TUGAS AKHIR PERHITUNGAN SISTEM PENAHAN TANAH SOIL NAILING PADA PROYEK CITYLOFT, JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR PERHITUNGAN SISTEM PENAHAN TANAH SOIL NAILING PADA PROYEK CITYLOFT, JAKARTA"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR PERHITUNGAN SISTEM PENAHAN TANAH SOIL NAILING PADA PROYEK CITYLOFT, JAKARTA Skripsi / Tugas Akhir Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Strata I Program Studi Teknik Sipil Disusun Oleh : NAZUAR Pembimbing : Ir. DESIANA VIDAYANTI, MT PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008

2 Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Judul Tugas Akhir : PERHITUNGAN SISTEM PENAHAN TANAH SOIL NAILING PADA PROYEK CITYLOFT, JAKARTA Disusun Oleh : Nama : Nazuar Nomor Induk Mahasiswa : Jurusan / Program Studi : Teknik Sipil Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada sidang sarjana : Tanggal : 29 November 2008 Dosen Pembimbing Ir.Desiana Vidayanti, MT Koordinator Tugas Akhir Ketua Program Studi Teknik Sipil Ir. Edifrizal Darma, MT Ir. Mawardi Amin, MT

3 ABSTRAK PERHITUNGAN SISTEM PENAHAN TANAH SOIL NAILING PADA PROYEK CITYLOFT, JAKARTA, Nazuar, , Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. Dosen Pembimbing : Ir. Desiana Vidayanti, MT Soil nailing merupakan salah satu teknik untuk perkuatan, stabilitas, dan penahan galian tanah, dengan cara memasang sisipan (umumnya besi beton) dengan jarak yang rapat kedalam tanah, untuk membentuk stabilitas lokal. Soil nailing meningkatkan tahanan geser tanah untuk stabilisasi lereng dalam pekerjaan galian tanah dengan kedalaman tertentu. Soil nailing tidak begitu cocok untuk tanah sangat lembek (very soft cohesive soil) dan tanah pasir (Cohesionless Soil). Perhitungan sistem dinding penahan tanah soil nailing pada Proyek Cityloft, Jakarta mengunakan program bantu yaitu Snailz win 3.10 bertujuan untuk mengetahui faktor keamanan minimum dari stabilitas lereng. Perhitungan stabilitas lereng tanpa mengunakan soil nailing dengan metode Bishop didapatkan faktor keamanan (SF) = Sedangkan dengan program Snailz win 3.10 didapatkan rata rata faktor keamanan (SF) = Dalam desain soil nailing yang dipakai menggunakan nails BJTD 40 (fy = 400 Mpa), diameter nails 20 mm, diameter lubang bor 150 mm, panjang nails 12 meter 8 lapisan, kemiringan tulangan 15, jarak horizontal antar nails 1.25 meter, jarak vertical 1.25 meter dan tebal shotcrete 10 cm. Sehingga mendapatkan faktor keamanan (SF) = 1.40 (faktor keamanan minimum yang terkecil). Kata kunci : Perkuatan, stabilitas lereng, soil nailing, program Snail

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada ALLAH SWT, Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini merupakan prasyarat dalam menyelesaikan program studi Sarjana Strata Satu (S-1) pada jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana. Pada kesempatan yang pertama ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ir. Desiana Vidayanti, MT sebagai pembimbing, atas pengarahan, saran dan bimbingan serta pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama masa penyusunan Tugas Akhir ini. Rasa terima kasih yang setulus tulusnya juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana. Khususnya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang antara lain : 1. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan penuh baik moral maupun material dan tidak ada habis habisnya selalu mendoakan saya setiap hari 2. Bapak Ir. Muji Indarwanto, MM, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana 3. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana 4. Bapak Ir. Edifrizal Darma, MT selaku Ketua Koordinator Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana

5 5. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT selaku Pembimbing Akademik 6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana 7. Teman teman seperjuangan dalam penyusunan Tugas Akhir dan selalu saling memberikan dukungan 8. Ir. Agung Hari Nugroho, Ir Benedictus Benny Po yang telah banyak membantu dan memberikan masukan masukan yang sangat berharga 9. PT.Pratama Widya selaku Konsultan Soil Test pada proyek Cityloft, Jakarta 10. Seluruh pihak yang turut membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang karena keterbatasan tempat tidak dapat disebutkan satu persatu pada Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, 25 November 2008 Nazuar

6 DAFTAR ISI i DAFTAR ISI Halaman DOKOMEN PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI i v vi viii BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penulisan 1 I.2 Maksud dan Tujuan 3 I.3 Ruang Lingkup Pembahasan.. 3 I.4 Metode Penulisan 4 I.5 Sistematika Penulisan. 4 BAB II. STABILITAS LERENG II.1 Umum. 6 II.1.1 Tujuan Analisis Kestabilan Lereng 7 II.1.2 Jenis jenis Lereng 7 II Lereng Alam (Natural Slopes). 7 II Lereng Buatan (Engineered Slopes).. 7 II.1.3 Landslides (Kelongsoran).. 10

7 DAFTAR ISI ii II Jenis jenis Pergerakan Lanslides 11 II.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Lereng.. 15 II.1.5 Data Masukan dan Untuk Analisis Stabilitas Lereng.. 16 II Penyelidikan Tanah. 17 II.2 Teori Analisis Stabilitas Lereng.. 19 II.3 Analisis Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsor Datar 21 II.3.1 Lereng tak Terhingga (infinite slope).. 21 II Kondisi Tanpa Rembesan 22 II Kondisi dengan Rembesan. 25 II.3.2 Lereng Terbatas (Finite Slope) 27 II.4 Metode Irisan (Method of Slice). 30 II.4.1 Metode Fillinius.. 31 II.4.2 Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop Method) 33 II.5 Pencegahan Kelongsoran 38 BAB III. SOIL NAILING III.1 Umum. 40 III.2 Latar Belakang Teori Soil Nailing. 46 III.2.1 Nail. 49 III.2.2 Struktur Penutup Permukaan (Facing).. 50 III.3 Keuntungan dan Kerugian Soil Nailing 51 III.4 Beberapa Pertimbangan dalam Merencanakan Soil Nailing Wall.. 53

8 DAFTAR ISI iii III.4.1 Konfigurasi Dinding yang Diijinkan III.4.3 Umum Konstruksi yang direncanakan.. 55 III.4.4 Sistem Drainase yang dibutuhkan. 55 III.5 Metode Perencanaan.. 56 III.5.1 Metode Davis. 57 III.5.2 Metode Modified Davis. 60 III.5.3 Metode Perancis. 62 III.5.4 Metode Kinematik.. 66 III.5.5 Metode Caltrans. 71 III.5.6 Berbagai Metode Diaplikasikan Program Komputer 77 III.5.7 Ketidak-konsistensi-an (Inconsistencies) Pada Metode Perencanaan. 78 III.6 Sistem Perencanaan Soil Nailing Wall.. 79 III.6.1 Metode Empiris.. 79 III.6.2 Stabilitas Global 83 III.6.3 Stabilitas Dalam. 84 III.7 Metode Pelaksanaan Konstruksi 84 III.7.1 Prosedur Pelaksanaan Konstruksi pada Soil Nailing 88 III.8 Manual Program SNAIL WIN Ver III.8. Dasar Teori 93 III.8.2 Kelebihan Program SNAILWIN Ver III.8.3 Langkah langkah menjalankan Program SNAILWIN.. 94

9 DAFTAR ISI iv BAB IV STUDI KASUS IV.1 Pendahuluan 113 IV.2 Data kondisi tanah IV.3 Disain soil nailing ( Trial & error ). 116 IV.4 Perhitungan secara manual. 117 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan V.2 Saran. 127 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL v DAFTAR TABEL Halaman Tabel II.1 Velocity Class.. 11 Tabel III.1 Rangkuman metode desain system Soil Nailing.. 91 Tabel IV.1 Perhitungan massa longsor di bagi menjadi 15 irisan

11 DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar II.1 Runtuhan Gambar II.2 Pengelupasan Gambar II.3 Longsoran Gambar II.4 Sebaran Gambar II.5 Aliran Gambar II.6 Lereng tak terhingga tanpa aliran air rembesan.. 22 Gambar II.7 Lereng tak terhinnga dipengaruhi aliran rembesan.. 26 Gambar II.8 Analisis stabilitas timbunan di atas tanah miring. 28 Gambar II.9 Gaya gaya yang bekerja pada irisan.. 31 Gambar II.10 Diagram untuk menetukan M, (Janbu dkk, 1965). 37 Gambar II.11 Kontur faktor aman 38 Gambar III.1 Beberapa metode perkuatan.. 42 Gambar III.2 Pemakuan tanah (Soil Nailing) untuk stabilitas galian Gambar III.3 Pemakuan tanah (Soil Nailing) untuk stabilitas lereng alam.. 44 Gambar III.4 Interaksi tanah tulangan pada stabilitas lereng Dengan sistem Soil Nailing (pemakuan tanah) 45 Gambar III.5 Material dan zone Soil Nailing. 47 Gambar III.6 Kegagalan dalam (internal failure) pada soil nailing wall 49 Gambar III.7 Kegagalan luar (external failure) pada soil nailing wall a.gelincir b.miring c. Kelongsoran (slip failure) 50 Gambar III.8 Tahap pelaksanaan Soil Nailing. 51 Gambar III.9 Metode Davis.. 58 Teknik Sipil. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.

12 DAFTAR GAMBAR vii Gambar III.10 Metode Jerman ( Dari Elias dan Juran 1991 ).. 61 Gambar III.11 Metode Perancis ( Dari Elias dan Juran 1991 ) 63 Gambar III.12 Metode Kenematik ( Dari Elias dan Juran, 1991). 67 Gambar III.13 Gaya-gaya yang bekerja beserta arahnya pada irisan bi-linier 73 Gambar III.14 Gaya-gaya yang bekerja beserta arahnya pada keadaan fasif 75 Gambar III.15 Properti tanah untuk irisan pada system dua lapis tanah 77 Gambar III.16 Rasio panjang pada metode empiris Soil Nailing Gambar III.17 Rasio lekatan/bond metode empiris Soil Nailing 82 Gambar III.18 Rasio kekuatan/strength metode empiris Soil Nailing 82 Gambar III.19 Grafik metode Modified Davis 83 Gambar III.20 Tahapan pekerjaan Soil Nailing. 87 Gambar III.21 Photo Pelaksanaan Soil Nailing. 88 Gambar III.22 Bagian-bagian Soil Nailing 90 Gambar III.23 Wall Geometry 99 Gambar III.24 Reinforcement Parameters. 102 Gambar III.25 Slope Below The wall Gambar III.26 Search Grid pattern Node Gambar III.27 Surcharge 109 Gambar IV.a Denah lokasi soil nailing dan open cut Gambar IV.b Potongan tanah pada BH Gambar IV.c Hasil output Snail tanpa menggunakan soil nailing 117 Gambar IV.d Perhitungan metode irisan Bishop Gambar IV.e Pengukuran sudut jari jari titik berat setiap irisan Gambar IV.f Disain soil nailing pemodelan pertama Teknik Sipil. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.

13 DAFTAR NOTASI viii DAFTAR NOTASI A s = Luas penampang nail a i b = Panjang bagian lingkaran pada irisan ke i = Lebar irisan b i β c' C' c c' = Lebar irisan ke i = Sudut lereng tanah = Koefisien kohesi terfaktor = Kohesi yang dimobilisasi = Kohesi = Kohesi tanah efektif D g D = Diameter lubang grout = Diameter nail D b d = Diameter dari nail = Diameter lubang nail untuk rasio lekatan/bond d bar d E E 1,E 2 = Diameter nail untuk rasio kekuatan/strength = Ketebalan shotcrete = Modulus elastisitas nail = Gaya gempa pada masing masing irisan, termasuk komponen horizontal (K H ) dan vertical (K V ) f y = Tegangan leleh yang diizinkan

14 DAFTAR NOTASI ix FK m FK FK p = Faktor keamanan sehubungan dengan lentur plastis = Faktor keamanan = Faktor keamanan untuk kegagalan nail tercabut keluar F 1 F H = Tegangan geser leteral batas pada antar muka nail-tanah = Faktor aman = Tinggi dari dinding penahan H c h I = kedalaman maksimum / tinggi lereng kritis = Tinggi irisan rata rata = Momen inersia dari nail l 3 = Panjang tegak irisan l 1, l 2 = Panjang dasar bidang runtuh pada masing masing irisan K h L L Lw = Modulus subgrade/lapisan bawah horizontal dari tanah = Panjang dari nail = Jarak antar paku = Submerged length (panjang yang terendam air) L T = Panjang dari permukaan runtuh L a = Panjang lekatan nail di daerah tahanan L o = Panjang penyaluran dari nail l 1W, l 2W = Subrerged length (panjang yang terendam air) dasar bidang runtuh masing masing irisan M p = Momen maksimum yang diijinkan pada nail

15 DAFTAR NOTASI x N 2' = Gaya reaksi normal pada elemen 1 di tambah dengan komponen gaya normal dari nail, T N atau N 2' =N 2 + T N N = Jumlah irisan N 1 = Gaya sisi horizontal antara elemen 1 dan elemen 2 N 3 = Gaya reaksi normal pada elemen 2 PS P P R R 1,R 2 = Punching Shear Capacity = Passive Force = Tekanan pasif pada nail = Jari-jari lingkaran bidang longsor = Resultan gaya geser pada dasar masing masing irisan R 3 = Resultan gaya geser antar sisi irisan R n = Tegangan tarik dari nail R c = Tegangan geser dari nail r u S S = Nilai banding dari tekanan pori = Jarak antar nail = Panjang nail pada daerah aktif S v = Jarak vertical antar nail S h = Jarak horizontal antar nail S 1 = Gaya tangensial vertical antara elemen 1 dan elemen 2 T = Kekuatan paku maksimum T max = Gaya tarik maksimum nail

16 DAFTAR NOTASI xi T T'N 1, T'N 2 u = Gaya tarik yang timbul pada nail = Jumlah gaya tarik tulangan pada masing-masing irisan = Tekanan air pori u i V W = Tekanan air pori pada irisan ke i = Gaya geser yang timbul pada nail = Berat tanah diatas bidang longsor W i = Berat massa tanah irisan ke i W 2 = Berat dari elemen 2 W 1 = Berat dari elemen 1 W 1, W 2 = Berat irisan θ i = Sudut yang didefinisikan θ 1, θ 2 Ø' Φ Φ' α α α = Sudut bidang runtuh masing masing irisan terhadap bidang horizontal = Sudut geser dalam tanah efektif = Sudut geser dalam dari tanah = Sudut geser yang dimobilisasi = Sudut tulangan terhadap bidang horizontal = Sudut kemiringan lereng / sudut longsor terhadap horizontal = Sudut yang dibentuk antara nail dengan permukaan lereng α 5 = Kemiringan permukaan runtuh pada dasar elemen 2 α 3 = Kemiringan permukaan runtuh pada dasar elemen 1 φ 1' = Sudut α terfaktor (φ/fk) untuk elemen 1

17 DAFTAR NOTASI xii φ 2' = Sudut α terfaktor untuk elemen 2 σ = Tegangan normal σ a σ' Ψ γ γ' = Kemiringan dari permukaan runtuh potensial = Tegangan normal efektif = Sudut gaya gempa terhadap bidang horizontal = Berat volume tanah = Berat volume efektif tanah γ sat τ = Berat volume efektif tanah = Tahanan geser τ d = Tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor τ ult = Tegangan geser lateral batas pada muka nail- tanah

18 Bab I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil nailing merupakan salah satu teknik untuk perkuatan, stabilitas, dan penahan galian tanah, dengan cara memasang sisipan (umumnya besi beton) dengan jarak yang rapat kedalam tanah, untuk membentuk stabilitas lokal. Soil nailing meningkatkan tahanan geser tanah untuk stabilisasi lereng dalam pekerjaan galian tanah dengan kedalaman tertentu. Pengerjaan soil nailing bukan hanya dilaksanakan pada lereng jalan, atau perumahan berbukit yang mempunyai lereng curam, tetapi juga untuk pembangunan gedung bertingkat. Semakin banyak gedung-gedung bertingkat, maka kapasitas lahan yang disediakan juga meningkat. Mengingat terbatasnya dan mahalnya lahan, maka alternatif yang paling tepat untuk pemanfaatan lahan adalah pembuatan basement (lantai dibawah tanah) yang pada umumnya digunakan untuk sarana parkir kendaraan. Tidak sedikit bangunan yang mempunyai basement 2 hingga 4 lapis dibawah permukaan tanah. Semakin banyak basement yang akan dibuat, semakin banyak pula galian yang harus dilakukan. Salah satu kendala dalam melakukan pekerjaan galian adalah resiko kelongsoran pada dinding penahan tanah, cara salah satu metode mendesain dinding penahan tanah yang lebih ekonomis adalah dengan cara soil nailing. Dalam pelaksanaan soil nailing ini perlu dilakukan penurunan muka air tanah (MAT) terlebih dahulu, dengan cara pemompaan ataupun cara Universitas Mercu Buana

19 Bab I PENDAHULUAN 2 lainnya agar dalam melaksanakan pekerjaan tidak terganggu oleh adanya air. Penurunan muka air tanah (MAT) tersebut biasa dikenal dengan sistem dewatering yang merupakan proses untuk menurunkan muka air tanah (MAT) pada suatu daerah area pekerjaan konstruksi. Sistem konstruksi perkuatan tanah untuk lereng yang selama ini kita kenal beton/baja (sheet piles), contiquos Bored Pile (soldier piles). Bila galiannya lebih dalam, maka bisa diperkuat dengan ground anchor dan diaphragma wall yang sudah sering digunakan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Seiring dengan perkembangan teknologi konstruksi juga tuntutan terhadap metode yang relatif lebih efisien dan sederhana pelaksanaannya, dan ekonomis (ditinjau dari aspek-aspek tertentu) maka sekitar tahun 1970-an telah dikembangkan di Eropa dan Amerika suatu sistem perkuatan tanah yang kemudian dikenal sebagai soil nailing Maksud dan Tujuan Maksud dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kestabilan suatu lereng, untuk mendapatkan faktor keamanan minimum, sebagai penentu tingkat kestabilan suatu lereng pada proyek Cityloft Jakarta. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan perencanaan perkuatan kestabilan suatu lereng dengan soil nailing secara teoritis dan kenyataan dilapangan pada proyek Cityloft Jakarta. Dengan program bantu yaitu Snail win Universitas Mercu Buana

20 Bab I PENDAHULUAN 3 Dengan program tersebut akan mengetahui faktor keamanan minimum dari stabilitas lereng Ruang Lingkup Penulisan Dalam penulisan ini dibatasi hanya pada hal-hal dibawah ini : 1. Metode - metode dan desain soil nailing untuk mengetahui faktor keamanan minimum stabilitas lereng pada proyek Cityloft, Jakarta 2. Perancangan soil nailing pada suatu lereng dengan menggunakan program Snail win Metode Penulisan Penyusunan tugas akhir ini dilakukan dengan metode sebagai berikut : 1. Studi kepustakaan 2. Pengumpulan data proyek soil nailing dilokasi. 3. Perhitungan data yaitu pengolahan data dengan menggunakan program Snail win Penyusunan laporan Sistematika Penulisan Penulisan dalam penyusunan TUGAS AKHIR ini terdiri dari 5 (lima) bab yaitu : Universitas Mercu Buana

21 Bab I PENDAHULUAN 4 Bab 1 : Pendahuluan Terdiri dari latar belakang, maksud dan tujuan, lingkup penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan. Bab II : Stabilitas Lereng Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan teori-teori stabilitas lereng sebagai teori dasar pendukung yang berhubungan dengan perencanaan perkuatan stabilitas lereng dengan metode soil nailing. Bab III : Soil Nailing Pada bab ini akan dibahas tentang soil nailing, metode-metode perencanaan soil naling, perhitungan dari masing-masing metode, dan pengenalan program Snail win 3.10, fasilitas kemampuan, pemasukan data, dan output hasil perhitungan. Bab IV : Studi Kasus Pada bab ini akan dibahas perhitungan perkuatan stabilitas lereng kondisi kenyataan (existing) secara manual dan perencanaan perkuatan stabilitas lereng metode soil nailing dengan program bantu yaitu Snail win Bab V: Kesimpulan Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya. Serta beberapa saran penulis. Universitas Mercu Buana

22 Bab II STABILITAS LERENG 5 BAB II STABILITAS LERENG II.1 Umum Stabilitas lereng umumnya, mengurangi gaya yang melongsorkan atau menyebabkan lereng tanah tersebut longsor (bergerak turun) ke arah kaki lereng, memperbesar gaya perlawanan terhadap gaya yang melongsorkan, atau kombinasi ke duanya. Secara umum metode stabilitas lereng ini dapat dilakukan secara fisik dengan memperhatikan kondisi lereng yang labil, sehingga dapat ditentukan metode yang paling tepat. Metode stabilitas lereng secara fisik merupakan metode yang paling sederhana, namun hasilnya dapat diandalkan. Usaha stabilisasi dengan membuat lereng lebih landai, sehingga lereng menjadi tidak curam, atau mengurangi beban di bagian atas lereng dengan memindahkan material di bagian puncak lereng ke kaki lereng, menempatkan konstruksi bahu lereng merupakan usaha untuk melandaikan lereng. (Suryolelono,Stabilitas Lereng.2004) II.1.1 Tujuan Analisis Kestabilan Lereng Tujuan utama kestabilan lereng adalah untuk mencapai faktor keamanan minimum dan perencanaan yang ekonomis dari penggalian (excavation), tanggul (embankment), bendungan tanah (earth dam), penimbunan (landfills). Tujuan lainnya adalah : 1. Untuk memahami perkembangan dan bentuk dari lereng alam dan proses yang menyebabkan terjadinya bentuk bentuk alam yang berbeda.

23 Bab II STABILITAS LERENG 6 2. Untuk menilai kestabilan lereng dalam jangka pendek (biasanya selama kontruksi) dan jika kondisi jangka panjang. 3. Untuk menilai kemungkinan terjadinya kelongsoran yang melibatkan lereng alam atau lereng buatan. 4. Untuk menganalisa kelongsoran dan untuk memahami kesalahan mekanisme dan pengaruh dari faktor lingkungan. 5. Untuk dapat mendisain ulang lereng yang gagal, serta perencanaan dan disain pencegahannya, serta pengukuran ulang. 6. Untuk mempelajari efek atau pengaruh dari beban gempa pada lereng dan tanggul. ( II.1.2 Jenis jenis Lereng ) II Lereng Alam ( Natural Slopes ) Lereng alam merupakan lereng yang terbentuk sendiri oleh alam karena aspek geoligis alam. Lereng alam yang telah stabil bertahun tahun biasanya tiba tiba runtuh dikarenakan oleh perubahan topografi, gempa, aliran air tanah, kehilangan kekuatan, perubahan tekanan dan cuaca. Lereng alam cenderung mempunyai material yang mudah tergelincir, gangguan kestabilan lereng dapat terjadi bila tahanan geser tanah tidak biasa lagi mengimbangi gaya gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang longsor, pada lereng tersebut. Hal yang dapat membuat suatu lereng mengalami longsor antara lain : 1. Gangguan luar akibat pemotongan atau adanya timbunan baru. 2. Terjadinya gempa

24 Bab II STABILITAS LERENG 7 3. Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah), terjadi karena hujan berkepanjangan, gangguan pada sistem drainase, pembangunan waduk, dan lain lain. 4. Turunnya kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang bidang yang berpotensi mengalami kelongsoran. 5. Adanya proses pelapukan. II.I.2.2 Lereng Buatan ( Enginerred Slopes ) Lereng buatan dapat dikatagorikan menjadi 3 kategori utama : 1. Lereng Timbunan (Embankments and Files) Lereng timbunan melibatkan tanah yang dipadatkan, biasanya digunakan untuk badan jalan raya, dam, jalan kereta api dan tanggul. Bahan bahan lereng timbunan yang digunakan ditentukan oleh sumber distribusi ukuran butiran bahan timbunan, metode kontruksi dan tingkat kepadatan. 2. Lereng Galian (Cut Slopes) Pemotongan yang dangkal dan dalam, adalah hal yang penting untuk proyek - proyek tehnik sipil. Tujuan dari disain lereng ini adalah untuk menentukan ketinggian dan kemiringan yang rendah dan tetap stabil selama jangka waktu yang beralasan (logic). Bentuknya dipengaruhi oleh tujuan pemotongan, kondisi geologi, bahan di tempat (in-situ material), tekanan rembesan,metode kontruksi dan potensi fenomena alam misalnya banjir, erosi dan gempa bumi. Kestabilan dari lereng galian tergantung kepada : a. Kuat geser tanah pada bagian galian b. Berat isi tanah

25 Bab II STABILITAS LERENG 8 c. Tinggi lereng d. Kemiringan lereng e. Tekanan ari pori 3. Penimbunan Tanah (Landfills) Penimbunan tanah merupakan kasus khusus potongan dan lereng timbunan di mana bahan bahan yang ditimbun lebih sedikit dari jumlah yang optimal. Penimbunan tanah (landfills) bisa terdiri dari bahan organik, dahan pohon, sampah dan bermacam macam bahan yang biasanya tertimbun. Perhitungan stabilitas lereng penimbunan tanah (landfills) sama dengan analisis lainnya, penyeleksian nilai nilai yang sesuai untuk kekuatan dari timbunan / sampah dan bahan bahan dasar serta ketahanan penggeseran yang sesuai bersamaan dengan sistem permukaan yang linier dan tertutup. II.I.3 Kelongsoran (Landslides) Kelongsoran merupakan salah satu bentuk pergerakan lereng yang menyebabkan kegagalan (keruntuhan) suatu lereng. Sebab sebab kelongsoran lereng pada suatu galian akan sangat berbeda pada suatu timbunan. Suatu galian adalah, suatu kasus tanpa pembebanan dimana tanah dihilangkan, oleh karena itu menyebabkan sokongan tegangan di dalam tanah. Bilamana terjadi tanah longsor, maka hal itu kekuatan geser tanah telah dilampui yaitu : perlawanan geser pada bidang gelincir tidak cukup besar untuk menahan gaya-gaya yang bekerja pada bidang tersebut.

26 Bab II STABILITAS LERENG 9 II Jenis - jenis Pergerakan Kelongsoran (Landslides) Berdasarkan bentuk pergerakan longsor ada 5 jenis pergerakan landslides yaitu : 1. Runtuhan Terjadinya gerakan massa tanah jatuh dari udara. Umumnya massa tanah yang jatuh terlepas dari lereng curam dan tidak ditahan oleh suatu geseran, dengan material yang berbatasan. Pada jenis runtuhan batuan umumnya tidak didahului gerakan awal. Gambar II.1 Runtuhan (sumber : John Wiley and Son. Slope Stability and Stabilization Method.1996) 2. Pengelupasan Gerakan ini berupa gerakan rotasi keluar dari suatu unit massa, yang berputar terhadap suatu titik akibat gaya gravitasi atau gayagaya lain seperti adanya tekanan air dalam rekahan.

27 Bab II STABILITAS LERENG 10 Gambar II.2 Pengelupasan (sumber : John Wiley and Son. Slope Stability and Stabilization Method.1996) 3. Longsoran Pergerakan bawah lereng dari tanah yang berjumlah besar secara dominan diatas permukaan dari pecahan. Pergerakan biasanya secara progresif pada area runtuhan lokal. Dalam longsoran yang sebenarnya, gerakan ini terdiri dari perenggangan secara geser dan peralihan sepanjang satu bidang atau beberapa bidang gelincir yang dapat dilihat secara visual. Gambar II.3 Longsoran (sumber : John Wiley and Son. Slope Stability and Stabilization Method.1996)

28 Bab II STABILITAS LERENG 11 Longsoran (Slides) berdasarkan bentuk bidang gelincirnya dapat dibagi menjadi : a. Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah yang paling sering dijumpai oleh para rekayasawan sipil. Longsoran jenis rotasi ini dapat terjadi pada batuan apapun pada tanah. Pada kondisi tanah homogen, longsoran rotasi ini dapat berupa bujur lingkaran, tetapi dalam kenyataan sering dipengaruhi oleh adanya diskontinuitas oleh adanya pergesaran,lapisan lembek,dan lain-lain. Analisis kestabilan lereng yang mengasumsi bidang longsoran berupa busur lingkaran dapat menyimpang bilamana tidak memperhatikan hal ini. b. Longsoran Translasi Dalam longsoran translasi suatu massa bergerak sepanjang bidang gelincir berbentuk bidang rata. Pembedaan terhadap lonsoran rotasi dan translasi merupakan kunci penting dalam penanggulangannya. Gerakan dari longsoran translasi umumnya dikendalikan oleh permukaan yang lembek. Longsoran translasi ini dapat bersifat menerus dan dapat pula dalam blok. 4. Sebaran Sebuah perluasan dari jumlah besar tanah yang dikombinasikan dengan penurunan secara umum dari retakan-retakan dalam bahanbahan dasar yang lebih lembut. Permukaan pecahan bukan

29 Bab II STABILITAS LERENG 12 permukaan dari pergesaran. Yang intensif., Spread (sebaran) bisa disebabkan dari percairan butiran-butiran atau kegagalan dari tanah berkohesi rendah dari sebuah lereng. Gambar II.4 Sebaran (sumber : John Wiley and Son. Slope Stability and Stabilization Method.1996) 5. Aliran Pergerakan sebagian yang terus menerus pada permukaan pergeseran yang berjangka waktu pendek, ruang tertutup, dan biasanya tidak dicegah. Distribusi kecepatan dalam masa tergantikan menyerupai cairan perekat. Pada umumnya jenis pergerakan ini terjadi pada kondisi tanah yang amat sensitif atau dari gaya gempa. Gambar II.5Aliran (sumber : John Wiley and Son. Slope Stability and Stabilization Method.1996)

30 Bab II STABILITAS LERENG 13 II.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Lereng Penyebab utama terjadinya kegagalan lereng adalah karena meningkatnya tegangan geser (shear stress), menurunnya tahanan geser (shear strength) pada bidang longsor atau keduanya (Abramsom, at, al., 1996). Adapun Faktor faktor tersebut yaitu : 1) Berkurang daya dukung lereng yang disebabkan oleh : a. Erosi, baik yang disebabkan oleh aliran air sungai, hujan maupun perbedaan suhu yang drastis b. Pergerakan alami dari lereng akibat pergeseran bidang longsor maupun akibat penurunan (settlement) c. Aktivitas manusia, antara lain : i. Penggalian dasar lereng yang dapat mempertajam sudut kemiringan lereng ii. Penggeseran/perusakan terhadap struktur penahan tanah yang ada iii. Penurunan seketika tinggi muka air pada lereng iv. Penggundulan tanaman pada muka lereng 2) Penambahan beban pada lereng yaitu : a. Disebabkan oleh alam (peningkatan berat volume tanah akibat pengaruh air hujan, akumulasi sediment diatas lereng) b. Oleh aktivitas manusia (pengurugan tanah diatas lereng, pembangunan gedung, jalan dan sejenisnya disekitar lereng) 3) Pengaruh terjadinya gempa atau gempa getaran yang lain 4) Pemindahan material disekeliling dasar lereng, yang disebabkan oleh :

31 Bab II STABILITAS LERENG 14 a.. Aliran sungai maupun gelombang laut b. Oleh cuaca c. Erosi bawah tanah d. Oleh aktifitas manusia (penggalian, penambangan) e. Hilangnya kuat kuat geser tanah disekeliling dasar lereng 5) Terjadinya tekanan tanah lateral, yang disebabkan oleh : a. Retakan retakan tanah b. Beban yang bekerja di sekitar muka lereng c. Mengembangkan lapisan tanah lempung (Sumber : Higway Research Board 1978) II.1.5. Data Masukan untuk Analisis Stabilitas Lereng a. Kondisi Geologi Geologi dasar dapat mempengaruhi stabilitas lereng yaitu 1. Bahan material lereng seperti mineral 2. Orientasi mineral dan tingkatannya 3. Ketidaksinambungan yang disebsbkan dari kesalahan dan lipatan, schistosity, dan lain lain 4. Keganjilan geologi 5. Tingkatan cuaca 6. Air tanah 7. Sejarah longsor sebelumnya 8. Tekanan di tempat (in situ stresses) b. Topografi tanah

32 Bab II STABILITAS LERENG 15 c. Bahan bahan material d. Kekuatan geser e. Kondisi air tanah Air tanah dapat mempengaruhi kestabilan lereng yaitu: 1. Mengurangi kekuatan 2. Mengganti bahan material melalui reaksi kimia 3. Merubah kerapatan massa (bulk density) 4. Menghasilkan tekanan pori 5. Menyebabkan erosi f. Gempa (Seismicity) II Penyelidikan Tanah Dalam penjelasan ini penulis tidak bermaksud untuk menjelaskan secara rinci metode penyelidikan tanah, melainkan hanya memberikan tinjauan sekilas, jenis uji dan kelebihan serta keterbatasannya. Jumlah pengujian perlu direncanakan untuk memperoleh gambaran mengenai mekanisme longsoran. Contoh tanah tak tertanggu ditentukan pada kedalaman tertentu agar reprensentatif kondisi lapangan dan kedalamannya harus lebih dari perkiraan bidang gelincir dan bilamana mungkin mencapai tanah keras atau batuan. 1. Uji Lapangan Termasuk dalam pengujian ini adalah : 1. Pengeboran dan pengambilan sample

33 Bab II STABILITAS LERENG Standart Penetration Test (SPT) 3. Uji Sondir (Cone Penetration Test/CPT) 4. Vane Shear Test (VST) dan Borehole Shear (BST) 5. Survai refraksi 6. Geolistrik 7. Dan lain lain 2. Uji Laboratorium 1. Indeks Properties Tanah 2. Uji Traiaxial UU, CU, CD 3. Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) 4. Uji geser langsung 5. Uji Konsilidasi Uji lapangan memiliki keuntungan karena praktis, cepat, dan murah. Di samping dengan uji lapangan bisa diperoleh profil tanah secara kontinyu. Namun demikian, pada uji lapangan, parameter tanah diperoleh berdasarkan suatu korelasi empirik yang membutuhkan verifikasi dari uji lapangan pada umumnya berlaku untuk kondisi tidak terdrainase. Salah satu keuntungan lain dengan uji lapangan bahwa lokasi bidang gelicir pada lereng yang telah mengalami longsor dapat dideteksi karena pada lokasi tersebut kuat geser tanah mendekati nol. Peranan uji laboratorium adalah untuk mendapatkan parameter tanah yang lebih teliti dan dapat disesuaikan dengan kondisi dalam pemodelan (analisis jangka pendek atau jangka panjang). Peranan uji laboratorium dapat juga verifikasi korelasi yang digunakan dalam hal diperlukan suatu profil kontinyu dari uji lapangan.

34 Bab II STABILITAS LERENG 17 II.2 Teori Analisis Stabilitas Lereng Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas. Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam analisa stabilitas lereng, beberapa anggapan telah dibuat, yaitu: a) Kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi. b) Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda yang pasif. c) Tahanan geser dari massa tanah yang setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis d) Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar 1. Faktor aman didefinisikan sebagai nilai bidang antara gaya yang menahan dan gaya menggerakan, atau F = (II-1) τ τ d Dimana : τ = tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah τ d = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor F = fakor yang aman

35 Bab II STABILITAS LERENG 18 Menurut teori Mohr Columb, tahanan terhadap tegangan geser (τ) yang dapat dikerahkan oleh tanah, disepanjang bidang longsornya, dapat dinyatakan oleh : τ = c + σ tg θ (II-2) Dimana : c = kohesi σ = tegangan normal Ø = sudut gesek dalam tanah Nilai nilai c dan Ø adalah parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang longsornya. Dengan cara yang sama, dapat dituliskan persamaan tegangan geser yang terjadi (τ d ) akibat beban tanah dan beban beban lain pada bidangnya : τ d = c d + σ tan Ø d (II-3) Dengan c d dan Ø d adalah kohesi dan sudut gesek dalam yang terjadi atau yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada bidang longsornya. Substitusi Persamaan (II-2) dan (II-3) ke persamaan (II-1) diperoleh persamaan faktor aman, F c + σ tanφ = (II-4) cd + σ tanφd Persamaan (II-4) dapat pula dituliskan dalam bentuk : cd c tanφ + σ tan φd = + σ (II-5) F F Untuk maksud memberikan faktor aman terhadap masing masing komponen kuat geser, faktor dapat dinyatakan oleh : c F = (II-6a) cd tanφ Fθ = (II-6b) tanφd

36 Bab II STABILITAS LERENG 19 Dengan Fc adalah faktor aman pada komponen kohesi dan Fθ adalah faktor aman pada komponen gesekan. II.3 I.3.1 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Bidang Longsor Datar Lereng Tak Terhingga (Infinite Slope) Gambar II.6 memperlihatkan suatu kondisi di mana tanah dengan tebal H yang mempunyai permukaan miring, terletak di atas lapisan batu dengan kemiringan permukaan yang sama. Lereng semacam ini disebut lereng tak terhingga kerena mempunyai panjang yang lebih besar dibanding dengan kedalamannya (H). Jika diambil elemen tanah selebar b, gaya gaya yang bekerja pada dua bidang vertikalnya akan sama, karena pada lereng tak terhingga gaya gaya yang bekerja disetiap sisi bidangnya dapat dianggap sama. Gambar II.6 Lereng tak terhingga tanpa aliran air rembesan (sumber : Herdiyatmo Chrisyady Harry. Mekanika Tanah )

37 Bab II STABILITAS LERENG 20 II Kondisi Tanpa Rembesan Dalam masalah ini akan ditentukan besarnya faktor aman dari lereng setebal H pada bidang longsor AB (Gambar II.6). Pada lerengnya dianggap tidak terdapat aliran air tanah. Berat elemen tanah PQTR adalah : W = γsatbh (1) Gaya berat W dapat diuraikan menjadi : N a = W = cosα = γsatbh cosα (II-7) T a = W = sinα = γsatbh sinα (II-8) Tegangan normal σ dan gaya geser τ pada nidang AB per satuan lebar, adalah : σ Na = = γbh cos α ( b / cosα)(1) ² (II-9) Ta τ = = γbh cosα sinα (II-10) ( b / cosα)(1) Reaksi akibat gaya berat W adalah gaya P yang besarnya sama dengan W, dengan arah yang berlawanan. Uraikan gaya P memberikan : N r = P cos a = W cos a = γhb cos a (II-11) T r = P sin a = W sin a = γhb sin a (II-12) Dalam kondisi seimbang, gaya geser yang bekerja pada bidang AB, adalah Tr τd = = γh sinα cosα (II-13) ( b / cosα)(1) Gaya geser yang terjadi ini dapat dituliskan dalam persamaan, τ d = c d + σ tan θ d (II-14) Substitusi Persamaan (II-9) dan Persamaan (II-13) ke Persamaan (II-14),

38 Bab II STABILITAS LERENG 21 Diperoleh : γh sin α cosα + = cd γh cos ² α tanφd (II-15) Persamaan (II-15), dapat disusun dalam bentuk persamaan : c d / d γh = cos² α(tanα tanφ ) (II-16) Dari Persamaan (II-5), bila faktor aman diberikan pada masing masing komponen gesekan dan kohesi, φ tan d = tanφ F cd = c F (II-17) Substitusi Persamaan (II-17) ke dalam Persamaan (II-16), diperoleh c tanφ F = + (II-18) γ H cos² α tanα tanα Dimana : F = faktor aman c Ø α γ = kohesi tanah = sudut gesek dalam tanah = sudut kemiringan lereng = berat volume tanah Untuk tanah yang mempunyai Ø dan c, kedalaman elemen tanah pada kondisi kritis (Hc) terjadi bila F = 1, yaitu c Hc = (II-19) γ H cos ² α (tanα tanφ) Dengan Hc adalah kedalaman maksimum, dimana lereng dalam kondisi kritis akan longsor.

39 Bab II STABILITAS LERENG 22 Untuk tanah granular,nilai c = 0, Persamaan (II-18) menjadi : tanφ F = (II-20) tanα Persamaan (II-20) memberi pengertian bahwa pada lereng tak terhingga, untuk tanah granular, selama α < Ø, maka lereng masih dalam kondisi stabil, karena faktor aman F > 1. Untuk tanah kohesif, nilai kohesi c = 0, Persamaan (II-18) menjadi : F = c γh cos ² α tanα (II-21) Pada kondisi kritis, F = 1, maka untuk tanah dengan Ø = 0 dapat diperoleh persamaan : c / γh = cos² tan α (II-22) Parameter c / γh disebut angka stabilitas (stability number), yaitu parameter yang menyatakan nilai banding komponen kohesi dari tahanan geser terhadap γh yang dibutuhkan guna memelihara stabilitas untuk faktor aman F = 1. II Kondisi Dengan Rembesan Suatu lereng tak terhingga dengan kemiringan lereng sebesar α, dimana muka air rembesan dianggap terdapat pada permukaan tanah, diperlihatkan dalam Gambar II.7. dengan adanya pengaruh air, kuat geser tanah dapat dituliskan Sebagai τ = c + ( σ u) tgφ (II-23) τ = c + σ ' tgφ (II-24) Dimana : σ = tegangan normal σ ' u = tegangan normal efektif = tekanan air pori

40 Bab II STABILITAS LERENG 23 Ditinjau elemen PQTR. Gaya gaya yang bekerja pada permukaan permukaan PR dan QT besarnya sama, jadi saling meniadakan. Selanjutnya, akan dievaluasi faktor aman terhadap kemungkinan longsor di sepanjang bidang AB yang terletak pada kedalaman H, dibawah permukaan tanah. Berat tanah pada elemen PQTR, adalah W = γsatbh (1) (II-25) Gaya berat W dapat diuraikan menjadi : N a = W = cosα = γsatbh cosα (II-26) T a = W = sinα = γsatbh sinα (II-27) Reaksi akibat gaya geser berat W, adalah P dengan arah yang berlawanan gaya W. Gaya P dapat diuraikan menjadi 2 komponen, yaitu : N r = P cos a = W cosa = γsatbh cosa (II-28) T r = Psin a = W sin a = γsatbh sin a (II-29) Gambar II.7 Lereng tak terhingga dipengaruhi aliran rembesan (sumber : Herdiyatmo Chrisyady Harry. Mekanika Tanah )

41 Bab II STABILITAS LERENG 24 Tegangan normal total σ dan gaya geser τ pada bidang AB, adalah : σ Nr = = γsath cos α ( b / cosα)(1) ² (II-30) Tr τd = = γsath cosα sinα (II-31) ( b / cosα)(1) Gaya geser yang terjadi atau gaya geser yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan pada bidang AB dapat pula dituliskan dalam bentuk : τ d = cd + ( σ u) tanφd (II-32) Dengan u adalah tekanan air pori yang besarnya = γw H cos² α (lihat Gambar II.7). Substitusi Persamaan (II-30) ke dalam Persamaan (II-32), diperoleh : τd = c d + ( γsath cos ² α γwh cos ² α ) tanφd = cd + ( γ ' H cos² α tanφd) (II-33) Substitusi Persamaan (II-31) ke dalam Persamaan (II-33), diperoleh γsath cos α sinα = cd + γ ' H cos ² α tanφd cd γsath γ ' cos ² α tanα tanφ (II-34) γsat = d Dengan memberikan faktor aman pada komponen kuat geser tanφ d = tanφ / F dan cd = c / F (II-35) F c γ' tanφ = + (II-36) γsath cos²α tan α γsat tan α Di mana : F c Ø α = faktor kohesi = kohesi tanah = sudut gesek dalam tanah = sudut kemiringan lereng

42 Bab II STABILITAS LERENG 25 γ sat γ' = berat volume jenuh tanah = berat volume efektif tanah Dari Persamaan (II-36), untuk tanah granular dengan c = 0, maka besarnya faktor aman dapat dihitung dengan persamaan : γ ' tanφ F = (II-37) γsat tanα II.3.2 Lereng Terbatas ( Finite slope ) Gambar II.8 memperlihatkan timbunan yang terletak diatas tanah asli yang miring. Akibat permukaan tanah asli yang miring akan longsor di sepanjang bidang datar AB. Contoh dari kondisi ini adalah jika suatu tanah timbunan diletakkan pada tanah asli yang miring, dimana pada lapisan tanah asli masih terdapat lapisan lemah yang berada di dasar timbunannya. Berat massa tanah timbunan yang akan longsor : W = ½ H CB γ (1) = ½ H γ ( H / tan α H / tan β) sin( β α) = ½ γ H² sin β sinα (II-38) Di mana : W = berat tanah diatas bidang longsor α β = sudut longsor terhadap horizontal = sudut lereng tanah

43 Bab II STABILITAS LERENG 26 Gambar II.8 Analisis stabilitas timbunan di atas tanah miring (sumber : Herdiyatmo Chrisyady Harry. Mekanika Tanah ) Tegangan normal ( σ ) dan tegangan geser ( τ ) yang terjadi akibat berat tanah pada bidang AB adalah : σ = Na ( H / sinα )(1) ½γH sinα cosα sin( β α ) = sin β cosα (II-39) τ = ( H Ta / sin ½γH sin ² α cosα sin( β α ) = α)(1) sin β cosα (II-40) Tahanan geser yang terjadi pada bidang AB, adalah τ d = c d + σ tan Ø d sin( β α) = c d + ½ γ H cos α sin α tan Ø d sin β cosα (II-41) Pada saat keseimbangan batas tercapai, τ = τ d. Substitusi Persamaan (II-40) ke Persamaan (II-41), diperoleh

44 Bab II STABILITAS LERENG 27 ½γH sin ² α cosα sin( β α) sin β cosα = sin( β α) + ½γ cosα sinα tanφd sin β cosα cd H sin( β α)(sinα cosα tanφd c d = ½γH (II-42) sin β Dari persamaan ( II 42 ) terlihat bahwa c d adalah fungsi dari sudut α, karena nilai nilai β, γ, H, dan Ø d konstan. δcd Dengan mengambil = = 0 δα Diperoleh nilai sudut kritis ( α c ) sebesar, α c = (β + Ø d ) / 2 (II-43) Substitusi persamaan α = α c, ke Persamaan (II-42), diperoleh c d 1 cos( β φd ) γh = (II-44) sin β cosφd 4 Saat kondisi kritis F = 1. Dari substitusi c d = c dan Ø d = Ø ke Persamaan (II-44), diperoleh persamaan tinggi H yang paling kritis, sebesar H c = γh sin β cosφ 4 1 cos( β φ) (II-45) Dimana : H c = Tinggi lereng kritis α β c γ Ø = sudut longsor terhadap horisontal = sudut lereng tanah = kohesi = berat volume tanah = sudut gesek dalam tanah

45 Bab II STABILITAS LERENG 28 II.4. Metoda Irisan (Method of Slice) Bila tanah tidak homogen dan aliran rembesan terjadi di dalam tanahnya memberikan bentuk aliran dan berat volume tanah yang tidak menentu, cara yang lebih cocok adalah dengan metode irisan (method of slice). Gaya normal yang bekerja pada suatu titik di lingkaran bidang longsor, terutama dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut. Dengan metode irisan, massa tanah yang longsor dipecah pecah menjadi beberapa irisan vertical. Kemudian, keseimbangan dari tiap tiap irisan diperhatikan. Gambar II.9b memperlihatkan satu irisan dengan gaya gaya yang bekerja padanya. Gaya gaya ini terdiri dari gaya geser ( X r dan X 1 ) dan gaya normal efektif ( E r dan E 1 ) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif ( T i ) dan resultan gaya normal efektif ( N i ) yang bekerja di sepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori U 1 dan U r bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori U i bekerja pada dasarnya. Dianggap tekanan air pori sudah diketahui sebelumnya. Gambar II.9 Gaya gaya yang bekerja pada irisan (sumber : Herdiyatmo Chrisyady Harry. Mekanika Tanah )

46 Bab II STABILITAS LERENG 29 II.4.1 Metode Fillanius Analisis stabilitas lereng cara Fillanius (1927) mengganggap gaya gaya yang bekerja pada sisi kanan kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsornya. Dengan anggapan ini, keseimbangan arah vertical dari gaya gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori adalah : Ni + Ui = Wi cos Øi Atau Ni = Wi cos Øi Ui = Wi cos Øi uiai (II-46) Faktor aman didefinisikan sebagai, F = Jumlah momen dari tahanan geser sepanjang bidang longsor Jumlah momen dari berat massa tanah yang longsor F = M M r d Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin Ø, maka M i= n d Wi sinφ i = R i= 1 (II-47) Dimana : R = jari jari lingkaran bidang longsor n Wi Øi = jumlah irisan = berat massa tanah irisan ke i = sudut yang didefinisikan pada Gambar II.9a Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah yang akan longsor,

47 Bab II STABILITAS LERENG 30 Adalah : i= n M r = R ( cai + Ni tanφ) i= 1 (II-48) Karena itu, persamaan untuk faktor amannya menjadi, F i= n i= 1 = i= n ( cai + Ni tanφ) i= 1 Wisinφi (II-49) Bila terdapat air pada lerengnya, tekanan air pori pada bidang longsor tidak berpengaruh pada M d, karena resultan gaya akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Substitusi persamaan (II 46 ) ke persamaan ( II 49 ), diperoleh : F i= n cai + ( Wi cosφi uiai) tanφ i= 1 = i= n i= 1 Wi sin φi (II-50) Dimana : F = faktor aman c Ø α i W i u i Øi = kohesi tanah = sudut gesek dalam tanah = panjang bagian lingkaran pada irisan ke i = berat irisan tanah ke i = tekanan air pori pada irisan ke i = sudut yang didefinisikan dalam Gambar II.9 Jika terdapat gaya gaya selain berat lereng tanahnya sendiri, seperti beban bangunan di atas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md. Metode Fellinius memberikan faktor aman yang relatif lebih rendah dari cara hitungan yang lebih teliti. Batas batas nilai kesalahan dapat mencapai kira kira 5 sampai 40 % tergantung dari faktor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih,

48 Bab II STABILITAS LERENG 31 dan besarnya tekanan air pori. Walaupun analisisnya ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahan masih merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusat dari lingkarannya ( Whitman dan Baily, 1967). Cara ini telah banyak digunakan dalam prakteknya. Karena cara hitungannya yang sederhana dan kesalahan yang terjadi pada sisi yang aman. II.4.2 Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop Method) Metode irisan yang disederhanakan diberikan oleh Bishop ( 1955 ). Metode ini menganggap bahwa gaya gaya yang bekerja pada sisi sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal. Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan mamperhatikan faktor aman, adalah : c ' tanφ' τ = + ( σ u) (II-51) F F Dimana : σ = tegangan normal total pada bidang longsor u = tekanan air pori Untuk irisan ke i, nilai Ti = τ α i, yaitu nilai gaya geser yang berkembang pada bidang longsor untuk keseimbangan batas. Karena itu c' αi tanφ' Ti = + ( Ni uαi) (II-52) F F Kondisi keseimbangan momen terhadap pusat rotasi O antara berat massa tanah yang akan longsor dengan gaya geser total pada dasar bidang longsornya dapat dinyatakan oleh (Gambar II.9) W xi = = i TiR (II-53)

49 Bab II STABILITAS LERENG 32 Dimana : x i = jarak Wi ke pusat rotasi O Dari persamaan (II-51) dan (II-53), dapat diperoleh : F i= n [ c' ai + ( Ni uiαi) tanφ' ] i= 1 = i= n i= 1 Wixi (II-54) Dari kondisi keseimbangan vertikal, jika X 1 =X i dan X r = X i+1 : N i cos Ø i + T i sin Ø i = W i + X i X i+1 Wi + Xi X Ni = cos i + 1 φi Ti sin φi (II-55) Dengan N i = N i u i α i, substitusi Persamaan (II-52) ke Persamaan (II-55), dapat diperoleh persamaan : Wi + Xi Xi + 1 uiαi cosφ c' αi sinφi / Ni' = cosφi + sinφi tanφ' / F F (II-56) Substitusi Persaman (II-56) ke Persamaan (II-54), diperoleh : F R i= n Wi + X i c' a + tanφ' i i= 1 = i= n Wixi Xi + 1 uiai cosφi c' aisinφi / F cosφi + sinφi tanφ' / F i= 1 (II-57) Untuk penyederhanaan dianggap X i X i+1 = 0 dan dengan mengambil x i = R sin Ø i b i = a i cos Ø i (II-58) (II-59) substitusi Persamaan (II-58) dan (II-59) ke Persamaan (II-57), diperoleh persamaan faktor aman : F i= n [ c' bi + ( Wi uibi) tanφ' ] i= 1 = i= n i= 1 1 cosφi(1 + tanφi tanφ' / F Wisin φi (II-60)

50 Bab II STABILITAS LERENG 33 Dimana : F = faktor aman c = kohesi tanah efektif Ø = sudut gesek dalam tanah efektif bi Wi Øi ui = lebar irisan ke i = lebar irisan tanah ke i = sudut yang didefinisikan dalam gambar II.9 = tekanan air pori pada irisan ke i nilai banding tekanan pori ( pore pressure ratio ) didefinisikan sebagai : r u = ub u = (II-61) W γh dimana : r u = nilai banding tekanan pori u b γ h = tekan air pori = lebar irisan = berat volume tanah = tinggi irisan rata rata dari Persamaan ( II-61), bentuk lain dari persaman faktor aman untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop, adalah : F i= n [ c' bi + Wi(1 ru) tanφ' ] i= 1 = i= n i= 1 1 cosφi(1 + tanφi tanφ' / F Wi sin φi (II-62) Persamaan faktor aman Bishop ini lebih sulit pemakainya dibandingkan dengan metode Fillinius. Lagipula membutuhkan cara coba coba (trial and error ), karena nilai faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya. Akan tetapi, cara ini telah terbukti memberikan nilai faktor aman yang mendekati nilai faktor aman dari hitungan yang dilakukan dengan cara lain yang lebih teliti. Untuk

51 Bab II STABILITAS LERENG 34 mempermudah hitungan, Gambar II.10 dapat digunakan untuk menentukan nilai fungsi Mi, dengan Mi = cos Ø i ( 1 + tan Ø i tan Ø / F ) (II-63) Lokasi lingkaran longsor kritis dari metode Bishop ( 1955 ), biasanya mendekati dengan hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, walaupun metode Fillinius lebih mudah, metode Bishop (1955) lebih disukai karena menghasilkan penyesaian yang lebih teliti. Dalam pratek diperlukan cara coba-coba dalam menemukan bidang longsor dengan nilai faktor aman yang terkecil. Jika bidang longsor dianggap lingkaran, maka lebih baik kalau dibuat kotak kotak di mana tiap titik potong garis garisnya merupakan tempat kedudukan pusat lingkaran longsornya. pada titik titik potong garis yang merupakan pusat lingkaran longsornya dituliskan nilai faktor aman terkecil pada titik tersebut (lihat Gambar II.11). Perlu diketahui bahwa pada tiap titik pusat lingkaran harus dilakukan pula hitungan faktor aman untuk menentukan nilai factor aman yang terkecil dari bidang longsor dengan pusat lingkaran pada titik tersebut, yaitu dengan mengubah jari-jari lingkarannya. Kemudian, setelah faktor aman terkecil pada tiap-tiap titik pada kotaknya diperoleh, Digambarkan garis kontur yang menunjukkan tempat kedudukan dari titik-titik pusat lingkaran yang mempunyai faktor aman yang sama. Gambar II-11 menunjukkan contoh kontur-kontur faktor aman yang sama. Dari kontur faktor aman tersebut dapat ditentukan letak kira-kira dari pusat lingkaran yang menghasilkan faktor aman terkecil.

52 Bab II STABILITAS LERENG 35 (Sumber : Janbu dkk., 1965) Gambar II.10 Diagram untuk menentukan M, (Sumber : Janbu dkk., 1965) Gambar II.11 Kontur faktor aman

53 Bab II STABILITAS LERENG 36 II.5 Pencegahan Kelongsoran Usaha pencegahan terdiri dari pencegahan bersifat non teknis dan teknis. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Pencegahan yang bersifat non teknis dilakukan oleh Direktorat Tata Lingkungan, Antara lain : 1. Pemetaan daerah potensial longsor untuk melokalisasi daerah potensial longsor tinggi, sedang dan rendah 2. Pengamatan terhadap gerakan tanah dengan tujuan penyelamatan Penduduk 3. Penyuluhan kepada penduduk sekitar lereng berpotensial longsor untuk keperluan Penyelamatan b) Pemantauan periodik terhadap lereng potensial longsor untuk mencegah adanya korban c) Pencegahaan yangbersifat teknis menurut Broms danwong (1991), adalah: 1. Metode Geometri (Geometric Methods) Cara ini dilakukan dengan mengubah geometri lereng yang ada sehingga sudut kemiringan dan tinggi lereng menjadi kecil 2. Metode Hidrologi (Hydrologic Method) Cara ini dilakukan dengan menurunkan elevasi muka air tanah pada lereng serta memperkecil nilai kadar airnya sehingga terjadi peningkatan kuatgeser tanah dan penurunan ekses tekanan air pori 3. Metode Kimia dan Mekanika (Chemical and Mechanical Methods) Cara ini dilakukan untuk meningkatkan kuat geser tanah dengan memasukkan benda atau zat kedalam tanah.yang termasuk dalam

54 Bab II STABILITAS LERENG 37 chemical methods antara lain: grouting, lime and cement columns, sedangkan yang termasuk dalam mechanical methods antara lain: beban penahan(counter weigth), dinding penahan, tiang pancang/ bor, jangkar/angkur, soil nailing, geosintetik dan sejenisnya.

55 Bab III SOIL NAILING 38 BAB III SOIL NAILING III.1 Umum In situ ground reinforcement atau penulangan di suatu tempat digunakan untuk memperkuat tanah lokasi atau tanah asli, yang berguna untuk membatasi lereng yang mempunyai sudut kemiringan agar tetap tegak dan kokoh, untuk mencegah lebih lanjut pergerakan tanah, dan untuk memperkuat tanah setelah lereng dibuat. Beberapa tahun belakangan soil nailing telah terbukti menghemat biaya didalam memperkuat tanah dan menolong tanah didalam menyokong dirinya sendiri, lebih baik dari pada semua jenis perkuatan dengan menggunakan gravity wall atau dinding penahan. Banyak metode perkuatan tanah yang menggunakan konsep ini termasuk perkuatan pada terowongan (Gambar III.1.a), stabilitas timbunan (embankment) (Gambar III.1.b), stabilitas kelongsoran (Gambar III.1.c) dan salah satu metode yang terbaru yaitu soil nailing (Gambar III.1.d) yang dalam prakteknya memberikan banyak keuntungan.

56 Bab III SOIL NAILING 39 (a) Perkuatan pada terowongan (b) Stabilitas Timbunan

57 Bab III SOIL NAILING 40 (c) Stabilitas Kelongsoran (d) Perkuatan pada Jembatan Gambar III.1 Beberapa metode perkuatan (Sumber : Hausnmann, Manfred R. Engineering Principles of Ground Modification.1990)

58 Bab III SOIL NAILING 41 Metode soil nailing itu sendiri juga digunakan untuk menahan galian tanah (Gambar III.2) dan perkuatan stabilitas lereng alam (Gambar III.3). Pada soil nailing (permukaan tanah) untuk menahan galian, tulangan tulangan umumnya terbuat dari batang batang baja, pipa baja, baja/besi ulir, atau lain lain batang metal yang tidak hanya dapat menahan gaya tarik, tapi juga gaya geser dan momen lentur. Tulangan tulangan dipasang dengan cara menekan atau mengebor lebih dulu, dan kemudian di grouting (ditutup dengan larutan semen). Pada soil nailing (pemakuan tanah) bermaksud untuk meningkatkan stabilitas lereng, umumnya dipakai tiang tiang beton. Dalam sistem pemakuan tanah (soil nailing), interaksi antara tanah dan tulangan dalam tanah yang dipaku bergantung pada : 1. Kekakuan bahan tulangan relatif terhadap tanah 2. Kemiringan tulangan terhadap bidang runtuh potensial 3. Kecepatan gerakan tanah Gambar III.2 Pemakuan tanah (soil nailing) untuk stabilitas galian (sumber : Tim Majalah Kontraktor. Aplikasi Teknik Soil Nailing.1997)

59 Bab III SOIL NAILING 42 Gambar III.3 Pemakuan tanah (soil nailing) untuk stabilitas lereng alam (sumber : Tim Majalah Kontraktor. Aplikasi Teknik Soil Nailing.1997) Jika tulangan yang dipakai untuk memperkuat tanah terbuat dari bahan yang kaku (misalnya tiang berdiameter besar), mekanisme utama interaksi tanah ketulangan adalah tanah pasif yang berkembang pada permukaan batang tulangan (Gambar III.4). perpindahan (displacement) relatif antara tanah dan tulangan untuk menggerakkan tahanan pasif limit tanah ke permukaan tulangan, relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan diameter tulangan. Tekanan tanah pasif yang bekerja pada tulangan (tiang) dalan zona yang tidak stabil di transfer ke zona stabil dan ditahan oleh tahanan tahanan geser dan momen dari tulangan.

60 Bab III SOIL NAILING 43 Gambar III.4 Interkasi tanah tulangan pada stabilitas lereng dengan sistem soil nailing (pemakuan tanah) (sumber : Tim Majalah Kontraktor. Aplikasi Teknik Soil Nailing.1997) Jika bahan tulangan fleksibel (tulangan berdiameter kecil) (Gambar III.4) perpindahan (displacement) relatif antara tulangan dan tanah yang besar dibutuhkan agar :

61 Bab III SOIL NAILING Tekanan tanah lateral mencapai limit 2. Gesekan antara tanah dan tulangan maksimum Karena itu, gaya gaya yang timbul pada tulangan akan berupa gaya tarik, gaya lintang, dan momen lentur. Gaya tarik pada tulangan tersebut bergantung, terutama pada kemiringan tulangan terhadap bidang longsor potensial (Jewel, 1980) III.2. Latar Belakang Teori Soil Nailing Elias dan Juran (tahun 1991) mengemukakan bahwa konsep dasar suatu struktur dengan soil nailing adalah : 1. Pengalihan gaya tarik, yang ditimbulkan oleh nail pada daerah aktif ke daerah tahanan melalui friksi atau lekatan. Friksi atau lekatan tersebut timbul pada muka tanah dan nail 2. Tahanan pasif timbul pada permukaan yang tegak lurus dengan arah pergerakan relatif tanah atau nail Interaksi friksi antara tanah dan nail membatasi pergerakan tanah selama dan sesudah pelaksanaan konstruksi. Gaya tarik yang timbul pada nail akan menyebabkan terjadinya pengangkatan tegangan normal disepanjang permukaan gelincir potensial dan sekaligus meningkatkan tahanan geser keseluruhan dari massa tanah asli. Nail yang ditempatkan memotong permukaan gelincir potensial mengembangkan tahanan pasif yang dapat mengimbangi gaya geser dan momen lentur yang timbul.

62 Bab III SOIL NAILING 45 Gambar III.5 Material dan zone Soil Nailing (sumber : Tim Majalah Kontraktor. Aplikasi Teknik Soil Nailing.1997) Tempat kedudukan gaya tarik maksimum yang terjadi pada setiap nail akan membuat suatu garis yang membagi massa tanah yang menjadi dua daerah (Gambar III.5), yaitu : 1) Daerah aktif, daerah dimana timbul tegangan geser lateral dan menimbulkan tegangan pada nail 2) Daerah tahanan, daerah dimana gaya yang timbul pada nail dialihkan ke tanah Interaksi dari nail timbul selama pelaksanaan konstruksi, dan pergesekan (displacement) timbul begitu gaya berlawanan bekerja pada nail. Prinsip kerja suatu soil nailing wall mirip dengan dinding gravitasi, yaitu dimana nail dan struktur penutup permukaan digunakan untuk membentuk suatu massa gravitasi. Perbedaannya adalah :

63 Bab III SOIL NAILING 46 a. Perbedaan yang menyolok pada tahap pelaksanaan, sehingga penambahan pada elemen perkuatan pun akan berbeda b. Pada soil nailing wall digunakan tanah asli (in-situ) c. Elemen perkuatan di grout ditempat Sementara itu, perilaku suatu soil nailing wall dapat dibagi menjadi dua yaitu: internal dan perilaku eksternal. Perilaku internal biasanya mengacu pada stabilitas dalam (internal stability) yang berhubungan dengan karakteristik tanah, tegangan yang timbul pada struktur, karakteristik dari nail dan struktur penutup permukaan (facing). Sedangkan perilaku eksternal mempertimbangkan stabilitas luar (external stability), yang mana pada konstruksi soil nailing sama dengan yang diperhitungkan pada jenis dinding penahan tanah lainnya, yaitu : gelincir, overtuning (terguling), bearing capacity (daya dukung) dan ada permukaan gelincir di dalam masaa tanah yang diperkuat. (a) Kegagalan lekatan (adhesion) nail

64 Bab III SOIL NAILING 47 (b) Putusnya tulangan-tulangan (nail) Gambar III.6 Kegagalan dalam (internal failure) pada soil nailing wall (Sumber: Sulistyawati Indah. Batasan Kodisi Tanah Galian dengan Perkuatan Menggunakan Metode Soil Nailing. Tesis.1996) III.2.1 Nail Untuk stabilitas dalam maka nail harus cukup kuat sehingga tidak terjadi kegagalan karena tarik dan juga harus cukup panjang sehingga tidak tercabut keluar (lekatan) ketika dibebani (Gambar III.6). Selain itu nail harus ditempatkan cukup rapat sehingga dapat mengikat massa tanah menjadi satu kesatuan tersebut, harus cukup besar sehingga tidak mengalami gelincir, miring, atau keruntuhan pada suatu permukaan gelincir yang besar (Gambar III.7). dengan kata lain nail harus cukup panjang.

65 Bab III SOIL NAILING 48 (a) (b) (c) Gambar III.7 Kegagalan luar (external failure) pada soil nailing wall. (a). Gelincir (b). Miring (c). Kelongsoran (slip failure) (Sumber: Sulistyawati Indah. Batasan Kodisi Tanah Galian dengan Perkuatan Menggunakan Metode Soil Nailing. Tesis.1996) III.2.2 Struktur Penutup Permukaan (Facing) Struktur yang biasanya terbuat dari shotcrete ini memiliki fungsi utama untuk menahan gaya tanah di antara nail tetap pada tempatnya. Selain itu juga mencegah tanah yang dekat dengan permukaan mengalami gangguan yang berlebihan, erosi, dan pengaruh cuaca selama penggalian. Biasanya struktur ini dibuat segera setelah penggalian sedalam 1 hingga 2 meter dilakukan (Gambar III.8) strukutr ini menahan tanah pada tempatnya sementara nail ditempatkan untuk memperkuat massa tanah. Setelah nail ditempatkan maka lapisan shotcrete kedua disemprotkan

66 Bab III SOIL NAILING 49 untuk menyatukan struktur penutup permukaan tersebut dengan nail dan untuk mencegah terjadinya korosi pada nail. Pekerjaan ini dilakukan secara berulangulang hingga mencapai dasar galian. Suatu sistem drainase dapat ditempatkan di antara tanah dengan shotcrete. Gambar III.8 Tahap Pelaksanaan soil nailing (sumber: Xanhakos, Petros P.,, Lee W. Abramson dan Donald A Bruce. Gound Control and Improvenrent.1994)

67 Bab III SOIL NAILING 50 III.3. Keuntungan dan Kerugian Soil Nailing Keuntungan dari metode soil nailing, seperti yang telah didiskusikan oleh Bruce and Jewel (tahun 1986), Michell dan Villet (tahun 1987), Elias dan Juran (tahun 1991), Fannin dan Bowden (tahun 1991), antara lain : a. Tidak memerlukan alat berat untuk pengerjaannya karena soil nailing dapat dikerjakan dengan alat bor dan grouting sederhana. Sistem ini sangat cocok untuk digunakan pada daerah yag sulit dijangkau dan mempunyai ruang yang terbatas b. Sistem perkuatan yang baik, karena kegagalan satu nail tidak terlalu mengganggu stabilitas dinding soil nailing c. Metode pelaksanaan yang cepat dan fleksibel, dan dapat dilaksanakan pada berbagai kondisi tanah d. Keseluruhan sistem fleksibel dan dapat mentolerir pergerakan horizontal dan vertikal yang besar e. Tidak mempunyai resiko besar bila terjadi deformasi struktur Sementara kerugiannya, seperti yang biasa terjadi pada sistem perkuatan yang lain dan kecil bila dibandingkan dengan keuntungannya, antara lain : 1. Tanah yang akan digali harus cukup kuat (sekitar 3-8 ft atau meter) selama beberapa jam yaitu pada waktu pelaksanaan instalansi / pemasangan nail 2. Sistem drainese yang baik sulit untuk diwujudkan 3. Sistem perkuatan ini tidak cocok untuk digunakan lempung lunak (very soft slay), tanah organik, tanah non kohesif, dan berpastisitas tinggi.

68 Bab III SOIL NAILING Air tanah tidak boleh keluar dari permukaan tanah galian selama pengaplikasian atau melakukan pekerjaan shocrete sebagai lapisan penutup (facing), karena itu sistem ini tidak cocok jika diaplikasikan atau dikerjakan pada daerah yang memiliki muka air tanah yang tinggi. III.4. Beberapa Pertimbangan dalam Merencanakan Soil Nailing Wall Dengan asumsi bahwa karakteristik tanah di tempat (in-situ) telah diketahui, maka ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum merencanakan suatu soil nailing wall seperti : 1. Konfigurasi dinding 2. Defleksi yang diijinkan 3. Umur konstruksi yang direncanakan 4. Sistem drainase yang dibutuhkan III.4.1. Konfigurasi Dinding Konfigurasi dinding merupakan salah satu pertimbangan yang harus diperhatikan selama perencanaan. Beberapa karakteristik konfigurasi yang harus ditentukan : 1. Tinggi dan panjang dinding 2. Penempatan horizontal dari dinding 3. Lereng dari dinding 4. Jaraknya terhadap struktur atau fasilitas yang mungkin dibangun 5. Perkiraan terhadap panjang yang akan menjorok ke lokasi milik orang lain, biasanya untuk perkiraaan awal diambil 0.5 sampai 1 kali dari tinggi dinding

69 Bab III SOIL NAILING 52 Hal-hal tersebut di atas akan menentukan besarnya lokasi yang tersedia dan dibutuhkan oleh dinding. Semakin tinggi curam suatu dinding maka akan semakin panjang nail yang digunakan. Bila dinding ingin dibuat berbentuk kurva atau segi banyak, maka harus diperhatikan penempatan nail agar tidak saling tumpang tindih satu sama lain. Bila digunakan dinding pracetak maka hal ini dapat menghilangkan pekerjaan pembuatan bekisting di belakang dinding. Juga harus dipertimbangkan penempatan dinding cukup jauh dari suatu yang mungkin dapat mengalami kerusakan selama pelaksanaan konstruksi. III.4.2. Defleksi yang dijinkan Soil nailing wall merupakan sistem penahan suatu galian, maka struktur lapisan dinding penahan harus dipertimbangkan sebagai sistem yang fleksibel. Menurut Bruce dan Jewel (tahun 1987) dindingnya (soil nailing wall) dapat mengalami deformasi lateral mulai 1/10 hingga 1/3 persen dari tinggi penggalian ( kali tinggi penggalian). Defleksi horizontal dari dinding biasanya dihubungkan dengan penurunan atau subsidence/amblas yang terjadi pada permukaan tanah. Besarnya penurunan permukaan tanah akan semakin berkurang sejalan dengan semakin jauhnya dari suatu penggalian. Bila ada struktur lain di dekat lokasi penggalian, maka harus dievakuasi kemungkinan terjadinya penurunan pada struktur tersebut. Terjadinya differential settlement akibat variasi tinggi dinding merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan.

70 Bab III SOIL NAILING 53 II.4.3. Umur Konstruksi yang Direncanakan Umum konstruksi soil nailing wall biasanya dibagi dua kategori, yaitu sementara atau permanen. Bila dinding penahan tanah bersifat sementara maka pertimbangan terhadap korosi pada baja, retak pada shotrete (Lapisan penutup tanah soil nailing), dan sistem drainase yang baik bisa dapat dikurangi. Sementara bila akan digunakan sebagai struktur yang permanen maka harus dipertimbangkan beberapa faktor-faktor berikut selama perencanaan : 1. Perlindungan terhadap korosi pada soil nail dan penulangan dari struktur penutup dinding permukaan. 2. Bentuk struktur dan estetika/keindahan dari permukaan dinding. 3. Sistem drainase yang diletakkan dibalik dinding. III.4.4 Sistem Drainase yang dibutuhkan Suatu sistem drainase yang tidak baik pada suatu soil nailing (retaining wall/dinding penahan tanah) akan mengakibatkan berbagai masalah, seperti: a. Dinding mengalami retak dan miring b. Berkurangnya ketahanan terhadap gelincir (slinding) c. Terjadinya erosi pada massa tanah d. Percepatan pada korosi e. Berkurangnya ketahanan terhadap keruntuhan lereng (slope failure) f. Beban horizontal yang berlebihan. Dengan tersedianya berbagai tipe sistem drainase akan mempermudah merencanakan suatu sistem drainase yang baik. Sementara biaya pembuatan suatu sistem drainase yang baik relatif kecil bila dibandingkan dengan biaya total

71 Bab III SOIL NAILING 54 pembuatan dinding, dan dapat dengan mudah ditempatkan selama pelaksanaan konstruksi. Sebagaian besar masalah yang timbul pada soil nailing wall berhubungan dengan masalah drainase, tetapi hal ini dapat diatasi dengan suatu penanganan lebih lanjut selama perencanaan dan pelaksanaan. III.5 Metode Perencanaan Pada awal penemuan metode soil nailing, terdapat tiga metode perencanaan yang dimunculkan pada berbagai literatur tahun 1970-an dan 1980-an yaitu : 1. Metode Davis (dan Metode Modified Davis) 2 Metode Jerman (the German method) 3. Metode Perancis (the French method) Ketiga metode ini mengacu pada metode perencanaan dengan analisa batas (limit analysis design methods) (Elias dan Juran, tahun 1991). Suatu kegagalan permukaan runtuh potensial kritis harus diasumsikan terlebih dahulu dan analisinya berdasarkan faktor keamanan global atau parsial. Pada kenyataan (prakteknya), kegagalan dari soil nailing wall terjadi secara bertahap dan mulai dari puncak lereng dengan tercabutnya (pull-out) nail pada baris paling atas. Sehingga suatu faktor keamanan global yang sama untuk semua nail tidak cukup akurat untuk memperkirakan perilaku nail pada baris yang berbeda. Suatu metode lain yang lebih kompleks dan tidak praktis didasarkan pada perilaku suatu urugan dengan stabilisasi mekanik. Metode Kinematik ini, yang dijabarkan oleh Juran (tahun 1977), mempertimbangkan suatu model keruntuhan akibat displacement (pergeseran) pada suatu kerangka kerja analisa batas secara

72 Bab III SOIL NAILING 55 kinematis. Metode kinematik ini memberikan penekanan yang berlebihan pada kekakuan nail dan sulit untuk digunakan. III.5.1 Metode Davis Pada metode Davis (Shen dan kawan-kawan tahun 1991) digunakan asumsi permukaan runtuh berbentuk parabola (a parabolic failure surface) yang melewati tumit/ujung dari dinding vertikal (Gambar III.9). Suatu analisis stabilitas lereng dengan menggunakan metode irisan (method of slides) digunakan untuk mengevaluasi kontribusi/pengaruh nail terhadap kestabilan keseluruhan konstruksi. Komponen kekuatan gaya tarik pada nail dipertimbangkan paralel dan tegak lurus terhadap permukaan runtuhnya. Ada dua kondisi yang harus dipertimbangkan dalam analisi : 1. Permukaan runtuh sebagian membentang melewati daerah yang diperkuat 2. Permukaan runtuh sepenuhnya berada di dalam massa tanah yang diperkuat Solusi untuk analisis dari kedua kondisi di atas mengandung faktor keamanan dan kelanjutannya harus di pecahkan dengan iterasi yang berulang-ulang Shen dan kawan kawan mengembangkan suatu program komputer untuk memecahkan penyelesaian masalah ini atau yang ada.

73 Bab III SOIL NAILING 56 (Sumber:Elias dan Juran, 1991) Gambar III.9 Metode Davis. Untuk kondis pertama persamaan keseimbangan gaya pada Elemen 1 adalah : N S 2 2 = ( W = ( W 1 1 S1)(cosα 3) N S1)(sinα 3) N 1 1 sinα 3 cosα 3 Dimana : W 1 = berat dari elemen 1 S 1 = gaya tangensial vertika antara elemen 1 dan elemen 2 α 3 = kemiringan permukaan runtuh pada dasar elemen 1

74 Bab III SOIL NAILING 57 N 1 = gaya sisi horizontal antara elemen 1 dan elemen 2 atau ½ K o (H L 1 )² Sedangkan persamaan keseimbangan gaya untuk elemen 2 adalah : N S 3 3 = ( W = ( W 2 2 S1)(cosα 5) N S1)(sinα 5) N 1 1 sinα 5 cosα 5 Dimana : W 2 = berat dari elemen 2 α 5 = kemiringan permukaan runtuh pada dasar elemen 2 Total gaya yang bekerja S D di sepanjang asumsi permukaan runtuh adalah : S D = ( W 1 S1)(sinα 3) + ( W 2 S1)sinα 5 + N 1(cosα 3 cosα 5) Sementara total gaya perlawanan S R di sepanjang asumsi permukaan runtuh adalah : S R = C ' LT + N 3 tanϕ 2' tanϕ1' + TT Di mana L T = panjang dari permukaan runtuh N 3 = gaya reaksi normal pada elemen 2 φ 1' = sudut φ terfaktor (φ/fk) untuk elemen 1 FK = faktor keamanan φ 2' = Sudut φ terfaktor untuk elemen 2 C N 2 = koefesien kohesi terfaktor (C/FK) = gaya reaksi normal pada elemen 1 di tambah dengan komponen gaya normal dari nail, T N atau N 2 = N 2 + T N Besarnya gaya perkuatan total atau komponen gaya dari nail T adalah gaya yang diperoleh dengan membagi panjang nail dibelakang permukaan runtuh dengan jarak horizontal antara nail

75 Bab III SOIL NAILING 58 III.5.2 Metode Modified Davis Elias dan Juran (1991) mengusulkan pengembangan pada metode Davis yang mengijinkan penggunaan beberapa parameter baru yang berhubungan dengan : 1. Besarnya tahanan nail terhadap gaya cabut keluar (pull-out) 2. Panjang nail permukaan dinding 3. Kemiringan permukaan dinding 4. Permukaan tanah di atas dinding yang membentuk lereng 5. Parameter kekuatan yang terfaktor Usulan lainnya dari pengembangan dari metode Davis termasuk adalah praktisi dari University of California-davis, the California Departement of Transportation dan Golder & Associates (Chassic, 1993). Keruntuhan Mohr-Coulumb, diasumsikan seluruhnya bekerja pada daerah permukaan runtuh potensial. Metode ini hanya mempertimbangkan gaya tarik dari nail, sama seperti metode Davis.

76 Bab III SOIL NAILING 59 Gambar III.10 Metode Jerman (Sumber:Elias dan Juran, 1991) Faktor keamanan global pada metode ini adalah rasio total gaya perlawanan yang dapat ditahan oleh nail dengan total gaya yang dibutuhkan oleh nail agar keseimbangan tetap tercapai. Gaya perlawanan yang dapat ditahan oleh nail adalah gaya yang terdapat pada bagian nail di belakang permukaan runtuh. Sementara total gaya yang dibutuhkan agar keseimbangan batas tetap tercapai diperoleh dengan memperhatikan poligon gaya yang bekerja pada irisan massa tanah yang kaku (rigid) yang dibatasi oleh permukaan runtuh. Gaya perlawanan nail ditimbulkan oleh kapasitas tercabut keluar (pull out capacity) dari nail. Kemiringan dari permukaan runtuh diperoleh dengan melakukan iterasi yang berulang-ulang sampai diperoleh suatu faktor keamanan yang paling kecil.

77 Bab III SOIL NAILING 60 Gassler dan Gudehus menunjukan bahwa faktor keamanan terkecil yang mengasumsikan suatu garis vertikal pada irisan A yang dibatasi oleh bagian belakang dari massa tanah yang diperkuat, umumnya dapat dirumuskan : σa π φ = 4 2 dimana : σ a = kemiringan dari permukaan runtuh potensial Ø = sudut geser dalam dari tanah Dengan mempertimbangkan penggunaan metode Jerman pada berbagai persoalan perencanaan umum, maka Elias dan Juran melakukan suatu penelitian dan menyatakan bahwa permukaan runtuh yang berbentuk bi-linier tidak konsisten bila diterapkan pada soil nailing wall. Dimana asumsi permukaan runtuh ini hanya cocok diterapkan pada tanah tak berkohesi yang mendapat beban tambahan yang besar, dengan mekanisme gelincir yang berbentuk lingkaran. III.5.3 Metode Perancis Metode Perancis ini yang diajukan oleh Schosser tahun 1983 mengasumsikan bahwa permukaan runtuh yang berbentuk lingakaran atau bukan lingkaran dapat diselesaikan dengan metode irisan seperti halnya dengan metode Davis. Massa tanah yang diperkuat dianggap sebagai material komposit. Metode ini memiliki empat kriteria keruntuhan, seperti terlihat pada Gambar III.11, yaitu : 1. Ketahanan geser dari tulangan / nail T max A s. f y, T c R c = A s. f y 2. Friksi pada nail T max π.d. τ ult. L a 3. Gaya gesek lateral normal dari tanah pada nail ρ ρmax 4. Ketahanan geser dari tanah τ < c + σ tan Ø Dimana : A s = luas penampang nail

78 Bab III SOIL NAILING 61 Fy D τ ult L a = tegangan leleh nail = diameter nail = tegangan geser lateral batas pada muka nail-tanah = panjang lekatan nail di daerah tahanan Gambar III.11 Metode Perancis (Sumber:Elias dan Juran, 1991) Setiap nail dievaluasi pada keempat kreteria yang disebutkan diatas, yang menghasilkan perbedaan berbagai model kegagalan pada nail, tanah disekitar nail, dan pada antar-muka nail dengan tanah. Petunjuk untuk evaluasi ini diperinci lebih lanjut oleh Mitchell dan Villet ( 1987) dan oleh Elias dan Juran ( tahun 1991).

79 Bab III SOIL NAILING 62 Ketahanan geser pada tanah dapat dievaluasi dengan kreteria keruntuhan Mohr- Coulomb, dengan sudut geser dalam Ø dan koefisien kohesi c sebagai parameter tanah. Tanah akan mengalami keruntuhan bila tegangan geser yang timbul melebihi besarnya tegangan normal dikalikan dengan tan Ø ditambah dengan koefisien kohesi c. Gaya tarik nail dapat dihitung berdasarkan tahanan tercabut keluar(pull-out resistance) dari nail yang berbeda dibelakang asumsi permukaan runtuh. Kegagalan terjadi bila gaya tarik yang timbul pada nail lebih besar dari luas permukaan nail dibelakang permukaan runtuh dikalikan dengan harga maksimum dari koefisien friksi permukaan yang diijinkan (sama dengan harga koefisien friksi permukaan ultimate dibagi dengan faktor keamanan). Besarnya faktor keamanan minimum yang digunakan adalah 1.5. Kreteria kegagalan yang melibatkan interaksi antara nail dan tanah, sama dengan perhitungan kapasitas beban dan deformasi tanah/struktur. Besarnya momen lentur dan gaya geser yang diijinkan pada nail kemudian dibandingkan dengan momen lentur dan gaya geser yang timbul. Kegagalan pada nail bila gaya-gaya yang timbul lebih besar gaya-gaya yang yang diijinkan.besarnya gaya pada setiap nail didefinisikan sebagai berikut: 1 Vo = pdlo 2 Dimana : p = tekanan pasif pada nail D L o = diameter dari nail = panjang penyaluran dari nail

80 Bab III SOIL NAILING 63 4EI = k D h Dimana : E = modulus elastisitas nail I K h = momen inersia dari nail = modulus subgrade/lapisan bawah horizontal dari tanah Harga nilai V o ini sebanding dengan setengah harga nilai ultimate, atau : V o 1 Mp = DL o DLo² Dimana : M p = momen maksimum yang diijinkan pada nail Maka besarnya momen maksimum yang diijinkan pada setiap nail adalah : M max = 0.16 P D L o FK = Mp M max Besarnya harga faktor keamanan minimal yang dapat diterima adalah 2.0 Terakhir adalah mengombinasikan tegangan tarik dan geser dari nail dengan menggunakan kriteria kegagalan Tresca, yaitu : T ² V ² + Rn² Rc² < 1 Dimana : V = gaya geser yang timbul pada nail Rc = 1+ 4 tan ² α [ ( )] 0.25 T = gaya tarik yang timbul pada nail = 4 V tan (1.57 α) R n R c = tegangan tarik dari nail, fy = tegangan geser dari nail, 2 fy

81 Bab III SOIL NAILING 64 α = sudut yang dibentuk antara nail dengan permukaan runtuh lereng Besarnya faktor keamanan yang direkomendasikan untuk dinding sementara dan permanen berturut-turut adalah 1.3, 1.5. III.5.4 Metode Kinematik Elias dan juran memperkenalkan suatu metode kinematikal, dimana dasar dari metode ini adalah analisa batas yang berhubungan suatu model keruntuhan akibat displacement/perpindahan. Metode ini berbeda dengan yang lainnya, karena metode ini tidak menggunakan metode irisan sebagai solusi dari permasalah, tetapi memperlakukan dinding soil nailing sebagai suatu urungan dengan stabilisasi mekanik. Metode ini mengasumsikan Quasi-rigid body rotation atau anggapan kaku pada badan rotasi yang didefinisikan oleh suatu permukaan runtuh asumsi berbentuk lingkaran atau log- spiral (Gambar III.12). Selanjutnya, metode ini hampir sama dengan metode Perancis, karena metode ini menggunakan kreteria keruntuhan Mohn-Coulomb untuk tanah kreteria kegagalan Tresca untuk nail.

82 Bab III SOIL NAILING 65 Gambar III.12 Metode Kinematik (Sumber:Elias dan Juran, 1991) Asumsi yang digunakan pada metode ini.: 1. Keruntuhan terjadi akibat rotasi badan kaku kuasi (Quasi-rigid body) dari daerah akibat yang dibatasi oleh permukaan yang berbentuk lingkaran atau log-spiral 2. Pada saat terjadi keruntuhan, garis yang menghubungkan titk-titik dengan gaya tarik dan gaya geser maksimum berhimpit dengan permukaan runtuh yang terjadi pada tanah 3. Daerah aktif dan daerah tahanan dibatasi suatu lapisan tipis tanah yang berada pada keadaan batas dari aliran plastis kaku. 4. Tahanan geser dari nail bekerja pada arah permukaan gelincir massa tanah dan didefinisikan dengan kreteria tresca. 5. Kompenen horizontal dari gaya antar irisan, yang bekerja pada sisi irisan horizontal memiliki besar yang sama.

83 Bab III SOIL NAILING Beban tambahan atau permukaan yang membentuk lereng pada bagian atas massa tanah diperkuat mengakibatkan penurunan gaya pada nail yang berbanding linier terhadap kedalaman sepanjang permukaan runtuh. Analisa terhadap pengaruh kekuatan lentur dari nail dengan tidak memperhatikan adanya grout, memberikan hasil bahwa pada permukaan runtuh, momen lentur pada nail sama dengan nol, sedangkan gaya tarik dan gaya geser mencapai harga maksimum. Kedalaman ini merupakan parameter kekakuan lentur tak berdemensi yang didefinisikan sebagai : N = KhDbLo ² γhshsv Dimana: L o = panjang penyaluran yang menunjukan kekuatan relatif EI L o = KhDb terhadap tanah, yang dirumuskan dengan: 4 ¼ H E I D b Sv S h K h γ = tinggi dari dinding penahan = modulus elastisitas dari nail = momen inersia dari nail = diameter dari nail = jarak vertikal antara nail = jarak horizatal antara nail = modulus reaksi lateral tanah = berat jenis tanah Harga K h dapat diestimasi dengan menggunakan garfik yang dibuat untuk dinding dengan pengangkuran (lampiran 6) parameter kekekuan lentur N untuk sebagaian besar desain bervariasi antara 0.10 hingga 1.50

84 Bab III SOIL NAILING 67 Besarnya gaya tarik maksimum yang timbul (TN) dan gaya tarik maksimum yang timbul (TS) pada setiap tingakatan nail (Z/H) diperlihatkan suatu parameter tak berdimensi : TN = T max γhsnsv Tc TS = γhsns v Perencanaan dengan metode kinematik berdasarkan pada evaluasi stabilitas lokal pada setiap nail dengan memperhatikan dua kriteria kegagalan, yaitu : 1. kegagalan akibat naik tercabut keluar 2. kegagalan akibat rusak atau putusnya nail 1. Kegagalan Akibat Nail Tercabut Keluar Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan panjang nail dengan menggunakan parameter-parameter yang telah diketahui adalah: T max F < 1 πdgla FKp Dimana: T max = gaya tarik maksimal nail L a = panjang lekatan FK p = faktor keamanan untuk kegagalan nail tercabut keluar F 1 D g = tegangan geser lateral batas pada antar muka nail - tanah = diameter lubang grout Dengan menerapkan kretia di atas pada struktur soil nailing, maka geometri struktur yang ditunjukan dengan ratio L/H( L adalah panjang total dari nail ),pada setiap tingkatan nail harus memenuhi persamaan sebagai berikut:

85 Bab III SOIL NAILING 68 L H S H TN + FKp πμ dimana: S = panjang nail pada daerah aktif γ = berat jenis tanah 2. Kegagalan Akibat Rusak atas Putusnya Nail Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan nail yang diperlukan dengan menggunakan paramter-parameter yang telah diketahui adalah : untuk nail yang lentur/fleksibel (N=0) yang hanya menahan gaya tarik : fyas γhshs v TN dimana: f y = tegangan leleh yang diizinkan A s = luas penampang nail untuk nail yang kaku(n>0)yang dapat menahan gaya tarik dan gaya geser dengan memeperhatikan kreteria kegagalan tresca: fyas γhshs v K eg dimana : Keg = (TN²+4TS²)½ Kegagalan akibat nail patah secara teori juga terjadi pada titik dimana terjadi momen maksimum, yaitu apanila M max melebihi momen plastis dari material nail M p jadi harus memenuhi : M p > FK m. M max Dimana: FK m = 1 apabila menggunakan tegangan tarik yang diizinkan, atau = 1.8 apabila tidak 1.0 FK m 1.8

86 Bab III SOIL NAILING 69 FK m = faktor keamanan sehubungan dengan lentur plastis Dengan analisa p-y diperoleh M max = 0.32 T c L o, sehingga diperoleh : Mp / Lo 0.32FKmTS γhshsv Db Dg³ Db³ Mp = fsteel(0.4244)( π )( ³ + 0.5(0.4244) fygrout Nilai TN, TS, dan S/H didapat dari grafik seperti pada Lampiran 6. III.5.5 Metode Caltrans Metode ini dikembangkan oleh Calfornia Departement of Transportation Amerika Serikat. Pada metode ini mengasumsikan bahwa permukaan runtuh pada dinding soil nailing berupa irisan bi-linier dan tri linier. Irisan bi-linier digunakan untuk menganalisa bidang keruntuhan yang terjadi pada dasar (toe) dinding sedangkan tri-linier digunakan untuk bidang keruntuhan yang terjadi di bawah atau di luar daerah dasar ( toe ) dinding. Analisa ini dikembangkan dalam suatu program komputer SNAIL TM. Untuk analisa di bawah ini tidak diperhitungkan irisan tri-linier. Komponen-komponen dasar yang digunakan pada program SNAIL. adalah : W 1, W 2 θ 1, θ 2 = berat irisan = sudut bidang runtuh masing-masing irisan terhadap bidang horizontal l 1, l 2 = panjang dasar bidang runtuh pada masing-masing irisan l 1w, l 2w = submerged lenght (panjang yang terendam air ) dasar bidang runtuh masing-masing irisan l 3 = panjang tegak irisan

87 Bab III SOIL NAILING 70 E 1, E 2 0 = gaya gempa pada masing-masing irisan, termasuk komponen horizontal (K H ) dan vertikal (K V ) Ψ T`N 1, T`N 2 = sudut gaya gempa terhadap bidang horizontal = jumlah gaya tarik tulangan pada masing-masing irisan *,** α R 1, R 2 = sudut tulangan terhadap bidang horizontal = resultan gaya geser pada dasar masing-masing irisan R 3 Φ` C` F = resultan gaya geser antar sisi irisan*** = sudut geser yang dimobilisasi* = kohesi yang dimobilisasi* = faktor keamanan *T`N 1,2 = (TN 1,2 ) / F ; (Tie-back walls, T`N 1,2 = TN 1,2 ) *Φ` *C` = Tan = C/F -1 (Tan Φ/F) δ 1 δ 2 = θ 1 + Ψ = θ 2 + Ψ ** jika pilihan 1= 1,T`N 1,2 = T N 1,2 *** gaya pada tulangan diakibatkan gaya pada irisan diabaikan beban gempa (E 1 & E 2 ). E 1,E 2 = W 1, 2 [K H ² + K V ²] 1/2 Penyelesaian persamaan : Irisan 2 : Σ F N = 0 : E 2 (1-L 2W /l 2 )Sin δ 2 - T`N 2 Sin(α + θ2) W 2 Cosθ2 C`l 3 Cosθ 2 R 32 Sin(Φ`- θ 2 ) + R 2 Cos Φ` = 0 (1)

88 Bab III SOIL NAILING 71 Σ F T = 0 : -E 2 Cosδ 2 - T`N 2 Cos(α + θ2) W 2 Sinθ2 C`l 2 - C`l 3 Sinθ 2 R 32 Cos(Φ`θ 2 ) + R 2 Sin Φ` = 0 (2) Dari : R 2 = [R 32 Sin(Φ -θ 2 )/CosΦ ] + [(C l 3 +W 2 )Cosθ 2 /CosΦ ] + [(B 2 -A 2 )/CosΦ ] (3) R2 = [R 32 Cos(Φ -θ 2 )/SinΦ ] + [(C l 3 +W 2 )Sinθ 2 /SinΦ ] - [C l 2 /SinΦ ] + [(A 22 - BB22)/SinΦ ] (4) (3) = (4) => R 32 [(Sin(Φ -θ 2 ) / CosΦ ) - (Cos(Φ -θ 2 ) / SinΦ )] = [(C l 3 +W 2 ) Sinθ 2 / SinΦ ] - [(C l 3 +W 2 ) Cosθ 2 / CosΦ ] - [C l 2 /SinΦ ] + [(A 22 -B 22 )/SinΦ ] - [(B 2 - A 2 )/CosΦ ] Dengan penyederhanaan di dapat : R 32 = [(A 22 -B 22 ) + (C l 3 +W 2 ) Sinθ 2 - C l 2 - [(B 2 -A 2 ) + (C l 3 +W 2 ) Cosθ 2 ]TanΦ ] / [Sin(Φ - θ 2 ) TanΦ - Cos (Φ -θ 2 )] (5) Gambar III.13 Gaya gaya yang bekerja beserta arahnya pada irisan bi linier

89 Bab III SOIL NAILING 72 (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research.2000) Irisan 1 : Σ F N = 0 : E 1 (1-L 1W /l 1 )Sin δ1 -T N 1 Sin(α+θ1) - W 1 Cosθ 1 + C l 3 Cosθ 1 + R 31 Sin(Φ -θ 1 ) + R 1 CosΦ = 0 (6) Σ F T = 0 : - E 1 Cosδ 1 + T N 1 Cos(α+θ 1 ) - W 1 Sinθ 1 + C l 1 + C l 3 Sinθ 1 + R 31 Cos(Φ - θ 1 ) + R 1 SinΦ = 0 (7) Dari : R 1 = [(W 1 -C l 3 )Cosθ 1 /CosΦ ] + [(B 1 -A 1 )/CosΦ ] - [R 31 Sin(Φ -θ 1 )/CosΦ ] (8) R 1 = [(W 1 -C l 3 )Sinθ 1 /SinΦ ] - [C l 1 /SinΦ ] + [(A 11 -B 11 )/SinΦ ] - [R 31 Cos(Φ - θ1)/sinφ ] (9) (8) = (9) => R 31 [(Cos(Φ -θ 1 )) - (Sin (Φ -θ 1 ) TanΦ )] = (A 11 -B 11 ) + (W 1 C l 3 ) Sinθ 1 - (C l 1 ) - [(B 1 -A 1 ) + (W 1 -C l 3 )Cosθ 1 ]TanΦ Dengan penyederhanaan di dapat : R 31 = {(A 11 -B 11 ) + (W 1 -C l 3 )Sinθ1 - (C l 1 ) - [(B 1 -A 1 ) + (W 1 -C l 3 ) Cosθ 1 ] TanΦ } / (Cos(Φ -θ 1 ) - Sin(Φ -θ 1 )TanΦ ) (10) Set 5) = 10) & ingat : l1 A 1 = E 1 (1-L 1 W/l 1 )Sinδ 1 B 1 = T N 1 Sin(α+θ 1 ) A 11 = E 1 Cosδ 1 B 11 = T N 1 Cos(α+θ 1 ) A 2 = E 2 (1-L 2W /l 2 )Sin δ 2 B 2 = T N 2 Sin(α+θ 2 ) A 22 = E 2 Cosδ 2 B 22 = T N 2 Cos(α+θ 2 ) R 32 = {(E 2 Cosδ 2 -T N 2 Cos(α+θ 2 )) + (W 2 +C l 3 )Sinθ 2 - (C l 2 ) -[(T N 2 Sin(α+θ 2 ) - E 2 (1 -L 2W /l 2 )Sin δ 2 ) + (W 2 +C l 3 )Cosθ 2 ]TanΦ ) / [(Cos(2Φ -θ 2 ))/CosΦ ] (11)

90 Bab III SOIL NAILING 73 R 31 = {(E 1 Cosδ 1 -T N 1 Cos(α+θ 1 )) + (W 1 -C l 3 )Sinθ 1 - (C l 1 ) [(T N 1 Sin(α+θ1)-E 1 (1 - L 1W /l 1 )Sin δ 1 ) + (W 1 -C l 3 )Cosθ 1 ]TanΦ }/[(Cos(2Φ -θ 1 ))/CosΦ ] (12) Di ulang terus pada F hingga : R 32 - R 31 / [ R 32 + R 31 ] 0.01 Pada kasus pasif Pada kasus pasif, maka asumsi yang dibuat adalah : 1. Tidak ada gaya pada nail 2. Hanya keruntuhan tunggal yang diperhitungkan pada tanah homogen 3. Sudut geser tanah dan kohesi tanah dimobilisasi penuh Gambar III.14 Gaya gaya yang bekerja beserta arahnya pada keadaan pasif (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research.2000) Dimana : R, E, Ψ = Komponen komponen dasar yang sama pada SNAIL diatas :

91 Bab III SOIL NAILING 74 P = Passive Force CH = OH*COH CL = OL*COH L = OL; L w = Submerged length (panjang yang terendam air) Σ F N = 0 E(1-L w /L)Sin(Ψ-θ) - (W+CH)Cosθ -PSin(θ1+Δ) + R CosΦ = 0 (13) Σ F T = 0 E(1-L w /L) Cos(Ψ-θ) - (W+CH)Sinθ - CL + PCos(θ1+Δ) + RSinΦ = 0 (14) Darri (13) & (14) : PCos (Δ +θ 1 +Φ ) - (W+CH)Sin(θ1+Φ ) + E(1-L w /L)Cos(Ψ-θ-Φ ) = CLCosF P = ((W+CH)Sin(θ 1 +Φ ) + CLCosΦ -E(1-L w /L)Cos(Ψ-θ -Φ )) / Cos (θ 1 +Φ +Δ) (θ divariasi untuk mendapatkan ketahanan minimum pasif ) Modifikasi Algoritma pada dua atau lebih lapisan tanah Pada kasus lapisan tanah lebih dari pada satu (heterogen), irisan dibagi menjadi sub-irisan (yang diperhatikan dibawah adalah system 2 lapis) Wi = Wi L + Wi R (i=1.2)

92 Bab III SOIL NAILING 75 Gambar III.15 Properti tanah untuk irisan pada system dua lapis tanah (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research.2000) Kohesi tanah dan sudut geser sepanjang keruntuhan rencana OB irisannya ditetapkan seperti pada gambar. Gaya gaya pada DE merupakan hasil perhitungan persamaan (11) dan (12). Pada OA, sudut geser dan kohesi kurang lebih diambil rata ratanya : Φ3 = tan -1 ((CA*tan(Φ 1 )+OC*tan(Φ 2 ))/OA) dan C 3 = (CA*C 1 + OC*C 2 ) / OA III.5.6 Berbagai Metode Diamplakasikan Program Komputer Tanpa adanya bantuan berbagai program komputer maka untuk menghitung suatu perencanaan akan sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama. Berbagai program komputer telah tersedia untuk merencanakan suatu dinding penahan tanah dengan metode soil nailing. Dengan demikian waktu yang digunakan untuk

93 Bab III SOIL NAILING 76 menghitung satu alternatif dengan cara manual,dapat digunakan untuk melakukan perhitungan secara trial and erorr terhadap beberapa alternatif dengan menggunakan komputer. Berbagai program komputer yang dapat menyelesaikan masalah stabilitas lereng, dikembangkan sehingga dapat digunakan menyelesaikan masalah stabilitas lereng disertai adanya perkuatan atau nail. Sementara itu juga terdapat berbagai program komputer yang khusus dikembangkan untuk metode soil nailing. Seperti program yang dikembangkan oleh Shen dan kawan kawan, program yang dikembangkan oleh Caltran ( Calfornia Departement of Transportion tahun 1991 ) yang dinamai SNAIL, program yang dikembangkan oleh Golder & Associate yang dinamai GOLDNAIL, salah satu keuntungan pada program SNAIL adalah nail dan tieback dapat dikombinasikan bila diperlukan. Metode Perancis ( program dengan nama TALREN) dan metode Jerman juga memiliki program yang sama, hanya saja program tersebut sulit dan mahal untuk mendapatkannya. III.5.7 Ketidak-konsistensi-an (Inconsistencies) Pada Metode Perencanaan Pada berbagai metode yang dijabarkan selalu terdapat ketidak konsistensi-an pada beberapa hal, seperti parameter yang dibutuhkan sebagai data masukan (input), metode analisa dan perbandingannya terhadap perilaku yang telah diselidiki. Menurut Walkinshaw ( tahun 1992 ketidak konsistensi-an dapat terjadi karena: 1. Pengabaian gaya antar unsur yang tidak seharusnya dilakukan,pada metode Davis

94 Bab III SOIL NAILING Tidak konsistensi-nya tekanan lateral tanah dengan distribusi gaya pada nail dan tegangan pada struktur penutup permukaan (pada semua metode) 3. Tidak adanya distribusi ruang dari gaya-gaya pada nail sehubugan dengan adanya tahap pelaksanaan konstruksi ( pada semua metode kecuali pada metode Golden) 4. Anggapan yang mengatakan penekanan yang tidak praktis terhadap kekakuan nail(pada metode Kenematik) Dalam suatu analisa tahapan perlu dipilih suatu metode,kemudian harus dilakukan suatu modifikasi dan penyesuaian yang seperlunya berdasarkan pada pengalaman, alat-alat yang tersedia suatu studi kasus, dan pada suatu penilaian rekayasa(engineering judgement). III.6 Sistem Perencanaan Soil Nailing Wall Sistem perencanaan untuk soil nailing wall menyangkut perencanaan untuk nail dan perencanaan untuk struktur menutup permukaan (facing). Ukuran dan panjang dari nail ditentukan berdasarkan stabilitas global (Global stability) dan stabilitas dalam (internal stability). Selain itu juga harus ditentukan jarak antara nail, Biasa terdapat penyelesaian yang dapat diterima dan keputusan akhir biasanya dengan memperhatikan segi ekonominya. Perencananaan struktur penutup permukaan (facing) menyangkut masalah jenis material, ketebalan, dan perkuatan atau tulangannya, dan hal-hal tersebut tergantung dari asumsi besarnya gaya pada nail. Selain itu masalah kekakuan

95 Bab III SOIL NAILING 78 tanah juga harus diperhitungkan, terutama bila menggunakan analisa balok di atas tumpuan elastis. Masalah penggunaan sementara atau permanen harus ditentukan, karena jenis material dan faktor keamanan yang digunakan akan berbeda massa penggunaannya. III.6.1 Metode Empiris Bruce dan Jewell menyimpulkan beberapa parameter yang dapat digunakan sebagai awal yang berdasarkan pada berbagai kasus yang telah diselidiki. Parameter-parameter tersebut adalah: 1. Rasio panjang (L/H)(Gambar III.16), dengan ketentuan : a untuk tanah dengan butir-butiran kecil (granular soils), di mana nail ditempatkan dengan pembuatan lubang lebih dahulu dan kemudian diberi grout. b untuk tanah dengan butiran-butiran kecil (granular soils) diman nail ditempatkan langsung tanpa pembuatan lubang lebih dahulu. c untuk tanah liat atau pasir yang mengandung kapur, dan tanah berkerikil. 2. Ratio kelekatan/bond (dl/s)(gambar III.17), dengan ketentuan: a untuk tanah dengan butir-butiran kecil(granular soils) dimana nail ditempatkan dengan pembuatan lubang lebih dahulu dan kemudian diberi grout. b untuk tanah dengan butir-butiran kecil (granular soils), dimana nail ditempatkan langsung tanpa pembuatan lubang lebih dahulu.

96 Bab III SOIL NAILING 79 c untuk tanah liat atau pasir yang mengandung kapur, dan tanah berkerikil. 3. Ratio kekuatan/strength (d bar ²/S) ( Gambar III.18) dengan ketentuan : a untuk tanah dengan butir butiran kecil (Granular soils),di mana nail ditempatkan dengan pembuatan lubang lebih dahulu dan kemudian diberi grout. b untuk tanah dengan butir butiran kecil (Granular soils), dimana nail ditempatkan langsung tanpa pembuatan lubang lebih dahulu. c untuk tanah liat atau pasir yang mengandung kapur, dan tanah berkerikil. Dimana: L = panjang dari nail H d d bar S = tinggi dari dinding = diameter lubang untuk nail rasio lekatan/bond = diameter nail untuk rasio kekuatan/strength = Jarak antara nail

97 Bab III SOIL NAILING 80 Gambar III.16 Rasio panjang pada metode empiris soil nailing (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research.2000) Gambar III.17 Rasio lekatan/bond metode empiris soil nailing

98 Bab III SOIL NAILING 81 (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research.2000) Gambar III.18 Rasio kekuatan/strength metode empiris soil nailing (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research.2000) III.6.2 Stabitas Global Pada umumnya, suatu perencanaan sistem soil nailing yang lebih terperinci dimulai dengan analisa kestabilan global. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yang ada untuk menganalisa kestabilan lereng. Metode Davis modifikasi ( Metode Modified Davis) merupakan salah satu metode yang paling sederhana telah tersedia grafik-grafik yang dapat langsung digunakan untuk perencanaan (Gambar III.19). Sementara program SNAIL. Merupakan metode lain yang praktis digunakan untuk menghitung kestabilan global.

99 Bab III SOIL NAILING 82 Gambar III.19 Grafik metode Modified Davis (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research.2000) III.6.3 Stabilitas Dalam Beberapa metode selain menghitung kestabilan global, juga menghasilkan distribusi gaya dan model kegagalan untuk nail. Hal ini sangat menguntungkan, karena satu metode analisa dapat memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan. Metode kinematik merupakan salah satu metode yang memberikan keuntungan ini.

100 Bab III SOIL NAILING 83 III.7 Metode Pelaksanaan Konstruksi Soil Nailing merupakan metode perkuatan ditempat ( in situ ) dengan cara inklusi yaitu memasukkan baja tulangan ( nail ). Nail yang dimasukkan (inklusi) adalah bukanlah baja yang di pre-stress dan mempunyai jarak antar tulangan sekitar 3 sampai 7 feet ( 1.0 sampai 2.0 meter ). Nail tersebut ditempatkan pada lubang yang sudah di bor terlebih dahulu dan di-grout sepanjang nail/paku tersebut. Permukaan tanah yang digali distabilkan dengan menggunakan lapisan beton tipis ( Facing ) setebal 4 sampai 6 inchi ( centimeter) yang diperkuat dengan wire mesh. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan kontruksi soil nailing wall adalah sebagai berikut 1. Untuk lapisan pertama, tanah digali sampai kedalaman 1-2 meter tetapi pada kondisi tanah tertentu dapat sampai 3 meter dan sudut kemiringan sadut 75 derajat samapai 90 derajat sedangkan permukaan tanah pada bagian atas di lean concrete terlebih dahulu untuk mencegah resapan air ke dalam tanah. (Gambar III.20.Step1) 2. Membuat barisan lubang dengan bor yang posisi, panjang dan sudut kemiringan telah ditetapkan sebelumnya. Dengan diameter berkisar anta 9 sampai 30 centimeter sedangkan panjang pemboran biasanya 60 sampai 100 % tinggi dinding. Tanah yang sudah dibor dibersihkan lumpurnya karena lumpur dapat mengurangi tahanan fisik tanah, dan bila lubang berada di bawah permukaan air tanah maka harus dilakukan, dewatering untuk mengurangi tekanan air pada dinding yang telah di bor (Gambar III.20.Step2)

101 Bab III SOIL NAILING Setelah lubang bersih, besi (nail) yang sudah dipasang centralizer dimasukkan ke lubang bor dan diameter (nail) biasanya berkisar antara 19 sampai 38 mm (Gambar III.20.Step3 ) 4. Lubang bor yang sudah ada besi, dipasang pipa tremi untuk grouting dengan bahan semen dicampur dengan additive yang sesuai de spesifikasi. (Gambar III.20.Step3) 5. Penempatan sistem drainese air tanah/hujan yang tersebut dari geosihyntetic) (evaluasi tergantung kondisi lapangan) dipasang pada permukaan dinding tanah dengan jarak sesuai pada permukaan dinding tanah wiremash ( tabung biasa) dipasang pada permukaan dinding tanah yang telah dipasang nail-nya beserta dengan pipa-pipa kecil yang berfungsi sebagai drain. (Gambar III.20.Step3) 6. Permukaan tanah galian tersebut di shotcreted ( disemprot beton ) dengan ketebalan 100 sampi 150 mm. Setelah itu yang dari nailing dipasang plat besi dan dikencangkan dengan mur. (Gambar III.20.Step4) 7. Setelah lapisan pertama selesai dikerjakan dilanjutkan dengan galian untuk lapisan berikutnya. 8. Lakukan langkah-langkah tersebut di atas untuk lapisan berikutnya (Gambar III.20.Step5) 9. Setelah mencapai ketinggian yang kita inginkan, dilakukan penutupan dengan shotcrete, selain agar nail yang telah dikuatkan dengan mur, dan masih tampak menjadi tertutup (estetika) juga berguna untuk perlindungan terhadap karat. (Gambar III.20.Step6)

102 Bab III SOIL NAILING 85 Gambar III.20 Tahapan pekerjaan soil nailing (sumber: Xanhakos, Petros P.,, Lee W. Abramson dan Donald A Bruce. Gound Control and Improvenrent.1994)

103 Bab III SOIL NAILING 86 Gambar III.21 photo pelaksanaan soil nailing III.7.1 Prosedure Pelaksanaan Kontruksi pada Soil Nailing Sistem soil nailing mempunyai beberapa Komponen utama dalam kontruksinya, berikut syarat-syarat yang dilakukan dalam instalasinya yaitu ( menurut Chassie, 1993) a. Penggalian tanah dengan kedalaman dibatasi antara 3 sampai 6 ( 1 sampai 2 meter) b. Lubang bor 1. Diameter lubang berkisar antara 3.5 sampai 12 ( 9 sampai 30 centimeter) 2. Jarak antara lubang bor berkisar antara 3 sampai 7 ( 90 sampai 210 centimeter) 3. Sudut kemiringan lubang bor berkisar antara 5 sampai 20

104 Bab III SOIL NAILING Panjang kedalaman lubang bor berkisar antara 60 sampai 100% tinggi dinding. c. Pemasangan nail atau paku ( baja tulangan ) dan grout 1. Ukuran nail atau paku 9 baja tulangan berkisar antara berdiameter 3/4 sampai 1 ½ ( 19 sampai 38 mm ), bergradien (grade) Campuran grout terdiri dari semen grout murni (dicampur dengan zat additive), kadar air semen antara 0.4 sampai Pada dinding permenen, maka baja/nail yang digunakan harus diberi lapisan Expoxy atau Encapsulated (nail berlapis pelindung plastik) untuk perlindungan terhadap karat. d. Pemasangan Prefabricated Drain ( rakitan lapisan plasik geosynthetics drainase/core drain) 1. Lebar ukuran core drain berkisar antara 1 sampai 2 ( 25 sampai 50 centimeter ) 2. Macam drainase: geosynthetics dan pipa. 3. Core drain harus dipasang dari atas ke bawah secara berkesinambungan. e. Lapisan penutup (Facing) 1. Permukaan lapisan tanah galian yang di shotcrete ( disemprot campuran beton) memiliki ketebalan berkisar antara 4 sampai 10 ( 10 sampai 15 centimeter ) 2. Campuran beton shotcrete biasanya memiliki ukuran agregat maksimum 3/8 atau 9 sampai 10 mm. 3. Kekuatan betonnya mencapai kekuatan 3000 sampai 4000 psi (sekitar 210 sampai 280 kg/cm²) pada usia beton 28 hari.

105 Bab III SOIL NAILING Ketebalan lapisan beton dapat dihitung dengan formula: d = [0.2 TL] 0.5 dimana: d = ketebalan shotcrete, in T= kekuatan paku maksimum, kips L= jarak antar paku, ft f. Wire Mesh dan pelat baja 1. Ukuran wire mesh biasanya tergantung dari jarak antar lubang. 2. Ukuran pelat baja yang dipakai: 6 x 6 x3/8 sampai 8 x8x1/2 ( sekitar 150x150x10 mm sampai 200x200x12 mm ). Gambar III.22 Bagian-bagian soil nailing

106 Bab III SOIL NAILING 89 (sumber: Xanhakos, Petros P.,, Lee W. Abramson dan Donald A Bruce. Gound Control and Improvenrent.1994) Tabel III.1 Rangkuman metode desain sistem soil nailing No Metode Keterangan 1 Davis a. Didasarkan pada metode batas keseimbangan (limid equilibrium) b. permukaan runtuh parabola melewati toe dinding c. pada tulangan hanya gaya-gaya tarik yang diperhitungkan. d. Program komputer : NAILM8 2 Juran dan Elias a. Didasarkan pada analisis batas kinematik b. Permukaan runtuh circular atau log spiral c. Dapat menghitung gaya-gaya tarik dan geser pada kondisi bekerja dan kondisi tegangan d. Memperhitungkan tahanan tarik dan bending stiffess dari nails 3 Jerman a. Didasarkan pada analisa batas keseimbangan b. Massa yang berpotensi gelincir dibagi menjadi dua iriasan yaitu dibelakang daerah tersebut adalah irisan kedua. c. Pada tulangan, hanya gaya-gaya tarik yang diperhitungkan 4 Perancis a. Didasarkan pada analisis batas keseimbangan. b. permukaan runtuh circular dan non circular

107 Bab III SOIL NAILING 90 c. Memperhitungkan tahanan tarik, kuat geser dan beding stiffness dari nails d. Program komputer : TALREN dan CLOUDIM 5 Caltrans a. Didasarkan pada analisis batas keseimbangan. b. Permukaan runtuh bi-linier dan tri-linier c. Pada tulangan hanya memperhitungkan gayagaya tarik d. Solusi diperoleh dengan metode iterative e. Program komputer: SNAIL.

108 Bab III SOIL NAILING 93 III.8 Manual Program SNAILWIN ver.3.10 Program Snail adalah program komputer untuk soil nailing yang dikembangkan oleh Division of New Technology, Material and Research, California Departement Of Transportation (CALTRANS) dengan menggunakan prosedur analisis irisan. Program Snailwin ini adalah versi windows yang telah dikembangkan dari versi 3.09b dan dirancang ke windows oleh Joel T. Retanan dari CALTRANS Division of Research & Innovation. Sedangkan versi 3.09b adalah hasil pengembangan dari versi yang telah didistribusikan bersama dengan panduan panduan. Disamping terdapat fitur fitur pada versi sebelumnya versi - revisi ini dimodifikasi untuk meningkatkan jumlah lereng di atas dinding sama dengan jumlah lapisan tanah (lebih dari 7 lapisan dasar tanah/toe dan maksimum 2 dibawah dasar tanah/toe) dan perubahan lain juga ada pada lampiran revisi manualnya. III.8.1 Dasar Teori Program ini menggunakan analisa bi-linier, untuk rencana runtuh keluar dari toe dari dinding dan analisa tri linier, untuk rencana runtuh dibawah dan melewati toe dari dinding. Program ini melakukan perhitungan keseimbangan gaya gaya hanya dengan mengikutsertakan gaya gaya pada irisan, berdasarkan Φ (sudut geser) dan C (kohesi) yang dimobilisasi. Tahanannya ditentukan oleh tekanan pasif tanah dimana gaya pasif dimiringkan pada sudut 1/3 Φ yang dimobilisasi pada sumbu tegak. Pada analisa tri-linier, tulangan tidak lagi dipertimbangkan.

109 Bab III SOIL NAILING 94 III.8.2 Kelebihan Program SNAILWIN ver 3.10 Pada dasarnya setiap pengembangan akan menghasilkan keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan program yang telah dibuat sebelumnya. Kelebihannya hampir sama dengan versi 3.09b hanya saja versi Snailwin ini lebih praktis dan lebih cepat dalam pengolahan data maupun mengedit data. Kelebihannya adalah sebagai berikut : 1. Dapat menghitung stabilitas lereng dengan atau tanpa perkuatan tulangan 2. Dapat menentukan faktor keamanan minimum pada suatu sampai tujuh lapis tanah 3. Tiga input sudut lereng tambahan 4. Input nilai Piezometer 5. Arah kemiringan pada beban dari luar dinding 6. Tampilan program windows. III.8.3 Langkah-Langkah Menjalankan Program Snailwin ver Jalankan program Snailwin dengan mengklik icon Snailwin yang telah di install sebelumnya, maka akan tampil sebagai berikut :

110 Bab III SOIL NAILING Bila meng-klik Disclaimer maka akan muncul text yang berupa katakata penjelasan dari program SnailWin 3, sebagi berikut : 3. Lalu meng-klik Continiue, akan tampil sebagai berikut :

111 Bab III SOIL NAILING 96 Pilih no.3 untuk mengisi parameter dan hasil dalam metric, lalu meng-checklist bila membutuhkan data-data lama, bila tidak membutuhkan data-data lama maka dikosongkan, seperti gambar dibawah ini yang membutuhkan data-data lama.

112 Bab III SOIL NAILING Pilih dikosongkan, lalu klik ok, maka akan tampil sebagai berikut : Pilih No, maka pemberian judul proyek tidak dibuat/diubah, bila yes maka buat judul proyek, maka akan tampil sebagai berikut :

113 Bab III SOIL NAILING Pilih No, maka akan tampil sebagai berikut : Masukan parameter data-data input sebanyak 9, yaitu : 1. Wall Geometry 2. Reinforcement Parameters, Reinforcement Geometry 3. Reinforcement Parameters, Reinforcement Strength/cond 4. Below Toe Searches 5. Search limits/water Table Coord 6. Search Nodes/Specified Plane 7. Soil Parameters 8. Loads 9. Varying Reinforcement Maka masing-masing parameter data-data input akan tampil berturutturut sebagai berikut : 5.1. Wall Goemetry

114 Bab III SOIL NAILING 99 Keterangan : Wall Geometry/Geometri dinding seluruh jarak dan sudut diatas toe dinding. (Gambar III.23) menunjukkan lokasi data yang diminta. Masukkan semua data pada jarak kosong yang tersedia. Tidak memasukkan data maka dianggap nol. Kita dapat mengedit data kapan saja. 1. H = Tinggi tegak data kapan saja 2. B = kemiringan dinding dari sumbu tegak 3. I1 = Sudut lereng pertama dari sumbu horizontal 4. S1 = Panjang lereng pertama dari puncak dinding 5. I2 = Sudut lereng kedua dari sumbu horizontal 6. S2 = Panjang lereng kedua dari puncak dinidng 7. I3 = Sudut lereng ketiga dari sumbu horizontal 8. S3 = Panjang lereng ketiga dari puncak dinding 9. Sudut lereng 14 sampai 17 dan panjang lereng S4 sampai S7 Gambar III.23 Wall Geometry

115 Bab III SOIL NAILING 100 (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research, SNAILZ User' s Manual. California.U.S. 2000) 5.2 Reinforcement Parameters Geometry

116 Bab III SOIL NAILING Reinforcement Strength/Cond. Keterangan : Reinforcement Parameters dibagi menjadi dua group pertama (item 1-9) untuk mengatur parameter mana yang tetap dari satu level ke level lainnya. Group yang kedua dengan tanda asterisk (*) dapat bervariasi pada tiap level. Group ini akan dibahas pada parameter berikutnya yaitu 4.8 Varying Reinforcement. Gambar III.24 menunjukkan lokasi data yang diminta. Parameter tetapnya adalah : 1. N = Jumlah level perkuatan (maximum 30) 2. LE = Panjang tulangan * 3. AL = Kemiringan tulangan * 4. SV1 = Jarak vertical dari puncak dinding ke level pertama ( dapat bernilai negatif )

117 Bab III SOIL NAILING SV = Jarak vertical dari level ke level kedua dan selanjutnya* 6. SH = Jarak horizontal antar tulangan 7. PS = Punching Shear Capacity/geser pelubangan pada ujung tulangan = As * FY 8. FY = Tegangan Yeild pada tulangan 9. D = Diameter tulangan 10. DD = Diameter lubang yang di-grout 11. SIG = Bond Stress tanah-grout * Gambar III.24 Reinforcement Parameters (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research, SNAILZ User' s Manual. California.U.S. 2000)

118 Bab III SOIL NAILING Below Toe Searches Keterangan : Slope dibawah ini (wall toe) Keterangan lebih lanjut dapat dilihat Gambar III.25 yaitu :

119 Bab III SOIL NAILING 104 Gambar III.25 Slope Below The Wall (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research, SNAILZ User' s Manual. California.U.S. 2000) 1. Sudut lereng pertama (positif jika berlawanan arah jarum) 2. Panjang lereng pertama 3. Sudut lereng kedua (positif jika berlawanan arah jarum jam) 4. Panjang lereng kedua 5. Kedalaman maksimum analisis dibawah toe dinding 6. Banyaknya titik analisis (maksimum 5)

120 Bab III SOIL NAILING Search limits/water Table Coord. Keterangan 1. Search Limit Jarak horizontal yang dimulai dari puncak dinding atau menggunakan titik awal ke titik yang kita inginkan untuk membatasi pencarian hasil (Search Limit). (untuk tiap node, 56 rencana runtuh akan dianalisa tapi hanya yang faktor keamanan yang paling kecil yang disimpan. Totalnya ada 560 rencana runtuh untuk semua 10 node). Jarak yang dicari akan disesuaikan dengan yang kita minta. a. Search Limit (Gambar III.26) Search Limit menentukan dimensi dari grid dimana rencana runtuh dianalisa. Untuk perhitungan, Snail membagi sama besar Search Limit menjadi 10 bagian. Pada kasus dimana dinding mempunyai kemiringan, maka jarak horizontal dari toe ke puncak dinding akan

121 Bab III SOIL NAILING 106 dikurangi dari Search Limit, hasilnya dibagi menjadi 10 bagian yang sama besar. Interval dimulai pada puncak dinding atau pada titik awal yang kita pilih. Setiap titik akhir yang kita tentukan akan ditentukan sebagai node (L). Jika Ls tidak kita tentukan (Ls = 0), maka analisis akan dimulai pada puncak dinding tapi jika Ls 0, analisis akan dimulai pada titik tersebut. Gambar III.26 Search Grid Pattern for Node 7 (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research, SNAILZ User' s Manual. California.U.S. 2000) 2. Water Table Coordinates Masukkan 3 koordinat X dan Y untuk bentuk muka air tanah (0,0 adalah di toe dinding). Jika Slope Below digunakan, maka muka air tanah akan diasumsikan sebagai berikut : a. Koordinat awal terletak pada muka dinding, maka water surface (muka air) berada tepat dibawah dinding.

122 Bab III SOIL NAILING 107 b. Koordinat awal Y-negatif, muka air akan datar atau tepat pada muka tanah. NOTE : Untuk eksekusi program muka air tanah harus dalam bentuk kurva positif, jika input tidak benar maka, pesan kesalahan akan tampak. 5.6 Search Nodes/Specified Plane Keterangan : Walaupun Snail akan menghitung faktor keamanan pada 10 titik node, kita harus menentukan batas tiap node. Daerah analisis yang dibatasi harus disediakan dengan memberikan nomor node. a. Awal analisis pada node (pilih node) LA b. Akhir analisis pada node (pilih node) LB

123 Bab III SOIL NAILING Soil Parameters Keterangan : Soil Parameter memiliki tujuh lapis tipe tanah dapat ditentukan dengan memberi nilai pada : a. Berat jenis tanah (γ), GAM b. Sudut geser tanah (Φ), PHI c. Kohesi (C), COH d. Bond Stress, SIG Pada kasus dimana terdapat lebih dari satu lapis tanah, maka lekatan antar tanah dapat dibatasi dengan memberikan dua titik koordinat positif (XS1,XY1) dan (XS2,YS2) berdasarkan wall geometry. Koordinat (0,0) adalah toe dinding, sedangkan koordinat lapisan dimulai dari kiri ke kanan, atau dari atas ke bawah.

124 Bab III SOIL NAILING Load Keterangan : a. Surcharge Loads Kasus pembebanan yang dikerjakan oleh program adalah beban terbagi rata, beban terpusat dan tanpa beban. Beban tambahan yang dapat dimasukkan pada program ini maksimum terdiri dari dua macam. Beban tambahan dapat ditempatkan didepan dinding (-X) dan atau di belakang (+X). Jika beban tambahan memanjang sampai tepat didepan dinding masukkan XR = -0.1 Surcharge (beban tambahan) diperlihatkan pada Gambar III.27.

125 Bab III SOIL NAILING 110 Gambar. III.27 Surcharge (Sumber: California Dcpartment of Transportation. Division of New Technology, Material and Research, SNAILZ User' s Manual. California.U.S. 2000) b. Earthquake Loads i. KH = Koefisien gempa arah horizontal ii. PKH = Koefisien gempa arah vertical Koefisien gempa arah vertical (jika digunakan) adalah persentase dari koefisien gaya gempa sehingga pada saat memasukkan data harus dalam bentuk decimal. Koefisien gempa vertical dicoba masukkan dalam bentuk positif lalu coba lagi dalam bentuk negative. Setelah itu hasil faktor keamanan diantara keduanya, diambil yang lebih kecil. c. External Wall loads

126 Bab III SOIL NAILING Varying Reinforcement

127 Bab III SOIL NAILING 112 Keterangan : Parameter variasi Penulangan Pada Input parameter ini digunakan jika kita mempunyai variasi penulangan (jika panjang nail, ketinggian tiap-tiap level sudut kemiringan nail,bond stress factor serta diameter yang berbeda). Bila kita memiliki lebih dari 12 level perkuatan tulangan, maka meng-klik kotak kecil Setelah semua data input parameter dimasukkan, maka meng-klik EXECUTE. Maka akan tampil sebagai berikut : 7. Jika ingin menggantikan file baru sebelum diproses perhitungan maka meng-klik Yes, jika tidak klik No. maka akan tampil sebagai berikut :

128 Bab III SOIL NAILING Jika ingin mengedit kembali data input parameter, maka klik No, bila klik Yes maka proses perhitungan akan berjalan. Contoh tampilan akhir perhitungannya adalah :

129 Bab IV STUDI KASUS 113 BAB IV STUDI KASUS IV.1 Pendahuluan Pada pembuatan lereng proyek Cityloft di Jln KH. Mas Mansyur, Jakarta memiliki dua metode pelaksanaan galian yaitu analisa stabilitas lereng (Open cut) dan stabilitas soil nailing. Gambar IV.a Denah lokasi soil nailing dan open cut

130 Bab IV STUDI KASUS 114 Analisa stabilitas lereng Open-Cut pada gambar IV.a berada sisi barat dan timur sedangkan stabilitas soil nailing sendiri berada di sisi utara dan selatan. Dalam bab ini hanya dibahas perencanaan perkuatan lereng dengan soil nailing. Proyek Cityloft terdiri dari satu Office Tower berlantai 20 yang dikelilingi oleh bangunan parkir berlantai 2 dan basemen berlapis dua. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Karet Pasar Baru Timur 5 dan sebelah selatan berbatasan dengan Hotel Sahid, sedangkan pada sebelah timur Hotel Mid Plaza dan barat berbatasan dengan Jln. Raya KH Mas Mansyur. Penggalian lantai basemen terbawah direncanakan berada pada elevasi meter sementara muka air tanah dalam data bor bervariasi antara -5 meter sampai -6 meter dibawah muka tanah asli, sedangkan untuk perencanaan dianggap tidak ada tekanan air maka sebelum konstruksi perlu dilakukan dewatering yang baik. IV.2 Data Kondisi Tanah Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan dan laboratorium, kondisi tanah bawah permukaan sampai akhir pemboran 80.0 meter berupa lapisan LEMPUNG, plastisitas tinggi, yang disertai lensa PASIR Lanauan, SM/ PASIR, SP atau Cemented SILT setebal ± 1 6 meter di kedalaman 21.0 / 25.0 sampai dengan 28.0 / 29.0 meter.

131 Bab IV STUDI KASUS / 12.0 m.mt : LEMPUNG Lanauan, CH 9.0/ / 25.0 m.mt : LANAU, MH; LANAU Pasiran, MH, LANAU Lempungan, MH 21.0/ / 29.0 m.mt : LENSA PASIR, SP; PASIR Lanauan, SM ; Cemented SILT 25.0/ m.mt : LEMPUNG Lanauan, CH Gambar IV.b. Potongan tanah BH10

132 Bab IV STUDI KASUS 116 IV.3 Disain Soil Nailing (Trial & Error) Sebelum mendisain soil nailing terlebih dahulu menghitung kondisi stabilitas lereng tanpa perkuatan soil nailing, adapun persyaratan untuk menghitung adalah : 1. Ketinggian lereng pada elevasi dari muka tanah, (gambar IV.b) 2. Beban yang dipikul 205 psf ( pound square feet ) = 1 ton/m² 3. Kemiringan total lereng ( overall slope ) antara 66 sampai Parameter tanah, yang diketahui dari data tanah sebagai berikut : a. Berat isi tanah ( γ ) = 1.65 t/m³ b. Sudut geser dalam (Ф) = 4.0 c. Cohesi (c ) = 3.0 t/m² Dari data persyaratan diatas, kemudian data tersebut dimasukkan kedalam program SNAIL. Dan menghasilkan faktor keamanan (SF) 0.86, dari faktor keamanan minimum yang dituju adalah 1.4 untuk pembebanan statik dan 1.25 untuk pembebanan gempa.

133 Bab IV STUDI KASUS 117 Gambar IV.c. Hasil Output program Snailz analisa stabilitas lereng tanpa menggunakan soil nailing IV.4 Perhitungan Secara Manual Selanjutnya perhitungan dengan cara manual menggunakan : Metode Irisan Bishop yang disederhanakan Langkah langkah perhitungan sebagai berikut : Membuat 4 (empat) bidang gelincir yang berbeda Membagi irisan bidang gelincir Menghitung titik berat di setiap irisan Mengukur lebar beban merata di setiap irisan Mengukur sudut jari- jari terhadap titik berat setiap irisan

134 Bab IV STUDI KASUS 118 Pemodelan bidang gelincir pertama :

135 Bab IV STUDI KASUS 119 Hasil Pemodelan bidang gelincir pertama

136 Bab IV STUDI KASUS 120 Pemodelan bidang gelincir kedua :

137 Bab IV STUDI KASUS 121 Hasil Pemodelan bidang gelincir kedua :

138 Bab IV STUDI KASUS 122 Pemodelan bidang gelincir ketiga :

139 Bab IV STUDI KASUS 123 Hasil Pemodelan bidang gelincir ketiga :

140 Bab IV STUDI KASUS 124 Pemodelan bidang gelincir keempat :

141 Bab IV STUDI KASUS 125 Hasil Pemodelan bidang gelincir keempat

142 Bab IV STUDI KASUS 126 Titik berat masing masing irisan W i = ½ * ( hi + hii) * bi * γ Panjang titik berat masing masing irisan hi = ½ ( hi + hii) Menghitung pajang busur dikalikan dengan cohesi άi = ci*bii Dari perhitungan secara manual diatas dengan menggunakan metode Bishop yang disederhanakan didapatkan faktor keamanan (SF) yang terkecil yaitu 0.80 < 1.4, hasil tersebut lebih kecil dari faktor keamanan yang ditentukan. Faktor keamanan yang terkecil merupakan faktor keamanan yang paling buruk terjadi, dari kelongsoran dalam suatu perencanaan stabilitas lereng. Agar memenuhi faktor keamanan (SF) yang ditentukan maka diperlukan perkuatan lereng dengan soil nailing. Langkah pertama sebelum melakukan desain perkuatan lereng dengan soil nailing adalah diketahui : a. Internal data : Parameter tanah : Berat jenis tanah, sudut geser dalam dan cohesi Muka air tanah (GWL) Disain nail dengan trial & error i. Menggunakan nails BJTD 40 (fy = 400 Mpa) ii. Diameter nails 20 mm iii. Diameter lubang bor 150mm iv. Panjang nails untuk pemodelan pertama 9 meter 4 lapisan

143 Bab IV STUDI KASUS 127 v. Kemiringan tulangan 10 vi. Jarak horizontal antar nails 2 meter vii. Jarak vertikal 2 meter viii. Tebal shotcrete 10 centimeter Gambar IV.d. Detail soil nailing pemodelan pertama b. External data : Beban yang dipikul 205 psf ( pons square feet ) = 1000 kg/m² Lapisan tanah Kemiringan morphology Nilai bond stress yaitu : Tegangan lekatan antara besi tulangan (nails) dengan tanah Rumusnya : SIG : c * α Dimana : SIG : Bond stress

144 Bab IV STUDI KASUS 128 c α : Cohesi : Sudut gesek yang didapatkan dari tabel IV.5 (Bowles. E Joseph. Analisis dan Desain Pondasi Jilid ) Bond stress pada lapisan pertama : = c * α = 3 * = t/m² = / = psi Bond stress pada lapisan kedua : = c * α = 2 * = t/m² = / = psi

145 Bab IV STUDI KASUS 129 Tabel IV.5. Korelasi harga cohesi terhadap sudut gesek (sumber :Joseph E. Bowles. Analisis dan Desain Pondasi Jilid )

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim,

Lebih terperinci

Bab IV STABILITAS LERENG

Bab IV STABILITAS LERENG Bab IV STABILITAS LERENG PENDAHULUAN Permukaan tanah tidak horisontal gravitasi enderung menggerakkan tanah kebawah >>> perlawanan geseran tidak mampu menahan longsor. Analisis stabilitas pada permukaan

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL Niken Silmi Surjandari 1), Bambang Setiawan 2), Ernha Nindyantika 3) 1,2 Staf Pengajar dan Anggota Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang miring, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI TUGAS AKHIR DESAIN TURAP PENAHAN TANAH DENGAN OPTIMASI LETAK DAN DIMENSI PROFIL PADA LOKASI SUNGAI MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS V.8.2 Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH Yeremias Oktavianus Ramandey NRP : 0021136 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

BAB IV KRITERIA DESAIN

BAB IV KRITERIA DESAIN BAB IV KRITERIA DESAIN 4.1 PARAMETER DESAIN Merupakan langkah yang harus dikerjakan setelah penentuan type penanggulangan adalah pembuatan desain. Desain penanggulangan mencangkup perencanaan, analisa

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland)

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland) ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE FELLENIUS (Studi Kasus: Kawasan Citraland) Violetta Gabriella Margaretha Pangemanan A.E Turangan, O.B.A Sompie Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY)

STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY) STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY) Lereng : tanah dengan permukaan miring, berupa lereng alam atau lereng buatan berupa hasil galian atau timbunan, seperti pada tebing sungai, tebing jalan, tanggul atau

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA BENDUNGAN TITAB

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA BENDUNGAN TITAB TUGAS AKHIR ANALISIS STABILITAS LERENG PADA BENDUNGAN TITAB Oleh : Gedee Rico Juliawan NIM: 1019151019 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 KEMENTERIANN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2

PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2 PERENCANAAN STRUKTUR TANGGUL KOLAM RETENSI KACANG PEDANG PANGKAL PINANG DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE OASYS GEO 18.1 DAN 18.2 Nama : Jacson Sumando NRP : 9821055 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA Disusun oleh : HERDI SUTANTO (NIM : 41110120016) JELITA RATNA WIJAYANTI (NIM : 41110120017)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Semester genap tahun 2007/2008 ANALISA PENGARUH GEMPA TERHADAP KONSTRUKSI LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL WOVEN. Dita Pravitra A. Kasthalisti (0700733841)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2 KUAT GESER Mekanika Tanah I Norma Puspita, ST. MT. 5/6/05 NORMA PUSPITA, ST. MT. KUAT GESER =.??? Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran tanah terhadap desakan atau tarikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini telah merambah di segala bidang, demikian pula dengan ilmu teknik sipil. Sebagai contohnya dalam bidang teknik konstruksi,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR NOTASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii v ix xii xiv xvii xviii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21

TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 TOPIK BAHASAN 8 KEKUATAN GESER TANAH PERTEMUAN 20 21 KEKUATAN GESER TANAH PENGERTIAN Kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, gelincir dan pergeseran

Lebih terperinci

EVALUASI KESTABILAN LERENG PADA TAMBANG TERBUKA DI TAMBANG BATUBARA ABSTRAK

EVALUASI KESTABILAN LERENG PADA TAMBANG TERBUKA DI TAMBANG BATUBARA ABSTRAK EVALUASI KESTABILAN LERENG PADA TAMBANG TERBUKA DI TAMBANG BATUBARA Robert Travolta Butar-butar NRP: 0621035 Pembimbing: Ir. Ibrahim Surya, M.Eng. Pembimbing Pendamping: Ir. Asriwiyanti Desiani, MT. ABSTRAK

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN 10 STABILITAS LERENG PERTEMUAN 21 23

TOPIK BAHASAN 10 STABILITAS LERENG PERTEMUAN 21 23 TOPIK BAHASAN 10 STABILITAS LERENG PERTEMUAN 21 23 STABILITAS LERENG TUJUAN ANALISA KESTABILAN LERENG TERHADAP BAHAYA KELONGSORAN PEMILIHAN PARAMETER TANAH YANG SESUAI PENGGUNAAN METODE PERHITUNGAN YANG

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2. TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb

MEKANIKA TANAH 2. TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb MEKANIKA TANAH 2 TEKANAN TANAH LATERAL At Rest...Rankine and Coulomb UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KRITERIA KERUNTUHAN MENURUT MOHR -

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE LOWE-KARAFIATH (STUDI KASUS : GLORY HILL CITRALAND) Giverson Javin Rolos, Turangan A. E., O. B. A. Sompie Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS Andrea Bertrand Steinmets Timisela NRP: 0421019 Pembimbing: Ir. Asriwiyanti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis data tanah Data tanah yang digunakan peneliti dalam peneltian ini adalah menggunakan data sekunder yang didapat dari hasil penelitian sebelumnya. Data properties

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menyebabkan pembangunan berkembang secara cepat. Pembangunan khususnya pada daerah-daerah yang curam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Dasar-Dasar Teori II. 1.1. Retaining Wall Retaining Wall merupakan istilah di bidang teknik sipil yang artinya dinding penahan. Dinding penahan merupakan struktur bangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dinding Penahan Tanah Bangunan dinding penahan tanah berfungsi untuk menyokong dan menahan tekanan tanah. Baik akibat beban hujan,berat tanah itu sendiri maupun akibat beban

Lebih terperinci

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) :

Untuk tanah terkonsolidasi normal, hubungan untuk K o (Jaky, 1944) : TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan tanah lateral ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1. Tekanan tanah dalam keadaan diam atau keadaan statis ( at-rest earth pressure). Tekanan tanah yang terjadi akibat massa tanah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Cara Analisis Kestabilan Lereng Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini teknologi terus berkembang seiring kemajuan jaman. Teknologi di bidang konstruksi bangunan juga mengalami perkembangan pesat, termasuk teknologi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN 4.1 Pendahuluan Pada perencanaan lereng galian (cut slope) ini akan membahas perhitungan stabilitas lereng yang meliputi perhitungan manual di antaranya perhitungan struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Yulianto (2013) dalam penelitiannya Analisis Dinding Penahan Tanah Dan Stabilitas Lereng Dengan Struktur Counter Weight Menggunakan program

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah juga merupakan salah satu penunjang yang membantu semua

Lebih terperinci

PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK ABSTRAK

PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK ABSTRAK PENGARUH TINGGI GALIAN TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH LUNAK Nikodemus Leomitro NRP: 1221043 Pembimbing: Ir. Herianto Wibowo, M.Sc. ABSTRAK Lereng merupakan sebidang tanah yang memiliki sudut kemiringan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNIK PENAMBATAN JARUM TANAH ( SOIL NAILING ) UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS LERENG

PENGGUNAAN TEKNIK PENAMBATAN JARUM TANAH ( SOIL NAILING ) UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS LERENG PENGGUNAAN TEKNIK PENAMBATAN JARUM TANAH ( SOIL NAILING ) UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS LERENG Ery Suryo Purnomo NRP : 9521058 NIRM : 41077011950319 Pembimbing : Theodore F. Najoan, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2 DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii KATA PENGANTAR iv ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xiii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xiv BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah ilmu pengetahuan mengenai penerapan

Lebih terperinci

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 1 Vol. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2018 Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE BISHOP (Studi Kasus: Kawasan Citraland sta.1000m)

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE BISHOP (Studi Kasus: Kawasan Citraland sta.1000m) ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE BISHOP (Studi Kasus: Kawasan Citraland sta.1000m) Octovian Cherianto Parluhutan Rajagukguk Turangan A.E, Sartje Monintja Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016

Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016 Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016 Pemodelan Lereng Dengan Perkuatan Teramesh System Studi Kasus Di Ruas Jalan Tanjung Palas-Sekatak,Kab.Bulungan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah

BABI PENDAHULUAN. Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah rnemasuki babakan kemajuan di bidang perekonomian yang cukup berarti. Perkembangan ini menuntut antisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1

STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1 STUDI PERBANDINGAN PERANCANGAN DINDING TURAP DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANUAL DAN PROGRAM OASYS GEO 18.1 Nama : Riwan Bicler Sinaga NRP : 0121018 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR M a r w a n t o Jurusan Teknik Sipil STTNAS Yogyakarta email : marwantokotagede@gmail.com Abstrak Kejadian longsoran

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE MORGENSTERN-PRICE (STUDI KASUS : DIAMOND HILL CITRALAND)

ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE MORGENSTERN-PRICE (STUDI KASUS : DIAMOND HILL CITRALAND) ANALISIS KESTABILAN LERENG METODE MORGENSTERN-PRICE (STUDI KASUS : DIAMOND HILL CITRALAND) Gideon Allan Takwin, Turangan A. E., Steeva G. Rondonuwu Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam

Lebih terperinci

4 BAB VIII STABILITAS LERENG

4 BAB VIII STABILITAS LERENG 4 BAB VIII STABILITAS LERENG 8.1 Tinjauan Umum Pada perhitungan stabilitas lereng disini lebih ditekankan apakah terjadi longsoran baik di lereng bawah maupun di tanggulnya itu sendiri. Pengecekannya disini

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PERENCANAAN FONDASI BORED PILE PIER 36 PADA PROYEK JALAN BEBAS HAMBATAN DEPOK ANTASARI (DESARI) ZONE 2

TUGAS AKHIR ANALISIS PERENCANAAN FONDASI BORED PILE PIER 36 PADA PROYEK JALAN BEBAS HAMBATAN DEPOK ANTASARI (DESARI) ZONE 2 TUGAS AKHIR ANALISIS PERENCANAAN FONDASI BORED PILE PIER 36 PADA PROYEK JALAN BEBAS HAMBATAN DEPOK ANTASARI (DESARI) ZONE 2 TAUFIQ IMAM HIDAYAT 41114120109 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND)

ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND) ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE JANBU (STUDI KASUS : KAWASAN CITRALAND) Thyac Korah Turangan A. E., Alva N. Sarajar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Manado Email:korahthyac@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN SHEET PILE

ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN SHEET PILE ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN SHEET PILE Etika Cahyaning Utami 1), Niken Silmi Surjandari 2), dan R. Harya Dananjaya H.I. 3) 1) Mahasiswa Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1. DAFTAR ISI Judul Pengesahan Persetujuan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv i vi vii iiii xii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Juli 2015 Pengaruh Hujan Terhadap Perkuatan Lereng dengan Kondisi Partially Saturated Soil Menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc.

Kuat Geser Tanah. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Shear Strength of Soils. Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Kuat Geser Tanah Shear Strength of Soils Dr.Eng. gus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc. Mengapa mempelajari kekuatan tanah? Keamanan atau kenyamanan struktur yang berdiri di atas tanah tergantung pada kekuatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR NOTASI

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1 93 LAMPIRAN 2 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK EC7 DA1 C1 (UNDRAINED) 94 LAMPIRAN 3 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR NIM: NIM:

TUGAS AKHIR NIM: NIM: TUGAS AKHIR Analisa Perubahan Pergerakan Tanah dengan Menggunakan Data Penelitian Geologi Tanah 1994 dan 2012 Lokasi Sekitar Kampus Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI...

BAB II DASAR TEORI... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR ISTILAH... xii DAFTAR NOTASI... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang kita hadapi dalam suatu lereng adalah masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang kita hadapi dalam suatu lereng adalah masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang kita hadapi dalam suatu lereng adalah masalah keruntuhan atau kelongsoran dari lereng tersebut, baik yang terjadi pada lereng alam maupun

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Setrata I (S-1) Disusun oleh : NAMA : WAHYUDIN NIM : 41111110031

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EVALUASI STABILITAS LERENG JEMBATAN KERETA API LINTAS SEMARANG - GAMBRINGAN (BH-03)

TUGAS AKHIR EVALUASI STABILITAS LERENG JEMBATAN KERETA API LINTAS SEMARANG - GAMBRINGAN (BH-03) TUGAS AKHIR EVALUASI STABILITAS LERENG JEMBATAN KERETA API LINTAS SEMARANG - GAMBRINGAN (BH-03) Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata-1 (S-1) Disusun Oleh : NAMA : RENY HARWANTI

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA 2.1 Sifat Alamiah Tanah Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang mempunyai ikatan antar partikel yang lemah atau sama sekali tidak mempunyai ikatan antar partikel tanahnya, dimana

Lebih terperinci

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA. GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK September 2011 SUPANDI, ST, MT supandisttnas@gmail.com GEOTEKNIK TAMBANG Jurusan : Teknik Geologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Pradini (2016) dalam penelitianya Analisis Angka Aman Stabilitas Lereng Jalan Gunung Tugel-Banyumas dengan Metode Fellenius dan Program Slope/

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH KRITERIA KERUNTUHAN MOHR - COULOMB UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 154 KRITERIA KERUNTUHAN MOHR COULOMB Keruntuhan geser (shear

Lebih terperinci

PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG

PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG Jurnal TEKNIK SIPIL - UCY ISSN: 1907 2368 Vol. 1 No. 2, Agustus 2006 PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG Agus Setyo Muntohar * Abstrak: Pengaruh aliran air atau rembesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat pesat dan pembangunan juga terjadi di segala lahan untuk mencapai efektifitas pemanfaatan

Lebih terperinci

TEKANAN TANAH LATERAL

TEKANAN TANAH LATERAL TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan lateral tanah adalah tekanan oleh tanah pada bidang horizontal. Contoh aplikasi teori tekanan lateral adalah untuk desain-desain seperti dinding penahan tanah, dinding basement,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI

PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI 50 PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI Tugiran 1) Subari 2) Isman Suhadi 3) 1) Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Islam

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi 1. Fase Tanah (1) Sebuah contoh tanah memiliki berat volume 19.62 kn/m 3 dan berat volume kering 17.66 kn/m 3. Bila berat jenis dari butiran tanah tersebut

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA ABSTRAK ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA Christy Yanwar Yosapat NRP : 1121037 Pembimbing : Hanny Juliany Dani, S.T., M.T. ABSTRAK Pada akhir tahun 2012,

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KEPADATAN PADA PERMODELAN FISIK MENGGUNAKAN TANAH PASIR BERLEMPUNG TERHADAP STABILITAS LERENG

PENGARUH VARIASI KEPADATAN PADA PERMODELAN FISIK MENGGUNAKAN TANAH PASIR BERLEMPUNG TERHADAP STABILITAS LERENG PENGARUH VARIASI KEPADATAN PADA PERMODELAN FISIK MENGGUNAKAN TANAH PASIR BERLEMPUNG TERHADAP STABILITAS LERENG Herlien Indrawahyuni, As ad Munawir, Ifone Damayanti Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL TUGAS AKHIR RIDWAN H PAKPAHAN 05 0404 130 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2009 1 ANALISIS PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 24 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Persiapan Memasuki tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir ini. Adapun tahap persiapan ini meliputi hal-hal sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAKSI ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAKSI ABSTRACT KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN i HALAMAN PERSETUJUAN ii ABSTRAKSI iii ABSTRACT iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DESAIN PERKUATAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN SOIL NAILING : STUDI KASUS LERENG JALAN KERETA API DAERAH GRINGSING, JAWA TENGAH.

TUGAS AKHIR DESAIN PERKUATAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN SOIL NAILING : STUDI KASUS LERENG JALAN KERETA API DAERAH GRINGSING, JAWA TENGAH. TUGAS AKHIR DESAIN PERKUATAN LERENG DENGAN MENGGUNAKAN SOIL NAILING : STUDI KASUS LERENG JALAN KERETA API DAERAH GRINGSING, JAWA TENGAH. (MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS V.8.2) Disusun oleh: ANDREAN MANDALA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TINJAUAN PERHITUNGAN BETON DINDING DIAFRAGMA PADA PROYEK UNDERPASS KEBAYORAN LAMA MENUJU PONDOK INDAH

TUGAS AKHIR TINJAUAN PERHITUNGAN BETON DINDING DIAFRAGMA PADA PROYEK UNDERPASS KEBAYORAN LAMA MENUJU PONDOK INDAH TUGAS AKHIR TINJAUAN PERHITUNGAN BETON DINDING DIAFRAGMA PADA PROYEK UNDERPASS KEBAYORAN LAMA MENUJU PONDOK INDAH Disusun oleh : Maya Pertisari 4110411-078 JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN 25 Juni 2012 ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN. (LOKASI: DESA GOSARI KABUPATEN GRESIK, JAWA TIMUR)

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Lereng

Analisis Stabilitas Lereng Analisis Stabilitas Lereng Lereng Slope Stability Dr.Eng.. Agus Setyo Muntohar, S.T.,M.Eng.Sc. Faktor Keamanan (Factor of Safety) Faktor aman (FS): nilai baning antara gaya yang menahan an gaya yang menggerakkan.

Lebih terperinci

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga PUTRA, GILANG

Lebih terperinci

DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall )

DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall ) DINDING PENAHAN TANAH ( Retaining Wall ) A. PENGERTIAN Dinding penahan tanah (DPT) adalah suatu bangunan yang dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng yang dibangun di tempat di

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PETA BENCANA LONGSORAN PADA RENCANA WADUK MANIKIN DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENGEMBANGAN PETA BENCANA LONGSORAN PADA RENCANA WADUK MANIKIN DI NUSA TENGGARA TIMUR PENGEMBANGAN PETA BENCANA LONGSORAN PADA RENCANA WADUK MANIKIN DI NUSA TENGGARA TIMUR Hikmat NRP : 9021020 NIRM: 41077011900138 Pembimbing : Ir. Theo F. Najoan, M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN. parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:

LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN. parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah: A-1 LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN 1. Perhitungan Manual Perhitungan manual yang dilakukan dalam penelitian mengacu pada Metode Baji (Wedge Method), dengan bidang longsor planar. Beberapa parameter yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier. ABSTRAK Dalam perencanaan pondasi tiang harus memperhatikan karakteristik tanah di lapangan serta beban struktur atas bangunan karena hal ini akan mempengaruhi desain pondasi yang akan digunakan. Metode

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci