HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Lokasi ini berada sekitar 10 km dari ibukota Kabupaten Jeneponto, yaitu Jeneponto. Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten dari empat kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan dan terletak di ujung bawah pulau Sulawesi. Jarak tempuh dari Makasar, ibukota Sulawesi Selatan ke Jeneponto kurang lebih dua jam perjalanan dengan jarak ±100 km. Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan Kabupaten Gowa di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan laut Flores, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng. Kondisi topografi lahan wilayah Kabupaten Jeneponto pada umumnya memiliki permukaan yang sifatnya bervariasi, ini dapat dilihat bahwa pada bagian Utara terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit yang membentang dari Barat ke Timur dengan ketinggian 500 sampai dengan meter diatas permukaan laut (dpl). Di bagian tengah Kabupaten Jeneponto meliputi wilayah-wilayah dataran dengan ketinggian 100 sampai dengan 500 meter dpl, dan bagian selatan meliputi wilayah-wilayah dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai dengan 100 meter dpl. Suhu di lokasi penelitian pada saat siang berkisar antara C, sedangkan pada waktu malam berkisar antara C dengan kelembaban udaranya kurang lebih 60%. Kabupaten Jeneponto terkenal dengan kuda. Hal ini diabadikan dengan patung kuda yang dibuat menjadi simbol kabupaten ini dan beberapa makanan khas yang berasal dari daging kuda dan selalu dihidangkan saat adanya acara keluarga, yaitu gantala jarang, coto kuda, dan bakso kuda. Selain dijadikan makanan, kuda juga dimanfaatkan sebagai alat transportasi (delman) menuju desa atau kecamatan yang tidak bisa dilewati oleh kendaraan bermotor dan juga dijadikan sebagai pekerja lahan (membajak sawah). Kepemilikan kuda juga dilatarbelakangi oleh faktor sosial yang semakin baik berkaitan dengan kepemilikan kuda.

2 Asal Ternak Kuda Populasi kuda di Kabupaten Jeneponto mencapai ekor pada tahun 2008 dengan jumlah pemotongan 976 ekor. Populasi kuda mengalami peningkatan 196,03% dari tahun 2007 dengan jmulah pemotongan yang juga meningkat 9,27% (Ditjenak, 2009). Pemotongan kuda yang meningkat dilatarbelakangi oleh jalan yang mulai diperbaiki sehingga alat transportasi mulai bergeser dari delman ke angkutan umum yang lebih modern seperti ojek dan pete-pete (angkutan umum). Hal ini menyebabkan kuda yang biasa dimanfaatkan sebagai penarik delman, kemudian dipotong untuk dijadikan konsumsi daging bagi masyarakat setempat. Selain karena pergeseran alat transportasi, pemotongan kuda juga didasarkan oleh permintaan mendesak dari suatu acara pernikahan atau acara lainnya yang mewajibkan sajian makanan kuda. Banyak masyarakat yang sengaja memelihara kuda untuk dipotong jika ada acara keluarga atau keadaan ekonomi mendesak. Kuda yang dipelihara di daerah ini adalah kuda lokal Indonesia, yaitu kuda Sumba dan kuda Sulawesi atau yang biasa disebut oleh masyarakat setempat sebagai kuda Bugis. Kuda di daerah oleh masyarakat setempat diberi nama sesuai daerah kuda tersebut berasal. Beberapa kuda disubsidi oleh pemerintah sebagai salah satu program kerja dinas pertanian bagian peternakan. Kuda dari pemerintah merupakan kuda Sumba yang didatangkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Kuda yang berasal dari luar daerah diperjualbelikan di pasar hewan (kuda) Tolo yang dilaksanakan sekali seminggu pada hari Minggu (Gambar 2). Kuda yang diperjualbelikan mempunyai kartu identitas (Gambar 3) yang wajib dimiliki oleh pembeli dan penjual kuda di pasar Tolo. Kartu identitas ini berisi tanda morfologi kuda, umur, penjual serta pembeli kuda. Pemeliharaan Kuda Secara umum kuda dipelihara dengan manajemen yang sederhana sesuai dengan kesanggupan pemilik. Beberapa pemilik kuda memelihara kudanya di bawah rumah dengan cara diikat pada tiang-tiang rumah. Model rumah masyarakat menggunakan sistem panggung dengan memanfaatkan lahan dibawah rumah sebagai tempat pemeliharaan kuda (Gambar 4a). Pemeliharaan kuda 23

3 dengan cara lain di daerah ini adalah dengan dikandangkan, yaitu berupa kandang individu yang terletak tidak jauh dari rumah pemilik (Gambar 4b). Kuda yang dipekerjakan sebagai alat transportasi diumbar di padang penggembalaan saat istirahat (Gambar 5). Kandang berukuran 2 x 2,5 m dengan tinggi 1,5 m. Gambar 2. Suasana Pasar Hewan (Kuda) Tolo, Kabupaten Jeneponto (a) Gambar 3. Kartu Identitas Kuda; (a) Tampak Depan; (b) Tampak Isi (b) (a) Gambar 4. Kandang Kuda; (a) Kandang Bawah Rumah; (b) Kandang Individu (b) 24

4 Gambar 5. Kuda Delman yang Diumbarkan Secara umum, kuda yang dipelihara di daerah ini tidak dibedakan antara kuda jantan dengan kuda betina, kecuali kuda yang dimanfaatkan sebagai penarik delman. Kuda potong tidak diumbarkan di padang penggembalaan melainkan dikandangkan atau diikat dibawah rumah dengan pemberian pakan sekali sehari dan pemberian air ad libitum. Konsentrat diberikan tiap dua hari sekali. Pakan yang diberikan adalah batang, bonggol, daun jagung, daun kacang, dan rumput lapang. Pakan ini berasal dari limbah hasil pertanian pemilik kuda karena sebagian dari mereka juga bekerja sebagai petani. Kuda potong tidak dipekerjakan untuk menarik delman atau membajak sawah karena pemeliharaannya memang ditujukan khusus untuk dipotong. Kuda pekerja, yaitu kuda delman yang dipekerjakan mulai dari pukul Delman digunakan untuk mengangkut warga menuju pasar. Kuda diumbarkan saat kusir sedang istirahat, yaitu pada pukul dan kembali bekerja pada sore hari saat pedagang pasar pulang ke rumahnya, yaitu sekitar pukul Kuda delman dikandangkan dibawah rumah saat malam hari atau setelah dipekerjakan dengan pemberian pakan sama seperti kuda tipe pedaging. Gambar kuda delman dan pedaging diperlihatkan pada Gambar 6. O$OOOOO (a) (b) Gambar 6. Pemanfaatan Kuda (a) Kuda Delman; (b) Kuda Pedaging 25

5 Keadaan Umum Tempat Pemotongan Kuda (TPK) Penelitian dilakukan di empat Tempat Pemotongan Kuda (TPK) yang berbeda. Keadaan umum dari keempat TPK tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kondisi Empat Tempat Pemotongan Kuda di Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto Variabel yang diamati Tempat Pemotongan Kuda Dullah H.Jumali Hamzah H.Turani Pemilik Dullah H.Jumali Hamzah H.Turani Letak 11 km dari ibukota Kabupaten 11 km dari Ibu kota Kabupaten (jalan Trans Makasar) 11 km dari ibukota Kabupaten Tahun Berdiri km dari Ibu kota Kabupaten (jalan Trans Makasar) Jenis Kuda yang Dipotong Kuda Makasar Kuda Makasar dan Sumba Kuda Makasar dan Sumba Kuda Makasar dan Sumba Asal Kuda Pemilik delman dari dalam dan luar kabupaten, membeli di peternak. Pasar Tolo, peternak dan pemilik delman. Pasar Tolo, peternak dan pemilik delman. Pasar Tolo, peternak dan pemilik delman. Kandang Dibawah rumah Dibawah rumah Dibawah rumah dan kandang individu Kandang individu Pakan Konsentrat, batang, daun, dan bonggol jagung, daun kacang, dan rumput lapang. Konsentrat, batang, Konsentrat, batang, daun, dan bonggol daun, dan bonggol jagung, daun kacang, jagung, daun kacang, dan rumput lapang. dan rumput lapang. Konsentrat, batang, daun, dan bonggol jagung, daun kacang, dan rumput lapang. PemberianPakan Hijauan ; dua kali sehari Konsentrat ; sehari sekali Air minum ; ad libitum Hijauan ; dua kali sehari Konsentrat ; sehari sekali Air minum ; ad libitum Hijauan ; dua kali sehari Konsentrat ; sehari sekali Air minum ; ad libitum Hijauan ; dua kali sehari Konsentrat ; sehari sekali Air minum ; ad libitum Kegiatan TPK Memelihara dan memotong Memelihara dan memotong Memelihara dan memotong Memelihara dan memotong Pegawai 3 orang 2 orang 4 orang 2 orang Waktu Pemotongan Pukul selesai Pukul selesai Pukul selesai Pukul selesai Distribusi Daging Kuda Industri rumah makan (kontrak), pasar, pemesanan untuk pesta Pasar, pemesanan untuk pesta Adaptasi Dua bulan Kuda Makasar : dua hingga empat bulan Kuda Sumba : enam hingga sepuluh bulan Industri rumah makan (kontrak), pasar, pemesanan khusus pesta Kuda Makasar : empat bulan Kuda Sumba : enam hingga sepuluh bulan Pemotongan /hari 3 ekor 2 ekor 3 ekor 2 ekor Rumah makan sendiri, pasar, pemesanan untuk pesta Kuda Makasar : empat bulan Kuda Sumba : enam hingga sepuluh bulan 26

6 TPK Dullah Tempat Pemotongan Kuda (TPK) Dullah berdiri sejak tahun 2000 dan diberikan nama yang sama dengan nama pemiliknya. Letak TPK ini berada 11 km dari ibukota Kabupaten Jeneponto dan satu km dari jalan trans Makasar. Kuda yang berada di TPK Dullah dipelihara dan diadaptasikan selama rata-rata dua bulan sebelum dipotong. Jenis kuda yang dipelihara hanya kuda Makasar karena pemilik TPK hanya membeli dari peternak sekitar, bukan dari pasar Tolo. Kuda di TPK Dullah dipelihara dengan mengikat kuda dibawah rumah tanpa mengumbarkan. Kuda diberikan pakan hijauan, yaitu daun kacang, rumput lapang, daun, batang, dan bonggol jagung yang diberikan tiap dua kali sehari sebanyak 20 kg/hari/kuda. Pemberian konsentrat sehari sekali sebanyak 2 kg/hari/kuda. Kuda pekerja diberikan konsentrat pada pagi hari sebelum dipekerjakan sedangkan kuda potong diberikan pada sore hari. Air diberikan ad libitum. Tenaga kerja di TPK Dullah berjumlah tiga orang yang semuanya merupakan anggota keluarga. Tenaga kerja ini bertugas mengurus kuda pada pagi hingga sore hari dan membantu proses pemotongan kuda pada malam hingga dini hari. Setiap tenaga kerja mampu menyelesaikan proses pemotongan satu ekor kuda. Daging dan tulang kuda dikemas dalam karung yang berbeda lalu didistribusikan ke industri rumah makan yang berada di Makasar dan sisanya dijual di pasar. Selain itu, TPK Dullah juga sering menerima pemesanan daging untuk pesta sehingga pemotongan kuda dilakukan hampir tiap malam. TPK H. Jumali Tempat Pemotongan Kuda (TPK) H. Jumali merupakan salah satu TPK yang sudah lama berdiri, yaitu sejak tahun Letaknya 11 km dari ibokota Kabupaten Jeneponto dan berada di jalan trans Makasar. Pemiliknya, H. Jumali adalah pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang memang sejak dulu memelihara kuda. Walaupun tidak pernah melakukan kerjasama (kontrak) dengan industri pengolahan daging kuda atau rumah makan daging kuda, TPK ini memotong kuda hampir tiap hari sejak didirikan. Kuda dipotong pada pukul selesai dan didistribusikan ke pasar Jeneponto. 27

7 Kuda yang berada di TPK H. Jumali merupakan kuda Sumba dan kuda Makasar. Semua kuda yang dipotong di TPK ini dipelihara terlebih dahulu selama dua sampai empat bulan sebelum dipotong kecuali kuda Sumba dipelihara selama enam hingga sepuluh bulan untuk kuda yang berumur tiga hingga empat tahun dan dipelihara empat bulan untuk kuda yang umurnya sudah mencapai lima tahun. Semua kuda dipelihara dengan sistem perkandangan dibawah rumah. Pakan yang diberikan yaitu konsentrat dengan pemberian sekali sehari sebanyak 2-3 kg/ekor/hari, hijauan berupa batang, daun, dan bonggol jagung yang diberikan dua kali sehari sebanyak 20 kg/ekor/hari sedangkan air diberikan ad libitum. Kuda berjumlah 30 ekor pada awal penelitian dan tinggal 28 ekor pada akhir penelitian. Hampir tiap minggu pegawai dari TPK membeli kuda di pasar Tolo atau peternak sekitar sehingga stok kuda tetap mencukupi ketika ada pemesanan mendadak untuk pesta. TPK Hamzah Tempat Pemotongan Kuda (TPK) Hamzah merupakan salah satu TPK yang tidak hanya menyediakan jasa pemotongan kuda, tetapi juga memelihara kuda dalam kurun waktu satu sampai dua tahun. Kuda yang dipelihara di TPK ini yaitu kuda Sumba dan Makasar. Kuda Sumba diperoleh dari pasar Tolo, sedangkan kuda Makasar diperoleh dari peternak-peternak sekitar yang menjual kudanya. Kuda Sumba dipelihara selama enam hingga sepuluh bulan dan kuda Makasar selama rata-rata empat bulan sebelum dipotong. Kuda dipelihara dengan cara dikandangkan dan sebagian diikat dibawah rumah dengan pemberian pakan berupa konsentrat yang diberikan sekali sehari sebanyak 2-3 kg/ekor/hari, hijauan yaitu daun kacang, rumput lapang, batang, daun dan bonggol jagung yang diberikan dua kali sehari sebanyak 20 kg/ekor/hari. Letak TPK Hamzah berjarak 11 km dari ibukota Kabupaten Jeneponto dan sudah ada sejak tahun Jumlah tenaga kerja di TPK ini adalah empat orang. Mereka bertugas memelihara kuda dan membantu proses pemotongan pada dini hari. TPK Hamzah memotong kuda pada pukul selesai. Daging dan tulang kuda didistribusikan khusus ke industri rumah makan yang mengolah daging dan tulang kuda dan selebihnya dijual ke pasar Jeneponto. 28

8 TPK H. Turani Tempat Pemotongan Kuda (TPK) H. Turani berjarak 10 km dari ibukota Kabupaten Jeneponto dan berada di jalan trans Makasar. H. Turani sebagai pemilik TPK ini juga memiliki rumah makan sendiri yang menyediakan makanan dari daging kuda, yaitu coto dan konro kuda sehingga pemotongan kuda selain ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah makan juga untuk dijual ke pasar. Tempat Pemotongan Kuda (TPK) H. Turani berdiri sejak tahun 2002 oleh H. Turani. Kuda yang dipelihara adalah kuda Sumba dan Makasar yang diperoleh dari pasar Tolo dan peternak sekitar. Kuda dipelihara dengan sistem perkandangan individu. Pakan yang diberikan berupa konsentrat dan hijauan yaitu rumput lapang, daun kacang, batang, daun, dan bonggol jagung. Konsentrat diberikan sekali sehari sebanyak 2-3 kg/ekor/hari sedangkan hijauan diberikan sehari dua kali sebanyak 20 kg/ekor/hari. Pemotongan kuda dilakukan pada pagi hari, yaitu pukul selesai. Total tenaga kerja yang mengurus pemeliharaan dan pemotongan kuda adalah dua orang. Tenaga kerja ini merupakan tenaga kerja keluarga yang bekerja selain pemelihara juga sebagai pemotong kuda sehingga pemanfaatan tenaga kerja cukup efisien dalam TPK ini. Jumlah Pemotongan Kuda Pemotongan kuda dilakukan di Tempat Pemotongan Kuda (TPK) milik warga. Jumlah kuda yang dipotong saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 sedangkan jumlah pemotongan di TPK yang berbeda menurut umur, jenis kelamin, dan pemanfaatan kuda dapat dilihat pada Tabel 6. Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto memiliki 11 TPK tetapi hanya ada enam yang aktif. Penelitian ini dilakukan di empat TPK yang masih beroperasi ketika penelitian berlangsung, yaitu TPK Dullah, H. Jumali, Hamzah, dan H. Turani. Tabel 5 memperlihatkan, bahwa jumlah kuda yang dipotong saat penelitian sebanyak 99 ekor. Pemotongan kuda di daerah ini dilakukan pada kisaran umur 3 hingga 5 tahun atau lebih dengan pertimbangan berdasarkan pengalaman masyarakat setempat bahwa umur potong tersebut menghasilkan persentase daging yang lebih banyak daripada umur potong yang lain. Selain itu, tekstur dan keempukan daging lebih disukai masyarakat. 29

9 Tabel 5. Jumlah Kuda yang Dipotong Saat Penelitian Menurut Umur, Jenis Kelamin dan Pemanfaatannya Umur JK Pemanfaatan Kuda Potong Pekerja Umur x JK Total (ekor) I 2 Jantan Betina I 3 Jantan Betina I 4 Jantan Betina Umur x PK Umur I I I JK x PK JK Jantan Betina Tipe Keterangan : I 2 = Umur 3-4 Thn, I 3 = 4-5 Thn, I 4 = 5 Thn atau lebih, JK = Jenis Kelamin, PK = Pemanfaatan Kuda. Tabel 6. Jumlah Pemotongan Kuda di TPK yang Berbeda Jenis TPK Umur Pemanfaatan Jumlah Kelamin (ekor) I 2 Jantan Pekerja Potong Betina Pekerja Potong I 3 Jantan Pekerja Potong Betina Pekerja Potong I 4 Jantan Pekerja Potong Betina Pekerja Potong Jumlah Keterangan : TPK 1 = TPK Dullah, TPK 2 = TPK H. Jumali, TPK 3 = TPK Hamzah, TPK 4= TPK H. Turani I 2 = Umur 3-4 Thn, I 3 = 4-5 Thn, I 4 = 5 Thn atau lebih

10 Pemotongan tidak mempertimbangkan jenis kelamin terlihat dari rasio jantan dan betina yang dipotong saat penelitian, yaitu 46 : 53 ekor. Kondisi ini sebenarnya tidak menguntungkan karena pada umur 3 hingga 5 tahun, kuda betina berada pada masa yang baik untuk dikawinkan atau dengan kata lain kuda tersebut masih merupakan betina produktif sehingga pemotongan kuda betina pada kisaran umur tersebut dapat mengganggu keberlanjutan populasi kuda. Pemanfaatan kuda cukup diperhatikan oleh pemiliknya untuk dipotong. Jumlah kuda potong yang dipotong saat penelitian adalah 58 ekor lebih banyak daripada kuda pekerja yaitu sebanyak 41 ekor. Kuda potong memang dipelihara khusus dengan tujuan dipotong untuk menghasilkan daging sehingga umur saat dipotong sudah diperkirakan oleh pemilik, yaitu pada kisaran umur 3 hingga 5 tahun. Jumlah kuda yang dipotong berdasarkan umur lebih banyak pada umur I 2 (40 ekor) daripada I 4 (38 ekor) dan I 3 (21 ekor). Kuda dengan kelompok umur I 2 dipotong paling banyak karena pemilik ingin memperoleh keuntungan lebih cepat sehingga kuda dipotong secepat mungkin saat umurnya mencapai tiga tahun. Pemotongan kuda pada umur I 4 lebih banyak daripada I 3 karena taring kuda dikhawatirkan akan tumbuh pada kisaran umur I 4 atau lebih sehingga pemilik segera memotong kudanya. Taring ternak berkaitan dengan kehalalan dagingnya. Masyarakat setempat percaya bahwa kuda yang sudah tumbuh taringnya haram untuk dikonsumsi. Kuda potong yang dipotong pada kelompok umur I 2, I 3, dan I 4 masingmasing 22, 11, dan 25 ekor. Jumlah kuda kelompok umur I 4 (±5 tahun atau lebih) yang dipotong adalah yang paling banyak (25 ekor) bertujuan menghasilkan persentase daging yang lebih tinggi sesuai dengan pengalaman pemotong kuda. Pemotongan kuda pekerja tidak pernah memperhitungkan umurnya. Pemotongan dilakukan jika keadaan mendesak, kuda afkir atau sudah tidak lagi digunakan sebagai penarik delman. Pemotongan kuda pekerja (40 ekor) yang relatif tinggi saat penelitian dilatarbelakangi oleh waktu yang bertepatan dengan musim pesta di daerah setempat, yaitu pada bulan Juli-Agustus sehingga permintaan daging kuda meningkat. Permintaan yang tinggi menyebabkan kuda 31

11 yang tadinya dipekerjakan sebagai penarik delman juga dipotong ketika mencapai umur 3 hingga 5 tahun. Penyebab lain yang melatarbelakangi tingginya pemotongan kuda pekerja, yaitu infrastruktur jalan yang mulai diperbaiki sehingga terjadi pergeseran alat transportasi dari delman ke alat transportasi bermesin. Tabel 6 memperlihatkan bahwa pemotongan kuda tertinggi selama penilitian terdapat pada TPK Dullah, yaitu sebanyak 44 ekor. Pemotongan terendah terdapat pada TPK H.Turani sebanyak 10 ekor. TPK Dullah dan TPK Hamzah telah bekerjasama dengan salah satu industri pengolahan daging kuda yang berada di Makasar, sehingga tiap harinya dapat mendistribusikan daging kuda masing-masing sebanyak 100 kg/hari ke industri tersebut. Namun, dampak yang ditimbulkan adalah pemotongan kuda yang tidak memperhatikan umur, jenis kelamin bahkan pemanfaatan kuda itu sendiri. Selain untuk mendistribusikan daging ke industri, TPK ini juga menjual daging dan tulang kuda di pasar Jeneponto. Sementara TPK H. Jumali dan H. Turani tidak terikat pada suatu industri yang mengharuskan pendistribusian daging kuda setiap hari, melainkan melakukan pemotongan kuda dengan tujuan untuk dijual ke pasar Jeneponto dan memenuhi permintaan khusus untuk pesta. Tempat Pemotongan Kuda (TPK) H. Turani memiliki rumah makan sendiri sehingga rasio kuda potong dan pekerja yang dipotong di TPK ini adalah yang paling tinggi yaitu 8:2 dibandingkan dengan TPK Dullah, Hamzah dan H. Jumali yang masing-masing rasionya 25:19, 9:8 dan 1:1. Tempat Pemotongan Kuda (TPK) H. Turani sangat memperhatikan kebutuhan daging kuda untuk rumah makannya sehingga mempertimbangkan umur dan pemanfaatan kuda yang dipotongnya. Kuda di TPK H. Turani yang paling banyak dipotong adalah kelompok umur I 4 yaitu sebanyak tujuh ekor, sedangkan I 3 dan I 2 masing-masing sebanyak dua dan satu ekor. Proses Pemotongan Kuda Proses pemotongan kuda di empat TPK penelitian dapat dikatakan hampir sama. Pemotongan kuda dilakukan pada malam hingga dini hari, meskipun proses pemotongan dilakukan pada waktu yang tidak bersamaan. Pemotongan kuda di TPK H. Jumali dimulai pada malam hari pukul selesai, TPK Dullah pukul 32

12 02.00-selesai, TPK Hamzah pukul selesai dan TPK H.Turani pukul selesai. Proses pemotongan dilakukan pada waktu yang tidak bersamaan bertujuan agar pegawai dari Dinas Peternakan dapat mengawasi proses pemotongan di tiap TPK tersebut. Pegawai ini bertindak sebagai pengawas yang menentukan layak tidaknya kuda dipotong. Hal yang dilakukan oleh pengawas adalah memeriksa umur berkaitan dengan tumbuhnya taring untuk menjamin kehalalan daging kuda, proses pemotongan hingga pendistribusian daging dan tulang kuda. Kuda yang dipotong tidak dipuasakan terlebih dahulu, padahal pemuasaan ternak sebelum dilakukan pemotongan adalah penting untuk mengurangi kontaminasi karkas dari saluran pencernaan. Rosmawati (2003) menyebutkan bahwa total bakteri baik Staphylococcus sp. maupun Esheria coli pada daging kuda di Kabupaten Jeneponto yang disimpan pada suhu normal, masing-masing 4,91±0,54 x10 7 dan 7,65±0,17x10 7 /gram daging. Total dari kedua jenis bakteri ini melebihi jumlah yang direkomendasikan oleh Standar Nasional Indonesia (2000) yang menyatakan bahwa kontaminasi bakteri tidak boleh lebih dari /gram daging. Sebelum dipotong penjatuhan kuda dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan ikatan tali pada keempat kakinya lalu ditarik sehingga kuda jatuh dan rebah diatas lantai. Namun sering terjadi kesulitan dalam menjatuhkan kuda karena tidak dilakukan pemuasaan dan pemingsanan terlebih dahulu. Soeparno (2005) menyebutkan bahwa ternak yang dipuasakan cenderung lebih tenang sehingga mudah ditangani dan tidak banyak terbanting atau terbentur benda keras pada saat penjatuhan. Pemotongan kuda dilakukan secara langsung setelah dijatuhkan dengan menyembelih pada bagian leher yaitu memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesofagus. Kuda disembelih dalam kondisi berbaring mengarah ke kiblat dan pemotong membaca basmalah sehingga daging yang dihasilkan dapat dikategorikan kedalam daging yang halal. Kuda yang telah disembelih disiram air untuk menjaga sanitasi, namun tidak dilakukan penggantungan ternak sehingga pengeluaran darahnya tidak maksimal. Pengeluaran darah dilakukan selama 20 menit setelah penyembelihan dengan membiarkan kuda dalam keadaan masih terbaring diatas lantai. Darah 33

13 yang keluar ditampung pada tempat penampungan khusus yang terbuat dari ban mobil besar. Proses selanjutnya adalah pemisahan kepala yang dilakukan dengan menggunakan kapak. Kaki depan dan kaki belakang dipotong mulai dari carpus ke metacarpus dan carpal ke metacarpal. Kuda yang telah disembelih dan sudah terpisah kepala dan kakinya, kemudian dilakukan pengulitan dengan menyayat bagian antara kaki belakang lalu ke bagian perut, kaki belakang, bahu, kaki depan dan bagian sekitar leher. Pengulitan ini dilakukan secara manual yaitu menggunakan pisau yang sangat tajam. Pengeluaran jeroan dilakukan dengan menyayat bagian diantara kaki belakang. Jeroan dikeluarkan secara perlahan agar perut tidak pecah dan isinya keluar yang dapat mengotori karkas. Jeroan yang telah terpisah dibersihkan pada tempat yang berbeda. Saluran pencernaan kuda masih banyak mengandung isi, yaitu air dan sisa makanan (feses) karena pemuasaan tidak dilakukan sebelum penyembelihan. Karkas kuda lalu dibelah menjadi dua bagian, bagian depan (bagian rusuk dan paha depan) dan belakang (bagian panggul dan paha belakang) lalu dilakukan deboning (pemisahan daging dari tulang). Daging yang dihasilkan ada empat bagian, yaitu bagian depan kiri, depan kanan, belakang kiri, dan belakang kanan. Tulang yang dihasilkan dari karkas adalah tulang rusuk, tulang panggul, tulang paha depan, dan tulang paha belakang. Daging yang dihasilkan tidak dilayukan terlebih dahulu melainkan langsung didistribusikan ke pasar atau industri-industri pengolahan daging kuda. Daging, tulang, jeroan, dan kepala kuda dijual ke pasar. Kulit tidak dipasarkan karena sudah ada pengolah kulit kuda yang mengambil kulit tiap harinya. Tulang dan kepala dijadikan bahan utama masakan konro kuda oleh masyarakat sedangkan daging diolah seperti mengolah daging sapi. Pendugaan Bobot Potong Kendala yang dihadapi dalam penelitian ini adalah keterbatasan alat khususnya timbangan sehingga bobot potong ternak penelitian diperoleh dari pendugaan bobot potong. Pendugaan dilakukan dengan menggunakan rumus Piliner, Selain itu, dilakukan pula penimbangan seluruh organ kuda untuk 34

14 memperoleh bobot potong recover yang selanjutnya dapat dibandingkan dengan hasil pendugaan bobot potong Piliner (1992). Tabel 7 memperlihatkan pendugaan bobot potong (Piliner, 1992) dan bobot potong recover. Tabel 7. Perbandingan Bobot Potong Recover dan Estimasi Bobot Badan Variabel Estimasi Bobot Badan Bobot Potong Recover Bias (kg) Umur I 2 244,00±66,70 153,99±29,58 94,63±39,64 I 3 253,22±58,81 155,93±25,48 101,97±39,16 I 4 251,28±52,13 156,66±25,95 99,32±32,86 Jeni Kelamin Jantan 246,63±63,70 155,47±28,44 95,82±38,21 Betina 250,59±55,78 155,39±26,23 99,86±35,70 Pemanfaatan Kuda Potong 251,52±59,41 155,76±27,58 91,53±37,30 Pekerja 246,71±59,69 155,18±27,05 95,76±34,93 Rataan 248,75±59,32 155,43±27,14 93,32±36,90 Tabel 7 memperlihatkan terdapat bias yang cukup tinggi (93,32±36,90 kg) antara bobot potong recover dengan pendugaan bobot badan menggunakan rumus Piliner (1992). Perbedaan ini dapat disebabkan ternak kuda yang digunakan dalam penelitian adalah kuda lokal Indonesia yang termasuk kedalam kuda poni dengan tinggi badan berkisar 1,15-1,35 m (Jacoebs, 1994). Ukuran kuda lokal Indonesia lebih kecil daripada kuda yang digunakan oleh Piliner (1992) yaitu jenis kuda Thoroughbred, Quarter, Standarbred, dan kuda Inggris lainnya yang memiliki ukuran tubuh dengan tinggi berkisar 1,55-1,65 m dan bobot badan berkisar kg (Ensminger, 1962). Berdasarkan hasil ini maka dalam penelitian ini digunakan bobot potong recover yang mendekati sebenarnya. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Potong Kuda yang akan dipotong tidak ditimbang terlebih dahulu karena tidak tersedianya timbangan besar untuk kuda sehingga bobot potong yang diperoleh adalah bobot potong recover (penjumlahan semua komponen tubuh ternak). Rataan bobot potong recover kuda saat penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8. 35

15 Tabel 8. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Potong Kuda Umur PK Pemanfaatan Kuda Potong Pekerja Umur X PK (kg) I 2 Jantan 153,52±28,56 155,69±31,12 154,51±29,04 Betina 154,59±29,78 151,84±34,59 153,37±31,05 I 3 Jantan 147,94±24,27 157,39±25,95 151,48±23,51 Betina 158,61±32,82 158,72±24,05 158,67±27,17 I 4 Jantan 158,40±31,36 159,45±33,56 158,79±31,08 Betina 153,88±23,55 157,73±20,30 155,11±22,15 JK x PK Jantan Betina Umur x PK I 2 I 3 I 4 154,29±28,11 155,02±26,60 154,00±28,42 153,76±28,38 155,69±26,41 Keterangan : Koefisien keragaman = 17,46% JK = Jenis Kelamin, PK = Pemanfaatan Kuda, I 2 = Umur 3-4 Thn, I 3 = 4-5 Thn, I 4 = ±5 Thn Tabel 8 menunjukkan bahwa umur, jenis kelamin, dan pemanfaatan kuda serta semua interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong. Rataan umum bobot potong dalam penelitian ini adalah 155,43±27,14 kg. Rataan bobot potong kuda meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Bobot potong kelompok umur I 2, I 3 dan I 4 masing-masing 153,99±29,58, 155,93±25,48, dan 156,66±25,95 kg. Hasil penelitian ini didukung oleh Tulloh (1978) yang menyatakan bobot potong akan meningkat 157,14±29,58 155,90±26,30 153,98±31,77 158,32±23,14 158,52±26,00 dengan bertambahnya umur. Pertambahan umur akan meningkatkan bobot komponen-komponen tubuh sampai fase dimana beberapa komponen tubuh akan melambat bahkan berhenti pertumbuhannya setelah mencapai kedewasaan. Rataan JK 155,47±28,44 155,39±26,23 Rataan Umur 153,99±29,58 155,93±25,48 156,66±25,95 Rataan PK 156,48±27,52 154,68±27,08 155,43±27,14 Bobot potong kuda potong (156,48±27,52 kg) tidak beda nyata dengan kuda pekerja (154,68±27,08 kg) begitupun dengan jenis kelamin. Bobot potong kuda jantan (155,47±28,44 kg) tidak beda nyata dengan kuda betina (155,39±26,23 kg). Kuda potong dipelihara oleh pemilik dengan tujuan khusus dipotong untuk menghasilkan daging sehingga tidak dipekerjakan. Energi yang diperoleh dari pakan didistribusikan untuk pertumbuhan dan perkembangan komponen tubuh. Hal yang berbeda terjadi pada kuda pekerja yang mana kuda kuda pekerja tersebut dipelihara oleh pemilik untuk dimanfaatkan tenaganya 36

16 sebagai sarana transportasi. Energi yang diperoleh dari pakan sebahagian didistribusikan untuk tenaga yang digunakan untuk menarik delman. Namun, koefisien keragaman yang tinggi (17,46%) menyebabkan tidak berbeda nyatanya bobot potong yang diperoleh pada tipe kuda yang berbeda. Short (1980) menyatakan bahwa hormon kelamin memberi pengaruh yang menonjol terhadap pertambahan bobot badan ternak yang sekaligus memberikan perbedaan bobot dan persentase karkas. Padang (2005); Chaniago dan Boyes (1980) menyatakan bahwa jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Jenis kelamin jantan memiliki performa produksi (pertambahan bobot badan, konsumsi bahan kering dan efisiensi penggunaan pakan) dan status faal (suhu tubuh, respirasi dan pulsus) yang lebih tinggi dibanding ternak betina. Bobot potong recover kuda penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada jenis kelamin yang berbeda yang disebabkan oleh tingginya keragaman yaitu 17,46%. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot dan Persentase Karkas Bobot karkas merupakan salah satu indikator untuk dapat melihat kualitas karkas. Pengaruh perlakuan terhadap bobot karkas kuda dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Karkas Kuda Umur JK Pemanfaatan Kuda Potong Pekerja Umur x JK (%) I 2 Jantan 91,08±18,44 90,90±20,42 91,00±18,89 Betina 94,95±20,29 91,75±24,10 93,53±21,44 I 3 Jantan 87,10±14,95 91,83±17,29 88,87±14,85 Betina 101,70±21,50 94,65±16,51 97,36±18,05 I 4 Jantan 94,45±21,45 92,17±23,73 93,59±21,57 Betina 95,49±15,38 96,00±13,34 95,65±14,44 JK x PK Rataan JK Jantan 91,59±18,56 91,45±19,96 91,53±18,93 Betina 96,34±17,65 94,05±17,78 95,35±17,66 Umur x PK Rataan Umur I 2 92,84±18,93 91,28±21,45 92,14±19,85 I 3 94,40±19,08 93,88±15,88 94,13±17,03 I 4 95,07±17,63 94,23±18,19 94,78±17,55 Rataan PK 94,09±18,09 92,87±18,27 93,57±18,27 Keterangan : Koefisien keragaman = 19,53% JK = Jenis Kelamin, PK = Pemanfaatan Kuda, I 2 = Umur 3-4 Thn, I 3 = 4-5 Thn, I 4 = ±5 Thn 37

17 Ternak pada umumnya mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dimana pada fase permulaan kelahiran (post natal) diarahkan kepada pertumbuhan dan perkembangan organ-organ pencernaan, sirkulasi/respirasi dan sistem saraf. Ternak yang dipotong pada fase pertumbuhan dan perkembangan komponen fisik karkas yang telah optimum maka bobot karkas yang dihasilkan juga akan mengalami peningkatan. Analisis keragaman memperlihatkan bahwa faktor umur, jenis kelamin dan pemanfaatan kuda serta berbagai interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot karkas kuda. Rataan umum bobot karkas kuda pada penelitian adalah 93,57±18,27 kg. Rataan bobot potong ini jauh lebih rendah daripada rataan bobot potong yang biasanya dipotong di Spanyol (270,94 kg). Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh bangsa kuda. Bangsa kuda penelitian merupakan kuda lokal Indonesia yang morfometrik tubuhnya lebih kecil daripada kuda Spanyol, yaitu Burguete. Kuda Burguete merupakan kuda tipe ringan dengan berat 460 kg (Sarries dan Beriain, 2005). Rataan bobot karkas kuda yang diperoleh dari penelitian menunjukkan peningkatan pada tiap kelompok umur. Bobot potong karkas kuda pada kelompok umur I 2, I 3, dan I 4 masing-masing adalah 92,14±19,85, 94,13±17,03, dan 94,78±17,55 kg. Rataan bobot karkas kuda potong dan pekerja masing-masing adalah 94,09±18,09 dan 92,87±18,27 kg. Besarnya keragaman dari bobot karkas kuda yang dipotong pada penelitian ini yaitu 19,53% mengakibatkan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Bobot karkas kuda mengalami peningkatan dengan bertambahnya bobot potong sesuai dengan Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa bobot karkas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bobot potong dimana lemak jeroan juga meningkat dengan laju pertumbuhan yang tetap. Terdapat hubungan yang erat antara bobot karkas dan komponen-komponennya dengan bobot tubuh Karkas dapat pula dinyatakan dalam persentase karkas, yaitu perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong (Forrest et al., 1975; Tulloh, 1978). Tabel 10 menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap persentase karkas kuda selama penelitian. 38

18 Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Karkas Kuda Umur JK Pemanfaatan Kuda Potong Pekerja Umur x JK (%) I 2 Jantan 61,99±1,29 58,69±1,99 60,49±1,69 Betina 61,93±1,37 59,17±2,66 60,71±2,08 I 3 Jantan 57,59±0,75 61,35±1,45 58,99±1,02 Betina 57,80±1,24 63,08±1,21 60,64±1,71 I 4 Jantan 59,92±1,84 58,01±3,43 59,21±2,66 Betina 61,13±1,37 60,20±0,96 60,84±1,37 JK x PK Rataan JK Jantan 60,41±1,41 58,89±2,38 59,78±1,96 B Betina 60,75±1,36 60,74±1,82 60,74±1,63 A Umur x PK Rataan Umur I 2 57,70±1,66 58,90±2,45 58,39±2,12 I 3 60,65±2,05 59,19±2,99 60,02±2,44 I 4 61,97±1,68 62,56±1,90 60,15±1,73 Rataan PK 60,59±1,86 A 59,88±2,52 B 60,29±2,22 Superscript huruf kapital yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menandakan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) Keterangan : Koefisien keragaman = 3,59% JK = Jenis Kelamin, PK = Pemanfaatan Kuda, I 2 = Umur 3-4 Thn, I 3 = 4-5 Thn, I 4 = ±5 Thn Tabel 10 memperlihatkan rataan persentase karkas kuda penelitian adalah 60,29±2,22%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor umur dan berbagai interaksinya tidak berbeda nyata terhadap persentase karkas kuda dimana persentase karkas kuda kelompok umur I 2, I 3, dan I 4 masing-masing 58,39±2,12, 60,02±2,44, dan 60,15±1,73%. Secara umum, persentase karkas dalam kelompok umur yang berbeda mengindikasikan bahwa bobot potong dan persentase karkas memiliki korelasi positif, hal ini sesuai dengan pernyataan Devendra (1983) bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot dan kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum, umur, jenis kelamin, dan kastrasi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis kelamin berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase karkas kuda begitupun dengan pemanfaatan kuda yang mana kuda potong (60,59±1,86%) memiliki persentase karkas yang sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada kuda pekerja (59,88 ± 2,52%). Perbedaan ini disebabkan pemeliharaan khusus yang dilakukan untuk 39

19 kuda potong karena akan dipotong untuk menghasilkan daging dan tidak digunakan bekerja. Persentase karkas kuda betina sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi (60,74±1,63%) daripada jantan (59,78±1,96%). Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Sarries dan Beriain (2005) dimana persentase karkas kuda yang dipotong pada umur 16 bulan pada betina (63,88%) lebih tinggi daripada jantan (63,43%). Lemak pada kuda betina diduga lebih tinggi dibandingkan dengan kuda jantan yang mana dalam penelitian ini terhitung sebagai bagian dari karkas. Lemak pada betina dipicu oleh adanya hormon estrogen. Persentase karkas pada ternak betina yang lebih tinggi juga terjadi pada hasil penelitian Padang dan Irmawaty (2007) dimana kambing kacang betina memiliki persentase karkas yang sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan kambing kacang jantan. Tingginya persentase karkas betina disebabkan oleh adanya pengaruh hormon terhadap produktivitas ternak terutama hormon-hormon kelamin, seperti testosteron pada ternak jantan dan hormon progesteron pada ternak betina. Hormon yang paling menonjol pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan ternak adalah hormon estrogen dan testosteron. Hormon estrogen dapat menghambat pertumbuhan tulang, sehingga ternak betina memiliki kerangka tubuh yang lebih kecil dibanding kerangka ternak jantan, akan tetapi hormon estrogen dapat memacu pertumbuhan lemak tubuh, karena itu ternak betina akan menimbun lemak dalam tubuhnya lebih tinggi dibanding ternak jantan. Sebaliknya hormon testosteron dapat memacu pertumbuhan tulang dan menekan pertumbuhan lemak tubuh. Olehnya, persentase karkas ternak betina lebih tinggi dibanding persentase karkas ternak jantan (Turner dan Bagnara, 1976; Edey et al., 1981). Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Daging Kuda Persentase daging merupakan perbandingan antara bobot daging dengan bobot karkas (Kempster et al., 1982). Pengaruh perlakuan terhadap persentase daging kuda dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan rataan persentase daging kuda untuk tiap perlakuan. Rataan umum persentase daging kuda pada penelitian ini adalah 67,73 ± 6,02%. Hasil analisis ragam memperlihatkan tidak ada perbedaan yang nyata 40

20 untuk setiap interaksi dari faktor jenis kelamin dengan pemanfaatan kuda, jenis kelamin dengan umur, pemanfaatan kuda dengan umur serta jenis kelamin dengan umur dan pemanfaatan kuda terhadap persentase daging kuda. Tabel 11. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Daging Kuda Umur JK Pemanfaatan Kuda Potong Pekerja Umur x JK (%) I 2 Jantan 63,33±7,87 64,79±4,41 63,99±6,43 Betina 65,02±5,51 65,41±3,86 65,19±4,70 I 3 Jantan 68,95±5,53 67,72±4,70 68,49±4,92 Betina 69,46±4,72 68,81±4,57 67,74±5,36 I 4 Jantan 68,99±5,93 65,65±3,82 67,74±5,36 Betina 73,23±5,22 70,79±4,29 72,46±4,98 JK x PK Rataan JK Jantan 66,47±7,16 65,52±4,17 66,08±6,06 Betina 69,85±6,25 68,20±4,64 69,17±5,65 Umur x PK Rataan Umur I 2 64,18±6,79 65,06±4,07 64,53±5,68 B I 3 69,23±4,84 68,48±4,38 68,87±4,53 AB I 4 71,54±5,790 68,42±4,74 70,47±5,59 A Rataan PK 68,28±6,84 66,96±4,58 67,73±6,02 Superscript pada kolom yang sama menandakan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) Keterangan : Koefisien keragaman = 8,89% JK = Jenis Kelamin, PK = Tipe Kuda, I 2 = Umur 3-4 Thn, I 3 = 4-5 Thn, I 4 = ±5 Thn Persentase daging untuk kuda betina dan jantan masing-masing 69,17±5,65 dan 66,08±6,06%. Rataan ini berbanding lurus dengan persentase karkas yang juga lebih tinggi pada kuda betina daripada kuda jantan. Jones et al. (1983) menjelaskan bahwa jenis kelamin bisa tidak berpengaruh nyata terhadap komponen karkas, termasuk distribusi tulang, daging dan lemak. Perbedaan komposisi karkas karena jenis kelamin dapat terjadi setelah mencapai fase pertumbuhan penggemukan. Sama halnya dengan jenis kelamin, faktor pemanfaatan kuda juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap persentase daging. Persentase daging pada kuda potong dan pekerja masingmasing adalah 68,28±6,84 dan 66,96±4,57, hasil ini berbanding lurus dengan persentase karkas pada Tabel 8. Faktor umur berpengaruh sangat nyata (P<0,01) antara kelompok umur I 2 (64,53±5,68%) dengan I 4 (70,47±5,59%) namun tidak berbeda nyata dengan I 3 41

21 (68,87±4,52%). Persentase daging kuda meningkat seiring bertambahnya umur potong. Hasil penelitian ini didukung dengan pendapat Hedrick (1968) yang menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan organ-organ serta komponen lainnya seperti otot dipengaruhi oleh bertambahnya umur. Komponen lemak selain lemak sub kutan dalam penelitian ini penimbangannya tidak dipisahkan dengan daging sehingga lemak terhitung dalam komponen daging. Hal ini menyebabkan persentase daging kuda pada tiap umur berbeda nyata sesuai dengan pernyataan Wilson et al. (1981) bahwa proporsi lemak semakin meningkat dengan bertambahnya umur sehingga mempengaruhi persentase karkas dan komponennya. Dalam hal ini, persentase daging yang meningkat seiring bertambahnya umur dipengaruhi oleh proporsi lemak yang bertambah. Distribusi Daging Kuda Daging hasil pemotongan kuda di Kabupaten Jeneponto dibagi menjadi empat bagian, yaitu daging bagian depan (kiri dan kanan) dan bagian belakang (kiri dan kanan). Daging kuda bagian depan meliputi daging bahu dan daging yang melekat pada tulang rusuk. Daging kuda bagian belakang meliputi daging paha. Distribusi daging kuda pada bobot karkas yang sama dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi Daging Kuda pada Bobot Karkas yang Sama (76 Kg) Peubah Distribusi Daging Bagian Depan Bagian Belakang (Kg) Pemanfaatan Kuda Potong 28,50±3,00 20,12±1,44 Pekerja 31,67±2,52 21,33±1,54 Jenis Kelamin Jantan 29,00±3,00 20,17±1,75 Betina 30,50±3,41 21,00±1,15 Umur I 2 28,50±2,83 20,00 I 3 30,50±2,12 21,00±1,41 I 4 30,66±4,16 20,83±2,02 Rataan 29,86±3,08 A 20,64±1,37 B Superscript pada baris yang sama menandakan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) 42

22 Tabel 12 menunjukkan distribusi daging pada bobot karkas kuda yang sama yaitu 76 kg. Bobot karkas ini dipilih karena memenuhi ulangan yang diinginkan yaitu lebih daripada dua kali ulangan pada umur, jenis kelamin dan pemanfaatan kuda. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa distribusi daging kuda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot daging bagian depan dan belakang. Namun, pada bagian yang sama, umur, jenis kelamin dan pemanfaatan kuda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot daging. Rataan umum daging kuda pada bagian depan (29,86±3,08 kg) sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada bagian belakang (20,64±1,37 kg). Perbedaan ini dipengaruhi oleh proses pemisahan daging dari tulang (deboning). Deboning untuk ternak kuda yang dilakukan di daerah ini tidak mengikuti potongan komersial seperti pada ternak sapi atau domba melainkan hanya membagi menjadi dua, yaitu bagian depan dan bagian belakang lalu dibagi dua lagi menjadi bagian depan kanan dan kiri serta bagian belakang kanan dan kiri. Daging kuda bagian depan, meliputi chuck, brisket, shank, rib, shortloin dan sebagian flank. Daging belakang meliputi sirloin, sebagian flank, sirloin, tenderloin, top and bottom sirloin, round, dan shank. Pembagian ini menyebabkan proporsi daging kuda bagian depan lebih banyak daripada bagian belakang sehingga hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Tulang Tulang adalah jaringan pembentuk kerangka tubuh yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ternak. Menurut Pulungan dan Rangkuti (1981), pertumbuhan tulang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bobot karkas atau dengan kata lain persentase tulang berkurang dengan meningkatnya karkas. Tulang merupakan komponen karkas yang tumbuh paling dini, tapi tulang merupakan komponen karkas yang memiliki pertumbuhan yang lambat. Persentase tulang diperoleh dari perbandingan bobot tulang dengan bobot karkas. Pengaruh perlakuan terhadap persentase tulang dapat dilihat pada Tabel 13. Persentase tulang kuda pada penelitian ini adalah 32,27±6,02%. Analisis ragam memperlihatkan bahwa faktor pemanfaatan kuda dan berbagai interaksinya 43

23 tidak berpengaruh nyata terhadap persentase tulang kuda. Rataan persentase tulang untuk kuda potong adalah 31,72 ± 6,84% dan kuda pekerja 33,04 ± 4,58%. Tabel 13. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Tulang Kuda Umur Jenis Pemanfaatan Kuda Kelamin Potong Pekerja Umur X JK (%) I 2 Jantan 35,21 ± 4,41 36,67 ± 7,87 36,00 ± 6,43 Betina 34,59 ± 3,86 34,98 ± 5,50 34,81 ± 4,71 I 3 Jantan 31,19 ± 4,57 31,05 ± 5,53 31,51 ± 4,92 Betina 34,45 ± 3,82 30,05 ± 4,71 30,89 ± 4,45 I 4 Jantan 29,21 ± 4,29 31,01 ± 5,92 32,26 ± 5,36 Betina 29,21 ± 4,29 26,78 ± 5,22 27,54 ± 4,98 JK x PK Keterangan : Superscript pada kolom yang sama menandakan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada rataan umur dan nyata (P<0,05) pada jenis kelamin Koefisien keragaman = 18,65% JK = Jenis Kelamin, PK = Pemanfaatan Kuda, I 2 = Umur 3-4 Thn, I 3 = 4-5 Thn, I 4 = ±5 Thn Rataan persentase tulang untuk kuda jantan (34,92±6,06%) nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada betina (29,83±5,65%). Perbedaan ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Hormon estrogen pada betina dapat menghambat pertumbuhan tulang, akan tetapi hormon estrogen dapat memacu pertumbuhan lemak tubuh, karena itu ternak betina akan menimbun lemak dalam tubuhnya lebih tinggi dibanding ternak jantan. Sebaliknya hormon testosteron dapat memacu pertumbuhan tulang dan menekan pertumbuhan lemak tubuh sehingga ternak betina memiliki kerangka yang lebih kecil daripada ternak jantan (Turner dan Bagnara, 1976). Rataan JK Jantan 34,53 ± 7,16 35,47 ± 4,17 34,92 ± 6,06 a Betina 29,15 ± 6,25 30,80 ± 4,64 29,83 ± 5,65 b Umur x PK Rataan Umur I 2 35,90 ± 6,79 34,93 ± 4,07 35,47 ± 5,68 A I 3 30,77 ± 4,84 31,52 ±4,38 31,13 ± 4,53 AB I 4 28,46 ± 5,79 31,58 ± 4,74 29,53 ± 5,59 B Rataan PK 31,72 ± 6,84 33,04 ± 4,58 32,27 ± 6,02 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok umur kuda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase tulang. Persentase tulang pada kelompok umur I 2 (35,47±5,68%) sangat nyata lebih tinggi daripada kelompok umur I 4 (29,53± 5,95%) tetapi keduanya tidak berbeda dengan kelompok umur I 3 44

24 (31,13±4,52%). Hasil penelitian ini didukung dengan pernyataan Berg dan Butterfield (1976) bahwa persentase tulang pada kelompok umur yang lebih tua lebih rendah daripada kelompok umur yang muda, karena pertumbuhan tulang sangat cepat pada masa awal pertumbuhan, kemudian setelah pubertas, laju pertumbuhannya menjadi sangat lambat. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Non Karkas Komponen non karkas kuda yang dimaksud pada penelitian ini adalah kepala, leher, kaki bagian carpus ke meta carpus dan carpal ke meta karpal, kulit, dan tulang. Persentase non karkas kuda dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Non Karkas Umur JK Pemanfaatan Kuda Potong Pekerja Umur X JK (%) I 2 Jantan 38,99±1,29 40,09±1,98 39,49±1,70 Betina 36,89±1,37 38,15±2,66 37,45±2,08 I 3 Jantan 39,36±0,75 39,99±1,46 39,59±1,02 Betina 36,63±1,31 37,03±1,14 36,88±1,17 I 4 Jantan 38,82±1,84 40,95±3,43 39,62±2,67 Betina 36,09±1,37 37,32±0,97 36,48±1,37 JK x PK JK Jantan 36,53±1,38 39,29±1,39 37,67±1,94 B Betina 37,44±1,55 40,11±2,51 38,54±2,39 A Umur x PK Umur I 2 37,27±1,80 40,70±2,29 38,81±2,64 A I 3 36,15±1,05 38,51±1,78 37,27±1,86 AB I 4 37,16±1,36 39,32±1,37 37,90±1,70 B Rataan PK 37,01 ± 1,53 B 39,73±2,09 A 38,14 ± 2,22 Keterangan : JK = Jenis Kelamin, PK = Pemanfaatan Kuda, I 2 = Umur 3-4 Thn, I 3 = 4-5 Thn, I 4 = ±5 Thn Superskript pada baris dan kolom yang sama menandakan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Rataan umum persentase non karkas pada penelitian ini adalah 38,14±2,22%. Analisis ragam memperlihatkan bahwa interaksi tiap faktor tidak berpengaruh nyata terhadap persentase non karkas kuda kecuali pada faktor umur, jenis kelamin dan pemanfaatan kuda. Kuda betina (38,54±2,39%) memiliki persentase non karkas yang sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada jantan (37,67±1,94%). Kuda pekerja (39,73±2,09%) memiliki persentase non karkas yang sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada kuda potong (37,01±1,53%). Persentase non karkas pada kelompok umur I 2 (38,81±2,64%) sangat nyata lebih 45

25 tinggi daripada kelompok umur I 4 (37,90±1,70%) tetapi keduanya tidak berbeda nyata dengan persentase non karkas kelompok umur I 3 (37,27±1,86%). Perbedaan persentase non karkas pada ternak kuda saat penelitian disebabkan oleh persentase karkas yang berbeda nyata (P<0,01) terhadap jenis kelamin dan pemanfaatan kuda. Persentase karkas pada kuda betina lebih tinggi daripada jantan. Kuda potong juga memiliki persentase karkas yang lebih tinggi daripada kuda pekerja. Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa persentase karkas biasanya meningkat seiring dengan bertambahnya bobot tubuh, namun persentase non karkas akan menurun. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Herman (1981) yang menyatakan bahwa persentase karkas domba pada umumnya bertambah dengan meningkatnya bobot potong dan persentase karkas, namun persentase non karkas dan isi saluran pencernaan akan berkurang. 46

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai September 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai produksi karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan lepas sapih yang digemukkan dengan imbangan protein dan energi pakan berbeda dilaksanakan mulai bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di kandang Lapangan Percobaan, Blok B Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak domba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Domba Penelitian.

Gambar 1. Domba Penelitian. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B) dan Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Juni sampai dengan September 2011. Pengolahan minyak ikan Lemuru ke dalam bentuk Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Lebih terperinci

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien HASIL DAN PEMBAHASAN Tumbuh-Kembang Karkas dan Komponennya Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien pertumbuhan relatif (b) terhadap bobot tubuh kosong yang nyata lebih tinggi (1,1782)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan peternak serta mampu meningkatkan gizi masyarakat. Pengelolaan usaha

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda (Growth and Carcass Physical Components of Thin Tail Rams Fed on Different Levels of Rice Bran)

Lebih terperinci

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD C.M. SRI LESTARI, J.A. PRAWOTO DAN ZACKY GAZALA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK Edible portion dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu

METODE. Lokasi dan Waktu METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang berada di desa Tajur Kecamatan Citeureup, Bogor. Penelitian dilakukan selama 9 minggu mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging khususnya daging sapi di Propinsi Sumatera Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat

Lebih terperinci

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor Judul : Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor Narasumber : Ir. Yohanis Umbu Laiya Sobang, M.Si Instansi : Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode 35 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret - Mei 2008 di Rumah Potong Hewan (RPH) Aldia-Kupang. Pengumpulan data pengukuran produktivitas karkas dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Assolihin Aqiqah bertempat di Jl. Gedebage Selatan, Kampung Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini lokasinya mudah ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ayam Kampung Unggul

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ayam Kampung Unggul III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek/Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) sebanyak 100 ekor yang dipelihara

Lebih terperinci

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK PERSENTASE EDIBLE PORTION DOMBA YANG DIBERI AMPAS TAHU KERING DENGAN ARAS YANG BERBEDA (Edible Portion Percentage of Rams Fed Different Levels of Dried Tofu By-product) D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R.

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Pendahuluan Dan makanlah makanan yang Halal lagi Baik dari apa yang

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Perlengkapan Domba yang digunakan untuk penelitian adalah Domba Garut jantan yearling (1-2 tahun). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di kelasnya. Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini sudah

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Domba dan kambing yang dipelihara di Kawasan Usaha Peternakan Berkah Sepuh Farm meliputi domba ekor tipis dan kambing kacang. Domba yang digunakan sebanyak 51 ekor

Lebih terperinci

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at : Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 123 132 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DAN EDIBLE PORTION PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 1 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Desember 015 sampai 31 Januari 016 di Rumah Pemotongan Hewan Sapi Jagalan, Surakarta, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Laboratorium Lapang Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merupakan laboratorium lapang yang terdiri dari empat buah bangunan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 2012 yang bertempat di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Sapi Pasundan Sapi Pasundan sebagai sapi lokal Jawa Barat sering disebut sebagai sapi kacang. Istilah sapi kacang merupakan predikat atas karakter kuantitatif yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119 45 120 52 Bujur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci