BAB I PENDAHULUAN. pesisir dari ribuan lainnya untuk menolak rencana penambangan pasir besi.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pesisir dari ribuan lainnya untuk menolak rencana penambangan pasir besi."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ga usah ditambang besi, sini hidupnya sudah sejahtera ko mau disejahterakan lagi. Sudah bisa nyekolahkan anak-anak dan mbangun omah. Petikan wawancara di atas adalah salah satu aspirasi masyarakat pesisir dari ribuan lainnya untuk menolak rencana penambangan pasir besi. Berbagai upaya penolakan terhadap rencana penambangan dan pemrosesan pasir besi telah dilakukan oleh Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP). Di sela-sela hingar-bingar perlawanan masyarakat pesisir terhadap pemerintah dan PT JMI terselib permasalahan pelik di dalam kehidupan sosial masyarakat pesisir. Konflik vertikal menjalar menjadi konflik horisontal yang menyebabkan disintegrasi sosial antarmasyarakat pesisir. Konflik horisontal dimaknai oleh masyarakat pesisir sebagai ajang perlawanan terhadap rencana penambangan pasir besi. Meskipun demikian, tujuh tahun perjuangan masyarakat pesisir dalam menolak rencana penambangan dan pemrosesan pasir besi belum menuai kepastian. Rencana penambangan pasir besi seolah-olah mengambang di antara peluh petani pesisir dan kepentingan pemerintah. Sementara itu, meskipun pada pertengahan tahun 2013 ini konflik terkesan mengalami penurunan namun konflik bagaikan bara dalam sekam yang siap membakar masyarakat pesisir untuk melawan. Dinamika konflik pasir besi berkepanjangan dan fluktuatif. Berikut ini rincian dinamika konflik pasir besi 1

2 dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 berdasarkan temuan penelitian sebelumnya. Tabel I Dinamika Konflik Pasir Besi No. Tahun Penyebab Bentuk dan Eskalasi Sosialisasi rencana Konflik vertikal: penambangan pasir penolakan besi pada sosialisasi rencana masyarakat pesisir penambangan Pemberian Kuasa pasir besi Penambangan oleh Pemkab Kulon Progo pada PT JMI Pembahasan naskah Kontrak Karya Penambangan Pasir Besi Sosialisasi pada jajaran pemerintahan Pendirian pilot proyek pasir besi Penandatanganan Kontrak Karya Konflik vertikal Unjuk rasa Pendirian Posko PPLP Konflik vertikal dan horisontal: Unjuk rasa PPLP ke UGM Pembakaran posko PPLP Pemasangan Konflik vertikal: pengumuman dalam PPLP pasang rangka AMDAL Konsultasi publik di pengumuman tolak AMDAL Gedung Kaca dalam Bentrok PPLP rangka AMDAL dan Polisi saat berunjuk rasa di gedung Kaca RT RW propinsi dan Konflik vertikal Kab. KP bahwa dan horisontal: wilayah pesisir Disintegrasi sebagai wilayah masyarakat penambangan pesisir Desa Pembentukan Tim Karangsewu Komisi Penilai PPLP tolak AMDAL pembentukan Tim Komisi Penilai AMDAL Sumber: data hasil penelitian skripsi Konflik Pasir Besi Aktor Masyarakat pesisir Pemerintah PT JMI Masyarakat pesisir PPLP Pemerintah PT JMI NGO Masyarakat pesisir PPLP Pemerintah PT JMI NGO Akademisi Masyarakat pesisir PPLP Pemerintah PT JMI NGO Polisi Masyarakat pesisir PPLP Pemerintah PT JMI NGO DPRD 2

3 Pertengahan tahun 2006 merupakan awal dari perjalanan panjang konflik pasir besi. Pemda Kabupaten Kulon Progo dan PT. JMI melakukan sosialisasi rencana penambangan dan pemrosesan pasir besi. Sontak masyarakat pesisir menolaknya dengan tidak bersedia menghadiri acara sosialisasi. Meskipun demikian, pemerintah tetap melaksanakan tahap demi tahap rencana penambangan dan pemrosesan pasir besi. Upaya pemerintah tersebut diperkuat dengan ditandatanganinya Kontrak Karya Rencana Penambangan Pasir Besi oleh Menteri ESDM atas nama Pemerintah RI dan Presiden Komisaris serta Presiden Direktur PT JMI di Jakarta pada tanggal 4 November Berdasarkan naskah Kontrak Karya tersebut, areal konsesi penambangan pasir besi seluas 2.987,79 hektar, meliputi Desa Banaran dan Karangsewu di Kecamatan Galur, Garongan, dan Bugel di Kecamatan Panjatan serta Karangwuni di Kecamatan Wates. Gambar I Peta Lokasi Rencana Penambangan Pasir Besi di Kabupaten Kulon Progo Sumber: Leaflet PT JMI 3

4 Merujuk pada wacana umum, konflik pasir besi muncul akibat perbedaan kepentingan ekonomi atas pemanfaatan lahan pantai. Menurut Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, lahan pantai memiliki potensi sumber daya alam pasir besi yang berdaya jual tinggi. Dengan demikian, apabila pasir besi tersebut ditambang dan diolah di Kabupaten Kulon Progo akan mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri pengolahan. PAD yang besar akan mendorong pembangunan Kabupaten Kulon Progo dan menciptakan multiplier effect. Sebaliknya, demi kepentingan ekonomi pula masyarakat pesisir selatan Kabupaten Kulon Progo menolak keras rencana penambangan dan pemrosesan pasir besi. Penambangan pasir besi akan menggusur lahan pertanian, sumber utama mata pencaharian masyarakat pesisir. Pengalaman historis sejak tahun 1984 babat alas mengubah tanah pesisir yang tandus menjadi lahan pertanian produktif semakin memperkuat tekad masyarakat pesisir untuk mempertahankan lahan pantai. Selain itu, sebagian besar masyarakat pesisir tidak mengakui kepemilikan Paku Alam atas lahan pantai. Menurut mereka, lahan pantai adalah tanah merah, tanah negara, sehingga sesuai dengan ketentuan dalam UUPA, setelah lebih dari 20 tahun diolah oleh masyarakat dapat menjadi milik perseorangan. Namun demikian, tidak ada satu pun masyarakat pesisir yang memiliki sertifikat ataupun letter C atas kepemilikan lahan pantai. Namun demikian, konflik pasir besi tidak hanya disebabkan oleh benturan kepentingan ekonomi atas pemanfaatan lahan pantai di antara 4

5 pemerintah dan masyarakat pesisir. Konflik muncul karena berbagai persoalan baik di akar rumput maupun di tingkat elit. Kepemilikan tanah pesisir oleh Paku Alam yang tidak dapat dipisahkan dari status keistimewaan Yogyakarta merupakan salah satu bagian dari akar konflik pasir besi. Di samping itu, pertarungan antarelit yang sarat dengan kepentingan direpresentasikan menjadi konflik horisontal. Selain itu, konflik terjadi akibat ketidakpastian (uncertainty) pada masyarakat pesisir atas keuntungan (reward) dari adanya penambangan pasir besi. Tesis ini merupakan penelitian lebih lanjut dari skripsi peneliti pada tahun 2010 yang berjudul Konflik Pasir Besi (Studi tentang Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam di Pesisir Pantai Selatan Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo). Penelitian dilakukan di Pedukuhan III Bedoyo, Pedukuhan IV Gupit serta Pedukuhan V dan VI Siliran, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Penelitian tersebut telah melakukan pemetaan terhadap konflik pasir besi meliputi pro dan kontra rencana penambangan pasir besi, dinamika konflik pasir besi, dan bentuk konflik pasir besi. Temuan penelitian tersebut adalah konflik vertikal menimbulkan konflik horizontal. Temuan tersebut menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah proses konflik horizontal terbentuk? Apakah semata-mata akibat meluasnya konflik vertikal atau sengaja diciptakan? Sebab, bentuk konflik horizontal berupa disintegrasi sosial masyarakat pesisir hanya terjadi pada tataran antarkelompok masyarakat pro dan kontra serta pada tataran kelembagaan. Sementara itu, pada tataran antarindividu tidak terjadi konflik. 5

6 Untuk itu, focus of interest pada tesis ini adalah konflik horizontal antarmasyarakat pesisir. Tesis yang dibangun adalah bahwa konflik horizontal yang dimanifestasikan menjadi disintegrasi sosial masyarakat pesisir bukan konflik yang sebenarnya karena merupakan representasi konflik vertikal di tingkat elit. Jadi, sebenarnya tidak terjadi konflik di dalam kehidupan sosial masyarakat pesisir. Peristiwa-peristiwa disintegrasi sosial di dalam kehidupan sosial masyarakat pesisir yang mengatasnamakan konflik seperti penafikkan terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai agama hanya terjadi antara kelompok pro dan kontra di dalam kelembagaan sosial. Sedangkan pada tingkat hubungan sosial antarindividu tidak terjadi konflik. Hal ini menunjukkan bahwa konflik horizontal yang terjadi bukanlah konflik yang sebenarnya karena merupakan konstruksi dan representasi konflik vertikal di tingkat elite. Oleh karena itu, konstruksi konflik horisontal merupakan isu yang menarik. Konflik horizontal terjadi antara masyarakat kontra yaitu mayoritas masyarakat pesisir dengan masyarakat pro penambangan, minoritas masyarakat pesisir. Sehingga muncullah pihak superordinat yang memiliki masa serta otoritas dan pihak subordinat yang dibentuk oleh struktur konflik itu sendiri. Keberadaan masyarakat pro rencana penambangan pasir besi merupakan representasi dari pemerintah yang sengaja diciptakan. Sebagian besar individu pro merupakan PNS atau orang-orang yang dekat dengan pemerintah. Representasi pemerintah terhadap individu pro tersebut menjadikan konflik pasir besi di dalam kehidupan masyarakat pesisir seolah- 6

7 olah konflik horizontal. Namun demikian, sebenarnya tetap merupakan konflik vertikal seperti pada awal munculnya konflik. Fenomena tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui makna konflik antarmasyarakat pesisir. Apakah mempunyai makna disintegratif atau bukan konflik yang sebenarnya, karena konflik sengaja diciptakan? Beberapa penelitian tentang konflik pasir besi di Kabupaten Kulon Progo pernah dilakukan sebelumnya. Lusia (2008) melakukan analisis tentang proses eskalapsi public disputes berupa studi kasus penambangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo pada bulan Februari 2006 sampai Maret Frenky (2009) melaksanakan penelitian konflik pasir besi antara masyarakat, perusahaan, dan Pemda. Selanjutnya, Sovya (2010) melakukan penelitian tentang dinamika perlawanan PPLP Kulon Progo dalam merespon relasi korporasi swasta dan negara. Yuli (2011) meneliti tentang penggunaan perspektif pengkomunikasian kebijakan dalam menemukan akar konflik kebijakan penambangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo. Sementara itu, Amin (2010) meneliti tentang peran pembinaan teritorian (Binter) Kodim 0731/KP dalam mengelola konflik. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan karena tidak meneliti tema-tema yang pernah diteliti yakni dengan memfokuskan penelitian pada makna disintegrasi sosial masyarakat pesisir akibat rencana penambangan pasir besi. 7

8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dirumuskan main question dan subs question dalam penelitian ini. a. The main question Apakah makna konflik antarmasyarakat pesisir? Apakah mempunyai makna disintegratif atau bukan konflik yang sebenarnya, karena konflik sengaja diciptakan? b. Subs question 1. Bagaimana konstruksi konflik antarmasyarakat pesisir? 2. Bagaimana realitas konflik di dalam kehidupan masyarakat pesisir? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Creswell (2010) menyatakan bahwa tujuan penelitian adalah kumpulan pernyataan yang menjelaskan sasaran-sasaran, maksud-maksud, atau gagasan-gagasan umum diadakannya suatu penelitian. Tujuan penelitian ini yakni: Untuk memahami makna konflik antarmasyarakat pesisir. Untuk mengetahui konstruksi konflik antarmasyarakat pesisir. Untuk mengetahui realitas konflik di dalam kehidupan masyarakat pesisir. 8

9 Manfaat dari hasil penelitian ini adalah: Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah selaku pembuat kebijakan terkait rencana penambangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo. Bermanfaat bagi pengembangan ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan yang berhubungan dengan konflik dan disintegrasi sosial. 9

10 D. Kerangka Teori Konflik pasir besi muncul akibat dikotomi situasi sosial lahan pantai. Pertama, lahan pantai adalah lahan pertanian produktif, penghidupan utama mayoritas masyarakat pesisir. Puluhan tahun masyarakat pesisir membudidayakan lahan pantai yang tandus sampai menjadi lahan pertanian yang menghasilkan komoditas pertanian berdaya jual tinggi sperti saat ini. Kedua, lahan pantai mengandung pasir besi berkualitas, bahan industrial yang mempunyai daya jual tinggi. Maka dari itu, pemerintah pusat dan daerah ingin menambang pasir besi untuk mengurangi ketergantungan ekspor bijih besi dan meningkatkan perekonomian daerah Kabupaten Kulon Progo. Perbedaan kepentingan pemanfaatan lahan pantai tersebut menuai konflik. Sementara itu, bentuk konflik pasir besi adalah berupa konflik vertikal dan konflik horizontal. Konflik horizontal muncul akibat meluasnya konflik vertikal. Namun demikian, konflik horizontal di akar rumput hanya terjadi dalam hubungan antarmasyarakat pro dan kontra serta di dalam kelembagaan sosial. Konflik tidak terjadi di dalam hubungan antarindividu. Maka dari itu, konflik horizontal adalah konflik semu akibat representasi konflik vertikal. Representasi elit pro bertujuan untuk menciptakan situasi pro dan kontra di dalam kehidupan masyarakat pesisir, sebagaimana konflik yang terjadi di tingkat elit. Hal tersebut merupakan upaya elit pro penambangan untuk mendapatkan persetujuan penambangan dari masyarakat pesisir karena pada awalnya hampir semua masyarakat pesisir menolak rencana penambangan dan pemrosesan pasir besi. 10

11 Oleh karena itu, teori Dramaturgi karya Erving Goffman digunakan sebagai pijakan interpretasi dalam penelitian ini. Menurut Musta in (2010), dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Dramaturgi dapat menjelaskan wujud panggung sandiwara representasi konflik horizontal yang semu. Selain itu, dapat mengelaborasi aktor-aktor yang terlibat di dalamnya. Aktor-aktor tersebut adalah para sutradara yang merancang skenario sekaligus mengarahkan para pemain dalam pentas. Definisi situasi yang direpresentasikan di dalam kehidupan sosial masyarakat pesisir adalah konflik berupa pro dan kontra rencana penambangan dan pemrosesan pasir besi. Aktor pro terdiri dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo PT. JMI berserta sekutunya yaitu Tim Delapan, dan Aliansi. Di lain pihak, aktor kontra terdiri atas LSM, partai politik, dan akademisi yang mengkoordinasikan PPLP. Representasi diciptakan oleh para aktor konflik vertikal, aktor pro dan aktor kontra, melalui tindakan sosial yaitu konstruksi konflik. Baik aktor pro maupun aktor kontra mempunyai kekuasaan, kendali, dan kekuatan untuk mencapai kepentingan yang saling berlawanan. Konfrontasi elit pro dan kontra mengimplikasikan suatu masalah kekuasaan, masalah tentang kenyataan yang saling bertentangan dan akan dipertahankan. Geertz (2000) bahwa siklus-siklus istilah ini, dan istilah-istilah lain yang berhubungan seperti kendali, perintah, kekuatan, dan penundukan, semuanya itu mendefinisikan yang politis itu sebagai suatu wilayah tindakan sosial. 11

12 Konstruksi konflik dibangun melalui kerja sama (collaborative manufacture) antarsesama aktor pro atau aktor kontra. Kerja sama tersebut bertujuan untuk memproduksi definisi situasi dan identitas sosial. Pemda Kabupaten Kulon Progo dan PT. JMI bekerjasama untuk menyukseskan rencana penambangan dan pemrosesan pasir besi. Hal tersebut juga dilakukan oleh PT. JMI bersama sekutunya yaitu Tim Delapan dan Aliansi. Di lain pihak, aktor kontra yang merupakan pihak eksternal terdiri dari LSM, partai politik, dan akademisi, menjalin kerjasama dengan dan untuk mengkoordinasikan PPLP. Johnson (1986), salah satu hal dalam analisa dramaturgi Goffman yang menarik perhatian adalah pengakuannya akan banyaknya cara di mana orang bekerjasama dalam melindungi pelbagai tuntutan satu sama lain berhubungan dengan kenyataan sosial yang sedang mereka usahakan untuk dipentaskan atau identitas yang mereka coba tampilkan. Untuk merepresentasikan kelompok pro penambangan di dalam masyarakat pesisir, baik aktor pro maupun aktor kontra melakukan konstruksi konflik dengan berbagai cara. Kerja sama antaraktor berhasil menciptakan identitas sosial yaitu masyarakat kontra penambangan di bawah koordinasi PPLP dan masyarakat pro penambangan. Masyarakat pro dan masyarakat kontra adalah para pemain yang sedang melakonkan peran representasi para aktor di tingkat elit. Masyarakat kontra dan masyarakat pro dijadikan sebagai identitas sosial. Identitas sosial tersebut muncul karena partisipasi, mobilisasi atau pemberian stigma. Menurut Soekanto (1982), bahwa orang-orang yang telah diberi 12

13 stigma, akan mencari dan kemudian bergabung dengan orang-orang yang nasibnya sama. Akibatnya, orang-orang yang merasa kontra bergabung dengan sesama kontra, demikian pula sebaliknya. Situasi demikian mengesahkan eksistensi masyarakat pro dan masyarakat kontra. Di sisi lain, hubungan yang bersifat eksklusif tersebut menyebabkan perpecahan di dalam masyarakat. Selanjutnya, identitas sosial tersebut mendefinisikan situasi sosial pro dan kontra penambangan di dalam kehidupan masyarakat pesisir. Bagaikan drama, konflik pasir besi merupakan suatu situasi sosial yang sengaja ditampilkan oleh para pemain di dalam setting yang sengaja diciptakan. Para pemain melakukan tindakan-tindakan atau penampilan (routine). Poloma (1994), bahwa routine adalah pola bertindak yang telah ditetapkan, terungkap di saat melakukan suatu performance dan dapat diungkapkan atau diketengahkan dalam kesempatan lain. Johnson (1986), tujuan Goffman yang utama adalah untuk menunjukkan pentingnya proses-proses di mana individu berusaha untuk mementaskan suatu definisi situasi tertentu, dengan tekanan khusus yang diberikan kepada usaha untuk memperoleh dukungan sosial bagi konsepdirinya, yang diproyeksikan si individu itu dalam interaksinya dengan orang lain. Dengan demikian, masyarakat pro dan kontra berusaha untuk memperoleh dukungan masyarakat lainnya untuk memperkuat kelompok pro dan kelompok kontra. Soekanto (1982), persamaan antara interaksi rutin dengan pertunjukan di panggung juga berlaku bagi peranan pihak lain, yang 13

14 merupakan unsur-unsur pendukung. Sesama pemeran akan saling membantu supaya peran yang dimainkan sempurna. Sementara itu, Johnson (1986), pelbagai peran sosial yang diterima secara umum ini dimengerti dan diinternalisasikan oleh individu sebagai suatu bagian yang penting dari konsep-diri yang mereka usahakan untuk memproyeksikannya pada orang lain. Hal ini ditempuh dengan cara pengelolaan kesan, manajemen pengaruh, performance team, dan mistifikasi. Maka dari itu, pemain pro dan kontra mementaskan representasi konflik vertikal sebagai konflik horizontal dalam suatu pertunjukkan (performance). Konflik horisontal masyarakat pesisir merupakan front stage baik bagi masyarakat pro maupun bagi masyarakat kontra penambangan yang memainkan peran formalnya. Ritzer (2007), front stage adalah bagian pertunjukan yang umumnya berfungsi secara pasti dan umum untuk mendefinisikan situasi bagi orang yang menyaksikan pertunjukan. Peran formal masyarakat pro adalah atas skenario yang dibuat oleh pemerintah dan PT. JMI. Sedangkan peran formal masyarakat kontra mengandung anasir struktural dalam arti cenderung terlembagakan mewakili kepentingan PPLP (Persatuan Petani Lahan Pantai) yang dikonstruksikan oleh LSM, partai politik, dan akademisi. Front stage dibagi menjadi personal front dan setting. Personal front adalah alat-alat perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting berupa bahasa verbal atau nonverbal. Personal front individu pro berupa bagaimana cara ia menyikapi resistensi masyarakat kontra terhadapnya, dengan cara 14

15 diam atau melakukan perlawanan. Sebaliknya, personal front masyarakat kontra berupa berbagai tindakan masyarakat kontra mengucilkan individu pro. Untuk itu, kehidupan masyarakat pesisir adalah setting di mana sandiwara konflik horisontal dipentaskan. Personal front meliputi penampilan dan gaya. Penampilan terdiri atas berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor. Sementara itu, gaya merupakan peran yang diharapkan aktor untuk dimainkan dalam situasi tertentu. Di sisi lain, back stage merujuk pada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan peran di front stage, di mana fakta disembunyikan di depan atau berbagai tindakan informal mungkin timbul. Bagi individu pro, back stage berupa sosialisasi rencana penambangan oleh pemerintah dan rapat-rapat yang diselenggarakan oleh PT. JMI. Sedangkan bagi masyarakat kontra, back stage berupa rapat-rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh PPLP dan Posko PPLP sebagai sarana konsentrasi massa. Dengan demikian, melalui tempat dan peristiwa peran sosial dibentuk. Baik individu pro maupun masyarakat kontra berusaha menyajikan diri mereka sesuai apa yang diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di panggung depan yaitu seolah-olah menciptakan konflik horizontal berupa disintegrasi sosial di dalam masyarakat pesisir. Ketika masyarakat kontra dan individu pro berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri saling mengucilkan dan memusuhi yang dimaknai oleh orang lain sebagai disintegrasi sosial. Upaya tersebut disebut sebagai pengelolaan kesan (impression management), yaitu teknik-teknik yang digunakan untuk 15

16 memupuk kesan bahwa telah terjadi disintegrasi sosial pada masyarakat pesisir akibat rencana penambangan pasir besi. Pada kenyataannya disintegrasi sosial sengaja diciptakan sebagai representasi pemerintah di dalam masyarakat pesisir. Keduanya, masyarakat pro dan masyarakat kontra, juga merasa harus menyembunyikan hal-hal tertentu. Hal ini disebabkan oleh, pertama, aktor ingin menyembunyikan kesenangan-kesenangan rahasia. Kedua, aktor ingin menyembunyikan kesalahan yang telah dilakukan saat persiapan pertunjukan. Ketiga, aktor mungkin merasa perlu untuk menunjukkan hasil akhir dan menyembunyikan proses yang terlibat dalam menghasilkannya. Keempat, aktor mungkin perlu menyembunyikan kerja kotor yang dilakukan untuk membuat produk akhir dari penonton. Kelima, dalam melakukan pertunjukan tertentu, aktor mungkin menyelipkan standar lain. Keenam, aktor mungkin merasa perlu menyembunyikan penghinaan tertentu atau setuju dihina asalkan perbuatannya dapat berlangsung terus. Di samping itu, aktor menerapkan manajemen pengaruh yaitu teknik yang digunakan aktor untuk mempertahankan kesan tertentu dalam menghadapi masalah yang mungkin mereka hadapi dan metode yang mereka pergunakan untuk mengatasi masalah. Aktor pro berusaha mengelola kesan masyarakat umum atas pemerintah dan keuntungan jika penambangan dilakukan. Sedangkan aktor kontra mewakili PPLP mengelola kesan masyarakat bahwa penambangan merugikan petani lahan pantai dan akan merusak lingkungan. 16

17 Semua pemain disebut sebagai tim pertunjukan (performance team) yang mendramatisasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan di front stage. Mereka harus mempersiapkan perlengkapan pertunjukan dengan matang dan jalannya pertunjukkan, memilih pemain inti yang layak, melakukan pertunjukan secermat dan seefisien mungkin, dan kalau perlu juga memilih khalayak yang sesuai. Setiap anggota saling mendukung dan memberi arahan melalui isyarat nonverbal supaya pertunjukan berjalan mulus. Pertunjukan yang dibawakan suatu tim sangat bergantung pada kesetiaan setiap anggotanya. Setiap anggota tim memegang rahasia tersembunyi bagi penonton yang memungkinkan kewibawaan tim tetap terjaga. Dalam kerangka yang lebih luas, sebenarnya penonton juga dapat dianggap sebagai bagian dari tim pertunjukan. Artinya agar pertunjukan sukses, penonton juga harus berpartisipasi untuk menjaga pertunjukan secara keseluruhan berjalan lancar. Oleh karena itu, pemerintah sengaja melibatkan masyarakat umum sebagai penonton dalam pertunjukan konflik pasir besi melalui pemasangan papan AMDAL, melibatkan tokoh-tokoh masyarakat di wilayah kontrak karya sebagai Tim Penilai AMDAL serta membuka masukan, saran, dan kritik seputar rencana penambangan untuk masyarakat luas. Lemahnya interaksi sosial masyarakat pesisir akibat disintegrasi sosial menunjukkan adanya mistifikasi. Aktor sering memistifikasi pertunjukan dengan cara membatasi hubungan atau membangun jarak sosial 17

18 antara diri mereka sendiri dan penonton. Kelompok kontra menjaga jarak atau mengucilkan individu pro. Tindakan-tindakan tersebut menandakan keterlibatan masyarakat kontra sebagai bagian dari PPLP yang menolak keras rencana penambangan pasir besi. Hal ini juga menunjukkan sang aktor layak dan berharga sebagai kelompok mayoritas. Melalui mistifikasi ini, kelompok kontra memobilisasikan anggotanya untuk melakukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam rangka kerjasama untuk mengkontruksikan diri sebagai kelompok kontra penambangan yang dapat diterima secara sosial. 18

BAB VI KESIMPULAN. Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami

BAB VI KESIMPULAN. Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami BAB VI KESIMPULAN Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami perubahan. Pada awalnya strategi perlawanan yang dilakukan PPLP melalui tindakan kolektif tanpa kekerasan (nonviolent).

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dengan berbagai cara. Bidang industri dan pertambangan dipercaya cukup efektif

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dengan berbagai cara. Bidang industri dan pertambangan dipercaya cukup efektif 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Persaingan di bidang perekonomian di dunia semakin ketat, tidak terkecuali dengan Indonesia yang berupaya meningkatkan kemampuan di bidang ekonomi dengan berbagai cara.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Rencana penambangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo merupakan tujuan dari Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Tujuan dari penambangan pasir besi adalah untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa terjadi ketimpangan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa terjadi ketimpangan BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa terjadi ketimpangan dalam pengembangan koperasi yang berada di desa dengan mayoritas masyarakat pro tambang pasir besi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial-politik (Kornblurn,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial-politik (Kornblurn, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik menjadi fenomena yang paling sering muncul karena konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan berpolitik serta menjadi pendorong dalam dinamika

Lebih terperinci

POLA PENCARIAN INFORMASI MASYARAKAT PESISIR PANTAI KABUPATEN KULON PROGO

POLA PENCARIAN INFORMASI MASYARAKAT PESISIR PANTAI KABUPATEN KULON PROGO POLA PENCARIAN INFORMASI MASYARAKAT PESISIR PANTAI KABUPATEN KULON PROGO dalam MENGAMBIL KEPUTUSAN TERKAIT dengan PROYEK TAMBANG PASIR BESI di KABUPATEN KULON PROGO Oleh Christina Tyas Utami Ari Murti

Lebih terperinci

KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PENAMBANG PASIR BESI (Studi Kasus di Desa Garongan Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo) SKRIPSI

KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PENAMBANG PASIR BESI (Studi Kasus di Desa Garongan Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo) SKRIPSI KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PENAMBANG PASIR BESI (Studi Kasus di Desa Garongan Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi,

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Pemasaran suatu produk memerlukan beberapa aktivitas yang melibatkan berbagai sumber daya. Sebagai fenomena yang berkembang saat ini, dalam pemasaran terdapat suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Hal ini dikarenakan mausia sebagai mahluk sosial yang berusaha

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. menyuarakan penolakannya. Penolakan yang didasari atas kearifan lokal terhadap

BAB VI PENUTUP. menyuarakan penolakannya. Penolakan yang didasari atas kearifan lokal terhadap BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kemenangan yang diraih masyarakat kontra semen terhadap PT. Semen Gresik, tidak terlepas dari peran penting masyarakat Sedulur Sikep dalam menyuarakan penolakannya. Penolakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi pengguna media sosial, memeriksa dan meng-update aktifitas terbaru ke dalam media sosial adalah sebuah aktifitas yang lazim dilakukan. Seseorang yang mempunyai

Lebih terperinci

Pendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik. Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si

Pendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik. Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si Pendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si Pendekatan Fungsional Pendekatan fungsional dalam kajian komunikasi politik lebih berorientasi pada peran atau fungsi komunikasi

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN INTERAKSI SOSIAL Interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi politik yang hadir bersamaan dengan liberalisasi ekonomi dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam pemilihan umum

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. Protes dan perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal terhadap pemerintah

BAB VIII PENUTUP. Protes dan perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal terhadap pemerintah BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan Protes dan perlawanan yang dilakukan masyarakat lokal terhadap pemerintah Kabupaten Nagekeo dalam pembangunan saluran irigasi Mbay kiri dipicu oleh masalah ketidakadilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manusia, namun kita sering melupakan betapa besar peranannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manusia, namun kita sering melupakan betapa besar peranannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar. Manusia membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. Luas wilayah Kecamatan Galur 3.291.24 ha terbagi menjadi 7 desa yaitu Tirtarahayu, Pendowan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN DAFTAR ISI. Politik Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam

Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN DAFTAR ISI. Politik Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1410-4946 Volume 16, Nomor 1, Juli 2012 (1-94) DAFTAR ISI Politik Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam 1. Wacana Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diajak bicara mempunyai kesan tertentu tentang si pembicara. Pengelolaan kesan

BAB I PENDAHULUAN. diajak bicara mempunyai kesan tertentu tentang si pembicara. Pengelolaan kesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, manusia sering kali mengelola kesan sehingga orang yang diajak bicara mempunyai kesan tertentu tentang si pembicara. Pengelolaan kesan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya Instagram sudah mencuri perhatian para penggunanya, menurut

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya Instagram sudah mencuri perhatian para penggunanya, menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Instagram merupakan media sosial yang sangat berkembang pesat di dunia Internet, banyak sekali yang menggunakan media sosial dari berbagai kalangan untuk keperluanya

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo memiliki banyak potensi kekayaan sumber daya alam. Oleh sebab itu, pemerintah Kabupaten Kulon Progo melakukan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Karangsewu, Pandowan dan Tirtorahayu yang terbagi dalam 75 pedukuhan, 148

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Karangsewu, Pandowan dan Tirtorahayu yang terbagi dalam 75 pedukuhan, 148 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, terdiri dari 7 desa yaitu Brosot, Kranggan, Banaran, Nomporejo, Karangsewu,

Lebih terperinci

PANDUAN PERTANYAAN UNTUK INFORMAN

PANDUAN PERTANYAAN UNTUK INFORMAN LAMPIRAN 79 PANDUAN PERTANYAAN UNTUK INFORMAN NAMA: TANGGAL: 1. Apakah pernah terjadi permasalahan lahan dengan pihak perkebunan? 2. Permasalahan lahan seperti apa yang terjadi? 3. Berapa kali permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja

I. PENDAHULUAN. setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu Etnisitas adalah isu yang sangat rentan menjadi komoditi politik pada setiap Pemilihan Kepala Daerah. Hal ini dikarenakan etnis bisa saja dimobilisasi dan dimanipulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Menjamurnya pengemis di kota-kota besar nampaknya sudah menjadi pemandangan sehari-hari yang tidak dapat terelakkan. Pengemis adalah orangorang yang mendapatkan penghasilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Teori Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompokkelompok

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TENTANG KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PROSES ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Struktur dan Teori Kekuasaan melalui tahapan metode etnografi pada Konsep

BAB V PENUTUP. Struktur dan Teori Kekuasaan melalui tahapan metode etnografi pada Konsep 106 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan Teori Agen dan Struktur dan Teori Kekuasaan melalui tahapan metode etnografi pada Konsep Arena dan Stuktur, penelitian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gaya hidup baru. Terlebih lagi dengan pencintraan terhadap kebaya semikin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gaya hidup baru. Terlebih lagi dengan pencintraan terhadap kebaya semikin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Seiring dengan perkembangaan teknologi dan media masa membuat kebaya memiliki sebuah arti baru dalam masyarakat yang mengakibatkan sebuah gaya hidup baru. Terlebih

Lebih terperinci

ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI

ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI : FENOMENA PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SEBAGAI AJANG PENAMPILAN DIRI NAMA : ASTRI RIYANTI NIM : D2C 308 001 JURUSAN : ILMU KOMUNIKASI Di era globalisasi saat ini,

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Corporate Social Responsibility (CSR) telah lama diadakan di dunia usaha perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. CSR PT TIA Danone telah dirilis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta 1. Pengertian Presentasi Diri Pada dasarnya, setiap orang memiliki langkah-langkah khusus dalam mempresentasikan dirinya kepada orang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Temuan

BAB V PENUTUP A. Temuan BAB V PENUTUP A. Temuan Harian Jogja merupakan media lokal yang cukup aktif dalam memantau berbagai perkembangan mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo. Arah pemberitaan (September 2014 - Oktober

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN GLAGAH KAB. KULON PROGO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN GLAGAH KAB. KULON PROGO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan merupakan salah satu prasarana kunci untuk pengelolaan dan pemanfaatan potensi suatu kawasan. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai propinsi dengan

Lebih terperinci

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan

Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Agen-Agen Perubahan dan Aksi Tanpa Kekerasan Oleh Hardy Merriman Aksi tanpa kekerasan menjadi salah satu cara bagi masyarakat pada umumnya, untuk memperjuangkan hak, kebebasan, dan keadilan. Pilihan tanpa

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berikut ini adalah kesimpulan dari hasil dan pembahasan kajian kritis tentang media sosial, pola komunikasi politik dan relasi kuasa dalam masyarakat kesukuan Flores dengan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul

BAB VII PENUTUP. sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan data dan analisis yang telah dibahas pada bab bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul ekonomi politik pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave,

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, berhasil mempengaruhi sebagian besar masyarakat dunia dengan cara memperkenalkan atau menjual produk

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KECAMATAN SE-KABUPATEN KULONPROGO. Wates, 17 Maret 2011

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KECAMATAN SE-KABUPATEN KULONPROGO. Wates, 17 Maret 2011 BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KECAMATAN SE-KABUPATEN KULONPROGO Wates, 17 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan pangan pokok utama sebagian besar masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 Tentang : Keterlibatan Masyarakat Dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun Istilah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun Istilah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Dramaturgi Erving Goffman Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis dalam bukunya berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun

Lebih terperinci

BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN. yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang

BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN. yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN A. Kerangka Teoritik Dalam ilmu sosiologi mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang mengemukakan bahwa teater

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kranggan, Desa Banaran, Desa Nomporejo, Desa Karangsewu, Desa Pandowan

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kranggan, Desa Banaran, Desa Nomporejo, Desa Karangsewu, Desa Pandowan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Kecamatan Galur adalah salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Kulon Progo. Kecamatan Galur terdiri dari 7 Desa yaitu Desa Brosot, Desa Kranggan,

Lebih terperinci

Partisipasi Publik dan Harmoni Sosial

Partisipasi Publik dan Harmoni Sosial Bab VIII Penutup Ruang publik di wilayah perkotaan merupakan magnet yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha sektor informal. PKL merupakan aktivitas ekonomi sektor informal yang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemilu yang bermartabat. rangka menunaikan amanat para konstituennya dan melaksanakan tugas

I. PENDAHULUAN. pemilu yang bermartabat. rangka menunaikan amanat para konstituennya dan melaksanakan tugas LAPORAN PELAKSANAAN KEGTATAN prlot PROJECT PENDTDTKAN PEMTLTH ( PEMTLTH PEMULA ) Dalam upaya menciptakan iklim pemilu yang bebas money politik dan pemilu yang bermartabat I. PENDAHULUAN Proses konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima wilayah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2 (15,90% dari luas wilayah Provinsi DIY) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan, separatisme, teroris, dan revolusi.

BAB I PENDAHULUAN. dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan, separatisme, teroris, dan revolusi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Masalah Konflik antara Aceh dengan Pemerintah Pusat pertama kali terjadi pada saat diproklamirkannya Darul Islam (DI/TII) dibawah pimpinan Teungku Daud Beureueh.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

BAB II PROFIL WILAYAH

BAB II PROFIL WILAYAH BAB II PROFIL WILAYAH A. DESKRIPSI WILAYAH Deskripsi wilayah disusun berdasarkan hasil survey lapangan dan pengamatan yang dilakukan di lokasi KKN, baik melalui wawancara, opini penduduk, maupun diskusi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: , Negosiasi Bisnis Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: 08122035131, Email: ailili1955@gmail.co.id Jumlah Pihak Dalam Negosiasi Negosiasi antar dua orang negosiator.

Lebih terperinci

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TANGGAL : 17 PEBRUARI 2000

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TANGGAL : 17 PEBRUARI 2000 LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TANGGAL : 17 PEBRUARI 2000 KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PROSES ANALISIS MENGENAI DAMPAK

Lebih terperinci

TEORI DRAMATURGI. A. Latar Belakang Teori Dramaturgi

TEORI DRAMATURGI. A. Latar Belakang Teori Dramaturgi A. Latar Belakang Teori Dramaturgi TEORI DRAMATURGI Teori dramaturgi bila disimpulkan secara singkat, memandang bahwa kehidupan manusia itu sebagai sebuah panggung sandiwara, dimana manusia memainkan peran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebebasan media dalam memberitakan berita yang bertentangan dengan pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan bebas memberitakan

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118 BAB 6 PENUTUP Bab ini menguraikan tiga pokok bahasan sebagai berikut. Pertama, menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian secara garis besar dan mengemukakan kesimpulan umum berdasarkan temuan lapangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara demokrasi pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan

Lebih terperinci

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN BAB IV KESIMPULAN dan SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis secara menyeluruh pada level teks dan konteks di masing-masing Koran, peneliti kemudian memperbandingkan temuan-temuan tersebut khususnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan : melihat dinamika konflik Desa Kalirejo sebagai proses pembelajaran masyarakat Desa Kalirejo

BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan : melihat dinamika konflik Desa Kalirejo sebagai proses pembelajaran masyarakat Desa Kalirejo BAB V PENUTUP Dalam bab ini penulis menyimpulkan jawaban dari rumusan masalah terkait bagaimana dinamika konflik vertikal dan horizontal yang terjadi di Desa Kalirejo, serta resolusinya yang sudah dijalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah selatan DI Yogyakarta merupakan bentangan pantai sepanjang lebih dari 113 km, meliputi wilayah Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat BAB V KESIMPULAN Proses monitoring dan evaluasi menjadi sangat krusial kaitannya dengan keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat terdapat berbagai permasalahan baik dari awal

Lebih terperinci

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.01/2008 TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian jika ditinjau dari struktur perekonomian nasional menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam kontribusinya terhadap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Program GNRHL/ Gerhan Program GNRHL/ Gerhan dilatarbelakangi oleh semakin memburuknya kondisi lahan kritis di Indonesia. Pada bab sebelumnya telah disampaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan Faktor sukses adalah suatu bagian penting, dimana prestasi yang memuaskan diperlukan untuk suatu organisasi agar dapat mencapai

Lebih terperinci

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS

Lebih terperinci

6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL

6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL 69 6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL Rancangan Program Berdasarkan alternatif strategi yang didapat dari proses analisis AHP, maka diperlukan penjabaran dari strategi berupa program yang dapat menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fotografi merupakan teknik yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bangka, Singkep dan Belitung merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh United States Bureau of Mines (USBM)

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan 7 sub bab antara lain latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa mengangkat tema JFC, Identitas Kota Jember dan diskursus masyarakat jaringan. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN

3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN 3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN Semua organisasi organisasi yang terlibat dalam kegiatan nuklir jelas memiliki perhatian yang sama terhadap pemeliharaan dan peningkatan keselamatan. Tetapi

Lebih terperinci

BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan

BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan Studi ini mengkaji dinamika terbentuknya pemerintahan divided atau unified yang dikaitkan dengan pembuatan kebijakan APBD pada satu periode pemerintahan. Argumen yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perfilman Indonesia pada saat ini adalah kelanjutan dari tradisi tontonan rakyat sejak masa trandisional, dan masa penjajahan sampai masa kemerdekaan.film adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Drama merupakan karya sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya membentangkan sebuah alur. Seperti fiksi, drama berpusat pada satu

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DI MASYARAKAT

STRATEGI ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DI MASYARAKAT STRATEGI ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DI MASYARAKAT (Studi Deskriptif Tentang Konsep Diri Dan Strategi Adaptasi Mantan Narapidana Terhadap Stigma Yang Ada Di Masyarakat) Disusun oleh : VITRIANA MEI PUSPITASARI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1459, 2014 KEJAKSAAN. Aset. Penelusuran. Standar Operasional Prosedur. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-010/A/J.A/05/2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KABUPATEN KULONPROGO. Wates, 17 Maret 2011

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KABUPATEN KULONPROGO. Wates, 17 Maret 2011 BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA TANGGAL 17 MARET 2011 TINGKAT KABUPATEN KULONPROGO Wates, 17 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang saya hormati,

Lebih terperinci

Komunikasi Politik Sang Walikota

Komunikasi Politik Sang Walikota 2 3 Drama dan Citra Jokowi DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH 9 PENGANTAR: Dr. Pramono Anung Wibowo 14 1. PENDAHULUAN 18 Latar Belakang Penelitian: Desentralisasi Indonesia 19 Pemilihan Subyek Penelitian:

Lebih terperinci

Sikap Media Terhadap Isu Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Analisis Framing Pemberitaan Koran Tempo dan Harian Sindo) ABSTRAK

Sikap Media Terhadap Isu Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Analisis Framing Pemberitaan Koran Tempo dan Harian Sindo) ABSTRAK Sikap Media Terhadap Isu Kenaikan Harga BBM Bersubsidi (Analisis Framing Pemberitaan Koran Tempo dan Harian Sindo) Arlinda Nurul Nugraharini (D2C009105) Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis framing (bingkai), yang dalam penelitian ini selanjutnya menggunakan istilah analisis bingkai merupakan salah satu bentuk alternatif dari model analisis

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam pelaksanaan urusan ini membutuhkan banyak. sumber daya dan kemampuan, diantaranya diperlukan kemampuan

Bab I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam pelaksanaan urusan ini membutuhkan banyak. sumber daya dan kemampuan, diantaranya diperlukan kemampuan Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah daerah harus dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam pelaksanaan urusan ini membutuhkan banyak sumber daya dan kemampuan, diantaranya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Kualitatif Penelitian ini akan dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Mengacu pada pendapat Newman (2003:16), Pendekatan ini dipandang tepat karena

Lebih terperinci

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 DEFINISI UMUM Partisipasi politik dipahami sebagai berbagai aktivitas warga

Lebih terperinci

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari No 6 Yogyakarta 55281

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari No 6 Yogyakarta 55281 SOSIALISASI PROGRAM KANTOR BEBAS ASAP ROKOK DI PT KALTIM PRIMA COAL (Analisis Sosialisasi Program Berdasarkan Teori Dramaturgi) Erlisa Yuriska Nobertus Ribut Santoso Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas

Lebih terperinci