur IV diduga sekurang-kurangnya memiliki 8 gen virulen, yaitu v-1, v-2, v-3, v-8, v-10, v-11, v-12, dan v-14. Isolat yang termasuk ke dalam kelompok galur III hanya memiliki 7 gen virulen, yaitu v-1, v-4, v-8, v-10, v-11, v-12, dan v-14 (Yamasaki et al. 2006). Tsuyuma et al. (1996) melaporkan bahwa interaksi antagonis antara dua galur tipe liar bakteri hawar daun yaitu Xoo dari Filipina dan Korea, ternyata galur liar Filipina dapat menghambat galur liar Korea bila galur ini dicampur dalam satu inokulasi. Selanjutnya mutan nonpatogenik galur Filipina mengendalikan antagonistik pada bakteri lain. Ternyata galur tipe liar Filipina dan mutan nonpatogenik dapat menghambat pertumbuhan galur Korea setelah dua hari diinfeksi dan lebih dahulu menyebabkan symptoms penyakit. Ketika

4 8 penggabungan dengan mutan nonpatogenik, macam Xoo tipe liar tidak menyebabkan penyakit. Sebaliknya tiga dari galur nonpatogenik dapat menghambat tipe liar dan mutan galur Filipina. Pertambahan kelompok galur Xoo maka pengendalian penyakit HDB menjadi semakin sulit. Oleh karena itu, pergeseran galur Xoo perlu terus dipantau untuk mengetahui kelompok galur Xoo yang akan digunakan dalam program pemuliaan padi dan untuk dijadikan acuan dalam menentukan varietas padi yang akan direkomendasikan untuk suatu wilayah (Suparyono et al. 2003). Pencarian Sumber Ketahanan Tanaman Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Varietas tahan merupakan komponen utama pengendalian HDB secara terpadu karena sangat ekonomis, efektif, dan tidak merusak lingkungan. Tetapi keefektifan varietas yang tahan ini dipengaruhi oleh interaksi antara gen pembawa sifat tahan yang dimilikinya dan gen virulensi pada populasi Xoo yang terdapat di suatu wilayah (Yamasaki et al. 2006). Galur Xoo berbeda dari suatu daerah dengan daerah lain, dan dari suatu negara dengan negara lain. Varietas padi yang tahan terhadap galur Xoo asal Filipina belum dapat dipastikan akan bereaksi tahan terhadap galur asal Indonesia atau negara lain, sehingga perlu adanya pengujian ulang. Varietas dengan gen ketahanan xa-5 bereaksi tahan terhadap semua galur asal Filipina, sedangkan varietas dengan gen ketahanan xa-4 seperti yang dimiliki IR64 hanya tahan terhadap galur I asal Filipina (Yamasaki et al. 2006). Oleh karena itu gen ketahanan yang masih efektif di suatu wilayah perlu diidentifikasi dengan seksama. Penggunaan bakteri isogenik yang nonpatogen melalui mutagenesis menggunakan transposon merupakan salah satu cara untuk mendapatkan varietas yang tahan terhadap HDB. Transposon akan menyisip ke dalam genom dan terutama sekuen DNA yang berperan dalam regulasi suatu proses fisiologi tertentu seperti sifat virulen, sehingga menyebabkan perubahan ekspresi gen. Selanjutnya akan dihasilkan mutan Xoo yang tidak menginduksi reaksi hipersensitif sehingga kehilangan atau berkurang sifat virulennya. Pemanfaatan mutan bakteri yang

5 9 berkurang sifat virulennya mampu mengurangi kerugian produksi padi akibat penyakit HDB. Mutan yang dihasilkan secara genetik sama dengan tipe liarnya disebut isogenik. Mutan isogenik yang nonpatogenik diharapkan mampu menekan pertumbuhan tipe liarnya dengan cara kompetisi. Penggunaan mutan isogenik tersebut lebih menguntungkan karena mutan akan berperilaku sama dengan tipe liarnya dalam merespon perubahan lingkungan sehingga memiliki kesintasan yang sama di alam (Nakayachi 1995). Menurut Sugio et al. (2005) bahwa mutasi gen hrpf pada bakteri Xoo tidak menghilangkan patogenitasnya tetapi dapat mengurangi kemampuan bakteri untuk tumbuh pada padi dan juga mengurangi kemampuannya dalam menyebabkan gejala HDB. Hal ini disebabkan keterlibatan gen-gen lain yang menentukan sifat virulen Xoo. Beberapa gen yang diketahui berperan dalam menentukan virulensi Xoo antara lain gumg, xps, aroe, rpff, pgi, purh, dan eglxob, sehingga mutasi pada gen hrp Xoo tidak dapat secara langsung menghilangkan seluruh sifat patogenitasnya pada tanaman padi (Hu et al. 2007). Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Kultur Teknis Intensitas serangan HDB tidak hanya dipengaruhi oleh ketahanan varietas dan virulensi patogen, tetapi juga dipengaruhi oleh teknik bercocok tanam yang diterapkan oleh petani. Sama halnya dengan penyakit-penyakit padi lainnya, penyakit HDB mempunyai hubungan yang jelas dengan pemupukan, khususnya pemupukan nitrogen. Pemberian pupuk N dengan dosis tertentu untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produktivitas. Sebaliknya pemupukan N dengan dosis yang tinggi akan meningkatkan kerusakan pada varietas dengan ketahanan, walaupun pada varietas yang resisten dampaknya relatif kecil. Oleh karena itu, pemupukan N yang berlebihan sebaiknya dihindarkan. Selain pemupukan sesuai dosis anjuran, pergiliran varietas dan tanaman, sanitasi dan eradikasi pada tanaman yang terserang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit HDB pada suatu daerah tertentu (Tsuyuma et al. 1996).

6 10 Pengendalian Hawar Daun Bakteri secara Hayati Kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan penyakit dapat mendorong penyakit berkembang lebih pesat. Arwiyanto et al. (2007) melaporkan bahwa petani belum melakukan pengelolaan penyakit secara benar misalnya masih menggunakan bibit padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri, membiarkan sisa-sisa tanaman sakit, dan tidak melakukan pemupukan sehingga dapat memacu perkembangan penyakit HDB. Pengendalian penyakit tanaman di Indonesia selama ini lebih banyak mengandalkan penggunaan pestisida, namun akibat efek samping yang ditimbulkan maka penggunaannya mulai dikurangi karena residu yang ditinggalkan dapat bersifat racun dan karsinogenik. Pengendalian bakteri patogen lebih efektif bila dilakukan secara terpadu dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengendalian, meliputi varietas tahan atau toleran, teknik budidaya (pergiliran tanaman, bahan organik, pemupukan), pengendalian menggunakan agen biokontrol, pestisida nabati dan membatasi penyebaran bakteri patogen termasuk pengaturan karantina (Arwiyanto et al. 2007). Menurut Pal dan Gardener (2006) biokontrol telah digunakan dalam berbagai bidang biologi, terutama entomologi dan patologi tanaman. Bidang entomologi menggunakan predator serangga hidup, nematoda entomopatogen, atau mikrob patogen untuk menekan populasi hama serangga. Dalam patologi tanaman penggunaan berjangka mikrob antagonis untuk menekan penyakit serta penggunaan patogen inang spesifik untuk mengendalikan populasi patogen lainnya. Organisme yang menekan hama atau patogen disebut sebagai agen biokontrol. Agen biokontrol umumnya menghasilkan antibiotik dalam jumlah relatif kecil sehingga kosentrasi di alam relatif rendah, walaupun senyawa tersebut mempunyai spektrum yang luas namun tidak memberikan tekanan yang terlalu kuat terhadap patogen sehingga tidak menimbulkan resistensi (Nawangsih 2006). Pengembangan agen biokontrol sebagai komponen pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi secara terpadu yang ramah lingkungan perlu dikembangkan dan diharapkan menjadi alternatif pengendalian yang penting dalam era pertanian yang berkelanjutan. Keuntungan biokontrol antara lain lebih

7 11 aman, tidak terakumulasi dalam rantai makanan, adanya proses reproduksi sehingga dapat mengurangi pemakaian yang berulang-ulang dan dapat digunakan secara bersama-sama dengan pengendalian yang telah ada. Penggunaan agen biokontrol dalam skala luas di lapangan memerlukan beberapa kriteria antara lain formulasi agen biokontrol mudah diaplikasi di lapangan, pembiakan massal dan bahan formulasi yang murah dan mudah didapatkan, serta agen biokontrol mampu bertahan pada waktu yang relatif lama dalam bahan formulasinya di suhu ruang (Dirmawati 2005). Sebagian besar pekerjaan di bidang biokontrol masih dalam taraf percobaan dan kajian kelayakan ekonomi, seperti halnya biokontrol penyakit HDB masih dalam taraf pengujian di laboratorium dan rumah kaca. Hasil penelitian Khaeruni (2001) menunjukkan bahwa terdapat sejumlah bakteri filosfer yang diisolasi dari daun padi berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit HDB pada skala rumah kaca. Demikian pula Machmud dan Farida (1995) melaporkan bahwa bakteri filosfer Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. yang diisolasi dari daun dan batang tanaman padi berpotensi sebagai agen biokontrol penyakit HDB pada padi secara in vitro. Kemampuan bakteri tanah bertahan hidup diduga sangat tergantung pada keberadaan tanaman inang. Bakteri patogen yang spesifik pada tanaman inang terdapat pada lahan tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan faktor lingkungan, baik faktor abiotik, seperti suhu, tipe tanah, dan curah hujan maupun faktor biotik, sebagai contoh keberadaan nematoda dapat memperparah serangan penyakit HDB pada tanaman padi (Agustiansyah 2009). Tanaman merespon berbagai stimulus lingkungan, termasuk gravitasi, cahaya, suhu, stres fisik, air, dan ketersediaan hara. Tanaman juga menanggapi berbagai rangsangan kimia yang diproduksi oleh tanah dan tanaman yang berasosiasi dengan mikrob. Rangsangan tersebut dapat menginduksi pertahanan tanaman melalui perubahan biokimia yang meningkatkan perlawanan terhadap infeksi berbagai patogen. Induksi pertahanan inang dapat bersifat lokal atau sistemik di alam tergantung pada jenis, sumber, dan jumlah rangsangan. Terdapat beberapa jalur induksi resistensi yang dirangsang oleh agen biokontrol. Jalur pertama disebut ketahanan sistemik yang diterima atau systemic acquired resistance (SAR) yang diperantarai

8 12 oleh asam salisilat (SA) yaitu senyawa yang sering diproduksi oleh mikrob yang menginfeksi dan biasanya mengarah ke ekspresi protein terkait patogenesis (PR). Protein PR ini termasuk beberapa enzim yang beragam yang bertindak secara langsung untuk melisiskan sel yang menyerang, memperkuat batas-batas dinding sel untuk melawan infeksi, atau menginduksi kematian sel lokal. Jalur lainnya ialah resistensi sistemik terinduksi atau induced systemic resistance (ISR), diperantarai oleh asam jasmonat (JA) atau etilen yang dihasilkan oleh beberapa rhizobacteria nonpatogen (Pal & Gardener 2006). Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Pseudomonas sp. Bakteri Pseudomonas sp. mampu mendegradasi sejumlah besar senyawa organik, berinteraksi dengan tanaman dan berasosiasi dalam rizosfer yang bersifat menguntungkan di bidang pertanian dan sebagian lainnya dapat sebagai agen biokontrol (West 2005). Bakteri ini banyak menguntungkan bagi tanaman secara langsung, yaitu melalui pemacuan pertumbuhan dan peningkatan kesehatan tanaman, atau secara tidak langsung melalui penghambatan, kompetisi dengan patogen atau parasit (Loccoz & Defago 2004). Bakteri Pseudomonas sp. sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman menghasilkan fitohormon dalam jumlah besar khususnya indole acetic acid (IAA) untuk merangsang pertumbuhan yaitu giberelin, sitokinin, dan etilen serta melarutkan fosfat, kalium atau nutrien lain sehingga tersedia bagi tanaman (Astuti 2008). Pada beberapa galur Pseudomonas sp. dapat membantu tanaman menghadapi cekaman lingkungan seperti kekurangan air dan nutrien serta pencemaran senyawa toksin (Shen 1997). Selain sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, Pseudomonas sp. juga mempunyai kemampuan sebagai agen biokontrol terhadap serangan fungi patogen tanaman. Mekanisme dalam menekan pertumbuhan fungi patogen tanaman antara lain karena bakteri ini mampu menghasilkan senyawa siderofor, β-1,3 glukanase, kitinase, antibiosis, dan sianida (Chermin & Chet 2002). Senyawa antimikrob juga dapat dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas sp. seperti bakteriosin, fenazin, pioluteorin, pirolniftril, 2,4 diasetil floroglusinol, dan fusarisidin (Beatty & Susan 2002; Dwivedi & Johri 2003). Senyawa fenazin yang

9 13 diproduksi oleh Pseudomonas fluorescens 2-79 mampu menghambat Gaeumannomyces graminis var. tritici ketika diperlakukan pada benih gandum (Weller 1988). Velusamy et al. (2006) melaporkan 2,4 diasetil floroglusinol yang diproduksi oleh Pseudomonas sp. dapat menghambat pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang menyebabkan penyakit HDB pada tanaman padi. Hasil penelitian lainnya melaporkan bahwa agen biokontrol seperti Pseudomonas fluorescens mampu menghasilkan asam sianida (HCN) yang mampu menekan penyakit Black root pada tembakau (Zhang 2006). Sedangkan menurut Loccoz & Defago (2004) agen biokontrol mampu bertindak sebagai parasit bagi patogen secara langsung dengan cara mensekresikan enzim ekstraseluler (kitinase, protease, selulase) yang dapat melisis atau mendegradasi dinding sel patogen sehingga perkembangan patogen menjadi terhambat. Pseudomonas fluorescens memproduksi pigmen fluoresen berwarna kuning hijau berfungsi sebagai siderofor (Weller 1988), juga menghasilkan 2,4-diasetilfloroglusinol (Raaijmakers et al. 1999) yang mampu mengendalikan berbagai penyakit tular tanah. Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Bacillus sp. Bakteri Bacillus sp. mampu membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga dapat bertahan hidup. Kemampuannya dalam membentuk endospora menjadikan Bacillus sp. banyak digunakan dalam industri secara komersil karena dapat bertahan lama dan beradaptasi dengan formula dan bahan-bahan kimia yang diaplikasikan dalam tanah pertanian (Bai et al. 2003). Bakteri ini tergolong dalam bakteri aerob dan anaerob fakultatif (Holt et al. 1994). Bakteri Bacillus sp. mempunyai kemampuan sebagai biokontrol penyakit tanaman dengan memproduksi antibiotik yang disekresikan saat kultur memasuki fase stasioner dan memproduksi antibiotik metabolit sekunder seperti enzim kitinase, mycobacilin, basitrasin, dan zwittermicin (Madigan et al. 2000). Bakteriosin merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang disintesis di ribosom dan biasanya hanya menghambat galur-galur bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin tersebut (Jack et al. 1995). Isramilda (2007) menyatakan bahwa isolat Bacillus sp. galur LTS 40 dapat menghasilkan

10 14 metabolit aktif yaitu bakteriosin. Secara in vitro bakteriosin dapat diproduksi kemudian dipekatkan dengan berbagai metode pengendapan sebagaimana metode pengendapan protein. Berbagai pelarut organik seperti aseton, metanol dan etanol dapat digunakan untuk mengendapkan bakteriosin. Beberapa jenis bakteriosin yang dihasilkan oleh Bacillus ialah subtilin (B. subtilis), megacin (B. megaterium), ericin (B. subtilis), licherin (B. licherniformis), coagulin (B. coagulans), cerein (B. cereus), dan thuricin (B. thuringiensis) (Jack et al.1995). Senyawa antibiotik zwittermicin A yang diproduksi oleh B. cereus dilaporkan oleh Weller (1988) mampu menghambat pertumbuhan koloni Phytophthora medicaginic. Bakteri B. subtilis dan B. cereus positif menghasilkan senyawa siderofor, sehingga bakteri ini mampu berkompetisi dengan bakteri patogen dalam menggunakan Fe 3+ yang kosentrasinya sangat terbatas dalam tanah. Pengambilan Fe 3+ oleh bakteri tidak mengganggu kebutuhan tanaman karena tanaman hanya membutuhkan dalam jumlah sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme (Nawangsih 2006). B. cereus galur UW85 mampu menghasilkan zwittermicin dan kanosamine. Kemampuan menghasilkan beberapa antibiotik mampu menekan beragam mikrob pesaing sebagai patogen tanaman (Pal & Gardener 2006). Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh Serratia marcescens Beberapa galur S. marcescens dapat menghasilkan pigmen prodigiosin yang berwarna merah gelap hingga merah muda, tergantung pada usia koloni bakteri tersebut (Madigan et al. 2000). Bakteri ini termasuk Gram negatif yang dapat tumbuh pada kondisi nutrisi sederhana dan mudah mengkolonisasi pada filosfer tanaman (Carbonell et al. 2003). Bakteri ini memproduksi enzim kitinase, lipase, kloroperoksidase, dan protein ekstraseluler. Antibiotik yang umumnya digunakan untuk mengobati infeksi Serratia yaitu β-laktam, aminoglikosida, dan fluoroquinol (Hejazi & Falkiner 1997). Penggunaan bakteri epifit Serratia marcescens galur Kgh1, Pseudomonas fluorescens galur E10, dan Pantoea agglomerans galur Abp2 mampu mengurangi gejala penyakit hawar api atau fire blight yang disebabkan oleh Erwinia amylovora pada tanaman pir di Iran sebesar 23-50,2%. Aplikasi S. marcescens

11 15 galur Kgh1 di lapangan sangat baik dalam menekan penyakit hawar api tersebut (Gerami et al. 2011). Serratia marcescens galur sebagai rhizobakteria mampu menginduksi resistensi sistemik (ISR) terhadap fungi patogen, bakteri, dan virus. Hal ini disebabkan S. marcescens galur dapat memproduksi asam salisilat (SA) dengan menggunakan plasmid salicylateresponsif putk21. Bakteri ini mampu menekan penyakit yang diakibatkan oleh fungi patogen Colletotrichum orbiculare pada tanaman mentimun. Selain itu S. marcescens galur menghasilkan salisilat hidroksilase yang dapat menekan penyakit yang disebabkan oleh Pseudomonas syringae pv. tabaci pada tembakau tipe liar Xanthi-nc dan tembakau transgenik NahG-10. Kenaikan kosentrasi besi secara in vitro ternyata dapat mengurangi produksi SA, dan meningkatnya kosentrasi besi di dalam tanaman mentimun yang diserap melalui akar ternyata mengurangi induksi ISR terhadap C. orbiculare (Press et al. 1997).

POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN PADI ZURAIDAH

POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN PADI ZURAIDAH POTENSI BEBERAPA BAKTERI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Xanthomonas oryzae pv. oryzae PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA TANAMAN PADI ZURAIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat. yaitu beras merah dan beras hitam (Lee, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat. yaitu beras merah dan beras hitam (Lee, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting dan utama di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Kebutuhan akan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia sebagai bahan utama pangan. Peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman ini berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman ini berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman ini berasal dari benua Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bunga anggrek yang unik menjadi alasan bagi para penyuka tanaman ini. Di

BAB I PENDAHULUAN. bunga anggrek yang unik menjadi alasan bagi para penyuka tanaman ini. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang tersebar di seluruh dunia dan digemari oleh berbagai kalangan. Bentuk struktur dan warna bunga anggrek yang unik

Lebih terperinci

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) 2016 PENDAHULUAN Daerah rhizosper tanaman banyak dihuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum. L) merupakan sayuran umbi yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum. L) merupakan sayuran umbi yang 26 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum. L) merupakan sayuran umbi yang cukup populer dikalangan masyarakat, selain nilai ekonomisnya yang tinggi, bawang merah juga berfungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai [Glycine max (L.) Merril] merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008). Kentang juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan pangan, pakan ternak, maupun bahan

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung (Danapriatna, 2007).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae termasuk penyakit utama yang menyerang tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, dan jika ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman. Pupuk dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ditinjau dari aspek pertanaman maupun nilai produksi, cabai (Capsicum annuum L. ) merupakan salah satu komoditas hortikultura andalan di Indonesia. Tanaman cabai mempunyai luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang dan mencukupi kebutuhan pangan Indonesia memerlukan peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang mendominasi 95% perdagangan pisang di dunia dan produsen pisang Cavendish banyak berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman yang populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) diperkenalkan pertama kali oleh Kloepper

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuburan tanah menurun cepat, pencemaran air dan tanah, bahaya residu

I. PENDAHULUAN. kesuburan tanah menurun cepat, pencemaran air dan tanah, bahaya residu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerakan kembali ke alam (back to nature) yang dilandasi oleh kesadaran pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan kini menjadi sebuah gaya hidup masyarakat dunia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur fitopatogen merupakan salah satu mikroorganisme pengganggu tanaman yang sangat merugikan petani. Kondisi tersebut disebabkkan oleh keberadaan jamur yang sangat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu) KOMPONEN OPT Hama adalah binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Patogen adalah jasad renik (mikroorganisme) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman Gulma (tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Produksi kedelai di Indonesia dari tahun 2009 sampai 2013 secara terus menerus mengalami penurunan, walaupun permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench.] merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench.] merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench.] merupakan salah satu tanaman sereal penting. Tanaman ini menduduki peringkat empat di dunia dalam hal produksi, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian anggota famili Asteraceae yang lebih dikenal sebagai babadotan (Pujowati, 2006). Tumbuhan ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Di Laboratorium 4.1.1. Karakterisasi Sifat Morfologi Bakteri Pseudomonas Berfluorescens Asal Perakaran Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut di Medium NA Hasil pengamatan karakterisasi

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN Emil Riza Pratama (1308104010039) Fitria (1308104010013) Jamhur (1308104010030) Ratna sari (308104010005) Wilda Yita (1308104010012) Vianti Cintya Putri (1308104010015) Latar Belakang

Lebih terperinci

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan. BLAS (BLAST) Patogen penyebab blas: Pyricularia grisea P. oyzae Cavara Magnaporthe grisea Magnaporthe oryzae Peyakit blas berkembang terbawa udara melalui konidia cendawan yang mungkin berasal dari inang.

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas yang bersifat multiguna dan banyak diminati oleh masyarakat, khususnya di Indonesia, saat ini tomat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang 4.1.1 Kondisi Lingkungan Tempat Penelitian Lokasi percobaan bertempat di desa Jayamukti, Kec. Banyusari, Kab. Karawang mendukung untuk budidaya tanaman

Lebih terperinci

Penyakit Karena Bakteri

Penyakit Karena Bakteri Penyakit Karena Bakteri BAHAN KULIAH DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Link : http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/pathogengroups/pages/bacteria.aspx PENYAKIT KARENA BAKTERI PATOGEN Bakteri adalah sekelompok

Lebih terperinci

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU TUGAS Oleh RINI SULISTIANI 087001021 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 8 1. Pendahuluan Pengendalian hama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antraknosa merupakan salah satu penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman bahkan dapat mengakibatkan gagal panen. Penyakit ini menyerang hampir semua tanaman.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

serum medium koloni Corynebacterium diphtheria tampak putih keabuabuan, spesimenklinis (Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988)

serum medium koloni Corynebacterium diphtheria tampak putih keabuabuan, spesimenklinis (Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988) anaerobic fakultatif. Meskipun demikian, Corynebacterium diphtheria tumbuh lebih bagus dalam keadaan aerobik. Pada Loeffler coagulated serum medium koloni Corynebacterium diphtheria tampak putih keabuabuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

S. leprosula, S. selanica dan S. mecistopteryx menunjukkan

S. leprosula, S. selanica dan S. mecistopteryx menunjukkan Latar Belakang Pembangunan pertanian berwawasan lingkungan dan gerakan untuk kembali menggunakan bahan alam hayati telah mengangkat kembali penelitian dan penggunaan bahan alam hayati sebagai masukan (input)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Yurista Sulistyawati BPTP Balitbangtan NTB Disampaikan dalam Workshop Pendampingan UPSUS Pajale, 18 April 2017 PENDAHULUAN Provinsi NTB: Luas panen padi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili

Lebih terperinci

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH. 0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian yang penting dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah cabai memiliki aroma, rasa

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti morfologi, fisiologi, dan genetik. Setiap habitat yang berbeda memberikan keragaman yang berbeda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity)

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity) dan merupakan sumber kekayaan alam yang luar biasa. Salah satunya yaitu tumbuhan obat, namun potensinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Bawang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Bawang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang merah termasuk dalam faimili Liliaceae yang termasuk tanaman herba, tanaman semusim yang tidak berbatang, hanya mempunyai batang semu yang merupakan kumpulan

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Faktor abiotik (meliputi sifat fisik dan kimia tanah Faktor biotik (adanya mikrobia lain & tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan dan

Lebih terperinci

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI 1 Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI Bidang Teknik Invensi Invensi ini secara umum berhubungan dengan formula pupuk hayati, khususnya pupuk hayati untuk tanaman kedelai, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 6 KOLONISASI RIZOSFER

BAB 6 KOLONISASI RIZOSFER 81 BAB 6 KOLONISASI RIZOSFER Pendahuluan Kolonisasi rhizoplane atau jaringan akar oleh mikrob dikenal sebagai kolonisasi akar, sedangkan kolonisasi mikrob di tanah sekitar perakaran yang masih terpengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sludge Hasil Samping Instalasi Biogas Kotoran Sapi Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif berdampak pada permasalahan limbah, baik yang berupa limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak ditemukan di hampir semua daerah di Indonesia karena mudah dibudidayakan di lahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit darah (blood disease) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman pisang di Indonesia (Supriadi 2005). Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1920-an

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di dunia termasuk juga dikalangan masyarakat Indonesia. Tembakau termasuk komoditas yang mempunyai

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HSIL DN PEMBHSN R. pickettii sebagai gen Hayati R. solani Isolat yang digunakan adalah R. pickettii yang memiliki ciri-ciri koloni berwarna kuning dengan bentuk bundar dengan tepian licin dan elevasi seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran dengan prospek yang cukup baik dalam pengembangan agribisnis di Indonesia. Komoditi ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

KAJIAN MIKROBA RIZOSFER DI KAWASAN PERTANIAN ORGANIK KEBUN PERCOBAAN CANGAR PENDAHULUAN

KAJIAN MIKROBA RIZOSFER DI KAWASAN PERTANIAN ORGANIK KEBUN PERCOBAAN CANGAR PENDAHULUAN P R O S I D I N G 51 KAJIAN MIKROBA RIZOSFER DI KAWASAN PERTANIAN ORGANIK KEBUN PERCOBAAN CANGAR Restu Rizkyta Kusuma, Luqman Qurata Aini, dan Luthfiyyah Khoirunnisaa 1) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kentang merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagai sumber karbohidrat, kentang merupakan sumber bahan pangan yang dapat

Lebih terperinci

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu ttd. Organisme Pengganggu 1 Agroekologi (Ekologi Pertanian) adalah

Lebih terperinci